tugs prof suparwata.doc
Post on 13-Jul-2016
266 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Mekanisme hemostasis, sistem koagulasi, obat antikoagulan, anti trombosis, dan
trombolitik
Oleh Ghany Hendra Wijaya, 0806451385
Mekanisme Hemostasis
Hemostasis adalah rangkaian proses untuk menghentikan perdarahan dari pembuluh darah
yang luka. Proses-proses yang terjadi adalah sebagai berikut:
Gambar 1
Yang pertama terjadi adalah penyempitan (vasokonstriksi) pada daerah yang luka. Luka pada
pembuluh darah kecil biasanya cukup dengan proses ini. Contohnya pada mimisan, cukup
dengan kapas diberi adrenalin (yang bersifat vasokonstriktor) maka darah bisa berhenti.
Jikapun belum bisa dihentikan (misalnya pembuluh darahnya cukup besar), setidaknya akan
mengurangi darah yang keluar. Proses ini merupakan peran vaskuler dalam hemostasis.
Yang kedua adalah proses terbentuknya sumbat platelet. Trombosit menggumpal membentuk
sumbat/ plug agar darah tidak keluar. Namun sumbatan ini belum terlalu kuat untuk menutup
dan masih bersifat semipermeabel (makanya jika sedang penyembuhan luka, kita lihat ada
luka yang masih basah, darahnya memang sudah berhenti tapi ada yang keluar seperti getah.
Getah adalah plasma). Dari sumbat trombosit ini plasma masih bisa melewati celah-celahnya,
eritrosit tidak bisa.
Terakhir adalah proses koagulasi darah, akan terbentuk benang-benang fibrin. Sumbatan yang
terbentuk lebih rapat, bersifat nonpermeabel. Saat ini luka sudah mengering.
Ketiga proses diatas adalah proses hemostasis, proses tubuh untuk menghentikan perdarahan
karena trauma. Namun hemostasis juga berperan untuk mencegah perdarahan spontan.
Makanya kita lihat orang-orang dengan kelainan hemostasis gampang mengalami perdarahan
bahkan tanpa trauma. Hemostasis juga berperan untuk menjaga agar darah tidak menggumpal
dan tetap cair, agar bisa mengalir baik tanpa ada sumbatan.
Gambar 2
Skema ini menunjukkan proses yang sama seperti yang dijelaskan diatas. Saat terjadi luka
pada pembuluh darah, maka akan terjadi vasokonstriksi. Selain itu platelet akan mendekat ke
endotel, kemudian platelet-platelet akan saling beragregat membentuk mula-mula primary
platelet aggregation (PPA). PPA ini sifatnya reversible, sudah menempel tapi masih bisa
lepas-lepas. Setelah terjadi pelepasan granul maka berubah menjadi secondary platelet
aggregation (SPA) yang lebih stabil, namun masih semipermeabel. Barulah setelah ada fibrin
(hasil proses koagulasi) sumbatan ini menjadi nonpermeabel, tidak dapat dilewati cairan.
Fibrin ini sendiri merupakan hasil proses koagulasi dari jalur ekstrinsik maupun instrinsik,
yang akan dijelaskan dibawah.
Jadi dalam proses hemostatik itu ada tiga reaksi. Pertama reaksi vaskuler (vasokontriksi
tadi), kedua reaksi seluler (platelet membuat sumbatan). Kedua reaksi ini berperan pada
hemostasis primer. Jadi jika ada istilah gangguan pada hemostasis primer, maksudnya itu
pada dua reaksi ini. Ketiga reaksi biokimia (interaksi antar faktor koagulasi hingga
menghasilkan fibrin), reaksi ini adalah hemostasis sekunder.
Peran pembuluh darah pada hemostasis:
- Vasokonstriksi. Tujan nya agar mempersempit lumen sehingga darah yang keluar lebih
sedikit (jikapun ternyata tidak cukup menghentikan perdarahan)
- Saat ada luka endotel pembuluh darah bisa merangsang faktor koagulasi dan platelet
- Endotel bisa mensintesis berbagai macam substansi seperti von Willebrand factor,
tissue plasminogen activator (t-PA), plasminogen activator inhibitor -1 (PAI-1),
prostacyclin (PGI2), thrombomodulin (PC activation), Glycosaminoglycan (heparan
sulphate, dermatan sulphate).
Trombosit. Merupakan sel yang berasal dari sitoplasma megakariosit (hanya fragmentasi
saja), ukurannya sangat kecil dan bentuknya discoid (seperti cakram), bikonveks. Tidak
memiliki inti namun sitoplasmanya punya banyak granula (granula α dan granula padat) yang
isinya macam-macam dan dilepaskan saat proses release. Membran trombosit juga memiliki
reseptor glikoprotein dan memiliki dua lapis fosfolipid (phospholipid bilayer) yang asimetris
karena berbeda lapisan dalam dan luarnya. Fosfolipid yang bermuatan negative contohnya
fosfatidil serin menghadap ke sebelah dalam. Namun saat trombosit teraktivasi, maka terjadi
perubahan orientasi (dalam jadi luar, dan sebaliknya) sehingga fosfatidil serin jadi keluar dan
menyebabkan trombosit jadi bermuatan negative. Sifat negative ini yang menyebabkannya
berperan dalam koagulasi, penjelasannya dibawah. Adapun isi-isi granul trombosit:
- Granula α berisi PF4, b-thromboglobulin, platelet derived growth factor, vWF,
fibrinogen, F V
- granula padat berisi Ca, ADP, ATP
Seperti yang telah diketahui, trombosit asalnya dari megakarioblas, kemudian matur menjadi
megakariosit (ada gambar-gambar sel-sel ini di slide). Pinggir-pinggir megakariosit akan
menjadi platelet yang dilepas ke sirkulasi. 1/3 trombosit akan tersimpan di limpa. Makanya
bila terjadi splenomegali, yang disimpan juga akan bertambah, sehingga jumlah yang ada
didarah turun/ terjadi trombositopeni). Sementara 2/3 nya bersirkulasi di darah. Half time nya
3-4 hari, 15% digunakan setiap hari untuk hemostasis, dan jumlah normalnya 140-360 x 109/l
. Gambar potongan horizontal trombosit, terlihat bundar, ada granul (granul α dan granul
padat), serta ada kanal-kanal yang bermuara pada membran. Kanal ini adalah invaginasi
membran yang masuk ke sitoplasma, fungsinya sebagai jalan keluar zat-zat granul. Bila
trombosit teraktivasi (gambar yang sebelah kanan tanda panah) maka trombosit menjadi bulat
plus punya tonjolan (pseudopodia) yang berguna saat beragregasi, agar saling mengikat
dengan kuat. Di bawahnya jadi ada mikrotubulus yang akan membuat trombosit berkontraksi,
sehingga organel-organel mengumpul di tengah dan semua isi granula dikeluarkan (proses
release).
Peran trombosit:
- Membentuk sumbat platelet. Adapun sumbat ini dimulai dengan penempelan trombosit
ke jaringan subendotel (subendotel yang berupa jaringan kolagen jadi terekspos saat ada
luka pembuluh darah). Yang menjembatani penempelen trombosit-subendotel ini adalah
von Willebrand Factor. vWF ada di di endotel dan trombosit. Dalam kasus defisiensi
vWF, penderita jadi gampang berdarah karena adhesi trombosit terganggu. Setelah
menempel, trombosit-trombosit jadi beragregasi dengan stimulasi ADP, thrombin,
thromboxan A2, epinephrine, collagen. Setelah beragregasi, dilepaskanlah isi granul
seperti ADP (merangsang agregasi trombosit lain), PF4 dan β-thromboglobulin
(menetralkan heparin), PDGF (merangsang proliferasi dan migrasi otot polos yang
asalnya dari media ke intima untuk mempertebal pembuluh darah. Berperan pada
aterogenesis juga)
- Menstabilkan sumbatan ini dengan membantu teraktivasinya proses koagulasi.
Diperankan oleh trombosit bermuatan negative tadi (disebut platelet factor 3, PF3)
Gambar tahap-tahap yang dilalui trombosit:
Saat terjadi luka, platelet akan menempel ke subendotel
Untuk menempel, butuh vWF. vWF/ FVIII didalam darah keduanya membentuk kompleks
Terjadi pelepasan granul. Jadi sebenarnya pelepasan granul bisa sebelum/ sesudah agregasi.
ADP yang dikeluarkan merangsang agregasi trombosit lain sehingga lama-lama jadi
gumpalan.
Gambaran trombosit berlekuk-lekuk menandakan trombosit teraktivasi dan telah bermuatan
negatif
Trombosit bermuatan negative penting untuk proses koagulasi karena bisa membantu
pembentukan benang-benang fibrin, dan sumbat jadi nonpermeabel
Gambar 3
Gambar diatas menunjukkan trombosit yang teraktivasi lebih bulat dan berpseudopodi. Isi
granul dikeluarkan lewat kanal. Dimembrannya ada glikoprotein yang berfungsi sbg reseptor.
Misalnya Gp IIb/IIIa (reseptor untuk fibrinogen, sebab saat proses agregasi trombosit
fibrinogen menjadi jembatan antara trombosit). Antibodi thd reseptor ini menjadi strategi
obat jantung mencegah agregasi trombosit. Gp Ia/IIa menjadi reseptor kolagen. GpIb/IX
menjadi reseptor vWF.
Gambar 4
Strategi lain menghambat agregasi trombosit adalah dengan menghambat thromboxan A2
(obat aspirin). Sebab thromboxan A2 merangsang agregasi trombosit dan bersifat
vasokonstriktor. Proses pembentukannya ada di skema. Fosfolipid membran teraktivasi oleh
enzim-enzim dalam trombosit (fosfolipase A2) sehingga melepaskan asam arakidonat. Oleh
COX dirubah menjadi prostaglandin, mula-mula PGG2, kemudian PGH2. Dengan
thromboxan sintetase maka berubah menjadi thromboxan A2. Aspirin mengasetilasi COX
sehingga menghambat pembentukan tromboxan A2. Namun yang terjadi di endotel lain,
prostaglandin akan dirubah menjadi prostasiklin dengan prostasiklin sintetase. Prostasiklin
bersifat menghambat agregasi trombosit dan menjadi vasodilator. Normalnya, keduanya
ada dalam kondisi seimbang.
SISTEM KOAGULASI.
Adapun faktor-fakor koagulasi jumlahnya ada 14, dinomori sesuai penemuannya.
Keterangan:
- Kolom 1 dan 2 itu namanya, kolom ketiga sifat faktornya
- Serin protease berarti enzim proteolitik yang bersifat akan memotong pada aa serine
(active site nya di serine)
- Faktor I/ fibrinogen, membantu agregasi trombosit dan menjadi prekusor fibrin (jadi
perannya ada di sumbatan platelet dan di proses koagulasi)
- Faktor II/ protrombin, suatu proenzim yang diaktifkan menjadi enzim, bersifat serine
protease
- Faktor III, satu-satunya yang berasal dari jaringan, maka kadang disebut tissue factor.
Harusnya ada di luar di tunika adventisia, tapi jadinya ketemu darah karena ada luka.
Makanya jalur koagulasi yang diaktivasinya disebut jalur ekstrinsik. Tapi disebutkan jika
monosit bisa juga menghasilkan blood borne tissue factor bila teraktivasi.
- Selebihnya bisa dibaca dari tabel. Jika dua faktor terakhir tidak dinomori karena awalnya
ada di sistem kinin
JALUR-JALUR PROSES KOAGULASI
Jalur instrinsik mulai dari sini Jalur ekstrinsik mulai dari sini
Gambar 5
Jalur ekstrinsik dimulai dengan masuknya tissue thromboplastin dari luar karena adanya
luka (makanya namanya jalur ekstrinsik), mengaktifkan faktor VII. Pokoknya yang ada huruf
a dibelakangnya itu artinya sudah aktif. Faktor VIIa dibantu Ca++ mengubah faktor X
menjadi Xa. Kemudian Ca++, PF3 (trombosit yang permukaan negative), faktor Xa dan Va
membentuk kompleks protrombinase, yang bisa memecah protrombin menjadi thrombin
dan pecahannya F1.2. Kemudian thrombin yang terbentuk merubah fibrinogen menjadi
fibrinogen monomer dan FPA, FPB. Fibrin monomer bergabung menjadi fibrin polimer, yang
dengan bantuan faktor XIIIa menjadi fibrin yang stabil karena terbentuk ikatan silang (cross
link).
Sedangkan jalur instrinsik dimulai dengan teraktivasinya faktor XII karena adanya negative
surface. Kemudian membentuk faktor XIa. Faktor XIa membentuk faktor IXa. Kemudian
Ca++, PF3, faktor IXa dan faktor VIIIa membentuk komplek ten-ase. Dinamai begitu
karena bekerja pada faktor X, merubahnya menjadi faktor Xa. Untuk selanjutnya yang terjadi
sama dengan diatas (common pathway).
Teori air terjun ini merupakan teori pembekuan yang sudah lama, masih ada revisinya.
Revisinya:
Gambar 6
- Tissue factor (TF) dan faktor VIIa juga bisa mengaktifkan faktor IX
- Trombin selain bekerja pada fibrin, juga bisa mengaktifkan faktor XI
- Tidak ada peran HMWK dan faktor 12, karena defisiensi keduanya tidak menimbulkan
gejala perdarahan
- Ada TFPI (tissue factor pathway inhibitor) yang menghambat 10 dan 7
- Ada TAFI (thrombin activated fibrinolitic inhibitor) yang menghambat fibrinolisis
Jika lihat di skema air terjun ini, disudut kiri atas terlihat bahwa Faktor XIIa bisa merubah
prekallikrein menjadi kallikrein. Kemudian kallikrein bersama HMWK bisa membantu
mengaktivasi faktor XII. Maka faktor XII bisa memperbanyak aktivasi dirinya.
Gambar 7
Skema ini mirip dengan skema yang sebelumnya.
Intinya menunjukkan faktor-faktor yang merupakan
serin protease merupakan suatu enzim pemotong
pada active sitenya di serine. Misalnya faktor XII
yang teraktivasi, dibantu HMW dan kininogen
mengaktifkan faktor XI yang menjadi substratnya.
Dan seterusnya. Dari gambar ini terlihat jika faktor
V, faktor VIII, dan HMW bersifat sebagai kofaktor.
Faktor XIII yang merupakan suatu transglutaminase
Dari skema yang pertama, terlihat bahwa thrombin bersifat autokatalitik. Trombin bisa
mengaktifkan faktor V dan faktor VIII untuk mengamplifikasi aktivasi dirinya. Jadi bila
thrombin sudah terbentuk bisa makin banyak, dan hal ini berbahaya karena bisa menghambat
aliran darah. Jadi ada mekanisme homesotasis untuk mencegahnya.
Mekanisme homeostasis ada yang bersifat lokal, misalnya fibrin (jika sudah terbentuk
fibrin, maka proses berhenti) dan aliran darah (dengan aliran darah lancar maka bisa
membawa pergi faktor aktif dan mengencerkannya, jadi tidak terbentuk terus). Kalo inhibitor
yang humoral ada Antithrombin, Protein C, Protein S, Heparin cofactor II, dan TFPI .
Yang bersifat seluler adalah sel hati dan RES karena bisa membersihkan darah dari faktor-
faktor aktif tadi.
Antitrombin. Merupakan antikoagulan alamiah yang disintesis di hati. Maka pada penderita
gangguan hati, kadarnya akan berkurang. Pada penderita sindrom nefrotik kadarnya juga
berkurang karena AT bisa terbuang lewat ginjal. Fungsinya untuk menetralkan thrombin dan
serine protease lain (XIIa, XIa, Xa, IXa, VIIa, kallikrein, plasmin) sehingga proses koagulasi
dihambat dan menjadi tidak berlebihan. Bila AT sendiri kerjanya lambat. Bila ditambah
heparin, maka meningkatkan aktivitas AT. Heparin sendiri tidak bisa bekerja tanpa AT. Maka
AT merupakan heparin kofaktor.
Protein C dan S. Keduanya merupakan protein yang tergantung vitamin K. Protein C
diaktifkan oleh thrombin
Dengan bantuan trombomodulin yang ada diendotel, sehingga menjadi activated protein C/
APC. Protein C dibantu protein S akan bekerja menginaktivasi faktor Va dan VIIIa (kedua
faktor ini bukan serine protease jadi tidak terhambat oleh AT). Skema disamping adalah
mengenai pengaktifan protein C, dan prosesnya bersama protein S, dan platelet dalam
menginaktivasi faktor Va dan VIIIa
Tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Berfungsi untuk menghambat faktor Xa dan VIIa.
Mekanisme kerjanya dengan membentuk kompleks antara faktor Xa dan TFPI. Kemudian
kompleks F Xa-TFPI ini juga bisa membentuk kompleks dengan komplek F VIIa-TF
kompleks membentuk kompleks kuartener. Gambar mekanisme kerjanya disamping.
SISTEM FIBRINOLISIS.
Fibrinolisis adalah respon fisiologis pada deposisi fibrin intra dan ekstravaskuler. Fungsinya
untuk menghancurkan fibrin dengan proses enzimatik. Terdiri dari plasminogen, plasminogen
activator, dan inhibitor. Plasminogen yang merupakan proenzim dari plasmin bisa ditemukan
di plasma dan cairan tubuh lain. Plasmin sendiri merupakan enzim proteolitik dengan substrat
fibrin, fibrinogen, V, VIII, hormon, komplemen.
Aktivator plasminogen ada yang fisiologik, contact-phase dependent, dan eksogen.
1. Physiologic plasminogen activators:
- Tissue-type plasminogen activator (t-PA), ada di endotel
- Urinary- type plasminogen activator (u-PA), ada diurin, tapi di darah juga ada
2. Contact-phase dependent activators: F XIIa, Kallikrein
3. Exogen:
- Streptokinase (SK)
- Staphylokinase (SAK)
- Vampire bat plasminogen activator
Sedangkan inhibitor sistem fibrinolisis ada antiplasmin (a2 plasmin inhibitor, a2
macroglobulin, antithrombin, a1 antitrypsin, TAFI dan Transamin), plasminogen activator
inhibitor (PAI-1, PAI-2, PAI-3).
Gambar 8
Penjelasan skema diatas. Jika terjadi bekuan darah, maka sebagian plasminogen akan melekat
pada bekuan, tapi ada juga plasminogen yang masih bebas. Dengan adanya plasminogen
activator, keduanya berubah menjadi plasmin. Plasmin pada bekuan akan merubah fibrin
menjadi FDP (fibrin degradation product) dan D dimer. Sedangkan plasmin bebas akan
dinetralkan dengan antiplasmin, sebab berbahaya bila tidak dinetralkan. Bila masih ada saja
yang tidak ternetralkan, maka plasmin bebas ini akan merubah fibrinogen, faktor V, dan
faktor VIII menjadi FDP, namun tanpa D dimer. Maka ada tidaknya D dimer menunjukkan
apakah fibrin atau fibrinogen yang didegradasi.
ANTIKOAGULAN
Antikoagulan digunakan untuk mencegah dan menatalaksana keadaan thrombosis
dengan jalan menghambat pembentukan atau fungsi dari faktor pembekuan darah.
Antikoagulan diperlukan untuk mencegah terbentuk dan meluasnya thrombus dan emboli
serta mencegah bekunya darah pada pemeriksaan laboratorium atau transfusi. Terapi
antikoagulan merupakan terapi medikasi utama untuk DVT karena merupakan pengobatan
yang nonivasif, memiliki komplikasi yang rendah, dan memiliki luaran klinis yang
menurunkan baik morbiditas maupun mortalitas. Meta-analisis randomized trial dari UFH
dan LMWH menunjukkan bahwa keduanya memberikan hasil yang hampir serupa, dengan
resiko DVT rekuren sebanyak 4%, resiko PE 5% dan resiko perdarahan mayor 3%.
Baik antikoagulan oral maupun heparin menghambat pembentukan fibrin dan
digunakan untuk profilaksis dalam mengurangi insiden tromboemboli terutama pada vena.
Pada arteri juga bemanfaat untuk pengobatan thrombosis karena mempengaruhi pembentukan
fibrin yang diperlukan untuk mempertahankan gumpalan trombosit. Sementara untuk
terapeutik, dimana thrombus sudah terbentuk, antikoagulan mencegah pembesaran thrombus
dan mengurangi kemungkinan terjadinya emboli, namun tidak memperkecil thrombus.1
Antikoagulan spektrum sempit (single-protein target) dibuat untuk menggantikan
antikoagulan spektrum luas (heparin & warfarin). Target molekuler masing-masing agen ada
pada gambar 1.2
Gambar 9
Antikoagulan dibagi menjadi 3 kelompok: (1) heparin, (2) antikoagulan oral, terdiri dari
derivate 4-hidroksikumarin, misalnya: dikumarol, warfarin serta derivate indan-1,3-dion,
misalnya anisindion, (3) antikoagulan yang bekerja dengan mengikat ion kalsium, salah satu
faktor pembekuan darah.
Heparin
Gambar 10
Farmakokinetik
Heparin tidak diabsorbsi secara oral, oleh karena itu diberikan secara SK atau IV. Pemberian
SK bioavailibilitasnya bervariasi, mula kerjanya lambat 1-2 jam tetapi masa kerja lebih lama.
Efek antikoagulan segera timbul pada pemberian suntikan bolus IV dengan dosis terapi, dan
terjadi kira-kira 20-30 menit setelah suntikan SK. Heparin cepat dimetabolisme terutama di
hati. Masa paruhnya tergantung dosis yang digunakan, suntikan IV 100, 400, atau 800
unit/kgBB memperlihatkan masa paruh maisng-masing kira-kira 1, 2.5 dan 5 jam. Masa
paruh memendek pada pasien emboli paru dan memanjang pada pasien sirosis hepatis atau
penyakit ginjal berat. Heparin berat molekul rendah mempunyai masa parhu lebih panjang
disbanding heparin standar. Metabolit inaktif diekskresi melalui urin. Heparin tidak melalui
plasenta dan tidak terdapat dalam air susu ibu.
Farmakodinamik
Efek antikoagulan heparin timbul akibat ikatan dengan AT-III. AT-III berfungsi
menghambat protease faktor pembekuan termasuk faktor IIa (thrombin), Xa, dan IXa, dengan
cara membentuk kompleks yang stabil dengan protease faktor pembekuan.
Heparin juga dilaporkan menekan kecepatan sekresi aldosterone, meningkatkan kadar
tiroksin bebas dalam plasma, menghambat activator fibrinolitik, menghambat penyembuhan
luka, menekan imunitas selular, menekan reaksi host terhadap graft dan mempercepat
penyembuhan luka bakar.
Untuk monitoring terapi, agar obat efektif mencegah pembekuan dan tidak
menimbulkan perdarahan, maka diperlukan penentuan dosis yang tepat dan pemeriksaan
darah berulang. Karena respon pasien terhadap heparin bervariasi maka satu atau dua tes
untuk aktivitas heparin diperlukan pada permulaan terapi. Monitoring pemeriksaan lab
mungkin diperlukan bila heparin diberikan secara intermiten IV atau infus IV. Tes yang
dianjurkan untuk monitor pengobatan adalah waktu pembekuan darah (whole blood clotting
time), prothrombin time (PT), atau activated partial thromboplastin time (aPTT).
Pemeriksaan aPTT yang paling banyak dilakukan. Trombosis umumnya dapat dicegah bila
aPTT 1.8-2.5 kali nilai normal.
Indikasi
Heparin diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan thrombosis vena dan emboli
paru. Penggunaan heparin jangka panjang dapat bermanfaat bagi pasien yang mengalami
tromboemboli berulang meskipun telah mendapat antikoagulan oral. Heparin digunakan
untuk pengelolaan awal pasien angina tidak stabil atau infark miokardium akut dan sesudah
angiplasti koroner atau pemasangan stent dan selama operasi yang membutuhkan bypass
kardiopulmoner. Heparin juga digunakan untuk pasien DIC tertentu.
Preparat heparin BM rendah seperti enoxaparin, dalteparin, diindikasikan untuk
pencegahan tromboemboli vena. Kelebihan heparin BM rendah dibandingkan heparin standar
adalah profil farmakokinetiknya yang lebih dapat diprediksi, sehingga memungkinkan
penggunaan subkutan dengan dosis berdasarkan BB tanpa memerlukan pemantauan lab ketat.
Keuntungan lain adalah lebih rendahnya insiden trombositopenia yang diinduksi heparin.
Frekuensi pemberian kurang dibandingkan heparin standar (1-2 kali sehari).
Heparin merupakan obat terpiluh untuk wanita hamil yang memerlukan antikoagulan,
karena berbeda dengan warfarin, heparin tidak melewati plasenta dan tidak menimbulkan
cacat kongenital.
Kontraindikasi
Heparin dikontraindikasikan pada pasien yang sedang dalam perdarahan atau
cenderung mengalami perdarahan (pasien hemophilia, permeabilitas kapiler yang meningkat,
threatened abortion, endocarditis bakteriak subakut, perdarahan intracranial, lesi ulseratif
terutama pada saluran cerna, anesthesia lumbal atau regional, HT berat dan syok. Heparin
juga dikontraindikasikan pada pasien yang mendapat dosis besar etanol, peminum alcohol
dan pasien yang hipersensitif terhadap heparin.
Efek samping dan intoksikasi
Bahaya utama dari pemberian heparin adalah perdarahan. Insiden perdarahan tidak
meningkat pada pasien yang mendapat heparin BM rendah. Jumlah episode perdarahan
meningkat dengan meningkatnya dosis total perhari dan dengan derajat perpanjangan aPTT.
Terjadinya perdarahan dapat dikurangi dengan (1) mengawasi dosis obat, (2) menghindari
penggunaan bersamaan dengan obat yang mengandung aspirin, (3) seleksi pasien, dan (4)
memperhatikan kontraindikasi pemberian heparin. Selama masa tromboemboli akut,
resistensi terhadap heparin dapat terjadi, dan karena itu efek antikoagulan harus dimonitor
dengan tes pembekuan darah.
Perdarahan ringan akibat heparin biasanya cukup diatasi dengan menghentikan
pemberian. Namun perdarahan yang cukup berat perlu dihentikan secara cepatdengan
pemberian protamine sulfat, suatu antagonis heparin, yang diberi melalui infus IV lambat.1
Karena heparin berasal dari jaringan hewan maka harus diperhaikan kemungkinan
alergi pada pasien, Reaksi hipersensitivitas berupa menggigil, demam urtikaria, atau syok
anafilaksis. Pada penggunaan jangka panjang dapat terjadi myalgia, nyeri tulang dan
osteoporosis.
Posologi
Untuk pengobatan tromboemboli vema dimulai dengan suntikan bolus 5000 U, diikuti
dengan 1200-1600 U/jam yang diberikan melalui infus IV. Terapi dipantau dengan
pemeriksan aPTT. Umumnya diasumsikan efek terapeutik tercapai bila waktu pembekuan
1.8-2.5 kali nilai normal aPTT. Pada awal pengobatan, aPTT perlu diukur dan kecepatan
infus diseusaikan tiap 6 jam.
Dosis heparin yang sangat tinggi diperlukan untuk mencegah pembekuan selama
bypass kardiopulmonal.
Heparin secara SK dapat diberikan pada pasien yang memerlukan pengobatan
antikoagulan jangka panjang tetapi warfarin tidak boleh diberikan (misalnya pada
kehamilan). Dosis total ekitar 35.000 U/hari diberikan sebagai dosis terbagi tiap 8 atau 12
jam.
Untuk mencegh DVT dan tromboemboli diberikan heparin dosis rendah, disarankan
5000 U secara SK tiap 8-12 jam. Pemantauan laboratorium tidak dibutuhkan karena
rangkaian pengobatan tersebut tidak memperpanjang aPTT.
Preparat heparin BM rendah (enoxaparin, dalteparin. Ardeparin, dan nadroparin)
diberikan dengan regimen dosis tetap atau disesuaikan dengan berat bada dan dieikan secara
SK 1 sampai 2 kali sehari. Dosis enoksaparin untuk mencegah DVT adalah 30 mg dua kali
sehari sedangkan dosis dalteparin yang dianjurkan 2.500 unit SK 1 kali sehari.
ANTIKOAGULAN ORAL
Farmokinetik
Semua derivate 4-hidroksikumarin dan derivate indan-1,3-dion dapat diberikan peroral,
warfarin dapat kiha diberikan IM dan IV. Absorpsi dikumarol dari saluran cena lambat dan
tidak sempurna. Dalam darah dikumarol dan warfarin hampir semuanya terikat dengan
albumin plasma.Hanya sebagian kecil yang terdapat dalam bentuk bebas sehingga degradasi
dan ekskresi menjadi lambat. Masa paruh warfarin 48 jam sedangkan dikumarol 10-30 jam.
Masa paruh dikumarol sangat bergantung dosis dan berdasarkan faktor genetik masing-
masing individu.
Efek terapi tercapai dalam 12-24 jam setelah kadar puncak obat dalam plasma, karena
diperlukan waktu untuk mengosongkan faktor pembekuan darah dalam sirkulasi. Semakin
besar dosis awal, semakin cepat timbul efek terapi.
Dikumarol dan warfarin mengalami hidroksilasi oleh enzim di hati menjadi bentuk inaktif,
Ekskresi melalui urin dan sebagian melalui feses. Pemberian antenatal memungkinkan
terjadinya hipoprotrombinemia pada neonatus. Obat-obatan ini juga disekresi ke dalam ASI.
Efek samping yang paling sering terjadi ialah perdarahan. Harus segera dihentikan
pemberian antikoagulan oral dan diberikan suntikan vitamin K IV. Perdarahan ringan cukup
diberikan dosis tunggal 1-5 mg, untuk perdarahan berat diberikan dosis 20-40 mg, ditambah
setelah 4 jam bila perlu. Selain perdarahan juga dapat terjadi efek samping mual, muntah,
purpura dan urtikaria, alopesia, nekrosis kelenjar mammaer dan kulit.
Farmakodinamik
Antikoagulan oral merupakan antagonis vitamin K. Vitamin K ialah kofaktor yang
berperan dalam aktivasi faktor pembekuan darah II, VII, IX, dan X yaitu dalam mengubah
residu asam glutamate menjadi asam gama-karboksiglutamat. Untuk berfungsi, vitamin K
mengalami siklus oksidasi dan reduksi di hati. Antikoagulan oral mencegah reduksi vitamin
K teroksidasi sehingga aktivasi faktor pembekuan tidak terjadi.
Karena efek antikoagulan oral berdasarkan penghambatan produksi faktor pembekuan,
efeknya baru nyata sedikitnya 12-24 jam. D
Respon terhadap antikoagulan oral dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya asupan vitamin
K, banyaknya lemak yang terdapat dalam makanan, atau interaksi dengan obat lain. Bayi baru
lahir, pasien kakeksia dan pasien dengan gangguan fungsi hati lebih sensitif terhadap
antikoagulan oral. Selain itu respon terhadap antikoagulan oral meningkat atau masa kerjanya
memanjang pada pasien dengan insufisiensi ginjal dan demam. Pada pasien yang resisten
terhadap antikoagulan oral diperlukan dosis 10-20 kali dosis lazim. Penggunaan antikoagulan
oral bersama kortikotropin atau kortikosteroid dapat menyebabkan perdarahan berat.
Untuk monitoring terapi. Harus selalu diperiksa PT, serta diperhatikan kemungkinan
terjadinya perdarahan. Komplikasi perdarahan terjadi apabila PT ratio 1.3-1.5 kali nilai
normal.Kisaran terapeutik antikoagulan oral dinyatakan dengan INR. Umumnya kisaran
terapeutik bila INR 2.0-3.0. Untuk pasien dengan katup jantung prostetik umumnya
dianjurkan INR lebih tinggi yaitu 3.0-4.0. Kadang-kadang ditemukan pasien yang resisten
terhadap antikoagulan oral sehingga dibutuhkan dosis yang lebih besar.
Interaksi Obat
Obat yang mengurangi respon terhadap antikoagulan oral
Dalam kelompok ini terutama dikenal barbiturate, glutetimid dan rifampisin. Barbiturat
menginduksi enzim mikrosom di hari sehingga mengurangi masa paruh kumarin. Pada
kebanyakan pasien efek ini nyata setelah pemakaian bersama selama 2 hari, kadang efek baru
terlihat setelah satu minggu, Dipercepatnya metabolism antikoagulan oral oleh obat tersebut
menyebabkan dosis harus ditingkatkan 2-4 kali bertahap dalam waktu beberapa minggu
untuk mengembalikan efektivitasnya.
Obat yang meningkatkan respon terhadap antikoagulan oral
Pada pasien yang sedang dalam pengobatan antikoagulan oral, pemakaian dosis besar
salisilat dapat menyebabkan perdarahan. Efek ini mungkin dusebabkan oleh efek langsung
salisilat berupa iritasi lambung, penekana fungsi trombosit, atau karena hipoprotrombinemik.
Antibiotik dan obat lain yang mempengaruhi mikroflora usus dapat meningkatkan efek
antivitamin K dari antikoagulan oral sebab mikroflora usus merupakan sumber vitamin K.
Tetapi efek ini biasanya tidak terlihat kecuali bila terjadi defisiensi vitamin K pada makanan.
Obat antiinflamasi seperti fenilbutazon, sulfinpirazon, oksifenbutazon dan asam
mefenamat dapat menggeser antikoagulan oral dari ikatannya dengan albumin plasm
sehingga terjadi peningkayan kadar antikoagulan oral bebas dalam darah. Biotransformasi
dan ekskresi juga meningkat sehingga masa paruh memendek.
Indikasi
Antikoagulan oral digunakan untuk mencegah progresivitas atau kambuhnya DVT atau
emboli paru setelah terapi awal dengan heparin. Antikoagulan oral juga efektif untuk
tromboemboli vena pada pasien ang mengalami operasi tulang atau ginekologis dan
mencegah terjadinya emboli pada pasien infark miokard akut, katup jantung prostetikm atau
fibrilasi atrium. Pada suatu penelitian didapatkan penggunan selama lebih dari satu tahun
meningkatkan resiko perdarahan intracranial.
Kontraindikasi
Antikoagulan oral dikontraindikasikan pada penyakit dengan kecenderungan perdarahan,
tukak saluran cerna, diverticulitis, colitis, endocarditis bacterial akut, keguguran yang
mengancam, anestesi lumbal dan defisiensi vitamin K serta penyakit hati dan ginjal berat.
Selain itu obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian jangka panjang pada alkholisme, pasien
dengan pengobatan intensif salisilat, hipertensi berat, dan TB aktif. Pemberian antikoagulan
oral pada wanita hamil dapat menyebabkan perdarahan pada neonatus,juga dilaporkan
terjadinya embriopati.
Posologi
Natrium warfarin: Oral, IV. Masa protrombin harus ditentukan sebelum mulai terapi
dan setiap hari sampai respon stabi. Masa protrombin harus tetap diperiksa dengan
interval tertentu secara teratur. Pengobatan dimulai dengan dosis kecil 5-10 mg/hari,
selanjutnya didasarkan pada masa protrombin. Dosis pemeliharaan umumnya 5-7
mg.hari.
Dikumarol: oral. Dosis dewasa 200-300 mg pada hari pertama, selanjutnya 25-100
mg/hari tergantung hasil pemeriksaan masa protrombin. Penyesuaian dosis perlu
sering dilakukan selama 7-14 hari pertama dan masa prtorombin diperiksa setiap
hari selama masa tersebut. Dosis pemeliharaan 25-150 mg/hari.
Anisindion: oral. Dosis dewasa 300 mg pada hari pertama, 200 mg pada hari kedua
dan 100 mg pada hari ketiga. Dosis pemeliharaan 25-250 mg/hari
ANTITROMBOTIK
Hemostasis merupakan proses penghentian pendarahan pada pembuluh darah yang cedera.
Secara garis besar proses pembekuan darah berjalan melalui 3 tahap,yaitu:
1. Aktifitas tromboplastin
2. Pembentukan trombin dari protrombin
3. Pembentukan fibrin dari fibrinogen
Dalam proses ini di butuhkan faktor–faktor pembekuan darah, yang sampai saat ini telah
dikenal 15 faktor (kaskade pembekuan darah tercantum pada lampiran). Proses pembekuan
darah akan dihentikan oleh sistem anti koagulan dan fibrinolitik di dalam tubuh. Faktor
faktor yang menghentikan proses pembekuan darah adalah :
1. Larutnya faktor pembekuan darah dalam darah yang mengalir.
2. Metabolisme bentuk aktif faktor pembekuan darah oleh hati .
3. Mekanisme umpan balik di mana trombin menghambat aktifitas faktor V dan VIII.
4. Adanya mekanisme anti koagulasi alami terutama oleh antitrombin III, protein C dan S.
Penggunaan obat anti trombotik bertujuan mempengaruhi proses trombosis atau
mempengaruhi pembentukan bekuan darah (clot) intravaskular, yang melibatkan platelet dan
fibrin. Obat anti platelet bekerja mencegah perlekatan (adesi) platelet dengan dinding
pembuluh darah yang cedera atau dengan platelet lainnya, yang merupakan langkah awal
terbentuknya trombus. Obat anti koagulan mencegah pembentukan fibrin yang merupakan
bahan esensial untuk pembentukan trombus. Obat trombolitik mempercepat degradasi fibrin
dan fibrinogen oleh plasmin sehingga membantu larutnya bekuan darah. Anti trombosit (anti
platelet) adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan
terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri.
Beberapa obat yang termasuk golongan ini adalah aspirin, sulfinpirazon, dipiridamol,
dekstran, tiklopidin, prostasiklin ( PGI-2 ). Obat anti trombosit yang telah terbukti
efektifitasnya dalam pencegahan stroke adalah :
1. Aspirin (asetosal, asam asetil-salisilat).
Aspirin bekerja mengasetilasi enzim siklooksigenase dan menghambat pembentukan enzim
cyclic endoperoxides. Aspirin juga menghambat sintesa tromboksan A-2 (TXA-2) di dalarn
trombosit, sehingga akhirnya menghambat agregasi trombosit. Aspirin menginaktivasi enzim-
enzim pada trombosit tersebut secara permanen. Penghambatan inilah yang mempakan cara
kerja aspirin dalam pencegahan stroke dan TIA (Transient Ischemic Attack). Pada endotel
pembuluh darah, aspirin juga menghambat pembentukan prostasiklin. Hal ini membantu
mengurangi agregasi trombosit pada pembuluh darah yang rusak. Penelitian akhir-akhir ini
menunjukkan bahwa aspirin dapat menurunkan resiko terjadinya stroke, infark jantung non
fatal dan kematian akibat penyakit vascular pada pria dan wanita yang telah pernah
mengalami TIA atau stroke sebelumnya.
Farmakokinetik
Mula kerja : 20 menit -2 jam. Kadar puncak dalam plasma: kadar salisilat dalarn plasma tidak
berbanding lurus dengan besamya dosis. Waktu paruh : asam asetil salisilat 15-20 rnenit ;
asarn salisilat 2-20 jam tergantung besar dosis yang diberikan. Bioavailabilitas : tergantung
pada dosis, bentuk, waktu pengosongan lambung, pH lambung, obat antasida dan ukuran
partikelnya. Metabolisrne : sebagian dihidrolisa rnenjadi asarn salisilat selarna absorbsi dan
didistribusikan ke seluruh jaringan dan cairan tubuh dengan kadar tertinggi pada plasma, hati,
korteks ginjal , jantung dan paru-paru. Ekskresi : dieliminasi oleh ginjal dalam bentuk asam
salisilat dan oksidasi serta konyugasi metabolitnya.
Farmakodinamik
Adanya makanan dalam lambung memperlambat absorbsinya ; pemberian bersama antasida
dapat mengurangi iritasi lambung tetapi meningkatkankelarutan dan absorbsinya. Sekitar 70-
90 % asam salisilat bentuk aktif terikat pada protein plasma.
lndikasi
Menurunkan resiko TIA atau stroke berulang pada penderita yang pernah menderita iskemi
otak yang diakibatkan embolus. Menurunkan resiko menderita stroke pada penderita resiko
tinggi seperti pada penderita tibrilasi atrium non valvular yang tidak bisa diberikan anti
koagulan.
Kontra indikasi .
hipersensitif terhadap salisilat, asma bronkial, hay fever, polip hidung, anemi berat, riwayat
gangguan pembekuan darah.
lnteraksi obat:
obat anti koagulan, heparin, insulin, natrium bikarbonat, alkohol clan, angiotensin converting
enzymes.
Efek samping:
Nyeri epigastrium, mual, muntah , perdarahan lambung.
Tidak dianjurkan dipakai untuk pengobatan stroke pada anak di bawah usia 12tahun karena
resiko terjadinya sindrom Reye. Pada orang tua harus hati- hati karena lebih sering
menimbulkan efek samping kardiovaskular. Obat ini tidak dianjurkan pada trimester terakhir
kehamilan karena dapat menyebabkan gangguan pada janin atau menimbulkan komplikasi
pada saat partus. Tidak dianjurkan pula pada wanita menyusui karena disekresi melalui air
susu.
Dosis : FDA merekomendasikan dosis: oral 1300 mg/hari dibagi 2 atau 4 kali pemberian.
Sebagai anti trombosit dosis 325 mg/hari cukup efektif dan efek sampingnya lebih sedikit.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf merekomendasikan dosis 80-320 mg/hari untuk
pencegahan sekunder stroke iskemik.
2. Tiklopidin
Tiklopidin adalah inhibitor agregasi platelet yang bekerja menghalangi ikatan antara platelet
dengan fibrinogen yang diinduksi oleh ADP (Adenosin Di Pospat) secara irreversibel, serta
menghalangi interaksi antara platelet yang mengikutinya. Proses ini menyebabkan
penghambatan pada agregasi platelet dan pelepasan isi granul platelet. Penderita yang diberi
Tiklopidin harus dimonitor jumlah netrofil dan trombositnya setiap dua minggu selama 3
bulan pertama pengobatan. Netropeni berat dapat terjadi dalam waktu 3 minggu sampai 3
bulan sejak pengobatan dimulai. Karena waktu paruhnya panjang, maka penderita yang
berhenti mendapat Tiklopidin dalam waktu 90 hari sejak dimulai harus tetap dimonitor darah
lengkap clan hitung jenis lekositnya. Kadang-kadang dapat terjadi trombositopeni saja atau
kombinasi dengan netropeni. Tiklopidin adalah obat pilihan pertama untuk pencegahan
stroke pada wanita yang pemah mengalami TIA serta pada pria dan wanita yang pemah
mengalami stroke non kardioembolik. Walaupun Tiklopidin telah terbukti efektif pada pria
yang pernah mengalami TIA, tetapi obat ini merupakan pilihan kedua bila tidak ada
intoleransi terhadap aspirin.
Farmakokinetik :
Mula kerja : diabsorbsi cepat. Kadar puncak dalam plasma: 2 jam. Waktu paruh : 4-5 hari.
Bioavailabilitas : > 80%. Metabolisme : terutama di hati . Ekskresi : 60% melalui urine dan
23% melalui feses
Farmakodinamik :
bioavailabilitas oral meningkat 20% hila diminum setelah makan ; pemberian bersama makan
dianjurkan untuk meningkatkan toleransi gastrointestinal. 98% terikat secara reversibel
dengan protein plasma terutama albumin dan lipoprotein.
Indikasi
Mengurangi resiko stroke trombotik pada penderita yang pernah mengalami precursor
stroke atau pemah mengalami stroke merupakan pilihan bila terjadi intoleransi terhadap
aspirin.
Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap Tiklopidin, kelainan darah (misalnya netropeni,trombositopeni),
gangguan pembekuan darah, perdarahan patologis aktif (misalnya perdarahan lambung,
perdarahan intrakranial), gangguan fungsi hati berat.
Interaksi obat
aspirin, antasida, simetidin, digoksin, teofilin, fenobarbital, fenitoin, propanolol,heparin,
antikoagulan oral, obat tibrinolitik.
Efek samping
Paling sering : diare, mual, dispepsia, rash, nyeri gastrointestinal, netropeni, purpura, pruritus,
dizziness, anoreksia, gangguan fungsi hati. Kadang-kadang ecchymosis, epistaksis,
hematuria, perdarahan konjunktiva, perdarahan gastrointestinal, perdarahan perioperatif,
perdarahan intraserebral, urtikaria, sakit kepala, asthenia, nyeri, tinnitus. Hati -hati Pada usia
di bawah 18 tahun belum terbukti keamanan dan efektifitasnya. Tidak dianjurkan pada
penderita gangguan fungsi hati berat. Penggunaan selama kehamilan hanya bila sangat
dibutuhkan. Bila diberi pada wanita menyusui harus dihentikan menyusuinya.
Dosis :
Dewasa dan orang tua : 2 x 250 mg/hari diminum bersama makanan. Tidak dianjurkan untuk
usia di bawah 18 tahun. Dosis yang direkomendasikan Perdossi adalah 250-500 mg/hari pada
penderita yang tidak tahan dengan aspirin.
OBAT TROMBOLITIK
Biasanya obat ini digunakan untuk infark jantung akut untuk melarutkan bekuan darah yang
terbentuk pada arteri koronaria. Walaupun riwayat adanya gangguan pembuluh darah otak
merupakan kontra indikasi penggunaannya, pada saat ini sedang berlangsung beberapa
penelitian mengenai penggunaannya pada stroke (misalnya tissue plasminogen activator,
streptokinase dan urokinase). Pemberiannya secara IV atau IA, dan harus segera diberikan
dalam waktu 90 menit sampai 6 jam setelah serangan. Saat ini penggunaanya masih dalam
taraf eksperimental.
Streptokinase berasal dari Streptococcus C. hemolyticus .Ia menginaktifasi plasminogen
dengan cara tidak langsung yaitu dengan bergabung terlebih dahulu dengan plasminogen
untuk membentuk kompleks aktifator. Selanjutnya kompleks tersebut mengkatalisis
perubahan plasminogen bebas menjadi plasmin. Waktu paruhnya bifasik. Fase cepat 11-13
menit dan fase lambat 23 menit. Loading dose 250.000 IU per infus selama 30 menit diikuti
dengan 100.000 IU/jam (biasanya selama 24-72 jam). Urokinase diisolasi dari urin manusia.
Urokinase bekerja langsung mengaktifkan plasminogen. Seperti streptokinase obat ini tidak
bekerja spesifik terhadap fibrin sehingga menimbulkan lisis sistemik (fibrinogenolisis dan
destruksi faktor pembekuan darah lainnya). Waktu paruhnya sekitar 20 menit. Loading dose
yang dianjurkan 1000-4.500 IU/kgBB IV dilanjutkan dengan infus IV 4.400 IU/kgBB/jam.
NERVE-CELL PROTECTANTS
Akhir-akhir ini sedang dikembangkan sejumlah sediaan yang dikenal sebagai nerve-cell
protectants. Sediaan -sediaan ini diharapkan dapat bekerja melindungi, sel neuron dari
kematian bila mengalami iskemi, walaupun dengan efek farmakologis yang berbeda-beda.
Beberapa sediaan seperti calcium channel blockers, N-methyl-Daspartate (NMDA)
antagonists, free radical scavengers dan membrane stabilizers telah dicoba pada infark
serebri akut. Sejauh ini hanya nimodipin yang memperoleh rekomendasi dari FDA untuk
profilaksis atau terapi stroke akut karena terbukti menurunkan morbiditas dari perdarahan sub
arakhnoid akut (PSA).
Nimodipin
Sebagai calcium channel blockers kerjanya sama seperti calcium channel blockers yang lain.
Nimodipin mempunyai efek yang lebih besar pada arteri serebral daripada arteri lainnya,
mungkin karena sifat lipofiliknya yang kuat. Mekanisme kerjanya mengurangi defisit
neurologis setelah PSA (perdarahan sub arachnoid) belum diketahui. Penelitian yang
dilakukan menunjukkan bahwa untuk PSA nimodipin terbukti mengurangi neurologic
ischemic deficits bila diberikan sebelum 96jam mulai serangan dan dilanjutkan selama 21
hari dengan dosis 60 mg/4 jam. Sedangkan untuk stroke iskemik akut nimodipin tidak
memberikan basil yang baik.
Farmakokinetik
Kadar puncak dalam plasma: dalam 1 jam setelah pemberian. Waktu paruh : 8-9 jam.
Bioavailabilitas: diabsorbsi dengan cepat, tetapi karena langsung dimetabolisme di hati maka
bioavailibilitas(BA) rata-ratanya hanya 13%. Metabolisme : di hati (first-pass metabolism).
Ekskresi : melalui urine dalam bentuk metabolit, hanya < 1 % dalam bentuk aktif.
Farmakodinamik
Pemberian bersama makanan menurunkan kadar plasma dan BA bila dibandingkan dengan
pemberian saat lambung kosong. Lebih dari 95% terikat pada protein plasma. Pada gangguan
fungsi hati metabolismenya berkurang ; pada sirosis hati, BA nya meningkat.
lndikasi
Perbaikan hasil secara neurologis dengan mengurangi insidens dan beratnya kerusakan pada
penderita dengan PSA akibat pecahnya aneurisma congenital yang berada dalam kondisi
neurologis yang baik setelah serangan.
Interaksi obat
dengan calcium channel blockers yang lain.
Efek samping
Sering penurunan tekanan darah, gangguan fungsi hati, edema, diare, rash, sakit kepala,
keluhan saluran cerna, mual, dispnoe, kelainan EKG, takikardi, bradikardi, nyeri/kram otot,
depresi. Kadang-kadang : hepatitis, gatal, perdarahan lambung, trombositopeni, anemi,
palpitasi, muntah, wheezing, dizziness, rebound vasospasm, hipertensi, light-headedness,
jaundice.
Dosis
60 mg/4 jam per oral selama 21 hari, sebaiknya 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan.
Pemberian pertama harus dimulai sebelum 96 jam terjadi serangan. Penderita dengan sirosis
hati harus diturunkan dosisnya menjadi 30 mg/4 jam dan dimonitor tekanan darah dan
nadinya secara ketat.
Daftar Pustaka:
1. Setiawati A, Nafrialdi, Dewoto R, Istiantoro YH, Suherman SK, Gan S. Farmakologi dan
Terapi edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008.
2. Longo Dl, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J. Coma in:
Harrison’s Principle of Internal Medicine 18th ed. New York. McGrawHill. 2011. E-
book.
3. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono T, Rudiman R (editor). Buku Ajar Ilmu
Bedah edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007; p. 307-8.
4. Barnett HJM. Aspirin in Stroke Prevention An Overview. Stroke. 1990;21(suppl lV) : IV-40-IV-43.
5. Biller J, Bruno A. Acute Ischemic Stroke. In : Johnson RT, Griffin JW editors. Current Therapy in Neurologic Disease. 5th ed. St.Louis: Mosby; 1997. p.191-197.
6. Chamorro A, Vila N, Ascaso C, Blanc R. Heparin in Acute Stroke With Atrial Fibrillation. Arch Neurol.1999 ; 56 : 1098-1102.
7. Kelompok Studi Serebrovaskuler & Neurogeriatri Perdossi. Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia. Jakarta. 1999.
8. Morgenstern LB, Grotta JC. Transient Ischemic Attacks. In : Johnson RT, Griffin JW editors. Current Therapy in Neurologic Disease. 5th ed. St.Louis: Mosby; 1997.p.187-190.
9. Rosmiati H. dan Gan VHS. Antikoagulan, Antitrombosit, Trombolitik dan Hemostatik Dalam : Ganiswat;a SG editor. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta:
10. Rowland LP and Klein DF. Current Neurologic Drugs. 1 st ed. Philadelphia: Current Medicine; 1996 .p. 1-19.
11. Wahlgren NG. Pharmacological Treatment of Acute Stroke. Cerebrovasc Dis.1997 : 7(suppI3) : 24-30.
top related