amputasi dan debridement sebagai tatalaksana gangrene diabetes melitus pedis.doc
TRANSCRIPT
Amputasi dan Debridement sebagai Tatalaksana Gangrene Diabetes Melitus Pedis
Dana Satria Kusnadi, Liberty Tua Panahatan, Rian Fabian Sofyan, Rylis Maryana Tamba, Yusak Kristianto, Mursid Fadli
Bedah Umum, Departemen Ilmu Bedah, FKUI/RSCM, Jakarta, Indonesia, Juni 2011
Ilustrasi Kasus
Pasien wanita usia 60 tahun datang dengan keluhan utama luka di tumit kiri yang tidak
kunjung sembuh sejak 3 minggu SMRS. Tiga minggu SMRS, pasien tertusuk tulang ayam di
tumit kiri hingga berdarah dan nyeri. Luka tidak kunjung sembuh, bertambah bengkak, dan
menghitam. Kaki juga kebas dan baal, selain itu pasien juga mengalami demam (suhu >
38oC). Pasien diketahui menderita Diabetes Melitus sejak 15 tahun yang lalu dan tidak
teratur berobat. Riwayat stroke pada tahun 2007.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan perabaan arteri popliteal ++/++, arteri dorsalis pedis +/-,
arteri tibialis posterior +/-. Ankle Brachial Index (ABI) dextra: 0,8; ABI sinistral tidak dapat
dinilai.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemis (Hb 8,8 g/dL); leukositosis (21.270/uL);
PT 14,2 (13,1): 1,08x; APTT 32,9 (34,8): 0,94x; GDS 201 mg/dL.
Pada pemeriksaan rontgen pedis sinistra AP dan Oblique: penurunan densitas tulang pedis,
osteomyelitis (-). Pada rontgen cruris sinistral AP/Lat: spur formation pada aspek posterior
dan aspek plantar os calcaneus sinistral, defek jaringan lunak pada sisi posterior plantar pedis
sinistral.
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis kerja ulkus DM pedis sinistra tipe neuroiskemik. Pasien
kemudian dilakukan debridement. Pada pemeriksaan USG Doppler didapatkan a. tibialis
posterior sinistra: plaque (+), monofasik; a. dorsalis pedis: plaque (+), trifasik (+). Satu
minggu pasca debridement, didapatkan rembesan (+) dan pus (+) pada luka, pasien kemudian
direncanakan operasi amputasi below knee.
Gambar 1. Foto Klinis PreOp Gangren DM Pedis
Gambar 2. Foto Klinis 1 Minggu Pasca Debridement
Operatif
Pada tanggal 13 April 2011 pada pasien dilakukan tindakan amputasi below knee. Pada
awalnya dibuat desain posterior flap ±10 cm di bawah lutut tungkai kiri. Kemudian dilakukan
insisi sesuai desain menembus kutis, subkutis, dan fascia otot. Dilakukan identifikasi os tibia,
lalu os tibia dipisahkan dari jaringan sekitarnya hingga bersih. Dilakukan amputasi os tibia
dengan gigli sesuai desain. Dilakukan identifikasi os fibula, lalu os fibula dipisahkan dari
jaringan sekitarnya hingga bersih. Dilakukan amputasi os fibula dengan gigli sesuai desain.
Luka operasi dicuci dengan NaCl 0,9% steril, pendarahan dikontrol. Luka operasi ditutup
lapis demi lapis, kutis dijahit dengan prolene 3.0 matras horizontal. Tungkai ditutup dengan
elastic verband. Operasi selesai.
Gambar 3. Foto Klinis PostOp Amputasi Below Knee
Gambar 4. Foto Klinis PostOp Amputasi Below Knee
Tinjauan Pustaka
Peripheral arterial occlusive disease (PAOD) memiliki spectrum yang luas- tanpa gejala,
klaudikasio atau critical ischemia. Sebagian besar pasien tanpa gejala atau merasakan
klaudikasio ringan. Klaudikasio umumnya berhubungan dengan riwayat penyakit. Menurut
guideline yang dikeluarkan ACC/AHA 2005 tentang PAD, distribusi klinis PAD pada pasien
>50 tahun adalah sebagai berikut:
1. Asimtomatik- 20-50%
2. Nyeri tungkai atipikal-40-50%
3. Kaludikasio klasik-10-35%
4. Critical limb ischemia-1-2% 4
Secara umum, satu dari empat pasien mengeluh adanya peningkatan gejala seiring dengan
waktu, revaskularisasi kurang dari 20% dari pasien selama 10 tahun dan laju amputasi 1-7%
dalam 5 sampai 10 tahun. Riwayat penyakit yang buruk adalah ABI yang rendah, pasien
merokok atau menderita diabetes (terutama jika gula darah tidak terkontrol).1 Menurut Trans
Atlantic Inter-Society (TASC), Critical limb ischemia adalah nyeri iskemia saat istirahat
yang terus menerus, hilang timbul dan membutuhkan analgetik opiat selama paling sedikit 2
minggu, terdapat ulserasi atau gangren pada kaki atau jari dan tekanan sistolik ankle kurang
dari 50 mmHg atau tekanan sistolik jari kurang dari 30 mmHg (atau hilangnya pulsasi a
dorsalis pedis pada pasien DM.
Prevalensi PAD meningkat secara progresif dengan peningkatan usia, dimulai dari usia
40.2,3
Laju mortalitas pada pasien dengan kaludikasio sekitar 50% pada 5 tahun dan pada pasien
dengan critical limb ischemia meningkat menjadi 70%. Tingginya mortalitas ini umumnya
berhubungan dengan kelainan jantung dan umumnya tidak dikenali oleh klinisi. Manajemen
faktor resiko aterosklerosis adalah strategi penting dalam menurunkan angka mortalitas yang
tinggi pada PAOD.1
Klasifikasi PAD yang digunakan adalah klasifikasi sistem Fontaine dan Rutherford5
Karena tekanan darah sistolik ankle bervariasi terhadap tekanan sentral aorta, maka untuk
mendapatkan nilai normal tekanan ankle dibagi dengan tekanan darah brakial. Rasio yang
umumnya dikenal sebagai ankle preasure index atau ankle-brachial index (ABI), rata-rata
normalnya sekitar 1,1 pada pasien yang istirahat tirah baring. Walaupun pada beberapa
pasien dengan stenosis arteri dengan fungsi yang signifikan memiliki indeks diatas 1,0,
namun pada sebagian besar pasien dengan kelainan arteri memiliki indeks yang jauh lebih
rendah. Pada table di bawah, ABI memiliki variasi berdasarkan lokasi obstruksi arteri.
Nilainya cenderung tinggi saat lesi berada di popliteal atau arteri dibawah lutut dan rendah
pada banyak lokasi lainnya.6
Angka ABI orang sehat sekitar 1,0-1,2, sedangkan ABI pada oklusi arteri utama kaki <0,9.
Ada korelasi di antara angka ABI (0,4-0,7) dengan jarak tempuh maksimal (100-500 m).
Pasien klaudikasio intermiten dengan ABI 0,6 tetapi jarak berjalan kurang dari 100 m, harus
dipikirkan bahwa pasien tersebut mengalami penyempitan kanalis vertebralis daripada
kelainan arteri lainnya.6 Pasien DM dan hemodialysis yang mempunyai lesi pada arteri kaki
bagian bawah (karena kalsifikasi pembuluh darah, maka ABI menunjukkan lebih dari 1,2,
sehingga angka ABI tersebut tidak menjadi petunjuk diagnosis. Pasien dengan ABI kurang
dari 0,5 dianjurkan operasi, karena prognosis buruk. Jika ABI>0,6 dapat diharapkan adanya
manfaat dari terapi obat dan latihan berjalan.6
Terapi nonoperatif adalah menghentikan rokok7, kontrol gula darah pada DM8, control
hipertensi9 dan penggunaan antikoagulan dan antiagregasi trombosit.
Walaupun 5-10% saja yang memiliki kelainan lokal pada aortoiliaka, tetapi sebagian besar
pasien dengan kaludikasio berat dan critical ischemia melibatkan lokasi yang difus dan
biasanya kombinasi kelainan aortoiliaka dan infrainguinal. Pasien PAOD yang terlokalisir
pada segmen aortoiliaka umumnya bisa ditangani dengan pengobatan konservatif karena
adanya kolateral yang baik. Pada pasien kaludikasio berat dan critical ischemia, intervensi
berbasis kateterisasi perkutaneus memberi hasil yang cukup baik dan memiliki hasil jangka
panjang yang baik pada kasus yang terlokalisir.1
Extra-anatomic bypass graft memberikan alternatif rekonstruksi arteri pada pasien dengan
gejala iskemik yang signifikan dan memiliki kondisi komorbid mayor. Graft ini dipikirkan
jika penggantian aorta secara teknik sulit atau merupakan kontraindikasi. Jenis bypass ini
adalah femorofemoral graft, axilofemoral graft, obturator bypass, thoracofemoral bypass.1
Infrainguinal bypass dilakukan untuk kelainan infrainguinal dan menggunakan vena safena
magna. Jika vena safena magna ipsilateral tidak ada, tidak cocok atau panjangnya tidak
cukup untuk bypass, vena safena magna kontralateral dan vena pada ekstremitas atas bisa
dievaluasi untuk digunakan.1
Pembahasan
Ulkus di kaki yang mengarah ke amputasi kaki merupakan komplikasi PAOD pasien DM.
angka amputasi sekitar 1% dari penderita DM diatas usia 65 tahun. Untuk memakasimalkan
keselamatan tungkai, ada beberapa peraturan yang kita perhatikan, yaitu debridement dan
melakukan drainase yang adekuat dan sedini mungkin jika ada infeksi, kontrol infeksi
sistemik dan gula darah, nilai penyakit oklusif akibat aterosklerotik jika terdapat neruropati,
infeksi atau keduanya hadir, tentukan status arteri kaki bahkan jika arteri tibialis oklusi,
kembalikan perfusi maksimal ke distal kaki dengan rekonstruksi, cari, drainase dan
debridement infeksi residual dan nekrosis dan lakukan tatalaksana awal pada luka terbuka
dengan kasa basah dan hindari beban pada tungkai tersebut.1
Indikasi amputasi tungkai bawah pada PAOD, masih belum ada persetujuan diantara para
ahli, namun sebagian besar dokter bedah sepakat bahwa nekrosis yang luas pada tumit dan
punggung kaki adalah prediktor yang buruk untuk melakukan penyelamatan tungkai. Tujuan
amputasi ekstremitas bawah adalah membuang semua jaringan mati dan jaringan yang sakit,
mengoptimalkan fungsi residual ekstremitas bawah dan meminimalisir morbiditas operasi.9
DAFTAR PUSTAKA
1. Johnston KW. Management of chronic ischemia of the lower extremities in Rutherford:
Vascular Surgery, 6th ed. Editor: Rutherford RB. Elsevier, New York 2005, p: 1077-81
2. McDaniel MD, Cronenwett JL. Basic data related to the natural history of intermittent
claudication. Ann Vasc Surg 1989; 3:273.
3. Murabito JM, Evans JC, Nieto K, et al. Prevalence and clinical correlates of peripheral
arterial disease in the Framingham Offspring Study. Am Heart J 2002; 143:961.
4. Hirsch AT, Haskal ZJ, Hertzer NR, et al. ACC/AHA 2005 Practice Guidelines for the
management of patients with peripheral arterial disease (lower extremity, renal, mesenteric,
and abdominal aortic): a collaborative report from the American Association for Vascular
Surgery/Society for Vascular Surgery, Society for Cardiovascular Angiography and
Interventions, Society for Vascular Medicine and Biology, Society of Interventional
Radiology, and the ACC/AHA Task Force on Practice Guidelines (Writing Committee to
Develop Guidelines for the Management of Patients With Peripheral Arterial Disease):
endorsed by the American Association of Cardiovascular and Pulmonary Rehabilitation;
National Heart, Lung, and Blood Institute; Society for Vascular Nursing; TransAtlantic Inter-
Society Consensus; and Vascular Disease Foundation. Circulation 2006; 113:e463.
5. Norgren L, Hiatt WR, Dormandy JA, et al. Inter-Society Consensus for the Management
of Peripheral Arterial Disease (TASC II). J Vasc Surg 2007; 45 Suppl S:S5.
6. Jusi D. Sumbatan Arteri Perifer Menahun. Dalam: Jusi D. Dasar-dasar Ilmu Bedah
Vaskuler. Edisi ke-4. Balai Penerbit FKUI 2008. Hal 115-61
7. Quick CR, Cotton LT. The measured effect of stopping smoking on intermittent
claudication. Br J Surg 1982; 69 Suppl:S24.
8. Norgren L, Hiatt WR, Dormandy JA, et al. Inter-Society Consensus for the Management
of Peripheral Arterial Disease (TASC II). J Vasc Surg 2007; 45 Suppl S:S5.
9. Nehler MR. Extremity amputation for vascular disease in Rutherford: Vascular Surgery,
6th ed. Editor: Rutherford RB. Elsevier, New York 2005, p: 2447-8