tugas ujian mata - hifema
Post on 29-Jan-2016
68 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
ANDREW LIENATA07120110066FK UPHSMF MATA
Penguji : dr. Hermansyah, Sp. M
HIFEMA
I. Definisi Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan,
yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul
yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan
humor aqueus (cairan mata) yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik mata
depan biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah yang terdapat
di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan.
Hifema atau darah didalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.
II. Klasifikasi
a). Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:1,3,4,5,6
1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan
pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen
anterior bola mata.
2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata)
3. hifema akibat inflamasi yang arah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh
darah pecah
4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah
5. hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma)
b). Berdasarkan onset perdarahannya, hifema dibagi menjadi:
1. hifema primer terjadi langsung sampai 2 hari setelah trauma pada mata
2. hifema sekunder terjadi 2-5hari setelah trauma pada mata
c). Berdasarkan darah yang terlihat, hifema diklasifikasikan menjadi:
1. makrohifema, perdarahan terlihat dengan mata telanjang
2. mikrohifema, perdarahan terlihat apabila menggunakan mikroskop
d). Berdasarkan pemenuhan darah dibilik mata depan, hifema dapat dibagi menjadi:
Grade 1, darah mengisi kurang dari 1/3 bilik mata depan
Grade 2, darah mengisi 1/3-1/2 bilik mata depan
Grade 3, darah mengisis 1/2 – kurang dari seluruh bilik mata depan
Grade 4, darah mengisi seluruh bilik mata depan, dikenal dengan total
hyphema, blackball atau 8-ball hyphema
III. Etiologi
Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena
bola, batu, peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat terjadi
karena kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan
hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata (contohnya retinoblastoma),
dan kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile xanthogranuloma).
Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan
oleh kerusakan jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekan-robekan
jaringan iris, korpus siliaris dan koroid. Jaringan tersebut mengandung banyak
pembuluh darah, sehingga akan menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang
timbul dapat berasal dari kumpulan arteri utama dan cabang dari badan ciliar, arteri
koroid, vena badan siliar, pembuluh darah iris pada sisi pupil. Perdarahan di dalam
bola mata yang berada di kamera anterior akan tampak dari luar. Timbunan darah ini
karena gaya berat akan berada di bagian terendah.
IV. Patofisilogi
Terdapat 2 mekanisme yang diduga menyebabkan terjadinya hifema.
Mekanisme pertama adalah mekanisme dimana kekuatan trauma menyebabkan
kontusi sehinga terjadi robekan pada pembuluh darah iris dan badan silier yang rentan
rusak. Mekanisme kedua adalah trauma tersebut menyebabkan peningkatan tekanan
intraokuler akut sehingga menyebabkan rupture pembuluh darah pada iris dan badan
silier.
Mekanisme Perdarahan akibat Trauma Tumpul Mata
V. Penegakan Diagnosis
Adanya riwayat trauma, terutama mengenai matanya dapat memastikan
adanya hifema. Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA
(dapat diperiksa dengan flashlight), kadang-kadang ditemukan gangguan visus.
Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal, fotofobia
(tidak tahan terhadap sinar), penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra,
midriasis, dan sukar melihat dekat, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu
letargic, disorientasi atau somnolen.
Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair.
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang terlihat
dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan
terlihat terkumpul di bagian bawah COA, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang
COA. Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan, pupil tetap dilatasi (midriasis),
dapat terjadi pewarnaan darah (blood staining) pada kornea, anisokor pupil.
Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah
mengganggu media refraksi. Darah yang mengisi kamera okuli ini secara langsung
dapat mengakibatkan tekanan intra okuler meningkat akibat bertambahnya isi
kamera anterior oleh darah. Kenaikan tekanan intra okuler ini disebut glaucoma
sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi akibat massa darah yang menyumbat
jaringan trabekulum yang berfungsi membuang humor aqueous yang berada di
kamera anterior. Selain itu akibat darah yang lama berada di kamera anterior akan
mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan kerusakan jaringan kornea.
VI. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu mata Snellen; visus
dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan retina.
b) Lapangan pandang: penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler okuler,
glaukoma.
c) Pengukuran tonografi: mengkaji tekanan intra okuler.
d) Slit Lamp Biomicroscopy: untuk menentukan kedalaman COA dan iridocorneal
contact, aqueous flare, dan synechia posterior.
e) Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler.
f) Tes provokatif: digunakan untuk menentukan adanya glaukoma bila TIO normal
atau meningkat ringan
VII. Penatalaksanaan
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak berjalan
demikian maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan penderita hifema
traumatik ini masih banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya adalah :
1) Menghentikan perdarahan.
2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat
absorbsi.
4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang
lain.
5) Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan traumatik
hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan dengan cara
konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan tindakan operasi.
Perawatan Konservatif/Tanpa Operasi
1. Tirah baring (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat
(diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30º - 45o (posisi semi fowler). Hal ini akan
mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita
mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada banyak pendapat dari banyak ahli
mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang harus dikerjakan
bila menemui kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan
bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi dari hifema dipercepat dan sangat
mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder. Istirahat total ini harus
dipertahankan minimal 5 hari mengingat kemungkinan perdarahan sekunder. Hal ini
sering sukar dilakukan, terlebih-lebih pada anak-anak, sehingga kalau perlu harus
diikat tangan dan kakinya ke tempat tidur dan pengawasan dilakukan dengan sabar.
2. Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di
antara para ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu untuk
mengurangi pergerakan bola mata yang sakit.
3. Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema tidaklah
mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat
absorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas digunakan
obat-obatan seperti :
Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun
parenteral, berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya :
Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K dan vit C. Pada hifema yang
baru dan terisi darah segar diberi obat anti fibrinolitik (di pasaran obat ini dikenal
sebagai transamine/ transamic acid) sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat
diserap dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu
sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan terjadinya perdarahan sekunder
dapat dihindarkan. Pemberiannya 4 kali 250 mg dan hanya kira-kira 5 hari jangan
melewati satu minggu oleh karena dapat timbulkan gangguan transportasi cairan
COA dan terjadinya glaukoma juga imbibisio kornea. Selama pemberiannya
jangan lupa pengukuran tekanan intra okular.
Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan
midriatika atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan
kerugian sendiri-sendiri. Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi
meningkatkan kongesti dan midriatika akan mengistirahatkan perdarahan.
Pemberian midriatika dianjurkan bila didapatkan komplikasi iridiocyclitis.
Akhirnya beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian midriatika dan
miotika bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua kali sehari akan
mengurangi perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat saja.
Ocular Hypotensive Drug
Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara
oral sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler.
Bahkan Gombos dan Yasuna menganjurkan juga pemakaian intravena urea,
manitol dan gliserin untuk menurunkan tekanan intraokuler, walaupun ditegaskan
bahwa cara ini tidak rutin. Pada hifema yang penuh dengan kenaikan tekanan intra
okular, berilah diamox, glyserin, nilai selama 24 jam. Bila tekanan intra okular
tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas normal, lakukan parasentesa yaitu
pengeluaran drah melalui sayatan di kornea Bila tekanan intra okular turun sampai
normal, diamox terus diberikan dan dievaluasi setiap hari. Bila tetap normal
tekanan intra okularnya dan darahnya masih ada sampai hari ke 5-9 lakukan juga
parasentesa.
Kortikosteroid dan Antibiotika
Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi
iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika.
Perawatan Operasi
Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaukoma sekunder,
tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea. Dan tidak ada pengurangan dari
tingginya hifema dengan perawatan non-operasi selama 3 - 5 hari. Untuk mencegah
atrofi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata maksimal > 50
mmHg selama 5 hari atau tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari.
Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata rata-
rata > 25 mmHg selama 6 hari atau bila ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea.
Tindakan operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia anterior
perifer bila hifema total bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama 9
hari. Intervensi bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari
keseluruhan indikasinya adalah sebagai berikut :
1. Empat hari setelah onset hifema total
2. Microscopic corneal bloodstaining (setiap waktu)
3. Total dengan dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau lebih selama 4 hari
(untuk mencegah atrofi optic)
4. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari ¾ COA selama 6 hari dengan
tekanan 25 mmHg (untuk mencegah corneal bloodstaining)
5. Hifema mengisi lebih dari ½ COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk
mencegah peripheral anterior synechiae)
6. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya
dengan tekanan Intra ocular lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika
Tekanan Inta Ocular menetap tinggi 50 mmHg atau lebih selama 4 hari,
pembedahan tidak boleh ditunda. Suatu studi mencatat atrofi optic pada 50
persen pasien dengan total hifema ketika pembedahan terlambat. Corneal
bloodstaining terjadi pada 43% pasien. Pasien dengan sickle cell
hemoglobinopathi diperlukan operasi jika tekanan intra ocular tidak terkontrol
dalam 24 jam.
Tindakan operasi yang dikerjakan adalah :
1. Parasentesis
Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan
cairan/darah dari bilik depan bola mata dengan teknik sebagai berikut : dibuat
insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan
iris. Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari
bilik mata depan akan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik
mata depan dibilas dengan garam fisiologis. Biasanya luka insisi kornea pada
parasentesis tidak perlu dijahut. Parasentese dilakukan bila TIO tidak turun
dengan diamox atau jika darah masih tetap terdapat dalam COA pada hari 5-9.
2. Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik.
3. Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka
korneoscleranya sebesar 1200
VIII. Komplikasi
1. Perdarahan sekunder
Perdarahan ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6, sedangkan
insidensinya sangat bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini
timbul karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan dari
perdarahan primernya.
2. Glaukoma sekunder
Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan oleh
tersumbatnya trabecular meshwork oleh butirbutir/gumpalan darah. Adanya
darah dalam COA dapat menghambat aliran cairan bilik mata oleh karena
unsur-unsur darah menutupi sudut COA dan trabekula sehingga terjadinya
glaukoma.Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar
berakibat suatu reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran
cairan mata.
3. Hemosiderosis kornea
Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder
disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karenahemosiderosis
tidak selalu permanen, tetapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam
waktu yang lama (2 tahun). Insidensinya ± 10%.3 Zat besi di dalam bola mata
dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat
menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.
4. Sinekia Posterior
Sinekia posterior bisa timbul pada pasien traumatik hifema.Komplikasi ini
akibat dari iritis atau iridocyclitis.Komplikasi ini jarang pada pasien yang
mendapat terapi medikamentosa dan lebih sering terjadi pada pada pasien
dengan evakuasi bedah pada hifema.
5. Atrofi optic
Disebbakan karena peningkatan tekanan intraokuler
IX. Prognosis
Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera
okuli anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai
glaukoma, prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali dan
hilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah
mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma
tersebut menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam
penglihatan telah mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita
adalah buruk (malam) karena dapat menyebabkan kebutaan.
top related