uji praklinik obat baru

Post on 10-Jul-2015

566 Views

Category:

Education

8 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

tentang uji praklinik

TRANSCRIPT

Afrisusnawati Rauf, S.Si., M.Si., Apt.

8000-10000

2500

50

1

Percobaan kimia pertama

Penapisan farmakologi

Studi percobaan farmakologis yg lebih luas

Uji toksisitas dan penelitian klinik

Sintesis dan Screening molekul

Studi pada hewan

percobaan

Studi pada manusia yang

sehat

Studi pada manusia yang

sakit

Studi pada manusia yg sakit dengan populasi

diperbesar

Studi lanjutan

UJI PRAKLINIK

UJI KLINIK

Fase I

Fase IIFase IIIFase IV

STUDI IN VITRO

Suatu efek yang menyebabkan

gangguan fungsional, biokimiawi, atau

fisiologis (struktural) yang dapat

menyebabkan kesakitan yang

mengganggu kondisi tubuh secara

umum.

Kapasitas suatu zat untuk

menimbulkan efek yang berbahaya

UJI TOKSISITAS:

1. Uji toksisitas akut

2. Uji toksisitas jangka

pendek (subakut/subkronik)

3. Uji toksisitas jangka

panjang

TUJUAN / KEGUNAAN

1. Menentukan dosis letal 50%

2. Mengetahui mekanisme dan target organ dari zat toksik yang diuji

3. Menentukan range dosis (interval dosis) untuk uji berikutnya (uji

farmakologi, toksisitas subakut, subkronis, dan toksisitas jangka

panjang)

4. Untuk mengklasifikasikan zat uji, apakah masuk kategori praktis

tidak toksik, supertoksik, atau yang lain

5. Mengidentifikasi kemungkinan target organ atau sistem fisiologi

yang dipengaruhi

TUJUAN / KEGUNAAN

6. Mengetahui hubungan antara dosis dengan timbulnya efek seperti

perubahan perilaku, koma, dan kematian

7. Mengetahui gejala-gejala toksisitas akut sehingga bermanfaat untuk

membantu diagnosis adanya kasus keracunan

Untuk memenuhi persyaratan regulasi, jika zat uji akan dikembangkan

menjadi obat

8. Mencari zat-zat yang potensial sebagai antikanker

9. Untuk keperluan evaluasi keterbahayaan suatu zat melalui data yang

diperoleh

10. Mengetahui pengaruh umur, jenis kelamin, cara pemberian, dan faktor

lingkungan terhadap toksisitas suatu zat

11. Mengetahui variasi respon antar spesies dan antar strain (hewan,

mikroba), serta memberikan informasi tentang reaktivitas suatu populasi

hewan

Kategori Nilai LD50

Supertoksik 5 mg/Kg BB atau kurang

Amat sangat toksik 5 – 50 mg/Kg BB

Sangat toksik 50 – 500 mg/Kg BB

Toksik sedang 0,5 – 5 g/Kg BB

Toksik ringan 5 – 15 g/Kg BB

Praktis tidak toksik > 15 g/Kg BB

Pemilihan

Spesies Hewan

Cara

Pemberian

Dosis dan

Jumlah

Hewan

Faktor

Lingkungan

Pengamatan dan

Pemeriksaan

• Secara umum, dalam penentuan LD50 digunakan tikus dan

mencit . Kadang kala dipakai spesies yang bukan tikus.

• Toksikan harus diberikan melalui jalur yang biasa digunakan

pada manusia.

• Untuk menentukan LD50 secara tepat, perlu dipilih suatu dosis

yang akan membunuh sekitar separuh jumlah hewan-hewan itu,

dosis lain yang akan membunuh lebih dari separuh (kalau bisa

kurang dari 90%), dan dosis ketiga yang akan membunuh

kurang dari separuh (kalau bisa lebih dari 10%) dari hewan-

hewan itu

• Secara umum, LD50 akan lebih tepat bila digunakan lebih

banyak hewan untuk tiap dosis dan bila rasio antara dosis yang

berurutan lebih kecil.

• Pengandangan hewan dapat mempengaruhi LD50 suatu

bahan kimia, jenis kandang, jenis bahan alas kandang juga

dapat mempengaruhi reaksi hewan terhadap toksikan

• Suhu lingkungan dapat mempengaruhi efek toksik. Misalnya

toksisitas striknin, nikotin, atropin, malation, dan sarin

meningkat pada hewan yang terpajan suhu dingin.

• Lebih tingginya kelembaban relatif dapat meningkatkan

toksisitas akut, sehingga LD50 lebih rendah

• Setelah toksikan diberikan, jumlah hewan yang mati dan

waktu kematiannya harus diamati untuk memperkirakan

LD50. Tanda-tanda toksisitasnya harus dicatat.

• Autopsi kasar harus dilakukan pada semua hewan yang mati

dan pada beberapa hewan yang hidup, terutama hewan yang

tampak sakit pada akhir percobaan

• Cara Farmakope Indonesia III

(FI III)

• Cara Weil

• Metode Probit

• Cara Reed dan Muench

m = a – b (∑ pi – 0,5)• m = log LD50

• a = logaritma dosis terendah yang

masih menyebabkan jumlah kematian

100% tiap kelompok

• b = beda log dosis yang berurutan

• pi = jumlah hewan yang mati

menerima dosis i dibagi jumlah hewan

seluruhnya menerima dosis i

Log m = Log D + d (f + 1)• m = nilai LD50

• D = Dosis terkecil yang digunakan

• d = log dari kelipatan dosis

• f = suatu nilai dalam tabel Weil, karena

angka kematian tertentu (r)

h = 50% - a

b – a

i = log k/s

g = h x i

Y = g + log s

• a = persentase kematian yang lebih kecil dari 50%

• b = persentase kematian yang lebih besar dari 50%

• i = kenaikan dosis

• k = dosis yang menyebabkan kematian lebih besar dari

50%

• s = dosis yang menyebabkan kematian lebih kecil dari

50%

• h = ukuran jarak

• g = hasil perkalian antara kenaikan dosis dengan ukuran

jarak

• Y = hasil penjumlahan antara g dengan log s

• Uji ini untuk menentukan besarnya dosis pada penelitian

toksisitas subkronik.

• Menentukan tempat (target organ) atau sifat efek toksik

• Umumnya dipakai dua atau lebih spesies hewan, biasanya tikus

dan anjing.

• Lama uji 14 hari.

• Menggunakan 3 dosis uji dan 1 dosis kontrol

• Hewan jantan dan betina harus sama jumlahnya. Umumnya

dipakai 10-30 tikus dalam setiap kelompok dosis dan dalam

kelompok pembanding.

• Yang harus diamati adalah penampilan, perilaku, dan semua

abnormalitas. Berat badan dan konsumsi makanan.

• Dilakukan pemeriksaan hematologik, uji laboratorium klinik,

urinalisis.

• Pemeriksaan pascamati

No Penggunaan Klinis yang diharapkan

Lama studi pada hewan uji

1. 1 – 3 hari 2 minggu

2. 1 – 4 minggu 4 – 13 minggu

3. 4 – 12 minggu 13 – 26 minggu

4. 12 minggu, pemberian ulang jangka panjang atau > 6 bulan

13 – 52 minggu atau lebih panjang

• Untuk menentukan sifat toksisitas zat kimia

• Biasanya dipakai satu spesies hewan atau lebih.

• Hewan jantan dan betina harus digunakan dalam jumlah

yang sama.

• Biasanya digunakan 40-100 tikus dalam setiap kelompok

perlakuan dan kontrol.

• Biasanya dianjurkan agar masa uji tidak lebih dari 30

bulan.

• Pada tikus, masa uji penelitian ini biasanay 2 tahun

• Pengamatan harus dilakuakn terhadap berat badan,

konsumsi makanan, tanda-tanda umum, uji laboratorium,

dan pemeriksaan pasca mati.

Uji iritasi mata dan

kulit

Uji teratogenik

Uji mutagenik

Uji pada organ

reproduksi

No. Nama zat No. Nama Zat

1.

2..

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Talidomid

Tiourasil

Klorpropamid

Kortison

Etinil testoteron

Klorambusil

Nitrogen mustard

Uretan

kolsikin

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

Hipervitaminosis A

Kelebihan a. nikotinat

Biru tripan

Biru evan

Aktinomisin D

Tetrasiklin

Fenilmerkuri asetat

Timah hitam

talium

SEKIAN DAN TERIMA KASIH

UJI KLINIK

UJI KLINIK FASE I

UJI KLINIK FASE II

UJI KLINIK FASE III

UJI KLINIK

FASE IV

• Uji pada manusia yang pertama terhadap

volunter sehat.

• Jumlah 25-50 orang.

• Meliputi uji farmakologi klinik, studi

metabolik, studi efikasi dan studi

farmakokinetik.

• Untuk melihat apakah profil obat pada

hewan sama dengan profil pada

manusia.

• Pasien dengan jumlah terbatas yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

• 50-300 orang

• Untuk melihat efek terhadap penyakit,

keamanan obat, dosis respon, toleransi

• Dilakukan pada volunter yang sehat dan

pasien dengan model buta rangkap

(double blind)

• Jumlah pasien ratusan-ribuan

• Evaluasi efikasi dan toleransi obat, serta

monitor efek samping, terutama yang

jarang terjadi

• Dilakukan terhadap sejumlah besar

pasien dalam jangka waktu yang

panjang.

• Mengevaluasi obat baru yang telah

dipakai masyarakat.

• Uji dilakukan untuk memantau keamanan

obat baru pada penggunaan obat yang

nyata.

• Dilakukan setelah suatu obat

memperoleh izin edar.

• Merumuskan pertanyaan penelitian

• Menentukan desain uji klinik yang

sesuai

• Menetapkan subjek penelitian

• Informed consent

• Randomisasi

• Melaksanakan perlakuan

• Mengukur variabel efek

• Menganalisis data

LATAR BELAKANG

Kemajuan Teknologi

Kedokteran

Manusia hanya ditinjau sebagai

sekumpulan organ

Makin mungkin terjadinya

penyimpangan kode etik

Makin kabur hubungan jiwa antara dokter dan

pasien

Sehingga perlu adanya badan/ aturan yang mengawasi penelitian yang menggunakan subjek manusia

Cont....

• Studi pada manusia, sedapat mungkin sukarelawan/pasien

tidak diperlakukan sebagai objek semata.

• Harus berlandaskan ilmiah yang kuat

• Dilakukan jika manfaat lebih besar dari resikonya.

• Hak, keamanan dan kesejahteraan subjek uji merupakan

pertimbangan yang paling penting

• Uji klinik dilakukan dengan persetujuan sukarelawan/pasien

melalui informed consent

• Maka harus dilaksanakan sesuai standar prinsip etik:

-Good Clinical Practice (Deklarasi Helsinki 1964)

-CUKB (BadanPOM)

• Ada aspek Kaji Etik: melaluiKomisiEtik

• Suatu standar kualitas etik dan ilmiah

internasional untuk: Desain,

pelaksanaan, pencapaian, pemantauan,

pengauditan, perekaman, analisis, dan

pelaporan uji klinik.

• Yang memberikan jaminan bahwa: Data

dan hasil yang dilaporkan dapat

dipercaya dan akurat.

Hak dan kerahasiaan subjek uji klinik

dilindungi.

• Badan POM

Mengeluarkan CUKB, diadopsi dari GCP

• Diharapkan semua pelaku uji klinik:

Mengetahui cara pelaksanaan uji klinik

yang baik

Tercipta suasana kondusif, untuk

mengembangkan kegiatan uji klinik di

Indonesia

SEKIAN DAN TERIMA KASIH

top related