kisi ujian mata

Upload: taqinos

Post on 16-Jul-2015

152 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1.ENDOFTALMITIS a.Defenisi Endoftalmitis adalah inflamasi pada segmen anterior dan posterior, korpus vitreum dan cairan gel pada korpus vitreum bola mata.1 Endoftalmitis merupakan infeksi intraokular yang melibatkan badan kaca.9 Endoftalmitis juga didefiniskan sebagai peradangan jaringan

intraocular termasuk vitreus humor yang biasa disebabkan oleh infeksi. b.Klasifikasi Endophtalmitis eksogen - Organisme pd konjungtiva, kelopak mata, bulu mata - Bakteri gram positif S. epedermitis pnyebab utama S. aureus & Streptococcus. - Bakteri gram negatif : P. aeruginosa, Proteus, & spesies Haemophilus. - Jamur - Staphylococcus, Streptococcus & Bacillus endophtalmitis traumatik Endophtalmitis endogen ~ Penyakit sistemik ~ Tindakan invasive ~ Trauma atau pembedahan non ocular, katup jantung buatan, immunosupresi & obat IV ~ Infeksi non ocular ~ Jamur ~ Kuman gram positif, e.g : Staphylococcus aureus, G, Bacillus cereus ~ Kuman gram negatif , e.g : E. Coli, Haemophilus influenzae, Neisseria meningitides, klebsiella pneumoniae, Serratia dan Pseudomonas aeruginosa Streptococcus grup A, grup B, grup

Endoftalmitis eksogen Endoftalmitis atau abses korpus vitreum dapat terjadi setelah trauma tembus mata, termasuk bedah mata.6 Korpus vitreum adalah suatu medium biakan yang baik; setelah invasi bakteri, korpus vitreum mencair dan membentuk abses.4 Diagnosis abses korpus vitreum dipastikan setelah melakukan aspirasi 0,5-1 ml korpus vitreum di bawah anestesi local melalui skelerektomi pars plana dengan menggunakan jarum berukuran 20-23.4 Aspirat harus diperiksa secara mikroskospis.4 Setelah organism teridentifikasi, diindikasikan pengobatan medis segera.11 Pada beberapa kasus, diindikasikan vitrektomi untuk melakukan drainase abses dan memungkinkan visualisasi fundus yang lebih jelas.4 Bahkan dengan terapi optimal, abses korpus vitreum memiliki prognosis yang buruk.1,4,8 Apabila ketiga lapisan mata serta korpus vitreum terkena suatu proses peradangan, maka timbul keadaan yang disebut panoftalmitis.1,4 Garis pemisah antara endoftalmitis dan panoftalmitis biasanya tidak jelas.4 Sawar pembuluh darah mata merupakan pertahanan alami yang resisten terhadap invasi mikroorganisme.1,6 Beberapa prosedur pembedahan merusak integritas bola mata yang menyebabkan endofalmitis eksogen.1 Destruksi jaringan intraocular dapat menimbulkan invasi secara langsungoleh mikroorganisme dan mediator inflamasi sebagai respon imun. Tergantung dari inokulasi bakteri, virulensi bakteri dan faktor pasien yang memberatkan perjalanan endofhtalmitis Manifestasi klinis Diagnosis endoftalmitis dapat dicurigai jika terjadi peradangan setelah operasi katarak. Adapun predominan symptom yang ditemukan adalah penurunan penglihatan dan nyeri. Simptom endoftalmitis antara lain:1 Penurunan visus Nyeri mata dan iritasi Sakit kepala Photophobia Ocular discharge (sekret)

Peradangan bola mata dan periokular Injeksi konjungtiva

Tanda klinis termasuk salah satu dari:1 1. Oedema palpebra 2. Injeksi konjungtiva dan kemosis 3. Edema kornea 4. hypopion, akumulasi fibrin 5. Reflek cahaya merah tidak ada 6. Vitritis 7. Retinitis 8. Proptosis (panoftalmitis) Gambaran klinis endoftalmitis : Kehilangan penglihatan Nyeri pada mata&iritasi Sakit kepala Fotopobia Kotoran mata Inflamasi yang hebat pd okular & pre okular Mata merah Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada setiap endoftalmitis ialah mengambil cairan mata atau badan kaca untuk pemeriksaan kuman penyebab. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan sediaan hapus dan biakan dari bagian segmen anterior bola mata. Prinsip Manajemen Pasien dengan endophthalmitis harus segera dikenali dan dirawat di rumah sakit.1 Prinsip manajemennya adalah dengan mengidentifikasi organism penyebab dan pemberian antibiotik secara langsung.11 Hal ini mencakup pemasangan alat pada viterues (vitrektomi), antibiotik lokal (antibiotik intraviteral), tindakan pembedahan dan pemberian antibiotik secara sistemik. Pemeriksaan penunjang diagnosis : Px. Lab : Hitung jenis sel, LED, Blood Urea Nitrogen, Kreatinin.

Radiologi : Foto thorak, USG segmen posterior, CT scan/MRI. Px. Lain : Kultur darah, kultur urine, beberap kultur lain sesuai gambaran klinis.

oftalmoscopy Endophtalmitis Post Operative Vitrektomi pars plana atau aspirasi vitreus Pemberian antibiotik sistemik Endophtalmitis Traumatik Os dirawat di RS Obati bagian yang ruptur (jika ada) Antibiotik sistemik Antibiotik topikal Antibiotik intra vitreus Pertimbangkan vitrektomi pars plana Imunisasi tetanus. Pemberian siklopegik tetes. Endophtalmitis Endogen Bakterialis Os dirawat di RS Antibiotik intra vena spektrum luas Antibiotik peri okular (jika perlu) Antibiotik intra vitreus Siklopegik tetes Steroid topikal Vitrektomi, pada organisme yang virulen Penatalaksanaan antibiotik Regimen antibiotik yang sering digunakan adalah ceftazidime (2,25 mg/0,1 mL) yang dikombinasikan dengan vancomycin (1 mg/0,1 mL).1 amikacin intravitreal, tobramycin, dan antibiotik lain yang dapat digunakan.7 Antibiotic topikal berulang seperti vancomycin, cephazolin, ceftazidime, amikacin dan ciprofloxacin diindikasikan untuk semua kasus.6 Terapi inisial onset kronis dan onset akut endoftalmitis adalah sama, diperlukan aspirasi cairan vitreum dan dilakukan pemriksaan untuk pemilihan regimen antibiotik yang sesuai, sensitive dan tepat.6

Pada hasil aspirasi aquos humor dan vitreum pasien dengan kasus CPE, jika didapatkan inflamasi ringan dan sedang dapat diberikan intravitreum vancomycin 1.0/0.1 mL dan atau amphotericin B 5-10 g/0.1 mL dan irigasi korpus vitreum (capsular bag) kemudian ditambahkan antibiotik sistemik.11 Jika dengan pemberian antibiotika tidak berhasil atau ditemukan inflamasi yang berat, diindikasikan pars plana viterctomy dengan sebagian kapsulektomi dan antibiotik intravitreum, jika tidak respon maka dilakukan capsulotomy total dan respon juga tidak ada maka tindakan akhir adalah dengan pars plana vitrectomy dengan tampon silicone oil dan antibiotic intravitreus.7 Endoftalmitis diobati dengan antibiotika melalui periokular atau subkonjungtiva. Antibiotik topikal dan sistemik ampisilin 2 g/hari dan kloramfenikol 3 g/hari. Antibioti yang sesuai untuk kausa bila kuman adalah stafilokok, basitrasin (topikal), metisilin (subkonjungtiva dan IV). Sedangkan bila pneumokok, streptokok, dan stafilokokpenisilin G (top, subkon dan IV). Neiseriapenisilin G (top. Sub kon dan IV). Pseudomonas diobati dengan gentamisin; tobramisin dan karbaselin (top.subkon dan IV). Basil gram negatif laingentamisin (top.subkon dan IV).2,3 Sikloplegik diberikan 3 kali sehari tetes mata.4 Kortikosteroid dapat diberikan hati-hati.13 Apabila pengobatan gagal dilakukan eviserasi, enukleasi dilakukan bila mata telah tenang dan ptisis bulbi.4 Penyebabnya jamur diberikan amphoterisin B 150 mikrogram-subkonjungtiva.4 Antibiotik sistemik yang sering digunakan (ceftazidime dan amikacin) memiliki penetrasi okular yang tidak baik dan tidak efektif melawan S. epidermidis, penyebab terbanyak endoftalmitis post-operasi.1 Efektivitas Vancomycin sistemik melawan bakteri gram positif, tidak dievaluasi dalam studi ini. Antibiotik fluoroquinolones, memliki penetrasi ocular yang lebih baik dan berperan pada endophthalmitis. Tindakan Pembedahan Vitrectomy pars plana sebagai diagnostik sekaligus untuk tindakan pada penatalaksanan endoftalmitis.7 Secara teoritis, vitrectomy memiliki keuntungan pada endophthalmitis seperti debulking of infectious load, memindahkan toksin dan meningkatkan membantu penetrasi dan distribusi medikasi intraocular, selama prosedur pemberian antibiotik intravitreal.1 Berdasarkan EVS, pars plana vitrectomy dapat diindikasikan pada inflamasi luas pada viterus yang merusak fungsi retina dan menganggu ketajaman visus pasien secara signifikan.

Pembedahan lain Eviserasi yaitu mengeluarkan seluruh isi bola mata dan abses dalam bola mata bila pengobatan medikamentosa gagal.4 Enukleasi yaitu mengeluarkan bola mata dengan memotong otot penggerak mata serta saraf optik dilakukan bila keadaan mata sudah tenang atau telah terjadi ptisis bulbi. Kadang dilakukan rainase untuk mengeluarkan pus.4 Manajemen pemberian kortikosteroid Aturan pemberian kortikosteroid topikal dan intraokular masih kontroversial.13

Kortikosteroid dapat memulihkan kembali jaringan ocular dengan menekan respon inflamasi dan mencegah pembentukan sinekia.13 Berdasarkan Sebuah studi dengan menggunakan model hewan percobaan, ditunjukkan perbaikan klinis dengan pemberian kortikosteroid topikal yang digabung dengan regimen antibiotik dan dibuktikan melalui pengamatan secara histopatologi. 13 Kerugiannya, Kortikosetroid dapat menekan respon imun yang penting untuk melawan bakteri, dan intraocular steroid dapat menyebabkan toksisitas pada retina. Pedoman penatalaksanaan yang dianjurkan :1 1. Antibiotik topikal diindikasikan untuk semua kasus 2. Cyclopegic drops (atropine) biasanya penting untuk mengontrol nyeri, menstabilkan sawar darah okular dan mencegah pembentukan sinekia. 3. Pada penurunan visus 1/300 atau lebih baik, antibiotik intravitreal merupakan terapi pilihan 4. Jika visus 1/~ atau lebih buruk, segera dilakukan pars plana viterctomy dengan injeksi antibiotic intravitreal ( vancomycin, amikacin, ceftazidme) diindikasikan. 5. Antibiotik sistemik dianjurkan pada pasien dengan panophthalmitis dan diabetes Kortikosteroid intravitreal dapat diberikan untuk mengurangi inflamasi pada waktu yang tepat Prognosis Prognosis endoftalmitis tergantung pada : - organisme yang terlibat - ketajaman penglihatan saat diagnosis - penyakit yang mendasari pasien Endophtalmitis endogen umumnya lebih buruk daripada endophtalmitis eksogen.

2.KATARAK DEFENISI Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya. Secara umum terdapat 4 jenis katarak seperti berikut : 1. Kongenital adalah katarak yang terlihat pada usia di bawah 1 tahun Katarak kongenitalis bisa merupakan penyakit keturunan (diwariskan secara autosomal dominan) atau bisa disebabkan oleh: - Infeksi kongenital, seperti campak Jerman - Berhubungan dengan penyakit metabolik, seperti galaktosemia 2. Traumatik, merupakan katarak yang terjadi karena kecelakaan pada mata. 3. Sekunder, katarak yang disebabkan oleh konsumsi obat seperti prednisone dan kortikosteroid, serta penderita diabetes. Katarak diderita 10 kali lebih umum oleh penderita diabetes daripada oleh populasi secara umum. 4. Katarak yang berkaitan dengan usia, merupakan jenis katarak yang paling umum. Berdasarkan lokasinya, terdapat 3 jenis katarak ini, yakni nuclear sclerosis, cortical, dan posterior subcapsular DEFENISI KATARAK SENILIS Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara pasti. Katarak senile ini jenis katarak yang sering ditemukan dengan gejala pada umumnya berupa distorsi penglihatan yang semakin kabur pada stadium insipiens pembentukkan katarak, disertai penglihatan jauh makin kabur. Penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga pasien dapat membaca lebih baik tanpa kaca mata (second sight). Miopia artificial ini disebabkan oleh peningkatan indeks rafraksi lensa pada stadium insipient. PATOFISIOLOGI Ada banyak mekanisme yang memberi kontribusi dalam progresifitas kekeruhan lensa. Epitel lensa berubah seiring bertambahnya usia, terutama dalam hal penurunan densitas (kepadatan) sel epitelial dan penyimpangan diferensiasi sel serat lensa (lens fiber cells).

Walaupun epitel lensa yang mengalami katarak menunjukkan angka kematian apoptotik yang rendah, akumulasi akumulasi dari serpihan-serpihan kecil epitelial dapat menyebabkan gangguan pembentukan serat lensa dan homeostasis dan akhirnya mengakibatkan hilangnya kejernihan lensa. Lebih jauh lagi, dengan bertambahnya usia lensa, penurunan rasio air dan mungkin metabolit larut air dengan berat molekul rendah dapat memasuki sel pada nukleus lensa melalui epitelium dan korteks yang terjadi dengan penurunan transport air, nutrien dan antioksidan. Kemudian, kerusakan oksidatif pada lensa akibat pertambahan usia mengarahkan pada terjadinya katarak senilis Katarak ini dibagai ke dalam 4 stadium, yaitu:2,3,4 1. Katarak insipien, kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal)Katarak subkapsular psoterior, kekeruhan mulai terlihat di anterior subkapsular posterior, celah terbentuk, antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (beda morgagni) pada katarak insipien Katarak intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya bertambah, yang akan memberikan miopisasi 2. Katarak imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Merupakan katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. 3. Katarak matur, pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh 4. Katarak hipermatur, merupakan katarak yang telah mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras, lembek dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa, sehingga lensa menjadi kecil, berwarna kuning dan kering GEJALA KLINIS Gejala Subyektif: 1. Penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan yang menurun secara progresif. 2. Visus mudur yang derajatnya tergantung lokalisasi dan tebal tipisnya kekeruhan, Bila Kekeruhan tipis, kemunduran visus sedikit atau sebaliknya. dan Kekeruhan terletak diequator, tak ada keluhan apa-apa. 3. Penderita mengeluh adanya bercak-bercak putih yang tak bergerak.

4. Diplopia monocular yaitu penderita melihat 2 bayangan yang disebabkan oleh karena refraksi dari lensa sehingga benda-benda yang dilihat penderita akan menyebabkan silau. 5. Pada stadium permulaan penderita mengeluh miopi, hal ini terjadi karena proses pembentukan katarak sehingga lensa menjadi cembung dan kekuatan refraksi mata meningkat, akibatnya bayangan jatuh dimuka retina. Gejala Obyektif: 1. Pada lensa tidak ada tanda-tanda inflamasi. 2. Pada oblique illumination (mata disinar dari samping): Lensa tampak keruh keabuan atau keputihan dengan background hitam 3. Pada fundus reflex dengan opthalmoscope: kekeruhan tersebut tampak hitam dengan background orange. dan Pada stadium maturestent hanya didapatkan warna putih atau tampak kehitaman tanpa background orange, hal ini menunjukkan bahwa lensa sudah keruh seluruhnya. 4. Camera anterior menjadi dangkal dan iris terdorong kedepan, sudut camera anterior menyempit sehingga tekanan intraokuler meningkat, akibatnya terjadi glaukoma. Pasien mengeluh penglihatan kabur secara mendadak. Mata menjadi merah, lensa opak, dan mungkin terjadi pendarahan intraocular. Apabila humor aqueus atau korpus vitreum keluar dari mata, mata menjadi sangat lunak. Penyulit adalah infeksi, uveitis, ablasio retina, dan glaukoma.

DIAGNOSIS 1. Anamnesa ( gejala subjektif) dan Pemeriksaan Fisik Mata ( Gejala Objektif) 2. Optotipe Snellen ( Snellen Chart) untuk menilai visus 3. Lampu senter 4. Oftalmoskop 5. Slit lamp biomikroskopi 6. USG mata untuk persiapan pembedahan katarak

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa 1. Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE) Ekstraksi katarak intra kapsuler adalah pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan 2. Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE) Prosedur ini meliputi pengambilan kapsula anterior, menekan keluar nucleus,dan mengisap sisa fragmen kortikal lunak menggunakan irigasi dan alat hisap. Dengan meninggalkan kapsula posterior dan zonula lentis tetap utuh, dapat mempertahankan arsitektur bagi posterior mata, jadi mengurangi insidensi yang serius. 3. Phakoemulsifikasi Phakoemulsifikasi (phaco) maksudnya membongkar dan memindahkan kristal lensa. Pada tehnik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.

KATARAK KONGENITAL Definisi Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat. Fisiologi Gejala Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi di nukleus lensa nukleus fetal atau nukleus embrional, tergantung pada waktu stimulus karaktogenik atau di kutub anterior atau posterior lensa apabila kelainannya terletak di kapsul lensa

Pada katarak developmental, kekeruhan pada lensa timbul pada saat lensa dibentuk. Jadi lensa belum pernah mencapai keadaan normal. Hal ini merupakan kelainan kongenital. Kekeruhan pada katarak kongenital dapat dijumpai dalam berbagai bentuk dan gambaran morfologik. Pada pupil mata bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria. Pada setiap leukokoria diperlukan pemeriksaan yang lebih teliti untuk menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Pemeriksaan leukokoria dilakukan dengan melebarkan pupil. Katarak kongenital sering terdapat bersamaan dengan nistagmus, displasia ovea, dan strabismus. Atau ada pula yang menyertai kelainan pada mata sendiri, yang juga merupakan kelainan bawaan seperti heterokromia iris Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubela, homosisteinuri, diabetes melitus hipoparatiroidism, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan histoplasmosis. Penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya merupakan penyakit-penyakit herediter seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo-kornea. Penatalaksanaan Prinsip: 1.2.

Setelah diketemukan katarak maka harus dicari faktor penyebab, apakah galaktosemia,

rubela, toksoplasmosis, dll. Pemeriksaan laboratorium dan konsultasi dengan pakar sangat perlu. Dilakukan pembedahan untuk membersihkan lintasan sinar dari kekeruhan. Apabila telah

terjadi nistagmus maka pembedahan segera dilakukan. Apabila tidak ada nistagmus, maka pemeriksaan akan memastikan tidak ada gangguan pada matanya. Apabila katarak total, maka segera pembedahan dilakukan di bawah anastesi umum.11 Penanganan tergantung pada unilateral dan bilateral, adanya kelainan mata lain, dan saat terjadinya katarak. Katarak kongenital prognosisnya kurang memuaskan bergantung pada bentuk katarak dan mungkin sekali pada mata tersebut telah terjadi ambliopia. Bila terdapat nistagmus, maka keadaan ini menunjukkan hal yang buruk pada katarak kongenital.8 Pengobatan katarak kongenital bergantung pada: 1. Katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya segera katarak

terlihat.

2.

Katarak total unilateral, yang biasanya diakibatkan trauma, dilakukan pembedahan 6 bulan

setelah terlihat atau segera sebelum terjadinya strabismus; bila terlalu muda akan mudah terjadi ambliopia bila tidak dilakukan tindakan segera; perawatan untuk ambliopia sebaikanya dilakukan sebaik-baiknya. 3. Katarak total atau kongenital unilateral, mempunyai prognosis yang buruk, karena mudah

sekali terjadinya ambliopia; karena itu sebaiknya dilakukan pembedahan secepat mungkin, dan diberikan kacamata segera dengan latihan bebat mata. 4. Katarak bilateral parsial, biasanya pengobatan lebih konservatif sehingga sementara dapat

dicoba dengan kacamata atau midriatika; bila terjadi kekeruhan yang progresif disertai dengan mulainya tanda-tanda strabismus dan ambliopia maka dilakukan pembedahan, biasanya mempunyai prognosis yang lebih baik.8 Tindakan pengobatan pada katarak kongenital adalah operasi. Operasi katarak kongenital dilakukan bila refleks fundus tidak tampak Biasanya bila katarak bersifat total, operasi dapat dilakukan pada usia 2 bulan atau lebih muda bila telah dapat dilakukan pembiusan. Tindakan bedah pada katarak kongenital yang umum dikenal adalah disisio lensa, ekstraksi liniar, ekstraksi dengan aspirasi.

3. GLAUKOMA Defenisi Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebirauan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus, dan menciutnya lapang pandang. Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan. Tekanan bola mata umumnya berada di antara 10-20 mmhg dengan rata-rata 16 mmhg Patofisiologi Glaukoma Tingginya tekanan intraokuler tergantung pada besarnya produksi humor akuos oleh badan siliar dan pengaliran keluarnya. Besarnya aliran keluar humor akuos melalui sudut bilik mata depan juga tergantung pada keadaan sudut bilik mata depan, keadaan jalinan trabekulum, keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan vena episklera. Tekanan intraokuler dianggap

normal bila kurang daripada 20 mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer aplanasi. Pada tekanan lebih tinggi dari 20 mmHg yang disebut dengan hipertensi okuli dapat dicurigai adanya glaukoma. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg pasien menderita glaukoma (tonometer Schiotz).3 Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cekungan optikus diduga disebabkan oleh ; gangguan pendarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi berkas serabut saraf pada papil saraf optik (gangguan terjadi pada cabang-cabang sirkulus Zinn-Haller), diduga gangguan ini disebabkan oleh peninggian tekanan intraokuler. Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil saraf optik relatif lebih kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi cekungan pada papil saraf optic Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Iris dan korpus siliar juga menjadi atrofi, dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin 1.Glaukoma sudut terbuka, yang disebut juga sebagai glaukoma simpleks. Pada glaukoma sudut terbuka, struktur jalinan trabekula terlihat normal namun terjadi peningkatan resistensi aliran keluar akuos yang menyebabkan peningkatan tekanan ocular. Penyebab obstruksi aliran keluar antara lain : Penebalan lamella trabekula yang mengurangi ukuran pori. Berkurangnya jumlah sel trabekula pembatas. Peningkatan bahan ekstraselular pada jalinan trabekular. Glaukoma sudut tertutup / glaukoma sudut sempit.

2.Glaukoma sudut tertutup / glaukoma sudut sempit Glukoma primer bersifat diturunkan yang mengenai pasien usia diatas 40 tahun, dan biasanya mengenai kedua mata.4 Keadaan ini timbul pada mata yang kecil (sering pada hipermetropia) dengan bilik mata anterior yang dangkal. Pada mata normal, titik kontak antara batas pupil dan lensa memiliki resistensi terhadap masuknya akuos ke dalam bilik mata anterior (blok pupil relatif). Pada glaukoma sudut tertutup, kadang sebagai respon terhadap dilatasi pupil, resistensi ini meningkat dan gradient tekanan menyebabkan iris melengkung kedepan sehingga menutup sudut drainase.

Adhesi iris perifer ini disebut sebagai sinekia anterior perifer (peripheral anterior synechiae, PAS). Akuos tidak dapat lagi mengalir melalui jalinan trabekula dan tekanan okular meningkat, biasanya mendadak 3. Glaukoma sekunder Pada glaucoma sekunder tekanan intraocular biasanya meningkat karena tersumbatnya jalinan trabekula. Jalinan trabekula tersumbat oleh : Darah (hipema), setelah trauma tumpul. Sel-sel radang (uveitis). Pigmen dari iris (sindrom disperse pigmen) Deposisi bahan yang dihasilkan oleh epitel lensa, iris,dan badan siliar pada jalinan trabekula (glaucoma pseudoeksfoliatif). Obat-obatan yang meningkatkan resistensi jaringan (glaucoma terinduksi steroid)

4. Glaukoma Absolut Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (terbuka/tertutup) dimana sudah terjadi kebutaan total, akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit. Sering dengan mata buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik. GEJALA Mata mendadak terasa nyeri dan merah. Kelopak mata bengkak. Penglihatan terganggu bahkan sampai tidak dapat melihat. Terkadang disertai mual, muntah Terlihat gambaran pelangi sewaktu melihat bola lampu. Kerusakan pada saraf optik dapat terjadi dengan cepat dan menyebabkan gangguan penglihatan yang permanen. Bradikardi akibat refleks okulokardiak Pemeriksaan: 1. Pemeriksaan refleks pupil Tampak pupil midilatasi, mengkerut, bahkan kadang irregular.

2. Pemeriksaan tekanan intraokular dengan Tonometri, terjadi peningkatan tekanan intraokuler 3. Slit lamp Peninggian tekanan intraokuler sampai ke level yang tinggi menyebabkan edema epitel kornea, yang memberi gejala pada penglihatan. Selain itu juga dapat terlihat kongesti episklera dan pembuluh darah konjungtiva 4. Pemeriksaan ketajaman penglihatan Tajam penglihatan sangat menurun dan pasien terlihat sakit berat. 5. Pemeriksaan lapangan pandang Penglihatannya seperti melihat dari lubang kunci. Penglihatan sentralnya bisa melihat, tetapi pinggir-pinggirnya tidak dapat melihat. Penurunan lapangan pandang akibat glaukoma sendiri tidak spesifik, karena gangguan ini akibat defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai pada semua penyakit saraf optikus 6. Oftamolskopi 7. Gonioskopi PENATALAKSANAAN Terapi Medikamentosa : a. Agen osmotic, Agen ini lebih efektif untuk menurunkan tekanan intra ocular Gliserin. Dapat menurunkan tekanan intraokular dalam waktu 30-90 menit setelah pemberian, dan dipastikan agen ini bekerja selama 5-6 jam Mannitol, merupakan oral osmotik diuretik kuat yang dapat memberikan keuntungan dan amn digunakan pada pasien diabetes karena tidak dimetabolisme b. Karbonik anhidrase Inhibitor Digunakan untuk menurunkan tekanan intraokular yang tinggi, dengan menggunakan dosis maksimal dalam bentuk intravena, oral atau topikal.1 Asetazolamid, merupakan pilihan yang sangat tepat untuk pengobatan darurat pada glaukoma akut. Efeknya dapat menurunkan tekanan dengan menghambat produksi humor akuos. dosis inisial 2x250 mg oral, dapat diberikan kepada pasien yang tidak mempunyai komplikasi lambung.

c. Miotik kuat Pilokarpin 2% atau 4% setiap 15 menit samapi 4 kali pemberian sebagai inisial terapi, diindikasikan untuk mencoba menghambat serangan awal glaukoma akut. Penggunaannya ternyata tidak efektif pada serangan yang sudah lebih dari 1-2 jam. Pilokarpin diberikan satu tetes setiap 30 menit selama 1-2 jam. d. Beta bloker Merupakan terapi tambahan yang efektif untuk menangani serangan sudut tertutup. Beta bloker dapat menurunkan tekanan intraokular dengan cara mengurangi produksi humor akuos. Timolol merupakan beta bloker nonselektif dengan aktivitas dan konsentrasi tertinggi di bilik mata belakang yang dicapai dalam waktu 30-60 menit setelah pemberian topikal.

4.ULKUS KORNEA DEFINISI Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma. PATOFISIOLOGI Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 5 Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang

tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.6 Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. 1 Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.5 ETIOLOGI 1,4,5,6 a. Infeksi Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa. b.Noninfeksi Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH. Radiasi atau suhu Sindrom Sjorgen Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,

Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides. Infeksi virus , Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai Acanthamoeba

Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan flurosein. Defisiensi vitamin A Obat-obatan , Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma. Pajanan (exposure) Neurotropik

c.Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas) Granulomatosa wagener Rheumathoid arthritis

KLASIFIKASI 1,6 Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu: 1. Ulkus kornea sentral a. Ulkus kornea bakterialis b. Ulkus kornea fungi c. Ulkus kornea virus d. Ulkus kornea acanthamoeba 2. Ulkus kornea perifer a. Ulkus marginal b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden) c. Ulkus cincin (ring ulcer) MANIFESTASI KLINIS 4 Gejala Subjektif Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva Sekret mukopurulen Merasa ada benda asing di mata

Pandangan kabur Mata berair Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus Silau Nyeri

Gejala Objektif Injeksi siliar Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat Hipopion Ketajaman penglihatan Tes refraksi Tes air mata Pemeriksaan slit-lamp Keratometri (pengukuran kornea) Respon reflek pupil Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH) PENATALAKSANAAN a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah 1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya 2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang 3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih 4. Berikan analgetik jika nyeri b. Penatalaksanaan medis 1. Pengobatan konstitusi, Asupan makanan 2. Pengobatan lokal Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,

pemeriksaan diagnostik seperti :

Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu. Efek kerja sulfas atropine : Sedatif, menghilangkan rasa sakit. Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang. Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil. Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru Skopolamin sebagai midriatika. Analgetik. Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau tetrakain tetapi jangan sering-sering. Antibiotik Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi kornea kembali. Anti jamur Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi : 1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole 2. 3. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin, Imidazol Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol

4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis anti biotik Anti Viral

Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi. KOMPLIKASI 7

Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat

Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis Prolaps iris Sikatrik kornea Katarak Glaukoma sekunder PROGNOSIS, Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul 5.DISLOKASI LENSA Etiologi Penyebab dislokasi lensa antara lain adalah kelainan kongenital seperti Sindrom Marfan, Sindrom Weill-Marshecani, katarak hipermatur, trauma pada mata, peradangan uvea, tumor intraokuler, tekanan bola mata yang tinggi seperti pada buftalmus. 2Klasifikasi Bila zonula Zinnii putus sebagian maka lensa akan mengalami subluksasi dan bila seluruh zonula Zinnii putus maka lensa akan mengalami luksasi kedepan (luksasi anterior) atau luksasi ke belakang (luksasi posterior) 1.Subluksasi lensa Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zonula Zinn sehingga lensa berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan pada zonula Zinn yang rapuh seperti pada Sindrom Marphan. 3,4 Pada subluksasi kadang-kadang penderita tidak memberikan keluhan kecuali keluhan myopia atau astigmat. Hal ini disebabkan karena zonula Zinn putus sebagian maka lensa bebas

mencembung. Selain itu dapat pula ditemukan penurunan penglihatan, diplopia monokular dan iridodonesis (iris tremulans). 3,5 Pada pemeriksaan dengan senter/slit lamp akan terlihat pada bagian zonula yang terlepas, bilik mata dalam dengan iris tremulens, sedang pada bagian zonula yang utuh terlihat bilik mata yang dangkal akibat lensa tertarik dan mencembung pada bagian ini. Perubahan akibat subluksasi lensa akan memberikan penyulit glaukoma atau penutupan pupil oleh lensa cembung. 3,4 2. Luksasi anterior Trauma atau kelainan kongenital yang mengakibatkan seluruh zonula putus disertai perpindahan letak lensa ke depan akan memberikan keluhan penurunan tajam penglihatan yang mendadak. Akibat kedudukan lensa di dalam bilik mata depan akan terjadi gangguan pengaliran humor akuous sehingga terjadi serangan glaukoma kongestif. 3,4Pasien akan mengeluh rasa sakit yang sangat, muntah, mata merah dengan blefarospasme. 4 Pada pemeriksaan akan ditemukan edema kelopak, injeksi siliar, edema kornea dengan pupil lebar disertai terlihatnya lensa di dalam bilik mata depan. 3 3.Luksasi posterior Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi lensa posterior akibat putusnya zonula Zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah polus posterior fundus okuli. Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya akibat lensa mengganggu lapangan pandang. Mata ini akan menunjukkan gejala afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa + 10.0 D untuk jauh, bilik mata depan dalam dan iris tremulans. Lensa yang terlalu lama berada di polus posterior dapat menimbulkan penyulit akibat degenerasi lensa, berupa glaukoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik.

Penatalaksanaan Pada subluksasi biasanya dilakukan pengobatan dengan koreksi terbaik sehingga tidak timbul keluhan diplopia. Bila terdapat penyulit glaukoma maka dilakukan ekstraksi lensa pada orang tua sedang pada orang muda dilakukan ekstraksi linear atau ekstraksi ekstrakapsuler. 3 Pada luksasi anterior sebaiknya pasien secepatnya dikirim pada dokter mata untuk dikeluarkan lensanya dengan terlebih dahulu diberikan asetazolamida untuk menurunkan tekanan bola matanya.4 Pengeluaran lensa yang terletak di dalam bilik mata depan ini harus hati-hati karena tekanan bola mata sudah harus terkontrol baik sebelum lensa dikeluarkan. 3 Pada luksasi posterior lensa dapat dibiarkan sementara di tempatnya karena dapat terjadi absorbsi lensa tersebut. Bila terjadi penyulit seperti uveitis dan glaukoma maka lensa harus segera dikeluarkan. 3 Di bawah ini terdapat 3 pilihan terapi : 1.Spectacle correction (koreksi kacamata) 2. Laser zonulysis 3. Surgical removal Komplikasi Komplikasi tersering dari dislokasi lensa adalah distorsi optik yang menyebabkan miopia lentikuler, astigmat; glaucoma; dan uveitis. 6.HERPES ZOSTER OFTALMIKA Herpes Zoster Oftalmikus (HZO) merupakan hasil reaktivasi dari Varisela Zoster Virus (VZV) pada Nervus Trigeminal (N.V). Semua cabang dari nervus tersebut bisa terpengaruh, dan cabang frontal divisi pertama N.V merupakan yang paling umum terlibat. Cabang ini menginervasi hampir semua struktur okular dan periokular.

Etiologi Herpes zoster disebabkan oleh Varisela Zoster Virus (VZV) Patogenesis Seperti herpes virus lainnya, VZV menyebabkan infeksi primer (varisela/ cacar air) dan sebagian lagi bersifat laten, dan ada kalanya diikuti dengan penyakit yang rekuren di kemudian hari (zoster/ shingles). Infeksi primer VZV menular ketika kontak langsung dengan lesi kulit VZV atau sekresi pernapasan melalui droplet udara. Infeksi VZV biasanya merupakan infeksi yang self-limited pada anak-anak, dan jarang terjadi dalam waktu yang lama, sedangkan pada orang dewasa atau imunosupresif bisa berakibat fatal. Pada anak-anak, infeksi VZV ini ditandai dengan adanya demam, malaise, dermatitis vesikuler selama 7-10 hari, kecuali pada infeksi primer yang mengenai mata (berupa vesikel kelopak mata dan konjungtivitis vesikuler). VZV laten mengenai ganglion saraf dan rata-rata 20 % terinfeksi dan bereaktivasi di kemudian hari. HZO timbul akibat infeksi N.V1. Kondisi ini akibat reaktivasi VZV yang diperoleh selama masa anak-anak. Varisela zoster adalah virus DNA yang termasuk dalam famili Herpes viridae. Selama infeksi, virus varisela berreplikasi secara efisien dalam sel ganglion. Bagaimanapun, jumlah VZV yang laten per sel terlalu sedikit untuk menentukan tipe sel apa yang terkena. Imunitas spesifik sel mediated VZV bertindak untuk membatasi penyebaran virus dalam ganglion dan ke kulit.6 Kerusakan jaringan yang terlihat pada wajah disebabkan oleh infeksi yang menghasilkan inflamasi kronik dan iskemik pembuluh darah pada cabang N. V. Hal ini terjadi sebagai respon langsung terhadap invasi virus pada berbagai jaringan. Walaupun sulit dimengerti, penyebaran dermatom pada N. V dan daerah torak paling banyak terkena. Tanda-tanda dan gejala HZO terjadi ketika N.V1 diserang virus, dan akhirnya akan mengakibatkan ruam, vesikel pada ujung hidung (dikenal sebagai tanda Hutchinson), yang merupakan indikasi untuk resiko lebih tinggi terkena gannguan penglihatan. Dalam suatu studi, 76 % pasien dengan tanda Hutchinson mempunyai gangguan penglihatan. Manifestasi Klinis a. Prodormal (didahului ruam sampai beberapa hari) - Nyeri lateral sampai mengenai mata

- Demam - Malaise - Sakit kepala - Kuduk terasa kaku Gejala-gejala di atas terjadi pada 5 % penderita, terutama pada anak-anak, dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi. b. Dermatitis c. Nyeri mata d. Lakrimasi e. Perubahan visual f. Mata merah unilateral Gejala-gejala mata yang dapat dilihat yaitu: - Kelopak mata HZO sering mengenai kelopak mata. Hal ini ditandai dengan adanya pembengkakan kelopak mata, dan akhirnya timbul radang kelopak, yang disebut blefaritis, dan bisa timbul ptosis. Kebanyakan pasien akan memiliki lesi vesikuler pada kelopak mata, ptosis, disertai edema dan inflamasi. Lesi pada palpebra mirip lesi kulit di tempat lain.9 - Konjungtiva Konjungtivitis adalah salah satu komplikasi terbanyak pada HZO. Pada konjungtiva sering terdapat injeksi konjungtiva dan edema, dan kadang disertai timbulnya petechie. Ini biasanya terjadi 1 minggu. Infeksi sekunder akibat S. aureus bisa berkembang di kemudian hari.9 - Sklera Skleritis atau episkleritis mungkin berupa nodul atau difus yang biasa menetap selama beberapa bulan.9 - Kornea Komplikasi kornea kira-kira 65 % dari kasus HZO. Lesi pada kornea sering disertai dengan keratouveitis yang bervariasi beratnya sesuai dengan kekebalan tubuh pasien. Komplikasi pada kornea bisa berakibat kehilangan penglihatan secara signifikan. Gejalanya adalah nyeri, fotosensitif, dan gangguan visus. Hal ini terjadi jika terdapat erupsi kulit di daerah yang disarafi cabang-cabang N. nasosiliaris.

Berbeda dengan keratitis pada HSV yang bersifat rekuren dan biasanya hanya mengenai epitel, keratitis HZV mengenai stroma dan uvea anterior pada awalnya, lesi epitelnya keruh dan amorf, kecuali kadang-kadang ada pseudodendrit linear yang mirip dendrit pada HSV. Kehilangan sensasi pada kornea selalu merupakan ciri mencolok dan sering berlangsung berbulan-bulan setelah lesi kornea tampak sudah sembuh. Keratitis epithelial : gejala awal, berupa punctat epitel. Multipel, lesi vocal dengan fluoresen atau rose Bengal. Lesi ini mengandung virus keratitis stroma. Ini merupakan reaksi imun selama serangan akut dan memungkinkan perpindahan virus dari ganglion. Keratitis stroma kronik bisa menyerang vaskularisasi, keratopati, penipisan kornea dan astigmatisme.9 - Traktus uvea Sering menyebabkan peningkatan TIO. Tanpa perawatan yang baik penyakit ini bisa menyebabkan glaukoma dan katarak.9 - Retina Retinitis pada HZO digambarkan sebagai retinitis nekrotik dengan perdarahan dan eksudat, oklusi pembuluh darah posterior, dan neuritis optik. Lesi ini dimulai dari bagian retina perifer. Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaaan langsung secara mikroskopik Kerokan palpebra diwarnai dengan Giemsa, untuk melihat adanya sel-sel raksasa berinti banyak (Tzanck) yang khas dengan badan inklusi intranukleus asidofil b. Pemeriksaaan serologik c. Isolasi dan identifikasi virus Penatalaksanaan Sebagian besar kasus herpes zoster dapat didiagnosis dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Cara terbaru dalam mendiagnosis herpes zoster adalah dengan tes DFA (Direct Immunofluorence with Fluorescein-tagged Antibody) dan PCR (jika ada), terbukti lebih efektif dan spesifik dalam membedakan infeksi akibat VZV dengan HSV. Tes bisa dilanjutkan dengan kultur virus.

Pasien dengan herpes zoster oftalmikus dapat diterapi dengan Acyclovir ( 5 x 800 mg sehari) selama 7-10 hari

7.RUBEOSIS IRIDIS Definisi Rubeosis iridis merupakan neovaskularisasi pada iris, yaitu pertumbuhan pembuluhdarah baru pada permukaan iris. Rubeosis iridis merupakan suatu respon terhadap adanyahipoksia dan iskemia retina yang luas akibat berbagai penyakit, baik pada mata

maupunpenyakit sistemik, seperti yang terjadi pada retinopati diabetika dan oklusi vena sentralis retina. Patofisiologi Ketika pembuluh darah pada mata secara parsial atau pun total mengalami oklusimaka struktur yang divaskularisasinya akan kekurangan oksigen dan nutrisi. Sebagairespon dari hal ini adalah dengan dikeluarkannya substansi tertentu yang merangsangpembentukan pembuluh darah baru, proses inilah yang disebut neovaskularisasi. Mekanisme bagaimana terjadinya neovaskularisasi pada iris sampai saat ini belumdiketahui dengan pasti namun beberapa teori yang pernah diajukan dan dapatdipertimbangkan: 1. Hipoksia retina Rubeosis iridis terjadi karena berkurangnya perfusi ke retina yang

mengakibatkanterjadinya hipoksia retina. Hipoksia retina ini merupakan factor yang menyebabkanterbentuknya pembuluh-pembuluh darah baru di iris, retina dan pada papilla nervusoptikus. Teori ini dihubungkan dengan retinopati diabetika dan oklusi vena sentralisretina. 2.Angiogenesis faktor Teori ini sudah dianut sejak tahun 1948, dimana faktor angiogenesis berperan dalammengatur aliran darah di retina. Faktor angiogenetik ini mampu mengatur pertumbuhan pembuluh darah baru. Faktor angiogenesis ini menghasilkanangiogenetik peptidedal. Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang pertamakali diisolasi melalui glandula

hipotalamus pada pasien dengan iskemik retina yang dihubungkan dengan neovaskuler di matanya. 3.Dilatasi pembuluh darah mata kronik Dilatasi kronik pembuluh darah merupakan rangsangan yang menyebabkanpertumbuhan pembuluh darah baru sebagai respon terhadap hipoksia atau beberapfaktor lain yang menyebabkan suatu pembuluh darah melebar. Berdasarkan teori inirubeosis iridis terjadi karena

hipoksia local di iris yang menyebabkan dilatasipembuluh-pembuluh darah iris dan selanjutnya terbentuk pembuluh darah baru di iris PENATALAKSANAAN Pilihan terapi yang dapat dilakukan pada stadium rubeosis iridis adalah: 1. Panretinal argon laser photocoagulation (PRP) mempunyai angka keberhasilanyang tinggi dalam pemulihan dari pertumbuhan pembuluh darah baru danmencegah timbulnya glaukoma neovaskuler. 2. Operasi retina mungkin berhasil bila dilakukan pada rubeosis yang timbul setelahvitrectomy pada pasien diabetic

8.KERATITIS Keratitis adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Biasanya diklasifikasikan berdasarkan lapisan kornea yang terkena : yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel dan bowman dan keratitis profunda apabila mengenai lapisan stroma. Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrate sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh, biasanya diklasifikasikan dalam lapisan yang terkena seperti keratitis superficial, intertitisial dan profunda.1,2 Keratitis dapat disebabkan karena sindrom dry eye, blefaritis, konjungtivitis kronis, keracunan obat, sinar ultraviolet, atau dapat juga karena infeksi sekunder. Gejala klinisnya dapat berupa, mata merah, rasa silau, dan merasa kelilipan. Gejala lainnnya yang mungkin ditemukan adalah mata terasa perih, gatal dan mengeluarkan kotoran. PATOFISIOLOGI Karena kornea avaskular, maka pertahanan sewaktu peradangan tak dapat segera datang. Maka badan kornea, sel-sel yang terdapt di dalam stroma segera bekerja sebagai makrofag baru kemudian disusul oleh pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagi injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrat, yang tampak sebagi bercak bewarna kelabu, keruh, dan permukaan yang licin. Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbul ulkus kornea yang dapat menyebar ke permukaan dalam stroma. Pada perdangan yang hebat, toksin dari kornea dapat menyebar ke iris dan badan siliar dengan melalui membran descement dan endotel kornea. Dengan demikian iris dan badan siliar meradang dan timbulah kekeruhan di cairan COA,

disusul dnegan terbentuknya hipopion. Bila peradangan tersu mendalam, tetapi tidak mengenai membran descement dapat timbul tonjolan membran descement yang disebut mata lalat atau descementocele. Pada peradangan yg dipermukaan penyembuhan dapat berlangsung tanpa pembentukan jaringan parut. Pada peradangan yang dlaam penyembuhan berakhir dengan terbentuknya jaringan parut yang dpaat berupa nebula, makula, atau leukoma. Bila ulkusnya lebih mendalam lagi dapat timbul perforasi yang dapat mengakibatkan endophtalmitis, panophtalmitis, dan berakhir dengan ptisis bulbi.

-Keratitis Pungtata Superfisial Keratitis Pungtata Superfisialis adalah suatu keadaan dimana sel-sel pada permukaan kornea mati. Mata biasanya terasa nyeri, berair, merah, peka terhadap cahaya (fotofobia) dan penglihatan menjadi sedikit kabur. Keratitis ini dapat bersifat ulseratif atau non ulseratif. Keratitis Numularis Keratitis ini didiuga oleh virus. Klinis tanda-tanda radang tidak jelas, di kornea terdapt infiltrat bulat-bulat subepitelial, dimana ditengahnya lebih jernih, disebut halo. Keratitis ini bila sembuh akan meninggalkan sikatrik yang ringan. Keratitis Disiformis Keratitis ini awalnya banyak ditemukan pada petani di pulau jawa. Penyebabnya adalah virus yang berasal dari sayuran dan binatang. Di kornea tampak infiltrat bulat-bulat, yang ditengahnya lebih padat dari pada dipinggir. Umumnya menyarang usia 15-30 tahun. Keratokonjungtivis Flikten Terutama didapatkan pada anak-anak dengan kebersihan yang buruk. Biasanya didaptkan pembesaran kelenjar leher dan tonsil. Dikornea flikten merupakan benjolan dengan diameter 1-3 mm berwarna abu-abu dan menonjol di atas permukaan kornea. Keratokonjungtivis Sika Terjadi akibat kekeringan pada bagian permukaan kornea an konjungtiva. Kekeringan ini dapat disebabkan kurnagnya komponen lemak, kurangnya air mata, kurangnya komponen musin, penguapan berlebihan dll. Penderita akan mengeluh mata gatal, fotofobia, berpasir, dll.

Keratitis Rosasea Keratitis yang didapat pada orang yang menderita acne rosasea, yaitu penyakit dengan kemerahan dikulit, disertai akne di atasnya. Pemeriksaan diagnostik: Pemeriksaan tajam penglihatan Uji dry eye, dilakukan uji break up time tujuannya yaitu untuk melihat fungsi fisiologik film air mata yang melindungi kornea. Penilaiannya dalam keadaan normal film air mata mempunyai waktu pembasahan kornea lebih dari 25 detik. Pembasahan kornea kurang dari 15 detik menunjukkan film air mata tidak stabil. Ofthalmoskop Tujuan pemeriksaan untuk melihat kelainan serabut retina, serat yang pacat atropi, tanda lain juga dapat dilihat seperti perdarahan peripapilar. Keratometri ( pegukuran kornea ) Keratometri tujuannya untuk mengetahui kelengkungan kornea, tear lake juga dapat dilihat dengan cara focus kita alihkan kearah lateral bawah, secara subjektif dapat dilihat tear lake yang kering atau yang terisi air mata. Tonometri digital palpasi

PENGOBATAN Penatalaksanaan keratitis bergantung pada etiologi yang mendasarinya. Bentuk sediaan yang diberikan dapat berupa tetes mata, pil, atau intravena. Semua benda asing yang ada pada kornea dan konjungtiva harus dihilangkan. Keratitits pungtata superficial penyembuhannya dapat berakhir dengan sempurna. Infeksi keratitis biasanya membutuhkan antibakteri, antifungal, atau terapi antiviral, apabila virus yang menjadi penyebabnya, keratitis tidak perlu mendapatkan pengobatan yang khusus karena biasanya dapat sembuh lebih kurang dalam 3 minggu. Pemberian cendo citrol tetes mata (6 x 1 tetes) yang diindikasikan kortikosteroid dapat menekan infeksi sekunder.5 Tetes mata steroid sering diberikan untuk mengurangi inflamasi dan scar yang mungkin timbul. Tindakan ini harus dilakukan dengan hati-hati karena beberapa infeksi dapat lebih buruk setelah penggunaan. Jika penyebab keratitis adalah mata kering, dapat diberikan salep dan air mata buatan. Jika penyebabnya adalah sinar ultraviolet atau lensa kontak,

diberikan salep antibiotik dan obat untuk melebarkan pupil. Jika penyebabnya adalah reaksi terhadap obat-obatan, maka sebaiknya pemakaian obat dihentikan. Pada umumnya, pengguna kontak lensa akan diberi nasihat untuk tidak meneruskan kembali, walaupun tidak berakaitan dengan sebab timbulnya keratitis.

9.KONJUNGTIVITIS Definisi Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis Konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga yang memerlukan pengobatan. Etiologi Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti : infeksi oleh virus atau bakteri. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang. iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet, dari las listrik atau sinar matahari yang dipantulkan oleh salju. pemakaian lensa kontak, terutama dalam jangka panjang, juga bisa menyebabkan konjungtivitis. Kadang konjungtivitis bisa berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Konjungtivitis semacam ini bisa disebabkan oleh: entropion atau ektropion, kelainan saluran air mata, kepekaan terhadap bahan kimia, pemaparan oleh iritan, infeksi oleh bakteri tertentu (terutama klamidia). Manifestasi Klinis 1 Tanda Tanda-tanda konjungtivitis, yakni: a. konjungtiva berwarna merah (hiperemi) dan membengkak. b. produksi air mata berlebihan (epifora).

c. kelopak mata bagian atas nampak menggelantung (pseudoptosis) seolah akan menutup akibat pembengkakan konjungtiva dan peradangan sel-sel konjungtiva bagian atas. d. pembesaran pembuluh darah di konjungtiva dan sekitarnya sebagai reaksi nonspesifik peradangan. e. pembengkakan kelenjar (folikel) di konjungtiva dan sekitarnya. f. terbentuknya membran oleh proses koagulasi fibrin (komponen protein). g. dijumpai sekret dengan berbagai bentuk (kental hingga bernanah). 2 Gejala Konjungtiva yang mengalami iritasi akan tampak merah dan mengeluarkan kotoran. Konjungtivitis karena bakteri mengeluarkan kotoran yang kental dan berwarna putih. Konjungtivitis karena virus atau alergi mengeluarkan kotoran yang jernih. Kelopak mata bisa membengkak dan sangat gatal, terutama pada konjungtivitis karena alergi. Gejala lainnya adalah: a. mata berair b. mata terasa nyeri c. mata terasa gatal d. pandangan kabur e. peka terhadap cahaya f. terbentuk keropeng pada kelopak mata ketika bangun pada pagi hari. Penatalaksanaan Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari bagaimana cara menghindari kontraminasi mata yang sehat atau mata orang lain. Perawat dapat memberikan intruksi pada pasien untuk tidak menggosok mata yang sakit dan kemudian menyentuh mata yang sehat, mencuci tangan setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan menggunakan kain lap, handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah untuk membersihkan mata yang sakit. Asuhan khusus harus dilakukan oleh personal asuhan kesehatan guna mengindari penyebaran konjungtivitis antar pasien. Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab. Konjungtivitis karena bakteri dapat diobati dengan sulfonamide (sulfacetamide 15 %) atau antibiotika (Gentamycine 0,3 %; chlorampenicol 0,5 %). Konjungtivitis karena jamur sangat jarang sedangkan konjungtivitis

karena virus pengobatan terutama ditujukan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder, konjungtivitis karena alergi di obati dengan antihistamin (antazidine 0,5 %, rapazoline 0,05 %) atau kortikosteroid (misalnya dexametazone 0,1 %). Penanganannya dimulai dengan edukasi pasien untuk memperbaiki higiene kelopak mata. Pembersihan kelopak 2 sampai 3 kali sehari dengan artifisial tears dan salep dapat menyegarkan dan mengurangi gejala pada kasus ringan. Pada kasus yang lebih berat dibutuhkan steroid topikal atau kombinasi antibiotik-steroid. Sikloplegik hanya dibutuhkan apabila dicurigai adanya iritis. Pada banyak kasus Prednisolon asetat (Pred forte), satu tetes, QID cukup efektif, tanpa adanya kontraindikasi. Apabila etiologinya dicurigai reaksi Staphylococcus atau acne rosasea, diberikan Tetracycline oral 250 mg atau erythromycin 250 mg QID PO, bersama dengan pemberian salep antibiotik topikal seperti bacitracin atau erythromycin sebelum tidur. Metronidazole topikal (Metrogel) diberikan pada kulit TID juga efektif. Karena tetracycline dapat merusak gigi pada anak-anak, sehingga kontraindikasi untuk usia di bawah 10 tahun. Pada kasus ini, diganti dengan doxycycline 100 mg TID atau erythromycin 250 mg QID PO. Terapi dilanjutkan 2 sampai 4 minggu. Pada kasus yang dicurigai, pemeriksaan X-ray dada untuk menyingkirkan tuberkulosis.

UJI ANEL Diberikan anestesi topical dan dilakukan dilatasi pungtum lakrimal. Jarum anel dimasukkan pada pungtum dan kanalikuli lakrimal. Dilakukan penyemprotan dengan garam fisiologik. Ditanyakan apakah pasien merasa cairan masuk dlm tenggorokannya, atau dilihat apakah terjadi reflex menelan pada pasien. Bila hal ini ada, berarti fungsi ekskresi system lakrimal baik. Bila tidak, berarti terdapat penyumbatan duktus nasolakrimal AMSLUIR GRID Merupakan kartu pemeriksaan untuk mengetahui fungsi penglihatan sentral macula. Pemeriksaaan didasarkan pada bila terdapat gangguan kuantitatif sel kerucut pada macula maka akan terjadi metamorfopsia. TEST HIRSCHBERG

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi adanya penyimpangan posisi bola mata dengan memperhatikan kedudukan reflek cahaya pada kornea. Menentukan besaran Heterotropia secara kuantitatif, dengan memperhatikan kedudukan reflek cahaya pada kornea. Titik/Lampu untuk fiksasi Jarak pemeriksaan : o Jauh : 20 Feet (6 meter) o Dekat : 14 Inch (35 cm)

Tehnik/Prosedur Pemeriksaan :

Minta kepada pasien untuk selalu memperhatikan titik/lampu fiksasi Pemeriksa menempatkan dirinya didepan pasien sedemikian rupa, sehingga dapat menilai dengan baik kedudukan reflek cahaya pada kornea pasien. Perhatian pemeriksa ditijukan pada mata yang mengalami penyimpangan poisi bolamata. Nilai posisi reflek cahaya pada kornea mata yang berdeviasi/menyimpang.