tatalaksana nutrisi perioperatif pada pasien kanker...
Post on 18-Jan-2021
2 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
TATALAKSANA NUTRISI PERIOPERATIF PADA
PASIEN KANKER PERIAMPULAR DENGAN
SINDROM KAHEKSIA
SERIAL KASUS
EVA MARIA CHRISTINE
1106142596
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1
PROGRAM STUDI ILMU GIZI KLINIK
JAKARTA
JANUARI 2014
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
2
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
TATALAKSANA NUTRISI PERIOPERATIF PADA
PASIEN KANKER PERIAMPULAR DENGAN
SINDROM KAHEKSIA
SERIAL KASUS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Spesialis Gizi Klinik
EVA MARIA CHRISTINE
1106142596
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1
PROGRAM STUDI ILMU GIZI KLINIK
JAKARTA
JANUARI 2014
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
3
Universitas Indonesia
ii
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
4
Universitas Indonesia
iii
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
5
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang sangat besar kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kehadiran,
perlindungan dan berkatMu selama ini yang telah memberikan kekuatan dan
ketabahan, sehingga penyusunan laporan serial kasus ini dapat diselesaikan sesuai
dengan waktu yang ditetapkan. Laporan serial kasus yang berjudul “Tata Laksana
Nutrisi Perioperatif pada Pasien Kanker Periampular dengan Sindrom Kaheksia”,
disusun sebagai tugas akhir dalam menempuh Program Pendidikan Dokter
Spesialis Gizi Klinik di Departemen Ilmu Gizi FKUI-RSCM, Jakarta.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga, penulis haturkan kepada DR. dr.
Fiastuti Witjaksono, MSc, SpGK selaku kepala departemen Ilmu Gizi FKUI, dr.
Sri Sukmaniah. MSc, SpGK sebagai ketua program studi atas bimbingan dan
motivasinya. Kepada DR.Dr. Johana Titus, MS, SpGK sebagai sekretaris program
studi atas kesabaran, bimbingan dan motivasi yang tidak pernah putus.
Ucapan terima kasih tak terhingga saya haturkan kepada dr. Sri
Sukmaniah, MSc, SpGK selaku pembimbing akademik yang telah menyertai,
membimbing, dan memotivasi saya dengan penuh kesabaran dan kasih selama
menempuh pendidikan ini. Ucapan terima kasih juga saya haturkan kepada DR.
dr Inge Permadhi, MS, SpGK dan dr Lukman Halim, MS, SpGK atas
bimbingannya untuk penyempurnaan makalah serial kasus ini. Terima kasih
kepada seluruh dosen pembimbing di RSUPNCM dan rumah sakit jejaring di
RSUD Tangerang, RS Sumber Waras, dan RSAB Harapan Kita, atas bimbingan
selama masa pendidikan.
Terima kasih kepada teman-teman peserta PPDS Ilmu Gizi Klinik FKUI-
RSUPNCM angkatan ketiga atas kebersamaannya dalam suka maupun duka,
melewati segala rintangan selama ini, khususnya kepada dr. Vetinly dan dr.
Christianie. Semoga persahabatan yang sudah terjalin selama masa pendidikkan
ini dapat berlangsung hingga akhir hayat. Kepada semua rekan PPDS Ilmu Gizi
Klinik FKUI-RSCM terima kasih atas dukungannya. Terima kasih kepada teman-
iv
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
6
Universitas Indonesia
teman dietisien RSUPNCM, RSUD Tangerang, RS Sumber Waras, dan RSAB
Harapan Kita atas kerja sama yang terjalin baik selama ini. Penghargaan tak
terhingga kepada semua pasien di seluruh rumah sakit pendidikan. Ucapan terima
kasih kepada seluruh karyawan Departemen Ilmu Gizi, atas bantuan dan
dukungan selama menyelesaikan pendidikan ini.
Penulis juga menghaturkan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada
orangtua tercinta, Bapak Karma Budiyadi dan Ibu Hilda Yohana, atas bantuan dan
dukungan secara material dan moril, serta doa yang senantiasa menyertai penulis
selama masa pendidikan ini. Kepada suami tercinta, Surento, atas cinta kasih,
motivasi dan kesabarannya dalam mendampingi penulis selama masa pendidikkan
ini. Kepada kakak tercinta, Anna Maria dan dr. Yoseph Aman Budi atas cinta
kasih dan rasa sayang yang membuat penulis mampu dan kuat menyelesaikan
studi ini. Terimakasih juga pada sahabat baik, drg. Rini, Novi, Katarina, dan Ira
atas kerjasama dan keceriannya sehingga penulis mampu melewati semua
rintangan selama masa studi ini.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Kuasa dan penuh Kasih
membalas segala budi dari semua pihak yang telah membantu. Semoga karya tulis
ini memberikan manfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya dalam
bidang gizi klinik.
Jakarta, 2 Januari 2014
Penulis
v Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
7
Universitas Indonesia
vi
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
8
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Eva Maria Christine
Program studi : Ilmu Gizi Klinik, Program Pendidikan Dokter
Spesialis-1
Judul : Tata Laksana Nutrisi Perioperatif pada Pasien
Kanker Periampular dengan Sindrom Kaheksia
Pembimbing : dr. Sri Sukmaniah, MSc, Sp.GK
Malnutrisi energi dan protein merupakan suatu masalah umum yang ditemukan
pada pasien rawat inap di rumah sakit. Berbagai studi menunjukkan sebanyak
40% pasien bedah sudah mengalami malnutrisi pada saat masuk ke rumah sakit.
Studi tersebut menunjukkan terdapat hubungan langsung antara penurunan berat
badan pra bedah dengan laju mortalitas pasca bedah. Terapi nutrisi perioperatif
yang adekuat telah dilaporkan dapat menurunkan laju morbiditas dan menurunkan
masa rawat inap secara bermakna.
Serial kasus ini terdiri atas empat kasus terapi nutrisi perioperatif pada pasien
malnutrisi dengan kanker periampular yang menjalani pembedahan
pankreatikoduodenektomi. Pasien adalah laki-laki, berusia antara 40-60 tahun,
dengan kanker periampular (pankreas dan ampula Vateri). Keempat pasien kasus
ini mengalami sindrom kaheksia-kanker, yaitu ditemukan penurunan BB sebesar
10-15% dalam ena bulan terakhir, anemia, fatigue, dan hipoalbuminemia.
Kebutuhan energi total dihitung dengan menggunakan persamaan Harris-
Bennedict dengan menambahkan faktor stres sebesar 1,5. Pemberian kalori dan
nutrisi dilakukan secara bertahap dan ditingkatkan sesuai dengan perbaikan
keadaan klinis, gastrointestinal, dan toleransi asupan pasien. Pemantauan dan
evaluasi pasien dilakukan sesuai dengan perubahan subyektif dan obyektif. Selain
itu, konseling dan edukasi mengenai terapi nutrisi diberikan setiap hari pada
pasien.
Selama perawatan, keempat pasien serial kasus ini menunjukkan perbaikan, baik
secara subyektif maupun obyektif. Kebutuhan energi total tercapai selama periode
pra bedah dan tujuh hingga sembilan hari pasca bedah. Masa rawat pasien ini
adalah 12-20 hari. Perbaikan status nutrisi tidak tercapai pada pasien ini, namun
terjadi perbaikan kapasitas fungsional dan proses penyembuhan luka yang
adekuat. Terapi nutrisi perioperatif yang diberikan diharapkan mampu
meningkatkan atau mempertahankan status nutrisi pasien, prognosis pasca bedah,
serta meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup pasien secara
keseluruhan.
Kata kunci: pembedahan, kanker periampular, sindrom kaheksia-kanker, terapi
nutrisi perioperatif
vii Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
9
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Eva Maria Christine
Study programme : Study Programme of Clinical Nutrition Specialist,
Faculty of Medicine, Universitas Indonesia
Title : Perioperative Nutritional Management in
Periampullary Cancer Patient with Cahexia Syndrome
Counselor : dr. Sri Sukmaniah, MSc, Sp.GK
Energy and protein malnutrition are common issues in hospitalized patient
worldwide. Various studies had reported that 40% of surgical patient were already
malnutrition when admitted to the hospital. The study reported that there were
direct relationships between lost of body weight with mortality rate post surgery.
Adequate perioperative nutritional therapy had been reported could decrease the
morbidity rate and length of stay significantly.
This case series consist of four perioperative nutritional management cases in
malnourished patients with periampullary cancer that undergone
pancreaticoduodenectomy surgery. Patients were male, age between 40-60 years,
with periampullary cancer (pancreas & ampulla of Vatery). This four patients
were having cancer-cahexia syndrome, which was characterized by lost of body
weight 10-15% in the last six months, anemia, fatigue, and hypoalbuminemia.
Total energy requirement were calculated with Harris-Bennedict equation with
stress factor equal to 1,5. Energy and nutrition were given gradually and increased
according to the improvement of clinical & gastrointestinal condition, and food
intake tolerance of the patients. Monitoring and evaluation of the patients were
applied according to the changes of subjective and objective parameter. Besides
that, counseling and education were also given everyday to all of the patients.
During the hospitalization, this four case series patients showed improvement, in
both subjective and objective parameter. Total energy requirement was achieved
in preoperative periode and seven until nine days postoperative in all of this
patients. Length of stay of this patients were 12-20 days. Improvement of
nutritional status were not found in this patients, but there were significant
improvement of functional capacity and wound healing happened in them.
Perioperative nutritional management applied to the patients were expected could
increase or maintain the patiens’ nutritional status, improve prognosis post
surgery functional capacity, and eventually leads to improvement of overall
quality of life of the patients.
Keywords: surgery, periampullary cancer, cancer-cahexia syndrome, perioperative
nutritional therapy
viii Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
10
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………….. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………………………... ii
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………. iii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………. iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................ vi
ABSTRAK ………………………………………………………………… vii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… ix
DAFTAR TABEL ………………………………………………………… xi
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...…………………………………………………. xv
DAFTAR SINGKATAN ..…………………………………………........ xvi
1. PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1
1.1. Latar Belakang …………………………………………………. 1
1.2. Tujuan …………………………………………………………… 3
1.3. Manfaat Penulisan ……………………………………………… 4
2. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………….. 5
2.1. Kanker Periampular.............................................................................. 5
2.1.1. Epidemiologi Kanker Periampular............................................... 5
2.1.2. Faktor Risiko Kanker Periampular ……………………....…........... 5
2.1.3. Patogenesis Kanker Periampular ……………………….................. 7
2.1.4. Terapi Kanker Periampular................... ………………..................... 8
2.2. Perubahan Metabolisme pada Pembedahan ……………......……........ 10
2.3. Penilaian Status Nutrisi Pasien Bedah ……………………………...... 15
2.4. Sindroma Kaheksia-Kanker pada Pembedahan…………………......... 17
2.5. Pengaruh Intervensi Nutrisi terhadap Hasil Pembedahan..………........ 21
2.6. Terapi Nutrisi Perioperatif ………………………………………......... 22
2.6.1. Terapi Nutrisi Pra Bedah ………………………………................... 28
2.6.2. Terapi Nutrisi Intra Bedah ………………………………............... 30
2.6.3. Terapi Nutrisi Pasca Bedah ……………………………................. 32
2.7. Peran Antioksidan pada Perioperatif …………………………........... 38
2.8. Peran Immunonutrisi pada Perioperatif................. ………….............. 39
2.9. Pemilihan Waktu dan Jalur Pemberian Nutrisi Pasien Bedah….......... 41
2.10. Terapi Cairan Perioperatif …………….…......................................... 42
2.11. Pemantauan Terapi Nutrisi Perioperatif .………………………......... 43
3. KASUS
3.1. Kasus 1 Kanker Ampula Vateri T3N0M0........................................... 46
3.2. Kasus 2 Kanker Ampula Vateri T3N0M0……….............……........ 54
3.3. Kasus 3 Kanker Kaput Pankreas....................…………………....... 63
3.4. Kasus 4 Kanker Kaput Pankreas.........................………………….. 71
ix Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
11
Universitas Indonesia
4. PEMBAHASAN ………………………………………………………. 80
5. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………… 102
DAFTAR REFERENSI …………………………………………………. 105
x Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
12
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Epidemiologi dan Faktor Risiko dari Kanker Pankreas ….. 6
Tabel 2.2. Fase Metabolik pada Trauma ……………………………... 10
Tabel 2.3. Respons Metabolisme pada Trauma …………………….... 11
Tabel 2.4. Sitokin Pro-inflamasi yang Terlibat pada Trauma ………... 13
Tabel 2.5. Kriteria Diagnosis untuk Sindroma Kaheksia-kanker…...... 17
Tabel 2.6. Kelainan Metabolisme Makronutrien pada Sindroma
Kaheksia-kanker ……........................................................... 19
Tabel 2.7. Faktor Esensial dalam Eritropoiesis pada Inflamasi dan
Kanker ….….......................................................................... 19
Tabel 2.8. Gangguan Fungsi Fisiologis yang Terjadi
pada Malnutrisi……………………………........................ 20
Tabel 2.9. Rekomendasi Kebutuhan Vitamin pada Individu Dewasa.... 27
Tabel 2.10. Panduan Penentuan Dosis Enzim Lipase Pankreas ………. 36
Tabel 2.11. Peran Mikronutrien dalam Proses Penyembuhan Luka ….. 37
Tabel 2.12. Rekomendasi Pemberian Vitamin Antioksidan ………....... 39
Tabel 2.13. Parameter Pemantauan pada Pemberian Nutrisi Parenteral .. 44
Tabel 2.14. Pemantauan Status Vitamin dan Mineral pada
Pasien Pasca PD………………………………………......... 45
Tabel 3.1. Keluhan Pasien Kasus 1 Selama Pemantauan...................... 47
Tabel 3.2. Produksi Drain Abdomen dan PTBD Pasien Kasus 1
Pasca Bedah …...................................................................... 49
Tabel 3.3. Keluhan Pasien Kasus 2 Selama Pemantauan...................... 56
Tabel 3.4. Produksi Drain Abdomen dan PTBD Pasien Kasus 2
Pasca Bedah.......................................................…................ 58
Tabel 3.5. Keluhan Pasien Kasus 3 Selama Pemantauan...................... 64
xi Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
13
Universitas Indonesia
Tabel 3.6. Produksi Drain Abdomen dan PTBD Pasien Kasus 1
Pasca Bedah …...................................................................... 66
Tabel 3.7. Keluhan Pasien Kasus 4 Selama Pemantauan...................... 73
Tabel 3.6. Produksi Drain Abdomen dan PTBD Pasien Kasus 4
Pasca Bedah …..................................................................... 74
Tabel 4.1. Karakteristik Pasien Serial Kasus...................................... 80
Tabel 4.2. Kadar Bilirubin Pra Bedah dan Pasca Bedah pada Pasien.... 82
Tabel 4.3. Hasil Skrining Gizi pada Pasien Serial Kasus..................... 87
Tabel 4.4. Interaksi Obat dan Nutrien............................................... 102
xi i Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
14
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Proteolisis Otot Skelet…………………………......…….... 12
Gambar 2.2. Faktor Penting yang Terlibat pada Proses Inflamasi …....... 14
Gambar 2.3. Patogenesis pada Sindroma Kaheksia-kanker..................... 18
Gambar 3.1. Analisa Asupan Pasien Kasus 1 pada Saat Sebelum Sakit,
Setelah Sakit SMRS, dan 24 jam terakhir di RS....……….. 51
Gambar 3.2. Analisis Asupan Energi Pasien Kasus 1 Selama
Pemantauan ........................................................................ 52
Gambar 3.3. Analisis Asupan Makronutrien Pasien Kasus 1 Selama
Pemantauan ........................................................................ 52
Gambar 3.4. Analisa Asupan Pasien Kasus 2 pada Saat Sebelum Sakit,
Setelah Sakit SMRS, dan 24 jam terakhir di RS....……….. 59
Gambar 3.5. Analisis Asupan Energi Pasien Kasus 2 Selama
Pemantauan ........................................................................ 60
Gambar 3.6. Analisis Asupan Makronutrien Pasien Kasus 2 Selama
Pemantauan ........................................................................ 61
Gambar 3.7. Analisa Asupan Pasien Kasus 3 pada Saat Sebelum Sakit,
Setelah Sakit SMRS, dan 24 jam terakhir di RS....……….. 68
Gambar 3.8. Analisis Asupan Energi Pasien Kasus 3 Selama
Pemantauan ........................................................................ 69
Gambar 3.9. Analisis Asupan Makronutrien Pasien Kasus 3 Selama
Pemantauan ........................................................................ 69
Gambar 3.10. Analisa Asupan Pasien Kasus 4 pada Saat Sebelum Sakit,
Setelah Sakit SMRS, dan 24 jam terakhir di RS....……….. 76
xi ii Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
15
Universitas Indonesia
Gambar 3.11. Analisis Asupan Energi Pasien Kasus 4 Selama
Pemantauan ........................................................................ 77
Gambar 3.12. Analisis Asupan Makronutrien Pasien Kasus 4 Selama
Pemantauan ........................................................................ 77
Gambar 4.1. Kadar Hemoglobin Darah Selama Pemantauan pada
Pasien (g/dL)....................................................................... 84
Gambar 4.2. Kadar Albumin Pra Bedah dan Pasca Bedah pada
Pasien (g/dL)........................................................................ 85
Gambar 4.3. Perubahan BB Saat Sehat, Pra Bedah, Selama Pemantauan,
dan Pasca Bedah pada Pasien.............................................. 89
Gambar 4.4. Perbandingan Asupan dan Target Kebutuhan Kalori Selama
Pemantauan pada Pasien ...................................................... 96
Gambar 4.5. Perbandingan Asupan dan Target Kebutuhan Protein Selama
Pemantauan pada Pasien....................................................... 98
xi v Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
16
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Formulir Skrining MUST modifikasi............................. 115
Lampiran 2. Formulir Skrining SGA.... .......................................... 116
Lampiran 3. Pemantauan Pasien Kasus 1 ……………………………. 117
Lampiran 4. Pemantauan Pasien Kasus 2 ……………………………. 133
Lampiran 5. Pemantauan Pasien Kasus 3 ……………………………. 142
Lampiran 6. Pemantauan Pasien Kasus 4 ……………………………. 153
xv Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
17
Universitas Indonesia
DAFTAR SINGKATAN
AARC : asam amino rantai cabang
ACTH : adrenocorticothropic hormone
AGD : analisa gas darah
AKG : angka kecukupan gizi
AMA : American Medical Association
ASA : American Society of Anesthesiologists
ASPEN : American Society for Parenteral and Enteral Nutrition
ATP : adenosine tri-phosphate
AVP : arginin vasopressin
BAB : buang air besar
BAK : buang air kecil
BB : berat badan
BMR : basal metabolic rate
CA : carbohydrate antigen
CAS : cancer anorexia-cachexia syndrome
CBD : common bile duct
CEA : carcinoembryonic antigen
CO2 : karbondioksida
CRP : C-reactive protein
CRT : capillary refill time
CSF : colony-stimulating factors
CT : computed tomography
xvi Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
18
Universitas Indonesia
CTL : cytotoxic T lymphocyte
CVP : central venous pressure
DNA : deoxyribo-nucleic acid
DRI : dietary references intake
EE : energy expenditure
EGF : epidermal growth factor
EPA : eicosapentaenoic acid
EPO : eritropoietin
ERAS : enhanced recovery after surgery
ERCP : endoscopic retrograde cholangiopancreatography
ESPEN : The European Society for Clinical Nutrition and Metabolism
FAMMM : familial atypical multiple mole melanoma syndrome
FAP : familial adenomatous polypopsis
FGF : fibroblast growth factor
Gamma GT : gamma glutamil transferase
GDS : gula darah sewaktu
GI : gastrointestinal
GITSG : Gastrointestinal Tumor Study Group
GP : gastroparesis
GRV : gastric residual volume
GSTT1 : glutation S-transferase T1
Hb : hemoglobin
HBsAg : Hepatitis B antigen
HCV : Hepatitis C virus
HIF : hypoxia-inducible factor
xvii Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
19
Universitas Indonesia
HNPCC : hereditary nonpolypopsis colorectal cancer syndrome
HPA : hipotalamik-pituitari-adrenal
ICU : intensive care unit
IEDs : immune-enhancing diets
IFN-ƴ : interferon-gamma
Ig : immunoglobulin
IKB : inhibitory KB-protein
IL : interleukin
IMT : indeks massa tubuh
IN : immunonutrisi
KEB : kebutuhan energi basal
KET : kebutuhan energi total
KJS : kartu Jakarta sehat
LBM : lean body mass
LED : laju endap darah
LLA : lingkar lengan atas
LMF : lipid mobilizing factor
LPL : lipoprotein lipase
MCH : mean corpuscular hemoglobine
MCHC : mean corpuscular hemoglobine concentration
MCT : medium-chain trigliseride
MCV : mean corpuscular volume
MH : metil histidin
MRCP : magnetic resonance cholangiopancreatography
mRNA : messenger ribonucleic-acid
xviii Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
20
Universitas Indonesia
MSCT : multi slice computed tomography
Mt1A : metalotionin 1A
MUST : Malnutrition Universal Screening Tool
NE : nutrisi enteral
NF-kB : nuclear transcription factor
NGT : nasogastric tube
NO : nitric oxide
NP : nutrisi parenteral
NRI : nutritional risk index
NRS : nutrition risk screening
ONS : oral nutritional support
P13K : phosphatidyl-inositol 3-kinase
PD : pankreatikoduodenektomi
PDC : pyruvat dehidrogenase complex
PDK : piruvat dehidrogenase kinase
PIF : proteolysis inducing factor
PKB : protein kinase-B
POMV : postoperative nausea and vomiting
PPPD : pylorus preserving pancreaticoduodenectomy
PTBD : percutaneous transbilliary drainase
PUFA : polyunsaturated fatty acids
RBP : retinol binding protein
RDA : recommended dietary allowance
REE : resting energy expenditure
RFA : respon fase akut
xi x Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
21
Universitas Indonesia
RL : Ringer laktat
ROS : reactive oxygen species
RQ : respiratory quotient
RS : rumah sakit
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
RSUPNCM : Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dokter Ciptomangunkusumo
SDM : sel darah merah
SGA : subjective global assessment
SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
SGPT : Serum Glutamic Piruvic Transaminase
SIRS : systemic inflammatory response syndrome
SMRS : sebelum masuk rumah sakit
TB : tinggi badan
TEE : total energy expenditure
TFF : transforming growth factor
TG : trigliserida
TIBC : total iron binding capacity
TNF : tumor-necrotizing factor
TPN : total parenteral nutrition
USG ultrasonografi
xx Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
22
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
Adenokarsinoma duktal merupakan penyakit keganasan primer dari daerah
pankreas dan periampular yang paling sering ditemukan. Adenokarsinoma duktal
terjadi pada 75% dari semua tumor non-endokrin yang berasal dari daerah
pankreas, ampula Vateri, common bile duct (CBD) bagian distal, dan duodenum
perivateri.1
Adenokarsinoma pankreas merupakan jenis neoplasma periampular yang
paling sering ditemukan. Di Amerika Serikat, insiden kanker pankreas adalah 9
kasus per 100.000 populasi per tahun dan menempati urutan ke-11 dari semua
kasus kanker yang terjadi. Kanker pankreas juga dinyatakan sebagai kanker yang
paling mematikan, dimana overall 5-year survival rate kurang dari 3% dan rasio
kematian terhadap insiden sebesar 0,99.1,2,3
Adenokarsinoma ampula Vateri, CBD
bagian distal, dan duodenum lebih jarang terjadi dibandingkan dengan
adenokarsinoma pankreas. Prevalensi dari adenokarsinoma periampular lainnya
tersebut adalah 15-20% dari semua penyakit keganasan periampular.1 Oleh karena
berasal dari daerah organ yang sama, maka gejala klinis dan algoritma
penanganan dari semua jenis karsinoma periampular tersebut adalah sama.3,4
Terapi kanker periampular yaitu meliputi pembedahan, kemoterapi,
radiasi, atau kombinasi. Pembedahan masih merupakan pilihan terapi yang utama,
oleh karena bertujuan sebagai terapi kuratif pada semua jenis kanker periampular.
Tindakan pembedahan pada kanker periampular termasuk ke dalam kategori
pembedahan abdominal mayor.3,4
Pembedahan abdominal mayor menyebabkan hiperdinamik dan
hipermetabolik respons penjamu. Baik tissue injury selama pembedahan mayor
dan reperfusi iskemik dapat menyebabkan efek sistemik. Ketika iskemia viseral
berlangsung lama selama pembedahan mayor, kadar tumor-necrotizing factor
(TNF)-α, interleukin (IL)-6, IL-8, dan IL-10 meningkat. Besarnya reaksi
inflamasi tersebut dinyatakan berkorelasi dengan frekuensi dan luasnya disfungsi
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
2
Universitas Indonesia
organ pasca bedah. Gagal organ dan infeksi pasca bedah merupakan komplikasi
yang berhubungan dengan prognosis yang buruk, terutama setelah tindakan
pembedahan mayor karena kanker.5
Hasil studi menyatakan bahwa pasien yang menjalani pembedahan
berisiko tinggi untuk terjadinya malnutrisi, terutama pasien dengan pembedahan
gastrointestinal (GI) bagian atas dan kanker kolorektal. Prevalensi malnutrisi pada
pasien dengan kanker GI sangat bervariasi, yaitu berkisar antara 22-62%.6
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan pasien yang menjalani
tindakan pembedahan GI bagian atas mengalami malnutrisi, yaitu antara lain efek
katabolisme dari kanker, serta efek samping terkait GI seperti nausea, vomitus,
anoreksia, diare, disfagia, dan malabsorpsi. Pasien malnutrisi yang menderita
kanker GI memiliki laju komplikasi dan mortalitas yang lebih tinggi, serta masa
rawat di RS yang lebih lama dibandingkan pasien dengan status nutrisi yang baik.
Hal tersebut juga berkaitan dengan peningkatan biaya pengobatan dan perawatan
di RS. Dukungan nutrisi perioperatif sangat diperlukan untuk memperbaiki status
klinis pasien malnutrisi, dimana 70% dari kelompok pasien tersebut dapat terus
mengalami kehilangan berat badan (BB) pasca bedah.5,6
Pembedahan pankreas, khususnya pankreatikoduodenektomi (PD) dapat
menyebabkan hilangnya gastric pacemaker activity akibat pembuangan sel-sel
interstisial dari Cajal, disertai dengan konsekuensi fisiologis dari reseksi
pankreas parsial, serta diversi biliaris dan pankreatik akan berdampak pada
insiden yang tinggi untuk terjadinya stasis gastrik pasca bedah. Oleh sebab itu,
dibutuhkan dukungan nutrisi yang adekuat dan tepat untuk pasien pasca
pembedahan PD.7
Serial kasus ini disusun sebagai pembahasan mengenai tatalaksana nutrisi
pada pasien kanker periampular (kanker pankreas dan ampula Vateri) pada
periode perioperatif, yaitu mencakup periode pra bedah, intra bedah, dan pasca
bedah pada pasien bedah yang mengalami sindrom kaheksia-kanker.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
3
Universitas Indonesia
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan umum
Mempelajari tatalaksana nutrisi pada pasien kanker periampular (kanker pankreas
dan ampula Vateri) pada periode perioperatif, yaitu mencakup periode pra bedah,
intra bedah, dan pasca bedah pada pasien bedah yang mengalami sindrom
kaheksia-kanker.
1.2.2. Tujuan khusus
1. Diketahuinya pengaruh penyakit kanker terhadap terjadinya sindrom
kaheksia-kanker.
2. Diketahuinya hubungan antara status nutrisi dengan outcome dari tindakan
pembedahan yang dilakukan..
3. Diketahuinya pengaruh perubahan anatomis, fisiologis, dan metabolisme
tubuh yang terjadi akibat proses pembedahan abdominal mayor terhadap
status nutrisi.
4. Diketahuinya hubungan antara kondisi klinis, riwayat asupan nutrisi,
riwayat status nutrisi, pemeriksaan biokimia, dan pemeriksaan penunjang
lainnya terhadap status gizi, status metabolisme, status GI, status hidrasi,
dan status asam basa.
5. Dilakukannya terapi nutrisi pada pasien pembedahan abdominal mayor
sesuai dengan indikasi dan berdasarkan panduan yang telah ditetapkan dari
berbagai literatur yang mendukung.
6. Diketahuinya faktor-faktor penghambat tercapainya asupan energi,
makronutrien, dan mikronutrien, serta perbaikan parameter status nutrisi
pada pasien pasca pembedahan abdominal mayor.
7. Dilakukannya pemantauan dan evaluasi terapi nutrisi terhadap outcome
dan prognosis dari tindakan pembedahan abdominal mayor yang
dilakukan.
8. Disimpulkannya manfaat terapi nutrisi perioperatif yang diterapkan pada
pasien yang menjalani pembedahan abdominal mayor.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
4
Universitas Indonesia
1.3. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi pasien:
Penulisan makalah ini diharapkan dapat mempertahankan atau bahkan
meningkatkan status nutrisi, meningkatkan kapasitas fungsional dan
kualitas hidup pasien, serta meminimalkan komplikasi yang terjadi akibat
tindakan pembedahan abdominal mayor.
2. Manfaat bagi penulis:
Penulis diharapkan dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama masa
pendidikkan spesialis, serta sebagai sarana pelatihan dalam menyusun
tatalaksana nutrisi perioperatif pada pasien kanker yang menjalani
pembedahan abdominal mayor.
3. Manfaat bagi institusi:
Penulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan
dalam menangani pasien kanker perioperatif yang menjalani pembedahan
abdominal mayor secara umum dan pada pasien dengan sindrom kaheksia-
kanker khususnya.
4. Manfaat bagi masyarakat:
Penulisan makalah ini diharapkan dapat mempertahankan atau bahkan
meningkatkan status nutrisi, meningkatkan kapasitas fungsional dan
kualitas hidup, serta meminimalkan komplikasi pada pasien yang
menjalani pembedahan abdominal mayor.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
5
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kanker Periampular
2.1.1 Epidemiologi Kanker Periampular
Sejak tahun 1920 hingga 1978, laju insidensi dari kanker pankreas di Amerika
Serikat meningkat hampir 3 kali lipat, dan menetap pada tahun-tahun berikutnya.
Pada semua negara Eropa, ditemukan peningkatan insiden yang sama, dengan laju
insidensi yang terus meningkat.2,3
Kanker pankreas merupakan kanker GI yang
terbanyak ketiga di Indonesia.8 Usia yang lebih lanjut merupakan faktor risiko
untuk terjadinya kanker pankreas, dimana 80% kasus terjadi pada pasien berusia
60-80 tahun. Distribusi jenis kelamin untuk kanker pankreas antara laki-laki dan
perempuan hampir sama, dengan insiden cenderung sedikit lebih tinggi pada laki-
laki (rasio 1,3:1). Insiden kanker pankreas paling sering ditemukan pada populasi
kulit hitam di seluruh dunia, dimana faktor risiko lebih tinggi 30-40%
dibandingkan populasi kulit putih.2,3
Insiden kanker ampula Vateri ditemukan lebih rendah dibandingkan
dengan kanker pankreas, yaitu < 1% dari semua kanker gastrointestinal dan
insidennya 4-8% dari semua kanker periampular. Insiden kanker ampula Vateri
ini diperkirakan 0,6 per 100.000 populasi per tahun. Puncak insiden tertinggi
ditemukan pada individu berusia > 70 tahun, dan lebih sering ditemukan pada
laki-laki dibandingkan perempuan (rasio 1,48:1). Terdapat heterogenitas ras untuk
insiden dari kanker ini, dimana ia lebih sering terjadi pada ras kulit putih.4
2.1.2 Faktor Risiko Kanker Periampular
Banyak studi menunjukkan bahwa faktor genetik dan lingkungan berhubungan
dengan terjadinya kanker pankreas (Tabel 2.1).2 Hasil dari studi yang ada
menemukan bahwa hubungan antara diabetes dan kanker pankreas masih tidak
konsisten. Hasil dari berbagai studi yang ada menunjukkan bahwa penyakit
diabetes cenderung lebih merupakan gejala awal dari kanker pankreas
dibandingkan sebagai faktor pencetus.9,10,11
5
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
6
Universitas Indonesia
Salah satu faktor lingkungan yang berperan penting dalam menyebabkan
kanker pankreas adalah kebiasaan merokok. Beberapa uji kohort dan kasus-
kontrol menemukan risiko relatif terjadinya kanker pankreas pada perokok adalah
setidaknya 1,5. Risiko tersebut terutama meningkat pada perokok yang memiliki
homozygous deletion pada gen untuk glutation S-transferase T1 (GSTT1), yang
merupakan enzim yang berperan dalam metabolisme senyawa karsinogenik.3
Beberapa studi telah mengevaluasi hubungan antara pola makan dengan
risiko terjadinya kanker pankreas. Hasil dari studi tersebut bervariasi, namun
disimpulkan bahwa kanker pankreas dinyatakan berhubungan dengan asupan yang
tinggi dari energi total, karbohidrat, kolesterol, daging, garam, makanan yang
dikeringkan, makanan yang digoreng, gula sederhana, kacang kedelai, dan
nitrosamin. Asupan lemak, beta karoten, dan kopi tidak terbukti menyebabkan
terjadinya kanker pankreas. Sebaliknya, asupan serat makanan, vitamin C, buah,
sayur, makanan tanpa tambahan perasa, makanan mentah, serta makanan yang
ditumis dinyatakan mungkin memiliki efek protektif terhadap terjadinya kanker
pankreas.2,12
Tabel 2.1. Epidemiologi dan Faktor Risiko dari Kanker Pankreas
Peningkatan risiko Risiko yang
mungkin
Risiko yang tidak
terbukti
Faktor
demografik
Usia lanjut
Ras kulit hitam
Laki-laki
Geografi Status sosial
ekonomi
Status migrasi
Faktor penjamu HNPCC
Kanker payudara familial
Sindroma Peutz-Jeghers
Ataksia-telangiektasia
FAMMM
Pankreatitis herediter
Diabetes
Pankreatitis kronis
Tumor endokrin
Sistik fibrosis
Hormon seksual
Anemia pernisiosa
Operasi ulserasi
peptikum
Kolesistektomi
Faktor
lingkungan
Rokok Pola makan
Pekerjaan
Alkohol
Kopi
Radiasi
HNPCC= hereditary nonpolypopsis colorectal cancer syndrome; FAMMM= familial atypical
multiple mole melanoma syndrome
Sumber: telah diolah kembali dari daftar referensi nomor 2
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
7
Universitas Indonesia
Faktor risiko untuk kanker periampular lainnya, yaitu adenokarsinoma
ampula Vateri terutama adalah faktor usia yang lebih lanjut, dimana puncak
insiden tertinggi dari adenokarsinoma ini ditemukan pada individu berusia 60-80
tahun. Etiologi untuk terjadinya karsinoma ampular ini belum diketahui dengan
pasti, namun terdapat beberapa keadaan yang dinyatakan berhubungan dengan
peningkatan risikonya, yaitu antara lain familial adenomatous polypopsis (FAP),
HNPCC, dan sindroma Peutz-Jeghers.4
2.1.3 Patogenesis Kanker Periampular
Kanker pankreas merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh mutasi yang
didapat atau diturunkan dari gen penyebab kanker. Gen penyebab kanker tersebut
secara umum dibagi menjadi tiga kategori besar, yaitu gen supressor tumor,
onkogenik, dan deoxyribo-nucleic acid (DNA) mismatch repair genes. Mutasi
dari ketiga jenis gen tersebut dapat berakumulasi untuk menyebabkan
adenokarsinoma pankreas.3
Gen suppresor tumor secara fisiologis berfungsi untuk mengendalikan
proliferasi sel. Penurunan fungsi dari gen-gen tersebut oleh karena proses mutasi,
penghapusan, chromosome dearrangement, atau rekombinasi mitosis akan
menyebabkan peningkatan proliferasi sel yang tidak normal. Terdapat setidaknya
lima macam gen suppresor tumor yang terlibat dalam terjadinya kanker pankreas,
yaitu termasuk p16, p53, DPC4, BRCA2, dan MKK4.13,14
Onkogen yang dihasilkan dari gen seluler yang normal disebut sebagai
proto-onkogen, yang bilamana teraktivasi oleh proses mutasi atau amplikasi, akan
menyebabkan terjadinya perubahan sifat dari onkogen tersebut. Mutasi pada gen
k-ras ditemukan terjadi pada 80-100% kasus kanker pankreas.15
Deoxyribo-nucleic acid (DNA) mismatch repair genes berfungsi
mengkoding protein yang memperbaiki banyak kesalahan yang terjadi secara
normal bila DNA mengalami replikasi. Ketika mismatch repair genes tidak
berfungsi secara normal, maka kesalahan pada proses replikasi DNA tidak dapat
diperbaiki. Mutasi pada DNA mismatch repair genes akan menyebabkan
terjadinya kanker pankreas. Hal tersebut dibuktikan oleh karakteristik fenotipe
molekuler yang disebut sebagai “microsatellite instability”, dimana fenotipe
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
8
Universitas Indonesia
molekuler tersebut secara mikroskopik memberikan gambaran sel yang
berdifferensiasi buruk, pushing borders, dan pola pertumbuhan yang sintisial.
Microsatellite instability tersebut ditemukan pada 4% kasus kanker pankreas.3
Terdapat banyak studi yang menunjukkan bahwa overekspresi dari
berbagai polipeptida faktor pertumbuhan dan reseptornya berperan dalam
menyebabkan terjadinya kanker pankreas. Faktor pertumbuhan tersebut bekerja
pada autocrine atau paracrine fashion pada posisi dekat dengan tempat asalnya.11
Beberapa faktor pertumbuhan yang dinyatakan terlibat dalam terjadinya kanker
pankreas antara lain adalah epidermal growth factor (EGF), transforming growth
factor (TGF)-β, fibroblast growth factor (FGF), serta insulin dan insulin-like
growth factor.3
Patogenesis dari karsinoma ampula Vateri sama dengan yang terjadi pada
adenokarsinoma. Pada tahap molekular, frekuensi dari mutasi k-ras yang tinggi
ditemukan terjadi pada 24-47% kasus tumor. Selain itu, adanya overekspresi dari
p53 juga diduga berperan dalam menyebabkan terjadinya karsinoma ampular jenis
ulserasi. Pada studi immunohistokimia, ditemukan terjadi overekspresi dari
pengatur siklus sel (seperti p21WAF1/CIP1, p27Kip1, p16INK4, siklin D1, jenis
8, dan siklin E, serta protein retinoblastoma) pada adenokarsinoma ampula
Vateri.4
2.1.4 Terapi Kanker Periampular
Pembedahan reseksi merupakan satu-satunya terapi kuratif yang potensial untuk
kanker periampular. Tindakan reseksi yang umum dilakukan pada pasien kanker
periampular adalah pankreatikoduodenektomi klasik (Prosedur Whipple), pylorus
preserving pancreaticoduodenectomy (PPPD), dan pankreatikoduodenektomi
totalis.16
Prosedur pankreatikoduodenektomi (PD) klasik melibatkan pengangkatan
kaput pankreas bersama dengan duktus biliaris distalis, kandung empedu,
duodenum, beberapa sentimeter pertama dari jejunum, dan lambung bagian distal
berserta dengan pilorusnya. Kontinuitas usus dibentuk kembali dengan cara
membuat koledokojejunostomi dan pankreatikojejunostomi, serta
gastrojejunostomi.16
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
9
Universitas Indonesia
Variasi yang paling sering dari prosedur PD klasik adalah PPPD, yang
diperkenalkan dengan tujuan memperbaiki morbiditas pasca bedah dengan cara
menghindari tindakan gastrektomi. Beberapa manfaat dari tindakan PPPD
dibanding PD klasik adalah waktu pembedahan yang lebih singkat, kehilangan
darah intra bedah yang lebih sedikit, menghindari sindrom dumping pasca bedah
akibat gastrektomi parsial, akses endoskopik yang lebih mudah pasca bedah,
sehingga akhirnya dapat berdampak pada peningkatan kualitas hidup dan status
gizi dari pasien yang dilakukan tindakan pembedahan tersebut. Tindakan
mempertahankan duodenum juga memiliki dampak yang positif pada profil
hormon, seperti gastrin postprandial, kolesistokinin, dan sekretin.16,17
Laju mortalitas dari prosedur PD dan PPPD telah menurun pada 1-2
dekade terakhir ini, dimana high volume centers melaporkan laju mortalitas dari
kedua prosedur tersebut adalah kurang dari 5%. Laju morbiditas pasca bedah,
seperti fistula pankreatik, perlambatan pengosongan lambung, abses intra-
abdomen, serta drain/surgical site infections masih dilaporkan tinggi, yaitu 30-
60% kasus.16
Hasil dari berbagai studi menunjukkan bahwa hanya sekitar 15-20%
pasien kanker pankreas yang memiliki indikasi untuk dilakukannya tindakan
pembedahan. Pasien dengan kanker pankreas yang tidak dapat dioperasi
membutuhkan beberapa tindakan paliatif untuk menghilangkan gejala jaundice,
obstruksi duodenum, serta keluhan nyeri. Pembedahan untuk biliary bypass
ditemukan sangat efektif, dan seringkali dikombinasi dengan gastrojejunostomi
untuk menghilangkan obstruksi duodenal. Selain tindakan pembedahan,
penyembuhan gejala jaundice juga dapat dilakukan dengan pemasangan stent
biliaris secara perkutaneous atau endoskopik.3
Kemoradiasi adjuvan dinyatakan merupakan terapi standar pada pasien
kanker pankreas setelah dilakukannya tindakan bedah kuratif. Rekomendasi
tersebut ditetapkan berdasarkan hasil dari studi yang dilakukan oleh
Gastrointestinal Tumor Study Group (GITSG). Selain itu, pasien dengan kanker
pankreas derajat IV dan telah mengalami metastasis jauh setelah dilakukannya
tindakan bedah kuratif merupakan kandidat untuk dilakukannya kemoterapi.
Penilaian respon tumor terhadap kemoterapi dinilai berdasarkan pemeriksaan
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
10
Universitas Indonesia
pencitraan serial, nilai penanda tumor (Carbohydrate antigen (CA) 19-9), serta
perubahan dalam gejala yang berhubungan dengan tumor.3,4,18
2.2 Perubahan Metabolisme pada Pembedahan
Respons metabolisme terhadap keadaan sakit kritis, traumatic injury, sepsis, luka
bakar, dan pembedahan mayor bersifat kompleks dan melibatkan sebagian besar
jalur metabolisme tubuh. Keadaan ini ditandai oleh peningkatan laju katabolisme
dari lean body atau otot skelet, yang akan menyebabkan terjadinya imbang
nitrogen negatif dan muscle wasting secara klinis. Respon terhadap sakit kritis,
injury, sepsis, dan trauma pembedahan melibatkan fase ebb dan fase flow (Tabel
2.2). Fase ebb berlangsung selama beberapa menit hingga 48-72 jam pasca
trauma, sedangkan fase flow dapat berlangsung selama beberapa minggu atau
lebih. Fase flow terjadi setelah resusitasi cairan dan transpor oksigen yang adekuat
tercapai.19
Tabel 2.2. Karakteristik Fase Metabolik pada Trauma
Fase flow
Respon fase ebb Respon akut Respon adaptif
Syok hipovolemik Catabolism predominates Anabolism predominates
↓ Perfusi jaringan
↓ Laju metabolisme
↓ Konsumsi oksigen
↓ Tekanan darah
↓ Suhu tubuh
↑ Glukokortikoid
↑ Glukagon
↑ Katekolamin
Pelepasan sitokin, mediator
lipid
Produksi protein fase-akut
↑ Ekskresi nitrogen
↑ Laju metabolisme
↑ Konsumsi oksigen
Gangguan kemampuan
penggunaan energi
↓Respon hormonal
bertahap
↓Laju hipermetabolisme
Terjadi recovery
Terjadi restorasi protein
tubuh
Penyembuhan luka
Tergantung dari asupan
zat gizi
Sumber: telah diolah kembali dari daftar referensi no. 19
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
11
Universitas Indonesia
Hormon konter-regulatori, yang mengalami peningkatan pasca trauma,
berperan penting dalam terjadinya percepatan laju proteolisis. Glukagon akan
mendukung terjadinya glukoneogenesis, ambilan asam amino, ureagenesis, dan
katabolisme protein. Kortisol yang dilepaskan oleh korteks adrenal sebagai
respons terhadap stimulus adrenocorticotropic hormone (ACTH) yang
disekresikan oleh kelenjar pituitari adrenal, akan meningkatkan katabolisme otot
skelet, serta penggunaan asam amino untuk proses glukoneogenesis,
glikogenolisis, dan sintesis protein-fase akut di hati (Tabel 2.3).19
Tabel 2.3. Respons Metabolisme pada Trauma
Organ Respons
Hati ↑Produksi glukosa, ambilan asam amino, sintesis protein fase-
akut, sekuestrasi trace metal
Sistem saraf
pusat
Anoreksia, demam
Sirkulasi ↑ Glukosa, trigliserida, asam amino, urea
↓ Zat besi, seng
Otot skelet ↑ Efluks asam amino (terutama glutamin) sehingga
menyebabkan kehilangan massa otot
Usus ↓ Ambilan asam amino dari sumber luminal & sirkulasi,
sehingga menyebabkan atrofi mukosa usus
Endokrin ↑ Hormon adrenokortikotropik, kortisol, hormon pertumbuhan,
epinefrin, norepinefrin, glukogon, insulin Sumber: telah diolah kembali dari daftar referensi no. 19
Pasca trauma, produksi energi menjadi sangat tergantung dengan protein.
Asam amino rantai cabang (AARC) akan mengalami oksidasi dari otot skelet
sebagai sumber nitrogen, energi untuk otot, dan rangka karbon untuk siklus
glukosa-alanin, serta sintesis glutamin otot. Laju pembentukan asam amino dari
hasil katabolisme otot dapat dilihat pada Gambar 2.1. Mobilisasi dari protein fase-
akut, yang merupakan protein yang disekresi oleh hati sebagai respons terhadap
trauma atau infeksi, akan menyebabkan kehilangan lean body mass (LBM) dan
imbang nitrogen negatif secara cepat, yang akan terus berlangsung hingga
penyebab stres sudah teratasi. Pemecahan jaringan protein juga akan
menyebabkan peningkatan kehilangan kalium, fosfor, dan magnesium di urin.19,20
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
12
Universitas Indonesia
Gambar 2.1. Proteolisis Otot Skelet
Sumber: telah diolah kembali dari daftar referensi no. 19
Metabolisme lipid juga akan terganggu pada keadaan stres. Peningkatan
asam lemak bebas di sirkulasi disebabkan oleh peningkatan lipolisis, yang
diinduksi oleh peningkatan katekolamin dan kortisol, serta peningkatan rasio dari
glukagon terhadap insulin secara bermakna. Asam lemak bebas kemudian akan
dioksidasi untuk membentuk keton, yang berfungsi sebagai sumber energi untuk
jaringan yang tidak tergantung dengan glukosa, atau untuk mensintesis trigliserida
kembali.19,20
Keadaan hiperglikemia seringkali ditemukan pada keadaan stres.
Hiperglikemia tersebut disebabkan oleh peningkatan produksi glukosa yang
bermakna dan ambilan sekunder dari glukoneogenesis dan peningkatan hormon
epinefrin, yang akan mengurangi pelepasan insulin. Keadaan stres juga akan
menyebabkan pelepasan aldosteron, sehingga dapat terjadi retensi natrium dan
vasopresin (hormon antidiuretik), yang akan menstimulasi resorpsi air di tubulus
ginjal. Kerja dari hormon tersebut akan menyebabkan konservasi dari air dan
garam, serta mendukung volume darah di sirkulasi.19,20
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
13
Universitas Indonesia
Sitokin merupakan polipeptida yang disintesis oleh sel dalam sistem
retikuloendotelial, yang terlibat dalam memberikan sinyal antara sel dan sistem
imunitas, serta memodifikasi proses metabolisme. Sitokin proksimal utama, yaitu
interleukin (IL)-1 dan tumor necrosis factor (TNF)-α dapat menstimulasi produksi
dari IL-6, yang dilepaskan oleh makrofag pasca terjadinya trauma pada penjamu.
Sitokin pro-inflamasi akan memperantarai dan memodulasi peningkatan aktivitas
sistem imunitas, hematopoietik, dan kardiorespirasi, serta menyebabkan
perubahan metabolisme (Tabel 2.4).20
Tabel 2.4. Sitokin Pro-inflamasi yang Terlibat pada Trauma
Sitokin Sumber Sel target utama Peran utama
Interleukin 1α,
Interleukin 1β
Monosit Neutrofil, limfosit T
dan B, sel timus, otot
skelet, hepatosit
Imunoregulasi, inflamasi,
demam, anoreksia, sintesis
protein fase-akut,
proteolisis otot,
glukoneogenesis, aktivasi
limfosit, serta produksi IL-6
dan CSF.
Interleukin 6 Monosit,
fibroblas,
sel T
Limfosit T dan B, sel
timus, hepatosit
Sintesis protein fase-akut,
pertumbuhan sel
hematopoietik, differensiasi
sel imun, menginduksi
differensiasi CTL.
TNF-α Monosit,
makrofag
Fibroblas,
endotelium, otot
skelet, hepatosit
Menginduksi produksi IL-1
dan sekresi IFN-ƴ
CSF= colony-stimulating factors; CTL= cytotoxic T lymphocyte ; IFN-ƴ= interferon-gamma,
TNF = tumor necrotizing factor
Sumber: telah diolah kembali dari daftar referensi no. 20
Pada respons fase akut yang terjadi pasca trauma, kadar zat besi dan seng
ditemukan menurun, sedangkan kadar seruloplasmin meningkat, sebagai respons
terhadap sekuestrasi dan peningkatan ekskresi seng di urin. Efek keseluruhan dari
respons hormonal dan metabolisme di tingkat sel ini adalah peningkatan suplai
oksigen dan ketersediaan substrat yang lebih banyak untuk jaringan yang aktif
bermetabolisme.19,20
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
14
Universitas Indonesia
Banyak tanda dan gejala yang dapat dialami oleh pasien selama infeksi
dan trauma pasca pembedahan berlangsung, yaitu antara lain demam, kehilangan
selera makan, kehilangan BB, imbang nitrogen yang negatif, defisiensi
mikronutrien, dan letargi. Tanda dan gejala tersebut dapat disebabkan secara
langsung ataupun tidak langsung oleh sitokin pro-inflamasi. Efek tidak langsung
dari sitokin diperantarai oleh kerjanya pada kelenjar pituitari, adrenal, dan
endokrin pankreas, yang menyebabkan peningkatan sekresi hormon katabolik
adrenalin, noradrenalin, glukokortikoid, dan glukagon. Sitokin juga diketahui
berperan dalam terjadinya peningkatan energy expenditure (EE), glukoneogenesis,
lipolisis, permeabilitas vaskular, proteolisis otot skelet, serta peningkatan sintesis
protein fase-akut oleh hati (Gambar 2.3).20
Gambar 2.3. Faktor Penting yang Terlibat pada Proses Inflamasi
Sumber: telah diolah kembali dari daftar referensi no. 20
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
15
Universitas Indonesia
2.3 Penilaian Status Nutrisi Pasien Bedah
Skrining status nutrisi pada pasien merupakan suatu proses yang bertujuan untuk
mengidentifikasi pasien yang berisiko mengalami defisiensi zat gizi, serta
megevaluasi masalah yang berhubungan dengan keadaan defisiensi tersebut.21
Skrining gizi harus dilakukan pada saat pasien masuk ke rumah sakit (RS),
sebagai upaya untuk dapat dilakukannya intervensi nutrisi secara dini yang
berdampak pada perbaikan prognosis klinis dari pasien.22
Berbagai skor risiko
nutrisi untuk tujuan skrining pasien tersedia, dimana kriteria dari skrining nutrisi
yang digunakan adalah bersifat sederhana, valid, sensitif, serta mudah untuk
diinterpretasikan.21
The European Society for Clinical Nutrition and Metabolism (ESPEN)
guidelines merekomendasikan penggunaaan Nutrition Risk Screening (NRS)
tahun 2002, bersama dengan Subjective Global Assessment (SGA), dan kadar
albumin < 30 g/L untuk mengevaluasi keadaan undernutrition.23
Pada suatu studi
yang dilakukan oleh Jie dkk24
, pasien yang memiliki skor ≥ 5 pada skala
malnutrisi berdasarkan NRS 2002 mendapatkan manfaat yang paling besar dari
dukungan nutrisi perioperatif.
Metode skirining lain yang direkomendasikan adalah Malnutrition
Universal Screening Tool (MUST) oleh karena mudah untuk digunakan, cepat (3-
5 menit), dan lebih murah dibandingkan dengan SGA, serta Nutritional Risk Index
(NRI). Keunggulan lain dari MUST adalah ia dapat memperkirakan hubungan
antara malnutrisi dengan masa rawat di RS, mortalitas, dan biaya perawatan di
RS, serta cukup valid dan efektif untuk mengidentifikasi pasien kanker yang
berisiko mengalami malnutrisi.22
Pengukuran antropometri (seperti lingkar lengan atas, tebal lipatan bawah
kulit, creatinine height index) dibatasi oleh variasi intraobserver dan
interobserver, dominasi lengan kanan/kiri, dan sensitivitas yang rendah untuk
menilai terjadinya perubahan status gizi yang terjadi secara mendadak.
Pengukuran kadar protein viseral (seperti albumin, prealbumin, transferin) dapat
menjadi indikator prognostik yang bernilai untuk digunakan pada evaluasi awal
dan masih sering digunakan untuk mengidentifikasi pasien dengan “malnutrisi”
pada sebagian besar kasus pembedahan. Pertukaran cairan, peningkatan
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
16
Universitas Indonesia
permeabilitas vaskular, ekstravasasi ke ekstravaskular, dan perubahan pada
prioritas sintesis protein di hati yang diinduksi oleh respons stres, dapat
menghambat penggunaan protein sebagai penanda status gizi atau untuk
memantau ketepatan dari terapi nutrisi yang diberikan.25,26
Pengukuran untuk mengevaluasi komposisi tubuh, seperti nitrogen tubuh
total atau kadar kalium, dual radiographic absorptiometry, dan bioelectrical
impedance sulit untuk dilakukan pada pasien sakit kritis, relatif mahal dan tidak
praktis, serta dapat tidak akurat pada keadaan terdapat pertukaran cairan yang
masif dan hemodinamik yang tidak stabil.25,26
Pengukuran fungsi otot, seperti hand grip dynamometry dan tekanan
inspirasi maksimal mudah untuk dilakukan, tidak mahal, sensitif, dan dapat
merupakan indikator yang valid untuk menilai disfungsi otot skelet dan
peningkatan risiko terjadinya komplikasi pasca bedah. Berat badan (BB) sebagai
persentase dari BB ideal atau persentase kehilangan BB dari BB biasanya
merupakan salah satu parameter terbaik untuk mengidentifikasi pasien yang sudah
mengalami penurunan status gizi.25,26
Revisi terbaru yang ditetapkan oleh the International Classification of
Diseases, revisi kesembilan, malnutrisi kalori dan protein didefinisikan
berdasarkan empat parameter, yaitu persentase kehilangan BB dari BB biasanya,
persentase BB ideal, kadar albumin dalam serum, serta ketidakmampuan untuk
makan selama lebih dari tujuh hari. Persentase kehilangan BB dari BB pasien
biasanya, dikategorikan ringan jika ≤ 10%, sedang bila antara 10-20%, dan berat
jika ≥ 20%. Keadaan marasmus yang bermakna ditegakkan bila BB aktual < 85%
dari BB ideal. Kadar albumin dalam serum dikategorikan moderately depressed
jika < 3,2 g/dL, atau severly depressed jika < 2,5 g/dL. Pasien yang diidentifikasi
mengalami malnutrisi berdasarkan kriteria tersebut dan direncanakan untuk
menjalani pembedahan mayor, harus mendapat terapi nutrisi perioperatif selama
minimal tujuh hari sebelum tindakan pembedahan.3
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
17
Universitas Indonesia
2.4. Sindroma Kaheksia-kanker pada Pembedahan
Malnutrisi dapat terjadi sebagai akibat dari wasting syndrome, yang disebut
sebagai suatu cancer anorexia-cachexia syndrome (CAS). Kaheksia seringkali
bermanifestasi sebagai adanya penurunan BB, anoreksia, early satiety, nausea,
konstipasi, fatigue, anemia, dan edema.27,28
Definisi dari sindroma kaheksia-
kanker dapat dilihat pada Tabel 2.5.27
Tabel 2.5. Kriteria Diagnosis untuk Sindroma Kaheksia-Kanker
Penurunan BB sedikitnya 5% dalam waktu < 12 bulan
(atau IMT < 20 kg/m2)
Penurunan kekuatan otot
Fatigue
Anoreksia
Terdapat 3 dari 5 gejala
berikut:
Indeks massa bebas
lemak yang rendah
Peningkatan penanda
inflamasi (CRP, IL-6)
Kelainan biokimiawi Anemia (Hb < 12 g/dL)
Kadar albumin serum
yang rendah (< 3,2 g/dL) CRP = C-reactive protein; IL-6 = interleukin-6; Hb = hemoglobin
Sumber: telah diolah kembali dari daftar referensi no. 27
Faktor patologis dalam patogenesis terjadinya sindroma kaheksia-kanker
adalah anoreksia dan penurunan asupan makan, perubahan pada metabolisme
energi dan substrat, serta peningkatan kehilangan lemak dan otot. Sindroma
kaheksia-kanker memiliki suatu patogenesis yang kompleks dan multifaktorial,
dimana terdapat gangguan koordinasi antara jalur sentral dan perifer yang
mengatur pola makan yang normal (Gambar 2.4).28
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
18
Universitas Indonesia
Gambar 2.4. Patogenesis Sindroma Kaheksia-kanker
Sumber: telah diolah kembali dari daftar referensi no. 28
Perubahan pada metabolisme energi dan substrat sudah lama diketahui
berperan penting dalam menyebabkan terjadinya sindroma kaheksia-kanker.
Selain terjadinya penurunan asupan makan pada pasien kanker, peningkatan
resting energy expenditure (REE) akibat gangguan keseimbangan antara sitokin
pro dan anti-inflamasi berperan penting dalam menyebabkan progresi dari
sindroma ini.28
Tumor burden akan menginduksi berbagai gangguan metabolisme
makronutrien pada penjamu seperti terlihat pada Tabel 2.6.29
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
19
Universitas Indonesia
Tabel 2.6. Kelainan Metabolisme Makronutrien pada Sindroma Kaheksia-kanker
Makronutrien Kelainan metabolisme
Karbohidrat Intoleransi glukosa, peningkatan glukoneogenesis hati & aktivitas
siklus Cori, serta penurunan ambilan glukosa otot skelet
Lipid Hiperlipidemia, peningkatan lipolisis, kelainan metabolisme
lipoprotein, serta penurunan cadangan lemak tubuh
Protein Peningkatan turnover protein tubuh, sintesis protein hati & protein
fase-akut, serta pemecahan otot skelet Sumber: telah diolah kembali dari daftar referensi no. 29
Anemia merupakan keadaan yang umum dijumpai pada pasien dengan
kanker. Prevalensi terjadinya anemia pada pasien dengan tumor solid adalah 40%.
Penyakit kanker menginduksi produksi sitokin pro-inflamasi, dimana sitokin
tersebut akan mensupresi proliferasi sel progenitor eritroid dan produksi
eritropoietin (EPO).30,31
Tabel 2.7 menunjukkan empat faktor esensial yang
terlibat dalam eritropoiesis. Kerusakan pada salah satu faktor tersebut akan
menghambat proses eritropoiesis.30
Tabel 2.7. Faktor Esensial dalam Eritropoiesis pada Inflamasi dan Kanker
Faktor Efek
Intensitas dari stimulus Produksi eritropoietin disupresi oleh sitokin dan iron
overload
Kapasitas fungsional dari
sumsum tulang
Proliferasi sel progenitor eritroid disupresi oleh sitokin dan
deplesi eritropoietin
Ketersediaan zat gizi Zat besi mengalami sekuestrasi dan penurunan sintesis
protein (hepsidin & sitokin)
Survival sel darah merah Penurunan hitung sel darah merah dan peningkatan
kehilangan darah untuk pemeriksaan diagnostik Sumber: telah diolah kembali dari daftar referensi no 30
Konsekuensi dari anemia terhadap tubuh secara keseluruhan adalah buruk.
Gangguan oksigenasi jaringan akan menyebabkan pembentukan faktor angiogenik
yang dapat mendukung pertumbuhan dari sel tumor. Konsekuensi lainnya adalah
gangguan fungsi organ, penurunan kualitas hidup pasien, peningkatan laju
mortalitas pasca bedah, peningkatan absorpsi zat besi, peningkatan probabilitas
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
20
Universitas Indonesia
untuk dilakukannya transfusi darah pasca kemoterapi, penurunan sensitivitas
terhadap kemoterapi, serta laju survival yang lebih pendek.30,31
Penurunan asupan makan dalam jangka lama akan mempengaruhi fungsi
fisiologis pada tingkatseluler dan fungsi organ, yang akhirnya akan menyebabkan
outcome klinis pasien yang buruk. Mekanisme patogenesis utama mengenai
bagaimana malnutrisi menyebabkan komplikasi pasca bedah dapat dilihat pada
Tabel 2.8.28
Tabel 2.8. Gangguan Fungsi Fisiologis yang Terjadi pada Malnutrisi
Perubahan utama Mekanisme Konsekuensi klinis
Dislokasi cairan
tubuh
Edema
Ekspansi air di ekstraseluler ↑
Penyembuhan luka
yang buruk, ↑ruang
untuk distribusi obat
Kekuatan otot Fagitability ↑
Gangguan kontraksi & relaksasi
Infeksi respirasi
Penyembuhan Tekanan osmotik koloid ↓ Deposisi prolin-OH ↓
Suture dehiscence
Defisiensi imunitas Limfosit CD4, CD8 ↓
Sekresi sitokin ↓
Delayed hypersensitivity reaction ↓
Respons limfosit blastogenik ↓
Kapasitas dari neutrofil baterisidal↓
Migrasi limfosit, kerusakan neutrofil↓
Adherence & kemotaksis ↓
Komplikasi infeksi
Hipotermia In-hospital mortality Sumber: telah diolah kembali dari daftar referensi no. 28
Kehilangan BB dinyatakan merupakan faktor prognostik yang penting
pada pasien kanker. Hasil dari restropective multicentre study yang dilakukan
oleh DeWys dkk menunjukkan bahwa insiden kehilangan BB tingkat sedang
hingga berat terjadi pada 30-70% pasien kanker. Pada studi tersebut, disimpulkan
bahwa besarnya kehilangan BB dipengaruhi oleh lokasi, ukuran, jenis, dan
derajat tumor, serta usia dan jenis terapi yang diberikan pada pasien.27
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
21
Universitas Indonesia
2.5. Pengaruh Intervensi Nutrisi terhadap Hasil Pembedahan
Studi mengenai pemberian nutrisi enteral perioperatif memberikan hasil klinis
pasca bedah yang baik. Pasien dengan obstructive jaundice yang menjalani
percutaneous transhepatic biliary drainage (PTBD) dibagi secara acak untuk
mendapat terapi nutrisi perioperatif selama 20 hari (86% melalui jalur enteral),
menunjukkan terdapat penurunan morbiditas dan mortalitas pasca bedah yang
bermakna, dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak mendapat terapi
nutrisi tambahan.32
Penelitian berikutnya pada pasien malnutrisi yang menjalani pembedahan
dibagi secara acak untuk mendapat terapi nutrisi enteral pra bedah atau diet RS
standar. Pasien yang mendapat nasogastric feeding sesuai kebutuhan energi
totalnya selama 10 hari pra bedah mengalami peningkatan BB, kadar protein
dalam serum, dan kapasitas fungsional secara bermakna dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Selain itu, terjadinya infeksi luka ditemukan tiga kali lebih
tinggi dan mortalitas meningkat dua kali lipat pada kelompok kontrol
dibandingkan dengan kelompok intervensi.32
Beberapa studi menunjukkan bahwa pada pasien yang menjalani
pembedahan GI atau kanker pankreas yang mendapat total parenteral nutrition
(TPN) perioperatif dengan infus glukosa selama lima hingga tujuh hari pra bedah
terjadi penurunan laju komplikasi mayor pasca bedah yang bermakna dan
penurunan mortalitas dibandingkan dengan yang mendapat cairan resusitasi
melalui intravena dan diet RS yang standar.32,33
Studi lainnya yang melibatkan sejumlah kecil pasien yang menjalani
reseksi untuk karsinoma hepatoseluler menunjukkan bahwa pemberian TPN pra
bedah dapat menurunkan morbiditas pasca bedah secara bermakna dibandingkan
dengan kelompok kontrol yang tidak mendapat terapi nutrisi (34% vs 55%; p
=0,02). Selain itu, kehilangan BB yang lebih sedikit, fungsi hati yang lebih baik,
dan insiden asites yang lebih rendah ditemukan pada kelompok pasien yang
mendapat TPN pra bedah selama tujuh hari.32
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
22
Universitas Indonesia
2.6. Terapi Nutrisi Perioperatif
Tindakan pembedahan, sama seperti dengan setiap trauma terhadap tubuh akan
menyebabkan serangkaian reaksi, yaitu pelepasan hormon stres dan mediator
inflamasi (sitokin). Pelepasan mediator inflamasi tersebut ke sirkulasi akan
menyebabkan perubahan yang besar pada metabolisme tubuh. Tubuh harus berada
dalam keadaan anabolik untuk tercapainya rehabilitasi dan penyembuhan luka
yang optimal.32
Penerapan enhanced recovery after surgery (ERAS) pada pasien
merupakan fokus manajemen perioperatif yang berperan penting. Berdasarkan
faktor metabolisme dan nutrisi disimpulkan bahwa faktor penting dari
perioperative care adalah termasuk menghindari puasa pra bedah yang lama,
pemberian makan secara oral secepat mungkin pasca bedah, melibatkan nutrisi
sebagai bagian yang integral dalam penanganan pasien secara keseluruhan,
pengaturan metabolisme tubuh, meminimalkan faktor yang dapat memperberat
katabolisme terkait stres atau gangguan fungsi GI, serta mengupayakan mobilisasi
dini.34,35
Secara umum, indikasi untuk dilakukannya dukungan nutrisi pada pasien
bedah adalah pencegahan dan penanganan dari undernutrition, yaitu memperbaiki
keadaan undernutrition pra bedah dan mempertahankan status nutrisi pasca bedah,
dimana periode puasa lama dan/atau katabolisme yang berat mungkin terjadi.
Pada pasien yang menjalani pembedahan esofagus, gaster, dan pankreas
dinyatakan bahwa bila kadar albumin di bawah 3,25 g/dl, maka pembedahan
harus ditunda dan dibutuhkan terapi nutrisi secara adekuat.36
Pada saat trauma berlangsung, dilaporkan terjadi peningkatan REE.
Derajat peningkatan REE tersebut tergantung dari derajat trauma yang terjadi.
REE biasanya ditemukan normal atau sedikit meningkat pasca pembedahan
elektif, sedangkan pada pasien pasca pembedahan mayor ditemukan peningkatan
REE sebesar 120-140%. 20,37
Pada trauma berat tanpa komplikasi, REE tertinggi biasanya terjadi pada
tiga hingga lima hari pasca trauma, kemudian menurun secara perlahan;
sedangkan pada trauma pembedahan dengan komplikasi, REE dapat tetap
meningkat untuk periode yang lebih lama.32
Studi yang dilakukan oleh Monk dkk
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
23
Universitas Indonesia
menunjukkan bahwa derajat hipermetabolisme yang bermakna (di atas 35% dari
REE yang diprediksi) masih terjadi hingga hari ke-24 pasca bedah.38,39
Peningkatan REE dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme, yaitu
antara lain peningkatan utilisasi oksigen oleh jaringan yang rusak, peningkatan
energy expenditure (EE) dari organ lain, peningkatan substrate recycling (futile
cycling) yang melibatkan pemecahan dan sintesis dari glukosa dan trigliserida,
tanpa menghasilkan produk asam lemak bebas atau glukosa.20
Perhimpunan ESPEN merekomendasikan pemberian energi sebesar 30-35
kkal/kgBB/hari untuk pasien rawat jalan, dan 20-25 kkal/kgBB/hari untuk pasien
rawat inap.40
American Dietetic Association (ADA) merekomendasikan
pemberian energi sebesar 30 kkal/kgBB/hari untuk tujuan mempertahankan BB,
dan 35-45 kkal/kgBB/hari untuk replesi cadangan zat gizi yang hilang akibat
keadaan hipermetabolisme.19
ASPEN merekomendasikan pemberian energi
sebesar 25-30 kkal/kgBB/hari untuk pasien dengan BB ideal atau di bawah ideal,
dan 18-20 kkal/kgBB/hari untuk pasien dengan obes pada fase akut. Pada pasien
dengan kondisi hemodinamik stabil dan fase pemulihan, maka pemberian energi
dapat ditingkatkan hingga di atas 30 kkal/kgBB/hari.42
ESPEN
merekomendasikan pemberian energi sebesar 20-25 kkal/kgBB/hari pada fase
akut, yang kemudian ditingkatkan menjadi 25-30 kkal/kgBB/hari pada fase
anabolik atau pemulihan.43
Apabila REE pasca bedah ditentukan berdasarkan
persamaan Harris-Bennedict maka dapat dihitung dengan mengalikan kebutuhan
energi basal (KEB) dengan faktor stres sebesar 1,5-1,7.7
Pada pasien dengan sindrom kaheksia-kanker, pemantauan BB dan tanda
vital secara rutin harus dilakukan untuk menilai respons terhadap terapi nutrisi,
dan memungkinkan pasien untuk meningkatkan BB tanpa menyebabkan tanda
hipermetabolisme akibat overfeeding. Pada pasien kaheksia, pemberian kalori dan
protein harus ditingkatkan secara bertahap untuk mencegah terjadinya refeeding
syndrome. Pada pasien dengan kaheksia ekstrim, kebutuhan energi dapat
ditentukan berdasarkan kalorimetri indirek bila memungkinkan.40
Kalori dapat diberikan secara bertahap hingga mencapai target kebutuhan
energi total (KET), yang biasanya terpenuhi pada hari ke tiga hingga lima pasca
bedah. Pada pasien bedah dengan malnutrisi berat, pemberian kalori dapat dimulai
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
24
Universitas Indonesia
dengan memberikan setengah dari KET pada hari ketiga hingga kelima pasca
bedah, dengan memantau konsentrasi elektrolit dan keseimbangan cairan selama
pemberian nutrisi dilakukan, untuk menghindari terjadinya refeeding syndrome
yang dapat dicetuskan oleh pemberian nutrisi secara enteral maupun parenteral.44
Kebutuhan energi total diharapkan dapat tercapai minimal 50% pada hari ketiga
hingga kelima pasca bedah (terutama secara enteral), dan mencapai 100% pada
hari ketujuh pasca bedah.45
Respons metabolik terhadap trauma (tindakan pembedahan) melibatkan
peningkatan kehilangan protein tubuh. Pada keadaan trauma, terjadi peningkatan
degradasi protein, peningkatan katabolisme asam amino dan kehilangan nitrogen.
Laju sintesis dari beberapa protein (albumin, transferin, prealbumin, retinol
binding protein (RBP), fibronektin) mengalami penurunan, sedangkan laju
sintesis protein fase-akut oleh hati meningkat.20
European Society for Clinical Nutrition and Metabolism (ESPEN)
merekomendasikan pemberian protein sebesar 1,2-1,6 g/KgBB/hari, dengan rasio
kalori protein:lemak:glukosa yang dianjurkan adalah sebesar 20:30:50% pada
pasien bedah, dan N:NPC 1:150.40,46
Sedangkan Nelms merekomendasikan
kebutuhan protein pada pasien bedah mayor sebesar 1,2-1,5 g/kgBB/hari.47
Pada
awal pemberian terapi nutrisi, protein dapat dimulai dari 1,2-1,5 g/kgBB/hari dan
kemudian disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Kebutuhan protein pada pasien
pasca trauma dinyatakan berkisar antara 15-20% dari KET.48
ASPEN
merekomendasikan pemberian protein pada pasien tanpa gangguan ginjal adalah
sebesar 20-25% dari KET atau berkisar antara 1,5-2g/kgBB/hari atau N:NPC
dalam kisaran 1:70-100.42
Pada keadaan stres yang moderate dan jangka pendek, protein otot
intraseluler dan konsentrasi glutamin menurun, sedangkan konsentrasi AARC di
otot intraseluler meningkat, sehingga menunjukkan terjadinya peningkatan
proteolisis akan menyediakan AARC untuk berlangsungnya biosintesis glutamin.
Glutamin yang baru disintesis dan dimobilisasi akan membantu mempertahankan
konsentrasi plasma di sirkulasi dan memenuhi peningkatan kebutuhan tubuh akan
glutamin. Selama periode stres yang berat dan jangka lama, peningkatan utilisasi
glutamin yang bermakna dapat melebihi kapasitas sintesis tubuh, sehingga deplesi
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
25
Universitas Indonesia
glutamin yang lebih besar dapat terjadi. Bila keadaan hipermetabolisme terus
berlangsung, maka cadangan massa protein dan AARC akan mengalami deplesi
dan kerusakan yang irreversibel dapat terjadi.49,50
Pada uji klinis acak dan prospektif, Freund dkk meneliti efek AARC
terhadap keseimbangan nitrogen dan profil asam amino pada pasien yang
menjalani bedah laparotomi. Pada penelitian tersebut, 35 orang pasien dibagi
secara acak menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok kontrol (hanya mendapat
dekstrosa 5%), 22% AARC (3% asam amino total + 5% dekstrosa), 35% AARC
(3% asam amino total + 5% dekstrosa), dan 100% AARC (3% asam amino total +
5% dekstrosa). Semua pasien pada kelompok yang mendapat AARC mempunyai
keseimbangan nitrogen yang lebih baik secara bermakna dibandingkan dengan
kelompok kontrol, tetapi tidak terdapat perbedaan keseimbangan nitrogen yang
bermakna antara ketiga kelompok yang mendapat AARC dalam persentase
berbeda. Kehilangan BB dan masa rawat inap antara keempat kelompok tersebut
tidak ditemukan berbeda bermakna.49
Hasil studi menyatakan bahwa suplementasi AARC dalam nutrisi
parenteral dapat meningkatkan keseimbangan protein dan sintesis albumin. Selain
itu, AARC juga diketahui dapat mengurangi keadaan anoreksia dan kaheksia
melalui kompetisinya dengan triptofan (suatu prekursor serotonin otak), melewati
sawar darah otak sehingga dapat menghambat peningkatan aktivitas serotonin di
hipotalamus dan meningkatkan selera makan.50
ESPEN merekomendasikan
pemberian AARC sebsar 25% dari kebutuhan protein total. 41
Jumlah lemak minimal yang dibutuhkan oleh tubuh adalah sebesar 2-4%
dari KET. Ketika lemak digunakan sebagai sumber energi, secara umum 15-30%
dari KET dapat diberikan dalam bentuk lemak. Jumlah pemberian lemak
maksimal yang dapat diberikan adalah sebesar 2,5 g/kgBB/hari atau kurang dari
60% KET. Laju pemberian emulsi lipid intravena juga penting untuk diperhatikan,
yaitu tidak lebih dari 0,11 g/kgBB/jam untuk menghindari terjadinya komplikasi
metabolik. Pemberian emulsi lipid intravena secara umum dinyatakan aman
selama konsentrasi trigliserida (TG) kurang dari 400 mg/dl. 48
Pada pasien bedah,
pemberian lemak adalah sebesar 10-30% dari KET.51
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
26
Universitas Indonesia
Metabolisme karbohidrat (KH) selama trauma berlangsung ditandai
dengan berbagai derajat hiperglikemia, penurunan toleransi glukosa, dan resistensi
insulin. Karakteristik tersebut disebabkan oleh peningkatan glikogenolisis dan
glukoneogenesis yang tidak terkendali. Periode pasca trauma ditandai oleh
terdapatnya resistensi insulin, yang diindikasikan oleh peningkatan konsentrasi
glukosa dan insulin. Kadar insulin plasma mengalami puncaknya pada beberapa
hari pasca trauma, dimana kadarnya dapat mencapai hingga tiga kali lipat dari
nilai basal.20
Jumlah glukosa eksogen minimal yang diperlukan oleh tubuh adalah 100-
150 gram per hari. Asupan KH yang optimal harus dapat mencegah terjadinya
protein sparing dan meminimalisasi risiko hiperglikemia. Jumlah pemberian KH
yang aman untuk pasien sakit kritis adalah sesuai dengan fungsi dan kemampuan
tubuh pasien untuk mengoksidasi KH tersebut. Laju infus KH yang disarankan
adalah 4-5 mg/kgBB/menit. Pada pasien dengan diabetes, mendapat terapi steroid,
atau mengalami hiperglikemia akibat stres, laju infus KH harus dibatasi menjadi
2,5-4,0 mg/kgBB/menit pada waktu awal hingga gula darahnya sudah terkontrol
dengan baik. Pasien yang membutuhkan TPN berisiko tinggi untuk mengalami
refeeding syndrome, sehingga harus dimulai dengan dekstrosa maksimal 100-150
gram per hari. Kebutuhan KH dinyatakan antara 30-70% dari KET dalam sehari.48
Belum ada rekomendasi yang pasti mengenai pemberian KH pada pasien
perioperatif.51
Peningkatan laju metabolisme dan katabolisme yang terjadi selama trauma
berlangsung diduga akan meningkatkan kebutuhan tubuh akan mikronutrien
seperti vitamin A B, C, D, E, dan folat. Dilaporkan bahwa redistribusi trace
elements dalam plasma terjadi disertai penurunan konsentrasi zat besi (Fe), seng
(Zn), dan selenium (Se). Secara umum, dinyatakan bahwa peningkatan kebutuhan
akan mikronutrien tersebut disebabkan oleh peningkatan kehilangannya dan
asupan yang menurun, terutama pada pasien bedah.20,52
Agarwal dkk meneliti konsentrasi asam askorbat dan α-tokoferol dalam
serum pada 57 orang pasien bedah. Konsentrasi dari kedua vitamin tersebut
ditemukan menurun secara bermakna pada hari pertama pasca bedah, dengan
penurunan yang maksimal terjadi pada hari ketiga pasca bedah. Peningkatan
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
27
Universitas Indonesia
konsentrasi kedua vitamin tersebut mencapai kadar normal terjadi pada hari
ketujuh pasca bedah.53
Pada beberapa studi, dilaporkan terjadi penurunan konsentrasi Fe dalam
serum selama proses infeksi, setelah injeksi endotoksin, dan juga setelah
pemberian sitokin. Konsentrasi Fe di plasma menurun secara cepat pasca trauma,
dimana penurunan yang bermakna terjadi dalam dua hingga empat jam pertama.
Konsentrasi Fe di plasma masih ditemukan rendah selama beberapa hari dan
berlangsung selama satu hingga dua minggu. Van Iperen dkk melaporkan bahwa
konsentrasi Fe dalam serum menurun sebesar 23% dari konsentrasinya saat pra
bedah pasca pembedahan minor, dan menurun 46% pasca pembedahan mayor,
serta masih ditemukan rendah hingga 28 hari pasca pembedahan mayor. 20
Pada keadaan trauma, konsentrasi Se dalam plasma ditemukan menurun
sesuai dengan besarnya respon inflamasi yang terjadi. Konsentrasi Se ditemukan
menurun sebesar 10% pada hari pertama pasca pembedahan minor, diikuti dengan
peningkatan kembali ke konsentrasi saat pra bedah pada hari keenam pasca
bedah.32
Rekomendasi pemberian mikronutrien sesuai dengan recommended
dietary allowance (RDA) pada pasien dengan hipermetabolisme dapat dilihat
pada Tabel 2.9.20
Tabel 2.9. Rekomendasi Kebutuhan Vitamin pada Individu Dewasa
Dosis enteral Dosis parenteral
(RDA) (DRI) (AMA)
Vitamin larut lemak
Vitamin A
Vitamin D
Vitamin E
Vitamin K
800-1000 µg
5-10 µg
8-10 mg α-tokoferol
60-80 µg
-
5-15 µg
-
-
3300 IU
200 IU
10 IU
0,5 mg
Vitamin larut air
Vitamin B1 (mg)
Vitamin B2 (mg)
Vitamin B3 (mg)
Vitamin B6 (mg)
Vitamin B12 (µg)
Vitamin C (mg)
Asam folat (µg)
Biotin (µg)
Asam pantotenat (mg)
1,0-1,5
1,2-1,7
13-19
1,6-2,0
2
60
180-200
30-100
4-7
1,1-1,2
1,1-1,3
14-16
1,3-1,7
2,4
-
400
30
5
3
3,6
40
4
5
100
400
60
15
RDA= recommended dietary allowance; DRI= dietary reference intake;
AMA= American Medical Association
Sumber: telah diolah kembali dari daftar referensi no. 20
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
28
Universitas Indonesia
2.6.1. Terapi Nutrisi Pra Bedah
Risiko malnutrisi berat yang didefinisikan oleh perhimpunan ESPEN adalah
terdapat setidaknya satu dari kriteria berikut: penurunan BB > 10-15% dalam
enam bulan, IMT < 18,5 kg/m2, SGA peringkat C, serta kadar albumin dalam
serum < 30 g/L (dengan tidak terdapat bukti adanya disfungsi hati atau ginjal).
Parameter kriteria tersebut menunjukkan keadaan undernutrition dan juga
katabolisme yang disebabkan oleh penyakit yang mendasarinya.34
Pasien dengan risiko terjadinya malnutrisi berat akan mendapat manfaat
dari terapi nutrisi selama 10-14 hari sebelum tindakan pembedahan mayor.
Bilamana memungkinkan, dukungan nutrisi secara enteral direkomendasikan pada
pasien bedah tersebut. Pada pasien kanker yang menjalani pembedahan mayor
abdomen bagian atas, formula nutrisi enteral (NE) pra bedah yang mengandung
immune modulating substrates (arginin, asam lemak omega-3 dan nukleotida)
direkomendasikan selama lima hingga tujuh hari.34
Banyak pasien yang tidak
dapat memenuhi kebutuhan energi dari asupan makanan biasa, sehingga dapat
diberikan oral nutrition support (ONS) selama periode perioperatif pada
kelompok pasien tersebut.34
Berbagai studi menyatakan bahwa berpuasa selama semalaman dapat
meningkatkan resistensi insulin dan abdominal discomfort pasca bedah. ESPEN
merekomendasikan asupan clear fluids pada ≤ dua jam sebelum tindakan anestesi,
sedangkan makanan padat terakhir dapat dikomsumsi pada enam jam sebelum
anestesi.35
Kesimpulan dari berbagai studi yang ada mengenai terapi nutrisi
pra bedah adalah konsumsi clear fluids hingga dua jam sebelum tindakan anestesi
dinyatakan tidak meningkatan gastric residual volume (GRV) dan
direkomendasikan aplikasinya pada pasein pra tindakan bedah elektif. 35
Berbagai kontraindikasi untuk diterapkannya rekomendasi tersebut adalah
pasien yang menjalani pembedahan darurat, mengalami gangguan motilitas GI
seperti gastroparesis, obstruksi mekanik traktus GI, dan refluks gastroesofageal
Sejak diterapkannya panduan tersebut, tidak dilaporkan terjadi peningkatan risiko
aspirasi, regurgitasi, serta morbiditas dan mortalitas yang bermakna pada pasien
yang menjalani tindakan pembedahan.34
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
29
Universitas Indonesia
The European Society for Clinical Nutrition and Metabolism (ESPEN)
merekomendasikan diberikannya carbohydrate loading pra bedah pada sebagian
besar pasien yang menjalani tindakan pembedahan mayor. Asupan carbohydrate
drink (maltodekstrin 12,5%) sebanyak 800 ml pada malam sebelumnya dan 400
ml pada dua jam sebelum pembedahan dinyatakan tidak meningkatkan risiko
terjadinya aspirasi pada berbagai studi.34
American Society of Anesthesiologists (ASA) merekomendasikan
pemberian asupan clear fluid pada dua jam sebelum pembedahan elektif yang
membutuhkan tindakan anestesi umum, anestesi regional, atau analgesik/sedasi
pada bayi sehat, anak, maupun dewasa. Contoh clear fluid yang diperbolehkan
tersebut antara lain adalah air, minuman berkarbonasi, jus buah tanpa bulir, kopi
hitam, dan teh tawar.54
Resistensi insulin yang terjadi akibat tindakan pembedahan dapat
berlangsung selama dua hingga tiga minggu pasca bedah. Terdapat beberapa studi
yang menunjukkan bahwa pemberian carbohydrate loading dapat meminimalisasi
terjadinya resistensi insulin pasca bedah tersebut.45
Studi yang dilakukan oleh
Ljungqvist dkk menunjukkan bahwa pemberian minuman berbahan dasar
karbohidrat pada dua hingga tiga jam pra bedah dapat menurunkan risiko
terjadinya resistensi insulin hingga 50%.55
Mekanisme yang dapat menjelaskan bagaimana pemberian carbohydrate
loading dapat meminimalisasi terjadinya resistensi insulin pasca bedah adalah
minuman yang mengandung karbohidrat tersebut dapat meningkatkan cadangan
glikogen di hati selama tindakan pembedahan, serta meningkatkan ekspresi dari
piruvat dehidrogenase kinase-(PDK)4 mRNA, PDK4 protein, dan metalotionin
1A (Mt1A) di otot yang lebih rendah empat kali lipat dibandingkan dengan
plasebo.56
PDK4 berperan pada proses fosforilasi dan menstimulasi inaktivasi dari
pyruvat dehidrogenase complex (PDC). Ekspresi PDK4 otot yang rendah tersebut
akan menstimulasi aktivitas PDC dan oksidasi karbohidrat, sehingga
menyebabkan terjadinya perbaikan sensitivitas insulin. Penurunan ekspresi Mt1A
menunjukkan terjadinya penurunan stres oksidatif di tingkat seluler, sehingga
mungkin berpotensi dalam menyebabkan terjadinya perbaikan sensitivitas insulin.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
30
Universitas Indonesia
Selain itu, pemberian carbohdyrate loading tersebut juga dapat meningkatkan
aktivitas dari tirosin kinase, phosphatidyl-inositol 3-kinase (P13K) dan ekspresi
dari protein kinase-B (PKB), sehingga terjadi penurunan resistensi insulin sebagai
hasil akhirnya.56
2.6.2 Terapi Nutrisi Intra Bedah
Berbagai studi yang meneliti mengenai efek pemberian nutrisi selama
pembedahan masih memberikan hasil yang kontroversial hingga saat ini. Saat
pembedahan, pasien berada dalam fase ebb, dimana pada fase ini tercapainya
kebutuhan cairan dan stabilitas hemodinamik merupakan prioritas utama.52,57
Pada kondisi perioperatif, glukoneogenesis berperan lebih dari 90% dalam
menghasilkan glukosa, sebagai akibat dari terjadinya deplesi cadangan glikogen
yang disebabkan oleh periode puasa dan efek stimulasi dari hormon konter-
regulator. Proses glukoneogenesis yang terjadi itu bertujuan untuk menyediakan
asam amino sebagai prekursor sintesis glukosa de novo, oleh karena itu dibuat
suatu hipotesis bahwa supresi proses glukoneogenesis akan secara langsung
menurunkan laju pemecahan protein.58
Pemberian glukosa melalui jalur infus diketahui dapat menjaga kadar
protein, yaitu melalui supresi proses glukoneogenesis di hati selama tindakan
pembedahan. Namun, studi mengenai hal tersebut masih meberikan hasil yang
kontroversial hingga saat ini. Beberapa penelitian menyatakan bahwa pemberian
glukosa tidak selalu diperbolehkan selama pembedahan oleh karena risiko
terjadinya intoleransi glukosa, yang sudah merupakan respon stres terhadap
pembedahan itu sendiri. Keadaan hiperglikemia (kadar gula darah > 180 mg/dl)
seringkali ditemukan pada pemberian cairan glukosa konvensional 2,5%, 5%, dan
10% selama pembedahan.59
Hiperglikemia yang berlangsung selama pembedahan
dinyatakan dapat mengakibatkan terjadinya disfungsi sistem komplemen,
peningkatan aktivitas karbondioksida (CO2), gangguan kapasitas fagositik leukosit
polimorfonuklear, stimulasi aktivitas simpatoadrenergik, serta peningkatan laju
morbiditas dan mortalitas pasien pasca bedah.58
Pada studi yang dilakukan oleh Yamasaki dkk, ditunjukkan bahwa
pemberian cairan Ringer asetat dengan penambahan glukosa 1% dapat
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
31
Universitas Indonesia
mempengaruhi proses katabolisme protein tanpa menyebabkan hiperglikemia
(kadar gula darah < 150 mg/dl). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
pemberian infus glukosa dalam jumlah kecil dapat menurunkan proses
katabolisme protein tanpa menyebabkan keadaan hiperglikemia.59
Pada pasien bedah yang sudah mendapatkan dukungan nutrisi secara
adekuat pada periode pra bedah, maka cadangan karbohidrat tubuh diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan tubuh saat puasa selama 13 jam. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa pemberian karbohidrat selama pembedahan tidak
diperlukan bila puasa atau pembedahan berlangsung kurang dari 13 jam.19
Hasil studi terbaru menyatakan bahwa proses pemecahan protein otot
dimulai pada 24 jam pertama pasca bedah, dan suplai protein selama respon awal
pembedahan terutama berasal dari usus (otot polos). Pasca pembedahan, sumber
utama degradasi protein berasal dari otot skelet, dimana 3-metil histidin (MH)
merupakan indikator laju pemecahan protein otot skelet. Laju ekskresi dari 3-MH
ditemukan meningkat pada pasien pasca pembedahan mayor dalam banyak
studi.59
Studi oleh Zhong dkk pada pasien bedah yang mendapat infus asam amino
sebanyak 18 jenis selama periode intra bedah dibandingkan dengan kelompok
pasien yang hanya mendapat infus Ringer laktat (RL) 2 ml/kgBB/jam, ditemukan
bahwa stimulasi sekresi insulin dan penurunan insiden hipotermia terjadi lebih
bermakna pada kelompok pasien yang mendapat infus asam amino dibandingkan
dengan yang hanya mendapat infus RL.60
Wykes dkk melakukan suatu uji klinis acak terkontrol untuk meneliti
pengaruh pemberian nutrisi parenteral (NP) hipokalori terhadap respon anabolik
pada pasien pasca tindakan pembedahan abdominal mayor yang mendapat
analgesia epidural. Subyek penelitian tersebut adalah 12 pasien yang sehat secara
metabolik yang menjalani reseksi karsinoma kolorektal. Subyek tersebut dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu yang mendapat NP (glukosa 2,5 g/kgBB/hari, asam
amino 1,0 g/kgBB/hari) pada 24 jam pra bedah dan kelompok yang mendapat NP
tersebut melalui insisi kulit (intra bedah). Whole body leucine balance ditentukan
berdasarkan [1-13
C] infus leusin 24 jam pra dan 48 jam pasca bedah. Laju
fraksional (%FSR/hari) dan absolut (ARS umol/kgBB/hari) dari sintesis albumin,
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
32
Universitas Indonesia
fibrinogen, dan pool protein plasma total ditentukan pada 48 jam pasca bedah
dengan menggunakan [ring-2H5] phenylalanine tracer. Hasil dari penelitian
tersebut adalah terdapat peningkatan keseimbangan leusin yang lebih besar secara
bermakna pada kelompok yang mendapat NP pada pra bedah dibandingkan yang
mendapat NP intra bedah.61
2.6.3 Terapi Nutrisi Pasca Bedah
Secara umum, penundaan asupan nutrisi tidak diperlukan pada pasien pasca
bedah. Asupan per oral harus disesuaikan dengan toleransi individual dari pasien
dan jenis tindakan pembedahan yang dilakukan. ESPEN merekomendasikan
bahwa nutrisi per oral (makanan biasa dan/atau ONS) dapat dimulai pada
sebagian besar pasien segera setelah tindakan pembedahan.8
Jumlah dari asupan
per oral yang mulai diberikan harus disesuaikan dengan keadaan fungsi GI dan
toleransi pasien secara individual.32,35
The American Society for Parenteral and Enteral Nutrition (ASPEN)
merekomendasikan pemberian terapi nutrisi pasca bedah pada pasien yang tidak
dapat memenuhi kebutuhan energinya selama tujuh hingga sepuluh hari.
Pemberian makanan biasa atau nutrisi enteral direkomendasikan pada pasien
pasca pembedahan GI. Pada berbagai studi prospektif, manfaat dari pemberian
makanan biasa atau NE secara dini ditunjukkan dapat menurunkan laju
komplikasi infeksi dan masa rawat di RS secara bermakna.32,35
Pemberian NE secara dini (dalam 24 jam) diindikasikan pada pasien
dimana nutrisi per oral secara dini tidak dapat dimulai, yaitu pada pada pasien
pasca pembedahan mayor kanker GI, trauma berat, keadaan undernutrition yang
nyata, serta pada pasien dimana asupan per oralnya diperkirakan tidak akan
adekuat (<60%) selama lebih dari 10 hari.25,62
Pasien yang menjalani pembedahan mayor kanker GI, seringkali sudah
mengalami deplesi nutrisi sebelum dilakukannya pembedahan dan berisiko lebih
tinggi untuk terjadinya komplikasi sepsis. Terdapatnya berbagai faktor, seperti
pembengkakan, obstruksi, atau gangguan pengosongan lambung, serta usaha
untuk mempertahankan terlepasnya anastomosis.dapat menjadi kendala dalam
pencapaian KET secara cepat.25,62
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
33
Universitas Indonesia
Perubahan sistem GI yang terjadi pasca tindakan PPPD dapat
menyebabkan komplikasi terkait nutrisi dalam jangka panjang, seperti perubahan
motilitas GI, insufisiensi eksokrin pankreas, diabetes, defisiensi zat gizi, serta
pertumbuhan bakteri yang berlebihan di usus kecil. Jenis dan derajat keparahan
komplikasi yang terjadi tergantung dari banyak faktor, yaitu meliputi luasnya
penyakit pankreas, gangguan anatomi akibat pembedahan, serta komplikasi dari
tindakan pembedahan.16
Gastroparesis (GP) dilaporkan terjadi pada 25-50% pasien pasca tindakan
PD dan biasanya menghilang secara spontan dalam waktu 6 bulan. Salah satu
mekanisme yang menyebabkan terjadinya GP adalah tindakan bypassing
duodenum akan menurunkan sekresi dari motilin sehingga terjadi penurunan
aktivitas dari migrating motor complex. Faktor lainnya yang juga dapat
meningkatkan risiko terjadinya GP adalah vagotomi atau kerusakan dari saraf
vagus, perubahan anatomis yang terjadi akibat pembedahan, hiperglikemia, dan
medikasi. Terapi prokinetik dan antiemetik dinyatakan dapat digunakan sebagai
terapi untuk GP. Target kadar glukosa darah < 200 mg/dL direkomendasikan oleh
banyak klinisi untuk memaksimalkan pengosongan lambung dan utilisasi zat gizi
yang efektif.16
Komplikasi lain yang sering ditemukan pada pasien pasca tindakan PD
adalah postoperative nausea and vomiting (POMV). Panduan ERAS yang
merujuk pada mobilisasi dini, pemberian metoklorpramid, dan pelepasan
nasogastric tube (NGT) pada hari pertama dan kedua pasca bedah dilaporkkan
dapat menurunkan insiden terjadinya POMV pasca PD.35
Manfaat penggunaan NGT pada pasien pasca tindakan pembedahan
pankreas belum banyak diteliti dalam uji prospektif. ERAS menyatakan bahwa
tidak diperlukan pemasangan NGT pada pasien pasca tindakan pembedahan
pankreas.63,64
Suatu uji klinis acak terkontrol yang besar di Nowergia pada pasien
pasca pembedahan GI bagian atas dan hepatopankreatikobiliaris menunjukkan
bahwa pemberian makanan oral secara dini aman dan dapat dilakukan pada pasien
pasca bedah tersebut.65
NGT yang dipasang selama pembedahan harus dilepaskan
segera setelah tindakan anestesia dihentikan.35
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
34
Universitas Indonesia
Hingga saat ini, belum terdapat bukti kuat yang mendukung pemberian
motility-enhancing drug secara spesifik pada pasien pasca pembedahan pankreas.
Beberapa panduan merekomendasikan pemberian laktasif pada pasien pasca
pembedahan pankreas. Pada suatu studi yang dilakukan pada 255 pasien pasca
reseksi pankreas, pemberian magnesium (200 mg/hari), laktulosa, dan
metoklorpramid pada hari pertama pasca bedah dapat menstimulasi kembalinya
fungsi usus secara lebih cepat.66
Protokol tersebut juga dinyatakan berhubungan
dengan penurunan prevalensi re-admisi ke RS, laju morbiditas dan mortalitas.
Akan tetapi, belum ada suatu uji klinis acak yang meneliti penggunaan laksatif
secara oral, sehingga dibutuhkan penelitian yang lebih lanjut. Penggunaan
analgesik epidural dan mempertahankan keseimbangan cairan yang hampir
mendekati nol berhubungan dengan percepatan kembalinya aktivitas usus pasca
pembedahan abdominal. 35,67
Sebagian besar pasien dapat mentoleransi asupan makanan biasa per oral
pasca tindakan PD elektif. Asupan per oral secara dini pada kelompok pasien
tersebut ditunjukkan dapat dilakukan dan aman. Suatu uji klinis acak terkontrol
mulisenter yang besar pada pasien pasca pembedahan mayor GI bagian atas dan
hepatopankreatikobiliaris menunjukkan bahwa pemberian nutrisi secara enteral
tidak bermanfaat. Dukungan nutrisi enteral atau parenteral seringkali diperlukan
pada keadaan terdapatnya komplikasi mayor. Nutrisi parenteral diindikasikan
hanya untuk pasien yang tidak dapat makan dan minum secara oral, serta sebagai
tambahan untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi NE. Nutrisi parenteral
tersebut harus dikurangi segera setelah terjadi peningkatan toleransi terhadap
NE.35
The European Society for Clinical Nutrition and Metabolism (ESPEN)
menyatakan bahwa makanan biasa tanpa restriksi diperbolehkan pada pasien
pasca pembedahan GI. Pemberian nutrisi pada pasien tersebut harus dimulai
secara bertahap dan peningkatan asupan disesuaikan dengan toleransi pasien
selama tiga hingga empat hari pasca bedah. Nurisi enteral hanya diberikan bila
terdapat indikasi tertentu, serta pemberian nutrisi parenteral tidak bersifat
rutin.34,40
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
35
Universitas Indonesia
Hiperglikemia pasca bedah yang terjadi pada pasien tanpa riwayat DM
dapat disebabkan oleh terdapatnya resistensi insulin yang didapat akibat
stres/trauma pembedahan. Morbiditas dan mortalitas pasca pembedahan
abdominal dinyatakan berhubungan dengan peningkatan derajat resistensi insulin
dan kadar glukosa plasma. Hubungan tersebut juga telah dilaporkan pada pasien
pasca tindakan pembedahan pankreas.35
Panduan ERAS menyatakan bahwa terdapat beberapa metode untuk
mencegah terjadinya hiperglikemia pasca bedah, yaitu antara lain dengan
menghindari puasa lama, persiapan usus pra bedah, pemberian karbohidrat per
oral, menstimulasi fungsi usus secara dini dengan menyediakan keseimbangan
cairan yang optimal, serta mencegah penggunaan opioid sistemik, serta
menurunkan respon terhadap stres dengan penggunaan analgesik epidural.68,69,70
Terdapat bukti kuat yang menyatakan bahwa dekompresi nasogastrik
pasca laparotomi elektif sebaiknya dihindari, oleh karena risiko terjadinya
demam, atelektasis, pneumonia, dan refluks gastroesofageal yang lebih tinggi
pada pasien yang memakai NGT dibandingkan dengan yang tidak. Selain itu,
kembalinya fungsi usus secara lebih cepat juga ditemukan pada pasien yang tidak
memakai NGT.35
Kehilangan parenkim, obstruksi duktus pankreatikus utama, serta
berkurangnya sekresi enzim pankreas atau inaktivasi dari enzim pankreas yang
terjadi pada pasien dengan penyakit kanker pankreas akan menyebabkan
terjadinya insufisiensi pankreas. Suatu pankreas yang sehat memiliki kapasitas
reservasi eksokrin yang besar, dan hasil studi menunjukkan bahwa lebih dari 90%
jaringan asiner harus hilang sebelum tanda dari steatorea ditemukan. Walaupun
hanya sekitar 30% dari pankreas yang mengalami reseksi pada tindakan PD,
fungsi eksokrin tetap dapat menurun, sehingga dapat berpotensi menyebabkan
terjadinya insufisiensi pankreas.16
Tujuan terapi pada pasien pasca PD adalah untuk mencegah kerusakan
yang lebih besaar pada pankreas, mengurangi keluhan nyeri postprandial,
mengurangi terjadinya steatorea, dan menangani malnutrisi. Substitusi lemak
makanan dengan minyak medium-chain triglyceride (MCT) dapat mengurangi
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
36
Universitas Indonesia
gejala steatorea dan meningkatkan BB pada pasien.16
Tindakan koleksistektomi
dan gastrektomi parsial dapat dilakukan pada tindakan PD. Insufisiensi pankreas
total atau parsial dinyatakan dapat terjadi, tergantung dari luasnya reseksi
pankreas yang dilakukan.16,71
Malabsorpsi lemak yang terjadi pada kanker pankreas berpotensi
menyebabkan terjadinya kehilangan BB secara cepat. Proses digesti dan absorpsi
dari lemak bersifat kompleks serta mudah terganggu dibandingkan dengan proses
digesti dari makronutrien lainnya. Fungsi sintesis dan sekresi enzim lipase oleh
pankreas menurun lebih cepat dibandingkan dengan enzim amilase dan protease
oleh karena waktu intraluminal survival yang lebih pendek dan lebih rentan
terhadap proses denaturasi oleh asam dan proteolisis.16,71
Terapi untuk mengatasi insufiensi pankreas adalah dengan memberikan
enzim pankreas pada saat pasien mengonsumi makanan yang mengandung lemak
baik per oral maupun enteral. Enzim pankreas harus diberikan selama makan atau
setiap beberapa jam selama tube feeding untuk mengijinkan tejadinya proses
pencampuran yang adekuat pada pasien. Postprandial pattern of lipase terjadi
pada mean output rate 2000-4000 IU/menit setelah konsumi makanan campuran
pada subyek yang sehat. Panduan untuk menentukan pemberian dosis enzim
lipase pankreas dapat dilihat pada Tabel 2.10.16
Tabel 2.10. Panduan Penentuan Dosis Enzim Lipase Pankreas
1000-2000 unit lipase/kg/makanan atau 2000-4000 unit lipase/gram lemak
makanan
Dosis tidak boleh lebih dari 2500 unit lipase/kg/makanan atau 10.000 unit
lipase/kg/hari Sumber: telah diolah kembali dari daftar referensi no. 16
Defisiensi zat gizi yang terjadi pada pasien kanker pankreas pasca
pembedahan PD dapat disebabkan oleh asupan yang menurun, malabsorpsi, dan
maldigesti dari zat gizi. Pada tindakan bypass duodenum dan jejunum bagian atas
yang terjadi pada tindakan PD, the thightly orchestrated digestive processes
antara lambung, duodenum, dan sistem pankreatikobiliaris akan terganggu.16
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
37
Universitas Indonesia
Malabsorpsi vitamin larut lemak dapat terjadi pada pasien dengan gejala
steatorea yang bermakna. Keadaan defisiensi protease pankreatik, yang berperan
untuk melepaskan vitamin B12 dari carrier protein, dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi vitamin B12. Pemberian suplementasi enzim diharapkan
dapat menyebabkan perbaikan absorpsi dari vitamin. Pemberian vitamin larut
lemak dalam bentuk larut air atau pemberian vitamin B12 secara parenteral
mungkin diperlukan pada pasien pasca tindakan PD.16,72
Terdapatnya defisiensi zat gizi pada pasien pasca tindakan PD dibuktikan
pada beberapa penelitian. Armstrong dkk mengevaluasi kadar vitamin larut lemak
(retinol, 25-dehidroksivitamin D, α-tokoferol), status zat besi (besi, feritin,
transferin, saturasi transferin) dan trace elements (selenium & seng) pada 37
pasien setelah enam bulan dilakukannya tindakan PD. Hasil studi tersebut
menunjukkan terdapat defisiensi selenium pada 56% pasien, serta kadar 25-
dehidroksivitamin D dan α-tokoferol lebih rendah dibandingkan dengan kelompok
kontrol (tetapi masih dalam rentang nilai normal).72
Studi lainnya yang dilakukan oleh Yu dkk pada 48 pasien pasca
pembedahan PD setelah empat tahun menemukan bahwa sebanyak 65% dari
pasien tersebut mengalami defisiensi seng. Sebanyak 52% dari pasien yang
mengalami defisiensi seng tersebut menunjukkan gejala defisiensi dan keadaan
defisiensi ditemukan berhubungan kuat dengan insufisiensi eksokrin pankreas.73
Proses penyembuhan luka pasca pembedahan membutuhkan suplai dari
beberapa vitamin dan mineral secara spesifik, yaitu vitamin A, C, E, dan B6, serta
asam folat, seng, dan tembaga. Fungsi fisiologis dan dosis mikronutrien yang
dibutuhkan dalam prose penyembuhan luka dapat dilihat pada Tabel 2.12.74
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
38
Universitas Indonesia
Tabel 2.11. Peran Mikronutrien dalam Proses Penyembuhan Luka
Mikronutrien Dosis Fungsi fisiologis
Vitamin A 10.000 IU Mempertahankan integritas epitel-dermis
Vitamin B6 10-15 mg Mensintesis protein jaringan penghubung
Vitamin C 500-2000 mg Mensintesis kolagen, hidroksilasi prokolagen, dan
mempertahankan ikatan jaringan penghubung
Asam folat 0,4-1,0 mg Mensintesis protein jaringan penghubung
Seng 4-10 mg Mensintesis kolagen, hidroksilasi prokolagen, dan
mempertahankan ikatan jaringan penghubung
Tembaga 1-2 mg Mensintesis kolagen, hidroksilasi prokolagen, dan
mempertahankan ikatan jaringan penghubung.
Angiogenesis daerah luka Sumber: telah diolah kembali dari daftar referensi no. 74
2.7 Peran Antioksidan pada Perioperatif
Pasien pasca pembedahan dinyatakan rentan untuk mengalami berbagai
gangguan fisiologis dan biokimia. Respon inflamasi akibat trauma dapat
menyebabkan pelepasan berbagai sitokin pro-inflamasi dan anti-inflamasi. Efek
keseluruhan dari sel-sel inflamasi tersebut adalah pelepasan reactive oxygen
species (ROS). Senyawa ROS tersebut dapat berinteraksi dengan molekul seluler,
seperti protein, deoxyribonucleic-acid (DNA), dan lemak. Hal tersebut berpotensi
menyebabkan kerusakan membran sel, protein struktural, dan sistem enzim
seluler, yang akhirnya dapat menyebabkan disfungsi organ dan respons inflamasi
yang berlangsung lama. Produksi dari senyawa ROS selama trauma dapat
melebihi kapasitas mekanisme pertahanan dari antioksidan endogen tubuh,
sehingga menyebabkan terjadinya penurunan antioksidan tersebut secara cepat.48
Rekomendasi pemberian antioksidan yang ditetapkan oleh ASPEN dapat dilihat
pada Tabel 2.12.48
Tabel 2.12. Rekomendasi PemberianVitamin Antioksidan
Recommended daily allowance
(RDA)
Enteral Parenteral
β-karoten 0,9 mg 1 mg
Vitamin C 60 mg 90 mg 100 mg
Vitamin E 8-10 mg 15 mg 10 mg
Sumber: telah diolah kembali dari daftar referensi nomor 48
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
39
Universitas Indonesia
Sebagian besar studi hingga saat ini telah menunjukkan manfaat
penggunaan antioksidan sebagai premedikasi pada tindakan pembedahan, dimana
iskemia dan reperfusion injuries yang bermakna dapat terjadi.48
Studi yang
dilakukan oleh Rabl dkk menunjukkan terdapat perbaikan nilai kreatinin dan
klirens pada pasien yang mendapat suplementasi multivitamin intravena pra
pembedahan transplantasi ginjal.75
2.8 Peran Immunonutrisi pada Perioperatif
Immunonutrisi (IN) merupakan suatu conseptual framework yang memperkaya
kandungan NE dengan arginin, omega-3 polyunsaturated fatty acids (PUFA),
glutamin, dan nukleotida, sebagai upaya untuk meningkatkan fungsi imunitas
pasien bedah. Studi yang dilakukan oleh Zhang dkk menunjukkan terjadi
penurunan insiden infeksi pasca bedah dan masa rawat di RS pada pasien yang
diberikan IN pasca bedah.45
Glutamin merupakan suatu conditionally essential amino acid dan banyak
ditemukan di intra maupun ekstraseluler, yang berperan dalam transpor nitrogen,
homeostasis asam-basa, dan sumber energi bagi sel-sel yang cepat membelah diri.
Preservasi fungsi usus kecil dan peningkatan respons limfosit T juga terlihat pada
keadaan konsentrasi glutamin yang meningkat. Pada keadaan stres yang ekstrim,
seperti pembedahan, kebutuhan glutamin akan melebihi kemampuan tubuh dalam
mensintesis asam amino ini.76,77
Studi mengenai suplementasi glutamin terhadap
perbaikan outcome klinis pasien pasca bedah masih banyak diteliti hingga saat
ini.45
Manfaat pemberian suplementasi arginin masih diteliti hingga saat ini.
Hipotesis bahwa asam amino ini sebagai prekursor dari nitric oxide (NO), dapat
mempengaruhi stabilitas kardiovaskular pasca bedah dan mungkin berperan dalam
mengatur fungsi kardiak dan vaskular. Seperti halnya glutamin, arginin juga
diketahui dapat mendukung respon imunitas tubuh dengan cara menstimulasi
fungsi sel T dan meningkatkan aktivitas dari senyawa kemoterapi pada pasien
kanker yang membutuhkan terapi pembedahan dan adjuvan.77,78
Penggunaan suplementasi nutrisi komersial pada pasien kanker
memberikan hasil peningkatan BB dan penurunan komplikasi pasca bedah pada
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
40
Universitas Indonesia
pasien pasca tindakan pembedahan kanker GI. Suplementasi zat gizi yang
diperkaya dengan asam lemak omega-3 (secara spesifik eicosapentaenoic acid
(EPA)) menunjukkan hasil terjadinya peningkatan BB, peningkatan LBM, serta
peningkatan kualitas hidup dan keberhasilan hidup dalam berbagai uji klinis pada
pasien kanker pasca bedah. EPA telah dihubungkan dengan fungsinya sebagai
respons anti inflamasi, termasuk perannya dalam down-regulation sintesis sitokin
pro-inflamasi dan respons fase akut pada pasien kanker. Akan tetapi, terdapat
beberapa uji klinis yang tidak mendukung manfaat pemberian EPA tersebut. Pada
studi yang dilakukan oleh Fearon dkk, pasien dengan kanker GI yang mendapat
EPA mengalami peningkatan BB secara bermakna dibandingkan dengan yang
mendapat plasebo. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi EPA
sebanyak 2 gram/hari dapat memberikan manfaat. Akan tetapi, studi yang lebih
lanjut mengenai manfaat suplementasi asam lemak omega-3 harus dilakukan agar
dapat ditentukan dosis optimal, formula spesifik, rute pemberian, efek terhadap
komposisi tubuh, kualitas hidup, keberhasilan hidup, dan target spesifik dari
populasi pasien.51
Pada berbagai studi, telah ditunjukkan mengenai manfaat pemberian
probiotik pada pasien pra bedah, yaitu antara lain kemampuannya dalam
menurunkan bakteri patogen di usus, menghambat produksi sitokin pro-inflamasi
(IL-6); memfasilitasi produksi sitokin anti-inflamasi (IL-10), menstimulasi
resistensi terhadap mikroba patogen non spesifik melalui aktivasi makrofag,
meningkatkan respon imun sistemik dan mukosa immunoglobulin (Ig)A, serta
memodulasi populasi sel imun di usus.79
Pasien yang menjalani pembedahan abdominal mayor akan mendapat
manfaat dari pemberian formula yang diperkaya prebiotik, probiotik, dan
sinbiotik. Beberapa faktor risiko pada pasien bedah antara lain adalah rentan
mengalami translokasi bakteri patogen ke nodus limfe mesenterika, darah dan
organ lain, penurunan motilitas usus pada pasca bedah, terapi antibiotik yang
dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri berlebihan di usus, kehilangan fungsi
sawar mukosa akibat malnutrisi, pemberian NP, serta supresi sistem imunitas oleh
produk darah dan trauma bedah. Faktor risiko tersebut merupakan indikasi untuk
diberikannya formula yang mengandung sinbiotik pada pasien bedah.79
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
41
Universitas Indonesia
Beberapa hasil studi meta-analisis menyimpulkan terdapatnya manfaat
pemberian IN perioperatif dan pasca bedah pada pasien yang menjalani tindakan
pembedahan mayor traktus GI, namun hasilnya masih kontroversial. Terdapat
bukti yang menunjukkan bahwa suplementasi IN ditemukan lebih bermanfaat
untuk pasien yang mengalami undernourished dibandingkan dengan status gizi
normal. Pedoman ERAS merekomendasikan pemberian IN selama lima hingga
tujuh hari pra bedah, yang bertujuan untuk menurunkan prevalensi komplikasi
infeksi pada pasien yang menjalani pembedahan abdominal mayor.80,81
2.9 Pemilihan Waktu dan Jalur Pemberian Nutrisi Pasien Bedah
Asupan per oral yang tidak adekuat selama lebih dari 14 hari berhubungan dengan
peningkatan laju mortalitas. Oleh sebab itu, nutrisi enteral (NE) diindikasikan
bahkan pada pasien tanpa tanda undernutrition yang nyata, jika diperkirakan
bahwa pasien tidak akan mampu untuk makan selama lebih dari tujuh hari
perioperatif. Nutrisi enteral tersebut juga diindikasikan untuk pasien yang tidak
dapat mempertahankan asupan per oral lebih dari 60% dari asupan yang
direkomendasikan selama lebih dari 10 hari. Pada beberapa keadaan tersebut,
terapi nutrisi harus dimulai sesegera mungkin.34
Asupan nutrisi secara oral merupakan metode terbaik dalam memenuhi
kebutuhan zat gizi pasien. Oleh karena status nutrisi dapat mempengaruhi progresi
dari penyakit, toleransi terhadap pengobatan, kemampuan untuk menyelesaikan
pengobatan, meningkatan laju morbiditas dan mortalitas secara keseluruhan, maka
penilaian dari kemampuan pasien untuk mengkonsumsi nutrisi oral secara adekuat
harus secara rutin dilakukan.34
Jalur nutrisi secara enteral harus selalu dipilih pada setiap pasien, kecuali
bila terdapat kontraindikasi seperti obstruksi usus atau ileus, syok berat, dan
iskemik usus. Pemberian NE kombinasi dengan nutrisi parenteral harus
dipertimbangkan pada pasien yang memiliki indikasi untuk diberikannya terapi
nutrisi, dimana kebutuhan energi tidak dapat terpenuhi melalui NE saja.34,35
Suatu uji klinis acak terkontrol dan multisenter pada pasien yang
menjalani pembedahan mayor GI bagian atas dan hepatopankreatikobiliaris
menunjukkan bahwa pemberian makanan biasa secara oral aman, serta tidak
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
42
Universitas Indonesia
ditemukannya manfaat dari pemberian NE.35,65
Hingga saat ini, belum terdapat
bukti yang mendukung manfaat dari peningkatan asupan yang dimulai dari
pemberian air melalui sendok makan, kemudian beralih ke makanan biasa lebih
aman dibandingkan dengan pasien yang langsung mendapat makanan biasa,
kecuali bila pasien tersebut dinyatakan mengalami gangguan fungsi usus pada
periode awal pasca bedah. Pemberian NE atau NP seringkali diperlukan bila
ditemukan komplikasi mayor pada pasien pasca bedah tersebut. Nutrisi parenteral
diindikasikan hanya untuk pasien yang tidak dapat makan atau minum secara oral,
serta sebagai tambahan untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi NE. Nutrisi
parenteral tersebut harus dikurangi setelah terjadi peningkatan toleransi pasien
terhadap NE.82
Pedoman ERAS merekomendasikan bahwa pasien sebaiknya diberikan
makanan biasa secara oral pasca bedah tanpa restriksi. Pasien harus diberikan
edukasi untuk mulai makan secara bertahap dan meningkatkan asupan makannya
sesuai toleransi selama tiga hingga empat hari pasca bedah. Pemberian NE hanya
diperlukan pada pasien dengan indikasi spesifik dan NP sebaiknya tidak diberikan
secara rutin pada pasien pasca bedah.35
2.10 Terapi Cairan Perioperatif
Penilaian klinis dari volume intravaskular dan hasil laboratorium merupakan suatu
hal yang esensial untuk memandu pemberian terapi cairan perioperatif. Keluhan
rasa haus, turgor kulit, hidrasi dari membran mukosa, gradien suhu core-
peripheral, denyut dan volume nadi, perubahan tekanan darah dalam posisi tegak,
serta keluaran urin merupakan parameter penentu status hidrasi pasien. Akan
tetapi, variabel hemodinamik tersebut seringkali dipengaruhi oleh faktor selain
status cairan, seperti obat dan efek fisiologis dari stres pembedahan.83
Parameter pemeriksaan laboratorium yang mengindikasikan status
dehidrasi antara lain adalah peningkatan hematokrit, asidosis metabolik progesif,
hipernatremia, dan kadar natrium dalam urin lebih dari 2 mmol/L. Perubahan
kadar ureum dan kreatinin plasma juga harus memperhatikan faktor yang lain,
seperti usia dan lean body mass (LBM). Pembacaan central venous pressure
(CVP) harus diinterpretasi sesuai dengan kondisi klinis. Nilai CVP yang rendah (<
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
43
Universitas Indonesia
5 mmHg) dapat berarti normal, kecuali bila terdapat tanda lain dari hipovolemia.
Prinsip pada pemberian terapi carian perioperatif adalah untuk menilai compliance
dari sirkulasi dan mengevaluasi ulang status volume intravaskular dengan
mengamati respon hemodinamik dan klinis.83
Pasien yang menjalani pembedahan abdominal seringkali menerima
volume cairan intravena yang berlebihan pada periode intra bedah maupun pasca
bedah. Pemberian cairan tersebut seringkali melebihi kehilangan cairan aktual,
yang dapat menyebabkan peningkatan BB sebesar tiga hingga 6 kg. Pemberian
garam dan air yang berlebihan pada periode perioperatif akan meningkatkan laju
komplikasi pasca bedah dan memperlambat kembalinya fungsi GI. Hal tersebut
menunjukkan bahwa keseimbangan cairan yang mendekati nilai nol harus tercapai
pada periode perioperatif.35
Pemberian terapi cairan perioperatif harus memperhatikan beberapa faktor,
yaitu antara lain mempertimbangkan normalitas, memperhatikan status cairan
sebelumnya, memperhatikan status keseimbangan elektrolit yang sebelumnya,
mengantisipasi kehilangan cairan berlebihan yang masih berlangsung, dan
mengantisipasi asupan cairan yang berlebihan.83
Penentuan jenis cairan yang
paling tepat untuk digunakan pada periode perioperatif masih belum jelas. Ulasan
sistematik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan dalam insiden edema
pulmonal, mortalitas, dan masa rawat di RS antara pasien yang mendapat
resusitasi cairan kristaloid dan koloid.84
2.11 Pemantauan Terapi Nutrisi Perioperatif
Beberapa parameter hasil yang dapat digunakan untuk mengevaluasi manfaat
dukungan nutrisi adalah termasuk morbiditas, masa rawat di RS, dan mortalitas.
Setelah pasien lepas rawat dari RS dan bila terapi paliatif diindikasikan untuk
pasien, maka parameter hasil untuk mengevaluasi manfaat dukungan nutrisi
adalah perbaikan dalam status nutrisi dan kualitas hidup.34
Efektivitas terapi nutrisi yang diberikan dapat dievaluasi berdasarkan
parameter status gizi, reduksi ruang ekstraseluler, serta peningkatan atau
penurunan BB. Secara umum, perubahan metabolisme normal berlangsung dalam
satu hingga dua hari hingga dua hingga empat minggu pasca pembedahan
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
44
Universitas Indonesia
abdominal mayor.85
Faktor penting lain untuk menilai toleransi asupan pasien bedah adalah
dengan mengevaluasi keadaan traktus GI. Gastric tonometry yang mengukur pH
intramukosa secara tidak langsung dapat merupakan alat yang berguna untuk
menurunkan risiko terjadinya iskemia dinding usus. Faktor penting lain untuk
menilai toleransi pasien terhadap NE adalah kadar dan derajat dimana
kontraktilitas usus dapat dipertahankan. Abdominal bloating atau distensi
abdomen, nausea, vomitus, serta volume residual yang tinggi sebagai respon
terhadap pemberian NE dapat digunakan untuk menilai kontraktilitas gaster,
sedangkan keluarnya feses dan flatus dapat menunjukkan kontraktilitas dari
kolon.86
Apabila volume residual melebihi 50% dari volume yang diberikan
secara bolus, maka pemberian nutrisi melalui jalur enteral perlu ditinjau kembali.
Beberapa parameter yang harus dipantau pada pasien yang mendapat NP dapat
dilihat pada Tabel 2.14.21
Evaluasi harus dilakukan berdasarkan hasil
pemantauan, dimana bila toleransi pasien terhadap asupan yang diberikan adekuat,
maka pemberian nutrisi akan ditingkatkan secara bertahap setiap harinya hingga
tercapai KET.
Tabel 2.13. Parameter Pemantauan pada Pemberian Nutrisi Parenteral
Parameter Frekuensi
Gula darah Setiap 6 jam
Tanda vital Setiap 8 jam
Analisa asupan Setiap hari
Imbang cairan Setiap hari
Berat badan Setiap hari
Ureum dan kreatinin Setiap hari
Elektrolit Setiap hari
Konsentrasi kalsium dan fosfat Setiap hari
Magnesium, bilirubin, enzim hati Setiap 2 hari
Albumin, kolesterol, trigliserida Satu minggu sekali
Nitrogen urea urin dalam 24 jam Satu minggu sekali* *Frekuensi pemeriksaan dapat dikurangi bila kondisi pasien sudah stabil
Sumber: telah diolah kembali dari daftar referensi no. 21
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
45
Universitas Indonesia
Hasil berbagai studi menunjukkan terdapat kemungkinan besar terjadinya
defisiensi zat gizi pasca tindakan PD. Oleh karena itu, diperlukan pemantauan
status vitamin dan mineral pada setiap pasien pasca tindakan PD (Tabel 2.14).16
Tabel 2.14. Pemantauan Status Vitamin dan Mineral pada Pasien Pasca PD
Pemeriksaan fisik yang teliti untuk mendeteksi tanda adanya malabsorpsi zat gizi
Periksa baseline dan 1 tahun setelahnya
- Vitamin B12, asam folat, feritin, 25-dehidroksivitamin D
Jika gejala defisiensi zat gizi atau terjadi malnutrisi berat/malabsorpsi, maka
periksa:
- Seng (dermatitis enteropati, glositis, selilitis, stomatitis)
- Tembaga (neuropati, galt disturbance)
- Selenium (kardiomiopati, hipotiroidisme)
- Vitamin E (gangguan visus, galt disturbance)
- Vitamin A (rabun senja, kelainan kulit/dermatitis)
- Vitamin K (perdarahan, nyeri perut, kalsifikasi kartilago, aterokslerosis)
Suplementasi tiamin bila terjadi malnutrisi berat
- 100-200 mg/hari intravena selama 3-5 hari
- Kemudian diubah menjadi 100 mg/hari per oral selama 5-7 hari
-Dosis yang lebih tinggi secara intravena diperlukan jika pasien menimbulkan
gejala.
Sumber: telah diolah kembali dari daftar referensi no. 16
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
46
Universitas Indonesia
BAB 3
KASUS
3.1. Kasus 1
Pasien, Tn. W, 42 tahun, jaminan kartu Jakarta sehat (KJS), dirawat di Rumah
Sakit Umum Pusat Nasional Dokter Ciptomangunkusumo (RSUPNCM) selama
23 hari dengan keluhan utama kuning pada mata & badan sejak ± empat bulan
sebelum masuk RS (SMRS). Keluhan kuning pertama kali muncul di mata,
kemudian menjalar ke seluruh tubuh, disertai rasa gatal di seluruh tubuh. Pasien
juga mengeluh buang air kecil (BAK) berwarna kuning kecoklatan seperti air teh,
serta buang air besar (BAB) putih seperti dempul. Pasien juga mengeluh mual dan
perut begah, namun tidak disertai dengan muntah. Hal tersebut menyebabkan
terjadinya penurunan selera makan dan asupan makan menjadi berkurang. Rasa
mual tersebut terutama timbul setelah pasien mengonsumsi makanan berminyak.
Terdapat keluhan demam yang naik turun, demam terutama dirasakan pada malam
hari. Pasien kemudian berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bekasi,
dirawat selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) dikatakan
menderita penyakit empedu, pasien disarankan untuk operasi dan dirujuk ke
RSUPNCM. Pasien kemudian akhirnya berobat jalan ke poliklinik penyakit dalam
(gastrohepatologi) dan bedah saluran cerna di RSUPNCM. Selanjutnya pasien
menjalani pemeriksaan endoskopi, dan dinyatakan terdapat tumor pada ampula
Vateri.
Satu bulan SMRS, pasien mengeluh nyeri perut (terutama di ulu hati) yang
bersifat hilang timbul, dan menjalar hingga ke punggung. Nyeri terasa seperti
ditusuk-tusuk. Keluhan mual dan perut begah masih ada, namun tidak disertai
dengan muntah. Terdapat keluhan demam, terutama pada malam hari. Keluhan
BAK seperti teh dan BAB putih seperti dempul masih ada. Pasien kemudian
dilakukan pemeriksaan biopsi, dan didapatkan hasil adanya adenokarsinoma
ampula Vateri. Pasien diputuskan untuk dirawat di bangsal bedah saluran cerna
RSUPNCM, untuk persiapan dilakukannya operasi pengangkatan tumor ampula
Vateri tersebut.
46
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
47
Universitas Indonesia
Pasien pernah menderita tuberkulosis paru pada tahun 2003, sudah
mendapatkan terapi obat anti tuberkulosis (selama 6 bulan), dan dinyatakan
sembuh oleh puskemas setempat. Pasien menyangkal memiliki riwayat darah
tinggi, kencing manis, penyakit jantung, dan alergi. Pasien memiliki kebiasaan
merokok ± dua bungkus per hari, minum jamu satu gelas per hari sejak 20 tahun
yang lalu, serta minum alkohol satuu botol/minggu sejak 20 tahun yang lalu.
Pasien menyatakan sudah menghentikan kebiasaannya tersebut sejak satu bulan
SMRS. Berdasarkan anamnesis, tidak didapatkan riwayat penyakit kencing manis,
darah tinggi, penyakit jantung, dan keganasan dalam keluarga pasien. Tidak ada
keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.
Selama perawatan di bangsal bedah saluran cerna RSUPNCM, pasien
tidak menyatakan terdapatnya keluhan klinis maupun gastrointestinal. Pada hari
ke-15 perawatan, pasien kemudian menjalani tindakan pembedahan biopsi hepar,
koleksistektomi, gastrojejunostomi, dan koledokojejunostomi Roux en Y. Pasca
pembedahan, pasien dirawat di intensive care unit (ICU) selama satu hari, dan
kemudian pindah rawat ke bangsal bedah saluran cerna selama sembilan hari,
sebelum akhirnya pasien diperbolehkan pulang ke rumah. Keluhan pasien selama
periode perioperatif tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Keluhan Pasien Kasus 1 Selama Periode Perioperatif
Hari perawatan Keluhan
Pra bedah
(H1 - H14)
Mual (-), muntah (-); BAB putih seperti dempul, diare (-);
BAK kuning kecoklatan seperti teh
Pasca bedah
H+1 – H+4 Mual (+), muntah (-), perut kembung (+), flatus (+), belum
BAB, nyeri luka operasi (+), BAK (+)
H+5 – H+7 Mual (-), muntah (-), perut kembung (-), BAB (+) normal,
nyeri luka operasi (+), BAK (+)
H+8 - H+9 Mual (-), muntah (-), perut kembung (-), BAB (+) normal,
nyeri luka operasi (-), BAK (+)
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
48
Universitas Indonesia
Riwayat asupan sebelum sakit, pasien makan tiga kali sehari dengan waktu
tidak teratur, yaitu sarapan berupa kopi dengan dua sendok makan gula pasir;
makan siang berupa nasi putih dua centong, ayam goreng sau potong sedang,
sayur singkong setengah mangkok, tahu/tempe goreng satu potong sedang, dan
telur ayam ceplok satu butir. Menu dan porsi makan pasien pada malam hari
sama dengan siang. Makanan selingan pasien adalah bakso satu mangkok, tahu isi
goreng dau potong sedang, atau mie ayam satu mangkok. Pada saat setelah sakit
SMRS, menu dan porsi makan sama seperti pada waktu sehat, namun porsinya
berkurang menjadi kurang lebih setengahnya. Sedangkan pada 24 jam terakhir di
RS sebelum dilakukan pemeriksaan gizi, pasien dapat menghabiskan makanan
biasa sebanyak tiga porsi dalam sehari.
Pada pemeriksaan fisik saat masuk dan perawatan pra bedah, didapatkan
kesan tampak sakit sedang dan kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 110-
120/70-80 mmHg, nadi 84-90x/menit, respirasi 16-18 x/menit, dan suhu afebris.
Konjungtiva tampak pucat dan sklera ikterik. Pemeriksaan thoraks ditemukan iga
gambang. Pemeriksaan abdomen tampak datar, bising usus normal, supel, terdapat
nyeri tekan epigastrium, dan perkusi timpani. Ekstremitas tampak ikterik, terdapat
muscle wasting dan kehilangan lemak subkutan, teraba hangat, capillary refill
time (CRT) ≤ dua detik, serta tidak ada odem pretibial ataupun dorsum pedis.
Pemeriksaan kapasitas fungsional didapatkan kesan ambulatory dengan kekuatan
genggam tangan sama kuat dengan pemeriksa.
Pada pemeriksaan fisik pasca bedah, didapatkan kesan tampak sakit
sedang, kesadaran kompos mentis, dengan hemodinamik yang stabil. Pemeriksaan
mata tampak pucat dengan sklera yang ikterik. Pada hidung, terpasang NGT
dengan produksi aliran balik 200 ml/24 jam warna hijau pada hari pertama pasca
bedah, kemudian menurun menjadi 100 ml/24 jam dengan warna masih hijau pada
hari kedua pasca bedah. Aliran balik NGT didapatkan 100 ml/24 jam, yang sudah
berwarna kuning jernih pada hari ketiga pasca bedah, serta didapatkan aliran balik
NGT yang minimal pada hari keempat pasca bedah. NGT sudah dilepaskan apda
hari kelima pasca bedah.
Pada saat pembedahan, pasien dilakukan pemasangan drain abdomen dan
percutaneous transbilliary drainase (PTBD). Drain abdomen sudah dilepaskan
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
49
Universitas Indonesia
pada hari kelima pasca bedah, sedangkan PTBD dilepaskan pada hari kedelapan
pasca bedah. Pemeriksaan abdomen menunjukkan kesan datar, tampak luka
operasi tertutup kassa tanpa adanya rembesan, terpasang PTBD produksi kuning
kecoklatan sampai jernih; bising usus lemah pada hari pertama pasca bedah, yang
kemudian menjadi normal pada hari-hari selanjutnya; supel, terdapat nyeri luka
operasi yang semakin lama semakin dirasakan berkurang; dan perkusi didapatkan
kesan timpani. Produksi drain abdomen dan PTBD dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Pada ekstremitas, didapatkan kesan akral hangat, ikterik, dan terdapat muscle
wasting. Kapasitas fungsional menunjukkan kesan bedridden selama tiga hari
pasca bedah, yang kemudian meningkat menjadi ambulatory hingga hari terakhir
perawatan di RS.
Tabel 3.2. Produksi Drain Abdomen dan PTBD Pasien Kasus 1 Pasca Bedah
Hari perawatan
pasca bedah
Produksi drain abdomen
(ml/24 jam)
Produksi drain PTBD
(ml/24 jam)
H+1 150, warna serohemoragik 200, warna kuning tua
H+2 40, warna serohemoragik 570, warna kuning tua
H+3 200, warna serohemoragik 500, warna kuning tua
H+4 210, warna serohemoragik 1050, warna kuning tua
H+5 1400, warna kuning tua
H+6 1300, warna kuning tua
H+7 1250, warna kuning tua
Pada pemeriksaan antropometri, didapatkan tinggi badan (TB) 170 cm, BB
aktual 55 kg, dan indeks massa tubuh (IMT) 19 kg/m2. Berat badan pasien
tidak berubah selama perawatan pra bedah di RS. Pasca pembedahan, berat badan
pasien diperkirakan berdasarkan ukuran LLA yaitu 20 cm, sehingga didapatkan
BB estimasi adalah 53 kg. Pada hari ketujuh pasca bedah, pasien sudah dapat
ditimbang BB aktualnya, yaitu didapatkan 52 kg. Terjadi penurunan BB sebanyak
3 kg (9%) dari BB pasien saat pra bedah.
Pemeriksaan laboratorium pada saat masuk ke RS menunjukkan kadar
hemoglobin 11,3 mg/dL, hematokrit 35,2%, eritrosit 4.080.000/µL, mean
corpuscular volume (MCV) 86,3 fL, mean corpuscular hemoglobine (MCH) 27,7
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
50
Universitas Indonesia
pg, mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC) 32,1 g/dL, trombosit
403.000/µL, leukosit 11.510/µL, laju endap darah (LED) 130 mm/jam.
Pemeriksaan Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) 23 U/L, Serum
Glutamic Piruvic Transaminase (SGPT) 15 U/L, gamma GT 233 U/L, alkali
fosfatase 307 U/L, dan kolinesterase 4452 U/L.
Pemeriksaan laboratorium ulang dilakukan pada hari ke-12 perawatan,
dimana kadar hemoglobin ditemukan menurun menjadi 10,3 mg/dL dengan kadar
MCV, MCH, dan MCHC yang normal. Pemeriksaan faktor pembekuan darah,
didapatkan dalam batas normal. Kadar albumin pasien ditemukan menurun
menjadi 2,86 mg/dL; sedangkan kadar bilirubin darah meningkat, yaitu bilirubin
total 4,95 mg/dL, bilirubin direk 4,00 mg/dL, dan bilirubin indirek 0,95 mg/dL.
Pemeriksaan fungsi ginjal, GDS, dan elektrolit didapatkan dalam batas normal.
Pemeriksaan laboratorium pada hari pertama pasca bedah, didapatkan
kadar hemoglobin yang makin menurun, yaitu 8,6 mg/dL dengan kadar MCV,
MCH, dan MCHC yang normal. Terdapat peningkatan leukosit 10.250 U/L dan
trombosit 545.000 U/L. Kadar albumin dan bilirubin darah menunjukkan
penurunan dibanding pemeriksaan sebelumnya, dimana kadar albumin 2,71
mg/dL, kadar bilirubin total 2,7 mg/dL, bilirubin direk 2,66 mg/dL, dan bilirubin
indirek 0,04 mg/dL. Pemeriksaan kadar SGOT dan SGPT didapatkan sedikit
meningkat. Terdapat hiperglikemia, yaitu kadar GDS 180 mg/dL. Pemeriksaan
fungsi ginjal dalam batas normal. Pemeriksaan fungsi ginjal dan elekrolit
ditemukan dalam batas normal. Kadar albumin ditemukan sudah meningkat
menjadi 3 mg/dL pada hari keenam pasca bedah.
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien
sebelum masuk ke RS dan selama perawatan. Pemeriksaan USG abdomen
menunjukkan kesan terdapat hepatomegali dengan dilatasi duktus intra maupun
ekstrahepatik sampai distal CBD (suspek adanya stenosis pada setinggi ampula
Vateri dd/ sclerosing cholangitis, ascending cholangitis), serta perikolesititis akut.
Pemeriksaan patologi anatomi menunjukkan terdapat adenokarsinoma ampula
Vateri.
Pemeriksaan endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)
menyatakan terdapat massa di ampula vateri. Pemeriksaan computed tomography
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
51
Universitas Indonesia
(CT-Scan) abdomen atas & bawah dengan atau tanpa kontras menunjukkan
terdapat hepatosplenomegali, disertai dilatasi duktus billier intra, ekstra hepatik,
dan duktus pankreatikus, serta splenomegali. Pemeriksaan radiologis jantung dan
paru tidak menunjukkan kelainan. Pemeriksaan biopsi jaringan hati yang diambil
pada saat pembedahan, menunjukkan terdapat karsinoma sel hati grade III dengan
differensial diagnosis anak sebar karsinoma berdifferensiasi buruk, dan emboli
tumor di vaskular.
Selama perawatan di bangsal bedah saluran cerna RSUPNCM, terjadi
progresivitas peningkatan asupan pasien, dimana ia dapat mengonsumsi
kombinasi makanan biasa dan makanan cair RS yang disediakan. Rerata analisis
asupan kalori dan makronutrien pasien saat sehat, selama sakit, dan 24 jam
terakhir di RS dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Riwayat Asupan Pasien Kasus 1 pada Saat Sebelum sakit, Setelah
Sakit SMRS, dan 24 Jam Terakhir di RS
Selama perawatan pra bedah di RS, asupan pasien cenderung stabil dan
adekuat, serta mencapai KET. Asupan pasien selama periode pra bedah adalah
berupa nasi biasa rendah lemak tiga porsi dan formula komersial tinggi AARC
400 kkal melalui jalur oral. Pasien dipuasakan ± 12 jam sebelum pembedahan.
Pasca bedah, asupan kalori dan konsistensi makanan pasien dinaikkan secara
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
52
Universitas Indonesia
bertahap melalui jalur oral/enteral dan parenteral. Pada hari pertama pasca bedah,
pasien diberikan clear fluid, yang kemudian diubah ke makanan cair pada hari
kedua pasca bedah. Pasien mengonsumsi makanan cair per oral kombinasi dengan
parenteral hingga hari kelima pasca bedah. Pada hari keenam pasca bedah,
pemberian nutrisi parenteral dihentikan, dan pasien mulai mengonsumsi makanan
lunak kombinasi dengan makanan cair per oral hingga hari terakhir perawatan.
Analisa asupan energi pasien selama pemantauan dapat dilihat pada Gambar 3.2;
sedangkan analisa asupan makronutrien pasien selama pemantauan dapat dilihat
pada Gambar 3.3.
Gambar 3.2. Analisa Asupan Energi Pasien Kasus 1 Selama Pemantauan
Gambar 3.2. Analisa Asupan Makronutrien Pasien Kasus 1 Selama Pemantauan
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
53
Universitas Indonesia
Rerata analisa keseimbangan cairan pasien selama pemantauan pada
periode pra bedah adalah - 150 ml/24 jam, sedangkan pada periode pasca bedah
adalah - 62 ml/24 jam. Diuresis pasien pada pra bedah berkisar antara 0,65 - 0,8
ml/kgBB/jam, sedangkan pada periode pasca bedah berkisar antara 0,7 – 0,9
ml/kgBB/jam.
Pasien mendapatkan terapi antibiotik profilaksis metronidazole 1500 mg
dan gentamisin 160 mg pada pra bedah. Pasca bedah, pasien mendapatkan terapi
Ketorolac 3 x 30 mg tablet, Omeprazole 2 x 40 mg intravena, vitamin K 3 x 10
mg tablet, Ultracet 3 x 1 tablet, dan Cefixim 2 x 100 mg tablet dalam sehari.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan antropometri, dan
pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis sebagai adenokarsinoma ampula
Vateri T3N0M0, sindrom kaheksia-kanker, hipermetabolisme berat, anemia
normositik normokrom, leukositosis, trombositosis, hipoalbuminemia,
hiperbilirubinemia, dan penurunan kapasitas fungsional pada periode pra bedah.
Sedangkan pada periode pasca bedah, diagnosa pasien berubah menjadi
adenokarsinoma ampula vateri T3N0M1 (metastasis ke hati), sindrom kaheksia-
kanker, hipermetabolisme berat, anemia normositik normokrom, leukositosis,
trombositosis, hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia, dan penurunan kapasitas
fungsional.
Kebutuhan energi basal (KEB) pasien ditentukan berdasarkan rumus
Harris-Bennedict dengan menggunakan BB aktual, yaitu didapatkan 1400 kkal.
Perhitungan KET menggunakan faktor stres 1,5 yaitu 2100 kkal. Protein diberikan
sebesar 1,5 g/kgBB yaitu 83 gram/hari (16% KET) dengan komposisi AARC 30%
dari protein yang diberikan, yaitu 25 gram/hari. Rasio kalori nitrogen
dibandingkan kalori non nitrogen adalah 1:133. Komposisi lemak diberikan
sebesar 20% KET, yaitu 47 gram/hari, dengan 50% berupa medium-chain
trigliseride (MCT). Karbohidrat diberikan 336 gram/hari, dengan komposisi
berupa 95% KH kompleks. Jalur pemberian nutrisi adalah secara oral. Bentuk
nutrisi yang diberikan adalah kombinasi makanan biasa dan formula komersial
tinggi AARC dan MCT yang langsung diberikan sesuai KET pada saat
pemeriksaan gizi pertama kali pada pasien.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
54
Universitas Indonesia
Kebutuhan cairan pasien dihitung sebesar 25-30 ml/kgBB/hari, yaitu
1650-1925 ml/hari. Kebutuhan mikronutrien dicukupi dari pemberian bahan
makanan sumber dan penambahan suplementasi multivitamin dan mineral sebesar
1 kali dari angka kecukupan gizi (AKG). Nutrien spesifik yang diberikan pada
pasien adalah EPA 2 gram/hari dan curcuma 3 x 20 mg tablet dalam sehari.
Pada hari pertama pasca bedah, pasien diberikan nutrisi enteral (NGT)
berupa clear fluid sebesar 15 x 30 ml, yang dikombinasikan dengan nutrisi
parenteral. Pemberian nutrisi pasien tersebut diberikan mulai dari 80% KEB atau
20 kkal/kgBB. Asupan pasien dinaikkan sebesar 20% setiap harinya. Pada hari
kedua pasca bedah, pasien diberikan formula cair komersial tinggi AARC dan
MCT secara oral yang dikombinasikan dengan nutrisi parenteral. Konsistensi
makanan yang diberikan pada pasien meningkat secara bertahap, sejalan dengan
peningkatan pemberian kalori, dimana pasien mulai mengonsumsi makanan lunak
berupa bubur sumsum pada hari kelima pasca bedah. Pemberian nutrisi parenteral
dihentikan pada hari keenam pasca bedah. Pada saat pasien lepas rawat dari RS,
pasien masih mengonsumsi makanan lunak berupa bubur sumsum dan makanan
cair, yang sudah mencapai KET. Makanan cair tetap diberikan hingga hari
terakhir perawatan oleh karena pasien lebih dapat menghabiskan makanan cair
dibandingkan dengan makanan lunak.
3.2. Kasus 2
Pasien Tn MB, usia 59 tahun, dirawat di RSUPNCM selama 12 hari dengan
menggunakan jaminan KJS. Pasien masuk ke RS dengan keluhan utama nyeri
perut kanan atas sejak tiga hari SMRS. Sejak tiga bulan SMRS, pasien mengeluh
nyeri pada perut bagian atas, yang bersifat hilang timbul, dan timbul terutama
setelah pasien makan. Terdapat keluhan mual, namun tidak disertai muntah, dan
terkadang terasa demam pada malam hari yang naik turun. Keluhan BAB
berwarna putih seperti dempul dan BAK berwarna kuning kecoklatan seperti teh
dialami oleh pasien.
Pasien kemudian berobat ke klinik umum dan puskesmas, dinyatakan sakit
maag, diberikan tiga macam obat (pasien tidak tahu namanya) namun tidak
kunjung membaik. Pada dua bulan SMRS, mata pasien mulai menguning secara
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
55
Universitas Indonesia
perlahan, yang kemudian menjalar ke seluruh tubuh, dengan disertai rasa gatal
seluruh tubuh. Pasien berobat ke RS Universitas Kristen Indonesia, dilakukan
pemeriksaan USG, dan dinyatakan menderita penyakit kandung empedu. Pasien
kemudian dirujuk ke RS Fatmawati dan dirawat di RS tersebut selama 13 hari,
sebelum akhirnya dirujuk ke bagian poliklinik gastrohepatologi di RSUPNCM.
Pasien berobat jalan di poliklinik gastrohepatologi, dilakukan pemerikaan ERCP
dan pemasangan PTBD, dan dirujuk ke bagian bedah saluran cerna. Pasien
didiagnosis sebagai adenokarsinoma ampulla Vateri, disarankan untuk dirawat di
RSUPNCM dan direncanakan untuk dilakukan tindakan pembedahan PPPD.
Pasien menyangkal memiliki riwayat darah tinggi, kencing manis,
penyakit jantung, dan alergi. Pasien memiliki kebiasaan merokok ± dua bungkus
per hari, minum jamu satu gelas per hari sejak ± 30 tahun yang lalu, serta minum
alkohol satu hingga dua botol/minggu sejak 20 tahun yang lalu. Pasien
menyatakan sudah menghentikan kebiasaannya tersebut sejak dua bulan SMRS.
Berdasarkan anamnesis, didapatkan riwayat penyakit kencing manis dan darah
tinggi pada ibu pasien. Riwayat penyakit jantung dan keganasan dalam keluarga
disangkal oleh pasien. Tidak ada keluarga pasien yang mengalami penyakit yang
sama dengan pasien.
Selama perawatan di bangsal saluran cerna RSUPNCM, pasien tidak
mengeluh terdapatnya keluhan klinis maupun gastrointestinal. Pada hari keenam
perawatan, pasien kemudian menjalani tindakan pembedahan lapatoromi,
metastektomi, kolesistektomi, koledokojejunostomi end to side, gastrojejunostomi
side to side, dan jejunojejunostomi end to side. Pasca pembedahan, pasien dirawat
di intensive care unit (ICU) selama satu hari, dan kemudian pindah rawat ke
bangsal bedah saluran cerna selama tujuh hari, sebelum akhirnya pasien
diperbolehkan pulang ke rumah. Keluhan pasien selama periode perioperatif
tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
56
Universitas Indonesia
Tabel 3.3. Keluhan Pasien Kasus 2 Selama Periode Perioperatif
Hari perawatan Keluhan
Pra bedah
(H1 – H5)
Mual (-), muntah (-); Pola BAB dan BAK normal. Toleransi
asupan dan motivasi makan pasien adekuat
Pasca bedah
H+1 – H+4 Mual (+), muntah (-), perut kembung (+), flatus (+), belum
BAB, nyeri luka operasi (+), BAK (+)
H+5 – H+7 Mual (-), muntah (-), perut kembung (-), BAB (+) normal,
nyeri luka operasi (-), BAK (+)
Berdasarkan riwayat anamnesis mengenai pola makan pasien, didapatkan
pola makan pasien teratur. Asupan pasien pada waktu sehat adalah makan utama
tiga kali dalam sehari, berupa nasi putih dua centong, lauk ikan/ayam goreng dua
potong sedang dengan sayur kangkung satu hingga dua mangkok dalam sehari.
Pasien mengonsumsi susu kental manis dua sachet/hari, kopi hitam tiga
sachet/hari. Pasien jarang mengonsumsi buah-buahan. Asupan makan pasien
selama sakit SMRS mengalami penurunan, yaitu nasi setengah centong, lauk
ayam/ikan satu potong sedang, jarang makan sayur dan buah. Pasien masih
mengonsumsi susu kental manis dua sachet/hari, dan berhenti minum kopi hitam.
Pada 24 jam terakhir di RS sebelum dilakukan pemeriksaan gizi, pasien
mengonsumsi makanan biasa RS sebanyak tiga porsi, dan formula cair komersial
2 x 250 ml. Pada saat masuk ke RS, didapatkan BB aktual pasien adalah 50 kg.
Pasien menyatakan bahwa BB pasien adalah 60 kg pada saat tiga bulan SMRS.
Terjadi penurunan BB sebesar 10 kg (8%) dalam tiga bulan terakhir.
Pada pemeriksaan fisik saat masuk ke RS dan pemantauan pra bedah,
didapatkan kesan tampak sakit sedang dan kesadaran kompos mentis. Tekanan
darah 110-130/70-90 mmHg, nadi 84-88x/menit, respirasi 16-18 x/menit, dan
suhu afebris. Konjungtiva tampak pucat dan sklera ikterik. Pemeriksaan dada
tidak terlihat iga gambang. Pemeriksaan abdomen tampak datar, terpasang PTBD
dengan produksi cairan warna kuning tua dengan volume rata-rata adalah 340
ml/24 jam, bising usus normal, supel, terdapat nyeri tekan epigastrium, dan
perkusi timpani. Ekstremitas tampak ikterik, tidak terdapat muscle wasting dan
kehilangan lemak subkutan, teraba hangat, CRT ≤ dua detik, serta tidak ada
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
57
Universitas Indonesia
odem pretibial ataupun dorsum pedis. Pemeriksaan kapasitas fungsional
didapatkan kesan ambulatory dengan kekuatan genggam tangan sama kuat dengan
pemeriksa. Pada pemeriksaan antropometri, didapatkan TB 155 cm. BB aktual 50
kg, sehingga didapatkan IMT pasien adalah 20,8 kg/m2.
Pada pemeriksaan fisik pasca bedah, didapatkan kesan tampak sakit
sedang, kesadaran kompos mentis, dengan hemodinamik yang stabil. Pemeriksaan
mata tampak pucat dengan sklera yang ikterik. Pada hidung, terpasang NGT
dengan produksi aliran balik 300 ml/24 jam warna hijau pada hari pertama pasca
bedah, menurun menjadi 250 ml/24 dengan warna kuning jernih pada hari kedua
pasca bedah, dan menurun lagi menjadi 100 ml/24 jam dengan warna jernih pada
hari ketiga pasca bedah. Aliran balik NGT didapatkan minimal pada hari keempat
pasca bedah, dan kemudian dilepaskan dari pasien. Pemeriksaan dada
menunjukkan suara napas vesikuler, tidak ada ronkhi maupun wheezing pada
kedua lapangan paru, serta bunyi jantung satu dan dua ditemukan reguler, tidak
ada murmur maupun gallop. Pada saat pembedahan, pasien dilakukan
pemasangan drain abdomen dan PTBD tetap dipertahankan.
Pemeriksaan abdomen tampak datar, tampak luka operasi tertutup kassa
tanpa disertai rembesan, terpasang drain abdomen dan PTBD; bising usus ada
namun lemah pada hari pertama pasca bedah, yang kemudian terdengar kembali
normal pada hari-hari selanjutnya, tidak terdapat distensi, terdapat nyeri tekan
pada sekitar luka operasi; dan pada perkusi didapatkan kesan timpani. Produksi
drain abdomen dan PTBD pasien pasca bedah dapat dilihat pada Tabel 3.4. Pada
ekstremitas didapatkan ekstremitas tampak ikterik namun sudah jauh berkurang
dibandingkan pada saat pra bedah, serta tidak ditemukan odem pada dorsum pedis
ataupun pretibial, akral teraba hangat, dan CRT < dua detik. PTBD dilepaskan
pada hari kedua pasca bedah, sedangkan drain abdomen dilepaskan pada hari
ketiga pasca bedah. Kapasitas fungsional menunjukkan kesan bedridden selama
satu hari pasca bedah, yang kemudian meningkat menjadi ambulatory hingga hari
terakhir perawatan di RS.
Pada pemeriksaan antropometri pada hari pertama pasca bedah, didapatkan
LLA pasien adalah 22,5 cm sehingga didapatkan BB estimasi adalah 47 kg dan
IMT 19,6 kg/m2. Pada hari ketiga pasca bedah, pasien dilakukan penimbangan
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
58
Universitas Indonesia
ulang BB, dan didapatkan BB aktual pasien tetap sama seperti pada pra bedah,
yaitu 50 kg, sehingga IMT pasien adalah 20,8 kg/m2. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi penurunan BB pada pasien ini selama periode
perioperatif.
Tabel 3.4. Produksi Drain Abdomen dan PTBD Pasien Kasus 2 Pasca Bedah
Hari perawatan Produksi drain abdomen
(ml/24 jam)
Produksi drain PTBD
(ml/24 jam)
H1 250, warna serohemoragik 250, warna kuning jernih
H2 40, warna serohemoragik Minimal, warna kuning jerini
H3 20, warna serohemoragik
H4 Minimal, warna merah
muda
Pemeriksaan laboratorium pasien pada saat masuk ke RS, menunjukkan
hemoglobin 10,5 mg/dL, hematokrit 20,8%, eritrosit 3.580.000/µL, MCV 87,3 fL,
MCH 26,4 pg, MCHC 33,1 g/dL, trombosit 310.000/µL, leukosit 9370/µL, LED
80 mm/jam. Pemeriksaan ureum 30 mg/dL, kreatinin 0,8 mg/dL. Pemeriksaan
SGOT 97 U/L, SGPT 82 U/L, bilirubin total 4,83 mg/dL, bilirubin direk 4,21
mg/dL, dan bilirubin indirek 0,74 mg/dL. Gamma GT 139 U/L, alkali fosfatase
288 U/L, amilase pankreatik 134 mg/dL, lipase darah 138 mg/dL. Pemeriksaan
penanda tumor CA 19-9 (pankreas) adalah 2453 u/ml dan CEA (kolon) 2,5 u/ml.
Pemeriksaan elektrolit, yaitu natrium 138 mEq/L, kalium 4,19 mEq/L, dan klorida
97,6 mEq/L.
Pemeriksaan laboratorium ulang dilakukan pada hari ke-12 perawatan,
dimana kadar hemoglobin ditemukan menurun menjadi 10,3 mg/dL dengan kadar
MCV, MCH, dan MCHC yang normal. Pemeriksaan faktor pembekuan darah,
didapatkan dalam batas normal. Kadar albumin pasien ditemukan menurun
menjadi 2,86 mg/dL; sedangkan kadar bilirubin darah meningkat, yaitu bilirubin
total 4,95 mg/dL, bilirubin direk 4,00 mg/dL, dan bilirubin indirek 0,95 mg/dL.
Pemeriksaan fungsi ginjal, GDS, dan elektrolit didapatkan dalam batas normal.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
59
Universitas Indonesia
Pemeriksaan laboratorium pada pasca bedah, didapatkan kadar
hemoglobin yang masih rendah yaitu 10,6 mg/dL dengan kadar MCV, MCH, dan
MCHC yang normal. Terdapat peningkatan leukosit menjadi 15.750 U/L, dan
LED 90 ml/jam. Kadar enzim transaminase mengalami peningkatan, yaitu SGOT
106 U/L dan SGPT 124 U/L. Pasca bedah, terjadi hiperglikemia, yaitu kadar
GDS 152 mg/dL dan hipoalbuminemia, yaitu 3,3 mg/dL. Pemeriksaan fungsi
ginjal dan elektrolit terdapat dalam batas normal. Sedangkan pemeriksaan AGD,
menunjukkan terdapat asidosis metabolik yang belum terkompensasi pada hari
pertama pasca bedah, dimana tidak dilakukan pemeriksaan AGD ulang pada hari
perawatan selanjutnya.
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien
sebelum masuk ke RS dan selama perawatan. Pemeriksaan CT-scan di RS
Fatmawati menunjukkan kesan sugestif massa kaput pankreas dan kolelitiasis.
Sedangkan pemeriksaan CT-scan abdomen atas multifase di RSUPNCM,
menunjukkan terdapat massa ampula Vateri tanpa keterlibatan arteri dan vena
mesenterika superior, serta terpasang stent dengan tip di duktus hepatikus kanan.
Selama perawatan di bangsal bedah saluran cerna RSUPNCM, terjadi
progresivitas peningkatan asupan pasien, dimana ia dapat mengonsumsi
kombinasi makanan biasa dan formula cair komersial yang disediakan di RS.
Rerata analisis asupan kalori dan makronutrien pasien saat sehat, selama sakit,
dan 24 jam terakhir di RS dapat dilihat pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6. Analisa Asupan Pasien Kasus 2 Sebelum Sakit, Selama Sakit SMRS,
dan 24 Jam Terakhir di RS
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
60
Universitas Indonesia
Selama pemantauan pra bedah di RS, asupan pasien cenderung stabil dan
adekuat, serta mencapai KET. Asupan pasien selama periode pra bedah adalah
berupa nasi biasa rendah lemak tiga porsi dan formula cair komersial tinggi
AARC 500 kkal melalui jalur oral. Pasien dipuasakan ± 10 jam sebelum
pembedahan. Pasca bedah, asupan kalori dan konsistensi makanan pasien
dinaikkan secara bertahap melalui jalur oral/enteral dan parenteral. Pada hari
pertama pasca bedah, pasien diberikan clear fluid, yang kemudian diubah ke
makanan cair pada hari kedua pasca bedah. Pasien mengonsumsi makanan cair
per oral kombinasi dengan parenteral hingga hari ketiga pasca bedah. Pasien
mulai mengosumsi makanan lunak pada hari keempat pasca bedah, dan tetap
disertai dengan makanan cair per oral dan nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi
parenteral dihentikan pada hari keenam pasca bedah. Pada hari terakhir perawatan
di RS, pasien sudah dapat mengonsumsi makanan lunak dan makanan cair sesuai
dengan KET. Selama perawatan pra bedah maupun pasca bedah, toleransi pasien
terhadap asupan makan ditemukan adekuat. Analisa asupan energi dan
makronutrien pasien selama pemantauan dapat dilihat pada Gambar 3.5 dan 3.6.
Gambar 3.5. Analisa Asupan Energi Pasien Kasus 2 Selama Pemantauan
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
61
Universitas Indonesia
Gambar 3.6. Analisa Asupan makronutrien Pasien Kasus 2 Selama Pemantauan
Rerata analisa keseimbangan cairan pasien selama pemantauan pada
periode pra bedah adalah - 150 ml/24 jam, sedangkan pada periode pasca bedah
adalah - 100 ml/24 jam. Diuresis pasien pada pra bedah berkisar antara 0,8 - 0,85
ml/kgBB/jam, sedangkan pada periode pasca bedah berkisar antara 0,75 – 0,9
ml/kgBB/jam.
Selama perawatan di RS pada periode pra bedah pasien mendapatkan
terapi vitamin K 3 x 10 mg tablet dalam sehari. Pasien mendapatkan terapi
antibiotik profilaksis metronidazole 1500 mg dan gentamisin 160 mg. Pasca
bedah, pasien mendapatkan terapi vitamin K 3 x 10 mg tablet, Cefixim 2 x 200
mg tablet, dan Ultracet 3 x 1 tablet per oral dalam sehari.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan antropometri, dan
pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis sebagai adenokarsinoma ampula
Vateri T2N0M0 pasca pemasangan PTBD, sindrom kaheksia-kanker,
hipermetabolisme berat, anemia normositik normokrom, gangguan fungsi hati,
hiperbilirubinemia, dan penurunan kapasitas fungsional pada periode pra bedah.
Sedangkan pada periode pasca bedah, diagnosa pasien berubah menjadi
adenokarsinoma ampula Vateri T2N1M1 (metastasis ke hati), sindrom kaheksia-
kanker, hipermetabolisme berat, anemia normositik normokrom, leukositosis,
hiperglisemia, peningkatan enzim transaminase, hipoalbuminemia,
hiperbilirubinemia, dan penurunan kapasitas fungsional.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
62
Universitas Indonesia
Kebutuhan energi basal (KEB) pasien ditentukan berdasarkan rumus
Harris-Bennedict dengan menggunakan BB aktual, yaitu didapatkan 1130 kkal.
Perhitungan KET menggunakan faktor stress 1,5 yaitu 1700 kkal. Protein
diberikan sebesar 1,5 g/kgBB yaitu 75 gram/hari (18% KET) dengan komposisi
AARC 30% dari protein yang diberikan, yaitu 23 gram/hari. Rasio kalori nitrogen
dibandingkan kalori non nitrogen adalah 1:117. Komposisi lemak diberikan
sebesar 20% KET, yaitu 37 gram/hari, dengan 50% berupa MCT. Karbohidrat
diberikan 265 gram/hari, dengan komposisi berupa 95% KH kompleks. Jalur
pemberian nutrisi adalah secara oral. Bentuk nutrisi yang diberikan adalah
kombinasi makanan biasa dan formula komersial tinggi AARC dan MCT yang
langsung diberikan sesuai KET pada saat pemeriksaan gizi pertama kali pada
pasien.
Kebutuhan cairan pasien dihitung sebesar 25-30 ml/kgBB/hari, yaitu
1250-1500 ml/hari. Kebutuhan mikronutrien dicukupi dari pemberian bahan
makanan sumber dan penambahan suplementasi multivitamin dan mineral sebesar
satu kali dari AKG. Nutrien spesifik yang diberikan pada pasien adalah EPA 2
gram dalam sehari dan curcuma 3 x 20 mg tablet/hari.
Pada hari pertama pasca bedah, pasien diberikan nutrisi enteral (NGT)
berupa clear fluid sebesar 15 x 30 ml, yang dikombinasikan dengan nutrisi
parenteral. Pemberian nutrisi pasien tersebut diberikan mulai dari 100% KEB atau
23 kkal/kgBB. Asupan pasien dinaikkan sebesar 20% setiap harinya. Pada hari
kedua pasca bedah, pasien diberikan formula cair komersial tinggi AARC dan
MCT secara oral yang dikombinasikan dengan nutrisi parenteral. Konsistensi
makanan yang diberikan pada pasien meningkat secara bertahap, sejalan dengan
peningkatan pemberian kalori, dimana pasien direncanakan mendapat makanan
lunak berupa bubur sumsum pada hari ketiga pasca bedah. Pemberian nutrisi
parenteral dihentikan setelah hari keempat pasca bedah. Pada saat pasien lepas
rawat dari RS, pasien masih direncanakan mengonsumsi makanan lunak berupa
nasi tim dan makanan cair, yang sudah mencapai KET. Makanan cair tetap
diberikan hingga hari terakhir perawatan oleh karena pasien lebih dapat
menghabiskan makanan cair dibandingkan dengan makanan lunak. Pada saat
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
63
Universitas Indonesia
pasien mulai direncanakan mendapat makanan lunak, pasien diberikan tambahan
putih telur sebagai pemenuhan kebutuhan protein dan AARC.
3.3. Kasus 3
Pasien Tn. N, usia 59 tahun, jaminan Kartu Jakarta Sehat (KJS), dirawat di
RSUPNCM selama 15 hari. Pasien masuk ke RS dengan keluhan utama nyeri ulu
hati sejak dua bulan SMRS. Sejak dua bulan SMRS, pasien merasakan nyeri perut
yang bersifat hilang timbul. Nyeri dirasakan sangat hebat. Pasien kemudian
berobat ke klinik 24 jam, dan diberikan empat macam obat, namun pasien tidak
mengetahui nama obat tersebut. Keluhan pasien tidak kunjung membaik. Sekitar
tiga minggu kemudian, timbul kekuningan pada daerah mata, yang kemudian
menjalar ke seluruh tubuh dan disertai rasa gatal. Selain itu timbul keluhan mual
setiap sesudah makan, yang tidak disertai dengan muntah. Pasien menyangkal
terdapat demam. Keluhan BAB berwarna putih seperti dempul dan BAK
berwarna kuning kecoklatan seperti teh terdapat pada pasien. Selera makan
dinyatakan berkurang, dan terjadi penurunan BB sebanyak ± 15 kg dalam tiga
bulan terakhir.
Pasien kemudian berobat ke RSUD Bekasi, dilakukan pemeriksaan USG
abdomen, dan dinyatakan menderita penyakit kandung empedu dan pankreas.
Pasien kemudian dirujuk ke RSUPNCM ke bagian poliklinik gastrohepatologi.
Pasien dilakukan pemeriksaan CT-scan dan didapatkan hasil kecurigaan terdapat
massa di ampulla Vateri dd/ kanker pankreas, dan dilakukan pemasangan PTBD.
Selanjutnya, pasien dirujuk ke bagian bedah saluran cerna dan disarankan rawat
inap untuk persiapan pembedahan.
Pasien menyangkal memiliki riwayat darah tinggi, kencing manis,
penyakit jantung, dan alergi. Pasien memiliki kebiasaan merokok ± dua bungkus
per hari, minum jamu satu hingga dua gelas per hari sejak 25 tahun yang lalu,
serta minum alkohol satu botol/minggu sejak 20 tahun yang lalu. Pasien
menyatakan sudah menghentikan kebiasaannya tersebut sejak dua bulan SMRS.
Berdasarkan anamnesis, terdapat riwayat penyakit kencing manis dan darah tinggi
pada bapak pasien. Riwayat penyakit jantung dan keganasan dalam keluarga
disangkal oleh pasien. Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit yang
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
64
Universitas Indonesia
sama dengan pasien.
Selama perawatan di bangsal bedah saluran cerna RSUPNCM, pasien
tidak mengeluh terdapatnya keluhan klinis maupun gastrointestinal. Pada hari
ketujuh perawatan, pasien kemudian menjalani tindakan pembedahan
koleksistektomi, PPPD, rekonstruksi pankreatikojejunal end to side, serta
koledojejunal end to side dan duodenojejunal end to side. Keluhan pasien selama
pemantauan dapat dilihat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Keluhan Pasien Kasus 3 Selama Pemantauan
Hari perawatan Keluhan
Pra bedah
(H1 - H14)
Mual (-), muntah (-); BAB putih seperti dempul, diare (-);
BAK kuning kecoklatan seperti teh
Pasca bedah
H+1 – H+3 Mual (+), muntah (-), perut kembung (+), flatus (+), belum
BAB, nyeri luka operasi (+), BAK (+)
H+4 – H+9 Mual (+), muntah (-), perut kembung (-), flatus (+), BAB (+)
normal, nyeri luka operasi (+), BAK (+). Batuk (+)
Riwayat asupan pasien pada waktu sehat adalah makan utama tiga kali
sehari dengan jadwal tidak teratur. Pasien mengonsumsi roti putih dengan meses
(dua sendok makan) empat lembar, susu full cream rasa coklat sebanyak satu
sachet, dengan gula pasir satu sendok makan saat sarapan. Pada siang hari, pasien
mengonsumsi nasi putih dua centong, sayur bayam/sawi satu mangkok, dan
pepaya satu buah. Sedangkan pada malam hari, pasien mengonsumsi nasi putih
dua centong, ayam goreng satu potong sedang (bagian paha), tahu/tempe goreng
satu potong sedang, sayur asam satu mangkok kecil, dan pisang/apel/pir satu
buah. Pasien mengonsumsi kerupuk ikan dua buah, kopi satu sachet dengan gula
pasir dua sendok makan, dan jamu gendong satu gelas sebagai kudapan. Pasien
memiliki kebiasaan konsumi makanan kaleng (sarden//kornet) sebanyak satu
kaleng setiap bulan dan mie instan sebanyak tiga bungkus/minggu.
Setelah sakit SMRS, asupan pasien menjadi berkurang. Pasien
mengonsumsi bubur polos satu mangkok saat sarapan. Pada siang dan malam hari,
pasien mengonsumsi nasi putih satu centong, ikan goreng satu potong sedang,
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
65
Universitas Indonesia
perkedel kentang satu potong sedang, sayur bayam satu mangkok, dan apel satu
buah. Pada saat ini pasien mulai mengkonsumsi susu entrasol satu kali empat
scoop/hari. Pada 24 jam terakhir di RS, pasien dapat menghabiskan makanan
biasa RS sebanyak tiga porsi/hari dan kudapan tiga porsi/hari. Berat badan pasien
tiga bulan yang lalu adalah 57 kg, sedangkan pada saat masuk RS BB pasien
adalah 42 kg. Terjadi penurunan BB sebanyak 15 kg (26%) dalam tiga bulan
terahir.
Pada pemeriksaan fisik saat masuk ke RS dan perawatan pra bedah,
didapatkan kesan tampak sakit sedang dan kesadaran kompos mentis. Tekanan
darah 110-130/70-80 mmHg, nadi 84-88x/menit, respirasi 16-18 x/menit, dan
suhu afebris. Konjungtiva tampak pucat dan sklera ikterik. Pemeriksaan dada
ditemukan iga gambang. Pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal.
Pemeriksaan abdomen tampak datar, terpasang PTBD dengan produksi cairan
warna kuning tua dengan jumlah rata-rata adalah 450 ml/24 jam, bising usus
normal, supel, dan timpani. Ekstremitas tampak ikterik, terdapat muscle wasting
dan kehilangan lemak subkutan, teraba hangat, CRT ≤ dua detik, serta tidak ada
odem pretibial ataupun dorsum pedis. Pemeriksaan kapasitas fungsional
didapatkan kesan ambulatory dengan kekuatan genggam tangan sama kuat dengan
pemeriksa. Pada pemeriksaan antropometri, didapatkan TB 152 cm, dan BB
aktual 42 kg, sehingga didapatkan IMT 16,8 kg/m2.
Pada pemeriksaan fisik pasca bedah, didapatkan kesan tampak sakit
sedang, kesadaran kompos mentis, dengan hemodinamik yang stabil. Pemeriksaan
mata tampak pucat dengan sklera yang ikterik. Pada hidung, terpasang NGT
dengan produksi aliran balik 200 ml/24 jam warna hijau pada hari pertama pasca
bedah, kemudian menurun menjadi 100 ml/24 dengan warna masih hijau pada
hari kedua pasca bedah. Aliran balik NGT didapatkan 100 ml/24 jam, yang sudah
berwarna kuning jernih pada hari ketiga pasca bedah, serta didapatkan aliran balik
NGT yang minimal pada hari keempat pasca bedah. NGT dilepaskan pada hari
keempat pasca bedah. Pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal.
Pada saat pembedahan, dipasang drain abdomen dan PTBD tetap
dipertahankan. Pemeriksaan abdomen tampak datar, tampak luka operasi tertutup
kassa tanpa rembesan, terpasang drain abdomen dan PTBD, bising usus lemah
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
66
Universitas Indonesia
pada hari pertama pasca bedah yang kemudian meningkat pada hari berikutnya,
supel, dan timpani. Drain abdomen dilepaskan pada hari kelima pasca bedah,
sedangkan PTBD dilepaskan pada hari kedelapan pasca bedah. Produksi drain
abdomen dan PTBD pasca bedah dapat dilihat pada Tabel 3.6. Pada ekstremitas,
didapatkan kesan akral hangat, ikterik, dan terdapat muscle wasting. Kapasitas
fungsional menunjukkan kesan bedridden selama tiga hari pasca bedah, yang
kemudian meningkat menjadi ambulatory hingga hari terakhir perawatan di RS.
Tabel 3.6. Produksi Drain Abdomen dan PTBD Pasien Kasus 3 Pasca Bedah
Hari perawatan
pasca bedah
Produksi drain abdomen
(ml/24 jam)
Produksi drain PTBD
(ml/24 jam)
H+1 250, warna serohemoragik 900, warna kuning tua
H+2 180, warna serohemoragik 650, warna kuning tua
H+3 120, warna serohemoragik 400, warna kuning tua
H+4 50, warna serohemoragik 750, warna kuning tua
H+5 300, warna kuning tua
H+6 180, warna kuning tua
H+7 100, warna kuning tua
H+8 Minimal, kuning muda
Pada pemeriksaan antropometri, didapatkan tinggi badan (TB) 158 cm, BB
42 kg, dan indeks massa tubuh (IMT) 16,8 kg/m2. Berat badan mengalami
peningkatan sebanyak 0,5 kg menjadi 42,5 kg pada hari keenam perawatan,
sehingga didapatkan IMT pasien menjadi 17,0 kg/m2. Pasca pembedahan, berat
badan pasien diprediksi berdasarkan ukuran lingkar lengan atasnya yaitu 18 cm,
sehingga didapatkan BB estimasi adalah 40 kg dan IMT 16,0 kg/m2. Pada hari
keenam pasca bedah, pasien sudah dapat ditimbang BB aktualnya, yaitu
didapatkan 39 kg. Terjadi penurunan BB sebanyak 3 kg (7%) dari BB pasien saat
pra bedah.
Pemeriksaan laboratorium pada saat masuk ke RS menunjukkan kadar
hemoglobin 10,4 mg/dL, hematokrit 29,7%, eritrosit 4.080.000/µL, MCV 87,9 fL,
MCH 26,7 pg, MCHC 70,8 g/dL, trombosit 573.000/µL, leukosit 7800/µL, LED
130 mm/jam, GDS 85 mg/dL, ureum 14,6 mg/dL, kreatinin 0,4 mg/dL.
Pemeriksaan SGOT 100 U/L, SGPT 184 U/L, albumin 3,23 g/dL, bilirubin total
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
67
Universitas Indonesia
3,7 mg/dL, bilirubin direk 3,56 mg/dL, dan bilirubin indirek 1,04 mg/dL.
Pemeriksaan gamma GT 215 U/L, alkali fosfatase 315 U/L, dan kolinesterase
4352 U/L. Kadar amilase pankreatik 85 U/L dan lipase darah 344 U/L.
Pemeriksaan natrium 135 mEq/L, kalium 3,6 mEq/L, dan klorida 104 mEq/L.
Pada hari keenam perawatan, pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium
ulang, didapatkan hemoglobin masih rendah yaitu 12,3 mg/dL dengan kadar
MCV, MCH, dan MCHC masih dalam batas normal. Terjadi penurunan kadar
trombosit menjadi 368.000/µL, serta penurunan enzim transaminase, yaitu SGOT
54 U/L dan SGPT 40 U/L dibandingkan dengan pemeriksaan sebelumnya. Kadar
albumin tetap ditemukan rendah, yaitu 3,0 g/dL. Terjadi penurunan kadar
bilirubin dibandingkan sebelumnya, dimana kadar bilirubin total 1,86 mg/dL,
bilirubin direk 1,67 mg/dL, dan bilirubin indirek 0,19 mg/dL. Pemeriksaan faktor
pembekuan dan elektrolit dalam batas normal. Pemeriksaan penanda tumor, kadar
CA 19-9 (pankreas) ditemukan tinggi, yaitu 100,3 u/ml; sedangkan kadar CEA
(kolon) terdapat dalam batas normal.
Pemeriksaan laboratorium pada hari pertama pasca bedah, didapatkan
kadar hemoglobin yang makin menurun, yaitu 8,6 mg/dL dengan kadar MCV,
MCH, dan MCHC yang normal. Terdapat peningkatan leukosit 10.750 U/L dan
trombosit 525.000 U/L. Kadar albumin menunjukkan penurunan, dimana kadar
albumin 2,81 mg/dL. Terjadi perbaikan kadar SGOT dan SGPT dibandingkan
pemeriksaan sebelumnya, yaitu SGOT 64 U/L dan SGPT 44 U/L. Terdapat
hiperglisemia, yaitu kadar GDS 151 mg/dL. Pemeriksaan fungsi ginjal dan
elektrolit dalam batas normal.
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien
sebelum masuk ke RS dan selama perawatan. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
abdomen menunjukkan terdapat hepatomegali, pelebaran common bile duct
(CBD) ec suspek massa kaput pankreas, serta hidrops dan sludge kandung
empedu. Pemeriksaan patologi anatomi menunjukkan sediaan sitologi aspirasi
massa kaput pankreas mengandung kelompok-kelompok sel epitel glanular dalam
batas normal yang tersusun honeycomb dan sedikit limfosit, serta sediaan sitologi
aspirasi cairan bilier mengandung beberapa sel epitel, pigmen kuning kehijauan,
dan leukosit. Hasil kedua spesimen tersebut menunjukkan tidak terdapat sel ganas.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
68
Universitas Indonesia
Pemeriksaan ERCP menyatakan terdapat ikterus obstruktif ec suspek
sumbatan total dari distal CBD. Pemeriksaan CT-Scan abdomen atas & bawah
dengan atau tanpa kontras menunjukkan terdapat massa yang kesan berasal dari
ampula Vateri sugestif maligna dengan perluasan ke kaput pankreas,
menyebabkan dilatasi hebat CBD, duktus sistikus, dan sistem bilier intrahepatik
serta hidrops kandung empedu; dilatasi usus-usus halus, kolon, dan duodenum;
serta penebalan dinding vesika urinaria, suspek sistitis. Pemeriksaan magnetic
resonance cholangiopancreatography (MRCP) menunjukkan terdapat
hepatomegali dengan pelebaran duktus bilier intra dan ekstrahepatik ec stenosis
distal CBD, serta hidrops vesika felea dengan sludge di dalamnya. Pemeriksaan
foto thoraks menunjukkan tidak ada kelainan pada jantung dan paru pasien.
Selama perawatan pra bedah di RS, asupan pasien cenderung stabil dan
adekuat, serta mencapai kebutuhan energi total (KET). Rerata analisis asupan
kalori dan makronutrien pasien saat sehat, selama sakit, dan 24 jam terakhir di RS
dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Gambar 3.7. Analisa Asupan Pasien Kasus 3 pada Saat Sebelum Sakit, Setelah
Sakit SMRS, dan 24 jam terakhir di RS
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
69
Universitas Indonesia
Asupan pasien selama pemantauan pra bedah adalah berupa nasi biasa
rendah lemak tiga porsi dan formula komersial tinggi AARC 400 kkal melalui
jalur oral. Pasien dipuasakan ± sembilan jam sebelum pembedahan. Pasca bedah,
asupan kalori dan konsistensi makanan pasien dinaikkan secara bertahap melalui
jalur oral/enteral dan parenteral. Pada hari pertama pasca bedah, pasien diberikan
clear fluid, yang kemudian diubah ke makanan cair pada hari kedua pasca bedah.
Pasien mengonsumsi makanan cair per oral kombinasi dengan parenteral hingga
hari kelima pasca bedah. Pada hari keenam pasca bedah, pemberian nutrisi
parenteral dihentikan, dan pasien mulai mengonsumsi makanan lunak kombinasi
dengan makanan cair per oral hingga hari terakhir perawatan. Analisa asupan
energi dan makronutrien pasien selama pemantauan dapat dilihat pada Gambar 3.8
dan Gambar 3.9.
Gambar 3.8. Analisa Asupan Energi Pasien Kasus 3 Selama Pemantauan
Gambar 3.9. Analisa Asupan Makronutrien Pasien Kasus 3 Selama Pemantauan
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
70
Universitas Indonesia
Rerata analisa keseimbangan cairan pasien selama pemantauan pada
periode pra bedah adalah - 130 ml/24 jam, sedangkan pada periode pasca bedah
adalah - 160 ml/24 jam. Diuresis pasien pada pra bedah berkisar antara 0,75 - 0,85
ml/kgBB/jam, sedangkan pada periode pasca bedah berkisar antara 0,7 – 0,85
ml/kgBB/jam.
Selama perawatan di RS pada periode pra bedah pasien mendapatkan
medikasi Ondansentron 3 x 4 gram tablet, Cefoperazon 2 x 1 gram tablet. Pasien
mendapatkan terapi antibiotik profilaksis metronidazole 1500 mg dan gentamisin
160 mg pra bedah. Pasca bedah, pasien mendapatkan terapi Ceftriaxone 2 x 1
gram intravena, Metronidazole 1 x 1500 mg intravena, Omeprazole 2 x 40 mg
tablet, vitamin K 3 x 10 mg tablet, Transamin 3 x 500 mg intravena, vitamin C 2 x
200 mg intravena, dan Tramadol 3 x 100 mg tablet.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan antropometri, dan
pemeriksaan penunjang, maka pasien didiagnosis sebagai ikterus obstruktif ec
suspek massa kaput pankreas dd/ ampula Vateri, sindrom kaheksia-kanker,
hipermetabolisme berat, anemia normositik normokrom, trombositosis,
peningkatan enzim transaminase, hipoalbuminemia, dan hiperbilirubinemia.
Sedangkan diagnosa kerja pasca bedah adalah tumor kaput pankreas suspek ganas
T3N0M0, sindrom kaheksia-kanker, hipermetabolisme berat, anemia normositik
normokrom, peningkatan enzim transaminase, hipoalbuminemia, dan
hiperbilirubinemia.
Kebutuhan energi pasien ditentukan berdasarkan rumus Harris-Bennedict
dengan menggunakan BB aktual, yaitu didapatkan 1082 kkal. Perhitungan KET
menggunakan faktor stress 1,5 yaitu 1700 kkal. Protein diberikan sebesar 1,5
g/kgBB yaitu 63 gram/hari (15% KET) dengan komposisi AARC 30% dari
protein yang diberikan, yaitu 19 gram/hari. Rasio kalori nitrogen dibandingkan
kalori non nitrogen adalah 1:143. Komposisi lemak diberikan sebesar 20% KET,
yaitu 38 gram/hari, dengan 50% berupa MCT. Karbohidrat diberikan 276
gram/hari, dengan komposisi berupa 95% KH kompleks. Jalur pemberian nutrisi
adalah secara oral. Bentuk nutrisi yang diberikan adalah kombinasi makanan biasa
dan formula komersial tinggi AARC dan MCT yang langsung diberikan sesuai
KET pada saat pemeriksaan gizi pertama kali pada pasien.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
71
Universitas Indonesia
Kebutuhan cairan pasien dihitung sebesar 25-30 ml/kgBB/hari, yaitu
1050-1260 ml/hari. Kebutuhan mikronutrien dicukupi dari pemberian bahan
makanan sumber dan penambahan suplementasi multivitamin dan mineral sebesar
satu kali AKG. Nutrien spesifik yang diberikan pada pasien adalah EPA 2
gram/hari dan curcuma 3 x 20 mg tablet/hari.
Pada hari pertama pasca bedah, pasien diberikan nutrisi enteral (NGT)
berupa clear fluid sebesar 15 x 30 ml, yang dikombinasikan dengan nutrisi
parenteral. Pemberian nutrisi pasien tersebut diberikan mulai dari 100% KEB atau
26 kkal/kgBB. Asupan pasien dinaikkan sebesar 20% setiap harinya. Pada hari
kedua pasca bedah, pasien diberikan formula cair komersial tinggi AARC dan
MCT secara oral yang dikombinasikan dengan nutrisi parenteral. Konsistensi
makanan yang diberikan pada pasien meningkat secara bertahap, sejalan dengan
peningkatan pemberian kalori, dimana pasien mulai mengonsumsi makanan lunak
berupa bubur sumsum pada hari keempat pasca bedah. Pemberian nutrisi
parenteral dihentikan pada hari kelima pasca bedah. Pada saat pasien lepas rawat
dari RS, pasien masih mengonsumsi makanan lunak berupa nasi tim dan formula
cair komersial, yang sudah mencapai KET. Makanan cair tetap diberikan hingga
hari terakhir perawatan oleh karena pasien lebih dapat menghabiskan makanan
cair dibandingkan dengan makanan lunak.
3.4. Kasus 4
Pasien Tn. U, usia 49 tahun, jaminan Askes, dirawat di RSUPNCM selama 21
hari. Sejak tujuh bulan SMRS pasien mengeluh badan kuning dan gatal pada
seluruh tubuh. Keluhan kuning pertama muncul pada mata, dan kemudian
menjalar ke seluruh tubuh disertai rasa gatal. Pasien mengeluh mual dan muntah
(berupa makanan), perut begah, serta cepat merasa kenyang. Keluhan tersebut
menyebabkan selera dan asupan pasien menjadi berkurang. Pasien kemudian
berobat ke dokter umum, dikatakan menderita sakit lambung, dan diberikan tiga
macam obat (pasien tidak tahu nama obatnya), namun tidak ada perbaikan.
Empat bulan SMRS, timbul keluhan BAB pucat seperti dempul dan BAK
berwarna kuning seperti air teh. Keluhan mual, muntah, dan perut begah masih
dirasakan oleh pasien pada saat ini. Pasien kemudian berobat ke RSUD
Kalimantan Barat, dirawat inap selama satu minggu, dan kemudian dirujuk ke
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
72
Universitas Indonesia
RSUPNCM oleh karena keterbatasan fasilitas. Terdapat penurunan BB sebanyak
20 kg dalam tujuh bulan terakhir.
Pasien kemudian berobat ke poliklinik penyakit dalam (gastrohepatologi),
disarankan untuk ERCP (oleh karena kadar bilirubin darah yang tinggi), serta
kemudian dirawat selama satu bulan di bangsal penyakit dalam RSUPNCM. Pada
saat itu warna kekuningan dan rasa gatal di seluruh tubuh sudah mulai berkurang.
Pasien kemudian dirujuk ke bagian bedah saluran cerna, pindah rawat ke bangsal
bedah saluran cerna, dan disarankan untuk operasi.
Riwayat kencing manis, hipertensi, alergi, penyakit jantung dan paru
disangkal oleh pasien. Tidak ada keluarga pasien yang menderita sakit sama
seperti pasien. Pasien memiliki kebiasaan merokok ± dua bungkus per hari,
minum jamu satu gelas per hari sejak usia 20 tahun, serta minum alkohol satu
hingga dua botol per minggu sejak usia 25 tahun. Pasien menyatakan sudah
menghentikan kebiasaannya tersebut sejak dua bulan SMRS.
Selama perawatan di bangsal saluran cerna RSUPNCM, pasien tidak
mengeluh terdapatnya keluhan klinis maupun gastrointestinal. Pada hari ke-12
perawatan, pasien kemudian menjalani tindakan pembedahan lapatoromi,
kolesistektomi, koledokojejunostomi end to side, gastrojejunostomi side to side,
dan jejunojejunostomi end to side. Pasca pembedahan, pasien dirawat di ICU
selama satu hari, dan kemudian pindah rawat ke bangsal bedah saluran cerna
selama sembilan hari, sebelum akhirnya pasien diperbolehkan pulang ke rumah.
Keluhan pasien selama pemantauan dapat dilihat pada Tabel 3.7
Tabel 3.7. Keluhan Pasien Kasus 4 Selama Pemantauan
Hari perawatan Keluhan
Pra bedah
H1-H4
Mual (+), muntah (+) kadang-kadang berupa makanan, mulut
terasa pahit, BAB (+) BAK (+).
H5-H12 Mual (-), muntah (-); BAB (+), BAK (+).
Pasca bedah
H+1 – H+5 Mual (+), muntah (-). Flatus (+), belum BAB. Nyeri luka
operasi (+). Perut terasa begah (+)
H+6 – H+9 Mual (-) ,muntah (-), demam (-). BAB (+), BAK (+).
Toleransi asupan baik.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
73
Universitas Indonesia
Pasien memiliki selera makan yang baik sebelum sakit, yaitu makan tiga
kali sehari dengan menu lengkap, namun waktu makan tidak teratur. Sekitar tujuh
bulan SMRS selera makan pasien mulai menurun, dimana pada saat ini pola
makan pasien masih sama namun porsinya menjadi berkurang setengahnya
dibandingkan pada waktu sehat. Asupan makan pasien menurun secara bermakna
pada empat bulan SMRS, dimana pasien hanya mengonsumsi bubur ayam tiga
mangkok dalam sehari, susu Ensure dua gelas sehari, dan putih telur dua butir per
hari. Pada 24 jam terakhir di RS, pasien hanya mampu menghabiskan setengah
porsi makanan lunak pada tiga kali makan dalam sehari. BB pasien pada tujuh
bulan yang lalu adalah 66 kg, sedangkan BB pasien saat masuk ke RS adalah 46
kg. Terjadi penurunan BB sebanyak 20 kg (30%) dalam tujuh bulan terakhir.
Pada pemeriksaan fisik saat masuk ke RS dan perawatan pra bedah,
didapatkan kesan tampak sakit sedang dan kesadaran kompos mentis. Tekanan
darah 110-120/70-80 mmHg, nadi 84-86x/menit, respirasi 16-18 x/menit, dan
suhu afebris. Konjungtiva tampak pucat dan sklera ikterik. Pemeriksaan dada
ditemukan iga gambang, dengan jantung dan paru dalam batas normal. Selama
perawatan di bangsal bedah saluran cerna, pasien sudah dilakukan pemasangan
PTBD oleh sejawat penyakit dalam. Pemeriksaan abdomen tampak datar,
terpasang PTBD dengan jumlah produksi rata-rata adalah 700 ml/24 jam warna
kuning tua, bising usus normal, supel, terdapat nyeri tekan epigastrium, dan
perkusi timpani. Ekstremitas tampak ikterik, terdapat muscle wasting dan
kehilangan lemak subkutan, teraba hangat, CRT ≤ dua detik, serta tidak ada odem
pretibial ataupun dorsum pedis. Pemeriksaan kapasitas fungsional didapatkan
kesan ambulatory dengan kekuatan genggam tangan sama kuat dengan pemeriksa.
Pada pemeriksaan antropometri, didapatkan TB 165 cm, BB 46 kg, sehingga
didapatkan IMT adalah 16,8 kg/m2.
Pada pemeriksaan fisik pasca bedah, didapatkan kesan tampak sakit
sedang, kesadaran kompos mentis, dengan hemodinamik yang stabil. Pemeriksaan
mata tampak pucat dengan sklera yang ikterik. Pada hidung, terpasang NGT
dengan produksi aliran balik 500 ml/24 jam warna hijau pada hari pertama pasca
bedah, kemudian menurun menjadi 150 ml/24 dengan warna masih hijau pada
hari kedua pasca bedah. Aliran balik NGT didapatkan 200 ml/24 jam, yang sudah
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
74
Universitas Indonesia
berwarna kuning jernih pada hari ketiga pasca bedah, yang menurun menjadi 100
ml/24 jam warna jernih pada hari keempat, serta produksi ditemukan minimal
pada hari kelima pasca bedah. NGT dilepaskan pada hari keenam pasca bedah.
Pada saat pembedahan, dilakukan pemasangan drain abdomen dan PTBD
tetap dipertahankan. Pemeriksaan abdomen menunjukkan kesan datar, tampak
luka operasi tertutup kassa tanpa adanya rembesan, terpasang drain abdomen dan
PTBD produksi kuning kecoklatan sampai jernih; bising usus lemah pada hari
pertama pasca bedah, yang kemudian menjadi normal pada hari-hari selanjutnya;
supel, terdapat nyeri pada luka operasi yang semakin lama semakin dirasakan
berkurang; dan perkusi didapatkan kesan timpani. Pada ekstremitas, didapatkan
kesan akral hangat, ikterik, dan terdapat muscle wasting. Kapasitas fungsional
menunjukkan kesan bedridden selama tiga hari pasca bedah, yang kemudian
meningkat menjadi ambulatory hingga hari terakhir perawatan di RS. Drain
abdomen dilepaskan pada hari keenam pasca bedah, sedangkan PTBD dilepaskan
pada hari kedelapan pasca bedah. Produksi drain abdomen dan PTBD dapat
dilihat pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8. Produksi Drain Abdomen dan PTBD Pasien Kasus 4 Pasca Bedah
Hari perawatan
pasca bedah
Produksi drain abdomen (ml/24
jam)
Produksi drain PTBD (ml/24
jam)
H+1 400 warna serohemoragik 300, warna kuning tua
H+2 200, warna serohemoragik 150, warna kuning tua
H+3 250, warna serohemoragik 250, warna kuning tua
H+4 100, warna serohemoragik 300, warna kuning tua
H+5 30, warna merah muda 130, warna kuning muda
H+6 10, warna merah muda 50, warna kuning jernih
H+7 100, warna kuning tua
H+8 Minimal, kuning jernih
Berat badan pasien mengalami peningkatan sebanyak 0,5 kg selama
perawatan pra bedah, yaitu BB menjadi 46,5 kg, sehingga didapatkan IMT 17,1
kg/m2. Pasca pembedahan, berat badan pasien diprediksi berdasarkan ukuran
lingkar lengan atasnya yaitu 18,5 cm, sehingga didapatkan BB estimasi adalah
45,7 kg dan IMT 16,8 kg/m2. Pada hari ke-7 pasca bedah, pasien sudah dapat
ditimbang BB aktualnya, yaitu didapatkan 41 kg dan IMT menjadi 15 kg/m2.
Terjadi penurunan BB sebanyak 5 kg (11%) dari BB pasien saat pra bedah.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
75
Universitas Indonesia
Pemeriksaan laboratorium pada saat masuk ke RS menunjukkan kadar
hemoglobin 11,2 mg/dL, hematokrit 33,0%, eritrosit 3.280.000/µL, MCV 89,7 fL,
MCH 31,3 pg, MCHC 35,4 g/dL, trombosit 548.000/µL, leukosit 8350/µL, LED
105 mm/jam, GDS 90 mg/dL. Kadar ureum 20 mg/dL dan kreatinin 1,2 mg/dL.
Pemeriksaan SGOT 92 U/L, SGPT 60 U/L, gamma GT 628 U/L, alkali fosfatase
416 U/L, dan kolinesterase 2399 U/L. Kadar protein total 6,2 mg/dL, albumin 2,8
mg/dL, globulin 3,4 mg/dL, dan rasio albumin terhadap globulin adalah 0,8.
Kadar bilirubin total 21,7 mg/dL, bilirubin direk 20,7 mg/dL, bilirubin indirek
4,96 mg/dL. Pemeriksaan penanda tumor CA 19-9 (pankreas) adalah 3729 ng/ml,
dan CEA (kolon) 3,71 ng/ml. Hasil pemeriksaan HbsAg menunjukkan non reaktif.
Pemeriksaan elektrolit didapatkan kadar natrium 145 mEq/L, kalium 3,5 mEq/L,
dan klorida 105,7 mEq/L.
Pada hari ke-12 perawatan, pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium
ulang, didapatkan hemoglobin masih rendah yaitu 11,4 mg/dL dengan kadar
MCV, MCH, dan MCHC masih dalam batas normal. Terjadi perbaikan kadar
trombosit darah dan peningkatan kadar albumin, yaitu menjadi 3,07 mg/dL
dengan rasio albumin terhadap globulin adalah 1,0. Terdapat penurunan kadar
bilirubin darah dibandingkan pemeriksaan sebelumnya, yaitu kadar bilirubin total
12,91 mg/dL, bilirubin direk 11,56 mg/dL, dan bilirubin indirek 1,35 mg/dL.
Kadar albumin darah ditemukan normal pada hari ke-15 perawatan (3,51 mg/dL).
Pemeriksaan laboratorium ulang pada hari pertama pasca bedah,
didapatkan kadar hemoglobin 9,2 g/dL, hematokrit 27,7%, leukosit 11.850/µL,
dan trombosit 153.000/µL. Kadar SGOT 87 U/L, SGPT 45 U/L, albumin 1,88
mg/dL. Kadar bilirubin total 5,38 mg/dL, bilirubin direk: 4,4 mg/dL, bilirubin
indirek 0,98 mg/dL. Pemeriksaan fungsi ginjal dan elektrolit terdapat dalam batas
normal. Setelah dilakukan pemberian infus albumin 20% sebanyak 100 ml/hari
selama 3 hari, didapatkan kadar albumin darah meningkat menjadi 2,58 mg/dL.
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien
sebelum masuk ke RS dan selama perawatan. Pemeriksaan multi slice computed
tomography (MSCT)-Scan abdomen dengan kontras menunjukkan terdapat massa
kaput pankreas sugestif maligna, yang menyebabkan pelebaran sistem billier
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
76
Universitas Indonesia
intrahepatika, ekstrahepatika, dan duktus koledokus. Hasil ERCP menyimpulkan
terdapat stenosis sepanjang common bile duct (CBD) ec suspek karsinoma kaput
pankreas. Sedangkan hasil pemeriksaan patologi anatomi menunjukkan terdapat
sel atipik inkonklusif. Pemeriksaan radiologis jantung dan paru pasien tidak
menunjukkan terdapat kelainan.
Selama perawatan di bangsal bedah saluran cerna RSUPNCM, terjadi
progresivitas peningkatan asupan pasien, dimana ia dapat mengonsumsi
kombinasi makanan biasa dan makanan cair RS yang disediakan. Rerata analisis
asupan kalori dan makronutrien pasien saat sehat, selama sakit, dan 24 jam
terakhir di RS dapat dilihat pada Gambar 3.10.
Gambar 3.10. Analisa Asupan Pasien Kasus 4 pada Saat Sebelum Sakit, Setelah
Sakit SMRS, dan 24 jam terakhir di RS
Selama pemantauan pra bedah di RS, asupan pasien cenderung stabil dan
adekuat, serta mencapai KET. Asupan pasien selama periode pra bedah adalah
berupa makanan lunak rendah lemak tiga porsi, formula komersial tinggi AARC
200 kkal, dan ekstra putih telur tiga butir sehari melalui jalur oral. Pasien
dipuasakan ± 10 jam sebelum pembedahan. Pada periode pasca bedah, pemberian
makanan pada pasien dilakukan secara bertahap, dan meningkat sejalan dengan
masa perawatan dan toleransi pasien yang adekuat terhadap makanan yang
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
77
Universitas Indonesia
diberikan. Pasca bedah, asupan kalori dan konsistensi makanan pasien dinaikkan
secara bertahap melalui jalur oral/enteral dan parenteral. Pada hari pertama pasca
bedah, pasien diberikan clear fluid, yang kemudian diubah ke makanan cair pada
hari kedua pasca bedah. Pasien mengonsumsi makanan cair per oral kombinasi
dengan parenteral hingga hari keempat pasca bedah. Pada hari kelima pasca
bedah, makanan lunak mulai diberikan dengan masih dikombinasikan makanan
cair. Pemberian nutrisi parenteral dihentikan pada hari kedelapan pasca bedah.
Pasien mengonsumsi makanan lunak kombinasi dengan makanan cair per oral
hingga hari terakhir perawatan. Asupan pasien yang sesuai dengan KET tercapai
setelah hari kesembilan pasca bedah. Analisa asupan energi dan makronutrien
pasien selama pemantauan dapat dilihat pada Gambar 3.11 dan Gambar 3.12.
Gambar 3.11. Analisa Asupan Energi Pasien Kasus 4 Selama Pemantauan
Gambar 3.12. Analisa Asupan Makronutrien Pasien Kasus 4 Selama
Pemantauan
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
78
Universitas Indonesia
Rerata analisa keseimbangan cairan pasien selama pemantauan pada
periode pra bedah adalah - 285 ml/24 jam, sedangkan pada periode pasca bedah
adalah - 250 ml/24 jam. Diuresis pasien pada pra bedah berkisar antara 0,7 - 0,85
ml/kgBB/jam, sedangkan pada periode pasca bedah berkisar antara 0,8 – 1,0
ml/kgBB/jam.
Selama perawatan di RS pada periode pra bedah pasien mendapatkan
medikasi berupa Ceftriaxone 1 x 2 gram, Ketorolac 3 x 30 gram, Omeprazole 2 x
40 gram, Sukralfat 3 x 15 ml, dan Amikasin 1 x 1 mg. Pasien mendapatkan terapi
antibiotik profilaksis metronidazole 1500 mg dan gentamisin 160 mg pada pra
bedah. Pasca bedah, pasien mendapatkan terapi Cefixim 2 x 100 mg tablet,
Metronidazole 1 x 1,5 mg intravena, transamin 1 x 500 mg tablet, dan vitamin K 3
x 10 mg.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan antropometri, dan
pemeriksaan penunjang, maka pasien didiagnosis sebagai adenokarsinoma kaput
pankreas, sindrom kaheksia-kanker, hipermetabolisme berat, anemia normositik
normokrom, leukositosis, trombositosis, gangguan fungsi hati, hipoalbuminemia,
hiperbilirubinemia, dan penurunan kapasitas fungsional pada periode pra bedah.
Sedangkan pada periode pasca bedah, diagnosa pasien berubah menjadi
adenokarsinoma kaput pankreas pasca pembedahan lapatoromi, kolesistektomi,
koledokojejunostomi end to side, gastrojejunostomi side to side, dan
jejunojejunostomi end to side, sindrom kaheksia-kanker, hipermetabolisme berat,
anemia normositik normokrom, leukositosis, gangguan fungsi hati,
hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia, serta penurunan kapasitas fungsional.
Kebutuhan energi pasien ditentukan berdasarkan rumus Harris-Bennedict
dengan menggunakan BB aktual, yaitu didapatkan 1200 kkal. Perhitungan KET
menggunakan faktor stres 1,5 yaitu 1800 kkal. Protein diberikan sebesar 1,5
g/kgBB yaitu 69 gram/hari (15% KET) dengan komposisi AARC 30% dari
protein yang diberikan, yaitu 21 gram/hari. Rasio kalori nitrogen dibandingkan
kalori non nitrogen adalah 1:84. Komposisi lemak diberikan sebesar 20% KET,
yaitu 27 gram/hari, dengan 50% berupa MCT. Karbohidrat diberikan 170
gram/hari, dengan komposisi berupa 95% KH kompleks. Jalur pemberian nutrisi
adalah secara oral. Bentuk nutrisi yang diberikan adalah kombinasi makanan
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
79
Universitas Indonesia
lunak dan formula komersial tinggi AARC dan MCT yang pertama kali diberikan
sesuai dengan KEB. Pemberian nutrisi tersebut kemudian ditingkatkan secara
bertahap, yaitu sebesar 20% setiap harinya, sehingga rencana pemberian nutrisi
sesuai KET sudah dapat terlaksana pada hari ke-3 perawatan.
Kebutuhan cairan pasien dihitung sebesar 25-30 ml/kgBB/hari, yaitu
1150-1380 ml/hari. Kebutuhan mikronutrien dicukupi dari pemberian bahan
makanan sumber dan penambahan suplementasi multivitamin dan mineral sebesar
satu kali AKG. Nutrien spesifik diberikan EPA sebesar 2 gram/hari, dan curcuma
3 x 20 mg tablet dalam sehari.
Pada hari pertama pasca bedah, pasien diberikan nutrisi enteral (NGT)
berupa clear fluid sebesar 15 x 30 ml, yang dikombinasikan dengan nutrisi
parenteral. Pemberian nutrisi pasien tersebut diberikan mulai dari 80% KEB atau
20 kkal/kgBB. Asupan pasien dinaikkan sebesar 20% setiap harinya sesuai
dengan toleransi asupan, GI, dan klinis pasien. Pada hari kedua pasca bedah,
pasien diberikan formula cair komersial tinggi AARC dan MCT secara oral yang
dikombinasikan dengan nutrisi parenteral. Konsistensi makanan yang diberikan
pada pasien meningkat secara bertahap, sejalan dengan peningkatan pemberian
kalori, dimana pasien mulai mengonsumsi makanan lunak berupa bubur sumsum
pada hari kelima pasca bedah. Pemberian nutrisi parenteral dihentikan pada hari
keenam pasca bedah. Pada saat pasien lepas rawat dari RS, pasien masih
mengonsumsi makanan lunak berupa bubur sumsum dan makanan cair, yang
sudah mencapai KET. Makanan cair tetap diberikan hingga hari terakhir
perawatan oleh karena pasien lebih dapat menghabiskan makanan cair
dibandingkan dengan makanan lunak.
.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
80
Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Serial kasus ini membahas empat kasus pasien dengan kanker periampular yang
menjalani tindakan pembedahan GI berupa PPPD, koleksistektomi, serta
gastrojejunostomi, koledokojejunostomi, dan jejunojejunostomi Roux en Y atas
indikasi kanker periampular (kanker pankreas dan ampula Vateri) dengan sindrom
kaheksia-kanker. Karakteristik dari empat kasus pasien tersebut dapat dilihat pada
tabel 4.1.
Tabel 4.1. Karakteristik Pasien Serial Kasus
No Variabel Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3 Kasus 4
1. Jenis
kelamin
Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki
2. Usia 42 tahun 59 tahun 59 tahun 49 tahun
3. TB 170 cm 155 cm 152 cm 165 cm
4. BB 55 kg 50 kg 42 kg 46
4. IMT 19 kg/m2 20,8 kg/m
2 16,8 kg/m
2 16,8 kg/m
2
5. Penurunan
BB
10 kg (15%)
dalam waktu 4
bulan
10 kg (18%)
dalam 3 bulan
15 kg (26%)
dalam 3 bulan
20 kg (30%)
dalam 7 bulan
6. Diagnosis Adenokarsinoma
ampula Vateri
T3N0M1 (hati)
Adenokarsinoma
ampula Vateri
T2N0M0
Adenokarsinom
a kaput
pankreas
Adenokarsinoma
kaput pankreas
7. Jenis
operasi
Biopsi hepar,
kolesistektomi,
gastrojejunosto
mi, dan
koledokojejunos
tomi Roux en Y
Laparotomi,
metastektomi,
kolesistektomi,
koledokojejunost
omi end to side,
gastrojejunostomi
side to side, dan
jejunojejunostomi
end to side
Koleksistektom
i, PPPD,
rekonstruksi
pankreatikojeju
nal end to side,
serta
koledokojejunal
end to side dan
duodenojejunal
end to side
Laparotomi,
kolesistektomi,
koledokojejunost
omi end to side,
gastrojejunostomi
side to side, dan
jejunojejunostomi
end to side
8. Penurunan
BB pasca
bedah
3 kg (9%) dari
BB pra bedah
Tidak ada 3 kg (7%) dari
BB pra bedah
5 kg (11%) dari
BB pra bedah
9. Masa rawat
di RS
23 hari 12 hari 15 hari 22 hari
80
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
81
Universitas Indonesia
Data epimiologi menyatakan bahwa insiden tertinggi pasien kanker
pankreas adalah pada individu berusia 60-80 tahun, dengan jenis kelamin laki-
laki.2,3
Kedua pasien kanker pankreas pada kasus ini memiliki usia kurang dari 60
tahun dan jenis kelamin laki-laki. Sedangkan puncak insiden tertinggi kanker
ampula Vateri yaitu pada individu berusia di atas 70 tahun.4 Namun, pada kedua
pasien kanker ampula Vateri pada kasus ini memiliki usia kurang dari 60 tahun
dan jenis kelamin laki-laki. Hal itu mungkin disebabkan oleh karena terdapatnya
faktor risiko lain untuk terjadinya kanker periampular, selain usia pada ke-4
pasien tersebut.1,2,3
Salah satu faktor risiko yang berperan penting untuk terjadinya kanker
periampular adalah kebiasaan merokok.3 Keempat pasien kasus ini memiliki
kebiasaan merokok sejak usia remaja. Selain itu faktor pola makan yang mungkin
berhubungan dengan terjadinya kanker periampular, yaitu asupan yang tinggi dari
makanan gorengan dan gula sederhana ditemukan pada keempat pasien kasus ini.
Sebaliknya, makanan yang memiliki efek protektif terhadap terjadinya kanker
periampular, seperti serat makanan, buah, dan sayur dinyatakan jarang dikonsumsi
oleh keempat pasien kasus ini.2,12
Faktor risiko genetik tidak ditemukan pada
keempat pasien kasus ini.
Gejala klinis utama yang menyebabkan pasien kanker periampular datang
berobat adalah keluhan timbulnya jaundice. Ikterus adalah warna kekuningan
pada kulit, membran mukosa, dan beberapa cairan tubuh, yang disebabkan oleh
adanya akumulasi dari empedu atau bilirubin. Berdasarkan penyebabnya, ikterus
dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu prehepatik, intrahepatik, dan esktrahepatik.
Penyebab ikterus prehepatik adalah hemolisis dan resorpsi hematoma, yang
menyebabkan peningkatan kadar bilirubin indirek. Pada kelainan intrahepatik,
peningkatan kadar bilirubin disebabkan oleh alkohol, infeksi hepatitis, reaksi obat,
dan penyakit autoimun. Kelainan ekstrahepatik yang menyebabkan ikterus antara
lain adalah pembentukan batu empedu, infeksi saluran empedu, pankreatitis, dan
keganasan.1,2
Pada umumnya ikterus terlihat secara klinis pada sklera bila
kadarnya meningkat lebih dari 51 µmol/L (3,0 mg/dL).88
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
82
Universitas Indonesia
Berdasarkan penyebab terjadinya ikterus yang sudah dijelaskan di atas,
dapat disimpulkan bahwa terjadinya ikterus pada keempat pasien ini disebabkan
oleh karena adanya tumor pada pankreas atau ampula Vateri yang menekan
duktus biliaris (ekstrahepatik). Hal ini ditandai oleh adanya peningkatan
konsentrasi bilirubin total, bilirubin direk dan indirek dalam serum.88,89
Pada
keempat pasien ini terjadi peningkatan terutama pada konsentrasi bilirubin direk
dalam serum. Kemungkinan terjadinya ikterus intrahepatik pada pasien ini
disingkirkan oleh adanya pemeriksaan penanda hepatitis (HBsAg dan antiHCV)
yang memberikan hasil negatif.
Tanda-tanda dan gejala terjadinya ikterus obstruktif sangat penting dalam
penegakkan diagnosa dan etiologinya. Gejala ikterus obstruktif antara lain warna
kekuningan di tubuh, urin berwarna gelap kecoklatan seperti teh, tinja pucat
seperti dempul, dan rasa gatal di seluruh tubuh. Gejala ikterus tersebut pertama
kali terlihat pada konjungtiva, membran mukosa mulut seperti di palatum durum
atau di bawah lidah.90
Pada ikterus ekstrahepatik, feses berwarna keabuan (seperti
dempul) disebabkan oleh berkurangnya bilirubin di dalam usus dan tidak adanya
pembentukan sterkobilin.89,91
Pada obstruksi kandung empedu yang disebabkan
oleh tumor kaput pankreas, gejala ikterus dapat disertai dengan adanya rasa nyeri
di abdomen, mual, dan penurunan selera makan serta berat badan.89
Tanda
dan gejala klinis dari ikterus obstruktif tersebut dijumpai pada keempat pasien
serial kasus ini. Tabel 4.2 memperlihatkan perbandingan kadar bilirubin pra bedah
dan pasca bedah pada keempat pasien serial kasus ini.
Tabel 4.2. Kadar Bilirubin Pra Bedah dan Pasca Bedah pada Pasien
Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3 Kasus 4
Kadar bilirubin total (mg/dL)
Pra bedah 2,56 4,83 3,7 21,7
Pasca bedah 1,70 Tidak diperiksa 2,7 5,38
Kadar bilirubin direk (mg/dL)
Pra bedah 2,23 4,21 3,56 20,7
Pasca bedah 1,66 Tidak diperiksa 2,66 4,4
Kadar bilirubin indirek (mg/dL)
Pra bedah 0,27 0,74 1,04 4,96
Pasca bedah 0,04 Tidak diperiksa 0,04 0,98
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
83
Universitas Indonesia
Pada pasien kanker, produksi EPO mengalami supresi oleh sitokin pro-
inflamasi dan keadaan iron overload, oleh karena prolil hidroksilase yang
menargetkan hypoxia-inducible factor (HIF)-1α untuk proses ubikuinasi sensitif
terhadap konsentrasi zat besi di intraseluler dan tekanan oksigen. Survival dari sel
darah merah (SDM) juga mengalami penurunan pada keadaan inflamasi.
Gangguan penggunaan zat besi pada pasien kanker ditandai oleh peningkatan
cadangan zat besi di retikuloendotelial, kadar zat besi serum yang rendah,
penurunan absorpsi zat besi, penurunan kadar transferin serum, penurunan
saturasi transferin, peningkatan kadar feritin serum, dan peningkatan erythrocyte-
free protoporphyrin. Penurunan produksi dan inhibisi aktivitas EPO diduga
berperan dalam menyebabkan terjadinya kelainan, seperti penurunan absorpsi zat
besi dan ekspresi dari reseptor transferin di eritroblas.30,31
Pada keempat pasien serial kasus ini, dijumpai keadaan anemia normositik
normokrom, yaitu anemia yang disebabkan oleh proses inflamasi dan penyakit
kanker. Anemia normositik normokrom ditegakkan berdasarkan hasil analisa Hb
yang menunjukkan kadar MCV, MCH, dan MCHC terdapat dalam batas normal.
Penegakkan jenis anemia yang dialami oleh pasien secara ideal adalah dengan
melakukan pemeriksaan kadar zat besi, feritin, saturasi transferin, dan total iron
binding capacity (TIBC) dalam serum, serta sediaan hapus darah tepi. Jenis
pemeriksaan tersebut relatif mahal, sehingga tidak dilakukan pada keempat pasien
serial kasus ini. Laju komplikasi pasca bedah dinyatakan meningkat pada pasien
dengan kadar Hb < 12 g/dL.93
Kadar Hb darah selama perawatan pada keempat
pasien serial kasus ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
84
Universitas Indonesia
Gambar 4.1. Kadar Hemoglobin Darah Selama Pemantauan pada Pasien (g/dL)
Salah satu tanda yang umum ditemukan pada pasien malnutrisi dan
penyakit kronik (keganasan) adalah hipoalbuminemia. Penyakit kronik dapat
mengakibatkan perubahan distribusi albumin antara kompartemen intravaskular
dan ekstravaskular, serta perubahan laju sintesis dan degradasi protein. Kadar
albumin serum akan menurun sejak awal perjalanan penyakit kronik. Perubahan
distribusi yang terjadi pada penyakit kronik berkaitan dengan terdapatnya
peningkatan kebocoran kapiler, yang juga terjadi pasca pembedahan mayor. Hal
ini disebabkan oleh terdapatnya disfungsi barier endotelial yang mengakibatkan
kebocoran kapiler dan kehilangan protein, sel-sel inflamatori, dan migrasi cairan
ke dalam ruang interstisial. Mediator tersebut antara lain adalah endotoksin
bakteri gram negatif, sitokin TNF-α dan IL-6, metabolit asam arakidonat-
leukotrien dan prostaglandin, komponen komplemen C3a dan C5a, serta peptida
vasoaktif lain (bradikinin dan histamin).92
Laju sintesis albumin dapat mengalami perubahan yang bermakna pada
penyakit kronik. Pada respon fase akut terhadap inflamasi, terjadi peningkatan
laju transkripsi gen untuk protein fase akut positif seperti protein C-reaktif (CRP)
dan terjadi penurunan laju transkripsi albumin messenger ribonucleic acid
(mRNA) dan sintesis albumin.92
Terdapat literatur yang menyatakan bahwa dapat
terjadi penurunan kadar albumin sebesar 1-1,5 g/dL dalam tiga hingga tujuh hari
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
85
Universitas Indonesia
pasca bedah.94
Perbandingan kadar albumin selama periode pra bedah dan pasca
bedah pada ke-4 pasien serial kasus ini dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Kadar Albumin Pra Bedah & Pasca Bedah pada Pasien (g/dL)
Pada pasien kasus satu, dua, dan tiga perbaikan kadar albumin darah dapat
tercapai melalui pemenuhan kebutuhan protein yang berasal dari bahan makanan
sumber. Sedangkan pada kasus empat dengan kadar albumin < 2,5 g/dL memiliki
indikasi untuk diberikan infus albumin. Distribusi albumin dalam kompartemen
ekstraseluler lengkap dalam tujuh hingga sepuluh hari pasca pemberian infus
albumin. Setelah dua hari, sekitar 10% dari albumin yang diinfuskan tersebut akan
bermigrasi dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.94
Pada pasien kasus
empat ini, infus albumin yang diberikan adalah albumin 20% 100 ml/hari selama
tiga hari berturut-turut pada periode pasca bedah.
Ketiga pasien dalam kasus ini menjalani tindakan pembedahan kuratif,
yaitu tindakan PPPD dengan berbagai variasinya. Sedangkan satu pasien (kasus
pertama) menjalani tindakan pembedahan yang bersifat paliatif, yaitu bertujuan
untuk menghilangkan gejala jaundice, obstruksi duodenum, dan keluhan nyeri.
Sebelum tindakan pembedahan dilakukan, keempat pasien tersebut terlebih
dahulu dilakukan pemasangan stent biliaris (PTBD) secara endoskopik untuk
mengurangi gejala jaundice.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
86
Universitas Indonesia
Skrining gizi yang dilakukan pada empat pasien kasus ini adalah
menggunakan skrining MUST modifikasi dan SGA. Keempat pasien tersebut
memiliki nilai skrining MUST modifikasi ≥ dua, dan SGA derajat B (moderately
malnourished). MUST dan SGA merupakan metode skrining gizi yang sering
digunakan di RS, oleh karena kedua metode tersebut memiliki sensitivitas dan
spesifitas yang baik dalam mengidentifikasi terdapatnya malnutrisi pada pasien.
Penggunaan MUST modifikasi sebagai metode skrining direkomendasikan oleh
ASPEN, sedangkan penggunaan SGA direkomendasikan oleh ESPEN.95
Pemeriksaan laboratorium lain, yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi terdapatnya kondisi malnutrisi pada pasien adalah kadar limfosit
dan albumin darah. ESPEN merekomendasikan penggunaan SGA bersama
dengan kadar albumin serum untuk mengevaluasi keadaan undernutrition.
Sedangkan hitung limfosit total dapat digunakan untuk menilai fungsi imun dan
berhubungan dengan derajat deplesi protein viseral dan outcome klinis pasien.
Terdapat dua pasien kasus yang memiliki kadar albumin > 3,5 g/dL, sedangkan 2
pasien kasus lainnya memiliki kadar albumin < 3,0 g/dL, yang mengindikasikan
peningkatan risiko komplikasi pasca bedah.96
Studi yang dilakukan oleh Antoun
dkk menunjukkan bahwa kadar albumin < 3 g/dL merupakan prediktor terbaik
untuk memperkirakan terjadinya komplikasi pembedahan pada pasien bedah
elektif.97
Keempat pasien kasus ini memiliki hitung limfosit total yang rendah, yaitu
< 1500 sel/mm3, yang mengindikasikan terdapatnya keadaan malnutrisi dan
sistem imunitas yang rendah. Berbagai literatur menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara gangguan proses penyembuhan luka dengan
kadar hitung limfosit total < 1500 sel/mm3.98
Hasil skrining gizi pasien serial
kasus ini berdasarkan MUST modifikasi, SGA, kadar albumin, dan hitung limfosit
total dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
87
Universitas Indonesia
Tabel 4.3. Hasil Skrining Gizi pada Pasien Serial Kasus
MUST
modifikasi
SGA Kadar albumin
(g/dL)
Hitung limfosit
total (sel/mm3)
Kasus 1 5 B 3,75 282
Kasus 2 4 B 3,81 101
Kasus 3 6 B 3,23 286
Kasus 4 6 B 2,8 276 MUST= Malnutrition Universal Screening Tool; SGA= Subjective Global Assessment
Terdapat beberapa literatur yang menyatakan bahwa kadar albumin serum
tidak berguna dalam menilai dan memantau status nutrisi. Faktor utama yang
mempengaruhi konsentrasi albumin plasma pada pasien adalah laju transcapillary
escape ke dalam ruang cairan intersitial. Laju transcapillary escape dari albumin
tersebut meningkat secara bermakna pada keadaan terdapatnya SIRS, yang
menyebabkan menurunnya konsentrasi albumin plasma. Oleh sebab itu, seringkali
dijumpai konsentrasi albumin plasma yang rendah pada pasien pasca bedah dan
infeksi berat.99
Pre-albumin memiliki waktu paruh di plasma sekitar dua hari, sehingga
dinyatakan lebih sensitif terhadap terdapatnya perubahan pada status energi dan
protein dibandingkan dengan albumin, serta konsentrasinya dapat
mengindikasikan asupan makanan terbaru. Oleh karena waktu paruh pre-albumin
yang pendek, konsentrasi pre-albumin menurun dengan cepat sebagai hasil dari
penurunan laju sinstesisnya ketika terdapat reprioritasi sintesis dari protein fase-
akut seperti CRP, fibrinogen, dan asam glikoprotein-α1. Selain itu, sama seperti
dengan albumin, kadar pre-albumin juga dipengaruhi oleh laju transcapillary
escape. Oleh sebab itu, interpretasi dari kadar pre-albumin plasma sulit dilakukan
pada pasien dengan infeksi, inflamasi, dan trauma.99
Beberapa studi telah melakukan skrining pasien pada saat admisi ke RS
berdasarkan konsentrasi pre-albumin plasma, dengan nilai < 100 mg/L
mengindikasikan risiko malnutrisi energi-protein yang berat, 100-170 mg/L
memiliki risiko sedang, dan > 170 mg/L mengindikasikan tidak ada risiko
terjadinya malnutrisi energi-protein.99
Pada ketiga pasien ini, tidak dilakukan
pemeriksaan konsentrasi pre-albumin plasma oleh karena biayanya yang relatif
mahal dan tidak tersedianya pemeriksaan parameter tersebut di RSUPNCM.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
88
Universitas Indonesia
Studi yang dilakukan oleh Hill dkk menunjukkan bahwa 50% pasien
bedah sudah berada dalam keadaan malnutrisi, dimana prevalensi malnutrisi
tertinggi ditemukan pada pasien dengan kanker GI, yaitu sebesar 30-60%.57
Hasil
yang sama juga ditunjukkan oleh Aydin dkk, dimana ia melaporkan bahwa 50-
58% pasien sudah dalam keadaan malnutrisi sebelum dilakukannya tindakan
pembedahan.100
Keempat pasien serial kasus ini dikategorikan mengalami malnutrisi berat,
yang ditegakkan berdasarkan klasifikasi malnutrisi berat dari ESPEN yang
ditandai oleh satu atau lebih kriteria berikut ini: penurunan BB > 10-15% dalam
enam bulan, IMT < 18,5 kg/m2, SGA derajat C, serta kadar albumin serum < 30
g/L (tanpa bukti adanya disfungsi hati atau ginjal). Keempat pasien serial kasus
ini mengalami kehilangan BB > 10-15 kg/m2.34
Dua pasien memiliki IMT < 18,5
kg/m2, dan satu pasien memiliki kadar albumin serum < 30 g/L. Parameter kadar
albumin serum tidak valid untuk menilai status gizi pada keempat pasien serial
kasus ini, oleh karena keempat pasien tersebut memiliki gangguan fungsi hati.
Penyakit primer pada keempat pasien serial kasus ini adalah kanker
periampular. Oleh karena itu, keempat pasien serial kasus ini ditegakkan
mengalami sindrom kaheksia-kanker. Kriteria diagnosis dari sindrom kaheksia-
kanker pada keempat pasien ini adalah terdapatnya penurunan BB sedikitnya 5%
dalam waktu < 12 bulan (atau IMT < 20 kg/m2), dengan disertai gejala penurunan
kekuatan otot, fatigue, anoreksia, dan anemia (Hb < 12 g/dL).27
Tanda malnutrisi pada keempat pasien serial kasus ini juga ditemukan
pada pemeriksaan fisik, yaitu terdapat konjungtiva pucat, inspeksi daerah thoraks
tampak adanya iga gambang, lemak subkutan yang tampak tipis, dan hipotrofi
dari otot. Hal tersebut menandakan terdapatnya malnutrisi energi-protein yang
kronis pada keempat pasien tersebut.21
Studi yang dilakukan oleh Lidder dkk menunjukkan bahwa 70% dari
pasien pasca bedah masih terus mengalami kehilangan BB setelah lepas rawat dari
RS. Pasca pembedahan, ketiga pasien mengalami penurunan BB dibandingkan
dengan saat pra bedah. Hal tersebut dapat disebabkan oleh terdapatnya puasa yang
lama (pasien serial kasus ini mengalami starvasi > 10 jam sebelum pembedahan),
berkurangnya asupan pasca tindakan pembedahan, pengangkatan massa tumor,
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
89
Universitas Indonesia
dan reaksi inflamasi yang terjadi pasca pembedahan. Terdapat literatur yang
menyatakan bahwa terjadi penurunan BB sebesar 0,2 kg/hari pada hari-hari awal
pasca bedah.5,6
Perbandingan perubahan BB antara periode sebelum sakit, pra
bedah, selama perawatan, dan pasca bedah pada keempat pasien serial kasus ini
dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Perubahan BB Saat sehat, Pra Bedah, Selama Perawatan, dan
Pasca Bedah pada pasien
Berbagai studi menyatakan bahwa malnutrisi kalori dan protein akan
mempengaruhi hasil dari tindakan pembedahan setelah pasien mengalami starvasi
selama 12-14 hari. Terdapat studi lainnya yang menyatakan bahwa periode
starvasi selama lima hingga tujuh hari akan mempengaruhi respon stres dan
hipermetabolisme pada pasien yang menjalani pembedahan mayor. Lebih lanjut,
terdapat studi yang menyatakan bahwa periode starvasi selama 72 jam sudah
dapat mempengaruhi hasil dari tindakan pembedahan.101
Berbagai komplikasi mayor terkait dengan keadaan malnutrisi, yaitu
antara lain sepsis intra abdomen, fistula dari infeksi luka, masalah respirasi, serta
gagal jantung dan ginjal pasca bedah. Selain itu, korelasi positif antara malnutrisi
dan morbiditas/mortalitas pasca bedah, masa rawat inap yang lebih lama, re-
admisi ke RS, diperlukannya pembedahan kedua, serta biaya untuk diagnosis dan
perawatan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa penanganan
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
90
Universitas Indonesia
malnutrisi dan gejala GI berperan penting dalam meningkatkan kualitas hidup dan
penyembuhan pasien pasca bedah.101,102
Komplikasi mayor pasca bedah tidak
ditemukan pada keempat pasien serial kasus ini.
Pada keempat pasien serial kasus ini, didapatkan keadaan malnutrisi, oleh
sebab itu diperlukan dukungan terapi nutrisi perioperatif. ESPEN menyatakan
bahwa terapi nutrisi perioperatif dapat diindikasikan pada pasien yang
diperkirakan tidak akan bisa makan selama lebih dari tujuh hari perioperatif, serta
tidak dapat mempertahankan asupan per oral > 60% dari yang direkomendasikan
selama lebih dari 10 hari. ESPEN menyatakan bahwa terapi nutrisi perioperatif
selama 10-14 hari sebelum pembedahan mayor akan bermanfaat untuk diberikan
pada pasien dengan risiko terjadinya malnutrisi berat. ESPEN juga menyatakan
bahwa pemberian nutrisi parenteral dapat dipertimbangkan pada pasien yang
membutuhkan dukungan terapi nutrisi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan
energinya (< 60% KET) melalui nutrisi enteral. Penundaan dari tindakan
pembedahan elektif dapat dilakukan bila pasien memiliki risiko terjadinya
malnutrisi berat, dimana perbaikan status gizi berperan penting untuk
meningkatkan hasil klinis pasien pasca bedah.34
Keempat pasien serial kasus ini selain mengalami pembedahan, juga
mempunyai penyakit kanker yang mendasarinya. Tujuan dari intervensi nutrisi
yang diterapkan pada pasien kanker antara lain adalah untuk
mempertahankan/memperbaiki status nutrisi, mempertahankan/meningkatkan
berat badan, asupan zat gizi makro dan mikro yang adekuat, mencegah terjadinya
gejala-gejala klinis yang berhubungan dengan pengobatan, serta
mempertahankan/meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup pasien51
Insulin merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam
mengatur metabolisme pasca bedah. Penurunan dari resistensi insulin beperan
penting untuk terjadinya perbaikan hasil klinis pada pasien pasca bedah. Berbagai
derajat resistensi insulin terjadi pasca semua jenis tindakan pembedahan, dimana
derajat keparahannya tergantung dari luasnya pembedahan dan komplikasi
penyerta, seperti sepsis. Resistensi insulin biasanya terjadi sekitar dua hingga tiga
minggu pasca bedah, dimana kejadiannya tidak tergantung dari keadaan pasien
saat pra bedah. Pemberian carbohydrate loading pra bedah dinyatakan dapat
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
91
Universitas Indonesia
menurunkan resistensi insulin pasca bedah secara bermakna.34
Kontraiindikasi
diterapkannya prosedur tersebut adalah pasien yang mempunyai kelainan motilitas
GI, seperti gastroparesis, obstruksi mekanik dari traktus GI, refluks
gastroesofageal, dan obes morbid. 85
Pemberian minuman jernih kaya akan karbohidrat yang dikonsumsi pada
dua jam sebelum tindakan anestesi ditunjukkan dapat menurunkan rasa lapar,
haus, dan kecemasan, serta menurunkan resistensi insulin pasca bedah.103
Suatu
uji klinis yang melibatkan beberapa pasien yang menjalani pembedahan
pankreatikoduodenektomi (PD) menunjukkan bahwa pemberian minuman
karbohidrat secara oral dapat mempertahankan massa otot skelet.104,105
Sedangkan
uji klinis serupa yang dilakukan pada pasien yang menjalani pembedahan
koleksistektomi, tidak ditunjukkan adanya manfaat positif dari pemberian
minuman karbohidrat secara oral tersebut.104,105
Mekanisme pemberian
carbohydrate loading dalam menurunkan resistensi insulin adalah ia dapat
meningkatkan cadangan glikogen di hati selama tindakan pembedahan, serta
meningkatkan ekspresi dari PDK4 mRNA, PDK4 protein, dan Mt1A di otot yang
lebih rendah empat kali lipat dibandingkan dengan plasebo.56
Formula minuman pra bedah yang mengandung asam amino (glutamin)
atau peptida (peptida kedelai) telah diteliti oleh Henriksen MG dkk. Glutamin (15
gram) dan KH dalam 300 mL atau 400 mL air ditunjukkan aman untuk diberikan
pada tiga jam pra bedah pada subyek sehat berdasarkan waktu pengosongan
lambung. Minuman yang mengandung peptida kedelai juga ditunjukkan aman
untuk diberikan pada pasien yang menjalani reseksi usus besar elektif. Tidak
terdapat perbedaan waktu pengosongan lambung antara kelompok yang mendapat
KH (12,5 g/100 mL minuman KH) dan kelompok KH/peptida (12,5 g/100 mL KH
dan 3,5 g/100 mL protein kedelai terhidrolisa).106
Keempat pasien serial kasus ini memiliki indikasi untuk dilakukannya
dukungan nutrisi perioperatif, seperti yang dinyatakan oleh ESPEN. Pemberian
terapi nutrisi perioperatif selama 10-14 hari sebelum tindakan pembedahan dan
suplementasi ONS selama periode perioperatif diterapkan pada pasien. Namun,
keempat pasien ini mengalami periode puasa yang lama, yakni 10-12 jam sebelum
tindakan pembedahan, walaupun tidak ditemukan risiko spesifik untuk terjadinya
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
92
Universitas Indonesia
aspirasi. Pemberian carbohydrate loading pra bedah juga tidak diterapkan pada
keempat pasien tersebut. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh karena
rekomendasi ESPEN tersebut belum menjadi pedoman dalam penatalaksaan
nutrisi pasien bedah di RSUPNCM dan berpuasa selama semalaman masih
merupakan hal yang wajib dilakukan pada setiap pasien bedah di RS tersebut.
Terapi nutrisi pra bedah yang bersifat konvensional menyarankan untuk
diterapkannya puasa semalaman pada pasien pra bedah. Alasan utama dari
berpuasa selama semalaman pra bedah tersebut adalah untuk menurunkan volume
dan keasaman isi lambung, sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya
regurgitasi/aspirasi. Kerugian dari prosedur tersebut adalah berpuasa selama
semalaman dapat memperberat resistensi insulin dan mempengaruhi peningkatan
kadar gula darah, terutama jika pasien berpuasa lebih lama dari seharusnya, yakni
enam hingga delapan jam atau 10-12 jam. Selain itu, berpuasa selama semalaman
pra bedah juga dinyatakan dapat menyebabkan berbagai derajat dehidrasi
tergantung dari durasi periode puasa yang dilakukan.104
Hingga saat ini, berbagai literatur dan studi masih menyatakan hasil yang
kontroversial mengenai manfaat pemberian terapi nutrisi intra bedah. Saat
pembedahan, pasien berada dalam fase ebb, dimana tercapainya kebutuhan cairan
dan stabilitas hemodinamik merupakan prioritas utama pada fase ini. Hasil dari
berbagai studi menyimpulkan bahwa terapi nutrisi pra bedah diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan nutrisi pasien intra bedah dan lebih berperan penting dalam
meningkatkan outcome klinis pasien pasca bedah. Hasil dari berbagai studi
mengenai pemberian nutrisi pada intra bedah menunjukkan tidak menimbulkan
manfaat yang positif secara bermakna. Terapi nutrisi pra bedah diharapkan
mampu memenuhi kebutuhan nutrisi pasien selama pembedahan dan lebih
berperan dalam memperbaiki outcome klinis pasien pasca bedah.52,57,58
Pada keempat pasien serial kasus ini, tidak diberikan terapi nutrisi intra
bedah oleh karena waktu pembedahan hanya berkisar empat hingga lima jam.
Pada berbagai literatur, dinyatakan bahwa pasien bedah yang sudah mendapatkan
terapi nutrisi secara adekuat selama periode pra bedah, cadangan KH tubuh
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tubuh saat berpuasa selama 13 jam.19
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
93
Universitas Indonesia
Perubahan sistem GI yang terjadi setelah tindakan PPPD dapat
menyebabkan komplikasi terkait nutrisi untuk jangka panjang, seperti perubahan
motilitas GI, insuffisiensi eksokrin pankreas, diabetes, defisiensi zat gizi, serta
pertumbuhan bakteri yang berlebihan di usus kecil. Jenis dan derajat keparahan
komplikasi yang terjadi tergantung dari banyak faktor, yaitu meliputi luasnya
penyakit pankreas, gangguan anatomi akibat pembedahan, serta komplikasi dari
tindakan pembedahan.16
The American Society for Parenteral and Enteral Nutrition (ASPEN)
guidelines merekomendasikan pemberian terapi nutrisi pasca bedah pada pasien
yang asupannya tidak dapat memenuhi KET dalam tujuh hingga sepuluh hari,
serta pemberian normal diet atau nutrisi enteral dapat diaplikasikan pada pasien
pasca pembedahan GI. Pemberian NE secara dini (< 24 jam) diindikasikan pada
pasien yang tidak dapat mengonsumsi nutrisi per oral, misalmya pada pasien yang
menjalani pembedahan mayor kanker kepala & leher, kanker GI, trauma berat,
status gizi mengalami undernutrition, serta pada pasien yang asupan per oralnya
diperkirakan tidak akan adekuat (< 60%) selama lebih dari 10 hari pasca
bedah.32,35
Keempat pasien serial kasus ini memiliki indikasi untuk diberikannya
dukungan terapi nutrisi pasca bedah.
Pada keempat pasien serial kasus ini, dijumpai terdapatnya gejala
perlambatan pengosongan lambung, yang ditandai dengan GRV berwarna hijau
dengan volume 100-300 ml/24 jam pada dua hingga tiga hari pasca bedah. Terjadi
perbaikan dalam waktu pengosongan lambung tanpa diperlukannya terapi
prokinetik. Gejala POMV juga ditemukan pada keempat pasien tersebut, yang
kemudian berangsur membaik pada hari keempat pasca bedah. Semua pasien pada
serial kasus ini dilakukan pemasangan NGT, yang bertujuan untuk dekompresi
lambung dan penilaian toleransi GI pasien terhadap asupan yang diberikan.
Keluhan perut begah yang dialami oleh pasien serial kasus ini berkurang dengan
pemasangan NGT. Hal tersebut tidak sesuai dengan pedoman yang
direkomendasikan oleh ERAS, yang menyatakan bahwa pemasangan NGT tidak
diperlukan pada pasien pasca pembedahan pankreas dan harus dilepaskan setelah
tindakan anestesia berakhir.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
94
Universitas Indonesia
Pemberian asupan nutrisi pada keempat pasien serial kasus ini dimulai dari
clear fluid melalui NGT, dengan frekuensi 15 x 30 ml/24 jam. Hal tersebut sesuai
dengan pedoman yang direkomendasikan oleh ERAS, dimana ERAS
merekomendasikan pemberian nutrisi enteral secara dini (< 24 jam) pasca
bedah.35
Namun rekomendasi ERAS yang menyatakan bahwa pemberian nutrisi
berupa makanan biasa secara oral disarankan pada pasien pasca pembedahan
pankreas tidak dapat tercapai pada semua pasien serial kasus ini.
Pada hari kedua pasca bedah, pasien mulai diberikan makanan cair semi
elemental, yang kemudian diikuti dengan pemberian makanan cair polimerik
tinggi AARC dan MCT secara oral pada hari ketiga pasca bedah. Pemberian
kombinasi nutrisi oral dan parenteral dilakukan hingga hari kelima hingga enam
pasca bedah, sedangkan makanan lunak mulai ditingkatkan bertahap pada hari
kelima atau enam pasca bedah pada keempat pasien serial kasus tersebut. Hal
tersebut diterapkan pada keempat pasien ini oleh karena faktor kehati-hatian, yaitu
melihat toleransi klinis dan GI pada setiap asupan yang diberikan, serta untuk
mengurangi keluhan abdominal discomfort postprandial yang sering dialami oleh
pasien pasca pembedahan pankreas.
Keadaan hiperglikemia seringkali ditemukan pada pasien pasca
pembedahan mayor, serta dinyatakan berhubungan dengan peningkatan laju
morbiditas dan mortalitas pasca pembedahan pankreas. Terdapat beberapa cara
untuk mencegah terjadinya hiperglisemia pasca bedah yang dinyatakan oleh
ERAS, yaitu meliputi menghindari periode puasa yang lama, persiapan usus pra
bedah, pemberian karbohidrat secara oral pada periode pra bedah, menstimulasi
fungsi usus secara dini dengan mengupayakan keseimbangan cairan yang optimal
dan mencegah penggunaan opioid sistemik, serta menurunkan respon terhadap
stres dengan menggunakan analagesik epidural.35
Keadaan hiperglikemia pasca
bedah dijumpai pada dua orang pasien kasus serial ini, dengan kadar < 180
mg/dL, dan menurun kembali ke normal tanpa diperlukannya pemberian terapi
insulin. Pedoman yang diterapkan oleh ERAS tersebut tidak seluruhnya tercapai
pada keempat pasien serial kasus ini.
Kebutuhan energi pada keempat pasien serial kasus ini menggunakan
rumus Harris-Bennedict dengan penambahan faktor stress sebesar 1,5. Hal ini
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
95
Universitas Indonesia
sesuai dengan rekomendasi oleh ESPEN, dimana faktor stress yang dianjurkan
adalah 1,1-1,6 pada pasien dengan karsinoma yang mengalami pembedahan,
sespsis, atau transplantasi stem sel.7 Perhitungan kebutuhan energi tersebut
menggunakan BB aktual oleh karena BB pasien berada di bawah BB ideal.
Terdapat literatur yang menyatakan bahwa pemberian energi sebesar 25-45
kgBB/hari direkomendasikan pada pasien bedah. Salvino dkk menyatakan bahwa
pemberian kalori sebesar 25 kkal/kgBB/hari pada pasien dengan undernutrition
tidak adekuat.44
Pada keempat pasien serial kasus ini, perhitungan KET adalah
dalam rentang 34-40 kkal/kgBB/hari. Perbandingan antara asupan dan target
kebutuhan kalori pada keempat pasien serial kasus ini dapat dilihat pada Gambar
4.4.
Gambar 4.4. Perbandingan Asupan dan Target Kebutuhan Kalori Selama
Pemantauan pada Pasien
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
96
Universitas Indonesia
Target kebutuhan kalori rata-rata tercapai pada periode pra bedah, dimana
peningkatan asupan secara progresif terjadi selama perawatan perioperatif pada
keempat pasien serial kasus ini, sedangkan pada periode pasca bedah, KET
tercapai pada hari ketujuh hingga sembilan pasca bedah. Penurunan asupan kalori
yang terjadi pada periode pasca bedah dapat disebabkan oleh terlambatnya
pemberian nutrisi pasca bedah, kondisi klinis & GI pasien, serta penyediaan
makanan yang tidak sesuai dengan preskripsi yang diberikan.
Pemberian makronurien pada pasien ini, yaitu merujuk pada rekomendasi
yang ditetapkan oleh ESPEN, yaitu pemberian protein 1,2-1,6 g/KgBB/hari,
karbohidrat (glukosa) sedikitnya 20 g/kgBB/hari, dan lemak sesuai dengan
kebutuhan sehari-hari.7 Pada keempat pasien serial kasus ini diberikan asupan
protein sebesar 1,5 g/KgBB/hari. Penentuan pemberian protein sebesar 1,5
g/KgBB/hari tersebut disebabkan adanya keadaan hipermetabolisme berat dan
terdapatnya penyakit kronik (keganasan), dan anemia, serta faktor penyulit
lainnya seperti leukositosis dan hipoalbuminemia yang ditemukan pada sebagian
besar pasien serial kasus ini.42,48
Pemberian protein berupa 30% asam amino
rantai cabang (AARC) akan memberikan manfaat yang positif pada keempat
pasien ini oleh karena mereka mengalami gangguan fungsi hati akibat penyakit
tumornya.41,49,50
Oleh karena itu pada keempat pasien serial kasus ini, disarankan
untuk mengonsumsi formula komersial tinggi AARC, dan putih telur diberikan
sebagai upaya pencapaian target kebutuhan protein, serta pemberian nutrisi
parenteral yang mengandung AARC pada periode pasca bedah.
Asam amino rantai cabang (AARC) merupakan asam amino esensial,
sehingga harus didapatkan dari makanan. AARC terakumulasi terutama dalam
protein otot dan mengalami katabolisme di dalam protein otot. AARC ini
diketahui berperan sebagai prekursor dari sintesis glutamin dan alanin pada otot
rangka. Dilaporkan bahwa penambahan AARC dalam nutrisi parenteral dapat
meningkatkan keseimbangan protein dan sintesis albumin. Selain itu, AARC
dapat mengurangi keadaan anoreksia dan kaheksia melalui kompetisinya dengan
triptofan (suatu prekursor serotonin otak), melewati sawar otak (blood brain
barrier), sehingga dapat menghambat peningkatan aktivitas serotonin di
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
97
Universitas Indonesia
hipotalamus.49,50
Cynober L dkk menyatakan bahwa kebutuhan AARC pada individu yang
sehat adalah 84-110 mg/kgBB/hari.. Pada keadaan fisiologis, oksidasi AARC di
otot skelet menyediakan energi sebesar 6-7%, sedangkan dalam kondisi
katabolisme berat dapat mencapai energi hingga 20%.107
Berbagai studi
merekomendasikan pemberian AARC sebesar 30-50% dari total asupan protein
untuk tercapainya efek anabolisme pada pasien pasca bedah.49,50
Keempat pasien
serial kasus ini secara umum dapat memenuhi asupan AARC sebesar 30% dari
total protein yang diberikan. Perbandingan asupan protein dan target protein
selama perawatan keempat pasien serial kasus ini dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Pemenuhan target asupan protein tercapai seiring dengan pencapaian kalori sesuai
KET, oleh karena makanan yang disediakan di RS sesuai dengan preskripsi dan
pasien tidak mengonsumi makanan lain dari luar RS.
Gambar 4.5. Perbandingan Asupan dan Target Protein selama Pemantauan
pada Pasien
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
98
Universitas Indonesia
Tujuan terapi pada pasien pasca pembedahan PD adalah untuk mencegah
kerusakan yang lebih jauh terhadap pankreas, mengurangi keluhan nyeri,
mengurangi terjadinya steatorea, dan menangani malnutrisi. Substitusi lemak
makanan dengan minyak MCT dapat mengurangi gejala steatorea dan
meningkatkan BB pada pasien. Tindakan koleksistektomi atau gastrektomi parsial
dapat dilakukan selama tindakan pembedahan PD. Insufisiensi pankreas total atau
parsial dapat terjadi, tergantung dari luasnya reseksi pankreas yang dilakukan.
Terapi untuk mengatasi insufiensi pankreas adalah dengan memberikan enzim
pankreas pada saat pasien mengonsumi makanan yang mengandung lemak baik
per oral maupun enteral. Enzim pankreas harus diberikan selama makan atau
setiap beberapa jam pada pasien dengan risiko insufisiensi eksokrin pankreas.16
Keempat pasien serial kasus ini menjalani pembedahan koleksistektomi.
Pasca tindakan pembedahan pembuangan kandung empedu, asupan per oral
biasanya kembali normal bersama dengan kembalinya bising usus, serta setelah
pasien dapat mentoleransi untuk dilakukan pelepasan NGT. Diet dapat
ditingkatkan menjadi makanan biasa sesuai dengan toleransi pasien. Pada keadaan
tidak terdapatnya kandung empedu, empedu disekresikan secara langsung oleh
hati menuju usus. Traktus biliaris akan mengalami dilatasi, membentuk suatu
“simulated pouch”, dengan berjalannya waktu untuk mengijinkan empedu
disimpan dalam kondisi yang sama seperti kandung empedu asli. 108
Pemberian lemak pada keempat pasien serial kasus ini adalah sebesar 20%
dari KET pada periode pra bedah maupun pasca bedah, dengan komposisi lemak
berupa MCT adalah 50% dari total yang diberikan. Literatur menyatakan bahwa
kebutuhan lemak pada pasien bedah adalah 10-25%. DRI lemak untuk pasien
dewasa adalah 20-35% dari KET. Pemberian lemak tersebut akan ditingkatkan
dalam hal jumlah dan komposisi jenis lemaknya sesuai dengan toleransi pasien.
Oleh karena kolesistokinin menstimulasi sekresi dari eksokrin pankreas, maka
suatu strategi terapi nutrisi untuk menurunkan kadar hormon tersebut menjadi
penting. Hal tersebut dapat tercapai dengan pemberian lemak sebesar 20% dengan
50% berupa MCT untuk mengurangi rangsangan terhadap pankreas, sehingga
keluhan nyeri pasca prandial pada pasien dapat berkurang.16,48,51,108
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
99
Universitas Indonesia
Komposisi lemak 50% dari KET, dengan 50% berupa MCT dapat tercapai
dengan pemberian makanan lunak/biasa rendah lemak (20%), formula komersial
tinggi MCT, dan penambahan minyak kelapa pada periode pra bedah dan pasca
bedah pada semua pasien serial kasus ini. Semua pasien ini juga mendapatkan
enzim pankreatik, namun dengan dosis belum sesuai dengan anjuran, yang
mungkin disebabkan oleh karena tidak tersedia preparat enzim pankreatik dengan
dosis sesuai rekomendasi.
Pada kasus kronik dengan desktruksi pankreas yang luas, kapasitas
pankreas dalam mensekresikan insulin mengalami penurunan, sehingga dapat
terjadi intoleransi glukosa. Terapi medikasi dengan insulin dan terapi nutrisi sama
dengan penanganan pada pasien Diabetes mellitus. Kebutuhan karbohidrat pada
pasien bedah adalah berkisar antara 200-300 g/hari. Komposisi dan pemilihan
jenis KH pada pasien pasca PD sama dengan pada pasien Diabetes mellitus.
Dietary reference intake (DRI) untuk pasien dewasa dengan DM adalah 45-65%
dari KET, dengan 95% berupa KH kompleks.109
Defisiensi zat gizi yang terjadi pada pasien kanker pankreas pasca
pembedahan PD dapat disebabkan oleh asupan yang menurun, malabsorpsi, dan
maldigesti dari zat gizi. Pada tindakan bypass duodenum dan jejunum bagian atas
yang terjadi pada tindakan PD, the thightly orchestrated digestive processes
antara lambung, duodenum, dan sistem pankreatikobiliaris akan terganggu.16
Pada pasien ini, pemberian vitamin dan mineral diberikan sesuai 100%
angka kecukupan gizi (AKG), serta diutamakan berasal dari bahan makanan
sumber. Hal tersebut didasarkan tidak adanya tanda-tanda defisiensi vitamin dan
mineral ataupun malbsorpsi zat gizi (steatorea) yang ditemukan pada pasien ini.
Suplementasi yang diberikan ini adalah multivitamin dan mineral yang
mengandung vitamin A 10.000 IU, vitamin B1 10 mg, vitamin B2 10 mg, vitamin
B6 5 mg, vitamin B12 5 mcg, vitamin C 500 mg, vitamin D 400 IU, kalsium
pantotenat 20 mg, K iodide 150 mcg, Fe 12 mg, Mg 65 mg, mangan 1 mg,
tembaga 2 mg, dan seng 1,5 mg; asam folat 1 x 400 mcg, serta penambahan seng
3 x 20 mg tablet. Suplementasi multivitamin dan mineral tersebut diberikan pada
pasien untuk mencegah keadaan defisiensi dan mendukung proses penyembuhan
luka yang optimal.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
100
Universitas Indonesia
Braga dkk telah meneliti efek dari terapi nutrisi pra bedah dan perioperatif
terhadap perbaikan klinis pasien, yaitu secara spesifik penggunaan formula enteral
yang mengandung imunonutrisi (arginin, asam lemak omega-3, dan nukleotida)
dibandingkan dengan formula standar. Hasil dari penelitian tersebut adalah
pemberian imunonutrisi dapat menurunkan komplikasi infeksi maupun noninfeksi
pasca bedah, masa rawat inap yang lebih pendek, peningkatan perfusi usus, serta
penurunan penanda inflamasi (CRP dan IL-6) secara bermakna dibandingkan
kelompok kontrol. Berdasarkan hasil dari penelitian tersebut, ESPEN
merekomendasikan pemberian NE pra bedah dengan immune-enhancing diets
(IEDs) yang mengandung arginin, asam lemak omega-3, dan nukleotida selama
lima hingga tujuh hari pada pasien pra bedah GI bagian atas. Manfaat utama dari
IEDs ini adalah memodulasi respons inflamasi sebelum seorang pasien melakukan
tindakan pembedahan.51
Pada pasien ini, pemberian IEDs tersebut tidak
dilakukan, oleh karena tidak tersedianya formula IEDs tersebut di RS. Pemberian
nutrisi per oral pada keempat pasien serial kasus ini diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan sistem imunitas pasien.
Pada keempat pasien serial kasus ini, pemberian asam lemak omega-3
diberikan dalam bentuk suplementasi yaitu kapsul minyak ikan yang mengandung
EPA sebesar 1 gram/hari yang dikonsumsi setelah makan pada periode pra bedah.
Pemberian suplementasi EPA tersebut tidak dilanjutkan pada pasca bedah, oleh
karena keempat pasien tersebut mendapat terapi vitamin K untuk menghentikan
perdarahan pasca bedah, dan asam lemak omega-3 diketahui memiliki sifat
antagonisme terhadap vitamin K.
Pada berbagai studi, telah ditunjukkan mengenai manfaat pemberian
probiotik pada pasien pra bedah, yaitu antara lain kemampuannya dalam
menurunkan bakteri patogen di usus; menghambat produksi sitokin pro-inflamasi
(IL-6); memfasilitasi produksi sitokin anti-inflamasi (IL-10); menstimulasi
resistensi terhadap mikroba patogen non spesifik melalui aktivasi makrofag;
meningkatkan respon imun sistemik dan mukosa immunoglobulin (Ig)A, serta
memodulasi populasi sel imun di usus.79
Suplementasi probiotik tidak diberikan pada keempat pasien serial kasus
ini, oleh karena hasil penelitian mengenai manfaat pemberian probiotik pada
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
101
Universitas Indonesia
kasus pembedahan masih kontroversial hingga saat ini. Studi lanjutan mengenai
pemberian probiotik pada pasien bedah diperlukan untuk dapat ditentukan dosis,
jenis strain, waktu pemberian, efek samping, serta penggunaan multistrain atau
single strain, sebelum ia dapat diberikan secara rutin pada setiap pasien bedah.
Terdapat interaksi antara terapi medikasi dengan makanan yang
dikonsumsi. Interaksi antara medikasi dan nutrisi yang diterima pada pasien serial
kasus ini dapat dilihat pada tabel 4.4.110
Tabel 4.4. Interasi Obat dan Nutrien
Jenis obat Pengaruh terhadap nutrien
Analgetik (Asetaminofen, Tramadol) Deplesi assam folat, vitamin K & C;
Deplesi vitamin B1, B2, kalsium, Beta
karoten, asam folat, seng
Antibiotik Deplesi bakteri normal usus, vitamin
B1, B2, B3, B6, B12, K, asam folat,
biotin, inositol. Sumber: telah diolah kembali dari daftar referensi no. 110
Selama pemantauan, keempat pasien serial kasus ini menunjukkan
perbaikan, baik secara subyektif maupun obyektif. Perbaikan pada parameter
subyektif dapat ditandai oleh tidak terdapatnya keluhan klinis dan GI yang
bermakna pada keempat pasien tersebut, serta toleransi asupan yang adekuat
selama pemantauan dilakukan. Keempat pasien ini dapat mengonsumsi nutrisi
sesuai dengan KET. Parameter obyektif yang ditemukan pada keempat pasien ini,
antara lain adalah perbaikan kadar hemoglobin, bilirubin darah, dan albumin
darah. Pada keempat pasien tersebut, tidak ditemukan adanya peningkatan berat
badan, namun seluruh pasien menunjukkan perbaikan dalam kapasitas fungsional
dan penyembuhan luka operasi yang adekuat. Pada saat dipulangkan dari RS,
keempat pasien serial kasus ini sudah berada dalam tahap ambulatory-mandiri.
Konseling nutrisi dan edukasi, serta pemantauan setelah pasien lepas rawat dari
RS tetap dilakukan, serta dua orang pasien serial kasus ini dilakukan kunjungan
rumah.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
102
Universitas Indonesia
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Terapi nutrisi perioperatif meliputi terapi nutrisi pra bedah, intra bedah, dan pasca
bedah. Terapi nutrisi pra bedah diindikasikan untuk pasien yang berisiko
mengalami malnutrisi, di mana dukungan nutrisi dapat diberikan selama 10-14
hari sebelum tindakan pembedahan. Pemberian oral carbohydrate loading
ditunjukkan dapat menurunkan risiko terjadinya resistensi insulin, sehingga
diharapkan dapat menghasilkan outcome pembedahan yang lebih baik untuk
pasien. Pada berbagai studi, terapi nutrisi intra bedah belum direkomendasikan
oleh karena risiko terjadinya hiperglikemia pasca bedah. Pemberian infus
karbohidrat intra bedah hanya diindikasikan pada pembedahan yang berlangsung
lebih dari 13 jam. Dukungan terapi nutrisi pra bedah yang adekuat diharapkan
mampu memenuhi kebutuhan nutrisi pasien selama pembedahan berlangsung.
Pemberian nutrisi secara dini (< 24 jam) segera setelah pembedahan dan
dukungan nutrisi pasca bedah pada pasien yang diperkirakan tidak dapat
memenuhi kebutuhan energinya dalam tujuh hingga sepuluh hari
direkomendasikan.
Secara umum, tidak seluruh rekomendasi tersebut dapat diterapkan pada
keempat pasien serial kasus ini, oleh karena berbagai keterbatasan, baik dari sisi
pasien, fasilitas RS, dan belum dijadikannya suatu standard operation produre
(SOP) di RS tersebut. Hasil klinis keempat pasien serial kasus ini adalah baik,
dimana pasien mengalami perbaikan subyektif maupun obyektif selama
perawatan. Pasca pembedahan, tiga pasien dari serial kasus ini mengalami
penurunan BB yang cukup bermakna. Oleh karena itu, konseling dan edukasi
mengenai nutrisi secara efektif dan holistik diberikan pada semua pasien tersebut
secara individual. Evaluasi dan pemantauan secara berkala terapi nutrisi yang
diberikan pada pasien merupakan hal yang esensial dalam perawatan pasien
secara keseluruhan
102
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
103
Universitas Indonesia
5.2 Saran
Berdasarkan kasus serial ini, dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:
1. Metode skrining dengan menggunakan MUST dan SGA
direkomendasikan untuk digunakan pada setiap pasien bedah, oleh karena
metode skrining tersebut bersifat valid, memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi, serta mudah untuk diaplikasikan.
2. Terapi nutrisi pada pasien bedah harus meliputi terapi nutrisi pra bedah
dan pasca bedah, yang diterapkan secara individual yakni sesuai dengan
keadaan klinis dan toleransi GI pasien.
3. Perhitungan energi dengan menggunakan persamaan Harris-Bennedict
yang ditambahkan dengan faktor stres, atau berdasarkan perhitungan 25-
45 kkal/kgBB/hari direkomendasikan pada pasien bedah.
4. Pemberian protein pada pasien bedah direkomendasikan sebesar 1,2-1,6
g/kgBB/hari, dengan rasio kalori nitrogen terhadap kalori non protein
dalam rentang 1:100 sampai 1:150 untuk tercapainya keseimbangan
nitrogen yang positif.
5. Pemberian lemak sebesar 20-25% KET direkomendasikan untuk pasien
pasca pembedahan pankreatikoduodenektomi.
6. Pemberian karbohidrat direkomendasikan sebesar 50-60% KET, yaitu
sesuai dengan diet DM, dimana 95% KH diberikan dalam bentuk KH
kompleks pada pasien pasca pembedahan pankreatikoduodenektomi.
7. Pemberian nutrien spesifik seperti asam lemak omega-3 (khususnya EPA),
AARC, dan immunonutrisi (arginin, glutamin, nukleotida)
direkomendasikan pada setiap pasien bedah, untuk tercapainya outcome
pembedahan dan kualitas hidup yang lebih baik pada pasien.
8. Pemberian oral carbohydrate loading pada dua jam sebelum tindakan
anestesi direkomendasikan pada pasien bedah yang tidak memiliki
kontraindikasi atau tidak berisiko mengalami aspirasi.
9. Pemberian makanan biasa per oral secara dini pada pasien pasca
pembedahan pankreatikoduodenektomi dapat direkomendasikan, sesuai
dengan keadaan klinis, gastrointestinal, dan toleransi asupan pasien.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
104
Universitas Indonesia
10. Nutrisi enteral dini (<24 jam) pasca bedah direkomendasikan pada pasien
yang tidak dapat memulai asupan per oral secara dini, dan pasien yang
asupan per oral diperkirakan tidak akan adekuat (<60%) selama lebih dari
10 hari.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
105
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
1. Landis SH, Murray, T., Bolden, S., et al.: Cancer statistics, 1999. Cancer J.
Clin 1999;49:8-10.
2. Gold EB, Goldin SB. Epidemiology and risk factor for Epidemiology of
and risk factors for pancreatic cancer. Surg Oncol Clin North Am
1998;7:67-70.
3. Jimenez RE, Fernandez-del Castillo C. Tumors of the pancreas. In:
Feldman M, Friedman LS, Brandt LJ, editor. Gastrointestinal and Liver
Disease. 9th
edition p 1017-30.
4. Blechacz B, Gores GJ. Tumors of the bile ducts, gallblladder, and ampulla.
In: Feldman M, Friedman LS, Brandt LJ, editor. Gastrointestinal and Liver
Disease. 9th
edition p 1181-84.
5. Lidder PG, Lewis S, Duxbury M and Thomas S. Systematic review of
postdischarge oral nutritional supplementation in patients undergoing GI
surgery. Nutr Clin Pract 2009;24(3):388-94.
6. Garth AK, Newsome CM, Simmance N and Crowe TC. Nutritional status,
nutrition practices and post-operative complications in patients with GI
cancer. J Hum Nutr Diet 2010;23:393-401.
7. Goonetilleke KS, Siriwardena AK. Sytematic review of peri-operative
nutritional supplementation in patients undergoing
pancreaticoduodenectomy. J Pancreas (Online) 2006;7(1):5-13.
8. Artikel Umum: Kanker Pankreas. Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia-
Indonesian Association for the Study of the Liver. September 2013.
Diunduh dari http://www.pphi-online.org/alpha/?p=859#more-859
(Diaksses 20 Desember 2013).
9. Chow HW, Gridley G, Nyren O. Risk of pancreatic cancer following
diabetes mellitus: A nationwide cohort study in Sweden. J. Natl. Cancer
Inst 1995;87:930-9.
10. Everhart J, Wright D. Diabetes mellitus as a risk factor for pancreatic
cancer: A meta-analysis. JAMA 1995; 273:1605-10.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
106
Universitas Indonesia
11. Whittemore, AS, Paffenbarger RS, Anderson K. Early precursors of
pancreatic cancer in college men. J Chronic Dis 1983;26:251.
12. Howe GR, Burch JD. Nutrition and pancreatic cancer. Cancer Causes
Control 1996;7:69.
13. Hahn SA, Schutte M, Hoque AT. DPC4, A candidate tumor suppressor
gene at human chromosome 18q21.1. Science 1996:271:350-54.
14. Schutte M, Hruban RH, Hedrick L. DPC4 gene in various tumor types.
Cancer Res 1996;56:2527-32.
15. Schutte M, da Costa LT, Hahn SA.Identification by representational
difference analysis of a homozygous deletion inpancreatic carcinoma that
lies within the BRCA2 region. Proc Natl Acad Sci 1995;92:5950-7.
16. Parrish CR. Post-Whipple: A practical approach to nutrition management.
Practical Gastroenterology 2012;108:30-42.
17. Niedergethmann M, Shang E, Soliman FM. Early and enduring nutritional
and functional results of pylorus preservation vs classic Whipple
procedure for pancreatic cancer. Langenbecks Arch Surg 2006;391:195-
202.
18. Willett C, Daly W, Warshaw A. CA 19-9 is an index ofresponse to
neoadjuvant chemoradiation in pancreatic cancer. Am .J Surg 1996;172-5.
19. Winkler MF, Malone AM. Medical Nutrition Therapy for Metabolic
Stress: sepsis, trauma, burns, and surgery. In Mahan LK, Escott-Stump S.
editors. Krause’s food and nutrition therapy, 12th
ed. Missouri: Saunders
Elsevier, 2008. p. 1021-40.
20. Visser J, Labadarios D. Metabolic and nutritional consequences of the
Acute Phase Response. SAJCN 2002;15:75-94.
21. Total Nutritional Therapy 2009
22. Loh KW, Vriens MR, Gerritsen A, Rinkes IHMB, van Hillegersberg R,
Schippers C, et al. Unintentional weight loss is the most important
indicator of malnutrition among surgical cancer patientss. The Netherlands
Journal of Medicine 2012;70:365-9.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
107
Universitas Indonesia
23. Kondrup J, Aliison SP, Elia M, Vellas B, Plauth M. ESPEN guidelines for
nutrition screening 2002. Clin Nutr 2003;22:415-21.
24. Jie B, Jiang ZM, Nolan MT, Zhu SN, Yu K, Kondrup J. Impact of
preoperative nutritional support on clinical outcome in abdominal surgical
patients at nutritional risk. Nutrition 2012;28:1022-27.
25. Bozzetti F. Perioperative nutritional management. Proc Nutr Soc
2011;70:305-10.
26. Abunnaja S, Cuviello A, Sanchez JA. Enteral and parenteral nutrititon in
the perioperative period: State of the art. Nutrients 2013;5:608-23.
27. Donohoe CL, Ryan AM, Reynolds JV. Cancer cachexia: Mechanisms and
clinical implications. Hindawi Publishing Corporation Gastroenterology
Research and Practice Volume 2011. Article ID 601434.
28. Topkan E, Yavuz AA, Ozyilkan O. Cancer cachexia: Pathophysiologic
aspects and treatment options. Asian Pacific J Cancer Prev 2007;8:445-
51.
29. Esper DH, Harb WA. The cancer cachexia syndrome: A review of
metabolic and clinical manifestations. Nutr Clin Pract 2005;20:369-78.
30. Spivak JL. Iron and the anemia of chronic disease. Oncology 2002;16:25–
33.
31. Spivak JL, Gascon P, Ludwig H. Anemia management in oncology and
hematology. The Oncologist 2009;14(suppl 1):43-56.
32. Ward N. Nutrition support to patients undergoing gastrointestinal surgery.
Nutr J 2003;2:18.
33. Kutze V. Perioperative nutrition: what do we know? S Afr J Clin Nutr
2011;24:S19-S22.
34. Weimann A, Braga M, Harsanyl L, Laviano A, Ljungqvist O, Soeters P,
dkk. ESPEN guidelines on enteral nutrition: Surgery including organ
transplantation. Clinical Nutrition 2006;25:224-44.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
108
Universitas Indonesia
35. Lassen K, Coolsen MME, Slim K, Carli F, de Aguilar-Nascimento JE,
Schafer M, et al. Guidelines for perioperative care for
pancreaticoduodenectomy: Enhanced recovery after surgery (ERAS®)
society recommendations. Clinical Nutrition 2012;31:817-30.
36. Kudsk KA, Tolley EA, DeWitt RC. Preoperative albumin and surgical site
identify surgical risk for major postoperative complications. JPEN J
Parenter Enteral Nutr 2003;27:1-9.
37. Chioléro R, Revelly J-P. Energy metabolism in sepsis and injury. Nutrition
1997;13: 45-51.
38. Monk DN, Plank LD, Franch-Arcas G, Finn PJ, Streat SJ, Hill GL.
Sequential changes in the metabolic response in critically injured patients
during the first 25 days after blunt trauma. Ann Surg 1996; 223: 395-405.
39. Smalberger R. Nutritional management of gastrointestinal malignancies. S
Afr J Clin Nutr 2010;23:62-64.
40. Braga M, Ljungqvist O, Soeters P, Fearon K, Weimann A, Bozzetti F.
ESPEN guidelines on parenteral nutrition: Surgery. Clin Nutr
2009;28:378-86.
41. Arends J, Bodoky G, Bozzeti F, Fearon K, Muscaritoli M, Selga G, et al.
ESPEN guidelines on enteral nutrition: Non-surgical oncology. Clinical
Nutrition 2006;25:245-59.
42. McClave SA, Martindale RG, Vanek VW, McCarthy M, Roberts P, Taylor
B, et al. The A.S.P.E.N Board of director and the American College of
Critical Care. Guidelines for the provision and assessment of nutritional
support therapy in the adult critically ill patient: Society of Critical Care
Medicine (SCCM) and American Society for Parenteral and Enteral
Nutrition (ASPEN). JPEN 2009;33:277-316.
43. Ljungvist O, Dardai E, Allison SP. Basics in clinical nutrition:
Perioperative nutrition. E-SPEN, the European e-Journal of clinical
nutrition and metabolism 2010;5:e93-6.
44. Salvino RM, Dechleec S, Seidner DL. Perioperative nutrition support:
Who and how. Cleveland Clinic Journal of Medicine 2004;71:345-51.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
109
Universitas Indonesia
45. Cheatham ML. Surgical Nutrition. Diunduh dari
http://faculty.ksu.edu.sa/sultan.alenazi/Sultans%20oi (Diakses 15 Desember
2013).
46. Nitenberg G dan Raynard B. Nutritional support of the cancer patients:
issues and dilemmas. Critical Review in Oncology/Hematology
2000:34;137-68.
47. Aranda-Mitchel J, Mubarak A., Figuerda. (2006). Gastrointestinal and
Liver Disease. Dalam Heimburger D.C., Ard J.D (Ed). Handbook of
Clinical Nutrition (hal.463-486). Philadelphia: Mosby Elsevier.
48. Lefton J, Lopez PP. Macronutrient requirements: Carbohdyrate, protein,
and lipid. In Cresci G, editor. Nutrition support for the critically ill patient:
A guide to practice, 1st edition. United States: Taylor & Francis, 2005. p.
99-108.
49. Choudry HA, Pan M, Karinch AM, Souba WW. Branched-chain amino
acid-enriched nutritional support in surgical and cancer patients. J Nutr
2006;136:314S-318S.
50. Fanelli R. Branched Chain Amino Acids: The best compromise to achieve
anabolism. Curr Opin Clin Nutr Metab Care 2005;8:408-14.
51. Marian M, Russell MK, Shikora SA. Clinical Nutrition for surgical
patients. Jones and Bartlett Publishers. Massachusetts, 2008. p. 5, 117-9,
169-86.
52. Burton D, Nicholson G, Hall G. Endocrine and metabolic response to
surgery. Continuing Education in Anaesthesia, Critical Care and Pain
2004;4:144-7.
53. Agarwal N, Norkus E, Garcia C, Nassoura Z, Leighton L, Cayten C. Effect
of surgery on serum antioxidant vitamins. J Parenter Enteral Nutr 1996;
2: 325-7
.
54. An updated report by the American Society of Anesthesiologists
Committee on standards and practice parameters. Practice guidelines for
preoperative fasting and the use pulmonary aspiration: Application to
healthy patients undergoing elective procedures. Anesthesiology
2001;114:495-511.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
110
Universitas Indonesia
55. Gustafsson UO, Ljungqvist O. Perioperative nutritional management in
digestive tract surgery. Curr Opin Clin Nutr Metab Care 2011;14:504-9.
56. Awad S, Lobo DN. What’s new in perioperative nutritional support?
Current Opinion in Anesthesiology 2011;24:339-48.
57. Hill AG, Hill GL. Metabolic response to severe injury. British Journal of
Surgery 1998;85:884-90.
58. Lattermann R, Carli F, Wykes L, Schricker T. Perioperative glucose
infusion and the catabolic response to surgery: The effect of epidural
block. Anesth Analg 2003;96:555-62.
59. Yamasaki K, Inagaki Y, Mochida S, Tunaki K, Takahashi S, Sakamoto S.
Effect of intraoperative acetated Ringer’s solution with 1% glucose on
glucose and protein metabolism. J Anesth 2010;24:426-31.
60. Zhong J, Ge SJ, Zhuang XF, Cang J, Xue SG. Effect of intraoperative
amino acid infusion on blood glucose under general anesthesia combined
with epidural block. Ann Nutr Metab 2012;61:1-6.
61. Wykes LJ, Nitschmann EP, Mazza L, Meterissian S, Schricker T.
Preoperative vs intraoperative initiation of parenteral nutrition is
associated with increased postoperative synthesis of albumin but not
fibrinogen in patients undergoing colorectal surgery and receiving epidural
analgesia. The FASEB Journal 2007;21:354-50.
62. Torosian MH. Perioperative nutrition support for patients undergoing
gastrointestinal surgery: Critical analysis and recommendations. World J
Surg 1999;23:565-69.
63. Fisher WE, Hodges SE, Cruz G, Artinyan A, Silberfein EJ, Ahern CH, et
al. Routine nasogastric suction may be unnecessary after a pancreatic
resection. HPB (Oxford) 2011;13:792-6.
64. Roland CL, Mansour JC, Schwarz RE. Routine nasogastric decompression
is unnecessary after a pancreatic resection. Arch Surg 2012;147:287-9.
65. Lassen K, Kjaeve J, Fetveit T, Trano G, Sigurdsson HK, Horn A, et al.
Allowing normal food at will after major upper gastrointestinal surgery
does no increase morbidity: a randomized multicenter trial. Ann Surg
2012;147:287-9.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
111
Universitas Indonesia
66. Berberat PO, Ingold H, Gulbinas A, Kleeff J, Muller MW, Gutt C, et al.
Fast track – different implications in pancreatic surgery. J Gastrointest
Surg 2007;11:880-7.
67. Noble EJ, Harris R, Hosie KB, Thomas S, Lewis SJ. Gum chewing
reduces post-operative ileus? A systematic review and meta-analisis. Int J
Surg 2009;7:100-5.
68. Ljungqvist O. Insulin resistance and outcomes in surgery. J Clin
Endocrinol Metab 2010;95:4217-9.
69. Ljungqvist O, Jonathan E. Rhoads Lecture 2011: insulin resistance and
enhanced recovery after surgery. J Parenter Enteral Nutr 2012;36:389-98.
70. van den Berghe G, Wouters P, Weekers F, Verwaest C, Bruyninckx F,
Schetz M, et al. Intensive insulin therapy in the critically ill patients. N
Engl J Med 2001;345:1359-67.
71. Cujik J, Babiker AG. Pancreatic cancer, diabetes mellituss and gallbladder
disease. Int J Cancer 1999;43:415-9.
72. Armstrong T, Strommer L, Ruiz-Jasbon F. Pancreaticoduodenectomy for
peri-ampullary neoplasia leads to specific micronutrient deficiencies.
Pancreatology 2007;7:37-44.
73. Yu HH, Yang TM, Shan YS. Zinc deficiency in patients undergoing
pancreaticoduodenectomy for peri-ampullary tumors is associated with
pancreatic exocrine insufficiecy. World J Surg 2011;35:2110-7.
74. Stroble A, Zanker K, Hahn A. Nutrition in oncology: The case of
micronutrients (Review). Oncology Reports 2010;24:815-28.
75. Rabl H, Khoschsorur G, Colombo T. A multivitamin infusion prevents
lipid peroxidation and improves transplantation performance. Kidney Int
1993;43:912-8.
76. Martindale RG dan Maerz LL. Management of perioperative nutrition
support. Curr Opin Crit Care 2006;12:290-94.
77. Moksovitz DN, Kim YI, Does perioperative immunonutrition reduce
postoperative complications in patients with gastrointestinal cancer
undergoing operation? Nutr Rev 2004;62:443-47.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
112
Universitas Indonesia
78. Klek S, Sierzega M, Szybinski, Szczepanek K, Scislo L, Walewska E, et
al. Perioperative nutrition in malnourished surgical cancer patients – A
prospective, randomized, controlled clinical trial. Clinical Nutrition
2011;30:708-13.
79. Rayes N, Seehofer D, Neubaus P. Prebiotics, probiotics, synbiotics in
surgery are they only trendy, truly effective or even dangerous?
Langenbeeks Arch Surg 2009;394:547-55.
80. McCowen KC, Bistrian BR. Immunonutrition: problematic or problem
solving. Am J Clin Nutr 2003;77:764-70.
81. Marik PE, Zaloga GP. Immunonutrition in high-risk surgical patients: A
systematic review and analysis of the literature. JPEN 2010;34:378-86.
82. Gianotti L, Meier R, Lobo DN, Bassi C, Dejong CH, Ockenga J, et al.
ESPEN guidelines on parenteral nutrition: pancreas. Clin Nutr
2009;28:428-35.
83. Rassam SS, Counsell DJ. Perioperative fluid therapy. Continuing
Education in Anaesthesia, Critical Care & Pain volume 5:2005;161-6.
84. Choi P, Yip G, Quinonez L, Cook D. Crystalloids versus colloids in fluid
resuscitation: a systematic review. Crit Care Med 1999;27:200-10.
85. De-Aguilar-Naseimento JE dan Dock-Nascimento DB. Reducing
preoperative fasting time: A trend based on evidence. World J Gastrointest
Surg 2010;2:57-60.
86. Compher CW, Spencer C, Kinosian BP. Perioperative parenteral nutrition:
Impact on morbidity and mortality in surgical patients. Nutr Clin Pract
2005;20:460-67.
87. Kozar RA, McQuiggan MM, Moore FA. Trauma. In: Rolandelli RH,
Bankhead R, Boullata JL, Compher CW, Editors. Clinical nutrition enteral
and tube feeding. 4th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders;2005.p.365-72.
88. Pratt DS, Kaplan MM. Jaundice. In: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL,
Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, editor. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 2nd ed. United States of
America:McGraw-Hill, 2008:238-42.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
113
Universitas Indonesia
89. Mayer RJ. Pancreatic Cancer. In: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL,
Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, editor. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 2nd ed. United States of
America:McGraw-Hill, 2008:537-39.
90. Tahir S, Shuja A. Obstructive jaundice. Surgery-Gastrointestinal
problems. California. Thompson, 2007:167-78.
91. Despopoulos A dan Silbernagl S. Color Atlas of Physiology. 5th ed. New
York:Stuttgart Thieme, 2003:250-59.
92. Bernstan FM, Pollock RE. Oncology. In: Brunicardi CF, Anderson DK,
Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editor. Schwartz’s Manual
of Surgery. 8th
ed. New York: McGraw-Hill, 2008:183-215.
93. Balducci L. Anemia, cancer, and aging. Cancer Control 2003;10:478-86.
94. Boldt J. Use of albumin: an update. British Journal of Anaesthesia
2010;104:276-82.
95. Norman K, Pichard C, Loehs H, Pirlich M. Prognostic impact of disease-
related malnutrition. Clinical Nutrition 2008;27:5-15.
96. Huckleberry Y. Nutritional support and the surgical patient. Am J Health
Syst Pharm 2004;61:9-15.
97. Antoun S, Rey A, Belal J, Montange M, Pressoir M, Vasson MP, et al.
Nutritional risk factors in planned oncologic surgery: what clinical and
biological parameters should be routinely used? World J Surg
2009;33:1633-40.
98. Pachero-Haro LJ, Chavez-Cadena MA. Preoperative lymphocytes as a
factor related with delayed healing in hip surgery. Acta Ortop Mex
2012;26:224-7.
99. Shenkin A, Serum prealbumin: Is it a marker of nutritional status or of risk
of malnutrition? Clinical Chemistry 2006;52:2177-80.
100. Aydin N and Karaoz S. Nutritional assessment of patients before
GI surgery and nurses’ approach to this issue. Journal of Clinical Nursing
2008;17(4)-608-17.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
114
Universitas Indonesia
101. Daniels L. Good nutrition for good surgery: clinical and quality of
life outcomes. Australian Prescriber 2003;26(6):136-40.
102. Durkin MT, Mercer KG, McNulty MF. Vascular surgical society
of great britain and ireland: contribution of malnutrition to postoperative
morbidity in vascular surgical patients. Br J Surg 1999:86:702-8.
103. Faria MS, de Aguilar-Nascimento JE, Pimenta OS, Alvarenga LC
Jr, Dock-Nascimento DB, Slhessarenko N. Preoperative fasting of 2 hours
minimizes insulin resistance and organic response to trauma after video-
cholecystectomy: a RCT. World J Surg 2009;33:1158-64.
104. di Sebastiano P, Festa L, De Bonis A, Ciuffreda A, Valvano MR,
Andriulli A, et al. A modified fast-tract program for pancreatic surgery: a
prospective single-center experience. Langenbecks Arch Surg
2011;396:345-51.
105. Bisgaard T, Kristiansen VB, Hjortso NC, Jacobsen LS, Rosenberg
J, Kehlet H. Randomized clinical trial comparing an oral carbohydrate
beverage with placebo before cholecystectomy. Br J Surg 2004;91:151-9
106. Henriksen MG, Hessov I, Dela F, Hansen HV, Haraldsted V, Rodt
SA. Effects of preoperative oral carbohdyrates and peptides on
postoperative endocrine response, mobilization, nutrition, and muscle
function in abdominal surgery. Acta Anaesthesiol Scand 2003;47:191-9.
107. Cynober L, Harris RA. Symposium on Branched-Chain Amino
Acids: Conference Summary. J Nutr 2006;136:333-6.
108. Hasse JM, Matarese LE. Medical nutrition therapy for liver, biliary
system, and exocrine pancreas disorders. In Mahan LK, Escott-Stump S.
editors. Krause’s food and nutrition therapy, 12th
ed. Missouri: Saunders
Elsevier, 2008. p. 707-20.
109. Franz MJ.Medical nutrition therapy for diabetes mellitus and
hypoglycemia of non diabetic origin. In Mahan LK, Escott-Stump S.
editors. Krause’s food and nutrition therapy, 12th
ed. Missouri: Saunders
Elsevier, 2008. p. 764-80.
110. Bobroft LB, Lentz A, Turner RE. Food/drug and drug/nutrient
interactions: What you should know about your medications. Diunduh dari
http://edis.ifas.ufl.edu/pdffiles/HE/HE77600.pdf (Diakses 20 Desember
2013).
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
115
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Formulir Skrining MUST Modifikasi
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT
NASIONAL
Cipto Mangunkusumo
Departemen Ilmu Gizi FKUI RSCM
Jl. Salemba 6, Jakarta
Med Rec:
Nama:
Umur: th (♂/♀)*
SKRINING GIZI SKOR
1 Indeks Massa Tubuh
IMT > 20 kg/m2 0
IMT = 18,5 - 20 kg/m2 1
IMT < 18,5 kg/m2 atau IMT > 20 kg/m
2 2
2 Perubahan Berat Badan yang tanpa direncanakan dalam 3-6
bulan terakhir**
< 5% dari Berat Badan biasanya 0
5% - 10% dari Berat Badan biasanya 1
10% dari Berat Badan biasanya 2
3 Penyakit/tindakan pembedahan dengan asupan makanan 3-5
hari terakhir
< 50% dari kebiasaan makan
Peubahan bentuk makanan ke enteral/parenteral
Pasca pembedahan atau tindakan diperkirakan akan berkurang
asupan oral
2
Risiko bermasalah
Gizi
Skor = 0 risiko
rendah
Skor > 1 risiko
sedang
Skor ≥ 2 risiko tinggi
Tatalaksana gizi (preskripsi + pelayanan
gizi)
DPJP + PAGT 7 hari skrining ulang
DPJP + PAGT 3 hari skrining ulang
Tim Terapi Gizi (SpGK + DPJP + Dietisien)
Skor 1 Skining ulang 3 hari 0
1
2
Skor 0 Skrining ulang 7 hari 0
1
2
Catatan:
1. Formulir skrining (modifikasi MUST)
2. Bila tidak dapat ditimbang, dapat lakukan pengukuran Lingkar Lengan Atas (LLA)
*MUST: LLA < 23,5 cm ~ IMT ≤ 20 kg/m2 atau LLA > 32,0 cm ~ IMT ≥ 30 kg/
2
3. ** Bila tidak ditimbang sebelumnya: perkiraan berat badan misalnya pakaian jadi sempit
atau longgar.
4. Bila skor 2 atau lebih pemantauan Tim Terapi Gizi (TTG) formulir pemeriksaan
formulir pemantauan
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
116
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Formulir Skrining SGA
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
117
Universitas Indonesia
Lampiran 3: Lembar Pemantauan Kasus 1
H1 (19/07/13) H2 (20/07/13) H3 (21/07/13)
S Mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+).
Toleransi asupan baik.
Mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+). Toleransi
asupan baik.
Mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+). Toleransi
asupan baik.
O Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Cor: BJ 1-II murni.
Pulmo: vesikuler pada kedua paru
Abdomen: Datar, BU (+) normal, supel, timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa.
Antropometri: TB: 170 cm BB (aktual): 55 kg
IMT: 19 kg/m2
Laboratorium:
Hb: 11,3 Ht: 35,2 eritrosit: 4.080.000 MCV: 86,3
MCH: 27,7 MCHC:32,1 trombosit: 403.000
leukosit: 11.510 Hitung jenis: basofil 0,4
eosinofil 2,8 neutrofil 43,7 limfosit 24,5 monosit
7,0
LED: 130. SGOT: 23 SGPT: 15 Gamma GT:
233 Fosfatase alkali: 307 kolinesterase: 4452
PT pasien 10,8 kontrol 12,8 detik
APTT pasien 36,4 kontrol 35,4 detik
Terapi DPJP: Pro PPPD, tunggu jadwal
Analisa asupan:
Vol E P L KH
Nasi
biasa
- 1900 71 42 310
Total
- 1900 71 42 310
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Cor: BJ 1-II murni.
Pulmo: vesikuler pada kedua paru
Abdomen: Datar, BU (+) normal, supel, timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa.
Antropometri: TB: 170 cm BB (aktual): 55 kg IMT:
19 kg/m2
Terapi DPJP: Pro PPPD, tunggu jadwal
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Nasi biasa - 1700 64 38 276
Hepatosol
1 x 200
ml
200 200 11,1 3,1 55,2
Total
200 1900 75,1 41,1 331,2
Imbang Cairan:
Input 1800 ml
Output 1700 ml
BC - 100 ml/24jam
Diuresis 0,85 ml/kgBB/jam
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Cor: BJ 1-II murni.
Pulmo: vesikuler pada kedua paru
Abdomen: Datar, BU (+) normal, supel, timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa.
Antropometri: TB: 170 cm BB (aktual): 55 kg IMT:
19 kg/m2
Terapi DPJP: Pro PPPD, tunggu jadwal
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Nasi
biasa
- 1700 64 38 276
Hepatosol
2 x 200
ml
400 400 22,1 6,2 110,4
Total
N:NPC=
1:125
400 2100 86,1 44,2 386,4
Imbang Cairan:
Input 1900 ml
Output 1800 ml
BC - 100 ml/24jam
Diuresis 0,75 ml/kgBB/jam
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
118
Universitas Indonesia
Imbang Cairan:
Input 1500 ml
Output 1700 ml
BC - 200 ml/24jam
Diuresis 0,8 ml/kgBB/jam
A Adenocarcinoma ampula Vateri T3N0M0,
sindroma kanker kaheksia, hipermetabolisme
berat, anemia normositik normokrom,
leukositosis, trombositosis, hipoalbuminemia,
hiperbilirubinemia, dan penurunan kapasitas
fungsional.
Adenocarcinoma ampula Vateri T3N0M0, sindroma
kanker kaheksia, hipermetabolisme berat, anemia
normositik normokrom, leukositosis, trombositosis,
hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia, dan
penurunan kapasitas fungsional.
Adenocarcinoma ampula Vateri T3N0M0, sindroma
kanker kaheksia, hipermetabolisme berat, anemia
normositik normokrom, leukositosis, trombositosis,
hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia, dan
penurunan kapasitas fungsional.
P KEB: 1400 kkal KET: 2100 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET ~ 2100 kkal P 1,5
g/kgBB ~ 83 g L:20% ~47 g, KH 336 g
N:NPC = 1:133. Jalir: oral
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Nasi
biasa
- 1700 64 38 276
Hepatosol
2 x 200
ml
400 400 22,1 6,2 110,4
Total
N:NPC=
1:125
400 2120 86,1 44,2 386,4
Kebutuhan cairan: 1650-1925 ml/24 jam
Saran suplementasi: multivitamin & mineral
sesuai AKG, EPA 2 gram/hari, curcuma 3 x 20
mg tablet/hari.
KEB: 1400 kkal KET: 2100 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET ~ 2100 kkal P 1,5
g/kgBB ~ 83 g L:20% ~47 g, KH 336 g
N:NPC = 1:133. Jalur: oral
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Nasi biasa - 1700 64 38 276
Hepatosol
2 x 200
ml
400 400 22,1 6,2 110,4
Total
N:NPC=
1:125
400 2120 86,1 44,2 386,4
Kebutuhan cairan: 1650-1925 ml/24 jam
Saran suplementasi: multivitamin & mineral sesuai
AKG, EPA 2 gram/hari, curcuma 3 x 20 mg
tablet/hari.
KEB: 1400 kkal KET: 2100 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET ~ 2100 kkal P 1,5
g/kgBB ~ 83 g L:20% ~47 g, KH 336 g
N:NPC = 1:133. Jalur: oral
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Nasi
biasa
- 1700 64 38 276
Hepatosol
2 x 200
ml
400 400 22,1 6,2 110,4
Total
N:NPC=
1:125
400 2100 86,1 44,2 386,4
Kebutuhan cairan: 1650-1925 ml/24 jam
Saran suplementasi: multivitamin & mineral sesuai
AKG, EPA 2 gram/hari, curcuma 3 x 20 mg
tablet/hari.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
119
Universitas Indonesia
H4 (22/07/13) H5 (23/07/13) H6 (24/07/13)
S Mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+).
Toleransi asupan baik.
Mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+). Toleransi
asupan baik.
Mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+). Toleransi
asupan baik.
O Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Cor: BJ 1-II murni.
Pulmo: vesikuler pada kedua paru
Abdomen: Datar, BU (+) normal, supel, timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa.
Antropometri: TB: 170 cm BB (aktual): 55 kg
IMT: 19 kg/m2
Laboratorium:
Hb: 11,6 Ht: 35,9 eritrosit: 4.260.000
MCV: 84,3 MCH: 27,2 MCHC: 32,3
Leukosit: 10.420 trombosit: 258.000
Hitung jenis: Basofil 0,2% eosinofil 5,3%
neutrofil 62,1% limfosit: 21,7% monosit: 10,7%
LED: 45 Ureum: 22 kreatinin: 0,6 GDS: 101
SGOT: 72 SGPT: 52 Protein total: 7,1
Albumin: 3,75 Globulin: 3,35
Albumin-globulin ratio: 1,1
Bilirubin total: 22,3 bilirubin direk: 2,56
Bilirubin indirek: 0,27
Alkali fosfatase: 397 Kolinesterase: 4883
Na: 132 K: 4,61 Cl: 95,4 Ca: 9,3
CA 19-9 (pankreas): 99,6 u/ml
CEA (kolon): 9,33 ng/ml
Terapi DPJP: Pro PPPD, tunggu jadwal
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Cor: BJ 1-II murni.
Pulmo: vesikuler pada kedua paru
Abdomen: Datar, BU (+) normal, supel, timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa.
Antropometri: TB: 170 cm BB (aktual): 55 kg IMT:
19 kg/m2
Terapi DPJP:
- Pro PPPD, tunggu jadwal
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Nasi biasa - 1700 64 38 276
Hepatosol
1 x 200
ml
200 200 11,1 3,1 55,2
Total
200 1900 75,1 41,1 331,2
Imbang Cairan:
Input 1800 ml
Output 1700 ml
BC - 100 ml/24jam
Diuresis 0,85 ml/kgBB/jam
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Cor: BJ 1-II murni.
Pulmo: vesikuler pada kedua paru
Abdomen: Datar, BU (+) normal, supel, timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa.
Antropometri: TB: 170 cm BB (aktual): 55 kg IMT:
19 kg/m2
Terapi DPJP:
- Pro P3D, tunggu jadwal
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Nasi
biasa
- 1700 64 38 276
Hepatosol
2 x 200
ml
400 400 22,1 6,2 110,4
Total
N:NPC=
1:125
400 2100 86,1 44,2 386,4
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
120
Universitas Indonesia
Analisa asupan:
Vol E P L KH
Nasi
biasa
- 1700 64 38 276
Hepatosol
2 x 200
ml
400 400 22,1 6,2 110,4
Total 400 2100 86,1 44,2 386,4
Imbang Cairan:
Input 1500 ml
Output 1700 ml
BC - 200 ml/24jam
Diuresis 0,8 ml/kgBB/jam
Imbang Cairan:
Input 1900 ml
Output 1800 ml
BC - 100 ml/24jam
Diuresis 0,75 ml/kgBB/jam
A Adenocarcinoma ampula Vateri T3N0M0,
sindroma kanker kaheksia, hipermetabolisme
berat, anemia normositik normokrom,
leukositosis, hiperbilirubinemia, dan penurunan
kapasitas fungsional.
Adenocarcinoma ampula Vateri T3N0M0, sindroma
kanker kaheksia, hipermetabolisme berat, anemia
normositik normokrom, leukositosis,
hiperbilirubinemia, dan penurunan kapasitas
fungsional.
Adenocarcinoma ampula Vateri T3N0M0, sindroma
kanker kaheksia, hipermetabolisme berat, anemia
normositik normokrom, leukositosis,
hiperbilirubinemia, dan penurunan kapasitas
fungsional.
P KEB: 1400 kkal KET: 2100 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET ~ 2100 kkal P 1,5
g/kgBB ~ 83 g L:20% ~47 g, KH 336 g
N:NPC = 1:133. Jalir: oral.
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Nasi
biasa
- 1700 64 38 276
Hepatosol
2 x 200
ml
400 400 22,1 6,2 110,4
Total
N:NPC=
1:125
400 2120 86,1 44,2 386,4
KEB: 1400 kkal KET: 2100 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET ~ 2100 kkal P 1,5
g/kgBB ~ 83 g L:20% ~47 g, KH 336 g
N:NPC = 1:133. Jalur: oral
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Nasi biasa - 1700 64 38 276
Hepatosol
2 x 200
ml
400 400 22,1 6,2 110,4
Total
N:NPC=
1:125
400 2120 86,1 44,2 386,4
KEB: 1400 kkal KET: 2100 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET ~ 2100 kkal P 1,5
g/kgBB ~ 83 g L:20% ~47 g, KH 336 g
N:NPC = 1:133. Jalur: oral
Preskripsi diet
Vol E P L KH
Nasi biasa - 1700 64 38 276
Hepatosol
2 x 200
ml
400 400 22,1 6,2 110,4
Total
N:NPC=
1:125
400 2100 86,1 44,2 386,4
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
121
Universitas Indonesia
Kebutuhan cairan: 1650-1925 ml/24 jam
Saran suplementasi: multivitamin & mineral
sesuai AKG, EPA 2 gram/hari, curcuma 3 x 20
mg tablet/hari.
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, imbang
cairan setiap hari; antropometri setiap minggu;
fungsi hati, albumin & elektrolit setiap 2 minggu
Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi akan
dipertahankan sesuai KET.
Kebutuhan cairan: 1650-1925 ml/24 jam
Saran suplementasi: multivitamin & mineral sesuai
AKG, EPA 2 gram/hari, curcuma 3 x 20 mg
tablet/hari.
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, imbang cairan
setiap hari; antropometri setiap minggu; fungsi hati,
albumin & elektrolit setiap 2 minggu
Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi akan
dipertahankan sesuai KET.
Kebutuhan cairan: 1650-1925 ml/24 jam
Saran suplementasi: multivitamin & mineral sesuai
AKG, EPA 2 gram/hari, curcuma 3 x 20 mg
tablet/hari.
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, imbang cairan
setiap hari; antropometri setiap minggu; fungsi hati,
albumin & elektrolit setiap 2 minggu
Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi akan
dipertahankan sesuai KET.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
122
Universitas Indonesia
H7 (25/07/13) H8 (26/07/13) H9 (27/07/13)
S Mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+).
Toleransi asupan baik.
Mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+). Toleransi
asupan baik.
Mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+). Toleransi
asupan baik. Pasien direncanakan operasi hari ini
O Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Cor: BJ 1-II murni.
Pulmo: vesikuler pada kedua paru
Abdomen: Datar, BU (+) normal, supel, timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa.
Antropometri: TB: 170 cm BB (aktual): 55 kg
IMT: 19 kg/m2
Laboratorium:
Hb: 10,3 Ht: 32,7eritrosit: 3.610.000 MCV: 90,6
MCH: 38,8 MCHC:32,8 Hitung jenis: basofil 0,5
eosinofil 1,0 neutrofil 70,7 limfosit 20,3 monosit
7,8 LED: 110 Masa prothrombin IVY: 3 detik
PT pasien 11,2 kontrol 12,5 detik
APTT pasien 36,3 kontrol 33,1 detik
Fibrinogen: 483 d-Dimer kuantitatif: 202
SGOT: 66 SGPT: 32 Fosfatase alkali: 1006
albumin: 2,86 bilirubin total: 4,95 bilirubin direk:
4,00 bilirubin indirek: 0,95 Ureum: 45 kreatinin
0,7 GDS: 78 Na: 137 K: 3,54 Cl: 96
Terapi DPJP:
- Pro PPPD, tunggu jadwal
Analisa asupan:
Vol E P L KH
Nasi
biasa
- 1700 64 38 276
Hepatosol
2 x 200
400 400 22,1 6,2 110,4
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Cor: BJ 1-II murni.
Pulmo: vesikuler pada kedua paru
Abdomen: Datar, BU (+) normal, supel, timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa.
Antropometri: TB: 170 cm BB (aktual): 55 kg IMT:
19 kg/m2
Terapi DPJP:
- Pro PPPD besok
- Puasa 6 jam sebelum operasi
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Nasi biasa - 1700 64 38 276
Hepatosol
2 x 200
ml
400 400 22,1 6,2 110,4
Total
400 2120 86,1 44,2 386,4
Imbang Cairan:
Input 1800 ml
Output 1600 ml
BC - 200 ml/24jam
Diuresis 0,65 ml/kgBB/jam
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Cor: BJ 1-II murni.
Pulmo: vesikuler pada kedua paru
Abdomen: Datar, BU (+) normal, supel, timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa.
Antropometri: TB: 170 cm BB (aktual): 55 kg IMT:
19 kg/m2
Terapi DPJP:
- Pro PPPD hari ini
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Nasi biasa - 1700 64 38 276
Hepatosol
1 x 200
ml
200 200 11,1 3,1 55,2
Total
200 1900 75,1 41,1 331,2
Imbang Cairan:
Input 1500 ml
Output 1600 ml
BC - 100 ml/24jam
Diuresis 0,75 ml/kgBB/jam
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
123
Universitas Indonesia
ml
Total 400 2120 86,1 44,2 386,4
Imbang Cairan:
Input 1600 ml
Output 1500 ml
BC +100 ml/24jam
Diuresis 0,7 ml/kgBB/jam
A Adenocarcinoma ampula Vateri T3N0M0,
sindroma kanker kaheksia, hipermetabolisme
berat, anemia normositik normokrom,
leukositosis, hiperbilirubinemia, dan penurunan
kapasitas fungsional.
Adenocarcinoma ampula Vateri T3N0M0, sindroma
kanker kaheksia, hipermetabolisme berat, anemia
normositik normokrom, leukositosis,
hiperbilirubinemia, dan penurunan kapasitas
fungsional.
Adenocarcinoma ampula Vateri T3N0M0, sindroma
kanker kaheksia, hipermetabolisme berat, anemia
normositik normokrom, leukositosis,
hiperbilirubinemia, dan penurunan kapasitas
fungsional.
P KEB: 1400 kkal KET: 2100 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET ~ 2100 kkal P 1,5
g/kgBB ~ 83 g L:20% ~47 g, KH 336 g
N:NPC = 1:133. Jalur: oral
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Nasi biasa - 1700 64 38 276
Hepatosol
2 x 200
ml
400 400 22,1 6,2 110,4
Total
N:NPC=
1:125
400 2100 86,1 44,2 386,4
Kebutuhan cairan: 1925 – 2200 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai
AKG.
KEB: 1400 kkal KET: 2100 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET ~ 2100 kkal P 1,5
g/kgBB ~ 83 g L:20% ~47 g, KH 336 g
N:NPC = 1:133. Jalur: oral
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Nasi biasa - 1700 64 38 276
Hepatosol
2 x 200
ml
400 400 22,1 6,2 110,4
Total
N:NPC=
1:125
400 2100 86,1 44,2 386,4
Kebutuhan cairan: 1925 – 2200 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai AKG.
KEB: 1400 kkal KET: 2100 kkal
Pemberian nutrisi akan direncanakan ulang pasca
operasi sesuai dengan kondisi klinis dan
gastrointestinal pasien.
Kebutuhan cairan: 1925 – 2200 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai AKG.
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, imbang cairan
setiap hari; antropometri setiap minggu; fungsi hati,
albumin & elektrolit setiap 2 minggu
Evaluasi:
Keadaan klinis dan gastrointestinal pasien pasca
operasi.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
124
Universitas Indonesia
H15 (28/07/13, pasca bedah H+1) H16 (29/07/13, pasca bedah H+2) H17 (30/07/13, pasca bedah H+3)
S Mual (+), muntah (-), flatus (+), belum BAB,
nyeri luka operasi (+), BAK (+). Pasien dirawat
di ICU.
Mual (+), muntah (-), flatus (+), belum BAB, nyeri
luka operasi (+), BAK (+). Pasien sudah pindah ke
bangsal digestif. .
Mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+). Toleransi
asupan baik.
O Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Hidung: Terpasang NGT, aliran balik 200 ml/24
jam (hijau).
Abdomen: Datar, tampak luka operasi terutup
kassa, rembesan (-), terpasang drain di abdomen
dextra produksi 250 ml/24 jam serohemoragik,
PTBD produksi 1400 ml/24 jam kuning tua; BU
(+) lemah, nyeri tekan luka operasi (+); supel,
timpani.
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa.
Antropometri: TB: 170 cm LLA: 20 cm BB
estimasi: 53 kg IMT: 18,3 kg/m2
Terapi DPJP:
NGT klem:buka = 3:1, Ketorolac 3 x 30 mg per
oral, Omeprazole 2 x 40 mg iv, Vitamin K 3 x 10
mg tablet. Pindah ke bangsal bedah saluran cerna.
Analisa asupan:
Vol E P L KH
Oral:
Clear
fluid 15 x
30 ml
450 90 - - 22,5
Kabiven 1440 1000 34 51 97
Total
1890 1090 34 51 119,5
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Hidung: Terpasang NGT, aliran balik 100 ml/24 jam
(hijau).
Abdomen: Datar, tampak luka operasi terutup kassa,
rembesan (-), terpasang drain di abdomen dextra
produksi 200 ml/24 jam serohemoragik, PTBD
produksi 1300 ml/24 jam kuning tua; BU (+)
normal; nyeri tekan luka operasi (+); supel, timpani.
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa.
Antropometri: TB: 170 cm LLA: 20 cm BB
estimasi: 53 kg IMT: 18,3 kg/m2
Terapi DPJP:
NGT klem:buka = 3:1, Ketorolac 3 x 30 mg per
oral, Omeprazole 2 x 40 mg iv, Vitamin K 3 x 10
mg tablet.
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Oral:
Hepatosol
15 x 30 ml
450 450 24,9 7 124,2
Combiplex 1000 480 40 - 84
Lipofundin 100 200 - 20 -
Total
1550 1130 64,9 27 208,2
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Hidung: Terpasang NGT, aliran balik 100 ml/24 jam
(kuning jernih)
Abdomen: Datar, tampak luka operasi terutup kassa,
rembesan (-), terpasang drain di abdomen dextra
produksi 100 ml/24 jam serohemoragik, PTBD
produksi 1250 ml/24 jam kuning tua; BU (+)
normal; nyeri tekan luka operasi (+); supel, timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa.
Antropometri: TB: 170 cm LLA: 20 cm BB
estimasi: 53 kg IMT: 18,3 kg/m2
Terapi DPJP:
NGT klem:buka = 3:1, Ketorolac 3 x 30 mg per
oral, Omeprazole 2 x 40 mg iv, Vitamin K 3 x 10
mg tablet.
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Oral:
Hepatosol
6 x 50 ml
300 300 16,6 4,7 82,8
Combiplex 1000 480 40 - 84
Lipofundin 100 200 - 20 -
Total
1400 980 56,6 24,7 166,8
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
125
Universitas Indonesia
Imbang Cairan:
Input 2040 ml
Output 1900 ml
BC +140 ml/24jam
Diuresis 0,7 ml/kgBB/jam
Imbang Cairan:
Input 1800 ml
Output 1700 ml
BC - 200 ml/24jam
Diuresis 0,75 ml/kgBB/jam
Imbang Cairan:
Input 1900 ml
Output 1800 ml
BC - 100 ml/24jam
Diuresis 0,8 ml/kgBB/jam
A Adenocarcinoma ampula Vateri T3N0M1 (hati)
pasca double bypass H+1, sindroma kanker
kaheksia, hipermetabolisme berat, anemia
normositik normokrom, leukositosis,
trombositosis, hipoalbuminemia,
hiperbilirubinemia, dan penurunan kapasitas
fungsional.
Adenocarcinoma ampula Vateri T3N0M1 (hati) pasca
double bypass H+2, sindroma kanker kaheksia,
hipermetabolisme berat, anemia normositik
normokrom, leukositosis, trombositosis,
hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia, dan
penurunan kapasitas fungsional.
Adenocarcinoma ampula Vateri T3N0M1 (hati) pasca
double bypass H+3, sindroma kanker kaheksia,
hipermetabolisme berat, anemia normositik
normokrom, leukositosis, trombositosis,
hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia, dan
penurunan kapasitas fungsional.
P KEB: 1360 kkal KET: 2040 kkal
Pemberian nutrisi ditingkatkan 20% dari analisis
asupan sebelumnya ~ 1300 kkal P 1,2 g/kgBB ~
65 g L:20% ~29 g, KH 195 g. N:NPC = 1:100
Jalur: kombinasi oral & parenteral
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Oral:
Hepatosol
15 x 30 ml
450 450 24,9 7 124,2
Combiplex 1000 480 40 - 84
Lipofundin 100 200 - 20 -
D40% 100 136 - - 40
Total
N:NPC =
1:97
1650 1266 64,9 27 248,2
KEB: 1360 kkal KET: 2040 kkal
Pemberian nutrisi ditingkatkan 20% dari analisis
asupan sebelumnya ~ 1350 kkal P 1,2 g/kgBB ~ 68
g L:20% ~30 g, KH 202 g. N:NPC = 1:99
Jalur: kombinasi oral & parenteral
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Oral:
Hepatosol
6 x 100 ml
600 600 33,2 9,3 165,6
PN:
Combiplex
1000 480 40 - 84
PN:
Lipofundin
100 200 - 20 -
Total
N:NPC =
1:84
1700 1280 73,2 29,3 249,6
KEB: 1360 kkal KET: 2040 kkal
Pemberian nutrisi ditingkatkan 20% dari analisis
asupan sebelumnya ~ 1200 kkal P 1,2 g/kgBB ~ 68
g L:20% ~27 g, KH 171 g. N:NPC = 1:85
Jalur: kombinasi oral & parenteral
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Oral:
Hepatosol
6 x 100 ml
600 600 33,2 9,3 165,6
PN:
Combiplex
1000 480 40 - 84
PN:
Lipofundin
100 200 - 20 -
Total
N:NPC =
1:84
1700 1280 73,2 29,3 249,6
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
126
Universitas Indonesia
Kebutuhan cairan: 1650 – 1925 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai
AKG, curcuma 3 x 20 mg tablet/hari
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, imbang
cairan setiap hari; antropometri setiap minggu;
fungsi hati, albumin & elektrolit setiap 2 minggu
Evaluasi:Bila toleransi asupan baik, pemberian
nutrisi akan dipertahankan sesuai KET.
Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, nutrisi akan
ditingkatkan secara bertahap setiap hari hingga
mencapai KET. Nutrisi per oral akan
ditingkatkan, sedangkan nutrisi parenteral akan
diturunkan secara bertahap.
Kebutuhan cairan: 1650 – 1925 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai AKG,
curcuma 3 x 20 mg tablet/hari
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, imbang cairan
setiap hari; antropometri setiap minggu; fungsi hati,
albumin & elektrolit setiap 2 minggu
Evaluasi:Bila toleransi asupan baik, pemberian
nutrisi akan dipertahankan sesuai KET
Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, nutrisi akan ditingkatkan
secara bertahap setiap hari hingga mencapai KET.
Nutrisi per oral akan ditingkatkan, sedangkan nutrisi
parenteral akan diturunkan secara bertahap.
.
Kebutuhan cairan: 1650 – 1925 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai AKG,
curcuma 3 x 20 mg tablet/hari
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, imbang cairan
setiap hari; antropometri setiap minggu; fungsi hati,
albumin & elektrolit setiap 2 minggu
Evaluasi:Bila toleransi asupan baik, pemberian
nutrisi akan dipertahankan sesuai KET
Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, nutrisi akan ditingkatkan
secara bertahap setiap hari hingga mencapai KET.
Nutrisi per oral akan ditingkatkan, sedangkan nutrisi
parenteral akan diturunkan secara bertahap.
.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
127
Universitas Indonesia
H18 (31/07/13, pasca bedah H+4) H19 (01/08/13, pasca bedah H+5) H20 (02/08/13, pasca bedah H+6)
S Mual (+), muntah (-), flatus (+), Belum BAB,,
BAK (+). Toleransi asupan baik.
Mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+). Toleransi
asupan baik. NGT dan drain abdomen sudah di aff
hari ini
Mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+). Toleransi
asupan baik.
O Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Hidung: Terpasang NGT, residu minimal (jernih)
Abdomen: Datar, tampak luka operasi terutup
kassa, rembesan (-), terpasang drain di abdomen
dextra produksi 40 ml/24 jam serohemoragik,
PTBD produksi 1050 ml/24 jam kuning tua; BU
(+) normal; nyeri tekan luka operasi (+); supel,
timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa.
Antropometri: TB: 170 cm LLA: 20 cm BB
estimasi: 53 kg IMT: 18,3 kg/m2
Terapi DPJP:
Ketorolac 3 x 30 mg per oral, Omeprazole 2 x 40
mg iv, aff NGT, Minum bebas. Pindah ruang biasa
Analisa asupan:
Vol E P L KH
Oral:
Hepatosol
3 x 100 ml
300 300 16,7 4,7 82,8
Oral: LLM
3 x 100 ml
300 300 12 9,9 45,3
NP:
Aminofluid
1000 420 30 - 75
Total
1600 1020 58,7 9,3 240,6
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Abdomen: Datar, tampak luka operasi terutup kassa,
rembesan (-), terpasang PTBD produksi 400 ml/24
jam kuning muda; BU (+) normal; nyeri tekan luka
operasi (+); supel, timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa. Mobilisasi duduk
baik.
Antropometri: TB: 170 cm LLA: 20 cm BB
estimasi: 53 kg IMT: 18,3 kg/m2
Terapi DPJP:
Ultracet 3 x 1 tab per oral, Omeperazole 2 x 40 mg
iv
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Oral:
Hepatosol
4 x 150 ml
600 600 33,3 9,3 165,6
Oral: LLM
2 x 150 ml
300 300 12 9,9 45,3
PN:
Aminofluid
1000 420 30 - 75
Total
1900 1320 75,3 9,3 240,6
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Abdomen: Datar, tampak luka operasi terutup kassa,
rembesan (-), terpasang PTBD produksi 300 ml/24
jam kuning muda; BU (+) normal; nyeri tekan luka
operasi (+); supel, timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa. Mobilisasi (+)
Antropometri: TB: 170 cm LLA: 20 cm BB
estimasi: 53 kg IMT: 18,3 kg/m2
Terapi DPJP: Cefixim 2 x 100 mg per oral
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Oral:
Hepatosol
3 x 200 ml
600 600 33,3 9,3 165,6
Oral: LLM
3 x 200 ml
600 600 24 19,8 90,6
Bubur
sumsum
- 200 6 4 35
Putih telur
1 butir
- 20 5 - -
NP:
Aminofluid
500 210 30 - 37,5
Total
1700 1610 83,3 33,1 328,7
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
128
Universitas Indonesia
Imbang Cairan:
Input 2100 ml
Output 1900 ml
BC +200 ml/24jam
Diuresis 0,7 ml/kgBB/jam
Imbang Cairan:
Input 2100 ml
Output 1900 ml
BC - 200 ml/24jam
Diuresis 0,8 ml/kgBB/jam
Imbang Cairan:
Input 2000 ml
Output 1900 ml
BC - 100 ml/24jam
Diuresis 0,9 ml/kgBB/jam
A Adenocarcinoma ampula Vateri T3N0M1 (hati)
pasca double bypass H+4, sindroma kanker
kaheksia, hipermetabolisme berat, anemia
normositik normokrom, leukositosis,
trombositosis, hipoalbuminemia,
hiperbilirubinemia, dan penurunan kapasitas
fungsional.
Adenocarcinoma ampula Vateri T3N0M1 (hati) pasca
double bypass H+5, sindroma kanker kaheksia,
hipermetabolisme berat, anemia normositik
normokrom, leukositosis, trombositosis,
hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia, dan
penurunan kapasitas fungsional.
Adenocarcinoma ampula Vateri T3N0M1 (hati) pasca
double bypass H+6, sindroma kanker kaheksia,
hipermetabolisme berat, anemia normositik
normokrom, leukositosis, trombositosis,
hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia, dan
penurunan kapasitas fungsional.
P KEB: 1360 kkal KET: 2040 kkal
Pemberian nutrisi ditingkatkan 20% dari analisa
asupan sebelumnya ~ 1300 kkal P 1,4 g/kgBB ~
75 g, L:20% ~29 g, KH 185 g. N:NPC = 1:83
Jalur: oral & parenteral
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Oral:
Hepatosol
4 x 150 ml
600 600 33,3 9,3 165,6
Oral: LLM
2 x 150 ml
300 300 12 9,9 45,3
PN:
Aminofluid
1000 420 30 - 75
Total
N:NPC =
1:85
1900 1320 75,3 9,3 240,6
KEB: 1360 kkal KET: 2040 kkal
Pemberian nutrisi ditingkatkan 20% dari analisa
asupan sebelumnya ~ 1600 kkal P 1,5 g/kgBB ~ 83
g L:20% ~36 g, KH 236 g. N:NPC = 1:95
Jalur: oral & parenteral
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Oral:
Hepatosol
3 x 200 ml
600 600 33,3 9,3 165,6
Oral: LLM
3 x 200 ml
600 600 24 19,8 90,6
Bubur
sumsum
- 200 6 4 35
Putih telur
1 butir
- 20 5 - -
Aminofluid 500 210 30 - 37,5
Total
N:NPC =
1700 1610 83,3 33,1 328,7
KEB: 1360 kkal KET: 2040 kkal
Pemberian nutrisi ditingkatkan 20% dari analisa
asupan sebelumnya ~ 1900 kkal P 1,5 g/kgBB ~ 83
g L:20% ~42 g, KH 298 g. N:NPC = 1:118
Jalur: oral
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Hepatosol
2 x 300
ml
600 600 33,3 9,3 165,6
LLM
1 x 300
ml
300 300 12 9,9 45,3
Bubur
sumsum
- 900 27 20 153
Putih telur
2 butir
- 40 10 - -
Total
N:NPC =
900 1840 82,3 39,2 363,9
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
129
Universitas Indonesia
Kebutuhan cairan: 1650 - 1925 ml/24 jam
Saran suplementasi: multivitamin & mineral
sesuai AKG, curcuma 3 x 20 mg tablet/hari
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, aliran balik
NGT, imbang cairan setiap hari; antropometri
setiap minggu; fungsi hati, albumin & elektrolit
setiap 2 minggu
Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, nutrisi akan
ditingkatkan secara bertahap setiap hari hingga
mencapai KET. Nutrisi per oral akan ditingkatkan,
sedangkan nutrisi parenteral akan diturunkan
secara bertahap.
1:96
Kebutuhan cairan: 1650 - 1925 ml/24 jam
Saran suplementasi: multivitamin & mineral sesuai
AKG, curcuma 3 x 20 mg tablet/hari
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, aliran balik
NGT, imbang cairan setiap hari; antropometri
setiap minggu; fungsi hati, albumin & elektrolit
setiap 2 minggu
Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, nutrisi akan ditingkatkan
secara bertahap setiap hari hingga mencapai KET.
Nutrisi per oral akan ditingkatkan, sedangkan nutrisi
parenteral akan dihentikan.
1:116
Kebutuhan cairan: 1650 - 1925 ml/24 jam
Saran suplementasi: multivitamin & mineral sesuai
AKG, curcuma 3 x 20 mg tablet/hari
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, imbang cairan
setiap hari; antropometri setiap minggu; fungsi hati,
albumin & elektrolit setiap 2 minggu
Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, nutrisi akan ditingkatkan
secara bertahap setiap hari hingga mencapai KET.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
130
Universitas Indonesia
H21 (03/08/13, pasca bedah H+7) H22 (04/08/13, pasca bedah H+8) H23 (05/08/13, bedah H+9)
S Mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+).
Toleransi asupan baik. Pasien lebih dapat
menghabiskan makanan cair dibandingkan
makanan lunak.
Mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+). Toleransi
asupan baik. PTBD sudah diaff hari ini.
Mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+). Toleransi
asupan baik. Pasien lebih dapat menghabiskan
makanan cair dibandingkan makanan saring.
O Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Cor: BJ 1-II murni.
Pulmo: vesikuler pada kedua paru
Abdomen: Datar, tampak luka operasi terutup
kassa, rembesan (-), PTBD produksi 150 ml/24
jam kuning muda; BU (+) normal; nyeri tekan luka
operasi (+); supel, timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa. Mobilisasi (+)
Antropometri: TB: 170 cm BB (aktual): 52 kg
IMT: 18 kg/m2
Terapi DPJP: Cefixim 2 x 100 mg per oral
Analisa asupan:
Vol E P L KH
Hepatosol
2 x 300
ml
600 600 33,3 9,3 165,6
LLM
1 x 300
ml
300 300 12 9,9 45,3
Bubur
sumsum
- 500 15 11 85
Putih telur
2 butir
- 40 10 - -
Total
900 1440 70,3 30,2 295,9
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Cor: BJ 1-II murni.
Pulmo: vesikuler pada kedua paru
Abdomen: Datar, tampak luka operasi terutup kassa,
rembesan (-); BU (+) normal; nyeri tekan luka
operasi (+); supel, timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa. Mobilisasi (+)
Antropometri: TB: 170 cm BB (aktual): 52 kg IMT:
18 kg/m2
Terapi DPJP:
- Cefixim 2 x 100 mg per oral
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Hepatosol
2 x 300
ml
600 600 33,3 9,3 165,6
LLM
2 x 300
ml
600 600 24 19,8 90,6
Bubur
sumsum
- 600 18 13,3 102
Putih telur
2 butir
- 40 10 - -
Total
1200 1840 85,3 42,4 358,2
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Cor: BJ 1-II murni.
Pulmo: vesikuler pada kedua paru
Abdomen: Datar, tampak luka operasi terutup kassa,
rembesan (-); BU (+) normal; nyeri tekan luka
operasi (+); supel, timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa. Mobilisasi (+)
Antropometri: TB: 170 cm BB (aktual): 52 kg IMT:
18 kg/m2
Terapi DPJP:
- Cefixim 2 x 100 mg per oral
- Rencana rawat jalan
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Hepatosol
2 x 300
ml
600 600 33,3 9,3 165,6
LLM
2 x 300
ml
600 600 24 19,8 90,6
Bubur
sumsum
- 900 27 20 153
Total
1200 2100 84,3 49,1 409,2
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
131
Universitas Indonesia
Imbang Cairan:
Input 1500 ml
Output 1700 ml
BC -200 ml/24jam
Diuresis 0,7 ml/kgBB/jam
Imbang Cairan:
Input 1700 ml
Output 1900 ml
BC - 200 ml/24jam
Diuresis 0,8 ml/kgBB/jam
Imbang Cairan:
Input 1800 ml
Output 1700 ml
BC + 100 ml/24jam
Diuresis 0,7 ml/kgBB/jam
A Adenocarcinoma ampula Vateri T3N0M1 (hati)
pasca double bypass H+7, sindroma kanker
kaheksia, hipermetabolisme berat, anemia
normositik normokrom, leukositosis,
trombositosis, hipoalbuminemia,
hiperbilirubinemia, dan penurunan kapasitas
fungsional.
Adenocarcinoma ampula Vateri T3N0M1 (hati) pasca
double bypass H+8, sindroma kanker kaheksia,
hipermetabolisme berat, anemia normositik
normokrom, leukositosis, trombositosis,
hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia, dan
penurunan kapasitas fungsional.
Adenocarcinoma ampula Vateri T3N0M1 (hati) pasca
double bypass H+9, sindroma kanker kaheksia,
hipermetabolisme berat, anemia normositik
normokrom, leukositosis, trombositosis,
hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia, dan
penurunan kapasitas fungsional.
.
P KEB: 1350 kkal KET: 2000 kkal
Pemberian nutrisi ditingkatkan 20% dari analisa
asupan sebelumnya ~ 1700 kkal P 1,5 g/kgBB ~
83 g, L:20% ~38 g, KH 257 g. N:NPC = 1:103
Jalur: oral
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Hepatosol
2 x 300
ml
600 600 33,3 9,3 165,6
LLM
2 x 300
ml
600 600 24 19,8 90,6
Bubur
sumsum
- 600 18 13,3 102
Putih
telur 2
- 40 10 - -
KEB: 1350 kkal KET: 2000 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET~ 2000 kkal P 1,5
g/kgBB ~ 83 g L:20% ~44 g, KH 318 g. N:NPC =
1:125. Jalur: oral
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Hepatosol
2 x 300
ml
600 600 33,3 9,3 165,6
LLM
2 x 300
ml
600 600 24 19,8 90,6
Bubur
sumsum
- 900 27 20 153
Total 1200 2100 84,3 49,1 409,2
KEB: 1400 kkal KET: 2100 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET ~ 2100 kkal P 1,5
g/kgBB ~ 83 g L:20% ~47 g, KH 336 g. N:NPC =
1:133. Jalur: oral
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Hepatosol
2 x 250
ml
500 500 27,7 7,7 137,4
LLM
1 x 200
ml
200 200 8 6,6 30,3
Nasi tim - 1300 41 29 219
Putih telur
1 butir
- 20 5 - -
Total 700 2120 81,7 43,3 386,7
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
132
Universitas Indonesia
butir
Total
N:NPC =
1:110
1200 1840 85,3 42,4 358,2
Kebutuhan cairan: 1650 - 1925 ml/24 jam
Saran suplementasi: multivitamin & mineral
sesuai AKG, curcuma 3 x 20 mg tablet/hari
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, imbang
cairan setiap hari; antropometri setiap minggu;
fungsi hati, albumin & elektrolit setiap 2 minggu
Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi akan
dipertahankan sesuai KET.
N:NPC =
1:131
Kebutuhan cairan: 1650 - 1925 ml/24 jam
Saran suplementasi: multivitamin & mineral sesuai
AKG, curcuma 3 x 20 mg tablet/hari
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, imbang cairan
setiap hari; antropometri setiap minggu; fungsi hati,
albumin & elektrolit setiap 2 minggu
Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi akan
dipertahankan sesuai KET.
N:NPC =
1:138
Kebutuhan cairan: 1650 - 1925 ml/24 jam
Saran suplementasi: multivitamin & mineral sesuai
AKG, curcuma 3 x 20 mg tablet/hari
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, imbang cairan
setiap hari; antropometri setiap minggu; fungsi hati,
albumin & elektrolit setiap 2 minggu
Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi akan
dipertahankan sesuai KET.
Edukasi mengenai nutrisi (pola makan) di rumah.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
133
Universitas Indonesia
Lampiran 2: Lembar Pemantauan Kasus 2
H1 (26/07/13) H2 (27/07/13) H3 (28/07/13)
S Mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+).
Toleransi asupan adekuat
Mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+). Toleransi
asupan adekuat
Mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+). Toleransi
asupan adekuat
O Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Abdomen: Datar, terpasang drain PTBD 350
ml/24 jam kuning tua,BU (+) normal, supel,
timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa. Mobilisasi baik
Antropometri: TB: 155 cm BB (aktual): 50 kg
IMT: 20,8 kg/m2
Terapi DPJP:
Spooling PTBD, vitamin K 3 x 10 mg tablet per
oral, Gentamisin 160 mg, Metronidazole 1 x
1500 mg tablet.
Analisa asupan:
Vol E P L KH
Nasi biasa - 1300 49 29 211
Hepatosol
2 x 250
ml
500 500 27,6 7,8 138
Total
500 1800 76,6 36,8 349
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Abdomen: Datar, terpasang drain PTBD 450 ml/24
jam kuning tua; BU (+) normal, supel, timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa
Antropometri: TB: 155 cm BB (aktual): 50 kg IMT:
20,8 kg/m2
Terapi DPJP:
Spooling PTBD, vitamin K 3 x 10 mg tablet per
oral, Gentamisin 160 mg, Metronidazole 1 x 1500
mg tablet.
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Nasi biasa - 1300 49 29 211
Hepatosol
2 x 250 ml
500 500 27,6 7,8 138
Total
500 1800 76,6 36,8 349
Imbang Cairan:
Input 1600 ml
Output 1700 ml
BC - 100 ml/24jam
Diuresis 0,85 ml/kgBB/jam
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Abdomen: Datar, terpasang drain PTBD 300 ml/24
jam kuning tua; BU (+) normal, supel, timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa
Antropometri: TB: 155 cm BB (aktual): 50 kg IMT:
20,8 kg/m2
Terapi DPJP:
Spooling PTBD, vitamin K 3 x 10 mg tablet per
oral, Gentamisin 160 mg, Metronidazole 1 x 1500
mg tablet.
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Nasi biasa - 1500 56 33 245
Hepatosol
1 x 250 ml
250 250 13,8 3,9 69
Putih telur
1 butir
- 20 5 - -
Total
250 1770 74,8 36,9 314
Imbang Cairan:
Input 2000 ml
Output 1800 ml
BC +200 ml/24jam
Diuresis 0,75 ml/kgBB/jam
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
134
Universitas Indonesia
Imbang Cairan:
Input 1700 ml
Output 1900 ml
BC - 200 ml/24jam
Diuresis 0,8 ml/kgBB/jam
A Adenocarcinoma ampula Vateri T2N0M0 pasca
PTBD H+1, sindroma kanker kaheksia,
hipermetabolisme berat, anemia normositik
nomokrom, gangguan fungsi hati,
hiperbilirubinemia, dan penurunan kapasitas
fungsional.
Adenocarcinoma ampula Vateri T2N0M0 pasca
PTBD H+2, sindroma kanker kaheksia,
hipermetabolisme berat, anemia normositik
nomokrom, gangguan fungsi hati,
hiperbilirubinemia, dan penurunan kapasitas
fungsional.
Adenocarcinoma ampula Vateri T2N0M0 pasca
PTBD H+3, sindroma kanker kaheksia,
hipermetabolisme berat, anemia normositik
nomokrom, gangguan fungsi hati,
hiperbilirubinemia, dan penurunan kapasitas
fungsional.
P KEB: 1130 kkal KET: 1700 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET ~ 1700 kkal P 1,5
g/kgBB ~ 75 g L:20% ~38 g, KH 265 g
N:NPC = 1:117. Jalur: oral
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Nasi biasa - 1500 56 33 245
Hepatosol
1 x 250
ml
250 250 13,8 3,9 69
Putih telur
1 butir
- 20 5
Total
N:NPC=
1:122
250 1770 74,8 36,9 314
Kebutuhan cairan: 1250 - 1500 ml/24 jam
Saran suplementasi: multivitamin & mineral
sesuai AKG, curcuma 3 x 20 mg tablet.
KEB: 1130 kkal KET: 1700 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET ~ 1700 kkal P 1,5
g/kgBB ~ 75 g L:20% ~38 g, KH 265 g
N:NPC = 1:117. Jalur: oral
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Nasi biasa - 1500 56 33 245
Hepatosol
1 x 250 ml
250 250 13,8 3,9 69
Putih telur
1 butir
- 20 5
Total
N:NPC=
1:122
250 1770 74,8 36,9 314
Kebutuhan cairan: 1500 - 1750 ml/24 jam
Saran suplementasi: multivitamin & mineral sesuai
AKG, curcuma 3 x 20 mg tablet.
KEB: 1100 kkal KET: 1700 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET ~ 1700 kkal P 1,5
g/kgBB ~ 75 g L:20% ~38 g, KH 265 g
N:NPC = 1:117
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Nasi biasa - 1500 56 33 245
Hepatosol
1 x 250 ml
250 250 13,8 3,9 69
Putih telur
1 butir
- 20 5
Total
N:NPC=
1:122
250 1770 74,8 36,9 314
Kebutuhan cairan: 1500 - 1750 ml/24 jam
Saran suplementasi: multivitamin & mineral sesuai
AKG, curcuma 3 x 20 mg tablet.
\
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
135
Universitas Indonesia
H4 (29/07/13) H5 (30/07/13) H6 (31/07/13, pasca bedah H+1)
S Mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+).
Toleransi asupan adekuat
Mual (-), muntah (-).. BAB (+). BAK (+). Rencana
operasi hari ini
Mual (-), muntah (-), Nyeri luka operasi (+). Perut
begah (+) Flatus (+) BAB (-). BAK (+)
O Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis
Cor: BJ 1-II murni.
Pulmo: vesikuler pada kedua paru
Abdomen: Datar, terpasang drain PTBD 300
ml/24 jam warna kuning jernih, BU (+) normal,
supel, timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa. Mobilisasi baik
Antropometri: TB: 155 cm BB (aktual): 50 kg
IMT: 20,8 kg/m2
Laboratorium:
Hb: 10,2 Ht: 29,4 eritrosit: 3.340.000 MCV: 88,0
MCH: 30,5 MCHC: 34,7 leukosit: 8570
trombosit: 410.000 SGOT: 56 SGPT: 78
albumin: 3,81Blirubin total: 2,99 bilirubin direk:
2,46 bilirubin indirek: 0,33 ureum: 31 kreatinin:
0,90 GDS: 102 Na: 140 K:4,26 Cl: 101
Terapi DPJP:
Persiapan operasi PPPD, vitamin K 3 x 10 mg,
vitamin C 1 x 40 mg, antibiotik profilaksis,
spooling PTBD, transamin 3 x 500 mg tablet.
Analisa asupan:
Vol E P L KH
Nasi biasa - 1300 49 29 211
Hepatosol 500 500 27,6 7,8 138
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis
Cor: BJ 1-II murni.
Pulmo: vesikuler pada kedua paru
Abdomen: Datar, terpasang drain PTBD 300 ml/24
jam kuning jernih; BU (+) normal, supel, timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa
Antropometri: TB: 155 cm BB (aktual): 50 kg IMT:
20,8 kg/m2
Terapi DPJP:
Rencana operasi hari ini
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Nasi biasa - 1300 49 29 211
Hepatosol
2 x 250 ml
500 500 27,6 7,8 138
Total
500 1800 76,6 36,8 349
Imbang Cairan:
Input 160 ml
Output 1700 ml
BC - 100 ml/24jam
Diuresis 0,85 ml/kgBB/jam
Tampak sakit sedang, CM TD:100/60 mmHg N:56x/menit RR: 20x/mnt (spontan) S 36,5°C
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Hidung: Terpasang NGT, aliran balik 300 ml/24
jam warna hijau.
Abdomen: Datar, tampak luka operasi tertutup
kassa rembesan (-), terpasang drain abdomen
produksi 250 ml serohemoragik, terpasang PTBD
produksi 200 ml warna kuning jernih, BU (+)
lemah, defans (-), nyeri tekan (+),
Kapasitas fungsional: Bedridden
Antropometri: TB: 155 cm Lingkar lengan atas:
22,5 cm BB perkiraan: 47 kg IMT: 19,6 kg/m2
Laboratorium: Hb: 10,6 Ht: 28,9 eritrosit: 3.310.000
MCV: 87,3 MCH: 30,8 MCHC: 35,3 trombosit:
379.000 leukosit: 15.850 basofil: 0,1 eosinofil:0,1
neutrofil: 89,6 limfosit: 6,4 monosit: 3,8 LED: 90
AGD: pH 7,173 pCO2 37,8 pO2 33,9 HCO3: 14
BEE: -14,7 pO2/FiO2 1124,6 Na: 141 K:4,06
Cl:101,9
Terapi DPJP:
IVFD D5%:NaCl 0,9% = 2:2/24 jam, transamin 3 x
200 mg, ranitidin 2 x 1 ampul, amikasin 1 x 1 gram
intravena, awasi drain abdomen/24 jam
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Clear fluid 450 90 - - 22,5
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
136
Universitas Indonesia
2 x 250
ml
Total
500 1800 76,6 36,8 349
Imbang Cairan:
Input 1700 ml
Output 1900 ml
BC - 200 ml/24jam
Diuresis 0,8 ml/kgBB/jam
30ml/jam
PN: D5% 1000 200 - - 50
PN:
Combiplex
1000 480 40 - 80
Total 2450 770 40 - 152,5
Imbang cairan:
Input 2500 ml
Output 2000 ml
BC + 500 ml/24 jam
Diuresis 0,75 ml/kgBB/jam
A Adenocarcinoma ampula Vateri T2N0M0 pasca
PTBD H+4, sindroma kanker kaheksia,
hipermetabolisme berat, anemia normositik
nomokrom, gangguan fungsi hati,
hiperbilirubinemia, dan penurunan kapasitas
fungsional.
Adenocarcinoma ampula Vateri T2N0M0 pasca
PTBD H+5, sindroma kanker kaheksia,
hipermetabolisme berat, anemia normositik
nomokrom, gangguan fungsi hati,
hiperbilirubinemia, dan penurunan kapasitas
fungsional.
Adenocarcinoma ampula Vateri T2N1M1 (hati)
pasca double bypass H+1, sindroma kanker
kaheksia, hipermetabolisme berat, anemia
normositik normokrom, leukositosis,
hiperbilirubinemia, dan asidosis metabolik belum
terkompensasi.
P KEB: 1130 kkal KET: 1700 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET ~ 1700 kkal P 1,5
g/kgBB ~ 75 g L:20% ~38 g, KH 265 g
N:NPC = 1:117. Jalur: oral
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Nasi biasa
rendah
lemak
- 1500 56 33 245
Hepatosol
1 x 250
ml
250 250 13,8 3,9 69
KEB: 1130 kkal KET: 1700 kkal
Pemberian nutrisi akan dievaluasi pasca operasi,
sesuai dengan keadaan klinis dan toleransi
gastrointestinal pasien saat itu.
Kebutuhan cairan: 1500 - 1750 ml/24 jam
Saran suplementasi: multivitamin & mineral sesuai
AKG, curcuma 3 x 20 mg tablet/hari
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, imbang cairan
setiap hari; antropometri setiap minggu; fungsi hati,
KEB: 1100 kkal KET: 1650 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KEB ~ 1100 kkal P 1,2
g/kgBB ~ 56 g L:20% ~24 g, KH 165 g
N:NPC = 1:97. Jalur: kombinasi oral & parenteral
Preskripsi diet: Vol E P L KH
Peptamen
6 x 50 ml
300 240 9,5 9,2 29,5
Combiplex 1000 480 40 - 80
Kaen Mg3 500 200 - - 50
Lipofundin
20%
100 200 - 20 -
Total 1900 1120 49,5 29,2 159,5
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
137
Universitas Indonesia
Putih telur
1 butir
- 20 5
Total
N:NPC=
1:122
250 1770 74,8 36,9 314
Kebutuhan cairan: 1500 - 1750 ml/24 jam
Saran suplementasi: multivitamin & mineral
sesuai AKG, curcuma 3 x 20 mg tablet/hari
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, imbang
cairan setiap hari; antropometri setiap minggu;
fungsi hati, albumin & elektrolit setiap 2 minggu
Evaluasi: Bila toleransi asupan baik, pemberian
nutrisi akan dipertahankan sesuai KET.
albumin & elektrolit setiap 2 minggu
N:NPC =
1:117
Kebutuhan cairan: 1500 - 1750 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai AKG,
curcuma 3 x 20 mg tablet/hari
Monitoring: Tanda vital, klinis, toleransi asupan,
aliran balik NGT, imbang cairan setiap hari;
antropometri setiap minggu; fungsi hati, albumin &
elektrolit setiap 2 minggu
Evaluasi: Bila toleransi asupan baik, pemberian
nutrisi akan ditingkatkan secara bertahap hingga
mencapai KET. Nutrisi per oral akan ditingkatkan,
sedangkan nutrisi parenteral akan diturunkan
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
138
Universitas Indonesia
H7 (01/08/13, pasca bedah H+2) H8 (02/08/13, pasca bedah H+3) H9 (03/08/13, pasca bedah H+4)
S Mual (-), muntah (-), Nyeri luka operasi (+). Flatus
(+). Belum BAB. BAK (+). Drain PTBD sudah
diaff.
Mual (-), muntah (-), Nyeri luka operasi (-). Flatus
(+). Belum BAB. BAK (+). Berat badan ditimbang
& hasilnya sama seperti sebelum operasi.
Mual (-), muntah (-), Nyeri luka operasi (-). Perut
begah (-). Flatus (+). BAB (+) tidak diare. BAK
(+). NGT sudah diaff.
O Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Hidung: Terpasang NGT, aliran balik 300 ml/24
jam kuning jernih.
Abdomen: Datar, tampak luka operasi tertutup
kassa, rembesan (-), terpasang drain abdomen
produksi 40 ml/24 jam (serohemoragik); BU (+)
normal, supel, timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa. Sudah dapat
mobilisasi duduk & jalan sekitar kamar rawat
Antropometri: TB: 155 cm Lingkar lengan atas:
22,5 cm BB perkiraan: 47 kg IMT: 19,6 kg/m2
Laboratorium:
Hb: 10,2 Ht:29,9 eritrosit: 3.310.000 MCV: 87,3
MCH:30,8 MCHC: 35,3 leukosit: 15.850
trombosit: 379.000 Hitung jenis: basofil 0,1
eosinofil 0,1 neutrofil 89,6 limfosit 6,4
monosit 3,8 LED: 90
PT pasien 11,3 kontrol 12,4 detik
APTT pasien 30,8 kontrol 31,8 detik
SGOT: 106 SGPT: 124 albumin: 3,3 ureum: 28
kreatinin: 0,6 GDS: 152
Terapi DPJP:
Minum air putih bebas, vitamin 3 x 1 tablet per
oral, cefixim 2 x 200 mg tablet per oral
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Hidung: Terpasang NGT, aliran balik 100 ml/24
jam jernih.
Abdomen: Datar, tampak luka operasi tertutup
kassa, rembesan (-), terpasang drain abdomen
produksi 20 ml/24 jam (serohemoragik); BU (+)
normal, supel, timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa. Mobilisasi baik
Antropometri: TB: 155 cm BB (aktual: 50 kg IMT:
20,8 kg/m2
Terapi DPJP:Cefixim 2 x 20 mg tab per oral,
vitamin K 3 x 1 tab, aff kateter & NGT, mobilisasi
duduk jalan, pindah ruang biasa.
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Hepatosol
6 x 100 ml
600 600 24 6,5 115
Combiplex 1000 480 40 - 80
Lipofundin
20%
100 200 - 20 -
Total
N:NPC =
1:100
1700 1280 64 26,5 195
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Mulut: Bibir kering
Cor: BJ 1-II murni.
Pulmo: vesikuler pada kedua paru
Abdomen: Datar, tampak luka operasi tertutup
kassa, rembesan (-), terpasang drain abdomen
produksi minimal; BU (+) normal, supel, timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa. Mobilisasi baik
Antropometri: TB: 155 cm BB (aktual): 50 kg
IMT: 120,8 kg/m2
Terapi DPJP:
Minum air putih bebas, vitamin 3 x 1 tablet per
oral
Cefixim 2 x 200 mg tablet per oral. Aff cvc dan
drain abdomen
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Hepatosol
3 x 150 ml
450 450 18 4,9 86,2
LLM
3 x 150 ml
450 450 18 17,6 56,2
Bubur
sumsum
- 175 5 4 30
Aminofluid 1000 430 30 - 75
Total 1900 1495 71 26,5 247,4
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
139
Universitas Indonesia
Analisa asupan:
Vol E P L KH
Peptamen
6 x 50 ml
300 240 9,5 9,2 29,5
Combiplex 1000 480 40 - 80
Kaen Mg3 500 200 - - 50
Lipofundin
20%
100 200 - 20 -
Total
1900 1120 49,5 29,2 159,5
Imbang Cairan:
Input 1700 ml
Output 1800 ml
BC - 100 ml/24jam
Diuresis 0,8 ml/kgBB/jam
Imbang Cairan:
Input 1800 ml
Output 1950 ml
BC - 150 ml/24jam
Diuresis 0,9 ml/kgBB/jam
Imbang Cairan:
Input 1700 ml
Output 1800 ml
BC - 100 ml/24jam
Diuresis 0,9 ml/kgBB/jam
A Adenocarcinoma ampula Vateri T2N1M1 (hati)
pasca double bypass H+2, sindroma kanker
kaheksia, hipermetabolisme berat, anemia
normositik normokrom, leukositosis, hiperglisemia,
peningkatan enzim transaminase,
hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia. .
Adenocarcinoma ampula Vateri T2N1M1 (hati)
pasca double bypass H+3, sindroma kanker
kaheksia, hipermetabolisme berat, anemia
normositik normokrom, leukositosis, hiperglisemia,
peningkatan enzim transaminase,
hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia. .
Adenocarcinoma ampula Vateri T2N1M1 (hati)
pasca double bypass H+4, sindroma kanker
kaheksia, hipermetabolisme berat, anemia
normositik normokrom, leukositosis, hiperglisemia,
peningkatan enzim transaminase, hipoalbuminemia,
hiperbilirubinemia. .
P KEB: 1100 kkal KET: 1700 kkal
Pemberian nutrisi sesuai ditingkatkan 20% dari
analisa asupan sebelumnya ~ 1350 kkal. Protein 1,4
g/kgBB= 68 g, Lemak 20%=30 g, KH:202 g.
N:NPC= 1:99. Jalur: kombinasi oral & parenteral
KEB: 1100 kkal KET: 1700 kkal
Pemberian nutrisi ditingkatkan 20% dari analisa
asupan sebelumnya ~ 1500 kkal. Protein 1,5
g/kgBB = 75 g, Lemak 20%= 33 g, KH: 226 g.
N:NPC=1:100. Jalur: kombinasi oral & parenteral
KEB: 1100 kkal KET: 1700 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET ~ 1700 kkal P 1,5
g/kgBB ~ 75 g L:20% ~38 g, KH 267 g
N:NPC = 1:117. Jalur: kombinasi oral & parenteral
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
140
Universitas Indonesia
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Hepatosol
6 x 100 ml
600 600 24 6,5 115
Combiplex 1000 480 40 - 80
Lipofundin
20%
100 200 - 20 -
Total
N:NPC =
1:100
1700 1280 64 26,5 195
Kebutuhan cairan: 1250 - 1500 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai AKG,
curcuma 3 x 20 mg tablet/hari.
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, aliran balik
NGT, imbang cairan setiap hari; antropometri
setiap minggu; fungsi hati, albumin & elektrolit
setiap 2 minggu
Evaluasi: Bila toleransi asupan baik, pemberian
nutrisi akan ditingkatkan secara bertahap hingga
mencapai KET. Nutrisi per oral akan ditingkatkan,
sedangkan nutrisi parenteral akan diturunkan secara
bertahap.
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Hepatosol
3 x 150 ml
450 450 18 4,9 86,2
LLM
3 x 150 ml
450 450 18 17,6 56,2
Bubur
sumsum
- 175 5 4 30
Aminofluid 1000 420 30 - 75
Total
N:NPC=
1: 106
1900 1495 71 26,5 247,4
Kebutuhan cairan: 1250 - 1500 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai
AKG, curcuma 3 x 20 mg tablet/hari.
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, aliran balik
NGT, imbang cairan setiap hari; antropometri
setiap minggu; fungsi hati, albumin & elektrolit
setiap 2 minggu
Evaluasi: Bila toleransi asupan baik, pemberian
nutrisi akan ditingkatkan secara bertahap hingga
mencapai KET. Nutrisi per oral akan ditingkatkan,
sedangkan nutrisi parenteral akan diturunkan secara
bertahap
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Hepatosol
2 x 250 ml
500 500 20 5,4 95,7
LLM
2 x 250 ml
500 500 20 16,5 75,5
Bubur
sumsum
- 600 18 13 103
Aminofluid 500 210 15 - 37,5
Total
N:NPC=
1:130
1500 1810 73 34,9 311,7
Kebutuhan cairan: 1250 - 1500 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai AKG,
curcuma 3 x 20 mg tablet/hari. .
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, imbang cairan
setiap hari; antropometri setiap minggu; fungsi hati,
albumin & elektrolit setiap 2 minggu
Evaluasi: Bila toleransi asupan baik, pemberian
nutrisi akan ditingkatkan secara bertahap hingga
mencapai KET. Nutrisi per oral akan ditingkatkan,
sedangkan nutrisi parenteral akan dihentikan.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
141
Universitas Indonesia
H10 (04/08/13, pasca bedah H+5) H11 (05/08/13, pasca bedah H+6) H12 (06/08/13, pasca bedah H+7)
S Mual (-), muntah (-), Nyeri luka operasi (-). Perut
begah (-). BAB (+) tidak diare. BAK (+)
Mual (-), muntah (-), Nyeri luka operasi (-). Flatus
(+). BAB (+). BAK (+)
Mual (-), muntah (-), Nyeri luka operasi (-).
BAB (+). BAK (+)
O Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera agak ikterik
Cor: BJ 1-II murni.
Pulmo: vesikuler pada kedua paru
Abdomen: Datar, tampak luka operasi tertutup
kassa, rembesan (-); BU (+) normal, supel,
timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa. Mobilisasi baik
Antropometri: TB: 155 cm BB (aktual): 50 kg
IMT: 20,8 kg/m2
Terapi DPJP:
- Vitamin K 3 x 10 mg tablet per oral
- Cefixim 2 x 100 mg tablet per oral
Analisa asupan:
Vol E P L KH
Hepatosol
2 x 250 ml
500 500 20 5,4 95,7
LLM
2 x 250 ml
500 500 20 16,5 75,5
Bubur
sumsum
- 600 18 13 103
Aminofluid 500 210 15 - 37,5
Total
N:NPC=
1:130
1500 1810 73 34,9 311,7
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera agak ikterik
Cor: BJ 1-II murni.
Pulmo: vesikuler pada kedua paru
Abdomen: Datar, tampak luka operasi tertutup
kassa, rembesan (-), terpasang drain abdomen
produksi minimal, terpasang drain PTBD diklem;
BU (+) normal, supel, timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa
Antropometri: TB: 155 cm BB (aktual): 50 kg
IMT: 20,8 kg/m2
Terapi DPJP:
- Cefixim 2 x 100 mg tablet per oral
- Ultracet 3 x 1 tablet per oral
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Bubur
nasi
- 900 34 20 146
Hepatosol
2 x 250 ml
500 500 20 5,4 95,7
LLM
1 x 250 ml
250 250 10 8,2 37,8
Putih telur
2 butir
- 40 10 - -
Total
750 1690 74 33,6 279,5
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera agak ikterik
Cor: BJ 1-II murni.
Pulmo: vesikuler pada kedua paru
Abdomen: Datar, tampak luka operasi tertutup
kassa, rembesan (-),BU (+) normal, supel, timpani
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa
Antropometri: TB: 155 cm BB (aktual): 50 kg
IMT: 20,8 kg/m2
Terapi DPJP:
- Cefixim 2 x 100 mg tablet per oral
- Ultracet 3 x 1 tablet per oral
- Rencana rawat jalan
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Bubur nasi - 1100 41 37 151
Hepatosol
2 x 300 ml
600 600 24 6,5 115
Putih telur
1 butir
- 40 10 - -
Total
600 1740 75 43,5 266
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
142
Universitas Indonesia
Imbang Cairan:
Input 1700 ml
Output 1900 ml
BC - 200 ml/24jam
Diuresis 0,8 ml/kgBB/jam
Imbang Cairan:
Input 160 ml
Output 1700 ml
BC - 100 ml/24jam
Diuresis 0,85 ml/kgBB/jam
Imbang cairan:
Input 1600 ml
Output 1650 ml
BC - 50 ml/24jam
Diuresis 0,75 ml/kgBB/jam
A Adenocarcinoma ampula Vateri T2N1M1 (hati)
pasca double bypass H+5, sindroma kanker
kaheksia, hipermetabolisme berat, anemia
normositik normokrom, leukositosis,
hiperglisemia, peningkatan enzim transaminase,
hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia. .
Adenocarcinoma ampula Vateri T2N1M1 (hati)
pasca double bypass H+6, sindroma kanker
kaheksia, hipermetabolisme berat, anemia
normositik normokrom, leukositosis, hiperglisemia,
peningkatan enzim transaminase, hipoalbuminemia,
hiperbilirubinemia. .
Adenocarcinoma ampula Vateri T2N1M1 (hati)
pasca double bypass H+7, sindroma kanker
kaheksia, hipermetabolisme berat, anemia
normositik normokrom, leukositosis, hiperglisemia,
peningkatan enzim transaminase, hipoalbuminemia,
hiperbilirubinemia. .
P KEB: 1100 kkal KET: 1700 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET ~ 1700 kkal P 1,5
g/kgBB ~ 75 g L:20% ~38 g, KH 267 g
N:NPC = 1:117. Jalur: oral
Preskripsi diet: Vol E P L KH
Bubur nasi - 900 34 20 146
Hepatosol
2 x 250 ml
500 500 20 5,4 95,7
LLM
1 x 250 ml
250 250 10 8,2 37,8
Putih telur
2 butir
- 40 10 - -
Total
N:NPC=
1:118
750 1690 74 33,6 279,5
Kebutuhan cairan: 1250 - 1500 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai
AKG, curcuma 3 x 20 mg tablet/hari.
KEB: 1100 kkal KET: 1700 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET ~ 1700 kkal P 1,5
g/kgBB ~ 75 g L:20% ~38 g, KH 267 g
N:NPC = 1:117. Jalur: oral
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Bubur nasi - 1100 41 37 151
Hepatosol
2 x 300 ml
600 600 24 6,5 115
Putih telur
1 butir
- 40 10 - -
Total
N:NPC=
1:120
600 1740 75 43,5 266
Kebutuhan cairan: 1250 - 1500 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai AKG,
curcuma 3 x 20 mg tablet/hari.
KEB: 1100 kkal KET: 1700 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET ~ 1700 kkal P 1,5
g/kgBB ~ 75 g L:20% ~38 g, KH 267 g
N:NPC = 1:117. Jalur: oral
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Nasi tim - 1300 49 29 218
Hepatosol
2 x 250 ml
500 500 20 5,4 95,7
Putih telur
1 butir
- 20 5 - -
Total
N:NPC=
1:129
500 1820 74 34,4 313,7
Kebutuhan cairan: 1250 - 1500 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai AKG,
curcuma 3 x 20 mg tablet/hari.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
143
Universitas Indonesia
Lampiran 5. Lembar Pemantauan Kasus 3
H1 (10/07/13) H2 (11/07/13) H3 (12/07/13)
S Mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+). Pasien
dapat menghabiskan makanan RS yang diberikan.
Toleransi asupan adekuat.
Mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+). Pasien
dapat menghabiskan makanan RS yang diberikan.
Toleransi asupan adekuat.
Mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+). Pasien
dapat menghabiskan makanan RS yang diberikan.
Toleransi asupan adekuat.
O Ku: tampak sakit sedang Kesadaran: Cm
Tanda vital stabil
Mata: konjungtiva pucat, sklera ikterik
Thoraks: iga gambang (+).
Abdomen: datar, terpasang PTBD produksi 400
ml/24 jam kuning tua, BU (+) normal, supel, nyeri
tekan(-), timpani.
Ekstremitas: akral hangat, muscle wasting (+),
lemak subkutan tampak tipis, odem (-)
Kapasitas fungsional: ambulatory. Kekuatan
genggam tangan=pemeriksa
Antropometri: BB: 42 kg TB: 158 cm IMT:16,8
kg/m2
Laboratorium:
Hb 11 leukosit: 7530 trombosit: 657.000 SGOT: 76
SGPT: 60 bilirubin total: 7,26 bilirubin direk: 7,11
bilirubin indirek: 0,15 ureum: 29, kreatinin 0,6
GDS: 111 Na: 138 K:4,14 Cl:93, 6
Terapi DPJP: Spooling PTBD dengan gentamisin
2x/hari, ondansentron 3 x 4 g, Cefoperazon 2 x 1 g,
tunggu jadwal operasi
Ku: tampak sakit sedang Kesadaran: Cm
Tanda vital stabil
Mata: konjungtiva pucat, sklera ikterik
Thoraks: iga gambang (+).
Abdomen: datar, terpasang PTBD produksi 400
ml/24 jam kuning tua, BU (+) normal, supel, nyeri
tekan(-), timpani.
Ekstremitas: akral hangat, muscle wasting (+),
lemak subkutan tampak tipis, odem (-)
Kapasitas fungsional: ambulatory
Antropometri: BB: 42 kg TB: 158 cm IMT:16,8
kg/m2
Terapi DPJP: Spooling PTBD dengan gentamisin
2x/hari, ondansentron 3 x 4 g, Cefoperazon 2 x 1 g,
tunggu jadwal operasi
Analisa asupan:
Vol E P L KH
Nasi
biasa
- 1700 51 38 289
Hepatosol
1 x 200
ml
200 200 11,1 3,1 55,4
Total
200 1900 62 41,1 344,4
Ku: tampak sakit sedang Kesadaran: Cm
Tanda vital stabil
Mata: konjungtiva pucat, sklera ikterik
Thoraks: iga gambang (+).
Abdomen: datar, terpasang PTBD produksi 500
ml/24 jam kuning tua, BU (+) normal, supel, nyeri
tekan(-), timpani.
Ekstremitas: akral hangat, muscle wasting (+),
lemak subkutan tampak tipis, odem (-)
Kapasitas fungsional: ambulatory
Antropometri: BB: 42 kg TB: 158 cm IMT:16,8
kg/m2
Laboratorium:
Hb: 11,5 Ht:32,9 eritrosit: 3.830.000 MCV: 85,9
MCH: 30,0 MCHC: 35,6 trombosit: 556.000
leukosit: 9710 Hitung jenis basofil 0,5 eosinofil 5,1
neutrofil 53,4 limfosit 29,5 monosit 11,5 LED 123
SGOT: 51 SGPT: 45 albumin: 4,02 bilirubin total:
4,91 bilirubin direk: 4,59 bilirubin indirek: 0,32
ureum: 47 kreatinin: 0,6 GDS: 114 Na: 139 K: 3,52
Cl:96,7
Terapi DPJP: Spooling PTBD dengan gentamisin
2x/hari, ondansentron 3 x 4 g, Cefoperazon 2 x 1 g,
tunggu jadwal operasi
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
144
Universitas Indonesia
Analisa asupan:
Vol E P L KH
Nasi
biasa
- 1700 51 38 289
Imbang cairan:
Input 1800 ml
Output 1700 ml
BC - 100 ml/24jam
Diuresis 0,85 ml/kgBB/jam
Imbang cairan:
Input 1500 ml
Output 1700 ml
BC - 200 ml/24jam
Diuresis 0,8 ml/kgBB/jam
Analisa asupan: Vol E P L KH
Nasi
biasa
- 1700 51 38 289
Hepatosol
1 x 200
ml
200 200 11,1 3,1 55,4
Total 200 1900 62 41,1 344,4
Imbang cairan:
Input 1900 ml
Output 1800 ml
BC - 100 ml/24jam
Diuresis 0,75 ml/kgBB/jam
A Ikterus obstruktif ec suspek massa kaput pankreas,
sindroma kanker kaheksia, hipermetabolisme
anemia normositik normokrom, trombositosis,
peningkatan enzim transaminase, hipoalbuminemia,
dan hiperbilirubinemia
Ikterus obstruktif ec suspek massa kaput pankreas,
sindroma kanker kaheksia, hipermetabolisme
anemia normositik normokrom, trombositosis,
peningkatan enzim transaminase, hipoalbuminemia,
dan hiperbilirubinemia
Ikterus obstruktif ec suspek massa kaput pankreas,
sindroma kanker kaheksia, hipermetabolisme
anemia normositik normokrom, trombositosis,
peningkatan enzim transaminase, hipoalbuminemia,
dan hiperbilirubinemia.
P KEB: 1082 kkal KET:1700 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET ~ 1700 kkal, protein
1,5 g/kgBB= 63 g Lemak: 20%=38 g, KH 276 g.
N:NPC=1:143 Jalur: oral
Preskripsi diet:
Vo
l
E P L KH
Nasi biasa - 170
0
51 38 289
Hepatosol 1 x
200 ml
20
0
200 11,
1
3,1 55,4
Total
N:NPC=1:16
7
20
0
190
0
62 41,
1
344,
4
KEB: 1082 kkal KET:1700 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET ~ 1700 kkal, protein
1,5 g/kgBB= 63 g Lemak: 20%=38 g, KH 276 g.
N:NPC=1:143 Jalur: oral
Preskripsi diet:
Vo
l
E P L KH
Nasi biasa - 170
0
51 38 289
Hepatosol
1 x 200 ml
20
0
200 11,
1
3,1 55,4
Total
N:NPC=1:16
7
20
0
190
0
62 41,
1
344,
4
KEB: 1082 kkal KET:1700 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET ~ 1700 kkal, protein
1,5 g/kgBB= 63 g Lemak: 20%=38 g, KH 276 g.
N:NPC=1:143 Jalur: oral
Preskripsi diet:
Vo
l
E P L KH
Nasi biasa - 170
0
51 38 289
Hepatosol 1 x
200 ml
20
0
200 11,
1
3,1 55,4
Total
N:NPC=1:16
7
20
0
190
0
62 41,
1
344,
4
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
145
Universitas Indonesia
Kebutuhan cairan: 1050-1260 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai AKG,
EPA 2 g/hari, curcuma 3 x 20 mg tablet/hari
Monitoring: Tanda vital, klinis, toleransi asupan,
imbang cairan setiap hari; antropometri setiap
minggu; fungsi hati, albumin & elektrolit setiap 2
minggu
Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi akan
dipertahankan sesuai KET.
Kebutuhan cairan: 1050-1260 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai AKG,
EPA 2 g/hari, curcuma 3 x 20 mg tablet/hari
Monitoring: Tanda vital, klinis, toleransi asupan,
imbang cairan setiap hari; antropometri setiap
minggu; fungsi hati, albumin & elektrolit setiap 2
minggu
Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi akan
dipertahankan sesuai KET.
Kebutuhan cairan: 1050-1260 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai AKG,
EPA 2 g/hari, curcuma 3 x 20 mg tablet/hari
Monitoring: Tanda vital, klinis, toleransi asupan,
imbang cairan setiap hari; antropometri setiap
minggu; fungsi hati, albumin & elektrolit setiap 2
minggu
Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi akan
dipertahankan sesuai KET.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
146
Universitas Indonesia
H4 (13/07/13) H5 (14/07/13) H6 (15/07/13)
S Mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+). Toleransi
asupan adekuat.
Mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+). Toleransi
asupan adekuat.
Mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+).
Toleransi asupan adekuat.
O Ku: tampak sakit sedang Kesadaran: Cm
Tanda vital stabil
Mata: konjungtiva pucat, sklera ikterik
Thoraks: iga gambang (+).
Abdomen: datar, terpasang PTBD produksi 400
ml/24 jam kuning tua, BU (+) normal, supel, nyeri
tekan(-), timpani.
Ekstremitas: akral hangat, muscle wasting (+), lemak
subkutan tampak tipis, odem (-)
Kapasitas fungsional: ambulatory. Kekuatan
genggam tangan=pemeriksa
Antropometri: BB: 42 kg TB: 158 cm IMT:16,8
kg/m2
Terapi DPJP: Spooling PTBD dengan gentamisin
2x/hari, ondansentron 3 x 4 g, Cefoperazon 2 x 1 g,
tunggu jadwal operasi
Analisa asupan:
Vol E P L KH
Nasi
biasa
- 1700 51 38 289
Hepatosol
1 x 200
ml
200 200 11,1 3,1 55,4
Total
200 1900 62 41,1 344,4
Ku: tampak sakit sedang Kesadaran: Cm
Tanda vital stabil
Mata: konjungtiva pucat, sklera ikterik
Thoraks: iga gambang (+).
Abdomen: datar, terpasang PTBD produksi 400
ml/24 jam kuning tua, BU (+) normal, supel, nyeri
tekan(-), timpani.
Ekstremitas: akral hangat, muscle wasting (+), lemak
subkutan tampak tipis, odem (-)
Kapasitas fungsional: ambulatory
Antropometri: BB: 42 kg TB: 158 cm IMT:16,8
kg/m2
Terapi DPJP: Spooling PTBD dengan gentamisin
2x/hari, ondansentron 3 x 4 g, Cefoperazon 2 x 1 g,
tunggu jadwal operasi
Analisa asupan:
Vol E P L KH
Nasi
biasa
- 1700 51 38 289
Hepatosol
1 x 200
ml
200 200 11,1 3,1 55,4
Total
200 1900 62 41,1 344,4
Ku: tampak sakit sedang Kesadaran: Cm
Tanda vital stabil
Mata: konjungtiva pucat, sklera ikterik
Thoraks: iga gambang (+).
Abdomen: datar, terpasang PTBD produksi
500 ml/24 jam kuning tua, BU (+) normal,
supel, nyeri tekan(-), timpani.
Ekstremitas: akral hangat, muscle wasting (+),
lemak subkutan tampak tipis, odem (-)
Kapasitas fungsional: ambulatory
Antropometri: BB: 42 kg TB: 158 cm
IMT:16,8 kg/m2
Laboratorium:
Hb: 10,3 Ht: 29,7 eritrosit: 3.400.000 MCV: 87,4
MCH: 30,3 MCHC: 34,7 trombosit: 701.000
leukosit: 9270. Hitung jenis basofil 0,4 eosinofil 6,4
neutrofil 42,0 limfosit 19,4 monosit 11,8 LED: 124
PT pasien 10,5 kontrol 13,2 detik
APTT pasien 36 kontrol 35,9 detik
SGOT: 30 SGPT:33 fosfatase alkali: 458
kolinesterase: 4994 albumin: 3,60 globulin: 3,30
rasio albumin: globulin=1,1 bilirubin total: 3,26
bilirubin direk: 3,16 bilirubin indirek: 0,15 ureum:
36 kreatinin: 0,70 GDS: 156 Na: 134 K:3,18 Cl:
95,6
Terapi DPJP: Spooling PTBD dengan
gentamisin 2x/hari, ondansentron 3 x 4 g,
Cefoperazon 2 x 1 g, tunggu jadwal operasi
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
147
Universitas Indonesia
Imbang cairan:
Input 1800 ml
Output 1700 ml
BC - 100 ml/24jam
Diuresis 0,85 ml/kgBB/jam
Imbang cairan:
Input 1500 ml
Output 1700 ml
BC - 200 ml/24jam
Diuresis 0,8 ml/kgBB/jam
Analisa asupan:
Vol E P L KH
Nasi
biasa
- 1700 51 38 289
Imbang cairan:
Input 1900 ml
Output 1800 ml
BC - 100 ml/24jam
Diuresis 0,75 ml/kgBB/jam
A Ikterus obstruktif ec suspek massa kaput pankreas,
sindroma kanker kaheksia, hipermetabolisme anemia
normositik normokrom, trombositosis, peningkatan
enzim transaminase, hipoalbuminemia, dan
hiperbilirubinemia..
Ikterus obstruktif ec suspek massa kaput pankreas,
sindroma kanker kaheksia, hipermetabolisme anemia
normositik normokrom, trombositosis, peningkatan
enzim transaminase, hipoalbuminemia, dan
hiperbilirubinemia..
Ikterus obstruktif ec suspek massa kaput
pankreas, sindroma kanker kaheksia,
hipermetabolisme anemia normositik
normokrom, trombositosis, peningkatan enzim
transaminase, hipoalbuminemia, dan
hiperbilirubinemia..
P KEB: 1082 kkal KET:1700 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET ~ 1700 kkal, protein
1,5 g/kgBB= 63 g Lemak: 20%=38 g, KH 276 g.
N:NPC=1:143 Jalur: oral
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Nasi biasa - 1700 51 38 289
Hepatosol 1 x
200 ml
200 200 11,1 3,1 55,4
Total
N:NPC=1:167
200 1900 62 41,1 344,4
Kebutuhan cairan: 1260-1470 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai AKG,
EPA 2 g/hari, curcuma 3 x 20 mg tablet/hari.
KEB: 1082 kkal KET:1700 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET ~ 1700 kkal, protein
1,5 g/kgBB= 63 g Lemak: 20%=38 g, KH 276 g.
N:NPC=1:143 Jalur: oral
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Nasi biasa - 1700 51 38 289
Hepatosol 1 x
200 ml
200 200 11,1 3,1 55,4
Total
N:NPC=1:167
200 1900 62 41,1 344,4
Kebutuhan cairan: 1260-1470 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai AKG,
EPA 2 g/hari, curcuma 3 x 20 mg tablet/hari.
KEB: 1082 kkal KET:1700 kkal
Perencanaan nutrisi pasien akan dievaluasi
ulang pasca operasi sesuai keadaan klinis dan
toleransi gastrointestinal pasien.
Kebutuhan cairan: 1260-1470 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai
AKG, EPA 2 g/hari, curcuma 3 x 20 mg
tablet/hari
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, imbang
cairan setiap hari; antropometri setiap minggu;
fungsi hati, albumin & elektrolit setiap 2
minggu
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
148
Universitas Indonesia
H7(16/07/13, pasca bedah H+1) H8 (17/07/13, pasca bedah H+2) H9 (18/07/13, pasca bedah H+3)
S Mual (-), muntah (-). Flatus (+), Belum BAB, BAK
(+), nyeri luka operasi (+), perut begah (+)
Mual (-), muntah (-). Flatus (+), Belum BAB, BAK
(+), nyeri luka operasi (+), perut begah (+)
Mual (-), muntah (-). Flatus (+), Belum BAB, BAK
(+), nyeri luka operasi (+), perut begah (+). Pasien
sudah pindah ke ruang HCU bedah saluran cerna.
O Ku: tampak sakit sedang Kesadaran: Cm
Tanda vital stabil
Mata: konjungtiva tidak pucat, sklera ikterik
Hidung: Terpasang NGT, aliran balik 200 ml/24 jam
warna hijau.
Abdomen: datar, tampak luka operasi tertutup kassa
rembesan (-), terpasang drain abdomen produksi 250
ml/24 jam serohemoragik, PTBD produksi 900
ml/24 jam kuning tua, BU (+) lemah, supel, timpani
Ekstremitas: akral hangat, muscle wasting (+),
Kapasitas fungsional: bedridden
Antropometri: TB: 158 cm LLA: 18 cm BB
estimasi: 40 kg IMT:16 kg/m2
Laboratorium:
Hb: 8,2 Ht: 20,6 leukosit: 10.250 trombosit: 545.000
Hitung jenis: basofil 0,1 eosinofil 0,4 neutrofil 87,0
limfosit 9,4 monosit 4,1 LED 95
PT: pasien 11,4 kontrol 11,6 detik
APTT: pasien 28,5 kontrol 32,8 detik albumin: 2,71
bilirubin total: 2,7 bilirubin direk: 2,66 bilirubin
indirek: 0,04 SGOT: 54 SGPT: 40
Ureum: 27 kreatinin: 0,4 Na: 135 K:3,92 Cl:102,8
Ca darah: 8,4 Mg darah: 2,40
Terapi DPJP: Ceftriaxone 2 x 1 g iv, metronidazole
1 x 1500 mg iv, omeprazole 2 x 40 mg, vitamin K 3
x 10 mg, trransamin 3 x 500 mg, tramadol 3 x 100
Ku: tampak sakit sedang Kesadaran: Cm
Tanda vital stabil
Mata: konjungtiva tidak pucat, sklera ikterik
Hidung: Terpasang NGT, aliran balik 100 ml/24
jam warna hijau.
Abdomen: datar, tampak luka operasi tertutup kassa
rembesan (-), drain abdomen produksi 180 ml/24
jam serohemoragik, PTBD produksi 650 ml/24 jam
kuning tua, BU (+) normal, supel, timpani
Ekstremitas: muscle wasting (+)
Kapasitas fungsional: bedridden
Antropometri: TB: 158 cm LLA: 18 cm BB
estimasi: 40 kg IMT:16 kg/m2
Terapi DPJP: NGT klem 3 jam alirkan 1 jam,
ceftriaxone 2 x 1 g iv, metronidazole 1 x 1500 mg
iv, omeprazole 2 x 40 mg, vitamin K 3 x 10 mg,
trransamin 3 x 500 mg, tramadol 3 x 100 mg,
transfusi PRC 300 ml, miring kanan & miring kiri.
Pindah ke bangsal saluran cerna (HCU).
Laboratorium:
Hb: 9,8 Ht: 27,4 leukosit: 14.110 trombosit:
359.000Albumin: 3,25 GDS: 191 Na:139,1 K: 3,67
AGD: pH 7,206 pCO2: 56,7 pO2 40,1 HCO3 23,4
BEE – 4,7Saturasi O2 64. pO2/FiO2 754,2 mmHg
Na: 141,9 K: 3,94 Cl: 96,7
Ku: tampak sakit sedang Kesadaran: Cm
Tanda vital stabil
Mata: konjungtiva tidak pucat, sklera ikterik
Hidung: Terpasang NGT, aliran balik 100 ml/24
jam warna kuning jernih.
Abdomen: datar, tampak luka operasi tertutup kassa
rembesan (-), drain abdomen produksi 120 ml/24
jam serohemoragik, drain PTBD produksi 400
ml/24 jam kuning tua, BU (+) normal, supel,
timpani
Ekstremitas: akral hangat, muscle wasting (+)
Kapasitas fungsional: ambulatory
Antropometri: TB: 158 cm LLA: 18 cm BB
estimasi: 40 kg IMT:16 kg/m2
Terapi DPJP:, NGT klem 3 jam alirkan 1 jam,
ceftriaxone 2 x 1 g iv, metronidazole 1 x 1500 mg
iv, omeprazole 2 x 40 mg, vitamin K 3 x 10 mg,
trransamin 3 x 500 mg, tramadol 3 x 100 mg.
Pindah ruang biasa.
Laboratorium:
Hb: 10,6 Ht: 30,3 eritrosit: 3.480.000 MCV: 87,1
MCH: 30,5 MCHC: 35,0 leukosit: 14.620
trombosit:368.000
PT: pasien 13,9 kontrol 11,5 detik
APTT: pasien 53,1 kontrol 51,7 detik
AGD: pH 7,397 pCO2 33,4 HCO3 20,9 BEE -4,4
pO2/FiO2 601,3 mmHg
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
149
Universitas Indonesia
mg, koreksi albumin 20% 100 ml/hari selama 3 hari
Analisa asupan:
Vol E P L KH
Oral:
Clear
fluid 15 x
30 ml
450 90 - - 22,5
Parenteral:
Kabiven
1440 1000 34 51 97
Total 1890 1090 34 51 119,5
Imbang cairan:
Input 1900 ml
Output 1800 ml
BC - 100 ml/24jam
Diuresis 0,8 ml/kgBB/jam
Analisa asupan:
Vol E P L KH
Oral/NGT:
Hepatosol 15
x 30 ml
450 450 24,
9
7 124,
2
PN:Combiple
x
100
0
480 40 - 80
PN: Kaen
Mg3
500 200 - - 50
Total
195
0
113
0
64,
9
7 254,
2
Imbang cairan:
Input 2040 ml
Output 1900 ml
BC +140 ml/24jam
Diuresis 0,7 ml/kgBB/jam
Analisa asupan:
Vol E P L KH
Oral:
Hepatosol
6 x 50 ml
300 300 16,6 4,7 82,8
PN:
Aminofluid
1000 420 30 - 75
PN:
Lipofundin
20%
100 200 - 20 -
Total 1400 920 46,6 24,7 157,8
Imbang cairan:
Input 1800 ml
Output 1700 ml
BC - 200 ml/24jam
Diuresis 0,75 ml/kgBB/jam
A Tumor kaput pankreas suspek ganas T3N0M0 pasca
PPPD H+1, sindroma kanker kaheksia,
hipermetabolisme berat, anemia normositik
normokrom, peningkatan enzim transaminase,
hipoalbuminemia, dan hiperbilirubinemia.
Tumor kaput pankreas suspek ganas T3N0M0 pasca
PPPD H+2, sindroma kanker kaheksia,
hipermetabolisme berat, anemia normositik
normokrom, peningkatan enzim transaminase,
hipoalbuminemia, dan hiperbilirubinemia.
Tumor kaput pankreas suspek ganas T3N0M0 pasca
PPPD H+3, sindroma kanker kaheksia,
hipermetabolisme berat, anemia normositik
normokrom, peningkatan enzim transaminase,
hipoalbuminemia, dan hiperbilirubinemia. .
P KEB: 1055 kkal KET:1600 kkal
Pemberian nutrisi ditingkatkan 20% dari analisa
asupan sebelumnya ~ 1300 kkal, protein 1,5
g/kgBB=60 g, Lemak: 20%= 29 g, KH:200 g.
N:NPC=1:110. Jalur: kombinasi oral & parenteral
KEB: 1055 kkal KET:1600 kkal
Pemberian nutrisi ditingkatkan 20% dari analisa
asupan sebelumnya ~ 1350 kkal, protein 1,5
g/kgBB=60 g, Lemak: 20%= 30 g, KH: 210 g,
N:NPC=1:116. Jalur: kombinasi oral & parenteral
KEB: 1055 kkal KET:1600 kkal
Pemberian nutrisi ditingkatkan 20% dari analisa
asupan sebelumnya ~ 1100 kkal, protein 1,5
g/kgBB=60 g, Lemak: 20%=24 g, KH: 161 g.
N:NPC=1:90. Jalur: kombinasi oral & parenteral
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
150
Universitas Indonesia
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Oral:
Hepatosol 15
x 30 ml
450 450 24,
9
7 124,
2
Combiplex 100
0
480 40 - 80
Kaen Mg3 500 200 - - 50
Lipofundin
20%
100 200 - 2
0
-
Total
N:NPC=1:10
3
205
0
133
0
64,
9
2
7
254,
2
Kebutuhan cairan: 1260-1470 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai AKG,
curcuma 3 x 20 mg tablet/hari
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, imbang cairan,
aliran balik NGT setiap hari; antropometri setiap
minggu; fungsi hati, albumin & elektrolit setiap 2
minggu
Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi
ditingkatkan bertahap hingga mencapai KET. Nutrisi
per oral akan ditingkatkan, sedangkan nutrisi
parenteral akan diturunkan bertahap.
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Oral:
Hepatosol
6 x 100 ml
600 600 33,2 9,3 165,6
Aminofluid 1000 420 30 - 75
Lipofundin
20%
100 200 - 20 -
Total
N:NPC =
1:96
1700 1220 63,2 29,3 240,6
Kebutuhan cairan: 1260-1470 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai AKG,
curcuma 3 x 20 mg tablet/hari.
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, imbang cairan,
aliran balik NGT setiap hari; antropometri setiap
minggu; fungsi hati, albumin & elektrolit setiap 2
minggu
Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi
ditingkatkan bertahap hingga mencapai KET.
Nutrisi per oral akan ditingkatkan, sedangkan nutrisi
parenteral akan diturunkan bertahap.
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Oral:
Hepatosol
6 x 100 ml
600 600 33,
2
9,3 165,
6
Aminoflui
d
100
0
420 30 - 75
Lipofundin
20%
100 200 - 20 -
Total
N:NPC =
1:96
170
0
122
0
63,
2
29,
3
240,
6
Kebutuhan cairan: 1260-1470 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai AKG,
curcuma 3 x 20 mg tablet/hari.
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, imbang cairan,
aliran balik NGT setiap hari; antropometri setiap
minggu; fungsi hati, albumin & elektrolit setiap 2
minggu
Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi
ditingkatkan bertahap hingga mencapai KET.
Nutrisi per oral akan ditingkatkan, sedangkan
nutrisi parenteral akan diturunkan bertahap.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
151
Universitas Indonesia
H10 (19/07/13, pasca bedah H+4) H11 (20/07/13, pasca bedah H+5) H12 (21/07/13, pasca bedah H+6)
S Mual (-), muntah (-), BAB (+). Toleransi asupan
adekuat. Batuk (+). NGT sudah diaff hari ini.
Mual (-), muntah (-), BAB (+). Toleransi asupan
adekuat. Batuk (+). Drain abdomen sudah diaff.
Mual (-), muntah (-). BAB (+), BAK (+). Perut
begah (-)
O Ku: tampak sakit sedang Kesadaran: Cm
Tanda vital stabil
Mata: konjungtiva pucat, sklera ikterik
Abdomen: datar, tampak luka operasi tertutup kassa
rembesan (-), drain abdomen produksi 50 ml/24
jam serohemoragik, drain PTBD produksi 750
ml/24 jam kuning tua, BU (+) normal, supel,
timpani.
Ekstremitas: akral hangat, muscle wasting (+),
Kapasitas fungsional: ambulatory
Antropometri: TB: 158 cm LLA: 18 cm BB
estimasi: 40 kg IMT:16 kg/m2
Terapi DPJP: NGT klem 3 jam alirkan 1 jam,
IVFDceftriaxone 2 x 1 g iv, metronidazole 1 x 1500
mg iv, omeprazole 2 x 40 mg, vitamin K 3 x 10 mg,
trransamin 3 x 500 mg, farmadol 3 x 1 g, fluimucyl
3 x 1C, inhalasi V:B:N=1:1:1/24 jam, mobilisasi
duduk, pankreoflat 3 x 1 tablet
Analisa asupan:
Vol E P L KH
Oral:
Hepatosol
6 x 100 ml
600 600 33,
2
9,3 165,
6
Aminoflui
d
100
0
420 30 - 75
Lipofundin 100 200 - 20 -
Ku: tampak sakit sedang Kesadaran: Cm
Tanda vital stabil
Mata: konjungtiva pucat, sklera ikterik
Abdomen: datar, tampak luka operasi tertutup kassa
rembesan (-),PTBD produksi 300 ml/24 jam kuning
tua, BU(+) normal, supel, timpani
Ekstremitas: akral hangat, muscle wasting (+)
Kapasitas fungsional: ambulatory
Antropometri: TB: 158 cm LLA: 18 cm BB estimasi:
40 kg IMT:16 kg/m2
Terapi DPJP: Ceftriaxone 2 x 1 g iv, metronidazole 1
x 1500 mg iv, omeprazole 2 x 40 mg, vitamin K 3 x
10 mg, trransamin 3 x 500 mg, farmadol 3 x 1 g,
fluimucyl 3 x 1C, inhalasi V:B:N=1:1:1/24 jam,
mobilisasi duduk, pankreoflat 3 x 1 tablet
Analisa asupan:
Vol E P L KH
Oral:
Hepatosol 4 x
150 ml
600 600 33,3 9,3 165,6
Oral: LLM 2
x 150 ml
300 300 12 9,9 45,3
Minyak
kelapa
- 83 - 10 -
NP:
Aminofluid
500 210 15 - 37,5
Total 1400 1193 60,3 29,2 248,4
Ku: tampak sakit sedang Kesadaran: Cm
Tanda vital stabil
Mata: konjungtiva pucat, sklera ikterik
Abdomen: datar, tampak luka operasi tertutup
kassa rembesan (-), PTBD produksi 180 ml/24
jam kuning muda, BU(+) normal, supel, timpani
Ekstremitas: akral hangat, muscle wasting (+),
lemak subkutan tampak tipis, odem (-)
Kapasitas fungsional: ambulatory
Antropometri: BB (aktual): 39 kg TB: 158 cm
IMT:15,6 kg/m2
Laboratorium:
Hb: 12,3Ht: 36 Leukosit: 6400 trombosit:387.000
SGOT: 19 SGPT: 23 Amilase:5 lipase: 10
albumin: 3,0 bilirubin total: 1,86 bilirubin direk:1,67
bilirubin indirek:0,19 Na:139 K:4,53 Cl: 93,5 PT:
pasien 11,4 kontrol 12,8 detik INR 1,02 APTT: pasien
39,2 kontrol 34,1 detik
Terapi DPJP: Klem PTBD, inhalasi 1 x 1, ceftriaxone 2
x 1 g iv, metronidazole 1 x 1500 mg iv, omeprazole 2 x
40 mg, vitamin K 3 x 10 mg, trransamin 3 x 500 mg,
farmadol 3 x 1 g, fluimucyl 3 x 1C, pankreoflat 3 x 1
tablet, aff jahitan.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
152
Universitas Indonesia
20%
Total
170
0
122
0
63,
2
29,
3
240,
6
Imbang cairan:
Input 1900 ml
Output 1800 ml
BC - 100 ml/24jam
Diuresis 0,8 ml/kgBB/jam
Imbang cairan:
Input 1700 ml
Output 1900 ml
BC - 200 ml/24jam
Diuresis 0,8 ml/kgBB/jam
Analisa asupan
Vol E P L KH
Hepatoso
l
3 x 200
ml
600 600 33,
3
9,3 165,
6
LLM
3 x 200
ml
600 600 24 19,
8
90,6
Bubur
sumsum
- 200 6 4 35
Total 120
0
140
0
63,
3
33,
1
291,
2
Imbang cairan:
Input 1800 ml
Output 1700 ml
BC + 100 ml/24jam
Diuresis 0,7 ml/kgBB/jam
A Tumor kaput pankreas suspek ganas T3N0M0 pasca
PPPD H+4, sindroma kanker kaheksia,
hipermetabolisme berat, anemia normositik
normokrom, peningkatan enzim transaminase,
hipoalbuminemia, dan hiperbilirubinemia. .
Tumor kaput pankreas suspek ganas T3N0M0 pasca
PPPD H+5, sindroma kanker kaheksia,
hipermetabolisme berat, anemia normositik
normokrom, peningkatan enzim transaminase,
hipoalbuminemia, dan hiperbilirubinemia. .
Tumor kaput pankreas suspek ganas T3N0M0
pasca PPPD H+6, sindroma kanker kaheksia,
hipermetabolisme berat, anemia normositik
normokrom, peningkatan enzim transaminase,
hipoalbuminemia, dan hiperbilirubinemia. .
P KEB: 1041 kkal KET: 1600 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET protein 1,5 g/kgBB=
59 g, Lemak: 20%=36 g, KH: 260 g. N:NPC=1:145
Jalur: oral
KEB: 1055 kkal KET:1600 kkal
Pemberian nutrisi ditingkatkan 20% dari analisa
asupan sebelumnya ~ 1450 kkal, protein 1,5
g/kgBB=60 g, Lemak: 20%=32 g, KH: 231 g.
N:NPC=1:126. Jalur: oral
KEB: 1041 kkal KET: 1600 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET protein 1,5
g/kgBB= 59 g, Lemak: 20%=36 g, KH: 260 g.
N:NPC=1:145 Jalur: oral
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
153
Universitas Indonesia
Preskripsi diet: Vol E P L KH
Oral:
Hepatosol 4 x
150 ml
600 600 33,3 9,3 165,6
Oral: LLM 2
x 150 ml
300 300 12 9,9 45,3
Bubur
sumsum
- 200 6 4 35
Minyak
kelapa
83 - 10 -
NP:
Aminofluid
500 210 15 - 37,5
Total
N:NPC=1:107
1400 1393 66,3 33,2 283,4
Kebutuhan cairan: 1260-1470 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai AKG,
curcuma 3 x 20 mg tablet/hari
Monitoring: Tanda vital, klinis, toleransi asupan, imbang
cairan setiap hari; antropometri setiap minggu; fungsi
hati, albumin & elektrolit setiap 2 minggu
Evaluasi: Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi
di↑ bertahap hingga mencapai KET. Nutrisi per oral
akan di↑, sedangkan nutrisi parenteral akan dihentikan.
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Hepatosol
3 x 200 ml
600 600 33,
3
9,3 165,
6
LLM
3 x 200 ml
600 600 24 19,
8
90,6
Bubur
sumsum
- 200 6 4 35
Total
N:NPC=1:11
4
120
0
140
0
63,
3
33,
1
291,
2
Kebutuhan cairan: 1260-1470 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai AKG,
curcuma 3 x 20 mg tablet/hari
Monitoring: Tanda vital, klinis, toleransi asupan,
imbang cairan setiap hari; antropometri setiap minggu;
fungsi hati, albumin & elektrolit setiap 2 minggu
Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi
ditingkatkan bertahap hingga mencapai KET.
Preskripsi diet: Vol E P L KH
Hepatosol
2 x 250 ml
500 500 27,7 7,7 137,4
LLM
2 x 250 ml
500 500 19,9 16,4 75,2
Bubur
sumsum
- 600 18 13,3 102
Total
N:NPC=
1:129
1000 1600 65,6 37,4 314,6
Kebutuhan cairan: 1260-1470 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai
AKG, curcuma 3 x 20 mg tablet/hari
Monitoring: Tanda vital, klinis, toleransi asupan,
imbang cairan setiap hari; antropometri setiap
minggu; fungsi hati, albumin & elektrolit setiap 2
minggu
Evaluasi: Bila toleransi asupan baik, pemberian
nutrisi akan dipertahankan seuai KET.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
154
Universitas Indonesia
H13 (22/07/13, pasca bedah H+7) H14 (23/07/13, pasca bedah H+8) H15 (24/07/13, pasca bedah H+9)
S Mual (-), muntah (-). BAB (+), BAK (+). Toleransi
asupan adekuat
Mual (-), muntah (-). BAB (+), BAK (+). Toleransi
asupan adekuat
Mual (-), muntah (-), Asupan makan mulai
meningkat. BAB (+), BAK (+). PTBD sudah diaff
O Ku: tampak sakit sedang Kesadaran: Cm
Tanda vital stabil
Mata: konjungtiva pucat, sklera ikterik
Thoraks: iga gambang (+).
Abdomen: datar, tampak luka operasi tertutup kassa
rembesan (-), PTBD produksi 100 ml/24 jam kuning
muda, BU(+) normal, supel, timpani.
Ekstremitas: akral hangat, muscle wasting (+)
Kapasitas fungsional: ambulatory
Antropometri: BB (aktual): 39 kg TB: 158 cm
IMT:15,6 kg/m2
Terapi DPJP: omeprazole 2 x 100 mg tab per oral,
cefixim 2 x 100 mg, enzymplex 2 x 1 tab,
mobilisasi.
Laboratorium:
Hb: 12,3 Ht: 36,4 eritrosit: 4.200.000 MCV: 86,7
MCH: 29,3 MCHC: 33,0 Leukosit: 4.440
trombosit: 287.000 SGOT: 23 SGPT: 19
albumin: 3,0 bilirubin total: 1,86 bilirubin
direk:1,67 bilirubin indirek: 0,19 amilase
pankreatik: 5 lipase darah: 10 Na: 139 K:4,55 Cl:
9,55
Analisa Asupan: Vol E P L KH
Hepatosol
2 x 250 ml
500 500 27,7 7,7 137,4
LLM
2 x 250 ml
500 500 19,9 16,4 75,2
Ku: tampak sakit sedang Kesadaran: Cm
Tanda vital stabil
Mata: konjungtiva pucat, sklera ikterik
Thoraks: iga gambang (+).
Abdomen: datar, tampak luka operasi tertutup kassa
rembesan (-),PTBD minmal/24 jam kuning muda,
BU (+) normal, supel, timpani.
Ekstremitas: akral hangat, muscle wasting (+)
Kapasitas fungsional: ambulatory
Antropometri: BB (aktual): 39 kg TB: 158 cm
IMT:15,6 kg/m2
Hasil PA sitologi cairan: tidak ditemukan tanda
ganas
Terapi DPJP: Omeprazole 2 x 100 mg tab per oral,
enzymplex 2 x 1 tab, mobilisasi.
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Bubur
nasi
- 900 27 20 153
Hepatosol
3 x 200 ml
600 600 33,3 9,3 165,6
Total
600 1500 60,3 29,3 318,6
Ku: tampak sakit sedang Kesadaran: Cm
Tanda vital stabil
Mata: konjungtiva pucat, sklera ikterik
Thoraks: iga gambang (+).
Abdomen: datar, tampak luka operasi tertutup kassa
rembesan (-), BU (+) normal, supel, timpani.
Ekstremitas: akral hangat, muscle wasting (+)
Kapasitas fungsional: ambulatory
Antropometri: BB (aktual): 39 kg TB: 158 cm
IMT:15,6 kg/m2
Terapi DPJP: Omeprazole 2 x 100 mg tab per oral,
cefixim 2 x 100 mg, enzymplex 2 x 1 tab,
mobilisasi, rawat luka terbuka, boleh pulang ke
rumah
.
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Bubur
nasi
- 1100 33 24 188
Hepatosol
3 x 200 ml
600 600 33,3 9,3 165,6
Total
600 1700 66,3 33,3 353,6
Imbang Cairan:
Input 1500 ml
Output 1650 ml
BC - 150 ml/24jam
Diuresis 0,75 ml/kgBB/jam
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
155
Universitas Indonesia
Bubur
sumsum
- 600 18 13,3 102
Total 1000 1600 65,6 37,4 314,6
Imbang Cairan:
Input 1100 ml
Output 1350 ml
BC - 250 ml/24jam
Diuresis 0,6 ml/kgBB/jam
Imbang Cairan:
Input 1300 ml
Output 1500 ml
BC - 200 ml/24jam
Diuresis 0,7 ml/kgBB/jam
A Tumor kaput pankreas suspek ganas T3N0M0 pasca
PPPD H+7, sindroma kanker kaheksia,
hipermetabolisme berat, anemia normositik
normokrom, peningkatan enzim transaminase,
hipoalbuminemia, dan hiperbilirubinemia. .
Tumor kaput pankreas T3N0M0 pasca PPPD H+8,
sindroma kanker kaheksia, hipermetabolisme berat,
anemia normositik normokrom, peningkatan enzim
transaminase, hipoalbuminemia, dan
hiperbilirubinemia. .
Tumor kaput pankreas T3N0M0 pasca PPPD H+9,
sindroma kanker kaheksia, hipermetabolisme berat,
anemia normositik normokrom, peningkatan enzim
transaminase, hipoalbuminemia, dan
hiperbilirubinemia. .
P KEB: 1041 kkal KET: 1600 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET protein 1,5 g/kgBB=
59 g, Lemak: 20%=36 g, KH: 260 g. N:NPC=1:145
Jalur: oral
Preskripsi diet:
Vo
l
E P L KH
Bubur nasi - 110
0
33 24 188
Hepatosol
3 x 200 ml
60
0
600 33,
3
9,3 165,
6
Total
N:NPC=1:13
5
60
0
170
0
66,
3
33,
3
353,
6
Kebutuhan cairan: 1260-1470 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai AKG,
curcuma 3 x 20 mg tablet/hari, EPA 2 g/hari
KEB: 1041 kkal KET: 1600 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET protein 1,5 g/kgBB=
59 g, Lemak: 20%=36 g, KH: 260 g. N:NPC=1:145
Jalur: oral
Preskripsi diet:
Vo
l
E P L KH
Bubur nasi - 110
0
33 24 188
Hepatosol
3 x 200 ml
60
0
600 33,
3
9,3 165,
6
Total
N:NPC=1:13
5
60
0
170
0
66,
3
33,
3
353,
6
Kebutuhan cairan: 1260-1470 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai
AKG,curcuma 3 x 20 mg tablet/hari, EPA 2 g/hari
KEB: 1041 kkal KET: 1600 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET protein 1,5 g/kgBB=
59 g, Lemak: 20%=36 g, KH: 260 g. N:NPC=1:145
Jalur: oral
Preskripsi diet:
Vo
l
E P L KH
Nasi tim - 130
0
39 29 221
Hepatosol
2 x 250 ml
50
0
500 27,
7
7,7 137,
4
Total
N:NPC=1:14
5
50
0
180
0
66,
7
36,
7
358,
4
Kebutuhan cairan: 1260-1470 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai AKG,
curcuma 3 x 20 mg tablet/hari, EPA 2 g/hari
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
156
Universitas Indonesia
Lampiran 6: Lembar Pemantauan Kasus 4
H1 (15/07/13) H2 (16/07/13) H3 (17/07/13)
S Mual (+), muntah (+) berupa makanan 2x
kemarin, mulut terasa pahit. BAB putih seperti
dempul (+). BAK (+) kuning kecoklatan seperti
teh. Makan tidak bisa habis
Mual (+), muntah (+) berupa makanan 1x kemarin,
mulut terasa pahit. BAB putih seperti dempul (+).
BAK (+) kuning kecoklatan seperti teh. Makan
tidak bisa habis
Mual (+), muntah (+) berupa makanan 1x kemarin,
mulut terasa pahit. BAB putih seperti dempul (+).
BAK (+) kuning kecoklatan seperti teh. Makan
tidak bisa habis
O Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Mulut: Bibir kering
Abdomen: BU (+) normal
Ekstremitas: Ikterik, muscle wasting
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa
Antropometri: TB: 165 cm BB (aktual): 46 kg
IMT: 16 kg/m2
Terapi DPJP:
Ceftriaxone 1 x 2 gram, Ketorolac 3 x 30 gram,
Omeprazole 2 x 40 gram, Sukralfat 3 x 15 ml,
Amikasin 1 x 1 g. Rencana pemasangan PTBD
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Nasi
tim
- 900 27 20 135
Imbang Cairan:
Input 1100 ml
Output 1350 ml
BC - 250 ml/24jam
Diuresis 0,6 ml/kgBB/jam
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Mulut: Bibir kering
Abdomen: BU (+) normal
Ekstremitas: Ikterik, muscle wasting
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa
Antropometri: TB: 165 cm BB (aktual): 46 kg IMT:
16 kg/m2
Laboratorium:
SGOT: 63 U/L SGPT: 33 U/L
Ureum: 20 mg/dL Kreatinin: 1,2 mg/dL
Na: 136 mEq/L K: 3,65 mEq/L Cl: 95,1 mEq/L
Gamma GT: 497 Alkali fostatase: 521
Terapi DPJP:
Ceftriaxone 1 x 2 gram, Ketorolac 3 x 30 gram,
Omeprazole 2 x 40 gram, Sukralfat 3 x 15 ml,
Amikasin 1 x 1 g. Rencana pemasangan PTBD
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Nasi
tim
- 1100 41 24 180
Putih
telur 2
- 40 10 - -
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Mulut: Bibir kering
Abdomen: BU (+) normal
Ekstremitas: Ikterik, muscle wasting
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa
Antropometri: TB: 165 cm BB (aktual): 46 kg IMT:
16 kg/m2
Terapi DPJP:
Ceftriaxone 1 x 2 gram, Ketorolac 3 x 30 gram,
Omeprazole 2 x 40 gram, Sukralfat 3 x 15 ml,
Amikasin 1 x 1 g. Rencana pemasangan PTBD
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Nasi tim - 1300 49 29 211
Hepatosol
1 x 200
ml
200 200 7,8 2,2 38,3
Putih
telur 3
butir
- 60 15 - -
Total
200 1560 71,8 31,2 249,3
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
157
Universitas Indonesia
butir
Total - 1140 51 24 180
Imbang Cairan:
Input 1300 ml
Output 1500 ml
BC - 200 ml/24jam
Diuresis 0,7 ml/kgBB/jam
Imbang Cairan:
Input 1500 ml
Output 1650 ml
BC - 150 ml/24jam
Diuresis 0,75 ml/kgBB/jam
A Adenokarsinoma kaput pankreas, sindroma
kanker kaheksia, hipermetabolisme berat, anemia
normositik nomokrom, leukositosis,
trombositosis, gangguan fungsi hati,
hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia, dan
penurunan kapasitas fungsional.
Adenokarsinoma kaput pankreas, sindroma kanker
kaheksia, hipermetabolisme berat, anemia
normositik nomokrom, leukositosis, trombositosis,
gangguan fungsi hati, hipoalbuminemia,
hiperbilirubinemia, dan penurunan kapasitas
fungsional.
Adenokarsinoma kaput pankreas, sindroma kanker
kaheksia, hipermetabolisme berat, anemia
normositik nomokrom, leukositosis, trombositosis,
gangguan fungsi hati, hipoalbuminemia,
hiperbilirubinemia, dan penurunan kapasitas
fungsional.
P KEB: 1200 kkal KET: 1800 kkal
Diberikan mulai dari KEB = 1200 kkal (26
kkal/kgBB), P 1,5 g/kgBB ~ 69 g L:20% ~27 g,
KH 170 g N:NPC = 1:84
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Bubur
nasi
- 1100 41 24 180
Hepatosol
1 x 200
ml
200 200 7,8 2,2 38,3
Putih telur
3 butir
- 60 15 - -
Total
N:NPC=
1:110
200 1360 63,8 26,2 218,3
KEB: 1200 kkal KET: 1800 kkal
Pemberian nutrisi ditingkatkan 20% dari analisa
asupan sebelumnya = 1500 kkal (32,6 kkal/kgBB),
P 1,5 g/kgBB ~ 69 g L:20% ~33 g, KH 232 g
N:NPC = 1:111
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Bubur
nasi
- 1300 49 29 211
Hepatosol
1 x 200 ml
200 200 7,8 2,2 38,3
Putih telur
3 butir
- 60 15 - -
Total
N:NPC=
1:111
200 1560 71,8 31,2 249,3
KEB: 1200 kkal KET: 1800 kkal
Pemberian nutrisi ditingkatkan 20% dari analisa
asupan sebelumnya (sesuai KET)= 1800 kkal (39
kkal/kgBB), P 1,5 g/kgBB ~ 69 g L:20% ~40 g, KH
291 g
N:NPC = 1:138
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Bubur
nasi
- 1500 56 33 245
Hepatosol
1 x 300 ml
300 300 11,2 2,8 47,9
Putih telur
1 butir
- 20 5 - -
Total
N:NPC=
1:132
250 1820 72,2 35,8 292,9
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
158
Universitas Indonesia
H4 (18/07/13) H5 (19/07/13) H6 (20/07/13)
S Mual (-), muntah (-). Makan dapat habis. BAB
(+), BAK (+)
Mual (-), muntah (-). Makan dapat habis. BAB (+),
BAK (+)
Mual (-), muntah (-). Makan dapat habis. BAB (+),
BAK (+)
O Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Abdomen: BU (+) normal
Ekstremitas: Ikterik, muscle wasting
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa
Antropometri: TB: 165 cm BB (aktual): 46 kg
IMT: 16 kg/m2
Laboratorium:
Na: 140 K: 4,2 Cl: 98,3
CEA (kolon): 2,30 ng/mL CA 19-9: 504,9 ng/mL
Terapi DPJP:
Ceftriaxone 1 x 2 gram, Ketorolac 3 x 30 gram,
Omeprazole 2 x 40 gram, Sukralfat 3 x 15 ml,
Amikasin 1 x 1 g. Rencana pemasangan PTBD
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Bubur
nasi
- 1300 49 29 211
Hepatosol
1 x 200
ml
200 200 7,8 2,2 38,3
Putih
telur 3
- 60 15 - -
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Abdomen: BU (+) normal
Ekstremitas: Ikterik, muscle wasting
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa
Antropometri: TB: 165 cm BB (aktual): 46 kg IMT:
16 kg/m2
Terapi DPJP:
Ceftriaxone 1 x 2 gram, Ketorolac 3 x 30 gram,
Omeprazole 2 x 40 gram, Sukralfat 3 x 15 ml,
Amikasin 1 x 1 g. Rencana pemasangan PTBD
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Nasi tim - 1500 56 33 245
Hepatosol
1 x 300 ml
300 300 11,2 2,8 47,9
Putih telur
1 butir
- 20 5 - -
Total
250 1820 72,2 35,8 292,9
Imbang Cairan:
Input 1300 ml
Output 1500 ml
BC - 200 ml/24jam
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Abdomen: BU (+) normal
Ekstremitas: Ikterik, muscle wasting
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa
Antropometri: TB: 165 cm BB (aktual): 46 kg IMT:
16 kg/m2
Terapi DPJP:
Ceftriaxone 1 x 2 gram, Ketorolac 3 x 30 gram,
Omeprazole 2 x 40 gram, Sukralfat 3 x 15 ml,
Amikasin 1 x 1 g. Rencana pemasangan PTBD
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Nasi tim - 1500 56 33 245
Hepatosol
1 x 300 ml
300 300 11,2 2,8 47,9
Putih telur
1 butir
- 20 5 - -
Total
250 1820 72,2 35,8 292,9
Imbang Cairan:
Input 1500 ml
Output 1650 ml
BC - 150 ml/24jam
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
159
Universitas Indonesia
butir
Total
200 1560 71,8 31,2 249,3
Imbang Cairan:
Input 1600 ml
Output 1700 ml
BC - 200 ml/24jam
Diuresis 0,8 ml/kgBB/jam
Diuresis 0,7 ml/kgBB/jam
Diuresis 0,75 ml/kgBB/jam
A
Adenokarsinoma kaput pankreas, sindroma
kanker kaheksia, hipermetabolisme berat, anemia
normositik nomokrom, leukositosis,
trombositosis, gangguan fungsi hati,
hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia, dan
penurunan kapasitas fungsional.
Adenokarsinoma kaput pankreas, sindroma kanker
kaheksia, hipermetabolisme berat, anemia
normositik nomokrom, leukositosis, trombositosis,
gangguan fungsi hati, hipoalbuminemia,
hiperbilirubinemia, dan penurunan kapasitas
fungsional.
Adenokarsinoma kaput pankreas, sindroma kanker
kaheksia, hipermetabolisme berat, anemia
normositik nomokrom, leukositosis, trombositosis,
gangguan fungsi hati, hipoalbuminemia,
hiperbilirubinemia, dan penurunan kapasitas
fungsional.
P KEB: 1200 kkal KET: 1800 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET = 1800 kkal (39
kkal/kgBB), P 1,5 g/kgBB ~ 69 g L:20% ~40 g,
KH 291 g N:NPC = 1:138
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Nasi tim
rendah
lemak
- 1500 56 33 245
Hepatosol
1 x 300
ml
300 300 11,2 2,8 47,9
Putih telur
1 butir
- 20 5 - -
Total
N:NPC=
1:132
250 1820 72,2 35,8 292,9
KEB: 1200 kkal KET: 1800 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET = 1800 kkal (39
kkal/kgBB), P 1,5 g/kgBB ~ 69 g L:20% ~40 g, KH
291 g N:NPC = 1:138
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Nasi tim
rendah
lemak
- 1500 56 33 245
Hepatosol
1 x 300 ml
300 300 11,2 2,8 47,9
Putih telur
1 butir
- 20 5 - -
Total
N:NPC=
1:132
250 1820 72,2 35,8 292,9
KEB: 1200 kkal KET: 1800 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET = 1800 kkal (39
kkal/kgBB), P 1,5 g/kgBB ~ 69 g L:20% ~40 g, KH
291 g N:NPC = 1:138
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Nasi tim
rendah
lemak
- 1500 56 33 245
Hepatosol
1 x 300 ml
300 300 11,2 2,8 47,9
Putih telur
1 butir
- 20 5 - -
Total
N:NPC=
1:132
250 1820 72,2 35,8 292,9
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
160
Universitas Indonesia
H7 (21/07/13) H8 (22/07/13) H10 (23/07/13)
S Mual (-), muntah (-). Makan dapat habis. BAB
(+), BAK (+). Toleransi & motivasi makan
adekuat. BB naik 0,5 kg. Sudah dipasang PTBD
oleh sejawat penyakit dalam
Mual (-), muntah (-). Makan dapat habis. BAB (+),
BAK (+)
Mual (-), muntah (-). Makan dapat habis. BAB (+),
BAK (+). Toleransi & motivasi makan adekuat.
O Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Abdomen: Produksi PTBD ± 600 ml/24 jam
(kuning tua), BU (+) normal
Ekstremitas: Ikterik, muscle wasting
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa
Antropometri: TB: 165 cm BB (aktual): 46,5 kg
IMT: 17,1 kg/m2
Laboratorium:
Hb: 10,1 Ht: 29,3 leukosit: 10.050
Trombosit: 412.000 eritrosit: 3.230.000
MCV: 90,7 MCH: 33,3 MCHC: 34,5
Protein total: 6,3 Albumin: 3,18 Globulin: 3,12
Albumin-globulin ratio 1,0
Na: 135 K: 4,21 Cl: 94,3
Terapi DPJP:
Ceftriaxone 1 x 2 gram, Ketorolac 3 x 30 gram,
Omeprazole 2 x 40 gram, Sukralfat 3 x 15 ml
Spooling PTBD 2x/hari, transfusi PRC bila Hb <
9, vitamin K 3 x 1 ampul iv, rencana
kolangiografi 2 hari post PTBD, transamin 3 x 5
mg iv
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Abdomen: Produksi PTBD ± 900 ml/24 jam
(kuning tua), BU (+) normal
Ekstremitas: Ikterik, muscle wasting
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa
Antropometri: TB: 165 cm BB (aktual): 46,5 kg
IMT: 17,1 kg/m2
Spesimen cairan empedu: tidak tumbuh
mikroorganisme.
Terapi DPJP:
Ceftriaxone 1 x 2 gram, Ketorolac 3 x 30 gram,
Omeprazole 2 x 40 gram, Sukralfat 3 x 15 ml
Spooling PTBD 2x/hari, transfusi PRC bila Hb < 9,
vitamin K 3 x 1 ampul iv.
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Nasi tim - 1500 56 33 245
Hepatosol
1 x 300 ml
300 300 11,2 2,8 47,9
Putih telur
1 butir
- 20 5 - -
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Abdomen: Produksi PTBD ± 150 ml/24 jam
(kehijauan), BU (+) normal
Ekstremitas: Ikterik, muscle wasting
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa
Antropometri: TB: 165 cm BB (aktual): 46,5 kg
IMT: 17,1 kg/m2
Terapi DPJP:
Ceftriaxone 1 x 2 gram, Ketorolac 3 x 30 gram,
Omeprazole 2 x 40 gram, Sukralfat 3 x 15 ml
Spooling PTBD 2x/hari, transfusi PRC bila Hb < 9,
vitamin K 3 x 1 ampul iv.
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Nasi tim - 1500 56 33 245
Hepatosol
1 x 300 ml
300 300 11,2 2,8 47,9
Putih telur
3 butir
- 20 5 - -
Total
250 1820 72,2 35,8 292,9
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
161
Universitas Indonesia
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Nasi tim - 1500 56 33 245
Hepatosol
1 x 300
ml
300 300 11,2 2,8 47,9
Putih telur
1 butir
- 20 5 - -
Total
250 1820 72,2 35,8 292,9
Imbang Cairan:
Input 1600 ml
Output 1800 ml
BC - 200 ml/24jam
Diuresis 0,8 ml/kgBB/jam
Total
250 1820 72,2 35,8 292,9
Imbang Cairan:
Input 1700 ml
Output 1600 ml
BC + 100 ml/24jam
Diuresis 0,9 ml/kgBB/jam
Imbang Cairan:
Input 1600 ml
Output 1800 ml
BC - 200 ml/24jam
Diuresis 0,8 ml/kgBB/jam
A
Adenokarsinoma kaput pankreas post PTBD
H+1, sindroma kanker kaheksia,
hipermetabolisme berat, anemia normositik
nomokrom, leukositosis, trombositosis, gangguan
fungsi hati, hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia,
dan penurunan kapasitas fungsional.
Adenokarsinoma kaput pankreas post PTBD H+2,
sindroma kanker kaheksia, hipermetabolisme berat,
anemia normositik nomokrom, leukositosis,
trombositosis, gangguan fungsi hati,
hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia, dan
penurunan kapasitas fungsional.
Adenokarsinoma kaput pankreas post PTBD H+3,
sindroma kanker kaheksia, hipermetabolisme berat,
anemia normositik nomokrom, leukositosis,
trombositosis, gangguan fungsi hati,
hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia, dan
penurunan kapasitas fungsional.
P
KEB: 1200 kkal KET: 1800 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET = 1800 kkal (39
kkal/kgBB), P 1,5 g/kgBB ~ 69 g L:20% ~40 g,
KH 291 g N:NPC = 1:138
KEB: 1200 kkal KET: 1800 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET = 1800 kkal (39
kkal/kgBB), P 1,5 g/kgBB ~ 69 g L:20% ~40 g, KH
291 g N:NPC = 1:138
KEB: 1200 kkal KET: 1800 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET = 1800 kkal (39
kkal/kgBB), P 1,5 g/kgBB ~ 69 g L:20% ~40 g, KH
291 g N:NPC = 1:138
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
162
Universitas Indonesia
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Nasi tim
rendah
lemak
- 1500 56 33 245
Hepatosol
1 x 300
ml
300 300 11,2 2,8 47,9
Putih telur
1 butir
- 20 5 - -
Total
N:NPC=
1:132
250 1820 72,2 35,8 292,9
Kebutuhan cairan 1150-1380 ml/24 jam
Saran suplementasi: multivitamin dan mineral
sesuai AKG, curcuma 3 x 20 mg tablet/hari
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, imbang
cairan setiap hari; fungsi hati, albumin &
elektrolit setiap 2 minggu
Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi akan
dipertahankan sesuai KET.
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Nasi tim
rendah
lemak
- 1500 56 33 245
Hepatosol
1 x 300 ml
300 300 11,2 2,8 47,9
Putih telur
1 butir
- 20 5 - -
Total
N:NPC=
1:132
250 1820 72,2 35,8 292,9
Kebutuhan cairan 1150-1380 ml/24 jam
Saran suplementasi: multivitamin dan mineral
sesuai AKG, curcuma 3 x 20 mg tablet/hari
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, imbang cairan
setiap hari; fungsi hati, albumin & elektrolit setiap
2 minggu
Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi akan
dipertahankan sesuai KET.
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Nasi tim
rendah
lemak
- 1500 56 33 245
Hepatosol
1 x 300 ml
300 300 11,2 2,8 47,9
Putih telur
1 butir
- 20 5 - -
Total
N:NPC=
1:132
250 1820 72,2 35,8 292,9
Kebutuhan cairan 1150-1380 ml/24 jam
Saran suplementasi: multivitamin dan mineral
sesuai AKG, curcuma 3 x 20 mg tablet/hari
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, imbang cairan
setiap hari; fungsi hati, albumin & elektrolit setiap 2
minggu
Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi akan
dipertahankan sesuai KET.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
163
Universitas Indonesia
H11 (24/07/13) H12 (25/07/13) H13 (26/07/13)
S Mual (-), muntah (-). Makan dapat habis. BAB
(+), BAK (+). Toleransi & motivasi makan
adekuat.
Mual (-), muntah (-). Makan dapat habis. BAB (+),
BAK (+)
Mual (-), muntah (-). Makan dapat habis. BAB
(+), BAK (+). Pasien dipuasakan sejak jam 21:00
kemarin untuk persiapan operasi
O Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Abdomen: Produksi PTBD ± 150 ml/24 jam
(kehijauan), BU (+) normal
Ekstremitas: Ikterik, muscle wasting
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa
Antropometri: TB: 165 cm BB (aktual): 46,5 kg
IMT: 17,1 kg/m2
Terapi DPJP:
Ceftriaxone 1 x 2 gram, Ketorolac 3 x 30 gram,
Omeprazole 2 x 40 gram, Sukralfat 3 x 15 ml,
Spooling PTBD 2x/hari.
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Nasi tim - 1500 56 33 245
Hepatosol
1 x 300
ml
300 300 11,2 2,8 47,9
Putih telur
3 butir
- 20 5 - -
Total
250 1820 72,2 35,8 292,9
Imbang Cairan:
Input 1600 ml
Output 1800 ml
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Abdomen: Produksi PTBD ± 150 ml/24 jam
(kehijauan), BU (+) normal
Ekstremitas: Ikterik, muscle wasting
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa
Antropometri: TB: 165 cm BB (aktual): 46,5 kg
IMT: 17,1 kg/m2
Laboratorium:
Hb: 11,4 Ht: 33,5 leukosit: 10.060
Trombosit: 441.000 eritrosit: 3.650.000
MCV: 91,8 MCH: 30,2 MCHC: 34
Protein total: 6,3 Albumin: 3,09 Globulin: 3,21
Albumin-globulin ratio: 1,0
Bilirubin total: 12,91 mg/dL Bilirubin direk: 11,56
Bilirubin indirek: 1,35 mg/dL
Terapi DPJP:
Ceftriaxone 1 x 2 gram, Ketorolac 3 x 30 gram,
Omeprazole 2 x 40 gram, Sukralfat 3 x 15 ml,
Spooling PTBD 2x/hari
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Nasi tim - 1500 56 33 245
Hepatosol
1 x 300 ml
300 300 11,2 2,8 47,9
Putih telur - 20 5 - -
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Abdomen: Produksi PTBD ± 150 ml/24 jam
(kehijauan), BU (+) normal
Ekstremitas: Ikterik, muscle wasting
Kapasitas fungsional: Ambulatory, kekuatan
genggam tangan = pemeriksa
Antropometri: TB: 165 cm BB (aktual): 46,5 kg
IMT: 17,1 kg/m2
Laboratorium:
Hb: 12,5 Ht: 36,6 leukosit: 11.000
Trombosit: 448.000 eritrosit: 4.040.000
MCV: 90,1 MCH: 30,8 MCHC: 34,2
SGOT: 130 SGPT: 54
Gamma GT: 527 Alkali fosfatase: 463
Bilirbutin total: 13,63 mg/dL Bilirubin direk:
12,21
Bilirubin indirek: 1,42
Terapi DPJP:
Ceftriaxone 1 x 2 gram, Ketorolac 3 x 30 gram,
Omeprazole 2 x 40 gram, Sukralfat 3 x 15 ml,
Spooling PTBD 2x/hari. Rencana operasi hari ini.
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Nasi tim - 1500 56 33 245
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
164
Universitas Indonesia
BC - 200 ml/24jam
Diuresis 0,8 ml/kgBB/jam
3 butir
Total
250 1820 72,2 35,8 292,9
Imbang Cairan:
Input 1700 ml
Output 1600 ml
BC + 100 ml/24jam
Diuresis 0,9 ml/kgBB/jam
Imbang Cairan:
Input 1800 ml
Output 1650 ml
BC + 150 ml/24jam
Diuresis 0,75 ml/kgBB/jam
A
Adenokarsinoma kaput pankreas post PTBD
H+4, sindroma kanker kaheksia,
hipermetabolisme berat, anemia normositik
nomokrim, leukositosis, trombositosis, gangguan
fungsi hati, hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia,
dan penurunan kapasitas fungsional.
Adenokarsinoma kaput pankreas post PTBD H+5,
sindroma kanker kaheksia, hipermetabolisme berat,
anemia normositik nomokrom, leukositosis,
trombositosis, gangguan fungsi hati,
hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia, dan
penurunan kapasitas fungsional.
Adenokarsinoma kaput pankreas post PTBD H+6,
sindroma kanker kaheksia, hipermetabolisme
berat, anemia normositik nomokrom, leukositosis,
trombositosis, gangguan fungsi hati,
hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia, dan
penurunan kapasitas fungsional.
P KEB: 1200 kkal KET: 1800 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET = 1800 kkal (39
kkal/kgBB), P 1,5 g/kgBB ~ 69 g L:20% ~40 g,
KH 291 g N:NPC = 1:138
Preskripsi diet: Vol E P L KH
Nasi tim
rendah
lemak
- 1500 56 33 245
Hepatosol
1 x 300 ml
300 300 11,2 2,8 47,9
Putih telur
3 butir
- 20 5 - -
Total
N:NPC=
1:132
250 1820 72,2 35,8 292,9
KEB: 1200 kkal KET: 1800 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KET = 1800 kkal (39
kkal/kgBB), P 1,5 g/kgBB ~ 69 g L:20% ~40 g, KH
291 g N:NPC = 1:138
Preskripsi diet: Vol E P L KH
Nasi tim
rendah
lemak
- 1500 56 33 245
Hepatosol 1
x 300 ml
300 300 11,2 2,8 47,9
Putih telur
3 butir
- 20 5 - -
Total
N:NPC=
1:132
250 1820 72,2 35,8 292,9
KEB: 1200 kkal KET: 1800 kkal
Perencanaan nutrisi pasien akan dievaluasi ulang
pasc operasi sesuai keadaan klinis dan toleransi
gastrointestinal pasien.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
165
Universitas Indonesia
H14 (27/07/13, pasca bedah H+1) H15 (28/07/13, pasca bedah H+2) H16 (29/07/13, pasca bedah H+3)
S Mual (+), muntah (-). Flatus (+), belum BAB.
Nyeri luka operasi (+). Perut terasa begah (+)
Mual (-)-, muntah ( -), nyeri pada luka operasi (+),
flatus (+), belum BAB. Perut terasa begah (+)
Mual (-)-, muntah ( -), nyeri pada luka operasi (+),
flatus (+), belum BAB. Perut terasa begah (+)
O Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Hidung; Terpasang NGT, aliran balik 500 ml/24
jam (hijau).
Abdomen: Datar, tampak luka operasi tertutup
kasssa, rembesan (-), Terpasang drain abdomen,
produksi 400 ml/24 jam serohemoragik,
Produksi PTBD ± 300 ml/24 jam (kuning
kecoklatan); BU (+) menurun; supel, nyeri tekan
sekitar luka operasi (-); timpani.
Ekstremitas: Ikterik, muscle wasting
Kapasitas fungsional: Bedridden, kekuatan
genggam tangan lebih lemah dari pemeriksa
Antropometri: TB: 165 cm LLA: 18,5 cm BB:
45,7 kg IMT: 16,8 kg/m2
Laboratorium:
Hb: 9,2 Ht: 27,7 leukosit: 11.850 trombosit:
153.000 SGOT: 87 SGPT: 45 albumin: 1,88
bilirubin total: 5,38 bilirubin direk: 4,4 bilirubin
indirek: 0,98 Ureum: 25 kreatinin: 0,8 GDS: 86
Na: 138 K: 3,57 Cl: 96,5 Ca: 9,6 Mg: 2,49
Terapi DPJP:
Amikasin 1 x 1 mg, metronidazole 1 x 1500 mg,
transamin 500 mg/hari, vitamin K 3 x 10 mg
tablet
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Hidung; Terpasang NGT, aliran balik 150 ml/24
jam (warna hijau).
Abdomen: Datar, tampak luka operasi tertutup
kasssa, rembesan (-), Terpasang drain abdomen,
produksi 200 ml/24 jam serohemoragik, Produksi
PTBD ± 150 ml/24 jam (kuning kecoklatan); BU
(+) menurun; supel, nyeri tekan sekitar luka operasi
(-); timpani.
Ekstremitas: Ikterik, muscle wasting
Kapasitas fungsional: Bedridden, kekuatan
genggam tangan lebih lemah dari pemeriksa
Antropometri: TB: 165 cm LLA: 18,5 cm BB: 45,7
kg IMT: 16,8 kg/m2
Laboratorium:
Hb 9,6 leukosit 11.450 trombosit 83000 SGOT 87
SGPT 59 albumin: 1,88 bilirubin total 5,38 bilirubin
direk 4,40 bilirubin indirek 0,48
Terapi DPJP:
Amikasin 1 x 1 mg, metronidazole 1 x 1500 mg,
transamin 500 mg/hari, vitamin K 3 x 10 mg tablet
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Hidung; Terpasang NGT, aliran balik 200 ml/24
jam (warna putih).
Abdomen: Datar, tampak luka operasi tertutup
kasssa, rembesan (-), Terpasang drain abdomen,
produksi 25 ml/24 jam serohemoragik, Produksi
PTBD ± 250 ml/24 jam (kuning kecoklatan); BU
(+) normal; supel, nyeri tekan sekitar luka operasi (-
); timpani.
Ekstremitas: Ikterik, muscle wasting
Kapasitas fungsional: Bedridden, kekuatan
genggam tangan lebih lemah dari pemeriksa
Antropometri: TB: 165 cm LLA: 18,5 cm BB: 45,7
kg IMT: 16,8 kg/m2
Laboratorium:
Hb: 9,4 Ht: 26 eritrosit: 3.130.000 MCV: 83,1
MCH: 30,0 MCHC: 32,3 leukosit: 23.320
trombosit: 219.000
AGD: pH 7,319 pCO2: 29,90 pO2: 92,90 HCO3:
15,50 BE: -8,8 Saturasi O2: 96,50 Na: 136 K: 4,19
Cl: 99,4
Terapi DPJP:
Amikasin 1 x 1 mg, metronidazole 1 x 1500 mg,
transamin 500 mg/hari, vitamin K 3 x 10 mg tablet
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
166
Universitas Indonesia
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Clear
fluid 15 x
30 ml
450 90 - - 22,5
Kabiven 1000 694 23,6 35,4 67,4
Total 1450 784 23,6 35,4 89,9
Imbang Cairan:
Input 2150 ml
Output 1858 ml
BC + 292 ml/24jam
Diuresis 0,8 ml/kgBB/jam
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Clear
fluid 15 x
50 ml
750 150 - - 37,5
Kaen Mg3 500 200 - - 50
Clinimix 300 123 8,4 - 22,5
Total 1550 473 8,4 - 110
Imbang Cairan:
Input 1800 ml
Output 1600 ml
BC - 200 ml/24jam
Diuresis 0,8 ml/kgBB/jam
Analisa asupan:
Vol E P L KH
Hepatosol
6 x 50 ml
300 300 12 3,2 57,5
Aminofluid 1000 420 30 - 75
Lipofundin
20%
100 200 - 20 -
Total
N:NPC =
1:112
1400 920 42 23,2 132,5
Imbang Cairan:
Input 2100 ml
Output 1800 ml
BC - 300 ml/24jam
Diuresis 0,8 ml/kgBB/jam
A
Adenokarsinoma kaput pankreas pasca PPPD
H+1, sindroma kanker kaheksia,
hipermetabolisme berat, anemia normositik
normokrom, leukositosis, gangguan fungsi hati,
hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia, serta
penurunan kapasitas fungsional.
Adenokarsinoma kaput pankreas pasca PPPD H+2,
sindroma kanker kaheksia, hipermetabolisme berat,
anemia normositik normokrom, leukositosis,
gangguan fungsi hati, hipoalbuminemia,
hiperbilirubinemia, serta penurunan kapasitas
fungsional.
Adenokarsinoma kaput pankreas pasca PPPD H+3,
sindroma kanker kaheksia, hipermetabolisme berat,
anemia normositik normokrom, leukositosis,
gangguan fungsi hati, hipoalbuminemia,
hiperbilirubinemia, serta penurunan kapasitas
fungsional.
P KEB: 1188 kkal KET: 1800 kkal
Pemberian nutrisi sesuai 80% KEB = 950 kkal
(21 kkal/kgBB), P 1 g/kgBB ~ 48 g (20%)
L:20% ~21 g, KH 142 g N:NPC = 1:98
Jalur: oral & parenteral
KEB: 1188 kkal KET: 1800 kkal
Pemberian nutrisi sesuai 80% KEB = 950 kkal (21
kkal/kgBB), P 1 g/kgBB ~ 48 g (20%) L:20% ~21
g, KH 142 g N:NPC = 1:98
Jalur: oral & parenteral
KEB: 1188 kkal KET: 1800 kkal
Pemberian nutrisi sesuai KEB = 1200 kkal (26
kkal/kgBB), P 1,3 g/kgBB ~60 g (20%) L:20% ~27
g, KH 179 g N:NPC = 1:100
Jalur: oral & parenteral
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
167
Universitas Indonesia
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Clear fluid
15 x 50 ml
750 150 - - 37,5
Kalbamin 500 200 50 - -
Kaen Mg3 1000 400 - - 100
Lipofundin
20%
100 200 - 20 -
Total
N:NPC =
1:94
2350 950 50 20 137,5
Kebutuhan cairan: 1500-1830 ml/24 jam
Saran suplementasi: multivitamin & mineral
sesuai AKG, curcuma 3 x 20 mg tablet/hari
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, imbang
cairan, aliran balik NGT setiap hari; albumin
setiap 3 hari; dan fungsi hati setiap 2 minggu
Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi
secara enteral akan ditingkatkan dan diberikan
makanan cair. Pemberian nutrisi ditingkatkan
secara bertahap 20% setiap hari sehingga
mencapai KET.
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Hepatosol
6 x 50 ml
300 300 12 3,2 57,5
Aminofluid 1000 420 30 - 75
Lipofundin
20%
100 200 - 20 -
Total
N:NPC =
1:112
1400 920 42 23,2 132,5
Kebutuhan cairan: 1500-1830 ml/24 jam
Saran suplementasi: multivitamin & mineral sesuai
AKG, curcuma 3 x 20 mg tablet/hari
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, imbang cairan,
aliran balik NGT setiap hari; albumin setiap 3 hari;
dan fungsi hati setiap 2 minggu
Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi secara
enteral akan ditingkatkan dan diberikan makanan
cair. Pemberian nutrisi ditingkatkan secara bertahap
20% setiap hari sehingga mencapai KET.
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Hepatosol
6 x 100 ml
600 600 24 6,5 115
Aminofluid 1000 420 30 - 75
Lipofundin
20%
100 200 - 20 -
Total
N:NPC =
1:117
1700 1220 54 26,5 190
Kebutuhan cairan: 1500-1830 ml/24 jam
Saran suplementasi: multivitamin & mineral sesuai
AKG, curcuma 3 x 20 mg tablet/hari
Monitoring:
Tanda vital, klinis, toleransi asupan, imbang cairan,
aliran balik NGT setiap hari; albumin setiap 3 hari;
dan fungsi hati setiap 2 minggu
Evaluasi:
Bila toleransi asupan baik, pmberian nutrisi secara
enteral akan ditingkatkan dan diberikan makanan
cair. Pemberian nutrisi ditingkatkan secara bertahap
20% setiap hari sehingga mencapai KET.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
168
Universitas Indonesia
H17 (30/07/13, pasca bedah H+4) H18 (31/07/13, pasca bedah H+5) H19 (01/08/13, pasca bedah H+6)
S Mual (+), muntah (-). Flatus (+), belum BAB.
Nyeri luka operasi (+). Perut begah (-). BAK (+)
Mual (-)-, muntah ( -), nyeri pada luka operasi (+),
flatus (+), belum BAB. BAK (+)
Mual (-)-, muntah ( -), nyeri pada luka operasi (+),
flatus (+), BAB (+) normal, BAK (+) . NGT
sudah diaff hari ini. O Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Hidung; Terpasang NGT, aliran balik 300 ml/24
jam (hijau).
Abdomen: Datar, tampak luka operasi tertutup
kasssa, rembesan (-), Terpasang drain abdomen,
produksi 400 ml/24 jam serohemoragik, Produksi
PTBD ± 300 ml/24 jam (kuning kecoklatan); BU
(+) menurun; supel, nyeri tekan sekitar luka
operasi (-); timpani.
Ekstremitas: Ikterik, muscle wasting
Kapasitas fungsional: Bedridden, kekuatan
genggam tangan lebih lemah dari pemeriksa
Antropometri: TB: 165 cm LLA: 18,5 cm BB:
45,7 kg IMT: 16,8 kg/m2
Laboratorium: Albumin: 2,03
Terapi DPJP:
Amikasin 1 x 1 mg, metronidazole 1 x 1500 mg,
transamin 500 mg/hari, vitamin K 3 x 10 mg,
NGT klem:buka=3:1
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Hepatosol
6 x 100 ml
600 600 24 6,5 115
Aminofluid 500 210 15 - 37,5
Kaen Mg3 500 200 - - 50
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Hidung; Terpasang NGT, aliran balik minimal/24
jam
Abdomen: Datar, tampak luka operasi tertutup
kasssa, rembesan (-), Terpasang drain abdomen,
produksi 30 ml/24 jam serohemoragik, Produksi
PTBD ± 130 ml/24 jam (kuning kecoklatan); BU
(+) menurun; supel, nyeri tekan sekitar luka operasi
(-); timpani.
Ekstremitas: Ikterik, muscle wasting
Kapasitas fungsional: Bedridden, kekuatan
genggam tangan lebih lemah dari pemeriksa
Antropometri: TB: 165 cm LLA: 18,5 cm BB: 45,7
kg IMT: 16,8 kg/m2
Laboratorium:
Hb 9,9 Ht: 27,5 eritrosit: 3.330.000 MCV: 83,3
MCH: 30,0 MCHC: 36 leukosit: 21.660
trombosit: 245.000 albumin: 2,58 Na: 139 K: 3,54
Cl: 100,8
Terapi DPJP: Amikasin 1 x 1 mg, metronidazole 1
x 1500 mg, transamin 500 mg/hari, vitamin K 3 x
10 mg, bladder training (aff kateter), mobilisasi
duduk jalan
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Hepatosol 900 900 36 9,8 172,5
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Abdomen: Datar, tampak luka operasi tertutup
kasssa, rembesan (-), Terpasang drain abdomen,
produksi 10 ml/24 jam serohemoragik, Produksi
PTBD ± 50 ml/24 jam (kuning kecoklatan); BU (+)
normal; supel, nyeri tekan sekitar luka operasi (-);
timpani.
Ekstremitas: Ikterik, muscle wasting
Kapasitas fungsional: Bedridden, kekuatan
genggam tangan lebih lemah dari pemeriksa
Antropometri: TB: 165 cm LLA: 18,5 cm BB: 45,7
kg IMT: 16,8 kg/m2
Terapi DPJP:
Amikasin 1 x 1 mg, metronidazole 1 x 1500 mg,
transamin 500 mg/hari, vitamin K 3 x 10 mg, aff
NGT. Mobilisasi
Analisa asupan:
Vol E P L KH
Hepatosol
6 x 150 ml
900 900 36 9,8 172,5
Aminofluid 500 210 15 - 37,5
Lipofundin
20%
100 200 - 20 -
Total
1400 1310 51 29,8 210
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
169
Universitas Indonesia
Lipofundin
20%
100 200 - 20 -
Total
1700 1210 39 26,5 202,5
Imbang Cairan:
Input 1760 ml
Output 2100 ml
BC - 340 ml/24jam
Diuresis 1 ml/kgBB/jam
6 x 150 ml
Aminofluid 1000 420 30 - 75
Lipofundin
20%
100 200 - 20 -
Total
2000 1520 66 29,8 247,5
Imbang Cairan:
Input 2400 ml
Output 2700 ml
BC - 300 ml/24jam
Diuresis 0,8 ml/kgBB/jam
Imbang Cairan:
Input 2100 ml
Output 1800 ml
BC - 300 ml/24jam
Diuresis 0,8 ml/kgBB/jam
A
Adenokarsinoma kaput pankreas pasca PPPD
H+4, sindroma kanker kaheksia,
hipermetabolisme berat, anemia normositik
normokrom, leukositosis, gangguan fungsi hati,
hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia, serta
penurunan kapasitas fungsional.
Adenokarsinoma kaput pankreas pasca PPPD H+5,
sindroma kanker kaheksia, hipermetabolisme berat,
anemia normositik normokrom, leukositosis,
gangguan fungsi hati, hipoalbuminemia,
hiperbilirubinemia, serta penurunan kapasitas
fungsional.
Adenokarsinoma kaput pankreas pasca pembedahan
PPPD H+6, sindroma kanker kaheksia,
hipermetabolisme berat, anemia normositik
normokrom, leukositosis, gangguan fungsi hati,
hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia, serta
penurunan kapasitas fungsional.
P KEB: 1188 kkal KET: 1800 kkal
Pemberian nutrisi sesuai ditingkatkan 20% dari
analisa asupan sebelumnya ~ 1450 kkal.
Protein: 1,5 g/kgBB= 69 g Lemak: 20%=32 g,
KH: 221 g. N:NPC=1:107 Jalur: oral & parenteral
Preskripsi diet: Vol E P L KH
Hepatosol 4
x 150 ml
600 600 24 6,5 115
LLM
2 x 150 ml
300 300 12 9,9 45,3
Aminofluid 1000 420 30 - 75
Lipofundin
20%
100 200 - 20 -
Total
N:NPC =
1:118
2000 1520 66 36,4 235,3
KEB: 1188 kkal KET: 1800 kkal
Pemberian nutrisi ditingkatkan 20% dari analisa
asupan sebelumnya (sesuai KET) ~ 1800 kkal.
Protein: 1,5 g/kgBB=69 g, Lemak 20%=40 g KH:
291 g. N:NPC=1:139. Jalur: oral + parenteral
Preskripsi diet: Vol E P L KH
Hepatosol 3 x
200 ml
600 600 24 6,5 115
LLM
3 x 200 ml
600 600 24 19,8 90,6
Bubur
sumsum
- 175 5 4 30
Aminofluid 500 210 15 - 37,5
Kaen Mg3 500 200 - - 50
Total
N:NPC = 1:139
2200 1785 68 30,3 323,1
KEB: 1188 kkal KET: 1800 kkal
Pemberian nutrisi ditingkatkan 20% dari analisa
asupan sebelumnya (sesuai KET) ~ 1800 kkal.
Protein: 1,5 g/kgBB=69 g, Lemak 20%=40 g KH:
291 g. N:NPC=1:139. Jalur: oral + parenteral
Preskripsi diet: Vol E P L KH
Hepatosol 3 x
200 ml
600 600 24 6,5 115
LLM
3 x 200 ml
600 600 24 19,8 90,6
Bubur
sumsum
- 175 5 4 30
Aminofluid 500 210 15 - 37,5
Kaen Mg3 500 200 - - 50
Total
N:NPC = 1:139
2200 1785 68 30,3 323,1
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
170
Universitas Indonesia
H20 (02/08/13, pasca bedah H+7) H21 (03/08/13, pasca bedah H+8) H24 (04/08/13, pasca bedah H+9)
S Mual (-) ,muntah (-), demam (-). BAB (+),
BAK (+). Toleransi asupan baik.
Mual (-) ,muntah (-), demam (-). BAB (+),
BAK (+). Toleransi asupan baik. PTBD sudah diaff
hari ini.
Mual (-), muntah (-). Lebih dapat menghabiskan
makanan cair dibandingkan makanan lunak.
O Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Abdomen: Datar, tampak luka operasi tertutup
kasssa, rembesan (-), Terpasang Produksi PTBD ±
300 ml/24 jam (kuning kecoklatan); BU (+)
normal; supel, nyeri tekan sekitar luka operasi (-);
timpani.
Ekstremitas: Ikterik, muscle wasting
Kapasitas fungsional: Ambulatory
Antropometri: TB: 165 cm BB: 41 kg IMT: 15
kg/m2
Laboratorium:
Hb: 9,9 Ht: 27,5 leukosit: 21.600, trombosit
245000 albumin: 2,52
Terapi DPJP: Cefixim 2 x 200 mg tablet,
Paracetamol 3 x 500 mg tablet, mobilisasi bebas,
vitamin K 3 x 10 mg tablet
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Hepatosol
3 x 200 ml
600 600 24 6,5 115
LLM
3 x 200 ml
600 600 24 19,8 90,6
Bubur
sumsum
- 175 5 4 30
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Abdomen: Datar, tampak luka operasi tertutup
kasssa, rembesan (-),; BU (+) normal; supel, nyeri
tekan sekitar luka operasi (-); timpani.
Ekstremitas: Ikterik, muscle wasting
Kapasitas fungsional: Ambulatory
Antropometri: TB: 165 cm BB: 41 kg IMT: 15
kg/m2
Terapi DPJP: Cefixim 2 x 200 mg tablet,
Paracetamol 3 x 500 mg tablet, mobilisasi bebas,
vitamin K 3 x 10 mg tablet.
Analisa Asupan:
Vol E P L KH
Bubur
sumsum
- 600 18 13 102
Hepatosol
3 x 200
ml
600 600 24 6,5 115
LLM
1 x 200
ml
200 200 8 6,6 30,2
Putih
telur 1
butir
- 20 5 - -
Tampak sakit sedang, CM
Mata: Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Abdomen: Datar, tampak luka operasi tertutup
kasssa, rembesan (-); BU (+) normal; supel, nyeri
tekan sekitar luka operasi (-); timpani.
Ekstremitas: Ikterik, muscle wasting
Kapasitas fungsional: Ambulatory
Antropometri: TB: 165 cm BB: 41 kg IMT: 15
kg/m2
Laboratorium:
Hb: 8,5 Ht: 24,4 trombosit: 226.000 leukosit: 8690
Ureum:44 kreatinin: 1,2 asam urat: 4,3 albumin:
2,82 Na: 144 K:3,87 Cl:103 Ca: 8,2 P: 2,7 Mg: 1,4
Terapi DPJP: Cefixim 2 x 200 mg tablet,
Paracetamol 3 x 500 mg tablet, rencana rawat jalan.
Analisa asupan:
Vol E P L KH
Bubur
nasi
- 900 27 20 153
Hepatosol
3 x 200 ml
600 600 24 6,5 115
LLM
1 x 200 ml
200 200 8 6,6 30,2
Total 800 1720 64 33,1 298,2
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
171
Universitas Indonesia
Aminofluid 500 210 15 - 37,5
Kaen Mg3 500 200 - - 50
Total 2200 1785 68 30,3 323,1
Imbang Cairan:
Input 1760 ml
Output 2100 ml
BC - 340 ml/24jam
Diuresis 1 ml/kgBB/jam
Total
800 1420 55 26,1 247,2
Imbang Cairan:
Input 1800 ml
Output 1600 ml
BC - 200 ml/24jam
Diuresis 0,8 ml/kgBB/jam
Imbang Cairan:
Input 2100 ml
Output 1800 ml
BC - 300 ml/24jam
Diuresis 0,8 ml/kgBB/jam
A
Adenokarsinoma kaput pankreas pasca
pembedahan PPPD H+7, sindroma kanker
kaheksia, hipermetabolisme berat, anemia
normositik normokrom, leukositosis, gangguan
fungsi hati, hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia,
serta penurunan kapasitas fungsional.
Adenokarsinoma kaput pankreas pasca
pembedahan PPPD H+8, sindroma kanker
kaheksia, hipermetabolisme berat, anemia
normositik normokrom, leukositosis, gangguan
fungsi hati, hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia,
serta penurunan kapasitas fungsional.
Adenokarsinoma kaput pankreas pasca
pembedahan PPPD H+9, sindroma kanker
kaheksia, hipermetabolisme berat, anemia
normositik normokrom, leukositosis, gangguan
fungsi hati, hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia,
serta penurunan kapasitas fungsional.
P KEB: 1120 kkal KET: 1700 kkal
Pemberian nutrisi ditingkatkan sesuai KET~1700
kkal, protein 1,5 g/kgBB=62 g, Lemak 20%= 38 g
KH: 277 g. N:NPC=1:147. Jalur: oral
Preskripsi diet: Vol E P L KH
Bubur
sumsum
- 900 27 20 153
Hepatosol
3 x 200 ml
600 600 24 6,5 115
LLM
1 x 200 ml
200 200 8 6,6 30,2
Putih telur
1 butir
- 20 5 - -
Total
N:NPC =
1:143
800 1720 64 33,1 298,2
Kebutuhan cairan: 1500-1830 ml/24 jam
KEB: 1120 kkal KET: 1700 kkal
Pemberian nutrisi ditingkatkan sesuai KET~1700
kkal, protein 1,5 g/kgBB=62 g, Lemak 20%= 38 g
KH: 277 g. N:NPC=1:147. Jalur: oral
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Bubur
nasi
- 900 27 20 153
Hepatosol
3 x 200 ml
600 600 24 6,5 115
LLM
1 x 200 ml
200 200 8 6,6 30,2
Total
N:NPC =
1:143
800 1720 64 33,1 298,2
Kebutuhan cairan: 1500-1830 ml/24 jam
KEB: 1120 kkal KET: 1700 kkal
Pemberian nutrisi ditingkatkan sesuai KET~1700
kkal, protein 1,5 g/kgBB=62 g, Lemak 20%= 38 g
KH: 277 g. N:NPC=1:147. Jalur: oral
Preskripsi diet:
Vol E P L KH
Bubur
nasi
- 1300 39 29 221
Hepatosol
3 x 200 ml
600 600 24 6,5 115
Total
N:NPC =
1:153
600 1800 63 35,5 336
.
Kebutuhan cairan: 1500-1830 ml/24 jam
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai AKG,
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
172
Universitas Indonesia
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai
AKG, curcuma 3 x 20 mg tablet/hari.
Monitoring:Tanda vital, klinis, toleransi asupan,
imbang cairan setiap hari;albumin setiap 3 hari;
dan fungsi hati setiap 2 minggu
Evaluasi:Bila toleransi asupan baik, pemberian
nutrisi akan dipertahankan sesuai KET.
Suplementasi: multivitamin & mineral sesuai
AKG, curcuma 3 x 20 mg tablet/hari.
Monitoring:Tanda vital, klinis, toleransi asupan,
imbang cairan setiap hari;albumin setiap 3 hari;
dan fungsi hati setiap 2 minggu
Evaluasi:Bila toleransi asupan baik, pemberian
nutrisi akan dipertahankan sesuai KET.
curcuma 3 x 20 mg tablet/hari.
Monitoring:Tanda vital, klinis, toleransi asupan,
imbang cairan setiap hari;albumin setiap 3 hari; dan
fungsi hati setiap 2 minggu
Evaluasi:Bila toleransi asupan baik, pemberian
nutrisi akan dipertahankan sesuai KET.
Edukasi mengenai nutrisi (pola makan) di rumah.
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
173
Universitas Indonesia
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : dr. Eva Maria Christine, M.Gizi
Tempat/tanggal lahir : Sukabumi, 9 Maret 1984
Agama : Katolik
Status perkawinan : Menikah
Nama orang tua : Karma Budiyadi dan Hilda Yohana
Nama saudara kandung : Anna Maria dan dr. Yoseph Aman Budi
Nama suami : Surento
Riwayat pendidikan :
Lulus Sekolah Dasar Santa Angela Yuwati Bhakti, Sukabumi, tahun 1996
Lulus Sekolah Menengah Pertama Santa Angela Yuwati Bhakti,
Sukabumi, tahun 1999
Lulus Sekolah Menengah Atas The Kilmore International School,
Melbourne, Australia, tahun 2001
Lulus Dokter umum, Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan,
Tangerang, tahun 2008
Lulus Magister Gizi Klinik, Falkutas Kedoteran Universitas Indonesia,
Jakarta, tahun 2011.
Riwayat pekerjaan :
Dokter umum di Eka Hospital, tahun 2008
Medical Consultant di PT Melilea International, tahun 2008 – 2009
Aesthetic Doctor di Kawijaya Skin Care, tahun 2008-2009
Dokter umum di Advanced Medical Center, tahun 2009-2011
Aesthetic Doctor di klinik Erpour, tahun 2010 hingga sekarang
Organisasi :
Anggota Ikatan Dokter Indonesia
Anggota Muda Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
174
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi….., Eva Maria, FK UI, 2014
top related