tekstur tanah
Post on 10-Jun-2015
26.650 Views
Preview:
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanah merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari tiga fase
yakni bahan-bahan padat, cair dan gas. Fase padat hampir menempati 50 % volume
tanah sebagian besar terdiri dari bahan mineral dan sebagian lainnya adalah bahan
organik. Sisa volume selebihnya merupakan ruang pori yang ditempati sebagian oleh
fase cair dan fase gas yang perbandingannya dapat bervariasi menurut musim dan
pengelolaan tanah.
Tanah mendukung berbagai bentuk kehidupan, khususnya pertumbuhan
tanaman sebagai contoh utama. Tanah berfungsi sebagai tempat tumbuhnya tanaman
yang menangkap sinar matahari. Dengan fungsi tersebut tanah berperan dalam siklus
global karbon. Dismaping itu kebanyakan unsur-unsur dalam usaha memelihara
kehidupan berada pada siklus yang lebih berat ke tanah dalam hubungan ini tanah
menyediakan lingkungan yang cocok untuk terlaksananya pelapukan bahan-bahan
mati dengan cukup cepat melalui aktivitas mikroorganisme terhadap senyawa-
senyawa dasar untuk dapat segera menyusul memasuki kembali siklus, terutama
melalui vegetasi.
Sifat fisik tanah mempunyai banyak kemungkinan untuk dapat digunakan
sesuai dengan kemampuan yang dibebankan kepadanya. Kemampuan untuk menjadi
lebih keras dan menyangga kapasitas drainase, menyimpan air, plastisitas, mudah
untuk ditembus akar, aerase dan kemampuan untuk menahan retensi unsur-unsur hara
tanaman. Semuanya erat hubungannya dengan kondisi fisik tanah. Salah satu sifat
fisik tanah yang terpenting adalah tekstur tanah.
Tekstur tanah menunjukkan kasar atau halusnya suatu tanah. Teristimewa
tekstur merupakan perbandingan relatif pasir, debu dan liat atau kelompok partikel
dengan ukuran lebih kecil dari kerikil. Tekstur tanah sering berhubungan dengan
permeabilitas, daya tahan memegang air, aerase dan kapasitas tukar kation serta
kesuburan tanah. Walaupun faktor-faktor lainnya dapat mengubah hubungan tersebut.
Dalam klasifikasi tanah (taksonomi tanah) tingkat famili, kasar halusnya tanah
ditunjukkan dalam sebaran besar butir (particle size distribution) yang merupakan
penyederhanaan dari kelas tekstur tanah dengan memperhatikan pula fraksi tanah
yang lebih besar / kasar dari pasar.
Berdasarkan uraian diatas maka praktikum penetapan tekstur tanah perlu
diadakan untuk mengetahui jenis tekstur tanah pada lapisan I, II, dan III pada tanah
Alfisol dan Inceptisol.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan percobaan tekstur tanah adalah untuk mengetahui kelas tekstur tanah
lapisan I, II dan III pada tanah Alfisol dan Inceptisol serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Kegunaannya adalah untuk menambah pengetahuan tentang tekstur dan
kaitannya dengan usaha pengelolaan tanah pertanian.
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum tekstur tanah dilaksanakan pada hari Sabtu, 18 November 2006
pukul 08.00 WITA, di laboratorium Fisika Tanah jurusan Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian dan Kehutanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah Hidrometer, timbangan,
botol tekstur, mesin pengocok, silinder sedimentasi 1000 mL, saringan 0,05 mm,
corong, botol semprot, pengaduk, termometer, cawan petridish dan statif.
Bahan-bahan yang digunakan adalah sampel tanah Alfisol dan Inceptisol
lapisan I, II, III yang telah dikering udarakan, aquadest, larutan calgon 0,05 %, kertas
label, tissue roll.
3.3 Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada praktikum ini adalah :
1. Menimbang 20 gr tanah kering udara, butir-butir tanah ini berukuran kurang
dari 2mm.
2. Memasukkan tanah ke dalam botol tekstur dan ditambahkan 10 mL larutan
Calgon 0,05 % dan aquadest secukupnya.
3. Mengocok tanah dengan mesin pengocok selama kurang lebih 10 menit.
4. Menuangkan secara kualitatif semua isinya ke dalam silinder sedimentasi
1000 mL yang di atasnya dipasang saringan dengan diameter lubang 0,05 mm
dan dibersihkan benar-benar dengan bantuan botol semprot.
5. Mencukupkan larutan suspensi dalam tabung sedimentasi dengan aquadest
hingga 1000 mL.
6. Pasir yang ada didalam saringan dipindahkan dalam cawan dengan
pertolongan botol semprot, kemudian dimasukkan dalam oven dengan suhu
105oC selama 24 jam. Selanjutnya dimasukkan ke dalam desikator dan
ditimbang hingga berat pasir diketahui (dicatat sebagai c gram).
7. Masukkan pengocok kedalam silinder sedimentasi lalu diaduk naik turun
selama 1 menit.
8. Masukkan hidrometer kedalam suspensi dengan sangat hati-hati agar suspensi
tidak banyak terganggu.
9. Setelah beberapa detik, dibaca dan dicatat (H1) pada hidrometer beserta
suhunya (t1), dengan hati-hati hidrometer dikeluarkan dari suspensi.
10. Setelah menjelang 8 jam, hidrometer dimasukkan kembali untuk pembacaan
H2 dan t2.
11. Menghitung berat debu dan liat dengan menggunakan rumus :
Berar debu dan liat : H1 + 0,3 (t1 – 19,8) - 0,5………(a)
2
Berat debu dan liat : H2 + 0,3 (t2-19,8) - 0,5……………(b)
2
Berat debu : berat (debu + liat)-berat liat……………………….(a-b)
12. Mengitung persentase pasir , debu dan liat dengan persamaan :
% pasir : c x 100 %
a + b
% Pasir : ( a-b) x 100 %
a + b
% Liat : b x 100 %
a + b
13. Masukkan nilai yang didapat dalam segitiga tekstur
12 11
10 8 9
7 4 5
3 1 2 6
Gambar segitiga tekstur (USDA)
Keterangan :
1 = pasir 7 = lempung liat berpasir
2 = pasir berlempung 8 = lempung berliat
3 = lempung berpasir 9 = lempung liat berdebu
4 = lempung 10 = liat berpasir
5 = lempung berdebu 11 = liat berdebu
6 = debu 12 = liat
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanah Alfisol
Tanah Alfisol memiliki tekstur tanah yang liat. Liat tertimbun di horizon
bawah. Ini berasal dari horizon di atasnya dan tercuci ke bawah bersama dengan
gerakan air. Dalam banyak pola Alfisol digambarkan adanya perubahan tekstur yang
sangat pendek di kenal dalam taksonomi tanah sebagai Ablup Tekstural Change atau
perubahan tekstur yang sangat ekstrim. (Foth, 1998).
Partikel tanah liat pada lapisan Alfisol digerakkan oleh air yang meresap dari
horizon A dan disimpan pada horizon B. Hasilnya adalah polipodeon dengan horizon-
horizon yang mempunyai tekstur yang berbeda. Macam pita yang terbentuk
berhubungan dengan kandungan liat dan digunakan untuk menggolongkan tanah
sebagai lempung, lempung liat atau tanah liat. (Poerwowidodo, 1991).
Alfisol adalah tanah-tanah dimana terdapat penimbunan liat di horizon bawah
(horizon argilik) dan mempunyai kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35 % pada
kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Bila kejenuhan basa sangat tinggi maka
makin ke bawah jumlahnya konstan, sedang bila pada horizon Argilik kadarnya tidak
tinggi maka jumlahnya harus bertambah makin ke horizon bawah. Tanah ini tidak
memiliki epipedon molik, oxik, ataupun horizon spodik. Juga termasuk pada tanah
Alfisol adalah tanah-tanah yang kejenuhan basanya kurang 35 % tetapi pada horizon
Argilik dipadatan lidah-lidah horizon albik dan kejenuhan basa bertambah makin ke
horizon bawah. (Hakim, 1986).
Faktor-faktor pembentuk tanah terdiri dari bahan induk dan faktor lingkungan
yang mempengaruhi perubahan bahan induk menjadi tanah. Alfisol terbentuk dari
bahan induk yang mengandung karbonat dan tidak lebih tua dari pleistosin. Di daerah
dingin hampir semuanya berasal dari bahan induk berkapur yang masih muda. Di
daerah basah, bahan induk biasanya lebih tua dari pada di daerah dingin. Alfisol
secara potensial termasuk tanah yang subur meskipun bahaya erosi perlu mendapat
perhatian. (Darmawijaya, 1990).
Alfisol pada umumnya berkembang dari batu kapur, olivin, tufa, dan lahar.
Bentuk wilayah beragam dari bergelombang hingga tertoreh, tekstur berkisar antara
sedang hingga halus, drainasenya baik. Reaksi tanah berkisar antara agak masam
hingga netral, kapasitas tukar kation dan basa-basanya beragam dari rendah hingga
tinggi, bahan organik pada umumnya sedang hingga rendah. Mempunyai sifat kimia
dan fisika relatif baik. Alfisol sebagian ditemukan di daerah beriklim kering dan
sebagian kecil di daerah beriklim basah. Alfisol ini dapat pula ditemukan pada
wilayah dengan temperatur sedang dan sub tropika dengan adanya pergantian musim
hujan dan musim kering. (Munir, 1996).
2.2 Tanah Inceptisol
Inceptisol adalah tanah muda dan mulai berkembang. Profilnya mempunyai
horizon yang dianggap pembentukannya agak lamban sebagai hasil alterasi bahan
induk. Horizon-horizonnya tidak memperlihatkan hasil hancuran ekstrem. Horizon
timbunan liat dan besi aluminium oksida yang jelas tidak ada pada golongan ini.
Perkembangan profil golongan ini lebih berkembang bila dibandingkan dengan
entisol. Tanah-tanah yang dulunya dikelaskan sebagai hutan coklat, andosol dan
tanah coklat dapat dimasukkan ke dalam Inceptisol. (Hardjowigeno, 1992).
Kebanyakan Inceptisol memiliki kambik. Horizon B yang mengalami proses-
proses genesis tanah seperti fisik, biologi, kimia dan proses pelapukan mineral.
Perubahan ini menjadi struktur kubus. (Hakim, 1986).
Inceptisol mempunyai karakteristik dari kombinasi sifat-sifat tersedianya air
untuk tanaman lebih dari setengah tahun atau lebih dari tiga bulan berturut-turut
dalam musim kemarau, satu atau lebih horizon pedogenik dengan sedikit akumulasi
bahan selain karbonat atau silika amorf, tekstur lebih halus dari pasir berlempung
dengan beberapa mineral lapuk dan kemampuan menahan kation fraksi lempung yang
sedang sampai tinggi. Penyebaran liat ke dalam tanah tidak dapat diukur. Kisaran
kadar C- organik dan kapasitas tukar tempat, kecuali daerah kering, mulai dari kutub
sampai tropika. (Ali Kemas, 2005).
Tanah Inceptisol memiliki tekstur kasar dengan kadar pasir 60 %, hanya
mempunyai horizon yang banyak mengandung sultat masam (catday) pH < 3,5 ,
terdapat karatan. Tanah Inceptisol umumnya memiliki horizon kambik. Horizon
kambik merupakan indikasi lemah atau spodik. (Hardjowigeno, 1992).
Inceptisol dapat berkembang dari bahan induk batuan beku, sedimen,
metamorf. Karena Inceptisol merupakan tanah yang baru berkembang biasanya
mempunyai tekstur yang beragam dari kasar hingga halus, dalam hal ini dapat
tergantung pada tingkat pelapukan bahan induknya. Bentuk wilayah beragam dari
berombak hingga bergunung. Kesuburan tanahnya rendah, jeluk efektifnya beragam
dari dari dangkal hingga dalam. Di dataran rendah pada umumnya tebal, sedangkan
pada daerah-daerah lereng curam solumnya tipis. Pada tanah berlereng cocok untuk
tanaman tahunan atau untuk menjaga kelestarian tanah. (Munir, 1996).
IV . HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan analisis dan perhitungan yang dilakukan maka diperoleh hasil
sebagai berikut :
Tabel 4 : Hasil Perhitungan Tekstur Tanah Alfisol Lapisan I, II, dan III
Lapisan % pasir % debu % liat Kelas tekstur
I
II
III
19,07 %
15,15 %
16,95 %
14,1 %
17,32 %
24,01 %
66,83 %
67,53 %
59,04 %
liat
liat
liat
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2006
Tabel 5 : Hasil Perhitungan Tekstur Tanah Inceptisol Lapisan I, II, dan III
Lapisan % pasir % debu % liat Kelas Tekstur
I
II
III
34,31 %
32,6 %
39 %
20,2 %
9,6 %
11 %
45,5 %
59 %
51 %
liat
liat
liat
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2006
Lampiran 3 : Hasil Perhitungan Analisis Partikel Tanah Alfisol dan Inceptisol Lapisan I, II, dan III.
Hasil perhitungan analisis ukuran partikel tanah Alfisol lapisan I :
Dik : H1 : 8 gr H2 : 6 gr
t1 : 29 oC t2 : 30 oC
C : 1,15 gr
H1 + 0,3 (t1 – 19,8) Berat debu dan liat = - 0,5
2
8 + 0,3 (29 – 19,8)= - 0,5
210,76
= - 0,5 2
= 4,88
Berat liat H2 + 0,3 (t2 – 19,8) = - 0,5
2
6 + 0,3 (30 – 19,8)= - 0,5
29,06
= - 0,5 2
= 4,03
Berat debu = Berat (debu + liat ) – berat liat
= 4,88 gr – 4,03 gr
= 0,85
c% pasir = x 100 %
a + c 1,15= x 100 % 4,88 + 1,15
= 19, 07 %
% debu ( a- b)= x 100 %
a + c 4,88 - 4,03 = x 100 % 4,88 + 1,15
= 14,1 %
b% liat = x 100 %
a + c 4,03= x 100 % 4,88 + 1,15
= 66,83 %
Hasil Perhitungan Ukuran Partikel Tanah Alfisol Lapisan II :
Dik : H1 : 10 gr H2 : 7 gr
t1 : 29 oC t2 : 31 oC
C : 1,05 gr
H1 + 0,3 (t1 – 19,8) Berat debu dan liat = - 0,5
2
10 + 0,3 (29 – 19,8)= - 0,5
212,76
= - 0,5 2
= 5,88
Berat liat H2 + 0,3 (t2 – 19,8) = - 0,5
2
7 + 0,3 (31 – 19,8)= - 0,5
210,36
= - 0,5 2
= 4,68
Berat debu = Berat (debu + liat ) – berat liat
= 5,88 gr – 4,68 gr
= 1,2 gr
c% pasir = x 100 %
a + c 1,05= x 100 % 5,88 + 1,05
= 15,15 %
% debu ( a- b)= x 100 %
a + c 5,88 - 4,68 = x 100 % 5,88 + 1,05
= 17,32 %
b% liat = x 100 %
a + c 4,68= x 100 % 5,88 + 1,05
= 67,53 %
Hasil Perhitungan Ukuran Partikel Tanah Alfisol Lapisan III :
Dik : H1 : 10 gr H2 : 6 gr
t1 : 29 oC t2 : 31 oC
C : 1,2 gr
H1 + 0,3 (t1 – 19,8) Berat debu dan liat = - 0,5
2
10 + 0,3 (29 – 19,8)= - 0,5
212,76
= - 0,5 2
= 5,88
Berat liat H2 + 0,3 (t2 – 19,8) = - 0,5
2
6 + 0,3 (31 – 19,8)= - 0,5
2 9,36
= - 0,5 2
= 4,18
Berat debu = Berat (debu + liat ) – berat liat
= 5,88 gr – 4,18 gr
= 1,7 gr
c% pasir = x 100 %
a + c 1,2= x 100 % 5,88 + 1,2
= 16,95 %
% debu ( a- b)= x 100 %
a + c 5,88 - 4,18 = x 100 % 5,88 + 1,2
= 24,01 %
b% liat = x 100 %
a + c 4,18= x 100 % 5,88 + 1,2
= 59,04 %
Hasil Perhitungan Ukuran Partikel Tanah Inceptisol Lapisan I:
Dik : H1 : 10 gr H2 : 6 gr
t1 : 30 oC t2 : 31 oC
C : 3,15 gr
Peny :
H1 + 0,3 (t1 – 19,8) Berat debu dan liat = - 0,5
2
10 + 0,3 (30 – 19,8)= - 0,5
2
= 6,03
Berat liat H2 + 0,3 (t2 – 19,8) = - 0,5
2
6 + 0,3 (31 – 19,8)= - 0,5
2
= 4,18
Berat debu = Berat (debu + liat ) – berat liat
= 6,03 gr – 4,18 gr
= 1,85 gr
c% pasir = x 100 %
a + c 3,15= x 100 % 6,03 + 3,15
= 34,31 %
% debu ( a- b)= x 100 %
a + c 6,03 - 4,18 = x 100 % 6,03 + 3,15
= 20,2 %
b% liat = x 100 %
a + c 4,18= x 100 % 6,03 + 3,15
= 45,5 %
Hasil Perhitungan Ukuran Partikel Tanah Inceptisol Lapisan II :
Dik : H1 : 8,5 gr H2 : 7 gr
t1 : 30 oC t2 : 30 oC
C : 2,55 gr
Peny :
H1 + 0,3 (t1 – 19,8) Berat debu dan liat = - 0,5
2
8,5 + 0,3 (30 – 19,8)= - 0,5
2
= 5,28
Berat liat H2 + 0,3 (t2 – 19,8) = - 0,5
2
7 + 0,3 (30 – 19,8)= - 0,5
2
= 4,53
Berat debu = Berat (debu + liat ) – berat liat
= 5,28 gr – 4,53 gr
= 0,75 gr
c% pasir = x 100 %
a + c 2,55= x 100 % 5,28 + 2,55
= 32,6 %
% debu ( a- b)= x 100 %
a + c 5,28 - 4,53 = x 100 % 5,28 + 2,55
= 9,6 %
b% liat = x 100 %
a + c 4,53= x 100 % 5,28 + 2,55
= 59 %
Hasil Perhitungan Ukuran Partikel Tanah Inceptisol Lapisan III :
Dik : H1 : 8 gr H2 : 6 gr
t1 : 29 oC t2 : 30 oC
C : 3,1 gr
Peny :
H1 + 0,3 (t1 – 19,8) Berat debu dan liat = - 0,5
2
8 + 0,3 (29 – 19,8)= - 0,5
2
= 4,88
Berat liat H2 + 0,3 (t2 – 19,8) = - 0,5
2
6 + 0,3 (30 – 19,8)= - 0,5
2
= 4,03
Berat debu = Berat (debu + liat ) – berat liat
= 4,88 gr – 4,03 gr
= 0,85 gr
c% pasir = x 100 %
a + c 3,1= x 100 % 4,88 + 3,1
= 39 %
% debu ( a- b)= x 100 %
a + c 4,88 - 4,03 = x 100 % 4,88 + 3,1
= 11 %
b% liat = x 100 %
a + c 4,03= x 100 % 4,88 + 3,1
= 51 %
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada praktikum tekstur tanah ini, maka
dapat disimpulkan bahwa :
Pada tanah Alfisol, lapisan I persentase pasir 19,07 %, debu 14,1 %, liat 66,83
%, Lapisan II persentase pasir 15,15 %, debu 17,32 %, liat 67,53 %, Lapisan
III persentase pasir 16,95 %, debu 24,01 %, liat 59,04.
Pada tanah Inceptisol, lapisan I persentase pasir 34,31 %, debu 20,2 %, liat
45,5 %, pada lapisan II persentase pasir 32,6 %, debu 9,6 %, liat 59 %, pada
lapisan II persentase pasir 39 %, debu 11 %, liat 51 %.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelas tekstur tanah adalah kemampuan
tanah memegang dan menyimpan air, aerasi, serta permeabilitas, kapasitas
tukar kation dan kesuburan tanah.
5.2 Saran
Sebaiknya dalam memilih lahan untuk pertanian diperhatikan masalah tekstur
tanah karena mempengaruhi kandungan bahan organik atau unsur hara yang
diperlukan untuk tumbuhan serta kemampuannya menyimpan air dan aerasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Kemas., 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Darmawijaya, M. 1990. Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Foth, H. D., 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Hardjowigeno. S., 1987. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo : Jakarta.
Hakim. N., M.Y. Nyapka, A.M Lubis, S.G Nugroho, M.R Saul, M.A Dina, G.B Hong, H.H Baile., 1986, Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung : Lampung.
Munir, M., 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. PT. Dunia Pusataka Jaya : Jakarta
Pairunan, Anna, K., Nanere, J, L., Arifin., Solo, S, R. Samosir, Romoaldus Tangkaisari, J. R Lalapia Mace, Bachrul Ibrahim., Hariadji Asnadi., 1985. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur : Makassar.
Poerwowidodo. 1991. Genesa Tanah. CV Rajawali : Jakarta.
Syarief. H. F., Saifuddin. Dr.Ir., 1998, Fisika Kimia Tanah Pertanian. CV Pustaka Buana : Bandung.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, tanah Alfisol pada lapisan I persentase
pasir 19,07 %, debu 14,1 %, liat 66,83 %. Bahwa tanah pada lapisan ini termasuk
tekstur liat, hal ini terjadi karena persentase liatnya yang lebih besar. Hal ini sesuai
dengan pendapat Foth (1998), bahwa apabila persentase kejenuhan suatu tanah lebih
dari 50 % maka tanah tesebut masuk dalam tekstur liat dan juga disebabkan oleh
tingkat pelapukan yang terjadi pada masing-masing lapisan relatif besar dan
kemampuan mengikat air sangat tinggi.
Pada lapisan II persentase pasir 15,15 %, debu 17,32 %, liat 67,53 %.
Persentase tertinggi adalah fraksi liat. Hal ini terjadi karena pada lapisan II mendapat
aliran partikel liat dari horizon A (top soil) atau lapisan I yang digerakkan oleh air
kemudian disimpan pada lapisan II ini. Hal ini sesuai dengan pendapat
Poerwowidodo (1991) bahwa partikel tanah liat pada lapisan Alfisol digerakkan oleh
air yang meresap dari horizon A dan disimpan pada horizon B. Hasilnya adalah
polipodeon dengan horizon-horizon yang mempunyai tekstur yang berbeda. Macam
pita yang terbentuk berhubungan dengan kandungan liat dan digunakan untuk
menggolongkan tanah sebagai lempung, lempung liat atau tanah liat.
Pada lapisan III persentase pasir 16,95 %, debu 24,01 %, liat 59,04 %.
Persentase tertinggi adalah fraksi liat. Hal ini terjadi karena partikel-partikel liat
sebelumnya pada lapisan I dan lapisan II kembali bergerak bersama air atau
terjadinya proses eluviasi yang akhirnya terakumulasi / tertimbun di lapisan III.
Peristiwa ini disebut iluviasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Darmawijaya (1990)
bahwa lapisan II memiliki kemampuan untuk menahan air dalam tanah sehingga
partikel air mengalir ke lapisan III.
Tanah Inceptisol lapisan I persentase pasir 34,31 %, debu 20,2 %, liat 45,5 %,
dan termasuk kedalam tekstur liat. Dilihat dari persentase liatnya ternyata lebih
rendah dari lapisan II, III. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh eluviasi. Sesuai
pendapat Hardjowigeno (1987) bahwa tanah-tanah lapisan atas / top soil adalah zona
pencucian yang miskin akan zat-zat terlarut dan telah kehilangan fraksi liat, besi dan
oksida aluminium.
Kandungan liat tertinggi dimiliki oleh lapisan II pada tanah Inceptisol, yaitu
59 %, yang berarti kemampuan menyerap unsur hara dan tinggi karena permukaan
yang lebih besar. Partikel-partikel liat akan bergabung membentuk kompleks liat pada
lapisan ini dan terhindar dari proses pencucian serta bermuatan listrik yang mampu
mengikat unsur hara bagi tanaman. Hal ini sesuai pendapat Ali Kemas( 2005), bahwa
kehilangan unsur hara karena adanya pencucian sangat kecil karena merupakan zona
pemupukan yang kurang banyak mengandung bahan organik dan mineralisasi, lebih
tinggi kandungan litanya yang bermuatan negatif akan menarik ion bermuatan positif.
Lapisan III Inceptisol persentase pasirnya 39 %, debu 11 %, liat 51 %.
Termasuk tekstur liat. Pada lapisan inilah banyak terkandung unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman. Sesuai dengan pendapat Syarief (1980) bahwa kemampuan
air dan unsur hara tinggi pada tanah yang kandungan liatnya tinggi karena luas
permukaan besar, partikel-partikel liat akan bergabung membentuk kompleks liat
pada lapisan ini dan terhindar dari proses pencucian serta bermuatan listrik mampu
mengikat unsur hara bagi tanaman.
Perbedaan pada tanah Alfisol dan Inceptisol yaitu persentase liat tertinggi
dimiliki oleh lapisan II tanah Alfisol yaitu 67,53 %. Hal ini berarti tanah Alfisol
sangat sukar untuk diolah , peredaran air dan aerasinya tidak baik. Penambahan
bahan organik membantu masalah kekurangan air pada tanah berpasir. Sesuai yang
dikemukakan oleh Pairunan,dkk (1985), bahwa bahan organik membantu mengikat
butiran liat, membentuk ikatan butiran yang lebih besar sehingga akan memperbesar
ruang-ruang udara diantara ikatan butiran, sedangkan pada tanah Inceptisol juga
mengandung tanah dengan tekstur liat namun tak sebanyak kandungan liat yang
dimiliki oleh tanah Alfisol sehingga aerasinya masih cukup baik, namun drainasenya
kurang baik karena tergenang air, itulah sebabnya tanah Inceptisol agak basah,
dibanding tanah Alfisol yang kering.
Keterangan :
1 = pasir 7 = lempung liat berpasir
2 = pasir berlempung 8 = lempung berliat
3 = lempung berpasi
top related