tugas akhir [hukum dan kelembagaan lingkungan] dr. harry supriyono, ugm-graduate of school
Post on 26-Nov-2015
341 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
-
ANALISIS KRITIS ASPEK HUKUM
DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN
Studi Kasus: Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup
Oleh PT. Kallista Alam, Propinsi Aceh
Tugas Akhir. Mata Kuliah Hukum dan Kelembagaan Lingkungan
Program Studi Ilmu Lingkungan
Program Magister Pengelolaan Lingkungan
Oleh:
SYAMPADZI NURROH NIM: 13/354980/PMU/7908
Dosen:
Dr. Harry Supriyono, S.H.,M.Si
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Y O G Y A K A R T A
2 0 1 4
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengelolaan lingkungan terkait antara hubungan faktor abiotik, biotik dan
sosial budaya pada lokasi tertentu, hal ini berkaitan dengan kawasan bentanglahan
yang mencakup pada sistem ekologi dan ekosistem lokasi tersebut. Dalam
pengelolaan lingkungan hidup bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat
merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan
dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup tertuang dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan hidup. Dinamika dalam pengelolaan lingkungan
mengalami perkembangan secara signifikan dari waktu ke waktu sehingga UU
Nomor 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup dilakukan
pembaharuan menjadi UU RI Nomor 32 Tahun 2009. Hal ini diperlukan untuk
lebih menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak
setiap orang untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat sebagai bagan
dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem.
Kepastian hukum menjadi portal dalam pengelolaan lingkungan untuk
proses kegiatan pencegahan (preventif) dan sanksi administratif dalam
pencemaran dan Perusakan lingkungan hidup (Hardjasoemantri 1999). Setelah
kepastian hukum sebagai konsep dasar dalam pengelolaan lingkungan maka
penegakan hukum menjadi peran yang krusial ketika pelanggaran terhadap hukum
yang telah berlaku di Republik Indonesia mengenai perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup (Siahaan 2004).
Dalam aspek penegakan hukum pada studi kasus pencemaran dan Perusakan
lingkungan hidup oleh PT. Kallista Alam di Provinsi Aceh. Perusahaan ini
bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit yang memiliki area lahan seluas 1.605
-
2
ha yang berada dalam kawasan ekosistem laser berlokasi di Desa Pulo Kruet,
Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh. Isu Perusakan
dan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan ini mengenai
pembukaan lahan dengan cara membakar di rawa Gambut Tripa. Dalam hal ini
Kementrian lingkungan Hidup (Ministry of Environment) sebagai pengawas
aktivitas perusahaan untuk mencegah terjadinya Perusakan dan pencemaran
lingkungan hidup. Berikut ini Gambar 1. lokasi Perusahaan PT. Kallista Alam
yang berada di kawasan Tripa, Provinsi Aceh
Gambar 1. Peta Kawasan Tripa, Sumber : WWF Indonesia (2013)
Pada tanggal 11 April dan 26 juli 2012 berdasarkan laporan dari Unit Kerja
Presiden Di Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4),
Kementrian Lingkungan Hidup (kuasa hukum) mengajukan gugatan Perusahaan
ini diajukan gugatan hukum kepada perusahaan atas pertanggung jawaban
terdapat titik panas (hotspot) yang diindikasikan terjadi dugaan pembakaran lahan
di wilayah kerja perusahaan ini. Data titik panas (hotspot) diperoleh dari Citra
satelit (MODIS) yang dikeluarkan secara resmi oleh NASA, Amerika Serikat.
Berdasarkan data dan informasi tersebut menjadi acuan dasar untuk membuktikan
secara nyata di lapangan bahwa perusahaan ini melakukan Perusakan dan
-
3
pencemaran lingkungan hidup sebagai penyampaian bukti-bukti dan mengajukan
gugatan ke pengadilan.
Penegakan hukum dalam pengelolaan lingkungan hidup merupakan isu
krusial karena dalam UU No. 32 2009 pada pasal 2 menyatakan bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asa
tanggung jawab negara, kelestarian dan keberlanjutan serta pencemar membayar.
Pengawasan dan sanksi administratif pada pasal 71 menyatakan bahwa menteri,
gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangannya wajib melakukan
pengawasan serta pada pasal 76 menerapkan sanksi administratif kepada
penanggung jawab usaha dan atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan
pelanggaran terhadap izin lingkungan.
Studi kasus Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup Oleh PT.
Kallista Alam, Propinsi Aceh merupakan contoh kasus dimana proses
penegakan hukum dalam pengelolaan lingkungan yang diamanahkan oleh
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Tahapan-tahapan proses penegakan hukum sehingga tercipta
keadilan dan menjamin kepastian hukum menjadi asas tanggung jawab Negara
untuk melindungi, menjamin kelestarian fungsi lingkungan hidup, keselamatan,
kesehatan dan kehidupan manusia sesuai dengan pasal 4 mengenai ruang lingkup
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.
1.2. Tujuan
Berdasarkan latar belakang seperti telah diuraikan di muka, dapat
dirumuskan bahwa studi kasus Pencemaran dan Perusakan Lingkungan
Hidup Oleh PT. Kallista Alam, Propinsi Aceh sebagai pendekatan untuk
mempelajari proses dan tahapan dalam aspek penegakan hukum. Berkaitan
dengan hal tersebut, maka tujuan kajian ini untuk menganalisis secara kritis proses
tahapan dalam aspek penegakan hukum dalam kasus pengelolaan lingkungan
hidup.
-
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penegakan Hukum Lingkungan (Environmental Enforcement)
Dalam acuan penegakan hukum lingkungan di Indonesia terdapat pada
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Rekapitulasi mengenai penegakan hukum terbagi menjadi
penegakan hukum administratif, penegakan hukum pidana dan Penegakan hukum
perdata dalam UU tersebut. Berikut dibawah ini disajikan pada Tabel 1. mengenai
rekapitulasi penegakan hukum lingkungan dengan komponen tujuan, instrumen
penegakan dan prosedur bagaimana penegakan hukumnya dilakukan dan disajikan
pada Gambar 2. Mengenai konfigurasi penegakan hukum Lingkungan
berdasarkan sumber dari Undang-Undang yang belum diperbaharui, konfigurasi
ini menunjukan bahwa skema penegakan hukum lingkungan di Indonesia.
Sumber: Supriyono (2008)
-
5
Tabel 1. Rekapitulasi Penegakan hukum lingkungan yang tertuang dalam UU
Nomor 32 Tahun 2009, Republik Indonesia.
Aspek Penegakan Hukum
Administratif
Penegakan Hukum
Pidana
Penegakan Hukum
Perdata
Tujuan Mencegah Agar
Perbuatan Terlarang
Tidak Dilakukan
Memberikan Efek Jera
Dengan Penghukuman
Pidana Kurungan, Denda
Dan Tindakan Tertentu
(Tata Tertib)
Memberikan Efek Jera
Dengan Pembebanan
Pembayaran Ganti Kerugian
Kepada Korban
Instrumen
Penegakan
1. Izin
2. Persyaratan dalam
Izin (Tata
Ruang,Amdal, dan
Deskresi)
3. Pengawasan
(Inspektur, Sistem
dan Mekanisme
Pengawasan)
4. Sanksi
Administrasi
1. Ketentuan Pidana
dalam undang-undang
2. Criminal Justice
System
3. Sistem Pembuktian
(Laboratorium, saksi
ahli)
1. Ketentuan Materiil Dan
Formil ( Hir/Rbg, Perma
Class Action, Perma
Mediasi Di Pengadilan)
2. 3 Akses ( Informasi,
Partisipasi, Keadilan,
Pengembangan
Kapasitas Publik
3. Pembuktian ( Lab, Ahli,
Valuasi Kerugian)
Prosedur 1. Penaatan Sukarela
2. Bantuan Teknis
3. Teguran
4. Audit Wajib
5. Paksaan
Pemerintahan
6. Suspensi
7. Pencabutan Izin
Kuhap :
LikDikTut Pts
Korporasi :
-Korporasi Sebagai
Pelaku :
-Kriteria Roling
-Kriteria Kawat Duri
-Pemidanaan Badan
hukum (Kriteria Iron
Wire)
-Pemidanaan Pemimpin
(Kriteria Slavenburg)
Hir/Rbg :
-Gugat JawabPembukti
AnPts
-Class Action
-Legal Standing
-Strict Liability
------------------------
-Citizen Law Suit
-Market Share Liability
Sumber: (Sugianto 2007)
Keterangan :kik (penyelidikan); dik (penyidikan); tur (penuntutan) dan pts (keputusan)
-
6
2.2 Struktur Kelembagaan dalam Penegakan Hukum
Penegakan hukum memiliki struktur kelembagaan sebagai isu strategis
Kelembagaan negara. Kinerja yang sinergis merupakan kunci keberhasilan dalam
penegakan hukum. Berikut ini disajikan pada Gambar 3. mengenai Pola Struktur
kelembagaan dalam penegakan hukum lingkungan hidup.
Gambar 3. Struktur Kelembagaan Penegak Hukum Lingkungan Hidup Sumber: Sugianto 2007
Kerangka kelembagaan memiliki tugas dan fungsi kerja yang sinergis satu
sama lain, beriku ini disajikan pada Tabel 2. Mengenai tugas dan fungsi kerja dari
struktur kelembagaan negara yang terdiri dari Kementrian Lingkungan Hidup
(KLH), National Environmental Enforment Review Board, dan National
Environmental Enforment Task Force.
-
7
Tabel 2. Rekapitulasi Penegakan hukum lingkungan yang tertuang dalam UU
Nomor 32 Tahun 2009, Republik Indonesia
Kelembagaan Tugas dan Fungsi Kerja
Kementrian Lingkungan Hidup
(KLH)
1. Penanggung Jawab atas keseluruhan
operasionalisasi task force
2. Bertanggung Jawab untuk memfasilitasi penyediaan
dan pengadaan pembiayaan, sarana dan prasarana
dalam menunjang kebutuhan operasional task force
3. Melakukan koordinasi dengan Kepala Kepolisian RI,
Jaksa Agung dan pihak-pihak lain yang terkait dalam
pelaksanaan operasionalisasi task force;
National Environmental Enforment
Review Board
1. Melakukan review dan pengawasan atas cara kerja
dan hasil-hasil kerja National Environmental
Enforcement Task Force;
2. Menyusun Rencana Strategis dan kebijakan
Pengembangan Pola Penegakan Hukum Lingkungan
terpadu;
3. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
program, termasuk menerapakan reward and
punnishment terhadap para Penegak Hukum yang
terlibat dalam task force sesuai dengan
kewenangannya
National Environmental Enforment
Task Force
1. Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
(likdiktut) atas kasus pencemaran dan atau
perusakan lingkungan yang terjadi, sesuai dan
berdasarkan hukum acara yang berlaku;
2. Menyusun rencana dan program kerja tahunan
dalam pengembangan dan pelaksanaan program
penegakan hukum lingkungan;
3. Melakukan pengkajian dan pengembangan
kelembagaan di tingkat Daerah;
4. Melakukan kegiatan pendidikan dan pelatihan dalam
rangkan pengembangan kapasitas penegak hukum
lingkungan;
5. Melakukan koordinasi teknis dengan instansi terkait
dalam kerangka optimalisasi kinerja penegakan
hukum lingkungan
Sumber: Sugiarto (2007)
-
8
2.3. Sengketa dalam Penegakan Hukum Lingkungan
Sengketa merupakan wujud konflik yang terjadi, Supriyono (2008)
menyatakan bahwa sengketa menyangkut perbedaan persepsi/cara pandang atau
terdapat pihak-pihak yang merasa dirugikan. Penyelesaian konflik dapat
diselesaikan dalam beberapa cara, Christoper Moore (1996) dalam Mayer ( 2011)
menyatakan bahwa
Moore (1986, 1996) suggests three types of interests:
substantive (concerns about tangible benefits), procedural
(concerns about a process for interacting, communicating, or
decision making), and psychological (concerns about how
one is treated, respected, or acknowledged)
Secara prosedural mengenai proses yang perlu diperhatikan untuk interaksi,
komunikasi dan pembuatan keputusan. Ada 4 tahapan mengenai penyelesaian
prosedural tersebut diantaranya :
1. Private decision making by parties yaitu pengambilan keputusan
secara private antara pihak yang terlibat . hal ini lebih cenderung pada
istilah musyawarah, duduk bersama untuk menyelesaikan
permasalahan dan hasilnya merupakan hasil mufakat antar pihak yang
terlibat. Dalam keputusan ini konflik akan terhindarkan, diskusi secara
informal , mempercepat penyelesaian masalah, negosiasi dan tahapan
mediasi.
2. Prvate thrid party ialah pengambilan keputusan oleh pihak ketiga
berupa keputusan administrasi dan abitrasi.
3. Judicial an legislation decision yaitu keputusan dalam menyelesaikan
konflik melalui pihak ketiga yang menggunakan jalur hukum baik
hukum pidana maupun perdata (hukum otoritas) melalui keputusan
sidang. Keputusan yang bersifat yudisial maupun keputusan legislatif
4. Extra lega lcoercion decision making (non violent direct action and
violent) yaitu pengambilan keputusan dengan proses ektra legal (aksi
tanpa kekerasan).
-
9
Konsep sengketa mencakup subjek sengketa dan objek sengketa, sengketa
dalam pengelolaan lingkungan adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih
yang ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya pencemaran atau dan perusakan
lingkungan hidup. Berikut ini disajikan pada Gambar 4. Mengenai konsep
sengketa dalam lingkungan hidup berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Gambar 4. Konsep Sengketa Lingkungan; Sumber: Supriyono (2014)
Sengketa lingkungan hidup merupakan satuan konsep dari pelanggaran hak
lingkungan hidup. Hal ini berkaitan dengan baku mutu lingkungan dan baku mutu
kerusakan yang berhubungan dengan kualitas hidup. Hak dasar lingkungan telah
disepakati baik secara nasional maupun International, secara nasional telah
tertuang dalam UUD 1945, UU No.32 2009 (UUPPLH) sedangkan International
tertuang dalam kesepakatan deklarasi Stockholm dan Rio De Janerio. Berikut ini
disajikan pada Gambar 5. Mengenai sengketa lingkungan sebagai pelanggaran
hak lingkungan hidup.
-
10
Gambar 5. Konsep pelanggaran Hak Lingkungan Hidup; Sumber: Supriyono (2014)
Berdasarkan jalur penyelesaian melalui Judicial an legislation decision yaitu
keputusan dalam menyelesaikan konflik melalui pihak ketiga yang menggunakan
jalur hukum baik hukum pidana maupun perdata (hukum otoritas) melalui
keputusan sidang. Keputusan yang bersifat yudisial maupun keputusan legislatif.
Jalur ini memiliki kelemahan, menurut Supriyono (2008) menyatakan bahwa
penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi (In Court), terjadi benturan alat bukti
pada kerahasiaan perusahaan, faktor teknis hukum dan nonteknis hukum,
mengenai kelangkaan data dan informasi sebagai zat dukung, dalam mekanisme
tidak sederhana dan rumit serta output dari penyelesaian sengketa ini berupa
winner dan looser, ada yang yang menang dan kalah sebagai putusan pengadilan.
.
-
11
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Profil Perusahaan
PT. Kallista Alam sebagai perusahaan perkebunan kelapa sawit,
Perusahaan ini bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit yang memiliki area
lahan seluas 1.605 ha yang berada dalam kawasan ekosistem laser berlokasi di
Desa Pulo Kruet, Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya, Provinsi
Aceh. Kawasan Rawa Tripa adalah kawasan seluas 61.803 ha di pantai barat
provinsi Aceh di bagian utara pulau Sumatera. Tripa mengandung keragaman
hayati yang tinggi, di samping sangat penting bagi penduduk setempat. Tripa juga
merupakan penampungan karbon terbesar di Aceh. Tripa adalah satu dari hanya
enam tempat dimana masih terdapat orang utan Sumatera (Pongo abelii) yang
terancam, dan salah satu dari situs prioritas UNEP-GRASP untuk spesies tersebut.
Saat ini masih ada sekitar 280 ekor, yaitu lebih dari 4% dari jumlah keseluruhan di
dunia. Tripa memiliki salah satu kepadatan yang tertinggi di dunia untuk orang
utan, yang berakibatkan berkembangnya kebudayaan menggunakan alat yang
tidak ada duanya di kalangan spesies ini. Tripa mengandung antara 50 dan 100
juta ton karbon dan merupakan penampungan karbon positif bersih. Namun,
jumlah karbon yang tinggi sedang dilepaskan oleh karena penghancuran gambut
lewat pembakaran, drainase dan oksidasi yang dilakukan oleh perusahaan
perkebunan sawit (savetripa.org 2012).
PT. Kallista Alam mempunyai izin usaha perkebunan kelapa sawit dengan
luas 38,50% dari luas total kawasan Rawa Tripa sebesar 61.803 ha. Jumlah luas
tersebut menjadi hal yang signifikan terhadap kelestarian lingkungan hidup jika
pengawasan tidak dilakukan dengan seksama oleh pihak yang berwenang. Luas
total izin usaha tersebut akan menjadi konflik dan sengketa lingkungan apabila
peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah tidak ditaati, potensi sumber daya
alam di kawasan ini menjadi hal yang sangat sensitif. Kecenderungan untuk
melanggar aturan berpotensi tinggi. Sehingga perlu pengawasan dan kontrol yang
kuat dari pihak pemerintah terhadap perusahaan yang memiliki izin usaha.
-
12
3.2. Profil Sengketa Lingkungan
Kementrian Lingkungaan Hidup menyatakan dalam laporan pencapaian
penegakan hukum lingkungan bahwa PT. Kallista Alam merupakan perusahaan
perkebunan kelapa sawit yang memiliki area lahan kurang lebih seluas 1.605
hektar yang berada dalam Kawasan Ekosistem Leuser, berlokasi di Desa Pulo
Kruet, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh. Awal
diajukannya gugatan oleh kuasa hukum MENLH berdasarkan pada Laporan Unit
Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)
tertanggal 11 April 2012 serta tanggal 26 Juli 2012 kepada MENLH yang
menyebutkan bahwa terdapat titik panas (hotspot) yang mengindikasikan
terjadinya dugaan pembakaran lahan di wilayah perkebunan PT. Kallista Alam
(Data hotspot tersebut bersumber dari MODIS yang dikeluarkan oleh NASA).
Data dan informasi tersebut lalu dijadikan sebagai dasar bagi Kementrian
Lingkungan Hidup untuk melakukan penyampaian bukti-bukti dan mengajukan
gugatan ke pengadilan (http://www.menlh.go.id/DATA/kebakaran_hutan.PDF).
Berikut ini disajikan pada Gambar 6. Pembukaan lahan dengan membakar lahan
gambut di kawasan Rawa Tripa
Gambar 6. Pembakaran lahan Gambut; Sumber: (http://www.menlh.go.id/DATA)
-
13
3.2. Analisis Kritis Penegakan Hukum Lingkungan
3.2.1 Analisis Gugatan Hukum
Kementrian Lingkungan Hidup menyatakan dalam laporan penegakan hukum
lingkungan bahwa menggugat PT. Kallista Alam, sebagai berikut*:
1. Menerima dan Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya. 2. Menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan menghukum
Tergugat membayar ganti rugi materiil melalui Kas Negara sebesar Rp. 114.303.419.000,- (Seratus empat belas milyar tiga ratus tiga juta empat ratus sembilan belas ribu rupiah).
3. Memerintahkan Tergugat untuk tidak membakar di lahan gambut yang terbakar seluas 1000 hektar.
4. Menghukum Tergugat untuk melakukan tindakan pemulihan lahan yang terbakar sebesar 251.765.250.000,00 (dua ratus lima puluh satu milyar tujuh ratus enam puluh lima juta dua ratus lima puluh ribu rupiah)
5. Menghukum Tergugat membayar bunga denda sebesar 6% 6. Menghukum Tergugat untuk membayar per hari atas keterlambatan dalam melaksanakan
putusan dalam perkara ini. 7. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara. 8. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada upaya
Banding/Kasasi/Upaya hukum lainnya. 9. Memerintahkan Tergugat untuk tidak mengusahakan lahan gambut yang telah terbakar
termasuk untuk usaha perkebunan kelapa sawit dan yang lainnya.
10. Memerintahkan Tergugat dan/atau kuasanya agar Tergugat untuk tidak melakukan tindakan apapun baik melalui tindakan hukum perdata atau kepailitan yang bertujuan mengalihkan baik secara di bawah tangan maupun melalui pelelangan.
Analisis gugatan hukum mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009, berikut ini disajikan pada Tabel 3. Mengenai analisis pengawasan dan
sanksi administratif dan pada Gambar 7. Konsep alur penegakan hukum
lingkungan (sumber: Supriyono 2008)
*Fact Sheet : pencapaian dari masing-masing penerapan 3 (tiga) instrumen penegakan hukum
lingkungan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan kasus-kasus lingkungan hidup yang strategis;
sumber: (http://www.menlh.go.id/DATA/kebakaran_hutan.PDF)
-
14
Tabel 3. Analisis Penegakan Hukum berdasarkan UU No.32 Tahun 2009
No Isi Gugatan Hukum Referensi Peraturan
Keterangan
1 Menerima dan Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya
Bab XIII: penyelesaian sengketa lingkungan Bab XIV: Penyidikan dan pembuktian
Paragraf 4: Hak gugat pemerintah dan pemerintah daerah Pasal 90 Pasal 94, 95 dan 96
Analisis Kritis: Dalam pembuktian dan penyidikan kasus hukum lingkungan dengan menghormati praduga tak bersalah, sehingga pihak yang tergugat mengetahui tugas dari pengawas lingkungan bahwa berhak mengajukan gugatan. Isi gugatan pada nomor satu ini menjelaskan bahwa pengawas lingkungan menjadi motor dalam pengendalian terhadap potensi pencemaran dan perusakan lingkungan dengan mempunyai tugas dan hak untuk melakukan gugatan.
2 Menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil (Rp. 114.303.419.000,-)
Bab XIII: penyelesaian sengketa lingkungan Bab XV: Ketentuan Pidana
Pasal 88 Yang dimaksud dengan bertanggung jawab mutlak atau strict liability adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu Pasal 108 Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
Analisis Kritis: Dalam pasal 108 denda pidana berkisar 3 milyar-10 milyar, akan tetapi pihak KLH menggugat membayar ganti rugi sebesar 114 milyar. Jumlah ini 10 kali lipat dari jumlah denda pada Pasal 108. Jumlah yang diajukan merupakan akumulasi dari nilai ekologi yang dihasilkan oleh ekosistem rawa sebagai cadangan karbon stok serta pencemaran udara bersih karena menghasilkan asap dari pembakaran lahan. Akan tetapi apabila gugatan ini disetujui oleh pengadilan maka seluruh aset perusahaan akan disita dan dikelola oleh pemerintah atau proses pelelangan. Hal ini akan menjadi tantangan terbesar untuk mengelola kembali perusahaan yang sudah berjalan karena perusahaan ini telah memiliki dokumen amdal dan izin usaha dari Bupati serta menyerap tenaga kerja lokal maupun nasional.
3 Memerintahkan Tergugat untuk tidak membakar di lahan gambut yang terbakar seluas 1000 hektar
Bab XII: pengawasan dan sanksi administratif
Pasal 80 Ayat 2 Yang dimaksud dengan ancaman yang sangat serius adalah suatu keadaan yang berpotensi sangat membahayakan keselamatan dan kesehatan banyak orang sehingga penanganannya tidak dapat ditunda
Analisis Kritis: Dalam pencegahan sebagai ancaman yang sangat serius, sehingga penanganannya tidak dapat ditunda maka perlu upaya preventif yang memaksa agar perusahaan tidak melakukan kegiatan, pembakaran lahan mengakibatkan asap tebal yang berpotensi terhadap kesehatan dan Keselamatan banyak orang. Hal ini perlu dilakukan agar mencegah terjadi korban akibat kegiatan pembakaran lahan. Lahan seluas 1000 hektar merupakan lahan yang luas sehingga potensi asap yang dihasilkan akan meluas dan dapat mengganggu aktivitas ekonomi akibat asap tersebut
-
15
4 Menghukum Tergugat untuk melakukan tindakan pemulihan lahan yang terbakar sebesar Rp. 251.765.250.000,00
Bab XII: Pengawasan Dan Sanksi Administratif Bab XIII: Penyelesaian Sengketa Lingkungan Bab XIII: Pengendalian
Pasal 2 huruf (j), Yang dimaksud dengan asas pencemar membayar adalah bahwa setiap penanggung jawab yang usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan. Pasal 90 ayat (1), yang dimaksud Tindakan tertentu merupakan tindakan pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan serta pemulihan fungsi lingkungan hidup Pasal 87 Ayat (1) Ayat (1) : Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu. Pasal 82 Ayat (2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berwenang atau dapat menunjuk pihak ketiga untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
Analisis Kritis: Dalam Pasal 13 pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan meliputi pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan. Pasal 42 Ayat (1) ada dana jaminan pemulihan lingkungan hidup sebagai instrumen pendanaan. Pasal 55 pemegang izin lingkungan menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup. Pihak penggugat berdasarkan lahan yang terbakar seluas 1000 ha menuntun melakukan pemulihan lahan gambut sebesar kurang lebih 250 milyar. Nilai ekonomi dari satu ekologis merupakan sumber daya alam yang susah untuk pulih/terbaharui. Dana pemulihan sebesar 250 milyar merupakan dana yang sangat besar untuk sehingga perusahaan yang memiliki izin usaha harus memiliki dana penjamin pemulihan yang disimpan di Bank Negara pada Pasal 55. Hal ini untuk mengantisipasi kejadian perusakan lingkungan seperti ini. Pasal 55 ini menjadi fokus utama untuk kegiatan yang pemulihan, karena permasalahan mengenai pendanaan.
5 Menghukum Tergugat membayar bunga denda sebesar 6%
Bab XII: pengawasan dan sanksi administratif
Pasal 81 Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dapat dikenai denda atas setiap keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah Pasal 87 Ayat (3) Pengadilan dapat menetapkan pembayaran uang paksa terhadap setiap hari keterlambatan atas pelaksanaan putusan pengadilan
Analisis Kritis: Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2009. Tidak terdapat bunga denda yang dimana pihak penggugat menuntut membayar bunga denda sebesar 6% apabila keterlambatan setelah atas pelaksanaan putusan pengadilan. Kembali kepada konsep penegakan hukum merupakan bentuk pencegahan, memberikan efek jera dan kepastian hukum yang mensejahterakan. Adapun denda mengenai keterlambatan tidak berdasarkan bunga pada Pasal 81 (dapat dikenai denda atas setiap keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah.
6 Menghukum Tergugat untuk membayar per hari atas keterlambatan dalam
Bab XII: pengawasan dan sanksi
Pasal 81 Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan
-
16
melaksanakan putusan dalam perkara ini
administratif
pemerintah dapat dikenai denda atas setiap keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah Pasal 87 Ayat (3) Pengadilan dapat menetapkan pembayaran uang paksa terhadap setiap hari keterlambatan atas pelaksanaan putusan pengadilan
Analisis Kritis: Dalam perusakan dan pencemaran mengenai pembakaran lahan merupakan kasus yang tanggap darurat karena hasil dari perusakan dan pencemaran akan berkontak langsung dengan manusia, ekosistem, dan habitat makhluk hidup di Rawa Tripa. Sehingga penetapan denda keterlambatan dalam satuan hari. Hal ini berimplikasi terhadap kasus hukum lingkungan dalam studi ini memerlukan keputusan sidang pengadilan yang cepat jika perusahaan PT. Kallista Alam terbukti telah membakar lahan gambut sebagai pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit.
7 Menghukum Tergugat membayar biaya perkara
Bab XII: pengawasan dan sanksi administratif
Pasal 49 Ayat (1) Menteri dapat melaksanakan atau menugasi pihak ketiga yang independen untuk melaksanakan audit lingkungan hidup atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan Pasal 2 huruf j (pencemar membayar) Yang dimaksud dengan asas pencemar membayar adalah bahwa setiap penanggung jawab yang usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan
Analisis Kritis: Dalam hal ini penggugat menuntut agar pihak tergugat membayar biaya perkara selama kasus ini ditangani di pengadilan, hal ini berkaitan dengan Pasal 49 Ayat (1) beban biaya penanggung jawab usaha atau dan kegiatan bersangkutan, karena pada Pasal 2 menyatakan asa pencemar membayar. Hal ini pihak penggugat menuntut agar pihak tergugat membayar biaya perkara. Hal ini akan sangat sensitif terhadap perkembangan kasus dalam penegakan hukum karena ketika penggugat dapat memperlama kasus hukum dan berpotensi terhadap penghilangan barang bukti.
8 Menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada upaya Banding/Kasasi/Upaya hukum lainnya
Bab XIV: Penyidikan dan Pembuktian
Pasal 95 Dalam rangka penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup, dapat dilakukan penegakan hukum terpadu antara penyidik pegawai negeri sipil, kepolisian, dan kejaksaan di bawah koordinasi Menteri. Pasal 80 Ayat 2 Yang dimaksud dengan ancaman yang sangat serius adalah suatu keadaan yang berpotensi sangat membahayakan keselamatan dan kesehatan banyak orang sehingga penanganannya tidak dapat ditunda
Analisis Kritis: Dalam hal ini mengenai ancaman yang sangat serius mengenai potensi yang sangat membahayakan keselamatan dan kesehatan banyak orang sehingga perlu dilakukan respons yang cepat dan tanggap dan tidak dapat ditunda. Hal ini penggugat menuntun putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada upaya banding dari pihak *tergugat. Walau berasas praduga tak bersalah tetapi apabila memiliki bukti awal yang cukup kuat karena teknologi dalam memperoleh barang bukti untuk saat ini mudah diperoleh. Sehingga point 8 ini sangat penting untuk diajukan.
9 Memerintahkan Tergugat untuk tidak mengusahakan lahan gambut yang telah terbakar termasuk untuk usaha perkebunan kelapa sawit dan yang lainnya
Bab XII: pengawasan dan sanksi administratif
Pasal 76 Ayat (1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan
-
17
Pasal 80 Ayat (1) Ayat (1) huruf f dan g : penghentian sementara seluruh kegiatan dan tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.
Analisis Kritis: Dalam poin 9, hal ini berkaitan dengan izin usaha perusahaan. Pihak *penggugat secara implikasi untuk melayangkan pemberhentian izin usaha perusahaan untuk kepentingan penyelidikan. Hal ini berkaitan dengan Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dalam mencabut izin usaha perusahaan. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya perusakan dan pencemaran lebih lanjut.
10 Memerintahkan Tergugat dan/atau kuasanya agar Tergugat untuk tidak melakukan tindakan apapun baik melalui tindakan hukum perdata atau kepailitan yang bertujuan mengalihkan baik secara di bawah tangan maupun melalui pelelangan
Bab XIV: Penyidikan dan Pembuktian Bab XII: pengawasan dan sanksi administratif
Pasal 113 Setiap orang yang memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar yang diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Analisis Kritis: Dalam poin 10, hal ini berhubungan dengan pencegahan dalam menghilangkan barang bukti, menghilangkan informasi dalam kaitannya penegakan hukum. Hal ini perlu dilakukan karena informasi dan tindakan hukum perdata memerlukan barang bukti yang kuat untuk diajukan dalam pengambilan keputusan di pengadilan.
Keterangan: *Penggugat (National Environmental Enforment Review Board) dan **Tergugat (PT. Kallista Alam)
3.2.1 Analisis Keputusan Hukum
Analisis mengenai hasil keputusan proses hukum melalui pengadilan maka
pada tanggal 8 Januari 2014 telah diputus oleh Majelis Hakim yang mengadili
perkara tersebut disajikan pada Tabel 4. Berikut ini.
Tabel 4. Keputusan hakim Pengadilan Negeri Meulaboh, Propinsi Aceh.
No Amar Bunyi Keterangan Sumber
1 Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian
10 point dari penggugat Fact Sheet : pencapaian dari masing-masing penerapan 3 (tiga) instrumen penegakan hukum lingkungan oleh Kementrian Lingkunan Hidup dan kasus-kasus lingkungan hidup yang strategis; sumber: (http://www.menlh.go.id/DATA/kebakaran_hutan.PDF)
2 Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang telah diletakkan
Penjaminan Dana pemulihan dan aset perusahaan
http://www.setkab.go.id/berita-11740-pn-meulaboh-menangkan-gugata
3 Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melanggar Hukum
8 November 2012, Pengadilan Negeri Meulaboh
http://www.setkab.go.id/berita-11740-pn-meulaboh-menangkan-gugata
4 Menghukum Tergugat membayar Sesuai dengan jumlah dari http://www.mongabay.co.id/2
-
18
ganti kerugian materiil sebesar Rp.114.333.419.000 (Seratus Empat Belas Milyar Tiga Ratus Tiga Puluh Tiga Juta Empat Ratus Sembilan Belas Ribu Rupiah)
penggugat yang disetorkan ke Kas Negara.
014/01/10/terbukti-bakar-gambut-tripa; (http://www.menlh.go.id/DATA/kebakaran_hutan.PDF
5 Menghukum Tergugat untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan hidup dengan biaya Rp. 251.765.250.000 (Dua Ratus Lima Puluh Satu Milyar Tujuh Ratus Enam Puluh Lima Juta Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah).
Sesuai dengan jumlah dari penggugat yang disetorkan ke Kas Negara
http://www.mongabay.co.id/2014/01/10/terbukti-bakar-gambut-tripa; (http://www.menlh.go.id/DATA/kebakaran_hutan.PDF
6 Menghukum Tergugat membayar uang paksa
PT. Kalista juga dikenakan uang paksa Rp 5 juta per hari jika terlambat melaksanakan putusan perkara.
http://www.mongabay.co.id/2014/01/10/terbukti-bakar-gambut-tripa;
7 Menghukum Tergugat membayar biaya perkara
Hakim juga membebani biaya perkara kepada PT. Kalista Alam sebesar Rp 10 juta lebih
http://www.mongabay.co.id/2014/01/10/terbukti-bakar-gambut-tripa;
8 Memerintahkan Tergugat tidak menanam di lahan gambut seluas 1000 hektar
Hakim memerintah PT. Kallista Alam untuk tidak menanam di atas lahan gambut yang sudah terbakar seluas 1000 hektar yang masuk dalam areal izin usaha seluas 1.605 hektar yang perizinannya dikeluarkan oleh Gubernur Aceh. Putusan Gubernur Aceh mengenai pencabutan surat izin Gubernur Aceh Nomor 525/BP2T/5322/2011 tersebut tertuang dalam Keputusan Gubernur Aceh Nomor 525/BP2T/5078/2012 tertanggal 27 September 2012
http://www.mongabay.co.id/2014/01/10/terbukti-bakar-gambut-tripa; http://savetripa.wordpress.com/2012/10/11/izin-pt-kalista-alam-di-rawa
9 Gugatan yang ditolak adalah Membayar bunga denda sebesar 6%
membebani bunga denda sebanyak 6 persen dari total kerugian. Selain itu lahan belum bisa dieksekusi sampai berkekuatan hukum tetap
http://www.mongabay.co.id/2014/01/10/terbukti-bakar-gambut-tripa
10 Gugatan yang ditolak adalah putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada upaya Banding/Kasasi/Upaya hukum lainnya.
Hakim memberikan waktu 14 hari kepada penggugat dan tergugat untuk melakukan banding ke Pengadilan Tinggi di Banda Aceh
http://www.mongabay.co.id/2014/01/10/terbukti-bakar-gambut-tripa
Sumber: Hasil Analisis
Setelah keputusan Pengadilan Negeri Meulaboh merupakan keputusan
penting mengenai perusahaan melakukan pelanggaran, perusakan dan pencemaran
lingkungan, hal ini berkaitan dengan kinerja pengawasan lingkungan dalam
mengaplikasikan peraturan dan UU yang dibuat yaitu Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
-
19
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil Analisis Krisis mengenai penegakan hukum lingkungan di
Indonesia yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 mengenai
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) dalam studi kasus
Perusakan dan Pencemaran oleh PT. Kallista Alam, Provinsi Aceh, maka
dapat disimpulkan bahwa:
(1) PT. Kallista Alam dinyatakan bersalah di Pengadilan Negeri Meulaboh;
(2) Jumlah tuntutan yang dimenangkan oleh pihak Penggugat sebanyak 8
point gugatan.
(3) Isi gugatan merupakan indikator dari pengamalan pada Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPPLH), 2 (dua) gugatan yang ditolak merupakan
indikator diluar UU tersebut.
4.1. Saran
Berdasarkan hasil Analisis Krisis mengenai penegakan hukum lingkungan di
Indonesia yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, maka
diperlukan saran-saran sebagai berikut:
(1) Memperhatikan kelangsungan perusahaan setelah terbukti bersalah, hal ini
berkaitan dengan tenaga kerja. Perusahaan ini mampu menampung tenaga
kerja lokal maupun nasional, sehingga roda perekonomian harus tetap
berjalan;
(2) Dwangsom (uang paksa) merupakan instrumen finansial penting untuk
diberlakukan untuk mempercepat proses hukum;
(3) Informasi awal indikasi perusakan dan pencemaran diperoleh dari pihak
asing (NASA, Amerika Serikat) berupa titik api (hotspot), sehingga ke
depan teknologi ini dimiliki secara independen oleh pihak pemerintah.
-
20
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Izin PT, kallista di Rawa Tripa resmi dicabut.
http://savetripa.wordpress.com/2012/08. [16 Januari 2014]
Hardjasoemantri, K. 1999. Hukum Tata Lingkungan, Edisi Ketujuh. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
[Humas Kementrian Lingkungan Hidup] KLH. 2014. PN Meulaboh menangkan
gugatan pemerintah dalam kebakaran lahan di Rawa
Tripa..http://www.setkab.go.id/berita-11740-pn-meulaboh-menangkan-
gugatan [16 Januari 2014]
Mayer, B.S. 2011. The Dinamics of Conflict Resolution.
http:/www.hawai.edu/hivandaids/pdf [19 Januari 2014]
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 mengenai
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH)
Rini. C. 2014. Terbukti bakar Gambut Tripa, PT. Kallista Alam haus bayar Rp.
366 M lebih. http://www.mongabay.co.id/2014/01/10/terbukti-bakar-
gambut-tripa [17 Januari 2014]
Santoso, W.Y. 2008. Bahan Ajar Hukum Lingkungan.
http://elisa.ugm.ac.id/community/show/hukum-lingkungan-oleh-harry-
supriyono-s.h.-m.si/#!/section/10081/138994043 [ 15 Januari 2014]
Siahaan, N.H.T. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Susanto, I . 2012. Penyidik KLH periksa saksi perusahaan (PT. Kallista Alam).
http://regional.kompas.com/read/2012/05/22/16474932/mediasiber.html [20
Januari 2014]
Sudariyono. 2014. MenLh menangkan gugatan kasus kebakaran lahan di Rawa
Tripa. http://www.menlh.go.id/menlh-menangkan-gugata [18 Januari 2014]
_________. 2014. Sertifikasi hakim. http://www.menlh.go.id/sertifikasi-hakim-lh-
upaya-meningkatkan-penegakan-hukum-lingkungan/ [18 Januari 2014]
_________. 2014. Pencapaian dari masing-masing penerapan (3) tiga instrumen
penegakan hukum lingkungan oleh kementrian lingkungan hidup.
http://www.menlh.go.id/DATA/kebakaran_hutan.PDF [18 Januari 2014]
Sugianto, I. 2007. Penegakan hukum lingkungan (environmental Enforcement)
[presentasi] dalam Konferensi Hukum Lingkungan Berwawasan Budaya.
Yogyakarta: Indonesian Center for Environmental Law (ICEL)
Supriyono, H. 2008. Strategi penyelesaian sengketa lingkungan hidup [presentasi]
dalam Seminar Nasional Geologi dan Pertambangan dalam mendukung
Investasi serta ketaatan hukum lingkungan untuk pembangunan
berkelanjutan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Muda
Supriyono, H. dan Hardjasoemantri, K. 1996. Hukum Lingkungan, Cetakan
Pertama. Jakarta: Universitas Terbuka
top related