outlook komoditas perkebunan

Upload: nana-soffan

Post on 15-Jul-2015

415 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

BAB I. PENDAHULUAN1.1. LATAR BELAKANGPerkebunan sebagai bagian integral dari sektor pertanian merupakan salah satu sub sektor yang mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Peranannya terlihat nyata dalam penerimaan devisa negara melalui ekspor, penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan baku berbagai industri dalam negeri, perolehan nilai tambah dan daya saing serta optimalisasi pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Peranan sub sektor perkebunan bagi perekonomian nasional tercermin dari realisasi pencapaian PDB yang mencapai Rp. 106,19 trilyun (atas dasar harga berlaku) pada tahun 2008 atau berkontribusi 14,89% dari total PDB sektor pertanian secara luas. Sementara, peranan ekspor komoditas perkebunan pada tahun 2008 memberikan sumbangan surplus neraca perdagangan bagi sektor pertanian sebesar US$ 22,83 milyar dimana sub sektor lainnya mengalami defisit. Dalam rangka meningkatkan peran sub sektor perkebunan, Departemen Pertanian telah menyusun rencana strategis beserta program dan kebijakan pembangunan yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan pengembangan masing-masing komoditas perkebunan. Dalam penyusunan rencana strategis ketersediaan data dan informasi yang berkualitas maka sangat dibutuhkan agar kebijakan yang diputuskan menjadi efektif. Dalam mengemban visi dan misinya, Pusat Data dan Informasi Pertanian (Pusdatin) senantiasa menyediakan data dan informasi yang diperlukan oleh berbagai pihak yang berkecimpung dalam sektor pertanian, seperti penentu kebijakan, asosiasi, akademisi maupun masyarakat umum lainnya. Salah satu produk informasi yang secara reguler dihasilkan oleh Pusdatin adalah Analisis Outlook Perkebunan, yang didalamnya mengulas keragaan data nasional dan situasi global disertai dengan proyeksi penawaran dan permintaan masing-masing komoditas.

Pusat Data dan Informasi Pertanian

1

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

1.2. METODOLOGISumber Data dan Informasi Outlook Komoditas Perkebunan tahun 2009 disusun berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari data primer yang bersumber dari daerah, instansi terkait di lingkup Departemen Pertanian dan instansi di luar Departemen Pertanian seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan Food and Agriculture Organization (FAO). Metode Analisis Metode yang digunakan dalam penyusunan Outlook Perkebunan adalah sebagai berikut: a. Analisis keragaan atau perkembangan komoditas perkebunan dilakukan berdasarkan ketersediaan data series yang yang mencakup indikator luas areal dan luas panen, produktivitas, produksi, konsumsi, ekspor-impor serta harga di tingkat produsen maupun konsumen dengan analisis deskriptif sederhana. Analisis keragaan dilakukan baik untuk data series nasional maupun dunia. b. Analisis Penawaran Analisis penawaran komoditas perkebunan dilakukan berdasarkan analisis fungsi produksi. Penelusuran model untuk analisis fungsi produksi tersebut dilakukan dengan pendekatan model Regresi Berganda (Multivariate Regression). Secara teoritis bentuk umum dari model ini adalah :

Y = b0 + b1 X 1 + b2 X 2 + ... + bn X n + = b0 + b j X j + j =1 n

dimana :

Y n

= =

Peubah respons/tak bebas Peubah penjelas/bebas 1,2, nilai konstanta

Xn = b0 =

2

Pusat Data dan Informasi Pertanian 2

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

bn = =

koefisien arah regresi atau parameter model regresi untuk peubah xn sisaan

Produksi pada periode ke-t diduga merupakan fungsi dari produksi pada periode sebelumnya, luas areal periode sebelumnya, harga ekspor dan pengaruh inflasi. Dengan memperhatikan ketersediaan data, analisis penawaran dilakukan berdasarkan data produksi dalam periode tahunan. Untuk peubahpeubah bebas yang tidak tersedia datanya dalam periode waktu yang bersesuaian maka dilakukan proyeksi terlebih dahulu dengan menggunakan model analisis trend (trend analysis) atau model pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing). c. Analisis Permintaan Analisis permintaan komoditas perkebunan merupakan analisis permintaan langsung masyarakat terhadap komoditas perkebunan yang dikonsumsi oleh rumah tangga konsumen dalam bentuk tanpa diolah maupun telah diolah, maupun permintaan untuk kepentingan ekspor. Sama halnya seperti pada analisis penawaran, analisis permintaan juga menggunakan Model Regresi Berganda menggunakan peubah penjelas, namun karena keterbatasan ketersediaan data, analisis permintaan untuk beberapa komoditas menggunakan model analisis trend (trend analysis) atau model pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing). Periode series data yang digunakan adalah tahunan. Pada komoditas tertentu dimana sebagian besar produksinya digunakan untuk bahan baku industry pengolahan, maka analisis permintaan didekati dengan cara melihat proporsi permintaan untuk industry pengolahan menggunakan bantuan Tabel I-O BPS. d. Kelayakan Model Ketepatan sebuah model regresi dapat dilihat dari Uji-F, Uji-t dan koefisien determinasi (R2).

Pusat Data dan Informasi Pertanian

3

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Koefisien determinasi diartikan sebagai besarnya keragaman dari peubah tak bebas (Y) yang dapat dijelaskan oleh peubahpeubah bebas (X). Koefisien determinasi dihitung dengan menggunakan persamaan:

R2 =dimana :

SS R egresi SS Total

SS Regresi adalah jumlah kuadrat regresi SS Total adalah jumlah kuadrat total

Sementara, untuk model data deret waktu baik analisis tren maupun model pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing), ukuran kelayakan model dilihat berdasarkan kecilnya nilai kesalahan yakni menggunakan statistik MAPE (mean absolute percentage error) atau kesalahan persentase absolut rata-rata yang diformulasikan sbb.:

dengan, Xt adalah data aktual dan Ft adalah nilai ramalan.

4

Pusat Data dan Informasi Pertanian 4

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

BAB II. KOPIKopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, karena merupakan salah satu komoditas ekspor andalan sebagai penghasil devisa negara di luar minyak dan gas. Selama lima tahun terakhir, Indonesia menempati posisi keempat sebagai negara eksportir kopi setelah Brazil, Kolombia dan Vietnam. Terdapat dua spesies tanaman kopi yaitu Arabika yang merupakan jenis kopi tradisional, dianggap paling enak rasanya, dan Robusta yang memilki kafein lebih tinggi, dapat dikembangkan dalam lingkungan dimana kopi Arabika tidak akan tumbuh, dengan rasa pahit dan asam (http://id.wikipedia.org/wiki/Kopi_Indonesia). Di Indonesia, pada saat ini

sekitar 95% tanaman kopi diusahakan oleh rakyat, sementara perkebunan negara dan swasta hanya berkontribusi masing-masing sebesar 3,13% dan 1,79%.

2.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KOPI DI INDONESIASecara umum pola perkembangan luas areal kopi di Indonesia pada periode tahun 19702008 cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3,33% per tahun atau meningkat dari 395 ribu hektar tahun 1970 menjadi 1,3 juta hektar tahun 2008.

Gambar 2.1. Perkembangan luas areal kopi menurut status pengusahaan di Indonesia, 1970 - 20085

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Berdasarkan status pengusahaan, perkebunan rakyat (PR) memiliki ratarata pertumbuhan luas areal per tahun yang paling besar yaitu 3,67%, yakni dari 351 ribu hektar pada tahun 1970 menjadi 1,25 juta hektar pada tahun 2008, diikuti oleh perkebunan besar swasta (PBS) meningkat sebesar 1,71% (23 ribu hektar pada tahun 1970 menjadi 29 ribu hektar pada tahun 2008) dan perkebunan besar negara (PBN) meningkat sebesar 1,22% per tahun (20 ribu hektar pada tahun 1970 menjadi 24 ribu hektar pada tahun 2008) (Gambar 2.1.). Secara rinci perkembangan luas arael kopi menurut status pengusahaan sejak tahun 1970 2008 dapat dilihat pada Lampiran 2.1. Jika ditinjau berdasarkan kontribusi rata-rata luas areal kopi di Indonesia tahun 1998 2008, terlihat PR mendominasi luas areal kopi dengan berkontribusi mencapai 95,38% terhadap luas areal kopi Indonesia, sedangkan kontribusi PBN dan PBS masing-masing hanya sebesar 2,34% dan 2,28% (Gambar 2.2).

Gambar 2.2. Kontribusi luas areal kopi menurut status pengusahaan di Indonesia, 1970 -2008 Sementara itu, perkembangan produksi kopi Indonesia selama tahun

1970-2008 juga cenderung meningkat sejalan dengan perkembangan luas arealnya (Gambar 2.3). Jika pada tahun 1970 produksi kopi Indonesia sebesar 185 ribu ton meningkat menjadi 683 ribu ton pada tahun 2008 dengan rata-rata pertumbuhan selama periode tersebut sebesar 4,05% per tahun.

6

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Gambar 2.3. Perkembangan produksi kopi menurut status pengusahaan di Indonesia, 1970-2008 Bila dilihat menurut status pengusahaan terlihat produksi kopi PR cenderung terus meningkat dengan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 4,27%, PBS meningkat 5,47% dan PBN meningkat 3,77% (Lampiran 2.2). Besarnya peningkatan produksi kopi PR disebabkan pertumbuhan yang cukup tinggi tahun 1979 dan 1989 masing-masing meningkat 24,88% dan 43,56%. Sejalan dengan kontribusi luas areal kopi, kontribusi rata-rata produksi kopi PR tahun 1998 2008 mencapai 95,08% terhadap rata-rata produksi kopi Indonesia, sedangkan kontribusi PBN dan PBS masing-masing sebesar 3,13% dan 1,79% (Gambar 2.4).

Gambar 2.4. Kontribusi rata-rata produksi kopi menurut status pengusahaan di Indonesia, 1998 2008 Berdasarkan data rata-rata tahun 2003 2008, sebesar 87,24% produksi kopi Indonesia adalah kopi robusta dan selebihnya merupakan kopi arabika

Pusat Data dan Informasi Pertanian

7

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

sebesar 12,76% (Gambar 2.5). Secara rinci produksi kopi Indonesia menurut jenis kopi disajikan pada Lampiran 2.3.

Gambar 2.5.Kontribusi produksi kopi di Indonesia menurut jenisnya, 2003 2008

Bila dilihat dari sisi produksi kopi per provinsi tahun 2004 2008, terdapat 6 (enam) provinsi sentra produksi kopi yang memberikan kontribusi sebesar 74,05% terhadap total produksi kopi Indonesia, seperti yang disajikan pada Gambar 2.6. Provinsi Sumatera Selatan dan Lampung merupakan provinsi sentra produksi kopi terbesar yang berkontribusi masing-masing sebesar 22,32% dan 21,65% terhadap total produksi kopi Indonesia, disusul berturut-turut provinsi Bengkulu, Sumatera Utara, Jawa Timur dan NAD masing-masing berkontribusi sebesar 9,21%, 7,29%, 7,14%, dan 6,44%. Secara rinci, sentra produksi kopi di Indonesai disajikan pada Lampiran 2.4.

8

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Gambar 2.6. Provinsi sentra produksi kopi di Indonesia, 2004 - 2008 Perkembangan produktivitas kopi menurut status pengusahaan di Indonesia selama tahun 2003 2008 terlihat pola yang sama kecuali PBS yang terlihat fluktuatif. Rata-rata produktivitas kopi Indonesia sebesar 697,13 kg/ha, dimana rata-rata produktivitas kopi terbesar pada PBN yaitu 711,83 kg/ha, disusul PR sebesar 696,50 kg/ha dan PBS sebesar 571 kg/ha (Gambar 2.7 ).

Gambar 2.7. Perkembangan produktivitas kopi di Indonesia, 2003 2008 Sementara itu, perkembangan produktivitas kopi di Indonesia selama periode tahun 2003 2008 mengalami penurunan dengan rata-rata sebesar 0,65% per tahun, pada PR turun sebesar 0,66%, PBN naik sebesar 1,91%, sedangkan

Pusat Data dan Informasi Pertanian

9

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

pertumbuhan produktivitas kopi pada PBS terlihat sangat fluktuatif namun cenderung naik dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 2,21% per tahun. Tabel 2.1.Perkembangan produktivitas kopi menurut status pengusahaan, 2003 2008PR Tahun (Kg/ha) 2003 728 2004 664 2005 687 2006 697 2007 702 2008 *) 701 Rata-rata pertanian 2003-2008 696.50Sumber Keterangan : *) Angka Sementara

PBN (Kg/ha) 696 697 697 696 721 764 711.83 Pertumb. (%) 0.14 0.00 -0.14 3.59 5.96 1.91 (Kg/ha)

PBS Pertumb. (%) 19.19 -36.04 45.88 -23.36 5.38 2.21

Indonesia (Kg/ha) 725 666 683 696 714 699 697.13 Pertumb. (%) -8.14 2.55 1.90 2.59 -2.13 -0.65

Pertumb. (%) -8.79 3.46 1.46 0.72 -0.14 -0.66

589 702 449 655 502 529 571.00

: Direktorat Jenderal Perkebunan diolah Pusdatin

2.2. PERKEMBANGAN KONSUMSI KOPI DI INDONESIABerdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh BPS, permintaan kopi untuk konsumsi rumah tangga berupa kopi bubuk dan kopi biji. Perkembangan konsumsi kopi di Indonesia pada periode tahun 1984 s/d 2008 secara rata-rata menunjukkan peningkatan sebesar 4,32% per tahun, meskipun pada tahun 1987 dan 1999 mengalami penurunan cukup besar dibandingkan tahun sebelumnya yaitu masing-masing sebesar 15,62% dan 18,93% (Gambar 2.8).

Gambar 2.8. Perkembangan konsumsi kopi di Indonesia, 1984-2008

10

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Konsumsi kopi bubuk dan kopi biji pada rumah tangga di Indonesia tahun 1984 sebesar 0,186 ons per minggu atau 9,67 ons per tahun meningkat menjadi 0,238 ons per minggu atau 12,38 ons per tahun pada tahun 2008. Pertumbuhan konsumsi kopi terbesar terjadi pada tahun 1990 dan 2002 masing-masing meningkat sebesar 17,28% dan 57,54%. Perkembangan konsumsi kopi di Indonesia secara rinci disajikan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Perkembangan konsumsi kopi di Indonesia, 1984 2008Konsumsi per kapita (Ons/Minggu) 0.186 0.157 0.184 0.199 0.195 0.158 0.249 0.246 0.22 0.246 0.238 0.207 (Ons/Tahun) 9.67 8.16 9.57 10.35 10.14 8.22 12.95 12.79 11.44 12.79 12.38 10.77 -15.62 17.28 8.15 -2.03 -18.93 57.54 -1.24 -10.56 11.82 -3.25 4.32 Pertumbuhan (%)

Tahun 1984 1987 1990 1993 1996 1999 2002 2005 2006 2007 2008 Rata-rata

Sumber : BPS, Susenas

2.3. PERKEMBANGAN HARGA KOPI DI INDONESIALebih dari 90% jenis kopi di Indonesia adalah jenis kopi robusta, untuk itu perkembangan harga yang disajikan dalam tulisan ini adalah kopi robusta. Secara umum perkembangan harga rata-rata kopi robusta di pasar dalam negeri berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar sebelum krisis ( tahun 1987 1997) meningkat sebesar 5,77% per tahun, sementara pertumbuhan setelah krisis (1998 2008) harga kopi robusta di pasar

Pusat Data dan Informasi Pertanian

11

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

dalam negeri meningkat cukup signifikan sebesar 67,95% (Gambar 2.9). Peningkatan tersebut diakibatkan adanya peningkatan nilai tukar rupiah yang tinggi. Peningkatan pertumbuhan yang cukup tinggi tersebut dipicu terjadinya peningkatan yang cukup siginifikan di tahun 1998 sebesar 608,92% atau dari Rp 1.738,-/kg pada tahun 1997 menjadi Rp 12.321,-/kg pada tahun 1998. Setelah periode tersebut, harga kopi kembali mengalami penurunan hingga tahun 2003. Mulai tahun 2004, harga kopi kembali mengalami peningkatan hingga tahun 2007, dimana harga kopi robusta di pasar dalam negeri tahun 2007 mencapai Rp.15.775,-/kg.

Gambar 2.9. Perkembangan harga kopi robusta di pasar dalam negeri, 1987 2007 Sementara itu, harga kopi robusta di pasar dunia dari tahun 1987 -2007 juga relatif berfluktuatif, namun memiliki rata-rata pertumbuhan sebelum krisis moneter (1987 - 1997) sebesar 10,55% dan setelah krisis (1998 2007) hanya tumbuh sebesar 4,27% per tahun (Gambar 2.10). Harga kopi robusta di pasar dunia tertinggi pada tahun 1997 mencapai US$ 185 cent/lb dan selanjutnya terus merosot mencapai harga terendah tahun 2001 sebesar US$ 54 cent/lb dan meningkat kembali tahun 2007 menjadi sebesar US$ 191 cent/lb. Secara rinci perkembangan harga kopi robusta di pasar dalam negeri dan pasar dunia tahun 1987 2007 disajikan pada Lampiran 2.5.

12

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Gambar 2.10. Perkembangan harga kopi robusta di pasar dunia, 19872007

2.4. PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR KOPI DI INDONESIAPerkembangan volume ekspor kopi pada periode 19962008 berfluktuatif, yaitu dari 367 ribu ton tahun 1996 menjadi 439 ribu ton tahun 2008 atau mengalami pertumbuhan per tahun sebesar 3,11%. Selama kurun waktu tersebut, pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu meningkat sebesar 36,87% dibandingkan tahun sebelumnya dan terendah pada tahun 2001 yaitu turun sebesar 26,06% dibandingkan tahun sebelumnya. Volume ekspor kopi tertinggi dicapai pada tahun 2005 sebesar 446 ribu ton dan terendah tahun 2001 sebesar 251 ribu ton (Gambar 2.11).

Gambar 2.11. Perkembangan volume ekspor dan impor kopi di Indonesia, 1996 2008

Pusat Data dan Informasi Pertanian

13

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Sementara rata-rata pertumbuhan volume impor kopi cenderung konstan kecuali tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar 653%, meskipun volume impor kopi Indonesia sangat kecil bila dibandingkan volume ekspor. Volume impor tertinggi terjadi pada tahun 2007 mencapai 49,7 ribu ton dan terrendah terjadi di tahun 1996 hanya 312 ton. Secara rinci perkembangan volume ekspor dan impor kopi Indonesia tahun 1996 2008 disajikan pada Lampiran 2.6. Perbedaan volume ekspor dan impor yang cukup besar menjadikan Indonesia selalu mengalami surplus neraca perdagangan kopi yang berarti dapat menyumbang devisa negara. Sejalan dengan meningkatnya volume eskpor kopi Indonesia, terlihat juga neraca perdagangan kopi Indonesia tahun 1996 2008 dari tahun ke tahun juga menunjukkan adanya peningkatan surplus neraca perdagangan dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 5,75% (Gambar 2.12). Surplus neraca perdagangan kopi tampak semakin tinggi dari tahun ke tahun. Jika pada tahun 1996 surplus neraca perdagangan kopi sebesar US$ 595 juta, maka pada tahun 2008 surplus tersebut naik menjadi US$ 914 juta. Perkembangan volume, nilai dan neraca perdagangan kopi Indonesia tahun 1996 2008 secara rinci disajikan pada Lampiran 2.6.

Gambar 2.12. Perkembangan neraca perdagangan kopi di Indonesia, 19962008

14

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

2.5. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN KONSUMSI KOPI DUNIASecara umum perkembangan luas areal kopi dunia selama periode tahun 19702007 sangat berfluktasi namun cenderung meningkat meskipun hanya sebesar 0,47% per tahun (Gambar 2.13). Peningkatan luas areal kopi dunia yang cukup besar terjadi pada tahun 1977 sebesar 13,34% dibandingkan tahun sebelumnya. Secara rinci, perkembangan luas areal kopi dunia tahun 1970 2007 disajikan pada Lampiran 2.7. Perkembangan produksi kopi dunia dalam tahun 19702007 menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan perkembangan luas arealnya (Gambar 2.13). Rata-rata pertumbuhan produksi kopi dunia tahun 1970 2007 sebesar 2,53% per tahun. Secara rinci, perkembangan produksi kopi dunia tahun 1970 2007 disajikan pada Lampiran 2.7.

Gambar 2.13. Perkembangan luas areal dan produksi kopi dunia, 19702007 Berdasarkan data rata-rata produksi kopi dunia tahun 2003-2007 yang bersumber dari FAO, terdapat 5 negara produsen kopi terbesar di dunia yang memberikan kontribusi hingga 64,01% terhadap total produksi kopi dunia. Brazil merupakan produsen kopi terbesar dunia dengan rata-rata produksi sebesar 2,27 juta ton atau memberikan kontribusi sebesar 30,23%. Negara produsen kopi dunia kedua diduduki oleh Vietnam dengan produksi sebesar 859 ribu ton atau berkontribusi sebesar 11,45%. Sementara Kolombia memberikan kontribusi

Pusat Data dan Informasi Pertanian

15

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

sebesar 9,26% dan Indonesia menduduki urutan ke-empat dengan produksi sebesar 672 ribu ton atau berkontribusi sebesar 8,95% (Gambar 2.14). rinci produsen kopi terbesar dunia tersaji pada Lampiran 2.8. Secara

Gambar 2.14. Kontribusi negara produsen kopi dunia, (rata-rata 2003 2007)

Perkembangan produktivitas kopi dunia pada tahun 1970 2007 menunjukkan kecenderungan meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 1,92% per tahun (Gambar 2.15). Produktivitas kopi dunia tertinggi dicapai pada tahun 2002 sebesar 773 kg/ha, sementara produktivitas kopi Indonesia pada tahun yang sama sebesar 497 kg/ha, masih di bawah produktivitas kopi dunia. Secara rinci perkembangan produktivitas kopi dunia disajikan pada Lampiran 2.7.

Gambar 2.15. Perkembangan produktivitas kopi dunia,1970 - 2007

16

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

2.6. PERKEMBANGAN EKSPOR - IMPOR KOPI DUNIABerdasarkan data FAO, perkembangan volume ekspor dan impor kopi dunia pada periode tahun 1970 2007 menunjukkan kecenderungan meningkat (Gambar 2.16) dengan rata-rata pertumbuhan per tahun masing-masing sebesar 2,00% (ekspor) dan 1,75% (impor). Ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar 6,15 juta ton atau setara dengan US$ 13,58 milyar, sementara impor tertinggi juga terjadi tahun 2007 sebesar 5,84 juta ton atau setara dengan US$ 13,65 milyar. Secara rinci perkembangan ekspor dan impor kopi dunia tahun 1970 2007 disajikan pada Lampiran 2.9.

Gambar 2.16. Perkembangan volume ekspor dan impor kopi dunia, 1970 - 2007 Terdapat tujuh negara eksportir kopi terbesar di dunia yang secara kumulatif memberikan kontribusi sebesar 70,97% terhadap total volume ekspor kopi di dunia. Brazil merupakan negara eksportir kopi terbesar di dunia dengan rata-rata volume ekspor mencapai 1,42 juta ton per tahun atau memberikan kontribusi sebesar 25,12% dan peringkat kedua ditempati oleh Vietnam yang memberikan kontribusi 17,09% dengan rata-rata volume ekspor 965,4 ribu ton per tahun. Peringkat ketiga diduduki oleh Colombia dengan kontribusi sebesar 10,65%, sedangkan Indonesia pada urutan ke-4 dengan memberikan kontribusi sebesar 6,55% dengan rata-rata volume ekspor 369,8 ribu ton per tahun. Jerman, Guatemala dan Peru masing-masing berkontribusi 4,52%, 3,87% dan 3,17%

Pusat Data dan Informasi Pertanian

17

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

terhadap total volume ekspor dunia (Gambar 2.17). Negara eksportir kopi terbesar di dunia secara rinci tersaji pada Lampiran 2.10.

Gambar 2.17. Negara eksportir kopi terbesar di dunia, (rata-rata 2003-2007) Berdasarkan data FAO, pada tahun 20032007 terdapat tujuh negara importir kopi terbesar yang secara kumulatif memberikan kontribusi sebesar 66,54% terhadap total volume impor kopi di dunia. USA merupakan negara importir kopi terbesar dunia dengan rata-rata volume impor sebesar 1,25 juta ton per tahun, peringkat kedua ditempati Jerman dengan rata-rata volume impor 951,1 ribu ton per tahun atau memberikan kontribusi sebesar 17,12%. Peringkat ketiga dan keempat ditempati oleh Italy dan Jepang yang masing-masing memberikan kontribusi sebesar 7,45% dan 7,21%. Negara-negara importir kopi terbesar lainnya adalah Perancis, Spanyol dan Belgia yang masing-masing berkontribusi 4,35%, 4,29% dan 3,57% terhadap total volume impor kopi dunia (Gambar 2.18). Indonesia berada pada urutan ke-45 karena impor kopi Indonesia hanya sebesar 12,96 ribu ton per tahun. Negara importir kopi terbesar di dunia secara rinci tersaji pada Lampiran 2.11.

18

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Gambar 2.18. Negara importir kopi terbesar di dunia, (rata-rata 2003-2007)

2.7.

PROYEKSI PENAWARAN KOPI 2009 - 2011Penawaran dalam analisis ini merupakan representasi dari produksi, dimana

data produksi kopi nasional dalam wujud produksi kopi berasan. Berdasarkan hasil penelusuran model dengan menggunakan regresi dihasilkan bahwa produksi kopi pada periode (t) dipengaruhi oleh luas areal kopi pada periode (t) dan harga kopi dalam negeri pada periode (t). Koefisean determinasi (R2) dari mode tersebut sebesar 87% yang menunjukkan bahwa 87% keragaman dalam produksi kopi Indonesia telah dapat dijelaskan oleh luas arael dan harga kopi dalam negeri pada periode (t). Tabel 2.3. Hasil analisis fungsi respon produksi kopi di Indonesia

Peubah Intersep Luas Areal Kopi periode (t) Harga Kopi periode (t)

Koefisien - 520 500 0,8427 6,831

p-Value 0,000 0,000 0,016

R2 = 87% ; Prob(F-stat) = 0,000

Pusat Data dan Informasi Pertanian

19

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Dari Tabel 2.3 terlihat bahwa koefisien-koefisien di dalam model bersifat nyata. Berdasarkan koefisien regresi yang diperoleh ternyata peningkatan luas areal kopi pada periode (t) sebesar 1 satuan akan meningkatkan produksi kopi sebesar 0,8247 satuan dan jika harga kopi dalam negeri meningkat satu satuan maka produksi kopi akan meningkat sebesar 6,831 satuan. Dengan menggunakan model tersebut, dilakukan proyeksi produksi kopi tahun 2009 2011 dengan hasil seperti tersaji pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. Proyeksi produksi/penawaran kopi di Indonesia, 2009-2011

Tahun 20081) 2009 2010 2011

Produksi/Penawaran (Ton) 682.938 689.337 702.915 716.713

Pertumbuhan (%)

0,94 1,97 1,96 1,62

Rata-rata pertumbuhan (%/th) 2009 - 2011Keterangan :1)

Angka Sementara dari Ditjen Perkebunan

Dengan menggunakan fungsi respon produksi kopi tersebut di atas, maka diperkirakan produksi kopi di Indonesia tahun 2009 akan meningkat dari 682.938 ton pada tahun 2008 (Angka Sementara) menjadi 689.337 ton atau meningkat 0,94% (Tabel 2.4). Dengan rata-rata peningkatan sebesar 1,62% per tahun, maka produksi kopi Indonesia diperkirakan akan naik menjadi 716.713 ton pada tahun 2011.

2.8. PROYEKSI PERMINTAAN KOPI 2009 2011Permintaan kopi di Indonesia untuk konsumsi rumah tangga dalam bentuk kopi bubuk dan untuk dieskpor. Untuk itu pemodelan dilakukan dengan

20

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

menggunakan time series dari data volume ekspor kopi dan konsumsi kopi bubuk per kapita yang bersumber dari SUSENAS BPS. Berdasarkan hasil penelusuran model dihasilkan analisis fungsi permintaan ekspor dilakukan dengan menggunakan analisis trend quadratik (univariate), sedangkan konsumsi kopi bubuk per kapita menggunakan analisis linier. dijelaskan oleh konsumsi kopi dalam negeri disajikan pada Tabel 2.5. Tabel 2.5. Proyeksi konsumsi kopi dalam negeri dan volume ekspor, 2008 2011 Tahun 2008 1) 2009 2010 2011 Rata-rata pertumbuhan (%/th) Konsumsi dalam negeri (Ton) 212.115 238.600 249.051 259.760 1,60 Volume ekspor (Ton) 439.135 413.033 419.254 425.474 0,45 Total Permintaan (Ton) 651.250 651.633 668.305 685.234 0,87 Hasil proyeksi permintaan yang dan permintaan ekspor kopi

Sumber: Konsumsi dan ekspor diolah dari data BPS.

Selama periode tahun 2008 2011, permintaan kopi diproyeksikan akan naik sebesar 0,87% per tahun. Kenaikan tersebut disebabkan oleh kenaikan konsumsi kopi dalam negeri mengalami kenaikan sebesar 1,6% per tahun dan volume ekspor naik sebesar 0,45% per tahun. Pada tahun 2009 total permintaan kopi diproyeksikan 651.633 ton, kemudian naik menjadi 668.305 ton pada tahun 2010 dan 685.234 ton tahun 2011.

2.9. PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT KOPI 2009 2011Selama periode 2009 2011, surplus produksi kopi semakin menurun yaitu dengan rata-rata pertumbuhan turun sebesar 4,60% per tahun (Tabel 2.6). Pada tahun 2009, surplus produksi kopi Indonesia sebesar 37.704 ton dan menurun

Pusat Data dan Informasi Pertanian

21

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

menjadi 34.610 ton pada tahun 2010, kemudian akan mengalami penurunan lagi pada tahun 2011 menjadi 31.479 ton. Tabel 2.6. Proyeksi surplus/defisit kopi di Indonesia, 2009- 2011

Tahun 2009 2010 2011 Rata-rata Pertumbuhan (%)

Penawaran (Ton) 689.337 702.915 716.713 1,00

Permintaan (Ton) 651.633 668.305 685.234 1,29

Surplus/Defisit (Ton) 37.704 34.610 31.479 -4,60

22

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Lampiran 2.1. Perkembangan luas areal kopi di Indonesia menurut status pengusahaan, 1970 2008PR Tahun Ha Pertumb. (%) Ha 20,412 20,605 29,327 21,024 20,442 20,146 19,876 20,260 21,815 20,716 20,925 23,016 23,635 24,426 22,440 23,499 23,593 24,280 25,484 21,800 25,834 25,891 26,092 26,325 26,593 25,616 24,169 32,232 39,139 39,316 40,645 26,954 26,954 26,597 26,597 26,641 26,644 23,721 23,721 PBN Pertumb. (%) 0.95 42.33 -28.31 -2.77 -1.45 -1.34 1.93 7.68 -5.04 1.01 9.99 2.69 3.35 -8.13 4.72 0.40 2.91 4.96 -14.46 18.50 0.22 0.78 0.89 1.02 -3.67 -5.65 33.36 21.43 0.45 3.38 -33.68 0.00 -1.32 0.00 0.17 0.01 -10.97 0.00 1.22 2.48 (1.87) (%) 2.41 2.47 2.34PBS= Perkebunan Besar Swasta *) Angka Sementara

PBS Ha 23,365 20,748 18,956 19,688 19,410 18,422 18,177 23,266 21,676 25,804 22,938 24,001 20,211 24,427 34,283 33,290 22,744 28,776 30,674 30,516 29,889 30,674 31,332 31,192 33,260 32,396 31,295 32,682 46,166 28,716 27,720 27,801 27,210 25,091 26,020 26,239 26,983 28,761 28,760 Pertumb. (%) -11.20 -8.64 3.86 -1.41 -5.09 -1.33 28.00 -6.83 19.04 -11.11 4.63 -15.79 20.86 40.35 -2.90 -31.68 26.52 6.60 -0.52 -2.05 2.63 2.15 -0.45 6.63 -2.60 -3.40 4.43 41.26 -37.80 -3.47 0.29 -2.13 -7.79 3.70 0.84 2.84 6.59 0.00 1.71 2.25 0.39 2.64 2.91 2.28

Indonesia Ha 394,873 407,654 405,133 381,223 386,571 399,897 440,011 497,826 520,574 624,103 707,464 796,846 803,028 814,987 894,211 931,129 935,199 961,640 1,025,947 1,036,550 1,069,848 1,119,854 1,133,898 1,147,567 1,140,385 1,167,511 1,159,079 1,170,028 1,153,369 1,127,277 1,260,687 1,313,383 1,372,184 1,291,910 1,303,943 1,255,272 1,308,731 1,295,911 1,302,892 Pertumb. (%) 3.24 -0.62 -5.90 1.40 3.45 10.03 13.14 4.57 19.89 13.36 12.63 0.78 1.49 9.72 4.13 0.44 2.83 6.69 1.03 3.21 4.67 1.25 1.21 -0.63 2.38 -0.72 0.94 -1.42 -2.26 11.83 4.18 4.48 -5.85 0.93 -3.73 4.26 -0.98 0.54 3.33 4.24 1.09 100 100 100

1970 351,096 1971 366,301 4.33 1972 356,850 -2.58 1973 340,511 -4.58 1974 346,719 1.82 1975 361,329 4.21 1976 401,958 11.24 1977 454,300 13.02 1978 477,083 5.01 1979 577,583 21.07 1980 663,601 14.89 1981 749,829 12.99 1982 759,182 1.25 1983 766,134 0.92 1984 837,488 9.31 1985 874,340 4.40 1986 888,862 4.40 1987 908,584 1.66 1988 969,789 2.22 1989 984,234 6.74 1990 1,014,125 1.49 1991 1,063,289 3.04 1992 1,076,474 6.15 1993 1,090,050 1.26 1994 1,080,532 -0.87 1995 1,109,499 2.68 1996 1,103,615 -0.53 1997 1,105,114 0.14 1998 1,068,064 -3.35 1999 1,059,245 -0.83 2000 1,192,322 12.56 2001 1,258,628 5.56 2002 1,318,020 4.72 2003 1,240,222 -5.90 2004 1,251,326 0.90 2005 1,202,392 -3.91 2006 1,255,104 4.38 2007 1,243,429 -0.93 2008 *) 1,250,411 0.56 Rata-rata laju pertumbuhan (%) 1970-2008 3.67 1970-1997 4.65 1998-2008 1.25 Kontribusi luas areal terhadap Indonesia 1970-2008 94.95 1970-1997 94.61 1998-2008 95.38Sumber Keterangan : PR = Perkebunan Rakyat

: Direktorat Jenderal Perkebunan diolah Pusdatin PBN = Perkebunan Besar Negara

Pusat Data dan Informasi Pertanian

23

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Lampiran 2.2. Perkembangan produksi kopi di Indonesia menurut Status Pengusahaan, 1970 2008PR Tahun Ton Pertumb. (%) Ton PBN Pertumb. (%) 22.17 12.38 -54.23 82.08 -6.13 1.90 5.21 -6.17 16.54 17.22 22.53 -17.86 -23.69 45.61 -14.48 39.80 -26.16 23.22 -16.21 15.59 7.64 0.81 2.23 1.17 -3.69 -21.64 59.66 22.37 1.74 13.53 -39.13 0.09 -6.18 0.11 0.05 -0.10 -19.83 -14.91 3.77 6.87 -3.84 3.79 4.31 3.13 Ton 6,051 7,996 8,373 4,248 7,139 5,399 5,624 5,773 7,377 5,592 5,466 8,309 5,707 8,318 9,423 10,359 9,553 7,791 12,712 11,003 12,737 12,462 11,232 11,554 11,041 11,408 10,265 11,213 19,021 11,539 9,924 9,647 9,610 9,591 12,134 7,775 11,880 10,498 11,117 PBS Pertumb. (%) 32.14 4.71 -49.27 68.06 -24.37 4.17 2.65 27.78 -24.20 -2.25 52.01 -31.32 45.75 13.28 9.93 -7.78 -18.44 63.16 -13.44 15.76 -2.16 -9.87 2.87 -4.44 3.32 -10.02 9.24 69.63 -39.34 -14.00 -2.79 -0.38 -0.20 26.51 -35.92 52.80 -11.63 5.90 5.47 5.83 4.60 2.36 2.81 1.79 Indonesia Ton 185,091 180,916 178,735 150,163 149,811 170,372 193,377 193,966 222,689 273,675 294,973 314,899 281,251 305,648 315,489 311,398 356,822 388,669 291,095 401,048 412,767 428,305 436,930 438,868 450,191 457,801 459,206 428,418 514,451 531,687 554,574 569,234 682,019 671,255 647,386 640,365 682,158 676,476 682,938 Pertumb. (%) -2.26 -1.21 -15.99 -0.23 13.72 13.50 0.30 14.81 22.90 7.78 6.76 -10.69 8.67 3.22 -1.30 14.59 8.93 -25.10 37.77 2.92 3.76 2.01 0.44 2.58 1.69 0.31 -6.70 20.08 3.35 4.30 2.64 19.81 -1.58 -3.56 -1.08 6.53 -0.83 0.96 4.05 3.82 4.60 100.00 100.00 100.00

1970 170,089 8,951 1971 161,985 -4.76 10,935 1972 158,073 -2.42 12,289 1973 140,290 -11.25 5,625 1974 132,430 -5.60 10,242 1975 155,359 17.31 9,614 1976 177,956 14.55 9,797 1977 177,886 -0.04 10,307 1978 205,641 15.60 9,671 1979 256,812 24.88 11,271 1980 276,295 7.59 13,212 1981 290,401 5.11 16,189 1982 262,247 -9.69 13,297 1983 287,183 9.51 10,147 1984 291,291 1.43 14,775 1985 288,404 -0.99 12,635 1986 329,605 14.29 17,664 1987 367,835 11.60 13,043 1988 262,311 -28.69 16,072 1989 376,579 43.56 13,466 1990 384,464 2.09 15,566 1991 399,088 3.80 16,755 1992 408,808 2.44 16,890 1993 410,048 0.30 17,266 1994 421,682 2.84 17,468 1995 429,569 1.87 16,824 1996 435,757 1.44 13,184 1997 396,155 -9.09 21,050 1998 469,671 18.56 25,759 1999 493,940 5.17 26,208 2000 514,896 4.24 29,754 2001 541,476 5.16 18,111 2002 654,281 20.83 18,128 2003 644,657 -1.47 17,007 2004 618,227 -4.10 17,025 2005 615,556 -0.43 17,034 2006 653,261 6.13 17,017 2007 652,336 -0.14 13,642 2008 *) 657,341 0.77 14,480 Rata-rata laju pertumbuhan (%) 1970-2008 4.27 1970-1997 3.99 1998-2008 4.97 Kontribusi produksi terhadap Indonesia (%) 1970-2008 93.85 1970-1997 92.87 1998-2008 95.08

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan diolah Pusdatin Keterangan : PR = Perkebunan Rakyat PBS= Perkebunan Besar Swasta PBN = Perkebunan Besar Negara *) Angka Sementara

24

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Lampiran 2.3. Produksi kopi menurut jenisnya di Indonesia, 2003 - 2008Robusta (Ton) PR 606,386 569,104 560,979 565,234 532,010 534,952 561,444 PBN 12,549 12,564 12,574 12,559 8,974 9,738 11,493 87.24 PBS 8,964 10,492 6,557 9,592 8,101 8,588 8,716 Indonesia 627,899 592,160 580,110 587,385 549,085 553,278 581,653 PR 38,271 49,123 54,576 88,027 120,326 122,389 78,785 Arabika (Ton) PBN 4,458 4,460 4,460 4,458 4,668 4,742 4,541 12.76 PBS 627 1,642 1,218 2,288 2,397 2,529 1,784 Indonesia 43,356 55,225 60,254 94,773 127,391 129,660 85,110

Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 *) Rata-rata Share (%)

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka Sementara

Lampiran 2.4. Provinsi sentra produksi kopi di Indonesia, 2004 2008No. 1 2 3 4 5 6 7 Provinsi Sumatera Selatan Lampung Bengkulu Sumatera Utara Jawa Timur NAD Provinsi Lainnya IndonesiaSumber

Tahun 2004 140,812 142,599 64,043 46,560 44,237 37,100 172,034 647,385 2005 140,463 142,761 61,187 41,493 43,009 35,012 141,428 605,353 2006 150,167 141,305 63,757 50,032 50,132 41,894 155,381 652,668 2007 148,281 140,095 56,128 50,158 47,000 48,080 186,735 676,477 2008*) 148,981 140,090 55,610 49,839 48,569 48,284 191,565 682,938

Share Rata-rata Share (%) kumulatif (Ton) (%) 145,741 141,370 60,145 47,616 46,589 42,074 169,429 652,964 22.32 21.65 9.21 7.29 7.14 6.44 25.95 22.32 43.97 53.18 60.47 67.61 74.05 100.00

: Direktorat Jenderal Perkebunan diolah Pusdatin

Keterangan : *) Angka Sementara

Pusat Data dan Informasi Pertanian

25

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Lampiran 2.5. Perkembangan harga kopi robusta di pasar dalam negeri dan pasar dunia, 1987 2007Pasar dalam negeri (Rp/Kg) 2,425 2,321 1,517 1,350 1,437 1,409 1,889 4,295 4,768 4,308 1,738 12,321 13,439 8,800 5,318 4,940 4,379 5,379 6,802 10,013 15,775 -4.29 -34.64 -11.01 6.44 -1.95 34.07 127.37 11.01 -9.65 -59.66 608.92 9.07 -34.52 -39.57 -7.11 -11.36 22.84 26.45 47.21 57.55 5.77 67.95 Pertumb. (%) Pasar dunia (Cent US$/lb) 117 132 105 91 85 67 68 145 145 116 185 132 104 90 54 56 61 75 111 149 191 12.82 -20.45 -13.33 -6.59 -21.18 1.49 113.24 0.00 -20.00 59.48 -28.65 -21.21 -13.46 -40.00 3.70 8.93 22.95 48.00 34.23 28.19 10.55 4.27 Pertumb. (%)

Tahun 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 1987 - 1997 1998-2007

Rata-rata Pertumbuhan (%)

Sumber : Direktorat Jenderal PPHP diolah Pusdatin

26

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Lampiran 2.6. Perkembangan ekspor - impor dan neraca perdagangan kopi Indonesia, 1996 2008Ekspor Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 1996-2008 1996-1999 2000-2008Sumber

Impor Volume (Ton) 312 10,507 2,965 2,917 13,718 8,294 7,665 4,397 5,690 3,195 6,600 49,732 7,278 35.09 1,064.74 71.32 Nilai (000 US$) 590 13,908 4,171 3,303 11,148 5,086 4,462 5,893 6,867 6,221 11,760 77,773 17,676 23.83 722.16 68.21

Volume (Ton) 366,602 313,118 357,550 352,763 339,201 250,817 325,010 323,904 344,077 445,930 414,105 320,850 439,135 3.11 (0.58) 5.78

Nilai (000 US$) 595,269 511,321 603,243 466,827 318,895 188,492 223,917 259,107 294,114 504,407 588,502 635,067 931,575 4.42 (6.25) 18.74

Neraca (000 US$) 594,679 497,413 599,072 463,524 307,747 183,406 219,455 253,214 287,247 498,186 576,742 557,294 913,899 5.75 (6.18) 19.74

Rata-rata Laju Pertumbuhan (%)

: BPS diolah Pusdatin

Keterangan : ( ) pada neraca berarti harga impor lebih tinggi dibandingkan harga ekspor

Pusat Data dan Informasi Pertanian

27

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Lampiran 2.7. Perkembangan luas areal, produksi dan produktivitas kopi dunia, 1970 2007Luas Tahun (Ha) 1970 8,892,586 1971 9,078,939 1972 8,951,034 1973 8,884,398 1974 8,982,030 1975 9,005,936 1976 7,937,110 1977 8,995,687 1978 9,411,182 1979 9,782,493 1980 10,074,219 1981 10,397,160 1982 9,814,634 1983 10,155,872 1984 10,179,330 1985 10,363,547 1986 10,594,189 1987 10,868,050 1988 11,182,380 1989 11,278,151 1990 11,367,966 1991 10,940,287 1992 10,492,211 1993 10,193,295 1994 10,043,218 1995 9,812,323 1996 9,886,348 1997 9,856,555 1998 10,065,434 1999 10,303,460 2000 10,741,302 2001 10,653,072 2002 10,232,313 2003 10,339,925 2004 10,363,343 2005 10,243,993 2006 10,149,768 2007 10,295,289 Rata-rata pertumbuhan (%) 1970 - 2007 1970 - 1997 1998 - 2007Sumber : FAO diolah Pusdatin

Produksi (Ton) 3,853,438 4,667,175 4,575,708 4,191,724 4,776,143 4,607,209 3,526,508 4,403,391 4,729,186 4,976,186 4,841,928 6,086,258 4,938,497 5,588,080 5,229,504 5,831,530 5,244,926 6,393,760 5,655,497 5,916,050 6,077,255 6,109,492 6,096,639 5,564,207 5,770,058 5,540,205 6,217,254 6,005,305 6,655,447 6,794,417 7,566,447 7,408,827 7,906,722 7,210,736 7,622,112 7,154,497 7,774,270 7,766,675 Pertumb. (%) 21.12 -1.96 -8.39 13.94 -3.54 -23.46 24.87 7.40 5.22 -2.70 25.70 -18.86 13.15 -6.42 11.51 -10.06 21.90 -11.55 4.61 2.72 0.53 -0.21 -8.73 3.70 -3.98 12.22 -3.41 10.83 2.09 11.36 -2.08 6.72 -8.80 5.71 -6.13 8.66 -0.10 2.53 2.42 2.82

Produktivitas (Kg/Ha) 433 514 511 472 532 512 444 490 503 509 481 585 503 550 514 563 495 588 506 525 535 558 581 546 575 565 629 609 661 659 704 695 773 697 735 698 766 754 Pertumb. (%) 18.63 -0.56 -7.70 12.70 -3.79 -13.15 10.17 2.66 1.23 -5.52 21.79 -14.04 9.35 -6.63 9.53 -12.02 18.83 -14.03 3.72 1.91 4.46 4.05 -6.06 5.25 -1.72 11.38 -3.12 8.53 -0.27 6.82 -1.27 11.11 -9.75 5.47 -5.04 9.67 -1.51 1.92 1.75 2.38

Pertumb. (%) 2.10 -1.41 -0.74 1.10 0.27 -11.87 13.34 4.62 3.95 2.98 3.21 -5.60 3.48 0.23 1.81 2.23 2.59 2.89 0.86 0.80 -3.76 -4.10 -2.85 -1.47 -2.30 0.75 -0.30 2.12 2.36 4.25 -0.82 -3.95 1.05 0.23 -1.15 -0.92 1.43 0.47 0.47 0.46

28

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Lampiran 2.8. Negara produsen kopi dunia, 2003 2007Produksi (Ton) 2003 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Brazil Viet Nam Colombia Indonesia Mexico India Guatemala Ethiopia Peru 1,987,074 793,700 694,080 671,255 310,861 275,000 244,200 221,580 203,148 1,809,838 7,210,736 2004 2,465,710 836,000 680,580 647,385 312,413 271,000 220,300 156,171 224,577 1,807,976 7,622,112 2005 2,140,169 752,100 693,480 682,158 294,364 275,000 229,000 171,631 174,955 1,741,640 7,154,497 2006 2,573,368 853,500 696,000 676,476 310,000 274,000 216,600 241,482 258,314 1,674,530 7,774,270 2007 2,178,246 1,060,000 710,000 682,938 320,000 275,000 216,600 325,800 230,000 1,768,091 7,766,675 Rata-rata 2,268,913 859,060 694,828 672,042 309,528 274,000 225,340 223,333 218,199 1,760,415 7,505,658 30.23 11.45 9.26 8.95 4.12 3.65 3.00 2.98 2.91 23.45 Share Kumulatif (%) 30.23 41.67 50.93 59.89 64.01 67.66 70.66 73.64 76.55 100.00

No

Negara

Share (%)

10 Negara Lainnya DuniaSumber : FAO diolah Pusdatin

Pusat Data dan Informasi Pertanian

29

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Lampiran 2.9. Perkembangan ekspor dan impor kopi dunia, 1970 2007Ekspor Impor Volume Pertumb. Nilai Pertumb. Volume Pertumb. Nilai Pertumb. (000 ton) (%) (US$ Juta) (%) (000 ton) (%) (US$ Juta) (%) 1970 3,251 3,046 3,247 3,177 1971 3,260 0.29 2,693 -11.60 3,346 3.05 3,063 -3.59 1972 3,541 8.61 3,194 18.62 3,438 2.75 3,334 8.83 1973 3,763 6.26 4,278 33.93 3,611 5.04 4,413 32.38 1974 3,361 -10.68 4,232 -1.06 3,425 -5.17 4,694 6.37 1975 3,519 4.71 4,154 -1.86 3,623 5.79 4,856 3.43 1976 3,604 2.40 8,153 96.29 3,714 2.52 8,417 73.34 1977 2,888 -19.87 12,188 49.50 3,059 -17.64 13,845 64.49 1978 3,396 17.60 10,743 -11.86 3,366 10.06 12,043 -13.02 1979 3,739 10.12 11,760 9.47 3,822 13.54 13,147 9.17 1980 3,677 -1.66 12,081 2.73 3,713 -2.85 13,650 3.83 1981 3,665 -0.33 8,194 -32.18 3,733 0.54 9,865 -27.73 1982 3,886 6.01 8,961 9.37 3,796 1.69 9,964 1.00 1983 3,947 1.59 9,018 0.64 3,893 2.55 10,160 1.96 1984 4,128 4.58 10,502 16.46 3,939 1.19 11,147 9.71 1985 4,302 4.21 10,822 3.05 4,083 3.65 11,413 2.39 1986 3,977 -7.54 14,564 34.58 4,106 0.56 16,095 41.03 1987 4,366 9.77 9,800 -32.71 4,427 7.82 11,583 -28.03 1988 4,112 -5.82 9,943 1.46 4,119 -6.95 10,960 -5.38 1989 4,655 13.20 9,034 -9.14 4,534 10.06 10,525 -3.97 1990 4,844 4.07 7,005 -22.47 4,730 4.33 8,082 -23.22 1991 4,642 -4.17 6,628 -5.38 4,641 -1.88 7,791 -3.60 1992 4,723 1.75 5,359 -19.14 4,886 5.28 6,767 -13.14 1993 4,689 -0.72 5,787 7.98 4,689 -4.04 6,570 -2.91 1994 4,566 -2.62 10,783 86.33 4,550 -2.96 11,212 70.65 1995 4,240 -7.15 12,287 13.95 4,325 -4.94 14,465 29.02 1996 4,831 13.95 10,409 -15.29 4,720 9.13 11,591 -19.87 1997 4,899 1.42 13,209 26.90 4,860 2.97 14,351 23.81 1998 4,908 0.17 11,960 -9.46 4,860 0.00 13,104 -8.69 1999 5,260 7.18 9,786 -18.17 5,047 3.85 10,281 -21.54 2000 5,499 4.53 8,460 -13.55 5,204 3.10 9,142 -11.08 2001 5,440 -1.06 5,435 -35.75 5,125 -1.51 6,264 -31.48 2002 5,492 0.96 5,087 -6.41 5,242 2.28 5,626 -10.18 2003 5,232 -4.73 5,711 12.28 5,235 -0.13 6,463 14.88 2004 5,683 8.60 7,086 24.08 5,526 5.56 7,550 16.81 2005 5,424 -4.54 9,420 32.93 5,449 -1.39 10,122 34.07 2006 5,758 6.15 11,077 17.59 5,731 5.16 11,727 15.86 2007 6,151 6.82 13,583 22.63 5,841 1.93 13,647 16.37 Rata-rata pertumbuhan (%) 1970-1997 1.85 9.21 1.71 8.78 1998-2007 2.41 2.62 1.89 1.50 1970-2007 2.00 7.42 1.75 6.81 TahunSumber : FAO, diolah oleh Pusdatin

30

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Lampiran 2.10. Negara eksportir kopi dunia, 2003 2007No Negara 2003 1 Brazil 2 Vietnam 3 Colombia 4 Indonesia 5 Germany 6 Guatemala 7 Peru 8 Lainnya Dunia 1,369,159 749,200 578,149 323,904 198,842 249,888 150,354 1,612,988 5,232,484 2004 1,410,801 976,000 574,935 344,077 221,745 208,490 191,124 1,755,464 5,682,636 Volume ekspor (Ton) 2005 1,352,097 892,000 616,380 445,930 264,141 201,933 142,151 1,509,796 5,424,428 2006 1,475,716 981,000 600,724 414,105 290,245 203,659 237,537 1,554,917 5,757,903 2007 1,488,255 1,229,000 637,421 320,850 302,534 230,621 173,615 1,768,338 6,150,634 Rata-rata 1,419,206 965,440 601,522 369,773 255,501 218,918 178,956 1,640,301 5,649,617 25.12 17.09 10.65 6.55 4.52 3.87 3.17 29.03 100.00 Share (%) Share kumulatif (%) 25.12 42.21 52.86 59.40 63.92 67.80 70.97 100.00

Sumber: FAO diolah Pusdatin

Lampiran 2.11. Negara importir kopi dunia, 2003 - 2007No 1 2 3 4 5 6 7 8 Negara 2003 USA Germany Italy Japan France Spain Belgium Lainnya Dunia 1,219,731 872,482 389,835 377,647 287,408 226,966 185,947 1,674,983 5,234,999 2004 1,239,080 959,041 395,217 400,977 239,708 225,736 193,524 1,872,727 5,526,010 Volume impor (Ton) 2005 1,213,634 900,809 408,741 413,264 214,681 240,818 196,409 1,861,031 5,449,387 2006 1,276,191 1,001,228 424,345 422,696 222,670 240,919 221,769 1,920,919 5,730,737 2007 1,312,902 1,022,126 451,873 389,818 245,042 258,527 193,430 1,967,587 5,841,305 Rata-rata 1,252,308 951,137 414,002 400,880 241,902 238,593 198,216 1,859,449 5,556,488 22.54 17.12 7.45 7.21 4.35 4.29 3.57 33.46 100.00 Share (%) Share kumulatif (%) 22.54 39.66 47.11 54.32 58.67 62.97 66.54 100.00

Sumber: FAO diolah Pusdatin

Pusat Data dan Informasi Pertanian

31

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

III. LADALada atau merica (Piper nigrum L.) adalah tumbuhan penghasil rempahrempah yang berasal dari bijinya. Lada sangat penting dalam komponen masakan dunia. Pada masa lampau harganya sangat tinggi sehingga memicu penjelajah Eropa berkelana untuk memonopoli lada dan mengawali sejarah kolonisasi Afrika, Asia, dan Amerika (Wilkipedia, 2009). Sejak jaman dahulu kala, Indonesia dikenal sebagai negara penghasil rempah-rempah yang terkenal, sebagian besar rempah-rempah yang diperdagangkan di dunia adalah lada (Peper nigrum Linn). Produksi lada pada satu dekade terakhir ini mengalami fluktuasi yang cukup drastis dan cenderung semakin menurun, bahkan semakin sulit menembus dan bersaing dalam perdagangan internasional. Apalagi rendahnya mutu lada yang dihasilkan oleh petani menyebabkan lada asal Indonesia sering mengalami penahanan (detention) oleh Food and Drugs Administrantion (FDA) di Amerika Serikat. Penahanan tersebut terjadi karena adanya pencemaran oleh mikroorganisme, bahan asing, kadar air, dan kadar minyak lada yang tidak memenuhi syarat. Permasalahan di atas disebabkan karena mayoritas masyarakat petani lada di Indonesia masih menggunakan teknologi tradisional, baik dalam budidayanya maupun dalam penanganan pasca panennya. Disamping faktor teknologi tersebut, perangkat sistem dan kebijakan yang ada juga tidak mendukung bagi terciptanya suatu mekanisme pasar yang kondusif (Mulyono D, 2002). Di pasar internasional, lada Indonesia mempunyai kekuatan dan daya jual tersendiri karena cita rasanya yang khas. Lada Indonesia dikenal dengan nama Muntok white pepper untuk lada putih dan Lampung black pepper untuk lada hitam. Peranan Indonesia sebagai penghasil dan pengekspor lada hitam telah digeser oleh Vietnam, sementara lada putih masih bisa dipertahankan namun tetap harus waspada. Agar dapat bersaing di pasar dunia maka harus dilakukan efisiensi budidaya lada Indonesia dan pengembangan diversifikasi produk lada. Dari sisi teknologi salah satunya adalah dikembangkannya varietas Natar I yang cocok untuk ditanam di Lampung (Manohara Dyah, dkk, 2009).

Pusat Data dan Informasi Pertanian

33

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Diversifikasi produk diperlukan bila produk utama harganya jatuh. Disamping mengembangkan lada pada lahan yang sesuai, serta menerapkan teknologi rekomendasi dan efisiensi biaya produksi juga perlu ditingkatkan peran kelembagaan mulai dari kelembagaan di tingkat petani (KUD, APLI, kelompok tani) sampai kelembagaan pemasaran seperti AELI dan IPC (Yuhono, JT. 2009).

3.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI, DAN PRODUKTIVITAS LADA DI INDONESIALuas areal tanaman lada yang diusahakan di Indonesia pada periode 19672008 menunjukkan kecenderungan meningkat dengan laju pertumbuhan rataratanya 4,34% per tahun (Gambar 3.1.). Pertumbuhan rata-rata pasca krisis ekonomi Indonesia (1998-2008) menunjukkan angka yang lebih tinggi yaitu 5,36% per tahun. Apabila ditinjau pertumbuhan rata-rata luas areal lada menurut status pengusahaan, maka pada periode 1967-1997 luas areal perkebunan besar swasta (PBS) tumbuh sebesar 24,99%, lebih tinggi dibanding pertumbuhan di perkebunan rakyat (PR) yang hanya 3,96%. Namun demikian, pada periode selanjutnya (19982008) terjadi sebaliknya, pertumbuhan luas areal lada PBS turun hingga 19,02% per tahun dan PR meningkat sebesar 5,38% per tahun (Lampiran 3.1).

Gambar 3.1. Perkembangan luas areal lada di Indonesia, 1969-2008 Di Indonesia, areal lada didominasi pengusahaannya PR, dan sebagian kecil adalah areal PBS. Berdasarkan data rata-rata 5 tahun (2004-2008), besarnya

34

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

kontribusi luas areal lada PR adalah 99,95% terhadap total areal perkebunan lada di Indonesia (Gambar 3.2.).

Gambar 3.2. Kontribusi luas areal lada di Indonesia menurut status pengusahaan, (rata-rata 2004-2008) Sejalan dengan peningkatan luas areal, total produksi lada Indonesia juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu dari 16,50 ribu ton pada tahun 1967 menjadi 79,79 ribu ton pada tahun 2008 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 8,08% per tahun (Gambar 3.3). Produksi lada nasional mencapai puncaknya pada tahun 2003, yaitu sebesar 90,71 ribu ton. Setelah tahun tersebut terjadi penurunan produksi (Lampiran 3.2).

Gambar 3.3. Perkembangan produksi lada di Indonesia, 1967-2008 Berdasarkan data produksi rata-rata tahun 2004-2008, terdapat 6 provinsi sentra produksi lada PR yang mempunyai kontribusi kumulatif hingga 81,55%,

Pusat Data dan Informasi Pertanian

35

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

yaitu Provinsi Lampung, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Provinsi Lampung memberikan kontribusi terbesar terhadap total produksi Indonesia hingga mencapai 28,47%. Peringkat kedua adalah Bangka Belitung (21,78%), diikuti Kalimantan Timur (12,33%). Provinsi sentra produksi lainnya dibawah 7%, sedangkan provinsiprovinsi bukan sentra hanya memberikan kontribusi kurang dari 5% rinci disajikan pada Lampiran 3.3. (Gambar 3.4). Perkembangan produksi lada di provinsi sentra dari tahun 2004-2008 secara

Gambar 3.4. Provinsi sentra produksi lada di Indonesia, (rata-rata 2004-2008) Dari sisi produktivitas, secara umum selama periode 1967-2008 tampak berfluktuasi namun menunjukkan kecenderungan menurun (Gambar 3.5.). Produktivitas lada tertinggi terjadi pada tahun 1968 sebesar 1,09 ton/ha dan terendah pada tahun 1970 dan 2004 yaitu sebesar 0,38 ton/ha.

Gambar 3.5. Perkembangan produktivitas lada di Indonesia, 1967-200836

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Sementara,

apabila

dilihat

berdasarkan

status

pengusahaannya,

produktivitas lada PR ternyata lebih tinggi dibandingkan PBS. Berdasarkan data rata-rata tahun 2004-2008, besarnya produktivitas lada PBS sebesar 0,33 ton/ha sementara pada PR telah mencapai 0,67 ton/ha (Lampiran 3.4.). Perkembangan produktivitas lada periode 2004-2008 di PR relatif tetap, sementara di PBS terjadi peningkatan di tahun 2006 tetapi menurun kembali pada tahun berikutnya (Gambar 3.6.).(Ton/Ha) 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 2004 2005PR

2006PBS

2007Indonesia

2008*)

Gambar 3.6. Perkembangan produktivitas lada di Indonesia menurut status pengusahaan, (rata-rata 2004-2008)

3.2.

PERKEMBANGAN KONSUMSI LADA DI INDONESIAKonsumsi lada oleh rumah tangga di Indonesia bersumber dari hasil Survei

Sosial Ekonomi (SUSENAS) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik setiap 3 tahun sekali, bahkan sejak tahun 2003 dipantau tiap tahun. Perkembangan konsumsi lada perkapita oleh rumah tangga selama tahun 1984-2008 menunjukkan berfluktuasi dan cenderung menurun (Gambar 3.7.). Konsumsi perkapita oleh rumah tangga tertinggi terjadi pada tahun 1996 dan terendah pada tahun 1987. Dilihat dari pertumbuhan rata-rata konsumsi lada perkapita pada tahun 1984-2008 meningkat sebesar% 3,49 per tahun (Lampiran 3.5.).

Pusat Data dan Informasi Pertanian

37

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Gambar 3.7. Perkembangan konsumsi lada di Indonesia, 1984-2008

3.3.

PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR LADA DI INDONESIALada merupakan rempah-rempah yang dibutuhkan dunia sejak lama.

Indonesia merupakan salah satu negara eksportir lada terbesar dunia. Ekspor lada Indonesia umumnya dalam bentuk biji kering dan lebih dari 50% produksi lada dalam negeri ditujukan untuk ekspor. Volume maupun nilai ekspor lada Indonesia sejak tahun 1969 sampai dengan 2008 tampak berfluktuasi (Gambar 3.8.). Ekspor lada tertinggi terjadi pada tahun 2000 dengan volume sebesar 65,01 ribu ton dan nilai sebesar US$ 221,09 juta. Pertumbuhan rata-rata volume ekspor tahun 1969-2008 meningkat sebesar 27,83% per tahun dan nilai ekspornya tumbuh rata-rata 68,04% per tahun (Lampiran 3.6.).

Gambar 3.8. Perkembangan ekspor lada Indonesia, 1969-2008

38

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Meskipun melakukan ekspor, Indonesia juga melakukan impor lada, dengan perkembangan per tahun juga relatif berfluktuasi (Gambar 3.9.). Volume dan nilai impor tertinggi terjadi pada tahun 1998 sebesar 16,49 ribu ton dengan nilai impor sebesar US$ 18,23 juta. Absolut volume impor lada memang tidak sebesar volume ekspor namun dari sisi pertumbuhan rata-ratanya selama tahun 1969-2008 menunjukkan peningkatan yang lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekspornya yaitu meningkat sebesar 338,96% per tahun, sedangkan nilainya sebesar 174,21% per tahun (Lampiran 3.6.).

Gambar 3.9. Perkembangan impor lada di Indonesia, 1969-2008 Sementara neraca perdagangan lada menunjukkan surplus, artinya nilai ekspor lebih besar daripada nilai impornya. Ini menunjukkan bahwa komoditas lada merupakan salah satu komoditas yang berkontribusi terhadap devisa negara meskipun surplusnya cenderung menurun. Surplus tertinggi terjadi pada tahun 2000 sebesar 218,44 juta US$.

3.4.

PERKEMBANGAN LUAS TANAMAN MENGHASILKAN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS LADA DUNIAPerkembangan luas tanaman menghasilkan lada dunia berdasarkan data

FAO periode tahun 1961-2007 terus meningkat, seperti terlihat pada Gambar 3.10. Laju pertumbuhan luas tanaman menghasilkan lada dunia tersebut meningkat rata-rata sebesar 2,89% per tahun. Tampak pada Gambar 3.10. pertumbuhan luas tanaman menghasilkan lada dunia pada periode 1998-2007

Pusat Data dan Informasi Pertanian

39

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

lebih tinggi, besarnya pertumbuhan rata-rata adalah 4,15% per tahun. Hal ini dikarenakan lada tidak hanya sebagai rempah bumbu masakan tetapi juga digunakan sebagai obat dan bahan baku parfum. Pertumbuhan luas tanaman menghasilkan tertinggi terjadi pada tahun 1996 dengan pertumbuhan sebesar 20,95% (Lampiran 3.7.).

Gambar 3.10. Perkembangan luas tanaman menghasilkan lada dunia, 1961-2007 Perkembangan produksi lada dunia sejalan dengan luas tanaman menghasilkan yaitu cenderung meningkat, seperti terlihat pada Gambar 3.11. Berdasarkan data FAO, selama tahun 1961-2007 produksi lada dunia meningkat sebesar 5,03% per tahun. Produksi lada dunia tertinggi selama satu dekade terakhir terjadi pada tahun 2006 sebesar 439,14 ribu ton (Lampiran 3.7.)

Gambar 3.11. Perkembangan produksi lada dunia, 1961-2007

40

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Berdasarkan data rata-rata produksi lada dunia tahun 2003-2007, negara produsen lada terbesar dunia urutan pertama adalah Indonesia, diikuti kemudian India, Vietnam dan Brazil. Keempat negara tersebut memberikan kontribusi produksi lada dunia hingga 73%, masing-masing negara memberikan kontribusi produksi lada antara 17% hingga 18,73% (Gambar 3.12.). Secara rinci produksi lada tahun 2003-2007 di negara-negara produsen lada dunia disajikan pada Lampiran 3.8.

Gambar 3.12. Negara produsen lada terbesar dunia, (Rata-rata 2003-2007)

Gambar 3.13. Perkembangan produktivitas lada dunia, 1961-2007 Perkembangan produktivitas lada dunia selama tahun 19612007, tampak berfluktuasi namun cenderung meningkat sebesar 1,90% per tahun (Gambar 3.13). Pertumbuhan produktivitas lada dunia tertinggi terjadi pada tahun 1962 yaitu meningkat sebesar 39,54%, sementara pertumbuhan produktivitaws lada

Pusat Data dan Informasi Pertanian

41

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

dunia tahun 1998-2007 meningkat sebesar 2,45% per tahun (Lampiran 3.7). Produktivitas rata-rata lada dunia lima tahun terakhir (2003-2007) telah mencapai 847,64 kg/ha.

3.5.

PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR LADA DUNIAPerkembangan ekspor-impor lada dunia relatif seimbang antara volume

ekspor dan volume impornya, seperti yang tersaji pada Gambar 3.14. Pada periode tahun 1961-2007, pertumbuhan rata-rata volume ekspor lada dunia meningkat 3,54% per tahun, sedikit lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ratarata volume impor lada dunia yaitu meningkat 3,08% per tahun (Lampiran 3.9).

Gambar 3.14. Perkembangan volume ekspor dan impor lada dunia, 2003-2007

Hal yang menarik dari ekspor dan impor lada dunia adalah negara-negara eksportir dan negara importir. Berdasarkan data volume ekspor lada dunia dari FAO (2003-2007), Vietnam merupakan negara eksportir tertinggi dunia dengan kontribusi sebesar 31,94% dan volume sebesar 98,38 ribu ton. Diikuti kemudian oleh Brazil pada urutan kedua dengan kontribusi sebesar 13,07% dan volume ekspor lada 40,26 ribu ton, dan Indonesia pada urutan ketiga dengan kontribusi sebesar 12,58% dan volume ekspor lada 38,77 ribu ton (Gambar 3.15). Ketiga negara ini memberikan kontribusi ekspor lada dunia sebesar 57,59% terhadap

42

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

total ekspor lada dunia. Secara rinci volume ekspor tahun 2003-2007 dari beberapa negara eksportir lada dunia disajikan pada Lampiran 3.10.

Gambar 3.15. Negara eksportir lada terbesar dunia, (rata-rata 2003-2007) Sementara itu, negara-negara importir lada dunia adalah seperti tampak pada Gambar 3.16. Negara pengimpor lada terbesar dunia adalah USA yang memberikan kontribusi sebesar 23,44% terhadap total volume impor lada dunia dengan realisasi impor sebesar 66,25 ribu ton. Negara berikutnya adalah Germany yang memberikan kontribusi sebesar 9,25% (26,14 ribu ton), diikuti India pada urutan ketiga dengan kontribusi sebesar 5,61% (15,87 ribu ton). Negara berikutnya hanya memberikan kontribusi dibawah 5,5% terhadap total volume impor lada dunia. Secara rinci kontribusi beberapa negara importir lainnya disajikan pada Lampiran 3.11.

Gambar 3.16. Negara importir lada terbesar dunia, (rata-rata 2003-2007)

Pusat Data dan Informasi Pertanian

43

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

3.6.

PROYEKSI PENAWARAN LADA 2009-2011Sebagian besar produksi lada Indonesia diperuntukkan ekspor, sehingga

proyeksi penawaran lada berdasarkan perilaku harga ekspor dan luas areal lada. Berdasarkan fungsi respons dengan menggunakan model regresi berganda diperoleh informasi bahwa produksi lada Indonesia dipengaruhi oleh luas areal lada (t) dan harga ekspor 3 tahun sebelumnya (t-3). Koefisien determinasi dari fungsi respons diperoleh sebesar 94,10% yang menunjukkan bahwa peubahpeubah yang digunakan dalam model dapat menjelaskan keragaman model produksi lada sebesar 94,10%. Secara rinci hasil fungsi respon produksi lada disajikan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Hasil analisis fungsi respons produksi lada di Indonesia Peubah Konstanta Luas Areal Harga Ekspor (t-3) R2 = 94,10% ; Koefisien 13682 0,3044 3,1502 p-value 0,00 0,00 0,00

Prob(F-stat) = 0,00

Tabel 3.1. menunjukkan bahwa produksi lada dipengaruhi oleh luas areal secara positif sebesar 0,3044, artinya setiap kenaikan luas areal tahun tersebut sebesar satu satuan, akan meningkatkan produksi lada sebesar 0,3044 satuan. Sedangkan bila harga ekspor 3 tahun sebelumnya meningkat satu satuan maka akan meningkatkan produksi lada pada tahun ke-t sebesar 3,1502 satuan. Dengan fungsi penawaran tersebut, produksi lada di Indonesia diproyeksikan akan meningkat selama periode tahun 2009-2011. Tahun 2009 diperkirakan produksi lada di Indonesia mencapai 79,41 ribu ton dan akan terus meningkat hingga mencapai 85,97 ribu ton pada tahun 2011 dengan rata-rata peningkatan sebesar 2,59% per tahun (Tabel 3.2.).

44

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Tabel 3.2. Hasil proyeksi produksi lada di Indonesia, 2009-2011 Tahun 2008*) 2009 2010 2011 Produksi (Ton) 79.726 79.409 84.671 85.969 -0,40 6,63 1,53 2,59 Pertumbuhan (%)

Rata-rata pertumbuhan (%)

Keterangan: *) Angka Sementara dari Ditjen Perkebunan

3.7.

PROYEKSI PERMINTAAN LADA 2009-2011Proyeksi permintaan lada didekati dari permintaan untuk memenuhi

konsumsi perkapita oleh rumah tangga serta permintaan untuk ekspor. Data konsumsi per kapita diperoleh dari hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS) yang dilakukan setiap 3 tahun sekali dikalikan dengan jumlah penduduk. Tahun-tahun dimana tidak ada survei dihitung dengan interpolasi. Sementara, data ekspor diolah dari data yang dipublikasikan oleh BPS. Pemodelan proyeksi permintaan lada untuk konsumsi menggunakan pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing) dengan MAPE sebesar 12,52. Sedangkan proyeksi permintaan untuk ekspor menggunakan pemulusan tunggal dengan nilai MAPE sebesar 86. Dari hasil pemodelan tersebut pada periode tahun 2009 2011 total permintaan lada Indonesia diproyeksikan akan sedikit menurun dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 1,88% per tahun. Secara absolut, total permintaan lada pada tahun 2009 diperkirakan akan mencapai 75,46 ribu ton dan akan meningkat lagi hingga mencapai 76,90 ribu ton pada tahun 2010 dan 78,32 ribu ton pada tahun 2011. Hasil proyeksi permintaan lada oleh rumah tangga serta permintaan untuk disajikan pada Tabel 3.3.

Pusat Data dan Informasi Pertanian

45

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Tabel 3.3. Proyeksi total permintaan lada di Indonesia, 2009-2011 Konsumsi rumah tangga (Ton) 30.896 30.780 32.226 33.646 Permintaan untuk ekspor (Ton) 52.407 44.678 44.678 44.678 Total permintaan (Ton) 83.303 75.458 76.904 78.324 -9,42 1,92 1,85 -1,88 Pertumbuhan (%)

Tahun 2008 2009 2010 2011

Rata-rata pertumbuhan (%/tahun)

3.8.

PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT LADA 2009-2011Berdasarkan atas proyeksi penawaran dan total permintaan lada selama

periode tahun 2009 2011, maka dapat dihitung defisit/surplus ketersediaan lada di Indonesia seperti tersaji pada Tabel 3.4. Dari Tabel 3.4. ternyata masih terjadi surplus lada sebesar 3,95 ribu ton pada tahun 2009 dan meningkat menjadi 7,77 ribu ton pada tahun 2010, dan sedikit menurun menjadi 7,64 ribu ton pada tahun 2011. Tabel 3.4. Tahun 2009 2010 2011 Pertumb.(%) Proyeksi surplus/defisit lada di Indonesia, 2009-2011 Penawaran (Ton) 79.409 84.671 85.969 2,59 Permintaan (Ton) 75.458 76.904 78.324 -1,88 Suplus/Defisit (Ton) 3.951 7.767 7.645

46

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Lampiran 3.1. Perkembangan Luas Areal Lada Indonesia Menurut Status Pengusahaannya, 1967 2008Tahun PR (Ha) Pertumb. (%) 13.17 -6.66 12.40 13.10 -10.07 0.99 5.65 4.44 5.37 4.32 14.70 -1.65 7.86 12.13 0.47 1.44 3.69 -1.52 1.74 30.50 0.76 7.92 10.69 -0.67 0.13 2.67 -2.23 5.58 -5.95 -12.14 17.96 4.31 10.03 23.63 9.73 0.17 -1.41 -4.69 0.40 -1.83 0.91 4.34 3.96 5.38 166 149 212 (Ha) 0 0 0 0 3 3 0 0 0 0 58 180 244 244 188 109 116 19 16 10 15 83 145 184 243 494 590 488 402 340 306 380 320 318 318 296 236 236 191 32 4 4 PBS Pertumb. (%) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 210.34 35.56 0.00 -22.95 -42.02 6.42 -83.62 -15.79 -37.50 50.00 453.33 74.70 26.90 32.07 103.29 19.43 -17.29 -17.62 -15.42 -10.00 24.18 -15.79 -0.63 0.00 -6.92 -20.27 0.00 -19.07 -83.25 -87.50 0.00 13.19 24.99 -19.02 (Ha) 37,954 42,954 40,093 45,063 50,968 45,834 46,286 48,903 51,074 53,817 56,200 64,577 63,576 68,554 76,782 77,064 78,182 80,968 79,736 81,115 105,857 106,730 115,235 127,582 126,783 127,200 130,676 127,673 134,689 126,632 111,263 131,265 136,842 150,531 186,022 204,068 204,364 201,484 191,992 192,604 189,054 190,777 109,050 83,069 179,909 Indonesia Pertumb. (%) 13.17 -6.66 12.40 13.10 -10.07 0.99 5.65 4.44 5.37 4.43 14.91 -1.55 7.83 12.00 0.37 1.45 3.56 -1.52 1.73 30.50 0.82 7.97 10.71 -0.63 0.33 2.73 -2.30 5.50 -5.98 -12.14 17.98 4.25 10.00 23.58 9.70 0.15 -1.41 -4.71 0.32 -1.84 0.91 4.34 3.97 5.36

37,954 1967 42,954 1968 40,093 1969 1970 45,063 1971 50,965 1972 45,831 1973 46,286 1974 48,903 1975 51,074 1976 53,817 1977 56,142 1978 64,397 1979 63,332 1980 68,310 1981 76,594 1982 76,955 1983 78,066 1984 80,949 1985 79,720 1986 81,105 1987 105,842 1988 106,647 1989 115,090 1990 127,398 1991 126,540 1992 126,706 1993 130,086 1994 127,185 1995 134,287 1996 126,292 1997 110,957 1998 130,885 1999 136,522 2000 150,213 2001 185,704 2002 203,772 2003 204,128 2004 201,248 2005 191,801 2006 192,572 2007 189,050 2008*) 190,773 Rata-rata pertumbuhan (%) 1967-2008 108,884 1967-1997 82,920 1998-2008 179,697Sumber : Ditjen Perkebunan Keterangan :

PR = Perkebunan Rakyat *) = Angka Sementara

PBS = Perkebunan Besar Swasta

Pusat Data dan Informasi Pertanian

47

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Lampiran 3.2. Perkembangan produksi lada Indonesia menurut status pengusahaannya, 1967 2008Tahun PR (Ton) Pertumb. (%) 182.82 -63.42 0.87 54.81 15.55 -7.44 -3.57 -16.58 60.70 16.11 7.81 -29.92 13.21 8.76 -0.53 15.59 0.60 -12.02 14.45 6.23 32.49 3.93 2.99 -10.55 3.85 1.21 -17.84 9.07 -11.50 -10.44 38.21 -5.13 12.75 18.86 9.92 0.61 -15.10 1.71 -0.96 -4.38 7.55 8.08 8.91 5.82 (Ton) 0 0 0 0 5 1 0 0 0 0 3 24 23 23 23 48 51 2 2 5 15 21 25 49 70 128 113 91 108 88 64 69 62 124 110 84 96 49 56 12 2 1 40 33 60 PBS Pertumb. (%) 0.00 0.00 0.00 0.00 -80.00 -100.00 0.00 0.00 0.00 0.00 700.00 -4.17 0.00 0.00 108.70 6.25 -96.08 0.00 150.00 200.00 40.00 19.05 96.00 42.86 82.86 -11.72 -19.47 18.68 -18.52 -27.27 7.81 -10.14 100.00 -11.29 -23.64 14.29 -48.96 14.29 -78.57 -83.33 -50.00 22.87 36.91 -15.41 Indonesia (Ton) 16,500 46,730 17,135 17,284 26,721 30,866 28,575 27,557 22,999 36,919 42,856 46,200 32,396 36,668 39,875 39,664 45,839 46,113 40,579 46,433 49,321 65,322 67,889 69,915 62,544 64,951 65,734 54,017 58,912 52,145 46,709 64,534 61,227 69,028 82,033 90,162 90,709 77,024 78,337 77,586 74,194 79,790 53,012 44,296 76,784 Pertumb. (%) 183.21 -63.33 0.87 54.60 15.51 -7.42 -3.56 -16.54 60.52 16.08 7.80 -29.88 13.19 8.75 -0.53 15.57 0.60 -12.00 14.43 6.22 32.44 3.93 2.98 -10.54 3.85 1.21 -17.82 9.06 -11.49 -10.42 38.16 -5.12 12.74 18.84 9.91 0.61 -15.09 1.70 -0.96 -4.37 7.54 8.08 8.91 5.81

16,500 1967 46,665 1968 17,070 1969 1970 17,219 1971 26,656 1972 30,801 1973 28,510 1974 27,492 1975 22,934 1976 36,854 1977 42,791 1978 46,135 1979 32,331 1980 36,603 1981 39,810 1982 39,599 1983 45,774 1984 46,048 1985 40,514 1986 46,368 1987 49,256 1988 65,257 1989 67,824 1990 69,850 1991 62,479 1992 64,886 1993 65,669 1994 53,952 1995 58,847 1996 52,080 1997 46,644 1998 64,469 1999 61,162 2000 68,963 2001 81,968 2002 90,097 2003 90,644 2004 76,959 2005 78,272 2006 77,521 2007 74,129 2008*) 79,725 Rata-rata pertumbuhan (%) 1967-2008 52,947 1967-1997 44,231 1998-2008 76,719Sumber : Ditjen Perkebunan Keterangan :

PR = Perkebunan Rakyat PBN = Perkebunan Besar Negara

PBS = Perkebunan Besar Swasta *) = Angka Sementara

48

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Lampiran 3.3. Perkembangan produksi lada pada provinsi sentra di Indonesia, 2004 2008Produksi (Ton) No Provinsi 2004 1 Lampung 2 Babel 3 Kaltim 4 Sulsel 5 Kalbar 6 Kalteng 7 Lainnya TotalSumber Keterangan

2005 24,011 16,398 9,280 5,182 4,182 5,793 13,426 78,272

2006 21,573 16,292 9,962 5,817 5,261 4,395 14,221 77,521

2007 21,592 13,856 10,336 5,558 4,745 2,927 15,115 74,129

2008*) 22,964 14,736 11,267 6,080 5,172 3,191 16,315 79,725

Rata -rata (Ton) 22,070 16,884 9,560 5,397 4,727 4,582 14,301 77,521

Share (%) 28.47 21.78 12.33 6.96 6.10 5.91 18.45

Share Kumulatif (%) 28.47 50.25 62.58 69.55 75.64 81.55 100.00

20,211 23,140 6,957 4,350 4,273 6,602 12,426 77,959

: Ditjen Perkebunan, diolah Pusdatin : *) angka sementara

Lampiran 3.4. Perkembangan luas tanaman menghasilkan, produksi dan produktivitas lada Indonesia menurut status pengusahaan, 2004 2008PR Tahun TM (Ha) 2004 2005 2006 2007 2008*)Rata-rata Sumber

PBS Produktivitas (Ton/Ha) 0.66 0.69 0.67 0.66 0.680.67

Indonesia Produktivitas (Ton/Ha) 0.26 0.33 0.57 0.25 0.250.33

Produksi (Ton) 76,959 78,272 77,521 74,129 79,72577,321

TM (Ha) 187 170 21 4 477

Produksi (Ton) 49 56 12 1 124

TM (Ha) 116,366 113,792 116,002 113,002 117,509115,334

Produksi (Ton) 77,008 78,328 77,533 74,130 79,72677,345

Produktivitas (Ton/Ha) 0.66 0.69 0.67 0.66 0.680.67

116,179 113,622 115,981 112,998 117,505115,257 : Ditjen Perkebunan

Keterangan

: PR = Perkebunan Rakyat *) = Angka Sementara

PBS = Perkebunan Besar Swasta

Pusat Data dan Informasi Pertanian

49

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Lampiran 3.5. Perkembangan konsumsi lada per kapita di Indonesia, 1984-2008

Tahun 1984 1985*) 1986*) 1987 1988*) 1989*) 1990 1991*) 1992*) 1993 1994*) 1995*) 1996 1997*) 1998*) 1999 200*) 2001*) 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 1984-2008Sumber

Konsumsi (Ons/kapita) 0.78 0.70 0.63 0.57 0.67 0.79 0.94 1.07 1.23 1.40 1.49 1.57 1.66 1.35 1.09 0.88 1.01 1.14 1.30 0.94 0.99 1.20 1.25 1.56 1.35

Pertumbuhan (%) -9.82 -9.82 -9.82 17.84 17.84 17.84 14.47 14.47 14.47 5.83 5.83 5.83 -19.01 -19.01 -19.01 13.72 13.72 13.72 -28.00 5.56 21.05 4.35 25.00 -13.33 3.49

Rata-rata pertumbuhan (%): BPS, diolah Pusdatin

Keterangan : *) Hasil Interpolasi

50

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Lampiran 3.6. Perkembangan ekspor, impor dan neraca perdagangan lada Indonesia, 1969 - 2008Volume (Ton) Ekspor Pertb.(%) Impor 0 0 0 0 0 0 92 128 7 5 0 2 11 4 4 3 7 1 6 1 3 198 11 17 27 15 29 29 1,034 16,485 528 707 3,309 2,283 249 343 844 2,339 1,040 1,255 Pertb.(%) Ekspor 54 3,169 24,813 21,486 28,942 24,306 22,866 47,020 64,955 68,672 46,582 50,106 47,151 44,878 52,228 64,293 78,418 136,953 148,711 144,597 110,978 80,575 66,820 62,406 4,604 78,636 155,430 98,864 163,144 188,917 191,241 221,090 100,507 89,197 93,445 55,637 58,437 77,258 131,662 185,701 Nilai (000 US$) Pertb.(%) Impor 0 0 0 0 0 0 28 58 14 15 0 4 31 11 13 11 88 5 81 4 8 17 22 39 37 41 60 93 2,076 18,233 404 2,654 4,301 3,120 174 333 518 991 414 918 Neraca Pertb.(%) (000 US$) 3,169 24,813 21,486 28,942 24,306 22,838 46,962 64,941 68,657 46,582 50,102 47,120 44,867 52,215 64,282 78,330 136,948 148,630 144,593 110,970 80,558 66,798 62,367 4,567 78,595 155,370 98,771 161,068 170,684 190,837 218,436 96,206 86,077 93,271 55,304 57,919 76,267 131,248 184,783

Tahun

1969 336 1970 2,575 1971 23,529 1972 24,919 1973 24,876 1974 15,858 1975 15,245 1976 30,831 1977 30,856 1978 37,038 1979 24,955 1980 29,680 1981 33,996 1982 36,327 1983 45,086 1984 33,819 1985 26,203 1986 29,566 1987 29,996 1988 41,575 1989 42,852 1990 48,442 1991 50,300 1992 62,317 1993 27,689 1994 36,045 1995 57,781 1996 36,848 1997 33,386 1998 38,724 1999 36,293 2000 65,011 2001 53,639 2002 63,214 2003 51,546 2004 34,364 2005 34,531 2006 36,953 2007 38,156 2008 52,407 Rata-rata pertumbuhan (%) 1969-2008 1969-1987 1988-2008

813.75 5.91 -0.17 -36.25 -3.87 102.24 0.08 20.04 -32.62 18.93 14.54 6.86 24.11 -24.99 -22.52 12.83 1.45 38.60 3.07 13.04 3.84 23.89 -55.57 30.18 60.30 -36.23 -9.40 15.99 -6.28 79.13 -17.49 17.85 -18.46 -33.33 0.49 7.01 3.26 37.35 27.83 36.00 7.77

0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 39.13 -94.53 -28.57 -100.00 0.00 450.00 -63.64 0.00 -25.00 133.33 -85.71 500.00 -83.33 200.00 6500.00 -94.44 54.55 58.82 -44.44 93.33 0.00 3465.52 1494.29 -96.80 33.90 368.03 -31.01 -89.09 37.75 146.06 177.13 -55.54 20.69 338.96 402.78 182.31

682.99 -13.41 34.70 -16.02 -5.92 105.63 38.14 5.72 -32.17 7.57 -5.90 -4.82 16.38 23.10 21.97 74.64 8.59 -2.77 -23.25 -27.40 -17.07 -6.61 -92.62 1607.99 97.66 -36.39 65.02 15.80 1.23 15.61 -54.54 -11.25 4.76 -40.46 5.03 32.21 70.42 41.04 68.04 92.81 7.26

0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 107.14 -75.86 7.14 -100.00 0.00 675.00 -64.52 18.18 -15.38 700.00 -94.32 1520.00 -95.06 100.00 112.50 29.41 77.27 -5.13 10.81 46.34 55.00 2132.26 778.28 -97.78 556.93 62.06 -27.46 -94.42 91.38 55.56 91.31 -58.22 121.73 174.21 190.40 134.49

Sumber : BPS dan Ditjen Perkebunan, diolah Pusdatin

Pusat Data dan Informasi Pertanian

51

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Lampiran 3.7. Perkembangan luas tanaman menghasilkan, produksi dan produktivitas lada dunia, 1961 2007Luas TM Tahun (Ha) Pertumb. (%) 11.95 1.86 -0.32 -7.20 20.95 -2.78 6.97 -3.09 -1.26 4.11 -2.32 2.90 0.31 -1.31 3.05 2.45 -8.46 15.32 1.62 2.57 -0.85 0.60 -0.71 -1.35 10.21 6.49 16.20 8.16 4.86 0.57 0.56 3.26 -2.43 0.46 4.35 -6.21 3.24 18.18 -4.82 9.51 4.55 -3.17 10.14 0.13 4.17 -0.44 2.89 2.54 4.15 Produksi (Ton) 71,318 111,403 116,426 103,303 74,442 100,418 88,686 127,549 102,615 102,611 110,391 114,039 121,567 128,361 127,045 156,081 154,930 168,612 168,164 178,582 161,331 165,976 151,937 154,151 141,914 169,372 172,043 229,098 249,622 287,938 282,387 240,677 242,250 223,319 237,141 239,310 235,534 254,968 295,704 310,596 354,684 384,771 396,709 417,587 432,740 439,143 437,690 Pertumb. (%) 56.21 4.51 -11.27 -27.94 34.89 -11.68 43.82 -19.55 0.00 7.58 3.30 6.60 5.59 -1.03 22.85 -0.74 8.83 -0.27 6.20 -9.66 2.88 -8.46 1.46 -7.94 19.35 1.58 33.16 8.96 15.35 -1.93 -14.77 0.65 -7.81 6.19 0.91 -1.58 8.25 15.98 5.04 14.19 8.48 3.10 5.26 3.63 1.48 -0.33 5.03 4.62 6.51 Produktivitas (Kg/Ha) 465.49 649.53 666.42 593.22 460.65 513.75 466.69 627.48 520.90 527.53 545.14 576.56 597.32 628.78 630.62 751.79 728.43 866.03 748.95 782.69 689.36 715.27 650.85 665.05 620.66 672.13 641.12 734.71 740.17 814.18 793.96 672.91 655.93 619.76 655.12 633.54 664.86 697.11 684.10 754.92 787.18 816.81 869.71 831.18 860.25 838.05 839.00 Pertumb. (%) 39.54 2.60 -10.98 -22.35 11.53 -9.16 34.45 -16.99 1.27 3.34 5.76 3.60 5.27 0.29 19.22 -3.11 18.89 -13.52 4.51 -11.92 3.76 -9.01 2.18 -6.67 8.29 -4.61 14.60 0.74 10.00 -2.48 -15.25 -2.52 -5.52 5.71 -3.29 4.94 4.85 -1.87 10.35 4.27 3.76 6.48 -4.43 3.50 -2.58 0.11 1.90 1.75 2.45

1961 153,209 1962 171,513 1963 174,703 1964 174,140 1965 161,602 1966 195,461 1967 190,031 1968 203,271 1969 196,994 1970 194,511 1971 202,499 1972 197,791 1973 203,520 1974 204,143 1975 201,462 1976 207,613 1977 212,691 1978 194,696 1979 224,533 1980 228,163 1981 234,030 1982 232,048 1983 233,443 1984 231,787 1985 228,649 1986 251,992 1987 268,346 1988 311,819 1989 337,248 1990 353,655 1991 355,667 1992 357,667 1993 369,321 1994 360,334 1995 361,982 1996 377,735 1997 354,261 1998 365,750 1999 432,254 2000 411,431 2001 450,576 2002 471,067 2003 456,141 2004 502,401 2005 503,038 2006 524,008 2007 521,681 Rata-rata pertumbuhan (%) 1961-2007 1961-1997 1998-2007Sumber :FAO

52

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Lampiran 3.8. Negara produsen lada terbesar dunia, 2003 - 2007Produksi (Ton) 2003 90,709 64,000 68,600 67,197 21,680 84,523 396,709 2004 77,024 73,190 73,400 65,800 22,180 105,993 417,587 2005 78,337 73,020 80,300 79,102 22,680 99,301 432,740 2006 77,586 92,900 82,200 80,316 24,200 81,941 439,143 2007 74,194 93,000 82,000 77,464 26,000 85,032 437,690 Rata-rata 79,570 79,222 77,300 73,976 23,348 91,358 424,774 Share Kumulatif (%) 18.73 37.38 55.58 73.00 78.49 100.00

No

Negara Indonesia India Viet Nam Brazil China Lainnya Dunia

Share (%) 18.73 18.65 18.20 17.42 5.50 21.51

1 2 3 4 5 6

Sumber : FAO, diolah Pusdatin

Pusat Data dan Informasi Pertanian

53

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Lampiran 3.9. Perkembangan ekspor-impor lada dunia, 1961 2007Ekspor Volume Pertumb. (Ton) (%) 1961 81,527 1962 84,490 3.63 1963 95,884 13.49 1964 77,933 -18.72 1965 93,836 20.41 1966 92,325 -1.61 1967 128,432 39.11 1968 132,736 3.35 1969 119,247 -10.16 1970 103,357 -13.33 1971 125,064 21.00 1972 130,508 4.35 1973 124,049 -4.95 1974 126,852 2.26 1975 130,394 2.79 1976 154,557 18.53 1977 145,164 -6.08 1978 176,649 21.69 1979 163,020 -7.72 1980 166,547 2.16 1981 174,601 4.84 1982 167,955 -3.81 1983 165,635 -1.38 1984 165,175 -0.28 1985 144,520 -12.50 1986 177,051 22.51 1987 166,441 -5.99 1988 172,364 3.56 1989 208,029 20.69 1990 208,195 0.08 1991 229,907 10.43 1992 242,552 5.50 1993 206,293 -14.95 1994 214,146 3.81 1995 224,737 4.95 1996 242,088 7.72 1997 240,795 -0.53 1998 217,793 -9.55 1999 248,694 14.19 2000 255,474 2.73 2001 269,591 5.53 2002 324,803 20.48 2003 292,443 -9.96 2004 300,896 2.89 2005 311,023 3.37 2006 332,199 6.81 2007 303,697 -8.58 Rata-rata pertumbuhan (%) 1961-2007 3.54 1961-1990 4.07 1991-2007 2.64Sumber : FAO, diolah Pusdatin

Impor Volume Pertumb. Nilai US$ Pertumb. (Ton) (%) 000) (%) 81,341 76,274 81,315 -0.03 62,194 -18.46 96,354 18.49 63,051 1.38 79,879 -17.10 55,180 -12.48 85,371 6.88 73,273 32.79 83,172 -2.58 73,750 0.65 105,395 26.72 74,182 0.59 105,942 0.52 67,765 -8.65 111,560 5.30 77,604 14.52 101,346 -9.16 92,724 19.48 117,252 15.69 110,743 19.43 120,041 2.38 111,134 0.35 116,345 -3.08 139,571 25.59 122,414 5.22 192,107 37.64 126,372 3.23 201,413 4.84 144,820 14.60 228,877 13.64 144,943 0.08 307,444 34.33 163,833 13.03 347,042 12.88 164,908 0.66 332,744 -4.12 161,579 -2.02 310,974 -6.54 167,929 3.93 267,131 -14.10 154,147 -8.21 219,998 -17.64 165,908 7.63 241,823 9.92 161,846 -2.45 335,286 38.65 159,459 -1.47 467,995 39.58 172,342 8.08 720,907 54.04 158,451 -8.06 747,403 3.68 174,120 9.89 657,669 -12.01 196,396 12.79 525,192 -20.14 204,456 4.10 402,427 -23.38 218,815 7.02 328,000 -18.49 203,436 -7.03 265,261 -19.13 193,981 -4.65 287,984 8.57 214,167 10.41 444,421 54.32 211,464 -1.26 562,140 26.49 222,468 5.20 568,232 1.08 232,065 4.31 836,165 47.15 199,650 -13.97 940,023 12.42 238,557 19.49 1,081,730 15.07 250,894 5.17 1,000,915 -7.47 229,927 -8.36 560,611 -43.99 261,875 13.89 485,757 -13.35 271,888 3.82 530,845 9.28 278,938 2.59 516,748 -2.66 282,773 1.37 515,518 -0.24 301,621 6.67 637,324 23.63 277,830 -7.89 943,462 48.03 3.08 3.62 2.17 7.98 7.81 8.28

Tahun

Nilai US$ Pertumb. 000) (%) 71,338 60,044 -15.83 58,913 -1.88 50,871 -13.65 72,208 41.94 74,870 3.69 77,901 4.05 76,655 -1.60 78,180 1.99 92,662 18.52 117,085 26.36 112,483 -3.93 143,555 27.62 193,317 34.66 197,003 1.91 233,630 18.59 303,305 29.82 348,819 15.01 307,433 -11.86 290,670 -5.45 244,129 -16.01 209,225 -14.30 216,859 3.65 326,348 50.49 431,679 32.28 728,460 68.75 761,754 4.57 567,918 -25.45 499,140 -12.11 362,900 -27.29 304,328 -16.14 271,928 -10.65 293,919 8.09 451,667 53.67 579,362 28.27 570,614 -1.51 912,501 59.92 1,014,810 11.21 1,142,172 12.55 1,009,960 -11.58 522,978 -48.22 539,422 3.14 533,892 -1.03 521,708 -2.28 528,599 1.32 710,260 34.37 1,039,084 46.30 8.74 8.09 9.85

54

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Lampiran 3.10. Negara eksportir lada terbesar dunia, 2003 2007

No 1 2 3 4 5 6 7

Negara

Volume ekspor (Ton) 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata

Share (%)

Share Kumulatif (%)

Viet Nam Brazil Indonesia India Malaysia SingaporeLainnya

73,900 38,972 51,546 15,319 18,346 23,267 71,093 292,443

111,000 43,003 32,364 15,429 19,788 17,659 61,653 300,896

109,000 38,424 34,531 21,470 18,097 12,190 77,311 311,023

115,000 42,200 36,953 35,499 16,610 15,231 70,706 332,199

83,000 38,679 38,447 47,464 15,165 16,007 64,935 303,697

98,380 40,256 38,768 27,036 17,601 16,871 69,140 308,052

31.94 13.07 12.58 8.78 5.71 5.48 22.44

31.94 45.00 57.59 66.37 72.08 77.56 100.00

Dunia

Sumber : FAO, diolah Pusdatin

Lampiran 3.11. Negara importir lada terbesar dunia, 2003 2007

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Negara

Volume impor (Ton) 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata

Share (%)

Share Kumulatif (%)

USA Germany India Netherlands Singapore France Japan Russian Inggris Dunia

63,868 22,996 14,584 18,936 11,350 10,479 8,579 6,956 5,846 108,294 271,888

65,990 27,459 15,695 14,226 10,316 8,693 8,146 7,698 5,464 115,251 278,938

66,895 22,731 18,858 13,183 12,936 9,210 8,993 9,356 6,840 113,771 282,773

70,539 26,031 16,897 15,409 15,847 9,439 9,208 10,099 9,105 119,047 301,621

63,941 31,460 13,301 14,745 13,154 8,656 9,108 7,473 7,201 108,791 277,830

66,247 26,135 15,867 15,300 12,721 9,295 8,807 8,316 6,891 113,031 282,610

23.44 9.25 5.61 5.41 4.50 3.29 3.12 2.94 2.44 40.00

23.44 32.69 38.30 43.72 48.22 51.51 54.62 57.57 60.00 100.00

10 Lainnya

Sumber : FAO, diolah Pusdatin

Pusat Data dan Informasi Pertanian

55

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

BAB IV. TEHTeh (Camellia sinensis) merupakan salah satu komoditi utama komoditas perkebunan yang sudah dikenal masyarakat sejak zaman Hindia Belanda. Teh dikenal di Indonesia sejak tahun 1686 ketika seorang Belanda bernama Dr. Andreas Cleyer membawanya ke Indonesia yang pada saat itu penggunaannya hanya sebagai tanaman hias. Baru pada tahun 1728, pemerintah Belanda mulai memperhatikan Teh dengan mendatangkan biji-biji Teh secara besar-besaran dari Cina untuk dibudayakan di pulau Jawa. Usaha tersebut tidak terlalu berhasil dan baru berhasil setelah pada tahun 1824 Dr. Van Siebold seorang ahli bedah tentara Hindia Belanda yang pernah melakukan penelitian alam di Jepang mempromosikan usaha pembudidayaan dengan bibit Teh dari Jepang. Usaha perkebunan Teh pertama dipelopori oleh Jacobson pada tahun 1828 dan sejak itu menjadi komoditas yang menguntungkan pemerintah Hindia Belanda, sehingga pada masa pemerintahan Gubernur Van Den Bosh, Teh menjadi salah satu tanaman yang harus ditanam rakyat melalui politik Tanam Paksa (Culture Stetsel). Pada masa kemerdekaan, usaha perkebunan dan perdagangan Teh diambil alih oleh pemerintah RI. Melalui sejarah yang panjang, perkebunan teh dibudidayakan dan dikelola oleh perusahaan negara, perusahaan swasta, maupun PR (Anonim, 2007a). Tanaman teh umumnya ditanam di perkebunan, dipanen secara manual, dan dapat tumbuh pada ketinggian 200 - 2.300 m dpl. Teh berasal dari kawasan India bagian Utara dan Cina Selatan. Ada dua kelompok varietas teh yang terkenal, yaitu varietas assamica yang berasal dari Assam dan varietas sinensis yang berasal dari Cina. Varietas assamica daunnya agak besar dengan ujung yang runcing, sedangkan varietas sinensis daunnya lebih kecil dan ujungnya agak tumpul. Pohonnya kecil karena seringnya pemangkasan maka tampak seperti perdu. Bila tidak dipangkas, akan tumbuh kecil ramping setinggi 5 - 10 m, dengan bentuk tajuk seperti kerucut (Anonim, 2007b).

Pusat Data dan Informasi Pertanian

57

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Untuk mengetahui sejauh mana prospek komoditas teh dalam mendukung sektor pertanian di Indonesia, berikut ini akan disajikan perkembangan teh serta proyeksi penawaran dan permintaan teh untuk beberapa tahun ke depan.

4.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TEH DI INDONESIAPerkembangan luas areal teh di Indonesia pada periode tahun 1970-2009 cenderung mengalami peningkatan (Gambar 4.1) dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 0,37%. Pertumbuhan positif luas areal teh terjadi pada periode 19701998 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 1,20%, sedangkan periode sesudahnya mengalami penurunan rata-rata luas areal sebesar 1,72%. Penurunan luas areal teh yang cukup tinggi terjadi pada tahun 1971 dengan penurunan sebesar 12,07%. Sementara itu peningkatan luas areal teh terbesar terjadi pada tahun 1998 yakni sebesar 10,42% (Lampiran 4.1).

Gambar 4.1. Perkembangan luas areal teh Indonesia menurut status pengusahaan, 1970 2009 Perkembangan komposisi luas areal teh berdasarkan status pengusahaan pada periode tahun 1970-1979 sebagian besar merupakan Perusahaan Besar Negara (PBN) dengan rata-rata kontribusi sebesar 38,71%, diikuti Perkebunan Rakyat (PR) 36,20% dan sisanya merupakan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Tetapi setelah periode tersebut, PR justru lebih mendominasi, diikuti PBN dan PBS.58 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Pada periode 1980-2009, luas areal PR mampu menggeser dominasi PBN dengan memberikan kontribusi sebesar 42,40%, sedangkan PBN dan PBS memberikan kontribusi masing-masing sebesar 34,02% dan 23,58%. Untuk kondisi tahun 2009 (angka estimasi) luas areal teh PR sebesar 61.235 ha (47,25%), PBN 38.119 ha (29,47%) dan PBS sebesar 30.165 ha (23,28%). Secara rinci perkembangan komposisi luas areal teh per periode disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Perkembangan luas areal teh berdasarkan status pengusahaan, 19702009Periode 1970-1979 - Luas Areal (Ha) - Kontribusi (%) 1980-2009**) - Luas Areal (Ha) - Kontribusi (%) 2009**) - Luas Areal (Ha) - Kontribusi (%) 1970-2009**) - Luas Areal (Ha) - Kontribusi (%) PR 37.170 36,20 56.997 42,40 61.235 47,25 52.040 41,14 PBN 39.752 38,71 45.734 34,02 38.199 29,47 44.239 34,97 PBS 25.771 25,09 31.694 23,58 30.165 23,28 30.213 23,89 Indonesia 102.693 100,00 134.425 100,00 129.599 100,00 126.492 100,00

Sumber : Ditjen Perkebunan diolah Pusdatin

Perkembangan luas areal teh berdasarkan status pengusahaannya pada periode 1970-2009 secara umum cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan rata-rata tertinggi terjadi pada PBS yaitu sebesar 1,08%. Selanjutnya diikuti PR dan PBN masing-masing sebesar 0,65% dan 0,11%. Peningkatan luas areal PBS yang cukup tinggi mampu meningkatkan kontribusi luas areal teh pada tahun 1995. Sementara itu luas areal teh pada PBN sejak tahun 1991 sudah tidak banyak mengalami peningkatan luas areal bahkan cenderung terus menurun (Lampiran 4.1). Demikian juga untuk PBS, semenjak tahun 1996 luas arealnya cenderung mengalami penurunan, sedangkan luas areal PR cenderung stabil. Kecenderungan

Pusat Data dan Informasi Pertanian

59

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

penurunan luas areal perkebunan teh tersebut berlangsung sampai dengan tahun 2009. Namun demikian pada tahun 1998 terjadi peningkatan luas areal teh yang cukup besar baik dari PR, PBN maupun PBS yang dipicu karena harga teh dunia yang mengalami peningkatan pada periode tersebut serta menurunnya nilai tukar rupiah (Anonim, 2004). Pola perkembangan luas areal teh menurut pengusahaannya dapat dilihat pada Gambar 4.1. Perkembangan produksi teh di Indonesia pada periode tahun 19702009 cenderung mengalami peningkatan rata-rata sebesar 2,67% per tahun (Gambar 4.2). Seperti halnya produksi teh nasional, perkembangan produksi teh menurut pengusahaan dari tahun 1970 sampai dengan 2009 juga cenderung mengalami peningkatan. Pertumbuhan produksi teh yang berasal dari PR rata-rata setiap tahun meningkat sebesar 2,85%, PBN rata-rata tumbuh 2,72% dan rata-rata pertumbuhan tertinggi dicapai PBS yakni sebesar 4,04% (Lampiran 4.2).

Gambar 4.2. Perkembangan produksi teh menurut status pengusahaan, 19702007 Dilihat dari segi komposisinya, produksi teh nasional sebagian besar berasal dari PBN walaupun luas areal PBN lebih kecil dibandingkan PR. Rata-rata kontribusi produksi teh periode 1970-2009 dari PBN sebesar 58,41%, PR sebesar 22,00% dan PBS sebesar 19,55%. Hal ini mengindikasikan bahwa PBN mempunyai tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan PR. Sementara itu produksi PR masih sedikit diatas produksi PBS.60

Pusat Data dan Informasi Pertanian

Outlook Pertanian - Perkebunan 2009

Rata-rata pertumbuhan produksi teh PR pada periode 1970-1979 sebesar 0,65% per tahun dengan rata-rata produksi 15.629 ton. Pada periode yang sama, PBN rata-rata tumbuh 6,88% per tahun dengan produksi rata-rata sebesar 45.897 ton. Sementara itu dari PBS tumbuh sebesar 7,42% per tahun dengan produksi rata-rata sebesar 11,853 ton. Pada periode berikutnya yaitu 1980-1989 rata-rata pertumbuhan produksi teh untuk PR, PBN dan PBS masing-masing sebesar 4,73%, 4,45% dan 5,18% per tahun. Pada periode 1990-1999 atau menjelang dan saat krisis, pertumbuhan terendah terjadi pada produksi teh PBN yakni sebesar 0,02% sedangkan PR dan PBS masing-masing tumbuh 3,72% dan 5,08%. Pada dasawarsa terakhir (2000-2009) setelah krisis tahun 1998, rata-rata produksi teh untuk PBN dan PBS mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,51% dan 1,97%, sedangkan untuk PR tetap mengalami peningkatan sebesar 1,69% (Tabel 4.2). Tabel 4.2. Perkembangan produksi teh per periode, 1970-2009

Periode 1970-1979 - Produksi (Ton) - Pertumbuhan (%) 1980-1989 - Produksi (Ton) - Pertumbuhan (%) 1990-1999 - Produksi (Ton) - Pertumbuhan (%) 2000-2009 - Produksi (Ton) - Pertumbuhan (%) 1970-2009 - Produksi (Ton) - Pertumbuhan (%)

PR 15.629 0,65 24.565 4,73 32.620 3,72 40.458 1,69 28.318 2,75

PBN 45.897 6,88 76.996 4,45 89.640 0,02 83.570 -0,51 74.026 2,60

PBS 11.853 7,42 18.842 5,18 33.566 5,08 35.578 -1,97 24.960 3,84

Indonesia 73.379 4,93 120.372 4,28 155.826 1,73 159.646 -0,51 127.306 2,55

Sumber :