tinjauan pustaka pertumbuhan, status gizi anak balita dan ... · mengacu pada faktor statik yang...
Post on 02-Mar-2019
226 Views
Preview:
TRANSCRIPT
8
TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan, Status Gizi Anak Balita dan Faktor yang Mempengaruhinya
Ada dua determinan yang saling berinteraksi dalam mempengaruhi
pertumbuhan bayi dan balita, yaitu faktor bawaan (genetic factor atau nature)
dan faktor lingkungan (environmental factors atau nurture). Faktor bawaan
mengacu pada faktor statik yang menyertai anak sejak pembuahan, sedangkan
faktor lingkungan lebih banyak terfokus pada kecukupan gizi, higienis dan
kesehatan bayi dan balita (Satoto 1997). Timbulnya penyakit pada masyarakat
merupakan hasil interaksi antara penduduk setempat dengan berbagai
komponen di lingkungan. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat di
lingkungannya berinteraksi dengan pangan, udara, air serta serangga (Achmadi
2008). Lingkungan yang bersih merupakan faktor yang berperan dalam
mempengaruhi pertumbuhan bayi dan balita (Pudjiadi 2001). Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan adalah kontrol hormonal, kondisi sosial ekonomi,
iklim dan musim (Sinclair 1991). Menurut Pudjiadi (2001), pertumbuhan balita
yang normal dapat dicapai melalui pemberian makanan dengan kualitas dan
kuantitas yang baik.
Untuk memonitor pertumbuhan yang menyimpang (growth faltering) pada
balita digunakan nilai Z-skor kurva pertumbuhan. Nilai Z-skor untuk memantau
pertumbuhan dapat berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U),
panjang/tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U) dan berat badan menurut
panjang badan (BB/PB) (WHO 2005). Rendahnya BB/TB (wasting) sering
digunakan sebagai indikator kekurangan gizi akut, rendahnya nilai TB/U dapat
digunakan sebagai indikator kekurangan gizi kronik maupun akut (Gibson 2005).
Status gizi kurang diukur dengan indikator BB/U, dikelompokkan ke dalam berat
badan rendah (BBR). Terdapat tiga tingkat keparahan BBR yaitu BBR tingkat
ringan (mild), sedang (moderte), dan berat (severe) (Soekirman 2000).
Kurang energi dan protein (KEP) merupakan gejala awal dari penyebab
utama stunting. Pertumbuhan bayi dan balita yang stunting juga diakibatkan oleh
defisiensi satu atau beberapa zat gizi seperti seng, besi, vitamin A dan iodium
(Rosado 1999; Hautvast 2000). Menurut Martorell (1995) dan The World Bank
(2006), kurang gizi berdampak nyata pada kematian balita. Estimasinya, lebih
dari 50% kematian balita disebabkan oleh kurang gizi sedang sampai gizi buruk.
Kurang gizi terjadi karena tubuh kekurangan satu atau beberapa jenis zat gizi
9
yang diperlukan, sakit atau kedua-duannya. Kedua faktor tersebut sering kali
berinteraksi dalam sinergi yang negatif. Defisiensi zat gizi terutama energi dan
protein akan memberikan gangguan psikologik dan sosial, serta secara klinis
menyebabkan kelambatan pertumbuhan. Sedangkan gangguan penyerapan
makanan dapat disebabkan oleh kerusakan permukaan epitel mukosa usus
(brush border) sehingga timbul kekurangan enzim laktase, gangguan fermentasi
karbohidrat, dekonyugasi garam empedu dan terjadinya perubahan struktur
mukosa usus berupa pemendekan jonjot usus (vili intestinalis) dan pendangkalan
kripta yang berakibat berkurangnya mukosa usus (Apriantono 2000; Arisman
2007). Menurut The Word Bank (2006), hasil-hasil studi menunjukkan bahwa
masalah kurang gizi tidak hanya disebabkan persediaan pangan, tetapi juga
faktor lain seperti pengetahuan ibu, praktek pengasuhan anak, akes terhadap
pelayanan kesehatan serta air dan sanitasi.
Proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak setiap individu akan
mengalami siklus berbeda, peristiwa tersebut dapat cepat maupun lambat
tergantung dari individu dan lingkungan (Hidayat 2004). Menurut Martorell
(1995), tumbuh kembang anak sampai usia 3 tahun sangat rentan terhadap
perubahan lingkungan. Hal ini disebabkan oleh: 1) Laju pertumbuhan bayi sangat
cepat, sehingga kebutuhan gizi harus dipenuhi. Kurang gizi sangat potensial
mengakibatkan retardasi fisik dan mental; 2) Anak-anak usia 2-3 tahun memiliki
kebutuhan gizi lebih tinggi/kg BB; 3) Anak-anak usia 2-3 tahun sangat rentan
infeksi dan penyakit karena fungsi pertahanan tubuh belum berkembang
sempurna; 4) Anak-anak usia 2-3 tahun belum mampu mengekspresikan
keinginan sehingga sangat tergantung keberadaan orang tua. Pola perawatan
dan pengasuhan yang buruk akan berdampak buruk terhadap tumbuh
kembangnya.
Imunitas Balita dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Imunitas adalah resistensi terhadap infeksi. Sistem imun diperlukan
tubuh terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh mikroba dan virus. Infeksi lebih
sering terjadi dan lebih berat pada anak-anak usia balita dibanding dewasa
karena sistem imun yang belum matang (Chapel et al. 1999; Bratawidjaya &
Rengganis 2009).
Sistem Imun Tubuh.
Sistem imun berfungsi melindungi individu dari penyakit infeksi, efek
toksin tertentu dan kanker (penyakit neoplasma). Resistensi terhadap penyakit
10
infeksi, toksin dan kanker dapat melalui barier fisik dan kimia terhadap infeksi,
aktivitas sel darah putih, serta aktivitas berbagai molekul di dalam cairan tubuh
dan di permukaan sel. Ada beberapa macam pengklasifikasian imunitas, antara
lain imunitas alamiah (innate/natural immunity) dan imunitas yang didapat
(acquired immunity), imunitas pasif (passive immunity) dan imunitas aktif (active
immunity), imunitas humoral (humoral immunity) dan cell-mediated immunity.
Mekanisme imunitas spesifik timbul atau bekerja lebih lambat dibanding imunitas
non spesifik, meskipun sebenarnya antara kedua sistem imum tersebut terjadi
kerjasama erat, antara yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan
(Surono 2004; Baratawidjaja & Rengganis 2009). Innate immune system merupakan pertahanan pertama terhadap agent
infeksi dan mengeliminasi patogen yang masuk. Innate immunity berhubungan
dengan mekanisme tubuh yang tidak tergantung pada paparan agen infeksi
sebelumnya (antigen) (Clough & Roth 1998). Innate immune system (imunitas
non spesifik) berupa komponen normal tubuh yang selalu terdapat pada individu
yang sehat berfungsi mencegah masuknya mikroba lebih lanjut ke dalam tubuh.
Istilah non spesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu dan mampu
melindungi tubuh terhadap patogen potensial. Sistem imun ini merupakan
pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat
memberikan respon langsung (Bratawidjaya & Rengganis 2009)
Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda
yang dianggap asing terutama yang terpajan pertamakali. Bila antigen yang
sama masuk ke dalam tubuh untuk kedua kalinya maka akan dikenali lebih
cepat. Sistem imun spesifik akan bekerja sama dengan sistem imun non spesifik
bila terdapat benda asing yang berbahaya bagi tubuh. Sistem imun spesifik
terdiri atas sistem humoral dan sistem selular. Pada sistem imunitas humoral,
sel B melepas anti bodi untuk menyingkirkan mikroba ekstraselular. Pada
imunitas selular, sel T mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba
atau mengaktifkan sel CTC/Tc sebagai efektor yang menghancurkan sel
terinfeksi (Clough & Roth 1998; Chapel et al. 1999).
Respon Imun pada Permukaan Mukosa
Sistem imum pada permukaan mukosa disebut juga dengan istilah MALT
(mucosa associated lymphoid tissue), sedangkan GALT (gut associated
lymphoid tissue) merupakan bagian kecil dari MALT. Membran mukosa
merupakan pertahanan pertama inang dari lingkungan di luar tubuh. Permukaan
11
mukosa terdapat di sepanjang rongga internal yang meliputi rongga hidung,
rongga mulut, saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran genital (Roitt
& Delves 2001).
MALT membentuk suatu sistem, dimana sel limfosit teraktivasi oleh
antigen, terutama sel limposit yang memproduksi IgA dan IgE, kemudian
bersirkulasi ke seluruh permukaan mukosa sehingga membentuk sistem imun
mukosal (Roitt & Delves 2001). Respon imun yang paling umum terjadi berupa
respon imun humoral yaitu peningkatan jumlah sel yang mensekresikan IgA dan
sIgA. Sedangkan sel yang mensekresikan IgG, IgE dan IgM terdapat dalam
jumlah dan aktivitas rendah (Erickson& Hubbard 2000). IgM dapat menggantikan
fungsi IgA apabila karena sesuatu sebab terjadi defisiensi IgA, sedangkan IgE
tidak jelas peranannya dalam proteksi usus (Suraatmaja 2007).
Antibodi.
Antibodi adalah glikoprotein yang diproduksi sel B sebagai respon
terhadap rangsangan imunogen. Imunogen adalah bahan yang dapat
merangsang sel B atau sel T atau keduanya disebut imunogen, sedangkan
antigen adalah bahan yang berinteraksi dengan produk respon imun yang
dirangsang oleh imunogen spesifik seperti antibodi. Antibodi adalah protein
dengan struktur yang sama dan dikenal sebagai imunoglobulin (Ig) (Chapel et al.
1999; Bratawidjaya & Rengganis 2009).
Imunoglobulin terdiri lima jenis yaitu imunoglobulin A (IgA), IgG, IgM, IgE
dan IgD (Devereux 2006). Imunoglobulin A (IgA) merupakan satu kelompok dari
5 jenis antibodi yang ada dalam tubuh manusia (IgG, IgM, IgA, IgE dan IgD) dan
merupakan kelas imunoglobulin kedua terbanyak setelah IgG. Antibodi IgA ada
dua macam yaitu serum IgA dan sekretori IgA (sIgA) yang banyak ditemukan
dalam air liur, mukus, air mata dan sekresi eksternal lainnya (Surono 2004;
Baratawidjaja & Rengganis 2009). Dari dari semua immunoglobulin yang
diproduksi sel-sel, sekitar 80% ditemukan dalam usus besar berupa IgA
(Goktepe et al. 2006). IgA serum, pada umumnya dijumpai dalam bentuk
monomerik dan merupakan 15% dari kadar Imunoglobulin total. Paruh waktunya
adalah 5-6 hari, serta konsentrasi imunoglobulun A normal di darah adalah 1,4-4
mg/ml (Kresno, 1996; Roitt & Delves 2001), sedangkan IgA sekretori berbentuk
dimerik atau polimerik, yang diproduksi melimpah pada permukaan mukosa.
IgA1 immunocytes dominan di usus halus, sedangkan IgA2 diproduksi sel-sel
pada usus besar (Isolauri et al. 2001). Struktur sIgA dibuat didalam sel plasma
12
yang terdapat dibawah permukaan epitel usus yang kemudian akan diikat lagi
oleh suatu glikoprotein yang dinamakan secretory componen (SC). Dengan
ikatan terakhir ini sIgA akan lebih tahan terhadap pengrusakan oleh enzim
proteolitik (tripsin dan kemotripsin) yang terdapat di dalam usus (Suraatmaja
2007).
IgA sekretori (sIgA) ideal untuk menjaga permukaan mukosa dari antigen
karena tahan terhadap proteolisis intraluminal dan tidak menimbulkan respon
inflamasi (Salminen et al. 1998). Diperkirakan cara kerja IgA sekretori adalah
mencegah melekatnya antigen pada permukaan mukosa (Roitt & Delves 2001)
dan memiliki afinitas yang kuat pada receptor Fc di permukaan makrofag yang
dapat membantu fagositosis dan melakukan opsonisasi (Gambar 1)
Gambar 1. Sistem pertahanan sIgA pada permukaan mukosa
Beberapa studi menunjukkan fakta bahwa tingkat IgA total serum
meningkat setelah mengkonsumsi probiotik secara oral. Namun terdapat
perbedaan yang mendasar antara IgA yang ditemukan dalam serum dan usus
(intestine). Pengukuran IgA serum mungkin tidak mencerminkan kondisi saluran
pencernaan yang aktual (Park et al. 2002, diacu dalam Delcenserie et al. 2006).
Walapun pengukuran kadar IgA pada serum sedikit merefleksikan respon imun
mukosa (Erickson & Hubbard 2000), namun IgA serum dapat merefleksikan
respon imun humoral secara keseluruhan karena immunoglobulin A juga
merupakan produk dari sistem imun humoral.
Penelitian efek probiotik terhadap sistem imun sebaiknya difokuskan
pada MALT. Respon utama dari imun mukosa adalah respon imun humoral dan
produksi sIgA. Terdapat beberapa metode untuk pengukuran tipe dan
13
konsentrasi immunoglobulin. Sekretori IgA diproduksi terutama oleh MALT dan
lebih merefleksikan respon intestina (pencernaan) dibandingkan IgA. Sampel
terbaik untuk mendapatkan sIgA dapat diperoleh dari mukosa usus, namun
membutuhkan invasi (Erickson & Hubbard 2000). Feses dapat digunakan
sebagai indikator immunoglobulin saluran pencernaan. Keuntungan penggunaan
feses sebagai sampel adalah sIgA kebanyakan diproduksi pada sisi mukosal
yang merefleksikan respon intestine, sedangkan kerugiannya aktivitas proteolitik
hanya merefleksikan respon kolonik (Erickson & Hubbard 2000).
Beberapa strain probiotik dapat menstimulasi produksi IgA oleh sel-sel B
yang membantu memelihara intestinal humoral immunity dengan mengikat
antigen-antigen (Gambar 1). Hasil beberapa penelitian tentang pengaruh
probiotik dalam menstimulasi produksi IgA, disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh probiotik pada stimulasi produksi IgA
Efek Sistem Imum Organisme Referensi
B. bifidum
L. acidophilus La1
L. casei rhamnosus
B. lactis Bb12
Fukushima et al. 1998; Ibnou et al. 2003; Isolauir et al. 1995; Kaila et al 1995; Link_Amster et al. 1994; Majamma et al. 1995; Park et al. 2002.
Sumber : Delcenserie et al. 2006
Gizi dan Imunitas.
Setiap zat gizi, makro atau mikro mempunyai peranan yang penting
dalam sistem imunitas. Hubungan antara gizi dan imunitas telah ditunjukkan
pada fungsi dari beberapa sel-sel di dalam sIstem imun yang mengatur siklus
metabolisme yang membutuhkan berbagai jenis gizi sebagai kofaktor yang
berpengaruh pada mekanisme pertahanan tubuh (Mac Dermott 1993 diacu
dalam Fuller & Perdigon 2003). Di negara berkembang, masalah kurang gizi
merupakan penyebab umum defisiensi imunitas. Kekurangan protein dapat
menimbulkan gangguan imunitas yang ditandai dengan pelemahan sistemik dan
imunitas mukosa (Baratawidjaja & Rengganis 2009). Defisiensi imunitas berefek
langsung terhadap respon fase akut dan meningkatkan frekuensi dan keparahan
infeksi. KEP dapat meningkatkan atropy mucosa, pembentukan mucin tak
normal, involusi thymus dan pelemahan sekresi sIgA (Sullivan et al. 1993). Pada
hewan percobaan, kemampuan untuk mempertahankan kandungan normal
mucin terganggu dan laju untuk penyerapan asam amino serta lemak berkurang
14
(Arisman 2007). Oleh karena itu penambahan suplemen bakterial, seperti BAL
yang terseleksi atau susu fermentasi ke dalam formula makanan mungkin akan
meningkatkan tidak hanya status gizi, tetapi juga mikrobiota usus dan sistem
imum, sebagaimana dalam mengeliminasi toksin dan membantu dalam
pengaturan produksi mukus.
Penambahan probiotik pada defisiensi imunitas yang disebabkan
masalah gizi kurang dapat disarankan setelah recovery mucosal dengan
pemberian makanan yang cukup untuk menghilangkan efek berbahaya pada
attropy mucosa yang disebabkan oleh masalah kurang gizi (Isolauri et al. 1991;
Allori et al. 2000 diacu dalam Fuller & Perdigon 2003). Menurut Shankar
(2001) peran zat –zat gizi terhadap fungsi –fungsi imun disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Peran zat gizi terhadap fungsi fungsi umum imun
Zat Gizi
Humoral Imunity
Barrier and Epithelial integrity
Cell-mediated immunity
Cytokine production
KEP X X X X
Vit A X X X X
Seng X X X X
Selenium X
PUFA X
Vit E X X
Vit C X
Vit B-6 X X X
Thiamin X Sumber :Shankar AH 2001.
Kebutuhan Gizi dan Formulasi Makanan Balita Kebutuhan Gizi.
Masa anak-anak adalah masa pertumbuhan dan perkembangan tulang,
gigi, ototdan darah, sehingga anak-anak membutuhkan gizi dalam proporsi yang
lebih besar dibandingkan orang dewasa. Anak-anak mungkin berisiko mengalami
masalah kurang gizi ketika anak-anak memiliki nafsu makan yang kurang dalam
jangka waktu lama, makan dalam jumlah terbatas, atau diet pangan yang kurang
mengandung zat gizi yang dibutuhkan. Disarankan proporsi asupan energi
adalah 50-60 % dari karbohidrat, 25-35% dari lemak dan 10-15% dari protein.
15
Kebutuhan protein per kg BB menurun dari sekitar 1.1 g/kg pada awal anak-anak
hingga 0.95 g/kg pada usia anak selanjutnya (Kathleen & Escott 2004) Formulasi Makanan Balita dan PMT.
Formulasi makanan anak balita harus memenuhi persyaratan tertentu
khususnya untuk protein, energi, lemak, vitamin dan mineral serta bahan
tambahan. Komposisi zat gizi makanan tambahan tinggi protein yaitu
mengandung protein sekurang-kurangnya 15 g/100 g apabila mutu protein setara
susu sapi yaitu Nett Protein Utilization (NPU) sama dengan 80 dan apabila mutu
protein rendah (sekurang-kurangnya NPU = 60), maka jumlah harus dinaikkan
menjadi 20 g/100 g (Tabel 3). Codex Alimentarius Guidelines 1994
mensyaratkan mutu protein (NPU) sekurang-kurangnya 65 yang setara dengan
nilai Protein Effisiency Ratio (PER) tidak kurang dari 2.1. CAG guideline no.8 dan
Codex Alimentarius 1994 menyarankan agar tiap 100 gram produk mengandung
20 gram protein dan 100 gram produk tersebut harus menyediakan energi
sebanyak 400 kkal. Program intervensi yang dikhususkan untuk balita yang menderita
masalah Kurang Energi Protein (KEP) dikenal dengan sebutan PMT-P. Jumlah
makanan untuk PMT-P diperkirakan mengandung 300-400 Kalori dan 6-8 gram
protein,diberikan selama 180 hari makan anak (HMA) untuk balita dengan status
gizi buruk dan 90 HMA untuk balita dengan status gizi kurang (Dinkes 2004).
Tabel.3 Standar makanan tambahan untuk bayi dan anak-anak (per 100g bahan)
Komponen Zat Gizi Nilai Standar
Protein, g Energi, kkal Lemak, g Asam Linoleat (g) Serat Makanan (g) Vitamin A ( μg RE) Vitamin D (μg) Vitamin C (mg) Tiamin (mg) Vitamin B6 (mg) Vitamin B12 (μg) Niasin (mg) Kalsium (mg) Besi (mg) Zinc (mg)
15 – 20 400
10 – 25 1.4 5.0
266.7 6.67 13.3 0.33 0.6 0.67 6.0
533.3 8.0 6.67
Sumber : FAO/WHO 1991
16
Biskuit dan Modifikasinya Biskuit. Menurut SNI, biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari
tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses
pemanasan dan pencetakan. Dalam prosesnya, biskuit juga dapat ditambahkan
dengan bahan tambahan pangan yang dijinkan. Biskuit sifatnya mudah dibawa
karena volume dan beratnya kecil dan umur simpan yang relatif lama. Biskuit
dapt dikarakterisasi dari tingginya kandungan gula dan shortening serta
rendahnya kandungan air di dalam adonan (Faridi & Faubion 1990). Namun
belum ada klasifikasi yang jelas untuk biskuit, bahkan terkadang dijumpai saling
tumpang tindih antara bentuk yang satu dengan lainnya. Hingga saat ini biskuit
diklasifikasikan berdasarkan beberapa sifat yaitu: (1) tekstur dan kekerasan, (2)
perubahan bentuk akibat pemanggangan, (3) ekstensibilitas adonan, dan (4)
pembentukan produk (Manley 1983).
Tabel 4. Syarat mutu biskuit bayi dan balita (SNI 01-4445-1998) tahun 1998
Kriteria Uji (Parameter)
Persyaratan Mutu Disajikan dengan
susu Disajikan tanpa susu
Keadaan(bau,rasa,warna,tekstur) Normal Normal Kadar Air (% b/b) Minimum 5.0 Minimum 5.0 Kadar Protein (% b/b) Maksimum 6.5 Maksimum 10.0 Kadar Abu (% b/b) Maksimun 2.0 Maksimum 2.0 Kadar Lemak (% b/b) 6.0 – 11.0 6.0 – 11.0 Serat Kasar (% b/b) Maksimum 0.5 Maksimum 0.5 Karbohidrat (% b/b) Minimum 75.0 Minimun 70.0 Kalori (kal/100 g) Minimum 370.0 Minimum 390.0 Bahan Tambahan Makanan -pewarna dan pemanis buatan
Tidak boleh ada
Tidak boleh ada
Besi, Fe (mg/kg) Maksimum 140.0 Maksimum 140.0 Kalsium, Ca (% b/b) Maksimum 1.0 Maksimum 1.0 Cemaran logam : - Timbal, Pb (mg/kg) Maksimum 0.3 Maksimum 0.3 - Tembaga, Cu (mg/kg) Maksimum 5.0 Maksimum 5.0 - Seng, Zn (mg/kg) Maksimum 40.0 Maksimum 40.0 - Timah, Sn (mg/kg) Maksimum 40.0 Maksimum 40.0 - Raksa, Hg (mg/kg) Maksimum 0.03 Maksimum 0.03 - Arsen, As (mg/kg) Maksimum 0.1 Maksimum 0.1 Cemaran Mikroba : - TPC (koloni/g) Maks 1.0 X 10 Maks 1.0 X 104 - E.coli (APM/g)
4 < 3 < 3
- Salmonela (koloni/25 g) Negatif Negatif - Staphylococcus aureus (cfu/g) Maks 1.0 X 10 Maks 1.0 X 102 2
Sumber : Badan Standarisasi Nasional, LIPI 1998
17
Menurut SNI tahun 1990, biskuit dapat diklasifikasikan menjadi biskuit
keras, crackers, cookies, dan wafer. Biskuit keras dibentuk dari adonan keras
dan memiliki tekstur padat. Crackers adalah biskuit yang dibuat dari adonan
keras melalui fermentasi dan memiliki struktur berlapis-lapis. Jenis yang ketiga
yaitu Cookies merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak. Sifatnya
lebih renyah karena tesktur yang kurang padat. Wafer adalah jenis biskuit dari
adonan cair dengan sifat yang sangat renyah dan memiliki tesktur yang
berongga. Modifikasi Biskuit. Menurut Boobier et al. (2006) bahwa biskuit
konvensional yang tinggi lemak dan gula, yang diasosiasikan dengan diet tidak
sehat oleh konsumer dapat dimodifikasi. Modifikasi dapat dibentuk dengan
penambahan vitamin B6, vitamin B12, Asam folad, Vitamin C dan Prebiotik fiber,
dengan mengurangi garam dan gula, dengan demikian mengubah produk
makanan tradisonal menjadi produk fungsional. Hasil penelitiannya menunjukkan
biskuit alternatif tersebut, selain tidak hanya diterima oleh konsumen tetapi dapat
juga dibuat dalam skala industri (pabrik) dengan mempertimbangkan kondisi
komersial yang tepat.
Tepung protein ikan lele dan Isolat protein kedelai
Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan asam
amino yang diperlukan tubuh. Selain itu mempunyai nilai biologisnya mencapai
90% dan jaringan pengikat sedikit sehingga mudah dicerna serta harganya jauh
lebih murah dibandingkan dengan sumber protein lain. Namun ikan juga memiliki
beberapa kekurangan yaitu 1) Kandungan air yang tinggi (80%), pH tubuh ikan
yang mendekati netral dan daging ikan yang sangat mudah dicerna oleh enzim
autolisis menyebabkan daging sangat lunak sehingga menjadi media yang baik
untuk pertumbuhan bakteri pembusuk dan; 2) Kandungan asam lemak tak jenuh
mengakibatkan daging ikan mudah mengalami proses oksidasi sehingga
menyebabkan bau tengik (Adawyah 2007). Oleh karena itu, diperlukan proses
pengolahan untuk menambah nilai, baik dari segi gizi, bentuk/tekstur, daya awet
maupun ekonomi.
Lele dumbo (clarias gariepinus) merupakan salah satu jenis lele yang
memiliki ukuran besar yang dikembangkan di Indonesia. Protein ikan lele
tergolong istimewa karena bukan hanya berfungsi sebagai penambah jumlah
protein yang dikonsumsi, tetapi juga pelengkap mutu protein. Protein ikan lele
mengandung semua asam amino esensial dalam jumlah yang cukup (FAO 1972
18
dalam Astawan 2008) yaitu Arginin (6.3%), Histidin (2.8%),Asoleusin (4.3%),
Leusin (9.5%), Lisin (10.5%), Metionin (1.4%), Fenilalanin (4.8%), Treonin
(4.8%), Valin (4.7%), Triptofan (0.8%) dengan total esensial 49.9 % dan non
esensial 50.1%. Tepung ikan merupakan salah satu hasil pengawetan ikan
dalam bentuk kering untuk kemudian digiling menjadi tepung (Ilyas 1993).
Disamping protein, tepung ikan juga kaya akan vitamin B, kalsium (Ca),
phosphor (P), seng (Zn), yodium (I), besi (Fe), mangan (Mn) dan kobalt (Co)
(Moeljanto 1992).
Kedelai merupakan salah satu komoditas penting, yang perlu diupayakan
hingga tercapai swasembada kedelai, tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan
pangan tetapi juga mendukung agroindustri dan menghemat devisa (Kuntjoro
1997). Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati yang potensial
karena kandungan protein yang tinggi yaitu 40% (Sugano 2006). Isolat protein
kedelai merupakan bentuk protein kedelai yang paling murni, karena kadar
protein minimumnya 95% dalam berat kering. Produk ini hampir bebas dari
karbohidrat, serat dan lemak sehingga sifat fungsionalnya jauh lebih baik
dibandingkan dengan konsentrat protein maupun tepung atau bubuk kedelai.
Penggunaan isolat protein kedelai sangatlah luas, diantaranya dapat dipakai
untuk biskuit (Koswara 1995; McWilliam 2001).
Isolat protein kedelai selain sebagai pengikat dan pengemulsi, juga dapat
berfungsi sebagai additif untuk memperbaiki penampakan produk, tekstur, serta
flavor produk. Isolat protein kedelai juga mempunyai kemampuan dalam
menyerap lemak atau minyak yang dapat digunakan untuk dua tujuan yaitu
meningkatkan penyerapan lemak hingga dapat mengurangi kehilangan sari
karena pemasakan dan untuk mencegah penyerapan minyak yang berlebihan.
Kemampuan daya serap air. Isolat protein kedelai juga mempunya kemampuan
serap air yang tinggi. Daya serap air isolat protein kedelai penting peranannya
dalam makanan panggang (baked goods) karena dapat meningkatkan rendemen
adonan dan memudahkan penanganannya. Disamping itu, sifat menahan air
akan memperlama kesegaran makanan, misalnya pada biskuit (Koswara 1995).
Biskuit untuk PMT balita. Hasil-hasil penelitian terkait penggunaan
produk makanan berupa biskuit sebagai makanan tambahan pada balita di
Indonesia, diantaranya disajikan pada Tabel 5.
19
Tabel 5. Studi biskuit sebagai PMT balita di Indonesia
Studi Bahan Hasil Sasaran dan Lama
WFP Indonesia- FKM Unair (2008)
Biskuit fortifikasi muliti vitamin dan mineral
Penerimaan biskuit oleh balita dan anak sekolah tinggi (92,8%) rasa enak
Terdapat penurunan prevalensi anemia dan semakin lama menerima biskuit, risiko anemia makin kecil.
Anak balita (12-59 bulan) dan usia sekolah dasar. Intervensi 1 – 25 bulan.
Widayani (2007)
Biskuit fortifikasi vitamin A dan zat Besi
Terdapat peningkatan kadar retinol dan respon imum, namun tidak terdapat peningkatan status gizi (antropometri)
Balita (18-38 bulan). Intervensi, selama 4 bulan
Pangan Fungsional
Dasar pemilihan terhadap jenis makanan yang akan dikonsumsi, tidak
lagi hanya sekedar dapat memenuhi kebutuhan energi, mengenyangkan perut
atau memberi kenikmatan dengan rasanya yang lezat serta penampilan
menarik, namun juga dipertimbangkan terhadap potensi aktivitas fisiologis
komponen yang dikandungnya. Berkaitan dengan berkembangnya fungsi
makanan tersebut, sekarang dikenal dengan istilah pangan fungsional atau
functional food. Menurut konsensus pada The First International Conference on
East West Perspective on Functional Foods tahun 1996 dan The International
Life Scienece Institute of North America (ILSI), bahwa pangan fungsional
didefinisikan sebagai pangan yang kandungan komponen aktifnya dapat
memberikan manfaat bagi kesehatan, diluar manfaat yang diberikan oleh zat-zat
gizi konvensional yang terkandung di dalamnya (Wildman & Kelley 2007).
Definisi pangan fungsional menurut BPOM (2005) dan Surono (2004) adalah
pangan yang secara alamiah atau telah melalui proses, mengandung satu atau
lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai
fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan.
Tiga faktor yang harus dipenuhi agar suatu produk dapat disebut pangan
fungsional yaitu: 1) Produk tersebut haruslah suatu produk pangan (bukan
kapsul, tablet atau bubuk) yang berasal dari bahan (ingredient) yang terdapat
secara alami dengan sifat sensoris yang dapat diterima oleh konsumen; 2)
Produk tersebut dapat dan selayaknya dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau
20
menu sehari-hari dan 3) Produk memiliki fungsi tertentu pada waktu dicerna,
memberikan peran dalam proses tubuh tertentu, seperti memperkuat pertahanan
tubuh, mencegah penyakit tertentu, membantu tubuh untuk mengembalikan
kondisi tubuh setelah terserang peyakit, menjaga kondisi fisik dan mental,
memperlambat proses penuaan, dan sebagainya (BPOM 2005; Roberfroid
2002)
Komponen yang dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu di
dalam makanan fungsional,digolongkan sebagai berikut i) Vitamin, ii) Mineral, iii)
Gula alkohol, iv) Asam lemak tidak jenuh (polyunsaturated fatty acids = PUFA),
v) Peptida dan protein tertentu, vi) Asam amino, vii) Serat pangan, viii) Prebiotik,
ix) Probiotik, x) Kolin, lisitin dan Inositol, xi) Karnitin dan skualen, xii) Isoflavon
(kedelai), xiii) Fitosterol dan fitostanol, xiv) Polifenol (teh) dan xv) Komponen
fungsional lain yang akan ditetapkan kemudian (BPOM 2005).
Probiotik dan prebiotik merupakan bahan (ingredient) pangan fungsional,
karena efek kandungan komponennya telah terbukti pada hewan dan konsumen
manusia. Upaya-upaya untuk mengetahui peranan prebiotik dan probiotik dalam
kesehatan manusia meningkat luar biasa pada dekade akhir ini, terutama karena
adanya penurunan komponen imunitas pada saluran cerna (gut immunity) seiring
dengan usia (terlihat pada Gambar 2), paparan terhadap antibiotik yang
memungkinkan mengganggu keseimbangan mikroorganisme di dalam usus
besar sehingga mikroorganisme patogenik dapat menimbulkan penyakit (NICUS
2007).
Gambar 2. Perubahan jumlah bakteri dalam fesesl berdasarkan usia (Mitsuoka 1978 dalam NICUS 2007)
21
Indonesia memiliki berbagai jenis makanan fermentasi tradisional yang
berpotensi mengandung probiotik, salah satunya adalah dadih. Dadih adalah
susu fermentasi dari susu kerbau berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat.
Dilihat dari komposisi kimia dan nilai gizi, dadih merupakan sumber protein yang
tinggi yaitu sekitar 38% yang mengandung hampir semua jenis asam amino
esensial yang digunakan untuk pertumbuhan. Selain itu dadih juga menghasilkan
beberapa jenis vitamin B kompleks yang merupakan komponen susu sendiri,
vitamin B dan vitamin K (Surono & Hosono 1995; Akuzawa & Surono 2007).
Probiotik
Definisi Probiotik. Istilah probiotik pertama kali dikenalkan pada tahun 1965 oleh Stillwell
dan Lilly. Dalam perkembangannya, muncul berbagai definisi probiotik. Secara
sederhana, Salminen et al. (1998) diacu dalam Harish & Varghese (2008)
menyatakan bahwa probiotik merupakan suplemen makanan mikroba hidup atau
komponen bakteri yang telah tebukti memberikan efek yang menguntungkan
bagi kesehatan manusia. Definisi probiotik yang pertama kali diungkapkan oleh
Parker (1987) adalah organisme dan unsur-unsur yang berperan dalam
keseimbangan mikroflora usus. Sedangkan definisi probiotik menurut
International Life Sciences Institute Europe (ILSI Eropa) adalah suplemen
pangan berupa mikroba hidup yang dapat memberi pengaruh yang
menguntungkan bagi kesehatan dan kehidupan inangnya (Salminen et al. 2004).
Definisi tersebut memiliki implikasi bahwa probiotik tidak selalu harus berupa sel
hidup karena telah memiliki implikasi bahwa probiotik dalam bentuk sel yang
tidak hidup juga menunjukkan pengaruh positif terhadap kesehatan inang
(Ouwehand & Salminen 1998). Definisi tersebut juga tidak membatasi
penggunaan probiotik sebagai bahan pangan, aplikasi dalam bentuk lain yang
juga telah dilaporkan mempunyai pengaruh menguntungkan bagi kesehatan, dan
tidak hanya sel mikroba utuh tetapi bagian dari sel juga telah terbukti mempunyai
pengaruh terhadap kesehatan. Definisi probiotik yang lebih baru lagi dikeluarkan
oleh Food and Agricultural Organization (FAO/WHO 2001), yaitu mikroorgansme
hidup yang apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup akan memberikan
pengaruh yang menguntungkan bagi ”host”nya (Szajewska et al. 2006).
22
Syarat Probiotik.
Probiotik tidak bersifat generik, tetapi strain spesifik. Probiotik akan
memberikan manfaat, tergantung pada kemampuannya untuk mempertahankan
viabilitasnya terhadap suasana asam dalam lambung, hingga sampai pada
targetnya. Kriteria yang harus dipenuhi suatu mokroorganisme untuk dapat
diklasifikasikan ke dalam probiotik, antara lain: 1) Non patogen; 2) Stabil
terhadap processing, atau kemampuan untuk bertahan di dalam vehicle-nya; 3)
Stabilitas di dalam asam dan empedu; 4) Adhesi pada jaringan epitel target; 5)
Kemampuan untuk bertahan di dalam saluran pencernaan; 6) Produksi substansi
antimikroba; 8) Kemampuan untuk memodulasi sistem imun; 9) Kemampuan
untuk mempengaruhi aktivitas metabolik (Szajewska et al. 2006). Probiotik harus berada dalam jumlah minimal tertentu (dalam Colony
Forming Unit/ CFU) per dosisnya. Meskipun belum ada studi mengenai
hubungan dosis-respon, Natural Health Products Directorate Canada baru-baru
ini merekomendasikan dosis 5 miliar CFU per hari selama 5 hari untuk probiotik.
Dosis yang ditujukan untuk terapi dan pencegahan bervariasi. Asupan harian
106 hingga 109
Aspek keamanan probiotik juga penting untuk dipertimbangkan. Idealnya
probiotik berasal dari manusia dan dari saluran pencernaan orang sehat, sebab
efek positif kesehatan biasanya sangat tergantung pada lingkungan dan spesies.
Strain probiotik tidak boleh bersifat patogen, atau berkaitan dengan penyakit
kelainan saluran pencernaan. Selain itu bakteri probiotik juga harus tidak
mentransfer gen resisten terhadap antibiotik (Surono 2004).
cfu merupakan dosis minimum yang efektif untuk tujuan terapi
(Szajewska 2006).
Manfaat Probiotik. Berbagai review tentang probiotik telah secara luas dilakukan dan
mengeksplorasi efek positif probiotik bagi kesehatan. Beberapa manfaat
probiotik, antara lain: a. Probiotik menghambat bakteri patogen
Aksi yang menyehatkan dari probiotik, tidak hanya karena zat gizinya,
tetapi juga pengaruhnya terhadap lingkungan gastrointestinal (Andrellucchi et al.
2008) . Probiotik menurunkan konsentrasi bakteri endotoksin, minimal dengan
cara menghambat translokasi bakteri dari lumen saluran pencernaan ke aliran
darah (Vanderhoof 2001). Ini bisa disebabkan karena kemampuan probiotik
untuk melekat pada barier mukosa, sehingga secara umum akan memberikan
23
efek modulasi intestinal allergy sistemik. Probiotik mencegah kolonisasi bakteri
pencetus penyakit melalui kompetisi zat gizi, pengaturan system imun dan
produksi antitoksin (Marteau et al, 2001). Pelekatan flora normal yang
menguntungkan pada mukosa akan menghambat kolonisasi bakteri patogen
pada mukosa dan menurunkan over-stimulasi sistem imun. Kolon yang sehat
dengan produksi mucus yang cukup dan kolonisasi bakteri yang sesuai akan
mencegah melekatnya bakteri pathogen, modulasi proses penyakit dan
mencegah inflamasi (Drisko et al. 2003). Apabila mikrobiota komensal di usus
mati karena antibiotik, mikroba pathogen dengan mudah mengambil tempat
mikrobiota komensal (Baratawidjaja & Rengganis 2009).
b. Intoleransi laktosa
Strain probiotik elah terbukti mampu membantu mengatasi masalah
intoleransi laktosa. Intoleransi laktosa merupakan gangguan kemampuan
produksi enzim laktase atau β-galaktosidase. Laktase penting untuk
mengasimilasi disakarida menjadi glukosa dan galaktosa yang terdapat pada
susu. Orang yang mengalami masalah intoleransi laktosa akan mengalami
gangguan perut, diare, kram, flatulence, mual, muntah, dan sebagainya. Masalah
lain yang berhubungan dengan intoleransi laktosa adalah defisiensi kalsium.
Yogurt mengandung laktosa yang lebih sedikit dibanding susu sehingga dapat
memperlambat pengosongan lambung. Bakteri harus berada keadaan hidup
dengan jumlah yang cukup untuk memberikan manfaat positif. Selanjutnya
penyerapan kalsium akan lebih baik dalam kondisi asam. Bila laktosa dikonversi
menjadi asam laktat maka pH usus akan meningkat sehingga penyerapan
kalsium juga meningkat (Survana & Boby 2003).
c. Menjaga integritas brush border dan sel epitel
Pemberian suplementasi probiotik LIS 10506 dan LIS 20506 dapat
memungkinkan perbaikan intestinal setelah menderita sakit infeksi.
Sebagaimana ditunjukkan pada percobaan tikus, dimana terjadi perbaikan
(recovery) brush burder pada tikus yang diberi suplementasi LIS 10506 dan LIS
20506 (Ranuh et al 2008).
Salah satu pemanfaatan probiotik yang telah dikenal secara luas adalah
mencegah penyakit diare. Probiotik dapat digunakan mengatasi masalah gastro
intestinal pada bayi dan anak-anak. Diare akut berhubungan dengan patogen
virus, bakteri maupun parasit. Probiotik meningkatkan produksi mucin usus yang
mencegah pelekatan enteropatogen. Pelekatan tersebut dapat dicegah melalui
24
seric hindrance (perbedaan struktural ligan bakteri yang dapat mengganggu
pelekatan pada reseptor) atau melalui inhibisi kompetitif pada tempat pelekatan
(Drisko et al. 2003, Collado et al 2007).
Probiotik untuk Anak dan Hasil Penelitian Pengaruh positif probiotik terhadap host berkaitan dengan peningkatan
restorasi permeabilitas intestinal dan mikrobiota usus yang tidak seimbang,
perbaikan fungsi barier imunologi intestinal dan penurunan respon peradangan
intestinal. Penggunaan probiotik untuk kesehatan anak dihubungkan dengan
peningkatan fungsi barier di dalam usus dan penurunan risiko penyakit.
Sejumlah produk susu yang difermentasi telah dikembangkan dengan
menggunakan strain Lactobacillus dan Bifidobacteria tertentu. Meskipun
sebagian besar produk telah digunakan secara aman selama bertahun-tahun,
hasil-hasil penelitian ilmiah masih perlu dievaluasi secara hati-hati sebelum
merekomendasikan penggunaan produk tersebut secara luas, terutama pada
anak-anak (Dinkci 2006).
a. Kesehatan saluran cerna Lactobacillus rhamnosus GG secara konsisten menunjukkan penurunan
durasi diare akut bayi yang disebabkan oleh infeksi rotavirus sampai 50%. Strain
ini juga bermanfaat sebagai profilaksis diare pada anak-anak kurang gizi,
terutama pada bayi yang tidak mendapat ASI. Mekanisme yang mendasari efek
positif ini diduga berhubungan dengan simulasi respon imun dan/atau
peningkatan integritas mukosa usus (NICUS 2007). E. faecium IS-27526 memiliki
kemampuan menghambat, berkompetisi dan memindahkan pathogen (Colado et
al, 2007).
b. Probiotik dan Kesehatan Anak
Probiotik dikonsumsi dalam bentuk makanan oleh anak-anak, dan
toleransi serta keamanan konsumsi jangka panjang, jenis dan strain bakteri
tertentu belum terdokumentasi dengan baik. Penelitian tentang toleransi dan
keamanan konsumsi jangka panjang formula bayi yang mengandung bakteri
probiotik hidup (Bifidobacterium lactis dan Sterptococcus thermophilus)
memperlihatkan bahwa suplementasi formula dengan probiotik mempunyai
toleransi yang baik dan menghasilkan pertumbuhan yang cukup. Frekuensi kolik
atau iritabilitas dan penggunaan antibiotik menurun secara signifikan. Bayi yang
25
menerima formula yang telah disuplementasi dengan probiotik cenderung lebih
kecil dalam hal kebutuhan dukungan perawatan kesehatan (NICUS 2007).
c. Manfaat probiotik terhadap pencegahan Inflammatory Bowel
Disease Probiotik cukup penting perannya dalam treatment inflammatory bowel
disease pada bayi dan anak-anak (Vanderhoof & Young 2002; Reid 2002; Young
& Huffman 2003 diacu dalam Dincki 2006). Laporan terkait mengindikasikan
adanya efek positif intervensi probiotik dalam mengembalikan gangguan
imunologi dan normalisasi permeabilitas intestinal pada anak yang mengalami
Crohn’s disease.
d. Alergi
Dasar pemikiran penggunaan probiotik untuk pencegahan alergi adalah
dengan memberikan stimulasi mikroba pada sistem imun host, melalui kultur
mikroorganisme hidup yang bersifat menguntungkan. Studi di Finlandia
menunjukkan adanya penurunan kejadian alergi susu pada bayi yang diberi
Lactobacillus GG selama masa-masa awal bayi. Perlakuan ini nampaknya juga
menurunkan tingkat keparahan allergic eczema (Vanderhoof & Young, 2002
diacu dalam Dincki, 2006). Lactobacillus GG diketahui dapat memperbaiki gejala
klinis dermatitis pada anak yang diberi formula whey yang telah disuplementasi
dengan probiotik. Hal ini berhubungan dengan kemampuan mikroorganisme
tersebut untuk mengubah permeabilitas intestinal maupun melalui pengaruh
langsung pada respon imun intestinal (Davidson & Butler, 2000 diacu dalam
Dincki 2006).
e. Mengurangi gangguan pencernaan dan intoleransi laktosa
Penggantian susu dengan yogurt atau produk susu fermentasi
mendukung perbaikan pencernaan dan menurunkan diare serta gejala lain yang
berhubungan dengan intoleransi laktosa. Manfaat serupa juga teridentifkasi pada
bayi yang mengalami defisiensi sukrase, yang menyebabkan diare dari proses
pencernaan sukrosa. Terapi dengan Saccharomyces cerevisiae, dapat
memperbaiki pencernaan sukrosa karena mengandung enzim sukrase (Drisko et
al. 2003).
Probiotik Enterococcus faecium IS-27526 Bakteri Enterococcus faecium IS-27526 merupakan salah satu strain
probiotik yang potensial sebagai probiotik (Collodo et al 2007; Riewpassa, 2006;
26
Rusilanti, 2003; Surono, 2003). Bakteri yang digunakan sebagai probiotik pada
umumnya adalah bakteri asam laktat (BAL). Probiotik Enterococcus faecium IS-
27526 ini merupakan hasil isolasi dadih. Dadih adalah produk susu kerbau
fermentasi tradisional asal Sumatera Barat yang telah terbukti berperan sebagai
probiotik karena tahan pH rendah, garam empedu, mampu melakukan agregasi,
menempel, dan berkolonisasi di usus, bahkan berinteraksi melawan patogen
(Colado et al. 2007). Penelitian mengenai penempelan bakteri asam laktat yang
diisolasi dari dadih mengindikasikan bahwa setelah perlakuan pemanasan
persentase hidrofobik meningkat dari 9,6% menjadi 17,8% untuk semua bakteri
asam laktat, yaitu E. faecium IS-16183, E. faecium IS-23427, E. faecium IS-
27526, L. plantarum IS -10506, L. plantarum IS-20506 (Collado et al. 2007). Hal
serupa juga dilakukan pada sejumlah balita melalui pemberian diet E. faecium
IS-27526 dapat meningkatkan sekresi antibodi IgA tanpa menimbulkan keluhan
yang berarti pada saluran pencernaan. Selanjutnya secara in vitro, E. faecium
IS-27526 terbukti memiliki kemampuan menempel dan membentuk koloni pada
epitel saluran pencernaan (Surono 2004).
Hasil-hasil studi efikasi praklinis terhadap hewan percobaan tikus yang
telah dilakukan di Indonesia menunjukkan adanya manfaat dari penggunaan
probiotik Enterococcus faecium IS-27526, disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Studi Praklinis efikasi probiotik Enterococcus faecium IS-27526
Studi Bahan Hewan coba dan Lama Perlakuan
Hasil
Harianti (2009)
Biskuit ikan lele tinggi protein berisi krim probiotik E faecium IS-27526
Tikus jantan jenis Sprague Dawley, 21 hari
Meningkatkan BAL feses dan menurunkan jumlah bakteri koliform feses dan memberikan dampak positif terhadap peningkatan rata-rata berat badan.
Kusharto et al. (2009)
Biskuit Garut dan tinggi protein yang berisi krim probiotik E faecium IS-27526
Tikus jantan jenis Sprague Dawley, 21 hari
Meningkatkan BAL feses dan memberikan dampak positif terhadap peningkatan rata-rata berat badan tikus.
Beberapa hasil studi efikasi klinis di Indonesia juga telah menunjukkan
adanya manfaat dari penggunaan probiotik Enterococcus faecium IS-27526,
disajikan pada Tabel 7.
27
Tabel 7 Studi klinis efikasi probiotik Enterococcus faecium IS-27526
Studi Bahan Hasil Sasaran dan Lama
Koestomo FFP (2004)
Dadih IS-27526 Memperbaiki fungsi saluran pencernaan. Tidak signifikan memberikan peningkatan IgA serum total, namun berpotensi memberikan peningkatan lebih baik daripada kontrol.
Balita, 3 bulan
Rieuwpassa F ( 2005)
Biskuit konsentrat ikan laut dan Enterococcus faecium IS-27526
Pertambahan BB, TB dan Status gizi (Z skor BB/U, TB/U, BB/TB) lebih tinggi dibanding kontrol, namun tidak berbeda nyata
Balita, 3 bulan
Memperbaiki antibody anak (Immunoglobulin A) 107,6 mg/dl dan pertumbuhan BAL pada mikroba usus (1,5 x 106
koloni/g)
Rusilanti (2006)
Susu plus Probiotik Enterococcus faecium IS-27526
Pemberian susu UHT plus probiotik dapat meningkatkan konsentrasi total IgA lansia 0,251 mg/ml dari konsenrasi 0.245 mg/ml menjadi 0.496 mg/ml.
Lansia, 3 minggu
Prebiotik Definisi Prebiotik.
Konsep pertama tentang prebiotik, merujuk pada komponen pangan
yang tidak dapat dicerna, namun memiliki manfaat potensial bagi kesehatan host
yang secara selektif mendukung pertumbuhan atau aktivitas koloni
mikroorganisme di dalam usus besar (Gibson & Roberfroid, 1995 diacu dalam
Venter 2007). Berdasar hasil-hasil penelitian mengenai prebiotik yang dalam 10
tahun terakhir ini semakin banyak dipublikasikan, Gibson et al. (2004) baru-baru
ini meninjau kembali konsep awal prebiotik, terutama mengenai 3 aspek kunci
definisi prebiotik:1) resistansi terhadap pencernaan; 2) fermentasi oleh mikroflora
usus besar; dan 3) efek tertentu pada flora yang mendukung manfaat kesehatan.
Definisi terbaru tentang prebiotik adalah bahan pangan fermentasi tertentu yang
dapat mendorong perubahan tertentu terhadap komposisi dan aktivitas mikroflora
dalam organ pencernaan dan memberikan manfaat lebih bagi kesehatan dan
kesejahteraan (Venter 2007).
28
Sumber prebiotik.
Komponen pangan yang secara ilmiah terbukti memberikan manfaat
sebagai prebiotik mungkin baru inulin, oligofruktosa, laktulosa, galakto
oligosakarida (GOS) dan fruktosa oligosakarida (FOS). Asupan harian prebiotik
dapat ditingkatkan melalui konsumsi secara rutin beberapa jenis pangan seperti
bawang daun, artichoke, bawang putih, bawang bombay, gandum dan produk
gandum, asparagus, dan pisang. Belum ada rekomendasi khusus mengenai
kecukupan prebiotik. Namun, dosis 4-20 gram per hari telah menunjukkan
efikasi. Prebiotik potensial lain yang hingga saat ini masih dalam penelitian di
antaranya xylooligosaccharides, lactitol, soyoligosaccharides, glucooligo
saccharides, isomaltooligosaccharides dan gentiooligosaccharides (NICUS
2008). Air Susu Ibu (ASI) merupakan sumber prebiotik berupa oligosakarida.
Sinbiotik Probiotik dan Prebiotik.
Sinbiotik adalah efek yang ditimbulkan dari kombinasi spesifik pemberian
prebiotik dengan probiotik untuk memperoleh manfaat kesehatan tertentu dari
aksi sinergi. Sinbiotik didefinisikan sebagai campuran dari probiotik dan prebiotik
yang memberikan efek yang menguntungkan bagi host dengan meningkatkan
daya tahan dan keberadaan mikroorganisme hidup yang menguntungkan di
dalam usus, melalui stimulasi pertumbuhan mikroorganisme dalam usus, dan/
atau mengaktivasi metabolisme bakteri yang menunjang kesehatan (Gambar 3).
Produk sinbiotik mempunyai potensi meningkatkan kesehatan, tetapi
memerlukan penelitian lebih lanjut pada manusia agar dapat ditetapkan
rekomendasi secara ilmiah (NICUS 2007).
Gambar 3 Konsep sinergi probiotik dan prebiotik terhadap host (Harish & Varghese
2006).
top related