teknik dasar konseling tahap 1 by dianto irawan
Post on 02-Jul-2015
3.723 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
TEKNIK-TEKNIK DASAR KONSELING
TAHAP I EKSPLORASI MASALAH
1. KONDISI-KONDISI INTI YANG DIPERLAKUKAN DALAM EKSPLORASI
MASALAH
Carkhuff (1983) menyatakan bahwa keterampilan utama yang diperlukan dalam
konseling tahap pertama adalah keterampailan merespon. Selanjutnya carkhuff (1983)
menambahkan bahwa untuk dapat merespon baik ada beberapa tingkah laku yang
harus dimainkan oleh konselor.
1. Konselor harus terus menerus menahan “frame of reference”nya sendiri
2. Konselor harus berkomunikasi dengan caya yang tulus dan ikhlas (genuine)
3. Konselor harus menekankan kespesifikan dalam mengeksplorasi isi
Akhirnya Carkhuff (1983) menegaskan bahwa keterampilan-keterampilan membantu
pada tahap satu ini meliputi setidaknya empat kondisi inti :
1. Empati
2. Respek
3. Tulus – ikhlas
4. Konkrit
2. KETERAMPILAN DASAR PENDUKUNG
Ada sejumlah keterampilan dasar konseling yang mendukung keterampilan merespond
alam tahap pertama dari proses konseling yaitu keterampilan mengajak terbuka untuk berbicara
mengajukan pertanyaan terbuka, mendengarkan secara akurat, mengikuti pokok pembicaraan
dorongan minimal, merefleksi, memparafrase dan sebagainya.
1. Mengajak terbuka untuk berbicara
Setelah tahap persiapan dirasakan cukup danklien tampak mulai terdorong untuk
“involve” secara aktif maka konseling dapat melangkah ke tahap pertama proses
konseling dengan mengajak klien memulai berbicara, misalnya :
“Apa yang dapat saya bantu?”
“Apa yang dapat saya lakukan untuk membantu Anda?”
“Ceritakan kepada saya apa yang menyusahkan Anda?”
“Apa yang sedang Anda pikirkan?”
Ajakan berbicara secara terbuka ini memungkinkan klien dapat
mengemukakan masalahnya dengan baik. Karena itu hendaknya dapat dihindarkan
untuk mengajukan pertanyaan yang bertubi-tubi sehingga klien merasa kwalahan
dan akhirnya dapat membuat klien jengkel.
2. Pertanyaan Terbuka
Pertanyaan atau pernyataan terbuka mengajak klien untuk meneruskan
pembicaraanya dengan memberikan lebih banyak uraiannya mengenal hal yang
telah dikemukakannya. Misalnya terhadap uraian yang telah diberikan oleh
seseorang Ibu yang putus asa karena ulah anaknya yang kecanduan narkotika.
Konselor bertanya :
“Bagaimana perasaan Ibu melihat dia benar-benar kencanduan obat
terlarang itu ?”
“Usaha-usaha apa saja yang telah ibu lakukan untuk mengatasi
ketergantungannya pada obat terlarang itu?”
Pertanyaan terbuka seperti itu penting, terutama pada tahap-tahap awal wawancara
pertanyaan-pertanyaan teruka lainnya dapat dilakukan dengan menggunakan kata
Tanya “Apa”, “Kapan”, “Bagaiman”, dan “Mengapa”
3. Mendengarkan secara akurat
Kegiatan ini menghendaki konselor agar lebih banyak diam dan menggunakan
semua inderanya untuk menangkap semua pesan yang dikemukakan oleh klien.
Mendengarkan secara akurat sangat diperlukan selama proses konseling
berlangsung, terlebih-lebih pada saat permulaan yaitu ketika konselor ingin
memperoleh gambaran yang menyeluruh tentang diri dan masalah klien.
Untuk itu Munro, dkk (1979) menyarankan cara melatih diri untuk
mendengarkan secara akurat sebagai berikut :
a. Konselor hendaknya menyadari sikapnya sendiri. Bagaimana konselor
merasakan keadaan klien dan bagaimana perasaan-perasaan itu mempengaruhi
pemahaman konselor terhadap klien.
b. Perhatikan secara cermat pada isi pembicaraan klien dan juga perasaan yang
tersirat dibalik isi itu.
c. Konselor hendaknya mengarahkan perhatinnya pada apa yang sedang dikatakan
klien, jangan apa yang mungkin konselor katakana dalam menanggapinya atau
pada bagaimana konselor menyelesaikan presoalan yang dikemukakan klien.
d. Mendengarkan tidak saja harus memenuhi dengan segera yang dikemukakan
klien tetapi juga harus bisa memperjelas apa yang masih kabur. Untuk itu
konselor harus bertanya pada klien jika Anda belum mengerti tentang apa yang
dikemukakan klien.
4. Mengikuti Pokok Pembicaraan
Konselor mengikuti pokok pembicaraan klien itu dapat diucapkan dengan kalimat
sebagai berikut :
“Saya memahami apa yang Anda maksudkan”
“Ceritakan lebih lanjut tentang hal itu”
Ucapan konselor untuk mengikuti pokok pembicaraan itu dilakukan dengan caya
yang penuh perhatian.
Hal ini juga akan makin menyadarkan klien bahwa konselor benar-benar
mendengarkan apa yang dikemukakan klien.
5. Dorongan Minimal
Dorongan minimal adalah suatu isyarat, anggukan, sepatah kata atau suara tertentu,
gerakan anggota badan, atau pengulangan kata-kata kunci yang menunjukkan
bahwa penyuluh mempunyai perhatian dan mengikuti dengan baik pembicaraan
klien.
Dorongan kesempatan dan keleluasaan keapda klien untuk terus berbicara.
Dorongan minimal itu hendaknya digunakan sejak awal pertemuan dalam arus
yang wajar dari seluruh percakapan yang sedang berlangsung dan diberikan disela-
sela klien selesai mengucapkan satu kesatuan pokok pikiran baik terdiri dari satu
kalimat atau beberapa kalimat. Misalnya :
“O-ya”
“Ya”
“Mmm”
“A-ha”
“Jadi?”
dan sebagainya
dorongan minimal semacam itu dapat digunakan untuk menjaga kelangsungan
pembicaraan klien dan menghindari agar konselor tidak terlalu banyak berbicara
yang dapat mengakibatkan klien hanya menjadi pendengar saja.
6. Paraphrese dan Refleksi
Paraphrase adalah mengatakan dengan cara lain isi pikiran yang diucapkan klien
dengan menggunakan kata-kata konselor sendiri. Jika yang diungkapkan kembali
oleh konselor itu mengenai perasaan klien maka Cormier dan Cormiel (1985)
menamakannya sebagai refleksi.
Paraphrase dan refleksi itu dilakukan dengan menyimpulkan atau menyaringkan
pernyataan klien. Jadi bukan sekedar “parroting” atau mengulang kembali
pertanyaan klien secara sama.
Tujuan dari paraphrase dan refleksi perasaan itu menurut Cormier dan Cormier
(1985) adalah (a) untuk menunjukkan bahwa konselor memahami isi dan perasaan
yang dikomunikasikan oleh klien, (b) agar klien dapat mengelaborasi pikiran atau
perasaan kunci yang ia kemukakan, (c) agar klien dapat memusatkan perhatiannya
pada situasi atau kejadian, pikiran dan tingkah laku tertentu, dan (d) untuk
membantu klien membuat keputusan.
Contoh paraphrase dan refleksi perasaan :
Klien
:
Konselor (paraphrase)
:
Konselor (refleksi)
:
“Semuanya membosankan. Tidak ada sesuatu
yang baru, tidak ada yang menyenangkan. Semua
teman-teman saya pergi meninggalkan saya.
Andaikata saya mempunyai uang saya sudah dapat
berbuat banyak hal.
“Tanpa mempunyai uang dan teman, tidak ada
satupun yang dapat Anda kerjakan sekarang ini.
“Anda merasa bosan dengan keadaan yang Anda
alami saat ini.”
3. KETERAMPILAN DASAR MERESPON
1. Merespon Isi
Respon konselor terhadap ekspresi klien yang pertama-tama adalah respon
terhadap isi pernyataan klien itu. Unsur-unsur dari isi menekankan pertanyaan-
pertanyaan dasar “Apa”, “Mengapa”, “Kapan, “Dimana”, dan “Bagaimana”, unsur-
unsur isi juga menekankan urut-urutan kepentingan dan hubungan seba akibat dari
kajadian-kajadian.
Pola umum yang digunakan dalam merespon isi adalah: “Anda mengakatan bahwa
……………….. “Atau” dengan kata lain ……………”
Contoh :
“Anda mengatakan bahwa sejak Anda dinyatakan bersalah, Anda merasa
tidak seperti dulu lagi terhadap anak Anda”.
“Dengan kata lain, Anda mengatakan bahwa ada perubahan hubungan Anda
dengan anak Anda”.
a. Respon secara kronologis
Respon terhadap isi yang dikemukakan klien secara kronologis berarti konselor
merespon berdasarkan urutan kejadian-kejadiannya. Karena itu respon secara
kronologis ini mengikuti format-format berikut ini.
“Anda mengatakan bahwa apa yang terjadi pada diri Anda adalah ….
(kejadian pertama) ……….. kemudian diikuti dengan …… (kejadian
kedua) …… dan akhirnya …… (kejadian ketiga)
b. Respon isi berdasarkan pentingnya
Respon konselor yang ditunjukkan untuk mengorganisasikan isi ekspresi yang
berdasarkan pentingnya isi tersebut, berarti konselor mengorganisasikan isi dari yang
paling penting ke yang kurang penting untuk itu format yang digunakan adalah :
“Anda mengatakan ….. (paling penting) …….. dan …. (agak penting) …… dan
…… (kurang penting)
c. Respon isi berdasarkan sebab-akibat
Cara yang ketiga dalam merespon isi yang diekspresikan klien adalah berdasarkan
hubungan sebab-akibat. Ini berarti bahwa mengidentifikasi tentang bagaimana satu
kejadian atau tindakan menghasilkan terjadinya kejadian atau tindakan lainnya. Format
yang digunakan untuk merespon isi yang merupakan sebab-akibat itu adalah :
“Anda mengatakan bahwa ….. (penyebab) …….. maka …… (akibat) ……. “
Dengan melihat tiga bentuk respon iu dapat disimpulkan bahwa respon isi
memungkinkan klien dapat mengekplorasi segala hambatan didalam isi. Jika
ada pertanyaan yang tidak dijawab, konselor dapat melacaknya untuk
memperoleh gambaran tentang pengalaman-pengalaman klien yang lebih
lengkap. Diperolehnya informasi tentang itu seua akan memungkinkan konselor
mendiagnosa kelemahan atau kekurangan yang ada dibidang-bidang itu.
2. Merespon Perasaan
Merespon perasaan adalah keterampilan yang penting dalam memberi bantuan
karena perasaan mereflekasikan pengalaman efektif tentang diri klien sendiri
terhadap dunia mereka.
Menurut Carkhuff (1983) merespon perasaan meliputi mengajukan pertanyaan
empati, menjawab pertanyaan empati. Mengembangkan respon yang dapat
dipertukarkan dan kata-kata perasaan, respon perasaan sedih, senang dan marah.
a. Mengajukan pertanyaan empati
Konselor menanyakan kepada dirinya sendiri “Jika saja klien dan saya
mengajarkan dan mengatakan hal-hal ini, bagaimana perasaan saya”
Dalam menjawab pertanyaan ini konselor dapat”.
1) Mengidentifikasi kategori perasaan umum (seperti senang marah, sedih,
bangga, takut, menderita, kelegaan, atau ketenangan dan kesabaran)
2) Kemudian memilih kata atau ungkapan perasaan yang cocok dengan bidang
perasaan dan level intensitasnya.
3) Akhirnya periksalah ekspresi perasaan melalui observasi untuk melihat
apakah cocok dengan yang ada pada klien yang sebenarnya.
b. Menjawab pertanyaan empati
Sekarang konselor dapat mencoba memahami perasaan yang diekspresikan
oleh klien.
Jadi setelah konselor mendengarkan pernyataan klien dengan cermat, maka
konselor hendaknya mengajukan pertanyaan empati dalam dirinya sendiri.
Kemudian beberapa saat mengingat kembali isi pernyataan klien, maka
konselor dapat menjawab pertanyaan sendiri itu.
c. Mengembangkan respon yang dapat dipertukarkan
Konselor dapat yakin bahwa ia merespon perasaan klien jika ia membuat
respon yang dapat saling dipertukarkan dengan perasaan yang diekspresikan
klien.
Suatu respon dapat dipertukarkan jika konselor danklien mengekpresikan
perasaan yang sama. Secara operasional dalam hal perasaan yang diekspresikan
konselor dapat mengatakan apa yang dikatakan oleh klien.
d. Mengembangkan kata-kata perasaan
Konselor dapat mengatakan bahwa ia merespon perasaan klien jika konselor
dapat menangkap esensi dari perasaan klien dalam satu atau lebih kata-kata
perasaan.
e. Merespon perasaan sedih
Satu dari perasaan-perasaan yang umumnya mendominasi klien adalah sejenis
perasaan sedih atau murung. Level energi klien seperti itu rendah. Segala-
galanya tidak ada harapan. Ia tidak tahu kemana ia pergi atau bagaimana ia
sampai kesana. Suatu saat ia mengemukakan perasaanya. “Yang ada dalam
pikiran saya adalah bahwa saya tidak dapat berhasil”. Kata perasaan yang
cocok dengan ekspresi klien seperti itu adalah “Anda merasa berkcil hati?”
f. Merespon perasaan senang
Walaupun jarang sekali klien kita merasa gembira, tetapi pada saat-saat tertentu
yaitu jika klien telah menemukan arah atau jalan keluar dari masalahnya ia
merasa gembira. Keseluruhan sikapnya berubah. Sikapnya terhadap kehidupan
menjadi makin terbuka. Tingkah lakunya menjadi semangat dan cekatan.
Dalam keadaan gembira itu klien mungkin berkata. “wou, saya tidak sabar lagi,
saya ingin segera memulainya” kemudian konselor merespon ekspresi itu
sebagai berikut: “Anda benar-benar merasa gembira”.
g. Respon terhadap rasa marah
Mungkin saja suatu ketika klien marah karena merasa diperlakukan tidak adil
dan cenderung mendendam. Badannya tegang, matanya keluar air mata dan
ekspresinya tertahan. Sering konselor taku membuka perasaan semacam iut.
Konselor takut tantangan seberapa jauh perasaan antara lain: “Apa yang akan
dilakukan?” “Apakah klien akan menyatakannya?”
Sebenarnya, konselor tidak bisa membantuk jika ia tidak bisa mengurusi semua
jenis perasaan orang. Klien harus mau mengeluarkan perasaan-perasaan ini
secara terbuka kalau ia mau belajar berurutan dengan perasaan-perasaan itu.
Memang kemungkinan tidakannya terhadap perasaan marah itu bisa
dikembalikan pada kemampuan untuk mengekspresikan perasaan-perasaan itu.
Makin klien mengekspresikannya perasaannya makin berkurang
kemungkinannya ia bertindah distruktif. Dengan kata lain, makin banyak klien
mengekpresikan perasaan-perasaanya makin dapat klien menyalurkannya
secara konstruktif. Ekspresi rasa marah klien itu mungkin sebagai berikut :
Klien :
Konselor :
“Perasaan dengan dia. Suatu saat akan kutemui lagi dia dan
rasakan pembalasannku”
“Anda merasa sangat marah”.
3. Respon Arti
Carkhuff (1983) menyatakan bahwa respon terhadap isi dan perasaan saja belum
cukup. Respon konselor harus dilengkapi dengan respon arti, yaitu kombinasi dari
respon isi dan respon perasaan.
Menurut Carkhuff (1983) ada tiga jenis format respon arti, yaitu (a) respon yang
dapat dipertukarkan, (b) respon terhadap perasaan dan isi yang banyak, dan (c)
respon terhadap perasaan da nisi yang sulit diekspresikan.
top related