documentx
Post on 13-Oct-2015
19 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
PENGARUH KOPING KELUARGA TERHADAP KEJADIAN RELAPS PADA SKIZOFRENIA REMISI SEMPURNA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
PROPINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2006
TESIS
OLEH
ASIMA SIRAIT 047023001/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2008
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
1
-
Judul Tesis : PENGARUH KOPING KELUARGA TERHADAP KEJADIAN RELAPS PADA SKIZOFRENIA REMISI SEMPURNA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2006
Nama Mahasiswa : Asima Sirait Nomor Pokok : 047023001 Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Epidemiologi
Menyetujui Komisi Pembimbing:
(Dr.Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) Ketua
(Raras Sutatminingsih, S.Psi. MSi) (dr. Donad Sitompul, Sp.KJ) Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Direktur SPs USU, (Dr.Drs. Surya Utama, MS) (Prof.Dr.Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)
Tanggal Lulus: 27 Pebruari 2008
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
2
-
Telah diuji
Pada tanggal: 27 Pebruari 2008
Panitia Penguji Tesis
Ketua : Dr.Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM
Anggota : 1. Raras Sutatminingsih, S.Psi. MSi
2. dr. Donad Sitompul, Sp.KJ
3. Prof.Dr. H.M. Joesoef Simbolon, Sp.KJ (K)
4. dr. Harun Tahir Parinduri, Sp.J
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
3
-
PERNYATAAN
PENGARUH KOPING KELUARGA TERHADAP KEJADIAN RELAPS PADA SKIZOFRENIA REMISI SEMPURNA DI RUMAH SAKIT JIWA
DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2006
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Maret 2008
(Asima Sirait)
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
4
-
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih
dan anugrah yang diberikanNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis ini sampai dengan selesai. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan Program Magister Administrasi dan Kebijakan Kesehatan di Program
Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Pascasarjana USU Medan.
Selesainya tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan yang tak terhingga kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana
USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti
pendidikan di Sekolah Pascasarjana USU Medan.
2. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS sebagai Ketua Program Studi Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti pendidikan di Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Sekolah Pascasarjana USU Medan.
3. Bapak Drs. W. Purba selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan dan Ibu Dra. Ivan
Elisabeth Purba, M.Kes selaku Ketua STIKes Mutiara Indonesia Medan yang telah
memberikan kesempatan dan dukungan moril serta materil kepada penulis untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana USU Medan.
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
5
-
4. Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang
telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan,
arahan serta dukungan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
5. Ibu Raras Sutatminingsih, S.Psi, M.Si sebagai anggota pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan,
arahan serta dukungan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
6. Bapak dr. Donald Sitompul, Sp.KJ sebagai anggota pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan, arahan serta
dukungan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
7. Bapak Prof. Dr. H.M. Joesoef Simbolon, Sp.KJ (K) dan dr. Tahir Parinduri, Sp.J
sebagai anggota penguji yang telah banyak memberikan masukan, kritik maupun
saran kepada penulis untuk kesempurnaan tesis ini.
8. Seluruh staf dosen dan staf pegawai di Program Studi Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan Sekolah Pascasarjana USU Medan yang telah memberikan arahan,
bantuan dan dukungan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
9. Seluruh teman-teman mahasiswa di Program Studi Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan, seluruh teman-teman dosen dan pegawai di STIKes Mutiara Indonesia
Medan yang telah memberikan dukungan serta doa, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini.
10. Teristimewa, rasa hormat dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada suami
tercinta Pdt. Sarwedi Tambun dan Putriku tersayang Evi Florentina Tambun yang
telah memberikan dukungan serta doa yang tidak henti-hentinya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan tesis ini.
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
6
-
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu bila ada saran maupun kritik yang sifatnya membangun sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima
kasih, semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Pebruari 2008
Penulis
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
7
-
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Asima Sirait Tempat/Tanggal Lahir : Tapanuli Utara, 7 Januari 1965 Agama : Kristen Protestan Alamat : Jalan Perkutut III No: 37 Perumnas Mandala Medan RIWAYAT PENDIDIKAN: 1. Tamat SD Negeri Lumban Julu 1980 2. Tamat SMP Negeri 185 Jakarta 1983 3. Tamat SMA Negeri 47 Jakarta 1986 4. Tamat Akademi Perawatan RS PGI Cikini 1989 5. Tamat AKTA III Universitas Negeri Medan 1996 6. Tamat Sarjana Pendidikan Universitas Negeri Medan 2001 7. Tamat AKTA IV Universitas Negeri Medan 2001 8. Tamat Magister Kesehatan Sekolah Pascasarjana USU Medan 2008 RIWAYAT PEKERJAAN: 1. RS PGI Cikini mulai tahun 1990-1995 2. AKPER Sari Mutiara 1995-2005 3. STIKes Mutiara Indonesia 2005 sampai dengan sekarang
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
8
-
ABSTRAK
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang bersifat kronis dan relaps ditandai dengan parahnya kekacauan kepribadian, distorsi realita dan ketidakmampuan untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Kekacauan dan dinamika keluarga seperti keluarga dengan suasana penuh permusuhan, terlalu cemas/emosional, dan terlalu protektif dengan penderita memegang peranan penting dalam menimbulkan relaps dan mempertahankan remisi, untuk itu keluarga perlu melakukan strategi koping baik internal maupun eksternal untuk menghadapi dan menangani penderita sehingga relaps tidak terjadi.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh koping keluarga baik internal maupun eksternal terhadap kejadian relaps pada skizofrenia remisi sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006. Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik observasional dengan rancangan penelitian studi Kasus Kontrol bersifat Retrospektif. Populasi penelitian adalah seluruh keluarga penderita skiozfrenia remisi sempurna yang di rawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara yang berjumlah 876 orang. Sampel kasus adalah keluarga penderita skizofrenia remisi sempurna yang relaps sebanyak 20 orang dan sample control adalah keluarga penderita skizofrenia remisi sempurna yang tidak relaps berjumlah 20 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Purposive Sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koping eksternal mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kejadian relaps untuk itu disarankan kepada pihak rumah sakit jiwa agar membuat kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pencegahan relaps pada penderita seperti pelatihan kepada keluarga untuk menangani penderita yang remisi dan melibatkan keluarga dalam perawatan penderita selama di rumah sakit sehingga penanganan terhadap penderita oleh keluarga setelah remisi dapat lebih baik. Kata Kunci: Koping Keluarga, Kejadian Relaps, Skizofrenia Remisi Sempurna.
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
9
-
ABSTRACT
Schizophrenia is a chronic psychotic disorder and relapse indicated be serious personality confusion, disortion of reality, and disability to function in daily life. The chaos and dynamics in a family such as full of condition of hostility, too worried/emotional and too protective toward the victim, paly and important role in bringing about relapse and maintaining remission, for this purpose, a family needs to internally or externally implement the coping strategy to face and take care of the victim that there is no incident of relapse. The purpose of this observational analytical study with retrospective case control design is to examine the influence of an internal or external family coping on the incident of relapse in the patients with complete remission schizophrenia in the mental hospital of Sumatera Utara Province in 2006. The population for this study is the families of all of the patiens with complete remission schizophrenia being treated in the mental hospital of Sumatera Utara Province. Through purposive sampling technique, the families of 20 patients with complete remission schizophrenia who relapsed were selected for the samples of case group and the families of 20 patients with complete remission schizophrenia who did not relapse were selected for samples of control group. The result of this study shows that the external coping has significant influence on the incident of relapse, therefore, it is suggestedthat the hospital managemnet make of policy related to the prevention of the incident of relapse in the patients by providing the families of patients with complete remission schizophrenia with training and involving them during the patients treatment process in the hospital hat families can treat the patients with complete remission schizophrenia better. Key words: Family Coping, Incident of Relapse, Complete Remission Schizophrenia
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
10
-
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ......................................................................................................... vi ABSTRACT ....................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................... xi DAFTAR ISI...................................................................................................... xii DAFTAR TABEL.............. xiv DAFTARGAMBAR.............. xvii DAFTAR LAMPIRAN..... xviii BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2. Permasalahan................................................................................... 5 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 6 1.3.1. Tujuan Umum ....................................................................... 6 1.3.2. Tujuan Khusus ...................................................................... 6 1.4. Hipotesis.......................................................................................... 6 1.5. Manfaat Penelitian .......................................................................... 7 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Skizofrenia ........................................................................ 9 2.1.1. Pengertian Skizofrenia ........................................................ 9 2.1.2. Kriteria Dignostik Skizofrenia ............................................. 9 2.1.3. Pola Perjalanan Penyakit...................................................... 12 2.1.4. Etiologi Skizofrenia ............................................................. 15 2.1.5. Prognosis .............................................................................. 19 2.1.6. Pencegahan dan Pengobatan Skizofrenia............................. 20 2.1.7. Relaps................................................................................... 26 2.1.8. Komplikasi .......................................................................... 27 2.2. Koping Keluarga ........................................................................... 27 2.2.1. Pengertian Koping Keluarga ................................................ 27
2.2.2. Tipe Koping Keluarga.......................................................... 28 2.3. Landasan Teori.............................................................................. 36 2.4. Kerangka Konsep Penelitian .......................................................... 37 BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian............................................................................... 38
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 38 3.3. Populasi dan Sampel ...................................................................... 38 3.4. Sumber Data dan Pengumpulan Data ............................................ 40
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
11
-
3.5. Variabel dan Definisi Operasional Variabel .................................. 41 3.6. Aspek Pengukuran ......................................................................... 43 3.8. Analisis Data .................................................................................. 43
BAB 4. HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian............................................. 45 4.2. Hasil Penelitian .............................................................................. 48 4.2.1. Analisis Univariat ................................................................ 48 4.2.2. Analisis Bivariat................................................................... 51 4.2.3. Analisis Multivariat.............................................................. 62
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Responden ................................................................ 65 5.2. Koping Internal terhadap Kejadian Relaps .................................... 69 5.3. Koping Eksternal terhadap Kejadian Relaps.................................. 77 5.4. Pengaruh Koping Internal terhadap Kejadian Relaps .................... 82 5.5. Pengaruh Koping Eksternal terhadap Kejadian Relaps ................. 83 5.6. Pengaruh Koping Keluarga terhadap Kejadian Relaps.................. 83 5.7. Keterbatasan Penelitian.................................................................. 84
BAB 6. KESIMPULAN
6.1. Kesimpulan .................................................................................... 85 6.2. Saran............................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
12
-
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. Variabel dan Definisi Operasional Variabel ...................................... 42 Tabel 4.1. Jumlah Tenaga Pelayanan Kesehatan Jiwa Berdasarkan
Jenis Pendidikan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006............................................................... 46
Tabel 4.2. Distribusi Relaps dan Tidak Relaps Berdasarkan Umur Keluarga Skizofrenia Remisi Sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006.................................. 48 Tabel 4.3. Distribusi Relaps dan Tidak Relaps Berdasarkan Agama Keluarga Skizofrenia Remisi Sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumate ra Utara Tahun 2006.................................. 49
Tabel 4.4. Distribusi Relaps dan Tidak Relaps Berdasarkan Jenis Kelamin Keluarga Skizofrenia Remisi Sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006........................................................................................ 49
Tabel 4.5. Distribusi Relaps dan Tidak Relaps Berdasarkan Tingkat Pendidikan Keluarga Skizofrenia Remisi Sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006........................................................................................ 50
Tabel 4.6. Distribusi Relaps dan Tidak Relaps Berdasarkan Pekerjaan Keluarga Skizofrenia Remisi Sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006................................ 50
Tabel 4.7. Distribusi Relaps dan Tidak Relaps Berdasarkan Penghasilan Keluarga Skizofrenia Remisi Sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara Tahun 2006......................................................................................... 51
Tabel 4.8. Distribusi Relaps dan Tidak Relaps Berdasarkan Jumlah
Anggota Keluarga Skizofrenia Remisi Sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006......................................................................................... 51
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
13
-
Tabel 4.9. Distribusi Relaps dan Tidak Relaps Berdasarkan Koping Mengandalkan Kelompok Keluarga Pada Skizofrenia Remisi Sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera UtaraTahun 2006............................................................... 52
Tabel 4.10. Distribusi Relaps dan Tidak Relaps Berdasarkan Koping Berdasarkan Penggunaan Humor Pada Skizofrenia Remisi Sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006............................................................. 52 Tabel 4.11. Distribusi Relaps dan Tidak Relaps Berdasarkan Koping Memelihara Ikatan Keluarga Pada Skizofrenia Remisi Sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006............................................................. 53
Tabel 4.12. Distribusi Relaps dan Tidak Relaps Berdasarkan Koping Mengontrol Kembali Makna Dari Masalah Pada Skizofrenia
Remisi Sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006............................................................ 54
Tabel 4.13. Distribusi Relaps dan Tidak Relaps Berdasarkan Koping
Pemecahan Masalah Bersama Pada Skizofrenia Remisi Sempurna di RumahSakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006............................................................ 54
Tabel 4.14. Distribusi Relaps dan Tidak Relaps Berdasarkan Koping Fleksibilitas Peran Pada Skizofrenia Remisi Sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006...................................................................................... 54
Tabel 4.15. Distribusi Relaps dan Tidak Relaps Berdasarkan Koping Normalisasi Pada Skizofrenia Remisi Sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006 ....................... 55
Tabel 4.16. Distribusi Relaps dan Tidak Relaps Berdasarkan Koping Mencari Informasi Pada Skizofrenia Remisi Sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006...................................................................................... 56
Tabel 4.17. Distribusi Relaps dan Tidak Relaps Berdasarkan Koping Memelihara Hubungan Aktif Dengan Komunitas Pada Skizofrenia RemisiSempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006 .......................................... 57
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
14
-
Tabel 4.18. Distribusi Relaps dan Tidak Relaps Berdasarkan Koping Mencari Dukungan Sosial Pada Skizofrenia Remisi Sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006 .............. 57
Tabel 4.19. Distribusi Relaps dan Tidak Relaps Berdasarkan Mencari Dukungan Spiritual Pada Skizofrenia Remisi Sempurna
di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006...................................................................................... 58
Tabel 4.20. Hasil Test Koping Keluarga Internal Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006................................ 59
Tabel 4.21. Hasil Uji Statistik Mann Whitney Koping Keluarga Internal
Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006...................................................................................... 60
Tabel 4.22. Hasil Test Koping Keluarga Eksternal Terhadap Kejadian Relaps
Pada Skizofrenia Remisi Sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006................................. 61
Tabel 4.23. Hasil Uji Statistik Mann Whitney Koping Keluarga Eksternal Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006....................................................................................... 61
Tabel 4.24. Hasil Uji Regresi Logistik Koping Keluarga Internal Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006....................................................................................... 62
Tabel 4.25. Hasil Uji Regresi Logistik Koping Keluarga Eksternal Terhadap
Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006....................................................................................... 63
Tabel 4.26. Hasil Uji Regresi Logistik Koping Keluarga Internal dan Eksternal Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi
Sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006............................................................................. 64
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
15
-
DAFTAR GAMBAR
Halaman GAMBAR 2.1. Keangka Teori Penelitian .......................................................... 38 GAMBAR 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ..................................................... 39
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
16
-
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Izin Penelitian
2. Surat Balasan Pelaksanaan Penelitian
3. Kuesioner Penelitian
4. Master Data Penelitian
5. Out Put SPSS
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
17
-
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang bersifat kronis/ kambuh ditandai
dengan parahnya kekacauan kepribadian, distorsi realita dan ketidakmampuan untuk
berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Pasien dapat kehilangan pekerjaan, teman dan
minat, karena mereka tidak mampu berbuat sesuatu, bahkan ada pasien yang hidup
menggelandang dijalan atau dipasung dirumah
(Atkinson ,dkk, 1996).
Menurut data American Psychiatric Association (APA) (1995), menyebutkan
bahwa 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. Penelitian yang sama oleh
WHO juga mengatakan bahwa prevalensi skizofrenia dalam masyarakat berkisar antara
satu sampai tiga per mil penduduk dan di Amerika Serikat, penderita skizofrenia lebih
dari dua juta orang. Skizofrenia lebih sering terjadi pada populasi urban dan pada
kelompok sosial ekonomi rendah (Izzudin, 2005; Tomb, 2004).
Menurut data hasil penelitian, di Indonesia terdapat sekitar 1-2% penduduk yang
menderita skizofrenia, itu berarti sekitar 2-4 juta jiwa, dari jumlah tersebut diperkirakan
penderita yang aktif sekitar 700.000-1,4 juta jiwa. Demikian juga dengan pendapat
Irmansyah (2006), bahwa penderita yang dirawat di bagian psikiatri di Indonesia hampir
70% karena skizofrenia (Chandra, 2006).
Menurut Syamsulhadi, selaku Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran
Jiwa Indonesia (PDSKJI) dan sekaligus Rektor Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS)
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
18
-
Solo, mengatakan bahwa berdasarkan hasil survey tim kesehatan jiwa UNS Solo pada
tahun 2000 sedikitnya 16% penduduk di Kota Solo mengalami gangguan kejiwaan
dalam berbagai tingkatan, dari yang paling ringan sampai yang berat seperti skizofrenia.
Demikian juga dengan pernyataan Dadang Sukandar, Kepala Rumah Sakit Jiwa Cimahi
bahwa 70% keluarga miskin di Kota Cimahi (Jawa Barat) mengalami gangguan jiwa,
sayangnya dalam pernyataannya tidak disebutkan jenis gangguan jiwa yang dialami oleh
warganya. Menurut Sukandar bahwa rata-rata setiap harinya, warga yang memeriksakan
diri ke bagian gangguan jiwa mencapai angka 30-40 orang, angka ini bertambah terus
setiap tahunnya sekitar 3-5%, dengan mayoritas adalah kalangan usia produktif
( http/www.kompas.com, 13 Oktober 2002; http/www.hidayatullah.com, 6 Maret 2005).
Menurut data yang diperoleh dari Medical Record Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Sumatera Utara tahun 2004, pasien gangguan jiwa yang dirawat berjumlah
1.387 orang, dari jumlah tersebut penderita skizofrenia sebanyak 1.183 orang (88,15%).
Pada tahun 2005 pasien gangguan jiwa yang dirawat berjumlah 1.694 orang, dari
jumlah tersebut penderita skizofrenia sebanyak 1.543 orang (91,09%). Dari 1543 orang
penderita skizofrenia yang dirawat pada tahun 2005 sebanyak 1493 orang penderita
remisi sempurna ( 96,76%), dan dari jumlah tersebut penderita yang mengalami relaps
sebanyak 876 orang penderita (58,67%). Data diatas menunjukkan adanya peningkatan
penderita skizofrenia dari tahun ke tahun di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi
Sumatera Utara dan juga menunjukkan tingginya angka relaps pada penderita remisi
sempurna (Medical Record RSJD Provsu, 2005). Penyakit skizofrenia seringkali kronis
dan kambuh, sehinga penderita memerlukan terapi/ perawatan lama. Disamping itu
semua etiologi, patofisiologi dan perjalanan penyakitnya amat bervariasi/ heterogen
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
19
-
bagi setiap penderita, sehingga mempersulit diagnosis dan penanganannya. Keadaan
seperti ini akan menimbulkan beban dan penderitaan bagi keluarga. Keluarga sering kali
mengalami tekanan mental karena gejala yang ditampilkan oleh penderita dan juga
ketidaktahuan keluarga menghadapi gejala tersebut. Kondisi inilah yang akan
melahirkan sikap dan emosi yang keliru dan berdampak negatif pada penderita.
Biasanya keluarga menjadi emosional, kritis dan bahkan bermusuhan yang jauh dari
sikap hangat yang dibutuhkan oleh penderita (Irmansyah, 2005).
Kekacauan dan dinamika keluarga ini memegang peranan penting dalam
menimbulkan relaps dan mempertahankan remisi. Penderita yang dipulangkan ke rumah
lebih cenderung kambuh pada tahun berikutnya dibandingkan dengan penderita yang
ditempatkan pada lingkungan residensial. Penderita yang paling beresiko untuk kambuh
adalah penderita yang berasal dari keluarga dengan suasana penuh permusuhan, keluarga
yang memperlihatkan kecemasan yang berlebihan, terlalu protektif terhadap penderita
(Tomb, 2004)
Demikian juga menurut ahli psikiatri Sasanto, mengatakan bahwa banyak hal
yang dapat meningkatkan kekambuhan penderita skizofrenia, salah satu faktor yang
paling kuat adalah pengobatan yang tidak adekuat. Menurut Sasanto, kekambuhan dapat
diminimalkan atau dicegah melalui pengintegrasian antara intervensi farmakologis dan
non farmakologis, selain itu koping keluarga juga sangat dibutuhkan untuk resosialisasi
dan pencegahan relaps (Vijay, 2005).
Koping merupakan cara keluarga untuk menghadapi/menangani penderita
skizofrenia remisi sempurna sehingga tidak terjadi relaps. Selain itu koping keluarga
juga merupakan respons positif, afektif, persepsi dan respons perilaku yang digunakan
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
20
-
oleh keluarga untuk memecahkan masalah dan mengurangi stress yang diakibatkan oleh
penderita skizofrenia remisi sempurna. Relaps pada penderita skizofrenia remisi
sempurna yang berada ditengah keluarga merupakan suatu tanda bahwa keluarga gagal
untuk melakukan koping dengan baik.
Menurut Chandra, ketua Himpunan Jiwa Sehat Indonesia (HJSI) dan sekaligus
sebagai Direktur Sanatorium Dharmawagsa mengatakan bahwa penderita skizofrenia
remisi sempurna akan dikembalikan kepada keluarga, maka keluarga harus waspada
akan gejala-gejala skizofrenia. Selain itu penderita skizofrenia sangat memerlukan
perhatian dan empati dari keluarga. Itu sebabnya menurut Chandra keluarga harus
menumbuhkan sikap mandiri dalam diri penderita, mereka harus sabar serta menghindari
sikap Expressed Emotion (EE) atau reaksi berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik,
terlalu memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru bisa menyulitkan penyembuhan
dan menimbulkan relaps (Chandra, 2005).
Di banyak negara, pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam merawat
anggota keluarga yang menderita skizofrenia bisa didapat dengan mengikuti program-
program intervensi keluarga yang menjadi satu dengan pengobatan skizofrenia seperti
family psycho education program, cognitive behavior therapy for family, multifamily
group therapy dan lain-lain. Sementara di Indonesia program penanganan keluarga ini
belum mendapat perhatian yang lebih. Hal ini sebenarnya perlu dilakukan mengingat
bahwa: pertama, karena hampir semua penderita tidak dalam perawatan, tetapi berada
ditengah keluarga; kedua, minimnya fasilitas kesehatan mental membuat penanganan
pengobatan penderita tidak optimal dan ketiga penanganan oleh keluarga jauh lebih
murah. Program umumnya bisa meliputi pengetahuan dasar tentang skizofrenia,
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
21
-
penanganan emosi dalam keluarga, keterampilan menghadapi gejala skizofrenia, serta
keterampilan menjadi perawat yang baik bagi penderita (Irmansyah, 2005).
Demikian halnya dengan penderita skizofrenia yang dirawat di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, mereka membutuhkan koping / penanganan yang
baik dari keluarga setelah remisi dari rumah sakit, sehingga relaps bisa dikendalikan
atau dicegah. Kenyataan yang ada dilapangan tidak seperti yang diharapkan, pasien
justru banyak yang mengalami relaps dan keluarga seolah pasrah dengan kondisi yang
terjadi. Hal ini didukung hasil penelitian Saifullah (2005) di Badan Pelayanan
Kesehatan Jiwa Nangroe Aceh Darussalam, dimana penerimaan yang tidak baik dari
keluarga dapat meningkatkan resiko relaps sebesar 4,28 kali dibandingkan dengan
penerimaan yang baik dari keluarga. Hal inilah yang membuat penulis merasa tertarik
dan ingin melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Koping Keluarga Terhadap
Kejadian Relaps Pada Penderita Skizofrenia Remisi Sempurna di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Sumatera Utara.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apakah ada pengaruh koping keluarga terhadap kejadian relaps
pada penderita skizofrenia remisi sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Sumatera Utara.
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
22
-
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
koping keluarga terhadap kejadian relaps pada penderita skizofrenia remisi sempurna
di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengaruh koping keluarga internal terhadap kejadian
relaps pada penderita skizofrenia remisi sempurna di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui pengaruh koping keluarga eksternal terhadap kejadian
relaps pada penderita skizofrenia remisi sempurna di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Sumatera Utara.
3. Untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi relaps dan tidak relaps
berdasarkan karakteristik keluarga penderita skizorenia remisi sempurna di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.
1.4. Hipotesis
1.4.1. Terdapat pengaruh koping keluarga terhadap kejadian relaps pada penderita
skizofrenia remisi sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera
Utara.
1.4.2. Terdapat pengaruh koping keluarga internal terhadap kejadian relaps pada
penderita skizofrenia remisi sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Sumatera Utara.
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
23
-
1.4.3. Terdapat pengaruh koping keluarga eksternal terhadap kejadian relaps pada
penderita skizofrenia remisi sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Sumatera Utara.
1.5.Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Peneliti.
Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang koping yang harus
dilakukan oleh keluarga untuk mencegah relaps pada pasien skizofrenia remisi
sempurna.
1.5.2. Bagi Keluarga.
Menambah pengetahuan keluarga tentang skizofrenia dan strategi koping yang
harus dilakukan untuk mencegah relaps pada anggota keluarganya setelah remisi
sempurna dari rumah sakit jiwa.
1.5.3. Bagi Masyarakat.
Masyarakat mengerti tentang skizofrenia dan membantu keluarga melakukan
strategi koping untuk mencegah relaps pada penderita skizofrenia remisi
sempurna dari rumah sakit jiwa.
1.5.4. Bagi Rumah Sakit Jiwa.
Dapat melakukan program pelatihan bagi keluarga tentang strategi koping yang
harus dilakukan untuk mencegah relaps pada penderita skizofrenia remisi
sempurna sehingga kasus-kasus relaps dapat di cegah atau berkurang.
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
24
-
1.5.5. Bagi Pemerintah.
Sebagai masukan agar meningkatkan taraf kehidupan sosial masyarakat dengan
menciptakan lapangan pekerjaan yang memadai, khususnya untuk keluarga dan
penderita skizofrenia remisi sempurna, sehingga tekanan hidup dan stres sebagai
penyebab penyakit /relaps dapat dicegah atau dikurangi.
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
25
-
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Skizofrenia
2.1.1. Pengertian Sikizofrenia
Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai
area fungsi individu, termasuk berfikir dan berkomunikasi, menerima dan
menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi serta berperilaku
dengan sikap yang tidak dapat diterima secara sosial (Isaacs, 2005).
Skizofrenia pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karaktrisitik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate)
atau tumpul (blunted). Keasadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya
tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian
(Maslim, 1997).
2.1.2. Kriteria Diagnostik Skizofrenia
Kriteria diagnostik skizofrenia di Indonesia menurut PPDGJ-III (Pedoman
Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa-III) yang menuliskan bahwa walaupun tidak
ada gejala-gejala patognomonik khusus, dalam praktek ada manfaatnya membagi gejala-
gejala tersebut ke dalam kelompok-kelompok yang penting untuk diagnosis dan yang
sering terdapat secara bersama-sama, misalnya:
a. Thought echo yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitas berbeda atau
thought insertion or withdrawal yaitu isi pikiran yang asing dari luar masuk kedalam
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
26
-
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu diluar dirinya
(withdrawal) dan thought broadcasting yaitu isi pikiran tersiar keluar sehingga orang
lain mengetahuinya.
b. Waham/Delusi.
b.1. Delusion of control yaitu waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar atau
b.2. Delusion of influence yaitu waham tentang dirinya sendiri dipengaruhi oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar atau
b.3. Delusion of passivity yaitu waham tentang gerakan tubuh, pikiran maupun
tindakan tak berdaya terhadap suatu kekuatan dari luar dan
b.4. Delusion of perception yaitu pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas dan biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
c. Halusinasi Auditorik:
c.1. Suara halusinasi yang berkomentar terus- menerus terhadap perilaku pasien
atau mengomentari perilaku pasien atau.
c.2. Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (di antara berbagai suara
yang berbicara) atau
c.3. Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d. Waham waham menetap jenis lain yang menurut budaya dianggap tidak wajar dan
mustahil seperti waham bisa mengendalikan cuaca, dan lain-lain.
Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
e. Halusinasi yang menetap dari setiap panca indra baik disertai waham yang
mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas atau
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
27
-
ide-ide berlebihan yang menetap atau terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan secara terus- menrus.
f. Arus fikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolasi) yang berakibat
inkoherensi atau pembicaraan tidak relevan atau neologisme.
g. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), sikap tubuh tertentu
(posturing) atau fleksibilitas serea, negativisme, mutisme dan stupor.
h. Gejala-gejala negatif seperti apatis, bicara jarang serta respon emosional yang
menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial
dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau neuroleptika.
Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase non psikotik prodormal).
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap
larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial
Selain itu para ahli membagi gejala skizofrenia menjadi dua bagian yaitu gejala
positif dan gejala negatif.
a. Termasuk gejala positif adalah:
a.1. Disorganisasi pikiran dan bicara: penderita bisa menceritakan keadaan sedih
dengan mimik muka yang gembira atau sebaliknya.
a.2. Waham: penderita merasa dirinya seorang pahlawan atau orang besar dan
bertindak seperti pahlawan atau orang besar .
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
28
-
a.3. Halusinasi: melihat, mendengar atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak
ada.
a.4. Agitasi atau mengamuk: hal ini sering membuat penderita dikurung atau
dipasung.
b. Termasuk gejala negatif adalah:
b.1. Tidak ada dorongan kehendak atau inisiatif atau apatis.
b.2. Menarik diri dari pergaulan sosial: penderita merasa senang jika tidak menjalani
kehidupan sosial.
b.3. Tidak menunjukkan reaksi emosional (Isaacs, 2005; Hawari, 2001; Maslim,
1997, Depkes RI, 1993)
Teori ini digunakan untuk memudahkan keluarga mengenal gejala-gejala yang
dialami oleh penderita skizofrenia, sehingga dapat melakukan penanganan.
2.1.3. Pola Perjalanan Penyakit
2.1.3.1.Skizofrenia paranoid
Pedoman diagnostik:
Kriteria umum diagnosis skizofrenai harus dipenuhi. Sebagai tambahan, halusinasi dan
atau waham harus menonjol, sedangkan gangguan afektif, dorongan kehendak dan
pembicaraan serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata. Halusinasi yang
mengancam atau memberi perintah dan halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau
yang bersifat seksual. Waham dapat berupa hampir setiap jenis tetapi waham
dikendalikan (control), dipengaruhi (influence) atau passivity dan keyakinan dikejar-
kejar yang beraneka ragam adalah yang paling khas.
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
29
-
2.1.3.2. Skizofrenai Hebefrenik
Pedoman diagnostik:
Kriteria umum diagnostic skizofrenia harus dipenuhi. Biasanya diagnosis hebefrenik
untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda. Kepribadian
premorbid secara khas, tetapi tidak selalu, pemalu, menyendiri (solitary). Untuk diagosis
hebefrenik yang meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3
bulan lamanya, untuk memastikan bahwa perilaku yang khas seperti perilaku tidak
bertanggung jawab, mannerisme, senyum sendiri memang benar bertahan.
2.1.3.3. Skizofrenia katatonik
Pedoman diagnostik:
Kriteria untuk suatu diagnosis skizofrenia harus dipenuhi. Gejala katatonik terpisah yang
bersifat sementara dapat terjadi pada setiap subtipe skizofrenia, tetapi untuk diagnosis
skizofrenia katatonik satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi
gambaran klinisnya: stupor (amat berkurangnya reaktivitas terhadap lingkungan dan
gerakan), kegelisahan, sikap tubuh yang tidak wajar (bizarre), negativisme (perlawanan
terhadap instruksi), rigiditas (sikap tubuh yang kaku), waxy flexibility (mempertahankan
posisi tubuh yang dilakukan dari luar) dan gejala otomatisme terhadap perintah dan
preservasi kata atau kalimat.
2.1.3.4. Skizofrenia tak terinci
Pedoman diagnostik:
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia, tidak memenuhi untuk kriteria
skizofrenia paranoid, hebefrenik dan katatonik, tidak memenuhi kriteria untuk
skizofrenia residual atau depresi pasca-skizofrenia
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
30
-
2.1.3.5. Depresi pasca-skizofrenia
Pedoaman diagnostik:
Diagnosis ditegakkan hanya kalau pasien telah menderita skizofrenai (memenuhi criteria
umum skizofrenia (selama 12 bulan terakhir), beberapa gejala skizofrenia masih tetap
ada dan gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi sedikitnya episode
depresif dan telah ada untuk waktu sedikitnya 2 minggu.
2.1.3.6. Skizofrenia residual
Pedoman diagnostik:
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi: (1)
gejala negatif skizofrenai yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotor, aktivitas
menurun, afek tumpul, sikap pasif, miskin dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi non verbal buruk seperti kontak amta, ekspresi muka, sikap tubuh,
perawatan diri dan kinerja sosial buruk. (2) sedikitnya ada riwayat episode psikotik yang
jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria diagnostik untuk skizofrenia (3) sedikitnya
sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang
nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang dan telah timbul sindrom
negatif skizofrenia (4) tidak terdapat demensia atau penyakit/gangguan otak organic lain,
depresi kronis, atau institusionalisasi yang dapat menjelskan hendaya negatif tersebut.
2.1.3.7. Skizofrenia simpleks
Pedoman diagnostik:
Skizofrenia simpleks adalah suatu diagnosis yang sulit dibuat secara meyakinkan, karena
tergantung pada pemestian perkembangan yang berjalan perlahan, progresif dari gejala
negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa riwayat halusinasi, waham atau
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
31
-
manifestasi lain tentang adanya suatu episode psikotik sebelumnya dan disertai
perubahan perilaku yang bermakna yang bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang
mencolok, kemalasan dan penarikan diri secara sosial (Depkes RI, 1993; Maslim, 1997).
2.1.4. Etiologi Skizofrenia
Penyebab skizofrenia sampai kini belum diketahui secara pasti dan merupakan
tantangan riset terbesar bagi pengobatan kontemporer.Telah banyak riset dilakukan dan
banyak faktor predisposisi maupun pencetus yang diketahui anatara lain:
2.1.4.1. Faktor genetika
Faktor genetika telah dibuktikan secara meyakinkan. Resiko masyarakat umum
1%, pada orang tua resiko 5%, pada saudara kandung 8% dan pada anak 15%-20%
apabila salah satu orang tua menderita skizofrenia, walaupun anak telah dipisahkan dari
orang tua sejak lahir, anak dari kedua orang tua skizofrenia 30-40%. Pada kembar
monozigot 40%-50%, sedangkan untuk kembar dizigot sebesar 5%-10 %. Dari
penelitian epidemiologi keluarga terlihat bahwa resiko untuk keponakan adalah 3%,
masih lebih tinggi dari populasi umum yang hanya 1%. Demikian juga dari penelitian
anak adopsi dikatakan, anak penderita skizofrenia yang diadopsi orang tua normal, tetap
mempunyai resiko 16,6%, sebaliknya anak sehat yang diadopsi penderita skizofrenia
resiko 1,6%, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin dekat hubungan
keluarga biologis semakin tinggi resiko terkena skizofrenia
(Kaplan,1997; Teddy, 2002; Tomb, 2004).
2.1.4.2. Faktor biologis dan biokimia
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
32
-
Dari faktor biologis dikenal suatu hipotesis dopamine yang menyatakan bahwa
skizofrenia disebabkan oleh aktivitas dopaminergik yang berlebihan di bagian kortikal
otak, dan berkaitan dengan gejala positif dari skizofrenia. Penelitian terbaru juga
menunjukkan pentingnya neurotransmiter lain termasuk serotonin, norepinefrin,
glutamate dan GABA. Selain perubahan yang sifatnya neurokimiawi, penelitian
menggunakan CT Scan otak ternyata ditemukan perubahan anatomi otak seperti
pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks atau atropi otak kecil (cerebellum), terutama
pada penderita kronis skizofrenia (Kaplan,1997; Hawari, 2001; Isaacs, 2005).
2.1.4.3. Faktor psikososial
a. Teori perkembangan
Ahli teori seperti Freud, Sullivan, dan Erikson mengemukakan bahwa
kurangnya perhatian yang hangat dan penuh kasih sayang di tahun-tahun awal
kehidupan berperan dalam menyebabkan kurangnya identitas diri, salah interpretasi
terhadap realitas dan menarik diri dari hubungan sosial pada penderita skizorenia
(Kaplan,1997; Isaacs, 2005).
b. Teori belajar
Menurut ahli teori belajar (learning theory), anak-anak yang kemudian menderita
skizofrenia mempelajari reaksi dan cara berfikir irasional orang tua yang mungkin
memiliki masalah emosional yang bermakna. Hubungan interpersonal yang buruk dari
penderita skizofrenia akan berkembang karena mempelajari model yang buruk selama
anak-anak (Kaplan,1997).
c. Teori keluarga
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
33
-
Teori-teori yang berkaitan dengan peran keluarga dalam munculnya skizofrenia
belum divalidasi dengan penelitian. Bagian fungsi keluarga yang diimplikasikan dalam
peningkatan kekambuhan penderita skizofrenia antara lain:
c.1. Faktor keluarga
Faktor keluarga yang dimaksudkan disini adalah faktor stress yang dialami anak
dan remaja yang disebabkan kondisi keluarga yang tidak baik antara lain:
c.1.1. Hubungan kedua orang tua yang dingin atau penuh ketegangan
c.1.2. Kedua orang tua jarang di rumah dan tidak ada waktu untuk bersama
dengan anak-anak
c.1.3. Komunikasi antara orang tua dan anak yang tidak baik
c.1.4. Kedua orang tua berpisah atau bercerai
c.1.5. Kematian salah satu atau kedua orang tua
c.2. Emosi yang diekspresikan atau disingkat EE (Expressed Emotion).
Dimana keluarga sering mengekspresikan emosi secara berlebihan dengan
sikap kurang sabar, bermusuhan, pemarah, keras, kasar, kritis dan otoriter.
Menurut penelitian (Leff dan Wing), angka relaps dirumah dengan EE
rendah dan penderita minum obat teratur sebesar 12%, dengan EE rendah dan
tanpa obat 42% sedangkan EE tinggi dan tanpa obat sebesar 92%. Penelitian
lain juga mengatakan pemisahan penderita dari EE tinggi memperbaiki angka
relaps (Kaplan, 1997; Hawari, 2001; Chandra, 2005).
2.1.4.4. Status sosial ekonomi
Beberapa ahli teori telah menyatakan bahwa industrialisasi, urbanisasi dan
status sosial ekonomi yang rendah sangat kuat hubungannya dengan skizofrenia. Itu
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
34
-
sebabnya banyak penderita yang dijumpai pada masyarakat golongan menengah ke
bawah. Hal ini juga didukung oleh penelitian Saifullah (2005) di Badan Pelayanan
Kesehatan Jiwa Nangroe Aceh Darussalam, bahwa 95,1% penderita relaps berasal dari
golongan ekonomi tidak mampu (Kaplan, 1997; UCLA, 1997; Tomb, 2004).
2.1.4.5. Stres
Karena bervariasinya presentasi simtom dan prognosis skizofrenia, maka tidak
ada faktor etiologik tunggal yang menyebabkan timbulnya skizofrenia. Ada model yang
mengintegrasikan faktor biologis, faktor psikososial dan faktor lingkungan adalah model
stress diatesis. Model ini menyatakan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu
kerentanan spesifik (diatesis) terhadap stres yang memungkinkan berkembang menjadi
simtom skizofrenia (Kaplan, 1997).
Model interaksional yang mengatakan bahwa penderita skizofrenia mempunyai
kerentanan genetik dan biologik terhadap stress dan dianggap penyebab utama dalam
menentukan onset dan keparahan penyakit (Isaacs, 2005).
2.1.4.6. Kepribadian premorbid
Indikator premorbid (sebelum sakit) pada anak preskizofrenia menurut
Nurmiati Amir (2003) antara lain ketidakmampuan anak mengekspresikan emosi: wajah
dingin, jarang tersenyum, acuh tak acuh dan penyimpangan komunikasi seperti anak
sulit melakukan pembicaraan terarah. Sedangkan pada remaja perlu diperhatikan
kepribadian premorbid seperti kepribadian paranoid atau curiga berlebihan, menganggap
semua orang musuh, juga kepribadian skizoid yaitu emosi dingin, kurang mampu
bersikap hangat dan ramah pada orang lain serta selalu menyendiri (Ingram, 1995; Amir,
2003; Chandra, 2005).
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
35
-
2.1.4.7.Rokok dan penyalahgunaan napza
Gangguan skizoid dapat dicetuskan atau disebabkan oleh penggunaan kanabis
(ganja, gelek, marijuana). Hasil penelitian terhadap 152 subjek episode pertama
skizofrenia di West London didapatkan bahwa 60% subjek adalah perokok, 27% ada
riwayat penggunaan alkohol, 35% sedang terlibat napza ( tidak termasuk alkohol ), dan
68% adalah pengguna napza selama hidupnya (Kaplan, 1997; Chandra, 2006).
Teori ini digunakan dalam penelitian agar keluarga mengetahui penyebab
terjadinya skizofrenia yang dialami oleh anggota keluarganya, sehingga keluarga
mampu menangani masalah yang terjadi.
2.1.5. Prognosis
Gejala premorbid merupakan gejala awal dari penyakit dan mulai pada masa
remaja diikuti dengan perkembangan gejala prodromal dalam beberapa hari sampai
beberapa bulan. Onset gejala yang mengganggu terlihat setelah tercetus oleh perubahan
sosial atau lingkungan. Sindrom prodromal dapat berlangsung selama satu tahun atau
lebih sebelum onset gejala psikotik yang jelas. Setelah episode psikotik yang pertama,
pasien memiliki periode pemulihan yang bertahap diikuti periode fungsi yang relatif
normal. Tetapi relaps biasanya terjadi dalam lima tahun pertama setelah diagnosis,
diikuti oleh pemburukan lebih lanjut pada fungsi dasar pasien. Perjalanan klasik
skizofrenia adalah suatu eksaserbasi dan remisi. Gejala positif dari skizofrenia
cenderung lebih baik dibanding dengan gejala negatif yang dapat menimbulkan
ketidakmampuan secara sosial (Kaplan, 1997).
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
36
-
Skizofrenia merupakan gangguan yang bersifat kronis, pasien secara
berangsur-angsur menjadi semakin menarik diri dan tidak berfungsi selama bertahun-
tahun. Beberapa penelitian telah menemukan lebih dari periode waktu 5 samapi 10 tahun
setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit jiwa, hanya 10 sampai 20%
memiliki hasil yang baik. Lebih dari 50% memiliki hasil buruk dengan perawatan
berulang di rumah sakit, eksaserbasi gejala, gangguan mood berat dan ada usaha bunuh
diri. Rentang angka pemulihan berkisar 10 sampai 60%, kira-kira 20 sampai 30% dari
penderita terus mengalami gejala yang sedang dan 40 sampai 60% dari penderita terus
mengalami gangguan secara bermakna seumur hidup (Kaplan, 1997; Tomb, 2004).
2.1.6. Pencegahan dan Pengobatan Skizofrenia
2.1.6.1. Pencegahan
Menurut Kusumanto Setyonegoro (1967) pendekatan yang dilakukan dalam
pencegahan skizofrenia dapat bersifat eklektik holistik yang mencakup tiga pilar yaitu
organobiologis, psikoedukatif, dan sosial budaya, dan dari ketiga pilar tersebut dapat
diketahui kepribadian seseorang. Dalam melengkapi pendekatan holistik tersebut,
Hawari (1993) menambah satu pilar sehingga menjadi empat pilar yaitu
organobiologis, psikoedukatif, sosial budaya, dan psikoreligius.
Upaya pencegahan yang dilakukan pada masing-masing pilar dimaksudkan
untuk menekan seminimal mungkin munculnya skizofrenia dan kekambuhannya.
a. Organobiologis.
a.1. Bila ada silsilah keluarga menderita skizofrenia sebaiknya menikah dengan
keluarga yang tidak ada silsilah skizofrenia
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
37
-
a.2. Walaupun dalam keluarga tidak ada silsilah menderita skizofrenia sebaiknya
bila menikah dengan keluarga yang tidak ada silsilah menderita skizofrenia dan
merupakan keluarga jauh.
a.3. Sebaiknya penderita atau bekas penderita skizofrenia tidak saling menikah.
b. Psikoedukatif.
Beberapa sikap yang harus diperhatikan orang tua dalam membina mental-emosional
dan mental-intelektual anak yaitu:
b.1. Sikap pertama adalah kemampuan untuk percaya pada kebaikan orang lain,
Erikson (1972) memberikan istilah kepercayaan dasar (basic trust).
b.2. Sikap kedua adalah sikap terbuka. Kalau sikap ini di gabungkan dengan sikap
kepercayaan, maka anak akan menjadi terbuka dan terus terang pada orang di
sekitarnya. Sikap ini juga akan menciptakan sikap ingin tau dan sikap mau
belajar (otonomi dan inisiatif).
b.3. Sikap ketiga adalah anak mampu menerima kata tidak atau kemampuan
pengendalian diri terhadap hal-hal yang mengecewakan, kalau tidak anak akan
sulit bergaul dan belajar di sekolah.
Keterpaduan ketiga sikap tersebut diatas akan menghasilkan anggota masyarakat
baru dan sehat, mempunyai potensi untuk bisa sekolah dan bergaul dengan baik didalam
maupun diluar keluarganya tanpa pengawasan serta mampu menyelesaikan konflik baik
internal maupun eksternal dalam dirinya.
c. Psikoreligius.
D.B Larson, dkk (1992) dalam penelitiannya yang termuat dalam Religious
Commitment and Health (APA, 1992), menyatakan bahwa agama amat penting dalam
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
38
-
pencegahan agar seseorang tidak mudah jatuh sakit, meningkatkan kemampuan
mengatasi penderitaan dan mempercepat penyembuhan. Sementara Snyderman (1996)
menyatakan bahwa terapi medis tanpa agama tidak lengkap atau sebaliknya.
d. Psikososial.
Agar tumbuh kembang anak sehat baik fisik, psikologik, sosial dan spiritual,
hendaknya diciptakan rumah tangga yang sehat dan bahagia agar supaya kepribadian
anak menjadi matang dan kuat sehingga tidak mudah jatuh sakit. Sehubungan dengan
hal tersebut N.Stinnet dan J.De Frain (1987) dalam studinya yang berjudul The
National Study on Family Strength mengemukakan 6 kriteria membina keluarga yang
sehat dan bahagia yaitu:
d.1. Ciptakan kehidupan beragama dalam keluarga.
d.2. Adakan waktu bersama dalam keluarga.
d.3. Ciptakan hubungan yang baik antar anggota keluarga.
d.4. Keluarga sebagai unit sosial yang terkecil ikatannya harus erat dan kuat, jangan
longgar dan rapuh.
d.5. Harus saling harga-menghargai (appresiasi) sesama anggota keluarga.
d.6. Bila keluarga mengalami krisis, maka prioritas utama adalah keutuhan keluarga
dan bila diperlukan berkonsultasi dengan ahlinya (marriage counselor)
(Hawari, 2001; Vijay, 2005).
2.1.6.2. Pengobatan
Skizofrenia merupakan penyakit yang cenderung berlanjut (kronis atau
menahun) maka terapi yang diberikan memerlukan waktu relatif lama berbulan bahkan
sampai bertahun, hal ini dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin kekambuhan
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
39
-
(relaps). Terapi yang komprehensif dan holistik telah dikembangkan sehingga penderita
skizofrenia tidak lagi mengalami diskriminasi dan lebih manusiawi dibandingkan
dengan pengobatan sebelumnya. Adapan terapi yang dimaksud adalah:
a. Psikofarmaka
Obat anti psikotik yang sering disebut dengan neuroleptik ditujukan untuk
menghilangkan gejala skizofrenia. Golongan obat psikofarmaka yang sering digunakan
di Indonesia (2001) terbagi dua: golongan typical (Largactil, Stelazine, Haldol) dan
golongan atypical (Risperdal. Clozaril, Seroquel, Zyprexa). Menutrut Nemeroff (2001)
dan Sharma (2001) kelebihan obat atypical antara lain: (1). Dapat menghilangkan gejala
positif dan negatif, (2). Efek samping Extra Pyramidal Symptoms (EPS) sangat minimal
atau boleh dikatakan tidak ada, (3). memulihkan fungsi kognitif.
Sementara Nasrallah (2001) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa
pemakaian obat golongan typical sebanyak 30% penderita tidak memperlihatkan
perbaikan klinis bermakna, diakui bahwa golongan obat typical hanya mampu
mengatasi gejala positif tetapi kurang efektif untuk mengatasi gejala negatif (Kaplan,
1997; Hawari, 2001; Isaacs, 2005).
b. Electro Convulsive Terapy ( ECT )
Electro Convulsive Terapy (ECT) diberikan pada penderita skizofrenia kronik.
Tujuannya adalah memperpendek serangan skizofrenia, mempermudah kontak dengan
penderita, namun tidak dapat mencegah serangan ulang (Kaplan, 1997; Maramis, 2004;
Amir, 2006).
c. Terapi psikososial
c.1. Terapi yang berorientasi keluarga
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
40
-
Terapi yang berorientasi keluarga sangat berguna dalam pengobatan skizofrenia,
karena seringkali pasien dipulangkan dalam keadaan remisi parsial. Ahli terapi
harus membantu keluarga dan penderita mengerti skizofrenia, episode psikotik
dan peristiwa-peristiwa yang menyebabkan episode tersebut. Sejumlah penelitian
telah menemukan bahwa terapi keluarga sangat efektif dalam menurunkan
relaps. Demikian juga dengan pendapat Chandra yang mengatakan bahwa
penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan empati dari keluarga, itu
sebabnya keluarga perlu menghindari sikap Expressed Emotion (EE) atau reaksi
berlebihan terhadap penderita.
c.2. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi penderita skizofrenia dipusatkan pada rencana, masalah
dan hubungannya dengan kehidupan nyata dan sangat efektif dalam menurunkan
isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi
penderita skizofrenia.
Terapi psikososial ini dimaksudkan agar penderita mampu beradaptasi kembali
dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mandiri dan tidak tergantung
pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga. Sebaiknya penderita
selama menjalani terapi psikososial masih tetap mengkonsumsi psikofarmaka dan
diupayakan untuk tidak menyendiri, tidak melamun dan harus melakukan kesibukan
(Kaplan, 1997; Hawari, 2001; Chandra, 2005).
d. Psikoterapi
Merupakan terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah
diberikan terapi psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
41
-
realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi ini bermacam-
macam bentuknya antara lain: Psikoterapi suportif dimaksudkan untuk memberikan
dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa. Psikoterapi re-
edukatif dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang maksudnya
memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu. Psikoterapi rekonstruktif
dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami keretakan
menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit. Psikoterapi kognitif
dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif rasional sehingga penderita
mampu membedakan nilai-nilai moral etika, mana yang baik dan buruk,mana yang
boleh dan tidak dan sebagainya. Psikoterapi perilaku dimaksudkan untuk memulihkan
gangguan perilaku yang terganggu menjadi perilaku yang mampu menyesuaikan diri.
Psikoterapi keluarga dimaksudkan untuk memulihkan penderita dan keluarganya
(Kaplan, 1997; Hawari, 2001).
e. Terapi psikoreligius
Terapi keagamaan ternyata masih bermanfaat bagi penderita gangguan jiwa.
Dari penelitian ternyata didapatkan kenyataan secara umum komitmen agama
berhubungan dengan manfaatnya di bidang klinik. Terapi keagamaan ini berupa kegiatan
ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, memanjatkan puji-pujian kepada Tuhan,
ceramah keagamaan, kajian kitab suci dan lain-lain (Vijay, 2005; Hawari, 2001).
f. Edukasi kepada publik untuk menurunkan stigma dan diskriminasi
Penting adanya pengetahuan masyarakat untuk tidak mengecap penderita
dengan kata-kata seperti gila atau kurang waras bahkan mengejek atau
menghujatnya (Vijay, 2005).
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
42
-
g. Rehabilitasi
Program rehabilitasi penting dilakukan sebagai persiapan penempatan kembali
penderita kekeluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga
(institusi) rehabilitasi misalnya di rumah sakit jiwa. Dalam program rehabilitasi
dilakukan berbagai kegiatan antara lain: terapi kelompok, menjalankan ibadah
keagamaan bersama, kegiatan kesenian, terapi fisik seperti olah raga, keterampilan
khusus/kursus, bercocok tanam, rekreasi dan lain-lain. Pada umumnya program
rehabilitasi ini berlangsung 3-6 bulan. Secara berkala dilakukan evaluasi paling sedikit
dua kali yaitu sebelum dan sesudah program rehabilitasi atau sebelum penderita
dikembalikan ke keluarga dan masyarakat (Hawari, 2001; Isaacs, 2005).
Teori ini digunakan dalam penelitian untuk mengetahui tindakan apa yang
dilakukan untuk mencegah terjadinya skizofrenia dan pengobatan apa yang harus
dilakukan terhadap penderita skizofrenia.
2.1.7. Relaps
Relaps atau kambuh merupakan kondisi dimana pasien kembali menunjukkan
gejala-gejala skizofrenia setelah remisi dari rumah sakit. Penderita yang mengalami
relaps diikuti oleh pemburukan sosial lebih lanjut pada fungsi dasar pasien.
Peningkatan angka relaps/kekambuhan berhubungan secara bermakna dengan emosi
yang berlebihan dilingkungan rumah, terutama di dalam keluarga yang tidak harmonis,
ketidaktahuan keluarga dalam menghadapi penderita dan juga pengobatan yang tidak
adekuat yang dilakukan oleh keluarga terhadap penderita (Kaplan, 1997; UCLA, 1997;
Tomb, 2004).
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
43
-
2.1.8. Komplikasi
Bunuh diri pada penderita skizofrenia merupakan urutan terbesar ketiga
setelah gangguan afektif (30-90%) dan gangguan penyalahgunaan narkoba (20-60%).
Selain itu yang tadinya penderita tidak merokok menjadi perokok berat. Pemakaian
antipsikotik, menimbulkan tekanan terhadap hormon estrogen dan testosteron yang
berguna untuk memproteksi tulang, sehingga mudah terjadi osteoporosis (Jurnal Farmasi
dan Kedokteran, 2006; Chandra, 2006).
2.2. Koping Keluarga
2.2.1. Pengertian Koping Keluarga
Menurut Mc Cubbin (1981), koping keluarga didefinisikan sebagai respons yang
positif sesuai dengan masalah, afektif, persepsi dan respons perilaku yang digunakan
keluarga untuk memecahkan suatu masalah atau peristiwa.
Strategi-strategi koping keluarga berkembang dan berubah dari waktu ke waktu,
sebagai respons terhadap tuntutan-tuntutan atau stressor yang dialami. Respons-respons
keluarga meliputi tipe strategi koping internal dan eksternal. Sumber-sumber koping
internal terdiri dari kemampuan keluarga yang menyatu sehingga menjadi kohesif dan
terintegrasi. Keluarga yang paling sukses menghadapi masalah-masalah mereka adalah
keluarga yang paling sering terintegrasi dengan baik, di mana anggota keluarga
memiliki tanggung jawab yang kuat terhadap kelompok dan tujuan-tujuan kolektifnya.
Koping keluarga lainnya adalah fleksibitas peran yaitu mampu memodifikasi
peran-peran keluarga ketika dibutuhkan (Hall dan Weaver, 1974). Hall dan Weaver juga
menekankan pola-pola komunikasi merupakan hal penting dalam koping. Proses
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
44
-
komunikasi dalam keluarga sangat mempengaruhi kualitas hidup keluarga. Sumber-
sumber koping eksternal berhubungan dengan penggunaan sistem pendukung sosial oleh
keluarga untuk memenuhi kebutuhan terhadap informasi dan pelayanan. Tanpa
kemampuan yang memadai dari keluarga untuk beradaptasi dengan lingkungan akan
membawa keluarga kepada keadaan penuh resiko (Friedman, 1998).
2.2.2. Tipe Koping Keluarga
2.2.2.1. Koping keluarga internal
Dalam koping keluarga internal terdapat tujuh strategi koping intrafamilial
yaitu:
a. Mengandalkan Kelompok Keluarga
Bagi keluarga tertentu ketika menghadapi masalah menjadi lebih mengandalkan
sumber-sumber mereka sendiri. Keluarga melakukan hal ini dengan membuat struktur
yang lebih besar dan organisasi dalam keluarga. Membentuk struktur yang lebih besar
merupakan sebuah upaya kontrol yang lebih besar terhadap subsistem keluarga. Tipe
koping keluarga ini berasal dari pengaruh etika protestan tradisional, yang menilai dan
melihat kontrol diri dan kemandirian sangat penting selama masa-masa sulit. Seiring
dengan strukturisasi, anggota keluarga perlu menjadi kuat dan belajar menyembunyikan
perasaan dan menguasai ketegangan dalam diri mereka sendiri. Burgess (1979)
menyatakan bahwa strategi koping seperti ini termasuk disiplin diri dikalangan anggota
keluarga sangat penting dalam situasi yang penuh dengan stress. Mereka harus
memelihara ketenangan dan kapasitas memecahkan masalah, karena merekalah yang
bertanggung jawab bagi keluarga. Pearlin dan Schooler (1978) mengatakan bahwa
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
45
-
percaya diri merupakan respon koping dalam melaksanakan peran-peran keluarga
(Friedman,1998).
b. Penggunaan Humor
Hot (1979) menunjukkan bahwa perasaan humor merupakan aset keluarga yang
penting, yang dapat memberikan sumbangan perbaikan bagi sikap-sikap keluarga
terhadap masalahnya dan perawatan kesehatan bagi anggota keluarganya. Grojahn
mengulangi lagi pernyataan ini dengan menyatakan disamping kematangan, humor juga
menyatakan kekuatan, superioritas dalam menghadapi bahaya dan ketegangan. Selain
itu humor juga diakui sebagai suatu cara bagi individu dan kelompok untuk
menghilangkan rasa cemas dan tegang (Friedman, 1998).
c. Pengungkapan Bersama Anggota Keluarga/ Memelihara Ikatan Keluarga
Pengungkapan bersama anggota keluarga merupakan suatu cara untuk membawa
keluarga lebih dekat satu sama lain dan memelihara serta mengatasi tingkat stress, ikut
serta dalam pengalaman bersama keluarga dan aktivitas-aktivitas keluarga. Keluarga
yang lebih banyak melakukan pengungkapan bersama akan menghasilkan ikatan
keluarga yang kuat. Lobsenz (1988), menerbitkan sebuah artikel tentang Tips for
Closer Family Ties. Tips tersebut diberikan untuk membantu koping keluarga terhadap
masalah-masalah keluarga anatara lain (1) tentukan waktu untuk bersama-sama (2)
saling mengenal (3) membahas masalah secara bersama-sama (4) menentukan makan
malam bersama (5) merancang sebuah proyek keluarga yang menantang (6)
mengembangkan ritual-ritual (7) bermain bersama (8) jangan lupa bercerita ketika
hendak tidur (9) melakukan pengungkapan tentang pekerjaan dan kehidupan disekolah
(10) jangan biarkan ada jarak di antara anggota keluarga. Menurut Figley (1989),
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
46
-
pengungkapan perasaan dan persoalan sangat menguntungkan dalam mengurangi
ketegangan keluarga. Ikatan keluarga yang kuat teristimewa sangat membantu ketika
keluarga mengalami masalah, karena anggota keluarga sangat membutuhkan dukungan.
Demikian juga menurut Hartman dan Laird (1983) mengatakan bahwa keterlibatan
keluarga dalam ritual-ritual sangat bermakna dan bernilai bagi keluarga, hal ini
merupakan proses sosial yang terjadi berulang-ulang dan memberi definisi bersama
tentang dunia. Kegiatan-kegiatan waktu luang keluarga juga merupakan sumber koping
keluarga untuk memelihara ikatan moral dan kepuasan sebuah keluarga, seperti
dikemukakan oleh Orthner (1976); Rapport (1974) dan West (1970). Strategi koping ini
pada akhirnya bertujuan untuk membangun integrasi, ikatan dan resistensi yang lebih
besar dalam keluarga (Friedman, 1998).
d. Mengontrol Kembali Makna dari Masalah dan Penyusunan Kembali Kognitif
Salah satu cara utama untuk menemukan koping menurut Pearlin dan Schooler
(1978) adalah dengan menggunakan mekanisme mental yaitu mengontrol makna dari
masalah, hal ini dapat mengurangi atau menetralisir secara kognitif rangsang berbahaya
yang dialami dalam keluarga. Perumusan kembali kognitif dalam keluarga merupakan
cara yang paling baik untuk mengontrol makna sebuah masalah, yang menurut Folkman
(1986) disebut dengan istilah keyakinan optimistis dan penilaian positif, di mana
keluarga yang menggunakan strategi koping ini cenderung melihat masalah dari segi
positif dibandingkan aspek negatif. Olson (1983) menerangkan bahwa dalam perumusan
kembali keluarga dan anggotanya mendefinisikan kejadian stressor sebagai sebuah
tantangan yang dapat diatasi. Keluarga cenderung menggunakan respons ini tidak hanya
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
47
-
untuk mengurangi keadaan yang penuh dengan masalah tapi juga untuk mencegah
timbulnya masalah-masalah potensial agar tidak terjadi (Friedman, 1998).
e. Pemecahan Masalah Bersama
Pemecahan masalah secara bersama dikalangan anggota keluarga merupakan
sebuah srategi koping keluarga yang telah dipelajari secara ekstensif dan metode-metode
riset laboratorium yang dilakukan oleh peneliti keluarga. Pemecahan masalah secara
bersama-sama dapat digambarkan sebagai suatu situasi di mana keluarga dapat
mendiskusikan masalah yang ada secara bersama-sama, mengupayakan solusi atau jalan
keluar dan mencapai konsensus tentang apa yang perlu dilakukan secara bersama oleh
anggota keluarga. Reis (1981), menamakan keluarga yang menggunakan koping ini
sebagai keluarga yang peka terhadap lingkungan dan tidak menjadikan masalah sebagai
masalah internal. Figley (1989), mengidentifikasi solusi yang berorientasi pada
pemecahan masalah sebagai sebuah tipe koping fungsional (Friedman, 1998).
f. Fleksibilitas Peran
Karena cepatnya perubahan yang terjadi dalam kehidupan keluarga, maka
fleksibilitas peran merupakan strategi koping yang kokoh. Olson (1979), telah
mengidentifikasi kapasitas koping ini sebagai salah satu cara utama adaptasi keluarga,
dengan mengubah peran-peran ketika diperlukan merupakan hal yang paling penting.
Davis (1986) memperkuat pentingnya fleksibilitas peran sebagai sebuah strategi koping
fungsional, dengan menemukan bahwa peran keluarga bisa fleksibel atau kaku dapat
membedakan tingkat berfungsinya keluarga (Friedman, 1998).
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
48
-
g. Normalisasi
Adalah salah satu strategi koping keluarga, di mana keluarga menormalkan
segala sesuatu ketika mereka melakukan koping terhadap stressor jangka panjang yang
cenderung merusak kehidupan keluarga. Davis (1963) seorang peneliti pertama yang
menggunakan istilah normalisasi untuk menggambarkan respon keluarga terhadap
sakit dan kecacatan pada anak yang menderita sakit polio. Keluarga meminimalkan
situasi abnormalitas dengan cara berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan biasa dan terus
memelihara ikatan sosial. Menurut Friedman (1985); Schulman (1986), mengatakan
bahwa strategi koping seperti ini sering digunakan dalam keluarga yang mengalami
sakit kronis (Friedman, 1998).
2.2.2.2. Koping keluarga eksternal
Meskipun sumber koping dari dalam (internal) sangat penting, saat ini penulis
di bidang ini menekankan perlunya keluarga yang mengalami stress menghasilkan dan
menerima informasi eksternal yang lebih besar. Strategi koping ini termasuk mencari
informasi, memelihara hubungan aktif dengan komunitas, mengupayakan dukungan
sosial dan mencari dukungan spiritual.
a. Mencari Informasi
Keluarga-keluarga yang mengalami stress memberikan respons secara kognitif
dengan mencari pengetahuan dan informasi yang berhubungan dengan stressor. Hal ini
berfungsi utuk menambah rasa memiliki kontrol terhadap situasi dan mengurangi
perasaan takut serta membantu keluarga menilai stressor secara lebih akurat. Sebuah
riset yang mendokumentasikan penggunaan upaya mencari informasi sebagai suatu
strategi koping keluarga dilakukan oleh Chesler dan Barbarin (1987). Dalam penelitian
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
49
-
mereka terhadap koping keluarga dengan anak yang mengalami kanker ditemukan
bahwa upaya orang tua mencari informasi adalah sebagai suatu cara koping. Cara ini
membantu sejumlah orang tua menempatkan respons-respons emosional dalam
persfektif dan mengurangi ketidakpastian dan rasa takut akan prognosis anak-anak
mereka (Friedman, 1998).
b. Memelihara Hubungan Aktif dengan Komunitas
Kategori ini berbeda dengan koping yang menggunakan sistem dukungan
sosial, di mana kategori ini merupakan suatu koping keluarga yang berkesinambungan,
jangka panjang dan bersifat umum. Alasan pentingnya hubungan ini sebagai suatu
teknik koping terletak pada teori sistem yang mengatakan bahwa sistem sosial memiliki
suatu gerakan informasi dan menunjukkan fungsi-fungsinya. Dalam hal ini anggota
keluarga adalah partisipan-partisipan aktif dalam kelompok komunitas, karena keluarga
tidak mampu melayani semua kebutuhan-kebutuhan anggota keluarga tanpa bantuan
sumber-sumber lain, maka tindakan untuk meningkatkan hubungan dengan komunitas
yang lebih luas sangat penting (Friedman, 1998).
c. Mencari Sistem Pendukung Sosial.
Mencari sistem pendukung sosial dalam jaringan kerja sosial keluarga
merupakan strategi koping keluarga eksternal yang utama. Menurut Mac Elveen (1978),
setiap keluarga memiliki jaringan kerja sosial yang unik dan sangat penting bagi
peningkatan citra diri, perasaan memiliki dan perasaan puas terhadap kelompok atau
keluarga. Adapun tujuan dari sistem dukungan sosial ini yang pertama adalah
memberikan dukungan pemeliharaan, memenuhi kebutuhan psikososial / emosional bagi
anggota keluarga termasuk moral dan kesejahteraan. Oleh karena itu sistem ini akan
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
50
-
bekerja untuk menjaga dan memberi motivasi positif serta mendorong anggota keluarga
untuk mengkomunikasikan kesulitan-kesulitan pribadi secara bebas. Tujuan kedua
adalah bantuan yang berorientasi pada tugas yang lazim diberikan oleh keluarga.
Menurut Caplan (1974), bantuan dari keluarga besar juga dalam bentuk bantuan
langsung, bantuan finansial yang berkesinambungan dan perawatan fisik. Friedman
(1985), menemukan bahwa tidak adanya dukungan keluarga besar dikalangan keluarga
yang memiliki anggota keluarga yang sakit, sangat bersifat merusak keluarga. Ada
masalah dan bukti bahwa banyak keluarga yang tidak mencari bantuan eksternal saat
mereka membutuhkan, hal ini terjadi karena ada keyakinan bahwa mereka mampu
mandiri dan menganggap bahwa meminta bantuan adalah tanda kelemahan. Dengan
demikian ketika mereka gagal menangani masalahnya, maka keluarga akan beralih pada
profesional untuk memecahkan masalahnya (Friedman, 1998).
d. Mencari Dukungan Spiritual.
Menurut Chesler dan Barbarin (1987), Friedman (1985), meskipun banyak
orang memikirkan upaya mencari dan mengandalkan dukungan spiritual sebagai suatu
respon koping individual, beberapa studi mengatakan bahwa anggota keluarga
menemukan dukungan spiritual ini sebagai cara keluarga untuk mengatasi masalahnya.
Sesungguhnya kepercayaan terhadap Tuhan dan berdoa diidentifikasi oleh anggota
keluarga sebagai cara yang paling penting bagi keluarga untuk mengatasi stressor yang
berkaitan dengan kesehatan. Olson (1983) dalam survei kulit putih Luhteran dari kelas
menengah keatas juga menemukan bahwa untuk mengatasi masalah sehari-hari,
penggunaan agama merupakan hal yang penting. Dukungan spiritual membantu
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
51
-
Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna, 2008 USU e-Repository 2008
52
keluarga mentoleransi ketegangan-ketegangan kronis dan lama serta membantu
keutuhan keluarga (Friedman,1998).
Teori koping keluarga tersebut di atas digunakan dalam penelitian ini sebagai
variabel yang akan diteliti untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kejadian relaps pada
penderita skizofrenia remisi sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2006.
-
36
Genetik/ Herediter
Biologis: Neurotransmiter Kerusakan
struktur otak Abnormalitas
perkembangan saraf
Psikososial/ lingkungan: Perkembangan
kepribadian Faktor keluarga Status social
ekonomi Tempat tinggal Rokok & napza Stigma
Skizofrenia Skizofrenia Remisi Sempurna
Koping Keluarga Internal: - Mengandalkan kelompok
keluarga - Penggunaan humor - Memelihara ikatan keluarga - Pemecahan masalah bersama - Fleksibikitas peran - Normalisasi
Koping Keluarga Eksternal: - Mencari informasi - Memelihara hubungan dengan
komunitas - Mencari dukungan sosial - Mencari dukungan spiritual
Terapi somatik: Psikofarmaka ECT Rehabilitasi
Terapi psikososial: Terapi keluarga Terapi kelompok Psikoterapi Psikoreligius Edukasi publik
Kejadian Relaps
2.3. Landasan Teori
-
2.4. Kerangka Konsep Penelitian
Skizofrenia Remisi sempurna - Relaps - Tidak Relaps
Variabel Independen Variabel Dependen
Koping Keluarga Internal
- Mengandalkan kelompok keluarga
- Penggunaan humor - Memelihara ikatan keluarga - Mengontrol makna dari masalah - Pemecahan masalah secara
top related