trauma occulus non perforans + hifema traumatik

46
LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PENDERITA Nama : An. Muh. Fahrul Islam Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 10 tahun Agama : Islam Suku : Bugis Pekerjaan : Tidak Ada Alamat : Jln. Poros Enrekang No. Register : 680238 Tanggal Pemeriksaan : 12 September 2014 Tempat Perawatan : UGD Bedah RS Wahidin Sudirohusodo II. ANAMNESIS Keluhan Utama : Pengelihatan kabur pada mata kanan Anamnesis Terpimpin : Dialami sejak + 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit akibat terkena ujung topi yang dilempar oleh temannya dari jarak + 2 m dan langsung mengenai mata pasien sebelah kanan. Nyeri (+), pengeliatan menurun pada mata sebelah kanan (+), mata merah (+), air mata berlebih (+), kotoran mata berlebih (-), riwayat keluar darah (-), riwayat keluar cairan seperti gel (-), riwayat pengobatan awal sebelumnya (+) di Rs. Enrekang dilakukan spooling, diberikan obat minum paracetamol tablet dan sulfas atropin tetes mata. Riwayat trauma sebelumnya (-), riwayat memakai kaca mata (-). 1

Upload: zuljumadi

Post on 27-Jan-2016

28 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Referat Mata

TRANSCRIPT

Page 1: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. Muh. Fahrul Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 10 tahun

Agama : Islam

Suku : Bugis

Pekerjaan : Tidak Ada

Alamat : Jln. Poros Enrekang

No. Register : 680238

Tanggal Pemeriksaan : 12 September 2014

Tempat Perawatan : UGD Bedah RS Wahidin Sudirohusodo

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Pengelihatan kabur pada mata kanan

Anamnesis Terpimpin : Dialami sejak + 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit akibat

terkena ujung topi yang dilempar oleh temannya dari jarak +2 m dan langsung mengenai

mata pasien sebelah kanan. Nyeri (+), pengeliatan menurun pada mata sebelah kanan (+),

mata merah (+), air mata berlebih (+), kotoran mata berlebih (-), riwayat keluar darah (-),

riwayat keluar cairan seperti gel (-), riwayat pengobatan awal sebelumnya (+) di Rs.

Enrekang dilakukan spooling, diberikan obat minum paracetamol tablet dan sulfas atropin

tetes mata. Riwayat trauma sebelumnya (-), riwayat memakai kaca mata (-).

III. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

A. Inspeksi

Pemeriksaan OD OS

1OSOD

Page 2: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

Palpebra Edema (-) Edema (-)

Apparatus lakrimalis Lakrimasi (+) Lakrimasi (-)

Silia Sekret (-) Sekret (-)

Konjungtiva Hiperemis (+)

Injeksio konjungtiva (+)

Injeksio perikorneal (-)

Hiperemis (-)

Bola mata Normal Normal

Mekanisme muskuler Normal ke segala arah Normal ke segala arah

ODS

OD

OS

Kornea Kornea tampak jernih

Fluorescein(-)

Jernih

Bilik mata depan Tampak koagulum (+) di 2/3

BMD

Normal

Iris Cokelat, kripte (+) Cokelat, kripte (+)

Pupil Mid dilatasi, sentral, RC (+) Bulat, sentral,RC (+)

Lensa Kesan jernih Normal

B. PALPASI

Pemeriksaan OD OS

Tensi okuler Tn Tn

Nyeri tekan Ada Tidak ada

Massa tumor Tidak ada Tidak ada

Glandula preaurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

C. TONOMETRI

TOD : 6/5,5 : 14,6 (Normal)

TOS : 5/5,5 : 17,3 (Normal)

2

Page 3: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

D. VISUS

VOD : 1/300

VOS : 20/20

E. PENYINARAN OBLIK

Pemeriksaan OD OS

Konjungtiva Hiperemis (+)

Injeksio konjungtiva (+)

Injeksio perikorneal (-)

Hiperemis (-)

Kornea Kornea jernih Jernih

Bilik mata depan Tampak koagulum (+) 2/3

BMD

Normal

Iris Cokelat, kripte (+) Cokelat, kripte (+)

Pupil Mid dilatasi, sentral, RC

(+) lambat.

Bulat, sentral, RC (+)

Lensa Kesan jernih Jernih

F. OFTALMOSKOPI

FOD : Refleks fundus (+), detail lain sulit dievaluasi karena terhalang oleh koagulum

FOS : Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, CDR 0,3, A/V : 2/3, refleks fovea (+),

retina perifer normal

G. SLIT LAMP

SLOD: Konjungtiva hiperemis (+), injeksio konjungtiva (+), injeksio perikorneal (-),

kornea tampak jernih, kornea fluorescein (-), tampak koagulum mengisi 2/3 BMD, iris

cokelat kripte (+), pupil mid dilatasi, sentral, refleks cahaya (+), lensa kesan jernih.

SLOS : Konjungtiva hiperemis (-), BMD normal, iris cokelat kripte (+), pupil bulat,

sentral, refleks cahaya (+), lensa jernih.

H. PEMERIKSAAN B-SCAN

3

Page 4: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

USG B-Scan OD : Lensa kesan jernih, vitreus kesan jernih, Retina Koroid Sklera kesan

attach, Nervus Optik dalam batas normal.

I. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

WBC 5,9 x 103/ uL Cr 0,40 mg/dL

RBC 4,07 x 106 /uL CT 7’00”

HB 11,2 g/dl BT 3’00”

HCT 31 % GOT 27 U/L

PLT 253 x 103 /uL GPT 15 U/L

PT 12,5 kontrol 12,6 detik Natrium 138 mmol

APTT 24,6 kontrol 20,5 detik Kalium 5,1 mmol

INR 1,00 Klorida 107 mmol

GDS 113 mg/dL HbsAg Non Reactive

Ur 15 mg/dL Anti HCV Non Reactive

IV. RESUME

Seorang anak laki-laki umur 10 tahun datang dengan keluhan pengelihatan kabur pada

mata sebelah kanan akibat terkena lemparan topi yang dialami sejak + 1 hari yang lalu

sebelum masuk rumah sakit. Nyeri (+), pengeliatan menurun pada mata sebelah kanan, mata

merah (+), air mata berlebih (+). Riwayat pengobatan awal sebelumnya (+), di Rs. Enrekang

dilakukan spooling, diberikan obat minum analgetik oral (paracetamol) dan tetes mata sulfas

atropin.

4

Page 5: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

Dari pemeriksaan oftalmologi, ditemukan :

OD: Palpebra edema (-), hiperlakrimasi (+). Konjungtiva hiperemis (+), injeksio konjungtiva

(+), injeksio perikorneal (-). Kornea tampak jernih, fluorescein (-), tampak koagulum

(+) mengisis 2/3 BMD, iris cokelat, kripte (+) pupil mid dilatasi, sentral, RC (+), lensa

kesan jernih, palpasi tekanan okuler = Tn. VOD 1/300. FOD : refleks fundus (+), detail

lain sulit dievaluasi karena terhalang oleh koagulum.

OS: Palpebra edema (-), hiperlakrimasi (-). Konjungtiva hiperemis (-). Kornea jernih. BMD

normal. Iris cokelat, kripte (+). Pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih. palpasi tekanan

okuler = Tn VOS 20/20. FOS : refleks fundus(+), papil N.II batas tegas, CDR 0,3,

A/V : 2/3, refleks fovea (+), retina perifer normal.

Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan didapatkan :

USG B-Scan OD: Lensa kesan jernih, vitreus kesan jernih, Retina Koroid Sklera kesan attach,

Nervus Optik dalam batas normal.

Pada pemeriksaan laboratorium dalam batas normal.

V. DIAGNOSIS

OD.Trauma Oculus Non Perforans + Hifema Traumatik.

VI. PENATALAKSANAAN

Terapi sistemik :

1. Paracetamol tab 500 mg. 3x ½ tab

2. Asam Traneksamat 500 mg tab 3x ½ tab

Terapi topikal :

-Cendo P.Pred eyedrop mini dose 4x1 gtt occulus dextra

-Cendo Tropin 1% eyedrop 2x1 tetes occulus dextra

Head up 30°

VII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : bonam

Quo ad sanationem : bonam

Quo ad visam : bonam

5

Page 6: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

Quo ad kosmeticum : bonam

VIII. DISKUSI

Dari anamnesis terdapat beberapa poin penting yang dapat dijadikan sebagai acuan,

diantaranya :

Kejadian terjadi akibat dari terkena benda tumpul langsung pada mata

Pasien merasakan nyeri pada mata kanan.

Pasien merasakan adanya penurunan pengelihatan pada mata kanan.

Pasien mengeluhkan mata merah.

Diagnosis OD trauma okuli non perforans + hifema traumatik pada pasien ini

ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisis. Pada pasien didapatkan keluhan

mata merah yang disertai nyeri dan penurunan visus serta terdapat hifema pada bilik mata

depan, hal ini sesuai dengan trauma okuli non perforans + hifema traumatik, trauma ini

biasanya disebabkan oleh trauma benda tumpul.

Secara garis umum trauma mata dibagi kepada dua, yaitu trauma mata tertutup bila

tidak menembusi bola mata (non-full thickness) dan trauma terbuka bila melewati struktur

mata ( full thickness).

Trauma mata tertutup terbagi lagi kepada dua yaitu kontusio bola mata dan laserasi

lamellar. Kontusio bola mata dimana tidak terdapat luka pada dinding mata tetapi dapat

kerusakan intraocular seperti ruptur koroid atau perubahan bola mata. Pada laserasi lamellar,

trauma menyebabkan kerusakan parsial pada dinding mata.

Pada trauma mata terbuka, misalnya terjadi trauma benda tajam ( inside-out

mechanism ) dari luar menembus kedalam, atau bisa juga dari trauma benda tumpul (inside-

out mechanism) dimana trauma pada daerah local, terjadi peningkatan tekanan intraocular

sehingga dinding bola mata bergerak pada titik terlemah.

Pasien ini tidak ditemukan luka perforasi maupun penetrasi dari inspeksi dan hanya

terdapat hifema akibat trauma. Pada pemeriksaan funduskopi pada mata kanan terdapat

refleks fundus akan tetapi detail lainnya sulit dievaluasi karena terhalang oleh koagulum

yang mengisis 2/3 BMD. Bisa disimpulkan bahwa diagnosis kerja untuk waktu ini adalah

OD trauma oculi non perforans + hifemat traumatik.

Dari pemeriksaan oftalmologi pada mata kanan, ditemukan hal-hal sebagai berikut:

6

Page 7: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

Palpebra edema (-).

Hiperlakrimasi (+).

Konjungtiva hiperemis (+), injeksio konjungtiva (+), injeksio perikorneal (-).

Tampak koagulum yang mengisi 2/3 BMD

Palpasi tekanan okuler Tn

Pemeriksaan tonometri, TOD: 6.5,5 = 14,6 dan TOS: 5,5/5 =17,3

Pupil mid dilatasi, sentral, refleks cahaya (+).

Lensa kesan jernih

VOD 1/300

Refleks fundus (+), detail lain sulit di evaluasi karena terhalang koagulum.

Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh dari pemeriksaan oftalmologi tersebut

tersebut menunjukkan adanya masalah yang terdapat segmen anterior bola mata sebab benda

asing yang masuk ke dalam bola mata tidak langsung masuk ke lapisan dalam bola mata,

tetapi perlu melewati beberapa bagian permukaan dari mata, seperti palpebra, konjungtiva,

kornea, sklera, sehingga masalah timbul pada segmen anterior bola mata.

Pada bilik mata depan dapat terjadi hifema yaitu terdapatnya darah pada segmen bilik

anterior yang sumber perdarahannya berasal dari iris maupun corpus siliar yang dapat

menyebabkan penurunan visus pada pasien ini.

Pada pemeriksaan penunjang USG B-Scan, hasil yang didapatkan echo baik, kornea

jernih, lensa jernih, vitreus jernih, retina attach, N.II intak. Pada pemeriksaan laboratorium,

semua dalam batas normal.

TRAUMA OCULUS NON PERFORANS

7

Page 8: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

A. PENDAHULUAN

Struktur bola mata terbentuk cukup baik untuk melindungi mata dari trauma. Bola

mata terletak pada permukaan yang dikelilingi oleh tulang-tulang yang kuat. Kelopak mata

dapat menutup dengan cepat untuk mengadakan perlindungan dari benda asing, dan mata

dapat mentoleransi tabrakan kecil tanpa kerusakan. Walaupun mata mempunyai system

pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulber

selain terdapatnya reflex memejam atau mengedip, mata masih sering mendapat trauma

dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak mata,

saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan

penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan .(1)

Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya

penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan terutama kebutaan unilateral

pada anak dan dewasa muda; kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata

yang parah. Dewasa muda terutama pria merupakan kelompok yang kemungkinan besar

mengalami cedera tembus mata. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan aki, cedera

akibat olah raga, dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-keadaan yang paling sering

menyebabkan trauma mata.(1,2)

Trauma pada mata dapat mengenai jaringan kelopak, konjungtiva, kornea, uvea,

lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita. Trauma mata memerlukan perawatan yang tepat

untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.

Secara garis besar trauma okular dibagi dalam 4 kategori : trauma tumpul, trauma tembus

bola mata, trauma radiasi dan trauma kimia.(1,3)

B. INSIDENS

Trauma okular, terutama yang berat dan mengakibatkan penurunan penglihatan

bahkan kehilangan penglihatan.Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup

signifikan, terutama pada golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara

berkembang.Kejadian trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak

daripada wanita.

8

Page 9: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19

juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan

bilateral akibat cedera mata. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi

di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di

rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun.3

Pada Beaver Dam Eye Study, dilaporkan sekitar 20% orang dewasa mengalami

trauma okuli sepanjang kehidupan mereka dan mereka mengalami trauma okuli 3 kali lebih

sering dibandingkan trauma yang lain. Pada penelitian ini, benda tajam menyebabkan

trauma lebih dari setengah pada semua trauma. Sangat mengejutkan bahwa daerah rumah

lebih memiliki kecenderungan untuk mengalami trauma pada mata dibandingkan di area

perkantoran tetapi sekitar 23% trauma okuli dihubungkan dengan olahraga.(4)

C. ANATOMI MATA

Fungsi dari mata tergantung dari pertahanan anatomi yang berhubungan antara

palpebra, kornea, bilik mata depan, lensa, retina, otot-otot ekstraokuler, dan saraf.

Kerusakan permanen yang terjadi pada komponen diatas dapat menyebabkan penurunan

penglihatan bahkan dapat mengakibatkan kebutaan.(3,6)

I. Palpebra

Palpebra, ada dua palpebra superior yang dengan M. levator superior dipersarafi

oleh N. okulomotorius, dan palpebra inferior oleh M. levator inferior oleh N.

okulomotorius. Gangguan pada saraf optik nervus okulomotorius, dapat menyebabkan M.

levator palpebra lumpuh, akibatnya terjadi ptosis. Fungsi dari palpebra adalah

memberikan proteksi mekanis pada bola mata anterior, mensekresi bagian berminyak dari

lapisan film air mata, menyebarkan film air mata ke konjungtiva dan kornea, mencegah

mata kering dan memiliki puncta tempat air mata mengalir ke sistem drainase lakrimal.

Pada palpebra juga terdapat kelenjar seperti kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau

kelenjar keringat, kelenjar Zeis pada pangkal rambut dan kelenjar Meibom pada tarsus.(1,2,3,7)

9

Page 10: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

Gambar 1. Anatomi mata tampak depan

Gambar 2. Anatomi mata tampak depan potongan sagital

II. Konjungtiva

10

Page 11: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

Konjungtivaadalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang menutupi

sklera dan kelopak bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang

dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bolam mata terutama kornea.

Konjungtiva dapat dibagi dalam 3 zona geografis: palpepra, forniks dan bulbar.

Konjungtivapalpebradimulai dari jembatan mukokutaneus dari kelopak mata dan

melindunginya pada pemukaan dalam. Konjungtiva forniks yang merupakan peralihan

dari konjungtiva bulbar dan palpebra dan merupakan lipatan-lipatan besar. Konjungtiva

bulbaris melekat longgar ke septum orbikular ujung forniks dan melipat berkali-kali,

sehingga memungkinkan bola mata bergerak. Kecuali di limbus, konjungtiva bulbaris

melekat longgar ke kapsul Tenon dan sklera dibawahnya.(1,2,3)

III. Sklera

Sklera adalah pembungkus fibrosa yang menjadi pelindung dari sekitar 4/5

permukaan mata. Jaringan ini kontras dengan kornea yang transparan, dimana sklera

padat dan putih serta bersambung dengan kornea di sebelah anterior dan durameter

optikus di belakang. Insersi sklera pada otot rektus sangat tipis yaitu skitar 0,3 mm dan

bertambah 1 mm ketebalannya di posterior. Sklera menjadi tipis dan berjalan melintang

pada lamina kribrosa, dimana akson dari sel ganglion keluar untuk membentuk nervus

opticus. Nutrisi sklera lewat pembuluh darah dipasok oleh episklera yaitu lapisan tipis

dari jaringan elastis halus yang membungkus permukaan luar sklera anterior.(1,2)

IV. Kornea

Kornea menempati pertengahan dari rongga bola mata anterior yang terletak

diantara sklera. Kornea sendiri merupakan lapisan avaskuler dan menjadi salah satu

media refraksi (bersama dengan humor aquous membentuk lensa positif sebesar 43

dioptri). Kornea memiliki permukaan posterior lebih cembung daripada anterior sehingga

rata mempunyai ketebalan sekitar 11,5 mm (untuk orang dewasa). Fungsi dari kornea

adalah merefraksikan cahaya dan bersama dengan lensa memfokuskan cahaya ke retina

serta melindungi struktur mata internal.

11

Page 12: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

Kornea memiliki lima lapisan yang berbeda dari anterior ke posteror, yaitu: epitel,

membrana Bowman, stroma, dua’s layer, membrana Descemet dan endotel. Kornea

mendapat suplai makan dari humor aquous, pembuluh-pembuluh darah sekitar limbus

dan air mata. Perbedaan antara kapasitas regenerasi epitel dan endotel sangat penting.

Kerusakan lapisan epitel, misalnya karena abrasi, dengan cepat diperbaiki. Endotel, yang

rusak karena penyakit atau pembedahan misalnya, tidak dapat beregenerasi. Hilangnya

fungsi sawar dan pompa pada endotel menyebabkan hidrasi berlebihan, distorsi bentuk

reguler serat kolagen, dan keruhnya kornea.(1,2,3)

V. Lensa

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan hampir

transparan. Tebalnya sekitar 4 mm dan diametarnya 9 mm. Lensa terletak di belakang

pupil yang dipegang di daerah ekuator pada badan siliar melalui Zonula Zin. Tidak ada

serat nyeri, pembuluh darah, atau saraf di lensa. Lensa mata mempunyai peranan pada

akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea. (1,3)

VI. Uvea

Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi

oleh ruang yang potensi mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa

yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri dari iris, badan siliar

(terletak pada uvea anterior) dan koroid (terletak pada uvea posteror). Pada iris

didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam

bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh parasimpatis, sedang sfingter iris dan otot siliar

dipersarafi oleh simpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa

untuk kebutuhan akomodasi.(1,2,3)

Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (aquoas

humor) yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas

kornea dan sklera.

12

Page 13: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

Koroid dibentuk oleh arteriol, venula, dan anyaman kapiler berfenestrasi yang

padat. Koroid memiliki aliran darah yang banyak sehingga berfungsi untuk memberi

nutrisi lapisan luar retina bagian dalam dan mungkin berperan dalam homeostasis

temperaturnya.(3)

VII. Retina

Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan. Permukaan

luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina, sehingga juga

bertumpuk dengan membrana Bruch, koroid dan sklera. Di sebahagian besar tempat,

retina dan epitelium pigmen retina mudah terpisah sehingga membentuk suatu ruang

subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. (1,2,3)

Gambar 3. Anatomi mata potongan sagital

VII. Otot penggerak bola mata

13

Page 14: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

Terdapat enam otot pengerak bola mata dan terdapat kelenjar lakrimal yang

terletak di daerah temporal atas di dalam rongga orbita, yaitu : (1,3,6)

M. rektus superior → N. (III) Okulomotorius

M. rektus inferior → N. (III) Okulomotorius

M. rektus lateralis → N. (VI) Abdusen

M. rektus medialis → N. (III) Okulomotorius

M. oblikus superior → N. (III) Okulomotorius

M. oblikus inferior → N. (IV) Trochlearis

Gambar 4. Otot-otot Bola Mata

D. PATOFISIOLOGI

Terdapat empat mekanisme yang menyebabkan terjadi trauma okuli yaitu coup,

countercoup, equatorial, dan global repositioning. Cuop adalah kekuatan yang disebabkan

langsung oleh trauma. Countercoup merupakan gelombang getaran yang diberikan oleh

cuop, dan diteruskan melalui okuler dan struktur orbita. Akibat dari trauma ini, bagian

equator dari bola mata cenderung mengambang dan merubah arsitektur dari okuli normal.

14

Page 15: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

Pada akhirnya, bola mata akan kembali ke bentuk normalnya, akan tetapi hal ini tidak

selalu seperti yang diharapkan.(4)

Trauma mata yang sering adalah yang mengenai kornea dan permukaan luar bola

mata (konjungtiva) yang disebabkan oleh benda asing.Meskipun demikian kebanyakan

trauma ini adalah kecil, seperti penetrasi pada kornea dan pembetukan infeksi yang berasal

dari terputusnya atau perlengketan pada kornea yang mana hal ini dapat menjadi

serius.Benda asing dan aberasi di kornea menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat

dirasakan sewaktu mata dan kelopak mata digerakkan.Defek epitel kornea dapat

menimbulkan keruhan serupa. Fluoresens akan mewarnai membran basal epitel yang

terpajan dan dapat memperjelas kebocoran cairan akibat luka tembus (uji Seidel positif). 2

Mekanisme trauma pada bola mata akibat benda tumpul:6

1. Dampak langsung pada bola mata: tempat kontak mendapatkan cedera terbesar pada

mata.

2. Kekuatan gelombang penekanan: ditransmisikan melalui isi cairan ke seluruh arah

dan menghantam bilik mata depan, mendorong diafragma iris ke belakang, dan juga

menghantam koroid dan retina. Kadang-kadang gelombang penekanan sangat besar

sehingga menyebabkan cedera pada tempat yang jauh dari tempat cedera awal yang

disebut counter coup.

3. Kekuatan gelombang penekanan yang dipantulkan: setelah mengenai dinding luar,

maka gelompang penekanan menuju ke kutub belakang dan dapat merusak fovea.

4. Kekuatan gelombang penekanan balik: setelah mengenai dinding belakang,

gelombang penekanan dikembalikan lagi ke depan, yang dapat merusak koroid dan

diafragma dengan tarikan dari belakang ke depan.

15

Page 16: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

Dampak langsung

Kekuatan gelombang penekanan

Kekuatan gelombang penekanan

dipantulkan

Kekuatan gelombang

penekanan balik

Gambar 5. Patofisiologi trauma tumpul

E. ETIOLOGI

Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya

penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. Pada mata dapat terjadi

berbagai macam bentuk trauma.

Macam-macam bentuk trauma:

Mekanik

1. Trauma tumpul, misalnya terpukul, kena bola tenis, atau bola bulu tangkis,

membuka tutup botol tidak dengan alat.

2. Trauma tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, dan peralatan

pertukangan.

Kimia

1. Trauma kimia basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih lantai,

kapur, lem.

2. Trauma kimia asam, misalnya cuka, bahan asam-asam di laboratorium.

16

Page 17: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

Radiasi

1. Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.

2. Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi.

Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan ringannya trauma.

Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai tertinggalnya

benda asing didalam mata. Benda asing yang tertinggal dapat bersifat tidak

beracun dan beracun. Benda beracun contohnya logam besi, tembaga serta bahan

dari tumbuhan misalnya potongan kayu. Bahan tidak beracun seperti pasir, kaca.

Bahan tidak beracun dapat pula menimbulkan infeksi jika tercemar oleh kuman.

Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan penglihatan

sementara sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola mata, terlepasnya selaput

jala (retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan sehingga menimbulkan

kebutaan menetap.

Trauma kimia basa umumnya memperlihatkan gejala lebih berat daripada trauma

kimia asam. Mata nampak merah, bengkak, keluar airmata berlebihan dan

penderita nampak sangat kesakitan, trauma basa akan berakibat fatal karena dapat

menghancurkan jaringan mata/ kornea secara perlahan-lahan.

Trauma Radiasi

1. Gangguan molekuler. Dengan adanya perubahan patologi akan menyebabkan

kromatolisis sel.

2. Reaksi pembuluh darah. Reaksi pembuluh darah ini berupa vasoparalisa

sehingga aliran darah menjadi lambat, sel endotel rusak, cairan keluar dari

pembuluh darah maka terjadi edema.

3. Reaksi jaringan. Reaksi jaringan ini biasanya berupa robekan pada kornea,

sklera dan sebagainya.

17

Page 18: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

F. KLASIFIKASI

Trauma mata terbagi dua yaitu trauma mata tertutup bila tidak menembus melewati

struktur dinding bola mata (non-full thickness), dan trauma terbuka bila melewati seluruh

struktur dinding bola mata (full thickness). (1)

Trauma mata tertutup terbagi menjadi kontusio dan laserasi lamellar. Pada kontusio

tidak terdapat luka ada permukaan bola mata. Trauma terjadi karena energi yang dibawa

oleh objek, misalnya energi kinetik yang dibawa oleh benturan yang menyebabkan

perubahan bentuk dari bola mata. (4,8)

Trauma mata terbuka terbagi menjadi laserasi dan ruptur bola mata. Laserasi

merupakan luka pada seluruh dinding bola mata yaitu pada tempat yang terkena trauma,

karena sebuah objek yang tajam dari luar (out-side in mechanism). Laserasi ini terdiri dari

penetrasi, perforasi dan IOFB. Dikatakan trauma penetrasi bila terjadi luka masuk dan

prolaps dari isi mata sedangkan dikatakan trauma perforasi bila terjadi luka masuk dan luka

keluar. Sedangkan ruptur bola mata merupakan luka pada seluruh dinding bola mata karena

sebuah objek dari luar yang tumpul (blunt) namun efek trauma dari objek tersebut bukan

hanya pada lokal pada area yang bersentuhan tetapi pada daerah lain pada bola mata.

Energi yang timbul dari objek tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler

sesaat sehingga dinding bola mata akan bergerak ke arah titik yang paling lemah ( inside-

out mechanism).(4,8,9)

Gambar 6. Klasifikasi Trauma Okuli

18

Page 19: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

G. GAMBARAN KLINIS

Terdapat beberapa jenis trauma okuli yang lazim ditemukan yaitu: (1,2,3,4,7)

Trauma tertutup

i. Kontusio bola mata: tidak terdapat luka pada dinding mata, tetapi dapat

terjadi kerusakan intraokular seperti ruptur koroid atau perubahan bentuk

bola mata.

ii. Laserasi lamellar : trauma yang menyebabkan kerusakan parsial dinding

mata.

Trauma terbuka

i. Ruptur bola mata: kerusakan seluruh ketebalan dinding mata akibat benda

tumpul.

ii. Laserasi: kerusakan seluruh ketebalan dinding mata akibat benda tajam.

Trauma laserasi dapat diklasifikasikan lagi menjadi:

1. Benda asing intraokular: terdapat benda asing yang tertinggal

dalam bola mata.

2. Penetrasi bola mata: trauma laserasi tunggal yang disebabkan

benda tajam.

3. Perforasi bola mata: ditandai oleh adanya luka masuk dan luka

keluar yang disebabkan oleh benda yang sama.

Trauma pada mata dapat mengenai organ mata dari yang terdepan sampai yang

terdalam. Trauma tumpul okular bisa mengenai:

1)   Palpebra

Mengenai sebagian atau seluruhnya jika mengenai levator apaneurosis dapat

menyebabkan suatu ptosis yang permanen.Bisa terjadi hematom palpebral akibat

pembengkakan atau penimbunan darah di bawah kulit kelopak mata akibat pecahnya

pembuluh darah palpebra.

19

Page 20: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

2)   Saluran Lakrimalis

Dapat merusak sistem pengaliran air mata dari pungtum lakrimalis sampai ke rongga

hidung.Hal ini dapat menyebabkan kekurangan air mata.

3)   Konjungtiva

Dapat terjadi edema dan kemotik konjungtiva.Bisa terjadi hematom subkonjungtiva

apabila ruptur pembuluh darah seperti arteri konjungtiva dan episklera.

4)   Kornea

Edema kornea dapat terjadi akibat trauma tumpul keras, malah bisa terjadi ruptur

membran Descement.Erosi kornea dapat terjadi apabila terkelupasnya epitel kornea

diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea.

5)   Uvea

Bisa terjadi iridoplegia (kelumpuhan otot sfingter pupil) sehingga pupil midriasis. Hal

ini dapat mengganggu proses akomodasi untk melihat jarak dekat. Bisa terjadi

iridodialisis (robekan pada pangkal iris), sehingga pupil agak ke pinggir letaknya,

pada pemeriksaan terdapat warna gelap selain pada pupil, juga pada dasar iris tempat

iridodialisis.

6)   Bilik Mata Depan

Hifema adalah terkumpulnya darah dalam bilik depan bola mata (camera oculi

anterior). Perdarahan bilik mata depan akibat ruda paksa ini merupakan akibat yang

paling sering dijumpai karena trauma.

Perdarahan bilik depan bola mata ini terutama berasal dari pembuluh darah korpus

siliaris dan sebagian kecil dari pembuluh darah iris, sedang penyerapan darahnya

sebagian besar akan diserap melalui trabekular meshwork dan selanjutnya ke kanal

Schlemm, sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris.

20

Page 21: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

Hifema dapat diklasifikasi menjadi:

Hifema tingkat I : perdarahan mengisi 1/3 bagian bilik depan mata

Hifema tingkat II : perdarahan mengisi ½ bagian bilik depan mata

Hifema tingkat III : perdarahan mengisi ¾ bagian bilik depan mata

Hifema tingkat IV : perdarahan mengisi penuh bilik depan mata

7)   Lensa

Dapat terjadi dislokasi lensa jika terputusnya zonula Zinn secara komplit.Apabila

zonula Zinn terputus hanya secara parsial, maka dapat terjadi subluksasi lensa.Pada

trauma tumpul lensa yang sudah lama, dapat juga terjadi katarak akibat trauma

tersebut. Selain itu juga, dapt terbentuk juga cincin Vossius segera setelah trauma

akibat deposit iris pada bagian depan lensa.

8)   Retina dan Koroid

Dapat terjadi edema retina dan koroid yang menyebabkan peglihatan yang sangat

menurun.Ablasi retina dapat terjadi jika terlepasnya retina dari koroid.Selain itu, bisa

terjadi ruptur pada koroid.

9)   Saraf (II) Optik

Dapat terjadinya avulsi papil saraf optik, yaitu terlepasnya saraf optik dari pangkal

bola mata.Selain itu juga, bisa terjadi kompresi pada saraf optik yang menyebabkan

optik neuropati traumatik yang sangat mengganggu penglihat walaupun tidak

didapatkan kelainan nyata pada retina.

21

Page 22: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

Gambar 7. Beberapa luka yang dapat terjadi pada trauma tumpul

H. DIAGNOSIS

Diagnosis trauma okuli dapat di tegakkan berdasarkan anamnesis, pemerksaan fisis

dan pemeriksaan penunjang jika tersedia.

Anamnesis

Pada anamnesis informasi yang di peroleh dapat berupa mekanisme dan onset

terjadinya trauma, bahan penyebab trauma dan pekerjaan untuk mengetahui objek

penyebabnya. Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan sebelum dan

segera sesudah cedera. Harus di catat apakah gagnguan penglihatan bersifat progresif

lambat atau berawitan mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing intraokuler apabila

terdapat riwayat terjadi ledakan atau mengasah. Riwayat kejadian harus diarah secara

khusus pada detail terjadinya trauma, riwayat pembedahan okuler sebelumnya, riwayat

penyakit, pengobatan sebelumnnya dan alergi.(2)

22

Page 23: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

Anamnesis pada trauma okuli:

I. Riwayat trauma

a) Bagaimana trauma terjadi

b) Waktu terjadinya trauma

c) Penggunaan pelindung mata

d) Riwayat penatalaksanaan trauma sebelumnya

II. Riwayat penyakit mata sebelumnya

a) Riwayat penglihatan kabur

b) Riwayat penyakit mata

c) Pengobatan mata

d) Riwayat operasi sebelumnya

III. Riwayat medis

a) Riwayat oenyakit sebelumnya

b) Pengobatan awal

c) Alergi obat

Pemeriksaan Fisik

Sebisa mungkin dilakukan pemeriksaan oftalmik lengkap termasuk pemeriksaan

visus, reaksi pupil, lapangan pandang, pergerakan otot-otot ekstraokular, tekanan

intraokular, pemeriksaan slit lamp, funduskopi dan lain-lain.

Setiap laserasi kelopak mata yang letaknya di kantus medialis hendaknya

dipertimbangkan kemungkinan terlibatnya sistem lakrimasi sehingga terbukti

tidak.Pemeriksaan tulang-tulang orbita terhadap kemungkinan terjadinya fraktur harus

dilakukan. Ruptur bola mata adalah segera ditentukan pada pemeriksaan fisis. Namun,

biasanya ini tersembunyi. Pemeriksaan mata yang mengalami trauma harus diperiksa

23

Page 24: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

dengan sistematis dan hati-hati agar penatalaksanaan dapat dilakukan dengan segera dan

mengurangi trauma yang lebih lanjut.

Pemeriksaan slit lamp juga dapat dilakukan untuk melihat kedalam cedera di segmen

anterior bola mata. Tes fluoresen dapat digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera

kelihatan dengan jelas.Pemeriksaan tonometri perlu dilakukan untuk mengetahui tekanan

bola mata.Pemeriksaan fundus yang didilatasikan dengan oftalmoskop indirek penting

untuk dilakukan untuk mengetahui adanya benda asing intraokuler.Bila benda asing yang

masuk cukup dalam, dapat dilakukan tes seidel untuk mengetahui adanya cairan yang

keluar dari mata. Tes ini dilakukan dengan cara memberi anestesi pada mata yang akan di

periksa, kemusian diuji pada strip fluoresen steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan

filter kobalt biru, sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila

ada pengeluaran cairan mata.

Bila dalam inspeksi terlihat ruptur bola mata atau adanya kecenderungan ruptur bola

mata, maka tidak dilakukan pemeriksaan lagi. Mata dilindungi dengan pelindung tanpa

bebat, kemudian dirujuk ke spesialis mata. Dokumentasi foto bermanfaat untuk tujuan-

tujuan medikolegal pada semua kasus trauma eksternal.(2,6,10)

Pemeriksaan Penunjang

1. Foto polos orbita dapat berguna untuk mengevaluasi tulang orbita, sinus paranasal

dan mengidentifikasi benda asing radioopak. Proyeksi waters menampilkan gambaran

yang paling baik dari dasar orbita dan mendeteksi air-fluid level pada sinus maksila.

Proyeksi anteroposterior untuk melihat dinding medial orbita, dan proyeksi lateral

untuk visualisasi atap orbita, sinus maksila dan frontal, zygoma dan sella tursika.

2. CT Scan untuk evaluasi struktur intraokuler dan periorbita, deteksi adanya benda

asing intraokuler metalik dan menentukan terdapatnya atau derajat kerusakan

periokuler, keikutsertaan trauma intrakranial misalnya perdarahan subdural.

3. USG orbita pada keadaan media refraksi keruh untuk mendapatkan informasi tentang

status dari struktur intraokuler, lokalisasi dari benda asing intraokuler, deteksi benda

24

Page 25: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

asing non metalik, deteksi perdarahan koroid, ruptur sklera posterior, ablasio retina,

dan perdarahan subretina.

I. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan trauma okuli mesti cepat dan tepat karena apabila perbaikan primer

tidak terjadi dalam 24 jam maka dapat terjadi edema yang menghambat penutupan jaringan

dan mengakibatkan akan terbentuk sikatriks. (2)

Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun

jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam mengatasi kasus

trauma okular non perforans adalah:

Memperbaiki penglihatan.

Mencegah terjadinya infeksi.

Mempertahankan arsitektur mata.

Mencegah sekuele jangka panjang.

Penanganan yang dapat dilakukan pada trauma okular non perforans berdasarkan

lokasi terjadinya trauma adalah:

1)   Palpebra

Apabila terjadi hematom palpebra, Penanganan pertama dapat diberikan kompres

dingin untuk menghentikan perdarahan.Selanjutnya untuk memudahkan

absorpsidarah dapat dilakukan kompres hangat.

2)   Saluran Lakrimalis

Jika terjadi kerusakan pada saluran lakrimalis, dapat dilakukan pembedahan pada

saluran tersebut

25

Page 26: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

3)   Konjungtiva

Pada edem konjungtiva dapat diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan

cairan di dalam selaput lendir konjungtiva.Pada edem konjungtiva yang berat dapat

dilakukan insisi sehingga cairan konjungtiva kemotik keluar melalui insisi tersebut.

4)   Kornea

Edema kornea dapat terjadi akibat trauma tumpul keras.Pengobatan yang diberikan

adalah larutan hipertonik seperti NaCl 5%, glukosa 40% atau larutan albumin.Bila

terjadi peninggian tekanan bola mata maka dapat diberikan asetozolamida.Dapat

diberikan lensa kontak lembek untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki

tajam penglihatan.

Jika tejadi erosi kornea, pertama-tama dapat diberikan anestesi topikal untuk

memeriksa visus dan menghilangkan rasa sakit.Anestesi topikal diberikan dengan

hati-hati karena dapat menambah kerusakan epitel.

Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas.Untuk mencegah

terjadinya infeksi dapat diberikan antibiotika tetes mataspektrum luas seperti

neosporin, kloramfenikol dan sufasetamid.

Akibat rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka dapat diberikan

sikloplegik aksi-pendek seperti tropikamida.Untuk mengurangi rangsangan cahaya

dan membuat rasa nyaman pada pasien, maka bisa diberikan penutup mata pada

pasien minimal 24 jam.

5)   Uvea

Bila didapatkan iridoplegia(kelumpuhan otot sfingter pupil), pasien dinasihatkan

untuk istirahat dan nutrisi yang cukup untuk mencegah terjadinya kelelahan

sfingter.Bila terjadi iridodialisis (robekan pada pangkal iris), dapat dilakukan

pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas.

26

Page 27: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

6)   Bilik Mata Depan

Apabila hifema terjadi, penanganan awal pada pasien adalah dengan merawat pasien

dengan berbaring dan ditinggikan 30 derajat pada kepala, diberi koagulasi dan mata

ditutup.Pada pasien yang gelisah dapat diberikan obat penenang. Bila terjadi

glaukoma dapat diberikan Asetazolamida.

Parasentesis atau pengeluaran darah dari bilik mata depan dilakukan pada pasien

dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma skunder, hifema

penuh dan berwarna hitam atau setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema

berkurang.

7)   Lensa

Apabila terjadi dislokasi dan subluksasi, dapat dilakukan pembedahan untuk

mnegurangkan terjadinya peningkatan tekanan intraokular sebelum direposisi

kembali lensanya.Jika terjadinya katarak akibat trauma, dapat dilakukan operasi

ekstraksi katarak.

8)   Retina dan Koroid

Dapat terjadi edema retina dan koroid yang menyebabkan peglihatan yang sangat

menurun.Penanganan yang dapat dilakukan adalah dengan menyuruh pasien istirahat.

Penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu, akan tetapi dapat juga

penglihatan berkurang akibat tertimbunnya daerah makula oleh sel pigmen epitel.

Jika terjadi ablasio retina, dapat dilakukan pembedahan

9)   Saraf (II) Optik

Apabila terganggunya saraf optik, penderita dapat dirawat dengan kortikosteroid dan

perlu dirujuk untuk menilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya akibatkan ruptur

atau avulsi nervus optikus yang biasanya disertai kerusakan mata berat.

27

Page 28: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

H. PROGNOSIS.(1,3)

Mata sembuh dengan baik setelah trauma minor dan jarang terjadi sekuele jangka

panjang dan jarang dikaitkan dengan kerusakan penglihatan berat dan mungkin

membutuhkan pembedahan ekstensif.

Trauma tumpul dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang tidak dapat diterapi

jika terjadi lubang retina pada fovea.Penglihatan juga dapat terganggu jika koroid pada

makula rusak.Dalam jangka panjang dapat timbul glaukoma sekunder pada mata beberapa

tahun setelah cedera awal jika jalinan trabekula mengalami kerusakan dan bisa saja terjadi

katarak akibat trauma.Trauma orbita berat juga dapat menyebabkan masalah kosmetik dan

okulomotor.

28

Page 29: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

HIFEMA

A. PENDAHULUAN

Hifema (Hyphema) adalah terdapatnya darah di dalam anterior chamber atau bilik

mata depan yang dapat terjadi akibat setelah terkenanya trauma tumpul atau laserasi

trauma serta setelah pembedahan intraokular. Hifema dapat terjadi secara spontan dan

traumatik. Pada hifema spontan dapat terjadi pada kondisi seperti rubeosis iridis (yang

berhubungan dengan retinopati diabetik dan chronic retinal detachment),

thrombocytopenia dan hemopilia. Sedangkan pada hifema traumatik terjadi dikarenakan

luka trauma pada pembuluh darah iris dan badan siliar. Hifema juga dapat terjadi akibat

dari penggunaan substansi anti platelet atau gangguan pembekuan thrombin

(aspirin,warfarin).(5)

B. MEKANISME PERDARAHAN

Trauma tumpul paling sering berkaitan dengan penekanan antero-posterior dari

tipe trauma closed globe injury. Ekuatorial dari closed globe injury akan menyebabkan

tekanan pada struktur dari sudut anterior chamber, dimana akan dapat menyebabkan

ruptur dari pembuluh darah iris dan badan siliar yang selanjutnya akan menyebabkan

perdarahan. Perdarahan berulang atau yang biasa di sebut rebleeding dapat diakibatkan

oleh bekuan yang lisis dan tertarik oleh pembuluh darah yang trauma. Hifema setelah

pembedahan intarokular dapat terjadi dikarenakan terjadi jaringan granulasi dalam

margin luka insisi. Hifema dapat di absrobsi melalui trabekular meshwork, hifema tanpa

komplikasi dapat hilang selama kurang lebih 1 minggu.(5)

C. KLASIFIKASI

Hifema dapat diklasifikasi menjadi:

Hifema tingkat I : perdarahan mengisi 1/3 bagian bilik depan mata

Hifema tingkat II: perdarahan mengisi ½ bagian bilik depan mata

Hifema tingkat III: perdarahan mengisi ¾ bagian bilik depan mata

29

Page 30: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

Hifema tingkat IV: perdarahan mengisi penuh bilik depan mata

Gambar 8. Hifema total pada pemeriksaan slit lamp

D. KOMPLIKASI

1) Peningkatan Tekanan Intraokular

Pada keadaan akut peningkatan tekanan intraokuler dapat terjadi di akibatkan oleh

bekuan dan menyebabkan oklusi dari trabekular meshwork.

2) Kornea Bloodstaining

Insidensi dari hifema traumatik yang berhubungan dengan kornea bloodstaining

mencapai 2-11%. Kornea bloodstaining biasanya terjadi dari hifema dan

peningkatan tekanan intraokuler, dan juga karena hifema yang banyak,

rebleeding, durasi bekuan yang lama dan disfungsi dari sel endotel kornea.

Kornea akan berwarna merah kecoklatan atau hijau kekuningan dan kornea akan

jernih kembali dengan sangat lambat dari perifer ke sentral dan proses

keseluruhannya akan memakan waktu lebih dari 2 tahun. Kornea bloodstaining

dapat menyebabkan penurunan visus setelah hifema teresolusi dan dapat

30

Page 31: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

menyebabkan amblyopia pada anak. Read dan Goldberg mengatakan korneal

bloodstaining sering terjadi pada pasien dengan total hifema dan peningkatan

tekanan intraokuler >25 mm Hg dan durasi selama >6 hari. Tanda awal dari

korneal bloodstaining adalah kornea berwarna kuning jerami pada lapisan stroma

dalam. (6)

Gambar 9. Korneal Bloodstaining

E. MANAGEMENT

1) Terapi Farmakologi

Pemberian analgesik berguna untuk mengurangi nyeri pada pasien dengan

hifema. Beberapa obat topikal direkomendasikan pada pasien dengan hifema

traumatik seperti cycloplegics untuk traumatik iridocyclitis dan miotik untuk

meningkatkan area permukaan dari iris untuk meningkatkan penyerapan hifema.

2) Pembedahan

Intervensi pembedahan di indikasikan berdasarkan indikasi berikut :

a) Empat hari setelah terjadinya hifema total

31

Page 32: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

b) Tampak mikroskopik korneal blood staining

c) Hifema total dengan tekanan intraokuler 50 mm Hg

Beberapa teknik operasi seperti evakuasi hifema dengan closed vitrektomy

instrumentation, parasintesis, irigasi dan aspirasi dengan insisi kecil dan irigasi

bekuan dengan trabekulektomy di rekomendasikan. Jika dalam kurun waktu 1

minggu darah tidak terabsorbsi maka parasintesi dilakukan agar drain dari darah

dapat dilakukan.(6)

32

Page 33: TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS + HIFEMA TRAUMATIK

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Trauma Mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga.Jakarta:Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. pg. 259-76

2. Jane O, Ophthalmology at a glance, 2nd edition, John Wiley & Sons,Ltd 2014. Pg 44-54.

3. Khurana AK. Ocular Injuries. In: Comprehensive Ophthalmology. 4th Edition. India: New

Age International (P) Ltd; 2007. pg 401-16

4. James B, Chew C, Bron A. Trauma. In: Lecture Notes on Ophthalmology. 9 th Edition.

Oxford: Blackwell Publishing; 2003. pg 186-96

5. Trauma. Available at http://www.cehjournal.org/files/eshc/eysurhc_ch11.pdf.[cited on] Dec 26th 2012.

6. Primary Care Ocular Trauma Management. Available at

http://www.pacificu.edu/optometry/ce/list/documents/PrimaryCareOcularTraumaManage

ment.pdf[ cited on ] Dec 26th 2012.

7. Assessing And Managing Eye Injury, Available at

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1705680. [cited on] Oct 2005

8. Eye Education For Emergency Clinicians, Available at

http://www.aci.health.nsw.gov.au/__data/.../pdf.../eem_education_session5. [cited on] Dec

2008

33