topikal dan alergi
Post on 24-Jul-2015
137 Views
Preview:
TRANSCRIPT
OBAT ALERGI DAN IMUNITAS
Obat alergi diperlukan untuk mengendalikan gejala alergi dengan menghilangkan
alergen (penyebab alergi). Namun, untuk mengendalikan alergi dalam jangka panjang
disarankan melakukan imunoterapi dengan vaksin antiserum dan imunologikal.
Obat alergi dapat terbagi dalam 2 golongan yaitu :
1. Obat alergi golongan antihistamin (AH1)
Obat alergi golongan antihistamin ini bekerja menghambat reseptor H1 (AH1)
yang menyebabkan timbulnya reaksi alergi akibat dilepaskannya histamin.
Histamin inilah yang kemudian menimbulkan reaksi imunitas seperti ruam
kemerahan, gatal-gatal, pilek, bersin, dll.
2. Obat alergi golongan kortikosteroid (kortison)
Kortikosteroid merupakan hormon yang disekresi oleh kelenjar anak ginjal
(adrenal cortex) atau obat-obat yang disintesis dan kerjanya analog dengan
hormon ini. Efek yang ditimbulkan oleh obat ini luas sekali dan dapat dikatakan
mempengaruhi hampir semua sistem dalam tubuh mulai dari keseimbangan cairan
dan elektrolit hingga daya tahan tubuh. Oleh karena itu dalam terapi obat
golongan steorid mempunyai indikasi yang sangat luas. Salah satunya sebagai
anti alergi pada serangan akut dan parah Penggunaan kortikosteorid diusahakan
tidak dalam jangka waktu panjang dan dengan dosis serendah mungkin yang
sudah memberikan efek terapi sesuai indikasinya. Dipilih dulu sediaan yang
nonsistemik (topikal atau inhalasi) karena tidak/sedikit sekali diserap ke dalam
tubuh. Jika obat ini sudah digunakan dalam jangka waktu lama, maka untuk
menghentikannya tidak boleh mendadak, tetapi harus diturunkan perlahan-lahan.
ALERGI
Alergi adalah suatu reaksi sistem kekebalan tubuh (imunitas) terhadap suatu bahan/zat
asing (alergen). Bentuk reaksi itu macam-macam, bisa berbentuk ruam kemerahan,
penyumbatan (kongesti), pilek, bersin, radang mata, asma, shock atau bahkan kematian
(jarang terjadi).
Gambar Penyebab alergi
Alergi dapat berasal dari makanan atau obat. Sebagian besar penyebab alergi
makanan adalah zat-zat protein tertentu dalam susu sapi, putih telur, gandum, kedelai,
udang, dll. Sedangkan dari obat, penisilin dan turunannya yang paling banyak
menimbulkan reaksi alergi. Jenis obat dengan kecenderungan besar menimbulkan reaksi
alergi adalah jenis sulfa, barbiturat, antikonvulsi, insulin dan anestesi lokal.
Menghindari penyebab alergi adalah jalan terbaik dalam mencegah timbulnya
alergi. Bila anda telah mengetahui makanan apa yang menyebabkan alergi, maka anda
dapat memilih yang lain. Demikian juga dengan obat, bila anda mengetahui bahwa anda
alergi terhadap obat tertentu maka beritahukan kepada dokter. Dokter anda pun akan
memilihkan obat lain yang juga berkhasiat.
ANTIBIOTIKA TOPIKAL
Antibiotika topikal memegang peranan penting pada penanganan kasus di bidang
kulit. Antibiotika topikal adalah obat yang paling sering diresepkan oleh spesialis kulit
untuk menangani akne vulgaris ringan sampai sedang serta merupakan terapi adjunctive
dengan obat oral. Untuk infeksi superfisial dengan area yang terbatas, seperti impetigo,
penggunaan bahan topikal dapat mengurangi kebutuhan akan obat oral, problem
kepatuhan, efek samping pada saluran pencernaan, dan potensi terjadinya interaksi obat.
Selanjutnya, antibiotika topikal seringkali diresepkan sebagai bahan profilaksis setelah
tindakan bedah minor atau tindakan kosmetik (dermabrasi, laser resurfacing) untuk
mengurangi resiko infeksi setelah operasi dan mempercepat penyembuhan luka. Akhir-
akhir ini kegunaan antibiotika topikal untuk profilaksis setelah tindakan minor
dipertanyakan dan akan didiskusikan lebih lanjut di bawah ini.
BAHAN YANG DIGUNAKAN PADA PENGOBATAN TOPIKAL UNTUK AKNE
Efikasi antibiotika topikal pada pengobatan akne vulgaris dan rosasea berhubungan
langsung dengan efek antibiotika, dan diduga beberapa antibiotika topikal memiliki efek anti-
inflamasi dengan menekan neutrophil chemotactic factor atau melalui mekanisme lain.
Banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih antibiotika topikal untuk akne
vulgaris karena meningkatnya resistensi terhadap antibiotika yang sering digunakan. Ini
menyebabkan para ahli mencari kemungkinan terapi kombinasi untuk akne vulgaris yang
dapat mengurangi terjadinya resistensi.
Eritromisin
Eritromisin termasuk antibiotika golongan makrolid dan efektif baik untuk kuman
gram positif maupun gram negatif. Antibiotika ini dihasilkan oleh Streptomyces
erythreus dan digunakan untuk pengobatan akne. Eritromisin berikatan dengan ribosom
50S bakteri dan menghalangi translokasi molekul peptidil-tRNA dari akseptor ke pihak
donor, bersamaan dengan pembentukan rantai polipepetida dan menghambat sintesis
protein. Eritromisin juga memiliki efek anti-inflamasi yang membuatnya memiliki
kegunaan khusus dalam pengobatan akne.
Eritromisin tersedia dalam sediaan solusio, gel, pledgets dan salep 1,5 %- 2%
sebagai bahan tunggal. Juga tersedia dalam sediaan kombinasi dengan benzoil peroksida,
yang dapat menghambat resistensi antibiotika terhadap eritromisin. Kombinasi zinc
asetat 1,2% dengan eritromisin 4% lebih efektif daripada dengan Clindamisin.
Clindamisin
Clindamisin adalah antibiotika linkosamid semisintetik yang diturunkan dari
linkomisin. Mekanisme kerja antibiotika ini serupa dengan eritromisin, dengan mengikat
ribosom 50S dan menekan sintesis protein bakteri. Clindamisin digunakan secara topikal
dalam sediaan gel, solusio, dan suspensi (lotio) 1% serta terutama untuk pengobatan
akne. Juga tersedia dalam kombinasi dengan benzoil peroksida yang dapat menghambat
resistensi antibiotika terhadap clindamisin. Efek samping berupa kolitis pseudomembran
jarang dilaporkan pada pemakaian clindamisin secara topikal.
Metronidazol
Metronidazol, suatu topikal nitroimidazol, saat ini tersedia dalam bentuk gel,
lotio, dan krim 0,75%, serta sebagai krim 1% untuk pengobatan topikal pada rosasea.
Pada konsentrasi ringan, obat dipakai 2 kali sehari, sedangkan pada konsentrasi yang
lebih tinggi obat dipakai sekali sehari. Metronidazol oral memiliki aktifitasbroad-
spectrum untuk berbagai organisme protozoa dan organisme anaerob. Mekanisme kerja
metronidazol topikal di kulit belum diketahui; diduga efek antirosasea berhubungan
dengan kemampuan obat sebagai antibiotika, antioksidan dan anti-inflamasi.
Asam Azelaic
Asam Azelaic adalah suatu asam dikarboksilik yang ditemukan pada makanan
(sereal whole-grain dan hasil hewan). Secara normal terdapat pada plasma manusia (20-
80 ng/mL), dan pemakaian topikal tidak mempengaruhi angka ini secara bermakna.
Mekanisme kerja obat ini adalah menormalisasi proses keratinisasi (menurunkan
ketebalan stratum korneum, menurunkan jumlah dan ukuran granul keratohialin, dan
menurunkan jumlah filagrin. Dilaporkan bahwa secara in vitro, terdapat aktifitas
terhadap Propionibacterium acnes danStaphylococcus epidermidis, yang mungkin
berhubungan dengan inhibisi sintesis protein bakteri (tempat yang pasti sampai saat ini
belum diketahui). Pada organisme aerobik terdapat inhibisi enzim oksidoreduktif. Pada
bakteri anaerobik terdapat inhibisi pada enzim oksidoreduksi (seperti tyrosinase,
mitochondrial enzymes of the respiratory chain, 5-alpha reductase, dan DNA
polymerase). Pada bakteri anaerob, terdapat gangguan proses glikolisis. Asam Azelaic
digunakan terutama untuk pengobatan akne vulgaris, dan ada yang menyarankan
digunakan untuk hiperpigmentasi (misalnya melasma), meskipun FDA tidak menyetujui
indikasi ini. Asam Azelaic tersedia dalam sediaan krim 20%.
BAHAN YANG DIGUNAKAN UNTUK TERAPI TOPIKAL PADA INFEKSI
BAKTERI SUPERFISIAL
Mupirosin
Mupirosin, yang dahulu dikenal sebagai asam pseudomonik A adalah antibiotika
yang diturunkan dari Pseudomonas fluorescens. Obat ini secara reversibel mengikat
sintetase isoleusil-tRNA dan menghambat sintesis protein bakteri. Aktifitas mupirosin
terbatas terhadap bakteri gram positif, khususnyastaphylococcus dan streptococcus.
Aktifitas obat ini meningkatkan suasana asam. Mupirosin sensitif terhadap perubahan
suhu, sehingga tidak boleh terpapar dengan suhu tinggi. Salep mupirosin 2% dioleskan 3
kali sehari dan terutama di-indiskasi-kan untuk pengobatan impetigo dengan lesi
terbatas, yang disebabkan oleh S. aureus dan Streptococcus pyogenes. Tetapi, pada
penderitaimmunocompromised terapi yang diberikan harus secara sistemik untuk
mencegah komplikasi yang lebih serius. Pada tahun 1987 dilaporkan resistensi bakteri
terhadap mupirosin yang pertama kali. Setelah itu terdapat beberapa laporan resistensi
mupirosin karena pemakaian antibiotika topikal untukmethicillin-resistant S.
aureus (MRSA). Penelitian terakhir di Tennessee Veterans’ Affairs Hospital
menunjukkan bahwa penggunaan jangka panjang salep mupirosin untuk mengontrol
MRSA, khususnya pada penderita ulkus dekubitus, meningkatkan resistensi yang
bermakna. Lebih lanjut, peneliti Jepang menemukan bahwa mupirosin konsentrasi
rendah dicapai setelah aplikasi intranasal dan dipostulasikan bahwa mungkin ini
menjelaskan resistensi terhadap mupirosin pada strain S. aureus. Suatu studi percobaan
menggunakan salep antibiotika kombinasi yang mengandung basitrasin, polimiksin B,
dan gramisidin berhasil menghambat kolonisasi pada 80% (9 dari 11) penderita yang
setelah di-follow-up selama 2 bulan tetap menunjukkan dekolonisasi. Semua kasus (6
dari 6) terhadap mupirosin-sensitive MRSA dieradikasi, sedangkan 3 dari 5 kasus
terhadap mupirosin-sensitive MRSA dieliminasi. Formulasi baru yang menggunakan
asam kalsium (kalsium membantu dalam stabilisasi bahan kimia) tersedia untuk
penggunaan intranasal dalam bentuk salep 2% dan krim 2%.
BAHAN YANG DIGUNAKAN UNTUK MENCEGAH INFEKSI SETELAH
TINDAKAN BEDAH ATAU LUKA ATAU UNTUK PENGOBATAN DERMATITIS
KRONIK
Antibiotika topikal banyak dipakai untuk mengurangi infeksi setelah tindakan bedah
minor, pada dermatitis kronik seperti dermatitis stasis dan dermatitis atopi, atau setelah abrasi
ringan pada kulit. Studi terakhir difokuskan pada insidens infeksi setelah biopsi kulit atau
tindakan bedah yang diberi antibiotika topikal. Pada beberapa kasus, antibiotika topikal
tampaknyamenurunkan angka penyembuhan luka. Studi lain menunjukkan bahwa
penggunaan pembawa (vehicle) memberi hasil yang sama seperti pemberian antibiotika pada
penyembuhan luka tanpa resiko dermatitis kontak iritan atau alergi terhadap bahan
antibiotika. Hasil studi yang besar yang membandingkan basitrasin dan petrolatum pada lebih
dari 1200 tindakan bedah minor dan biopsi menunjukkan bahwa bahan aktif basitrasin tidak
menurunkan angka infeksi secara bermakna, tetapi malah berhubungan dengan dermatitis
kontak alergi.
Basitrasin
Basitrasin adalah antibiotika polipeptida topikal yang berasal dari isolasi
strainTracy-I Bacillus subtilis, yang dikultur dari penderita dengan fraktur compound
yang terkontaminasi tanah. Basi ini diturunkan dari Bacillus, dan trasin berasal dari
penderita yang mengalami fraktur compound (Tracy). Basitrasin adalah antibiotika
polipeptida siklik dengan komponen multipel (A,B dan C). Basitrasin A adalah
komponen utama dari produk komersial dan yang sering digunakan sebagai garam zinc.
Basitrasin mengganggu sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat atau
menghambat .defosforilasi suatu ikatan membran lipid pirofosfat, pada kokus gram
positif seperti stafilokokus dan streptokokus. Kebanyakan organisme gram negatif dan
jamur resisten terhadap obat ini. Sediaan tersedia dalam bentuk salep basitrasin dan
sebagai basitrasin zinc, mengandung 400 sampai 500 unit per gram.
Basitrasin topikal efektif untuk pengobatan infeksi bakteri superfisial pada kulit
seperti impetigo, furunkolosis, dan pioderma. Obat ini juga sering dikombinasikan
dengan polimiksin B dan neomisin sebagai salep antibiotika tripel yang dipakai beberapa
kali sehari untuk pengobatan dermatitis atopi, numularis, atau stasis yang disertai dengan
infeksi sekunder. Sayangnya, aplikasi basitrasin topikal memiliki resiko untuk timbulnya
sensitisasi kontak alergi dan meski jarang dapat menimbulkan syok anafilaktik.
Polimiksin B
Polimiksin B adalah antibiotika topikal yang diturunkan dari B.polymyxa, yang
asalnya diisolasi dari contoh tanah di Jepang. Polimiksin B adalah campuran dari
polimiksin B1 dan B2, keduanya merupakan polipeptida siklik. Fungsinya adalah sebagai
detergen kationik yang berinteraksi secara kuat dengan fosfolipid membran sel bakteri,
sehingga menghambat intergritas sel membran.
Polimiksin B aktif melawan organisme gram negatif secara luas termasuk
P.aeruginosa, Enterobacter, dan Escherichia coli. Polimiksin B tersedia dalam bentuk
salep (5000-10000 unit per gram) dalam kombinasi dengan basitrasin atau neomisin.
Cara pemakaiannya dioleskan sekali sampai tiga kali sehari.
AMINOGLIKOSIDA TOPIKAL, TERMASUK NEOMISIN, GENTAMISIN, DAN
PAROMOMISIN
Aminoglikosida adalah kelompok antibiotika yang penting yang digunakan baik
secara topikal atau pun sistemik untuk pengobatan infeksi yang disebabkan bakteri gram
negatif. Aminoglikosida memberi efek membunuh bakteri melalui pengikatan subunit
ribosomal 30S dan mengganggu sintesis protein.
Neomisin sulfat, aminoglikosida yang sering digunakan secara topical adalah hasil
fermentasi Strep. faridae. Neomisin yang tersedia di pasaran adalah campuran neomisin B
dan C , sedangkan framisetin yang digunakan di Eropa dan Canada adalah neomisin B
murni. Neomisin sulfat memiliki efek mematikan bakteri gram negatif dan sering digunakan
sebagai profilaksis infeksi yang disebabkan oleh abrasi superfisial, terluka, atau luka bakar.
Tersedia dalam bentuk salep (3,5 mg/g) dan dikemas dalam bentuk kombinasi dengan
antibiotika lain seperti basitrasin, polimiksin dan gramisidin. Bahan lain yang sering
dikombinasikan dengan neomisin adalah lidokain, pramoksin, atau hidrokortison.
Neomisin tidak direkomendasikan oleh banyak ahli kulit karena dapat menyebabkan
dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak karena pemakaian neomisin memiliki angka
prevalensi yang tinggi, dan pada 6 –8 % penderita yang dilakukan patch test memberi hasil
positif. Neomisin sulfat (20%) dalam petrolatum digunakan untuk menilai alergi kontak.
Gentamisin sulfat diturunkan dari hasil fermentasi Micromonospora purpurea.
Tersedia dalam bentuk topikal krim atau salep 0,1%. Antibiotika ini banyak digunakan oleh
ahli bedah kulit ketika melakukan operasi telinga , terutama pada penderita diabet atau
keadaan immunocompromised lain, sebagai profilaksis terhadap otitis eksterna maligna
akibat P. aeruginosa.
Paromomisin berhubungan erat dengan neomisin dan memiliki efek antiparasit.
Sediaan topikal terdiri dari paramomisin sulfat dan metilbenzetonium klorida yang digunakan
di Israel untuk mengobati leismaniasis kutaneus.
ANTIBIOTIKA LAIN
Gramisidin
Gramisidin adalah antibiotika topikal yang merupakan derivat B. brevis. Gramisidin
adalah peptida linier yang membentuk stationary ion channels pada bakteri yang sesuai.
Aktifitas antibiotika gramisidin terbatas pada bakteri gram positif.
Kloramfenikol
Kloramfenikol di Amerika Serikat penggunaannya terbatas untuk pengobatan infeksi
kulit yang ringan. Kloramfenikol pertama kali diisolasi dari Strep. venezuela, tetapi saat
ini disintesis karena struktur kimianya sederhana. Mekanisme kerjanya hampir mirip
dengan eritromisin dan klindamisin, yaitu menghambat ribosom 50S memblokade
translokasi peptidil tRNA dari akseptor ke penerima.
Kloramfenikol tersedia dalam krim 1 %. Obat ini jarang digunakan karena dapat
menyebabkan anemia aplastik yang fatal atau supresi sum-sum tulang.
Sulfonamida
Struktur sulfonamida mirip dengan para-aminobenzoic acid (PABA) dan bersaing
dengan zat tersebut selama sintesis asam folat. Sulfonamida jarang digunakan secara
topikal, kecuali krim silver sulfadiazine (Silvaden) dan krim mafenid asetat. Silver
sulfadiazine melepas silver secara perlahan-lahan. Silver memberi efek pada membran
dan dinding sel bakteri. Mekanisme kerja mefenid tidak sama dengan sulfonamid karena
tidak ada reaksi antagonis terhadap PABA. Mafenid asetat yang digunakan untuk lesi
yang luas pada kulit dapat menyebabkan asidosis metabolik dan dapat menyebabkan rasa
nyeri. Golongan ini adalah antibiotika broad-spectrum dan digunakan untuk luka bakar.
Superinfeksi olehCandida dapat terjadi karena pemakaian krim mafenid.
Clioquinol / Iodochlorhydroxiquin
Clioquinol adalah antibakteri dan antijamur yang di-indikasi-kan untuk pengobatan
kelainan kulit yang disertai peradangan dan tinea pedis serta infeksi bakteri minor.
Clioquinol adalah sintetik hydroxyquinoline yang mekanisme kerjanya belum diketahui.
Kerugian clioquinol adalah mengotori pakaian, kulit, rambut dan kuku serta potensial
menyebabkan iritasi. Clioquinol mempengaruhi penilaian fungsi tiroid (efek ini dapat
berlangsung hingga 3 bulan setelah pemakaian ). Tetapi clioquinol tidak mempengaruhi
hasil tes untuk pemeriksaan T3 dan T4.
Nitrofurazone
Nitrofurazone (Furacin) adalah derivat nitrofuran yang digunakan untuk pengobatan luka
bakar. Mekanisme kerjanya adalah inhibisi enzim bakteri pada degradasi glukosa dan
piruvat secara aerob maupun anaerob. Nitrofurazone tersedia dalam krim , solusio atau
kompres soluble 0,2%, dan aktifitas spektrum obat ini meliputistaphylococcus,
streptococcus, E. coli, Clostridium perfringens, Aerobacter enterogenes, dan Proteus sp.
Asam Fusidat
Asam fusidat adalah sediaan topikal yang tidak tersedia di Amerika Serikat, tetapi
terdapat di Kanada dan Eropa sebagai antibakteri dalam bentuk krim, salep,impregnated
gauze. Asam fusidat adalah antibiotika steroidal dengan mekanisme kerja mempengaruhi
fungsi faktor elongasi (EF-G) dengan menstabilkan EF-G-GDP-ribosome complex,
mencegah translokasi ribosom dan daur ulang bentuk EF-G.
ALERGI MAKANAN DAN GANGGUAN KULIT
ILUSTRASI KASUS
Ananda, usia 6 bulan dengan mengalami gangguan kulit yang tak kunjung sembuh.
Sudah berbagai dokter dikunjungi tetapi tetap saja gangguan kulit itu hilang timbul.
Gangguan kulit yang disebabkan alergi makanan tersebut sampai sekarang sulit dipastikan
penyebabnya karena tes alergi belum memastikan penyebabnya. Sehingga banyak kontroversi
yang timbul untuk menncari penyebabnya. Sebagian orang tua bahkan sebagaian dokter
menganggap debu, serangga, tungau atau bahkan air yang tidak bersih sebagai penyebabnya.
Terdapat kasus dokter menganjurkan untuk mandi dengan air mineral kemasan (aqua), tetapi
alhasil tidak membaik juga, kemudian diadviskan untuk memasak air mineral kemasan
tersebut ternyata tetap juga tidak membaik.
Alergi makanan adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan
sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap makanan.
Hubungan antara dermatitis atopi dan alergi makanan cukup kompleks. Diduga
sebagian anak dengan dermatitis atopik memiliki alergi makanan termediasi IgE
dengan angioedema dan urtikaria. Tidak diragukan lagi bahwa alergi makanan yang
dimediasi IgE dapat menjadi pencetus eksaserbasi dermatitis atopi.
Diagnosis alergi makanan dibuat berdasarkan diagnosis klinis, yaitu anamnesa
(mengetahui riwayat penyakit penderita) dan pemeriksaan yang cermat tentang riwayat
keluarga, riwayat pemberian makanan, tanda dan gejala alergi makanan sejak bayi dan
dengan eliminasi dan provokasi.
Untuk memastikan makanan penyebab alergi harus menggunakan Provokasi
makanan secara buta (Double Blind Placebo Control Food Chalenge = DBPCFC).
DBPCFC adalah gold standard atau baku emas untuk mencari penyebab secara pasti
alergi makanan.
Children Allergy Clinic melakukan modifikasi dengan cara yang lebih sederhana,
murah dan cukup efektif. Modifikasi DBPCFC tersebut dengan melakukan “Eliminasi
Provokasi Makanan Terbuka Sederhana”
Demikian juga untuk intoleran dan celiac, terdapat pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan darah dan sebagainya. Tetapi pemeriksaan tersebut tidak memastikan
penyebab makanan. Diagnosisnya juga harus melakukan eliminasi provokasi.
PENANGANAN
Penanganan terbaik pada penderita alergi makanan dengan gangguan kulit adalah
adalah dengan menghindari makanan penyebabnya.
Pemberian obat-obatan anti alergi dalam jangka panjang adalah bukti kegagalan
dalam mengidentifikasi makanan penyebab alergi.
PENCEGAHAN DAN DETEKSI DINI
Deteksi gejala alergi harus dilakukan sejak dini, sehingga pengaruh terhadap gangguan kulit
serta gangguan yang menyertai seperti gangguan saluran cerna, hidung atau gangguan
perilaku dapat dicegah atau diminimalkan.
MANIFESTASI KLINIS GANGGUAN HIPERSENSITIVITAS MAKANAN
Tanda dan gejala alergi pada kulit sangat bervariasi. Gangguan ini biasanya sudah dapat
di deteksi sejak lahir.
Bayi yang baru lahir
Apabila sejak dalam kandungan sudah terpapar oleh faktor hipersensitivitas makanan
tampak terdapat bintil dan bercak merah tua dan kusam pada kulit dahi dan wajah,
kadang disertai timbulnya beberapa bintil kecil warna putih (seperti lemak) di hidung.
Beberapa saat setelah lahir
Timbul bintil kemerahan di beberapa bagian tubuh terutama wajah, dada dan di daerah
popok. Gangguan ini sering diakibatkan oleh pemberian morphin (obat anestesi) yang
diberikan saat persalinan. Bila ibu punya bakat alergi, pada saat yang sama biasanya juga
mengalami gangguan gatal kadang tanpa disertai tanda kemerahan di kulit.
Pada bayi :
o Dermatitis atopi di pipi, daerah popok (dermatitis diapers) dan telinga,
o Dermatitis seboroikum atau timbul kerak di kulit kepala.
o Bintik kemerahan di sekitar mulut.
o Furunkel (bisul) di kepala dan badan.
Pada anak yang lebih besar :
o Urticaria (gatal), meskipun pada urtikaria kronis penyebab utamanya bukan
hanya makanan karena banyak faktor yang berpengaruh seperti infeksi dan faktor
lainnya.
o Miliaria (biang keringat)
o Bengkak di bibir,
o Gambaran putih seperti panu (pitiriasis alba)
o Vaskulitis atau pembuluh darah yang pecah dengan gambaran lebam biru
kehitaman seperti bekas terbentur, bercak ke hitam seperti bekas digigit nyamuk.
o Kulit kering dan bersisik.
Perbedaan lokasi alergi kulit sesuai dengan usia tertentu.
o Pada bayi sering lokasi alergi sekitar wajah dan daerah popok
o Usia anak lokasi tersebut biasanya berpindah pada darerah lengan dan tungkai.
o Anak yang lebih besar atau usia dewasa lokasi alergi kulit biasanya pada
pelipatan dalam antara lengan atas dan bawah atau pelipatan dalam antara tungkai
atas dan bawah
INTERPRETASI BERBEDA DALAM MENYIKAPI GEJALA KULIT YANG ADA
Sebagian besar penderita bahkan sebagian klinisi atau dokter sering berbeda dalam
menyikapi keadaan klinis gangguan kulit yang timbul :
Gangguan kulit merah dan gatal sering dianggap karena air kotor padahal banyak
orang yang memakai air yang sama tidak terjadi masalah pada kulitnya
Bentol-bentol hitam di kaki dan ditangan sering dianggap karena gigitan nyamuk,
padahal banyak orang yang satu ruangan kulitnya mulus tidak terganggu.
Bila cermat menganalisa gangguan tersebut sering bersamaan dengan :
- Gangguan saluran cerna seperti sulit buang air besar, BAB cair, nyeri perut, mual,
perut tidak nyaman (bahasa awam : keluhan masuk angin),
- Gangguaan hidung buntu atau bersin
- Sakit kepala
- Bersamaan dengan makanan tertentu yang dikonsumsi seperti : keju, ikan laut, ikan
teri, ikan kembung, coklat, kacang dan sebagainya.
GANGGUAN YANG MENYERTAI
Gangguan saluran cerna :
Sulit buang air besar tidak buang air besar tiap hari, sering sulit dan ngeden, berak
keras, hitam, bulat dan bau tajam. Mudah diare sehari lebih 3 kali, nyeri perut, mudah
muntah, sariawan, mulut berbau dan sebagainya.
Gangguan saluran cerna ini ternyata berpotensi menimbulkan peningkatan gangguan
perilaku seperti gangguan tidur, gangguan konsentrasi, gangguan emosi,
meningkatkan agresifitas dan memperberat gejala Autis dan ADHD.
Gangguan hidung : hidung buntu, bersin, pilek, mimisan (epitaksis), bila tidur mulut
terbuka atau ngorok (snooring)
Gejala alergi lainnya seperti asma dan lainnya
Gangguan neuroanatomis: sakit kepala, migrain dan vertigo.
Pada intoleransi makanan sering disertai : gangguan peningkatan berat badan dan
gangguan saluran cerna lain seperti sulit BAB, nyeri perut dan diare.
DIAGNOSIS
Diagnosis alergi makanan dibuat berdasarkan diagnosis klinis, yaitu anamnesa
(mengetahui riwayat penyakit penderita) dan pemeriksaan yang cermat tentang
riwayat keluarga, riwayat pemberian makanan, tanda dan gejala alergi makanan sejak
bayi dan dengan eliminasi dan provokasi.
Untuk memastikan makanan penyebab alergi harus menggunakan Provokasi makanan
secara buta (Double Blind Placebo Control Food Chalenge = DBPCFC). DBPCFC
adalah gold standard atau baku emas untuk mencari penyebab secara pasti alergi
makanan. Cara DBPCFC tersebut sangat rumit dan membutuhkan waktu, tidak praktis
dan biaya yang tidak sedikit.
Beberapa pusat layanan alergi anak melakukan modifikasi terhadap cara itu. Children
Allergy Center Rumah Sakit Bunda Jakarta melakukan modifikasi dengan cara yang
lebih sederhana, murah dan cukup efektif. Modifikasi DBPCFC tersebut dengan
melakukan “Eliminasi Provokasi Makanan Terbuka Sederhana”.
FAKTOR YANG MEMPERBERAT
Terdapat beberapa paparan yang memperberat kejadian gangguan kulit tersebut,
meskipun saat kulit lagi dalam keadaan sehat bila terjadi paparan tersebut tidak akan timbul
gejala.
Bahan iritan : bahan wool yang kontak langsung dengan kulit merupakan iritan utama,
bahan nilon yang mengkilat dan beberapa akrilik mungkin dapat mengiritasi kulit,
tetapi campuran katun dan poliester biasanya tidak.
Sabun dan busa yang berlebihan akan membuat kulit kering dan banyak produk yang
berparfum atau mengandung obat yang dipakai dikulit dapat menyebabkan iritasi.
Beberapa preparat ekstrak tanaman yang digunakan oleh pengobat alternatif bisa
menjadi iritan atau alergen dan karenanya riwayat penggunaan zat ini harus dicari
pada saat anamnesis.
INFEKSI, ALERGI DAN GANGGUAN KULIT
Dalam keadaan infeksi panas, batuk, diare dan pilek ternayata dapat memicu
timbulnya gangguan kulit : seperti kulit kering dan merah dan terkelupas pada daerah
punggung dan dada.
Keadaan ini sering dianggap karena pemakaian minyak oles atau minyak telon.
Padahal dalam keadaan sehat pemakaian minyak telon tidak mengakibatkan keluhan.
Atau, pada daerah perut meskipun diberi minyak telon yang banyak tetapi tidak
mengakibatkan keluhan
Infeksi virus tertentu juga mengakibatkan rash kulit yang menyeluruh atau sering
diistilahkan viral exantema. Gejala ini timbul sering terjadi saat demam sudah turun.
Keadaan ini sering disalahartikan sebagai penyakit campak.
BIASANYA PENDERITA YANG TIMBUL RASH ATAU KEMERAHAN SAAT
TERJADI DEMAM ATAU INFEKSI VIRUS ADALAH ANAK YANG MEMANG
MEMPUNYAI BAKAT HIPERSENSITIF MAKANAN SEBELUMNYA.
DIARE : dalam keadaan diare infeksi sering terjadi karena pH feses dalam keadaan
asam dan bahan iritan lainnya dalam feses dapat mengakibatkan lecet dan kemerahan
di daerah pantat dan sekitar kelamin.
PENANGANAN
o Edukasi yang baik dan lengkap merupakan bagian penting dalam keberhasilan
tatalaksana alergi makanan. Penanganan yang penting adalah menghindari
alergen. Tindakan penghindaran makanan penyebab alergi adalah upaya yang
tidak bisa dihindarkan.
o Penggunaan obat baik obat topikal atau minum biasanya juga diberikan pada
penderita dengan keadaan tertentu. Ada banyak jenis obat topikal (obat oles)
yang dapat digunakan untuk dermatitis atopi.
o Obat kortikosteroid topikal atau imunosupresan topikal sering digunakan
untuk kasus seperti ini. Kekuatan kortikosteroid yang dipilih bergantung pada
keparahan gejala dan lokasi lesi. Penggunaan kortikosteroid topikal jangka
panjang beresiko menimbulkan efek samping berupa atrofi kulit,
hipopigmentasi dan sebagainya.
o Dalam keadaan yang mengganggu dermatitis atopi dapat diberikan
imunosupresan topikal. Dua jenis imunosupresan topikal yang dapat
digunakan yaitu takrolimus dan pimekrolimus. Takrolimus cukup efektif tetapi
efek sampingnya adalah rasa kulit seperti terbakar. Penelitian awal pada
pimekrolimus (derivat askomisin) pada anak cukup baik.
o Meskipun sangat jarang gangguan kulit tersebut berisiko terjadi infeksi oleh
Staphylococcus aureus. Untuk mengobati infeksi lokal bisa digunakan salep
asam fusidat. Untuk mencegah infeksi biasanya anak dimandikan dalam air
yang mengandung triclosan atau benzilkonium klorida.
o Selain obat-obatan topikal, pada kasus yang berat dapat pula dipertimbangkan
obat-obatan oral atau sejenis steroid. Namun pemberian steroid oral jangka
panjang harus dipertimbangkan betul karena efek samping yang tidak ringan.
Selain steroid terdapat beberapa obat imunosupresan oral yaitu siklosporin dan
azathioprine. Obat oral lain yang dapat digunakan adalah antihistamin.
Pemberian obat sejenis ketotifen tidak terlaliu bermanfaat.
o Pemberian obat-obatan sebaiknya diberikan dalam jangka pendek atau sekitar
3 -5 hari dan pada kasus yang tidak ringan.
o Pemberian obat jangka panjang adalah merupakan bukti kegagalan
penanganan hipersensitivitas makanan dalam mengidentifikasi penyebabnya.
top related