analisa jurnal

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia (Smeltzer & Bare, 2001). World Health Organization (WHO) tahun 2012 menyebutkan, jumlah penderita DM di dunia saat ini mencapai lebih dari 230 juta jiwa. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 350 juta jiwa pada 2025 karena setiap tahunnya ada sekitar enam penderita DM baru di dunia. Indonesia berada pada peringkat keempat dengan jumlah penderita DM terbanyak di dunia, setelah China, India dan Amerika Serikat. Menurut International Diabetes Federation (IDF) tahun 2013 Indonesia menempati urutan ke tujuh di dunia dengan jumlah penderita DM yang berumur 20-79 tahun mencapai 8,5 juta jiwa. Hasil riskesdas tahun 2007 prevalensi DM adalah 1,1% dan pada riskesdas 2013 meningkat menjadi 2,1%. Di antara tipe DM yang ada, DM tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan (lebih dari 90%) (Witasari, 2009 dalam Sholihatul, dkk, 2015). Teknik relaksasi merupakan salah satu tindakan keperawatan yang dapat mengurangi kecemasan dan secara otomatis dapat menurunkan kadar gula darah. Relaksasi dapat mempengaruhi hipotalamus untuk mengatur dan menurunkan aktivitas sistem saraf simpatis. Stres tidak 1

Upload: siti-nurhayati

Post on 02-Dec-2015

34 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tekhnik PMR terhadap KGD pada DM

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan yang ditandai oleh kenaikan

kadar glukosa darah atau hiperglikemia (Smeltzer & Bare, 2001). World Health

Organization (WHO) tahun 2012 menyebutkan, jumlah penderita DM di dunia saat

ini mencapai lebih dari 230 juta jiwa. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat

menjadi 350 juta jiwa pada 2025 karena setiap tahunnya ada sekitar enam penderita

DM baru di dunia. Indonesia berada pada peringkat keempat dengan jumlah

penderita DM terbanyak di dunia, setelah China, India dan Amerika Serikat.

Menurut International Diabetes Federation (IDF) tahun 2013 Indonesia

menempati urutan ke tujuh di dunia dengan jumlah penderita DM yang berumur 20-

79 tahun mencapai 8,5 juta jiwa. Hasil riskesdas tahun 2007 prevalensi DM adalah

1,1% dan pada riskesdas 2013 meningkat menjadi 2,1%. Di antara tipe DM yang

ada, DM tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan (lebih dari 90%)

(Witasari, 2009 dalam Sholihatul, dkk, 2015).

Teknik relaksasi merupakan salah satu tindakan keperawatan yang dapat

mengurangi kecemasan dan secara otomatis dapat menurunkan kadar gula darah.

Relaksasi dapat mempengaruhi hipotalamus untuk mengatur dan menurunkan

aktivitas sistem saraf simpatis. Stres tidak hanya dapat meningkatkan kadar gula

darah secara fisiologis. Pasien dalam keadaan stres juga dapat mengubah pola

kebiasaannya yang baik, terutama dalam hal makan, latihan dan pengobatan

(Smeltzer, Bare, Hinkle & Cheever, 2008 dalam Asep, dkk, 2008).

Tekhnik relaksasi yang dapat dilakukan adalah Progressive Muscle Relaxation

(PMR) yang merupakan suatu prosedur untuk mendapatkan suatu relaksasi pada otot

melalui pemberian tegangan pada suatu kelompok otot dan menghentikan tegangan

tersebut kemudian memusatkan perhatian untuk mendapatkan sensasi rileks.

1

2

1.2. RUMUSAN MASALAH

Terapi dengan teknik relaksasi selama ini belum diterapkan pada pasien DM

tipe 2. Penanganan pasien DM tipe 2 di pelayanan kesehatan umumnya hanya

dengan terapi konvensional. Perawat belum memberikan terapi relaksasi, padahal

relaksasi tersebut dapat setara maknanya dengan obat penurunan gula darah baik

oral maupun insulin yang disuntikkan. Terapi relaksasi dapat mempengaruhi

hipotalamus untuk mengatur dan menurunkan aktivitas sistem saraf simpatis. Stres

tidak hanya dapat meningkatkan kadar gula darah secara fisiologis. Pasien dalam

keadaan stres juga dapat mengubah pola kebiasaannya yang baik, terutama dalam

hal makan, latihan dan pengobatan. pada ruang rawat inap di RSUD Kota

Tangerang, jumlah penderita DM termasuk banyak, ini terbukti dalam 2 minggu

survei kami di ruangan adanya 8 pasien penderita DM Tipe 2 yang dirawat. Rata-

rata pasien hanya diberikan terapi konvensional berupa insulin, padahal relaksasi

dapat mempengaruhi kadar gula darah pada pasien DM.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti ingin membuktikan pengaruh

relaksasi Progressive Muscle Relaxation (PMR) terhadap penurunan kadar gula

darah pada pasien DM tipe 2 di ruang rawat inap Interna 1 RSUD Kota Tangerang.

1.3. TUJUAN

1.3.1. TUJUAN UMUM

Tujuan ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh relaksasi Progressive

Muscle Relaxation (PMR) terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien DM

tipe 2 di ruang rawat inap Interna 1 RSUD Kota Tangerang.

1.3.2. TUJUAN KHUSUS

1. Mengetahui kadar gula darah sebelum dilakukan relaksasi Progressive Muscle

Relaxation (PMR)

2. Mengetahui kadar gula darah setelah dilakukan relaksasi Progressive Muscle

Relaxation (PMR)

3. Mengajarkan relaksasi Progressive Muscle Relaxation (PMR) kepada pasien

dan keluarga secara mandiri

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. DIABETES MELITUS TIPE 2

2.1.1. DEFINISI

Diabetes Melitus adalah penyakit kronis progresif yang ditandai denagn

ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan

protein mengarah ke hiperglikemian (kadar glukosa yang tinggi dalam darah)

(Black, 2014). Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam

darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang di konsumsi. Insulin, yaitu

suatu hormon yang di produksi pancreas, mengendalikan kadar glukosa dalam

darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya.

Pada Diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat

menurun, atau pancreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin.

Keadaan ini menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan komplikasi

metabolik akut seperti Diabetes ketoasidosis dan syndrome hiperglikemik

hiperosmoler nonketotik (HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat ikut

mrnyebabkan komplikasi mikrovaskuler yang kronis (penyakit ginjal dan mata)

dan komplikasi neuropati (penyakit pada saraf). Diabetes juga disertai dengan

peningkatan insiden penyakit makrovaskuler yang mencakup infark miokard,

stroke, dan penyakit vaskuler perifer (Smeltzer & Bare, 2001).

Diabetes melitus diklasifikasikan sebagai salah satu dari empat status klinis

berbeda meliputu Tipe 1, Tipe 2, gestasional atau Tipe DM spesifik lainnya.

Diabetes melitus tipe 1 merupakan hasil destruksi autoimun sel beta, mengarah

kepada defisiensi insulin absolut. DM tipe 2 adalah akibat dari defek sekresi

insulin progresif diikuti dengan resistensi insulin, umumnya berhubungan

dengan obesitas. DM gestasional adalah DM yang didiagnosis selama hamil.

DM tipe lain mungkin sebagai akibat dai defek genetik fungsi sel beta, penyakit

pankreas, atau penyakit yang diinduksi oleh obat-obatan (Black, 2014).

Kurang lebih 90% hingga 95% penderita mengalami Diabetes tipe II yaitu

Diabetes yang tidak tergantung insulin. Diabetes tipe II terjadi akibat penurunan

sensitivitas terhadap insulin (yang disebut resistensi insulin) atau akibat

3

4

penurunan jumlah produksi insulin. Diabetes tipe II pada mulanya diatasi dengan

diet dan latihan. Jika kenaikan glukosa darah tetap terjadi, terapi diet dan latihan

tersebut dilengkapi dengan obat hipoglikemik oral. Pada sebagian penyandang

diabetes tipe II, obat oral tidak mengendalikan keadaan hiperglikemia sehingga

diperlukan penyuntikan insulin. Di samping itu, sebagian penyangdang Diabetes

Tipe II yang dapat mengendalikan penyakit Diabetesnya dengan diet, latihan dan

obat hipoglikemia oral mungkin memerlukan penyuntikan insulin dalam periode

stress fisiologik akut ( seperti akut atau pembedahan ). Diabetes tipe II paling

sering ditemukan pada individu yang berusia lebih 30 tahun dan obesitas.

2.1.2. ETIOLOGI

Menurut Smeltzer & Bare, (2001), mekanisme yang tepat yang menyebabkan

resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum

diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses

terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor reriko tertentu

yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Faktor-faktor

pencetus diabetes tipe II adalah :

Usia (resistensi insulin cendrung meningkat pada usia diatas 65 tahun)

Obesitas

Riwayat keluarga

Kelompok etnik (di Amerika Serikat, gologan Hispanik serta penduduk asli

Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang paling besar untuk terjadinya

diabetes tipe II dibandingkan dengan golongan Afro-Amerika).

2.1.3. MANIFESTASI KLINIS

Tiga gejala umum yang dialami penderita diabetes menurut Smeltzer & Bare,

(2001) yaitu :

Banyak minum

Banyak kencing

Sering lapar

5

Pada awalnya, kadang-kadang berat badan penderita DM naik. Penyebabnya,

kadar gula tinggi dalam tubuh. Maka perlu waspada apabila keinginan minum

yang terlalu berlebihan dan juga merasa ingin makan terus menerus. Berat

badan yang awalnya terus melejit naik dan tiba-tiba turun terus tanpa diet.

Gejala lain, adalah gangguan saraf tepi berupa kesemutan terutama dimalam

hari, gangguan penglihatan, gatal di daerah kemaluan atau lipatan kulit, bisul

atau luka yang lama sembuh, gangguan ereksi pada pria dan keputihan pada

perempuan.

Pada tahap lanjut gejala yang muncul antara lain:

- Rasa haus - Banyak kencing

- Berat badan turun - Sering lapar

- Badan lemas - Gangguan Penglihatan

- Kesemutan - Mulut kering

2.1.4. PATOFISIOLOGI

Pada dibetes tipe II terdapat dua macam masalah utama yang berhungan

dengan insulin, yaitu; resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya

insulin akan terikan dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat

terikannya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam

metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II

disertai dengan penurunan reaksi intra sel dengan demikian insulin menjadi tidak

efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Smeltzer &

Bare, 2001).

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa

dalam darah , harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pda

penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin

yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang

normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu

mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan

meningkat dan terjadi diabetes tipe II (Smeltzer & Bare, 2001).

Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia

lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akbat intoleransi glukosa yang berlngsung

lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat

6

berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering

bersifat ringan dan dapat mencakup kelemahan , iritabilitas, poluria, polidipsia,

uka pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur

( jika glokosanya sangat tinggi ) (Smeltzer & Bare, 2001).

Untuk sebagian besar pasien (kurang lebih 75%0, penyakit diabetes tipe II

yang dideritanya ditemukan secara tidak sengaja (misalnya, pada pasien

menjalani pemiriksaan laboratorium yang rutin). Salah satu konsekuensi tidak

terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun-tahun adalah komplikasi

diabetes jangka panjang (misalnya kelaianan pada mata, neuropati perifer,

kelaian vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosa ditegakakan

(Smeltzer & Bare, 2001).

Penanganan primer diabetes tipe II adalah dengan menurunkan berat badan,

karena resistensi insulin berkaitan dengan obesitas. Latihan merupakan unsur

yang penting pula untuk meningkatkan efektivitas insulin. Obat hipoglikemia

oral dapat ditambahkan jika diet dan latihan tidak berhasil mengendalikan kadar

glukosa darah. Jika penggunaan obat oral dengan dosis maksimal tidak berhasil

menurunkan kadar glukosa hingga tingkat yang memuaskan, maka insulin dapat

digunakan. Sebagian pasien memerlukan insuin untuk sementara waktu selama

periode stress fisiologik yang akut, seperti selama sakit atau pembedahan

(Smeltzer & Bare, 2001).

2.1.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Smeltzer & Bare (2001), pemeriksaan penunjang diantaranya :

Tes Toleransi Glukosa ( TTG ) memanjang ( lebih besar dari 200 mg/dL).

Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar gula

darah meningkat dibawah kondisi stres.

Gula darah puasa ( FBS ) normal atau diatas normal.

Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal. Tes ini mengukur

persentase glukosa yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat

pada hemoglobin selama hidup SDM. Rentang normal adalah 5-6%.

Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton pada respons terhadap

defisiensi intraselular, protein & lemak diubah menjadi glukosa

(glukoneogenesis) untuk energi. Selama proses pengubahan ini, asam lemak

bebas dipecah menjadi badan keton oleh hepar, ketosis terjadi ditunjukkan

7

oleh ketonuria. Glukosuria menunjukkan ambang ginjal terhadap reabsorbsi

glukosadicapai, ketonuria menandakan ketoasidosis.

Diagnosis DM dibuat bila FBS diatas 140 mg/dL selama dua atau lebih

kejadian dan pasien menunjukkan gejala-gejala DM ( poliuria, polidipsia,

polifagia, penurunan berat badan, ketonuria, dan kelelahan ). Juga diagnosis DM

dapat dibuat bila contoh TTG selama periode 2 jam dan periode lain ( 30 menit,

60 menit atau 90 menit) melebihi 200 mg/Dl.

2.1.6. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin

dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi

vaskular serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah

mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadinya

hipoglikemia dan ngagguan serius pada pola aktivitas pasien (Smeltzer & Bare,

2001).

Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes :

Diet

Latihan

Pemantauan

Terapi (jika diperlukan)

Pendidikan

Penanganan di sepanjang perjalanan penyakit diabetes akan bervariasi karena

terjadinya perubahan pada gaya hidup, keadaan fisik dan mental penderitanya

disamping karena berbagai kemajuan dalam metode terapi yang dihasilkan

dari riset. Karena itu, penatalaksanaan diabetes meliputi pengkajian yang

konstan dan modifikasi rencana penanganan oleh professional kesehatan

disamping penyesuaian terapi oleh pasien sendiri setiap hari. Meskipun tim

kesehatan akan mengarahkan penanganan tersebut, namun pasien sendirilah

yang harus bertanggung jawab dalam pelaksanaan terapi yang kompleks itu

setiap harinya. Kerena alasan ini, pendidikan pasien dan keluarganya

dipandang sebagai komponen yang peting dalam menangani penyakit

8

diabetes sama pentingnya dengan komponen lain terapi diabetes (Smeltzer &

Bare, 2001).

2.2. PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION (PMR)

2.2.1. DEFINISI

Istilah relaksasi sering digunakan untuk menjelaskan aktivitas yang

menyenangkan. Relaksasi menghasilkan efek perasaan senang, menggurangi

ketegangan, terutama ketengangan psikis yang berkaitan dengan kehidupan

(Ramdani & Putra, 2009 dalam Duma, 2012). Definisi relaksasi yang dikemukan

oleh (McCaffery & Beebe, 1989 dalam Kwekkboom & Gretarsdootir, 2006)

menyatakan relaksasi adalah kondisi bebas secara relative dari kecemasan dan

ketegangan otot skeletal yang dimanifestasikan dengan ketenangan, kedamaian

dan perasaan ringan. Pada saat tubuh dan pikiran rileks, secara otomatis

ketegangan yang sering kali membuat otot-otot mengencang akan diabaikan

(Duma, 2012).

Progressive muscle relaxation (PMR) adalah terapi relaksasi dengan gerakan

mengencangkan dan melemaskan otot-otot pada satu bagian tubuh pada satu

waktu untuk memberikan perasaan relaksasi secara fisik. Gerakan

mengencangkan dan melemasakan secara progressive kelompok otot ini

dilakukan secara bertutut-turut (Duma, 2012). Pada saat melakukan PMR

perhatian klien di arahkan untuk membedakan perasaan yang dialami saat

kelompok otot dilemaskan dan dibandingkan ketika otot-otot dalam kondisi

tegang. Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa PMR yang merupakan

salah satu bentuk dari terapi relaksasi dapat digunakan sebagai terapi pilihan

pada pasien yang mengalami ansietas yang sering bermanifestasi adanya

ketegangan otot.

PMR dilakukan dengan mengencangkan dan melemaskan sekelompok otot.

Kontraksi otot akan diikuti dengan relaksasi dari 14 kelompok otot, termasuk

tangan dan lengan dominan dan bukan lengan dominan, bisep dominan dan non

dominan, dahi, pipi atas dan hidung, pipi bawah dan rahang, leher dan

tenggoroka. Dada dengan bahu dan punggung atas, perut, paha dominan dan non

dominan, betis dominan dan non dominan dan kaki dominan dan non dominan

(Duma 2012).

9

PMR merupakan salah satu intervensi keperawatan yang dapat diberikan

kepada pasien DM untuk meningkatkan relaksasi dan kemampuan pengelolaan diri.

Latihan ini dapat membantu mengurangi ketegangan otot, stres, menurunkan

tekanan darah, meningkatkan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari, meningkatkan

imunitas, sehingga status fungsional dan kualitas hidup meningkat (Smeltzer &

Bare, 2001).

2.2.2. INDIKASI

PMR merupakan teknik manajemen stress dan ansietas telah digunakan pada

berbagai tatanan pada berbagai populasi dan telah dibuktikan menjadi terapi

yang efektif untuk digunakan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

ansietas, PMR telah menunjukkan manfaat dalam menggurangi ansietas yang

akan mempengaruhi berbagai gejala fisiologis dan psikologis karena kondisi

medis (Duma 2012). Teknik ini dianjurkan untuk orang-orang dengan gangguan

kecemasan, insomnia dan nyeri. Synder dan Lynquit (2002) mengatakan PMR

dapat digunakan sebagai terapi dalam manajemen stress dan kecemasan dan

nyeri pada gangguan fisik seperti pasien asma, hipertensi, COPD ( chronic

abstruvtive pulmonary disease), klien dengan gangguan jiwa ( psikiatrik), klien

dengan pemulihan memori/ ingatan, pasien kanker, post operatif, sakit kepala,

pasien mual muntah, HIV, penyakit herpes dan klien yang akan mendapat

prosedur medic tertentu (Duma, 2012).

2.2.3. KONTRAINDIKASI

Beberapa hal yang dapat menjadi kontraindikasi PMR antara lain cedera akut

atau ketidaknyaman muskuloskletal, infeksi atau inflamasi, dan penyakit jantung

berat atau akut. Latihan PMR juga tidak dilakukan pada sisi otot yang sakit

( Fritz, 2005 dalam Duma 2012). Synder & Lynquist (2002) dalam Duma

(2012), menjelaskan bahwa selama melakukan latihan PMR terdapat hal-hal

yang perlu diperhatikan anatara lain jika pasien mengalami disstres emosional

selama melakukan PMR maka dianjurkan untuk menghentikan dan

mengkonsultasikannya kepada perawat atau dokter. Selain itu pemberian terapi

ini pada klien kanker harus memperhatikan tingkat kelelahan klien.

10

2.2.4. MANFAAT

Seseorang yang mengalami ansietas akan mengalami ketidakseimbangan

secara fisik seperti perubahan pada tanda-tanda vital, gangguan pola makan, pola

tidur dan adanya ketegangan otot. Kecemasan mencetuskan beberapa sensasi dan

perubahan pisik , meliputi peningkatan aliran darah menuju otot, ketegangan

otot, mempercepat atau memperlambat pernapasan, meningkatkan denyut

jantung dan menurunkan fungsi digestif. Center for clinical intervention (2008)

mengatakan bahwa ketegangan otot merupakan salah satu tanda yang sering

terjadi pada kondisi stress dan ansietas yang merupakan persiapan tubuh

terhadap potensial kejadian berbahaya. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa

pada kondisi ansietas, individu akan memerlukan banyak energy untuk

mengembalikan ketidakseimbangan yang terjadi akibat respon ansietas yang

dialami (Duma, 2012).

Duma (2012) menyatakan tujuan PMR adalah untuk menggurangi komsumsi

oksigen tubuh, laju metabolism tubuh, laju pernafasan, ketegangan otot,

kontraksi ventricular perematur dan tekanan darah sistolik serta gelombang alfa

otak serta dapat meningkatkan beta endorphin dan berfungsi meningkatkan imun

seluler. Relaksasi dapat digunakan untuk sebagai keterampilan koping yang aktif

jika digunakan untuk mengajar individu kapan dan bagaimana menerapkan

relaksasi dibawah kondisi yang menimbulkan kecemasan.

2.2.5. PELAKSANAAN

PMR atau relaksasi otot progresif melibatkan kontraksi dan relaksasi

berbagai kelompok otot. Selama melakukan latihan, pasien berfokus pada

ketegangan dan relaksasi kelompok otot wajah, leher, bahu, dada, tangan,

lengan, punggung, perut dan kaki. Meregangkan otot secara progresif dimulai

dengan menegangkan dan menegangkan kumpulan otot utama tubuh, dengan

cara ini, maka akan disadari dimana otot itu berada dan hal ini akan

meningkatkan kesadaran terhadap respon otot tubuh terhadap kecemasan dab

ketegangan (Duma, 2012).

Pelaksanaan terapi ini harus memperhatikan elemen penting yang diperlukan

untuk rileks yaitu lingkungan yang tenang, posisi yang nyaman, sikap yang baik.

Lingkungan yang tenang diperlukan sehingga pasien dapat berkonsentrasi pada

relaksasi otot termasuk membatasi interupsi/gangguan, suara-suara pencahayaan.

11

Posisi yang nyaman member dukungan pada bagi tubuh atau berbaring di tempat

tidur pada posisi yang nyaman. Pelaksanaan PMR relaksasi otot progresif untuk

hasil yang maksimal dianjurkan dilakukan secara rutin selama 25-30 menit

setiap sesi. Latihan dianjurkan dilakukan 2 kali sehari dan dilakukan 2 jam

setelah makan untuk mencegah rasa mengantuk setelah makan. Jadwal latihan

biasanya memerlukan waktu minimal satu minggu untuk hasil yang lebih

maksimal. Berstein dan Borkovec menganjurkan menggunkan 10 sesi untuk

latihan progressive muscle relaxation. Namun beberapa penelitian mengatakan

bahwa dengan sedikitnya 4 sesi latihan sudah menunjukan efek positif dari terapi

( Gift, 1992 ; Peck 1997 dalam Synder & Lynquist, 2002 dalam Duma 2012)

2.2.6. LANGKAH-LANGKAH

Pelaksanaan PMR dilakukan dalam 4 sesi dengan 14 gerakan (Modifikasi

Alini, 2012 ; Supriati, 2010 dalam Duma 2012) 14 gerakan yang dilakukan

dalam 4 sesi dapat memudahkan klien untuk mengingat gerakan- gerakan yang

telah dilatih oleh terapis. Sesi-sesi dalam latihan PMR yaitu :

1. Pelaksanaan tehnik relaksasi yang meliputi dahi, mata, rahang, mulut leher

dimana masing-masing gerakan dilakukan sebanyak 2 kali. Pelaksanaan

PMR yaitu :

a. Gerakan pertama ditunjukan untuk otot dahi dan alis sekencang-

kencangnya hingga kuat terasa mengerut kemudian dilemaskan

perlahan-lahan hingga 10 detik kemudian ulangi 1 kali lagi.

b. Gerakan kedua ditunjukan untuk mengendurkaan otot-otot mata didaerah

mata dirasakan menegang. Lemaskan perlahan-lahan hingga 10 detik,

lalu ulangi 1 kali lagi.

c. Gerakan ketiga bertujuan untuk menegangkan otot-otot rahang dengan

cara mengatupkan mulut sambil merapatkan gigi sekuat-kuatnya

sehingga klien merasakan ketegangan disekitar otot-otot rahang. Lemas

kan perlahan-lahan sampai 10 detik lalu ulangi 1 kali lagi.

d. Gerakan keempat dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar

mulut. Moncongkan bibir sekuat-kuatnya kedepan sehingga terasa

ketegangannya di otot-otot daerah bibir. Lemaskan mulut dan bibir

perlahan-lahan lalu ulangi 1 kali lagi.

12

e. Gerakan kelima ditujukan untuk otot-otot leher belakang. Klien diminta

untuk menekankan kepala kearah punggung sedemikian rupa sehingga

terasa tegang pada otot leher belakang, lemaskan perlahan-lahan hingga

10 detik lalu ulangi 1 kali lagi.

f. Gerakan keenam ditunjukan untuk melatih otot-otot leher depan.

Lakukan dengan menekukkan atau turunkan dagu hingga menyentuh

dada hingga merasakan ketegangan otot di daerah leher bagian depan,

lemaskan secara perlahan-lahan hingga 10 detik lalu ulangi 1 kali lagi.

2. Pelaksanaan tehnik relaksasi meliputi tangan, lengan dan bahu serta masing-

masing gerakan dilakukan sebanyak dua kali. Pelaksanaan PMR terdiri dari :

a. Gerakan ketujuh ditunjukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan

dengan cara menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.

Selanjutnya minta klien untuk mengepalkan sekuat-kuatnya otot-otot

tangan sehingga merasakan ketegangan otot-otot daerah tangan.

Relaksasikan dengan membuka perlahan-lahan kepalan tangan selama

10 detik dan ulangi 1 kali lagi.

b. Gerakan kedelapan gerakan yang ditujuan untuk melatih otot-otot tangan

bagian belakang. Gerakan dilakukan dengan cara menekuk kedua

pergelangan tangan kebelakang secara perlahan-lahan hingga terasa

ketegangan pada otot-otot tangan bagian belakang dan lengan bawah

menegang, jari-jari menghadap kelangit-langit. Lemaskan perlahan-

lahan hingga 10 detik dan lakukan sekali lagi.

c. Gerakan kesembilan gerakan untuk melatih otot-otot lengan atau biseps.

Gerakan ini diawali dengan menggenggam kedua tangan hingga menjadi

kepalan dan membawa kepalan tersebut kepundak sehingga otot-otot

lengan bagian dalam menegang. Lemaskan perlahan-lahan hingga 10

detik lalu lakukan 1 kali lagi.

d. Gerakan kesepuluh ditunjukkan untuk melatih otot-otot bahu. Relaksasi

ini dilakukan dengan mengendurkan bagian otot-otot bahu dengan cara

mengangkat kedua bahu kearah telinga setinggi-tingginya. Lemaskan

dan turunkan perlahan-lahan selama 10 detik dan lakukan satu kali lagi.

3. Pelaksanaan tehnik relaksasi yang meliputi punggung, dada, perut, tungkai

dan kaki dimana masing-masing gerakan dilakukan sebanyak dua kali :

13

a. Gerakan kesebelas bertujuan melatih otot-otot punggung. Gerakan ini

dapat dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi lalu

busungkan dada dan pertahankan selama 10 detik lalu lemaskan

perlahan-lahan dan ulangi satu kali lagi.

b. Gerakan keduabelas untuk melatih otot-otot dada. Gerakan ini dilakukan

dengan cara menarik nafas dalam sedalam-dalamnya dan tahan beberapa

detik sambil merasakan ketegangan didada dan diperut.

c. Gerakan tigabelas untuk melatih otot-otot perut. Gerakan ini dilakukan

dengan menarik perut kearah dalam sekuat-kuatnya.

d. Gerakan keempatbelas gerakan yang ditunjukan merelaksasikan otot-otot

kaki. Gerakan ini dilakukan dengan meluruskan kedua telapak kaki

selama 10 detik hingga terasa tegang pada daerah paha. Lemaskan kedua

kaki secara perlahan-lahan hingga 10 detik lakukan sekali lagi.

4. Terakhir merupakan sesi evaluasi kemampuan klien melakukan latihan

relaksasi progresif gerakan pertama hingga keempatbelas yang meliputi dahi,

mata, rahang, mulut, leher, tangan, telapak tangan, bahu, punggung, dada,

perut, tungkai dan kaki.

BAB III

RESUME JURNAL

3.1. NAMA PENELITI

Asep Kuswandi, Ratna Sitorus dan Dewi Gayatri

3.2. TEMPAT dan WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di salah satu Rumah Sakit di Tasikmalaya Jawa Barat

3.3. TUJUAN PENELITIAN

Mengetahui perbedaan kadar gula darah pasien diabetes melitus sebelum dan sesudah

relaksasi.

3.4. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain kuasi eksperimen pre dan

post test, menggunakan kelompok kontrol. Pengukuran kadar gula darah dilakukan

dua jam setelah makan pagi. Pengukuran selanjutnya dilakukan pada hari ketiga,

kelima dan ketujuh. Waktu yang diperlukan untuk setiap pasien adalah selama tujuh

hari.

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 pasien dengan perincian 50

pasien pada kelompok intervensi dan kontrol. Teknik pengambilan sampel adalah

dengan cara purposed sampling.

3.5. HASIL PENELITIAN

1. Terdapat perbedaan antara kelompok interaksi dan kelompok kontrol

2. Penurunan kadar gula darah sangat signifikan pada kelompok intervensi setelah

melakukan relaksasi selama tujuh hari dan dilakukan dua kali sehari

3. Penurunan paling tinggi ada pada hari ketujuh (p=0,000)

4. Perbedaan jenis kelamin tidak membedakan rerata penurunan kadar gula darah

pada kedua kelompok (p=0,730)

14

15

3.6. SARAN PENELITIAN

1. Perawat diharapkan mampu memberikan hak pasien, diantaranya memberikan

pendidikan kesehatan dan latihan tentang relaksasi terutama bagi pasien DM tipe

2

2. Para manajer keperawatan di tatanan pelayanan kesehatan diharapkan mampu

membuat standar operasional prosedur penanganan DM tipe 2 dengan

memasukan teknik relaksasi ini.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. ANALISA JURNAL

4.1.1. HASIL PENELITIAN

Ada pengaruh yang signifikan pada kelompok intervensi setelah melakukan

relaksasi selama tujuh hari dan dilakukan dua kali sehari.

4.1.2. HUBUNGAN HASIL PENELITIAN DENGAN KONDISI DI LAHAN

KLINIS

Dari implikasi keperawatan progressive muscle relaxation (PMR) di ruang

rawat inap Interna 1 RSUD Kota Tangerang pada pasien DM tipe 2. Hal ini tidak

berkesinambungan dengan jurnal yang diangkat yaitu jurnal yang berjudul

“Pengaruh Relaksasi Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada Pasien

Diabetes Mellitus Tipe 2 Di sebuah Rumah Sakit Di Tasikmalaya”.

4.2. PERBANDINGAN ISI JURNAL

Ada beberapa penelitian yang mendukung hasil penelitian dari Asep

Kuswandi dkk. Menurut penelitian Mashudi (2012) menunjukkan bahwa PMR

berpengaruh terhadap penurunan rata-rata kadar glukosa darah. Mekanisme PMR

dalam menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus tipe 2 erat

kaitannya dengan stres yang dialami pasien baik fisik maupun psikologis. Hal ini

juga didukung dengan hasil penelitian Sholihatul Maghfirah dkk (2015) yang

menunjukkan bahwa adanya pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan

stres psikologis pada pasien DM tipe 2. Teknik relaksasi otot progresif bekerja

menurunkan stres dengan mengaktifkan sistem saraf parasimpatis dan menghentikan

kerja sistem saraf simpatis. Apabila sistem simpatis dihambat maka proses ini akan

menurun sehingga hormon kortisol ikut menurun, hal ini menyebabkan penurunan

proses glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru) yang sebenarnya disiapkan

untuk meningkatkan kadar glukosa darah dalam keadaan stres (sebagai sumber

energi untuk menghadapi keadaan stres). Relaksasi otot progresif berpengaruh secara

signifikan terhadap penurunan kadar glukosa darah pada pasien DM tipe 2.

16

17

Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat

menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi factor resiko kardiovaskuler.

Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan

glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot

juga diperbaiki dengan berolah raga. Latihan dengan cara melawan tahanan

(resistance training) dapat meningkatkan lean body mass dan dengan demikian

menambah laju metabolisme istirahat. Semua efek ini sangat bermanfaat pada

diabetes karena dapat menurunkan berat badan, mengurangi rasa stress dan

mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan juga akan mengubah kadar lemak darah

yaitu meningkatkan kadar HDL kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total

serta trigliserida. Semua manfaat ini sangat penting bagi penyandang diabetes

mengingat adanya peningkatan resiko untuk terkena penyakit kardiovaskuler pada

diabetes.

4.3. SARAN PENELITIAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Asep Kuswandi dkk, ada beberapa saran yang

dapat dijadikan bahan pertimbangan diantaranya :

1. Dicantumkannya tempat, waktu dan tahun penelitian

2. Menyebutkan seluruh proses penelitian dan hasil penelitian serta pembahasan

mengenai hasil penelitian dengan teori yang sudah ada dan penelitian sebelumnya

yang serupa.

BAB V

IMPLIKASI KEPERAWATAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa latihan progressive muscle relaxation (PMR)

terbukti tidak signifikan untuk mengurangi kadar glukosa pada pasien diabetes mellitus tipe

2, dikarenakan ada beberapa faktor tertentu yang dapat menyebabkan hasil latihan tidak

signifikan antara jurnal dengan implikasi. Penyebabnya mungkin dikarenakan pada saat

latihan kadar glukosa sedang meningkat. Penelitian ini dilakukan di lahan praktik pada

tanggal 13-16 Oktober 2015 di Ruang Interna 1 RSUD Kota Tangerang sebanyak 3 pasien

intervensi dan 3 pasien kontrol yang dilakukan selama 10 menit latihan dalam 2 kali sehari

sebelum makan. Pada hari pertama kami mendapatkan kesulitan, klien tidak sungguh-

sungguh untuk melakukan latihan PMR karena belum pernah melakukan terapi PMR. Pada

hari kedua klien sudah bisa melakukan sendiri tapi masih lupa dengan gerakannya dan harus

didampingi. Pada hari ketiga dan keempat klien sudah mampu untuk latihan sendiri dengan

usaha yang baik dan motivasi keluarga dalam terapi latihan progressive muscle relaxation ini

sesuai prosedur yang telah diajarkan klien berhasil melakukan dengan baik dan mendapatkan

hasil yang baik.

Dengan demikian pada implikasi keperawatan dapat disimpulkan bahwa aktifitas fisik

mampu mengurangi kadar glukosa dalam darah meskipun kadar glukosa kadang naik turun

karena beberapa faktor seperti pada saat latihan kadar glukosa sedang meningkat. Setelah

mempelajari isi jurnal diatas, kita sebagai perawat umum dan perawat penyakit dalam pada

khususnya dapat mengambil manfaat atau implikasi keperawatan sebagai berikut :

1. Terapi latihan progressive muscle relaxation (PMR) dapat mengurangi kecemasan dan

secara otomatis dapat menurunkan kadar gula dalam darah.

2. Relaksasi dapat mempengaruhi hipotalamus untuk mengatur dan menurunkan

aktifitas system saraf simpatis

3. Stress tidak hanya dapat meningkatkan kadar gula darah secara psikologis tetapi juga

dapat mengubah pola kebiasaannya yang baik terutama dalam hal makan, latihan, dan

pengobatan.

18

19

Hasil kelompok intervensi

Nama Tanggal Jam Hasil

Tn. S(205 mg/dl)

13-10-2015 06:00 177 mg/dl

17:00 206 mg/dl

14-10-2015 06:00 123 mg/dl

17:00 156 mg/dl

15-10-2015 06:00 105 mg/dl

17:00 104 mg/dl

16-10-2015 06:00 105 mg/dl

17:00 103 mg/dl

Tn. R(215 mg/dl)

13-10-2015 06:00 195 mg/dl

17:00 222 mg/dl

14-10-2015 06:00 143 mg/dl

17:00 249 mg/dl

15-10-2015 06:00 150 mg/dl

17:00 131 mg/dl

16-10-2015 06:00 143 mg/dl

17:00 249 mg/dl

Tn.J(113 mg/dl)

13-10-2015 06:00 103 mg/dl

17:00 104 mg/dl

14-10-2015 06:00 129 mg/dl

17:00 83 mg/dl

15-10-2015 06:00 99 mg/dl

17:00 108 mg/dl

16-10-2015 06:00 105 mg/dl

17:00 104 mg/dl

Kelompok kontrol

20

Nama Tanggal Jam Hasil

Tn. I(555 mg/dl)

13-10-2015 06:00 555 mg/dl

17:00 415 mg/dl

14-10-2015 06:00 278 mg/dl

17:00 249 mg/dl

15-10-2015 06:00 275 mg/dl

17:00 183 mg/dl

16-10-2015 06:00 249 mg/dl

17:00 222 mg/dl

Tn. B(272 mg/dl)

13-10-2015 06:00 272 mg/dl

17:00 497 mg/dl

14-10-2015 06:00 206 mg/dl

17:00 143 mg/dl

15-10-2015 06:00 249 mg/dl

17:00 108 mg/dl

16-10-2015 06:00 183 mg/dl

17:00 110 mg/dl

Tn.S(146 mg/dl)

13-10-2015 06:00 146 mg/dl

17:00 110 mg/dl

14-10-2015 06:00 99 mg/dl

17:00 80 mg/dl

15-10-2015 06:00 104 mg/dl

17:00 108 mg/dl

16-10-2015 06:00 150 mg/dl

17:00 131 mg/dl

Sumber : Hasil cek GDS di ruang Interna 1 RSUD Kota Tangerang

BAB VI

PENUTUP

6.1. KESIMPULAN

Teknik relaksasi merupakan salah satu tindakan keperawatan yang dapat

mengurangi kecemasan dan secara otomatis dapat menurunkan kadar gula darah.

Relaksasi dapat mempengaruhi hipotalamus untuk mengatur dan menurunkan

aktivitas sistem saraf simpatis. Stres tidak hanya dapat meningkatkan kadar gula

darah secara fisiologis. Pasien dalam keadaan stres juga dapat mengubah pola

kebiasaannya yang baik, terutama dalam hal makan, latihan dan pengobatan.

Tekhnik relaksasi yang dapat dilakukan adalah Progressive Muscle Relaxation

(PMR) yang merupakan suatu prosedur untuk mendapatkan suatu relaksasi pada otot

melalui pemberian tegangan pada suatu kelompok otot dan menghentikan tegangan

tersebut kemudian memusatkan perhatian untuk mendapatkan sensasi rileks.

Dari hasil implikasi yang peneliti lakukan di ruang rawat inap adanya

perbedaan dengan jurnal yang diambil dikarenakan banyaknya faktor yang membuat

hasil kadar gula darah klien tidak mengalami penurunan yang signifikan.

6.2. SARAN

Berdasarkan analisa jurnal yang telah dilakukan dengan judul “pengaruh

relaksasi terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di

sebuah Rumah Sakit Tasikamalaya” ada beberapa saran yang dapat dijadikan bahan

pertimbangan diantaranya adalah:

1. Sosialisasikan tentang upaya pencegahan primer terjadinya peningkatan kadar

glukosa darah pada pasien DM, sehingga dapat meminimalisir adanya

peningkatan glukosa darah.

2. Promosikan kesehatan tentang terapi latihan PMR yang terkait dengan DM perlu

diberikan oleh petugas kesehatan secara berkesinambungan, agar pasien mau

menerapkan pola hidup sehat baik dalam bentuk penyuluhan langsung atau

melalui media seperti leaflet dapat dilakukan pencegahan dan mengurangi

komplikasi DM yang lain

21

22

3. Tingkatkan mutu pelayanan keperawatan terutama terkait dengan keperawatan

penyakit dalam di Rumah Sakit untuk mengembangkan ilmu keperawatan yang

ada.

DAFTAR PUSTAKA

Asep, Ratna & Dewi. (2008). Pengaruh Relaksasi Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah

Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Sebuah Rumah sakit Di Tasikmalaya. Diakses

pada tanggal 10 Oktober 2015 pukul 18.16 WIB

Black, Joyce M, Jane Hokanson Hawks. (2014). Keperawatan medikal bedah edisi 8 buku 3.

Indonesia

Duma, Lumban. (2012). Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Dan Logoterapi Terhadap

Perubahan Ansietas, Depresi, Kemampuan Relaksasi Dan Kemampuan Memaknai

Hidup Klien Kanker Di RS Dharmais Jakarta. Diakses pada tanggal 16 Oktober 2015

jam 18.32 WIB

Endah, Dwi & Purnomo. (2014). Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif Terhadap

Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Klien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja

Puskesmas Karangdoro Semarang. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2015 pukul 10.55

WIB

Mashudi. (2011). Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap Kadar Glukosa Darah

Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Rumah sakit Umum Daerah Raden Mattaher

Jambi. Diakses pada tanggal 16 Oktober 2015 pukul 18.50 WIB

Sholihatul, I ketut & Ika. (2015). Relaksasi Otot Progresif Terhadap Stres Psikologis Dan

Perilaku Perawatan Diri Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Diakses pada tanggal 20

Oktober 2015 pukul 10.11 WIB

Smeltzer, Sezane C .(2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC

23