tugas makro(keseimbangan umum dan kebijakan makro ekonomi)
Post on 02-Dec-2015
173 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Keseimbangan Umum dan Kebijakan Makro Ekonomi
Pendahuluan
Analisis mengenai penentuan kegiatan ekonomi Negara, belum tentu sesuai
dengan realiti yang sebenarnya oleh karena kegiatan ekonomi yang digambarkan belum
sepenuhnya sesuai dengan keadaan dalam perekonomian.
Ada dua kegiatan pengeluaran yang penting dalam setiap ekonomi, yaitu ekspor
dan impor. Oleh karena itu analisis mengenai keseimbangan pendapatan nasional perlu
disempurnakan dengan memperhatikan pula efek kegiatan perdagangan luar negeri,
yaitu ekspor dan impor terhadap pengeluaran agregat, pendapatan nasional dan tingkat
kegiatan suatu perekonomian. Apabila kegiatan ekspor dan impor diperhitungkan dalam
penentuan keseimbangan pendapatan nasional, maka analisis mengenai kegiatan
ekonomi dalam suatu Negara telah sepenuhnya menggambarkan keadaan yang
sebenarnya wujud dalam realitas.
Analisis penentuan pendapatan nasional dalam perekonomian seperti itu
dinamakan sebagai keseimbangan pendapatan nasional dalam ekonomi empat sector
atau perekonomian terbuka. Yaitu perekonomian yang menjalankan kegiatan ekspor dan
impor. Maka analisis mengenai penentuan keseimbangan tersebut boleh juga dinamakan
sebagai keseimbangan makroekonomi.
KESEIMBANGAN UMUM
Keseimbangan umum merupakan seimbangnya harga beli terhadap harga
jual,seimbangnya permintaan barang dengan penawaran barang,juga keseimbangan
antara peengeluaran uang dan pemasukan uang dan juga keseimbangan antara
pendapatan dengan pengeluaran yang terjadi.Keseimbangan umum atau equilibrium
adalah kondisi dimana jumlah permintaan sama dengan jumlah penawaran.Jumlah
barang pada keadaan itu disebut kuantitas keseimbangan.Tingkat harga yang
membentuk keadaan keseimbangan itu disebut harga keseimbangan. Keseimbangan
umum terjadi apabila pasar uang dan pasar dalam berada dalam keseimbangan secara
bersama-sama,dan keseimbangan tersebut diperoleh keseimbangan pendapatan nasional
dan keseimbangan tingkat bunga.
Dalam sebuah perekonomian dibutuhkan keseimbangan antara sektor riil dan
sektor moneter agar tercipta harmoni dan kestabilan dalam perekonomian. Alat atau
instrumen untuk mengukur keseimbangan tersebut adalah model ISLM. IS adalah
akronim dari Investment = Saving, menunjukkan keseimbangan pada pasar barang.
Sedangkan LM adalah akronim dari Liquidity Preference = Money Supply,
menunjukkan keseimbangan di pasar uang. IS-LM didesain oleh ekonomi konvensional
untuk menentukan pada tingkat bunga dan tingkat pendapatan berapa terjadi
keseimbangan pasar barang dan pasar uang.
Dalam persamaan ini tingkat bunga menjadi variabel penyeimbang antara pasar
barang dan pasar uang. Kecenderungan adanya gap yang besar antara pasar barang dan
pasar uang dalam praktek sebuah perekonomian, mengharuskan pemerintah melakukan
kebijakan-kebijakan moneter maupun fiskal untuk mengatasi masalah tersebut.Salah
satu teori dan model dalam konsep ekonomi konvensional yang sangat populer adalah
model IS-LM. Model IS-LM adalah interpretasi terkemuka dari teori Keynes.
KEBIJAKAN MAKRO EKONOMI
Bentuk-bentuk kebijakan ekonomi yang akan dilakukan oleh negara sangat tergantung pada tujuan-tujuan yang ingin dicapainya.
1. Tujuan-tujuan Kebijakan Ekonomi Makro Setiap kebijakan ekonomi bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi. Tujuan-tujuan kebijakan ekonomi makro dapat dibedakan kepada empat aspek berikut:
a. menstabilkan kegiatan ekonomi / price level stability. b. mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh tanpa inflasi / high employment level. Beberapa hal yang perlu dijelaskan berkaitan dengan kesempatan kerja adalah peran pemerintah dalam perluasan kesempatan kerja, pendekatan demand dan supply of labor dalam perluasan kesempatan kerja, pemberdayaan masyarakat desa dalam upaya perluasan kesempatan kerja, human capital sebagai upaya efektif perluasan kerja, keuangan negara dan kesempatan kerja, kebijakan ketenagakerjaan, serikat kerja, hubungan industrial, sistem ekonomi dan kesempatan kerja. c. menciptakan pertumbuhan ekonomi yang teguh / long-term economic growth. Pertumbuhan ekonomi yang ideal adalah :
(1) berlangsung terus menerus, (2) disertai dengan terciptanya lapangan kerja, (3) tidak merusak lingkungan, (4) lebih tinggi daripada laju pertumbuhan penduduk, (5) disertai dengan distribusi pendapatan yang adil, (6) kontribusi sektoral yang merata, (7) tidak meninggalkan sektor pertanian, (8)kenaikannya riil, (9) penyumbang terbesar PDB adalah warga domestik, bukan asing.
d. Kestabilan nilai tukar / exchange rate stability. Nilai tukar merupakan nilai uang secara eksternal, yang tinggi rendahnya berdampak pada berbagai aspek ekonomi dan sosial lainnya, misalnya :
(1) impor dan ekspor, (2) APBN dan APBD, (3) kesehatan dan pendidikan, (4) transportasi, (5) industri dalam negeri, (6) politik (7) daya beli masyarakat, (8) dunia perbankan,
2. Bentuk-bentuk Kebijakan Ekonomi Makro. Kebijakan dari segi/aspek permintaan / pengeluaran, meliputi:
1. Kebijakan Fiskal Yaitu kebijakan pemerintah yang dilakukan dengan cara mengubah penerimaan dan pengeluaran negara. Atau kebijakan pemerintah yang membuat perubahan dalam bidang per-pajakan (T) dan pengeluaran pemerintah (G) dengan tujuan untuk mempengaruhi pengeluaran /permintaan agregat dalam perekonomian Kebijakan ini diambil untuk menstabilkan ekonomi, memperluas kesempatan kerja, mempertinggi pertumbuhan ekonomi, dan keadilan dalam pemerataan pendapatan. Caranya dengan : menambah atau mengurangi PAJAK dan SUBSIDI.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran : a. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.
b. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
c. Anggaran Berimbang (Balanced Budget) Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.
Menurut pandangan Keynes, kebijakan fiskal (Fiscal Policy) adalah sangat penting untuk mengatasi pengangguran. Prosesnya adalah;
a. Pengurangan pajak penghasilan → akan menambah daya beli masyarakat dan akan meningkatkan pengeluaran agregat. b. Peningkatan pengeluaran agregat dengan cara menaikkan pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa maupun untuk menambah investasi.
c. Selanjutnya dalam masa inflasi atau ketika kegiatan ekonomi telah full employment, langkah sebaliknya harus dilakukan yaitu ; pajak dinaikkan dan pengeluaran pemerintah akan dikurangi. d. Langkah ini akan menurunkan pengeluaran/permintaan agregat dan mengurangi tekanan Inflasi.
Secara garis besar berbagai jenis pajak yg. dipungut pemerintah dpt digolongkan sebagai berikut :
1. Pajak langsung : yaitu pajak/jenis pungutan pemerintah yg.secara langsung dikumpulkan dari wajib pajak, misal ; PPh. 2. Pajak tak langsung : yaitu pajak yg.beban pemungutannya dapat dipindah-tangankan kepada pihak lain, misal ; PPn, & PPn BM Pajak impor dsb.
Demikian pula perubahan-perubahan sebaliknya. Pemerintah seringkali menghadapi masalah defisit anggaran. Ada beberapa sumber pembiayaan defisit anggaran : 1. Pajak. 2. Mencetak Uang Baru. 3. Pinjaman Masyarakat Dalam Negeri. 4. Pinjaman Masyarakat Luar Negeri.
2. Kebijakan Moneter Kebijakan yang diambil oleh Bank Sentral untuk MENAMBAH atau MENGURANGI jumlah uang yang beredar di masyarakat. Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
a. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy. Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. b. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
a. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation). Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
b. Fasilitas Diskonto (Discount Rate). Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
c. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio). Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio cadangan wajib.
A.Keseimbangan Umum Pada Ekonomi Terbuka
Sirkulasi Aliran Pendapatan Perekonomian Terbuka (Ekspor dan Impor)
Perekonomian terbuka atau perekonomian empat sektor adalah suatu sistem
ekonomi yang melakukan kegiatan ekspor dan impor dengan Negara-negara lain di
dunia ini, karena kegiatan ekspor dan impor merupakan bagian yang pentingnya dalam
kegiatan setiap perekonomian. Dalam ekonomi yang melakukan perdagangan luar
negeri, aliran pendapatan dan pengeluaran dapat dijelaskan sebagai berikut : apabila
aliran aliran pendapatan dan pengeluaran diperhatikan maka akan didapati bahwa aliran
yang berlaku dalam perekonomian terbuka adalah berbeda dengan perekonomian tiga
sector sebagai akibar dari wujudnya kegiatan ekspor dan impor.
Secara fisik, ekspor diartikan sebagai pengiriman dan penjualan barang-barang
buatan dalam negeri ke luar Negara-negara lain. Pengiriman ini akan menimbulkan
aliran pengeluaran yang masuk ke sector perusahaan. Dengan demikian pengeluaran
agregat akan meningkat sebagai akibat dari kegiatan mengekspor barang dan jasa dan
pada akhirnya keadaan ini akan menyebabkan peningkatan dalam pendapatan nasional.
Secara fisik, impor merupakan pembelian dan pemasukkan barang dari luar
negeri ke dalam negeri atau ke dalam suatu perekonomian. Aliran barang ininakan
menimbulkan aliran keluar dari aliran pengeluaran dari sector rumah tangga ke sector
perusahaan. Aliran keluar ini yang akan menyebabkan menurunya pendapatan nasional.
Sebagaimana dari penjelasan sebelumnya, bahwa ekspor dan impor
mempengaruhi kegiatan dalam suatu perekonomian dan sirkulasi pendapatan yang
berlaku. Penggunaan faktor-faktor produksi oleh sector perusahaan akan mewujudkan
aliran pendapatan ke sector rumah tangga. Aliran pendapatan ini meliputi gaji dan upah,
sewa, bunga dan keuntungan lainnya.
Dapat disimpulkan bahwa dalam perekonomian terbuka pengeluaran agregat meliputi
lima jenis pengeluaran, yaitu :
1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga k eats barang barang yang dihasilkan didalam
negeri. (Cdn)
2. Investasi perusahaan (I) untuk menambah kapasitas sector perusahaan
menghasilkan barang dan jasa.
3. Pengeluaran pemerintah ke atas barang dan jasa yang diperoleh didalam negeri. (G)
4. Ekspor, yaitu pembelian Negara lain ke atas barang buatan perusahaan-perusahaan
didalam negeri. (X)
5. Barang impor, yaitu barang yang dibeli dari luar negeri. (M)
Dengan demikian komponen pengeluaran agregat dalam perekonomian terbuka
adalah pengeluaran rumah tangga ke atas barang buatan dalam negeri, investasi,
pengeluaran pemerintah, pengeluaran ke atas barang buatan dalam negeri (ekspor).
Pengeluaran agregat ini tersebut (AE) dapat dinyatakan dengan menggunakan
rumus :
AE = Cdn + I + G + X + M
Faktor-faktor Penentu Ekspor dan Impor
A. Faktor-faktor yang Menentukan Ekspor
Suatu Negara dapat mengekspor barang produksinya ke Negara lain apabila
barang tersebut diperlukan Negara lain dan mereka tidak dapat memproduksi barang
tersebut atau produksinya tidak dapat memenuhi keperluan dalam negeri. Ada faktor
terpenting yang menentukan ekspor suatu Negara yaitu kemampuan dari Negara
tersebut untuk mengeluarkan barang-barang yang dapat bersaing dalam pasaran luar
negeri, baik dalam mutu, harga barang yang diekspor paling tidak sedikit sama baiknya
dengan yang diperjual-belikan dalam pasaran luar negeri, serta cita rasa masyarakat luar
negeri terhadap barang yang diekspor.Ada beberapa hal yang menyebabkan
kemerosotan pada ekspor, yaitu bias terjadinya perubahan cita rasa penduduk luar
negeri, merosotnya keupayaan bersaing di pasar luar negeri serta terjadi permasalahan
ekonomi yang sedang dialami diluar negeri.
B. Faktor-faktor yang Menentukan Impor
Impor suatu Negara dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat. Semakin
tinggi pendapatan, semakin .banyak impor yang akan dilakukan.Inflasi juga dapat
menyebabkan secara keseluruhan barang buatan dalam negeri menjadi lebih mahal.
Serta kemampuan suatu Negara menghasilkan barang yang lebih baik mutunya
merupakan salah satu faktor yang menimbulkan perubahan impor terhadap tingkat
pendapatan nasional.
Syarat Keseimbangan Perekonomian Terbuka
Syarat keseimbangan dalam perekonomian terbuka :
1. Efek perubahan ekspor dan impor terhadap keseimbangan pendapatan.
2. Suatu contoh angka untuk menunjukan keseimbangan dalam perekonomian terbuka
dan perubahan keseimbangan tersebut.
Dalam perekonomian terbuka barang dan jasa yang diperjual-belikan di dalam
negeri terdiri dari dua golongan barang, yaitu :
a. Yang di produksi di dalam negeri dan meliputi pendapatan nasional (Y)
b. Yang di impor dari luar negeri.
Dengan demikian dalam perekonomian terbuka penawaran agregat (AS) terdiri dari
pendapatan nasional (Y) dam impor (M), dalam rumus :
AS = Y + M
Sirkulasi aliran pendapatan dalam perekonomian terbuka telah menunjukkan bahwa
pengeluaran agregat (AE( meliputi lima komponen berikut : pengeluaran rumah
tangga ke atas barang produksi dalam negeri (Cdn), investasi swasta (I),
pengeluaran pemerintah (G), ekspor (X), dan pengeluaran k eats impor (M), dalam
rumus :
AE = Cdn + I + G + X + M
B.Dampak Kebijakan Makro Ekonomi
Variabel ekonomi makro yang menjadi isu utama adalah pertumbuhan output,
laju inflasi, pengangguran, dan neraca pembayaran. Variabel ekonomi makro tersebut
saling terkait melalui pasar barang, pasar uang, pasar tenaga kerja, dan pasar saham
yang membentuk keseimbangan internal (macro equilibrium) dan keseimbangan
eksternal. Jika terjadi kegagalan panen pada suatu negara dimana kontribusi
pengeluaran pangan masyarakatnya lebih tinggi dari pengeluaran nonpangan, akan
memberikan efek pada ekonomi makro. Gagal panen cenderung akan meningkatkan
harga pangan.
Dengan asumsi hanya terdapat dua sektor dalam ekonomi, pangan dan
nonpangan, harga pangan akan meningkat.Ini berimplikasi pengeluaran untuk pangan
meningkat dan akan berimbas ke sektor nonpangan berupa penurunan harga dan inflasi
akan meningkat.Sebaliknya, jika ada kenaikan produksi pangan. Dengan demikian,
fluktuasi panen akan menyebabkan instabilitas, baik bagi konsumen beras, petani padi,
maupun produsen manufaktur. Dalam kasus gangguan suplai positif dan ada intervensi
pemerintah, agar tidak terjadi penurnan harga ekses suplai tersebut perlu dikumpulkan.
Pengumpulan pangan tersebut membutuhkan dana. Sebelum tahun 1999, digunakan
dana Bank Indonesia (BI).
Ada dua kebijakan berbeda yang mungkin dijalankan terhadap uang yang
digunakan untuk menahan dan/atau mendistribusikan suplai pangan. Kemungkinan
pertama, tidak ada “sterilisasi”. Pembelian excess supply menggunakan dana BI akan
meningkatkan suplai uang dan level harga agregat.
Kemungkinan kedua, BI melakukan sterilisasi terhadap perubahan pada suplai
uang yang digunakan untuk mengumpulkan dan/atau mendistribusikan suplai beras.
Jika ini dilakukan berdasarkan satu untuk satu, hasilnya adalah sterilisasi sempurna.
Dalam skenario ini, surplus panen tidak menyebabkan peningkatan suplai uang dan
level harga agregat. Pada kondisi pemerintah melakukan intervensi tanpa sterilisasi dan
ekonomi dalam keadaan tertutup, berarti BI menambah penawaran uang ke pasar dan
akan mempengaruhi keseimbangan di pasar uang.
Dampak kebijakan makro Ekonomi Terhadap Perkembangan Industri Tekstil Indonesia
Konstruksi Model Ekonomi Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia
Berdasarkan teori perusahaan, permintaan input diturunkan dari fungsi produksi setiap perusahaan dengan asumsi produsen memaksimumkan keuntungan dengan kendala teknologidan pasar (harga output dan input).Asumsi lainnya bahwa setiap perusahaan menghadapi pasar persaingan sempurna, baik pada pasar input maupun output, sehingga setiap perusahaan adalah price taker.
Penurunan permintaan input dan penawaran output tersebut membutuhkan syarat First Order Necessary Condition (FONC) dan Second Order Sufficient Condition (SOSC) dalam memaksimisasi keuntungan .Diasumsikan bahwa fungsi produksi dapat diturunkan (twice differentiable),permintaan perusahaan terhadap input tertentu mensyaratkan kondisiproduktivitas input (produk marginal) senilai dengan harganya.Komoditas tekstil sebagai derived demand dari komoditas garmen.Oleh sebab itu peubah-peubah yang terkandung di dalam persamaan permintaan tekstil domestik tampak berbeda dengan permintaan final goods seperti pada umumnya.
Dalam penelitian ini, juga diasumsikan bahwa hanya terdapat satu jenis tekstil dan garmen yang diperdagangkan. Oleh sebab itu tekstil dan garmen dianggap sebagai komoditas yang kemudian dikonversi dalam satuan berat yang sama (ton). Faktor konversi tersebut menggunakan perhitungan umum yang diaplikasikan oleh API. Sedangkan peubah harga komposit tekstil dan garmen di dalam negeri berdasarkan data yang diterbitkan oleh API dan peubah harga komposit tekstil dan garmen di luar negeri menggunakan proksi dari harga ekspor tekstil dangarmen dunia.Selain itu, Indonesia adalah termasuk negara kecil yang terbuka (small open economy).Kategori negara kecil atau besar didasarkan pada perilaku ekonominya, dimana Indonesia tidak dapat mempengaruhi harga dunia atau peubah harga dunia sebagai peubah eksogenus.
Menurut Houck(1986),bahwa negara impotir kecil menghadapi excess supply yang datar dan tidak mampu mempengaruhi harga dunia. Oleh sebab itu asumsi yang digunakan adalah negara kecil berperilaku sebagai price taker, baik di pasar input maupun pasar output. Selain itu biaya transportasi adalah nol serta tidak ada hambatan perdagangan. Kondisi ini dikonstruksikan di dalam model dengan memposisikan peubah harga tekstil dan garmen dunia sebagai peubah eksogen pada persamaan produksi, ekspor, dan impor tekstil dan garmen domestik.Hubungan ekonomi antara peubah dalam model diformulasikan berdasarkan teori ekonomi mikro, teori ekonomi makro, teori perdagangan internasional, dan hasil-hasil penelitian yang terkait. Tanda parameter dugaan menjadi bentuk lain dari hipotesis yang ditindaklanjuti Ekonomi Moneter dan Perbankan.
Dampak Kebijakan Makro Ekonomi Terhadap Harga Pangan
Konsep Pangan
Menurut Undang-undang No 7 tahun 1996 yang mengatur tentang pangan
(Pemerintah Republik Indonesia,1996), pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari
sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan
sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan
pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman. Karena berkaitan dengan
kebijakan harga pangan dan tidak semua komoditas pangan melibatkan pemerintah
dalam bentuk kebijakan harga pangan maka tidak semua komoditas pangan akan
dianalisis. Untuk itu digunakan kelompok pangan utama yang ada kaitannya dengan
program kebijakan harga pangan.
Kebijakan Harga Pangan
Salah satu tujuan kebijakan harga pertanian adalah menstabilkan harga pertanian
agar mengurangi ketidakpastian usahatani, serta menjamin harga pangan yang stabil
bagi konsumen dan stabilitas harga di tingkat makro. Selanjutnya dikatakan, kebijakan
harga pertanian dapat dilakukan melalui berbagai instrumen, yaitu kebijakan
perdagangan, kebijakan nilai tukar, pajak dan subsidi, serta intervensi langsung. Secara
tidak langsung stabilisasi harga dapat juga dilakukan melalui kebijakan pemasaran
output dan kebijakan input. Kebijakan input antara lain berupa subsidi harga sarana
produksi yang diberlakukan pemerintah terhadap pupuk, benih, pestisida, dan kredit.
Berdasarkan penyebabnya, kebijakan stabilisasi harga atau stabilisasi harga dapat
dilakukan dengan melakukan kebijakan harga pangan, yaitu kebijakan harga dasar
(floor price) dan kebijakan harga tertinggi (ceiling price). Kebijakan ini menyebabkan
ketidakseimbangan pasar sehingga diperlukan kebijakan pendukung, yaitu melakukan
stok atau ekspor saat kebijakan harga dasar ditetapkan dan melakukan operasi pasar saat
kebijakan harga atap ditetapkan.
Pengendalian Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Dengan mengetahui penyebab inflasi, dapat dijadikan dasar untuk
mengendalikan inflasi dalam bentuk target inflasi untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Brooks dalam Debelle menunjukkan bahwa Negara yang melakukan target inflasi, rata-
rata tingkat inflasi dan keragamannya telah menurun secara substansial dan
pertumbuhan outputnya menjadi lebih tinggi dengan keragaman inflasi dan output yang
lebih rendah. Kondisi perekonomian seperti ini lebih baik dari kondisi sebaliknya.
Di Indonesia kebijakan target inflasi diawali tahun 1999 dan hasil analisis CSIS
(berbagai terbitan), menunjukkan target inflasi Bank Indonesia untuk tahun 2000 - 2002
tidak dapat tercapai. Kegagalan tersebut disebabkan oleh meningkatnya permintaan
uang, kondisi politik yang tidak pasti, dan adanya musim kemarau yang menyebabkan
naiknya harga bahan makanan. Di Negara maju, harga bahan makanan dan situasi
politik, sudah tidak signifikan mempengaruhi target inflasi, kecuali faktor-faktor
moneter.Pada periode 1970-1979 sumbangan bahan makanan dalam inflasi mencapai
57,47 persen dan menurun menjadi 31.17 persen pada periode tahun 1990-1998. Hal ini
mengindikasikan pembangunan pertanian dan kebijakan pendukungnya berhasil
meredam peningkatan harga bahan pangan sehingga tidak lagi menjadi sumber
penyebab utama inflasi seperti pada periode 1960 – 1970. Namun karena kuatnya
hubungan harga beras terhadap komoditas lain, maka stabilisasi harga beras tetap
menjadi bagian strategis dari stabilisasi ekonomi.
Hal yang sama terjadi di beberapa negara, seperti yang disitir maupun yang
dihasilkan dari studi Kannapiran menunjukkan skim stabilitas harga komoditas dapat
mengurangi instabilitas ekonomi makro, tetapi pada beberapa hasil penelitian ada yang
menciptakan sedikit fluktuasi, khususnya pada balance of payment dan stabilitas
moneter. Hal itu disebabkan kebijakan stabilitas harga tidak memberikan kontribusi
yang baik terhadap manajemen ekonomi makro. Penelitian menunjukkan bahwa laju
inflasi dipengaruhi oleh harga riil beras eceran, peningkatan harga dasar gabah lebih
menguntungkan petani padi, konsumen beras tetap diuntungkan (ketahanan pangan
meningkat), dan stabilitas ekonomi makro terjaga (pertumbuhan ekonomi meningkat,
pengangguran berkurang dan inflasi mengalami penurunan).
Indikator dan Stabilitas Ekonomi Makro
Indikator ekonomi makro yang dimaksud disini adalah inflasi, kesempatan
kerja, pertumbuhan ekonomi, dan neraca perdagangan (proksi dari neraca pembayaran)
yang merupakan indikator kunci. Variabel ekonomi makro tersebut saling terkait
melalui pasar barang, pasar uang, pasar tenaga kerja, serta pasar saham yang
membentuk keseimbangan internal (macro equilibrium) dan keseimbangan eksternal
(balance of payment-BOP). Selain itu, variabel ekonomi makro lain yang diamati adalah
nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, suku bunga bank, penawaran uang, dan
investasi.Jika suatu guncangan menimbulkan fluktuasi yang besar pada variabel
ekonomi makro, maka dapat dikatakan stabilitas ekonomi makro rentan terhadap
guncangan tersebut.Sebaliknya, jika dampaknya menimbulkan fluktuasi yang kecil,
maka dapat dikatakan stabilitas ekonomi makro stabil.
Ukuran yang digunakan dalam mengukur stabilitas dalam studi ini adalah
dampak guncangan/shock terhadap:
(1) perbedaan nilai awal dan akhir variabel endogen.
(2) besarnya variasi yang dilihat dari amplitudo fluktuasi variabel endogen, dan
(3) panjangnya waktu fluktuasi variabel endogen untuk mencapai pada keseimbangan.
(4) koefisien variasi.
Tujuan utama kebijakan harga pangan adalah untuk menjaga stabilitas harga
pangan agar tingkat inflasi dapat dikendalikan. Selanjutnya tingkat inflasi
mempengaruhi suku bunga di pasar uang. Kemudian suku bunga mempengaruhi
investasi di pasar barang. Inflasi juga mempengaruhi permintaan tenaga kerja di pasar
tenga kerja dan seterusnya ada keterkaitan antara variable ekonomi makro, sehingga
terjadi keseimbangan.Adanya keterkaitan antara variabel secara simultan yang saling
mempengaruhi maka hubungan diantaranya lebih tepat jika dispesifikasi dalam model
VAR (Vector Autoregressive).
top related