tire komoditas alternatif

Post on 29-Jun-2015

275 Views

Category:

Documents

10 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

Tire Komoditas Alternatif

Kreativitas dan inovasi untuk menemukan komoditas baru yang mampu bertahan pada perubahan iklim namun

tetap menguntungkan secara ekonomis sangat penting dilakukan agar petani tetap sejahtera. Salah satu

komoditas yang memenuhi syarat adalah tire atau di Jawa dikenal dengan nama iles-iles atau porang.

Tidak banyak yang mengetahui bahwa jelli yang biasa kita konsumsi berasal dari umbi tumbuhan tire yang sering

dianggap gulma. Belum banyak pula yang menyadari bahwa umbi tumbuhan liar ini merupakan komoditas

ekspor bernilai tinggi yang dengan pengelolaan tepat akan menjadi komoditas ekspor yang menjanjikan.

Di samping itu, kemampuan tumbuhan ini untuk beradaptasi pada perubahan iklim, menyebabkannya sangat

cocok ditanam dalam kondisi iklim yang tidak menentu. Umbi tire merupakan komoditas ekspor bernilai tinggi. Di

Jepang jenis lain dari tire yaitu “konjaku” (baca “kon-yaku”) dimanfaatkan sebagai bahan pembuat konyaku

batake (sejenis jelly) dan shirataki(sejenis mi) untuk masakan Jepang atau digunakan sebagai pengganti agar-

agar dan gelatin.

Zat mannan atau glukomannan yang diekstraksi dari umbi tire digunakan sebagai bahan baku industri maupun

bahan suplemen makanan kesehatan yang berserat tinggi dan sangat baik dikonsumsi bagi mereka yang ingin

melangsingkan badan atau yang memiliki berat badan berlebih (obesitas). Sudah banyak produk komersil yang

berbahan baku umbi tumbuhan ini yang beredar di pasaran dalam dan luar negeri seperti Nutrijell atau Vegeta

dan kapsul Glucomannan.

Secara alami tire memiliki sifat serupa gulma atau tumbuhan pengganggu lainnya. Iamampu tumbuh dengan

cepat sekalipun di bawah naungan pohon dengan tingkat naungan sampai 60 persen.

Tire merupakan tumbuhan herba dan menahun. Batang (ibu tangkai daun) tegak, lunak, kulit batang halus

mengkilat berwarna hijau atau hitam belang-belang (totol-totol) putih. Batang memecah menjadi tiga batang

sekunder dan akan memecah lagi sekaligus menjadi anak tangkai daun. Pada setiap pertemuan batang akan

tumbuh bintil berupa umbi udara (bulbil) yang sering disebut “katak” berwarna cokelat kehitam-hitaman sebagai

salah satu alat perkembangbiakan. Tinggi tanaman dapat mencapai 1,5 meter, tergantung umur dan kesuburan

tanah.

 Pada musim kemarau yang panjang, tire akan beristirahat atau dorman namun umbinya tetap masih segar di

dalam tanah dan pada setiap musim hujan atau pada kelembapan udara dan tanah yang cukup, tumbuhan ini

akan tumbuh kembali. Kondisi curah hujan yang sangat tinggi seperti saat ini tidak akan mengganggu

pertumbuhannya.

Secara tradisional, kekayaan kearifan lokal orang tua kita dulu menceritakan bahwa munculnya tumbuhan ini

dapat dijadikan pertanda akan segera datangnya musim penghujan. Biasanya tire dengan dua jenis lainnya yang

tumbuh di Sulawesi Selatan muncul dua minggu sebelum hujan pertama tiba.

Munculnya tumbuhan ini biasanya dapat diketahui dengan adanya bau busuk seperti bangkai (sehingga disebut

bunga bangkai) atau pun munculnya tunas-tunas baru dari dalam tanah. Orang-orang tua kita di daerah

Makassar dahulu memanfaatkan tunas-tunas tire yang masih kuncup sepanjang sekitar 15 cm sebagai sayur

yang dapat dimasak bersama kacang hijau.

Uniknya, tidak seperti tanaman lain yang membutuhkan perawatan intensif, tire dapat dibudidayakan secara

sederhana dengan menanam dan kemudian ditinggalkan hingga saat panen tiba enam bulan sampai satu tahun

kemudian. Tire tetap dapat berproduksi meskipun tanpa pemupukan dan pengairan, sebagaimana tanaman

pangan atau perkebunan lainnya. Meskipun tentu saja hasilnya akan lebih baik dengan penerapan teknik-teknik

budi daya.

Keuntungan lain adalah tire dapat ditanam di sela-sela tanaman kehutanan, perkebunan atau pangan lain seperti

kakao, karet atau kelapa sawit, ubi kayu, ubi jalar, sereh dan lain-lain sehingga lahan-lahan kosong antara

tanaman pokok atau yang tidak produktif di kebun maupun tepi hutan dapat dimanfaatkan. Agroforestri tire di

hutan sekunder atau hutan desa juga dapat menjadi upaya alternatif konservasi sumber daya hutan sekaligus

meningkatkan pendapatan petani.

Nilai Ekonomis Tire

Secara ekonomis budi daya tire sangat menguntungkan. Meskipun hanya dapat dipanen setahun sekali bila

dibudidayakan, produktivitas tanaman ini mencapai 2-4 kg umbi segar per pohon atau 12-24 ton per hektare.

Di Jawa harga umbi basah tire sudah mencapai Rp3.000 per kg dan Rp20.000 per kg kering (gaplek atau

“chips”).Menilik potensi keuntungan tanaman ini, salah satu perusahaan pengekspor tire, yakni PT Bumi

Agromas Sejahtera saat ini telah beroperasi di Samata, Kabupaten Gowa. Perusahaan ini menampung semua

umbi tire yang dapat dikumpulkan dan dihasilkan oleh petani atau pegumpul dan menjalin kemitraan dengan

petani melalui penyediaan bibit. Hal ini sangat positif untuk mendukung pengembangan tire ke depan. Apabila

budi daya tanaman ini menguntungkan maka secara otomatis petani akan beralih menanam tire (baca

harian FAJAR edisi 6 dan 7 Januari 2011).

Kendala Pengembangan Tire

Kendala yang ada di Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan, tanaman ini belumdikembangkan karena

keterbatasan informasi mengenai nilai ekonomisnya. Pada banyak wilayah petani cenderung tidak percaya

bahwa umbi tanaman tersebut benar-benar dapat dijual. Sehingga aspek yang paling penting dalam

pengembangan tumbuhan ini yaitu sosialisasi jenis tire, manfaat dan nilai ekonomi tumbuhan ini kepada

masyarakat. Dalam proses ini, pemerintah dan kalangan akademisi memiliki peranan penting.

Di sisi lain masalah pemasaran hasil produksi juga sangat penting untuk diperhatikan. Kerja sama antara

Departemen Pertanian dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan dengan perusahaan-perusahaan yang

membutuhkan umbi tiresebagai bahan baku dapat dilakukan. Hal ini akan sangat menguntungkan baik bagi

petani maupun bagi perusahaan karena mereka tidak perlu mengimpor bahan baku yang harganya lebih mahal.

Pada akhirnya pengembangan tanaman ini di Sulawesi Selatan tentu saja akan merupakan suatu proses yang

kompleks dan akan melibatkan berbagai pihak. Namun jika hal ini dapat dikembangkan dengan baik maka tire

dapat menjadi salah satu komoditas baru yang menjanjikan. Dengan membudiyakan tire diharapkan petani dapat

tetap memperoleh pendapatan meskipun dalam kondisi iklim yang tidak menentu pada tahun-tahun mendatang.

(*)

Mengunjungi Pabrik Pengolahan Tire (1)

MESIN PENGERING. Inilah salah satu unit mesin pengering biji tire milik PT Bumi Agromas Sejahtera.

Memanfaatkan Gulma jadi Mata Pencaharian 

PERNAH makan jelly? Tahu dari tumbuhan mana jelly itu diolah? 

Jelly yang banyak digemari dewasa ini sebagai makanan kaya serat ternyata berasal dari tanaman tire.

Tanaman tire adalah jenis tumbuhan yang oleh masyarakat petani sering dicap sebagai tanaman pengganggu

atau gulma. 

Karena dianggap gulma, tanaman tire kemudian lebih sering dibabat ketimbang dipanen. Padahal potensi

ekonominya ternyata lumayan menggiurkan. Dan itu sudah dibuktikan dengan hadirnya pabrik pengolahan biji di

bawah bendera PT Bumi Agromas Sejahtera. 

Rabu, 5 Januari, penulis mengunjungi pabrik pengolahan biji tire ini di Kampung Lamuru, Desa Sunggumanai,

Kecamatan Patalassang, Gowa. Perjalanan ke pabrik ini melalui daerah Samata dan Kampus 2 UIN Alauddin.

Sebenarnya tidak begitu jauh jaraknya, tapi karena jalan yang berlubang hingga mirip kubangan kerbau

membuat waktu tempuh lebih lama. 

Tiba di lokasi, penulis disambut lantai pengeringan biji tire. Ukurannya sekira 50 x 30 meter dengan lantai yang

dibuat landai untuk menghindari genangan air. Di tengah-tengah lantai pengering tersebut, ada bangunan

berdinding transparan yang sudah diatapi lengkap dengan tungku pemanas. Rupanya bangunan tersebut adalah

salah satu alat pengering dengan metode oven polycarbonat. Ukurannya sekira 5 x 7 meter dengan wadah

pengering dua tingkat. Di situ sudah terdapat irisan-irisan biji tire yang sedang dikeringkan. 

Saat penulis masuk, udara di dalam ruang tersebut lebih panas di banding udara di luarnya, meski penulis tidak

membawa alat ukur suhu udara, tetapi sangat terasa bedanya. "Kalau musim hujan, kita panaskan ruangan ini

dengan membakar kayu di bagian luar yang suhunya didorong masuk ke ruangan," ujar Direktur Utama PT Bumi

Agromas Sejahtera Hasbullah Ibrahim yang mendampingi penulis. 

Hanya berjarak 20 meter dari tempat itu, terdapat bangunan cukup luas. Penulis memperkirakan ukurannya 30 x

10 meter. Bagian luarnya ada bangunan semi permanen yang dibuat berlantai bambu, tetapi dihubungkan

dengan bangunan utama yang dibuat permanen. 

Di atas lantai bambu, biji-biji tire yang masih berbungkus tanah diletakkan. Dua karyawan perempuan sedang

bekerja di sesi ini. Mereka bermodalkan alat semprot pada tangan kanan dan kayu yang ujungnya dipasangi

paku di tangan kiri untuk menahan atau menggerakkan biji tire saat dibersihkan. Begitu lincah kedua perempuan

ini hingga tanah yang menempel di biji tire terlepas perlahan hingga bersih. 

Tire yang sudah bersih dikumpulkan pada keranjang untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam gedung melalui

lubang yang sudah dibuat khusus dengan wadah bambu yang disusun memanjang. Di dalam gedung, sudah ada

bagian yang siap mengoperasikan lima mesin pemotong yang membuat biji tire menjadi irisan-irisan kecil. Mesin

ini mirip dengan mesin parut kelapa tetapi irisannya lebih besar. 

Hasil irisan tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam mesin pengering. Mesin pengering dalam gedung ini

berupa conveyor oven dryer dengan menggunakan bahan bakar gas. Potongan tire yang dihasilkan mesin

pengering ini sisa dianginkan sebentar, lalu dikepak dan siap untuk diekspor. 

Selain pengeringan conveyor oven dryer, masih ada metode pengeringan lain yang diterapkan di pabrik ini.

Yakni pengeringan dengan penjemuran matahari pada lantai yang sudah disiapkan, pengeringan di dalam oven

polycarbonat, dan pengeringan dengan sistem pengasapan. 

"Dari empat pola pengeringan, pola pengeringan dengan pengasapan yang biaya produksinya paling rendah,"

kata Hasbullah. 

Meski begitu, empat pola pengeringan itu tetap diterapkan secara bersamaan. Hal itu dilakukan untuk mengejar

kebutuhan atau permintaan luar negeri yang cukup besar. 

Begitu kering, irisan-irisan biji tire kemudian dikemas dalam karung. Karungnya juga sudah dilapisi dengan

plastik, sehingga terlindung dari air dan kekeringannya terjaga. Kemasan karung itu sisa menunggu kontainer

datang, berarti sudah siap diekspor ke China atau Jepang. 

"Untuk kebutuhan market bisa sampai 500 kontainer per bulan. Tapi yang bisa dipenuhi paling 2-3 kontainer per

bulan," ungkap Hasbullah. 

Kendalanya, kata dia, masyarakat belum percaya bahwa tanaman tire yang selama ini hanya jadi gulma bisa

dijual dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Padahal sesungguhnya, tanaman ini sangat gampang dibudidayakan,

karena sebagai gulma, tire bisa tumbuh di mana saja tanpa butuh pemeliharaan secara khusus sebagaimana

tanaman lain. Selain itu, budidaya tire juga tidak perlu memusnahkan tanaman lain, tetapi bisa ditanam di bawah

tanaman lain dengan sistem tumpang sari. 

Soal jaminan pasar, PT Bumi Agromas Sejahtera siap teken kontrak dengan petani. Bahkan, tidak sebatas itu,

karena perusahaan spesialis konjak ini juga menyiapkan pola kemitraan. Petani cukup membeli bibit dan

menyiapkan lahan, Bumi Agromas akan memberikan bimbingan agar tire yang dihasilkan sesuai standar ekspor

dan siap membeli, berapapun yang dihasilkan petani. 

"Untuk market, kami jaminannya. Berapapun produksi petani, kami siap beli," ujarnya. (bersambung)

top related