studi prospektif dampak intervensi...
Post on 07-Feb-2018
237 Views
Preview:
TRANSCRIPT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
STUDI PROSPEKTIF DAMPAK INTERVENSI
SOSIALISASI TERHADAP KEJADIAN NYARIS CEDERA
PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK RAWAT
JALAN DI RUMKITAL DR. MINTOHARDJO PERIODE
APRIL - MEI 2016
SKRIPSI
APRILIANA NUR
1112102000016
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
JAKARTA
2016
i
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
STUDI PROSPEKTIF DAMPAK INTERVENSI
SOSIALISASI TERHADAP KEJADIAN NYARIS
CEDERA PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK
RAWAT JALAN DI RUMKITAL DR. MINTOHARDJO
PERIODE APRIL - MEI 2016
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
APRILIANA NUR
1112102000016
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
JAKARTA
JUNI 2016
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Nama : Apriliana Nur
Program Studi : Strata-1 Farmasi
Judul : Studi Prospektif Dampak Intervensi sosialilasi terhadap
Kejadian Nyaris Cedera Pelayanan Kefarmasia di apotek
Rawat Jalan Rumkital Dr. Mintohardjo periode April - Mei
2016
Analisa KNC merupakan aspek yang sangat penting dalam keselamatan pasien
dan pelayanan kefarmasian karena dapat membantu mengurangi terjadinya
medication error. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat KNC
pelayanan kefarmasian peresepan, penyiapan,dan pemberian obat, pada resep
rawat jalan di Instalasi Apotek Rumkital Dr. Mintohardjo pada bulan April – Mei
2016 dan melihat dampak hasil intervensi yang dilakukan oleh peneliti. Penelitian
yang dilakukan bersifat deskriptif dan pengambilan data dilakukan secara
prospektif. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode
total sampling, didapatkan sebanyak 7627 resep yang di amati, dimana terdapat
2540 resep yang mengalami KNC. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa KNC
pada tahap peresepan obat pada bulan April 15,97% dan pada bulan Mei 15,24% ,
KNC pada tahap penyiapan obat pada bulan April 33,34% dan pada bulan Mei
20,23% , KNC pada tahap pemberian obat dibulan April dan Mei tidak terjadi
KNC dengan hasil persentase yang di dapat 0,00%. Adanya hubungan bermakna
antara kedua sampel berpasangan yang digunakan, dengan nilai kolerasi 0,984
dengan singnifikansi <0,05 yaitu 0,016. Hasil pengamatan mengenai analisa
Paired T-test menunjukkan nilai t tabel 1,372 berdasarkan nilai t maka dapat
disimpulkan ada perbedaan pada taraf signifikan sebesar 95%. Simpulan sig.(2-
tailed) yaitu 0,264 (sigvalue >0,05) sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi
perubahan yang sagnifikan pada sosialisai KNC Pelayanan Kefarmasian. Tidak
ada pengaruh yang bermakna antara sesudah dan sebelum dilakukan sosialisasi
secara statistik, namun secara substansi kemungkinan ada hubungan.
Kata Kunci :Kejadian Nyaris Cedera (KNC), persepan obat, penyiapan obat,
pemberian obat, keselamatan pasien, .
vi
ABSTRACT
Name : Apriliana Nur
Program Study : Strata-1 Pharmacy
Title : Prospective Studies the Impact of Intervention
socialiszation on Near miss Pharmaceutical of Drugs in
Pharmacy installation Naval Hospital Dr. Mintohardjo
period April - Mey 2016
The analysis of near miss is a very important aspect in thepatient safety
pharmaceutical carebecause it can help to reduce the occurrence of medication
errors. This study aimed to determine the level near miss prescribing, dispensing
and administration of drugs outpatient in pharmacy installation Naval Hospital Dr.
Mintohardjo in April – Mey 2016 and see the impact of intervention results
conducted by researchers. This is a descriptive research where the data has been
retrieved prospectively. The sampling method that has been used in this research
was the total sampling method, with a total of 7627 prescription studiesit was
found in 2540 as a prescriptions near miss. The research is descriptive and data
collection was done prospectively. The results showed that the near miss at the
stage of the prescraibing in April 15,97% and 15,24% in May, near miss at the
stage of dispensing of drugs in April 33,34% and 20.23% in May, near miss at
the stage administrationin month April and may are not going near miss with the
percentage that can be 0,00%. The existence of a significant relationship between
the two paired samples were used, with a value of 0.984 correlates with
singnifikansi<0.05 is 0.160. Observations on Paired T-test analysis shows the
value of t table 1,372 based on the value of t can be concluded there is a
difference at significant level of 95%. Conclusion sig. (2-tailed) is 0.260
(sigvalue> 0.05) so that it can be concluded that there was no change in the
socialization near miss sagnifikan Pharmaceutical Services. There is no significant
effect between after and before any socialization statistically, but in substance
there may be a relationship.
Keywords: near miss, prescribing, dispensing, administration, patien safety.
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang Maha pengasih dan
Maha penyayang, yang telah memberi kekuatan kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan
kepada Baginda Rasul, Nabi Muhammad SAW yang merupakan suri tauladan
bagiumatnya.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam
melaksanakan penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa penyusunan ini
tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
terimakasih kepada :
1. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt sebagai Pembimbing I dan Ibu Siti Fauziyah
S.Si.,M.Far.,Apt sebagai Pembimbing II yang telah memberikan ilmu,
nasehat, waktu, tenaga dan pikiran selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Ibu Dr.Nurmeilis, M.Si., Apt., selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc, Apt selaku pembimbing akademik yang
telah memberikan arahan selama masa perkuliahan.
4. Bapak penguji Yardi Ph.D., Apt sebagai penguji I dan bapak Karyadi M.kep.,
Ph.D sebagai penguji ke II yang telah memberikan ilmu dan pikiran selama
penulisan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Kedua orang tua tercinta, Ayah Drs. Panangian Ritonga (alm) dan Mama Hj.
Eliana Sormin yang selalu ikhlas tanpa pamrih memberikan kasih sayang,
dukungan moral, materil, nasehat-nasehat, serta lantunan do’a di setiap waktu.
viii
7. Kakak-adik tercinta, Siska Elpariani Ritonga S.Keb , Eko Ardinsyah Hasibuan
SH, Ahmad Pael Hidayat Ritonga S.Pd, Senny Pelantika Ritonga yang sudah
memberikan semangat dan do’a.
8. Ibu dan Bapak Apoteker di Rumkital Dr. Mintohardjo yang telah memberikan
bantuan selama penulis melakukan penelitian.
9. Teman-teman seperjuangan selama penelitian di Rumkital Dr. Mintohardjo
Khaerunnissa Apriani,terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya.
10. Sahabat – sahabat terkasih Dwi Putri Rahmawati, Ayu Nopita, Chalila deli
Gayo, Vesty Anis Triana, Shafizah Ummu Harisah, Ratnika Sari, Tharlis
Diansyah Lubis serta teman-teman Farmasi 2012 atas semangat dan
kebersamaan kita selama perkuliahan berlangsung. Semoga ukhuwah yang
telah terjalin tidak pernah putus dan akan terus berlanjut.
11. Teman-teman Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Lembaga Kesehatan
Mahasiswa Islam (LKMI) atas semangat dan kebersamaan kita selama
berperoses diorganisasi berlangsung. Semoga ukhuwah yang telah terjalin
tidak pernah putus dan akan terus berlanjut.
12. Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan
penulisan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari
Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini.
Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Ciputat, Agustus 2016
Penulis
ix
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….…….. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS…………………………….….... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………...... iv
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………….… v
ABSTRAK……………………………………………………………………....… vi
ABSTRACT………………………………………………………………….….... vii
KATA PENGANTAR……………………………………………………………. viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……………....... x
DAFTAR ISI…………………………………………………………..……….… xi
DAFTAR TABEL………………………………………………………………... xiii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………..…… xiv
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………...... xv
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 RumusanMasalah……………………………………….……………. 5
1.3 Tujuan.................................................................................................. 5
1.4 Manfaat................................................................................................ 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………. 7
2.1 Pelayanan Kefarmasian....................................................................... 7
2.2 Keselamatan Pasien............................................................................. 7
2.2.1 Definisi Keselamatan Pasien ................................…………….. 8
2.2.2 Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit........…….....…....... 9
2.3Kesalahan Pengobatan ....................……………………..……....…... 9
2.3.1 Defenisi Kesalahan Pengobatan....................................................... 10
2.3.2 Tahapan Kejadian Kesalahan Pengobatan...................................... 11
2.3.3 Faktor-faktor yang Menyebabkan Kesalahan Pengobatan............. 14
2.3.4 Upaya – Upaya Pencegahan Kesalahan Pengobatan....................... 15
2.4 Kejadian Nyaris Cedera (Near miss).......…………………..…...…. 17
2.4.1 Defenisi Kejadian Nyaris Cedera ......……………………… 17
2.4.2 Prevalensi Kejadian Nyaris Cedera.....…………………….. 19
2.5 Sosialisasi 20
2.6 Root Cause Analysis (RCA) .............................……………………. 21
2.6.1 Definisi RCA.....................................................…................ 21
2.6.2 Alat dan Teknik RCA......…………………………………. 21
Halaman
xi
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL....….…. 24
3.1 Kerangka Konsep.................................................….......................... 24
3.2 Definisi Operasional............................................…........................... 25
BAB 4 METODEPENELITIAN…………………………………………….… 30
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………… 30
4.2 Rancangan Penelitian…...…………..…….……..……………….… 30
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian………………..………….……….. 30
4.3.1 Populasi…………….………………..………….………...... 30
4.3.2 Sampel ……………..………….......……….…..……….…. 30
4.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi……………..…..……………….…..… 31
4.4.1 Kriteria Inklusi……….………………..…………………… 31
4.4.2 Kriteria Ekslusi….………………..……...…………..……… 31
4.5 Prosedur Penelitian.......………...…………..…………………….... 31
4.5.1 Tahap perencanaan dan persiapan....………………….….... 31
4.5.2 Tahap pengumpulan data.………......................…..………. 31
4.5.3 Tahap melakukan intervensi sosialisasi................................ 33
4.5.4 Tahap manajemen data....…………………....................… 33
4.6 Alat Pengumpulan Data…………………………..…………….... 33
4.7 Teknik Pengolahan Data…………………….…………………… 33
4.8 Analisis Data…………………………………………………….. 35
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN...………………………………..………. 37
5.1 Hasil Penelitian………………………………………........................ 37
5.1.1 Analisis KNC pelayanan kefarmasian bulan April dan Mei 37
5.1.2 Analisis KNC Pelayanan kefarmasian menggunakan
Paired T-test........................................................................
39
5.2 Pembahasan Penelitian…………………………………………… 43
5.2.1 Pembahasan Hasil Penelitian…………................................. 43
5.2.1.1 Analisis KNC peresepan obat......…........................... 44
5.2.1.2 Analisis KNC penyiapan obat………....................... 48
5.2.1.3 Analisis KNC pemberiaan obat……….................... 53
5.2.1.4 Analisis Dampak uji Paired T-test............................. 54
5.2.2 Keterbatasan Penelitian…………………………………….. 57
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………... 58
6.1 Kesimpulan…………………..……….……………………………… 58
6.2 Saran………………………………………………………………… 59
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………..…………... 60
LAMPIRAN………………………………………………………………………. 64
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Kategorisasi KNC 26
Tabel 4.1 Rincian variable penelitian 32
Tabel 5.1 Data KNC pelayanan kefarmasian April – Mei 2016 37
Tabel 5.2 Data Analisis KNC Pelayanan Kefarmasian bulan April
dan Mei 2016
38
Tabel 5.3 Statistik sampel paired T-test 39
Tabel 5.4 Korelasi sampel paired T-test 40
Tabel 5.5 Nilai hasil sampel paired T-test 40
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Diagram kesalahan pengobatan menurut Medication
Practices 2002
13
Gambar 2.2 Model diagram fishbone 22
Gambar 5.1 Grafik persentase insiden KNC pelayanan kefarmasian
pada bulan April dan Mei 2016
42
Gambar 5.2 Model diagram fishbone KNC upaya perbaikan 56
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian 64
Lampiran 2. Lembar rekapitulasi data KNC 65
Lampiran 3. Denah dan Alur Perjalanan Resep di Apotek
Rawat Jalan Rumkital Dr. Mintohardjo
66
Lampiran 4. Penjabaran Ketidaktepatan Nama, Dosis, Aturan
Pakai dan Bentuk Sediaan Obat
67
Lampiran 5. Penjabaran Ketidaklengkapan Obat Secara Klinis 70
Lampiran 6. Penjabaran Kesalahan dalam Mengambil dan
Meracik Obat
71
Lampiran 7. Contoh Resep 72
Lampiran 8. Tempat Penyimpanan Obat tablet, cream dan
syrup
73
Lampiran 9. Tempat Penyimpanan Obat High Alert 74
Lampiran 10. Tempat Entry Resep 75
Lampiran 11. Contoh Etiket Obat 75
Lampiran 12. Dokumentasi sosialisasi hasil penelitian KNC
bulan April 2016
76
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 menjelaskan
Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur serta pengendalian mutu pelayanan
kefarmasian yang dipergunakan sebagai pedoman kegiatan yang sedang berjalan
maupun yang sudah berlalu dan dapat dilakukan melalui monitoring dan evaluasi
dengan tujuan untuk menjamin pelayanan kefarmasian yang sudah dilaksanakan
sesuai dengan rencana dan upaya perbaikan kegiatan yang akan datang.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
menjelaskan bahwa rumah sakit wajib melaksanakan standar keselamatan pasien.
Definisi tentang keselamatan pasien diungkapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1691/Menkes/PER/VII/2011 yang menyatakan bahwa
keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman yang meliputi penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan
hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegahterjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.
Medication Error merupakan salah satu penyebab cedera pasien yang dapat
dicegah. Medication Error (ME), didefinisikan sebagai kesalahan dalam peresepan,
penyiapan dan pemberian obat, apakah ada konsekuensi yang merugikan atau tidak.
Kesalahan ini dapat terjadi pada setiap tahap dalam proses penggunaan obat dari
peresepan sampai pemberian kepada pasien (NMIC Bulletins, 2001). Studi yang
dilakukan di 36 rumah sakit menemukan bahwa pada setiap kemungkinan terjadi dua
ME setiap harinya. ME dapat terjadi dalam menentukan obat dan regimen dosis antara
lain: (1) Kesalahan dalam peresepan: resep tidak rasional, resep yang tidak tepat dan
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tidak efektif, kelebihan dosis, kekurangan dosis dalam penulisan resep. (2) Penulisan
resep: kesalahan dalam mengartikan resep. (3) Manufaktur dalam formulasi: salah
dosis, keliru kemasan. (4) kesalahan memformulasi: salah obat, formulasi yang salah,
label yang salah. (5) pemberian atau pengambilan obat: salah dosis, salah rute,
frekuensi yang salah, dan durasi yang salah. (J.K. ARONSON, 2009).
Berdasarkan Laporan Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien (Kongres
PERSI September 2006), dari 10 besar insiden yang dilaporkan, kesalahan dalam
pemberian obat menduduki peringkat pertama (24,8%). ME adalah jenis error yang
paling umum terjadi di berbagai rumah sakit.
Ada beberapa istilah untuk menjelaskan tindakan yang bertujuan untuk
mengurangi risiko pada pasien. Dari beberapa istilah tersebut adalah Kejadian Tidak
Diharapkan/KTD (adverse event) dan Kejadian Nyaris Cedera/KNC (near miss).
KTD dapat dikatagorikan menjadi KTD yang dapat dicegah atau tidak dapat dicegah.
KTD yang dapat dicegah disebut KNC. (Depkes, 2008).
KNC adalah sebuah peristiwa yang tidak direncanakan, yang tidak
mengakibatkan cedera, sakit, atau kejadian yang merugikan, tetapi memiliki potensi
untuk terjadi. Pencegahan KNC ini sangat menguntungkan karena dapat mencegah
kerugian atau kematian. Sebuah proses atau sistem manajemen yang selalu salah
adalah akar penyebab peningkatan risiko yang mengarah ke KNC dan harus menjadi
fokus perbaikan (National Safety Council Alliance,2013).
Menurut Anderson (2010), pelaporan tentang KNC dapat digunakan untuk
mengurangi terjadinya kesalahan pengobatan. Hal itu disebabkan karena data KNC
dapat direview dan dianalisis untuk mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan
masalah dan strategi pengurangan kesalahan yang tepat agar dapat
diimplementasikan. Selain itu, adanya pengurangan angka KNC akan berdampak pula
pada penurunan angka KTD sehingga terjadinya kesalahan pengobatan pun dapat
diminimalkan.
Di Indonesia, data tentang KTD dan KNC dikategorikan masih sedikit untuk
ditemukan karena standar pelayanan kesehatan di Indonesia masih kurang optimal
(Depkes RI, 2006). Angka KTD dan KNC masih belum terdokumentasi dengan baik,
sehingga diperlukan penerapan program keselamatan pasien agar terhindar dari
masalah malpraktek yang semakin banyak terjadi dan tentu saja agar dapat
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
meningkatkan mutu, efektifitas dan efisiensi pelayanan kesehatan yang diberikan dari
Rumah Sakit kepada pasien (Cinderasuci, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian di Rumah sakit Pondok Indah (RSIP) KNC lebih
sering terjadi sebesar 73,7% dibandingkan KTD 26,3 %. Bentuk KNC dan KTD yang
didapat dari laporan adalah lebih besar terjadi pada proses penyiapan obat
(Hestikawati, 2011). Penelitian KNC di Rumah Sakit Umum Surya Husada mendapati
bahwa tenaga medis yang tidak melaksanakan pemberian tepat dosis sebanyak 8,8%,
ketidaktepatan waktu sebanyak 8,1%, dan tidak dilakukannya pendokumentasian yang
benar sebanyak 17,6% (Virawan, 2012). Laporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)
oleh KKP-RS (Komite Keselamatan Pasien-Rumah Sakit) di Indonesia pada bulan
Januari-April 2011, menemukan bahwa kasus KTD (14,41%) dan KNC (18,53%)
yang terjadi, disebabkan karena proses atau prosedur klinik dan terapi sebanyak
9,26%, serta pasien jatuh sebanyak 5,15%. Pada tahun 2003-2004, kurang lebih
885.832 KTD dan KNC terjadi di 256 kejadian akut pada National Health Service
(NHS) dan pada tahun 2004-2005, ada 974.000 KTD dan KNC. Berdasarkan hasil
pelaporan diatas dapat terlihat bahwa KNC dan KTD semakin meningkat disetiap
tahunnya.
Berdasarkan berbagai temuan dari data laporan ME dan KNC diatas, maka
perlu dilakukan intervensi sosialisasi mengenai KNC untuk menurunkan tingkat KNC
serta mengetahui tingkat KNC yang terjadi pada pasien rawat jalan di Rumkital Dr.
Mintohardjo yang belum pernah diteliti sebelumnya.
Rumkital Dr. Mintohardjo memiliki jumlah peresepan yang banyak dan
jumlah peresepan tiap harinya mencapai kira-kira 200-300 resep. Banyaknya resep
yang masuk ke Apotek Rumkital Dr. Mintohardjo ini memerlukan waktu proses
pengolahan resep yang cepat dan tepat sehingga berpotensi menyebabkan KNC.
Mekanisme KNC di Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo mengacu kepada
Buku Saku tentang Tanggung Jawab Apoteker terhadap Keselamatan Pasien yang
diterbitkan oleh Depkes RI pada tahun 2008. Mekanisme KNC dapat terjadi pada
tahap peresepan, penyiapan dan pemberian obat. Apoteker yang menemukan atau
terlibat dalam terjadinya KNC pada ketiga tahap tersebut, maka harus
menindaklanjutinya. Setelah ditindaklanjuti, apoteker segera melaporkan insiden
KNC dalam formulir yang telah dibuat kepada Apoteker Penanggung Jawab untuk
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
diperiksa dan dilakukan grading risiko terhadap insiden tersebut sebelum diserahkan
kepada Tim Keselamatan Pasien (KP) di RS.
Pada tanggal 1 April telah dilakukan penelitian mengenai KNC pelayanan
kefarmasian di apotek Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo, pada tanggal 5 Mei
telah dilakukan intervensi sosialisasi hasil penelitian selama bulan April dan bahaya
KNC pelayanan kefarmasian, yang bertujuan untuk meminimalisir KNC pelayanan
kefarmasian. Sosialisasi dilakukan kepada seluruh staff apotek dan staff Depertemen
Farmasi di Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo, yang nantinya akan dilakukan
penelitian kembali dibulan Mei untuk melihat perbandingan KNC setelah dilakukan
sosialisasi.
Dari uraian di atas dapat di usulkan penelitian yang berjudul, STUDI
PROSPEKTIF DAMPAK INTERPENSI SOSIALISASI TERHADAP KEJADIAN
NYARIS CEDERA PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK PASIEN
RAWAT JALAN RUMKITAL DR. MINTOHARDJO PERIODE APRIL - MEI
2016. Adapun metode yang dilakukan dalam penelitian ini berupa studi observasional
yang bersifat kualitatif dan dilakukan secara prospektif. Variabel-variabel yang
diamati dalam studi prospektif ini yaitu tahap peresepan, penyiapan dan pemberian
obat untuk pasien rawat jalan.
Laporan data prospektif KNC didapatkan dari diobservasi langsung oleh
peneliti, yakni pada bulan April sampai Mei 2016 dan dilakukan pada hari kerja dari
pukul 10.00 hingga pukul 14.00 karena pada jangka waktu tersebut merupakan
puncak dari banyaknya resep yang masuk, sehingga kemungkinan terjadinya KNC
pun besar. Pengolahan data kualitatif dilakukan dengan memaparkan fenomena yang
terjadi dengan bantuan tabel atau gambar menggunakan diagram fishbone (tulang
ikan) kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data menggunakan analisis statistis
parametik dengan menggunakan metode Paired T-test.
Data kualitatif KNC yang telah diolah tersebut, kemudian dievaluasi faktor-
faktor yang paling berkontribusi menyebabkan terjadinya KNC, melihat perubahan
tingkat KNC setelah dilakukannya sosialisasi, serta penelusuran upaya-upaya yang
sebaiknya dilakukan agar meminimalkan terjadinya KNC berdasarkan jurnal-jurnal
terkait, sehingga penelitian ini diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas
pelayanan kefarmasian kepada pasien untuk mendapatkan hasil terapi yang optimal
serta mendukung pelaksanaan patient safety di Rumah sakit TNI AL Dr. Mintohardjo.
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa masih banyak terdapat Kejadian
Nyaris Cedera di berbagai Rumah Sakit di Indonesia, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah faktor yang mendominasi penyabab terjadinya KNC pelayanan
kefarmasian ?
2. Apakah terdapat perubahan tingkat KNC yang singnifikan setelah
dilakukan sosialisasi ?
3. Apa saja upaya-upaya yang sebaiknya dilakukan untuk mencegah atau
meminimalkan terjadinya KNC ?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pola
KNC pelayanan kefarmasian pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit TNI AL
Dr. Mintohardjo.
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk :
a. Untuk melihat angka KNC pelayanan kefarmasian melalui
beberapa aspek pada masing-masing peresepan, penyiapan dan
pemberian obat.
b. Untuk melihat perubahan tingkat KNC setelah dilakukan
sosialisasi untuk penurunan KNC pelayanan kefarmasian di RS
TNI AL Mintoharjo.
c. Untuk menentukan upaya-upaya yang harus dilakukan agar
angka KNC pada pasien rawat jalan dapat diminimalkan.
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat, sebagai berikut :
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambagi lmu
pengetahuan dalam bidang peningkatan pelayanan kefarmasian dan keselamatan
pasien khususnya KNC yaitu peresepan, penyiapan dan pemberian obat.
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan masukan dalam menurunkan KNC
pelayanan kefarmasian di RS. TNI AL Dr. Mintohardjo sehingga dapat
mendukung upaya pelaksanaan keselamatan pasien dan pelayanan kefarmasian di
RS. TNI AL Dr. Mintohardjo.
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Permenkes RI No. 58). Pelayanan kefarmasian
adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam
pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Depkes RI, 2004).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun
2014 Pasal 1 ayat 2 menjelaskan Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur
yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian. Pasal 1 ayat 3 menjelaskan Pelayanan Kefarmasian adalah suatu
pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58
pasal 2 menjelaskan Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit
bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
c. dan melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
2.2 Keselamatan Pasien (patient safety)
Perawatan kesehatan merupakan industri beresiko tinggi yang telah ada sejak
satu dekade atau lebih dalam perhatiannya untuk memastikan keselamatan dasar.
Keselamatan merupakan langkah awal yang penting dalam meningkatkan kualitas
kepedulian. Penelitian Praktik Kedokteran Harvard, studi penelitian pada fokus ini,
telah diterbitkan hampir sepuluh tahun yang lalu; penelitian lainnya telah menguatkan
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
fokus ini dan hingga kini, beberapa tindakan nyata untuk meningkatkan pasien
keselamatan dapat ditemukan (Institute Of Medicine, 2000).
Keselamatan pasien dikembangkan sejalan dengan pemikiran Internasional,
yang dinyatakan secara pasti dalam penelitian Amerika : To Err is Human: Building a
Safer Health System (2000), bahwa sebuah kejadian yang berakibat atau berisiko
membahayakan pasien jauh lebih mungkin dihasilkan dari kegagalam sistemik daripada
aksi individual tenaga kesehatan. Upaya untuk meningkatkan keselamatan pasien tidak
seharusnya fokus pada hukuman secara individual terhadap kesalahannya, melainkan
pada penghilangan aspek “penyebab error” pada proses pelayanan kesehatan. Hal ini
memerlukan penggeseran dari “budaya saling menyalahkan” dalam insiden yang
sekiranya memicu sifat saling menyalahkan pada tiap individu tenaga kesehatan (House
of Commons Health Committee : Patient Safety, 2009).
2.2.1 Defenisi Keselamatan Pasien
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Pasal
43 ayat 1 menjelaskan bahwa rumah sakit wajib melaksanakan standar keselamatan
pasien. Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka
kejadian tidak diharapkan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1691/Menkes/PER/VII/2011 yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patient
safety) adalah suatu sistem dimana Rumah Sakit membuat asuhan pasien lebih aman
yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Menurut Sir Liam Donaldson (Ketua WHO world Alliance For Patient Safety
pada tahun 2006-2007) mengungkapkan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien
bukan sebuah pilihan akan tetapi merupakan hak pasien untuk percaya pada pelayanan
yang diberikan oleh suatu sistem pelayanan (dikutip, DedeSM 2013). Menurut IOM,
keselamatan pasien (patien sefety) didefenisikan sebagai kebebasan dari cedera akibat
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kecelakaan. Cedera akibat kecelakaan disebabkan karena kesalahan yang meliputi
kegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan.
Cedera akibat dari melaksanakan tindakan yang salah (commission) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).
Menurut Binfar Depkes RI (Tentang Keselamatan Pasien, 2008) ada beberapa
istilah dalam yang digunakan dalam kesalamatan pasien, diantaranya:
a. Kesalahan Medis (medication error) Medication error adalah suatu kesalahan
dalam proses pengobatan yang masih dalam pengawasan dan tanggung jawab
profesi kesehatan, pasien atau konsumen, dan seharusnya dapat dicegah (Cohen,
1991).
b. KTD adalah kejadian yang mengakibatkan cedera pasien akibat pelaksanaan
suatu tindakan atau akibat tidak melaksanakan tindakan yang perlu
dilakukan,dan bukan karena penyakit dasar atau kondisi pasien (Kohn, 2000).
c. KNC adalah keadaan yang tidak menimbulkan KTD, namun memiliki
kesempatan besar untuk terjadinya KTD (Joint Commission Assosiation of
Health Organization, 2005).
d. Kejadian Sentinel (KS) adalah kejadian tidak terduga yang mengakibatkan
kematian, cedera berat pada fisik atau psikologi atau resiko yang mengarah ke
kematian atau cedera berat. Istilah ini dipakai untuk kejadian yang sangat tidak
diharapkan atau tidak dapat diterima. (Joint Commission Assosiation of Health
Organization, 2005).
2.2.2 Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Standar keselematan pasien rumah sakit merupakan acuan bagi rumah sakit di
indonesia. standar keselematan pasien rumah sakit disusun oleh Depertemen Kesehatan
(Depkes RI) tahun 2006. Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar
yaitu:
1) Hak pasien
2) Mendidik pasien dan keluarga
3) Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4) Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien
5) Peran pemimpin dalam meningkatkan keselamatan pasien
6) Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
2.3 Kesalahan Pengobatan (Medication Error)
Pengobatan merupakan sebuah proses antara pasien dengan petugas
kesehatan yang saling berinteraksi mencapai tujuan yaitu kesembuhan dan
derajat kesehatan pasien yang lebih baik. Selama proses pemberian medikasi
berlangsung, terdapat kesalahan yang mungkin terjadi baik disebabkan oleh
tenaga kesehatan maupun oleh pasien itu sendiri yang lebih dikenal dengan
istilah medication error.
Keputusan penggunaan obat selalu mengandung pertimbangan antara
manfaat dan risiko. Tujuan pengkajian farmakoterapi adalah mendapatkan luaran
klinik yang dapat dipertanggungjawabkan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien dengan risiko minimal. Berdasarkan Laporan Peta Nasional Insiden
Keselamatan Pasien (Kongres PERSI September 2006), kesalahan dalam
pemberian obat menduduki peringkat pertama (24,8%) dari 10 besar insiden
yang dilaporkan. Jika disimak lebih lanjut, dalam proses penggunaan obat yang
meliputi prescribing, transcribing, dispensing, dan administering, dispensing
menduduki peringkat pertama. Dengan demikian, keselamatan pasien
merupakan bagian penting dalam risiko pelayanan rumah sakit selain risiko
keuangan, risiko properti, risiko tenaga profesi, maupun risiko lingkungan dan
pelayanan dalam risiko manajemen (Depkes, 2008).
Sejak tahun 1992, the Food and Drug Administration telah menerima
20.000 laporan tentang kesalahan pengobatan.kesalahan pengobatan
Diperkirakan 7000 orang meninggal pertahun (The Business Case for
Medication Safety, February 2003). A Havard Practise Study menemukan
bahwa kurang lebih 1 juta kecelakaan terjadi setiap tahunnya, akibat efek yang
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tidak diinginkan dari obat dimana 25-50% yang sebenarnya dapat dicegah.
kesalahan pengobatan yang di temukan oleh Ann Lykkegaard Soerensen (team)
di Aalborg University Hospital, Denmark,dari 1.082 sampel ditemukan 189 error
yang terjadi, dimana peluang terjadinya kesalahan(17%) dari data yang
berpotensi membahayakan (8%). Frekuensi kesalahan terjadi pada resep (5%),
penyiapan (10%), administrasi(75%). Kesalahan yang paling umum adalah
kelalaian dari melakukan input dosis rezim dikomputerisasi oleh dokter.
2.3.1 Defenisi Medication Error
Menurut Kementrian Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004,
kesalahan pengobatan adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian
obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat
dicegah. Kerugian yang dialami pasien bisa bermacam-macam mulai dari
kerugian dalam hal biaya bahkan sampai meninggal.
Kesalahan pengobatan didefinisikan sebagai kesalahan dalam peresepan ,
penyiapan dan pemberian obat,apakah ada konsekuensi yang merugikan atau
tidak. medication error merupakan salah satu penyebab cedera pasien yang dapat
dicegah . Kesalahan ini dapat terjadi pada setiap tahap dalam proses penggunaan
obat dari peresepan sampai pemberian kepada pasien (NMIC Bulletins, 2001).
kesalahan pengobatan atau kesalahan pelayanan obat menurut NCC
MERP yaitu setiap kejadian yang dapat dihindari yang menyebabkan atau
berakibat pada pelayanan obat yang tidak tepat atau membahayakan pasien
sementara obat berada dalam pengawasan tenaga kesehatan atau pasien.
2.3.2 Tahapan Kejadiaan kesalahan pengobatan
Menurut NCC MERP, 2012, kejadian kesalahan pengobatan dapat dibagi
menjadi 3 yaitu kesalahan peresepan obat, kesalahan penyiapan obat dan
kesealahan pemberian obat.
1. Kesalahan peresepan adalah kesalahan yang dapat timbul karena pemilihan
obat yang salah untuk pasien. Kesalahan meliputi dosis, jumlah obat,
indikasi, atau peresepan obat yang seharusnya menjadi kontraindikasi.
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kekurangan pengetahuan tentang obat yang diresepkan, dosis yang
direkomendasikan dan kondisi pasien berkontribusi dalam prescribing
errors. Faktor lain yang berkontribusi meliputi penulisan resep yang sulit
dibaca, sejarah pengobatan pasien yang tidak akurat, keraguan nama obat,
penulisan angka desimal pada obat, penggunaan singkatan, serta permintaan
secara lisan.
2. Kesalaahan penyiapan terjadi pada saat pelayanan resep atau peracikan,
yaitu saat resep diserahkan ke apotek sampai penyerahan obat kepada pasien.
Kesalaahan penyiapan terjadi sekitar 1-24% meliputi kesalahan dalam
pemilihan kekuatan atau pemilihan obat. Kesalaahan penyiapan juga dapat
terjadi pada setiap tahap selama proses penyiapan obat dari penerimaan resep
di apotek melalui pasokan dari produk sampai dibagikan kepada pasien.
Studi di Amerika Serikat telah memperkirakan bahwa kesalahan penyiapan
terjadi dengan tingkat 1-24%. kesalahan Pemberian Obat dapat merusak
kepercayaan pasien di apoteker dan meningkatkan kemungkinan kesalahan
prosedur. Kesalahan ini meliputi pemilihan produk obat. Hal ini terjadi
karena dua atau lebih obat memiliki penampilan yang sama atau nama yang
sama (LASA). Penggunaan komputerisasi pelabelan telah menyebabkan
munculnya kesalahan transkripsi dan pengetikan, dimana keduanya
merupakan penyebab paling umum dari kesalahan penyiapan. kesalahan
penyiapan yang berpotensial lainnya termasuk dosis yang salah, obat yang
salah, pasien yang salah.
3. Kesalahan dalam pemberian obat didefinisikan sebagai perbedaan antara
obat Terapi yang diterima oleh pasien dan obat terapi yang dimaksudkan
oleh penulisan resep (dokter). Kesalahan pemberian obat sebagian besar
melibatkan kelalaian dimana proses pemberian obat dihilangkan karena
berbagai faktor misalnya salah pasien, kurangnya stok. Jenis lain dari
kesalahan pemberian obat termasuk salah teknik pemberiani, pemberian obat
kadaluarsa dan pereparasi obat yang salah diberikan, Bisa juga karena salah
dalam menuliskan instruksi pemakaian obat kepada pasien atau salah
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
memberi penjelasan secara lisan kepada pasien sehingga pasien pun akhirnya
salah dalam menggunakan obat tersebut.
Medication error dapat terjadi pada setiap fase dalam menejemen logistik
farmasi seperti pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.1: Diagram proses kesalahan pengobatan menurut Medication Practices
2002
Kejadian kesalahan pengobatan dalam rantai proses pengobatan, kesalahan
pengobatan dapat terjadi sejak resep dituliskan hingga pasien menggunakan obat
yang telah diresepkan. dalam surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004, kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu
(1) fase peresepan obat, (2) fase pembacaan resep, (3) fase penyiapan obat dan (4)
fase pemberian obat oleh pasien. Kesalahan dalam pengobatan pada fase peresepan
obat adalah kesalahan yang terjadi pada fase penulisan resep. Fase ini meliputi :
obat yang diresepkan tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien atau kontraindikasi,
tidak tepat obat atau ada obat yang tidak ada indikasinya, tidak tepat dosis dan
aturan pakai. Pada fase pembacaan resep, kesalahan terjadi pada saat pembacaan
resep untuk proses penyiapan. kesalahan pada fase penyiapan terjadi pada saat
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penyiapan hinga penyerahan resep oleh petugas apotek. Sedangkan kesalahan pada
fase pemberian adalah kesalahan yang terjadi pada saat penggunaan obat. Fase ini
dapat melibatkan petugas apotek dan pasien atau keluarganya.
2.3.3 Faktor-faktor Yang Menyebabkan Kesalahan Pengobatan
Kesalahan dapat terjadi pada beberapa langkah, dimulai dari pemberian
resep sampai penyediaan akhir obat ke pasien. Penyebab umum kesalahan medikasi
meliputi diagnosis yang tidak tepat, kesalahan pemberian resep, kekeliruan dalam
penghitungan dosis, praktek distribusi obat yang buruk, masalah terkait obat dan
perangkatnya, pemberian obat yang tidak tepat, adanya kegagalan komunikasi antar
tenaga kesehatan dan kurangnya edukasi pasien (AMCP, 2010).
Menurut American Society of Health-System Pharmacists (ASHP) dalam
Guideline on Preventing Medication Errors in Hospitals, penyebab-penyebab
umum yang memicu terjadinya medication error, yaitu diantaranya :
1. Adanya ambigu pada penunjukkan di label atau di dalam pengemasan.
2. Nomenklatur produk obat [Look-Alike-Sound-Alike (LASA) , penggunaan
huruf atau nomor prefiks dan sufiks dalam nama obat]
3. Adanya kegagalan atau kerusakan pada alat kesehatan
4. Resep yang tak terbaca
5. Transkripsi yang tidak tepat
6. Perhitungan dosis yang tak tepat
7. Personil yang tidak cukup terlatih
8. Menggunakan singkatan yang tidak dimengerti dalam resep
9. Kesalahan dalam pelabelan
10. Beban kerja yang berlebihan
11. Penyimpangan dalam kerja individu
12. Tidak tersedianya obat
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.4 Upaya – Upaya Pencegahan Kesalahan Pengobatan
Upaya intervensi untuk meminimalkan insiden belum sempurna tanpa
disertai upaya pencegahan. Upaya pencegahan akan lebih efektif jika dilakukan
bersama dengan tenaga kesehatan lain (multidisiplin) terkait penggunaan obat,
terutama dokter dan perawat. (Depkes, 2008).
Menurut The Academy of Managed Care Pharmacy (AMCP), terdapat
kunci- kunci untuk mencegah medication error, yang diantaranya :
1. Edukasi kepada pasien
Tenaga kesehatan professional harus menyediakan pendidikan pasien yang
adekuat tentang tata cara penggunaan obat yang tepat sebagai bagian dari program
pencegahan medication error. Beberapa contoh instruksi kepada pasien yang dapat
membantu mencegah medication error, antara lain :
a. Mengetahui nama dan indikasi pengobatan yang sedang dijalani
b. Membaca informasi obat di lembaran yang disediakan oleh Apoteker
c. Tidak berbagi obat
d. Selalu mengecek tanggal kadaluwarsa obat
e. Pelajari tentang penyimpanan obat yang benar
f. Jauhkan obat-obatan dari jangkauan anak-anak
g. Pelajari tentang peringatan dan interaksi obat
2. Prior Authorization
Program prior authorization digunakan oleh sistem perawatan kesehatan
sebagai alat untuk membantu dalam menyediakan kualitas, keuntungan
peresepean obat yang ekonomis dan efektif. Meningkatkan keselamatan pasien
dengan cara mempromosikan penggunaan obat yang tepat merupakan fungsi
integral dari program prior authorization ini. Medication error dapat dikurangi
oleh sistem prior authorization dengan berbagai cara.
3. Teknologi elektronik
a. Bar coding
Salah satu cara di mana teknologi elektronik dapat meningkatkan
keselamatan pasien dan mengurangi kesalahan pengobatan adalah melalui
penggunaan kode yang dapat dibaca mesin standar ("bar kode"). Pengobatan bar
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
coding adalah alat yang dapat membantu memastikan bahwa obat yang tepat dan
dosis yang tepat diberikan kepada pasien yang tepat. NCCMERP
merekomendasikan US Food and Drug Administration (FDA), the United States
Pharmacopeia (USP), and pharmaceutical manufacturers untuk berkolaborasi
dalam menciptakan teknologi bar coding dengan cara menanamkan informasi
berikut ke dalam bar kode obat :
Kode Obat Nasional (NDC) : nomor yang mengidentifikasikan obat,
bentuk sediaan dan kekuatan obat.
Lot/Kontrol/Nomor Batch : untuk membantu jika ada kasus
penarikan obat.
Tanggal kadaluwarsa : untuk membantu memastikan bahwa pasien
tidak menerima obat yang kadaluwarsa.
b. Electronic Prescription Record (EPR)
Sebuah rekam resep elektronik (EPR) mengandung semua data legal
yang diperlukan untuk diisi, diberi label, disiapkan dan/atau untuk memasukkan
permintaan pembayaran untuk peresepan. Apoteker menggunakan EPR sebagai
alat untuk mengurangi medication errors dengan cara memperhatikan interaksi
obat, duplikasi obat dan kontraindikasi. EPR ini juga dapat membantu
mengurangi medication errors dengan cara membantu Apoteker dalam
memonitor dan mengaudit penggunaan obat dan dengan cara memfasilitasi
komunikasi diantara tenaga kesehatan untuk meningkatkan pelayanan kepada
pasien.
c. E-prescribing
Penggunaan peresepan elektronik dengan cara memasukkan perintah
resep pada komputer, yang dikenal sebagai Computerized Physician Order
Entry (CPOE). CPOE adalah teknologi yang dapat membantuk mencegah
beberapa kesalahan medik. Sistem CPOE memperkenankan dokter untuk
memasukkan perintah resep ke dalam komputer atau alat lain secara langsung,
dengan demikian dapat menghilangkan atau mengurangi kebutuhan resep tulisan
tangan secara signifikan. E-prescribing dan CPOE dapat mengurangi kesalahan
medik dengan cara menghilangkan resep tulisan tangan yang tak terbaca,
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
memastikan terminologi dan singkatan-singkatan yang tepat, dan mencegah
adanya resep yang ambigu dan informasi yang hilang pada resep.
1. Electronic Drug Utilization Review (DUR)
Proses DUR online memungkinkan Apoteker untuk mengatur
sebuah review dari urutan resep pada saat diperlukan dalam kegiatan
penyiapan obat dan secara pro aktif dalam mengatasi masalah obat, seperti
interaksi obat-obat, penggunaan obat yang berlebihan, penggunaan obat
yang kurang dan masalah alergi. Teknologi ini juga memungkinkan
Apoteker untuk menilai urutan resep pada saat meracik dan menggunakan
informasi dari rekam medik dan/atau apotek, dan untuk menentukan
kesesuaian terapi obat yang diresepkan.
2. Automated Medication Dispensing
Sistem dispensing otomatis saat ini digunakan secara luas sebagai
metode penyiapan obat yang intensif dan sedikit menggunakan tenaga
kerja. Sistem dispensing otomatis lebih efisien dalam melakukan tugas-
tugas Apoteker yang membosankan, gerakan yang berulang, yang
membutuhkan konsentrasi tinggi dan tugas pencatatan, dimana hal-hal
tersebut dapat menyebabkan dispensing errors.
3. Prosedur Kontrol Kualitas Internal
Kebanyakan pengaturan dispensing obat telah mengembangkan
prosedur evaluasi kualitas. Praktik-praktik ini memberikan evaluasi alur
kerja dan analisis pelaporan kesalahan, yang nantinya akan menghasilkan
perlindungan yang sangat baik dari medication error.
2.4 Near Miss (Kejadian Nyaris Cedera)
2.4.1 Defenisi Kejadian Nyaris Cedera
Kejadian Nyaris Cedara (KNC) adalah sebuah peristiwa yang tidak
direncanakan, yang tidak mengakibatkan cedera, sakit, atau kejadian yang
merugikan, tetapi memiliki potensi untuk terjadi. KNC ini sangat
menguntungkan karena dapat mencegah kerugian atau kematian, dan
kemungkinan terjadi sangat besar. Sebuah proses atau sistem manajemen yang
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
selalu salah adalah akar penyebab peningkatan risiko yang mengarah KNC dan
harus menjadi focus perbaikan (National Safety Council Alliance,2013). Di
Indonesia data tentang Kejadian Tidak Dinginkan (KTD) apalagi KTD masih
langka, namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan “mal praktek”, yang
belum tentu sesuai dengan pembuktian akhir. Dalam rangka meningkatkan
keselamatan pasien di rumah sakit maka Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia telah mengambil inisiatif membentuk Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KKP-RS). KNC merupakan suatu kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya diambil yang
dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, yang disebabkan
karena keberuntungan, pencegahan atau peringatan (KPP-RS, 2008).
KNC lebih sering terjadi dibandingkan dengan KTD, Data KNC harus
dianalisa agar pencegahan dan pembentukan sistem dapat dibuat sehingga
cedera tidak terjadi. Pada sebahagian besar kasus KNC memberi dampak pada
pembuatan model penyebab insiden (incident causation model) atau proses
hingga KNC. Model peyebab terjadinya insiden, KNC berperan sebagai pelapor
awal sebelum terjadinya KTD. KNC meyediakan 2 tipe informasi terkait dengan
keamanan pasien: (Robert, 2002 dalam Aspen 2004).
1. Kelemahan dari sistem pelayanan kesehatan (kesalahan dan kegagalan
termasuk tidak kuatnya sistem pertahanan)
2. Kekuatan dari sistem pelayanan kesehatan ( tidak ada perancanaan,
tindakan pemulihan secara informal.
Tujuan sistem pelaporan KNC (Kaplan,2002 dalam Yully.H.M,2013):
- Pemodelan: Bertujuan melihat lebih mendalam bagaimana kegagalan atau
kesalahan berkembang menjadi KNC. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi terjadinya kejadian diawal, bagaimana meningkatkan
keamanan pasien, bagaimana mencegah hal ini tidak terjadi, memberi penguatan
pada model pemecahan masalah yang diambil pada kasus sebelumnya.
- Arah atau kecenderungan yang bertujuan melihat kecenderungan terjadinya
masalah (masalah apa yang sering terjadi, faktor apa saja yang berkontribusi
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terhadap terjadinya masalah, menyediakan cara pemecahan masalah yang paling
efektif dan prioritas untuk dijalankan,
- Meningkatkan kesadaran dan kehati-hatian
2.4.2 Prevalensi Kejadian Nyaris Cedera
Hasil penelitian di Rumah sakit Pondok Indah (RSIP) KNC lebih sering
terjadi Sebesar 73,7% dibandingkan dengan KTD 26,3 %. Bentuk KNC dan
KTD yang didapat dari laporan kejadian yaitu: ketidak sesuaian identifikasi
pasien seperti penulisan nomor medical record, nama pasien salah, penempelan
stiker, nama pasien tidak sama dengan penulisan manual, kesalahan penulisan
kamar pasien, kesalahan dalam pemberian obat (salah pasien, dosis, jenis obat),
sampel darah pasien tertukar, dan pasien jatuh (Yully,2011).
Hasil penelitian KNC di Rumah Sakit Umum Surya Husada, tenaga
Medis yang tidak melaksanakan pemberian tepat dosis 8,8%, ketidak tepatan
waktu 8,1%, Pendokumentasian yang benar 17,6% (Koen,2012). Laporan
Insiden Keselamatan Pasien (IKP) oleh KKP-RS (Komite Keselamatan Pasien-
Rumah Sakit) di Indonesia pada bulan Januari-April 2011, menemukan bahwa
adanya pelaporan kasus KTD (14,41%) dan KNC (18,53%) yang disebabkan
karena proses atau prosedur klinik (9,26%), medikasi (9,26%), dan pasien jatuh
(5,15%). Sebuah penelitian di Utah dan Colorado (USA) melaporkan KNC
sebanyak 2,9% dimana 6,6%-nya meninggal dunia. Sebanyak 44.000 warga
Amerika meninggal setiap tahunnya akibat kesalahan medis (medical error)
(IOM, 2000). Sebuah sumber ketiga dan yang terbaru dari data prevalensi
berasal dari kantor Inggris Audit Nasional. Pada tahun 2003-2004, kurang lebih
885.832 KTD dan KNC terjadi di 256 kejadian akut pada National Health
Service (NHS), ambulans, dan Perserikatan Kesehatan Mental (96% di NHS);
dan pada tahun 2004-2005, ada 974.000 KTD dan KNC.
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5 Sosialisasi
Menurut Vembriarto ( dalam Khairudin 2008,: 63), menyebutkan Sosialisasi
adalah sebuah proses belajar yaitu proses akomodasi dengan mana individu menahan,
mengubah impuls-impuls dalam dirinya dan mengambil cara hidup atau kebudayaan
masyarakatnya. Dalam proses sosialisasi itu individu mempelajari kebiasaan, sikap ide-
ide, pola-pola, nilai dan tingkah laku, dan standard tingkah laku dalam masyarakat di
mana ia hidup. Semua sifat kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu
disusun dan dikembangkan sebagai suatu kesatuan system dalam diri pribadinya.
Menurut Jaeger ( dalam Sunarti Kamanto 2000,: 33), Membagi dua pola sosialisasi
antara lain; Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada penggunaan
hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada
penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Dalam pola sosialisasi represif, juga
menekanan pada kepatuhan karyawan dalam melakukan pekerjaan. Penekanan pada
komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah; penekanan titik berat
sosialisasi terletak pada pimpinan dan keinginan karyawan untuk berubah, dan peran
seluruh karyawan sebagai significant other. Sedangkan dalam Pola Sosialisasi yang
partisipatoris (participatory socialization), merupakan pola di mana karyawan diberi
imbalan ketika berperilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik.
Menurut tahapannya sosialisasi oleh dibedakan Berger dan Luckman (Soe’oed
dalam ihromi, 1999: 32), menjadi dua tahap yakni:
1. Sosialisasi primer, sebagai sosialisasi yang pertama dijalani individu semasa kecil,
melalui mana ia menjadi anggota masyarakat; dalam tahap ini proses sosialisasi
primer membentuk kepribadian anak kedalam dunia umum, dan keluargalah
yang berperan sebagai agen sosialisasi.
2. Sosialisasi sekunder, didefinisikan sebagai proses berikutnya yang memperkenalkan
individu yang telah disosialisasi ke dalam sektor baru dari dunia objektif
masyarakatnya; dalam tahap ini proses sosialisasi mengarah pada terwujudnya
sikap profesionalisme (dunia yang lebih khusus); dan dalam hal ini yang
menjadi agen sosialisasi adalah lembaga pendidikan.
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6 Root Cause Analysis (RCA)
2.6.1 Definisi RCA
Root Cause Analysis adalah proses terstruktur yang membantu dalam
mengidentifikasi faktor-faktor yang mendasari atau penyebab dari suatu
peristiwa yang merugikan atau nyaris cedera. Memahami faktor atau penyebab
dari kegagalan system dapat membantu mengembangkan tindakan yang dapat
mencegah terjadinya kesalahan. RCA merupakan suatu analisis sistematis dari
semua faktor yang mempengaruhi atau memiliki potensi untuk mencegah suatu
kesalahan. Metode ini dapat diaplikasikan untuk insiden berbahaya kepada
pasien yang sifatnya dapat dihindari, atau dalam KNC, dimana merupakan suatu
kejadian yang menempatkan pasien pada risiko berbahaya (WHO, 2008). RCA
adalah suatu metode yang digunakan untuk menunjukkan sebuah masalah atau
ketidaksesuaian, agar mendapatkan akar penyebab dari suatu masalah. RCA ini
digunakan sehingga dapat mengoreksi atau mengeliminasi penyebab suatu
masalah, dan mencegahnya agar tidak terulang kembali (Quality Management
and Training, 2008).
2.6.2. Alat dan Teknik RCA
Teknik RCA Menurut Quality Management and Training, terdapat
beberapa
alat dan teknik yang digunakan untuk melakukan RCA, yang diantaranya :
a. 5-Mengapa (Gemba Gembutsu)
5-Mengapa kadang-kadang disebut sebagai Gemba
Gembutsu, dimana artinya adalah tempat dan informasi dalam
bahasa Jepang. 5-Mengapa biasanya mengacu pada praktik
bertanya sebanyak 5 kali, mengapa kegagalan telah terjadi, agar
mendapatkan akar penyebab dari suatu masalah. 5-Mengapa
digunakan untuk menyelesaikan metode RCA yang sederhana.
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Analisis Pareto
Analisis Pareto merupakan teknik mudah yang digunakan
untuk membantu memilih perubahan yang paling efektif. Analisis
pareto merupakan teknik formal untuk menemukan perubahan
yang akan menghasilkan keuntungan yang besar. Sebagai contoh,
suatu produsen mungkin ingin menyusun mengapa konsumen
tidak lagi memilihnya sebagai supplier.
c. Diagram Tulang Ikan (Fishbone)
Diagram fishbone merupakan teknik yang sangat berguna
untuk RCA yang lebih kompleks. Tipe diagram ini
mengidentifikasikan semua proses dan faktor potensial yang
berkontribusi pada suatu masalah.
Gambar 2.2: Model Diagram Fisbone
d. Brainstorming atau Wawancara
Kebanyakan orang familiar dengan teknik brainstorming
atau wawancara. Kumpulkan semua ide sebanyak mungkin dari
semua partisipan tanpa adanya kritik atau penghakiman ketika
partisipan menyampaikan idenya.
e. Analisis Proses, Pemetaan dan Flow Chart
Flowchart mengatur informasi tentang sebuah proses secara
grafis sehingga terlihat jelas dampak yang akan muncul dalam
suatu proses.
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
f. Pohon Kesalahan (Fault Tree)
Metode ini merupakan teknik grafis yang menyediakan
deskripsi sistemik pada kombinasi kejadian yang mungkin dalam
suatu sistem, yang dapat mengakibatkan hasil yang tak
diinginkan. Metode ini dapat mengombinasikan kegagalan sistem
dan manusia.
g. Lembar Pengecekan (Check Sheets)
Teknik ini sederhananya digunakan untuk mengumpulkan dan
merekam data.Data yang dihasilkan biasanya numerik, tetapi bisa
juga digunakan untuk tujuan lain, seperti membuat daftar
pertanyaan audit dan merekam jawabannya.
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN KATEGORISASI KNC
3.1 Kerangka Konsep
Menurut Wehrli, G., Nyquist, J.G. (2003) banyak setrategi tehnik yang
digunakan untuk menyampaikan sosialisasi dengan berbagai macam tehnik.
Proses sosialisai dengan menggunakan berbagai media, baik berupa media
komunikasi seperti brosur, poster, leaflet, spanduk, dan baliho, maupun melalui
media elektronik, seperti internet,cakram optik (compact disk atau DVD), radio
dan televisi. Berikut tehnik dan media yang digunakan untuk menyampaikan
sosialisasi.
Intervensi
sosialisasi
Brain storming
Diskusi terarah
Belajar mandiri
persentase
Kesadaran diri
Tehnik yang digunakan
Media yang digunakan
lefleat
sepanduk
billboard
Media
elektronik
Media cetak
Gambar 3.1 : kerangka konsep intervensi sosialisasi
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.2 Definisi Operasional dan Kategorisasi KNC
Definisi operasional mendefinisikan variable secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati yang memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau
fenomena (Alimul Hidayat, 2007). Kategorisasi KNC dapat ditentukan bila telah
terjadi insiden KNC lebih dari 0%, dengan kata lain bila hasil persentase suatu
variabel adalah 0%, maka tidak termasuk KNC, dan melihat apakah terjadi
penurunan KNC setelah dilakukan intervensi sosialisasi, bila hasil KNC menurun
maka intervensi sosialisasi dapat mempengaruhi penurunan KNC. Definisi
operasional dan kategorisasi KNC pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1.
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 3.1: Definisi Operasional dan Kategorisasi KNC
No. Variabel Parameter yang
diamati
Definisi operasional Alat
penilaian
Cara
penilaian
Hasil penilaian Kategorisasi
KNC
1. Peresepan
obat
a. Ketidaklengkapan
resep
Tidak lengkap
secara administrasi
Tidak lengkap
secara farmasetik.
Tidak lengkap
secara klinis.
Perintah
pengobatan tidak
terbaca
Ketidaklengkapan resep
adalah aspek-aspek yang
seharusnya ada di dalam
resep, tetapi tidak diisi
lengkap oleh penulis
resep. Lengkap secara
administrasi meliputi
data pasien (nama, tgl
lahir, alamat/nomor
telepon, dan nomor
rekam medik pasien dan
paraf dokter). Lengkap
secara farmasetik
meliputi bentuk sediaan
dan ketercampuran obat.
Lengkap secara klinis,
meliputi (nama, dosis,
signa, dan frekuensi
pemberian obat).
Lembar
rekapitulasi
KNC yang
memuat
semua
variable-
variabel yang
diamati.
Menuliskan
setiap insiden
KNC yang
terjadi pada
tahap
peresepan
obat di
lembar
rekapitulasi
KNC
Didapatkan hasil
persentase KNC
terhadap total
sampel dan
dilakukan penilaian
upaya – upaya
menggunakan
diagram fishbone.
Bila hasil
persentase
>0% = KNC
b. Ketidaktepatan
nama, dosis, aturan
pakai, dan bentuk
sediaan obat.
Nama obat, dosis, aturan
pakai, dan bentuk
sediaan obat tercantum di
resep, akan tetapi aturan
yang dianjurkan tidak
tepat.
Lembar
rekapitulasi
KNC yang
memuat
semua
variabel-
variabel yang
Menuliskan
setiap insiden
yang terjadi
pada tahap
peresepan
obat di
lembar
Didapatkan hasil
persentase KNC
terhadap total
sampel dan
dilakukan penilaian
upaya – upaya
perbaikan
Bila hasil
persentase
>0% = KNC
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
diamati. rekapitulasi
KNC
menggunakan
diagram fishbone.
c. Perintah
pengobatan yang
tidak terbaca
Segala sesuatu yang
diperintahkan di resep,
seperti nama, dosis, rute
pemberian, dan aturan
pakai tidak tertulis jelas
atau menggunakan
singkatan yang tidak
lazim sehingga
membingungkan
apoteker.
Lembar
rekapitulasi
KNC yang
memuat
semua
variabel-
variabel yang
diamati.
Menuliskan
setiap insiden
yang terjadi
pada tahap
peresepan
obat di
lembar
rekapitulasi
KNC
Didapatkan hasil
persentase KNC
terhadap total
sampel dan
dilakukan penilaian
upaya – upaya
perbaikan
menggunakan
diagram fishbone.
Bila hasil
persentase
>0% = KNC
2. Penyiapan
obat
a. Kesalahan dalam
mengambil dan
meracik obat
Terjadinya kesalahan
dalam proses mengambil
dan meracik obat, seperti
melakukan teknik
peracikan yang tidak
benar, menyiapkan dan
meracik obat di tempat
yang banyak gangguan
(interupsi, cahaya
kurang, bising, terlalu
panas atau dingin).
Lembar
rekapitulasi
KNC yang
memuat
semua
variabel-
variabel yang
diamati.
Menuliskan
setiap insiden
yang terjadi
pada tahap
penyiapan
obat di
lembar
rekapitulasi
KNC
Didapatkan hasil
persentase KNC
terhadap total
sampel dan
dilakukan analisis
data menggunakan
Paired T- test untuk
melihat pengaruh
sebelum dan
sesudah dilakukan
intervensi
sosialisasi .
Bila hasil
persentase
>0% = KNC
Bila hasil
P<0,05 ada
perubahan,
bila >0,05
tidak ada
perubahan.
b. Kesalahan dalam
menyimpan obat
Kesalahan dalam
menyimpan obat yang
meliputi penyimpanan
obat tanpa identitas yang
jelas, susunan obat yang
membingungkan,
penyimpanan obat look-
Lembar
rekapitulasi
KNC yang
memuat
semua
variabel-
variabel yang
Menuliskan
setiap insiden
yang terjadi
pada tahap
penyiapan
obat di
lembar
Didapatkan hasil
persentase KNC
terhadap total
sampel dan
dilakukan analisis
data menggunakan
Paired T- test untuk
Bila hasil
persentase
>0% = KNC
Bila hasil
P<0,05 ada
perubahan,
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
alike-sounds-alike
(LASA) yang berdekatan,
dan menyimpan obat
kadaluwarsa.
diamati. rekapitulasi
KNC
melihat pengaruh
sebelum dan
sesudah dilakukan
intervensi
sosialisasi .
bila >0,05
tidak ada
perubahan.
c. Ketidaklengkapan
dalam pemberian
label atau etiket
Tidak terisi lengkapnya
komponen etiket dan
tidak sesuai dengan
perintah atau aturan
pakai yang memadai.
Lembar
rekapitulasi
KNC yang
memuat
semua
variabel-
variabel yang
diamati.
Menuliskan
setiap insiden
yang terjadi
pada tahap
penyiapan
obat di
lembar
rekapitulasi
KNC
Didapatkan hasil
persentase KNC
terhadap total
sampel dan
dilakukan analisis
data menggunakan
Paired T- test untuk
melihat pengaruh
sebelum dan
sesudah dilakukan
intervensi
sosialisasi .
Bila hasil
persentase
>0% = KNC
Bila hasil
P<0,05 ada
perubahan,
bila >0,05
tidak ada
perubahan.
d. Ketidaktersediaan
obat di apotek
Tidak tersedianya obat-
obat yang dicover BPJS
atau obat yang dibeli
mandiri oleh pasien di
apotek yang sesuai
dengan resep dan
formularium rumah sakit
atau kosongnya stok obat
yang diminta oleh
penulis resep.
Lembar
rekapitulasi
KNC yang
memuat
semua
variabel-
variabel yang
diamati.
Menuliskan
setiap insiden
yang terjadi
pada tahap
penyiapan
obat di
lembar
rekapitulasi
KNC
Didapatkan hasil
persentase KNC
terhadap total
sampel dan
dilakukan analisis
data menggunakan
Paired T- test untuk
melihat pengaruh
sebelum dan
sesudah dilakukan
intervensi
sosialisasi .
Bila hasil
persentase
>0% = KNC
Bila hasil
P<0,05 ada
perubahan,
bila >0,05
tidak ada
perubahan.
3. Pemberian
obat
a. Tidak adanya
pemberian
Tidak dilakukannya
tindakan edukasi atau
Lembar
rekapitulasi
Menuliskan
setiap insiden
Didapatkan hasil
persentase KNC
Bila hasil
persentase
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
informasi terkait
obat kepada pasien.
pemberian informasi
terkait obat kepada
pasien pada saat
penyerahan obat.
Informasi obat kepada
pasien, sekurang-
kurangnya meliputi
nama, indikasi, dosis,
frekuensi pemberian,
cara pemakaian obat, dan
instruksi tertentu (misal,
antibiotik harus
dihabiskan).
KNC yang
memuat
semua
variabel-
variabel yang
diamati.
yang terjadi
pada tahap
pemberian
obat di
lembar
rekapitulasi
KNC
terhadap total
sampel dan
dilakukan analisis
data menggunakan
Paired T- test untuk
melihat pengaruh
sebelum dan
sesudah dilakukan
intervensi
sosialisasi .
>0% = KNC
Bila hasil
P<0,05 ada
perubahan,
bila >0,05
tidak ada
perubahan.
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Apotek Rawat Jalan Rumah Sakit TNI AL Dr.
Mintohardjo yang beralamat di Jl. Bendungan Hilir No 17 Jakarta Pusat 10210 dan
waktu pengumpulan data dilakukan pada bulan April sampai Mei 2016, pada pukul
10.00 – 14.00 WIB.
4.2 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian Quasi Eskperimen pre dan post
sosialisasi yang dilanjutkan dengan pengolahan data menggunakan analisis
statistik parametik dengan menggunakan metode Paired T-test. Penelitian ini
bersifat prospektif dengan melakukan evaluasi terhadap KNC di apotek rawat
jalan pada April – Mei 2016.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi
Populasi yang digunakan sebagai objek penelitian adalah seluruh resep
yang masuk pada pasien rawat jalan yang masuk ke Apotek rawat jalan Rumah
Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo.
4.3.2 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan semua resep
rawat jalan yang memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian yang terdapat di
Apotek Rawat Jalan Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo pada April – Mei
2016, pada pukul 10.00 – 14.00 WIB.
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi
4.4.1 Kriteria inklusi
Kriteria inklusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh resep
yang masuk ke apotek dan yang mengalami KNC di apotek rawat jalan Rumah
Sakit TNI AL Dr.Mintohardjo pada jam 10.00 – 14.00 pada bulan April-Mei
2016.
4.4.2 Kriteria ekslusi
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah resep-resep yang tidak
mengalami KNC dan resep obat yang masuk diluar jam 10.00-14.00.
4.5 Prosedur Penelitian
Terdapat tiga tahapan penelitian yang dilakukan, yaitu tahap
perencanaan, pengumpulan data, dan pengolahan data.
4.5.1. Tahap perencanaan dan persiapan
Tahap perencanaan dimulai dengan penentuan masalah yang akan
diteliti. Di dalam penentuan masalah ditetapkan masalah yang akan
diteliti, dalam hal ini tingkat pencegahan KNC pada peresepan,
penyiapan dan pemberian obat. Tahap persiapan dimulai dengan
membuat dan menyerahkan surat permohonan izin pelaksanaan
penelitian dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta kepada Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo.
4.5.2 Tahap pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi langsung
seluruh resep yang masuk di Apotek rawat jalan dan melakukan
intervensi sosialisasi KNC di Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo
pada bulan April – Mei 2016. Adapun rincian dari variabel-variabel
penelitian tertera pada tabel 4.1 berikut.
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.1 : Rincian variabel penelitian
Variabel Aspek-aspek yang diamati
Peresepan Obat 1. Kelengkapan resep
Lengkap secara administrasi (data pasien, paraf dokter,
legalitas narkotik dan kesesuaian dengan formularium)
Lengkap secara farmasetik (bentuk sediaan dan
ketercampuran obat).
Lengkap secara klinis (nama obat, dosis, signa, rute
pemberian, frekuensi pemberian dan interaksi obat).
2. Dosis dan jumlah tidak tepat
3. Resep atau perintah pengobatan yang tidak terbaca
Penyiapan Obat 1. Salah mengambil obat dan meracik obat
Mengambil obat dalam banyak wadah sekaligus
Melakukan aturan peracikan yang tidak benar
Menyiapkan dan meracik obat di tempat yang banyak
gangguan (cahaya kurang, bising, ruang peracikan
yang terlalu sempit).
2. Salah dalam penyimpanan obat
Penyimpanan obat tanpa identitas yang jelas
Susunan obat yang membingungkan
Penyimpanan obat LASA yang berdekatan
Menyimpan obat kadaluwarsa.
3. Salah dalam pemberian label atau etiket
Memberi etiket yang tidak sesuai dengan perintah atau
aturan pakai yang memadai
Pemberian Obat 1. Pemberian informasi terkait obat yang tidak benar,
tidak jelas, dan ada informasi yang tertinggal.
Informasi obat kepada pasien, sekurang-kurangnya
meliputi aturan pakai obat, interaksi obat, baik itu
interaksi obat-obat maupun interaksi obat-makanan,
penyimpanan obat, efek samping obat, dan jangka
waktu pengobatan
2. Pemberian obat tidak lengkap , dimana pasien tidak
menerima obat sesuai permintaan dokter. Sehingga
pasien tidak meminum obat.
Proses pengambilan data dilakukan dengan mengamati alur
penyiapan, melakukan pengecekan obat sebelum diberikan kepada pasien
dan melakukan pemberian obat kepada pasien serta mencatat semua tipe
KNC kedalam formulir yang telah dibuat.
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.5.3 Tahap melakukan intervensi sosialisasi
Intervensi sosialisasi dilakukan dengan melakukan penyuluhan hasil
sosialisasi KNC yang sudah dilakukan pengamatan selama bulan April,
sosialisasi dilakukan pada tanggal 4 Mei 2016, intervensi hanya
dilakukan pada tahap penyiapan dan pemberian obat. Yang nantinya
akan dilakukan penelitian kembali dibulan Mei sebagai pembanding
untuk melihat dampak hasil intervensi sosialisasi.
4.5.4 Tahap manajemen data
Manajemen data dilakukan dengan cara mentranskrip data yang telah
didapat menjadi data rekapitulasi KNC yang dikumpulkan ke dalam
komputer.
4.6. Alat Pengumpulan Data
Alat yang dipakai dalam pengumpulan data ini adalah lembar kerja
insiden KNC yang dipakai untuk memperoleh data seluruh variabel penelitian
dan seluruh resep yang masuk ke apotek rawat jalan di Rumah Sakit TNI AL Dr.
Mintohardjo yang dibantu dengan alat tulis dan alat-alat yang digunakan untuk
mendokumentasikan penelitian, seperti foto dan lain-lain. Data yang
dikumpulkan merupakan data sekunder yang diperoleh dari seluruh resep rawat
jalan yang masuk di apotek rawat jalan Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo
pada bulan April-Mei 2016.
4.7. Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a. Editing data
Editing data merupakan kegiatan pengecekan laporan KNC
apakah data yang didapat sudah lengkap dan jelas. Apabila data yang
didapat masih memiliki kekurangan, maka dapat segera dilengkapi.
b. Coding data
Coding data merupakan kegiatan merekapitulasi data KNC yang
masih berbentuk huruf menjadi sebuah data yang berbentuk angka atau
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bilangan agar lebih mudah diinterprestasikan. Data KNC yang telah
berbentuk angka atau bilangan tersebut selanjutnya dikelompokkan ke
masing-masing tahap peresepan, penyiapan dan pemberian obat.
c. Entry data
Entry data merupakan kegiatan memproses data yang telah
dikelompokkan sebelumnya. Rekapitulasi data KNC tersebut selanjutnya
diinput ke dalam komputer untuk melihat persentase KNC pada proses
peresepan, penyiapan dan pemberian obat yang telah diamati.
d. Tabulasi
Peroses penempatan data kedalam bentuk tabel yang telah doberi
kode sesuai dengan kebutuhan analisa. Penelitian memasukkan data yang
telah dilakukan proses coding kedalam Microsoft Excel dalam bentuk
tabel.
e. Cleaning data
Data yang telah diinput ke dalam komputer selanjutnya diperiksa
kembali untuk memastikan bahwa data sudah bersih dari kesalahan dan
siap untuk dianalisis.
f. Analisis Data
Analisis data kualitatif menggunakan Microsoft Excel untuk
mendeskripsikan secara objektif dan memaparkan fenomena yang terjadi
dengan bantuan table atau gambar. Kemudian dilanjutkan dengan
pengolahan data penyiapan dan pemberian obat (data yang mengalami
intervensi) menggunakanan analisa statistik parametik SPSS dengan
menggunakan metode Paired T-test.
Fishbone diagram merupakan alat visual untuk mengidentifikasi,
mengeksplorasi, dan secara grafik menggambarkan secara detail semua
penyebab yang berhubungan dengan suatu permasalahan. Konsep dasar
dari fishbone diagram adalah permasalahan mendasar diletakkan pada
bagian kanan dari diagram atau pada bagian kepala dari kerangka tulang
ikannya (scarvada, 2004)
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.8. Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan
program Statistical Package for the Social Science (SPSS) 16.0. Confidance Interval
(CI) yang digunakan sebesar 95% dengan nila α = 0,05. Pengolahan data yang
dilakukan meliputi:
4.7.1 Analisa Univariat
Analisis univariat adalah analisa yang digunakan untuk
menganalisis setiap variabel yang ada secara deskriptif (Notoatmojo,
2003). Adapun penerapan analisa univariat pada penelitian ini adalah
analisa KNC pelayanan kefarmasian pada tahap peresepan, penyiapan,
dan pemberian obat yang didapat dari hasil observasi KNC yang masuk
pada bulan April – Mei 2016 di Rumkital Dr. Mintohardjo. Analisa yang
dilakukan didasarkan dari pengamatan satu persatu dan pencatatan semua
tipe KNC di formulir yang telah dibuat.
4.7.2 Analisa Bivariat
Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua
variabel yang diduga berhubungan/berkolerasi. Analisa data sampel
menggunakan analisis statistik parametik dengan menggunakan metode
Paired T-test. Sampel yang diuji adalah sampel sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi sosialisasi yaitu pada tahap penyiapan dan
pemberian obat. Paired T-test adalah uji yang digunakan untuk
menentukan apakah ada perbedaan rata – rata dua sampel yang
berpasangan, sampel berpasangan merupakan sampel dengan subjek
yang sama, tetapi mendapat dua perlakuan atau pengukuran yang
berbeda. Cara mengambil keputusannya adalah melihat nilai korelasi (r)
pada kolom Paired Sampels Correlations dan nilai Sig.(2-tailed) dan
nilai uji t pada kolom Paired Sampels Test dari hasil SPSS Statistic 16.0.
Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
H0 : tidak ada perbedaan nilai sesudah dan sebelum dilakukan
sosialisasi
H1 : ada perbedaan nilai sesudah dab sebelum dilakukan sosialisasi
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Nilai Sig (2-tailed) adalah kesimpulan taraf signifikan, nilai
signinifikansi kepercayaan 95% sebagai berikut:
a. singnifikansi: P < 0,05 ada perbedaan, berarti H0 ditotak
b.singnifikansi: P > 0,05 tidak ada perbedaan, berarti H0 diterima
Uji Paired T-test digunakan untuk menganalisa univariat untuk
mengetahui hubungan kolerasi dan kekuatan sampel berpasangan dan
melihat apakah ada perbedaan sesusah dan sebelum dilakuakn interpensi
disalah satu sampel berpasangan (Widiarso,2014)
37
UIN SyarifHidayatullah Jakarta
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 HASIL PENELITIAN
Penelitian tentang KNC pelayana kefarmasian ini dilakukan
terhadap total sampel resep rawat jalan di Rumah Sakit TNI AL Dr.
Mintohardjo pada bulan April dan Mei dengan mengamati semua KNC
pelayanan kefarmasian peresepan, penyiapan dan pemberian obat. Dalam
pengkajian KNC Pelayanan Kefarmasian ini mengacu kepada Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/PER/VII/2011 tentang Keselamatan Pasien dan Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan keputusan Mentri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004.
Melalui hasil pengamatan resep rawat jalan pada bulan April – Mei 2016
masih banyak yang mengalami KNC pelayanan kefarmasian setiap
harinya, dapat dilihat ditabel 2 .
Tabel 5.1 Data KNC pelayanan kefarmasian April – Mei 2016
Jumlah Bulan April Bulan Mei
Resep 3512 resep 4112 resep
KNC 1359 resep 1182 resep
5.1.1 Analisis KNC Pelayanan Kefarmasian pada bulan April
Berdasarkan hasil pengamatan pada tahap peresepan obat
meliputi data pasien, bentuk sediaan,nama, signa,rute pemberian, dosis
dan jumlah obat, perintah pengobatan yang tidak terbaca. Penyiapan obat
meliputi salah mengambil dan menyiapkan obat, ketidaklengkapan
pemberian etiket, obat tidak tersedia di apotek dan tahap terakhir
pemberian obat meliputi pemberian informasi tidak tepat. Data KNC
Pelayanan Kefarmasian tersebut dapat dilihat pada table 2
38
UIN SyarifHidayatullah Jakarta
Tabel 5.2 Hasil KNC Pelayanan Kefarmasian bulan April dan Mei 2016
Berdasarkan table 5.2, dapat diketahui hasil analisis KNC
Pelayana Kefarmasian terbanyak pada bulan April dan Mei yaitu pada
penyiapan obat sebesar 33,34% (1171 KNC) pada bulan april dan terjadi
penurunan pada bulan Mei menjadi 20,23% (823 KNC), dimana pada
tahapan penyiapan obat yang terbanyak mencakup; penulisan etiket tidak
lengkap yaitu 20,52% (721 KNC) pada bulan April dan terjadi
penurunan menjadi 11,13% (458%) pada bulan Mei, meliputi tidak
dituliskannya aturan pakai, nama, jenis sediaan, dosis, expired date obat
dan penulisan habiskan pada obat antibiotik. Obat tidak ada di apotek
pada bulan April 12,58% (442 KNC) terjadi penurunan pada bulan Mei
menjadi 8,97% (368 KNC) meliputi obat - obat seperti Aspirin,
Rifampisin, Isoniazid, Neurodex, Cendo Xytrol, Cendo Lyters,
Tobrosom, ISDN, dll.
KNC pelayanan kefarmasian terbanyak kedua peresepan obat
pada bulan April sebesar 15,97% (561 KNC) terjadi penurunan pada
bulan Mei menjadi 15,24% (627 KNC), dimana pada tahapan ini yang
No.
Kelengkapan Resep
Jumlah resep yang mengalami KNC
APRIL (%) MEI (%)
1.
Peresepan
561 (15,97)
627 (15,24)
Nama Pasien 17 (0,48) 8 (0,19)
No rekamedik 493 (14,03) 593 (14,42)
Bentuk sediaan 5 (0,14) 2 (0,04)
Nama obat 7 (0,19) 4 (0,09)
Signa 9 (0,25) 7 (0,17)
Rute pemberian 5 (0,14) 0 (0)
Dosis dan jumlah obat tidak tepat 17 (0,48) 11 (0,26)
Perintah pengobatan tidak terbaca 8 (0,22) 2 (0,04) 2. Penyiapan obat 1171 (33,34) 832 (20,23)
Salah mengambil dan meyiapkan obat 8 (0,22) 5 (0,12)
penulisan etiket tidak lengkap 721 (20,52) 458 (11,13)
obat tidak tersedia di apotek 442 (12,58) 369 (8,97)
3. Pemberian obat 0 (0,0) 0 (0)
Pemberian informasi tidak tepat 0 (0,0) 0 (0,0)
39
UIN SyarifHidayatullah Jakarta
tidak menuliskan Nomor rekam medik pada bulan April yaitu 14,03%
(493 KNC) terjadi peningkatan KNC pada bulan Mei menjadi 14,42%
(593 KNC), tidak dituliskan nama pasien yaitu 0,48% (17 KNC) pada
bulan April sedangkan pada bulan Mei menurun menjadi 0,19% (8
KNC).
Analisis KNC pelayanan kefarmasian selanjutnya adalah melihat
apakah terdapat perubahan tingkat KNC pelayanan kefarmasian setelah
dilakukan sosialisasi hasil KNC pada bulan April dan dampak negatif
jika teradinya KNC kepada pasien, analisi KNC pelayana kefarmasian
akan dianalisis menggunakan statistik parametik dengan bantuan
program Statistical Package for the Social Science (SPSS) 16.0. yaitu
metode Paired T-Test yang bertujuan untuk menentukan apakah ada
perbedaan rata – rata dua sampel yang berpasangan, sampel berpasangan
merupakan sampel dengan subjek yang sama, tetapi mendapat dua
perlakuan atau pengukuran yang berbeda.
5.1.2 Analisis KNC Pelayanan Kefarmasian menggunakan Paired T-test
Pada penelitian ini, dilakukan analisis terhadap gambaran apakah
terdapat perubahan tingkatan KNC pelayanan kefarmasian sebelum dan
sesudah dilakukannya sosialisasi serta korelasi antara kedua sampel yang
digunakan.
Tabel 5.3 Statistik sampel paired T-test
Tabel 5.3, menunjukkan bahwa rata-rata KNC pada sebelum dan
sesudah terjadi penurunan angka. Yang berarti terjadi penurunan KNC
sebelum dilakukan sosialisasi rata-rata KNC pada bulan April sebanyak
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 APRIL 292.75 4 352.353 176.177
MEI 208.00 4 240.065 120.033
40
UIN SyarifHidayatullah Jakarta
4,1025 KNC dan setelah sosialisasi pada bulan Mei menurun menjadi
2,9525 KNC, dilihat dari hasil rata - rata tabel 5.3.
Tabel 5.4 Korelasi sampel paired T-test
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 APRIL & MEI 4 .984 0.016
Tabel 5.4, menunjukkan hasil analisa hubungan antara jumlah
sebelum dan sesudah dilakukannya sosialisasi menggunakan uji Paired
T-Test menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
jumlah sebelum dan sesudah dilakukanya sosialisasi dengan signifikansi
sebesar 0,016 (sigvalue <0,05). Berdasarkan nilai korelasi(r) didapatkan
0,984 jika r2
maka akan menunjukkan pengaruh sosialisasi terhadap
perubahan KNC pelayanan kefarmasian. Pengaruh sosialisasi untuk
pencegahan KNC sebanyak 96,82%, disebabkan faktor lain sebanyak
3,4%.
Tabel 5.5 Nilai hasil sampel paired T-test
Paired Samples Test
Paired Differences t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
SEBELUM DAN
SESUDAH
84.750 123.527 61.763 -111.809
281.3
09 1.372 3 0.264
Tabel 5.5 menunjukkan hasil analisis perhitungan sebelum dan
sesudah dilakukanya sosialisasi, sebelum sosialisasi lebih banyak terjadi
KNC Pelayanan Kefarmasian jika dibandingkan dengan sesudah
sosialisasi, dapat dibuktikan dengan nilai t tabel 1.372. Singnifikansi
0,264 (sigvalue >0,05), berdasarkan nilai signifikansi terjadi penurunan
41
UIN SyarifHidayatullah Jakarta
KNC Pelayanan Kefarmasian tetapi tidak terjadi perubahan yang
singnifikan. Sehingga sosialisasi dapat menurunkan KNC tetapi tidak
signifikan.
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 5.1 Diagram hasil analisi univariat KNC pelayana kefarmasian April dan Mei 2016 di RS TNI AL Dr.Mintoharjo
nama pasien
No rekamedik
bentuk sediaan
nama obat
signa obat
rute pemberian
dosis dan jumlah obat tidak tepat
perintah pengobatan tidak terbaca
salah menyiapkan obat
penulisan etiket tidak jelas
obat tidak tersedia
pemberian informasi
0.48%
14.03%
0.14%
0.19%
0.25%
0.14%
0.48%
0.22%
0.22%
20.52%
12.58%
0.00%
0.19%
14.42%
0.04%
0.09%
0.17%
0.00%
0.26%
0.04%
0.12%
11.13%
8.97%
0.00%
Data KNC Pelayanan Kefarmasian bulan April dan Mei 2016
APRIL MEI
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5.2 PEMBAHASAN PENELITIAN
5.2.1 Pembahasan Hasil Penelitian
Penelitian tentang analisa KNC pelayana kefarmasian ini dilakukan
di Apotek Rawat Jalan Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo
menggunakan lembar resep periode bulan April dan Mei 2016, sampel
yang didapatkan selama pengamatan menggunakan teknik total sampling
sebanyak 7624 lembar resep, dan 2541 lembar resep yang mengalami
KNC yaitu peresepan sebanyak 1118 KNC, penyiapan 2003 KNC dan
pemberian obat tidak terjadi KNC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
masih banyak KNC pada peresepan obat dan penyiapan obat.
Alur perjalanan resep di apotek rawat jalan Rumah Sakit TNI AL
Dr. Mintohardjo, yakni pasien bertemu dengan dokter, Kemudian dokter
akan menentukan anamnesis, diagnosis, serta terapi. Lalu dokter akan
menulis resep dan pada penulisan resep tersebut bisa terjadi kesalahan
dalam peresepan obat. Selanjutnya pasien akan menyerahkan resep
tersebut kepada petugas transkrip resep yang ada di apotek dan pasien
akan menerima nomor antrian. Resep akan diterima oleh apoteker yang
nantinya pada penerjemahan atau intervensi resep tersebut bisa terjadi
kesalahan dalam menerjemahkan resep. Setelah itu apoteker akan
menyiapkan , meracik, dan memberikan obat kepada pasien. Pada proses
tersebut bisa terjadi kesalahan dalam penyiapan obat dan pemberian obat.
Dari resep resep tersebut dinilai berdasarkan formulir KNC yang telah
dibuat oleh peneliti. Pada penelitian ini peneliti menilai 3 tahap pada
KNC pelayanan kefarmasian, yakni pada tahap peresepan, penyiapan dan
pemberian obat.
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5.2.1.1 Analisis KNC Pelayanan Kefarmasian pada tahap Peresepan obat
Pada tabel 3 diketahui hasil dari analisa KNC pada bula April.
Untuk KNC peresepan obat sebesar 15,97% KNC, dimana
ketidaklengkapan data pasien tersebut cukup tinggi yaitu 14,51% dari
15,97%. Sedangkan bulan Mei KNC pelayana kefarmasian pada
peresepan obat sebesar 15,24% KNC, dimana mencakup;
ketidaklengkapan data pasien tersebut cukup tinggi yaitu 14,61% dari
15,24%.
Hasil ketidaklengkapan data pasien ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan Prawitosari (2009) yang mendapatkan hasil
ketidaklengkapan penulisan data pasien sebanyak 39% umur pasien,
36,4% alamat pasien dan 2,6% nama pasien. Data pasien dalam
penulisan resep cukup penting, karena hal ini sangat diperlukan dalam
proses pelayanan peresepan sebagai pembeda ketika ada nama pasien
yang sama agar tidak terjadi kesalahan pemberian obat pada pasien.
Seperti contohnya umur dan nomor rekam medis pasien sangatlah
penting dan harus dicantumkan dalam resep. Bentuk ketidaklengkapan
data pasien dalam resep yang diamati ini beragam, yaitu karena tidak
dituliskannya nama pasien, tanggal lahir atau umur pasien, alamat,
nomor rekam medis pasien, atau bahkan tidak dicantumkan keseluruhan.
Seperti data pasien yang tidaklengkap hal ini menyebabkan
adanya hambatan ketika resep tersebut akan diberikan kepada pasien.
Tulisan tangan yang tidak jelas, nama obat yang membingungkan dapat
mengakibatkan kesalahan pengambilan obat sehingga berakibat fatal
bagi pasien bila sampai pada tahap pemberian obat, karena yang
diberikan tidak sesuai dengan penyakitnya. Frekuensi pemberian obat
yang tidak jelas sehingga aturan obat yang diberikan melenceng dari jam
dan waktu yang seharusnya. Penulisan signa obat yang tidak jelas,
pemberian bentuk sediaan obat yang tidak tepat, jumlah obat yang tidak
tepat sehingga dapat mengakibatkan kegagalan terapi pada saat
penggunaan obat oleh pasien. Penulisan etiket tidak lengkap akan
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengurangi informasi cara pengunaan obat, ketepatan pelabelan obat
sangat erat dengan jaminan keamanan pasien dalam penggunaan obat.
Obat tidak tersedia di apotek sangat merugikan pasien yang
kemungkinan terlambat mendapatkan obat atau harus mencari diluar
apotek rumah sakit. Hal ini juga akan memberatkan pasien dari keluarga
yang tidak mampu (miskin) membeli obat.
Penulisan resep harus ditulis dengan benar dan jelas, jika resep
tidak terbaca dengan jelas akan berakibat fatal, karena akan
menimbulkan kesalahan pada tahap penerjemahan nama obat,
konsentrasi, dosis pemberian obat, durasi pemberian, rute pemberian,
bentuk sediaan, sehingga pada tahap penyiapan obat juga salah dalam
melakukan pelayanan kefarmasian yakni pada saat pengambilan obat
(jenis/konsentrasi berbeda). Dengan demikian kemungkinan terjadi KNC
menjadi lebih besar. Sehingga perlu dilakukan komfirmasi kepada dokter
mengenai resep yang dituliskan. Penulisan resep tidak jelas ini sesuai
dengan penelitian Susanti (2013) yang mendapatkan hasil 0,3%.
Penulisan nama obat sangat penting dalam resep agar ketika
dalam proses pelayanan tidak terjadi kesalahan pemberian obat, karena
banyak obat yang tulisannya hampir sama atau penyebutannya sama.
Untuk itu, dokter harus menuliskan nama obat dengan jelas sehingga
terhindar dari kesalahan pemberian obat ini sesuai dengan peneilitian
Bilqis (2015) yang mendapatkan hasil 4,8%.
Penulisan signa obat sangat penting agar dalam proses pelayanan
tidak terjadi kekeliruan dalam pembacaan pemakaian obat, sehingga
pasien dapat meminum obat sesuai dengan cara dan aturan pemakaian.
Dengan demikian, seharusnya dokter menuliskan signa obat dengan jelas
sehingga terhindar dari kesalahan pemakaian obat. Hasil ketidakjelasan
penulisan signa obat ini sesuai dengan penelitian Bilqis (2015) yang
mendapatkan hasil ketidakjelasan penulisan signa obat sebanyak 3,8%.
Penulisan jumlah dan dosis obat obat harus ditulis dengan jelas
agar terhindar dari kesalahan pemberian jumlah dosis mengingat adanya
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
obat-obat yang memiliki dosis lebih dari satu, dimana dosis obat itu
sendiri adalah jumlah atau ukuran yang diharapkan dapat menghasilkan
efek terapi pada fungsi tubuh yang mengalami gangguan. Namun
biasanya ada kesepakatan tidak tertulis dalam pelayanan obat tersebut
bahwa jika kekuatan obat tidak tertulis maka diberikan obat dengan
kekuatan kecil. Oleh karena itu, dosis sediaan harus ditulis dengan jelas
dan harus sesuai/tepat. Hasil ketidakjelasan penulisan kekuatan sediaan
obat ini sesuai dengan penelitian Bilqis (2015) yang mendapatkan hasil
ketidakjelasan penulisan kekuatan sediaan sebanyak 32,8%.
Untuk melakukan antisipasi kesalahan dalam peresepan obat
maka apoteker harus melakukan komfirmasi ulang mengenai penulisan
resep yang tidak lengkap dan jelas untuk menghindari kesalahan –
kesalahan dalam pelayanan kefarmasian.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terjadi penurunan
persentase KNC Pelayanan Kefarmasian secara keseluruhan pada bulan
April dan Mei dapat dilihat pada tabel 3. Hal tersebut meliputi tidak
lengkap bentuk sedian,nama, signa, rute pemberian, dosis dan jumlah
obat, perintah pengobatan yang tidak terbaca, dan tidak ada nama pasien.
Terjadi peningkatan persentase KNC Pelayanan Kefarmasian pada
nomor rekamedik sebanyak 14,03% pada bulan april dan 14,42% pada
bulan Mei. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan teman sejawat
dokter dan perawat akan pentingnya penulisan nomer rekam medik pada
resep dan tidak dilakukan sosialisasi mengenai hasil penelitian peresepan
obat yang dilakukan pada bulan April, karena terbatasnya waktu yang
dimiliki peneliti.
Perlu dilakukan upaya – upaya perbaikan untuk mengurangi
kesalahan dalam penulisan resep. Adapun upaya yang diusulkan peneliti
sebagai berikut:
a. E- prescribing,Computerized Physician Order Entry (CPOE),
Sistem CPOE yang dilakukan sebagai berikut.
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dokter memasukkan perintah resep pada komputer atau alat
lain secara langsung.
CPOE memastikan resep yang di input terbaca dan lengkap,
termasuk semua informasi yang diperlukan, seperti nama
obat, dosis, rute pemberian dan bentuk sediaan.
CPOE menyediakan aplikasi perhitungan dosis yang sesuai
dengan aturan.
Mengecek ketepatan obat sesuai riwayat penggunaan obat dan
hasil laboratorium pasien .
Adapun pihak – pihak yang terlibat dalam melaksanakan
upaya – upaya perbaikan ini meliputi petugas IT, dokter,
apoteker, dan asisten apoteker.
b. Electronic Prescription Record (EPR)
Sebuah rekam resep elektronik yang bekerja dengan cara:
Mengandung semua data legal yang diperlukan untuk diisi
yaitu nama, nomor rekam medik, tanggal lahir, umur, tinggi
badan, berat badan, riwayat pengobatan serta biaya
pengobatan.
Apoteker menggunakan EPR sebagai alat untuk mengurangi
medication errors dengan cara memperhatikan interaksi,
duplikasi obat dan kontraindikasi.
c. Komponen pada resep sebaiknya ditambah dengan data berat
badan, usia, dan riwayat alergi pasien untuk mempermudah
apoteker dalam pengecekan atau penyesuaian obat dengan dosis
yang ditulis oleh dokter. Pihak yang terlibat antara lain seluruh
staf departemen farmasi, penanggung jawab apotek rumkital Dr.
Mintoharjo.
d. Untuk penulisan resep secara manual, sebaiknya ditulis secara
tepat, jelas dan terbaca. Pada hasil penelitian ini masih banyak
terdapat kesalahan dalam penulisan resep yang dilakukan oleh
dokter koas, sehingga dokter penanggung jawab harus melakukan
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pengecekan terlebih dahulu sebelum diberikan kepada pasien.
Pihak yang terlibat untuk melaksanakan upaya – upaya tersebut
adalah dokter, dokter koas, dokter internship.
e. Ditambahkan tabel paraf pada setiap proses pelayan kefarmasian
(pengkajian dan klarifikasi, penyiapan obat, dispensing,
penyerahan informasi) seperti tabel di bawah ini.
Tahap1: Pengkajian dan klarifikasi (paraf dan nama petugas)
Tahap2: Pengambilan obat (paraf dan nama petugas)
Tahap3: Dispensing (paraf dan nama petugas)
Tahap4: Penyerahan dan informasi (paraf dan nama petugas)
Pihak yang terlibat untu melaksanakan upaya – upaya ini adalah
departemen farmasi, penanggung jawab apotek, dan seluruh staf yang
bekerja di setiap peroses pelayanaan kefarmasian.
5.2.1.2. Analisis KNC Pelayanan Kefarmasian pada tahap penyiapan obat
Pada tabel 3, dapat dilihat hasil analisis KNC Pelayana
Kefarmasian penyiapan obat pada bulan April sebesar 33,34%.
Sedangkan pada bulan Mei menurun menjadi 20,23%. Hasil kesalahan
dan ketidaklengkapan pada tahap penyiapan obat ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan karna et al (2013) yang mendapatkan hasil
kesalahan dalam penyiapan obat sebanyak 24,5%.
Pada tahap pengambilan dan penyiapan obat dibutuhkan
ketelitian dan ketepatan penglihatan pada rak obat yang tersedia. Salah
jenis atau konsentrasi obat terjadi dengan persentase yang sangat kecil,
hal itu disebabkan karena sudah masuk jam istirahat, menumpuknya
jumlah resep yang harus disiapkan dan penyusunan obat yang sudah
mulai tidak teratur. Penyusunan obat di apotek sudah sesuai dengan
aturan yaitu penyusunan menggunakan alfabeth sehingga lebih mudah
dalam mengambil dan untuk obat dengan nama yang mirip atau dengan
penampilan yang mirip diberi tanda peringatan LASA (look alike sound
alike) dan di beri jarak setiap obat yang LASA sehingga menambah
kewaspadaan dispenser dalam mengambil obat.
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kemudian setelah selesai dilakukan penyiapan obat, transcriber
menulis etiket sesuai dengan permintaan resep, namun dalam menulis
etiket ada bebarapa kolom yang tidak diisi. Kolum yang sering tidak diisi
yaitu aturan pakai, dosisdan masa kedaluwarsa obat pada label item obat
yang diserahkan. Hal ini disebabkan karena pada saat jam makan siang,
resep yang masuk meningkat sehingga kurangnya proses control dan
ketidaktahuan petugas mengenai pentingnya aturan pakai obat. Menurut
WHO (1993) komponen informasi minimal yang harus tertera di dalam
label obat adalah : nama pasien, nama obat, tanggal obat diserahkan, dan
cara/aturan penggunaan obat. Informasi yang memadai merupakan hak
pasien, tentu saja ketepatan pelabelan obat sangat erat dengan jaminan
keamanan pasien dalam penggunaan obat. Informasi dan pelabelan yang
benar merupakan tanggung jawab pengelola instalasi farmasi rumah sakit
untuk menjamin keamanan pengunaan obat. Hasil ketidaklengkapan
pada tahap penulisan etiket ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Yuliastuti (2009) yang mendapatkan hasil 1,94%.
Pada penyiapan obat ini terdapat kekurangan ketersediaan obat di
apotek. Kurangnya obat ini bisa menganggu sistem kerja apoteker karena
harus melakukan penulisan bon obat dan melakukan pencarian obat di
apotek Yanmaksum sehingga pelayanan yang terjadi di apotek kurang
lancar, kemudian juga sangat merugikan pasien yang kemungkinan
terlambat mendapatkan obat atau harus mencari diluar apotek rumah
sakit. Hal ini juga akan memberatkan pasien dari keluarga yang tidak
mampu (miskin) membeli obat.
Untuk obat yang memiliki efek terapi,mungkin pasien akan
mengalami efek samping yang berbeda atau lebih parah, berbeda dengan
obat-obat suplemen,vitamin dan herbal, sehingga perlu diberikan obat
alternatif. Kekurangan obat dapat berpotensial menciptakan penundaan
atau pembatalan prosedur pengobatan dan akan memperpanjang masa
pengobatan pasien menjadi lebih lama sehingga jika pasien diberikan
obat alternatif mungkin pasien akan terpaksa membayar lebih lebih untuk
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
obat alternatif yang diberikan. Pengubahan terapi atau penggunaan obat
alternatif yg tidak familiar mungkin bisa meningkatkan masalah pada
keselamatan pasien berdasarkan survei yang dilakukan oleh ISMP (Drug
Supplay Distribution, 2011). Kekurangan ketersediaan obat di apotek
sesuai dengan hasil penelitian Susanti (2013) yang mendaptkan hasil
0,6%.
Menurut Canadian Agency for Drugs and Technologies in
Health, penyebab dari ketiadaan stok obat disebabkan oleh adanya
masalah dalam bahan mentah obat, pada pabrik obat, Pedagang Besar
Farmasi (PBF) dan distributor, dan masalah regulasi. Di apotek rawat
jalan Rumkital Dr. Mintohardjo itu sendiri, sistematika pengadaan obat
dari rumah sakit ke bagian pengadaan yaitu apoteker penanggung jawab
gudang melihat kondisi stok obat di gudang, lalu dibuatkan perencanaan
kebutuhan dan pengadaan obat dan alat kesehatan yang sesuai dengan
epidemiologi, pemakaian di RS dan sisa stok di gudang.
Selanjutnya, dilaksanakan pemesanan obat-obatan dan alat
kesehatan dari bagiaan pengadaan ke pihak PBF atau distributor. Setelah
barang yang dipesan datang, maka dicek kembali apakah barang yang
tiba tersebut apakah sudah sesuai dengan surat pemesananan. Tingginya
persentase ketidaktersediaan obat di apotek rawat jalan Rumkital Dr.
Mintohardjo biasanya karena kondisi stok di PBF kosong, sehingga stok
di distributor pun juga belum ada penambahan stok dari PBF. Selain itu,
obat-obat BPJS sering ditemukan kosong di distributor karena distributor
itu sendiri tidak memiliki stok obat yang banyak dan obat-obatan serta
alat kesehatan diperebutkan oleh berbagai rumah sakit dan sarana
kesehatan lainnya. Selain dari PBF dan distributor, ketidaktersediaan
obat di apotek juga disebabkan oleh masalah finansial yang berasal dari
bagian keuangan Rumkital Dr. Mintohardjo. Rumkital Dr. Mintohardjo
merupakan rumah sakit pemerintah yang melayani BPJS, sehingga
biaya-biaya klaim dan dana-dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(APBN) Kesehatan sering tidak terbayarkan tepat waktu, sehingga
pembiayaan faktur obat-obat dan alat kesehatan pun menjadi terhambat.
Dampak dari ketidaktersediaan obat di apotek menurut Canadian
Agency for Drugs and Technologies in Health akan melibatkan pasien,
pelayanan kefarmasian dan dokter. Pada pasien, dampak yang akan
terjadi yakni untuk obat yang tidak memiliki terapi alternatif, maka
pasien diharuskan menebus obat pengganti, dalam hal ini obat paten,
yang mungkin harganya jauh lebih mahal sehingga pasien dipaksa untuk
membayar lebih dan tentu saja hal tersebut akan memberatkan pasien
dari keluarga yang kurang mampu. Untuk obat yang memiliki pilihan
terapi lain, pasien mungkin akan mengalami efek samping yang berbeda
atau efek obat yang tidak diinginkan.
Kekurangan obat di apotek disebabkan banyak hal dikarenakan
meningkatnya pasien, perhitungan stok yang tidak sesuai dengan catatan
baik manual maupun komputer, dokter yang membuat resep yang
tidaksesuai dengan formularium rumah sakit, terbatasnya dana dikarena
tidak sesuai dengan anggaran yang disediakan, kosongnya obat di pabrik,
administrasi pembayaran yang membutuhkan proses lama.
Untuk melakukan antisipasi kesalahan dalam penyiapan obat
maka apoteker harus melakukan pengecekan kembali obat dan
disesuaikan dengan resep dokter untuk menghindari kesalahan dalam
penyiapan obat. Untuk obat yang tidak tersedia di apotek sebaiknya
pihak pengadaan selalu melakukan pengecekan berkala pada stock yang
ada di gudang.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terjadi penurunan
persentase KNC Pelayanan Kefarmasian secara keseluruhan pada bulan
Mei dapat dilihat perbedaan hasil sesudah dan sebelum dilakukannya
sosialisasi, dapat dilihat pada tabel 5.1 dan 5.2 . Hal tersebut meliputi
salah mengambil dan meyiapkan obat, penulisan etiket tidak lengkap,
dan tidak tersedianya obat di apotek. Hal ini terjadi karena sudah
dilakukannya sosialisasi dan edukasi mengenasi cara penulisan etiket,
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dampak negatif jika pasien tidak minum obat,dan pentingnya
menerapkan patien safety dirumah sakit kepada seluruh staff depertemen
farmasi, apoteker dan petugas apotek Rumah Sakit TNI AL Mintoharjo.
Perlu dilakukan upaya – upaya perbaikan untuk mengurangi
kesalahan dalam penulisan resep, adapun upaya yang diusulkan peneliti
sebagai berikut:
a. Drug Product Database (DPD)
DPD merupakan sebuah sistem informasi yang berisikan
data semua stok obat dan alat kesehatan yang tersedia di apotek
Rumital Dr.Mintohardjo. DPD sebaiknya digunakan di komputer
yang digunakan untuk entry resep agar staf entry segera
mengetahui kodisi stok obat sebelum resep di siapkan. Petugas
yang terlibat petugas IT, Defartemen Farmasi, dan seluruh staf
apotek.
b. System information management (SIM)
SIM merupakan sistem informasi obat yang dapat
mendeteksi stok ketersediaan obat di rumah sakit, dimana sistem
SIM ini dapat membaca keluar masuk obat, sehingga petugas
apotek dapat mengetahui stok ketersedian obat. Petugas yang
terlibat petugas IT, Departemen Farmasi, dan seluruh staf apotek.
c. Penambahan staf apotek
Depertemen Farmasi sebaiknya melakukan penambahan
staf apotek yang bertugas khusus disetiap depo untuk mengatur
kesediaan stok obat selama part atau full time. Staf bertugas
mengecek stok obat dan melaporkan stok keluar masuk obat di
sore hari setiap harinya agar ketersediaan obat yang mulai habis
dapat diketahui, dan dilakukan pemesanan secepatnya. Petugas
yang terlibat depertemen farmasi, penanggung jawab apotek dan
petugas apotik.
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Kolaborasi antara beberapihak
Untuk menghindari terjadinya ketidakadaan obat atau
kosongnya obat di apotek, sebaiknya perlu dilakukan kolaborasi
anatara pihak pengadaan obat, pihak gudang, pihak keuangan
rumah sakit TNI AL Dr. Mintoharjo dan pedagang besar farmasi
(PBF).
e. Alur penyiapan obat
Pada saat penulisan etiket obat, sebaiknya staf apotek
menulis atau mengisis setiap komponen etiket secara lengkap
beserta informasi – informasi khusus yang terdapat di resep.
Setelah diberikan etiket obat sebaiknya dilakukan tahap-tahap
sebagai berikut:
- Obat dimasukan kedalam etiket dengan cara meletakkan
nama obat di belakang agar mudah terbaca oleh petugas
- Obat yang sudah diberi etiket disusun sesuai urutan obat yang
tertulis pada resep untuk memudahkan pengecekan oleh
petugas
Setelah obat dikemas, AA atau Apoteker senantiasa melakukan
pengecekan kembali obat yang sudah di beri etiket sebelum
diberikan kepada pasien agar tidak terjadi kesalahan. Hal ini
sudah dilakukan di RS.TNI AL Mintoharjo. Petugas yang terlibat
adalah seluruh staf apotek rawat jalan.
5.2.1.3. Analisis KNC Pelayanan Kefarmasian pada tahap pemberian obat
Diketahui hasil KNC Pelayanan Kefarmasian pada tahap
pemberian obat tidak terjadi KNC, yaitu pada pemberian informasi tidak
tepat 0,00%.Artinya bahwa, proses pemberian informasi yang dilakukan
di RS.TNI AL Mintoharjo sudah cukup baik. Hal ini terbukti dengan
hasil penelitian yang didapat. Sesuai dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 98 Tahun 2015 bahwa apoteker
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti,
akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien
sekurang-kurangnya meliputi; cara pemakaian obat, cara penyimpanan
obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman
yang harus dihindari.
Untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan pada tahap
pemberin obat dan infomasi perlu dilakukan upaya sebagai berikut.
a. Penyerahan obat
Staf yang bertugas menyerahkan obat dan pemberi informasi
sebaiknya dilakukan oleh apoteker agar sesuai dengan PP 51 tahun
2009.
b. Pemanggilan nomor antrian
Sistem pemanggilan nomor antrian sebaiknya diberi jarak 60
detik disetiap pasien, dan pemanggilan pasien dilakukan paling
banyak 10 pasien agar tidak terjadi penumpukan pasien pada saat
peroses pemberian obat.
5.2.1.4 Analisis Dampak dengan Uji Paired T-test
Hasil analisis dengan uji paired T-test menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah KNC sebelum dan
sesudah dilakukanya sosialisasi. Hasil ini ditunjukan oleh nilai
singnifikansi sebesar 0,016 (sigvalue <0,05) , berdasarkan nilai
korelasi(r) didapatka 0,984, jika r2
maka akan menunjukkan pengaruh
sosialisasi terhadap perubahan KNC pelayanan kefarmasian. Pengarus
sosialisasi untuk pencegahan KNC sebanyak 96,82%, disebabkan faktor
lain sebanyak 3,4%. maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
yang bermakna antara sesudah dan sebelum dilakukan sosialisasi.
Hasil analisis perhitungan sebelum dan sesudah dilakukanya
sosialisasi, sebelum sosialisasi lebih banyak terjadi KNC Pelayanan
Kefarmasian jika dibandingkan dengan sesudah sosialisasi, dengan nilai t
tabel 1,373 berdasarkan nilai t maka dapat disimpulkan ada perbedaan
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada taraf signifikan sebesar 95%.Simpulan sig.(2-tailed) yaitu 0,264
(sigvalue >0,05) sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi perubahan
yang signifikan pada sosialisai KNC Pelayanan Kefarmasian. Hasil
secara umum menunjukkan nilai yang lebih rendah, perubahan yang
terjadi tidak konsisten hanya terjadi pada beberapa variabel, dan sebagian
variabel lebih rendah, sebagian tidak berubah, atau sebagian lain
mengalami penambahan (Widhiarso,2014).
Dari data SPSS di atas, maka dapat diketahui bahwa KNC
Pelayanan Kefarmasian masih sering terjadi dalam praktek sehari-hari,
dan tidak terjadi perubahan yang singnifikan bahkan tidak dapat
menurunkan tingkat kenjadian nyaris cedera pelayanan kefarmasian di
rumah sakit TNI AL Mintoharjo.
Perlu dikalukan upaya untuk menurunkan tingkat KNC pelayanan
kefarmasian sebagai berikut.
Dilakukan edukasi secara bertahap mengenai keselamatan pasien dan
penerpan pelayanan kefarmasian kepada seluruh tenaga medis di
rumah sakit TNI AL Mintoharjo.
Dilakukan penukaran dan penambahan personil petugas apotek
Hasil pengamatan pada penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai informasi kepada dokter dan farmasis Rumah Sakit TNI AL Dr.
Mintohardjo mengenai penulisan resep yang tidak sesuai dengan
PERMENKES RI No. 35 tahun 2014 tentang standar pelayanan
kefarmasian di Apotek, Berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Rumah Sakit wajib
melaksanakan standar keselamatan pasien.
Dari hasil kejadian nyaris cedera dapat disimpulkan dengan
menggunakan model diagram fishbone dibawah ini, untuk mengeathui
sebab akibat terjadinya KNC pelayanan kefarmasian serta upaya upaya
yang harus dilakukan, dapat dilihat seperti pada gambar 3.
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 5.2: Model Diagram fishbone KNC upaya perbaikan
KNCPelayan
an
kefarmasian
KNCPelayan
an
kefarmasian
KNCPelayan
an
kefarmasian
KNCPelayan
an
kefarmasian
KNCPelayan
an
kefarmasian
KNCPelayan
an
kefarmasian
Tidak ada
NO RM
KNCPelayan
an
kefarmasian
KNCPelayan
an
kefarmasian
KNCPelayan
an
kefarmasian
KNCPelayan
an
kefarmasian
KNCPelayan
an
kefarmasian
KNCPelayan
an
kefarmasian
Tidak ada
NO RM
KNC
Upaya perbaikan
- Pemanggilan nomor
antrian pasien diberi
selang waktu 60 detik di
setiap nomor berikutnya
- pemanggilan pasien
dilakukan maksimal 10
pasien
- penambahan pegawai
apoteker
Pemberian
informasi
tidaklengkap Bentuk
sediaan
Nama obat
Signa obat
tidak tepat
Upaya perbaikan
- Melakukan sistem informasi
manajemen (SIM) - Peningkatkan kolaborasi
antara pihak pengadaan obat,
pihak gudang, keuangan serta
PBF - Sistem pelaporan keluar
masuk obat perlu diperhatikan - Sistem pendistribusian obat
ke apotek sebaiknya
dilakukan setiap sore hari - Edukasi secara bertahap
untuk penulisan etiket secara
lengkap.
- Obat setelah di berikan etiket
menerapkan cara berikut. - nama obat diletakkan
dibelakang
- obat diurutkan sesuai urutan
resep
- AA melakukan pengecekan
ulang
Obat tidak tersedia di
apotek
Penulisan etiket
tidak lengkap
Tidak ada
nama
Tidak ada nomor RM
Upaya perbaikan
- Pengobatan bar coding
- Penulisan resep sebaiknya
ditulis dengan jelas dan
terbaca.
- Penambahan kolom usia,
BB dan TB di resep.
- Penambahan formulir
riwayat alergi pasien, serta
proses pengkajian sampai
kepada penyerahan.
Upaya perbaikan
- Electronic Prescription
Record (EPR) sebuah
rekam resep elektronik
(EPR) mengandung semua
data legal.
- Edukasi secara bertahap Salah mengambil
dan menyiapkan
obat
Signa obat
tidak jelas
Rute
pemberian
Perintah
pengobatan
tidak jelas
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5.3 Keterbatasan Peneliti
5.3.1 Kendala
a. Pengambilan data dan jumlah resepada peroses pengumpulan data
masih cukup banyak kendala karena keterbatasan waktu dan
banyaknya resep yang harus diamatin satu persatu.
b. Masih banyak variabel yang belum diukur dan diamati, hal ini
karena tidak termasuk kedalam variabel pengamatan
5.3.2 Kelemahan
a. Memerlukan waktu yang cukup lama
b. Memerlukan sarana dan pengelolaan yang rumit
5.3.3 Kekuatan
a. Penelitian ini sebelumnya belum pernah dilakukan di Rumah Sakit
TNI AL Dr. Mintoharjo. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi
referensi dan gambaran KNC pelayanan kefarmasian pada pasien
rawat jalan.
b. Penelitian ini dilakukan secara prospektif, sehingga dapat
mengeksplorasi lebih dari satu variabel, dan data yang di dapat
masih meggunakan data fresh.
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Pada penelitian ini, masih banyak ditemukan adanya KNC pada
pelayanan kefarmasian, dimana ketidaksesuaian dalam penulisan resep
menurut PERMENKES RI No. 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Instalasi Apotek dan berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Rumah
Sakit wajib melaksanakan standar keselamatan pasien.
1. Hasil angka KNC ketidaklengkapan peresepan obat pada bulan
April yaitu 15,97%, terjadi penurunan pada bulan Mei menjadi
15,24%. Penyiapan obat April 2016 yaitu 33,34%, terjadi
penurunan pada bulan Mei menjadi 20,23%. Pemberian
informasi obat pada bulan April dan Mei 2016 menunjukkan tidak
terjadi KNC pelayanan kefarmasian.
2. Sosialisai dapat menurunkan KNC tetapi tidak singnifikan,
sehingga tidak terdapat pengaruh yang bermakna antara sesudah
dan sebelum dilakukan sosialisasi secara statistik, namun secara
substansi kemungkinan ada hubungan.
3. Perlu dilakukan upaya-upaya seperti: Computerized Physician
Order Enty, Electronic Prescription Record, penambahan
komponen pada resep, punulisan resep secara manual yang tepat,
jelas dan terbaca, penambahan tabel paraf, Drug Product
Databest, System Information Management, penambahan staf
apotek, kolaborasi Antara beberapa pihak, perbaikan alur
penyiapan obat dan pemberian obat.
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6.2 Saran
1. Kepada dokter, dalam penulisan resep diharapkan dapat menerapkan
PERMENKES RI No. 35 tahun 2014 sehingga resiko kesalahan pada
resep dapat dihindari.
2. Kepada apoteker, dalam melayani resep perlu mengacu pada
PERMENKES RI No. 35 tahun 2014 sehingga terapi obat yang
diberikan dapat maksimal.
3. Kepada seluruh tenaga kesehatan wajib menerapkan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 yang
menjelaskan bahwa Rumah Sakit wajib melaksanakan standar
keselamatan pasien.
4. Perlu ditingkatkan komunikasi antara apoteker dan dokter dalam
menentukan terapi untuk mencegah terjadinya kesalahan
pengobatan.
5. Bisa dilakukan penelitian kembali mengenai KNC pelayanan
kefarmasian dengan penambahan variabel waktu dan personil
kesehatan.
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Amira, A. 2011. Skripsi: Penulisan Resep Askes di Apotek RSUP Haji Adam
Malik Periode Mei 2011. Medan
Anonim. 2004. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.
1197/Menkes/SK/X/2004
Anonim. 2008. Pedoman Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta:
Departemen kesehatan RI
Arikunto, S. 2010. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rieka Cipta
Anderson, Townsend. (2010). Medication errors: Don’t let them happen to you.
American Nurse Today. Volume 5 No.3: Mar 10.
American Society of Health-System Pharmacists. (2016). ASHP Guidelines on
Preventing Medication Errors in Hospitals. http://www.ashp.org. diakses pada tanggal
10 Maret 2016 pukul 00.23 WIB.
Academy of Managed Care Pharmacy. (2010). Medication Errors.
http://www.amcp.org/WorkArea/DownloadAsset.aspx?id=9300. diakses pada tanggal
11 Maret 2016 pukul 10.49 WIB.
Australian Commission on Safety and Quality in Health Care. (2010). Patient
Safety in Primary Health Care. http://www.safetyandquality.gov.au. diakses pada
tanggal 13 Maret 2016 pukul 19.46 WIB.
Ballard, K.A. (2003). Patient Safety: A shared responsibility. Online Journal of
Issues in Nursing. Volume 8 – 2003 No.3: Sept 03
Ballard, K.A. (2003). Patient Safety: A shared responsibility. Online Journal of
Issues in Nursing. Volume 8 – 2003 No.3: Sept 03
Bird, F.E.Jr. and Germain, G.L. (1996). Practical Loss Control Leadership (ed-
3). Loganville, Georgia: Det Norske Veritas.
Cahyono, J.B.S.B, 2008. Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam
Praktik Kedokteran. Yogyakarta: Kanisius
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Cinderasuci, Rizki. (2012). Perbaikan Angka Kejadian Tidak Diharapkan
Dengan Metode Six Sigma di Instalasi Rawat Inap RS Anna Medika Bekasi Tahun
2011. Tesis Magister pada Universitas Indonesia: tidak diterbitkan.
Conklin, Annalijn. (2008). Improving Patient Safety in the EU. Cambridge:
RAND Corporation.
Dwiprahasto Iwan, Erna Kristin. 2008. Intervensi Pelatihan untuk
Meminimalkan Risiko Medication Error di Pusat Pelayanan Kesehatan Primer. Jurnal
Berkala Ilmu Kedokteran
Department of Health. (2002). Improving Patient Safety : Insights from
American, Australian and British Healthcare. ECRI Europe: Department of Health of
United Kingdom.
DepKes. (2008). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58
tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta: DepKes
RI.
______. (2008). Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient
Safety). (ed-2). Jakarta: DepKes RI.
______. (2009). Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Depkes RI.
______. (2009). Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Jakarta: DepKes RI.
______. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta: Depkes
RI.
House of Commons Health Committee. (2009). Patient Safety. The Reports and
evidence of the Committee. London: The Stationery Office.
Institute of Medicine. 2000. To Err is human: Building a safer health system.
Washington D.C: The National Academies Press.
Joint Commission International. (2012). International Patient Safety Goals
(IPSG). http://www.jointcommissioninternational.org. diakses pada tanggal 12 Maret
2016 pukul 20.59 WIB.
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hartayu, T.S., dan Widayati, A. Kajian Kelengkapan Resep Pediatri yang
Berpotensi Menimbulkan Medication Error di Rumah Sakit dan 10 Apotek di
Yogyakarta. Yogyakarta
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 56 Tahun 2014
Lisby, M (2005) . Errors in the medication process: frequency , type , and
potential clinical consequences. www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15668306. diakses
pada tanggal 01 Desember 2015 pukul 14.33 WIB.
Medication errors are the single most preventable cause of patient injury.
http://www.stjames.ie/GPsHealthcareProfessionals/Newsletters/NMICBulletins/MICBu
lletins2001/VOL7-3MEDICATION%20ERRORS.pdf.
diakses pada tanggal 01 Desember 2015 pukul 14.25 WIB.
National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention.
(2016). About Medication Errors. http://www.nccmerp.org/about-medication-errors.
diakses pada tanggal 12 Maret 2016 pukul 21.50 WIB.
National Health Service. (2004). Seven steps to patient safety: full reference
guide. http://www.nrls.npsa.nhs.uk. diakses pada tanggal 12 Maret 2016 pukul 02.11
WIB.
Notoadmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rieka Cipta
Octavia, Hanna. 2011. Skripsi: Analisis Kelengkapan Peresepan di Apotek KPRI
Praktiknya, A.W. 2001. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Prawitasari, Diah. 2009. Skripsi: Tinjauan Aspek Legalitas dan Kelengkapan
Resep di 5 Apotek Kabupaten Klaten Tahun 2007. Surakarta
Rahmawati, F. 2002. Kajian Penulisan Resep: Tinjauan Aspek Legalitas dan
Kelengkapan Resep di Apotek-apotek Kotamadya Yogyakarta. Yogyakarta: Majalah
Farmasi Indonesia
Setiawati, A. 2007. Interaksi Obat, dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 5.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta: Gaya Baru
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Shaw, R., et al. (2005). Adverse events and near miss reporting in the NHS.
Qual saf Health Care, 2005 Aug; 14(4): 279-283.
The Institute for Safe Medication Practices Canada (ISMP Canada). (2007).
Near Miss Identification and Reporting. http://www.ismp-canada.org. diakses pada
tanggal 13 Maret 2016 pukul 10.12 WIB.
Virawan, Koen. (2012). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Staf
Perawat dan Staf Farmasi Menggunakan Enam Benar dalam Menurunkan Kasus
Kejadian yang Tidak Diharapkan dan Kejadian Nyaris Cedera di Rumah Sakit Umum
Surya Husada. Tesis Magister pada Universitas Indonesia: tidak diterbitkan.
Vorley M.Sc. MCQI, Geoff. (2008). Mini Guide to Root Cause Analysis.
http://www.root-cause-analysis.co.uk. diakses pada tanggal 13 Maret 2016 pukul 11.48
WIB
WHO. (2008). Learning From Error. http://www.who.int. diakses pada tanggal
13 Maret 2016 pukul 20.57 WIB.
____. (2009). Human Factors in Patient Safety. http://www.who.int. diakses
pada tanggal 13 Maret 2016 pukul 21.09 WIB.
Wibowo, A. 2010. Skripsi: Analisis Kelengkapan Resep di Apotek Wilayah
Lamongan Bulan Februari2010. Surabaya
World Health Organization. 1994. The Contribution of the Family Doctor,
WHO-WONCA Conference 1994.
64
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Gambar 1: Surat izin melakukan penelitian
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2.
No Nama Pasien No
RM
Insiden
Peresepan Obat
penyiapan obat
pemberian
obat
kronologis
lengkap
secara
administratif
lengkap
secara
farmasetik lengkap secara klinis
dosis
dan
jumlah
obat
tidak
tepat
perintah
pengobatan
yang tidak
terbaca
salah
mengambil
dan
meracik
obat salah dalam pemberian lebel
Obat tidak
tersedia di
apotik
pemberian
informasi
yang tidak
lengkap
data pasien
tidak
lengkap
bentuk
sedian
nama
obat signa
rute
pemberian aturan pakai
cara
pemakaian
bentuk
sedian
Tabel 1: Lembar rekapitulasi KNC
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3
Di tempat (1), (2), dan (3) peneliti dibantu oleh petugas
apotek dalam melihat adanya KNC di tahap peresepan dan
penyiapan obat. Jika terdapat resep KNC, maka petugas
apotek akan memberi tahu peneliti untuk segera dicatat
dalam lembar rekapitulasi KNC.
Di tempat (4) peneliti standby untuk melakukan pengecekan
akhir dan untuk mencatat jika terdapat KNC pada resep dan
obat-obat yang sudah selesai disiapkan, sedangkan di tempat (5)
peneliti juga kembali melakukan pengecekan dan mengamati
KNC di proses penyerahan obat kepasien.
Tempat penyimpanan obat rawat jalan
3 4 Penyiapan obat (dispensing) Pengecekan akhir
1
Penerimaan dan transkip resep
2
Proses entry dan pembacaan resep (prescribing)
5
Tempat penyerahan obat (Administering)
Gambar 2: Denah dan Alur Perjalanan Resep Di Apotek Rawat jalan
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4.
Kejadian Nyaris
Cedera
Tertulis Seharusnya Keterangan
Dosis tidak
tepat
Dokter menuliskan
Omeprazol cap 40 mg
2 x 1 hari
Dokter
menuliskan
Omeprazol 20
mg 2 x 1 hari
Dosis maksimum untuk pasien
dewasa 20-40 mg. Berdasarkan
komfirmasi dokter obat diberikan
20mg. Jika diberikan dengan dosis
tinggi akan memberikan efek
samping pertumbuhan bakteri
dalam saluran cerna.
Dokter menuliskan
Tramadol 500mg
Dokter
menuliskan
Tramadol 50 mg
Dosis maksimum untuk pasien
dewasa maksimal 400 mg sehari.
Berdasarkan komfirmasi dokter
obat diberikan 50mg. Jika di
berikan berlebihan akan
menyebabkan kecanduan dan
overdosis
Dokter menuliskan
Spironolakton 2,5 mg
signa 0-0-1
Dokter
menuliskan
Spironolakton 25
mg signa 1-0-0
Dosis minimum obat
spironolakton 25 mg, Berdasarkan
komfirmasi dokter obat diberikan
25 mg. sebaiknya diminum pada
pagi hari karena memiliki efek
samping poliuria
Dokter menuliskan
ramipril 20 mg
Berdasarkan
riwayat
seharusnya dokter
menuliskan
ramipril 5 mg
Dosis maksimum obat ramipril 10
mg/hari. Berdasarkan komfirmasi
dokter obat diberikan 5 mg. Jika
di berikan dengan dosisi tinggi
akan menyebabkan over dosis dan
efek samping yang tidak
diinginkan
Dokter menuliskan
candesartan 32mg 2x1
hari
Berdasarkan
riwayat dokter
menuliskan
Candesartan 16
mg 1 x sehari
Dosis maksimum candesartan 32
mg/hari untuk hipertensi berat.
Berdasarkan komfirmasi dokter
obat diberikan candesartan 16 mg.
Jika diberikan dosis yang
berlebihan akan menyebabkan
over dosis dan menyebabkan efek
samping yang membahayakan.
Dokter menuliskan
amitripilin 75mg
3x1hari
Dokter
menuliskan
Amitripilin 25mg
3x1 hari
Dosis maksimal 75 mg untuk dosis
terbagi apabila penambahan dosis
menjadi 150 mg, jika diberikan
berlebihan akan menyebabkan
overdosis dan efek samping yang
membahayakan
Tabel 2: Penjabaran Ketidaktepatan Nama, Dosis, Aturan Pakai dan Bentuk
Sediaan Obat Lembar rekapitulasi KNC
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dokter menuliskan
Diazepam 25mg
Dokter menuliskan
Diazepam 2mg
Dosis maksimum
diazepam 10 mg/hari.
Berdasarkan
komfirmasi dokter obat
diberikan 2mg. Jika
diberikan dosis tinggi
akan menyebabkan
over dosis dan
menyebabkan
gangguan fungsi
koordinasi
keseimbangan
Dokter menuliskan
Metilprednisolon 40
mg
Dokter menuliskan
Metilprednisolon 4 mg
Dosis perhari obat
metilprednisolon 4-48
mg/hari. Berdasarkan
komfirmasi dokter obat
diberikan 4mg. Jika
obat diberikan dengan
dosis 40 mg akan
menyebabkan
overdosis dan
menimbulkam efek
samping berbahaya.
Dokter menuliskan
meloxicam 75 mg
Meloxicam 7,5mg Dosis perhari
meloxicam
15mg/hari.berdasarkan
komfirmasi kepada
dokter diberikan
meloxicam 7,5 mg.
Jika diberikan dengan
dosis 75 mg akan
menyebabkan
overdosis dan
menimbulkan efek
samping berbahaya.
Rute pemberian
obat
Dokter menuliskan Vip
albumin PO 3dd2
Dokter menuliskan Vip
albumin injeksi
Sedian obat Vip
albumin tidak tersedia
dalam pemberian oral
hanya tersedia dalam
bentuk seidaan injeksi,
setelah dikomfirmasi
dengan dokter Vip
albumin diberikan
secara Fi.
Dokter menuliskan
Norit tab Fi no 1
Dokter menuliskan
Norit per oral
Sedian obat norit tidak
tersedia dalam
pemberian Fi hanya
tersedia dalam sedian
tablet, setelah
dikomfirmasi dengan
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dokter norit tablet.
Dokter menuliskan
Laxadine tab no X
Dokter menuliskan
Laxadine syr no II
Sedian obat laxadine
tidak tersedia dalam
sediaan tablet hanya
ada dalam bentuk
syrup. Setelah di
komfirmasi dengan
dokter yang diberikan
laxadine syrup.
Dokter menuliskan
cefotaxime 500 mg tab
Dokter menuliskan
Cefotaxime injeksi
Sedian obat cefotaxime
tidak tersedia dalam
sedian tablet 500mg,
yang tersedia hanya
cefotaxime 500 mg
injeksi. Setelah
dikomfirmasi dengan
dokter yang diberikan
cefotaxime 500 mg
injeksi.
Penulisan resep tidak
jelas
Dokter menuliskan
PCT 500 tetapi angka 5
seperti 3
Dokter menuliskan
PCT 500 mg
Tidak terlulis secara
jelas dosis didalam
resep, setelah
dikomfirmasi dosis
yang dimaksut PCT
500mg.
Dokter menuliskan Vit Dokter menuliskan Vit
B-com
Tidak tertulis jelas vit
yang diminta, setelah
dilihat pada riwayat
pengobatan pasien
menggunakan Vit B-
com.
Dokter menuliskan
lansoprazol singna
tidak ditulis
Dokter menuliskan
Lansoprazol 2x1
Tidak tertulis aturan
pakai obat lansoprazol,
setlah dikomfirmasi
dan disamakan dengan
riwayat pengobatan
dokter memberikan
lansoprazol 2x1 hari.
Dokter menuliskan
Azoma 100 mg
Dokter menuliskan
Azomax 100 mg
Tidak terlulis secara
jelas nama obat
didalam resep, setelah
dikomfirmasi obat
yang dimaksut Azomax
100 mg.
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5.
No. Nama obat Tidak ada
signa obat
Tidak ada
dosis obat
Keterangan
1. Lansoprazol 30
mg
1 Di resep tidak tertulis dosis signa obat
lansoprazol, setelah dilakukan komfirmasi
diberikan 2x1 hari.
2. Bisoprolol 1 Di resep tidak tertulis signa obat bisoprolol,
setelah dikomfirmasi diberikan obat
bisoprolol 2,5 mg
3. Digoxin 1 Di resep, tidak tertulis dosis digoxin, setelah
dikomfirmasi diberikan obat digoxin 0,5 mg.
4. Candesartan 1 Di resep tidak tertulis dosis untuk
candesartan, setelah dikomfirmasi diberikan
candesartan 8 mg.
5 Cetirizin 1 Di resep tidak tertulis dosis obat cetirizin,
setelah dikomfirmasi diberikan obat cetirizin
5 mg.
6 ISDN 1 Di resep tidak tertulis signa obat ISDN,
setelah di komfirmasi diberikan ISDN 1x1
sehari.
7 Valesco 1 Di resep tidak tertulis dosis untuk valesco,
setelah dilihat riwayat pengobatan diberikan
valesco 80
8 Depakote 1 Di resep tidak tertulis signa obat depakote,
setelah dikomfirmasi diberikan depakote 3x1
hari dengan dosis 500 mg.
9 Diazepam 1 Di resep tidak tertulis dosis obat diazepam,
setelah dikomfirmasi diberikan dosis obat
diazepam 2 mg 1x1 hari.
10 Laxadine syr 1 Di resep tidak tertulis signa obat, setelah
dikomfirmasi diberikan laxadine syr 2x1
sehari.
11 Cefixime 1 Di resep tidak tertulis signa obat, setelah
dikomfirmasi dosis obat cefixime 200 mg
tab.
12 Simarc 1 Di resep tidak tertulis dosis obat, setelah
dikomfirmasi diberikan simarc 2mg.
13 Aspilet 1 Di resep tidak tertulis signa obat, setelah
dikomfirmasi diberikan aspilet 80 mg.
Tabel 3: Penjabaran ketidaklengkapan obat secara klinis.
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6.
No. Nama obat Jenis dan Jumlah Insiden
Keterangan Salah mengambil obat Salah meracik obat
1. Asam
mefenamat
1 Asisten Apoteker mengambil
obat Asam Traneksamat
sedangkan yang seharusnya
diambil adalah asam
mefenamat
2. Amlodipin 1 Asisten Apoteker mengambil
obat amlodipin 5 mg.
Seharusnya obat yang
diambil yakni amlodipin 10
mg
3 CaCO3 1 Asisten Apoteker mengambil
obat CaCO3 22 kapsul.
Seharusnya obat yang
diambil yakni CaCO3 30
kapsul
4 Hardol 1 Asisten Apoteker mengambil
obat hardol 10 tab.
Seharusnya obat yang
diambil 30 tab.
5 Ramipril 1 Asisten Apoteker mengambil
obat ramipril 5 mg.
Seharusnya obat yang
diambil yakni ramipril
52,5mg.
6 NaCl 0,9% 1 Asisten Apoteker mengambil
cairan NaCl 0,9% I botol.
Seharusnya cairan yang
diambil III botol.
7 Gabapentin 1 Asisten Apoteker mengambil
obat Acarbose. Seharusnya
obat yang diambil yakni
gabapentin.
Tabel 4: Penjabaran Kesalahan dalam Mengambil dan Meracik Obat
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7.
Gambar 3: Contoh Resep pasien rawat jalan
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8.
Gambar 4: Tempat penyimpanan obat tablet, cream dan syrup
74
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9.
Gambar 5: Tempat Penyimpanan Obat High Alert
75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10.
Gambar 8: Tempat entry resep
Lampiran 11.
Gambar 9: Contoh etiket obat
76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12.
Gambar 10: Dokumentasi sosialisasi hasil penelitian KNC bulan April 2016
top related