teori teori komunikasi
Post on 26-Oct-2015
165 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TEORI-TEORI KOMUNIKASI
1. Teori Model Lasswell
Salah satu teoritikus komunikasi massa yang pertama dan paling terkenal adalah Harold Lasswell, dalam artikel klasiknya tahun 1948 mengemukakan model komunikasi yang sederhana dan sering dikutif banyak orang yakni: Siapa (Who), berbicara apa (Says what), dalam saluran yang mana (in which channel), kepada siapa (to whom) dan pengaruh seperti apa (what that effect) (Littlejhon, 1996).
2. Teori Komunikasi dua tahap dan pengaruh antar pribadi
Teori ini berawal dari hasil penelitian Paul Lazarsfeld dkk mengenai efek media massa dalam kampanye pemilihan umum tahun 1940. Studi ini dilakukan dengan asumsi bahwa proses stimulus bekerja dalam menghasilkan efek media massa. Namun hasil penelitian menunjukan sebaliknya. Efek media massa ternyata rendah dan asumsi stimulus respon tidak cukup menggambarkan realitas audience media massa dalam penyebaran arus informasi dan menentukan pendapat umum.
3. Teori Informasi atau Matematis
Salah satu teori komunikasi klasik yang sangat mempengaruhi teori-teori komunikasi selanjutnya adalah teori informasi atau teori matematis. Teori ini merupakan bentuk penjabaran dari karya Claude Shannon dan Warren Weaver (1949, Weaver. 1949 b), Mathematical Theory of Communication.Teori ini melihat komunikasi sebagai fenomena mekanistis, matematis, dan informatif: komunikasi sebagai transmisi pesan dan bagaimana transmitter menggunakan saluran dan media komunikasi. Ini merupakan salah satu contoh gamblang dari mazhab proses yang mana melihat kode sebagai sarana untuk mengonstruksi pesan dan menerjemahkannya (encoding dan decoding). Titik perhatiannya terletak pada akurasi dan efisiensi proses. Proses yang dimaksud adalah komunikasi seorang pribadi yang bagaimana ia mempengaruhi tingkah laku atau state of mind pribadi yang lain. Jika efek yang ditimbulkan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka mazhab ini cenderung berbicara tentang kegagalan komunikasi. Ia melihat ke tahap-tahap dalam komunikasi tersebut untuk mengetahui di mana letak kegagalannya. Selain itu, mazhab proses juga cenderung mempergunakan ilmu-ilmu sosial, terutama psikologi dan sosiologi, dan cenderung memusatkan dirinya pada tindakan komunikasi.Karya Shannon dan Weaver ini kemudian banyak berkembang setelah Perang Dunia II di Bell Telephone Laboratories di Amerika Serikat mengingat Shannon sendiri adalah insiyiur di sana
yang berkepentingan atas penyampaian pesan yang cermat melalui telepon. Kemudian Weaver mengembangkan konsep Shannon ini untuk diterapkan pada semua bentuk komunikasi. Titik kajian utamanya adalah bagaimana menentukan cara di mana saluran (channel) komunikasi digunakan secara sangat efisien. Menurut mereka, saluran utama dalam komunikasi yang dimaksud adalah kabel telepon dan gelombang radio.Latar belakang keahlian teknik dan matematik Shannon dan Weaver ini tampak dalam penekanan mereka. Misalnya, dalam suatu sistem telepon, faktor yang terpenting dalam keberhasilan komunikasi adalah bukan pada pesan atau makna yang disampaikan-seperti pada mazhab semiotika, tetapi lebih pada berapa jumlah sinyal yang diterima dam proses transmisi.
Penjelasan Teori Informasi Secara Epistemologi, Ontologi, dan Aksiologi
Teori informasi ini menitikberatkan titik perhatiannya pada sejumlah sinyal yang lewat melalui saluran atau media dalam proses komunikasi. Ini sangat berguna pada pengaplikasian sistem elektrik dewasa ini yang mendesain transmitter, receiver, dan code untuk memudahkan efisiensi informasi.
4. Teori Pengharapan Nilai (The Expectacy-Value Theory)Phillip Palmgreen berusaha mengatasi kurangnya unsur kelekatan yang ada di dalam teori uses and gratification dengan menciptakan suatu teori yang disebutnya sebagai expectance-value theory (teori pengharapan nilai).Dalam kerangka pemikiran teori ini, kepuasan yang Anda cari dari media ditentukan oleh sikap Anda terhadap media --kepercayaan Anda tentang apa yang suatu medium dapat berikan kepada Anda dan evaluasi Anda tentang bahan tersebut. Sebagai contoh, jika Anda percaya bahwa situated comedy (sitcoms), seperti Bajaj Bajuri menyediakan hiburan dan Anda senang dihibur, Anda akan mencari kepuasan terhadap kebutuhan hiburan Anda dengan menyaksikan sitcoms. Jika, pada sisi lain, Anda percaya bahwa sitcoms menyediakan suatu pandangan hidup yang tak realistis dan Anda tidak menyukai hal seperti ini Anda akan menghindari untuk melihatnya.
5. Teori Ketergantungan (Dependency Theory)Teori ketergantungan terhadap media mula-mula diutarakan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin Defleur. Seperti teori uses and gratifications, pendekatan ini juga menolak asumsi kausal dari awal hipotesis penguatan. Untuk mengatasi kelemahan ini, pengarang ini mengambil suatu pendekatan sistem yang lebih jauh. Di dalam model mereka mereka mengusulkan suatu relasi yang bersifat integral antara pendengar, media. dan sistem sosial yang lebih besar.Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh teori uses and gratifications, teori ini memprediksikan bahwa khalayak tergantung kepada informasi yang berasal dari media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan khalayak bersangkutan serta mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi media massa. Namun perlu digarisbawahi bahwa khalayak tidak memiliki ketergantungan yang sama terhadap semua media.
Sumber ketergantungan yang kedua adalah kondisi sosial. Model ini menunjukkan sistem media dan institusi sosial itu saling berhubungan dengan khalayak dalam menciptakan kebutuhan dan minat. Pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi khalayak untuk memilih berbagai media, sehingga bukan sumber media massa yang menciptakan ketergantungan, melainkan kondisi sosial.Untuk mengukur efek yang ditimbulkan media massa terhadap khalayak, ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu riset eksperimen, survey dan riset etnografi.
Riset EksperimenRiset eksperimen (experimental research) merupakan pengujian terhadap efek media dibawah kondisi yang dikontrol secara hati-hati. Walaupun penelitian yang menggunakan riset eksperimen tidak mewakili angka statistik secara keseluruhan, namun setidaknya hal ini bisa diantisipasi dengan membagi obyek penelitian ke dalam dua tipe yang berada dalam kondisi yang berbeda.Riset eksperimen yang paling berpengaruh dilakukan oleh Albert Bandura dan rekan-rekannya di Stanford University pada tahun 1965. Mereka meneliti efek kekerasan yang ditimbulkan oleh tayangan sebuah film pendek terhadap anak-anak. Mereka membagi anak-anak tersebut ke dalam tiga kelompok dan menyediakan boneka Bobo Doll, sebuah boneka yang terbuat dari plastik, di setiap ruangan. Kelompok pertama melihat tayangan yang berisi adegan kekerasan berulang-ulang, kelompok kedua hanya melihat sebentar dan kelompok ketiga tidak melihat sama sekali.Ternyata setelah menonton, kelompok pertama cenderung lebih agresif dengan melakukan tindakan vandalisme terhadap boneka Bobo Doll dibandingkan dengan kelompok kedua dan ketiga. Hal ini membuktikan bahwa media massa memiliki peran membentuk karakter khalayaknya.Kelemahan metode ini adalah berkaitan dengan generalisasi dari hasil penelitian, karena sampel yang diteliti sangat sedikit, sehingga sering muncul pertanyaan mengenai tingkat kemampuannya untuk diterapkan dalam kehidupan nyata (generalizability). Kelemahan ini kemudian sering diusahan untuk diminimalisir dengan pembuatan kondisi yang dibuat serupa mungkin dengan keadaan di dunia nyata atau yang biasa dikenal sebagai ecological validity Straubhaar dan Larose, 1997 :415).
SurveyMetode survey sangat populer dewasa ini, terutama kemanfaatannya untuk dimanfaatkan sebagai metode dasar dalam polling mengenai opini publik. Metode survey lebih memiliki kemampuan dalam generalisasi terhadap hasil riset daripada riset eksperimen karena sampelnya yang lebih representatif dari populasi yang lebih besar. Selain itu, survey dapat mengungkap lebih banyak faktor daripada manipulasi eksperimen, seperti larangan untuk menonton tayangan kekerasan seksual di televisi dan faktor agama. Hal ini akan diperjelas dengan contoh berikut.
Riset Ethnografi
Riset etnografi (ethnografic research) mencoba melihat efek media secara lebih alamiah dalam waktu dan tempat tertentu. Metode ini berasal dari antropologi yang melihat media massa dan khalayak secara menyeluruh (holistic), sehingga tentu saja relatif membutuhkan waktu yang lama dalam aplikasi penelitian.
6. Teori Agenda Setting
Agenda-setting diperkenalkan oleh McCombs dan DL Shaw (1972). Asumsi teori ini adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Jadi apa yang dianggap penting media, maka penting juga bagi masyarakat. Dalam hal ini media diasumsikan memiliki efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar bukan dengan perubahan sikap dan pendapat.
7. Teori Dependensi Efek Komunikasi Massa
Teori ini dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeachdan Melvin L. DeFluer (1976), yang memfokuskan pada kondisi struktural suatu masyarakat yang mengatur kecenderungan terjadinya suatu efek media massa. Teori ini berangkat dari sifat masyarakat modern, diamana media massa diangap sebagai sistem informasi yang memiliki peran penting dalam proses memelihara, perubahan, dan konflik pada tataran masyarakat,kelompok, dan individu dalam aktivitas sosial. Secara ringkas kajian terhadap efek tersebut dapat dirumuskan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Kognitif, menciptakan atau menghilangkan ambiguitas, pembentukan sikap, agenda-setting, perluasan sistem keyakinan masyarakat, penegasan/ penjelasan nilai-nilai.
2. Afektif, menciptakan ketakutan atau kecemasan, dan meningkatkan atau menurunkan dukungan moral.3. Behavioral, mengaktifkan atau menggerakkan atau meredakan, pembentukan isu tertentu atau penyelesaiannya, menjangkau atau menyediakan strategi untuk suatu aktivitas serta menyebabkan perilaku dermawan.
8. Teori Uses and Gratifications (Kegunaan dan Kepuasan)
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Herbert Blumer dan Elihu Katz (1974). Teori ini mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain, pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha memenhi kebutuhannya. Artinya pengguna media mempunyai pilihan alternatif untuk
memuaskan kebutuhannya.
Elemen dasar yang mendasari pendekatan teori ini (Karl dalam Bungin, 2007): (1) Kebutuhan dasar tertentu, dalam interaksinya dengan (2) berbagai kombinasi antara intra dan ekstra individu, dan juga dengan (3) struktur masyarakat, termasuk struktur media, menghasilkan (4) berbagai percampuran personal individu, dan (5) persepsi mengenai solusi bagi persoalan tersebut, yang menghasilkan (6) berbagai motif untuk mencari pemenuhan atau penyelesaian persoalan, yang menghasikan (7) perbedaan pola konsumsi media dan ( perbedaan pola perilaku lainnya, yang menyebabkan (9) perbedaan pola konsumsi, yang dapat memengaruhi (10) kombinasi karakteristik intra dan ekstra individu, sekaligus akan memengaruhi pula (11) struktur media dan berbagai struktur politik, kultural, dan ekonomi dalam masyarakat.
9. Teori The Spiral of Silence
Teori the spiral of silence (spiral keheningan) dikemukakan oleh Elizabeth Noelle-Neuman (1976), berkaitan dengan pertanyaan bagaimana terbentuknya pendapat umum. Teori ini menjelaskan bahwa terbentuknya pendapat umum ditentukan oleh suatu proses saling mempengaruhi antara komunikasi massa, komunikasi antar pribadi, dan persepsi individu tentang pendapatnya dalam hubungannya dengan pendapat orang-orang lain dalam masyarakat.
10. Teori Konstruksi sosial media massa
Gagasan awal dari teori ini adalah untuk mengoreki teori konstruksi sosial atas realitas yang dibangun oleh Peter L Berrger dan Thomas Luckmann (1966, The social construction of reality. A Treatise in the sociology of knowledge. Tafsir sosial atas kenyataan: sebuah risalah tentang sosisologi pengetahuan). Mereka menulis tentang konstruksi sosial atas realitas sosial dibangun secara simultan melalui tiga proses, yaitu eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Proses simultan ini terjadi antara individu satu dengan lainnya di dalam masyrakat. Bangunan realitas yang tercipta karena proses sosial tersebut adalah objektif, subjektif, dan simbolis atau intersubjektif.
11. Teori Difusi Inovasi
Teori difusi yang paling terkemuka dikemukakan oleh Everett Rogers dan para koleganya. Rogers menyajikan deksripsi yang menarik mengenai mengenai penyebaran dengan proses perubahan sosial, di mana terdiri dari penemuan, difusi (atau komunikasi), dan konsekwensi-konsekwensi. Perubahan seperti di atas dapat terjadi secara internal dari dalam kelompok atau secara eksternal melalui kontak dengan agen-agen perubahan dari dunia luar. Kontak mungkin terjadi secara spontan atau dari ketidaksengajaan, atau hasil dari rencana bagian dari agen-agen luar dalam waktu yang bervariasi, bisa pendek, namun seringkali memakan waktu lama.
Dalam difusi inovasi ini, satu ide mungkin memerlukan waktu bertahun-tahun untuk dapat tersebar. Rogers menyatakan bahwa pada realisasinya, satu tujuan dari penelitian difusi adalah untuk menemukan sarana guna memperpendek keterlambatan ini. Setelah terselenggara, suatu inovasi akan mempunyai konsekuensi konsekuensi – mungkin mereka berfungsi atau tidak, langsung atau tidak langsung, nyata atau laten (Rogers dalam Littlejohn, 1996 : 336).
12. Teori Kultivasi
Program penelitian teoritis lain yang berhubungan dengan hasil sosiokultural komunikasi massa dilakukan George Garbner dan teman-temannya. Peneliti ini percaya bahwa karena televisi adalah pengalaman bersama dari semua orang, dan mempunyai pengaruh memberikan jalan bersama dalam memandang dunia. Televisi adalah bagian yang menyatu dengan kehidupan sehari-hari kita. Dramanya, iklannya, beritanya, dan acara lain membawa dunia yang relatif koheren dari kesan umum dan mengirimkan pesan ke setiap rumah. Televisi mengolah dari awal kelahiran predisposisi yang sama dan pilihan yang biasa diperoleh dari sumber primer lainnya. Hambatan sejarah yang turun temurun yaitu melek huruf dan mobilitas teratasi dengan keberadaan televisi. Televisi telah menjadi sumber umum utama dari sosialisasi dan informasi sehari-hari (kebanyakan dalam bentuk hiburan) dari populasi heterogen yang lainnya. Pola berulang dari pesan-pesan dan kesan yang diproduksi massal dari televisi membentuk arus utama dari lingkungan simbolis umum.
Garbner menamakan proses ini sebagai cultivation (kultivasi), karena televisi dipercaya dapat berperan sebagai agen penghomogen dalam kebudayaan. Teori kultivasi sangat menonjol dalam kajian mengenai dampak media televisi terhadap khalayak. Bagi Gerbner, dibandingkan media massa yang lain, televisi telah mendapatkan tempat yang sedemikian signifikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga mendominasi “lingkungan simbolik” kita, dengan cara menggantikan pesannya tentang realitas bagi pengalaman pribadi dan sarana mengetahui dunia lainnya (McQuail, 1996 : 254)
Referensi :* Fisher, B. Aubrey, 1986, Teori-teori Komunikasi. Penyunting: Jalaluddin Rakhmat, Penerjemah: Soejono Trimo. Bandung: Remaja Rosdakarya.
* Mulyana, Dedy, 2001, Metodologi Penelitian Kualitatif (Paradigma Baru Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya). Bandung: Remaja Rosdakarya.
* Buku, jurnal, dan sumber dari internet yang relevan.
MACAM – MACAM TEORI KOMUNIKASI
1. Teori Behaviorisme
Tokoh aliran ini adalah John B. Watson (1878 – 1958) yang di Amerika
dikenal sebagai bapak Behaviorisme. Teorinya memumpunkan perhatiannya
pada aspek yang dirasakan secara langsung pada perilaku berbahasa serta
hubungan antara stimulus dan respons pada dunia sekelilingnya. Menurut
teori ini, semua perilaku, termasuk tindak balas (respons) ditimbulkan oleh
adanya rangsangan (stimulus). Jika rangsangan telah diamati dan diketahui
maka gerak balas pun dapat diprediksikan. Watson juga dengan tegas
menolak pengaruh naluri (instinct) dan kesadaran terhadap perilaku. Jadi
setiap perilaku dapat dipelajari menurut hubungan stimulus - respons.
Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme dan juga
psikoanalisis. Behaviorisme ingin menganalisis hanya perilaku yang nampak
saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Belakangan, teori kaum
behavioris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena menurut mereka
seluruh perilaku manusia kecuali instink adalah hasil belajar. Belajar artinya
perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme
tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau
emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya
dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan. Dari sinilah timbul konsep
“manusia mesin” (Homo Mechanicus).
2. Teori Humanisme
Teori ini muncul diilhami oleh perkembangan dalam psikologi yaitu
psikologi Humanisme. Sesuai pendapat yang dikemukakan oleh McNeil
(1977) “In many instances, communicative language programmes have
incorporated educational phylosophies based on humanistic psikology or
view which in the context of goals for other subject areas has been called
‘the humanistic curriculum”
Teori humanisme dalam pengajaran bahasa pernah diimplementasikan
dalam sebuah kurikulum pengajaran bahasa dengan istilah Humanistic
curriculum yang diterapkan di Amerika utara di akhir tahun 1960-an dan
awal tahun 1970-an. Kurikulum ini menekankan pada pembagian
pengawasan dan tanggungjawab bersama antar seluruh siswa didik.
Humanistic curiculum menekankan pada pola pikir, perasaan dan tingkah
laku siswa dengan menghubungkan materi yang diajarkan pada kebutuhan
dasar dan kebutuhan hidup siswa. Teori ini menganggap bahwa setiap siswa
sebagai objek pembelajaran memiliki alasan yang berbeda dalam
mempelajari bahasa.
Tujuan utama dari teori ini adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa
agar bisa berkembang di tengah masyarakat. The deepest goal or purpose is
to develop the whole persons within a human society. (McNeil,1977)
3. Teori Informasi atau Matematis
Salah satu teori komunikasi klasik yang sangat mempengaruhi teori-teori
komunikasi selanjutnya adalah teori informasi atau teori matematis. Teori ini
merupakan bentuk penjabaran dari karya Claude Shannon dan Warren
Weaver (1949, Weaver. 1949 ), Mathematical Theory of Communication.
Teori ini melihat komunikasi sebagai fenomena mekanistis, matematis,
dan informatif: komunikasi sebagai transmisi pesan dan bagaimana
transmitter menggunakan saluran dan media komunikasi. Ini merupakan
salah satu contoh gamblang dari mazhab proses yang mana melihat kode
sebagai sarana untuk mengonstruksi pesan dan menerjemahkannya
(encoding dan decoding).
Teori informasi ini menitikberatkan titik perhatiannya pada sejumlah
sinyal yang lewat melalui saluran atau media dalam proses komunikasi. Ini
sangat berguna pada pengaplikasian sistem elektrik dewasa ini yang
mendesain transmitter, receiver, dan code untuk memudahkan efisiensi
informasi.
4. Teori Agenda Setting
Teori Agenda-setting diperkenalkan oleh McCombs dan DL Shaw
(1972). Asumsi teori ini adalah bahwa jika media memberi tekanan pada
suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk
menganggapnya penting. Jadi apa yang dianggap penting media, maka
penting juga bagi masyarakat. Dalam hal ini media diasumsikan memiliki
efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses
belajar bukan dengan perubahan sikap dan pendapat.
5. Teori Uses and Gratifications (Kegunaan dan
Kepuasan)
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Herbert Blumer dan Elihu
Katz (1974). Teori ini mengatakan bahwa pengguna media memainkan
peran aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Dengan kata
lain, pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi.
Pengguna media berusaha mencari sumber media yang paling baik di dalam
usaha memenhi kebutuhannya. Artinya pengguna media mempunyai pilihan
alternatif untuk memuaskan kebutuhannya.
Elemen dasar yang mendasari pendekatan teori ini (Karl dalam Bungin,
2007): (1) Kebutuhan dasar tertentu, dalam interaksinya dengan (2)
berbagai kombinasi antara intra dan ekstra individu, dan juga dengan (3)
struktur masyarakat, termasuk struktur media, menghasilkan (4) berbagai
percampuran personal individu, dan (5) persepsi mengenai solusi bagi
persoalan tersebut, yang menghasilkan (6) berbagai motif untuk mencari
pemenuhan atau penyelesaian persoalan, yang menghasikan (7) perbedaan
pola konsumsi media dan ( perbedaan pola perilaku lainnya, yang
menyebabkan (9) perbedaan pola konsumsi, yang dapat memengaruhi (10)
kombinasi karakteristik intra dan ekstra individu, sekaligus akan
memengaruhi pula (11) struktur media dan berbagai struktur politik, kultural,
dan ekonomi dalam masyarakat.
6. Teori Dependensi Efek Komunikasi Massa
Teori ini dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeachdan Melvin L.
DeFluer (1976), yang memfokuskan pada kondisi struktural suatu
masyarakat yang mengatur kecenderungan terjadinya suatu efek media
massa. Teori ini berangkat dari sifat masyarakat modern, diamana media
massa diangap sebagai sistem informasi yang memiliki peran penting dalam
proses memelihara, perubahan, dan konflik pada tataran
masyarakat,kelompok, dan individu dalam aktivitas sosial. Secara ringkas
kajian terhadap efek tersebut dapat dirumuskan dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Kognitif, menciptakan atau menghilangkan ambiguitas, pembentukan sikap,
agenda-setting, perluasan sistem keyakinan masyarakat, penegasan/
penjelasan nilai-nilai.
2. Afektif, menciptakan ketakutan atau kecemasan, dan meningkatkan atau
menurunkan dukungan moral.
3. Behavioral, mengaktifkan atau menggerakkan atau meredakan,
pembentukan isu tertentu atau penyelesaiannya, menjangkau atau
menyediakan strategi untuk suatu aktivitas serta menyebabkan perilaku
dermawan.
7. Teori Konstruktvisme
Jean Piaget dan Leu Vygotski adalah dua nama yang selalu
diasosiasikan dengan kontruktivisme. Ahli kontruktivisme menyatakan
bahwa manusia membentuk versi mereka sendiri terhadap kenyataan,
mereka menggandakan beragam cara untuk mengetahui dan
menggambarkan sesuatu untuk mempelajari pemerolehan bahasa pertama
dan kedua.
Pembelajaran harus dibangun secara aktif oleh pembelajar itu sendiri dari
pada dijelaskan secara rinci oleh orang lain. Dengan demikian pengetahuan
yang diperoleh didapatkan dari pengalaman. Namun demikian, dalam
membangun pengalaman siswa harus memiliki kesempatan untuk
mengungkapkan pikirannya, menguji ide-ide tersebut melalui eksperimen
dan percakapan atau tanya jawab, serta untuk mengamati dan
membandingkan fenomena yang sedang diujikan dengan aspek lain dalam
kehidupan mereka. Selain itu juga guru memainkan peranan penting dalam
mendorong siswa untuk memperhatikan seluruh proses pembelajaran serta
menawarkan berbagai cara eksplorasi dan pendekatan.
8. Teori Nativisme
Istilah nativisme dihasilkan dari pernyataan mendasar bahwa
pembelajaran bahasa ditentukan oleh bakat. Bahwa setiap manusia
dilahirkan sudah memiliki bakat untuk memperoleh dan belajar bahasa.
Chomsky dalam Hadley (1993: 48) yang merupakan tokoh utama
golongan ini mengatakan bahwasannya hanya manusialah satu-satunya
makhluk Tuhan yang dapat melakukan komunikasi lewat bahasa verbal.
Selain itu bahasa juga sangat kompleks oleh sebab itu tidak mungkin
manusia belajar bahasa dari makhluk Tuhan yang lain. Chomsky juga
menyatakan bahwa setiap anak yang lahir ke dunia telah memiliki bekal
dengan apa yang disebutnya “alat penguasaan bahasa” atau LAD (language
Acquisition Device). Chomsky dalam Hadley (1993:50) mengemukakan
bahwa belajar bahasa merupakan kompetensi khusus bukan sekedar subset
belajar secara umum. Cara berbahasa jauh lebih rumit dari sekedar
penetapan Stimulus- Respon. Chomsky dalam Hadley (1993: 48)
mengatakan bahwa eksistensi bakat bermanfaat untuk menjelaskan rahasia
penguasaan bahasa pertama anak dalam waktu singkat, karena adanya LAD.
Menurut golongan ini belajar bahasa pada hakikatnya hanyalah proses
pengisian detil kaidah-kaidah atau struktur aturan-aturan bahasa ke dalam
LAD yang sudah tersedia secara alamiah pada manusia tersebut.
9. Teori Kognitivisme
Menurut Piaget dalam Mansoer Pateda (1990: 67), salah seorang
tokoh golongan ini mengatakan bahwa struktur komplek dari bahasa
bukanlah sesuatu yang diberikan oleh alam dan bukan pula sesuatu yang
dipelajari lewat lingkungan. Struktur tersebut lahir dan berkembang sebagai
akibat interaksi yang terus menerus antara tingkat fungsi kognitif si anak
dan lingkungan lingualnya.Struktur tersebut telah tersedia secara alamiah.
Perubahan atau perkembangan bahasa pada anak akan bergantung pada
sejauh mana keterlibatan kognitif sang anak secara aktif dengan
lingkungannya.
Menurut aliran ini kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita
menafsirkan peristiwa atau kejadian yang terjadi di dalam lingkungan.
Proses belajar bahasa terjadi menurut pola tahapan perkembangan tertentu
sesuai umur.
Tahapan tersebut meliputi:
a. Asimilasi : proses penyesuaian pengetahuan baru dengan
struktur kognitif
b. Akomodasi : proses penyesuaian struktur kognitif dengan
pengetahuan baru
c. Disquilibrasi : proses penerimaan pengetahuan baru yang tidak
sama dengan yang telah diketahuinya.
d. Equilibrasi : proses penyeimbang mental setelah terjadi proses
asimilasi.
10. Teori Sibernetik
Istilah sibernetika berasal dari bahasa Yunani (Cybernetics berarti pilot).
Istilah Cybernetics yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi
sibernetika, pertama kali digunakan tahun 1945 oleh Nobert Wiener
dalam bukunya yang berjudul Cybernetics.
Sibernetika adalah teori sistem pengontrol yang didasarkan pada
komunikasi (penyampaian informasi) antara sistem dan lingkungan dan
antar sistem, pengontrol (feedback) dari sistem berfungsi dengan
memperhatikan lingkungan.
Seiring perkembangan teknologi informasi yang diluncurkan oleh para
ilmuwan dari Amerika sejak tahun 1966, penggunaan komputer sebagai
media untuk menyampaikan informasi berkembang pesat. Teknologi ini juga
dimanfaatkan dunia pendidikan terutama guru untuk berkomunikasi sesama
relasi, mencari handout (buku materi ajar), menerangkan materi pelajaran
atau pelatihan, bahkan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa. Prinsip dasar
teori sibernetik yaitu menghargai adanya 'perbedaan', bahwa suatu hal akan
memiliki perbedaan dengan yang lainnya, atau bahwa sesuatu akan berubah
seiring perkembangan waktu. Pembelajaran digambarkan sebagai : INPUT
=> PROSES => OUTPUT.
11. Teori Ketergantungan (Dependency Theory)
Teori ketergantungan terhadap media mula-mula diutarakan oleh Sandra
Ball-Rokeach dan Melvin Defleur. Seperti teori uses and gratifications,
pendekatan ini juga menolak asumsi kausal dari awal hipotesis penguatan.
Untuk mengatasi kelemahan ini, pengarang ini mengambil suatu pendekatan
sistem yang lebih jauh. Di dalam model mereka mereka mengusulkan suatu
relasi yang bersifat integral antara pendengar, media. dan sistem sosial yang
lebih besar.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh teori uses and gratifications, teori
ini memprediksikan bahwa khalayak tergantung kepada informasi yang
berasal dari media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan khalayak
bersangkutan serta mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi media
massa. Namun perlu digarisbawahi bahwa khalayak tidak memiliki
ketergantungan yang sama terhadap semua media.
Sumber ketergantungan yang kedua adalah kondisi sosial. Model ini
menunjukkan sistem media dan institusi sosial itu saling berhubungan
dengan khalayak dalam menciptakan kebutuhan dan minat. Pada gilirannya
hal ini akan mempengaruhi khalayak untuk memilih berbagai media,
sehingga bukan sumber media massa yang menciptakan ketergantungan,
melainkan kondisi sosial.
Untuk mengukur efek yang ditimbulkan media massa terhadap khalayak,
ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu riset eksperimen, survey
dan riset etnografi.
12. Teori The Spiral of Silence
Teori the spiral of silence (spiral keheningan) dikemukakan oleh
Elizabeth Noelle-Neuman (1976), berkaitan dengan pertanyaan
bagaimana terbentuknya pendapat umum. Teori ini menjelaskan bahwa
terbentuknya pendapat umum ditentukan oleh suatu proses saling
mempengaruhi antara komunikasi massa, komunikasi antar pribadi, dan
persepsi individu tentang pendapatnya dalam hubungannya dengan
pendapat orang-orang lain dalam masyarakat.
13. Teori Inokulasi (Innoculation Theory)
Teori inokulasi atau teori suntikan yang pada mulanya ditampilkan oleh
Mcguire ini mengambil analogi dari peristiwa medis. Orang yang terserang
penyakit cacar, polio disuntik. Diberi vaksin untuk merangsang mekanisme
daya tahan tubuhnya. Demikian pula halnya dengan orang yang tidak
memiliki informasi mengenai suatu hal atau tidak menyadari posisi
mengenai hal tersebut, maka ia akan lebih mudah untuk dipersuasi atau
dibujuk. Suatu cara untuk membuatnya agar tidak mudah kena pengaruh
adalah ”menyuntiknya” dengan argumentasi balasan (counterarguments).
14. Teori Kultivasi (Cultivation Theory)
Teori Kultivasi (Cultivation Theory) merupakan salah satu teori yang
mencoba menjelaskan keterkaitan antara media komunikasi (dalam hal ini
televisi) dengan tindak kekerasan. Teori ini dikemukakan oleh George
Gerbner, mantan Dekan dari Fakultas (Sekolah Tinggi) Komunikasi
Annenberg Universitas Pennsylvania,yang juga pendiri Cultural Environment
Movement, berdasarkan penelitiannya terhadap perilaku penonton televisi
yang dikaitkan dengan materi berbagai program televisi yang ada di
Amerika Serikat.
Teori Kultivasi pada dasarnya menyatakan bahwa para pecandu
(penonton berat/heavy viewers) televisi membangun keyakinan yang
berlebihan bahwa “dunia itu sangat menakutkan” . Hal tersebut disebabkan
keyakinan mereka bahwa “apa yang mereka lihat di televisi” yang
cenderung banyak menyajikan acara kekerasan adalah “apa yang mereka
yakini terjadi juga dalam kehidupan sehari-hari”.
15. Teori Birokrasi
Teori Birokrasi berhubungan dengan organisasi masyarakat yang disusun
secara ideal. Birokrasi dicapai melalui formalisasi aturan, struktur, dan
proses di dalam organisasi. Max Weber (1948) adalah sosok yang dikenal
sebagai bapak birokrasi. Menurut Weber, organisasi birokrasi yang ideal
menyertakan delapan karakteristik struktural.
Birokrasi menawarkan banyak kelebihan yang kuat dalam menerapkan
standar praktek organisasi, selain ia juga bisa membatasi anggota organisasi
dan individu yang bekerja di dalamnya.
16. Teori Analisis Transaksional
Teori analisis transaksional merupakan karya besar Eric Berne (1964),
yang ditulisnya dalam buku Games People Play. Berne adalah seorang ahli
ilmu jiwa terkenal dari kelompok Humanisme. Teori analisis transaksional
merupakan teori terapi yang sangat populer dan digunakan dalam konsultasi
pada hampir semua bidang ilmu-ilmu perilaku. Teori analisis transaksional
telah menjadi salah satu teori komunikasi antarpribadi yang mendasar.
Kata transaksi selalu mengacu pada proses pertukaran dalam suatu
hubungan. Dalam komunikasi antarpribadi pun dikenal transaksi. Yang
dipertukarkan adalah pesan-pesan baik verbal maupun nonverbal. Analisis
transaksional sebenarnya bertujuan untuk mengkaji secara mendalam
proses transaksi (siapa-siapa yang terlibat di dalamnya dan pesan apa yang
dipertukarkan).
Dalam diri setiap manusia, seperti dikutip Collins (1983), memiliki tiga
status ego. Sikap dasar ego yang mengacu pada sikap orangtua (Parent= P.
exteropsychic); sikap orang dewasa (Adult=A. neopsychic); dan ego anak
(Child = C, arheopsychic). Ketiga sikap tersebut dimiliki setiap orang (baik
dewasa, anak-anak, maupun orangtua).
17. Teori Pengharapan Nilai (The Expectacy-Value
Theory)
Phillip Palmgreen berusaha mengatasi kurangnya unsur kelekatan yang
ada di dalam teori uses and gratification dengan menciptakan suatu teori
yang disebutnya sebagai expectance-value theory (teori pengharapan nilai).
Dalam kerangka pemikiran teori ini, kepuasan yang Anda cari dari media
ditentukan oleh sikap Anda terhadap media --kepercayaan Anda tentang apa
yang suatu medium dapat berikan kepada Anda dan evaluasi Anda tentang
bahan tersebut. Sebagai contoh, jika Anda percaya bahwa situated comedy
(sitcoms), seperti Bajaj Bajuri menyediakan hiburan dan Anda senang
dihibur, Anda akan mencari kepuasan terhadap kebutuhan hiburan Anda
dengan menyaksikan sitcoms. Jika, pada sisi lain, Anda percaya bahwa
sitcoms menyediakan suatu pandangan hidup yang tak realistis dan Anda
tidak menyukai hal seperti ini Anda akan menghindari untuk melihatnya.
18. Teori Difusi Inovasi
Teori difusi yang paling terkemuka dikemukakan oleh Everett Rogers
dan para koleganya. Rogers menyajikan deksripsi yang menarik mengenai
mengenai penyebaran dengan proses perubahan sosial, di mana terdiri dari
penemuan, difusi (atau komunikasi), dan konsekwensi-konsekwensi.
Perubahan seperti di atas dapat terjadi secara internal dari dalam kelompok
atau secara eksternal melalui kontak dengan agen-agen perubahan dari
dunia luar. Kontak mungkin terjadi secara spontan atau dari
ketidaksengajaan, atau hasil dari rencana bagian dari agen-agen luar dalam
waktu yang bervariasi, bisa pendek, namun seringkali memakan waktu lama.
Dalam difusi inovasi ini, satu ide mungkin memerlukan waktu bertahun-
tahun untuk dapat tersebar. Rogers menyatakan bahwa pada realisasinya,
satu tujuan dari penelitian difusi adalah untuk menemukan sarana guna
memperpendek keterlambatan ini. Setelah terselenggara, suatu inovasi akan
mempunyai konsekuensi konsekuensi – mungkin mereka berfungsi atau
tidak, langsung atau tidak langsung, nyata atau laten (Rogers dalam
Littlejohn, 1996 : 336).
19. Teori Norma Budaya (Cultural Norms Theory)
Teori norma budaya menurut Melvin DeFleur hakikatnya adalah bahwa
media massa melalui penyajiannya yang selektif dan penekanannya pada
tema-tema tertentu, menciptakan kesan-kesan pada khalayak dimana
norma-norma budaya umum mengenai topik yang diberi bobot itu dibentuk
dengan cara-cara tertentu. Oleh karena itu perilaku individual biasanya
dipandu oleh norma-norma budaya mengenai suatu hal tertentu, amak
media komunikasi secara tidak langsung akan mempengaruhi perilaku.
20. Standpoint Theory
Teori ini menjelaskan bahwa pengalaman individu, pengetahuan, dan
perilaku komunikasi sebagian besar dibentuk oleh kelompok sosial dimana
mereka aktif (Wood, J. T.,1982 dalam West, R., & Turner, L. H., 2000).
Dari sinilah kita dapat menarik kerangka tentang sistematika pengaruh
kekuatan pembentuk identitas.
Secara kultural, bangsa Indonesia sebelum kemerdekaan dan masa awal
kemerdekaan adalah bangsa yang guyub. Keguyuban ini pun terbawa pada
kolektif-kolektif komunitas Islam. Kita mengenal adanya komunitas
pesantren NU, dan Muhamadiyyah pada masa sebelum kemerdekaan.
Setelah kebijakan Soeharto di era tahun 1980-an yang lebih dekat dengan
Islam, dan komunitas kolektif Islam menjadi semakin menjamur. Dan
semakin banyaknya komunitas kolektif inilah yang kemudian banyak sekali
mempengaruhi kehidupan warga Indonesia yang lain. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pengaruh media global telah tereduksi oleh keberadaan
dan pengaruh komunitas kolektif yang memiliki high context culture.
21. Teori Systematic Behavior (Hull)
Clark C Hull mengikuti jejak Thorndike dalam usahanya
mengembangkan teori belajar. Prinsip-prinsip yang digunakanya mirip de-
ngan apa yang dikemukakan oleh para behavioris yaitu dasar
stimulus-respon dan adanya reinforcement.
Clark C. Hull mengemukakan teorinya, yaitu bahwa suatu kebutuhan atau
“keadaan terdorong” (oleh motif, tujuan, maksud, aspirasi, ambisi) harus ada
dalam diri seseorang yang belajar, sebelum suatu respon dapat diperkuat
atas dasar pengurangan kebutuhan itu. Dalam hal ini efisiensi belajar
tergantung pada besarnya tingkat pengurangan dan kepuasan motif yang
menyebabkan timbulnya usaha belajar itu oleh respon-respon yang dibuat
individu itu. Setiap obyek, kejadian atau situasi dapat mempunyai nilai
sebagai penguat apabila hal itu dihubungkan dengan penurunan terhadap
suatu keadaan deprivasi (kekurangan) pada diri individu itu; yaitu jika obyek,
kejadian atau situasi tadi dapat menjawab suatu kebutuhan pada saat
individu itu melakukan respon.
Prinsip penguat (reinforcer) menggunakan seluruh situasi yang
memotivasi, mulai dari dorongan biologis yang merupakan kebutuhan utama
seseorang sampai pada hasil-hasil yang memberikan ganjaran bagi
seseorang (misalnya: uang, perhatian, afeksi, dan aspirasi sosial tingkat
tinggi). Jadi, prinsip yang utama adalah suatu kebutuhan atau motif harus
ada pada seseorang sebelum belajar itu terjadi; dan bahwa apa yang
dipelajari itu harus diamati oleh orang yang belajar sebagai sesuatu yang
dapat mengurangi kekuatan kebutuhannya atau memuaskan kebutuhannya.
22. Teori Conectionism (Thorndike)
Menurut teori trial and error (mencoba-coba dan gagal) ini, setiap
organisme jika dihadapkan dengan situasi baru akan melakukan
tindakan-tindakan yang sifatnya coba-coba secara membabi buta jika dalam
usaha mencoba-coba itu secara kebetulan ada perbuatan yang dianggap
memenuhi tuntutan situasi, maka perbuatan yang kebetulan cocok itu
kemudian “dipegangnya”. Karena latihan yang terus menerus maka waktu
yang dipergunakan antuk melakukan perbuatan yang cocok itu makin lama
makin efisien.
Jadi, proses belajar menurut Thorndike melalui proses:
1 ) trial and error (mencoba-coba dan mengalami kegagalan), dan
2) law of effect; Yang berarti bahwa segala tingkah laku yang
berakibatkan suatu keadaan yang memuaskan (cocok dengan tuntutan
situasi) akan diingat dan dipelajari dengan sebaik-baiknya. Sedangkan
segala tingkah laku yang berakibat tidak menyenangkan akan dihilangkan
atau dilupakannya. Tingkah laku ini terjadi secara otomatis. Otomatisme
dalam belajar itu dapat dilatih dengan syarat-syarat tertentu, pada binatang
juga pada manusia.
Thorndike melihat bahwa organisme itu (juga manusia) sebagai
mekanismus; hanya bergerak atau bertindak jika ada perangsang yang
mempengaruhi dirinya. Terjadinya otomatisme dalam belajar menurut
Thorndike disebabkan adanya law of effect itu. Dalam kehidupan sehari-hari
law of effect itu dapat terlihat dalam hal memberi penghargaan atau
ganjaran dan juga dalam hal memberi hukuman dalam pendidikan. Akan
tetapi menurut Thorndike yang lebih memegang peranan dalam pendidikan
ialah hal memberi penghargaan atau ganjaran dan itulah yang lebih
dianjurkan.
Karena adanya law of effect terjadilah hubungan (connection) atau
asosiasi antara tingkah laku reaksi yang dapat mendatangkan sesuatu
dengan hasil biaya (effect). Karena adanya koneksi antara reaksi dengan
hasilnya itu maka teori Thorndike disebut juga Connectionism.
23. Teori administrasi
Teoritikus administrasi pertama dan paling berpengaruh adalah
industrialis berkebangsaan Perancis yaitu Henry Fayol pada tahun 1916,
Fayol mengidentifikasi beberapa prinsip manajemen. Prinsip-prinsip tersebut
telah diterapkan secara luas pada desain dan praktek organisasi dan
memberikan pengaruh kuat pada desain dan administrasi organisasi industri
modern.
Teori administrasi dikembangkan sebagai panduan preskriptif bagi
manajemen organisasi industri sesuai penggunaan kaidah dan otoritas
secara langsung. Di sini diperlihatkan kekuatan dan kelemahan dari teori
administrasi. Prinsip dasar preskriptif dari teori administrasi membuat teori
tersebut sangat pragmatis dan dapat diaplikasikan pada organisasi bisnis.
Sebelumnya, karena tidak ada prinsip manajemen universal yang dapat
diaplikasikan secara merata pada semua situasi organisasi, prinsip teori
administrasi dapat disalahartikan, bertentangan dan tidak sesuai dalam
penggunaannya ketika berhubungan dengan masalah-masalah organisasi
yang berbeda. Di samping itu, seperti yang akan kita bahas secara
mendalam pada bagian akhir bab ini, prinsip teori administrasi, seperti
prinsip birokrasi, sering dihubungkan sebagai bentuk yang kaku dan tidak
peka terhadap kebutuhan anggota organisasi.
24. Teori Fungsional
Dengan munculnya kontruktivisme dalam dunia psikologi, dalam tahun-
tahun terakhir ini menjadi lebih jelas bahwa belajar bahasa berkembang
dengan baik di bawah gagasan kognitif dan struktur ingatan.
Para peneliti bahasa mulai melihat bahwa bahasa merupakan manifestasi
kemampuan kognitif dan efektif untuk menjelajah dunia, untuk berhubungan
dengan orang lain dan juga keperluan terhadap diri sendirisebagai manusia.
Lebih lagi kaedah generatif yang diusulkan di bawah naungan nativisme itu
bersifat abstrak, formal, eksplisit dan logis, meskipun kaidah itu lebih
mengutamakan pada bentuk bahasa dan tidak pada tataran fungsional yang
lebih dari makna yang dibentuk dari makna yang dibentuk dari interaksi
sosial.
a. Kognisi dan perkembangan bahasa
Piaget menggambarkan penelitian itu sebagai interaksi anak dengan
lingkungannya dengan interaksi komplementer antara perkembangan
kapasitas kognitif perseptual dengan pengalaman bahasa mereka. Penelitian
itu berkaitan dengan hubungan antara perkembangan kognitif dengan
pemerolehan bahasa pertama. Slobin menyatakan bahwa dalam semua
bahasa, belajar makna bergantung pada perkembangan kognitif dan urutan
perkembangannya lebih ditentukan oleh kompleksitas makna itu dari pada
kompleksitas bentuknya. Menurut dia ada dua hal yang menentukan model:
1) Pada asas fungsional, perkembangan diikuti oleh perkembangan kapasitas
komunikatif dan konseptual yang beroperasi dalam konjungsi dengan skema
batin konjungsi.
2) Pada asas formal, perkembangan diikuti oleh kapasitas perseptual dan
pemerosesan informasi yang bekerja dalam konjungsi dan skema batin tata
bahasa.
b. Interaksi Sosial dan Perkembangan Bahasa
Akhir-akhir ini semakin jelas bahwa fungsi bahasa berkembang dengan baik
di luar pikiran kognitif dan struktur memori. Di sini tampak bahwa
kontruktivis sosial menekankan prespektif fungsional. Bahasa pada
hakikatnya digunakan untuk komunikasi interaktif. Oleh sebab itu kajian
yang cocok untuk itu adalah kajian tentang fungsi komunikatif bahasa,
fungsi pragmatik dan komunikatif dikaji dengan segala variabilitasnya.
25. Teori Belajar Sosial (Bandura)
Teori belajar Bandura (Albert Bandura:1925) adalah teori belajar
social atau kognitif social serta efikasi diri yang menunjukkan pentingnya
proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan emosi orang lain. Teori
Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi tingkah laku
timbale balik yang berkesinambungan antara kognitine perilaku dan
pengaruh lingkungan. Factor-faktor yang berproses dalam observasi adalah
perhatian, mengingat, produksi motorik, motivasi.
Ternyata tidak semua perilaku dapat dijelaskan dengan pelaziman.
Bandura menambahkan konsep belajar sosial (social learning). Ia
mempermasalahkan peranan ganjaran dan hukuman dalam proses belajar.
Kaum behaviorisme tradisional menjelaskan bahwa kata-kata yang semula
tidak ada maknanya, dipasangkan dengan lambak atau obyek yang punya
makna (pelaziman klasik).
26. Teori Operant Conditioning (Skinner)
Skinner (1904-1990), menganggap reward dan rierforcement
merupakan factor penting dalan belajar. Skinner berpendapat bahwa tujuan
psikologi adalah meramal mengontrol tingkah laku. Pda teori ini guru
memberi penghargaan hadiah atau nilai tinggi sehingga anak akan lebih
rajin. Teori ini juga disebut dengan operant conditioning. . Operans
conditioning adalah suatu proses penguatan perilaku operans yang dapat
mengakibatkan perilaku tersebut dapat diulang kembali atau menghilang
sesuai keinginan.
Operant conditing menjamin respon terhadap stimuli.Bila tidak
menunjukkan stimuli maka guru tidak dapat membimbing siswa untuk
mengarahkan tingkah lakunya. Guru memiliki peran dalam mengontrol dan
mengarahkan siswa dalam proses belajar sehingga tercapai tujuan yang
diinginkan.
Prinsip belajar Skinners adalah :
- Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan
jika benar diberi penguat.
- Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran
digunakan sebagai sistem modul.
- Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak
digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk menghindari
hukuman.
- Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah dan sebaiknya hadiah
diberikan dengan digunakannya jadwal variable ratio reinforcer.
- Dalam pembelajaran digunakan shapping.
27. Teori Classical Conditioning (Pavlov dan
Watson)
Menurut teori conditioning (Ivan Petrovich Pavlo:1849-1936), belajar
adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat
(conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk
menjadikan seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat
tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah
adanya latihan-latihan yang kontinu. Yang diutamakan dalam teori ini ialah
hal belajar yang terjadi secara otomatis.
Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia. juga
tidak lain adalah hasil daripada conditioning. Yakni hasil daripada
latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap
syarat-syarat/perangsang-perangsang tertentu yang dialaminya di dalam
kehidupannya.
Kelemahan dari teori conditioning ini ialah, teori ini menganggap
bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis; keaktifan dan penentuan
pribadi dalam tidak dihiraukannya. Peranan latihan/kebiasaan terlalu
ditonjolkan. Sedangkan kita tahu bahwa dalam bertindak dan berbuat
sesuatu, manusia tidak semata-mata tergantung kepada pengaruh dari luar.
Aku atau pribadinya sendiri memegang peranan dalam memilih dan
menentukan perbuatan dan reaksi apa yang akan dilakukannya. Teori
conditioning ini memang tepat kalau kita hubungkan dengan kehidupan
binatang. Pada manusia teori ini hanya dapat kita terima dalam hal-hal
belajar tertentu saja; umpamanya dalam belajar yang mengenai skills
(kecakapan-kecakapan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak-anak
kecil.
Penjelasan 6 Teori Komunikasi
Agenda Setting Theory
Teori ini menetapkan titik temu antara asumsi media tentang kebutuhan publik akan
informasi dan harapan publik terhadap informasi yang disajikan oleh media. Tetapi ini tidak
selalu berhasil, dan yang kerap teradi adalah media mensetting pikiran khalayak. Jadi apa yang
dianggap penting oleh media, maka akan dianggap penting pula oleh masyarakat.
Uses and Gratifications Theory
Teori kegunaan dan kepuasan memandang pengguna media mempunyai kesempatan
untuk menentukan pilihan-pilihan media sumber beritanya. Dalam hal ini, pengguna media
berperan aktif dalam kegiatan komunikasi untuk memenuhi kepuasannya.
Teori ini mempertimbangkan apa yang dilakukan orang pada media, yaitu menggunakan
media untuk pemuas kebutuhannya. Penganut teori ini meyakini bahwa individu sebagai
mahluk supra-rasional dan sangat selektif. Menurut para pendirinya, Elihu Katz;Jay G. Blumler;
dan Michael Gurevitch (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1984), uses and gratifications meneliti asal
mula kebutuhan secara psikologis dan sosial, yang menimbulkan harapan tertentu dari media
massa atau sumber-sumber lain , yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan
(atau keterlibatan pada kegiatan lain), dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-
akibat lain.
Perkembangan teori Uses and Gratification Media dibedakan dalam tiga fase (dalam
Rosengren dkk., 1974), yaitu:
1. Fase pertama ditandai oleh Elihu Katz dan Blumler (1974) memberikan deskripsi tentang orientasi subgroup audiens untuk memilih dari ragam isi media. Dalam fase ini masih terdapat kelemahan metodologis dan konseptual dalam meneliti orientasi audiens.
2. Fase kedua, Elihu Katz dan Blumler menawarkan operasionalisasi variabel-variabel sosial dan psikologis yang diperkirakan memberi pengaruh terhadap perbedaan pola–pola konsumsi media. Fase ini juga menandai dimulainya perhatian pada tipologi penelitian gratifikasi media.
3. Fase ketiga, ditandai adanya usaha menggunakan data gratifikasi untuk menjelaskan cara lain dalam proses komunikasi, dimana harapan dan motif audiens mungkin berhubungan.
Kristalisasi dari gagasan, anggapan, temuan penelitian tentang Uses and Gratification
Media mengatakan, bahwa kebutuhan social dan psikologis menggerakkan harapan
pada media massa atau sumber lain yang membimbing pada perbedaan pola-pola
terpaan media dalam menghasilkan pemuasan kebutuhan dan konsekuensi lain yang
sebagian besar mungkin tidak sengaja.
Elihu Katz;Jay G. Blumler; dan Michael Gurevitch (dalam Baran dan Davis, 2000)
menguraikan lima elemen atau asumsi-asumsi dasar dari Uses and Gratification Media sebagai
berikut:
1. Audiens adalah aktif, dan penggunaan media berorientasi pada tujuan.
2. Inisiative yang menghubungkan antara kebutuhan kepuasan dan pilihan media
spesifik terletak di tangan audiens
3. Media bersaing dengan sumber-sumber lain dalam upaya memuaskan kebutuhan
audiens
4. Orang-orang mempunyai kesadaran-diri yang memadai berkenaan penggunaan
media, kepentingan dan motivasinya yang menjadi bukti bagi peneliti tentang
gambaran keakuratan penggunaan itu.
5. Nilai pertimbangan seputar keperluan audiens tentang media spesifik atau isi harus
dibentuk.
Teori Hypodermic Needle Theory
Audiens (Receiver/R) dalam teori ini dipandang bersikap pasif dan segala informasi
yang diterima, dengan sendirinya juga audiens terpengaruhi sikapnya. Makanya teori ini disebut
teori jaum hipodermik, karena daya serap audiens yang efektif seperti sedang menerima
suntikan. Pada dasarnya, model ini berpendapat bahwa pesan langsung diterima dan
seluruhnya diterima oleh penerima.
Teori perbedaan individu
Setiap orang memiliki daya selektifitas yang tinngi dalam menerima terpaan media
massa sehingga antara satu individu dengan individu lainnya berbeda dalam menerima
informasi dari media tersebut. Bukan menonton demo buruh, tergantung kelompok).
Teori kategori sosial
Kumpulan, kelompok, atau kategori-kategori sosial yang ada di masyarakat akan
memberikan tanggapan yang seragam terhadap terpaan media.
Spiral of Silence Theory
Teori memandang adanya kecenderungan minoritas mengambil sikap diam di tengah
situasi yang didominasi mayoritas. Diam dapat berarti, menyesuaikan pendapat dengan
mayoritas atau menyembunyikan pendapat agar tidak terisolasi dalam kepungan mayoritas.
Teori Spiral Keheningan ini dapat diuraikan sebagai berikut: individu memiliki
opini tentang berbagai isu. Akan tetapi, ketakutan akan terisolasi menentukan apakah
individu itu akan mengekspresikan opini-opininya secara umum. Untuk meminimalkan
kemungkinan terisolasi, individu-individu itu mencari dukungan bagi opini mereka dari
lingkungannya, terutama dari media massa.
Media massa – dengan bias kekiri-kirian mereka – memberikan interpretasi yang
salah pada individu-individu itu tentang perbedaan yang sebenarnya dalam opini publik
pada berbagai isu. Media mendukung opini-opini kelompok kiri dan biasanya
menggambarkan kelompok tersebut dalam posisi yang dominan.
Sebagai akibatnya, individu-individu itu mungkin mengira apa yang
sesungguhnya posisi mayoritas sebagai opini suatu kelompok minoritas. Dengan
berlalunya waktu, maka lebih banyak orang akan percaya pada opini yang tidak
didukung oleh media massa itu, dan mereka tidak lagi mengekspresikan pandangan
mereka secara umum karena takut akan terisolasi. Selama waktu tersebut, karena
‘mayoritas yang bisu’ tetap diam, ide minoritas mendominasi diskusi. Yang terjadi
kemudian, apa yang pada mulanya menjadi opini minoritas, di kemudian hari dapat
menjadi dominan.
Diffusion of Innovation Theory
Teori ini menempatkan orang yang memiliki informasi atau penemuan sebagai orang
yang memiliki potensi mempengaruhi secara massal. Pada pilihan yang inovatif: Sebuah
Analisis Ekonomi dari Dinamika Teknologi, Mario Amendola dan Jean-Luc Gafford bandingkan
proses inovasi dengan difusi dari inovasi sebagai “sejauh dan kecepatan yang akan digunakan
untuk melanjutkan ekonomi yang unggul untuk mengadopsi teknik. Difusi atau penyesuaian ini
dapat seketika atau bertahap.
top related