suku baduy makalah etnografi disusun untuk ......bantal, piring, gelas kaca ataupun plastik. g....
Post on 06-Nov-2020
26 Views
Preview:
TRANSCRIPT
SUKU BADUY
MAKALAH ETNOGRAFI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sosiologi Dan Antropologi MI/SD
Dosen Pengampu :
Dita Hendriani, M.A
Disusun Oleh:
Miftakul Mala (17205163203)
PGMI-4E
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN ) TULUNGAGUNG
MEI 2018
2
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, atas rahmat,
taufik, serta hidayah-Nya. Sholawat serta salam tidak lupa kepada junjungan kita
Rasulullah Muhammad SAW, sehingga penyusunan makalah etnografi yang
berjudul “Suku Baduy” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Kiranya dalam penulisan ini, penulis menghadapi cukup banyak rintangan
dan selesainya makalah ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu tak
lupa penulis ucapkan terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu yaitu:
1. Ibu Dita Hendriani, M.A. , selaku dosen mata kuliah Sosiologi dan
Antropologi MI/SD Institut Agama Islam Negeri Tulungagung dalam
membimbing dan mengarahkan dalam pembuatan makalah ini sehingga
dapat selesai tepat waktu.
2. Kedua orangtua penulis yang telah memberikan dukungan moral dan
material.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar
makalah ini menjadi lebih baik lagi. Penulis berharap makalah ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Tulungagung, 03 Mei 2018
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman Sampul ............................................................................................................ i
Kata Pengantar ............................................................................................................... ii
Daftar Isi......................................................................................................................... iii
PEMBAHASAN
A. Letak Geografis dan Pemukiman Suku Baduy ....................................... 4
B. Asal Mula dan sejarah Suku Baduy........................................................ 7
C. Bahasa Suku Baduy ................................................................................ 8
D. Struktur Masyarakat Suku Baduy ........................................................... 9
E. Kelompok Masyarakat Suku Baduy ....................................................... 10
F. Mata Pencaharian Suku Baduy ............................................................... 13
G. Keadaan Sosial-Budaya Masyarakat Suku Baduy ................................. 16
H. Rumah adat Suku Baduy ........................................................................ 18
I. Cara Berpakaian Masyarakat Suku Baduy ............................................. 21
J. Kesenian Khas Suku Baduy ................................................................... 24
K. Sistem Religi Suku Baduy ...................................................................... 24
L. Sistem Pengetahuan Suku Baduy ........................................................... 27
M. Senjata Khas Suku Baduy ...................................................................... 27
N. Proses Pernikahan Suku Baduy .............................................................. 29
O. Keadaan dan Sikap Masyarakat terhadap Hukum Adat yang
Berlaku ................................................................................................... 30
DAFTAR RUJUKAN .................................................................................................. 34
4
PEMBAHASAN
A. Letak Geografis dan Pemukiman Suku Baduy
Orang Baduy menempati wilayah Desa Kanekes. Wilayah ini dijadikan
Desa Definitif (ditetapkan menjadi sebuah Desa) pada tanggal 10 April
1986. Secara administratif, kini wilayah Desa Kanekes termasuk dalam
Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten dengan luas
mencapai 5.136,58 hektar yang terbagi menjadi dua bagian seluas ± 3.000
hektar berupa hutan tutupan (hutan Lindung), selebihnya merupakan tanah
garapan dan pemukiman.
Topografi wilayah ini pun umumnya berbukit dan memiliki ketinggian
800-1200 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan lereng rata-rata
49,1% kemiringan lereng paling datar sekitar 0% dan yang paling curam.
Curah hujan rata-rata pertahun di wilayah Baduy mencapai 3000
mm/tahun hingga 4000 mm/tahun dengan suhu yang mencapai 20˚ sampai
dengan 22˚. Curah hujan di wilayah ini pun tertinggi jika dibanding
wilayah lainnya yang berada di Kecamatan Lewidamar.
Batas khusus serta batas alam Wilayah Baduy, sebagaimana yang
tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 32 tahun 2001
tentang perlindungan atas Hak Ulayat (adat) Masyarakat Adat Baduy,
Desa Kanekes ini berbatasan dan diapit oleh 11 Desa dari 6 Kecamatan.
5
Sedangkan batas-batas alam yang membedakan tanah ulayat (adat)
Masyarakat Adat Baduy yaitu:
Utara: Sungai Ciujung, Cimangsari, dan Cisimeut.
Timur: Sungai Cibayantung, Cipangasahan, Cirawing, Cidikit, dan
Cibitung.
Selatan: Tanah Kehutanan.
Barat: Sungai Cibarani.
Jumlah penduduk dan jumlah kampung di Desa Kanekes dari masa ke
masa terus mengalami pertumbuhan dan terlihat semakin terus
berkembang. Data demografi tentang Orang Baduy ini pertama kali
tercatat pada tahun 1888 seperti yang diungkapkan oleh Jacobs dan Meijer.
Jumlah penduduk Baduy mencapai 291 jiwa yang menempati 10 buah
kampung. Kini penduduk Baduy sudah mencapai 7.317 jiwa (data tahun
2000).
Desa Kanekes terdiri atas beberapa kampung yang terbagi menjadi dua
kelompok besar: Baduy Dalam (Tangtu) dan Baduy Luar (Panamping
ditambah dengan Dangka). Kampung Baduy Dalam yang menempati
Kampung Cibeo, Cikeusik, dan Cikertawarna berada pada wilayah sebelah
Selatan, sedangkan kampung-kampung Baduy Luar terletak di sebelah
Timur, Barat, dan Utara.1
1 http://tibaduyeuy.blogspot.co.id/2017/03/geografis-demografi-wilayah-kanekes.html ,
diakses pada 30 Maret 2018, Pukul 21.19 WIB.
6
B. Asal Mula Suku Baduy
Orang Kanekes atau orang Baduy adalah suatu kelompok masyarakat
adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Sebutan "Baduy"
merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok
masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang
agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang
merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan
lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di
bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut
diri sebagai “Urang Kanekes” atau “Orang Kanekes” sesuai dengan nama
wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung
mereka seperti Urang Cibeo.
Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek a–Banten.
Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan
Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan
tersebut dari sekolah. Orang “Kanekes Dalam” tidak mengenal budaya
tulis, sehingga adat istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang
hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja. Menurut kepercayaan yang
mereka anut, orang Kanekes mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah
7
satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut
sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang
pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya,
termasuk warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita)
untuk menjaga harmoni dunia.
Pendapat mengenai asal-usul orang Kanekes berbeda dengan pendapat
para ahli sejarah, yang mendasarkan pendapatnya dengan cara sintesis dari
beberapa bukti sejarah berupa prasasti, catatan perjalanan pelaut Portugis
dan Tiongkok, serta cerita rakyat mengenai “Tatar Sunda” yang cukup
minim keberadaannya. Masyarakat Kanekes dikaitkan dengan Kerajaan
Sunda yang sebelum keruntuhannya pada abad ke-16 berpusat di Pakuan
Pajajaran (sekitar Bogor sekarang).
Sebelum berdirinya Kesultanan Banten, wilayah ujung barat pulau
Jawa ini merupakan bagian penting dari Kerajaan Sunda. Banten
merupakan pelabuhan dagang yang cukup besar. Sungai Ciujung dapat
dilayari berbagai jenis perahu, dan ramai digunakan untuk pengangkutan
hasil bumi dari wilayah pedalaman. Dengan demikian penguasa wilayah
tersebut, yang disebut sebagai Pangeran Pucuk Umum menganggap bahwa
kelestarian sungai perlu dipertahankan. Untuk itu diperintahkanlah
sepasukan tentara kerajaan yang sangat terlatih untuk menjaga dan
mengelola kawasan berhutan lebat dan berbukit di wilayah Gunung
Kendeng tersebut.
Keberadaan pasukan dengan tugasnya yang khusus tersebut tampaknya
menjadi cikal bakal Masyarakat Baduy yang sampai sekarang masih
mendiami wilayah hulu Sungai Ciujung di Gunung Kendeng tersebut.
Perbedaan pendapat tersebut membawa kepada dugaan bahwa pada masa
yang lalu, identitas dan kesejarahan mereka sengaja ditutup, yang mungkin
adalah untuk melindungi komunitas Baduy sendiri dari serangan musuh-
musuh Padjajaran.2
2 http://www.alambudaya.com/2010/07/asal-usul-suku-baduykanekes-banten.html ,
diakses pada 30 Maret 2018, Pukul 21.26 WIB.
8
C. Bahasa Suku Baduy
Dalam percakapan sehari-hari, suku Baduy memakai bahasa Sunda
dialek Banten. Tapi untuk masyarakat Baduy luar sudah banyak yang
mampu berbicara bahasa Indonesia dengan baik. Hanya saja, mereka
memperoleh kemampuan tersebut bukan melalui sekolah atau pendidikan
formal. Sampai saat ini, baik masyarakat Baduy dalam dan Baduy luar
tidak mengenal tulisan. Segala macam adat istiadat dan peraturan hanya
disampaikan dari mulut ke mulut saja. Hal ini sudah berlangsung sejak
zaman nenek moyang mereka dan hingga sekarang.
Masyarakat Baduy jero atau Dalam sebagian besar tidak mau
berhubungan dengan orang lain, terutama di luar suku Baduy. Sangat
berbeda dengan komunitas Baduy luar yang masyarakat atau warganya
sudah mau bergaul dengan warga lain. Selain itu, mereka juga
mempelajari cara pemakaian Bahasa Indonesia meski hanya sebatas
lisannya saja.
Tata bahasa yang dimiliki Suku Baduy tidak kenal tingkatan atauundah
usuk seperti bahasa Sunda atau Bahasa Jawa, yang jumlah tingkatannya
tergolong banyak. Jadi, bisa dikatakan jika bahasa Sunda yang dipakai
oleh masyarakat Baduy adalah bahasa yang sangat demokratis. Misalnya
ketika berbicara dengan siapa saja yang termasuk orang yang lebih tua,
mereka hanya menggunakan “Aing” saja yang artinya aku. Sementara
untuk menyebut “Kamu” juga hanya menggunakan kata “Sia”.3
3 Pembagian Masyarakat dan Bahasa yang dimiliki Suku Baduy,
http://www.bimbie.com/bahasa-yang-dimiliki-suku-baduy.htm, diakses pada hari Kamis 26 April
2018, pukul. 16.13 WIB
9
D. Struktur Masyarakat Suku Baduy
Pemimpin adat tertinggi dalam masyarakat Kanekes adalah “Pu'un”
yang ada di tiga kampung tangtu. Jabatan tersebut berlangsung turun-
temurun, namun tidak otomatis dari bapak ke anak, melainkan dapat juga
10
kerabat lainnya. Jangka waktu jabatan Pu'un tidak ditentukan, hanya
berdasarkan pada kemampuan seseorang memegang jabatan tersebut.
Pelaksana sehari-hari pemerintahan adat kapu'unan (kepu'unan)
dilaksanakan oleh jaro, yang dibagi ke dalam empat jabatan, yaitu jaro
tangtu, jaro dangka, jaro tanggungan, dan jaro pamarentah. Jaro tangtu
bertanggung jawab pada pelaksanaan hukum adat pada warga tangtu
dan berbagai macam urusan lainnya. Jaro dangka bertugas menjaga,
mengurus, dan memelihara tanah titipan leluhur yang ada di dalam dan di
luar Kanekes. Jaro dangka berjumlah 9 orang, yang apabila ditambah
dengan 3 orang jaro tangtu disebut sebagai jaro dua belas. Pimpinan dari
jaro dua belas ini disebut sebagai jaro tanggungan. Adapun jaro
pamarentah secara adat bertugas sebagai penghubung antara masyarakat
adat Kanekes dengan pemerintah nasional,yang dalam tugasnya dibantu
oleh pangiwa, carik, dan kokolot lembur atau tetua kampung
E. Kelompok Masyarakat Suku Baduy
Penampilan fisik dan bahasa mereka mirip dengan orang-orang Sunda
pada umumnya yang membedakan adalah sistem kepercayaan dan cara
hidup mereka. Orang Kanekes menutup diri dari pengaruh dunia luar dan
secara ketat menjaga cara hidup mereka yang tradisional, sedangkan orang
Sunda lebih terbuka kepada pengaruh asing dan mayoritas memeluk Islam.
Masyarakat Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu:
Tangtu, Panamping, dan Dangka.4
4 http://dunia-kesenian.blogspot.co.id/2015/03/penjelasan-singkat-asal-usul-kebudayaan-
baduy.html , diakses pada 30 Maret, Pukul 21.55 WIB.
11
1. Kelompok Tangtu
Kelompok ini yang dikenal sebagai Kanekes Dalam (Baduy
Dalam), yang paling ketat mengikuti adat, yaitu warga yang tinggal di
tiga kampung: Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik.
Ciri khas Orang Kanekes Dalam adalah:
a. Pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat
kepala putih.
b. Mereka dilarang secara adat untuk bertemu dengan orang asing.
c. Kanekes Dalam adalah bagian dari keseluruhan orang Kanekes.
Tidak seperti Kanekes Luar, warga Kanekes Dalam masih
memegang teguh adat-istiadat nenek moyang mereka.
d. Sebagian peraturan yang dianut oleh suku Kanekes Dalam antara
lain:
Tidak diperkenankan menggunakan kendaraan untuk sarana
transportasi.
Tidak diperkenankan menggunakan alas kaki.
Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali
rumah sang Pu'un atau ketua adat).
Larangan menggunakan alat elektronik (teknologi).
12
Menggunakan kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian
yang ditenun dan dijahit sendiri serta tidak diperbolehkan
menggunakan pakaian modern.
2. Kelompok Panamping
Mereka yang dikenal sebagai Kanekes Luar (Baduy Luar), yang
tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah
Kanekes Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh,
Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat Kanekes Luar berciri khas:
a. Mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam.
b. Kanekes Luar merupakan orang-orang yang telah keluar
dari adat dan wilayah Kanekes Dalam. Ada beberapa hal yang
menyebabkan dikeluarkannya warga Kanekes Dalam ke Kanekes
Luar:
Mereka telah melanggar adat masyarakat Kanekes Dalam.
Berkeinginan untuk keluar dari Kanekes Dalam
Menikah dengan anggota Kanekes Luar
c. Mereka telah mengenal teknologi, seperti peralatan elektronik.
d. Proses pembangunan rumah penduduk Kanekes Luar telah
menggunakan alat-alat bantu, seperti gergaji, palu, paku, dll, yang
sebelumnya dilarang oleh adat Kanekes Dalam.
13
e. Menggunakan pakaian adat dengan warna hitam atau biru tua
(untuk laki-laki), yang menandakan bahwa mereka tidak suci.
Kadang menggunakan pakaian modern seperti kaos oblong dan
celana jeans.
f. Menggunakan peralatan rumah tangga modern, seperti kasur,
bantal, piring, gelas kaca ataupun plastik.
g. Mereka tinggal di luar wilayah Kanekes Dalam.
h. Sebagian di antara mereka telah terpengaruh dan berpindah agama
menjadi seorang muslim dalam jumlah cukup signifikan.
3. Kelompok Dangka
Kelompok Kanekes Dangka tinggal di luar wilayah Kanekes, dan
pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras
(Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). Kampung Dangka
tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone atas pengaruh dari
luar.
F. Mata Pencaharian Suku Baduy
Mata pencaharian masyarakat Baduy adalah bertani dan menjual buah-
buahan yang mereka dapatkan dari hutan. Selain itu Sebagai tanda
kepatuhan atau pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara
rutin melaksanakan seba yang masih rutin diadakan setahun sekali dengan
mengantarkan hasil bumi kepada penguasa setempat yaitu Gubernur
Banten. Dari hal tersebut terciptanya interaksi yang erat antara masyarakat
Baduy dan penduduk luar.
Ketika pekerjaan mereka diladang tidak mencukupi, orang Baduy
biasanya berkelana ke kota besar sekitar wilayah mereka dengan berjalan
kaki, umumnya mereka berangkat dengan jumlah yang kecil antara 3
sampai 5 orang untuk mejual madu dan kerajinan tangan mereka untuk
mencukupi kebutuhan hidupnya. Perdagangan yang semula hanya
dilakukan dengan barter kini sudah menggunakan mata uang rupiah.
Orang baduy menjual hasil pertaniannya dan buah-buahan melalui para
tengkulak.
14
Mereka juga membeli kebutuhan hidup yang tidak diproduksi sendiri
di pasar. Pasar bagi orang Kanekes terletak di luar wilayah Kanekes
seperti pasar Kroya, Cibengkung, dan Ciboleger. Peraturan adat sangat
menentukan dalam sikap hidup suku Baduy, baik untuk keseimbangan
hidup antar sesama maupun kelestarian kehidupan alamnya. Kehidupan
sehari-harinya bersahaja. Barang-barang “Modern” seperti sabun,
kosmetik, piring, gelas dan peralatan pabrik dilarang dipakai. Tak ada
listrik, radio dan televisi. Semuanya itu tabu (pamali). Dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari, masyarakat yang memiliki konsep inti
kesederhanaan ini belum pernah mengharapkan bantuan dari luar. Mereka
mampu secara mandiri dengan cara bercocok tanam dan berladang
(ngahuma), menjual hasil kerajinan tangan khas Baduy, seperti Koja dan
Jarog (tas yang terbuat dari kulit kayu Teureup); tenunan berupa
selendang, baju, celana, ikat kepala, sarung serta golok/parang, juga
berburu.
15
16
G. Keadaan Sosial-Budaya Masyarakat Baduy
Ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Baduy
menurut kepercayaan sunda wiwitan:5
1. Upacara Kawalu yaitu upacara yang dilakukan dalam rangka
menyambut bulan kawalu yang dianggap suci dimana pada bulan
kawalu masyarakat baduy melaksanakan ibadah puasa selama 3
bulan yaitu bulan Kasa, Karo, dan Katiga.
5 http://nenkless.blogspot.co.id/2014/01/hukum-adat-baduy.html , diakses pada 30 Maret
2018, Pukul 22.08 WIB.
17
2. Upacara Ngalaksa yaitu upacara besar yang dilakukan sebagai
ucapan syukur atas terlewatinya bulan-bulan kawalu, setelah
melaksanakan puasa selama 3 bulan. Ngalaksa atau yang sering
disebut lebaran.
3. Seba yaitu berkunjung ke pemerintahan daerah atau pusat yang
bertujuan merapatkan tali silaturahmi antara masyarakat Baduy
dengan pemerintah, dan merupakan bentuk penghargaan dari
masyarakat Baduy.
18
4. Upacara menanam padi dilakukan dengan diiringi angklung Buhun
sebagai penghormatan kepada Dewi Sri lambang kemakmuran.
5. Kelahiran yang dilakukan melalui urutan kegiatan yaitu:
Kendit yaitu upacara 7 bulanan ibu yang sedang
hamil.
Saat bayi itu lahir akan dibawa ke dukun atau paraji
untuk dijampi-jampi.
7 hari setelah kelahiran maka akan diadakan acara
perehan atau selametan.
Upacara Angiran yang dilakukan pada hari ke 40
setelah kelahiran.
Akikah yaitu dilakukannya cukuran, khitanan dan
pemberian nama oleh dukun (kokolot) yuang
didapat dari bermimpi dengan mengorbankan ayam.
Seperti yang telah diuraikan diatas, apabila ada masyarakat baduy
yang melanggar salah satu pantangan maka akan dikenai hukuman berupa
diasingkan ke hulu atau dipenjara oleh pihak polisi yang berwajib.
H. Rumah Adat Suku Baduy
Suku Baduy, suku asli masyarakat Banten yang memiliki rumah
adat Sulah Nyanda. Terletak di dalam pegunungan, Suku Baduy hidup di
dalam rumah adat yang terbuat dari kayu dan bambu ini. Pembuatan
19
rumah adat Sulah Nyanda dilakukan dengan cara gotong royong
menggunakan bahan baku yang berasal dari alam. Bahan seperti kayu
digunakan untuk membangun pondasi, sedangkan pada bagian dasar
pondasi menggunakan batu kali atau umpak sebagai landasannya.
Hal yang unik dari pembangunan rumah ini adalah dibangun
dengan mengikuti kontur tanah. Hal ini berkaitan dengan aturan adat
yang mengharuskan setiap masyarakat yang ingin membangun rumah
tidak merusak alam sekitar demi membangun suatu bangunan.
Karenanya, tiang-tiang rumah adat Suku Baduy tidak memiliki
ketinggian yang sama. Sedangkan anyaman bambu digunakan dalam
pembuatan bilik dan lantai rumah. Untuk atap, rumah adat Suku baduy
menggunakan ijuk yang terbuat dari daun kelapa yang telah dikeringkan.
Rumah adat Sulah Nyanda dibagi dalam 3 ruangan yaitu bagian
sosoro (depan), tepas (tengah) dan ipah (belakang). Masing-masing
ruangan berfungsi sesuai dengan rencana pembuatan. Pada bagian depan
rumah atau yang biasa disebut sosoro berfungsi sebagai ruang penerima
tamu. Hal ini dikarenakan tamu tidak diperkenankan masuk ke dalam
rumah. Fungsi lainnya digunakan sebagai tempat bersantai dan menenun
bagi kaum perempuan. Bagian depan ini berbentuk melebar ke samping
dengan lubang di bagian lantainya.
Sedangkan bagian tengah atau biasa disebut tepas digunakan
untuk aktivitas tidur dan pertemuan keluarga. Sementara pada bagian
belakang rumah atau biasa disebut imah digunakan sebagai tempat untuk
memasak serta menyimpan hasil ladang dan beras. Tiap ruangan ini
dilengkapi dengan lubang pada bagian lantainya.
Lubang di lantai rumah Suku Baduy berfungsi sebagai sirkulasi
udara. Ini dikarenakan rumah adat Suku Baduy tidak dilengkapi dengan
jendela. Tujuan tidak dibangunnya jendela agar para penghuni rumah
20
yang ingin melihat keluar diharuskan pergi untuk melihat sisi bagian
luar rumah.6
6 https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/rumah-berkonsep-aturan-adat-
khas-suku-baduy , diakses pada 31 Maret 2018, Pukul 06.47
21
I. Cara Berpakaikan Masyarakat Baduy
Dari segi berpakain, didalam suku baduy terdapat perbedaan dalam
berbusana yang didasarkan pada jenis kelamin dan tingkat kepatuhan pada
adat saja, yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar.Untuk Baduy Dalam, para
pria memakai baju lengan panjang yang disebut jamang sangsang,
Potongannya tidak memakai kerah, tidak pakai kancing dan tidak memakai
kantong baju. Warna busana mereka umunnya adalah serba putih. Untuk
bagian bawahnya menggunakan kain serupa sarung warna biru kehitaman,
yang hanya dililitkan pada bagian pinggang. Serta pada bagian kepala suku
baduy menggunakan ikat kepala berwarna putih.
22
Bagi suku Baduy Luar, busana yang mereka pakai adalah baju
kampret berwarna hitam. Ikat kepalanya juga berwarna biru tua dengan
corak batik. Terlihat dari warna, model ataupun corak busana Baduy Luar,
menunjukan bahwa kehidupan mereka sudah terpengaruh oleh budaya
luar. Sedangkan, untuk busana yang dipakai di kalangan wanita Baduy
dalam maupun Baduy Luar tidak terlalu menampakkan perbedaan yang
mencolok. Mereka mengenakan busana semacam sarung warna biru
kehitam-hitaman dari tumit sampai dada. Bagi wanita yang sudah
menikah, biasanya membiarkan dadanya terbuka secara bebas, sedangkan
bagi para gadis buah dadanya harus tertutup.
23
J. Kesenian Khas Suku Baduy
Kesenian di Suku Baduy dalam melaksanakan upacara tertentu, msyarakat
Baduy menggunakan kesenian untuk memeriahkannya. Adapun kesenian
yang terdapat di Suku Baduy:
1. Seni Musik (lagu daerah yaitu Cikarileu dan Kidung (pantun), yang
digunakan dalam acara pernikahan).
2. Alat Musik (Angklung Buhun dalam menanam padi dan alat Musik
kecapi).
3. Seni Ukir Batik.
Angklung Buhun salah satu kesenian masyarakat Baduy yang pertama kali
lahir, kesenian Tradisonal ini berbau magis dan mempunyai unsur sakral.
Angklung Buhun bukannya kesenian pagelaran yang setiap saat bisa
ditonton, tetapi Angklung Buhun dipentaskan pada satu tahun sekali,
dengan gaya dan versi yang sama. Semua ungkapan bertumpu pada
pakem, yang dijadikan keharusan, disamping tembang, tari, dan
tabuhannya harus bisa menyatu dengan seniman yang memainkannya.
Kesenian Angklung Buhun hadir bersama dengan orang Baduy, dan punya
arti penting sebagai penyambung amanat, kepada para ahli waris untuk
mempertahankan kelangsungan anak-keturunan Baduy. Unsur seninya
sebagai daya tarik yang mampu menyentuh rasa, pementasan merupakan
24
jembatan sebagai alat komunikasi dalam menyampaikan, ajakan,
peringatan, larangan, dan penerangan.7
K. Sistem Religi Suku Baduy
Penduduk Baduy menganut agama khusus yang disebut Sunda wiwitan
atau Sunda Asli. Menurut krusemen agama sunda wiwitan itu pada
prinsipnya adalah agama budha yang dipengaruhi oleh hindu dan islam.
Agama Sunda Wiwitan juga disebut agama Islam Sunda atau agama
Adam, mereka mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa yang mereka
sebut "Batara Tunggal" dan mereka juga mengakui adanya Nabi Adam,
Nabi Muhammad SAW dan syahadat seperti dalam ajaran islam. Tetapi
7 Kesenian Masyarakat Baduy, http://unj-pariwisata.blogspot.co.id/2012/05/kesenian-
masyarakat-baduy.html, diakses pada hari Kamis 26 April 2018 pukul 16.35 WIB
25
mereka tidak melaksanakan ibadah agamanya dengan apa yang orang
islam lakukan.
Kepercayaan mereka terhadap islam masih dicampur dengan
kepercayaan dan adat istiadat yang kuat. Dalam melaksanakan ibadahnya,
orang Baduy dibuktikan dengan membuka ladang atau bercocok tanam.
Bercocok tanam merupakan suatu keharusan bagi mereka dan harus
dijalankan, maka jika ada diantara mereka yang tidak melaksanakan
perintah agama disebut juga orang yang tidak beragama dan agama
mereka juga mengajarkan bahwa manusia di dunia ini tidak boleh mencari
kesenangan yang berlebih-lebihan dan harus merasa cukup dengan apa
yang telah diperolehnya. Berdasarkan agama mereka, mereka harus
menjalankan 3 hari dalam satu tahun yang disebut “Kawalu" yang terdiri
atas puasa kawalu kahaji, kawalu kadua dan kawalu tutug. Kehidupan
religi mereka selalu dipenuhi denagan aktivitas puasa adat yang rutin dan
teratur sesuai dengan waktu-waktu tertentu atau tanggal adat yang telah
ditentukan.8
L. Sistem Pengetahuan Suku Baduy
Sistem pengetahuan masyarakat Baduy adalah Pikukuh yang artinya
memegang teguh segala perangkat peraturan yang telah di turunkan oleh
leluhur. Kelompok masyarakat dalam kehidupan sehari-hari tidak
mengenal tulisan segala yang berhubungan dengan peraturan hokum, adat
istiadat, kiasah-kiasah nene moyang dan kepercayaan mereka diturunkan
dan diwariskan kepada anak cucu mereka. Dalam hal pengetahuan
masyarakat Suku Baduy memiliki sifat toleransi, tata karma, jiwa sosisal,
dan teknik bertani yang diwariskan oleh para leluhurnya. Dalam
pendidikan modern masyarakat Baduy masih tertinggal jauh, namaun
mereka belajar secara otodidak, jadi masyarakat Baduy sebetulnya sangat
informasional dan mengetahu informasi. Hal ini ditunjang kegemaran
8 Siti Syuhada, Religi Dan Sistem Kepercayaan Masyarakat Baduy, http://sitiparadise-
budaya-budaya.blogspot.co.id/2009/01/religi-dan-sistem-kepercayaan.html, diakses pada hari
Kamis 26 April 2018 pukul 16.27 WIB
26
sebagai orang warayan atau disebut dengan pengembara. Ada beberapa
kemungkinan bahwa masyarakat Baduy telah lama banyak di gantikan
dengan budaya baru, hal itu menandakan sebetulnya budaya sangat relatif
dan adatif di kalangan masyarakat Suku Baduy.9
M. Senjata Khas Masyarakat Baduy
1. Golok/Bedog
Senjata yang biasa digunakan oleh masyarakat Baduy salah
satunya adalah Golok. Golok atau bedog menjadi atribut sehari-hari
lelaki Baduy. Ada dua macam Golok yang dibuat dan digunakan oleh
orang Baduy, yaitu golok polos dan golok pamor. Golok polos dibuat
dengan proses yang biasa, menggunakan besi baja bekas per pegas
kendaraan bermotor yang ditempa berulang-ulang. Proses
pembuatannya lebih lama dan memerlukan pencampuran besi dan baja
yang khusus. Kekuatan dan ketajaman golok pamor melebihi golok
polos biasa, disamping memiliki kharisma tersendiri bagi yang
menyandangnya. Dalam keseharian Suku Baduy golok ini digunakan
oleh orang Baduy untuk menebang pohon, mengambil bambu, dan
keperluan lainnya. Golok Baduy yang telah diyakini kekuatannya yaitu
golok yang berpamor. Golok pamor memiliki urat-urat atau motif
9 http://unj-pariwisata.blogspot.co.id/2012/05/sitem-pengetahuan.html, diakses pada hari
Kamis 26 April 2018 pukul 16.20 WIB
27
gambar yang menyerupai urat kayu dari pangkal hingga ujung golok
pada kedua permukaannya. Proses pembuatannya lebih lama dan
memerlukan pencampuran besi dan bajayang khusus. Kekuatan dan
ketajaman golok pamor melebihi golok polos biasa, disamping
memiliki kharisma tersendiri bagi yang menyandangnya.
2. Kujang
Selain Golok ada juga alat yang biasa digunakan masyarakat
Baduy yaitu Kujang. Kujang adalah alat untuk keperluan bercocok
tanam dihuma, misalnya untuk nyacar, ngored, dan dibuat. Benda
seperti ini di daerah Sunda yang lain sering dinamakan arit. Kujang
dibuat dari bahan besi dan baja yang ditempa. Alat ini disebut kujang
karena berbentuk mirip kujang sebagai senjata khas Pajajaran dan kini
menjadi simbol daerah Jawa Barat. Istilah kujang ditujukan untuk
bentuk seperti kujang dengan bagian bawah (tangkai) seperti golok dan
alat ini banyak digunakan oleh orang Baduy Dalam Sedangkan bagi
orang Baduy Luar. Biasanya menggunakan istilah kored (alat untuk
pekerjaan ngored/membersihkan rerumputan di huma). Dalam hal ini
masyarakat Baduy sering menggunakan Kujang untuk memotong
rumput, ilalang dan lain sebagainya, untuk keseharian masyarakat
baduy.
28
3. Kapak Beliung
Diantara peralatan lain seperti Golok/Bedog dan Kujang, ada satu
alat yang kiranya biasa digunakan oleh masyarakat Baduy untuk
menebang sesuatu yang lebih besar bukan hanya bambu tapi pohon
yaitu Kapak Beliung. Kapak Baliung adalah alat untuk menebang
pohon besar atau sebagai salah satu perkakas untuk membangun
rumah. Di daerah lain disebut juga kapak. Gagangnya terbuat dari kayu
yang agak panjang. Tenaga dan daya tekan Baliung harus lebih besar
daripada golok, dan karena itu dibuat dari besi baja yang lebih besar
dan tebal pada bagian pangkal (yang tumpulnya). Kapak beliung ini
digunakan ketika membutuhkan kayu bakar atau mungkin untuk
membuat rumah baru masyarakat Baduy.
29
N. Proses Pernikahan Suku Baduy
Di dalam proses pernikahan pasangan yang akan menikah selalu
dijodohkan dan tidak ada yang namanya pacaran. Orang tua laki-laki akan
bersilaturahmi kepada orang tua perempuan dan memperkenalkan kedua
anak mereka masing-masing. Setelah mendapatkan kesepakatan, kemudian
dilanjutkan dengan proses 3 kali pelamaran. Tahap Pertama, orang tua
laki-laki harus melapor ke Jaro (Kepala Kampung) dengan membawa daun
sirih, buah pinang dan gambir secukupnya. Tahap kedua, selain membawa
sirih, pinang, dan gambir, pelamaran kali ini dilengkapi dengan cincin
yang terbuat dari baja putih sebagai mas kawinnya. Tahap ketiga,
mempersiapkan alat-alat kebutuhan rumah tangga, baju serta seserahan
pernikahan untuk pihak perempuan. Uniknya, dalam ketentuan adat, Orang
Baduy tidak mengenal poligami dan perceraian. Mereka hanya
diperbolehkan untuk menikah kembali jika salah satu dari mereka telah
meninggal.
Perkawinan, dilakukan berdasarkan perjodohan dan dilakukan oleh
dukun atau kokolot menurut lembaga adat (Tangkesan) sedangkan Naib
sebagai penghulunya. Adapun mengenai mahar atau seserahan yakni sirih,
uang semampunya, dan kain poleng. Dalam melaksanakan kegiatan sehari-
hari tentunya masyarakat baduy disesuaikan dengan penanggalan: Bulan
Kasa (1), Bulan Kapitu (7), Bulan Karo (2), Bulan Kadalapan (8), Bulan
Katilu (3), Bulan Kasalapan (9), Bulan Sapar (4) Bulan Kasapuluh (10),
Bulan Kalima (5), Bulan Hapid Lemah (11), Bulan Kaanem (6), Bulan
Hapid Kayu(12).
30
O. Keadaan dan Sikap Masyarakat terhadap Hukum Adat yang Berlaku
Masyarakat Baduy sejak dahulu selalu berpegang teguh kepada
seluruh ketentuan maupun aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Kepala
Adat. Kepatuhan kepada ketentuan-ketentuan tersebut menjadi pegangan
mutlak untuk menjalani kehidupan bersama. Selain itu, didorong oleh
keyakinan yang kuat, hampir keseluruhan masyarakat Baduy Luar maupun
Baduy Dalam tidak pernah ada yang menentang atau menolak aturan yang
diterapkan sang Kepala Adat. Dengan menjalani kehidupan sesuai adat
dan aturan yang ditetapkan oleh Kepala Adat di sana, akan tercipta sebuah
komunitas dengan tatanan masyarakat yang amat damai dan sejahtera.
Mengamati kehidupan suku Baduy tampak seperti sebuah
kehidupan penuh dengan keselarasan dan ketenangan. Rumah-rumah yang
mempunyai model dan gaya arsitektur yang sama, mata pencaharian atau
kegiatan yang sama, dan berpakaian sama. Seperti tidak ada yang
membedakan mereka, tidak ada kaya miskin dalam kehidupan sosial
ekonomi mereka. Saling percaya dan menghormati kepunyaan masing-
masing. Jika mereka mempunyai uang lebih, uang tersebut mereka belikan
beras atau emas. Emas mereka kenakan setiap hari, tanpa ada pandangan
banyak emas banyak uang, emas hanya mereka gunakan sebagai hiasan
seorang wanita. Sedangkan padi atau beras mereka simpan di leuit (gubuk
tempat menyimpan padi) yang terletak di sebelah perkampungan. Tempat
31
yang terpisah dari tempat tinggal mereka tidak membuat mereka was-was
atau kawatir jika dicuri orang, karena memang di sana tidak ada pencuri.
Mereka malu melakukan perbuatan tercela dan takut melanggar
hukum adat yang berlaku. Hukum adat Baduy dipatuhi oleh masyarakat
Baduy. Arsitektur dan bentuk rumah yang sama, warna pakaian Baduy
dalam dan luar yang berbeda sesuai dengan aturan, dan banyak hal yang
dapat dijumpai. Bahkan aturan adat yang menyatakan bahwa suku Baduy
dilarang menggunakan alas kaki dan menggunakan kendaraan untuk
bepergian kemanapun juga masih dipegang kuat. Terdapat bidang hukum
yang dibagi menjadi 3 sub bidang, yakni: (a) Materi Hukum; (b) Aparatur
Hukum; dan (c) Sarana dan Prasarana Hukum. Hal ini jelas memaparkan
tentang kefektifan sebuah hukum yang dipengaruhi oleh tiga sub bidang
tersebut. Perbaikan kualitas materi hukum dan tentunya didukung oleh
kualitas para penegak hukum adalah hal yang mutlak diwujudkan demi
mewujudkan ketertiban sosial. Masyarakat patuh dan sadar hukum,
merupakan salah satu potret yang dapat menggambarkan tingkat kecintaan
masyarakat terhadap negaranya.
Masyarakat mempunyai kesadaran penuh untuk menaati peraturan
adat, namun selain karena rasa cinta terhadap suku Baduy alasan lain
karena percaya kepada para pemerintah adat (dalam hal ini Pu’un). Pu’un
dianggap orang suci, dan merupakan manusia istimewa yang adil (pilihan).
Selain karena anggapan tersebut, Pu’un juga orang yang berintegritas yang
artinya tidak hanya sebuah anggapan positif dari masyarakat namun juga
kualitas kepu’unan yang baik. Kepu’unan yang baik tersebut memberikan
sebuah anggapan dan respon positif dari masyarakat untuk mematuhi baik
secara sadar maupun tidak sadar terhadap peraturan atau hukum adat
mereka.
Hukum Baduy tetap berlaku sampai saat ini karena hukum tersebut
adalah hukum yang membawa kebaikan, meskipun perubahan dan
perkembangan zaman terus berjalan. Dalam konteks masyarakat Baduy,
terbukti selama ratusan tahun dapat menjaga keharmonisan hubungan baik
sesama warganya ataupun terhadap alam lingkungannya. Hukum adat
32
Baduy (termasuk didalamnya hukum pidana adat Baduy) terbukti dapat
terselenggara tanpa adanya kesewenang-wenangan. Jika ada pelanggaran
yang dilakukan masyarakat Baduy, sanksi adatnya telah jelas dipahami
oleh masyarakat Baduy dan menerima kepastian hukum yang akan
diterima sebagai konsekuensi dari pelanggaran yang dilakukan. Namun
demikian, hingga saat ini belum diketahui apakah Hukum Adat pada
umumnya tidak dikodifikasi (dihimpun dalam suatu atau beberapa kitab
undang-undang menurut sistem tertentu). Hal ini tidak berarti tidak ada
hukum adat yang ditulis atau dibuat menjadi buku. Namun sebagian besar
hukum adat itu memang tidak tertulis dan tidak pula dicatat-catat.
Berikut adalah beberapa larangan terlihat pada suku Baduy:
1. Dilarang membunuh orang.
2. Dilarang memarahi orang lain.
3. Dilarang menikah lebih dari satu orang.
4. Dilarang makan diwaktu malam.
5. Dilarang makan minum yang memabukan.
6. Dilarang berduaan berlainan jenis.
7. Dilarang berjinah.
8. Dilarang mencuri.
9. Dilarang berbohong.
10. Dilarang melanggar adat.
11. Dilarang meminta-minta atau mengemis.
12. Dilarang menyiksa binatang.
Pada dasarnya hukum Baduy tercipta untuk menjaga keseimbangan
alam dan bersikap bijak dengan alam. Seperti yang terkandung dari salah
satu kalimat pedoman Baduy yakni lojor teu meunang dipotong, pondok
teu meunang disambung (panjang tak boleh dipotong, pendek tak boleh
disambung). Hukuman disesuaikan dengan kategori pelanggaran, yang
terdiri atas pelanggaran berat dan pelanggaran ringan. Hukuman ringan
biasanya dalam bentuk pemanggilan sipelanggar aturan oleh Pu’un untuk
33
diberikan peringatan. Yang termasuk ke dalam jenis pelanggaran ringan
antara lain cekcok atau beradu-mulut antara dua atau lebih warga Baduy.
Hukuman Berat diperuntukkan bagi mereka yang melakukan
pelanggaran berat. Pelaku pelanggaran yang mendapatkan hukuman ini
dipanggil oleh Jaro setempat dan diberi peringatan. Selain mendapat
peringatan berat, si terhukum juga akan dimasukan ke dalam lembaga
pemasyarakatan (LP) atau rumah tahanan adat selama 40 hari. Selain itu,
jika hampir bebas akan ditanya kembali apakah dirinya masih mau berada
di Baduy Dalam atau akan keluar dan menjadi warga Baduy Luar di
hadapan para Pu’un dan Jaro. Masyarakat Baduy Luar lebih longgar dalam
menerapkan aturan adat dan ketentuan Baduy. Menariknya, yang namanya
hukuman berat disini adalah jika ada seseorang warga yang sampai
mengeluarkan darah setetes pun sudah dianggap berat. Berzinah dan
berpakaian ala orang kota. Banyak larangan yang diatur dalam hukum adat
Baduy,di antaranya tidak boleh bersekolah, dilarang memelihara ternak
berkaki empat, tak dibenarkan bepergian dengan naik kendaraan, dilarang
memanfaatkan alat eletronik, alat rumah tangga mewah dan beristri lebih
dari satu. Selain itu adanya larangan warga untuk keluar daerah, jika
dilanggar mereka langsung di usir.
34
DAFTAR RUJUKAN
Kesenian Masyarakat Baduy, http://unj-
pariwisata.blogspot.co.id/2012/05/kesenian-masyarakat-baduy.html.
Siti Syuhada, Religi Dan Sistem Kepercayaan Masyarakat Baduy,
http://sitiparadise-budaya-budaya.blogspot.co.id/2009/01/religi-dan-
sistem-kepercayaan.html.
http://dunia-kesenian.blogspot.co.id/2015/03/penjelasan-singkat-asal-usul-
kebudayaan-baduy.html.
http://nenkless.blogspot.co.id/2014/01/hukum-adat-baduy.html.
http://tibaduyeuy.blogspot.co.id/2017/03/geografis-demografi-wilayah-
kanekes.html.
http://unj-pariwisata.blogspot.co.id/2012/05/sitem-pengetahuan.html.
http://www.alambudaya.com/2010/07/asal-usul-suku-baduykanekes-banten.html.
https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/rumah-berkonsep-aturan-
adat-khas-suku-baduy.
top related