uji aktivitas protein buah paria (momordica charantia l...
Post on 30-Jan-2018
215 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Paria (Momordica charantia L. )
Paria termasuk dalam divisi Spermatophyta, klas Dycotyledonae, famili
Cucu~ bitaceae, genus Momordica. Dalam genus Momordica terdapat 45 spesies,
kebanyakan terdapat di Afrika dan hanya 5-7 spesies berada di Asia. Spesies utama
yang r.erdapat di Asia adalah Momordica charantiu L. atau Bitter gourd (En.), Pare
(Jv.); Momordica cochinchinensis (Loureiro Sprengel) atau Sweet gourd (En.),
Pupia. TorobukToropu (Ina.); dan Momordica subungulata Blume, Bijdr. atau
Kamas (1na.Malay.). Dari ketiga spesies tersebut Momordica charantiu L. adalah
spesies yang terpenting yang telah dibudidayakan (Reyes et. al., 1994).
Momordica charantia L. merupakan herba merambat, berurnur 1 tahun,
berumah satu, dengan tinggi hingga 5 m. Batang derrgan alat pembelit berupa sulur
(tendril). Daun berupa daun tunggal, bertangkai, dan tepi dam berlobi. Bunga
terletak aksilar, soliter, benvarna kuning, uniseksual, berumah satu. Buah berupa
buah buni, buah matang benvarna orange, buah muda bervariasi dalam warna,
bentuk, dan ukuran (Reyes et. al., 1994; Nguyen dan Sri Hayati Widodo, 1999).
Di Indonesia terdapat berbagai kultivar paria yang beragam dalam bentuk
dan ulcuran buah, namun belum ada klasifikasi yang memadai. Menurut Ochse
(1 93 1 :I paria dengan buah berukuran besar, benvarna keputihan, dinamakan paria
bodas (Sn.), atau paria gajih (Jw.); paria dengan ukuran lebih kecil, benvarna hijau
dinamakan paria hejo (Sn.) atau paria belungan (Jw.); paria dengan ukuran buah
terkecd disebut paria kotok/genge/hayam (Sn.). Di India klasifikasi kultivar paria
didasarkan ukuran buah, buah dengan diameter lebih kecil dari 5 cm
dikelompokkan varietas Minima Wiliam, dan buah dengan diameter lebih besar dari
5 cm dikelompokkan dalam varietas Maima William.
Saat ini telah banyak dibudidayakan paria hibrida oleh petani sehingga
dengaln mudah konsumen mendapatkannya di pasar-pasar tradisonal. Salah satu
varietas paria hibrida yang populer adalah paria Giok. Buah paria ini mempunyai
ciri-cijri: buah berukuran besar, daging buah tebal dan lemas, tidak terlalu pahit.
Karen,% sifatnya tersebut paria giok banyak disukai oleh konsumen meskipun
hargartya relatif lebih mahal.
Man faat Pa ria (Momordica charantia L. )
Buah muda paria adalah bagian utama yang digunakan sebagai sayuran,
dengall berbagai cara penyajian. Bagian buah yang dapat dikonsumsi sekitar 95%.
Dari 100 g bagian buah yang dapat dikonsumsi mengandung 83-92 % air, 1.5-2 g
protei140.2-1 g lemak, 4-10.5 g karbohidrat, 0.8-1.7 % serat. Rasa pahit pada buah
paria clisebabkan momordisin yang tidak toksik (non-toxic alkaloid momordisine).
Selain digunakan sebagai sayur, paria juga dimanfatkan dalam pengobatan.
untuk berbagai macam penyembuhan penyakit. Di Indonesia, jus daun digunakan
sebaga.i pembersih perut pada bayi yang baru lahir; bagian buah digunakan sebagai
tonic, carminative, rheumatik, gout, pruritis, dermatitis, dan liver. Di India, bagian
buah, iikar, dan daun telah lama digunakan sebagai obat diabetes millitus (Reyes et.
al., 1994; Nguyen dan Sri Hayati Widodo, 1999).
Penelitian paria semakin berkembang dengan telah ditemukannya beberapa
protein yang menunjukkan beberapa efek farmakologi. Protein a-momorclzarin dan
fimon;corch~rin yang diisolasi dari biji M charantia menunjukkan efek
hepatoksik pada tikus percobaan. Beberapa immunotoksin dapat dibentuk dengan
cara rnenghubungkan tipe 1 ribosom-inactivating protein dari momordin I dengan
antibc~di spesifik terhadap berbagai alur sel . Perlakuan dengan imunotoksin ini
mengkambat pertumbuhan sel tumor secarain vitro, dengan nilai ICso (Inhibition
Concontratlon) pada skala pikomolar. Perlakuan irnrnunotoksin ini secara sendiri
atau dikombinasikan dengan sitostatik secara nyata menghambat perkembangan
tumor secarain vivo (Nguyen dan Sri Hayati Widodo, 1999).
Protein dengan fungsi serupa, juga berhasil diisolasi dari biji M
cochrizchinensw. Konjugasi antara momordin-folat secara selektif membunuh sel
HeLa dan KB, dua jenis sel kanker ganas manusia, pada ko-kultur dengan sel
normal. Ekstrak kasar buah paria dapat mengurangi insiden tumor kulit pada
mencit. Ekstrak dari daging buah, biji, dan buah utuh menunjukkan aktivitas anti
karsinogenik pada 100 pgthewan percobaan.
Lin Huang et. al. (1999) membuktikan bahwa fragment MAP 30
(Momlw-din-Active Protein, protein aktif paria berbobot molekul 30 kD, yang
diisolasi dari biji M charantia adalah suatu protein bioaktif. Fragmen ini aktif
melawan HIV-1 dan sel tumor dengan IC 50 pada skala nanomolar, 0.2-0.4 nM, dan
hanya kecil tingkat toksisitasnya pada sel normal. Dari penelitian ini juga
dibuktikan bahwa aktivitas anti tumor dan anti viral dari MAP 30 bebas dari
aktivitas RIP.
Penelitian lain dari ekstrak paria berhasil membuktikan adanya efek
penghambatan terhadap perkecambahan spora fungi patogenik, efek antimikrobial,
antim~itagenik, tetapi tidak menunjukkan efek antimalaria (Nguyen dan Sri Hayati
Widoclo, 1999).
Ekstraksi Protein
Ekstraksi adalah salah satu cara pemisahan yang paling banyak digunakan
untuk memisahkan komponen bioaktif tanarnan. Pelarut yang dipilih hams
didasarkan pada kemampuannya melarutkan semaksimal mungkin zat yang
diinginkan dan seminimal mungkin zat yang tidak dikehendalu. Pada prinsipnya zat
yang akan diekstrak hanya dapat larut pada pelarut yang sesuai tingkat
kepol arannya (Nur dan Adijuwana, 1989).
Protein merupakan makromolekul dengan fungsi yang sangat beragam.
Prote~n sering tidak stabil jika tidak berada dalam lingkungan asalnya, misalnya
protein yang mempunyai fungsi katalitik atau sekedar befingsi secara struktural.
Setiap protein memerlukan lingkungan yang spesifik setelah Qekstraksi dan
asalnya. Jika ha1 ini tidak terpenuhi maka akan cepat kehilangan karakteristiknya
dan berkurang masa hidupnya dengan drastis (Edelstein, 199 1).
Umumnya sebagian besar protein dapat diekstraksi dengan air, larutan asam
atau hasa. atau larutan garam sederhana. Namun, protein yang bersifat lipofilik
hams diekstraksi dengan alkohol 70-80%. Presipitasi dari ekstrak protein kasar
dapat dilakukan dengan penambahan aseton, ethanol, atau amonium sulfat.
Ekstraksi dan isolasi protein paria dari biji telah dilakukan oleh Lee Huang
dalam Gunallan, (1998). Pada prosedur ini pelarut yang digunakan adalah NaCl
dan FJa3P04. Presipitasi ekstrak kasar menggunakan amonium sulfat, dengan
pemisahan menggunakan khromatografi pertukaran ion.
Kanker
Kanker merupakan istilah untuk neoplasma ganas. Neoplasma adalah massa
jaringan abnormal, timbul sebagai akibat pertumbuhan sel secara otonom, tidak
terkendali dan tidak terkoordinasi, tidak mengikuti perturnbuhan normal, membelah
diri dan berproliferasi terus menerus walaupun rangsang pemicu pertumbuhan
berleb ihan telah hilang (Tjahjono, 1999).
Dalam keadaan normal, sel memperbanyak diri dengan cara membelah diri
menu~zlt kaidah pembelahan sel normal. Proses ini merupakan siklus terkendali,
sehingga pertumbuhan berlangsung sesuai aturan pembelahan normal sehingga
manusia tumbuh normal dan proporsional. Selain untuk pertumbuhan, sel baru hasil
pembelahan berfungsi mengganti sel yang mati atu menyusun jaringan baru dalam
proses penyembuhan luka (Braunstein, 1987)
Siklus sel normal dikendalikan oleh suatu kelompok protein yang secara
umum disebut siklin. Siklus berlangsung melalui fase mitosis (M), gap1 (GI),
sintesis DNA (fase S), gap2 (G-2), mitosis (M) dan seterusnya. Bila sel membelah
diri tidhk terkendali maka akan menghasilkan benjolan yang disebut neoplasms atau
tumor (Braunstein, 1987; Di Palma and John Grigorio, 1990; Tjahjono, 1999).
Hingga saat ini belurn diketahui sacara pasti penyebab kanker, tetapi telah
terider~tifikasi faktor resiko penyebab berbagai kanker yaitu faktor keturunan dan
linghlgan hidup. Faktor lingkungan hidup yang mempengaruhi perturnbuhan
kanker antara lain penyinaran, bahan kimia pada lingkungan pekerjaan atau
makanan, infeksi virus tertentu, dan gaya hidup.
Penyinaran yang mempengaruhi perturnbuhan kanker adalah radiasi sinar
pengion dan sinar ultraviolet dari sinar matahari. Berbagai bahan kimia yang
merupiikan faktor resiko kanker antara lain benzopyrene pada ter atau rokok, hasil
pembakaran batu bara, asbes, naftilin, aromatik arnin, khromium, arsen; sedangkan
yang herssal dari bahan makanan adalah aflatoksin, nitrosamin, serta makanan
berlemak (Budiarso, 1998; Tjahjono, 1999).
Proses pertumbuhan neoplasma melalui tiga fase yaitu fase inisiasi, promosi
dan progresi. Setiap fase ini mengakibatkan perubahan baik pada tingkat sel
maupun subseluler. Perubahan pada tingkat sel meliputi perubahan morfologi
bentuk, ukuran, dan hubungan sel yang dapat diperiksa dengan pemeriksaan
sitologik. Perubahan subseluler atau molekuler berupa terjadinya perubahan
kromosom, perubahan jumlah kandungan DNA, urutan nukleotida DNA, perubahan
proto -0nkogen menjadi onkogen sehingga merubah ekspresi proteinnya, dan
aktiv~ tas prolifarasi sel (Coltran et. al, 1994; Tjahjono, 1999)
Tahap inisiasi ini berlangsung cepat dan masih reversibel, dan pada tahap
ini pula karsinogenesis dapat diinterupsi dengan berbagai agen lumia
(chentopreventzon) yang beberapa diantaranya terdapat dalam pangan manusia
(Wattenberg dalam Fahey dan Talalay, 1995; Tjahjono, 1999).
Pangan dan Kanker
Perhatian peneliti terhadap hubungan antara pangan dan kanker bukanlah
sesua tu yang baru. Keterkaitan antara pangan dan kanker telah dilaporkan William
Lambe pada tahun 1809. Namun, aktivitas penelitian utama yang menghubungkan
pangan dan kanker baru dimulai sekitar tahun 1940 di Michael Reese Hospital
Clziccgo dun University of Wisconsin ( Kritchevsky, 1996).
Bahan pangan yang banyak diteliti yang dapat mengurangi resiko kanker
adalall sayuran dan buah. Konsumsi sayur dan buah yang tinggi berasosiasi dengan
penguuangan resiko terserang kanker. Sedangkan pangan yang mengandung banyak
lemak: dan kalori cenderung meningkatkan resiko terserang kanker (Graham, 1986)
Istilah 'sayuran' biasanya d i p a k a n untuk merujuk pada tunas, dam, buah,
dan akar yang lunak yang dapat dimakan secara utuh atau sebagian, segar atau
dimasak, sebagai pelengkap makanan berpati dan daging (William et. al., 1993).
Sayuran merupakan surnber vitamin, mineral, dan serat yang penting dalam diet.
Sejumlah penelitian telah membuktikan bahwa sayur dan buah mempunyai efek
perlindungan pada semua kejadian kanker manusia, karena kandungan nutrisi
m aupun komponen non nutrisinya (Block et. al. dalam Fahey and Talalay, 1995).
Selain serat, dalam sayuran dan buah terkandung berbagai fitokimia yang
juga menunjukkan efek perlindungan yaitu vitamin (A, C, dan E), mineral (Ca, Zn,
Sea) dan beberapa senyawa kimia seperti isotiosianat, sterol, fenol, kumarin,
inhibitor protease, indole, khlorofilin. Dari 170 studi epidemik disimpulkan bahwa
konsumsi empat dari enam sayur dan buah per hari membantu mengurang.1 resiko
pe rkembangan kanker pada berbagai organ hingga 50 % (Stoner, 1995).
Beberapa famili sayuran yang telah intensif diteliti sebagai agen
cht?moprevention adalah Liliaceae, Cruciferae, dan Solanaceae. Penelitian suatu
spesies dari tiap famili ini telah meningkatkan jumlah permintaan sayuran di
Anlerika serikat, khususnya brokoli dari famili Cruciferae.
Wattenberg dalam Stoner ( 1 995) mengkl asifi kasikan agen chemoprevention
benhsarkan periode yang menunjukkan efek penghambatan pa& karsinogenesis.
Menurut klasifikasi ini terdapat tiga tipe utama dari agen chemoprevention yaitu
mertghambat pembentukan karsinogen, agen penghambat (bloking agent), agen
penekan (supressing agent). Sebagian besar senyawa kimia yang menghambat
pembentukan karsinogen kimia bekerja mencegah pembentukan nitrosamin,
termasuk didalamnya adalah asam askorbat, asam ferulat, dan beberapa senyawa
sulfi hidril. Kelompok agen penghambat beke j a menghambat fase inisiasi,
sedangkan agen penekan beke rja menghambat fase promosi atau progesi.
Paria yang merupakan salah satu spesies dari famili cucurbitaceae mulai
intensif diteliti karena mengandung protein bioaktif. Dari paria dan beberapa
spesies dari famili cucurbitaceae lainnya, telah berhasil diisolasi protein yang
berfungsi sebagai inhibitor. Kelornpok protein ini disebut Hibosom Inactivating
rotein ins (RIPS). RlPs adalah protein-protein yang dapat menghambat sintesis
protein melalui tindakannya pada ribosom. Protein ini mempunyai aktivitas RNA
PJ-glycos~du~~e yang dapat rnemutus ikatan spesifik glikosida pada 28 S rRNA
('Natanabe et. ul., 1990; Minami et. al., 1992; Dong et. al., 1994; Savary and
Hector, 1995; di Toppi et. al., 1996).
Uji Hayati
Uji hayati diperlukan untuk penapisan material tanaman yang mengandung
bioakti f. E fek farmakologi dan biologi ditirnbulkan oleh interaksi antara ligan-
target yang dapat dipelaiari dan dinilai secara spesifik dengan uii hayati. Uii hayati
yang dipilih haruslah tepat, dalam arti tidak hanya efektif tetapi juga selektif,
.#,
spesisfik: murah, cepat, reproduc~ble, dan valrd secara statistik. Dengan demikian
dapat dihasilkan pemahaman yang tepat dari efek farmakologi atau biologi dari
suatu senyawa (de Padua et. ul., 1999).
Pada tahap awal, pengujian secara in vitro seharusnya menjadi prioritas
dibanding pengujian in vivo dengan menggunakan hewan percobaan. Keputusan
pemilihan pengujiaan dapat didasarkan pada pertimbangan ilmiah disamping alasan
ekorlomi maupun etika. Pengujian secara in vivo merupakan jenis pengujiaan yang
dipe-rtimbangkan pada tahap selanjutnya. Pengujian yang ekstensif secara klinis
tetap hams dilakukan sebelum didaftarkan sebagai obat (de Padua et. al., 1999).
Salah satu metode penapisan efek farmakologi yang sederhana adalah brine
shrimp lethuliv test atau uji kematian larva udang. Metode ini dapat mendeteksi - aktivitas biologi pada kisaran luas dan dengan keragaman struktur kimia dari
senyawa bioaktif. Keuntungan uji ini adalah cepat, tidak mahal, sederhana, dapat
menggunakan organisme uji dalam jumlah relatif besar. Telur udang mudah
diperoleh di toko pakan ikan dan dapat disimpan beberapa tahun di tempat yang
kering. Telur ini dengan cepat menetas, 48 jam, bila dimasukkan &lam air laut.
Penelitian yang dilakukan Anderson et. al. (1991) membuktikan bahwa uii
hajrati ini dapat mendeteksi dengan tepat enam dari tujuh senyawa antitumor tanpa
kesalahan positif wise positive). Pembuktian lain adalah terdapat korelasi sangat
kuat dengan uji P-377 murine leukimia (Mclaughlin et. al., 1991).
Kultur Sel
Kultur sel merupakan istilah yang merujuk pa& kultur in vitro yang berasal
dari sel terdispersi dari kultur primer, atau dari sel line atau sel strain. Sel line atau
sel strain atau alur sel adalah populasi sel dari kultur primer yang telah disubkultur.
Alur sel dapat diperbanyak sebagai monolayer atau &lam suspensi. Kultur
monoluyer adalah suatu kultur sel yang sel-selnya menempel pada substrat. Kultur
ini merupakan model kultur yang biasa dijnmpai pada sebagian besar sel normal
dengm pengecualian pada sel darah.
Kultur suspensi adalah kultur yang berasal dari sel yang dapat tumbuh dan
berproliferasi tanpa penempelan. Sel jenis ini umumnya adalah sel darah, sel hasil
transformasi atau sel dari tumor ganas (Freshney, 1994).
Alur sel dibedaksn menjadi.fi~tite cell line dan continous cell line. Finite cell
line adalah kultur sel yang mempunyai masa hidup terbatas, umumya merupakan
kultur jaringan sel normal atau sel-sel yang tidak berubah dalam masa pengkulturan.
Alur sel ini memerlukan waktu penggandaan yang yang lebih panjang, 24-96 jam.
Ccntinous cell line adalah alur sel yang mempunyai masa hidup tidak terbatas
(inrmortul), umumnya sel tumor atau atau sel yang mengalami perubahan selarna
per~gkulturan. Waktu penggandaan untuk jenis sei ini adalah 12-24 jam (Freshney,
19?4).
Alur Sel KR-4. Alur sel ini diperbanyak dengan kultur suspensi. Sel KR4 dibentuk
dengan menggabungkan sel GM 1500 (sel repositor mutan genetik manusia) dan sel
RPMI 8226 (ATCC CCL 155). Sel-sel tersebut tahan terhadap 6-thioguanine dan
terhadap oubain. (U.S Pat. 4,693,975. Depositor: The wistar Institute of Anatomy
and Biology, Philadelpha, Pa).
Alu~r Sel L 929. L929 ini berasal dari fibroblast tikus, diperbanyak dengan kultur
mon'oluyer. Alur sel ini merupakan klon dari L-Cell, aneuploid, dan merupakan
alur sel yang mempunyai masa hidup tidak terbatas (continous cell line) (Freshney,
1994).
Uji Menggunakan Alur Sel
Uji menggunakan alur sel merupakan uji sitotoksitas yang banyak
digunakan dalam penelitian mendapatkan agen anti kanker. Uji sitotoksitas secara
In vuro banyak dilakukan untuk berbagai tujuan, misalnya untuk mengetahui
potensi sitotoksitas suatu senyawa, atau untuk menunjukkan ketidaktoksikan suatu
bahan obat atau kosmetik. Uji ini banyak dilakukan secara ekstensif untuk
mensyaFan suatu produk obat baru, kosmetik, bahan tambahan makanan, dan lain-
lain sebelum dipasarkan.
Sitotoksitas merupakan suatu keadaan yang kompleks, dimana ekspresinya
dapat berupa efek yang sangat luas. Efek sitotoksitas dapat berupa kematian sel
yang sederhana sampai aberasi metabolik yang komplek. Definisi sitotoksitas akan
cenderung bergantung pada tuiuan penggunaan. Freshney (1994), mendefinisikan
u j ~ sitotoksitas lebih pada aspek-aspek yang mempengaruhi pertumbuhan atau
ketahanan hidup. Perturnbuhan dapat diartikan secara sederhana sebagai
kemampuaan beregenerasi yang dapat diukur antara lain dengan perubahan ukuran
populasi. Ketahanan hidup dapat diukur secara cepat dengan parameter integritas
pie sma-membran atau dengan parameter perturnbuhan untuk mengetahui kapasitas
pe: tumbuhan yang mempengaruhi ketahanan hidup.
Kemampuaan sel untuk bertahan hidup pada keadaan toksik merupakan
daslar dari uji sitotoksitas. Parameter yang diukur untuk uji ini adalah kemampuan
berproliferasi. Sel yang dapat bertahan hidup dalam suatu kultur sel dapat diketahui
der~gan berbagai metode, misalnya dengan metode peivarnaan (trypan blue) atau
pe1,lbelan dengan bahan radioaktif ( [3~-thymrdme, [3~-urrdlne).
Pada akhir-akhlr ini uji mikrotitrasi sitotoksitas didominasi oleh penggunaan
AnT-reduction untuk menentukan sel yang bertahan hidup. MTT merupakan
singkatan dari (3-{4,5-D1metl~lt/11u~ol-2-y1]-2,5-dp1?enl tetrazolrumbromrde;
Thuzdy! blue). Metode ini salah satu metode penghitungan sel hidup dengan car8
kolorimetri yang didasarkan pada reduksi MTT oleh enzim suklnat dehrdrogenase
mitokondria dari sel hidup yang menghasilkan produk h s t a l formazan bewarna
biru yang dapat diukur densitas optiknya (optzcal denslt;t'/OD) dengan
spektrofotometer (Oberlies, et. ul., 1998; Ozelu ct. al., 1998). Semakin besar OD
berarti semakin besar pula jumlah kristal .formazan yang dihasilkan dari reduksi
MY'. Karena enzim pereduksi hanya dihasilkan oleh sel hidup maka semakin
besar nilai absorban dapat dikatakan semakin besar pula sel yang bertahan hidup.
Indeks penghambatan (IP) proliferasi sel dapat diukur dengan membandingkan OD
sel yang mendapatkan perlakuan dengan OD sel kontrol.
Oberliies et.al. (1998) menggunakan kombinasi uji BSL dengan MTT-
reduction untuk rnenguji sitotoksitas buah muda Persea americana pada tujuh alur
sel tumor manusia. Dengan cara ini dapat ditunjukkan adanya selektivitas terhadap
suatu jenis sel tumor. Pada umumnya bila nilai IC jo dari suatu bahan aktif lebih
kecil dari 4 pg/ml maka dikatakan aktif secara nyata. Hal yang sama juga
dilaporkan oleh Ozeh et. 01. ( 1998) yang rnenguji .ekstrak kayu dari S~maba
ceclron.
Dalam farnili cucurbitaceae, metode ini juga telah dgunakan untuk
mengukur sitotoksitas asam brionolat (bryonolic acid) yang diisolasi dari akar
Trichosanfes kirilowii var. japonica yang telah ditransformasi terhadap berbagai
jenis sel kanker secarain vitro ( Kondo et. al., 1995). Dari Penelitian didapatkan
nilai IC jg sangat bervariasi dengan kisaran 15-92 pgjml, dan sangat tergantung
pada sumber sel tumor yang dipergunakan baik dalam spesies, organ, maupun
jaringan. Perbedaan sumber sel akan mernpengaruhi sensitifitasnya terhadap
sen;yaula bioaktif.
top related