tinjauan pustaka pertumbuhan, status gizi anak balita dan ... · mengacu pada faktor statik yang...

21
8 TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan, Status Gizi Anak Balita dan Faktor yang Mempengaruhinya Ada dua determinan yang saling berinteraksi dalam mempengaruhi pertumbuhan bayi dan balita, yaitu faktor bawaan (genetic factor atau nature) dan faktor lingkungan (environmental factors atau nurture). Faktor bawaan mengacu pada faktor statik yang menyertai anak sejak pembuahan, sedangkan faktor lingkungan lebih banyak terfokus pada kecukupan gizi, higienis dan kesehatan bayi dan balita (Satoto 1997). Timbulnya penyakit pada masyarakat merupakan hasil interaksi antara penduduk setempat dengan berbagai komponen di lingkungan. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat di lingkungannya berinteraksi dengan pangan, udara, air serta serangga (Achmadi 2008). Lingkungan yang bersih merupakan faktor yang berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan bayi dan balita (Pudjiadi 2001). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah kontrol hormonal, kondisi sosial ekonomi, iklim dan musim (Sinclair 1991). Menurut Pudjiadi (2001), pertumbuhan balita yang normal dapat dicapai melalui pemberian makanan dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Untuk memonitor pertumbuhan yang menyimpang (growth faltering) pada balita digunakan nilai Z-skor kurva pertumbuhan. Nilai Z-skor untuk memantau pertumbuhan dapat berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U), panjang/tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U) dan berat badan menurut panjang badan (BB/PB) (WHO 2005). Rendahnya BB/TB (wasting) sering digunakan sebagai indikator kekurangan gizi akut, rendahnya nilai TB/U dapat digunakan sebagai indikator kekurangan gizi kronik maupun akut (Gibson 2005). Status gizi kurang diukur dengan indikator BB/U, dikelompokkan ke dalam berat badan rendah (BBR). Terdapat tiga tingkat keparahan BBR yaitu BBR tingkat ringan (mild), sedang (moderte), dan berat (severe) (Soekirman 2000). Kurang energi dan protein (KEP) merupakan gejala awal dari penyebab utama stunting. Pertumbuhan bayi dan balita yang stunting juga diakibatkan oleh defisiensi satu atau beberapa zat gizi seperti seng, besi, vitamin A dan iodium (Rosado 1999; Hautvast 2000). Menurut Martorell (1995) dan The World Bank (2006), kurang gizi berdampak nyata pada kematian balita. Estimasinya, lebih dari 50% kematian balita disebabkan oleh kurang gizi sedang sampai gizi buruk. Kurang gizi terjadi karena tubuh kekurangan satu atau beberapa jenis zat gizi

Upload: hoangnhi

Post on 02-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8

TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan, Status Gizi Anak Balita dan Faktor yang Mempengaruhinya

Ada dua determinan yang saling berinteraksi dalam mempengaruhi

pertumbuhan bayi dan balita, yaitu faktor bawaan (genetic factor atau nature)

dan faktor lingkungan (environmental factors atau nurture). Faktor bawaan

mengacu pada faktor statik yang menyertai anak sejak pembuahan, sedangkan

faktor lingkungan lebih banyak terfokus pada kecukupan gizi, higienis dan

kesehatan bayi dan balita (Satoto 1997). Timbulnya penyakit pada masyarakat

merupakan hasil interaksi antara penduduk setempat dengan berbagai

komponen di lingkungan. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat di

lingkungannya berinteraksi dengan pangan, udara, air serta serangga (Achmadi

2008). Lingkungan yang bersih merupakan faktor yang berperan dalam

mempengaruhi pertumbuhan bayi dan balita (Pudjiadi 2001). Faktor-faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan adalah kontrol hormonal, kondisi sosial ekonomi,

iklim dan musim (Sinclair 1991). Menurut Pudjiadi (2001), pertumbuhan balita

yang normal dapat dicapai melalui pemberian makanan dengan kualitas dan

kuantitas yang baik.

Untuk memonitor pertumbuhan yang menyimpang (growth faltering) pada

balita digunakan nilai Z-skor kurva pertumbuhan. Nilai Z-skor untuk memantau

pertumbuhan dapat berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U),

panjang/tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U) dan berat badan menurut

panjang badan (BB/PB) (WHO 2005). Rendahnya BB/TB (wasting) sering

digunakan sebagai indikator kekurangan gizi akut, rendahnya nilai TB/U dapat

digunakan sebagai indikator kekurangan gizi kronik maupun akut (Gibson 2005).

Status gizi kurang diukur dengan indikator BB/U, dikelompokkan ke dalam berat

badan rendah (BBR). Terdapat tiga tingkat keparahan BBR yaitu BBR tingkat

ringan (mild), sedang (moderte), dan berat (severe) (Soekirman 2000).

Kurang energi dan protein (KEP) merupakan gejala awal dari penyebab

utama stunting. Pertumbuhan bayi dan balita yang stunting juga diakibatkan oleh

defisiensi satu atau beberapa zat gizi seperti seng, besi, vitamin A dan iodium

(Rosado 1999; Hautvast 2000). Menurut Martorell (1995) dan The World Bank

(2006), kurang gizi berdampak nyata pada kematian balita. Estimasinya, lebih

dari 50% kematian balita disebabkan oleh kurang gizi sedang sampai gizi buruk.

Kurang gizi terjadi karena tubuh kekurangan satu atau beberapa jenis zat gizi

9

yang diperlukan, sakit atau kedua-duannya. Kedua faktor tersebut sering kali

berinteraksi dalam sinergi yang negatif. Defisiensi zat gizi terutama energi dan

protein akan memberikan gangguan psikologik dan sosial, serta secara klinis

menyebabkan kelambatan pertumbuhan. Sedangkan gangguan penyerapan

makanan dapat disebabkan oleh kerusakan permukaan epitel mukosa usus

(brush border) sehingga timbul kekurangan enzim laktase, gangguan fermentasi

karbohidrat, dekonyugasi garam empedu dan terjadinya perubahan struktur

mukosa usus berupa pemendekan jonjot usus (vili intestinalis) dan pendangkalan

kripta yang berakibat berkurangnya mukosa usus (Apriantono 2000; Arisman

2007). Menurut The Word Bank (2006), hasil-hasil studi menunjukkan bahwa

masalah kurang gizi tidak hanya disebabkan persediaan pangan, tetapi juga

faktor lain seperti pengetahuan ibu, praktek pengasuhan anak, akes terhadap

pelayanan kesehatan serta air dan sanitasi.

Proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak setiap individu akan

mengalami siklus berbeda, peristiwa tersebut dapat cepat maupun lambat

tergantung dari individu dan lingkungan (Hidayat 2004). Menurut Martorell

(1995), tumbuh kembang anak sampai usia 3 tahun sangat rentan terhadap

perubahan lingkungan. Hal ini disebabkan oleh: 1) Laju pertumbuhan bayi sangat

cepat, sehingga kebutuhan gizi harus dipenuhi. Kurang gizi sangat potensial

mengakibatkan retardasi fisik dan mental; 2) Anak-anak usia 2-3 tahun memiliki

kebutuhan gizi lebih tinggi/kg BB; 3) Anak-anak usia 2-3 tahun sangat rentan

infeksi dan penyakit karena fungsi pertahanan tubuh belum berkembang

sempurna; 4) Anak-anak usia 2-3 tahun belum mampu mengekspresikan

keinginan sehingga sangat tergantung keberadaan orang tua. Pola perawatan

dan pengasuhan yang buruk akan berdampak buruk terhadap tumbuh

kembangnya.

Imunitas Balita dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Imunitas adalah resistensi terhadap infeksi. Sistem imun diperlukan

tubuh terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh mikroba dan virus. Infeksi lebih

sering terjadi dan lebih berat pada anak-anak usia balita dibanding dewasa

karena sistem imun yang belum matang (Chapel et al. 1999; Bratawidjaya &

Rengganis 2009).

Sistem Imun Tubuh.

Sistem imun berfungsi melindungi individu dari penyakit infeksi, efek

toksin tertentu dan kanker (penyakit neoplasma). Resistensi terhadap penyakit

10

infeksi, toksin dan kanker dapat melalui barier fisik dan kimia terhadap infeksi,

aktivitas sel darah putih, serta aktivitas berbagai molekul di dalam cairan tubuh

dan di permukaan sel. Ada beberapa macam pengklasifikasian imunitas, antara

lain imunitas alamiah (innate/natural immunity) dan imunitas yang didapat

(acquired immunity), imunitas pasif (passive immunity) dan imunitas aktif (active

immunity), imunitas humoral (humoral immunity) dan cell-mediated immunity.

Mekanisme imunitas spesifik timbul atau bekerja lebih lambat dibanding imunitas

non spesifik, meskipun sebenarnya antara kedua sistem imum tersebut terjadi

kerjasama erat, antara yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan

(Surono 2004; Baratawidjaja & Rengganis 2009). Innate immune system merupakan pertahanan pertama terhadap agent

infeksi dan mengeliminasi patogen yang masuk. Innate immunity berhubungan

dengan mekanisme tubuh yang tidak tergantung pada paparan agen infeksi

sebelumnya (antigen) (Clough & Roth 1998). Innate immune system (imunitas

non spesifik) berupa komponen normal tubuh yang selalu terdapat pada individu

yang sehat berfungsi mencegah masuknya mikroba lebih lanjut ke dalam tubuh.

Istilah non spesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu dan mampu

melindungi tubuh terhadap patogen potensial. Sistem imun ini merupakan

pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat

memberikan respon langsung (Bratawidjaya & Rengganis 2009)

Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda

yang dianggap asing terutama yang terpajan pertamakali. Bila antigen yang

sama masuk ke dalam tubuh untuk kedua kalinya maka akan dikenali lebih

cepat. Sistem imun spesifik akan bekerja sama dengan sistem imun non spesifik

bila terdapat benda asing yang berbahaya bagi tubuh. Sistem imun spesifik

terdiri atas sistem humoral dan sistem selular. Pada sistem imunitas humoral,

sel B melepas anti bodi untuk menyingkirkan mikroba ekstraselular. Pada

imunitas selular, sel T mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba

atau mengaktifkan sel CTC/Tc sebagai efektor yang menghancurkan sel

terinfeksi (Clough & Roth 1998; Chapel et al. 1999).

Respon Imun pada Permukaan Mukosa

Sistem imum pada permukaan mukosa disebut juga dengan istilah MALT

(mucosa associated lymphoid tissue), sedangkan GALT (gut associated

lymphoid tissue) merupakan bagian kecil dari MALT. Membran mukosa

merupakan pertahanan pertama inang dari lingkungan di luar tubuh. Permukaan

11

mukosa terdapat di sepanjang rongga internal yang meliputi rongga hidung,

rongga mulut, saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran genital (Roitt

& Delves 2001).

MALT membentuk suatu sistem, dimana sel limfosit teraktivasi oleh

antigen, terutama sel limposit yang memproduksi IgA dan IgE, kemudian

bersirkulasi ke seluruh permukaan mukosa sehingga membentuk sistem imun

mukosal (Roitt & Delves 2001). Respon imun yang paling umum terjadi berupa

respon imun humoral yaitu peningkatan jumlah sel yang mensekresikan IgA dan

sIgA. Sedangkan sel yang mensekresikan IgG, IgE dan IgM terdapat dalam

jumlah dan aktivitas rendah (Erickson& Hubbard 2000). IgM dapat menggantikan

fungsi IgA apabila karena sesuatu sebab terjadi defisiensi IgA, sedangkan IgE

tidak jelas peranannya dalam proteksi usus (Suraatmaja 2007).

Antibodi.

Antibodi adalah glikoprotein yang diproduksi sel B sebagai respon

terhadap rangsangan imunogen. Imunogen adalah bahan yang dapat

merangsang sel B atau sel T atau keduanya disebut imunogen, sedangkan

antigen adalah bahan yang berinteraksi dengan produk respon imun yang

dirangsang oleh imunogen spesifik seperti antibodi. Antibodi adalah protein

dengan struktur yang sama dan dikenal sebagai imunoglobulin (Ig) (Chapel et al.

1999; Bratawidjaya & Rengganis 2009).

Imunoglobulin terdiri lima jenis yaitu imunoglobulin A (IgA), IgG, IgM, IgE

dan IgD (Devereux 2006). Imunoglobulin A (IgA) merupakan satu kelompok dari

5 jenis antibodi yang ada dalam tubuh manusia (IgG, IgM, IgA, IgE dan IgD) dan

merupakan kelas imunoglobulin kedua terbanyak setelah IgG. Antibodi IgA ada

dua macam yaitu serum IgA dan sekretori IgA (sIgA) yang banyak ditemukan

dalam air liur, mukus, air mata dan sekresi eksternal lainnya (Surono 2004;

Baratawidjaja & Rengganis 2009). Dari dari semua immunoglobulin yang

diproduksi sel-sel, sekitar 80% ditemukan dalam usus besar berupa IgA

(Goktepe et al. 2006). IgA serum, pada umumnya dijumpai dalam bentuk

monomerik dan merupakan 15% dari kadar Imunoglobulin total. Paruh waktunya

adalah 5-6 hari, serta konsentrasi imunoglobulun A normal di darah adalah 1,4-4

mg/ml (Kresno, 1996; Roitt & Delves 2001), sedangkan IgA sekretori berbentuk

dimerik atau polimerik, yang diproduksi melimpah pada permukaan mukosa.

IgA1 immunocytes dominan di usus halus, sedangkan IgA2 diproduksi sel-sel

pada usus besar (Isolauri et al. 2001). Struktur sIgA dibuat didalam sel plasma

12

yang terdapat dibawah permukaan epitel usus yang kemudian akan diikat lagi

oleh suatu glikoprotein yang dinamakan secretory componen (SC). Dengan

ikatan terakhir ini sIgA akan lebih tahan terhadap pengrusakan oleh enzim

proteolitik (tripsin dan kemotripsin) yang terdapat di dalam usus (Suraatmaja

2007).

IgA sekretori (sIgA) ideal untuk menjaga permukaan mukosa dari antigen

karena tahan terhadap proteolisis intraluminal dan tidak menimbulkan respon

inflamasi (Salminen et al. 1998). Diperkirakan cara kerja IgA sekretori adalah

mencegah melekatnya antigen pada permukaan mukosa (Roitt & Delves 2001)

dan memiliki afinitas yang kuat pada receptor Fc di permukaan makrofag yang

dapat membantu fagositosis dan melakukan opsonisasi (Gambar 1)

Gambar 1. Sistem pertahanan sIgA pada permukaan mukosa

Beberapa studi menunjukkan fakta bahwa tingkat IgA total serum

meningkat setelah mengkonsumsi probiotik secara oral. Namun terdapat

perbedaan yang mendasar antara IgA yang ditemukan dalam serum dan usus

(intestine). Pengukuran IgA serum mungkin tidak mencerminkan kondisi saluran

pencernaan yang aktual (Park et al. 2002, diacu dalam Delcenserie et al. 2006).

Walapun pengukuran kadar IgA pada serum sedikit merefleksikan respon imun

mukosa (Erickson & Hubbard 2000), namun IgA serum dapat merefleksikan

respon imun humoral secara keseluruhan karena immunoglobulin A juga

merupakan produk dari sistem imun humoral.

Penelitian efek probiotik terhadap sistem imun sebaiknya difokuskan

pada MALT. Respon utama dari imun mukosa adalah respon imun humoral dan

produksi sIgA. Terdapat beberapa metode untuk pengukuran tipe dan

13

konsentrasi immunoglobulin. Sekretori IgA diproduksi terutama oleh MALT dan

lebih merefleksikan respon intestina (pencernaan) dibandingkan IgA. Sampel

terbaik untuk mendapatkan sIgA dapat diperoleh dari mukosa usus, namun

membutuhkan invasi (Erickson & Hubbard 2000). Feses dapat digunakan

sebagai indikator immunoglobulin saluran pencernaan. Keuntungan penggunaan

feses sebagai sampel adalah sIgA kebanyakan diproduksi pada sisi mukosal

yang merefleksikan respon intestine, sedangkan kerugiannya aktivitas proteolitik

hanya merefleksikan respon kolonik (Erickson & Hubbard 2000).

Beberapa strain probiotik dapat menstimulasi produksi IgA oleh sel-sel B

yang membantu memelihara intestinal humoral immunity dengan mengikat

antigen-antigen (Gambar 1). Hasil beberapa penelitian tentang pengaruh

probiotik dalam menstimulasi produksi IgA, disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh probiotik pada stimulasi produksi IgA

Efek Sistem Imum Organisme Referensi

B. bifidum

L. acidophilus La1

L. casei rhamnosus

B. lactis Bb12

Fukushima et al. 1998; Ibnou et al. 2003; Isolauir et al. 1995; Kaila et al 1995; Link_Amster et al. 1994; Majamma et al. 1995; Park et al. 2002.

Sumber : Delcenserie et al. 2006

Gizi dan Imunitas.

Setiap zat gizi, makro atau mikro mempunyai peranan yang penting

dalam sistem imunitas. Hubungan antara gizi dan imunitas telah ditunjukkan

pada fungsi dari beberapa sel-sel di dalam sIstem imun yang mengatur siklus

metabolisme yang membutuhkan berbagai jenis gizi sebagai kofaktor yang

berpengaruh pada mekanisme pertahanan tubuh (Mac Dermott 1993 diacu

dalam Fuller & Perdigon 2003). Di negara berkembang, masalah kurang gizi

merupakan penyebab umum defisiensi imunitas. Kekurangan protein dapat

menimbulkan gangguan imunitas yang ditandai dengan pelemahan sistemik dan

imunitas mukosa (Baratawidjaja & Rengganis 2009). Defisiensi imunitas berefek

langsung terhadap respon fase akut dan meningkatkan frekuensi dan keparahan

infeksi. KEP dapat meningkatkan atropy mucosa, pembentukan mucin tak

normal, involusi thymus dan pelemahan sekresi sIgA (Sullivan et al. 1993). Pada

hewan percobaan, kemampuan untuk mempertahankan kandungan normal

mucin terganggu dan laju untuk penyerapan asam amino serta lemak berkurang

14

(Arisman 2007). Oleh karena itu penambahan suplemen bakterial, seperti BAL

yang terseleksi atau susu fermentasi ke dalam formula makanan mungkin akan

meningkatkan tidak hanya status gizi, tetapi juga mikrobiota usus dan sistem

imum, sebagaimana dalam mengeliminasi toksin dan membantu dalam

pengaturan produksi mukus.

Penambahan probiotik pada defisiensi imunitas yang disebabkan

masalah gizi kurang dapat disarankan setelah recovery mucosal dengan

pemberian makanan yang cukup untuk menghilangkan efek berbahaya pada

attropy mucosa yang disebabkan oleh masalah kurang gizi (Isolauri et al. 1991;

Allori et al. 2000 diacu dalam Fuller & Perdigon 2003). Menurut Shankar

(2001) peran zat –zat gizi terhadap fungsi –fungsi imun disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Peran zat gizi terhadap fungsi fungsi umum imun

Zat Gizi

Humoral Imunity

Barrier and Epithelial integrity

Cell-mediated immunity

Cytokine production

KEP X X X X

Vit A X X X X

Seng X X X X

Selenium X

PUFA X

Vit E X X

Vit C X

Vit B-6 X X X

Thiamin X Sumber :Shankar AH 2001.

Kebutuhan Gizi dan Formulasi Makanan Balita Kebutuhan Gizi.

Masa anak-anak adalah masa pertumbuhan dan perkembangan tulang,

gigi, ototdan darah, sehingga anak-anak membutuhkan gizi dalam proporsi yang

lebih besar dibandingkan orang dewasa. Anak-anak mungkin berisiko mengalami

masalah kurang gizi ketika anak-anak memiliki nafsu makan yang kurang dalam

jangka waktu lama, makan dalam jumlah terbatas, atau diet pangan yang kurang

mengandung zat gizi yang dibutuhkan. Disarankan proporsi asupan energi

adalah 50-60 % dari karbohidrat, 25-35% dari lemak dan 10-15% dari protein.

15

Kebutuhan protein per kg BB menurun dari sekitar 1.1 g/kg pada awal anak-anak

hingga 0.95 g/kg pada usia anak selanjutnya (Kathleen & Escott 2004) Formulasi Makanan Balita dan PMT.

Formulasi makanan anak balita harus memenuhi persyaratan tertentu

khususnya untuk protein, energi, lemak, vitamin dan mineral serta bahan

tambahan. Komposisi zat gizi makanan tambahan tinggi protein yaitu

mengandung protein sekurang-kurangnya 15 g/100 g apabila mutu protein setara

susu sapi yaitu Nett Protein Utilization (NPU) sama dengan 80 dan apabila mutu

protein rendah (sekurang-kurangnya NPU = 60), maka jumlah harus dinaikkan

menjadi 20 g/100 g (Tabel 3). Codex Alimentarius Guidelines 1994

mensyaratkan mutu protein (NPU) sekurang-kurangnya 65 yang setara dengan

nilai Protein Effisiency Ratio (PER) tidak kurang dari 2.1. CAG guideline no.8 dan

Codex Alimentarius 1994 menyarankan agar tiap 100 gram produk mengandung

20 gram protein dan 100 gram produk tersebut harus menyediakan energi

sebanyak 400 kkal. Program intervensi yang dikhususkan untuk balita yang menderita

masalah Kurang Energi Protein (KEP) dikenal dengan sebutan PMT-P. Jumlah

makanan untuk PMT-P diperkirakan mengandung 300-400 Kalori dan 6-8 gram

protein,diberikan selama 180 hari makan anak (HMA) untuk balita dengan status

gizi buruk dan 90 HMA untuk balita dengan status gizi kurang (Dinkes 2004).

Tabel.3 Standar makanan tambahan untuk bayi dan anak-anak (per 100g bahan)

Komponen Zat Gizi Nilai Standar

Protein, g Energi, kkal Lemak, g Asam Linoleat (g) Serat Makanan (g) Vitamin A ( μg RE) Vitamin D (μg) Vitamin C (mg) Tiamin (mg) Vitamin B6 (mg) Vitamin B12 (μg) Niasin (mg) Kalsium (mg) Besi (mg) Zinc (mg)

15 – 20 400

10 – 25 1.4 5.0

266.7 6.67 13.3 0.33 0.6 0.67 6.0

533.3 8.0 6.67

Sumber : FAO/WHO 1991

16

Biskuit dan Modifikasinya Biskuit. Menurut SNI, biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari

tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses

pemanasan dan pencetakan. Dalam prosesnya, biskuit juga dapat ditambahkan

dengan bahan tambahan pangan yang dijinkan. Biskuit sifatnya mudah dibawa

karena volume dan beratnya kecil dan umur simpan yang relatif lama. Biskuit

dapt dikarakterisasi dari tingginya kandungan gula dan shortening serta

rendahnya kandungan air di dalam adonan (Faridi & Faubion 1990). Namun

belum ada klasifikasi yang jelas untuk biskuit, bahkan terkadang dijumpai saling

tumpang tindih antara bentuk yang satu dengan lainnya. Hingga saat ini biskuit

diklasifikasikan berdasarkan beberapa sifat yaitu: (1) tekstur dan kekerasan, (2)

perubahan bentuk akibat pemanggangan, (3) ekstensibilitas adonan, dan (4)

pembentukan produk (Manley 1983).

Tabel 4. Syarat mutu biskuit bayi dan balita (SNI 01-4445-1998) tahun 1998

Kriteria Uji (Parameter)

Persyaratan Mutu Disajikan dengan

susu Disajikan tanpa susu

Keadaan(bau,rasa,warna,tekstur) Normal Normal Kadar Air (% b/b) Minimum 5.0 Minimum 5.0 Kadar Protein (% b/b) Maksimum 6.5 Maksimum 10.0 Kadar Abu (% b/b) Maksimun 2.0 Maksimum 2.0 Kadar Lemak (% b/b) 6.0 – 11.0 6.0 – 11.0 Serat Kasar (% b/b) Maksimum 0.5 Maksimum 0.5 Karbohidrat (% b/b) Minimum 75.0 Minimun 70.0 Kalori (kal/100 g) Minimum 370.0 Minimum 390.0 Bahan Tambahan Makanan -pewarna dan pemanis buatan

Tidak boleh ada

Tidak boleh ada

Besi, Fe (mg/kg) Maksimum 140.0 Maksimum 140.0 Kalsium, Ca (% b/b) Maksimum 1.0 Maksimum 1.0 Cemaran logam : - Timbal, Pb (mg/kg) Maksimum 0.3 Maksimum 0.3 - Tembaga, Cu (mg/kg) Maksimum 5.0 Maksimum 5.0 - Seng, Zn (mg/kg) Maksimum 40.0 Maksimum 40.0 - Timah, Sn (mg/kg) Maksimum 40.0 Maksimum 40.0 - Raksa, Hg (mg/kg) Maksimum 0.03 Maksimum 0.03 - Arsen, As (mg/kg) Maksimum 0.1 Maksimum 0.1 Cemaran Mikroba : - TPC (koloni/g) Maks 1.0 X 10 Maks 1.0 X 104 - E.coli (APM/g)

4 < 3 < 3

- Salmonela (koloni/25 g) Negatif Negatif - Staphylococcus aureus (cfu/g) Maks 1.0 X 10 Maks 1.0 X 102 2

Sumber : Badan Standarisasi Nasional, LIPI 1998

17

Menurut SNI tahun 1990, biskuit dapat diklasifikasikan menjadi biskuit

keras, crackers, cookies, dan wafer. Biskuit keras dibentuk dari adonan keras

dan memiliki tekstur padat. Crackers adalah biskuit yang dibuat dari adonan

keras melalui fermentasi dan memiliki struktur berlapis-lapis. Jenis yang ketiga

yaitu Cookies merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak. Sifatnya

lebih renyah karena tesktur yang kurang padat. Wafer adalah jenis biskuit dari

adonan cair dengan sifat yang sangat renyah dan memiliki tesktur yang

berongga. Modifikasi Biskuit. Menurut Boobier et al. (2006) bahwa biskuit

konvensional yang tinggi lemak dan gula, yang diasosiasikan dengan diet tidak

sehat oleh konsumer dapat dimodifikasi. Modifikasi dapat dibentuk dengan

penambahan vitamin B6, vitamin B12, Asam folad, Vitamin C dan Prebiotik fiber,

dengan mengurangi garam dan gula, dengan demikian mengubah produk

makanan tradisonal menjadi produk fungsional. Hasil penelitiannya menunjukkan

biskuit alternatif tersebut, selain tidak hanya diterima oleh konsumen tetapi dapat

juga dibuat dalam skala industri (pabrik) dengan mempertimbangkan kondisi

komersial yang tepat.

Tepung protein ikan lele dan Isolat protein kedelai

Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan asam

amino yang diperlukan tubuh. Selain itu mempunyai nilai biologisnya mencapai

90% dan jaringan pengikat sedikit sehingga mudah dicerna serta harganya jauh

lebih murah dibandingkan dengan sumber protein lain. Namun ikan juga memiliki

beberapa kekurangan yaitu 1) Kandungan air yang tinggi (80%), pH tubuh ikan

yang mendekati netral dan daging ikan yang sangat mudah dicerna oleh enzim

autolisis menyebabkan daging sangat lunak sehingga menjadi media yang baik

untuk pertumbuhan bakteri pembusuk dan; 2) Kandungan asam lemak tak jenuh

mengakibatkan daging ikan mudah mengalami proses oksidasi sehingga

menyebabkan bau tengik (Adawyah 2007). Oleh karena itu, diperlukan proses

pengolahan untuk menambah nilai, baik dari segi gizi, bentuk/tekstur, daya awet

maupun ekonomi.

Lele dumbo (clarias gariepinus) merupakan salah satu jenis lele yang

memiliki ukuran besar yang dikembangkan di Indonesia. Protein ikan lele

tergolong istimewa karena bukan hanya berfungsi sebagai penambah jumlah

protein yang dikonsumsi, tetapi juga pelengkap mutu protein. Protein ikan lele

mengandung semua asam amino esensial dalam jumlah yang cukup (FAO 1972

18

dalam Astawan 2008) yaitu Arginin (6.3%), Histidin (2.8%),Asoleusin (4.3%),

Leusin (9.5%), Lisin (10.5%), Metionin (1.4%), Fenilalanin (4.8%), Treonin

(4.8%), Valin (4.7%), Triptofan (0.8%) dengan total esensial 49.9 % dan non

esensial 50.1%. Tepung ikan merupakan salah satu hasil pengawetan ikan

dalam bentuk kering untuk kemudian digiling menjadi tepung (Ilyas 1993).

Disamping protein, tepung ikan juga kaya akan vitamin B, kalsium (Ca),

phosphor (P), seng (Zn), yodium (I), besi (Fe), mangan (Mn) dan kobalt (Co)

(Moeljanto 1992).

Kedelai merupakan salah satu komoditas penting, yang perlu diupayakan

hingga tercapai swasembada kedelai, tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan

pangan tetapi juga mendukung agroindustri dan menghemat devisa (Kuntjoro

1997). Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati yang potensial

karena kandungan protein yang tinggi yaitu 40% (Sugano 2006). Isolat protein

kedelai merupakan bentuk protein kedelai yang paling murni, karena kadar

protein minimumnya 95% dalam berat kering. Produk ini hampir bebas dari

karbohidrat, serat dan lemak sehingga sifat fungsionalnya jauh lebih baik

dibandingkan dengan konsentrat protein maupun tepung atau bubuk kedelai.

Penggunaan isolat protein kedelai sangatlah luas, diantaranya dapat dipakai

untuk biskuit (Koswara 1995; McWilliam 2001).

Isolat protein kedelai selain sebagai pengikat dan pengemulsi, juga dapat

berfungsi sebagai additif untuk memperbaiki penampakan produk, tekstur, serta

flavor produk. Isolat protein kedelai juga mempunyai kemampuan dalam

menyerap lemak atau minyak yang dapat digunakan untuk dua tujuan yaitu

meningkatkan penyerapan lemak hingga dapat mengurangi kehilangan sari

karena pemasakan dan untuk mencegah penyerapan minyak yang berlebihan.

Kemampuan daya serap air. Isolat protein kedelai juga mempunya kemampuan

serap air yang tinggi. Daya serap air isolat protein kedelai penting peranannya

dalam makanan panggang (baked goods) karena dapat meningkatkan rendemen

adonan dan memudahkan penanganannya. Disamping itu, sifat menahan air

akan memperlama kesegaran makanan, misalnya pada biskuit (Koswara 1995).

Biskuit untuk PMT balita. Hasil-hasil penelitian terkait penggunaan

produk makanan berupa biskuit sebagai makanan tambahan pada balita di

Indonesia, diantaranya disajikan pada Tabel 5.

19

Tabel 5. Studi biskuit sebagai PMT balita di Indonesia

Studi Bahan Hasil Sasaran dan Lama

WFP Indonesia- FKM Unair (2008)

Biskuit fortifikasi muliti vitamin dan mineral

Penerimaan biskuit oleh balita dan anak sekolah tinggi (92,8%) rasa enak

Terdapat penurunan prevalensi anemia dan semakin lama menerima biskuit, risiko anemia makin kecil.

Anak balita (12-59 bulan) dan usia sekolah dasar. Intervensi 1 – 25 bulan.

Widayani (2007)

Biskuit fortifikasi vitamin A dan zat Besi

Terdapat peningkatan kadar retinol dan respon imum, namun tidak terdapat peningkatan status gizi (antropometri)

Balita (18-38 bulan). Intervensi, selama 4 bulan

Pangan Fungsional

Dasar pemilihan terhadap jenis makanan yang akan dikonsumsi, tidak

lagi hanya sekedar dapat memenuhi kebutuhan energi, mengenyangkan perut

atau memberi kenikmatan dengan rasanya yang lezat serta penampilan

menarik, namun juga dipertimbangkan terhadap potensi aktivitas fisiologis

komponen yang dikandungnya. Berkaitan dengan berkembangnya fungsi

makanan tersebut, sekarang dikenal dengan istilah pangan fungsional atau

functional food. Menurut konsensus pada The First International Conference on

East West Perspective on Functional Foods tahun 1996 dan The International

Life Scienece Institute of North America (ILSI), bahwa pangan fungsional

didefinisikan sebagai pangan yang kandungan komponen aktifnya dapat

memberikan manfaat bagi kesehatan, diluar manfaat yang diberikan oleh zat-zat

gizi konvensional yang terkandung di dalamnya (Wildman & Kelley 2007).

Definisi pangan fungsional menurut BPOM (2005) dan Surono (2004) adalah

pangan yang secara alamiah atau telah melalui proses, mengandung satu atau

lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai

fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan.

Tiga faktor yang harus dipenuhi agar suatu produk dapat disebut pangan

fungsional yaitu: 1) Produk tersebut haruslah suatu produk pangan (bukan

kapsul, tablet atau bubuk) yang berasal dari bahan (ingredient) yang terdapat

secara alami dengan sifat sensoris yang dapat diterima oleh konsumen; 2)

Produk tersebut dapat dan selayaknya dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau

20

menu sehari-hari dan 3) Produk memiliki fungsi tertentu pada waktu dicerna,

memberikan peran dalam proses tubuh tertentu, seperti memperkuat pertahanan

tubuh, mencegah penyakit tertentu, membantu tubuh untuk mengembalikan

kondisi tubuh setelah terserang peyakit, menjaga kondisi fisik dan mental,

memperlambat proses penuaan, dan sebagainya (BPOM 2005; Roberfroid

2002)

Komponen yang dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu di

dalam makanan fungsional,digolongkan sebagai berikut i) Vitamin, ii) Mineral, iii)

Gula alkohol, iv) Asam lemak tidak jenuh (polyunsaturated fatty acids = PUFA),

v) Peptida dan protein tertentu, vi) Asam amino, vii) Serat pangan, viii) Prebiotik,

ix) Probiotik, x) Kolin, lisitin dan Inositol, xi) Karnitin dan skualen, xii) Isoflavon

(kedelai), xiii) Fitosterol dan fitostanol, xiv) Polifenol (teh) dan xv) Komponen

fungsional lain yang akan ditetapkan kemudian (BPOM 2005).

Probiotik dan prebiotik merupakan bahan (ingredient) pangan fungsional,

karena efek kandungan komponennya telah terbukti pada hewan dan konsumen

manusia. Upaya-upaya untuk mengetahui peranan prebiotik dan probiotik dalam

kesehatan manusia meningkat luar biasa pada dekade akhir ini, terutama karena

adanya penurunan komponen imunitas pada saluran cerna (gut immunity) seiring

dengan usia (terlihat pada Gambar 2), paparan terhadap antibiotik yang

memungkinkan mengganggu keseimbangan mikroorganisme di dalam usus

besar sehingga mikroorganisme patogenik dapat menimbulkan penyakit (NICUS

2007).

Gambar 2. Perubahan jumlah bakteri dalam fesesl berdasarkan usia (Mitsuoka 1978 dalam NICUS 2007)

21

Indonesia memiliki berbagai jenis makanan fermentasi tradisional yang

berpotensi mengandung probiotik, salah satunya adalah dadih. Dadih adalah

susu fermentasi dari susu kerbau berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat.

Dilihat dari komposisi kimia dan nilai gizi, dadih merupakan sumber protein yang

tinggi yaitu sekitar 38% yang mengandung hampir semua jenis asam amino

esensial yang digunakan untuk pertumbuhan. Selain itu dadih juga menghasilkan

beberapa jenis vitamin B kompleks yang merupakan komponen susu sendiri,

vitamin B dan vitamin K (Surono & Hosono 1995; Akuzawa & Surono 2007).

Probiotik

Definisi Probiotik. Istilah probiotik pertama kali dikenalkan pada tahun 1965 oleh Stillwell

dan Lilly. Dalam perkembangannya, muncul berbagai definisi probiotik. Secara

sederhana, Salminen et al. (1998) diacu dalam Harish & Varghese (2008)

menyatakan bahwa probiotik merupakan suplemen makanan mikroba hidup atau

komponen bakteri yang telah tebukti memberikan efek yang menguntungkan

bagi kesehatan manusia. Definisi probiotik yang pertama kali diungkapkan oleh

Parker (1987) adalah organisme dan unsur-unsur yang berperan dalam

keseimbangan mikroflora usus. Sedangkan definisi probiotik menurut

International Life Sciences Institute Europe (ILSI Eropa) adalah suplemen

pangan berupa mikroba hidup yang dapat memberi pengaruh yang

menguntungkan bagi kesehatan dan kehidupan inangnya (Salminen et al. 2004).

Definisi tersebut memiliki implikasi bahwa probiotik tidak selalu harus berupa sel

hidup karena telah memiliki implikasi bahwa probiotik dalam bentuk sel yang

tidak hidup juga menunjukkan pengaruh positif terhadap kesehatan inang

(Ouwehand & Salminen 1998). Definisi tersebut juga tidak membatasi

penggunaan probiotik sebagai bahan pangan, aplikasi dalam bentuk lain yang

juga telah dilaporkan mempunyai pengaruh menguntungkan bagi kesehatan, dan

tidak hanya sel mikroba utuh tetapi bagian dari sel juga telah terbukti mempunyai

pengaruh terhadap kesehatan. Definisi probiotik yang lebih baru lagi dikeluarkan

oleh Food and Agricultural Organization (FAO/WHO 2001), yaitu mikroorgansme

hidup yang apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup akan memberikan

pengaruh yang menguntungkan bagi ”host”nya (Szajewska et al. 2006).

22

Syarat Probiotik.

Probiotik tidak bersifat generik, tetapi strain spesifik. Probiotik akan

memberikan manfaat, tergantung pada kemampuannya untuk mempertahankan

viabilitasnya terhadap suasana asam dalam lambung, hingga sampai pada

targetnya. Kriteria yang harus dipenuhi suatu mokroorganisme untuk dapat

diklasifikasikan ke dalam probiotik, antara lain: 1) Non patogen; 2) Stabil

terhadap processing, atau kemampuan untuk bertahan di dalam vehicle-nya; 3)

Stabilitas di dalam asam dan empedu; 4) Adhesi pada jaringan epitel target; 5)

Kemampuan untuk bertahan di dalam saluran pencernaan; 6) Produksi substansi

antimikroba; 8) Kemampuan untuk memodulasi sistem imun; 9) Kemampuan

untuk mempengaruhi aktivitas metabolik (Szajewska et al. 2006). Probiotik harus berada dalam jumlah minimal tertentu (dalam Colony

Forming Unit/ CFU) per dosisnya. Meskipun belum ada studi mengenai

hubungan dosis-respon, Natural Health Products Directorate Canada baru-baru

ini merekomendasikan dosis 5 miliar CFU per hari selama 5 hari untuk probiotik.

Dosis yang ditujukan untuk terapi dan pencegahan bervariasi. Asupan harian

106 hingga 109

Aspek keamanan probiotik juga penting untuk dipertimbangkan. Idealnya

probiotik berasal dari manusia dan dari saluran pencernaan orang sehat, sebab

efek positif kesehatan biasanya sangat tergantung pada lingkungan dan spesies.

Strain probiotik tidak boleh bersifat patogen, atau berkaitan dengan penyakit

kelainan saluran pencernaan. Selain itu bakteri probiotik juga harus tidak

mentransfer gen resisten terhadap antibiotik (Surono 2004).

cfu merupakan dosis minimum yang efektif untuk tujuan terapi

(Szajewska 2006).

Manfaat Probiotik. Berbagai review tentang probiotik telah secara luas dilakukan dan

mengeksplorasi efek positif probiotik bagi kesehatan. Beberapa manfaat

probiotik, antara lain: a. Probiotik menghambat bakteri patogen

Aksi yang menyehatkan dari probiotik, tidak hanya karena zat gizinya,

tetapi juga pengaruhnya terhadap lingkungan gastrointestinal (Andrellucchi et al.

2008) . Probiotik menurunkan konsentrasi bakteri endotoksin, minimal dengan

cara menghambat translokasi bakteri dari lumen saluran pencernaan ke aliran

darah (Vanderhoof 2001). Ini bisa disebabkan karena kemampuan probiotik

untuk melekat pada barier mukosa, sehingga secara umum akan memberikan

23

efek modulasi intestinal allergy sistemik. Probiotik mencegah kolonisasi bakteri

pencetus penyakit melalui kompetisi zat gizi, pengaturan system imun dan

produksi antitoksin (Marteau et al, 2001). Pelekatan flora normal yang

menguntungkan pada mukosa akan menghambat kolonisasi bakteri patogen

pada mukosa dan menurunkan over-stimulasi sistem imun. Kolon yang sehat

dengan produksi mucus yang cukup dan kolonisasi bakteri yang sesuai akan

mencegah melekatnya bakteri pathogen, modulasi proses penyakit dan

mencegah inflamasi (Drisko et al. 2003). Apabila mikrobiota komensal di usus

mati karena antibiotik, mikroba pathogen dengan mudah mengambil tempat

mikrobiota komensal (Baratawidjaja & Rengganis 2009).

b. Intoleransi laktosa

Strain probiotik elah terbukti mampu membantu mengatasi masalah

intoleransi laktosa. Intoleransi laktosa merupakan gangguan kemampuan

produksi enzim laktase atau β-galaktosidase. Laktase penting untuk

mengasimilasi disakarida menjadi glukosa dan galaktosa yang terdapat pada

susu. Orang yang mengalami masalah intoleransi laktosa akan mengalami

gangguan perut, diare, kram, flatulence, mual, muntah, dan sebagainya. Masalah

lain yang berhubungan dengan intoleransi laktosa adalah defisiensi kalsium.

Yogurt mengandung laktosa yang lebih sedikit dibanding susu sehingga dapat

memperlambat pengosongan lambung. Bakteri harus berada keadaan hidup

dengan jumlah yang cukup untuk memberikan manfaat positif. Selanjutnya

penyerapan kalsium akan lebih baik dalam kondisi asam. Bila laktosa dikonversi

menjadi asam laktat maka pH usus akan meningkat sehingga penyerapan

kalsium juga meningkat (Survana & Boby 2003).

c. Menjaga integritas brush border dan sel epitel

Pemberian suplementasi probiotik LIS 10506 dan LIS 20506 dapat

memungkinkan perbaikan intestinal setelah menderita sakit infeksi.

Sebagaimana ditunjukkan pada percobaan tikus, dimana terjadi perbaikan

(recovery) brush burder pada tikus yang diberi suplementasi LIS 10506 dan LIS

20506 (Ranuh et al 2008).

Salah satu pemanfaatan probiotik yang telah dikenal secara luas adalah

mencegah penyakit diare. Probiotik dapat digunakan mengatasi masalah gastro

intestinal pada bayi dan anak-anak. Diare akut berhubungan dengan patogen

virus, bakteri maupun parasit. Probiotik meningkatkan produksi mucin usus yang

mencegah pelekatan enteropatogen. Pelekatan tersebut dapat dicegah melalui

24

seric hindrance (perbedaan struktural ligan bakteri yang dapat mengganggu

pelekatan pada reseptor) atau melalui inhibisi kompetitif pada tempat pelekatan

(Drisko et al. 2003, Collado et al 2007).

Probiotik untuk Anak dan Hasil Penelitian Pengaruh positif probiotik terhadap host berkaitan dengan peningkatan

restorasi permeabilitas intestinal dan mikrobiota usus yang tidak seimbang,

perbaikan fungsi barier imunologi intestinal dan penurunan respon peradangan

intestinal. Penggunaan probiotik untuk kesehatan anak dihubungkan dengan

peningkatan fungsi barier di dalam usus dan penurunan risiko penyakit.

Sejumlah produk susu yang difermentasi telah dikembangkan dengan

menggunakan strain Lactobacillus dan Bifidobacteria tertentu. Meskipun

sebagian besar produk telah digunakan secara aman selama bertahun-tahun,

hasil-hasil penelitian ilmiah masih perlu dievaluasi secara hati-hati sebelum

merekomendasikan penggunaan produk tersebut secara luas, terutama pada

anak-anak (Dinkci 2006).

a. Kesehatan saluran cerna Lactobacillus rhamnosus GG secara konsisten menunjukkan penurunan

durasi diare akut bayi yang disebabkan oleh infeksi rotavirus sampai 50%. Strain

ini juga bermanfaat sebagai profilaksis diare pada anak-anak kurang gizi,

terutama pada bayi yang tidak mendapat ASI. Mekanisme yang mendasari efek

positif ini diduga berhubungan dengan simulasi respon imun dan/atau

peningkatan integritas mukosa usus (NICUS 2007). E. faecium IS-27526 memiliki

kemampuan menghambat, berkompetisi dan memindahkan pathogen (Colado et

al, 2007).

b. Probiotik dan Kesehatan Anak

Probiotik dikonsumsi dalam bentuk makanan oleh anak-anak, dan

toleransi serta keamanan konsumsi jangka panjang, jenis dan strain bakteri

tertentu belum terdokumentasi dengan baik. Penelitian tentang toleransi dan

keamanan konsumsi jangka panjang formula bayi yang mengandung bakteri

probiotik hidup (Bifidobacterium lactis dan Sterptococcus thermophilus)

memperlihatkan bahwa suplementasi formula dengan probiotik mempunyai

toleransi yang baik dan menghasilkan pertumbuhan yang cukup. Frekuensi kolik

atau iritabilitas dan penggunaan antibiotik menurun secara signifikan. Bayi yang

25

menerima formula yang telah disuplementasi dengan probiotik cenderung lebih

kecil dalam hal kebutuhan dukungan perawatan kesehatan (NICUS 2007).

c. Manfaat probiotik terhadap pencegahan Inflammatory Bowel

Disease Probiotik cukup penting perannya dalam treatment inflammatory bowel

disease pada bayi dan anak-anak (Vanderhoof & Young 2002; Reid 2002; Young

& Huffman 2003 diacu dalam Dincki 2006). Laporan terkait mengindikasikan

adanya efek positif intervensi probiotik dalam mengembalikan gangguan

imunologi dan normalisasi permeabilitas intestinal pada anak yang mengalami

Crohn’s disease.

d. Alergi

Dasar pemikiran penggunaan probiotik untuk pencegahan alergi adalah

dengan memberikan stimulasi mikroba pada sistem imun host, melalui kultur

mikroorganisme hidup yang bersifat menguntungkan. Studi di Finlandia

menunjukkan adanya penurunan kejadian alergi susu pada bayi yang diberi

Lactobacillus GG selama masa-masa awal bayi. Perlakuan ini nampaknya juga

menurunkan tingkat keparahan allergic eczema (Vanderhoof & Young, 2002

diacu dalam Dincki, 2006). Lactobacillus GG diketahui dapat memperbaiki gejala

klinis dermatitis pada anak yang diberi formula whey yang telah disuplementasi

dengan probiotik. Hal ini berhubungan dengan kemampuan mikroorganisme

tersebut untuk mengubah permeabilitas intestinal maupun melalui pengaruh

langsung pada respon imun intestinal (Davidson & Butler, 2000 diacu dalam

Dincki 2006).

e. Mengurangi gangguan pencernaan dan intoleransi laktosa

Penggantian susu dengan yogurt atau produk susu fermentasi

mendukung perbaikan pencernaan dan menurunkan diare serta gejala lain yang

berhubungan dengan intoleransi laktosa. Manfaat serupa juga teridentifkasi pada

bayi yang mengalami defisiensi sukrase, yang menyebabkan diare dari proses

pencernaan sukrosa. Terapi dengan Saccharomyces cerevisiae, dapat

memperbaiki pencernaan sukrosa karena mengandung enzim sukrase (Drisko et

al. 2003).

Probiotik Enterococcus faecium IS-27526 Bakteri Enterococcus faecium IS-27526 merupakan salah satu strain

probiotik yang potensial sebagai probiotik (Collodo et al 2007; Riewpassa, 2006;

26

Rusilanti, 2003; Surono, 2003). Bakteri yang digunakan sebagai probiotik pada

umumnya adalah bakteri asam laktat (BAL). Probiotik Enterococcus faecium IS-

27526 ini merupakan hasil isolasi dadih. Dadih adalah produk susu kerbau

fermentasi tradisional asal Sumatera Barat yang telah terbukti berperan sebagai

probiotik karena tahan pH rendah, garam empedu, mampu melakukan agregasi,

menempel, dan berkolonisasi di usus, bahkan berinteraksi melawan patogen

(Colado et al. 2007). Penelitian mengenai penempelan bakteri asam laktat yang

diisolasi dari dadih mengindikasikan bahwa setelah perlakuan pemanasan

persentase hidrofobik meningkat dari 9,6% menjadi 17,8% untuk semua bakteri

asam laktat, yaitu E. faecium IS-16183, E. faecium IS-23427, E. faecium IS-

27526, L. plantarum IS -10506, L. plantarum IS-20506 (Collado et al. 2007). Hal

serupa juga dilakukan pada sejumlah balita melalui pemberian diet E. faecium

IS-27526 dapat meningkatkan sekresi antibodi IgA tanpa menimbulkan keluhan

yang berarti pada saluran pencernaan. Selanjutnya secara in vitro, E. faecium

IS-27526 terbukti memiliki kemampuan menempel dan membentuk koloni pada

epitel saluran pencernaan (Surono 2004).

Hasil-hasil studi efikasi praklinis terhadap hewan percobaan tikus yang

telah dilakukan di Indonesia menunjukkan adanya manfaat dari penggunaan

probiotik Enterococcus faecium IS-27526, disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Studi Praklinis efikasi probiotik Enterococcus faecium IS-27526

Studi Bahan Hewan coba dan Lama Perlakuan

Hasil

Harianti (2009)

Biskuit ikan lele tinggi protein berisi krim probiotik E faecium IS-27526

Tikus jantan jenis Sprague Dawley, 21 hari

Meningkatkan BAL feses dan menurunkan jumlah bakteri koliform feses dan memberikan dampak positif terhadap peningkatan rata-rata berat badan.

Kusharto et al. (2009)

Biskuit Garut dan tinggi protein yang berisi krim probiotik E faecium IS-27526

Tikus jantan jenis Sprague Dawley, 21 hari

Meningkatkan BAL feses dan memberikan dampak positif terhadap peningkatan rata-rata berat badan tikus.

Beberapa hasil studi efikasi klinis di Indonesia juga telah menunjukkan

adanya manfaat dari penggunaan probiotik Enterococcus faecium IS-27526,

disajikan pada Tabel 7.

27

Tabel 7 Studi klinis efikasi probiotik Enterococcus faecium IS-27526

Studi Bahan Hasil Sasaran dan Lama

Koestomo FFP (2004)

Dadih IS-27526 Memperbaiki fungsi saluran pencernaan. Tidak signifikan memberikan peningkatan IgA serum total, namun berpotensi memberikan peningkatan lebih baik daripada kontrol.

Balita, 3 bulan

Rieuwpassa F ( 2005)

Biskuit konsentrat ikan laut dan Enterococcus faecium IS-27526

Pertambahan BB, TB dan Status gizi (Z skor BB/U, TB/U, BB/TB) lebih tinggi dibanding kontrol, namun tidak berbeda nyata

Balita, 3 bulan

Memperbaiki antibody anak (Immunoglobulin A) 107,6 mg/dl dan pertumbuhan BAL pada mikroba usus (1,5 x 106

koloni/g)

Rusilanti (2006)

Susu plus Probiotik Enterococcus faecium IS-27526

Pemberian susu UHT plus probiotik dapat meningkatkan konsentrasi total IgA lansia 0,251 mg/ml dari konsenrasi 0.245 mg/ml menjadi 0.496 mg/ml.

Lansia, 3 minggu

Prebiotik Definisi Prebiotik.

Konsep pertama tentang prebiotik, merujuk pada komponen pangan

yang tidak dapat dicerna, namun memiliki manfaat potensial bagi kesehatan host

yang secara selektif mendukung pertumbuhan atau aktivitas koloni

mikroorganisme di dalam usus besar (Gibson & Roberfroid, 1995 diacu dalam

Venter 2007). Berdasar hasil-hasil penelitian mengenai prebiotik yang dalam 10

tahun terakhir ini semakin banyak dipublikasikan, Gibson et al. (2004) baru-baru

ini meninjau kembali konsep awal prebiotik, terutama mengenai 3 aspek kunci

definisi prebiotik:1) resistansi terhadap pencernaan; 2) fermentasi oleh mikroflora

usus besar; dan 3) efek tertentu pada flora yang mendukung manfaat kesehatan.

Definisi terbaru tentang prebiotik adalah bahan pangan fermentasi tertentu yang

dapat mendorong perubahan tertentu terhadap komposisi dan aktivitas mikroflora

dalam organ pencernaan dan memberikan manfaat lebih bagi kesehatan dan

kesejahteraan (Venter 2007).

28

Sumber prebiotik.

Komponen pangan yang secara ilmiah terbukti memberikan manfaat

sebagai prebiotik mungkin baru inulin, oligofruktosa, laktulosa, galakto

oligosakarida (GOS) dan fruktosa oligosakarida (FOS). Asupan harian prebiotik

dapat ditingkatkan melalui konsumsi secara rutin beberapa jenis pangan seperti

bawang daun, artichoke, bawang putih, bawang bombay, gandum dan produk

gandum, asparagus, dan pisang. Belum ada rekomendasi khusus mengenai

kecukupan prebiotik. Namun, dosis 4-20 gram per hari telah menunjukkan

efikasi. Prebiotik potensial lain yang hingga saat ini masih dalam penelitian di

antaranya xylooligosaccharides, lactitol, soyoligosaccharides, glucooligo

saccharides, isomaltooligosaccharides dan gentiooligosaccharides (NICUS

2008). Air Susu Ibu (ASI) merupakan sumber prebiotik berupa oligosakarida.

Sinbiotik Probiotik dan Prebiotik.

Sinbiotik adalah efek yang ditimbulkan dari kombinasi spesifik pemberian

prebiotik dengan probiotik untuk memperoleh manfaat kesehatan tertentu dari

aksi sinergi. Sinbiotik didefinisikan sebagai campuran dari probiotik dan prebiotik

yang memberikan efek yang menguntungkan bagi host dengan meningkatkan

daya tahan dan keberadaan mikroorganisme hidup yang menguntungkan di

dalam usus, melalui stimulasi pertumbuhan mikroorganisme dalam usus, dan/

atau mengaktivasi metabolisme bakteri yang menunjang kesehatan (Gambar 3).

Produk sinbiotik mempunyai potensi meningkatkan kesehatan, tetapi

memerlukan penelitian lebih lanjut pada manusia agar dapat ditetapkan

rekomendasi secara ilmiah (NICUS 2007).

Gambar 3 Konsep sinergi probiotik dan prebiotik terhadap host (Harish & Varghese

2006).