universitas indonesia laporan praktek kerja …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351274-pr-prawita...
Post on 10-Mar-2019
237 Views
Preview:
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI DIREKTORAT BINA PRODUKSI
DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATANDIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN
DAN ALAT KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 21 JANUARI – 4 FEBRUARI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
PRAWITA LINTANG LARASATI, S.Farm.
1206313500
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JULI 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI DIREKTORAT BINA PRODUKSI
DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATANDIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN
DAN ALAT KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 21 JANUARI – 4 FEBRUARI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
PRAWITA LINTANG LARASATI, S.Farm.
1206313500
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JULI 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI DIREKTORAT BINA PRODUKSI
DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATANDIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN
DAN ALAT KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 21 JANUARI – 4 FEBRUARI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
PRAWITA LINTANG LARASATI, S.Farm.
1206313500
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JULI 2013
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI DIREKTORAT BINA PRODUKSI
DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATANDIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN
DAN ALAT KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 21 JANUARI - 4 FEBRUARI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker
PRAWITA LINTANG LARASATI, S.Farm.
1206313500
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JULI 2013
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI DIREKTORAT BINA PRODUKSI
DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATANDIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN
DAN ALAT KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 21 JANUARI - 4 FEBRUARI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker
PRAWITA LINTANG LARASATI, S.Farm.
1206313500
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JULI 2013
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI DIREKTORAT BINA PRODUKSI
DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATANDIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN
DAN ALAT KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 21 JANUARI - 4 FEBRUARI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker
PRAWITA LINTANG LARASATI, S.Farm.
1206313500
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JULI 2013
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
iii
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir pada Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia .
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai kelulusan
pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. Penulis menyadari bahwa,
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan
sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi Penulis untuk
menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Drs. Masrul, Apt. sebagai Kasubdit Penilaian Alkes serta sebagai pembimbing
yang telah memberikan bimbingan selama melaksanakan Praktek Kerja
Profesi Apoteker dan menyusun laporan tugas akhir.
2. Dr. Berna Elya, M.S., Apt. sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dalam penulisan laporan Praktek Kerja Profesi
Apoteker.
3. Drg. Arianti Anaya I, MKM., sebagai Direktur Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan yang telah memberikan izin, kesempatan dan fasilitas kepada
para mahasiswa peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker.
4. Siti Nurhasanah, S.Si., Apt., sebagai Kepala Seksi Alat Kesehatan
Elektromedik Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan atas
pengarahan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker.
5. Dra. Nurlaili Isnaini, Apt., MKM.,sebagai Kepala Seksi Alat Kesehatan Non
Elektromedik Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan atas
pengarahan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker.
6. Dra. Ema Viaza, Apt., sebagai Kepala Seksi Produk Diagnostik In vitro
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan atas pengarahan
selama Praktek Kerja Profesi Apoteker.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
v
7. Dra. Hasnil Randa Sari, S.Si., Apt., sebagai Kepala Seksi Inspeksi Produk
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan atas pengarahan
selama Praktek Kerja Profesi Apoteker.
8. Lupi Trilaksono, S.Si., Apt., sebagai Kepala Seksi Standardisasi dan
Sertifikasi Produksi dan Distribusi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan atas pengarahan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker.
9. Lucia Dina Kombong, SH. MSi. sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha yang
telah memfasilitasi, memberi perhatian dan mengarahkan para mahasiswa
peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker.
10. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi UI
yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan Praktek Kerja Profesi
Apoteker.
11. Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
UI yang telah memberikan bimbingan, dukungan dan motivasi selama penulis
menempuh pendidikan di Farmasi UI.
12. Seluruh karyawan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah banyak
memberikan bantuan selama penulis melaksanakan Praktek Kerja Profesi
Apoteker.
13. Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang telah
banyak memberikan bekal ilmu, berbagi pengalaman, dan pengetahuan
kepada penulis selama masa studi di Fakultas Farmasi.
14. Kepada keluarga yang telah memberikan dukungan moril dan materiil
kepada Penulis.
15. Seluruh teman-teman Apoteker UI angkatan 76 yang telah mendukung dan
bekerja sama selama perkuliahan dan pelaksanaan Praktek Kerja Profesi
Apoteker.
16. Semua pihak yang turut membantu dan memberikan dukungan selama
penulis melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan
laporan.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
vi
Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
penyempurnaan laporan ini. Harapan penulis, semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan dunia farmasi.
Penulis
2013
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
viiviivii
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................. iiHALAMAN PENGESAHAN................................................................... iiiKATA PENGANTAR............................................................................... ivHALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI............. viiDAFTAR ISI............................................................................................. viiiDAFTAR LAMPIRAN............................................................................. ixBAB 1 PENDAHULUAN......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................ 11.2 Tujuan.............................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM…................................................................. 32.1 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia…….....……............ 32.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan........... 7
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS…................................................................ 143.1 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan............... 143.2 Visi dan Misi.................................................................................... 153.3 Tugas Pokok dan Fungsi.................................................................. 153.4 Tujuan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan...3.5 Sasaran dan Strategi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan ………………………………………….......................3.6 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan…………………………………………......…..............3.7 Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan…………………………………………………........…3.8 Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat
Kesehatan dan PKRT………………………………………..........3.9 Jadwal Kegiatan PKPA di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan…………………………………............................
16
17
17
22
32
34
BAB 4 PEMBAHASAN………………..................................................... 37
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN...................................................... 455.1 Kesimpulan.................................................................................. 455.2 Saran.............................................................................................. 45
DAFTAR ACUAN...................................................................................... 47
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Struktur Organisasi Kementrian Kesehatan RI ............................ 48
Lampiran 2 Struktur Organisasi Sekretarian Direktorat Jenderal .................... 49
Lampiran 3 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan.............................................................................. 50
Lampiran 4 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan...................................................................................... 51
Lampiran 5 Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian ...... 52
Lampiran 6 Struktur Oragnisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan...................................................................................... 53
Lampiran 7 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian.................................................................................. 54
Lampiran 8 Struktur Lengkap Organisasi Direktorat Bina Produksi dan
Distribusai Alat Kesehatan ........................................................... 55
Lampiran 9 Formulir Permohonan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) ........................... 56
Lampiran 10 Tata Cara Pengajuan Permohonan Izin Penyalur Alat
Kesehatan...................................................................................... 57
Lampiran 11 Laporan pengawasan iklan DinKes Propinsi/Kabupaten/Kota .... 67
Lampiran 12 Laporan pengawasan iklan DitJen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan...................................................................................... 68
Lampiran 13 Alur kerja untuk petugas Propinsi/Kabupaten/Kota ..................... 69
Lampiran 14 Alur kerja untuk petugas pusat ..................................................... 70
Lampiran 15 Blanko perubahan/perpanjangan izin edar ................................... 71
Lampiran 16 Blanko penilaian perubahan/perpanjangan izin edar.................... 72
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap manusia memiliki hak yang sama dalam memperoleh akses atas
sumber daya di bidang kesehatan serta pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
dan terjangkau. Setiap manusia juga berhak secara mandiri dan bertanggung
jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya
(Pasal 5 UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan). Untuk itu perlu dilakukan
upaya kesehatan secara menyeluruh agar terwujud masyarakat yang sehat, mandiri
dan berkeadilan.
Penggunaan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan merupakan
komponen dari upaya kesehatan. Alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga (PKRT) yang beredar saat ini memiliki jenis dan jumlah yang semakin
bertambah. Sedangkan alat kesehatan dan PKRT merupakan suatu kebutuhan
masyarakat yang umumnya tidak bisa di lepaskan dengan kehidupan sehari-hari
(Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, 2012). Berdasarkan hal
tersebut, masyarakat perlu dilindungi kesehatan dan keselamatannya terhadap
kesalahgunaan, penyalahgunaan, serta penggunaan alat kesehatan dan PKRT yang
tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan kemanfaatan.
Pemerintah merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi
teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan melalui Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari Sekretariat Direktorat Jenderal,
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina
Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
dan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
dilaksanakan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
2
Universitas Indonesia
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri dari
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk
Diagnostik In vitro dan PKRT, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT,
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, Subbagian Tata Usaha dan Kelompok
Jabatan Fungsional.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki
tanggung jawab dalam hal pemberian sertifikat produksi, izin penyalur alat
kesehatan, izin edar serta pembinaan, pengendalian, dan pengawasan alat
kesehatan dan PKRT yang beredar dalam wilayah Republik Indonesia.
Apoteker memiliki dasar keilmuan yang turut berperan dalam Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, di mana Apoteker tidak hanya
diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat tetapi juga
melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat terhadap kesalahgunaan,
penyalahgunaan dan penggunaan alat kesehatan dan PKRT yang tidak memenuhi
persyaratan keamanan, mutu dan kemanfaatan. Untuk memahami peranan
Apoteker di bidang alat kesehatan dan PKRT maka dilakukan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
1.2 Tujuan
a. Mengetahui secara umum struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
b. Mengetahui struktur organisasi, tugas, dan fungsi Direktorat Bina Produksi
dan Distribusi Alat Kesehatan
c. Mengetahui dan mendalami peranan apoteker dalam bidang pelayanan
kefarmasian khususnya dalam bidang produksi dan distribusi alat kesehatan
dan PKRT.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
3 Universitas Indonesia
BAB 2TINJAUAN UMUM
2.1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
2.1.1. Visi dan Misi (Kementerian kesehatan RI,2010a)
Visi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ialah “Masyarakat Sehat
yang Mandiri dan Berkeadilan”.
Untuk mencapai masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan,
ditempuh melalui misi berikut:
a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.
b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya
kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan.
c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.
d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik
2.1.2. Tujuan
Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan
berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya (Kementerian Kesehatan, 2010a).
2.1.3. Dasar Hukum
Dasar hukum Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1144/MENKES/PER/2010, yaitu:
a. Undang-undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No. 166, tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4916).
b. Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 No. 144, tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia No. 5063).
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
4
Universitas Indonesia
c. Peraturan Presiden Republik Indonesia No.47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara.
d. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 84/P Tahun 2009.
e. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014.
f. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi,
Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara.
g. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas
Pembangunan Nasional Tahun 2010.
h. Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang
Berkeadilan.
i. Keputusan Menteri Kesehatan No.375/Menkes/SK/V/2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025.
2.1.4. Nilai-nilai
Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan
kesehatan, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai
berikut (Kementerian Kesehatan, 2010a) :
a. Pro rakyat
Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan
selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang terbaik
untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap
orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan,
agama, dan status sosial ekonomi.
b. Inklusif
Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak,
karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh
Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat
harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasiprofesi, organisasi
masyarakat, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan
masyarakat akar rumput..
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
5
Universitas Indonesia
c. Responsif
Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi
setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar
dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga
diperlukan penanganan yang berbeda pula.
d. Efektif
Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target
yang telah ditetapkan, dan bersifat efisien.
e. Bersih
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi
dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.
2.1.5. Struktur Organisasi
Struktur organisasi Kementerian Kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 yang
dikeluarkan tanggal 19 Agustus 2010. Peraturan Menteri Kesehatan tersebut
menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri
Kesehatan terdiri atas :
a. Sekretariat Jenderal;
b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan;
c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan;
d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak;
e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan;
f. Inspektorat Jenderal;
g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan;
h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan;
i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi;
j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat;
k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan;
l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi;
m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal;
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
6
Universitas Indonesia
n. Pusat Data dan Informasi;
o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri;
p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan;
q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan;
r. Pusat Komunikasi Publik;
s. Pusat Promosi Kesehatan;
t. Pusat Inteligensia Kesehatan; dan
u. Pusat Kesehatan Haji.
Struktur organisasi Kementerian Kesehatan RI dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.1.6. Tugas
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 2, Kementerian Kesehatan mempunyai
tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk
membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara.
2.1.7. Fungsi
Menurut pasal 3, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/MENKES/PER/VIII/2010, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan
fungsi, yaitu (Kementerian kesehatan RI,2010b) :
a. Perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan.
b. Pengelolaan barang milik atau kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Kesehatan RI.
c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan RI.
d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan
Kementerian Kesehatan di daerah.
e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
2.1.8. Rencana Strategis
Sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan 2010-2014, yaitu
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a):
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
7
Universitas Indonesia
a. Meningkatkan status kesehatan dan gizi masyarakat.
b. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular
c. Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan
antar tingkat sosial ekonomi serta gender.
d. Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam rangka
mengurangi risiko finansial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk,
terutama penduduk miskin.
e. Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat rumah
tangga dari 50 persen menjadi 70 persen.
f. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal,
Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan Terluar (DTPK).
g. Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular.
h. Seluruh kabupaten/kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
2.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
2.2.1. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi (Kementerian kesehatan RI, 2010b)
Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat Jenderal dipimpin oleh Direktur
Jenderal. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai
tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang
pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan
kefarmasian dan alat kesehatan;
d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian
dan alat kesehatan;
e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
8
Universitas Indonesia
2.2.2.Susunan Organisasi (Kementerian kesehatan RI, 2010b)
Struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 3. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan terdiri dari:
a. Sekretariat Direktorat Jenderal;
b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian;
d. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan; dan
e. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
2.2.2.1.Sekretariat Direktorat Jenderal
Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua
unsur di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Struktur organisasi Sekretariat Jenderal dapat dilihat pada Lampiran 2.
Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat Direktorat Jenderal
menyelenggarakan fungsi antara lain:
a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program dan anggaran
b. Pengelolaan data dan informasi
c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan
hubungan masyarakat
d. Pengelolaan urusan keuangan
e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan gaji, rumah tangga
dan perlengkapan
f. Evaluasi dan penyusunan laporan
Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas :
a. Bagian Program dan Informasi;
b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat;
c. Bagian Keuangan;
d. Bagian Kepegawaian dan Umum; dan
e. Kelompok Jabatan Fungsional.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
9
Universitas Indonesia
2.2.2.2. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Struktur organisasi
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dapat dilihat pada
Lampiran 4.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga
obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat,
penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis
dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan
perbekalan kesehatan;
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi
harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan,
serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan
standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan
perbekalan kesehatan; dan
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas :
a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat;
b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
10
Universitas Indonesia
d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional
2.2.2.3. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
pelayanan kefarmasian. Struktur organisasi Direktorat Bina Pelayanan
Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran 5.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Pelayanan
Kefarmasian menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas,
farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional;
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi
klinik, dan penggunaan obat rasional;
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional;
d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas,
farmasi klinik dan penggunaan obat rasional;
e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di
bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat
rasional; dan
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri atas :
a. Subdirektorat Standardisasi;
b. Subdirektorat Farmasi Komunitas;
c. Subdirektorat Farmasi Klinik;
d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
11
Universitas Indonesia
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.2.4. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan
teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan rumah tangga. Struktur organisasi Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 7 dan
struktur lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8.
Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi
dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
b. pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi
alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga;
d. penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi,
standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga;
e. evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga; dan
f. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas :
a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan;
b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga;
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
12
Universitas Indonesia
c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga;
d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.2.5. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Struktur organisasi
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran
6.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
b. pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
produksi dan distribusi kefarmasian;
d. penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
e. pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang
produksi dan distribusi kefarmasian;
f. pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; dan
g. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri atas :
a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional;
b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan;
c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan
Sediaan Farmasi Khusus;
d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat;
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
13
Universitas Indonesia
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
14 Universitas Indonesia
BAB 3TINJAUAN KHUSUS
DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSIALAT KESEHATAN
3.1. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan merupakan
salah satu direktorat dalam Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dibentuk
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dipimpin
oleh seorang Direktur yang bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas :
a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan
b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga
c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga
d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi
e. Subbagian Tata Usaha
f. Kelompok Jabatan Fungsional
Pembinaan, pengendalian dan pengawasan Alkes adalah satu rangkaian
upaya menyeluruh agar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
(PKRT) yang beredar di masyarakat memenuhi persyaratan sehingga aman dan
terjangkau untuk digunakan oleh masyarakat. Oleh karena itu, pembinaan,
pengendalian dan pengawasan Alkes dan PKRT harus dilakukan mulai proses
produksi hingga produk tersebut digunakan oleh masyarakat, yaitu pada tingkat
pengadaan, tingkat distribusi dan tingkat penggunaan. Direktorat Bina Produksi
dan Distribusi Alat Kesehatan juga berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan
Propinsi dan Kabupaten/Kota, instansi terkait serta bermitra dengan Asosiasi
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
15
Universitas Indonesia
Perusahaan alat kesehatan dan lembaga kemasyarakatan lainnya dalam
pelaksanaan pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, No. 1190/MENKES/PER/VIII/2010
tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, dan
No. 1191/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan menjadi
dasar hukum bagi pelaksanaan kegiatan - kegiatan yang dilaksanakan di
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Pengamanan yang
dimaksud dalam peraturan ini adalah upaya untuk melindungi masyarakat dari
bahaya yang disebabkan oleh penggunaan yang tidak tepat, dan/atau yang tidak
memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
3.2. Visi dan Misi
3.2.1. Visi
Masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan.
3.2.2. Misi
1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melaui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.
2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya
kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan.
3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.
4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
3.3. Tugas Pokok dan Fungsi
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan, perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
16
Universitas Indonesia
bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan
dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi,
dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi, dan
sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
c. Penyusunan norma, standard, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan rumah
tangga.
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi,
standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga.
e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga.
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
3.4. Tujuan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Tujuan dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, yaitu:
a. Meningkatkan mutu dan keamanan alat kesehatan dan PKRT;
b. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT dalam jenis yang
lengkap, jumlah cukup, harga yang terjangkau, bermutu, digunakan secara
tepat dan dapat diperoleh saat diperlukan; dan
c. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT melalui optimalisasi
industri nasional dengan memperlihatkan keanekaragaman produk dan
keunggulan daya saing.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
17
Universitas Indonesia
3.5. Sasaran dan Strategi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan
Sasaran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah
meningkatnya mutu dan keamanan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga. Untuk mencapai sasaran tersebut, Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan memiliki strategi sebagai berikut :
a. Persentase produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang
beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat sebesar 95%.
b. Persentase sarana produksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik sebesar 60%.
c. Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan
distribusi sebesar 70%.
3.6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan
Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010, terdiri dari:
3.6.1.Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Alat kesehatan mempunyai tugas menyiapkan
bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan
laporan pelaksanaan di bidang penilaian alat kesehatan.
Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian
alat kesehatan;
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang
penilaian alat kesehatan;
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
18
Universitas Indonesia
c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian alat kesehatan; dan
d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan.
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, terdiri dari Seksi Alat Kesehatan
Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik.
3.6.1.1 Seksi Alat Kesehatan Elektromedik
Seksi Alat Kesehatan Elektromedik mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan
penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan elektromedik.
3.6.1.2 Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik
Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik memiliki tugas melakukan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan
penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan non elektromedik.
3.6.2. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga
Tugas dari Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Kesehatan (PKRT) adalah melaksanakan penyiapan
bahan perumusan dan pelaksanan kebijakan dan penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan
penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan
kesehatan rumah tangga.
Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Penilaian Produk
Diagnostik In vitro dan PKRT menyelenggarakan fungsinya, yaitu:
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian
produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
19
Universitas Indonesia
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian produk diagnostik in
vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga; dan
d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang
penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT, terdiri dari
Seksi Produk Diagnostik In vitro dan Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
3.6.2.1 Seksi Produk Diagnostik In vitro
Seksi Produk Diagnostik In vitro mempunyai tugas melakukan penyiapan
bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan
penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro.
3.6.2.2 Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan
penyusunan laporan di bidang penilaian perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.6.3.Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga
Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,
serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang
inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Hal tersebut
seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Inspeksi Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menyelenggarakan fungsi :
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
20
Universitas Indonesia
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi
produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga;
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga;
c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang inspeksi produk, sarana produksi
dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Subdirektorat Inspeksi Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, terdiri dari Seksi Inspeksi Produk dan
Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi.
3.6.3.1 Seksi Inspeksi Produk
Seksi Inspeksi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan
laporan di bidang inspeksi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga.
3.6.3.2 Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi
Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang inspeksi sarana produksi
dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.6.4.Sub Direktorat Standardisasi dan Sertifikasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
21
Universitas Indonesia
Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan
sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Standardisasi dan
Sertifikasi menyelenggarakan fungsi, antara lain :
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi
produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga;
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan rumah tangga;
c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang standardisasi produk dan
sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga; dan
d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang
standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan rumah tangga.
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, terdiri dari atas :
a. Seksi Standardisasi Produk; dan
b. Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi.
3.6.4.1. Seksi Standardisasi Produk
Seksi Standardisasi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan
laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
22
Universitas Indonesia
3.6.4.2. Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi
Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi mempunyai
tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi dan
sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga.
3.7. Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan yaitu:
a. Melaksanakan premarket control dengan melakukan evaluasi dan monitoring
terhadap keamanan, mutu, efektifitas dan keterjangkauan serta tepat guna alat
kesehatan.
b. Mengembangkan, mempromosikan dan menerapkan kebijakan dan standar
terhadap alat kesehatan.
c. Melakukan pengawasan post-market (surveilance, vigilance serta pengawasan
iklan) untuk menjamin senantiasa keamanan dan kemanfaatan (safety and
performance) dalam penggunaannya.
d. Mengantisipasi dan merespon setiap masalah kesehatan masyarakat yang
terkait dengan alat kesehatan Kegiatan-kegiatan utama yang dilaksanakan oleh
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, meliputi : sertifikasi
produksi, pemberian izin edar dan pemberian izin penyalur alat kesehatan serta
pelayanan surat keterangan.
3.7.1 Sertifikasi Produksi
Sertifikasi produksi diberikan kepada sarana produksi alat kesehatan dan
PKRT yang telah melaksanakan cara produksi yang baik untuk menghasilkan
produk yang memenuhi standar mutu. Sertifikasi produksi didasarkan pada
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga, sebelumnya yang berlaku adalah izin produksi.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
23
Universitas Indonesia
Produksi alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang memiliki
sertifikat produksi dan perusahaan yang telah memperoleh sertifikat produksi
harus dapat menunjukkan bahwa produksi dilaksanakan sesuai dengan pedoman
Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) dan atau Cara Pembuatan
Perbekalan Kesehatan Dan Rumah Tangga yang Baik (CPPKRTB).
Tata cara atau prosedur mendapatkan sertifikat produksi alat kesehatan dan/atau
PKRT, sebagai berikut :
a. Perusahaan pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri
Kesehatan Republik Indonesia melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
setempat.
b. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja
sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota membentuk tim pemeriksaan bersama untuk
melakukan pemeriksaan setempat.
c. Tim pemeriksaan bersama, jika diperlukan, dapat melibatkan tenaga
ahli/konsultan/lembaga tersertifikasi di bidang produksi yang telah disetujui
oleh Direktur Jenderal.
d. Tim pemeriksaan bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja
melakukan pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan.
e. Apabila telah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan
dari tim pemeriksaan bersama membuat surat rekomendasi kepada Direktur
Jenderal.
f. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf (b), (c), dan (d)
tidak dilaksanakan pada waktunya, perusahaan pemohon yang bersangkutan
dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur
Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
g. Setelah diterima surat rekomendasi dan lampirannya sebagaimana dimaksud
pada huruf (e), Direktur Jenderal mengeluarkan sertifikat produksi alat
kesehatan dan /atau PKRT, dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja
setelah berkas lengkap.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
24
Universitas Indonesia
h. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada
huruf (g), Direktur Jenderal dapat melakukan penundaan atau penolakan
permohonan sertifikat produksi.
i. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud huruf (h), diberi kesempatan
untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 6
(enam) bulan sejak diterbitkannya surat penundaan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, maka sertifikat produksi alat kesehatan
dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu :
a. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas A
Sertifikat produksi alat kesehatan kelas A adalah sertifikat yang diberikan
kepada pabrik yang telah menerapkan CPAKB secara keseluruhan sehingga
diizinkan untuk memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan
kelas III.
b. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas B
Sertifikat produksi alat kesehatan kelas B adalah sertifikat yang diberikan
kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa,
dan kelas IIb, sesuai ketentuan CPAKB.
c. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas C
Sertifikat produksi alat kesehatan kelas C adalah sertifikat yang diberikan
kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, dan kelas
IIa tertentu, sesuai ketentuan CPAKB.
3.7.2. Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan
Badan usaha yang telah memiliki izin edar sebagai penyalur dapat
melaksanakan penyaluran alat kesehatan. Persyaratan yang dibutuhkan dalam
proses permohonan izin penyalur alat kesehatan adalah sebagai berikut :
3.7.2.1.Surat Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan
Surat permohonan ditujukan kepada dinas kesehatan propinsi setempat
dilengkapi dengan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009) :
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
25
Universitas Indonesia
a. Akte notaris
b. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan).
c. Peta lokasi dan denah bangunan.
d. Alamat gedung, dan bengkel.
e. Penanggung jawab teknis.
f. Tenaga teknisi.
g. Surat penunjukan dari produsen luar negeri sebagai penyalur tunggal yang
dilegalisir oleh KBRI setempat atau dari produsen dalam negeri sebagai
penyalur tunggal yang dilegalisir oleh notaris setempat.
h. Jenis atau macam alat kesehatan yang diedarkan.
i. Brosur/katalog dari alat kesehatan yang diedarkan.
3.7.2.2 Tata Cara Pengajuan Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan
Tata cara pengajuan permohonan dan pemberian IPAK Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, dapat dilihat pada Lampiran 10. Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1191/MENKES/PER/VIII/2010, sebagai berikut:
a. Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal
melalui kepala dinas kesehatan provinsi setempat, dengan menggunakan
contoh Formulir 1, sebagaimana terlampir.
b. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja
sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota untuk membentuk tim pemeriksa bersama untuk
melakukan pemeriksaan setempat.
c. Tim pemeriksa bersama selambat lambatnya 12 (dua belas) hari kerja
melakukan pemeriksaan setempat dan membuat berita acara pemeriksaan,
dengan menggunakan contoh dalam Formulir 2 sebagaimana terlampir.
d. Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan provinsi
selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil
pemeriksaan dari tim pemeriksa bersama meneruskan kepada Direktur
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, dengan menggunakan contoh
dalam Formulir 3 terlampir.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
26
Universitas Indonesia
e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana yang dimaksud pada huruf (b) sampai
dengan huruf (d) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon yang
bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada kepala dinas kesehatan
provinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota setempat, dengan menggunakan
contoh dalam Formulir 4 sebagaimana terlampir.
f. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan
sebagaimana dimaksud pada huruf e, dengan mempertimbangkan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Direktur Jenderal dapat melakukan
penundaan atau penolakan izin PAK, dengan menggunakan contoh dalam
Formulir 5 sebagaimana terlampir.
g. Dalam jangka 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diterima laporan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf d, Direktur Jenderal
mengeluarkan izin PAK, dengan menggunakan contoh dalam Formulir 6
sebagaimana terlampir.
h. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud pada huruf f, kepada pemohon
diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat penundaan.
3.7.3 Pemberian Izin Edar Produk
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga tercantum ketentuan pelaksanaan
pendaftaran, cara pendaftaran, formulir pendaftaran, formulir permohonan,
penilaian data, keputusan, perubahan data, penambahan ukuran kemasan,
pembatalan persetujuan, pendaftaran kembali, kategori dan subkategori serta
petunjuk pengisian formulir pendaftaran alat kesehatan maupun perbekalan
kesehatan rumah tangga produksi dalam negeri dan impor. Untuk alat kesehatan
lokal, pengajuan pendaftaran dilakukan oleh produsen yang telah memiliki
sertifikat produksi.
Sedangkan, untuk alat kesehatan impor pengajuan pendaftaran dilakukan
oleh penyalur alat kesehatan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
27
Universitas Indonesia
Indonesia No. 1190/MENKES/PER/VIII/2010 Persyaratan alat kesehatan untuk
mendapat izin registrasi, alat tersebut haruslah memiliki kriteria, sebagai berikut :
a. Keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan, yang dibuktikan dengan
melakukan uji klinis dan/atau bukti-bukti lain yang diperlukan.
b. Keamanan dan kemanfaatan PKRT dibuktikan dengan menggunakan bahan
yang tidak dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan sesuai
peraturan dan/atau data klinis atau data lain yang diperlukan.
c. Mutu, yang dinilai dari cara pembuatan yang baik dan menggunakan bahan
dengan spesifikasi yang sesuai dan memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Pengajuan izin registrasi alat kesehatan dan PKRT harus dilengkapi data-
data yang terdiri dari data administrasi dan data teknis.
3.7.3.1 Data Administrasi
a. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan dalam negeri, yaitu:
sertifikat produksi sesuai dengan jenis alat kesehatan yang didaftarkan, lisensi
(bila merek produk dan formulanya berasal dari pihak lain), paten merek (bila
menggunakan merek sendiri).
b. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan luar negeri/impor, yaitu:
izin usaha penyalur alat kesehatan, surat penunjukkan/surat kuasa untuk
mendaftarkan yang di legalisir oleh KBRI setempat, surat keterangan dari
pejabat pemerintah/badan yang diberi kewenangan di negara asal (Certificate
of Free Sale atau lainnya) bahwa produk tersebut diizinkan untuk dijual.
c. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT dalam negeri, yaitu
sertifikat produksi, surat perjanjian kerjasama/MOU (Memorandum of
Understanding) bila produsen memproduksi berdasarkan pesanan pihak lain
(toll manufacturing), surat lisensi bila merek dan formula berasal dari pihak
lain, surat pernyataan merek, paten merek yang dikeluarkan Ditjen HAKI (jika
ada), izin Komisi Pestisida (untuk PKRT yang mengandung pestisida),
formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran
BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan
stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan,
penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan penandaan.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
28
Universitas Indonesia
Catatan : Khusus PKRT yang mengandung pestisida harus menyertakan surat
persetujuan dari Komisi Pestisida.
d. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT impor, yaitu: surat
penunjukan sebagai distributor dari pabrik asal dan telah dilegalisir oleh KBRI
setempat, surat kuasa untuk mendaftar dari pabrik asal, certificate of free sale
untuk produk PKRT yang akan didaftarkan, ijin Komisi Pestisida, formulir
lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran BB
(spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan
stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan,
penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan penandaan.
3.7.3.2 Data Teknis
Data teknis yang diperlukan, sebagai berikut :
a. Untuk produk yang terbentuk dari bahan kimia, pendaftar harus memberikan
komponen formula dalam satuan internasional atau persentase dan menuliskan
fungsi masing-masing bahan.
b. Prosedur pembuatan secara singkat berupa alur kerja/flow chart dalam proses
produksi disertai dengan keterangan tentang proses kritis yang mempengaruhi
kualitas dan langkah yang dilakukan untuk mengontrol proses kritis tersebut.
c. Untuk produk HIV, harus melampirkan hasil evaluasi dari RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo.
d. Untuk produk elektromedik, pastikan keamanan dengan melampirkan data
hasil uji sesuai dengan persyaratan IEC 60601 mengenai keselamatan listrik.
e. Untuk kelas I, sertifikat CE dapat menggantikan CoA dan proses produksi.
Evaluasi dan penilaian data dilaksanakan oleh tim penilai alat kesehatan.
Untuk alat kesehatan dengan teknologi baru, maka dilakukan evaluasi oleh tim
ahli yang terdiri dari pakar di bidangnya. Bila hasil penilaian dan keputusan
pendaftaran dinyatakan lengkap maka akan dikeluarkan nomor registrasi/izin edar.
Sedangkan, bila dinyatakan kurang atau tidak lengkap makan dapat diberikan
kesempatan untuk melengkapi data yang kurang dalam jangka waktu selambat-
lambatnya 3 bulan terhitung mulai tanggal pemberitahuan. Jika sampai pada batas
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
29
Universitas Indonesia
waktu yang ditentukan pemohon tidak melengkapi data maka pendaftaran akan
ditolak.
Nomor registrasi akan dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik
Indonesia setelah permohonan izin edar telah disetujui. Nomor registrasi terdiri
dari 11 digit dengan keterangan sebagai berikut :
Digit 1 : kelas
Digit 2,3 : kategori
Digit 4,5 : sub kategori
Digit 6,7 : tahun pemberian izin (dibalik)
Digit 8 sampai 11 : nomor urut pendaftaran
Alat Kesehatan Dalam Negeri : AKD
Alat Kesehatan Impor : AKL
PKRT Impor : PKL
PKRT Dalam Negeri : PKD
Contoh nomor izin edar alat kesehatan : AKL 21104900078
AKL : Alat Kesehatan Luar Negeri
Digit 1 (Angka 2) : kelas 2 (resiko sedang)
Digit 2,3 (Angka 11) : Peralatan obstetrik dan ginekologi (OG)
Digit 4,5 (Angka 04) : Peralatan obstetrik dan ginekologi bedah
Digit 6,7 (Angka 90) : tahun pemberian izin (dibalik) 2009
Digit 8-11 (Angka 0078) : nomor urut pendaftaran 0078
Alat ini adalah alat kesehatan luar negeri (AKL), termasuk kelas 2 dan
didaftarkan pada tahun 2009. Untuk penentuan/penilaian kelas, kategori dan sub
kategori alat kesehatan mengacu pada Code of Federal Regulation (CFR).
Contoh nomor izin edar PKRT : PKD 20305700520
PKD : PKRT dalam negeri
Digit 1 (Angka 2) : kelas 2 (sedang)
Digit 2,3 (Angka 03) ` : kategori 3 (pembersih)
Digit 4,5 (Angka 05) : sub kategori 5 (pembersih kloset)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
30
Universitas Indonesia
Digit 6,7 (Angka 70) : tahun pemberian izin (dibalik) 2007
Digit 8-11 (Angka 0520) : nomor urut pendaftaran 0879
Contoh nomor registrasi diatas adalah perbekalan kesehatan rumah tangga
dalam negeri (PKD), termasuk kelas 2, kategori pembersih, subkategori
pembersih kloset, dan didaftarkan pada tahun 2007.
Pencabutan nomor pendaftaran/izin edar dan memerintahkan penarikan dari
peredaran alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar merupakan wewenang
dari pemerintah, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan. Pendaftaran/izin edar produk berlaku selama 5 (lima) tahun
terhitung sejak pertama kali diterbitkan atau sesuai dengan masa penunjukan
keagenan masih berlaku dan dapat diperbaharui sepanjang memenuhi
persyaratan..
Jika dalam masa peredarannya terdapat penambahan atau perubahan pada
produk yang telah diizin edar tersebut, seperti: nama, penandaan, kemasan,
penambahan ukuran kemasan, dan lain-lain, maka produk tersebut harus
didaftarkan kembali, produk tidak perlu mengganti nomor izin edar (masih dapat
memakai nomor izin edar yang lama). Namun, jika terjadi perubahan formula
maka produk harus didaftarkan lagi ke Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan) dan nomor
izin edar lama tidak berlaku lagi (diganti dengan nomor izin edar baru).
3.7.4 Pelayanan Surat Keterangan (Depkes RI, 2009)
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan selain memberikan
pelayanan pengajuan sertifikat produksi, izin edar dan izin penyalur, juga
memberikan pelayanan surat keterangan. Berikut adalah beberapa surat
keterangan yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alkes :
3.7.4.1 Certificate Of Free Sale (CFS)
CFS adalah surat keterangan bahwa produk alkes / PKRT yang akan diekspor
telah terdaftar pada Departemen Kesehatan RI dan telah beredar di Indonesia.
Ketentuan pemberian CFS, antara lain:
a. Perusahaan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Kesehatan RI cq
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat kesehatan.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
31
Universitas Indonesia
b. CFS diberikan kepada pemilik sertifikat produksi alat kesehatan/PKRT dan
izin edar yang masih berlaku
c. CFS diberikan untuk 1 kali permohonan dan satu negara tujuan
d. Masa berlaku CFS adalah 1 tahun sejak tanggal diterbitkan
e. Proses Surat Keterangan Ekspor alat kesehatan/PKRT diberikan dalam waktu
selambat-lambatnya 3 hari kerja
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan CFS, yaitu :
a. Surat permohonan ditandatangani oleh Direktur/Penanggung Jawab Teknis
dengan mencantumkan negara tujuan.
b. Salinan surat izin edar yang masih berlaku yang mencantumkan nama produk.
c. Salinan sertifikat produksi yang masih berlaku beserta addendum
d. Salinan NPWP
e. Contoh produk jadi yang akan diekspor
3.7.4.2 Surat Keterangan Lainnya
Surat keterangan lainnya hanya diberikan untuk keperluan berikut :
a. Produk alat kesehatan / PKRT untuk penelitian dan pendidikan
b. Bahan atau komponen bahan baku impor untuk digunakan dalam memproduksi
alat kesehatan / PKRT yang sudah terdaftar.
c. Bahan / produk tertentu yang berdasarkan kajian bukan termasuk alat
kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang harus didaftarkan
pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia cq Direktorat Bina Produksi
dan Distribusi Alat kesehatan
d. Produk alat kesehatan yang diperlukan untuk pengujian dalam rangka
persyaratan pemberian izin edar.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan surat
keterangan tersebut yaitu :
a. Surat permohonan mendapatkan surat keterangan yang sesuai.
b. Surat perjanjian Goverment to Goverment dari pihak yang berwenang.
c. PIB
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
32
Universitas Indonesia
d. Invoice dan/atau AWB / MAWB / BL
e. Surat perjanjian kerjasama antara donator dan penerima (untuk point a)
f. Surat protokol pengujian (point b)
g. Surat persetujuan dari komite medik rumah sakit yang mencantumkan nama
pasien pengguna (poin f)
h. Surat pernyataan dokter penanggung jawab
i. Izin edar dan izin produksi terkait produk yang dimaksud (poin c)
j. Katalog / brosur / data pendukung lainnya mengenai produk tersebut
3.8. Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan
dan PKRT
3.8.1 Pembinaan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT (Kemenkes, 2010)
Pembinaan yang dilakukan dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan
PKRT bertujuan untuk
a. memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat kesehatan dan PKRT yang
memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan;
b. melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan alat kesehatan dan PKRT
yang tidak tepat atau tidak memenuhi persyaratan, mutu, keamanan, dan
kemanfaatan; dan
c. menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu, keamanan dan
kemanfaatan alat kesehatan dan PKRT.
Pembinaan keamanan alat kesehatan dan PKRT dilakukan dalam berbagai
bidang, antara lain :
a. Informasi produk
b. Perdagangan
c. Sumber daya manusia dan
d. Pelayanan kesehatan
e. Periklanan
3.8.2 Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT
Penggunaan alat kesehatan dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan
dan membahayakan kesehatan sehingga dapat merugikan pasien atau operator alat
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
33
Universitas Indonesia
tersebut. Oleh karena itu, pengawasan perlu dilakukan untuk dapat menjamin
mutu, keamanan dan kemanfaatan dari produk baik pre market maupun post
market. Pengawasan ini dilaksanakan baik oleh pemerintah, produsen/penyalur
maupun masyarakat.
3.8.2.1 Pengawasan yang dapat dilakukan oleh pemerintah (pengawasan
eksternal), yaitu :
a. Audit terhadap informasi teknis dan klinik
b. Pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi
c. Sampling dan pengujian
d. Pengawasan penandaan iklan (Lampiran 11)
3.8.2.2 Pengawasan yang dapat dilakukan oleh produsen/penyalur (pengawasan
internal), yaitu:
a. Audit terhadap informasi alat kesehatan dan/atau PKRT yang didapat dari
sarana distribusi/penyalur
b. Pemeriksaan kembali terhadap produk untuk mengetahui kejadian yang
tidak diinginkan
c. Melaporkan kepada pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan
pemerintah daerah kabupaten/kota tentang kejadian yang tidak diinginkan
3.8.2.3 Pengawasan yang dapat dilakukan oleh masyarakat (pengawasan
eksternal), yaitu :
a. Memberdayakan masyarakat untuk mengetahui hak dan kewajibannya
terhadap alat kesehatan yang beredar.
b. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penggunaan alat
kesehatan yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan.
c. Dapat memberikan masukan kepada pemerintah dan produsen demi
peningkatan mutu.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
34
Universitas Indonesia
3.9. Jadwal Kegiatan PKPA di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan
Tabel 3.1 Jadwal kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
No. Hari dan Tanggal Jenis atau Materi Kegiatan
1. Senin, 21 Januari 2013 a. Penjelasan umum tentang struktur
organisasi Kementian Kesehatan dan
penjelasan struktur organisasi Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan oleh KaSubBag Kepegawaian
Bapak Kamid Waluyo, SH., MM.
b. Membaca buku pedoman Permenkes
1189,1190 dan1191 serta buku lain yang
terkait
2. Selasa, 22 Januari 2013 a. Membaca buku pedoman Permenkes
1189,1190 dan 1191
b. Membaca buku petunjuk teknis CPAKB,
CDAKB dan buku lain yang terkait
c. Menulis lembar disposisi surat masuk
d. Menyusun tugas umum
3. Rabu, 23 Januari 2013 a. Menginput data tentang penetapan kinerja
dan rencana kinerja tahunan
b. Menulis lembar disposisi surat masuk
c. Menyusun tugas umum
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
35
Universitas Indonesia
Tabel 3.1 (Lanjutan)
4. Jumat, 25 Januari 2013 d. Menginput data tentang penetapan kinerja
dan rencana kinerja tahunan
e. Penjelasan mengenai tata cara registrasi
Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga oleh Kasie Alat kesehatan
Nonelektromedik Ibu Dra. Nurlaili
Isnaini, MKM., Apt.
f. Penjelasan mengenai tata cara registrasi
produk diagnostik in vitro oleh Kasie
Produk diagnostik in vitro Ibu Dra. Ema
Viaza, Apt.
g. Mengerjakan tugas umum dan tugas
khusus
5. Senin, 28 Januari 2013 a. Menyusun laporan tugas umum
6. Selasa, 29 Januari 2013 a. Penjelasan mengenai registrasi online oleh
Kasie Alat Kesehatan Elektromedik Ibu
Siti Nurhasanah, S.Si, Apt
b. Menyusun laporan tugas umum
7. Rabu, 30 Januari 2013 a. Penjelasan mengenai tata cara registrasi
Alat Kesehatan dan Perbekalan Penjelasan
mengenai kebijakan regulasi Alat
Kesehatan dan PKRT, Cara Pembuatan
Alat Kesehatan yang Baik dan Cara
Distribusi Alat Kesehatan yang Baik oleh
Kasie. Standardidasi dan Sertifikasi
Produksi dan Distribusi Bapak Lupi
Trilaksono,S.Si,Apt.
b. Menyusun laporan tugas khusus
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
36
Universitas Indonesia
Tabel 3.1 (Lanjutan)
8. Kamis, 31 Januari 2013 a. Menyusun laporan tugas khusus
9. Jumat, 01 Februari 2013 a. Menyusun laporan tugas khusus
10. Senin, 04 Februari 2013 a. Menyusun laporan tugas khusus
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
37 Universitas Indonesia
BAB 4PEMBAHASAN
Alat kesehatan (alkes) dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT)
merupakan suatu kebutuhan masyarakat yang umumnya tidak dapat dipisahkan
dengan kehidupan sehari-hari. Jenis dan jumlah alat kesehatan dan PKRT yang
beredar dan digunakan oleh masyarakat semakin bertambah dan berkembang seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga masyarakat perlu
dilindungi kesehatan dan keselamatannya terhadap kesalahgunaan, penyalahgunaan
dan penggunaan alat kesehatan dan PKRT yang tidak memenuhi persyaratan. Oleh
karena itu, perlu adanya jaminan mutu, keamanan dan manfaat terhadap alat
kesehatan dan PKRT yang beredar sehingga sampai ke pengguna (masyarakat)
memenuhi persyaratan yang sama dengan saat diproduksi.
Pengendalian dan pengawasan keamanan alat kesehatan dan PKRT harus
diawasi, salah satunya pengawasan oleh pemerintah. Pengawasan oleh pemerintah
meliputi audit terhadap informasi teknis dan klinik, pemeriksaan terhadap sarana
produksi dan distribusi,sampling dan pengujian, dan pengawasan penandaan iklan.
Dalam hal ini, pemerintah harus menetapkan kebijakan tentang alat kesehatan dan
PKRT yang bertujuan untuk meningkatkan akses terhadap produk yang bermutu
(high quality), produk yang terjangkau (affordable), melalui penggunaan yang aman
dan sesuai (safe and appropriate use), serta pemusnahannya (disposal).
Kementerian Kesehatan merupakan institusi pemerintah yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Presiden serta dipimpin oleh Menteri Kesehatan.
Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang
kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan
pemerintahan negara di Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan merupakan salah satu Direktorat Jenderal yang berada di bawah
Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan
standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
38
Universitas Indonesia
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan membawahi empat Direktorat yakni
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan
Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, serta
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian yang masing-masing direktorat
tersebut mempunyai tugas pokok dan fungsi masing-masing.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT. Jumlah pegawai yang
terdapat di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ini adalah lima
puluh sembilan orang, dimana terdiri dari pegawai tetap sebanyak 39 orang dan 20
pegawai honorer. Kegiatan operasional dilakukan pada hari Senin hingga Jum’at, dan
dimulai pukul 08.00 hingga 16.00 WIB. Sistem absensi dilakukan dengan
menggunakan finger print. Seragam dinas kepemerintahan digunakan setiap hari
Senin dan Kamis, hari Selasa dan Jumat menggunakan batik, sedangkan hari Rabu
menggunakan baju bebas yang rapi serta sopan. Sumber daya manusia yang ada
terdiri dari tenaga farmasis, profesi apoteker, dokter maupun hukum.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri dari empat
subdirektorat, yaitu: Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat Penilaian
Produk Diagnostik dan PKRT, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT,
serta Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi. Masing-masing subdirektorat
dikepalai oleh satu orang kepala subdit yang membawahi dua orang kepala seksi.
Pembagian subdirektorat ini berdasarkan tugas pokok dan fungsi yang sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor.
1144/MENKES/PER/VIII/2010.
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan terdiri dari Seksi Alat Kesehatan
Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik. Pada struktur organisasi
terdahulu, dua seksi tersebut berada dalam subdirektorat yang berbeda. Perubahan
struktur organisasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan efisiensi kinerja sesuai
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
39
Universitas Indonesia
dengan spesifikasi dari kedua jenis alat kesehatan tersebut. Kedua seksi tersebut
melaksanakan tugas sesuai dengan spesifikasi alat kesehatan tersebut.
Alat kesehatan merupakan instrument, aparatus, mesin, dan/atau implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan
kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi
tubuh. Alat kesehatan dapat juga mengandung obat yang tidak mencapai kerja utama
pada atau dalam tubuh manusia melalui proses farmakologi, imunologi, atau
metabolisme tetapi dapat membantu fungsi yang diinginkan dari alat kesehatan
dengan cara tersebut.
Alat kesehatan elektromedik adalah alat kesehatan yang dalam
penggunaannya menggunakan teknik listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit
elektronik) sebagai pengontrol kerja dari alat, baik untuk diagnostik, monitoring
maupun terapi. Sedangkan alat kesehatan non elektromedik merupakan alat kesehatan
yang dalam pengginaannya tidak menggunakan tenaga listrik. Alat kesehatan
elektromedik terdiri atas alat kesehatan elektromedik radiasi dan non radiasi, yang
dalam penggunaannya dapat atau tidak memancarkan radiasi pengion atau zat
radioaktif. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh produsen alat kesehatan
elektromedik adalah mempunyai bengkel untuk reparasi atau workshop dan
mempunyai izin dari BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir) jika alat yang
hendak diedarkan menggunakan radiasi atau x-ray. Selain itu pada pelayanan izin
penyalur alat kesehatan elektromedik dipersyaratkan bahwa penyalur diwajibkan
untuk memiliki bengkel. Hal tersebut merupakan salah satu upaya dalam peningkatan
mutu dari alat kesehatan.
Alat kesehatan non elektromedik adalah alat kesehatan yang dalam
penggunaannya tidak menggunakan tenaga listrik. Alat kesehatan non elektromedik
terdiri atas alat kesehatan nonelektromedik steril (contoh: jarum suntik, kasa steril,
benang bedah, iv kateter, dan infuse set) dan non steril (contoh: plester, timbangan
bayi, kursi roda manual, stetoscope). Penggunaan alat kesehatan ini beberapa ada
yang dapat dilakukan oleh orang biasa (bukan tenaga ahli), sehingga cara
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
40
Universitas Indonesia
penggunaannya harus dicantumkan pada alat kesehatan atau tertera pada kemasan.
Namun beberapa alat kesehatan non elektromedik juga memerlukan tenaga ahli
seperti penggunaan implant jantung yang sangat beresiko apabila penggunaannya
tidak menggunakan bantuan tenaga ahli.
Alat kesehatan dan PKRT diklasifikasikan berdasarkan resiko penggunaannya
sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor.1190/MENKES/PER/VIII/2010.
Untuk alat kesehatan, yang termasuk dalam Kelas I yaitu alat kesehatan yang
kegagalan atau salah penggunaannya tidak menyebabkan akibat yang berarti.
Penilaian untuk alat kesehatan ini dititikberatkan hanya pada mutu dan produk. Alat
kesehatan Kelas II dibagi atas Kelas IIa dan Kelas IIb. Kelas IIa yaitu alat kesehatan
yang kegagalan atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang berarti
kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang serius. Alat kesehatan ini
sebelum beredar perlu mengisi dan memenuhi persyaratan yang cukup lengkap untuk
dinilai tetapi tidak memerlukan uji klinis. Kelas IIb yaitu alat kesehatan yang
kegagalannya atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang sangat berarti
kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang serius. Alat kesehatan ini
sebelum beredar perlu mengisi dan memenuhi persyaratan yang lengkap termasuk
analisa resiko dan bukti keamanannya untuk dinilai tetapi tidak memerlukan uji
klinis. Kelas III yaitu alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya dapat
memberikan akibat yang serius kepada pasien atau perawat/operator. Alat kesehatan
ini sebelum beredar perlu mengisi formulir dan memenuhi persyaratan yang lengkap
termasuk analisa resiko dan bukti keamanannya untuk dinilai serta memerlukan uji
klinis.
Alat kesehatan dibagi ke dalam kategori dan sub kategori yang mengikuti
code of federal registration dari Amerika karena penilaiannya bagus dibandingkan
dengan penilaian yang dilakukan Eropa. Pembagiannya terdiri dari peralatan kimia
klinik dan toksikologi klinik; peralatan hematologi dan toksikologi klinik; peralatan
imunologi dan mikrobiologi; peralatan anestesi; peralatan kardiologi; peralatan gigi;
peralatan telinga, hidung dan tenggorokan (THT); peralatan gastroenterology-urology
(GU); peralaatn Rumah Sakit Umum dan perorangan (RSU & P); peralaatn
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
41
Universitas Indonesia
neurologi; peralaatn obstetrik dan ginekologi (OG); peralatan mata; peralatan
ortopedi; peralatan kesehatan fisik; peralaatn radiologi; peralatan bedah umum dan
bedah plastik.
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga (PKRT) merupakan subdit yang menilai produk diagnostik invitro
dan PKRT. Subdirektorat ini terdiri atas dua seksi, yaitu Seksi Produk Diagnostik In
vitro dan Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Kegiatan yang dilakukan
adalah menilai dan memberikan izin edar sebelum diedarkan di wilayah Republik
Indonesia baik produk yang berasal dari luar negeri maupun dalam negeri. Penilaian
ini bertujuan untuk dapat menentukan apakah produk diagnostik invitro dan PKRT
yang akan beredar telah memenuhi persyaratan yang berlaku dalam rangka menjamin
keamanan, mutu, dan manfaat produk tersebut. Penilaian dilakukan terhadap data
administrasi dan data teknis. Data administrasi meliputi formulir pendaftaran,
sertifikat produksi (produksi dalam negeri), IPAK (Izin Penyalur Alat Kesehatan),
surat penunjukan sebagai agen tunggal, surat kuasa untuk mendaftar, certificate of
free sale (untuk produk impor), dan surat pernyataan kepemilikan merek (produk
dalam negeri). Data teknis meliputi formula/kompisisi, prosedur pembuatan,
spesifikasi produk jadi, Certificate of Analysis (CoA), kestabilan, uji fungsi alat,
penandaan serta penanganan komplain.
Produk diagnostik in vitro adalah alat kesehatan yang digunakan untuk
pemeriksaan spesimen dari dalam tubuh manusia secara in vitro yang dapat
menyediakan informasi untuk diagnosa, pemantauan atau gabungan. Produk ini
termasuk reagen, kalibrator, bahan kontrol, penampung spesimen, software, dan
instrumen atau alat atau bahan kimia lain yang terkait, misalnya alat tes gula darah,
tes kehamilan muda, tes asam urat, alat tes kimia klinik, hematology analyzer.
Produk diagnostik in vitro dibagi dalam 4 kategori yaitu peralatan kimia
klinik dan toksikologi klinik, peralatan hematologi dan patologi, peralatan imunologi
dan mikrobiologi dan peralatan obstetrik dan ginekologi. Registrasi alat kesehatan
diagnostik invitro kelas III (misalnya untuk penyakit HIV atau flu burung) harus
menyertakan uji klinis dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Berbeda
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
42
Universitas Indonesia
dengan jenis alat kesehatan lainnya, produk diagnostik in vitro memiliki kekhasan
tersendiri. Sebagian produk memiliki persyaratan penyimpanan suhu dan kelembapan
bahkan ada produk yang harus disimpan pada suhu 2-8OC, serta rentan terhadap
perubahan suhu dan kelembapan sehingga kondisi penyimpanan dan distribusi sangat
mempengaruhi kualitas produk. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penilaian produk
diagnostik sebelum diberikan izin edar.
Selain produk diagnostik in vitro, PKRT juga harus diregistrasi terlebih
dahulu. PKRT adalah alat, bahan atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan
perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan peliharaan, rumah
tangga dan tempat-tempat umum. PKRT dibagi kedalam 7 kategori yaitu tissue dan
kapas, sediaan untuk mencuci, pembersih, alat perawatan bayi, antiseptika dan
desinfektan, pewangi dan pestisida rumah tangga. Pembagian kelas untuk PKRT
sama dengan kelas untuk alat kesehatan yaitu kelas I (resiko rendah), kelas II (resiko
sedang), dan kelas III (resiko tinggi). Produk PKRT banyak digunakan oleh
konsumen dan beberapa diantaranya mengandung bahan berbahaya seperti pestisida
sehingga penting untuk dilakukan penilaian produk PKRT sebelum diberikan izin
edar.
Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta
bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi
alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat ini memiliki
terdiri atas Seksi Inspeksi Produk dan Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi.
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan
penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan
distribusi alat kesehatan dan PKRT. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi terdiri
atas Seksi Standardisasi Produk dan Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan
Distribusi. Keduanya mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
43
Universitas Indonesia
pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta
bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang
standardisasi produk alat kesehatan dan PKRT (Seksi Standardisasi Produk) atau di
bidang standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT
(Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi)..
Alat Kesehatan dan PKRT yang telah diberikan izin edar harus dipastikan
bahwa produk tersebut sesuai dengan persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat
sampai produk tersebut sampai di tangan pengguna. Pengawasan alat kesehatan dan
PKRT tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah semata, namun memerlukan
kerjasama aktif perusahaan (produsen dan distributor), pengguna dan masyarakat.
Mekanisme pengawasan terdiri dari 5 kegiatan, yaitu inspeksi sarana produksi dan
distribusi, post market surveilance dalam bentuk sampling dan pengujian,
pengawasan promosi iklan, surveilance terhadap efek samping yang tidak diinginkan
dan tindak lanjut terhadap hasil temuan pada kegiatan pengawasan. Pengawasan
tersebut dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan alokasi biaya, waktu, dan pengaturan
tugas pelaksanaan. Kegiatan pengawasan oleh pemerintah dilakukan dengan
memberdayakan pemerintah daerah yaitu provinsi dan juga kabupaten/kota dengan
bimbingan dari pemerintah pusat. Pemerintah juga bersama-sama dengan produsen
dan distributor melakukan PMS (Post Market Surveilance) yang dimana merupakan
kegiatan pengumpulan informasi secara pro aktif mengenai keamanan, kualitas, dan
manfaat setelah alat tersebut diedarkan.
Selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, terlihat banyaknya permohonan registrasi
serta pelaporan terhadap pendistribusian alat kesehatan dan PKRT yang masuk ke
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan tidak sebanding dengan
jumlah tenaga kerja yang menanganinya. Oleh karena itu, diperlukan penambahan
tenaga kerja untuk meningkatkan kecepatan pelayanan. Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan telah menerapkan sistem online sehingga memudahkan
produsen dan distributor untuk melakukan registrasi dan pengurusan permohonan
perizinan baik izin produksi, izin penyalur, dan izin edar. Namun, sistem online
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
44
Universitas Indonesia
tersebut terkadang tidak dapat diakses atau mengalami kesulitan dalam meng-upload
berkas-berkas yang diperlukan di beberapa wilayah di Indonesia, sehingga beberapa
produsen atau distributor harus datang langsung ke Kementerian Kesehatan. Oleh
karena itu, perlu dilakukan peninjauan hal-hal yang menyebabkan jangkauan sistem
online tersebut yang tidak menyeluruh. Selain itu, diperlukan sosialisasi yang lebih
luas terhadap produsen dan distributor terhadap persyaratan yang diperlukan dalam
melakukan produksi, distribusi, dan registrasi produk alat kesehatan dan PKRT.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
45 Universitas Indonesia
BAB 5KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Menteri Kesehatan membawahi beberapa Direktorat Jenderal dan Sekretariat
Jenderal. Direktorat tersebut adalah Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Farmasi, Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan serta Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian
b. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan membawahi
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan; Subdirektorat Penilaian Produk
Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; Subdirektorat
Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi; Subbagian Tata Usaha; dan
Kelompok Jabatan Fungsional. Direktorat ini berperan dalam
menyelenggarakan upaya kesehatan melalui penilaian, pembinaan,
pengendalian, dan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan
dengan pengamanan alat kesehatan dan perbekalan rumah tangga.
Pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan adalah pelayanan sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan,
dan izin edar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
c. Apoteker berperan sebagai tim penilai yang mengevaluasi berkas
permohonan sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, dan izin
edar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
5.2 Saran
a. Penambahan jumlah tenaga kerja sehingga mempermudah dan
meringankankan beban kerja staf dan pegawai.
b. Mengkaji permasalahan yang menyebabkan ketidakmerataan pengaksesan
sistem registrasi atau pengajuan permohonan perizinan secara online atau
kesulitan dalam memasukkan berkas-berkas yang diperlukan ke dalam
sistem tersebut di beberapa wilayah di Indonesia.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
46
Universitas Indonesia
c. Sosialisasi lebih luas mengenai persyaratan produksi, distribusi, dan
registrasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga kepada
produsen dan distributor.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
47Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(2009). Pedoman Penilaian Alat Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian danAlat Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. (2012). Pedoman PengawasanAlat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: KementerianKesehatan RI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Rencana Strategis KementerianKesehatan Republik Indonesia Tahun 2010-2014. Jakarta: Kementerian KesehatanRepublik Indonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri KesehatanRepublik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Organisasi danTata Kerja Kementrian Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RepublikIndonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Peraturan Menteri KesehatanRepublik Indonesia No. 1189/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Produksi AlatKesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Direktorat Jenderal BinaKefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RepublikIndonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010d). Peraturan Menteri KesehatanRepublik Indonesia No. 1190/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Izin Edar AlatKesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: KementerianKesehatan Republik Indonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010e). Peraturan Menteri KesehatanRepublik Indonesia No. 1191/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang PenyaluranKesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta:Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
48
Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan RI
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
49
Lampiran 2. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
50
Lampiran 3. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
51
Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
52
Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
53
Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
54
Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
55
Lampiran 8. Struktur Lengkap Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
SUBBAGIANTATA USAHA
Lucia Dina Kombong, SH, MSi
KASUBDITINSPEKSI ALKES DAN PKRT
Drs. Rahbudi Helmi,Apt, MKM.
DIREKTURBINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI
ALAT KESEHATANDrg. Arianti Anaya I, MKM.
KASUBDITSTANDARDISASIDAN SERTIFIKASI
Dra.Lili Sa’diah Jusuf, Apt
KASIEINSPEKSI PRODUK
Hasnil Randa Sari, S.Si, Apt
KASIE INSPEKSISARANA PRODUKSI
DAN DISTRIBUSIDra. Ninik Hariyati, Apt
KASIESTANDARDISASI
PRODUKIsmiyati, S.Si, Apt
SEKSI STANDARDISASIDAN SERTIFIKASI
PRODUKSI DAN DISTRIBUSILupi Trilalaksono, S.Si, Apt.
KELOMPOKJABFUNG
KASUBDITPENILAIAN PRODUK DR
DAN PKRTDra.Rully Makarawo, Apt.
KASIEPRODUK DR
Dra.Ema Viaza, Apt
KASIEPRODUK PKRT
Nurhidayat, S.Si, Apt
KASUBDITPENILAIAN ALKES
Drs. Masrul, Apt
KASIE ALKESELEKTROMEDIKSiti Nurhasanah,
S.Si, Apt
KASIE ALKES NONELEKTROMEDIK
Dra. Nurlaili Isnaini, Apt,MKM
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
56
Lampiran 9. Formulir Permohonan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan /
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT).
PERMOHONAN SERTIFIKAT PRODUKSI ALAT KESEHATAN
/PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA
Saya yang bertanda tangan dibawah ini mengajukan permohonan sertifikat produksi
Alat Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
1. Nama Pemohon :
Alamat Pemohon :
2. Nama Pabrik :
Alamat Pabrik :
3. Badan Usaha :
4. NPWP :
SIUP :
TDI :
5. Status Permodalan :
6. Alamat Surat menyurat dan :
Nomor Telepon
Alamat Gudang :
7. Jenis yang akan diproduksi :
8. Nama Penanggung Jawab :
Teknis Produksi
9. Pendidikan Penanggung :
Jawab Produksi
Pas foto pemohon Pemohon, Tanda Tangan
Stempel Perusahaan (.......................)Materai 6000
BerwarnaUkuran 4 x 6
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
57
Lampiran 10. Tata Cara Pengajuan Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan
Formulir 1
Nomor :
Lampiran : .......... lembar
Perihal : Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan
Kepada Yth,
Direktur Jenderal .............................
Kementerian Kesehatan RI
JI. HR Rasuna Said Blok X5 Kav. 4-9
di -
JAKARTA.
Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin Penyalur
Alat Kesehatan dengan data-data sebagai berikut
1. Pemohon
a. Nama Pemohon : ………………….......
b. Alamat dan Nomor Telpon : ………………….......
2. Perusahaan
a. Nama badan hukum : ………………………..
b. Alamat Kantor dan Nomor Telepon : ………………………..
c. Alamat Gudang dan Nomor Telpon : ………………………..
d. Alamat Bengkel / Workshop : ………………………..
Nomor Telepon : ………………………..
e. Akte Notaris Pendirian Perusahaan
yang telah disahkan oleh
Kementerian Hukum dan HAM (terlampir) : ………………………..
f. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) : ………………………..
g. Nomor Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP): …….…………..
h. Pimpinan Perusahaan : ………………………..
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
58
(Daftar nama Direksi & Dewan Komisaris terlampir)
3. Penanggung Jawab Teknis :
a. Nama : ………………….........
b. Ijazah : ……………………….
c. Surat Perjanjian Kerja sebagai : ………………………..
Penanggung Jawab Teknis (terlampir)
d. Sertifikat penunjang : ……………………….
4. Tenaga Teknisi:
a. Nama : ……………………….
b. Ijazah : ……………………….
c. Sertifikat Penunjang PJT : ……………………….
5. Lampiran berupa:
a. Peta Lokasi & Denah Bangunan : ………………………
b. Jenis/macam alat kesehatan
yang akan diedarkan : ………………………
Demikianlah permohonan kami, atas perhatian dan persetujuan Bapak kami
ucapkan terima kasih.
………………………
Pemohon,
Materai
( ……………………….. )
Tembusan Kepada Yth;
1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
59
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
60
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
61
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
62
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
63
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
64
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
65
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
66
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
67
Lampiran 11. Laporan pengawasan iklan DinKes Propinsi/Kabupaten/Kota
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
68
Lampiran 12. Laporan pengawasan iklan DitJen Bina Kefarmasian dan AlatKesehatan
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
69
Lampiran 13. Alur kerja untuk petugas Propinsi/Kabupaten/Kota
Produk tidak terdaftar
Surat edaran
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
70
Lampiran 14. Alur kerja untuk pekerja pusat
Produk tidak terdaftar
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
71
Lampiran 15. Blanko perubahan/perpanjangan izin edar
BLANKO PERUBAHAN/PERPANJANGAN IZIN EDAR
Nama Produk :
Jenis Produk :
Kategori :
Sub Kategori :
Bentuk Sediaan / warna :
Kemasan :
Nama Pabrik :
Nama Pendaftar :
Atas Dasar Lisensi :
Kelengkapan Data :
Form Perubahan DataPenandaan Lama : L / TLPenandaan Baru : L / TLDokumen Lain
No. Reg Lama : L / TLSurat Permohonan : L / TLSurat Pernyataan tidak ada yang berubah : L / TLSurat Pernyataan / Laporan Efek Samping : L / TL
Kesimpulan : L / TL
Pemeriksa Kasie Ka Subdit
( ) ( ) ( )
KEMENKES RI PK
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
72
Lampiran 16a. Blanko penilaian perubahan/perpanjangan izin edar
HASIL PEMERIKSAAN PERMOHONAN PENDAFTARANPERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA
Nomor Registrasi :Tanggal / No pendafataran :
Nama pemeriksa :Tanggal Pemeriksaan :
Nama PKRT :
Kategori :Sub kategori :
Bentuk sediaan / Warna :Kemasan, Netto :
Nama Pabrik :Alamat Pabrik :
Nama Pendaftar :Alamat Pendaftar :
Atas dasar lisensi dari :
Hasil Pemeriksaan Data Lengkap Kurang lengkap
1. Data Administrasi2. Formula dan cara pembuatan3. Spesifikasi bahan baku dan wadah4. Spesifikasi produk jadi dan stabilitas5. Kegunaan dan cara penggunaan6. Penandaan
Kesimpulan Hasil Pemeriksaan : 1. Lengkap2. Kurang lengkap
Kasie Penilai
(……………………) (………………)
Ka Sub Dit Saran:1. Disetujui2. Disetujui dengan melengkapi data3. Menambah data4. Ditolak
_____________________NIP
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
73
Lampiran 16b. Blanko pemeriksaan perubahan/perpanjangan izin edar (lanjutan)
Lampiran 16c. Blanko perubahan/perpanjangan izin edar (lanjutan)
PEMERIKSAAN DATA TEKNIS
1. No. urut :
2. Tanggal Pemeriksaan :
3. Nama Pemeriksa :
Nama PKRT :
Bentuk / warna / kemasan / netto :
II Administrasi Lengkap Tidak
A PRODUK IMPOR
1. Ijin Usaha Penyalur PKRT
1.1 Mencantumkan Nama Pabrik/Merek
1.2 Mencantumkan Nama Jenis
2. Surat kuasa untuk mendaftar ke Depkes RI
2.1 Jenis Produk
2.2 Jangka Waktu
3. Keterangan pejabat setempat yang berwenang
dan telah dilegalisir oleh KBRI/Kepala pabrik yang
telah dilegalisir Pejabat yang berwewenang & KBRI
4. Surat penunjukkan sebagai agen tunggal atau distributor
tunggal dari pabrik induk
B PRODUK DALAM NEGERI
1. Ijin Produksi dan lampirannya
1.1. Masih Berlaku
**Surat keterangan dari Komisi Pestisida untuk produk
yang mengandung pestisida
(produk impor dan dalam negeri)
1.1 Izin penggunaan Pestisida dari Deptan
1.2 Penandaan yang disetujui Komisi Pestisida
III Lampiran AA
1. Formula (kualitatif dan kuantitatif) dan fungsi bahan
2. Prosedur pembuatan secara singkat dan lengkap
3. Nama Resmi / Nama Kimia
4. Pemeriksaan bahan yang dilarang/melebihi kadar
IV Lampiran BB
1. Spesifikasi setiap bahan baku
2. Sertifikat uji laboratorium dari bahan
3. Spesifikasi wadah dan tutup
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
74
Lampiran 16c. Blanko perubahan/perpanjangan izin edar (lanjutan)
Lengkap Tidak
V Lampiran CC
1. Spesifikasi dan prosedur pemeriksaan produk jadi
2. Stabilitas produk jadi dan batas kadaluarsa (jika ada)
3. Hasil uji Lab Produk Jadi (SNI)
IV Lampiran DD
1. Kegunaan, cara penggunaan, peringatan, ket lain
2. Contoh kode produksi
3. Contoh produk (2 buah)
VII PENANDAAN (wadah, bungkus, brosur)
1. Nama dagang/merek dan nama jenis
2. Nama produsen
3. Alamat produsen
4. Nama distributor (produk impor)
5. Alamat distributor (produk impor)
6. Penempatan No. Registrasi
7. Kode Produksi
8. Tanggal Kadaluwarsa
9. Netto dalam satuan metriK
10. Nama dan kadar bahan aktif
11. Warna desain penandaan
12. Kegunaan dan cara penggunaan dalam
bahasa Indonesia
13. Peringatan untuk Aerosol
14. Keterangan cara penanggulangan bila terjadi
kecelakaan
15. Klain sesuai dengan data yang ada
DATA YANG HARUS DILENGKAPI
+
+
+
+
+
-
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
+
-
-
-
-
-
-
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
i
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS KERJA PROFESI APOTEKERDI DIREKTORAT BINA PRODUKSI
DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATANDIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN
DAN ALAT KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 21 JANUARI – 04 FEBRUARI 2013
PENGKAJIAN CAIRAN PEMBERSIH KONTAK LENSASEBAGAI ALAT KESEHATAN KELAS II
PRAWITA LINTANG LARASATI, S. Farm1206313500
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKJULI 2013
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HalamanHALAMAN JUDUL ..................................................................................... iDAFTAR ISI ....................................................................................... iiDAFRAT TABEL................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 11.1 Latar Belakang ............................................................................. 11.2 Tujuan ........................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 32.1 Alat Kesehatan .............................................................................. 32.2 Klasifikasi Alat Kesehatan ............................................................ 42.3 Pembagian Kategori dan Sub Kategori Alat Kesehatan ............... 52.4 Code of Federal Regulation (CFR) ............................................... 82.5 Cairan Pembersih Lensa Kontak .................................................. 9
BAB 3 METOLOGI TUGAS KHUSUS....................................................... 183.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan ................................................... 183.2 Pencarian Pustaka.......................................................................... 18
BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................ 194.1 Pembersih Lensa Kontak............................................................... 194.2 Fungsi dan Formula Dasar Cairan Pembersih Lensa Kontak ....... 194.3 Efektifitas dari Cairan Pembersih Lensa Kontak .......................... 204.4 Komplikasi .................................................................................... 21
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 235.1 Kesimpulan ................................................................................ 235.2 Saran ......................................................................................... 23
DAFTAR ACUAN ......................................................................................... 24
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Alat Kesehatan .............................................................. 5Tabel 2.2 Beberapa Organisme Yang Dapat Dibunuh Oleh Desinfektan..... .. 13Tabel 2.3 Komponen Pada Cairan Pembersih Lensa Kontak dan Fungsinya . 14
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak setiap orang dalam memperoleh akses atas
sumber daya di bidang kesehatan. Setiap orang mempunyai hak dalam
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Menurut
Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Upaya kesehatan merupakan kegiatan memelihara dan meningkatkan kesehatan
yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencgahan penyakit (preventif), penyembuhan
penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan
secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.
Pada saat ini alat kesehatan yang beredar dan digunakan masyarakat
semakin bertambah dan merupakan suatu kebutuhan masyarakat yang tidak
dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Peningkatan peredaran alat
kesehatan tersebut memerlukan pengawasan dan pengamanan agar tidak
menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap kesehatan masyarakat. Oleh karena
itu, diperlukan regulasi yang berorientasi pada alkes dengan jaminan mutu,
keamanan, dan manfaat. Hal ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
produk yang tidak memenuhi syarat, penggunaan yang salah maupun
penyalahgunaan pemakaian. (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan, 2012)
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas
kesehatan dan perbekalan melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian
bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan
rumah tangga (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b).
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
2
Universitas Indonesia
Seksi alat kesehatan non elektromedik yang merupakan salah satu bagian
dari Sub Direktorat Penilaian Alat Kesehatan memiliki peran yang sangat penting
dalam melakukan penilaian alat kesehatan non elektromedik baik produk dalam
negeri maupun impor, apakah produk tersebut telah memenuhi persyaratan dan
dapat diberikan izin edar untuk beredar di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini
dilakukan untuk melindungi masyarakat Indonesia dari produk alat kesehatan
yang tidak aman, tidak bermutu dan tidak bermanfaat.
Beberapa tahun terakhir ini, tren penggunaan lensa kontak semakin marak.
Lensa kontak sudah menjadi gaya hidup. Orang tidak lagi mengenakannya
sekadar alat bantu penglihatan, tapi juga untuk mempercantik penampilan
Meningkatnya penggunaan lensa kontak, berbanding lurus dengan meningkatnya
juga penggunaan pembersih lensa kontak sebagai cairan perawatan untuk
menjaga lensa kontak agar tetap bersih dan bebas bakteri. Banyaknya varian
pembersih lensa kontak yang dijual dengan harga murah menimbulkan
kekhawatiran tersendiri. Hakikatnya fungsi dari cairan pembersih lensa kontak
adalah untuk mencuci, membersihkan, dan perendam lensa kontak. Cairan
pembersih lensa kontak diformulasikan untuk menggantikan cairan air mata yang
berkurang seiring dengan penggunaan lensa kontak (Contact Lens Spectrum,
2010). Oleh karena itu penting dilakukan pengkajian mengenai cairan pembersih
lensa kontak dan penggunaannya sebagai alat kesehatan kelas II sebelum
diedarkan agar masyarakat terlindung dari bahaya tersebut.
1.2 Tujuan
Mengkaji cairan pembersih lensa kontak dan penggunaannya sebagai alat
kesehatan kelas II
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
3 Universitas Indonesia
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Alat Kesehatan
Menurut Permenkes No.1189/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Produksi Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, alat kesehatan adalah
instrumen, apparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang
digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan
penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Alat kesehatan dapat juga
mengandung obat yang tidak mencapai kerja utama pada atau dalam tubuh
manusia melalui proses farmakologi, imunologi atau metabolisme tetapi dapat
membantu fungsi yang diinginkan dari alat kesehatan dengan cara tersebut
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a).
Alat kesehatan berdasarkan tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud
oleh produsen, dapat digunakan sendiri maupun kombinasi untuk manusia dengan
satu atau beberapa tujuan sebagai berikut:
a. Diagnosa, pencegahan, pemantauan, perlakuan atau pengurangan penyakit;
b. Diagnosa, pemantauan, perlakuan, pengurangan atau kompensasi kondisi sakit;
c. Penyelidikan, penggantian, pemodifikasian, mendukung anatomi atau proses
fisiologis;
d. Mendukung atau mempertahankan hidup;
e. Menghalangi pembuahan;
f. Desinfeksi alat kesehatan;
g. Menyediakan informasi untuk tujuan medis atau diagnosis melalui pengujian in
vitro terhadap spesimen dari tubuh manusia. (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010a).
Berdasarkan fungsinya, alat kesehatan dibagi menjadi dua, yaitu alat
kesehatan elektromedik dan alat kesehatan non-elektromedik. Alat kesehatan
elektromedik merupakan alat kesehatan yang tergantung pada sumber energi dari
listrik, sedangkan alat kesehatan non elektromedik adalah alat kesehatan yang
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
4
Universitas Indonesia
dalam penggunaannya tidak menggunakan energi listrik (Departemen Kesehatan
RI, 2009).
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1184/ Menkes/Per/X/2004
tentang pengamanan alat kesehatan dan PKRT bahwa alkes dan PKRT yang
beredar atau dijual di wilayah Indonesia harus mendapat izin edar dari Menteri
Kesehatan dan memenuhi standar keamanan, mutu, dan manfaat.
2.2 Klasifikasi Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2010b).
Klasifikasi alat kesehatan berdasarkan Permenkes
1190/Menkes/Per/VIII/2010 didasarkan atas risiko yang ditimbulkan dalam
penggunaan, produk alat kesehatan dibagi menjadi 4 (empat) kelas yaitu kelas I,
kelas IIa, kelas IIb dan kelas III.
2.2.1 Kelas I
Alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya tidak
rnenyebabkan akibat yang berarti. Penilaian untuk alat kesehatan ini dititik
beratkan hanya pada mutu dan produk.
2.2.2 Kelas II
a. Kelas IIa
Alat kesehatan yang kegagalannya atau salah penggunaannya dapat
memberikan akibat yang berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan
kecelakaan yang serius. alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi dan
memenuhi persyaratan yang cukup lengkap untuk dinilai tetapi tidak memerlukan
uji klinis.
b. Kelas IIb
Alat kesehatan yang kegagalannya atau salah penggunaannya dapat
memberikan akibat yang sangat berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan
kecelakaan yang serius. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi dan
memenuhi persyaratan yang lengkap termasuk analisa resiko dan bukti
keamanannya untuk dinilai tetapi tidak memerlukan uji klinis.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
5
Universitas Indonesia
2.2.3 Kelas III
Alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya dapat
memberikan akibat yang serius kepada pasien atau perawat/operator. Alat
kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi formulir dan memenuhi persyaratan
yang lengkap termasuk analisa resiko dan bukti keamanannya untuk dinilai serta
memerlukan uji klinis.
Klasifikasi alat kesehatan beserta contoh dapat ditunjukkan pada tabel 2.1
(Departemen Kesehatan RI, 2009)
Tabel 2.1. Klasifikasi Alat Kesehatan
Kelas Tingkat risiko Contoh
I Risiko rendah Kursi roda, penekan lidah, plester,
alat, bantu berjalan, pembalut luka.
IIa Risiko sedang-rendah Jarum hipodermik, kateter sekali
pakai, kontak lensa, monitor tekanan
darah digital, alat bantu dengar
IIb Risiko sedang-tinggi Ventilator paru, implant ortopedik,
lensa intraokular, inkubator bayi,
kantong darah
III Risiko tinggi Benang bedah yang dapat diserap,
implant pacu jantung, stent jantung,
IOL.
(Sumber : Departemen Kesehatan RI, 2009)
2.3 Pembagian Kategori dan Sub Kategori Alat Kesehatan
Kategori dan sub kategori alat kesehatan menurut Permenkes
1190/Menkes/Per/VIII/ 2010, yaitu:
2.3.1 Peralatan Kimia Klinik dan Toksikologi Klinik
a. Sistem Tes Kimia Klinik
b. Peralatan Laboratorium klinik
c. Sistem Tes Toksikologi klinik
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
6
Universitas Indonesia
2.3.2 Peralatan Hematologi dan Patologi
a. Pewarna Biological
b. Produk Kultur Sel dan Jaringan
c. Peralatan dan Asesori Patologi
d. Pereaksi Penyedia Specimen
e. Peralatan Hematologi Otomatis dan Semi Otomatis
f. Peralatan Hematologi Manual
g. Paket dan Kit hematologi
h. Pereaksi Hematologi
i. Produk yang digunakari dalam pembuatan sediaan darah dan sediaan
berasal dan darah
2.3.3 Peralatan Imunologi dan Mikrobiologi
a. Peralatan Diagnostika
b. Peralatan Mikrobiologi
c. Pereaksi Serologi
d. Perlengkapan dan Pereaksi Laboratorium Imunologi
e. Sistem Tes Imunologikal
f. Sistem Tes Imunologikal Antigen Tumor
2.3.4 Peralatan Anestesi
a. Peralatan Anestesi Diagnostik
b. Peralatan Anestesi Pemantauan
c. Peralatan Anestesi Terapetik
d. Peralatan Anestesi Lainnya
2.3.5 Peralatan Kardiologi
a. Peralatan Kardiologi Diagnostik
b. Peralatan Kardiotogi Pemantauan
c. Peralatan Kardiologi Prostetik
d. Peralatan Kardiologi Bedah
e. Peratatan Kardiologi Terapetik
2.3.6 Peralatan Gigi
a. Peralatan Gigi Diagnostik
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
7
Universitas Indonesia
b. Peralatan Gigi Prostetik
c. Peralatan Gigi Bedah
d. Peralatan Gigi Terapetik
e. Peralatan Gigi Lainnya
2.3.7 Peralatan Telinga, Hidung dan Tenggorokan (THT)
a. Peralatan THT Diagnostik
b. Peralatan THT Prostetik
c. Peralatan THT Bedah
d. Peralatan THT Terapetik
2.3.8 Peralatan Gastroenterologi Urologi (GU)
a. Peralatan GU Diagnostik
b. Peralatan GU Pemantauan
c. Peralatan GU Prostetik
d. Peralatan GU Bedah
e. Peralatan GU Terapetik
2.3.9 Peralatan Rumah Sakit Umum dan Perorangan (RSU & P)
a. Peralatan RSU & P Pemantauan
b. Peralatan RSU & P Terapetik
c. Peralatan RSU & P Lainnya
2.3.10 Peralatan Neurologi
a. Peralatan Neurologi Diagnostik
b. Peralatan Neurologi Bedah
c. Peralatan Neurotogi Terapetik
2.3.11 Peralatan Obstetrik dan Ginekologi (OG)
a. Peralatan OG Diagnostik
b. Peralatan OG Pemantauan
c. Peralatan OG Prostetik
d. Peralatan OG Bedah
e. Peralatan OG Terapetik
f. Peralatan Bantu Reproduksi
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
8
Universitas Indonesia
2.3.12 Peralatan Mata
a. Peralatan Mata Diagnostik
b. Peralatan Mata Prostetik
c. Peralatan Mata Bedah
d. Peralatan Mata Terapetik
2.3.13 Peralatan Ortopedi
a. Peralatan Ortopedi Diagnostik
b. Peralatan Ortopedi Prostetik
c. Peralatan Ortopedi Bedah
2.3.14 Peralatan Kesehatan Fisik
a. Peralatan Kesehatan Fisik Diagnostik
b. Peralatan Kesehatan Fisik Prostetik
c. Peratatan Kesehatan Fisik terapetik
2.3.15 Peralatan Radiologi
a. Peralatan Radiologi Diagnostik
b. Peralatan Radiologi Terapetik
c. Peralatan Radiologi Lainnya
2.3.16 Peralatan Bedah Umum dan Bedah Plastik
a. Peralatan Bedah Diagnostik
b. Peralatan Bedah Prostetik
c. Peralatan Bedah
d. Peralatan Bedah Terapetik
2.4 Code of Federal Regulation (CFR)
Code of Federal Regulation yang disingkat CFR merupakan sistem
pengkodean untuk regulasi dan peraturan umum serta permanen untuk hukum
administratif yang dikeluarkan oleh departemen atau agensi dari Pemerintah
Amerika Serikat. Judul 21 dari CFR ditujukan untuk peraturan mengenai makanan
dan penghantaran obat. Setiap judul (atau volume) dari CFR direvisi setahun
sekali. Sebuah judul revisi 21 yang dikeluarkan pada sekitar 1 April setiap
tahunnya dan biasanya tersedia di situs FDA beberapa bulan kemudian. Direktur
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
9
Universitas Indonesia
Jenderal Bina Produk dan Distribusi Alat Kesehatan menggunakan kode CFR
untuk mengkategorikan registrasi alat kesehatan. Kode CFR sudah dapat
membedakan antara produk alat kesehatan dan PKRT sehingga status suatu
produk jelas (FDA, 2009).
2.5 Cairan Pembersih Lensa Kontak
2.5.1 Sejarah Pembersih Lensa Kontak
Leonardo da Vinci adalah orang pertama yang punya ide dasar tentang
lensa kontak lewat sketsanya dengan semangkuk air yang dibuat sekitar tahun
1508. Rene Descartes menjelaskan netralisasi kornea dengan tabung gelas berisi
air pada tahun 1636. Butuh waktu hampir 300 tahun untuk mewujudkan ide
tersebut. Selanjutkan pada tahun 1880 Adolph Fick, Eugene Kalt, dan Agustus
Müller secara independen menciptakan lensa kontak pertama yang terbuat dari
kaca. Abad 19an William Feinbloom memperkenalkan lensa kontak yang terbuat
dari plastik PMMA [poly (methyl 2- mehylpropenoate] yang diperkenalkan dan
dipasarkan di AS (Schaeffer and Beiting Jan. 2010).
Dengan mulai dipasarkannya lensa kontak, maka Dr Harry William Hind,
seorang apoteker Amerika, menemukan pertama larutan lensa kontak tahun 1940.
Larutan yang dibuat memiliki fungsi yang berbeda-beda yaitu desinfektan dan
cairan perendam, saline (NaCl) untuk membilas bersih atau agen desinfektan,
tablet enzim untuk menghilangkan protein. Berbeda dengan cairan pembersih
lensa kontak sekarang satu larutan dengan banyak kegunaan. Meski begitu,
material PMMA ternyata masih menyebakan hipoksia kornea, sehingga bahan
tersebut diganti lagi dengan HEMA (Hydroxyethylmethacrylate) pada medio abad
ke 19 oleh seorang ahli kimia Otto Wichterle dan disempurnakan dengan
menciptakan lensa kontak hidrogel yang telah disetujui bahan tersebut oleh FDA
tahun 1971 yang terkenal dengan sebutan sekarang soflens (Schaeffer and Beiting
Jan. 2010).
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
10
Universitas Indonesia
2.5.2 Definisi cairan pembersih lensa kontak
Cairan pembersih lensa kontak merupakan cairan desinfektan yang pada
umumnya berfungsi untuk mencuci, membersihkan, dan perendam lensa kontak.
Tetapi ada cairan pembersih lensa kontak yang berfungsi lebih dari satu yakni
mengangkat protein, membersihkan dan membilas, mensterilkan, membunuh
kuman, dan menjaga kelembaban tergantung kandungan dari cairan pembersih
lensa kontak. Pada umunya cairan pembersih lensa kontak berupa larutan garam
(biasanya 5%) dengan penambahan bahan-bahan lain sesuai dengan fungsi yang
diinginkan seperti untuk desinfektan, surfaktan, dan bahan aktif lain.
2.5.3 Fungsi cairan pembersih lensa kontak (Monopolies and Mergers
Commission, 1993)
a. Pembersih surfaktan
Biasanya lensa kontak ditempatkan pada telapak tangan atau diantara ibu
jari dan jari telunjuk, tambahkan beberapa tetes cairan pembersih dan
kemudian gosok lembut permukaan lensa untuk menghapus tumpukan
debu. Cairan ini dapat digunakan setiap harinya
b. Desinfektan
Cairan ini biasanya dilakukan setelah menggunakan cairan pembersih
surfaktan dengan mencelupkan lensa pada cairan pada periode waktu
tertentu.
c. Menetralisir
Beberapa desinfektan diperlukan untuk menetralisir mikroba yang terdapat
pada lensa kontak sebelum dimasukkan atau digunkan pada mata.
d. Membilas
Biasanya cairan pembersih lensa kontak yang digunakan sebagai pembilas
lensa kontak adalah cairan pembersih yang mengandung larutan garam
0,5% (cairan saline).
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
11
Universitas Indonesia
e. Perendam/ penyimpanan
Lensa kontak yang tidak dipakai dapat direndam ataupun disimpan dengan
cairan pembersih ini. Halini dimaksudkan sebagai desinfektan bagi lensa
kontak dan mencegah dehidrasi lensa kontak
f. Pembasah dan untuk kenyamanan
Cairan pembersih ini biasanya digunakan untuk tipe lensa kontak yang
kaku untuk melumasi lensa kontak sehingga memudahkan pemasangan.
2.5.4 Formulasi cairan pembersih lensa kontak (Academy of Vision Care, 2011)
Larutan pembersih lensa kontak mengandung agen osmolaritas, agen
pengkhelat, dapar,agen untuk membuat nyaman dalam pemakaian, zat pembersih
dan desinfektan. zat pengkhelat dan osmolaritas biasanya ada pada semua cairan
pembersih lensa kontak walaupun ada perbedaan pada konsentrasi. Zat
pengosmolaritas biasanya menggunakan garam (NaCl) agar membuat nyaman
pasien pada saat penggunaan, dengan osmolaritas yang tinggi akan meningkatkan
rasa tidak nyaman pada penggunaan.
Zat pengkhelat yaitu EDTA terkandung pada larutan pembersih lensa
kontak yang memiliki peran penting yaitu sebagai pengawet antimikroba yang
dapat mengikat logam dan meningkatkan aktivitas antimikroba desinfektan.
Selain itu dapat mencegah endapan protein dari pembentukan pada lensa kontak.
Formulasi dari cairan pembersih lensa kontak bervariasi tergantung dari
zat pendapar, desinfektan, pembersih, dan agent comfort yang digunakan.
Pendapar digunakan untuk menjaga atau mempertahankan pH yang diinginkan,
yang dapat mempengaruhi kenyamanan pengguna. Zat pendesinfektan berfungsi
untuk menghilangkan mikroba patogen. Zat pembersih untuk menghilangkan
kotoran dan debu-debu pada lensa kontak. Agen comfort atau zat penyaman
seperti surfaktan, pembasah ditambahkan pada cairan pembersih lensa kontak
untuk meningkatkan kelembaban lensa, mengurangi tegangan permukaan, dan
meningkatkan kenyamanan.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
12
Universitas Indonesia
a. Zat pembersih
Seperti yang telah dijelaskan diatas, zat pembersih digunakan untuk
menghilangkan kotoran dan debu-debu dari lensa kontak. Surfaktan juga dapat
membantu dalam membersihkan lensa kontak. Zat ini berbentuk molekul yang
memiliki komponen hidrofobik keduanya dan komponen hidrofilik yang mapu
membersihkan dengan cepat debu-debu pada lensa kontak. Pada umumnya
surfaktan efektif untuk membersihkan atau menghilangkan lemak dan endapan zat
inorganik, tetapi memiliki efek yang terbatas pada pengikatan dan denaturasi
protein.
b. Zat comfort dan zat conditioning
Zat comfort dan zat conditioning adalah sejumlah zat yang digunakan
untuk membantu meningkatkan kenyamanan melalui modifikasi dari permukaan
lensa. Dalam kemasan blister lensa kontak, surfaktan dan kopolimer selalu
digunakan untuk meningkatkan kenyamanan pada awal pemakaian. Pada cairan
pembersih lensa kontak, surfaktan seperti poloxamer dan tiloxapol digunakan
untuk meningkatkan kelembaban lensa.
c. Zat pengatur protein
Endapan protein harus dihilangkan, tetapi beberapa protein film air mata
mempunyai kegunaan sebagai antimikroba ketika dalam keadaan alami. Pengatur
protein berkaitan dengan lensa kontak dimana berusaha untuk mempertahankan
protein pada keadaan alami. Penghapusan endapan protein yang didenaturasi
mungkin dapat menyebabkan permasalahan pada kesehatan mata. Akumulasi dari
denaturasi protein dikaitkan dengan gejala mata kering dan penurunan
kenyamanan pemakaian lensa kontak dan mungkin juga dapat menyebabkan
komplikasi seperti konjungtivis papila yang membesar dan inflamasi. Seperti
disebutkan sebelumnya, penghapusan denaturasi protein dari lensa kontak penting
karena dapat mempengaruhi ketajaman penglihatan.
d. Zat desinfektan
Cairan pembersih lensa kontak memanfaatkan antimikroba biocides untuk
mendesinfeksi lensa sehingga aman untuk dimasukkan ke mata, dengan direndam
semalam biasanya sebelum penggunaan. Desinfeksi adalah proses kimia dimana
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
13
Universitas Indonesia
jumlah antimikroba dikurangi ke tingkat yang tidak berbahaya bagi kesehatan
mata. Beberapa desinfektan biocides dapat membunuh bakteri, jamur, amuba
tanpa membunuh sel manusia karena sel manusia mempunyai stabilitas yang
lebih besar karena kandungan kolestrol yang tinggi (sampai dengan 25%) dan
kandungan asam lemak jenuh. Beberapa desinfektan yang terkandung pada cairan
pembersih kontak mata termasuk PHMB (polihexametilen biguanid/
polyaminopropyl biguanid), PQ-1 (polyquaternium-1), miristamidopropyl
dimetylamin ([MAPD],an amidoamine), dan alexidin dihydrochlorida.(Academy
of Vision Care, 2011)
Tabel 2.2 Beberapa Organisme Yang Dapat Dibunuh Oleh Desinfektan
(Academy of Vision Care, 2011)
Stain Jenis Keterangan
Bakteri
Pseudomonas aeruginosaBakteri gram negatif,penyebab kasus keratitis
Serratia marcescensBakteri gram negatif,penyebab keratitis non-ulcerdan endophthalmitis
Staphylococcus aureusBakteri gram positif,penyebab utama keratitismikroba
JamurCandida albicans Penyebab infeksi pada kornea
Fusorium solani Penyebab keratitis jamurBerdasarkan American Type Culture Collection (ATCC), dengan metode stand-alone test
Sedangkan bakteri lain yang ditemukan berdasarkan test spesifik dengan standar
ISO/FDA yaitu:
a. MSA (Methilin resistan Staphylococcus aureus)
MRSA merupakan beberapa strain dari bakteri aureus yang resisten
terhadap berbagai antibiotik, termasuk methicillin. Terjadi peningkatan infeksi
mata yang positif terhadap MRSA dari 29,5% pada tahun 2000, menjadi 41,6%
pada tahun 2005. Tetapi saat ini lensa kontak yang tersedia telah memiliki
kemampuan sebagai desinfektan biosidal terhadap MRSA.
b. Acanthamoeba
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
14
Universitas Indonesia
Acanthamoeba merupakan salah satu jenis amuba yang dapat
menyebabkan keratitis.
Tabel 2.3 Komponen Pada Cairan Pembersih Lensa Kontak dan Fungsinya
(Academy of Vision Care, 2011)
Komponen FungsiBuffer/ pendapar :Asam borat, asam fosfat, asam sitrat
- Menjaga pH- Berpengaruh pada kenyamanan,
terutama pada saat pemasanganZat pengosmolaritas :NaCl
- Menyeimbangkan osmolaritas- Tingginya tingkat osmolaritas
membuat ketidak nyamanan danmata menjadi kering
Zat pengkhelat :EDTA
- Mengikat protein dan logam- Mencegah penumpukan protein
ada lensa- Pengawet terhadap antimikroba
Comfort agent :HPMC, poxamine, glycols, glicerin,polysakarida, kopolimer
- Meningkatkan kelembaban lensa- Meningkatkan kenyamanan pada
pemakaian- Menurunkan tegangan permukaan
Surfaktan :Poloxamin, poloxamers
- Pembersih lensa kontak- Meningktakan kelembaban lensa- Efektif melawan/ membersihkan
penumpukan lemak dan zatinorganic
Zat antimikroba / desinfektan :PHMB, PQ-1, myristamidopropyldimethylamin (Aldox), alexidin, H2O2
- Mengurangi mikroba patogenselama desinfeksi dan mencegahpertumbuhan mikroba organismepada botol (tempat penyimpanan)
Zat pengatur protein - Menjaga/menstabilkan film proteinair mata (mencegah denaturasi)
2.5.5 Langkah pemakaian (FDA, 2012; Insert Packaging Boston, 2012)
Ada berbagai cairan pembersih yang dapat digunakan untuk berbagai jenis
lensa kontak. Tetapi cairan pembersih lensa kontak juga dapat menyebabkan
masalah yang serius jika tidak digunakan dengan benar. Salah perawatan dengan
cairan pembersih lensa kontak akan meningkatkan resiko infeksi mata dan ulkus
kornea. Kondisi ini dapat berkembang dengan cepat bisa sangat serius. Dalam
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
15
Universitas Indonesia
kasus yang jarang terjadi, kondisi ini dapat menyebabkan kebutaan. Untuk
mengurangi resiko infeksi:
a. Selalu cuci tangan sebelum memegang lensa kontak untuk mengurangi
kesempatan untuk mendapatkan infeksi.
b. Lepaskan lensa segera dan konsultasikan dengan tenaga profesional perawatan
mata jika mata menjadi merah, iritasi.
c. Selalu ikuti petunjuk perawatan mata dari tenaga profesional dan semua
instruksi pelabelan untuk penggunaan yang tepat dari lensa kontak dan produk
perawatan lensa.
d. Gunakan produk lensa kontak dan solusi yang direkomendasikan oleh tenaga
profesional perawatan mata.
e. Jangan menggunakan kembali cairan yang telah digunakan sebelumnya
f. Selalu gunakan cairan pembersih yang segar untuk merendam dan menyimpan
lensa kontak
g. Sebelum penggunaan, isi penyimpan tempat lensa dengan cairan pembersih
dan masukkan lensa kontak, tutup rapat dan simpan lensa kontak selama
semalam atau minimal 4 jam.
h. Bilas kembali lensa kontak setelah direndam dengan cairan pembersih lensa
kontak sebelum memakainya.
i. Simpan cairan pembersih pada temparatur ruangan, jangan sampai membeku
j. Gunakan sebelum tanggal kadaluarsa yang tertera pada wadah.
2.5.6 Efek samping cairan pembersih lensa kontak (Insert Packaging Boston,
2012)
a. Mata menyengat, terbakar, dan gatal (iritasi)
b. Terkadang sekresi mata
c. Kemerahan pada mata
d. Berkurangnya ketajaman penglihatan
e. Penglihatan yang kabur
f. Sensitif pada cahaya (fotofobia)
g. Mata kering.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
16
Universitas Indonesia
2.5.7 Komplikasi cairan pembersih lensa kontak (Ventocilla, 2010)
Cairan pembersih lensa kontak dapat menyebabkan komplikasi penyakit
jika penggunaannnya tidak sesuai. Komplikasi yang timbul pada bagian mata
khususnya pada bagian epitelium kornea, yaitu:
a. Kerusakan epitel yang mekanik. Lensa kontak merupakan banda asing yang
akan menggosok kornea dan menekan epitel kornea setiap mengedipkan
mata sepanjang hari dan menimbulkan abrasi kornea. Jika tidak dikenali dan
diobati akan mengakibatkan stres pada epitel yang kronis. Kerusakan epitel
akan memudahkan bakteri menempel pada kornea dan mengakibatkan
infeksi stroma, serta menstimulus sub-epitel fibrosa tanpa adanya infeksi.
b. Chemical epithelial defect. Berbagai larutan kimia lensa kontak akan
menimbulkan kerusakan epitel ditandai dengan adanya erosi. Larutan
pembersih surfaktan biasanya akan menyebabkan nyeri, merah, fotopobia,
dan berair, segera setelah dibersihkannya lensa. Gejala ini akan hilang dalam
1-2 hari. Jika hidroksi peroksida diteteskan ke mata, maka akan timbul
gelembung-gelembung gas pada intra-epitel dan sub-epitel. Gelembung ini
terlihat dan menyebabkan hilangnya penglihatan secara signifikan yang
bersifat temporer, dan hidroksi peroksida juga menyebabkan perubahan
refraksi permanen dan larutan desinfeksi kimia dapat merusak epitel yang
tidak terlihat dan bersifat intermiten.
c. Hypoxia. Kebutuhan oksigen di kornea mata dipengaruhi karena lapisan
lensa kontak mengurangi jumlah oksigen yang masuk. Hipoksia yang ringan
mengakibatkan edema epitel dan penglihatan kabur yang temporer,
sedangkan hipoksia berat akan terjadi kematian sel-sel epitel dan
deskuamasi. Pengguna tidak merasa nyaman, penurunan penglihatan
temporer, dan fotopobia. Salah satu tanda hipoksia kornea kronis adalah
adanya neovaskularisasi superfisial terutama sepanjang limbus superior.
Epitel kornea yang lebih tipis dibandingkan lensa kontak menyebabkan
hipoksia yang kronis dan menurunkan aktivitas mitosis. Pembentukan sel-sel
epitel menurun, ukurannya membesar, dan memudahkan menempelnya
Pseudomonas aeruginosa pada permukaan sel epitel.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
17
Universitas Indonesia
d. Reaksi imun superfisial. Variasi larutan lensa kontak dapat menimbulkan
toksik superfisial atau reaksi imun. Ditandai dengan adanya keratophati,
injeksi konjungtiva, berair, gatal, dan chemosis. (Ventocilla, 2010)
Komplikasi yang sering terjadi juga adalah infeksi akibat Acanthamoeba
keratitis. Infeksi Acanthamoeba keratitis merupakan infeksi yang sulit untuk
diterapi. Sumber infeksi ini berasal dari larutan lensa kontak, dimana tempat
larutan tersebut telah terkontaminasi oleh acanthamoeba. Manifestasi klinis awal
yang timbul adalah adanya sensasi benda asing, penglihatan kabur yang ringan,
dan merah. Kemudian diikuti rasa nyeri yang progresif, injeksi konjungtiva,
epitelnya kasar, dan pada pemeriksaan dengan senter terlihat adanya penebalan
saraf-saraf kornea mata. Infeksi ini bersifat progresif, berat, dan bentuk
infiltratnya seperti cincin di sentral.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
18 Universitas Indonesia
BAB 3METODOLOGI TUGAS KHUSUS
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Tugas Khusus
Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi
dan Distribusi Alat Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta mulai tanggal 21
Januari hingga 4 Februari 2013.
3.2 Pencarian Pustaka Cairan Pembersih Lensa Kontak
Tugas khusus dikaji berdasarkan studi literatur dari berbagai buku dan dari
internet. Studi literatur dilakukan untuk memperoleh definisi, kegunaan, cara
penggunaan, jenis serta hal-hal lain yang terkait dengan cairan pembersih lensa
kontak.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
19 Universitas Indonesia
BAB 4PEMBAHASAN
4.1 Pembersih Lensa Kontak
Cairan pembersih lensa kontak merupakan cairan steril yang bersifat
desinfektan yang pada umumnya berfungsi untuk mencuci, membersihkan, dan
perendam lensa kontak. Cairan pembersih lensa kontak tergolong alat kesehatan
kelas non elektromedik dimana tidak memerlukan energi listrik dalam
penggunaannya.
Berdasarkan klasifikasi pada Code of Federal Registration (CFR) 21
disebutkan nama larutan lensa kontak adalah contact lens solutions; sterility
dengan kode nomor (800.10).Larutan lensa kontak termasuk alat kesehatan kelas
II, yaitu alat kesehatan yang kegagalannya atau salah penggunaannya dapat
memberikan akibat yang berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan
kecelakaan yang serius. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi dan
memenuhi persyaratan yang cukup lengkap untuk dinilai tetapi tidak memerlukan
uji klinis. Cairan pembersih lensa kontak termasuk pada kategori peralatan mata
dengan sub kategori peralatan mata terapetik. Cairan pembersih lensa kontak
haruslah steril, jika larutan pembersih lensa kontak tidak steril atau jauh di bawah
standar maka kemurnian atau kualitas mungkin tidak aman. (FDA, 2012)
4.2 Fungsi dan Formula Dasar Cairan Pembersih Lensa Kontak
Kegunaan cairan pembersih lensa kontak umumnya membersihkan,
merendam, dan desinfektan.Tetapi dengan maraknya penggunaan lensa kontak
saat ini, perusahaan industri memformulasikan satu jenis cairan pembersih
dengan berbagai macam fungsi yaitu sebagai surfaktan, desinfektan, menetralisir,
membilas, merendam, dan menghilangkan endapan protein. dan untuk
meningkatkan kelembaban lensa agar nyaman dalam pemakaian tergantung dari
bahan yang digunakan.
Bahan dasar untuk cairan pembersih lensa kontak adalah larutan saline
(NaCl) biasanya 0,5% agar sesuai dengan osmolaritas tubuh, untuk membuat
nyaman pasien pada saat penggunaan, dengan osmolaritas yang tinggi akan
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
20
Universitas Indonesia
meningkatkan rasa tidak nyaman pada penggunaan. Selain itu yang komponen
terpenting pada cairan pembersih lensa kontak adalah pendapar (buffer) untuk
menjaga atau mempertahankan pH yang diinginkan. Zat pengkhelat juga
diperlukan, selain untuk mengikat logam juga berfungsi sebagai pengawet juga.
Lensa kontak ternyata rentan dengan terinfeksinya mikroba, oleh karena
itu dalam formulasinya cairan pembersih lensa kontak ditambahkan zat
desinfektan yang diharapakan dapat mengurangi atau menghilangkan mikroba
patogen pada lensa kontak. Mikroba yang umumnya teridentifikasi pada lensa
kontak adalah bakteri Pseudomonas aeruginos, Serratia marcescens,
Staphylococcus aureus. Sedangkan jenis jamur yang teridentifikasi Candida
albican, Fusorium solani.
Pada CFR 21 disebutkan bahwa wadah harus steril pada saat pengisian dan
menutup. Wadah atau karton pembungkus luar harus sangat tertutup. Untuk cairan
pembersih yang dikemas dalam dosis ganda harus mengandung satu atau lebih
zat yang cocok dan tidak berbahaya yang akan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme. Selain itu penulisan label dan tanggal kadaluarsa harus jelas
untuk memberi perlindungan memadai dan meminimalkan bahaya cedera akibat
kontaminasi selama pemakaian. (FDA, 2012)
4.3 Efektifitas Dari Cairan Pembersih Lensa Kontak
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yvones, Hua Zhu dan lainnya
yang melakukan perbandingan keefektivitas dari cairan pembersih lensa kontak
yang diproduksi oleh produsen yang berbeda terhadap bakteri. Cairan pembersih
A (Opti-Free Replenish; Alcon Ltd, Fort Worth, TX) terdiri dari komponen
desinfektan, surfaktan, chelating agent, dan buffer. Sedangkan cairan pembersih B
(AMO COMPLETE EasyRub; Advanced Medical Optics Inc., Dublin 4, Ireland)
terdiri dari komponen pengawet, surfaktan, buffer. Kemampuan cairan pembersih
untuk menggosok, membilas, menghilangkan, dan mengeringkan lensa kontak
terhadap bakteri antara dua produk ternyata berbeda. Untuk cairan pembersih A,
tingkat signifikansinya lebih tinggi dalam kemampuan menghilangkan bakteri S.
aureus dibandingkan cairan B atau aquadest. Sedangkan kemampuan untuk
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
21
Universitas Indonesia
menghilangkan bakteri P. aeruginosa tidak ada perbedaan yang signifikan untuk
cairan pembersih A dan cairan pembersih B. (T. Wu Yvones., Zhu, Hua., Willcox,
Mark., and Stapletn Fiona. 2011)
4.4 Komplikasi
Acanthamoeba keratitis merupakan komplikasi berupa infeksi pada mata
yang terjadi pada pengguna lensa kontak yang tidak menjaga higenitas lensa
kontak serta tempat penyimpanan. Infeksi A.keratitis merupakan infeksi yang
sulit untuk diterapi. Sumber infeksi ini berasal dari larutan lensa kontak, dimana
tempat larutan tersebut telah terkontaminasi oleh acanthamoeba. Infeksi A.
keratitis dapat menyebabkan perforasi dan endophalmitis.
Acanthamoeba keratitis adalah infeksi yang serius dan sangat
membahayakan kornea yang disebabkan oleh parasit dari genus Acanthamoeba.
Jika tidak didiagnosis dini dan diobati secara agresif, kerusakan mata yang luas
dapat terjadi. Saat ini diagnosis penyakit ini tidak mudah, pengobatan agresif yang
melibatkan penggunaan tiga atau lebih obat dapat membawa penyakit di bawah
kontrol, sering pasien harus dirawat selama berbulan-bulan, dan, dalam beberapa
kasus, pengobatan intensif harus dilanjutkan selama lebih dari setahun (Panjwani,
Noorjahan, 2011)
Beberapa gejala yang ditimbulkan dari keratitis di antaranya, keluar air
mata yang berlebihan dan rasa nyeri yang teramat sangat pada mata, fotofobia.
Selain itu terjadi juga penurunan ketajaman penglihatan. Pada beberapa kasus
juga ditemui radang pada kelopak mata yang menyebabkan mata menjadi merah
dan bengkak serta sangat sensitif terhadap cahaya yang berlebih. Tetapi gejala
yang paling ditakutkan adalah kaburnya pandangan. Diagnosis berupa lesi
parasentral, hilangnya ketebalan, terangkatnya ujung dan penampilan yang tidak
teratur pada kornea (Mezu Nnabue, Kelechi., 2009)
Ketika mata mengalami keratitis, maka hentikan pemakaian lensa kontak,
lakukan terapi pengobatan dengan tetes mata antimikroba malam hari dan
lindungi kornea mata dari kekeringan dan lakukan monitoring (langsung ke dokter
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
22
Universitas Indonesia
mata) serta sebagai tambahan berikan topikal steroid atau NSAID jika diduga
tidak ada infeksi pada mata (Mezu Nnabue, Kelechi., 2009).
Hal terpenting yang harus diperhatikan pada penggunaan cairan
pembersih ini adalah jangan menggunakan cairan pembersih yang sebelumnya
telah digunakan. Sebaiknya menggunakan cairan pembersih baru untuk
membersihkan ataupun merendam lensa kontak. Perhatikan juga tanggal
kadaluarsa produk yang tertera pada wadah. Untuk menjaga keamanan dan
kesterilan produk, bila perlu jangan mengunakan cairan pembersih tersebut
setelah tiga bulan kemasan dibuka walaupun tanggal kadaluarsa masih lama.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
23
BAB 5KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Cairan pembersih lensa kontak merupakan cairan desinfektan yang pada
umumnya berfungsi untuk mencuci, membersihkan, dan perendam lensa kontak.
Cairan pembersih lensa kontak merupakan alat kesehatan non elektromedik yang
termasuk dalam kriteria alat kesehatan kelas II, dengan kategori peralatan mata
dan subkategori peralatan mata terapeutik
5.2. Saran
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan khususnya
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan terus melakukan penelaahan ilmiah
terhadap alat-alat kesehatan dan mendokumentasikannya ke dalam suatu sistem
data untuk mempermudah melengkapinya dengan informasi dan penelitian-
penelitian terbaru.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
24
DAFTAR ACUAN
Academy of Vision Care. (2011). Contact Lens Maintenance: Lens Care
Solutions and Compliance. Bausch & Lomb Incorpororated. Diunduh dari
http://www.academyofvisioncare.com/files/documents/lens-care-
article.pdf. Pada 7 Februari 2013, 01:30
American Optometric Association. (2006). Care of the Contact Lens Patient.Diunduh dari www.aoa.org/documents/CPG-19.pdf pada 30 Januari2013, 14:10.
Bruce, J., Chris, C., and Bron, A. (2006). Oftalmologi. Edisi Kesembilan. Alih
Bahasa dr. Asri Dwi Rachmawati. Jakarta: Erlangga
Clamp, John. (2008). Contact Lenses. United States Patent Application
Publication. US: Cambridge
Contact Lens Spectrum. (2010). Contact Lens and Solution Summary. Diunduh
dari www.clspectrum.com/class 5 Februari 2013,13:00
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia. (2012). Pedoman Pengawasan Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
FDA. (2012). Code of Federal Regulations Title 21, Volume 8. Diunduh dari
http://www.accessdata.fda.gov/scripts/cdrh/cfdocs/cfCFR/CFRSearch.cfm
?fr=886.3600&SearchTerm=intraocular pada 30 Januari 2013, 10:45
FDA.(2012). Types of Contact Lens. Dunduh dari
http://www.fda.gov/MedicalDevices/ProductsandMedicalProcedures/Hom
eHealthandConsumer/ConsumerProducts/ContactLenses/ucm062319.htm
pada 6 Februari 2013,09:30
FDA.(2012). Contact Lens Solutions and Products. Diunduh dari
http://www.fda.gov/MedicalDevices/ProductsandMedicalProcedures/Hom
eHealthandConsumer/ConsumerProducts/ContactLenses/ucm062584.htm .
Pada 6 Februari 2013, 19:30
Insert Packaging Boston® Conditioning Solution. (2012). Diunduh dari
http://www.google.com/search?q=insert+packaging+boston&oe=UTF-
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
25
Universitas Indonesia
8&gfns=1&oq=insert+packaging+boston&gs_l=heirloom-serp. Pada 7
Februari 2013, 02:15
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1189 MENKES/PER/VIII/2010 Tentang
Produksi alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1190/MENKES/PER/VIII/2010
Tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Mezu-Nnabue, Kelechi.(2009). Contact Lens Complication and Management.
QEI Winter 2009 Newsletter.
Panjwani, Noorjahan. (2011). Pathogenesis of Acanthamoeba Keratitis. National
Library of Medicine. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3072032/ pada 14 Mei
2013, 20: 30
Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia
No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik
Indonesia.
Schaeffer Jack and Beiting Jan. (2010). The Early History of Contact Lenses.
Diunduh dari http://legacy.revoptom.com/contactlens/pdf/clp_3.pdf
pada 14 Mei 2013, 16:13
Ventocilla, Marck. (2010). Contact Lens Complication. Medscape Reference.
Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1196459-
overview#aw2aab6b6 pada 20 Maret 2013, 05:10.
Laporan praktek...., Prawita Lintang, FF, 2013
top related