trematoda hati

Post on 07-Aug-2015

69 Views

Category:

Documents

1 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

di indonesia

TRANSCRIPT

Trematoda hati yang ada di Indonesia (Fasciola gigantica)

DALILAH

pendahuluanKejadian fasciolosis di Indonesia

erat hubungannya dengan kegiatan di persawahan. Sumber utama infeksi adalah akibat memakan batang padi atau tumbuhan lainnya yang mengandung metaserkaria.

pendahuluanInfeksi juga dapat terjadi akibat

penggunaan tinja ternak ruminansia sebagai pupuk serta pemanfaatan tenaga ternak untuk membajak sawah.

Pendahuluan Fasciolosis merupakan penyakit

parasiter yang disebabkan oleh infeksi Fasciola hepatica dan Fasciola gigantica. Cacing F.hepatica tersebar luas di daerah beriklim sedang dan dingin sedangkan F.gigantica tersebar di daerah beriklim tropis seperti Indonesia (IPB.ac.id).

Klasifikasi dan Morfologi Fasciola gigantica

Fasciola gigantica dikenal dengan cacing hati merupakan parasit dari kelas trematoda yang hidup di dalam buluh empedu sapi, domba, kambing dan mamalia lainnya. Klasifikasi F.gigantica menurut Soulsby (1986) adalah

  Kingdom : Animalia filum : Platyhelminthes kelas : Trematoda sub kelas : Digenea ordo : Echinostomida famili : Fasciolidae genus : Fasciola Spes : Fasciola gigantica

Morfologi makroskopismakroskopis F.gigantica tampak berwarna

abu-abu coklat dan memiliki ukuran tubuh lebih besar dibandingkan dengan F. hepatica.

Bentuk tubuh menyerupai daun, pipih dorsoventral, tidak memiliki bentuk bahu yang jelas, tidak bersegmen, dan tidak memiliki rongga badan.

Panjang tubuh cacing dewasa mencapai 7.5 cm dan lebar 1.5 cm. Hampir seluruh permukaan tubuh ditutupi dengan duri-duri kecil atau tegumen (Taylor 2007).

Morfologi mikroskopis

Keterangan: 1. penghisap oral (sucker oral); 2. faring; 3. esofagus; 4.penghisap ventral (sucker ventral); 5. sekum; 6. lubang genital; 7. kantungsirus; 8. vas deferens; 9. ovarium; 10. uterus; 11. ootipe; 12. duktus vitelaria;13. testis; 14. kelenjar vitelaria

Morfologi telurTelur cacing dikeluarkan bersama

tinja kemudian berkembang di lingkungan. Telur F.gigantica berbentuk oval dan memilikiukuran yang lebih besar dibandingkan telur F. hepatica.

Ukuran telur mencapai 170-190 x 90-100 μm. Pada salah satu ujung telur terdapat operkulum yang berfungsi sebagai jalan keluar mirasidium pada saat menetas (Taylor 2007).

Siklus Hidup

Hospes definitive : Sapi, kerbau, unta, wild hogs, dan Manusia

HP: keong genus lymnea

Telur diproduksi setelah 8-10 minggu setelah infeksi, dikeluarkan bersama tinja masih berupa sel-sel, kemudian matang (menjadi embrio)dilingkungan.

Setelah 14-17 hari menetas mirasidium

Mirasidium 24 jam mencari inang HP IDalam HP I: SporokistarediacerkariaCerkaria keluar dr HP I MetaserkariaMC HD (dewasa ±16 minggu)

Patologi dan Gejala klinisPada daerah tropis seperti Indonesia

kejadian fasciolosis banyak terjadi di awal musim hujan dan di awal musim kemarau. Hal ini terjadi karena pertumbuhan optimal telur menjadi mirasidium terjadi pada awal musim hujan dan perkembangan di dalam tubuh siput mencapai tahap yang lengkap pada akhir musim hujan.

Kemudian pelepasan serkaria terjadi pada awal musim kering saat curah hujan masih cukup tinggi dan menurun seiring dengan penurunan curah hujan.

Tingkat kerusakan atau perubahan patologi anatomi pada hewan dipengaruhi oleh:

jumlah metaserkaria yang termakan oleh ternak dan manusia

fase perkembangan cacing di dalam hati

dan spesies inang definitif. Perubahan patologi di dalam tubuh inang definitif terjadi akibat adanya migrasi cacing di dalam tubuh.

Perubahan patologi di dalam tubuh inang definitif terjadi akibat adanya migrasi cacing di dalam tubuh Migrasi diawali dengan penetrasi intestinal (pre hepatik) kemudian sampai ke hati dan akhirnya masuk ke saluran empedu.

Migrasi cacing pada organ hati menyebabkan hemoragi, kerusakan parenkim.

Saluran empedu mengalami peradangan, penebalan dan penyumbatan sehingga terjadi sirosis periportal, peritonitis serta kolesistitis.

Secara mikroskopis terjadi perubahan pada struktur jaringan hati. Perubahan tersebut digolongkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok perubahan akut dan kronis:

akut tampak adanya perdarahan, degenerasi sel hati, peradangan, proliferasi buluh empedu, infiltrasi sel radang, serta adanya globula leukosit pada mukosa buluh empedu.

kronis tampak fokus-fokus radang granuloma, mineralisasi, dan fibrosis

Diagnosis Dengan menemukan telur dalam

tinja Metode pemeriksaan tinja yang

umum dilakukan untuk mendeteksi telur Fasciola sp adalah metode sedimentasi

Epidemiologi dan pengendalianInfeksi juga dapat terjadi akibat

penggunaan tinja ternak ruminansia sebagai pupuk serta pemanfaatan tenaga ternak untuk membajak sawah.

Pengendalian fasciolosis yang efektif pada ternak dilakukan dengan cara :

mengurangi jumlah siput inang antara, pemberian anthelmintika secara periodik, dan manajemen pemeliharaan ternak.

F.gigantica tersebar di daerah beriklim tropis seperti Indonesia. Kejadian fasciolosis di Indonesia erat hubungannya dengan kegiatan di persawahan. Sumber utama infeksi adalah akibat memakan batang padi atau tumbuhan lainnya yang mengandung metaserkaria.

Kejadian Fasciolosis Gigantica Pada ManusiaDalam kurun waktu 20 tahun,

yaitu antara tahun 1970 sampai dengan tahun 1990 kasus kejadian fasciolosis pada manusia di 42 negara mencapai 2549 orang (Chen Dan Mott, 1990), sedangkan menurut asumsi Hopkins (1992), penderita fasciolosis di seluruh dunia sekitar 17 juta orang .

Dari cara penularannya melalui makanan atau air yang tercemar larva infektif (metaserkaria), penyakit fasciolosis pada manusia dikategorikan sebagai 'food borne infection' yang penting bagi kesehatan masyarakat (WHO, 1998) .

TERIMA KASIH

top related