t ptk 0907778 chapter3repository.upi.edu/9911/4/t_ptk_0907778_chapter3.pdf · instruction digunakan...
Post on 17-Jan-2020
12 Views
Preview:
TRANSCRIPT
51
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Sampel Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah SMKN 6 Bandung yang bertempat di Jalan
Soekarno Hatta, Riung Bandung 40295 telp. 022 7563293. Pada Program Studi
Keahlian Teknik Mesin, Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan. Alasan
pemilihan SMKN 6 Bandung sebagai lokasi penelitian adalah karena di SMKN 6
Bandung terdapat kelas siswa Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan sesuai
dengan disain penelitian ini. Faktor lainnya adalah SMKN 6 Bandung merupakan
sekolah kejuruan dengan fasilitas yang sudah memenuhi standar sarana prasarana.
2. Sampel dan Sumber Data Penelitian
Pengambilan sampel yang sesuai untuk desain penelitian ini adalah tidak
secara acak sebagaimana yang disebutkan oleh Gall et al. (2003: 402): “in this
design, (non-equivalent control group desin) research participants are not
randomly assigned”. Creswell juga menyebutkan bahwa: “ dalam rancangan ini
(nonequivalent pre-test and post-test control-group design), kelompok kontrol
dan eksperimen diseleksi tanpa prosedur acak (without random assigment)”.
Pemilihan subjek penelitian (siswa) yang akan dilibatkan dalam kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol tidak dilakukan secara random. Pemilihan
subjek penelitian secara random akan berakibat pada berubahnya susunan subjek
penelitian pada tiap-tiap kelas. Hal ini tidak mungkin dilakukan karena susunan
52
subjek penelitian pada tiap-tiap kelas telah dilakukan sebelumnya oleh sekolah
yang bersangkutan dalam penentuan anggota rombongan belajar.
Sampel dalam penelitian ini diambil dua kelas dari populasi 4 kelas. Satu
kelas dipergunakan sebagai kelompok kontrol, yakni kelas XI TP1 sebanyak 34
siswa dan satu kelas lainnya sebagai kelompok eksperimen, yakni kelas XI TP3
sebanyak 34 siswa. Pemilihan sampel ini didasari pada pertimbangan bahwa tim
guru yang mengajar pada dua kelas itu adalah sama, sehingga treatment/perlakuan
yang dilakukan kepada kedua kelas tersebut akan menunjukan pengaruh yang
jelas terhadap perbedaan peningkatan procedural knowledge dan hasil belajar.
Selain dari sampel penelitian, digunakan juga data dari sumber data Responden
1(guru observer), Responden 2 dan 3 (siswa kelas kontrol) serta Responden 4
(Wakasek bid Kurikulum).
B. Desain Penelitian
Desain penelitian pada penelitian ini dibuat berdasarkan tujuan penelitian
yang ingin mengetahui bagaimana langkah-langkah pembelajaran, interaksi antara
guru dan siswa, prasyarat-prasyarat pembelajaran serta persepsi guru dan siswa
tentang penerapan model pembelajaran direct instruction dalam meningkatkan
procedural knowledge dan hasil belajar siswa pada Mata Pelajaran Melakukan
Pekerjaan dengan Mesin Bubut. Desain pada penelitian ini dijabarkan dalam
tahap-tahap penelitian pada gambar 3.1 sebagai berikut:
53
Gambar 3.1 Desain Penelitian
1. Survey dilakukan untuk menemukan masalah yang akan diteliti. Masalah
yang diambil adalah masalah nyata yang ada dalam dunia pendidikan
teknologi dan kejuruan. Dalam penelitian ini, survey dilakukan ke SMK-
SMK dan LPTK PTK yang ada di Kota Bandung khususnya dengan
Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan.
2. Studi pendahuluan dilakukan untuk lebih memperdalam permasalahan dan
mencari informasi yang diperlukan sehingga didapatkan keputusan bahwa
masalah perlu diteliti atau tidak. Studi pendahuluan pada penelitian inin
dilakukan dengan melakukan studi literatur dari beberapa buku sumber dan
Feed back
Survey
Studi Pendahuluan
Merumuskan Masalah
Memilih Metode Penelitian
Menentukan variabel dan sumber data
Menyusun dan menguji instrumen
Pelaksanaan Pre-Test
Treatment direct instruction untuk kelas eksperimen
Treatment model konvensional untuk kelas kontrol
Pelaksanaan Post-test
Analisis Data
Pembahasan hasil penelitian
Kesimpulan dan Implikasi
54
pengambilan data awal penelitian ke SMK-SMK Program Keahlian Teknik
Mesin di Kota Bandung.
3. Merumuskan masalah dilakukan setelah didapatkan data awal penelitian
melalui studi pendahuluan, kemudian masalah-masalah yang ada tersebut
diidentifikasi untuk menperjelas permasalahan. Pada penelitian ini masalah
yang dirumuskan terdiri dari rumusan masalah secara umum dan
penjabarannya.
4. Langkah selanjutnya adalah memilih metode yang sesuai dengan rumusan
masalah. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi
Experimental Design, hal ini disebabkan rumusan masalah yang ingin
mengetahui penerapan suatu treatment terhadap kelas eksperimen dan
dibandingkan dengan kelas kontrol.
5. Langkah selanjutnya adalah menentukan variabel penelitian dan sumber data.
Variabel penelitian pada penelitian ini meliputi variabel bebas (X) yaitu
penerapan model direct instruction pada mata pelajaran melakukan pekerjaan
dengan mesin bubut, dan variabel terikat yaitu procedural knowledge (Y1)
dan hasil belajar siswa (Y2). Keduanya diukur setelah mendapatkan treatment
model pembelajaran direct instruction. Sumber data pada penelitian ini
meliputi siswa kelas eksperimen sebanyak 34 orang, siswa kelas kontrol
sebanyak 34 orang, satu orang guru mata pelajaran dan seorang wakasek bid.
Kurikulum.
6. Langkah selanjutnya adalah menyusun dan menguji instrumen. Pada langkah
ini instrumen yang disusun adalah: RPP kelas eksperimen, RPP kelas kontrol,
55
instrumen untuk mengetahui peningkatan procedural knowledge siswa,
instrumen untuk mengetahui hasil belajar siswa, instrumen untuk mengetahui
tahapan-tahapan penerapan model pembelajaran direct instruction, instrumen
untuk mengetahui prasyarat, interaksi yang terjadi dan persepsi tentang
penerapan model pembelajaran ini. Pengujian instrumen dilakukan dengan uji
validitas, uji reliabilitas, uji daya pembeda dan taraf kesukaran.
7. Tahapan selanjutnya adalah pelaksanaan pre-test. Pre-test dilakukan untuk
mengetahui kemampuan awal siswa baik itu kelas eksperimen, maupun kelas
kontrol. Aspek yang di pre-testkan adalah procedural knowledge, hasil
belajar siswa aspek pengetahuan, test kinerja untuk mengukur keterampilan
dan sikap. Setelah diambil data pre-test kemudian diuji homogenitas data
untuk mengetahui apakah varian kelas kontrol dan varian kelas ekperimen
homogen atau tidak. Jika homogen maka penelitian quasi eksperimen bisa
dilanjutkan.
8. Langkah selanjutnya adalah KBM (treatment). Untuk kelas kontrol KBM
dilakukan dengan menggunakan model konvensional, sedangkan untuk kelas
eksperimen KBM menggunakan model pembelajaran alternatif yaitu direct
instruction.
9. Langkah selanjutnya dilakukan post-test untuk mengetahui kemampuan akhir
siswa setelah mendapat perlakuan (treatment) dengan model direct instruction
untuk kelas eksperimen dan model konvensional untuk kelas kontrol. Seperti
halnya pre-test, pada pos-test aspek yang diujikan meliputi: procedural
56
knowledge, hasil belajar siswa aspek pengetahuan, tes kinerja untuk
mengukur keterampilan dan sikap.
10. Tahap selanjutnya adalah analisis data. Setelah didapatkan data pre-test, post-
test, data mengenai tahapan pembelajaran, interaksi antara guru dan siswa,
prasyarat-prasyarat pembelajaran ,serta data persepsi guru dan siswa tentang
model pembelajaran direct instruction, maka selanjutnya dilakukan analisis
data. Pada tahap analisis data hal yang dilakukan adalah melakukan uji
normalitas data, uji homogenitas data, melakukan uji hipotesis data,
melakukan triangulasi data sehingga didapatkan data yang kredibel.
11. Setelah data dianalisis dan didapatkan hasil penelitian, kemudian dilakukan
pembahasan hasil penelitian. Pada pembahasan penelitian peneliti mencoba
mencari relevansi hasil penelitian dengan teori-teori yang ada dan
relevansinya dengan hasil penelitian dari peneliti terdahulu.
12. Karena peneliti ingin mengetahui bagaimana bentuk penerapan model direct
instruction yang sesuai karakteristik Mata Pelajaran Melakukan Pekerjaan
dengan Mesin Bubut, maka pada penelitian ini treatment dilakukan tidak
hanya sekali. Tetapi dilakukan beberapa kali treatment sampai peningkatan
procedural knowledge dan peningkatan hasil belajar dianggap sudah jenuh.
Hasil dari pembahasan penelitian kemudian dijadikan feed back untuk
penyempurnaan treatment selanjutnya.
13. Tahap akhir dari penelitian ini adalah membuat kesimpulan, implikasi dan
rekomendasi penelitian.
57
C. Metode Penelitian
Metode penelitian pada penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif
dengan metode Quasi Experimental Design. Tipe kuasi eksperimen yang
digunakan adalah Non-Equivalent (Pre-test and Post-test) Control Group Design.
Rancangan metode ini menurut Creswell (2010: 242):
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diseleksi tanpa prosedur penempatan yang acak (without random assignment). Pada dua kelompok tersebut, sama-sama dilakukan pre-test dan post-test. Hanya kelompok eksperimen saja yang di treatment.
Menurut Creswell pemilihan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
dilakukan tidak secara acak, kemudian pada keduanya sama-sama dilakukan pre-
test dan post-test sehingga Gall menyebutkan bahwa sebenarnya metode
penelitian ini mirip dengan Pre-test-Post-test Experimental Control-Group
Design, hanya saja yang berbeda adalah pada proses pemilihan kelompok
eksperiman dan kontrolnya saja. Gall et al. (2003: 402) menyebutkan bahwa pada
non-equivalent control-group design: “...the experimental and control groups,
and both groups take a pre-test and post-test. Except for random assigment, the
steps involved in this design are the same as for the pre-test-post-test
experimental control-group design.”
Pada penelitian ini, akan dikenakan perlakuan dengan dua kali pengukuran.
Pengukuran pertama (pre-test) dilakukan terhadap kedua kelompok sebelum
diberikan perlakuan, setelah itu kedua kelompok diberi perlakuan yang berbeda,
yakni kelompok eksperimen menggunakan model pembelajaran direct instruction
sedangkan kelompok kontrol menggunakan model konvensional. Pengukuran
kedua dilakukan setelah kedua kelompok tersebut diberikan perlakuan (post-test),
58
dengan perangkat tes yang sama. Perbedaan rata-rata skor tes akhir dengan skor
tes awal pada setiap kelompok dibandingkan untuk menentukan apakah perlakuan
eksperimen menghasilkan perubahan lebih besar dari pada situasi/perlakuan kelas
kontrol. Desain penelitian yang akan dilakukan dapat ditunjukan pada tabel 3.1 di
bawah ini:
Tabel 3.1 Metode Penelitian Non-Equivalent (Pre-test and Post-test) Control Group Design
Grup Pre Test Perlakuan
(Treatment) Post Test
Kontrol T1 XK T2 Eksperimen T1 XE T2
Keterangan:
T1 = Pre-test atau tes awal dimaksudkan untuk mengetahui procedural knowledge dan kemampuan awal siswa (pada kelas kontrol dan eksperimen).
T2 = Post-test atau tes akhir dimaksudkan untuk mengetahui procedural knowledge dan kemampuan siswa setelah diberi perlakuan (pada kelas kontrol dan eksperimen).
XE = Berupa model pembelajaran direct instruction yang diberikan pada kelas eksperimen.
XK = Berupa model pembelajaran konvensional yang diberikan pada kelas kontrol.
D. Definisi Operasional
1. Model pembelajaran direct instruction.
Model pembelajaran direct instruction adalah salah satu pendekatan mengajar
yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan
dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur
dengan baik, yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan bertahap atau
selangkah demi selangkah. Model direct instruction yang digunakan adalah
59
model Joyce et al. (2009, 427), yang terdiri dari lima tahap aktivitas; yakni
orientasi, presentasi, praktik yang terstruktur, praktik di bawah
bimbingan, dan praktik mandiri. Pada penelitian ini, model direct
instruction digunakan untuk kelas eksperimen Siswa Kelas XI Kompetensi
Keahlian Teknik Pemesinan SMKN 6 Bandung Tahun Ajaran 2010/2011
pada Mata Pelajaran Melakukan Pekerjaan dengan Mesin Bubut. Penerapan
model direct instruction pada standar kompetensi melakukan pekerjaan
dengan mesin bubut ini merupakan variabel bebas (X) pada penelitian ini
2. Procedural knowledge.
Procedural knowledge adalah pengetahuan tentang bagaimana cara
melakukan sesuatu (how to do something). Procedural knowledge pada
penelitian ini adalah pengetahuan siswa tentang bagaimana melakukan
pekerjaan dengan mesin bubut, khususnya pekerjaan membubut tirus.
Procedural Knowledge merupakan variabel terikat (Y1) pada penelitian ini.
3. Hasil belajar.
Hasil belajar adalah nilai yang didapat Siswa Kelas XI Kompetensi Keahlian
Teknik Pemesinan SMKN 6 Bandung Tahun Ajaran 2010/2011 yang
menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap pada Mata
Pelajaran Melakukan Pekerjaan dengan Mesin Bubut, setelah melaksanakan
pembelajaran dengan model pembelajaran direct instruction bagi kelas
eksperimen dan model konvensional bagi kelas kontrol. Hasil belajar
merupakan variabel terikat (Y2) pada penelitian ini.
60
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian menurut Sugiyono (2011:148) adalah “suatu alat yang
digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik
semua fenomena ini disebut variabel.” Sugiyono menambahkan bahwa jumlah
instrumen tergantung pada jumlah variabel penelitian yang telah ditetapkan untuk
diteliti. Pada penelitian ini terdapat beberapa instrumen diantaranya:
1. Alat tes untuk mengukur variabel procedural knowledge dan hasil belajar
ranah kognitif.
Alat tes ini berupa tes tertulis pilihan ganda, digunakan untuk mengukur
peningkatan procedural knowledge dan alat tes esai untuk mengukur
peningkatan hasil belajar ranah kognitif siswa baik itu sebelum mendapatkan
treatment model pembelajaran direct instruction melalui pre-test dan setelah
mendapatkan treatment model pembelajaran direct instruction melalui post-
test untuk kelas eksperimen. Alat test ini juga digunakan untuk mengukur
procedural knowledge dan hasil belajar ranah kognitif siswa kelas kontrol
melalui pre-test sebelum pembelajaran konvensional dan post-test setelah
pembelajaran konvensional.
2. Alat tes kinerja (performance test) untuk mengukur hasil belajar (afektif dan
psikomotor) siswa.
Alat tes kinerja ini berupa lembar observasi kinerja peserta diklat pada saat
mengikuti tes. Alat tes ini digunakan untuk mengukur hasil belajar (afektif dan
psikomotor) siswa sebelum (pre-test) dan setelah (post-test) mengikuti model
61
pembelajaran direct instruction untuk kelas eksperimen dan model
pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol.
3. Angket untuk mengetahui persepsi siswa terhadap penerapan model
pembelajaran direct instruction.
Angket ini pada penelitian ini dibuat untuk mendapatkan persepsi siswa
terhadap model pembelajaran direct instruction, sehingga pertanyaan pada
angket ini tidak menuntut jawaban benar atau salah. Bentuk skala yang
digunakan pada angket ini adalah skala Likert. Menurut Arikunto (2010: 180):
Skala Likert disusun dalam bentuk pernyataan dan diikuti oleh empat persepsi yang menunjukan tingkatan, misalnya: SS = sangat sesuai; S = sesuai; TS = tidak sesuai; STS = sangat tidak sesuai;
4. Pedoman wawancara untuk mengetahui pendapat para responden mengenai
langkah-langkah penerapan model direct instruction, prasyarat-prasyarat
penerapannya, interaksi antara guru dan siswa, dan persepsi guru terhadap
penerapan model direct instruction.
5. Pedoman observasi digunakan untuk mengetahui gambaran nyata mengenai
langkah-langkah penerapan model direct instruction, prasyarat-prasyarat
penerapannya, dan interaksi antara guru dan siswa.
F. Teknik Pengujian Instrumen
1. Uji Validitas Instrumen
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan
data (mengukur) itu valid. Sugiyono (2011:173) mengemukakan bahwa “valid
62
berarti instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.” Dengan
menggunakan instrumen yang valid dalam pengumpulan data, maka diharapkan
hasil penelitian akan menjadi valid.
Validitas instrumen dibedakan oleh Sugiyono (2011:173) menjadi “validitas
internal dan validitas eksternal.” Validitas internal instrumen dikembangkan
menurut teori yang relevan, sedangkan validitas eksternal instrumen
dikembangkan dari fakta empiris yang telah terbukti. Selanjutnya validitas
internal dibedakan atas validitas konstrak dan validitas isi. Validitas instrumen
yang berupa tes harus memenuhi keduanya, sedangkan yang nontes cukup
memenuhi validitas konstrak. Untuk menguji validitas konstrak (Sugiyono,
2011:177) “dapat digunakan pendapat dari ahli atau judgement experts.”
Selanjutnya dilakukan validitas butir soal digunakan untuk mengetahui
dukungan setiap butir soal terhadap seluruh soal yang diberikan. Sebuah soal akan
memiliki validitas yang tinggi, jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang
besar terhadap seluruh soal yang ada. Dukungan setiap butir soal dinyatakan
dalam bentuk kesejajaran atau korelasi dengan tes secara keseluruhan, sehingga
untuk mendapatkan validitas suatu butir soal dapat digunakan rumus korelasi.
Untuk menguji validitas butir soal digunakan persamaan korelasi product moment
sebagai berikut:
( ) ( )( )( ) ( )( )[ ]∑ ∑∑ ∑
∑ ∑∑
−−
⋅−⋅=
2222 YYNXXN
YXXYNrxy (Arikunto, 2010:72)
Keterangan:
xyr = koefisien korelasi
63
∑ X = jumlah skor X
∑Y = jumlah skor Y
∑ XY = jumlah skor X dan Y
N = jumlah responden
“Koefisien korelasi yang didapatkan kemudian dikonsultasikan dengan tabel
harga kritik r product moment sehingga dapat diketahui signifikan atau tidaknya
korelasi tersebut.” (Arikunto, 2010:75). Jika harga rhitung lebih besar dari harga
kritik r tabel maka korelasi tersebut signifikan, atau butir soal tersebut valid.
Pada penelitian ini uji validitas dilakukan pada butir soal beberapa alat tes.
Uji validitas yang dilakukan untuk alat tes procedural knowledge siswa (Lampiran
C.1) hasilnya seluruh butir soal sebanyak 30 butir soal dinyatakan valid. Uji
validitas yang dilakukan untuk alat tes hasil belajar siswa (Lampiran C.4) hasilnya
seluruh butir soal sebanyak 8 butir soal dinyatakan valid. Uji validitas yang
dilakukan untuk angket persepsi siswa (Lampiran C.6) hasilnya seluruh butir
angket sebanyak 30 butir angket dinyatakan valid.
2. Uji Reliabilitas Instrumen
Instrumen penelitian selain harus valid juga harus reliabel. Instrumen yang
reliabel (Sugiyono, 2011:173) adalah “instrumen yang bila digunakan beberapa
kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.
Pengujian reliabilitas instrumen pada penelitian ini menggunakan teknik belah
dua dari Spearman Brown untuk alat objective test procedural knowledge dan
angket persepsi siswa, yaitu:
64
��� = 2�� �� � ��1 + �� �� � �� (��� ����, 2010: 93)
Di mana:
r11 = koefisien reliabilitas internal seluruh instrumen r1/21/2 = korelasi antara skor-skor setiap belahan tes.
Sedangkan untuk soal uraian, yang digunakan untuk mengukur hasil belajar
ranah kognitif digunakan rumus Alpha untuk mencari reliabilitas soal. Rumus
Alpha yang digunakan adalah sebagai berikut:
��� = � �(���)� �1 − ��� �� � (Arikunto, 2010:109)
Di mana:
��� = reliabilitas yang dicari
Σ"#� = jumlah varians skor tiap-tiap item
"#� = varians total
Setelah didapatkan harga r11 maka hasil tersebut dikonsultasikan dengan
tabel r product moment. Dengan ketentuan ika harga rhitung lebih besar dari harga
kritik r tabel maka korelasi tersebut signifikan, atau soal tersebut reliabel.
Pengujian reliabilitas pada penelitian ini dilakukan terhadap beberapa data.
Pengujian reliabilitas yang dilakukan terhadap soal procedural knowledge siswa
(Lampiran C.2) hasilnya adalah bahwa soal tersebut reliabel dengan r11 > rtabel
yaitu 0,843 > 0,339. Pengujian reliabilitas yang dilakukan terhadap soal hasil
belajar kognitif siswa (Lampiran C.5) hasilnya adalah bahwa soal tersebut reliabel
dengan r11 > rtabel yaitu 0,734> 0,339. Pengujian reliabilitas yang dilakukan
terhadap angket persepsi siswa (Lampiran C.7) hasilnya adalah bahwa angket
tersebut reliabel dengan r11 > rtabel yaitu 0,928 > 0,339
65
3. Uji Daya Pembeda Instrumen
Pengujian daya pembeda (DP) dilakukan untuk mengukur sejauh mana
suatu butir soal mampu membedakan siswa yang pandai dan siswa yang kurang
pandai berdasarkan kriteria tertentu, sebagaimana diungkapkan Arikunto
(2010:211) bahwa ” daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk
membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa
yang bodoh (berkemampuan rendah)”. Angka yang menunjukan besarnya daya
pembeda disebut indeks diskriminasi (D) yang berkisar antara 0,00 sampai 1,00.
Pada indeks diskriminasi terdapat nilai negatif (-). Tanda negatif pada indeks
diskriminasi digunakan jika suatu soal terbalik menunjukan kualitas testee. Yaitu
anak pandai disebut kurang pandai dan anak kurang pandai disebut pandai.
Cara melakukan pengujian daya pembeda adalah dengan membagi dua
kelompok skor atas (JA) dan bawah (JB). Selanjutnya dilakukan perhitungan
dengan menggunakan rumus:
$ = %&'& − %('( = )* − )% (Arikunto, 2010: 213)
Di mana: D = Indeks diskriminasi
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu benar
BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu benar
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar.
Nilai D kemudian dibandingkan dengan klasifikasi daya pembeda berikut ini:
66
Tabel 3.2 Klasifikasi Daya Pembeda
Interval DP Kriteria 0,70 < DP ≤ 1,00 Baik sekali 0,40 < DP ≤ 0,70 Baik 0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup 0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek
DP = (-) Sangat jelek
(Sumber: Arikunto, 2010: 218)
Hasil dari pengujian daya beda soal procedural knowledge (Lampiran C.3)
menunjukan bahwa butir soal dengan klasifikasi “baik sekali” sebanyak 3 butir,
klasifikasi “baik” sebanyak 24 butir, dan kualifikasi “cukup” sebanyak 3 butir.
Dengan demikian semua butir soal bisa digunakan untuk keperluan pengambilan
data penelitian.
4. Taraf Kesukaran
Soal yang baik adalah yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal
yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk berusaha memecahkannya.
Sebaliknya soal yang terlalu sukar dapat menyebabkan siswa putus asa dan tidak
bersemangat untuk mencobanya lagi. Bilangan yang menunjukan sukar dan
mudahnya sesuatu soal disebut indeks kesukaran (P). Arikunto (2010:207)
menyebutkan:
Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,00. Indeks kesukaran ini menunjukan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0 menunjukan bahwa soalnya terlalu mudah.
Rumus untuk mencari indeks kesukaran (P) adalah:
) = %'+ (Arikunto, 2010:208)
67
Di mana:
P = indeks kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
Kemudian nilai P dikonsultasikan dengan ketentuan berikut:
Tabel 3.3 Klasifikasi Indeks Kesukaran
Interval P Kriteria
0,70 < P ≤ 1,00 Mudah 0,30 < P ≤ 0,70 Sedang 0,00 < P ≤ 0,30 Sukar
(Sumber: Arikunto, 2010: 218)
Menurut Arikunto (2010: 210), “soal-soal yang dianggap baik adalah soal-soal
yang mempunyai indeks kesukaran 0,30 sampai dengan 0,70.” Namun demikian
soal yang sukar dan mudah juga bisa digunakan untuk keperluan variasi soal.
Berdasarkan pengujian taraf kesukaran didapatkan hasil bahwa soal “mudah”
sebanyak empat butir soal, soal “sedang” sebanyak 25 soal dan soal
“sukar”sebanyak satu soal.
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah tes,
angket (kuesioner), observasi, wawancara dan dokumentasi.
1. Tes
Tes digunakan untuk mengetahui sejauh mana procedural knowledge siswa
serta kemampuan kognitif pada Mata Pelajaran Melakukan Pekerjaan dengan
Mesin Bubut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Arikunto (2006:223) bahwa
68
“Data yang diungkap dalam penelitian dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
fakta, pendapat, dan kemampuan. Untuk mengukur ada atau tidaknya serta
besarnya kemampuan objek yang diteliti, digunakan tes”.
Alat tes yang diberikan berupa tes objektif pilihan ganda (multiple choice
test) dan soal uraian. Soal pilihan ganda digunakan untuk mengukur procedural
knowledge siswa, sedangkan soal uraian digunakan untuk mengukur hasil belajar
kognitif siswa. Alat tes diberikan dua kali yaitu pada saat pre-test dan post-test.
Pre-test diberikan pada saat sebelum pembelajaran dimulai, sedangkan post-test
diberikan setelah pembelajaran selesai.
2. Angket (kuesioner)
Teknik pengumpulan data melalui angket ini dilakukan untuk mendapatkan
data mengenai persepsi siswa tentang model pembelajaran direct instruction.
Sukaran (Sugiyono, 2011: 200) mengemukakan beberapa prinsip dalam penulisan
angket sebagai teknik pengumpulan data, yaitu “prinsip penulisan, pengukuran
dan penampilan fisik”. Ketiga prinsip itu lebih dirinci oleh Sugiyono (2011: 200)
sebagai berikut:
(a) Isi dan tujuan pertanyaan; (b) bahasa yang digunakan; (c) tipe dan bentuk pertanyaan; (d) pertanyaan tidak mendua; (e) tidak menanyakan yang sudah lupa; (f) pertanyaan tidak menggiring; (g) panjang pertanyaan; (h) urutan pertanyaan; (i) prinsip pengukuran; dan penampilan fisik angket.
3. Observasi
Teknik pengumpulan data melalui observasi ini digunakan untuk
mengetahui hasil belajar siswa terutama dalam hal afektif dan psikomotor.
Observasi juga dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai langkah-langkah
69
penerapan model direct instruction, prasyarat-prasyarat penerapan serta interaksi
antara guru dan siswa. Sebagaimana yang dikemukakan Sugiyono (2011: 203)
bahwa: “teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian
berkenaan dengan perilaku manusia. Proses kerja, gejala-gejala alam dan bila
responden yang diamati tidak terlalu besar.”
Dilihat dari posisi observer, maka observasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah observasi nonpartisipan artinya bahwa peneliti tidak terlibat
ikut melakukan apa yang dikerjakan sumber data dan hanya bertindak sebagai
pengamat independen. Jika dilihat dari bentuk observasi, maka penelitian ini
menggunakan observasi terstruktur. Observasi terstruktur (Sugiyono, 2011: 205)
ialah “observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan
diamati, kapan dan di mana tempatnya.”
4. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mengetahui data mengenai langkah-langkah
penerapan model direct instruction, prasyarat-prasyarat penerapan, interaksi
antara guru dan siswa serta persepsi guru tentang penerapan model ini.
Wawancara yang dilakukan adalah wawancara tidak terstruktur, yaitu “wawancara
yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah
tersusun secara sistematis dan lengkap dengan alternatif jawabannya.” (Sugiyono,
2011:197). Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar
permasalahan yang akan ditanyakan.
70
5. Dokumentasi
Dokumen dan record digunakan untuk keperluan penelitian, menurut
Guba dan Lincoln dalam Moleong, L. J. (2002:161), karena alasan-alasan yang
dapat dipertanggung jawabkan seperti berikut: “(1) dokumen dan record
digunakan karena merupakan sumber yang kaya, stabil dan mendorong, (2)
berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian.” Data dokumen yang digunakan
pada penelitian ini adalah foto-foto yang memotret langkah-langkah penerapan
model direct instruction.
H. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan bagian penting dalam metode ilmiah, karena
dengan menganalisi data, data tersebut dapat memberi arti yang berguna bagi
pemecahan masalah penelitian. Data yang diperoleh adalah berupa nilai yang
didapat dari tes awal dan tes akhir dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data-
data hasil observasi, wawancara dan dokumentasi juga akan diolah pada
penelitian ini.
Sebelum melakukan pengujian hipotesis statistik, maka dilakukan terlebih
dahulu perhitungan statistik deskriptif dengan menggunakan harga frekuensi,
standar deviasi, dan rata-rata. Hal ini dimaksudkan untuk membantu
perhitungan/analisis data selanjutnya. Adapun langkah-langkah yang ditempuh
dalam mengolah data adalah pengujian asumsi-asumsi statistik, yaitu uji
homogenitas, uji normalitas distribusi, gain yang dinormalisasi (N-Gain), dan uji
hipotesis.
71
1. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk menentukan data dari dua kelas homogen
atau heterogen. Apabila kelompok data homogen, maka data berasal dari populasi
yang sama dan layak untuk diuji menggunakan statistik parametrik. Uji
homogenitas untuk data penelitian ini menggunakan uji Bartlett
Tabel 3.4 Harga-harga untuk Uji Bartlett
Sampel Dk 1/(dk) ,-� Log ,-� (dk) Log ,-�
A
B
∑
(Sudjana, 2005: 263)
.� = ∑(�- − 1).-�∑(�- − 1)
B = log s2 . ∑(ni - 1)
0� = (ln 10).(B - ∑(dk). Log ,-�)
Dengan taraf nyata ∝ , Hipotesis H0 : σ12 = σ2
2 ditolak jika 0� ≥
0(��3)(4��)� dan Hipotesis H0 : σ12 = σ2
2 diterima jika 0� < 0(��3)(4��)� atau
dengan kata lain data homogen. Data hasil pengujian homogenitas nilai pre test
(lampiran C.8) dapat dilihat pada tabel 3.5 berikut ini:
Tabel 3.5 Uji Homogenitas Pre-test
Kelas 67 = 8 − 9 9 67� :;< =>? :;< 67. =>? :;<
Eksperimen 33 0,0303 53,77 1,7305 57,1065
Kontrol 33 0,0303 58,13 1,7644 58,2252
∑ 66 0,0606 - - 115,3317
,� 55,9492
A�B ,� 1,75
C 115,5000
72
0D-#E�F� 0,39 0G,HI(�)� 3,84
Hipotesis pengujian homogenitas Bartlett ini berlaku JG: "�� = "��. Dengan
taraf nyata α, kita tolak hipotesis H0 jika 0� ≥ 0(��3)(4��)� , dimana 0� ≥0(��3)(4��)� didapat dari daftar distribusi Chi Kuadrat dengan Peluang (1-α) dan
dk = (k-1). Jika α = 0,05, dari daftar distribusi Chi Kuadrat (Lampiran E) dengan
dk =1 didapat 0G,HI(�)� = 3,84. Ternyata bahwa 0D-#E�F� < 0G,HI(�)� yaitu 0,39 <
3,84 sehingga hipotesis JG: "�� = "�� diterima dalam taraf nyata 0,05. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa varians pre test kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol adalah homogen.
Data hasil pengujian homogenitas N-Gain Procedural Knowledge (lampiran
D.4) dapat dilihat pada tabel 3.6 berikut ini:
Tabel 3.6 Uji Homogenitas N-Gain Procedural Knowledge
Kelas 67 = 8 − 9 9 67� :;< =>? :;< 67. =>? :;<
Eksperimen 33 0,0303 0,054 -1,268 -41,844
Kontrol 33 0,0303 0,084 -1,076 -35,5080
∑ 66 0,0606 - - -77,3520
,� 0,0690
A�B ,� -1,16
C -76,260 0D-#E�F� 1,67 0G,HI(�)� 3,84
Hipotesis pengujian homogenitas Bartlett ini berlaku JG: "�� = "��. Dengan
taraf nyata α, kita tolak hipotesis H0 jika 0� ≥ 0(��3)(4��)� , dimana 0� ≥0(��3)(4��)� didapat dari daftar distribusi Chi Kuadrat dengan Peluang (1-α) dan
73
dk = (k-1). Jika α = 0,05, dari daftar distribusi Chi Kuadrat (Lampiran E) dengan
dk =1 didapat 0G,HI(�)� = 3,84. Ternyata bahwa 0D-#E�F� < 0G,HI(�)� yaitu 1,67 <
3,84 sehingga hipotesis JG: "�� = "�� diterima dalam taraf nyata 0,05. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa varians N-Gain Procedural Knowledge
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah homogen dan data dapat diuji
menggunakan statistik parametrik.
Data hasil pengujian homogenitas hasil belajar (lampiran D.9) dapat dilihat
pada tabel 3.7 berikut ini:
Tabel 3.7 Uji Homogenitas Hasil Belajar
Kelas 67 = 8 − 9 9 67� :;< =>? :;< 67. =>? :;<
Eksperimen 33 0,0303 0,054 -1,268 -41,844
Kontrol 33 0,0303 0,036 -1,4440 -47,6520
∑ 66 0,0606 - - -89,4960
,� 0,0450
A�B ,� -1,35
C -88,9020 0D-#E�F� 1,37 0G,HI(�)� 3,84
Hipotesis pengujian homogenitas Bartlett ini berlaku JG: "�� = "��. Dengan
taraf nyata α, kita tolak hipotesis H0 jika 0� ≥ 0(��3)(4��)� , dimana 0� ≥0(��3)(4��)� didapat dari daftar distribusi Chi Kuadrat dengan Peluang (1-α) dan
dk = (k-1). Jika α = 0,05, dari daftar distribusi Chi Kuadrat (Lampiran E) dengan
dk =1 didapat 0G,HI(�)� = 3,84. Ternyata bahwa 0D-#E�F� < 0G,HI(�)� yaitu 1,37 <
3,84 sehingga hipotesis JG: "�� = "�� diterima dalam taraf nyata 0,05. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa varians hasil belajar kelompok eksperimen
74
dan kelompok kontrol adalah homogen dan data dapat diuji menggunakan
statistik parametrik.
2. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui kondisi data apakah
berdistribusi normal atau tidak. Kondisi data berdistribusi normal menjadi syarat
untuk menguji hipotesis menggunakan statistik parametrik. Menurut Sugiyono
(2011: 210) menyatakan bahwa:
Statistik parametris memerlukan terpenuhi banyak asumsi. Asumsi yang utama adalah data yang akan dianalisis harus berdistribusi normal. Selanjutnya dalam penggunaan salah satu test mengharuskan data dua kelompok atau lebih yang diuji harus homogen, dalam regresi harus terpenuhi asumsi linieritas.
Uji normalitas distribusi bertujuan untuk menguji hipotesis berdistribusi
normal atau tidak. Untuk uji normalitas dapat menggunakan aturan Sturges
dengan memperhatikan tabel berikut ini:
Tabel 3.8 Tabel Persiapan Uji Normalitas
kelas Oi bk Z Tabel Z L Ei (Oi-Ei) (Oi-Ei)2 0�=(Oi-Ei)2/Ei
0� ℎ����B =
(Sudjana, 2005: 293)
0� = ∑ (LM�NM) NM (Sudjana, 2005: 293)
Keterangan: 0� = Chi kuadrat Oi = Frekuensi nyata Ei = Frekuensi teoritik
75
Setelah didapatkan 0� ℎ����B , dengan tingkat kepercayaan α dan dk= k – 3
selanjutnya didapatkan 0 (3)(4�O)� = 0� �PQRS. Kriteria pengujian adalah apabila
0� ℎ����B < 0� �PQRS maka data dinyatakan normal dan begitu juga sebaliknya.
Kesimpulan dari uji normalitas adalah jika hasil uji normalitas data tidak
berdistribusi normal, maka dapat dilakukan dengan pengujian non parametrik.
Data hasil uji normalitas data procedural knowledge (lampiran D.6), dapat
dilihat pada Tabel 3.9 di bawah ini:
Tabel 3.9 Uji Normalitas Data Procedural Knowledge
Statistik Pre Test Post Test N-Gain
Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol
T�D-#E�F 2,76 1,06 1,68 1,06 1,91 1,06
dk (7 – 3) = 4
α 0,05
T�#UVWX 9,49
Syarat 0D-#E�F� < 0#UVWX� atau 0D-#E�F� < 0G,HI(Y)�
Kesimpulan Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Berdasarkan data dari Tabel 4.11, dilakukan uji normalitas dengan
menggunakan uji chi-kuadrat (χ2), dengan menggunakan ketentuan bahwa, data
berdistribusi normal bila memenuhi kriteria 0D-#E�F� < 0#UVWX� dengan dk = (7 – 3)
dan taraf nyata α sehingga kriteria menjadi 0D-#E�F� < 0G,HI(Y)� . Dari hasil
perhitungan didapatkan bahwa bahwa 1,91 < 9,49 dengan demikian maka data
procedural knowledge berdistribusi normal. Maka pengujian hipotesis dapat
menggunakan statistik parametrik.
76
Data hasil uji normalitas data hasil belajar (lampiran D.8), dapat dilihat pada
Tabel 3.10 di bawah ini:
Tabel 3.10 Uji Normalitas Data Hasil Belajar
Statistik Pre-Test Post-Test N-Gain
Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol
T�D-#E�F 1,95 2,88 1,68 2,88 1,68 2,88
dk (7 – 3) = 4
α 0,05
T�#UVWX 9,49
Syarat 0D-#E�F� < 0#UVWX� atau 0D-#E�F� < 0G,HI(Y)�
Kesimpulan Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Berdasarkan data dari Tabel 3.10, dilakukan uji normalitas dengan
menggunakan uji chi-kuadrat (χ2), dengan menggunakan ketentuan bahwa, data
berdistribusi normal bila memenuhi kriteria 0D-#E�F� < 0#UVWX� dengan dk = (7 – 3)
dan taraf nyata α sehingga kriteria menjadi 0D-#E�F� < 0G,HI(Y)� . Dari hasil
perhitungan didapatkan bahwa bahwa 1,68 < 9,49 dengan demikian maka data
hasil belajar berdistribusi normal. Sehingga pengujian hipotesis bisa dilanjutkan
menggunakan statistik parametrik
3. Gain yang Dinormalisasi (N-Gain)
Menyatakan gain (peningkatan) dalam hasil proses pembelajaran tidaklah
mudah, dengan menggunakan gain absolut (selisih antara skor pre test dan post
test) kurang dapat menjelaskan mana sebenarnya yang dikatakan gain tinggi dan
mana yang dikatakan gain rendah. Misalnya, siswa yang memiliki gain 3 dari 4 ke
77
7 dan siswa yang memiliki gain 3 dari 7 ke 10 dari suatu soal dengan nilai
maksimal 10. Gain absolut menyatakan bahwa kedua siswa memiliki gain yang
sama. Secara logis seharusnya siswa kedua memiliki gain yang lebih tinggi dari
siswa pertama. Hal ini karena usaha untuk meningkatkan dari 7 ke 10 akan lebih
berat dari pada meningkatkan 4 ke 7.
Menyikapi kondisi bahwa siswa yang memiliki gain absolut sama, belum
tentu memiliki N-gain hasil belajar yang sama. Hake (1998) mengembangkan
sebuah alternatif untuk menjelaskan gain yang disebut gain ternormalisasi
(normalize gain).
Analisis gain yang dinormalisasi digunakan untuk mengetahui kriteria
normalisasi gain yang dihasilkan. Kelebihan penggunaan model pembelajaran
direct instruction dan model pembelajaran konvensional terhadap peningkatan
procedural knowledge dan peningkatan hasil belajar ditinjau berdasarkan
perbandingan nilai gain yang dinormalisasi (N-Gain), antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Gain yang dinormalisasi (N-Gain) dapat
dihitung dengan persamaan:
B = +Z[\��+Z]^+_`a\�+Z]^ (Richard R Hake, 1998: 66)
Di sini dijelaskan bahwa g adalah gain yang dinormalisasi (N-gain) dari
kedua metode, Smaks adalah skor maksimum (ideal) dari tes awal dan tes akhir,
Spost adalah skor tes akhir, sedangkan Spre adalah skor tes awal. Tinggi rendahnya
gain yang dinormalisasi (N-gain) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) jika g
78
≥ 0,7, maka N-gain yang dihasilkan termasuk kategori tinggi; (2) jika 0,7 > g ≥
0,3, maka N-gain yang dihasilkan termasuk kategori sedang, dan (3) jika g < 0,3,
maka N-gain yang dihasilkan termasuk kategori rendah.
4. Uji Hipotesis Penelitian
Uji hipotesis yang dilakukan penelitian ini menggunakan statistik
inferensial. Pada statistik inferensial ada dua kemungkinan penggunaan statistik,
yaitu statistik parametrik dan non parametrik. Jika data yang akan dianalisis
berdistribusi normal dan homogen, maka digunakan statistik parametrik dan jika
datanya tidak berdistribusi normal atau tidak homogen, maka digunakan statistik
non parametrik. Dalam penelitian ini, data yang didapat berdistribusi normal dan
homogen, maka menggunakan statistik parametrik yaitu t-test.
Uji hipotesis penelitian didasarkan pada data peningkatan hasil belajar
siswa. Menurut Sugiyono (2011: 273), untuk sampel independen (tidak
berkorelasi) dengan jenis data interval menggunakan t-test. Untuk melakukan t-
test syaratnya data harus homogen dan normal. Berdasarkan pertimbangan dalam
memilih rumus t-test, yaitu bila n1 = n2, varians homogen ("�� = "��), maka
dapat digunakan rumus uji t-test dengan pooled varians, yaitu:
� = bcd�bc e(fdgd)hd i(f gd)h fdi f g j dfdk df l
(Sugiyono, 2011: 273)
Dengan derajat kebebasan (dk) = (n1+ n2) – 2
Uji t-test di atas didasarkan pada tabel persiapan berikut ini:
79
Tabel 3.11 Persiapan Uji t-test
No. Eksperimen (KBM dengan model pembelajaran direct instruction)
Kontrol (KBM dengan model pembelajaran
konvensional) Pre-Test Post-Test Peningkatan Pre-Test Post-Test Peningkatan
1 ax1 bx1 N − nP��
= x�p − x�qxrqst − x�q ax1 bx1 N − nP��
= x�p − x�qxrqst − x�q
N nax nbx N − nP��
= xup − xuqxrqst − xuq nax nbx N − nP��= xup − xuqxrqst − xuq
=
==
21
1
1
s
x
n
=
==
22
2
2
s
x
n
Dimana: x1a = Skor pre-test x1b = Skor post-test xmaks = Skor maksimum n1 = Jumlah sampel pada kelas eksperimen n2 = Jumlah sampel pada kelas kontrol v̅� = Rata-rata N-Gain kelas eksperimen v̅� = Rata-rata N-Gain kelas kontrol ,�� = Varians N-Gain kelas eksperimen ,�� = Varians N-Gain kelas kontrol
Setelah melakukan perhitungan uji t, maka selanjutnya dibandingkan
dengan nilai t table. Terima HA, jika thitung > ttabel pada taraf nyata α = (0,05)
dengan dk=n1+n2-2.
I. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Selain data kuantitatif yang perlu diuji validitas dan reliabilitasnya. Data yang
yang didapatkan dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi juga perlu diuji
keabsahan datanya. Pengujian yang dilakukan menurut Sugiyono (2011: 366)
80
meliputi uji: “credibility (validitas internal), transferability (validitas eksternal),
dependability (reliabilitas) dan confirmability (obyektivitas)”.
Pengujian kredibilitas data menurut Sugiyono (2011:368) antara lain
dilakukan dengan “perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam
penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif dan
member check.” Pada penelitian ini pengujian dilakukan dengan triangulasi dan
member check. Triangulasi menurut Wiersma (Sugiyono, 2011:372) ialah: “it
assesses the sufficiency of the data according to the convergence of multiple
data, sources or multiple data collection procedures” Triangulasi dalam
pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber
dengan berbagai cara.
Transferability merupakan validitas eksternal data, sehingga berkenaan
dengan sejauh mana hasil penelitian bisa digeneralisasi (digunakan dalam konteks
dan situasi sosial lain). Prinsip transferability dalam penelitian dicapai (Sugiyono,
2011: 376) dengan “membuat laporan penelitian yang berisikan uraian yang rinci,
jelas dan sistematis dan dapat dipercaya.” Dengan demikian pembaca menjadi
jelas atas hasil penelitian, sehingga bisa memutuskan dapat atau tidaknya untuk
mengaplikasikan hasil penelitian tersebut di tempat lain. Untuk memenuhi kriteria
transferability peneliti membuat laporan penelitian yang sistematis berdasarkan
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Pendidikan Indonesia tahun 2011.
Prinsip dependability sama dengan reliabilitas, untuk pemenuhan kriteria
dependability dilakukan dengan cara melakukan audit terhadap keseluruhan
proses penelitian. Cara untuk melakukan uji dependability menurut Sugiyono
81
(2011:377) adalah “dilakukan oleh pembimbing untuk mengaudit keseluruhan
aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian.” Untuk memenuhi kriteria
dependability dalam penelitian ini, maka peneliti selalu mengkonsultasikan
kepada pembimbing setiap tahap perkembangan penelitian sehingga pembimbing
dapat mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian.
Pengujian konfirmability disebut juga dengan uji obyektivitas penelitian.
Penelitian dikatakan obyektif apabila telah disepakati banyak orang. Pemenuhan
kriteria konfirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses
yang dilakukan. Sugiyono (2011:378) menyatakan bahwa bila hasil penelitian
merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut
telah memenuhi standar konfirmability. Rancangan pemenuhan kriteria
konfirmability dalam penelitian ini ialah dengan selalu menjungjung tinggi sikap
objektivitas semaksimal mungkin melalui penggunaan metode, dan teknik
pengumpulan data yang tepat dan sesuai dengan kajian serta pendekatan dalam
penelitian itu sendiri. Sehingga hasil penelitian yang didapatkan merupakan hasil
dari proses yang dilakukan.
top related