studi perbandingan soft skill pada mata pelajaran …digilib.unila.ac.id/27350/2/skripsi tanpa bab...
Post on 08-Oct-2020
2 Views
Preview:
TRANSCRIPT
STUDI PERBANDINGAN SOFT SKILL PADA MATA PELAJARAN IPS
TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN PENERAPAN MODEL
KOOPERATIF TIPE COOPERATIF INTEGRATED READING
AND COMPOSITION (CIRC) DAN JIGSAW II DENGAN
MEMPERHATIKAN KONSEP DIRI SISWA KELAS
VIIISMP NEGERI 1 BELITANG MADANG RAYA
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
(Skripsi)
Oleh
Yola Rovita
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
ABSTRAK
STUDI PERBANDINGAN SOFT SKILL PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU
DENGAN MENGGUNAKAN PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE
COOPERATIF INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) DAN
JIGSAW II DENGAN MEMPERHATIKAN KONSEP DIRI SISWA
KELAS VIII SMP NEGERI 1 BELITANG MADANG RAYA
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Oleh
Yola Rovita
Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui perbedaan soft skill dan interaksi antara model
pembelajaran CIRC dan JIGSAW II. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen semu
dengan pendekatan komparatif. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Belitang Madang
Raya dengan populasi yang diteliti yaitu seluruh siswa kelas VIII yang terdiri dari 10 kelas
dengan jumlah 289 siswa. Dari hasil teknik cluster random sampling diperoleh kelas VIII8 dan
VIII10 sebagai sampel penelitian. Pengujian hipotesis menggunakan rumus analisis varian dua
jalan dan t-test dua sampel independen. Berdasarkan analisis data diperoleh hasil: 1. terdapat
perbedaan antara soft skill pada siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe CIRC dibandingkan dengan yang pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II, 2. Soft skill pada siswa yang memiliki konsep diri positif
yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC akan lebih
tinggi dibandingkan dengan yang pembelajaannya menggunakan model kooperatif tipe Jigsaw
II, 3. Soft skill pada siswa yang memiliki konsep diri negatif yang pembelajarannya
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II akan lebih tinggi dibandingkan
dengan yang pembelajaannya menggunakan model kooperatif tipe CIRC, 4. Terdapat interaksi
antara model pembelajaran pembelajaran kooperatif dengan konsep diri terhadap soft skill siswa.
Kata kunci: soft skill siswa, konsep diri siswa, model pembelajaran, CIRC dan JIGSAW II
STUDI PERBANDINGAN SOFT SKILL PADA MATA PELAJARAN IPS
TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN PENERAPAN MODEL
KOOPERATIF TIPE COOPERATIF INTEGRATED READING
AND COMPOSITION (CIRC) DAN JIGSAW II DENGAN
MEMPERHATIKAN KONSEP DIRI SISWA KELAS
VIIISMP NEGERI 1 BELITANG MADANG RAYA
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Oleh
Yola Rovita
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA PENDIDKAN
Pada
Jurusan Pendidkan Ilmu Pengetahuan Sosial
Program Studi Pendidikan Ekonomi
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Tegal Rejo Kecamatan
Belitang Kabupaten Sumatera Selatan pada tanggal 11
Mei 1995 silam dengan nama lengkap Yola Rovita, yang
merupakan anak pertama dan terakhir dari pasangan
Bapak Slamet Riadi dan Ibu Wardani.
Pendidikan formal yang pernah di selesaikan penulis adalah :
1. SD Negri 2 Tepung Sari selesai pada tahun 2007
2. SMP Negri 1 Belitang selesai pada tahun 2010
3. SMA Negri 1 Belitang selesai pada tahun 2013
Pada tahun 2013, penulis diterima sebagai mahasiswi di Universitas Lampung pda
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) pada Jurusan Pendidikan Ilmu
Sosial, Program Studi Pendidikan Ekonomi melalui jalur Seleksi Bersama Masuk
Perguruan Tinggi Negri (SBMPTN).
Sebagai salah satu mata kuliah wajib, penulis pernah mengikuti Kuliah Kerja
Lapangan (KKL) ke Jogyakarta, Bali, Bandung dan Jakarta pada tanggal 22
Agustus 2015 sampai 31 Agustus 2015. Kemudian, penulis juga menyelesaikan
Program Kuliah Kerja Nyata - Kepribadian Terintegrasi (KKN-KT) di SMP Negri
2 Seputih Mataram sejak 18 juli 2016 sampai dengan 26 Agustus 2016.
Motto
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”
(QS. Al-Baqoroh: 286)
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya
bersama kesulitan itu ada kemudahan”
(Q.S. Al-Insyirah: 5-6)
"Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang.
Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh."
(Andrew Jackson)
“Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru yakin
kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik”
(Evelyn Underhill)
PERSEMBAHAN
Penulis mengucapakan syukur alhamdullilah kepada Allah SWT, atas rahmat
dan hidayah-Nya lah skripsi Ini dapat diselesaikan.
Salawat dan salam kepada rasullulah nabi Muhammad SAW yang dinantikan
syafatnya di Yaumul kiamah, amin ya robalalamin.
Penulis persembahkan suatu karya yang butuh perjuangan ini untuk orang-
orang tercinta yang menjadi motivator, pendukung dan bagian dari kebahagian
hidup penulis.
Ayahanda tersayang Slamet Riadi dan ibunda tercinta Wardani yang senantiasa
memberikan motivasi, menyanyangi, mendoakan dan selalu menantikan
keberhasilanku.
Teman-teman ku yang selama ini selalu mendukukung dan selalu
mendengarkan keluh kesahku.
Keluarga besar Pendidikan Ekonomi angkatan 2013 yang tidak bisa disebutkan
satu per satu
Almamater tercinta universitas lampung
SANWACANA
Alhamdulilah, Segala puji dan syukur keharibaan Allah Subhanallahu Wataala
yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Studi Perbandingan Soft Skill Pada Mata
Pelajaran Ips Terpadu Dengan Menggunakan Penerapan Model Kooperatif
Tipe Cooperatif Integrated Reading And Composition (Circ) Dan Jigsaw Ii
Dengan Memperhatikan Konsep Diri Siswa Kelas Viii Smp Negeri 1 Belitang
Madang Raya Tahun Pelajaran 2016/2017 ” yang merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjanah Pendidikan pada Program Studi Pendidikan
Ekonomi Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan, bimbingan, motivasi, saran dan kritik yang telah diberikan oleh semua
pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih
selurunya kepada:
1. Bapak Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;.
2. Bapak Dr. Abdurahman, M. Si, selaku pembantu Dekan I Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;.
3. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.S.selaku pembantu Dekan II Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;.
4. Bapak Drs. Supriyadi, M.Si selaku Wakil Dekan II Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;.
5. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si.., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;.
6. Bapak Drs. Tedi Rusman, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Ekonomi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;.
7. Bapak Dr. Edy Purnomo, M.Pd selaku Pembimbing I yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingan serta motivasi kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. Ibu Rahmah Dianti Putri, S.E., M.Pd., selaku pembimbing II yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta memberikan motivasi, arahan
dan nasehat dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Bapak Drs. Nurdin, M.Si., yang telah bersedia menjadi pembahas penulis.
Terimakasih untuk bantuannya dalam menyempurnakan skripsi ini;
10. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Ilmu
Pengetahuan Sosial FKIP Universitas Lampung, terima kasih kepada ilmu
yang telah diberikan.
11. Bapak Drs. Sri Margono, M.M selaku kepala SMP Negeri 1 Belitang Madang
Raya yang telah mengizinkan dan membantu penulis melakukan penelitian.
12. Ibu Nurjanah, S.Pd., selaku guru mata pelajaran IPS Terpadu di SMP Negeri
1 Belitang Madang Raya, terimakasih atas bimbingan, nasihat serta informasi
yang bermanfaat untuk kepentingan penelitian dalam skripsi ini.
13. Siswa-siswi di SMP Negeri 1 Belitang Madang Raya, terimakasih atas
kerjasamanya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
14. Bapak dan ibu tersayang, terimakasih atas semua yang telah diberikan
untukku, doa, senyum, air mata, bahagia, kasih sayang, dan semua
pengorbanan mu untukku yang tiada pernah bisa dinilai dari segi apapun.
Semoga kelak Allah menyediakan jannahnya untuk ayah dan mak. Amin
Allahumma Amin .
15. Seluruh keluarga besar ku tercinta terima kasih atas dukungan, keceriaan dan
pengorbanannya selama ini..
16. Sahabat-sahabatku Apsari Yunita, Eka Puji Lestari, Hesti Puspita Sari, Siti
Nur Kholifah, Tiara Dhayu Prameswari, Yunita Muthia N dan Tri Widiarti
yang banyak membatu dan selalu mendukung ku
17. Sahabat-sahabat KKN-KT ku Biner, Doris, Tia, Afa, Reza, Anggi, Anjar,
Ersa dan Mia, terimaksih atas kebersamaannya selama ini. Walaupun kita
belum lama kenal tapi kita sudah lebih dari keluarga.
18. Teman-teman angkatan 2013 yang tidak dapat disebutkan namanya satu
persatu, terimakasih atas doa dan dukungannya;
19. Seluruh keluarga besar Pendidikan Ekonomi yang sudah berkarya maupun
yang masih berusaha berkarya semoga sukses, tak lupa Kak Dani yang selalu
memberikan arahan dan semangat kepada kami Mahasiswa Pendidikan
Ekonomi’
20. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan diatas kertas ini namun
penulis berterimaksig atas semuanya.
Semoga segala bantuan, bimbingan, dorongan dan doa yang diberikan kepada
penulis mendapat ridho dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak. Aamiin.
Bandar Lampung, Juni 2017
Penulis,
Yola Rovita
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
1.2 Identifikasi Masalah ....................................................................... 10
1.3 Pembatasan Masalah ...................................................................... 11
1.4 Rumusan Masalah .......................................................................... 11
1.5 Tujuan Penelitian ........................................................................... 12
1.6 Kegunaan Penelitian ....................................................................... 13
1.7 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Pustaka ............................................................................ 15
2.1.1 Soft Skill ................................................................................ 15
2.1.2 Definisi Belajar dan Teori Belajar ........................................ 18
A. Definisi Belajar .................................................................... 18
B. Teori Belajar ....................................................................... 20
2.1.3 Mata Pelajaran IPS Terpadu ............................................... 25
2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif (Cooerative Learning) .... 27
2.1.5 Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading And
Composition (CIRC) .......................................................... 31
2.1.6 Model Pembelajaran Jigsaw II .......................................... 34
2.1.7 Konsep Diri ........................................................................ 37
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ..................................................... 41
2.3 Kerangka Pikir ............................................................................. 43
2.4 Hipotesis ....................................................................................... 52
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian ........................................................................... 53
3.1.1 Desain Penelitian .................................................................. 53
3.1.2 Prosedur Penelitian .............................................................. 55
3.2 Populasi dan Sampel ...................................................................... 57
3.2.1 Populasi ................................................................................. 57
3.2.2 Sampel .................................................................................. 57
3.3 Variabel Penelitian ......................................................................... 58
3.3.1 Variabel bebas ( independent ) ............................................... 58
3.3.2 Variabel terikat ( dependent )................................................. 58
3.3.3 Variabel moderator ................................................................ 58
3.4 Definisi Konseptual dan Operasional Variabel ............................. 59
3.4.1 Definisi Konseptual .............................................................. 59
3.4.2 Definisi Operasional Variabel ............................................. 60
3.5 Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 61
3.5.1 Observasi ............................................................................... 61
3.5.2 Angket ( kuesioner ) .............................................................. 61
3.6 Uji Persyaratan Instrumen .............................................................. 62
3.6.1 Uji Validitas Instrumen ......................................................... 62
3.6.2 Uji Reliabilitas Instrumen .................................................... 63
3.7 Uji Persyaratan Analisis Data ........................................................ 65
3.7.1 Uji Normalitas ....................................................................... 65
3.7.2 Uji Homogenitas ................................................................... 65
3.8 Teknik Analisis Data ...................................................................... 66
3.8.1 T-test Dua Sampel Independen ............................................ 66
3.8.2 Analisis Varians Dua Jalan .................................................. 68
3.8.3 Pengujian Hipotesis .............................................................. 70
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .............................................. 71
4.1.1 Sejarah Berdirinya SMP Negeri 1 Belitang
Madang Raya ........................................................................ 71
4.1.2 Situasi dan Kondisi Sekolah ................................................. 71
4.1.3 Kondisi Guru SMP Negeri 1 Belitang Madang Raya ........... 72
4.2 Deskripsi Data ................................................................................ 73
4.2.1 Data Observasi Soft Skill Siswa ........................................... 74
4.3 Pengujian Persyaratan Analisis Data ............................................. 80
4.3.1 Uji Normalitas Data .............................................................. 80
4.3.2 Uji Homogenitas Data .......................................................... 81
4.4 Pengujian Hipotesis ........................................................................ 83
1. Pengujian Hipotesis 1 ............................................................... 83
2. Pengujian Hipotesis 2 ............................................................... 85
3. Pengujian Hipotesis 3 ............................................................... 87
4. Pengujian Hipotesis 4 ............................................................... 88
4.5 Pembahasan .................................................................................... 89
4.6 Keterbatasan Peneliti ...................................................................... 99
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ....................................................................................... 100
5.2 Saran ............................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Soft Skill yang Tampak pada Siswa ............................................... 5
2. Penelitian yang relevan dengan variabel ......................................... 41
3. Kisi-kisi Opersional Soft Skill ......................................................... 60
4. Tingkat Besarnya Koefisien Korelasi ............................................. 64
5. Rumus Unsur Tabel Persiapan Anava Dua Jalan ........................... 69
6. Daftar Kepala Sekolah dan Guru SMP Negeri 1
Belitang Madang Raya…………………………………………… 72
7. Distribusi Frekuensi Hasil Soft Skill Siswa Kelas
Eksperimen ..................................................................................... 75
8. Distribusi Frekuensi Hasil Soft Skill Siswa Kelas Kontrol………. 76
9. Soft Skill Siswa yang Memiliki Konsep Diri Positif Di Kelas
Eksperimen ..................................................................................... 77
10. Soft Skill Siswa yang Memiliki Konsep Diri Positif Di Kelas
Kontrol ............................................................................................ 78
11. Soft Skill Siswa yang Memiliki Konsep Diri Negatif Di Kelas
Eksperimen ...................................................................................... 79
12. Soft Skill Siswa yang Memiliki Konsep Diri Negatif Di Kelas
Kontrol ............................................................................................ 80
13. Hasil Uji Barlett ............................................................................. 81
14. Hasil Pengujian Hipotesis 1 ........................................................... 84
15. Hasil Pengujian Hipotesis 2 ........................................................... 85
16. Hasil Pengujian Hipotesis 3 ........................................................... 87
17. Hasil Pengujian Hipotesis 4 ........................................................... 88
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Pikir ............................................................................... 51
2. Desain Penelitian Eksperimen ........................................................ 54
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Menghadapi era persaingan dunia yang semakin kompetitif, sumber daya
manusia yang berkualitas akan menjadi tumpuan utama agar suatu bangsa
dapat bekompetisi. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah dalam
bidang pendidikan berupaya menyediakan wadah berupa instansi
pendidikan yang bermutu.
Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
(Undang-undang Pendidikan Nomor 20/2003, pasal 1 ayat 1). Oleh
karena itu, pembaharuan pendidikan harus selalu dilakukan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Kemajuan suatu bangsa hanya
dapat dicapai melalui penataan pendidikan yang baik.
Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia
yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau
2
perkembangan pendidikan adalah hal yang seharusnya terjadi sejalan
dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan
pendidikan pada semua tingkat perlu terus menerus dilakukan sebagai
bekal untuk masa depan. Dunia pendidikan memerlukan inovasi-inovasi
yang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa
mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Pendidikan juga dipandang
sebagai sarana untuk melahirkan manusia yang cerdas, kreatif, terampil,
bertanggung jawab, produktif, dan berbudi pekerti luhur.
Pendidikan bertujuan untuk membentuk karakter peserta didik. Tujuan
yang diharapkan dalam pendidikan menurut UU Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sepiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang duperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara.
Menurut undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal
1 ayat 1 di atas, seharusnya pendidikan di Indonesia juga harus
memperhatikan peserta didik untuk secara aktif mengembangkan potensi
dirinya agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara, (soft skill) tidak
hanya mengenai hard skil. Permasalahan di dunia pendidikan saat ini
yang kerap kali luput dari perhatian guru adalah kurangnya perhatian
tentang penilaian soft skill.
Menurut Elfindri dkk (2011: 67) soft skill merupakan keterampilan dan
kecakapan hidup, baik untuk sendiri, berkelompok, atau bermasyarakat,
3
serta dengan Sang Pencipta. Dengan mempunyai soft skill membuat
keberadaan seseorang akan semakin terasa di tengah masyarakat.
Keterampilan akan berkomunikasi, keterampilan emosional, keterampilan
berbahasa, keterampilan berkelompok, memiliki etika dan moral, santun dan
keterampilan spiritual.
Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata
kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan
kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola
diri dan orang lain (soft skill) yang lebih berhubungan dengan faktor
kecerdasan emosional (EQ). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan
hanya ditentukan sekitar dua puluh persen oleh hard skill dan sisanya
delapan puluh persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia
bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung oleh kemampuan soft skill
dari pada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan
karakter untuk peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan (Slavin :
2010).
IPS Terpadu merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki
kecenderungan pada ranah afektif. Karena mata pelajaran IPS Terpadu tidak
hanya mendidik siswa untuk mengetahui tentang pengetahuan dalam
bersosialisasi akan tetapi juga harus bisa mengaplikasikan secara langsung
dalam kehidupan masyarakat juga dalam lingkungan sekolah. Dalam
bersosialisasi dengan lingkungan juga diperlukan keahlian dalam
memanajemen diri dan soft skill lainnya.
4
Hal ini sesuai dengan tujuan mata pelajaran IPS di Indonesia tingkat SMP
dan MTS, menurut Zubaedi (2011: 289), yakni.
1. Mengembangkan kemampuan dasar kesosiologian, kegeografian,
keekonomian, kesejarahan dan kewarganegaraan (atau konsp-konsep
yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya).
2. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, keterampilan inquiri,
pemecahan masalah dan keterampilan sosial.
3. Mengembangkan komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai
kemanusian (serta mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa).
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi,berkompetisi, dan bekerjasama
dalam masyarakatyang majemuk, baik dalam sekala lokal, nasional
maupun internasional.
Pembelajaran IPS Terpadu cenderung mengutamakan praktik dalam
keseharian siswa baik dalam bersosialisasi dengan lingkungan atau
mengendalikan diri sendiri. Jadi dapat diketahui bahwa mata pelajaran IPS
Terpadu memiliki keterkaitan dengan soft skill siswa. Hal ini berkaitan
dengan pendapat Elfindri, dkk berikut ini.
Elfindri, dkk (2011: 10) Mendefinisikan soft skill sebagai keterampilan
hidup yang sangat menentukan keberhasilan seseorang, yang wujudnya
antara lain berupa kerja keras, eksekutor, jujur, visioner, dan disiplin.
Lebih lanjut Elfindri menjelaskan bahwa soft skill merupakan keterampilan
dan kecakapan hidup yang harus dimiliki baik untuk sendiri,
berkelompok, atau bermasyarakat, serta berhubungan dengan Sang
Pencipta. Soft skill sangat diperlukan untuk kecakapan hidup seseorang.
Berdasarkan definisi soft skill yang diungkapkan oleh Elfindri, dkk maka
dapat dilihat bahwa kemampuan soft skill merupakan keterampilan yang
ada di dalam diri baik untuk diri sendiri atau dalam berkomunikasi dan
berinteraksi dengan teman disekolah. Proses pembelajaran sangatlah
berpengaruh terhadap pengembangan soft skill siswa. Jika guru hanya fokus
5
dalam pengembangan hard skill maka akan menghambat perkembangan
soft skill yang ada dalam diri siswa. Untuk meningkatkan soft skill siswa
guru dapat menggunakan model pembelajaran atau metode dalam
mengajar yang mendorong proses peningkatan soft skill siswa sehingga
siswa lebih termotivasi dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar serta
dapat meningkatkan minat dan juga nilai siswa.
Berdasarkan hasil wawancara kepada guru mata pelajaran IPS Terpadu
kelas VIII serta hasil pengamatan di SMP Negeri 1 Belitang Madang Raya
Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur terdapat beberapa permasalahan
sebagai berikut.
Tabel 1. Soft skill yang Tampak pada Siswa
Indikator Harapan Fakta di Lapangan
Kejujuran Siswa selalu bersikap jujur
ketika diberikan tugas
individu/mandiri.
Masih banyak siswa yang tidak
bersikap jujur (menyalin tugas
temannya/mencontek) ketika
diberikan tugas mandiri
Tanggung
Jawab
Ketika bekerja dalam
kelompok, siswa dapat
bertanggung jawab atas tugas
yang diberikan kepadanya.
Ketika diberikan tugas kelompok
banyak siswa yang melepas
tanggung jawab kepada teman satu
kelompoknya.
Kemampuan
bekerja sama
Ketika bekerja dalam
kelompok, para siswa saling
bekerja sama dalam
menyelesaikan tugas yang
diberikan.
Ketika bekerja secara kelompok
banyak siswa yang bekerja sendiri-
sendiri.
Kemampuan
beradaptasi
Siswa selalu terbisa dengan
anggota kelompok yang bukan
teman akrabnya ketika
dilaksanakan proses
pembelajaran secara kelompok
(acak).
Apabila dilaksanakan proses
pembelajaran secara berkelompok
(acak), beberapa siswa merasa
kesulitan dikarenakan siswa
tersebut tidak terbiasa dengan
anggota kelompok yang bukan
teman akrab/dekatnya.
.
6
Tabel 1. Soft skill yang Tampak pada Siswa (lanjutan)
Indikator Harapan Fakta di Lapangan
Kemampuan
berkomunikasi
Ketika proses diskusi
berlangsung, para siswa
cenderung aktif (bertanya dan
menjawab).
Banyak siswa cenderung pasif di
kelas disebakan karena belum
terbiasa untuk mengutarakan
pendapat ketika berdiskusi
Toleran Dalam setiap diskusi, siswa
selalu dapat menghargai
pendapat temanya dan tidak
memaksakan bahwa
pendapatnya lah yang paling
benar.
Pada saat berdiskusi, beberapa
siswa belum bisa menerima
pendapat temanya dan merasa
pendapatnya lah yang paling benar.
Kemampuan
menjadi
pemimpin
Ketika diberikan penawaran
untuk menjadi ketua kelompok,
banyak siswa yang mengajukan
diri untuk menjadi ketua tanpa
harus ditunjuk.
Ketika diberikan penawaran kepada
siswa untuk menjadi ketua
kelompok, rata-rata siswa tidak
berani untuk mengajukan diri,
mereka justru saling tunjuk antar
teman
Kemampuan
untuk selalu
berusaha
(effort)
Kemampuan belajar yang
relatif tinggi dengan dibuktikan
sikap aktif siswa saat proses
pembelajran serta selalu
terpacu untuk terus
meningkatkan hasil belajranya
apabila hasil belajarnya
tersebut dirasa kurang
memuaskan
Kemampuan untuk belajar masih
relatif rendah dengan dibuktikan
sikap yang pasif saat proses
pembelajaran serta sebagian besar
siswa banyak yang menerima
begitu saja hasil belajar yang
diperoleh meskipun hasilnya tidak
memuaskan.
Berdasarkan data yang diperoleh masih terdapat beberapa permasalahan
soft skill siswa di kelas VIII SMP N 1 Belitang Madang Raya yang masih
tergolong rendah. Selain itu menurut guru bidang studi sebagian siswa
belum dapat bersosialisasi, berkomunikasi serta berpikir logis dengan baik.
Selama ini kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode
ekspositori dan diskusi, aktivitas siswa kurang memperlihatkan antusias
yang tinggi terhadap pelajaran IPS Terpadu serta siswa juga kurang aktif
dalam kegiatan proses pembelajaran seperti halnya bertanya, menjawab
ataupun menanggapi. Oleh karena itu diperlukan model pembelajaran yang
7
sesuai dan dapat mengembangkan soft skill siswa, salah satunya adalah
model pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu strategi belajar dengan
sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat
kemampuanya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap
siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan membantu untuk
memahami materi pelajaran dalam pembelajaran kooperatif, belajar
dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum
menguasai bahan pelajaran.
Penggunaan model pembelajaran kooperatif bisa membantu siswa untuk
meningkatkan soft skill siswa terutama dalam hal berkomunikasi dengan
teman dan model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan di dalam
kelas adalah model pembelajaran kooperatif tipe Cooperatif Integrated
Reading and Composition (CIRC) dan Jigsaw II.
Diketahui bahwa model Cooperative Integrated Reading and
Composition adalah model pembelajaran kooperatif terpadu membaca
dan menulis yang komprehensif dan luas serta efektif dalam
penggunaan waktu.
Sedangkan metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menggabungkan
kegiatan membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara. Pendekatan ini
bisa pula digunakan dalam beberapa mata pelajaran, seperti ilmu
pengetahuan sosial, agama, dan bahasa. Teknik ini cocok untuk semua
kelas atau angkatan. Dalam latar belakang pengalaman (skemata) siswa
8
dan membantu siswa mengaktifkan skemata tersebut agar bahan ajaran
menjadi lebih bermakna. Siswa dalam suasana gotong royong dan
mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan
meningkatkan keterampilan berkomunikasi (Lie dalam Partana, 2008:
155). Secara teoritis metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
mempunyai keunggulan tersendiri untuk dapat diterapkan dalam
pembelajaran IPS Terpadu dibandingkan dengan metode pembelajaran
Ceramah bervariasi. Selain itu model- model pembelajaran kooperatif
tersebut dapat mengembangakan soft skill yang dimiliki siswa.
Salah satu faktor lain yang mempengaruhi soft skill adalah konsep diri
siswa. Konsep diri adalah adalah persepsi sesorang terhadap dirinya
sendiri (Burn dalam Slameto, 2015: 182). Konsep ini merupakan suatu
kepercayaan mengenai keadaan diri sendiri yang relatif sulit diubah.
Konsep diri tumbuh dari interaksi seseorang dengan orang lain yang
berpengaruh dalam kehidupannya.
Konsep diri erat kaitannya dengan keberhasilan siswa di sekolah. Pada
hakikatnya konsep diri membahas tentang pisikologis siswa yang
berkaitan dengan kejiwaan serta tingkah laku siswa tersebut. Konsep diri
tersebut terbentuk berdasarkan interaksi siswa dengan lingkungannnya.
Proses interaksi sosial dalam lingkungan sekolah antara siswa dengan
siswa lain serta interaksi siswa dengan guru juga dapat memberikan
konstribusi terhadap terbentuknya konsep diri.
Karena konsep diri merupakan kepercayaan siswa terhadap dirinya sendiri
9
yang mana kepercayaan diri pada setiap siswa tersebut sering menjadi
hambatan dalam proses pencapaian keberhasiailan di sekolah. Seorang
siswa yang memiliki kepercayaan diri rendah akan merasa dirinya tidak
berharga atau sering membanding-bandingkan kemampuan dirinya sendiri
dengan orang lain yang berakibat negatif dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan wawancara dengan guru bidang studi IPS Terpadu kelas VIII
SMP Negeri 1 Belitang Madang Raya menyatakan bahwa banyak siswa
yang minder dan tidak terlibat aktif dalam pembelajaran. Ketika proses
pembelajaran siswa lebih memilih untuk diam dan tidak mencoba untuk
ikut aktif dalam pembelajaran. Sebenarnya mereka memiliki kecerdasan
tersendiri namun karena tidak percaya akan kemampuan diri mereka
maka kemampuan mereka seringkali dipendam sehingga sulit
berkembang. Hal tersebut berarti siswa memiliki perasaan yang rendah
diri sesuai dengan indikator konsep diri negatif. Indikator lain juga
terdapat dalam wawancara, seperti siswa yang takut untuk mencoba maju
ke depan mengerjakan soal sehingga dapat digolongkan termasuk
kedalam indikator konsep diri negatif yaitu perasaan tidak memadai.
Siswa yang memiliki konsep diri positif, memperlihatkan prestasi yang
baik di sekolah, atau siswa yang berprestasi tinggi di sekolah memiliki
penilaian diri yang tinggi, serta menunjukkan hubungan antarpribadi yang
positif pula. Mereka menentukan target prestasi belajar yang realistis
dan mengarahkan kecemasan akademis dengan belajar. Mereka juga
memperlihatkan kemandirian dalam belajar, sehingga tidak tergantung
kepada guru semata.
10
Siswa yang memandang dirinya negatif, pada gilirannya akan
menganggap keberhasilan yang dicapai bukan karena kemampuan yang
dimilikinya, melainkan dikarenakan kebetulan atau karena faktor
keberuntungan saja. Lain halnya dengan siswa yang memandang dirinya
positif, akan menganggap keberhasilan sebagai hasil kerja keras dan
karena faktor kemampuannya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul ”Studi Perbandingan Soft Skill
pada Mata Pelajaran IPS Terpadu dengan Menggunakan Penerapan
Model Kooperatif Tipe Cooperatif Integrated Reading and
Composition (CIRC) dan Jigsaw II dengan Memperhatikan Konsep
Diri Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Belitang Madang Raya Tahun
Pelajaran 2016/2017”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat didefinisikan permasalahan sebagai
berikut.
1. Soft skill belum mendapat perhatian khusus di sekoalah, sedangkan
hard skill masih lebih diutamakan di sekolah.
2. Guru hanya menilai prestasi belajar siswa dari aspek kognitif,
sedangkan aspek afektif siswa kurang diperhatikan.
3. Pusat pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher
centered).
11
4. Belum menerapkan model pembelajaran kooperatif yang menarik
untuk membuat siswa menjadi semangat, kreatif dan menyenangkan.
5. Kurangnya partisipasi siswa dalam pembelajaran sehingga membuat
suasana kelas menjadi pasif.
6. Konsep diri siswa yang selama ini tidak diperhatikan.
1.3 Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka
masalah dalam penelitian ini dibatasi pada kajian perbandingan soft skill
siswa dalam pelajaran IPS Terpadu, Model Kooperatif Tipe Cooperatif
Integrated Reading and Composition (CIRC), model kooperatif tipe
Jigsaw II dengan memperhatikan konsep diri siswa. Tujuan pembatasan
masalah ini adalah agar penelitian ini lebih terarah, sehingga
penelitian ini bisa menjadi penelitian yang relevan dan gambaran
yang diperoleh lebih jelas dengan data yang akurat.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah tersebut,
maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah.
1. Apakah terdapat perbedaan antara soft skill siswa yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
CIRC dibandingkan dengan yang pembelajarannya menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II pada mata pelajaran IPS
Terpadu ?
12
2. Apakah soft skill siswa yang memiliki konsep diri positif yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
CIRC akan lebih tinggi dibandingkan dengan yang pembelajaannya
menggunakan model kooperatif tipe Jigsaw II pada mata pelajaran
IPS Terpadu ?
3. Apakah soft skill siswa yang memiliki konsep diri negatif yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw II akan lebih tinggi dibandingkan dengan yang
pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe CIRC pada
mata pelajaran IPS Terpadu ?
4. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran kooperatif
dengan konsep diri terhadap soft skill siswa pada mata pelajaran IPS
Terpadu ?
1.5 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui perbedaan antara soft skill pada siswa yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
CIRC dibandingkan dengan yang pembelajarannya menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II pada mata pelajaran IPS
Terpadu.
2. Untuk mengetahui efektifitas antara model pembelajaran kooperatif
tipe CIRC dan tipe Jigsaw II dalam meningkatkan soft skill bagi siswa
yang memiliki konsep diri positif pada mata pelajaran IPS Terpadu.
3. Untuk mengetahui efektifitas antara model pembelajaran kooperatif
13
tipe CIRC dan tipe Jigsaw II dalam meningkatkan soft skill bagi siswa
yang memiliki konsep diri negatif pada mata pelajaran IPS Terpadu.
4. Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran kooperatif
dengan konsep diri tehadap soft skill pada mata pelajaran IPS
Terpadu.
1.6 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk menambah pengetahuan serta lebih mendukung teori-teori
yang ada sehubungan dengan masalah yang diteliti.
b. Sebagai dasar untuk mengadakan penelitian lebih lanjut bagi
peneliti lain.
c. Sebagai latihan dan pengalaman dalam mempraktekan teori yang
diterima selama perkuliahan.
2. Secara Praktis
a. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan
rujukan yang bermanfaat bagi perbaikan mutu pembelajaran.
b. Bagi guru, sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran
tentang alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan
soft skill siswa.
c. Bagi siswa, sebagai tambahan wawasan untuk meningkatkan hasil
belajar melalui model pembelajaran yang melibatkan siswa secara
lebih optimal.
14
1.7 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah soft skill, model pembelajaran kooperatif
tipe Cooperatif Integrated Reading and Composition (CIRC) dan
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II serta konsep diri.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII.
3. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Belitang Madang Raya,
Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur.
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka ini akan membahas tentang teori-teori soft skill, model
pembelajaran kooperatif Cooperatif Integrated Reading and Composition
(CIRC) dan Jigsaw II serta konsep diri. Perpaduan sintesa antara variabel
satu dengan variabel yang lain akan menghasilkan kerangka pikir yang
selanjutnya dapat digunakan untuk merumuskan hipotesis.
2.1.1 Soft Skill
Soft skill adalah suatu kemampuan yang bersifat afektif yang dimiliki
seseorang, selain kemampuannya atas penguasaan teknis formal
intelektual suatu bidang ilmu, yang memudahkan seseorang untuk
dapat diterima di lingkungan hidupnya dan lingkungan kerjanya, soft
skill berpengaruh kuat terhadap kesuksesan seseorang dan
memperkuat pembentukan pribadi yang seimbang dari segi hard skill.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa soft skills adalah kemampuan
yang dimiliki seseorang, yang tidak bersifat kognitif, tetapi lebih
bersifat afektif yang memudahkan seseorang untuk mengerti kondisi
16
psikologis diri sendiri, mengatur ucapan, pikiran, dan sikap serta
perbuatan yang sesuai dengan norma masyarakat, berkomunikasi dan
berinteraksi dengan lingkungannya.
Soft Skill atau keterampilan lunak menurut Berthhall (Diknas, 2008)
adalah sebagai “Personal and interpersonal behaviour that develop
and maximize human performance (e.g. coaching, team building,
decision making, initiative).” merupakan tingkah laku personal dan
interpersonal yang dapat mengembangkan dan memaksimalkan
kinerja manusia (melalui pelatihan, pengembangan kerja sama tim,
inisiatif, pengambilan keputusan lainnya. Keterampilan lunak ini
merupakan modal dasar peserta didik untuk berkembang secara
maksimal sesuai pribadi masing-masing.
Jadi, dapat dikatakan bahwa soft skill adalah perilaku individu yang
tidak terlihat wujudnya dan bersifat personal maupun interpersonal
yang dapat berkembang dan meningkatkan kualitas diri seseorang.
Pengembangan soft skill memiliki tiga hal penting, yaitu:
a. Kerja keras (hard work)
Untuk memaksimalkan suatu kerja tentu membutuhkan upaya
kerja keras dari diri sendiri maupun lingkungan. Hanya dengan
kerja keras, orang akan mampu mengubah garis hidupnya sendiri.
Melalui pendidikan yang terencana, terarah dan didukung
pengalaman belajar, peserta didik akan memiliki daya tahan dan
semangat hidup bekerja keras. Etos kerja perlu dikenalkan sejak
dini di sekolah melalui berbagai kegiatan intra ataupun
ekstrakulikuler di sekolah. Peserta didik dengan tantangan ke
depan yang lebih berat tentu harus mempersiapkan diri sedini
mungkin melalui pelatihan melakukan kerja praktik sendiri
maupun kelompok.
b. Kemandirian
Ciri peserta didik mandiri adalah responsive, percaya diri dan
berinisiatif. Responsif berarti peserta didik tanggap terhadap
persoalan diri dan lingkungan. Sebagai contoh bagaimana peserta
didik tanggap terhadap krisis global warming dengan kampaye
hijaukan sekolahku dan gerakan bersepeda tanpa motor.
17
c. Kerja sama tim
Keberhasilan adalah buah dari kebersamaan. Keberhasilan
menyelesaikan tugas kelompok adalah pola klasik yang masih
relevan untuk menampilkan karakter ini.
(Minannullah,2011)
Banyak di antara kita tahu bahwa soft skill seseorang ditentukan
dengan tolak ukur seseorang itu dalam mengembangkan soft skill
nya. Soft skill itu sendiri tidak akan berjalan sempurna apabila
tidak diiringi dengan hard skill, begitupun sebaliknya. Soft skill
akan nampak apabila seseorang telah menemukan jati dirinya.
Namun ada juga yang tidak akan mendapatkan soft skill dari
dirinya sendiri apabila seseorang tersebut tidak ada keinginan
untuk berubah dalam hidupnya dari pola hidup yang buruk ke pola
hidup yang lebih baik dari sebelumnya. Karena soft skill itu sendiri
akan lahir apabila seseorang memiliki motivasi yang besar untuk
berubah lebih baik dari sebelumnya.
Soft skill sendiri sangat berkaitan dengan suatu keterampilan yang
harus seimbang. Istilah keterampilan soft skill ialah istilah yang
mengacu pada kepribadian seseorang yang di asah dari dalam lalu
di lengkapi pula dengan keterampilan hard skill. Sehingga soft skill
itu mempunyai atribut, dengan demikian meliputi nilai yang dianut,
motivasi, perilaku, karakter, kebiasaan, dan sikap. Atribut-atribut
tersebut dimiliki oleh setiap orang yang tentunya tidak sama antara
satu dengan yang lainnya, yang biasanya juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya: kebiasaan, berfikir, berkata, bersikap,
18
dan bertindak. Kemampuan soft skill mempunyai beberapa
indikator, yaitu:
1) Kejujuran
2) Tanggung jawab
3) Berlaku adil
4) Kemampuan bekerja sama
5) Kemampuan beradaptasi
6) Kemampuan berkomunikasi
7) Kemampuan memecahkan masalah
(Direktorat Akademik Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggidepartemen Pendidikan Nasional, 2008)
2.1.2 Definisi Belajar dan Teori Belajar
A. Definisi Belajar
Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya (Slameto, 2015: 2). Menurut pengertian secara
psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan, yaitu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-
perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.
Banyak faktor yang mempengaruhi belajar seseorang khususnya siswa.
Menurut Slameto (2003: 54-72) faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar adalah
a. Faktor-faktor interen adalah faktor yang timbul dari dalam yaitu faktor
jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh), faktor psikologis (intelegensi,
perhatian, minat, bakat, motif kematangan, kesiapan), serta faktor
kelelahan.
19
b. Faktor-faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar yaitu faktor
keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga,
suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua dan
latar belakang kebudayaan), faktor sekolah ( metode mengajar,
kurikulum, relasi guru dengan siswa, disiplin sekolah alat pelajaran,
waktu sekolah), faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat,
mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat).
Kedua faktor di atas, mempunyai pengaruh terhadap proses belajar
bagi siswa, yang pada dasarnya akan berpengaruh terhadap prestasi
belajar siswa. Belajar yang efisien adalah belajar yang tepat, praktis,
ekonomis, terarah sesuai dengan situasi dan tuntutan-tuntutan yang ada
guna mencapai tujuan belajar.
Menurut Evaline Siregar dan Hartini Nara (2010: 3) belajar merupakan
sebuah proses yang kompeks yang terjadi pada semua orang dan
berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi hingga liang lahat. Salah
satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya
perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut
menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan
keterampilan (pisikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap
(afektif).
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, belajar adalah proses yang
dilakukan oleh manusia untuk memperoleh perubahan tingkah laku
melalui pengalaman, praktik, dan latihan sehingga memperoleh ilmu
pengetahuan.
Menurut Nasution (2011: 3) tujuan belajar yang utama adalah bahwa
apa yang dipelajari itu berguna di kemudian hari, yakni membantu kita
untuk dapat belajar terus dengan cara yang lebih mudah. Menurutnya
inilah yang dinamakan dengan transfer belajar. Dengan kata lain bahwa
ilmu yang di dapat dalam proses belajar diharapkan akan berguna untuk
masa depan orang yang belajar itu sendiri. Sehingga belajar merupakan
20
aktifitas yang akan mendatangkan manfaat pada diri seseorang. Maka
dari itu dalam proses belajar diperlukan cara-cara dan teknik belajar
yang dapat mempermudah seseorang untuk memahami sesuatu yang
sedang ia pelajari.
B. Teori Belajar
Pengertian belajar erat kaitanya dengan teori belajar. Teori belajar
sendiri disusun berdasarkan pemikiran bagaimana proses belajar terjadi.
Teori belajar itu antara lain sebagai berikut.
a. Teori Belajar Konstruktivisme
Teori konstruktivistik memahami belajar sebagai proses
pembentukan (konstrusi) pengetahuan oleh si belajar itu sendiri.
Pengetahuan ada di dalam diri seseorang yang sedang mengetahui.
Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seorang
guru kepada orang lain (siswa), Evaline dan Hartini (2010, 36).
Menurut pandangan teori konstruktivisme, belajar merupakan
proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan
oleh siswa. Ia harus aktif dalam kegiatan pembelajaran, aktif
berfikir, menyusun konsep-konsep yang ada dan memberikan
makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari, tetapi yang paling
menentukan gejala belajar adalah niat belajar siswa itu sendiri. Guru
tidak mentransferkan ilmu pengetahuan yang dimikinya, melainkan
membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri dan
dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang
21
siswa dalam belajar.
Teori konstruktivisme, didefinisikan sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan menciptakan sesuatu makna dari
apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang
memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik
antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar
sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan
pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai
dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan
merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan
kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman
demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai
pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Ratumanan (2004:45) mengemukakan bahwa karya Vygotsky
didasarkan pada dua ide utama. Pertama, perkembangan intelektual
dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks historis dan budaya
pengalaman anak. Kedua, perkembangan bergantung pada sistem-
sistem isyarat mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh
budaya untuk membantu orang berfikir, berkomunikasi dan
memecahkan masalah, dengan demikian perkembangan kognitif
anak mensyaratkan sistem komunikasi budaya dan belajar
menggunakan sistem-sistem ini untuk menyesuaikan proses-proses
berfikir diri sendiri.
Menurut Slavin (Ratumanan, 2004:49) ada dua implikasi utama
teori Vygotsky dalam pendidikan. Pertama, dikehendakinya setting
kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar kelompok-kelompok
siswa dengan kemampuan yang berbeda, sehingga siswa dapat
berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling
memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif di
dalam daerah pengembangan terdekat/proksimal masing-masing.
Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan
perancahan (scaffolding). Dengan scaffolding, semakin lama siswa
22
semakin dapat mengambil tanggungjawab untuk pembelajarannya
sendiri.
Vygotsky menekankan pentingnya memanfaatkan lingkungan
dalam pembelajaran. Lingkungan sekitar siswa meliputi orang-
orang, kebudayaan, termasuk pengalaman dalam lingkungan
tersebut. Orang lain merupakan bagian dari lingkungan, pemerolehan
pengetahuan siswa bermula dari lingkup sosial, antar orang, dan
kemudian pada lingkup individu sebagai peristiwa internalisasi.
Vygotsky menekankan pada pentingnya hubungan antara individu
dan lingkungan sosial dalam pembentukan pengetahuan
yang menurut beliau, bahwa interaksi sosial yaitu interaksi individu
tersebut dengan orang lain merupakan faktor terpenting yang dapat
memicu perkembangan kognitif seseorang. Vygotsky berpendapat
bahwa proses belajar akan terjadi secara efisien dan efektif apabila
anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain dalam suasana
dan lingkungan yang mendukung (supportive), dalam bimbingan
seseorang yang lebih mampu, guru atau orang dewasa.
Dengan hadirnya teori konstruktivisme Vygotsky ini, banyak
pemerhati pendidikan yang megembangkan model pembelajaran
kooperatif, model pembelajaran peer interaction, model
pembelajaran kelompok, dan model pembelajaran problem poshing.
Konstruktivisme menurut pandangan Vygotsky menekankan pada
pengaruh budaya. Vygotsky berpendapat fungsi mental yang lebih
tinggi bergerak antara inter-psikologi (interpsychological) melalui
23
interaksi sosial dan intrapsikologi (intrapsychological) dalam
benaknya. Internalisasi dipandang sebagai transformasi dari kegiatan
eksternal ke internal. Ini terjadi pada individu bergerak antara inter-
psikologi (antar orang) dan intra-psikologi (dalam diri individu).
Pendekatan konstruktivis sosial adalah pendekatan yang
menekankan konteks sosial dalam belajar dan bahwa pengetahuan
itu dibangun serta dikonstruksikan secara bersama-sama, (John W.
Santrock, 2011: 51).
Berdasarkan uraian mengenai teori belajar konstruktifistik di atas,
maka keterkaitan antara teori belajar dengan model pembelajaran
CIRC dan Jigsaw II yakni karena model pembelajaran tersebut
menekankan bahwa pengetahuan seseorang dapat terbentuk melalui
proses interaksi sosial. Melalui interaksi sosial, sesorang dapat
menemukan hal-hal baru serta melalui interaksi sosial pula para
siswa dapat bertukar pikiran dan dapat saling bercerita tentang
banyak hal yang diketahui individu masing-masing. Sehingga
perolehan informasi dapat terbentuk dengan mudah dan dengan cara
yang efektif.
b. Teori Humanistik
Menurut teori humanistik belajar harus dimulai dan ditujukan untuk
kepentingan memanusiakan manusia. Teori belajar humanistik
sifatnya abstrak dan lebih mendekati kajian filsafat. Teori ini lebih
24
banyak berbicara tentang konsep-konsep. Dalam teori pembelajaran
humanistik, belajar merupakan proses yang dimulai dan ditujukan
untuk kepentingan memanusiakan manusia (Ely Rahmawati, 2015).
Salah satu ide penting dalam teori belajar humanistik adalah siswa
harus mempunyai kemampuan untuk mengarahkan sendiri
perilakunya dalam belajar (self regulated learning), apa yang akan
dipelajari dan sampai tingkatan mana, kapan dan bagaimana mereka
akan belajar sangat penting dalam memgarahkan kemampuan
belajarnya. Faktor motivasi dan pengalaman emosional juga sangat
mendukung dalam peristiwa belajar, sebab tanpa motivasi dan
keinginan dari pihak si belajar, maka tidak akan terjadi asimilasi
pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya.
Teori humanistik berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat
dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu
mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang
yang belajar, secara optimal
Menurut Anni (2011), ahli-ahli teori humanistik menunjukkan
bahwa (1) tingkah laku individu pada mulanya ditentukan oleh
bagaimana mereka merasakan dirinya sendiri dan dunia sekitarnya,
dan (2) individu bukanlah satu-satunya hasil dari lingkungan mereka
seperti yang dikatakan oleh ahli teori tingkah laku, melainkan
langsung dari dalam (internal), bebas memilih, dimotivasi oleh
keinginan untuk aktualisasi diri (self-actualization) atau memenuhi
potensi keunikan mereka sebagai manusia.
Abraham Maslow mengatakan bahwa di dalam diri individu ada dua
hal:
2. Suatu usaha yang positif untuk berkembang.
3. Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
25
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya
untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarki. Bila seseorang
telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan
psikologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak
di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan seterusnya.
Maslow Berfokus pada individu secara keseluruhan, bukan hanya
satu aspek individu, dan menekankan kesehatan daripada sekedar
penyakit dan masalah.
Berdasarkan uraian mengenai teori belajar humanistik di atas, maka
keterkaitan antara teori belajar dengan model pembelajaran Jigsaw II
adalah agar siswa dapat belajar mengarahkan sekaligus memotivasi
diri sendiri dalam belajar daripada sekedar menjadi penerima pasif
dalam proses belajar. Siswa juga belajar menilai kegunaan belajar itu
bagi dirinya sendiri.
2.1.3 Mata Pelajaran IPS Terpadu
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan integrasi dari berbagai cabang
disiplin ilmu sosial seperti sejarah, geografi, ekonomi,
sosiologi/antropologi, dan sebagainya.
Senada dengan pendapat Zubaedi (2011: 288), mendefinisikan ilmu
pengetahuan sosial sebagai metode pelajaran di sekolah yang di
desain atas dasar fenomena, masalah, dan realitas sosial dengan
pendekatan interdisipliner yang melibatkan berbagai cabang ilmu
26
ilmu dan humaniora seperti kewarganegaraan, sejarah, geografi,
ekonomi, sosiologi, antropologi, pendidikan.
Berdasarkan pendapat ahli tersebut, IPS Terpadu mempelajari
masalah sosial yang terjadi di masyarakat sehingga harus memadukan
berbagai cabang ilmu sosial yang dirumuskan atas dasar realitas dan
fenomena sosial. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik mata
pelajaran IPS di SMP/MTs yang diungkapkan oleh Trianto (2010:
174-175) antara lain.
a. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur
geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan,
sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan, dan agama.
b. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Ilmu Pengetahuan
Sosial berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi
dan sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi
pokok bahasan atau topik (tema) tertentu.
c. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut
berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan
interdisipliner dan multidisipliner.
d. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut
peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan adaptasi dan pengelolaan lingkungan
struktur, proses, dan masalah sosial, serta upaya-upaya perjuangan
hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan,
keadilan, dan jaminan keamanan.
Berdasarkan uraian tersebut, IPS Terpadu dirancang untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap
masalah sosial yang terjadi di masyarakat, melatih keterampilan
untuk mengatasi setiap masalah, serta melatih kemampuan
berkomunikasi dan bekerjasama dalam kehidupan bermasyarakat.
Pendidikan soft skill mengajarkan nilai-nilai kesopanan,
27
kejujuran, serta keteladanan, sehingga siswa memiliki kepribadian
yang baik. Soft skill tidak diberikan melalui teori-teori didalam
buku pelajaran, melainkan diambil dari keteladanan guru dalam
proses belajar mengajar di sekolah.
Banyak kemampuan soft skill yang penting dalam pembelajaran,
terutama bagaimana sikap dan tindakan peserta didik ketika
menghadapi permasalahan belajar, menghadapi tekanan menjelang
ujian, membangun kerjasama maupun mengembangkan
kemampuan kreatifitas berpikir. Semua kemampuan ini bisa
dikembangkan terintegrasi melalui kegiatan pembelajaran untuk
semua mata pelajaran yang dilakukan secara interaktif langsung
dengan sentuhan kejiwaan.
2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif (Cooerative Learning)
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan
strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling
bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk
mencapai tujuan belajar (Depdiknas, 2003: 5).
Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model
pembelajaran yang efektif untuk kelompok kecil. Model ini
menunjukkan efektivitas untuk berpikir secara kritis, pemecahan
masalah, dan komunikasi antaranggota. Model pembelajaran ini
memungkinkan siswa untuk bertukar pendapat dengan teman
28
dalam satu kelompok untuk memecahkan masalah dan
menyelesaikan tugas yang diberikan guru.
Menurut Johnson dalam Miftahul Huda (2015: 111), bekerja dalam
sebuah kelompok yang terdiri dari tiga atau lebih anggota pada
hakikatnya dapat memberikan daya dan manfaat tersendiri.
Pembelajaran kooperatif yang dilakukan dengan benar akan dapat
menimbulkan saling ketergantungan positif antar anggota kelompok.
Anggota kelompok yang satu akan membutuhkan anggota kelompok
yang lain, sehingga secara otomatis akan terjalin kerja sama yang
saling menguntungkan.
Banyak nilai dan sikap yang dapat dibangun melalui pembelajaran
kooperatif seperti kerjasama, keberanian, terbuka, kejujuran, disiplin,
kemampuan berkomunikasi, sikap kritis dan lain sebagainya,
(Sutirman, 2013: 30).
Selain nilai yang dijelaskan di atas sesungguhnya banyak nilai lain
yang dapat dibentuk melalui pembelajaran kooperatif. Tentu saja
guru harus merancang sejak awal nilai-nilai apa saja yang akan
dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.
Oleh karena itu kemampuan guru dalam merancang strategi
pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif
menjadi hal yang penting.
29
Beberapa ciri-ciri dari pembelajaran kooperatif adalah.
a. Setiap anggota memiliki peran;
b. Terjadi hubungan interaksi lansung diantara peserta didik;
c. Setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas belajarnya
juga teman-teman kelompoknya;
d. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan
(Carin dalam Durul, 2011: 27)
Cooperatife learning juga merupakan model pembelajaran yang
menekankan aktivitas kolaborasi siswa dalam belajar yang
berbentuk kelompok, mempelajari materi pelajaran, dan
memecahkan masalah secara kolektif kooperatif. Menurut Miftahul
Huda (2015: 111), tiga konsep yang melandasi metode kooperatif,
sebagai berikut.
a. Team rewards: tim akan mendapat hadiah bila mereka mencapai
kriteria tertentu yang ditetapkan.
b. Individual accountability: keberhasialan tim bergantung pada
hasil belajar individu dari semua anggota tim. Pertanggung
jawaban berpusat pada kegiatan anggota tim dalam membantu
belajar satu sama lain dan memastikan bahwa setiap anggota siap
untuk kuis atau penilaian lainnya tanpa bantuan teman
sekelompoknya.
c. Equal opportunities for success: setiap siswa memberikan
kostribusi kepada timnya dengan cara memperbaiki hasil
belajarnya sendiri yang terdahulu. Konstribusi dari semua
anggota kelompok dinilai.
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) terjadi ketika siswa-
siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk saling membantu dalam
belajar. Kelompok pembelajaran kooperatif memiliki ukuran yang
berbeda-beda, meskipun biasanya terdiri dari empat sampai lima
siswa, tergantung dengan situasi, kondisi serta jumlah siswa di kelas
dalam beberapa kasus pembelajaran kooperatif dilakukan dalam
pasangan (dua siswa), (John, 2011: 61).
Menurut pandangan John tersebut bahwa pembelajar kooperatif
30
adalah pembelajaran secara berkelompok memang benar adanya.
Jumlah dalam setiap kelompok pun berfariasi tergantung jumlah
siswa dan kondisi kelas.
Pembelajaran kooperatif mengharuskan anggota kelompok saling
bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi
pelajaran, dan tentu ada saling ketergantungan yang positif antara
siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Aktivitas pembelajaran
kooperatif menekankan pada kesadaran peserta didik untuk saling
membantu, mencari dan mengolah informasi, mengaplikasikan
pengetahuan dan keterampilan.
Tujuan pembelajaran kooperatif adalah melatih keterampilan sosial
seperti tenggang rasa, bersifat sopan terhadap teman, mengkritik
ide orang lain, berani mempertahankan pemikiran yang logis, dan
berbagai keterampilan yang bermanfaat untuk membangun
hubungan interpersonal yang baik agar diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Salah satu kekurangan dalam pembelajaran kooperatif
yang mungkin terjadi adalah bahwa beberapa siswa lebih suka
bekerja sendiri (individu) karena beranggapan bahwa siswa lain
yang berprestasi rendah akan menghalangi atau memperlambat
kemajuan siswa-siswa berprestasi tinggi.
Oleh karena itu, setiap guru harus memprhatikan kekurangan ini
dan berusaha untuk menguranginya agar pembelajaran yang
dilakukan dapat berjalan secara efektif.
31
2.1.5 Model Pembelajaran Cooperatif Integrated Reading and
Composition (CIRC)
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)
merupakan salah satu tipe model pembelajaran cooperative learning.
Pada awalnya model pembelajaran ini diterapkan dalam
pembelajaran bahasa. Dalam kelompok kecil, para siswa diberi suatu
teks/bacaan kemudian siswa latihan membaca atau saling membaca,
memahami ide pokok, saling merevisi, dan menulis ikhtisar cerita
atau memberikan tanggapan terhadap isi cerita, atau untuk
mempersiapkan tugas tertentu dari guru.
Dalam pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu setiap siswa
bertanggung jawab terhadap tugas kelompok. Setiap anggota
kelompok saling mengeluarkan ide-ide untuk memahami suatu
konsep dan menyelesaikan tugas (task), sehingga terbentuk
pemahaman dan pengalaman belajar yang lama. Model pembelajaran
ini terus mengalami perkembangan mulai dari tingkat Sekolah Dasar
(SD) hingga sekolah menengah. Proses pembelajaran ini mendidik
siswa berinteraksi sosial dengan lingkungan, (Miftahul Huda, 2015:
221).
Prinsip belajar terpadu ini sejalan dengan empat pilar pendidikan
yang digariskan UNESCO dalam kegiatan pembelajaran. Empat
pilar itu adalah ”belajar untuk mengetahui (learning to know),
belajar untuk berbuat (learning to do), belajar untuk menjadi diri
32
sendiri (learning to be), dan belajar hidup dalam kebersamaan
(Learning to live together), (Depdiknas, 2002).
Langkah-langkah pembelajaran CIRC menurut Stevens dalam
Miftahul Huda (2015: 222) sebagai berikut :
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang siswa secara
heterogen.
2. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik
pembelajaran.
3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide
pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan
ditulis pada lembar kertas.
4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.
5. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama.
Dari langkah-langkah model pembelajaran CIRC sebagai berikut:
1) Pendahuluan
a. Fase Pertama, Pengenalan konsep.
Fase ini guru mulai mengenalkan tentang suatu konsep atau
istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama
eksplorasi. Pengenalan bisa didapat dari keterangan guru,
buku paket, atau media lainnya.
b. Fase Kedua, Eksplorasi dan aplikasi.
Fase ini memberikan peluang pada siswa untuk mengungkap
pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan baru,
dan menjelaskan fenomena yang mereka alami dengan
bimbingan guru minimal. Hal ini menyebabkan terjadinya
konflik kognitif pada diri mereka dan berusaha melakukan
pengujian dan berdiskusi untuk menjelaskan hasil
observasinya. Pada dasarnya, tujuan fase ini untuk
membangkitkan minat, rasa ingin tahu serta menerapkan
konsepsi awal siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan
memulai dari hal yang kongkrit. Selama proses ini siswa
belajar melalui tindakan-tindakan mereka sendiri dan reaksi-
reaksi dalam situasi baru yang masih berhubungan, juga
terbukti menjadi sangat efektif untuk menggiring siswa
merancang eksperimen, demonstrasi untuk diujikannya.
c. Fase Ketiga, Publikasi.
Pada fase ini Siswa mampu mengkomunikasikan hasil
temuan-temuan, membuktikan, memperagakan tentang
materi yang dibahas. Penemuan itu dapat bersifat sebagai
33
sesuatu yang baru atau sekedar membuktikan hasil
pengamatannya. Siswa dapat memberikan pembuktian
terkaan gagasan-gagasan barunya untuk diketahui oleh
teman-teman sekelasnya. Siswa siap menerima kritikan,
saran atau sebaliknya saling memperkuat argumen.
Menurut Saifulloh dalam Yatim Riyanto (2009: 283) Kelebihan dari
model pembelajaran terpadu atau (CIRC) antara lain:
1. Pengalaman dan kegiatan belajar anak didik akan selalu relevan
dengan tingkat perkembangan anak;
2. Kegiatan yang dipilih sesuai dengan dan bertolak dari minat
siswa dan kebutuhan anak;
3. Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak didik
sehingga hasil belajar anak didik akan dapat bertahan lebih lama;
4. Pembelajaran terpadu dapat menumbuh-kembangkan
keterampilan berpikir anak;
5. Terpadu menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis
(bermanfaat) sesuai dengan permasalahan yang sering ditemuai
dalam lingkungan anak;
6. Pembelajaran terpadu dapat menumbuhkan motivasi belajar
siswa kearah belajar yang dinamis, optimal dan tepat guna;
7. Menumbuhkembangkan interaksi sosial anak seperti kerjasama,
toleransi, komunikasi dan respek terhadap gagasan orang lain;
8. Membangkitkan motivasi belajar, memperluas wawasan dan
aspirasi guru dalam mengajar.
Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran CIRC tersebut
antara lain: Dalam model pembelajaran ini hanya dapat dipakai
untuk mata pelajaran yang menggunakan bahasa, sehingga model ini
tidak dapat dipakai untuk mata pelajaran seperti: matematika dan
mata pelajaran lain yang menggunakan prinsip menghitung.
Kegiatan pokok dalam CIRC untuk menyelesaikan soal pemecahan
masalah meliputi rangkaian kegiatan bersama yang spesifik untuk
mencapai tujuan yang di harapkan dalam pembelajaran. Dengan
menggunakan model kooperatif tipe CIRC siswa dapat belajar
menyelesaikan persoalan dengan aktif dan melibatkan seluruh
34
anggota kelompok. Model pembelajaran CIRC juga menghendaki
siswa lebih aktif 80% sedangkan guru hanya bersifat membantu dan
mengarahkan. Sehingga subjek belajar terletak pada siswa.
2.1.6 Model Pembelajaran Jigsaw II
Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh
Elliot Aronson‟s. Model pembelajaran ini didesain untuk
meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya
sendiri dan juga pembelajaran orang lain.
Arti Jigsaw dalam bahasa Inggris adalah gergaji ukir dan ada juga
yang menyebutnya dengan istilah puzzele yaitu sebuah teka-teki
menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw
ini mengambil pola cara kerja sebuah gergaji (zig zag), yaitu siswa
melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan
siswa lain untuk mencapai tujuan bersama. Pada dasarnya, dalam
model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi
komponen-komponen yang lebih kecil. Selanjutnya guru membagi
siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat
orang siswa sehingga setiap anggota bertanggung jawab terhadap
penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan
sebaik-baiknya (Mita Jati, 2015).
Model pembelajaran kooperatif model jigsaw adalah sebuah model
belajar kooperatif yang menitikberatkan pada kerja kelompok siswa
dalam bentuk kelompok kecil. Pembelajaran kooperatif model
jigsaw ini merupakan model belajar kooperatif dengan cara siswa
belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara
heterogen dan siswa bekerja sama saling ketergantungan positif dan
bertanggung jawab secara mandiri.
35
Jigsaw tipe II dikembangkan oleh Slavin dengan sedikit perbedaan.
Dalam belajar kooperatif tipe Jigsaw, secara umum siswa
dikelompokkan secara heterogen dalam kemampuan. Siswa diberi
materi yang baru atau pendalaman dari materi sebelumnya untuk
dipelajari. Masing-masing anggota kelompok secara acak ditugaskan
untuk menjadi ahli (expert) pada suatu aspek tertentu dari materi
tersebut. Setelah membaca dan mempelajari materi, “ahli” dari
kelompok berbeda berkumpul untuk mendiskusikan topik yang sama
dari kelompok lain sampai mereka menjadi “ahli” di konsep yang ia
pelajari. Kemudian kembali ke kelompok semula untuk mengajarkan
topik yang mereka kuasai kepada teman sekelompoknya. Terakhir
diberikan tes atau assessment yang lain pada semua topik yang
diberikan (Sutirman, 2013: 35).
Menurut Miftahul Huda (2015: 116), prosedur model Jigsaw II
adalah sebagai berikut.
1. Siswa secara individu maupun kelompok (heterogen) mengkaji
bahan ajar
2. Dibentuk kelompok ahli (homogen) untuk diskusi pendalaman
bahan ajar yang dibaca.
3. Kembali ke kelompok asal (heterogen) , siswa menjadi peer-
tutor terhadap satu sama lain. Terjadi pembentukan pengetahuan
secara berkelompok (social consruction of knowledge).
4. Tes/kuis untuk mengukur kemampuan siswa secara individual.
5. Diskusi terbuka, sementara guru memberikan penguatan.
Sementara menurut Sutirman (2013: 35), langkah-langkah
pelaksaan metode Jigsaw II adalah sebagai berikut:
1. Kelas dibagi dalam beberapa kelompok.
36
2. Tiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa heterogen.
3. Setiap kelompok mempunyai tugas untuk mempelajari materi
dengan jumlah topik sebanyak anggota kelompok.
4. Anggota dalam setiap kelompok mendapat tugas untuk
memahami materi yang berbeda.
5. Siswa yang mendapat tugas dengan materi yang sama dari
kelompok yang berbeda berkumpul menjadi kelompok ahli.
6. Setelah selesai berdiskusi dalam kelompok ahli, anggota
kelompok ahli kembali ke kelompok masing-masing untuk
menjelaskan materi yang dipelajarinya kepada teman-teman satu
kelompok.
7. Guru berperan sebagai fasilitator dan motivator.
8. Tiap minggu dilakukan evaluasi individu dan kelompok.
9. Siswa dan kelompok yang mendapat nilai sempurna diberi
penghargaan.
Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Jigsaw II
1. Kelebihan
a. Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar, karena sudah
ada kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada
rekan-rekannya.
b. Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu
yang lebih singkat.
c. Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif
dalam berbicara dan berpendapat.
2. Kelemahan
a. Prinsip utama dalam pembelajaran ini adalah „peer teaching’,
pembelajaran oleh teman sendiri, ini akan menjadi kendala
karena perbedaan persepsi dalam memahami konsep yang
akan didiskusikan bersama siswa lain.
b. Pembelajaran akan menjadi kurang efektif apabila siswa tidak
memiliki rasa percaya diri dalam berdiskusi menyampaikan
materi pada teman.
c. Record siswa tentang nilai, kepribadian, perhatian siswa
harus sudah dimiliki oleh guru dan biasanya butuh waktu
yang sangat lama untuk mengenali tipe-tipe siswa dalam
kelas tersebut.
d. Butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum
model pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik.
e. Aplikasi metode ini pada kelas yang lebih besar (lebih dari 40
siswa) sangatlah sulit.
(Mita Jati, 2015).
37
Dalam model kooperatif Jigsaw ini siswa memiliki banyak
kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan mengolah informasi
yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan komunikasi.
2.1.7 Konsep Diri
Konsep diri merupakan suatu kepercayaan mengenai keadaan diri
sendiri yang relatif sulit diubah. Konsep diri tumbuh dari interaksi
seseorang dengan orang-orang lain yang berpengaruh dalam
kehidupannya, biasanya orang tua, guru, dan teman-teman.
Konsep diri merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi tingkah laku. Para pendidik menjadi semakin sadar
akan dampak konsep diri terhadap tingkah laku dan terhadap
hasil belajarnya.
Burns dalam Slameto (2015: 182) menyatakan konsep diri adalah
gambaran yang bersifat individu dan sangat pribadi, dinamis, dan
evaluatif yang masing-masing orang mengembangkannya di dalam
transaksi- transaksinya dengan lingkungan kejiwaannya dan yang
dia bawa-bawa di dalam perjalanan hidupnya..
Mulyana (2011: 7) konsep diri adalah pandangan individu mengenai
siapa diri individu, dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang
diberikan orang lain kepada diri individu sedangkan menurut
Rakhmat (2007:93) Konsep diri adalah pandangan dan perasaan
tentang diri kita sendiri baik bersifat psikologi, sosial maupun fisis.
38
Sedangkan menurut Hurlock dalam Gufron (2012: 13) mengatakan
bahwa konsep diri merupakan gambaran seseorang mengenai diri
sendiri yang merupakan gabungan dari keyakinan fisik, psikologis,
sosial, emosional aspiratif, dan hasil yang dicapai. Konsep diri
juga berati gambaran tentang dirinya sendiri dalam bandingannya
dengan orang lain.
Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang
mengenai dirinya yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman
yang dia peroleh dari interaksi dengan lingkungan (Agustiani, 2006:
138). Mengenai penjelasan tersebut bahwa konsep diri adalah
semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui
individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat dikatakan bahwa
konsep diri merupakan pendapat tentang dirinya sendiri, pendapat
tersebut dapat diartikan bahwa konsep diri yang dimiliki individu
dapat diketahui lewat informasi, pendapat, penilaian atau
evaluasi dari orang lain yang mengenal dirinya. Dalam
kehidupan sehari-hari secara tidak langsung individu telah menilai
dirinya sendiri. Penilaian terhadap diri sendiri meliputi watak
dirinya, orang lain dapat menghargai dirinya atau tidak, dirinya
termasuk orang yang berpenampilan menarik atau tidak.
39
Menurut Narti (2014: 5) konsep diri dapat dilihat dari dua
perspektif yaitu, perspektif konsep diri positif dan perspektif
konsep diri negatif yaitu.
1. Perspektif konsep diri positif
a. Pemahaman diri
b. Kesadaran diri
c. Perasaan harga diri
d. Kompetensi
e. Kecukupuan
f. Tidak merasa khawatir
g. Kepercayaan
h. Penghargaan
2. Perspektif konsep diri negatif
a. Perasaan rendah diri
b. Perasaan tidak memadai
c. Merasa gagal
d. Merasa tidak berharga dan aman
Pada hakikatnya, bila seseorang diterima, disetujui, dan disukai
sebagai apa dia dan sadar akan hal itu, maka suatu konsep diri yang
positif akan menjadi milik dirinya. Bila orang lain, orang tua,
teman-teman sebaya, guru-guru, meremehkan dia, menolak dia,
mengkritik dia mengenai tingkah laku dan keadaan fisiknya, maka
penghargaan terhadap diri atau harga diri yang kecil yang
kemungkinan akan timbul. Sebagaimana seseorang dinilai oleh
orang lain begitu pula dia akan menilai dirinya sendiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri menurut Wahid dan
Nurul (2007: 238-239) yaitu.
1. Tingkat perkembangan dan kematangan
Perkembangan anak seperti dukungan mental, perlakuan, dan
pertumbuhan anak akan mempengaruhi konsep dirinya. Seiring
perkembangannya, faktor-faktor yang mempengaruhi konsep
diri individu akan mengalami perubahan.
40
2. Keluarga dan budaya
Individu cenderung mengadopsi berbagai nilai yang terkait
dengan konsep diri orang-orang yang terdekat dari dirinya.
Dalam konteks ini, anak-anak banyak mendapat pengaruh
nilai dari budaya tempat ia tinggal.
3. Faktor eksternal dan internal
Kekuatan dan perkembangan individu sangat berpengaruh
terhadap konsep diri mereka. Pada dasarnya, individu memiliki
dua sumber kekuatan, yakni sumber eksternal dan sumber
internal.
4. Pengalaman
Ada kecenderungan bahwa konsep diri yang tinggi berasal dari
pengalaman masa lalunya yang sukses dan ada pula pengalaman
masa lalu yang gagal.
5. Penyakit
Kondisi sakit juga dapat mempengaruhi konsep diri seseorang.
6. Stresor
Stresor dapat mempengaruhi konsep diri seseorang apabila
ia mampu mengatasinya dengan sukses.
Konsep diri menjadi sebuah proses yang berkelanjutan, bukan
lagi bersifat statis tetapi mampu untuk menyesuaikan kembali
dan berkembang sebagai pengalaman-pengalaman baru yang
terintegrasikan. Lalu konsep diri menjadi berlandaskan pada
pengalaman-pengalaman yang sejati, terbuka, dan peka terhadap
perasaan-perasaan dari orang lain dan terhadap realitas-realitas
lingkungannya.
41
2.2 Hasil Penelitian Yang Relevan
Beberapa penelitian yang ada kaitannya dengan pokok masalah
ini dan sudah dilaksanakan adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Penelitian yang relevan dengan variabel.
Nama Judul Penelitian Hasil Penelitian
Asnur Vevy
(2013)
Perbedaan Moralitas
Siswa dalam
Pembelajaran IPS
Terpadu Menggunakan
Model Pembelajaran
Berbasis Portofolio dan
Model Pembelajaran
Contectual Teaching And
Learning (CTL) Dengan
Memperhatikan
Kecerdasan Intrapersonal
Dan Interpersonal Siswa
SMP Negeri 28 Bandar
Lampung Tahun
Pelajaran
2013/201
Ada perbedaan Moralitas
siswa dalam
Pembelajaran IPS
Terpadu antara Siswa
yang Memiliki
Kecerdasan
Intrapersonal dan
Interpersonal dengan
perhitungan F hitung 13,809 > F tabel 4,17.
Fatiyah (2015) Pengaruh Soft Skill
Terhadap Pelaksanaan
Praktik Industri Siswa
Jurusan Teknik Gambar
Bangunan Smk Negeri 1
Adiwerna Kabupaten
Tegal
Soft skill memiliki
peranan yang signifikan
terhadap pelaksanaan
Praktik industri siswa
Jurusan Teknik Gambar
Bangunan SMK Negeri 1
Adiwerna. Dengan nilai
Sig (0,028) < α (0,05)
dengan besarnya
pengaruh R2 = 0,1767
artinya soft skill
mempengaruhi
pelaksanaan praktik
industri sebesar 17,67%
42
Tabel 2. Penelitian yang relevan dengan variable (lanjutan)
Nama Judul Penelitian Hasil Penelitian
Akrom
Khasani
(2012)
Pengaruh Penerapan Model
Pembelajaran CIRC
(Cooperative Integrated
Reading and Composition)
terhadap Hasil Belajar Siswa
Kelas X Materi Pokok
Listrik Dinamis di MANU
Limpung Tahun Pelajaran
2011/2012
Berdasarkan perhitungan t-
tes dengan taraf signifikasi
= 5% diperoleh t hitung=
1,99, sedangkan t tabel =
1,67. Karena t hitung > t
table maka berarti rata-rata
hasil belajar siswa pada
mata pelajaran fisika
materi pokok listrik
dinamis dengan
penggunaan model
pembelajaran CIRC
berpengaruh positif
terhadap hasil belajar
siswa kelas X pada materi
pokok Listrik Dinamis di
MANU Limpung Tahun
Pelajaran
2011/2012.
Esti
Nugrahani
(2011)
Efektivitas Model
Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jigsaw II Terhadap
Motivasi Belajar Dan
Prestasi Belajar Matematika
Siswa Smp Muhammadiyah
2 Sapuran Wonosobo
Berdasarkan analisis
diperoleh pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw II
lebih efektif dibandingkan
pembelajaran
konvensional terhadap
motivasi belajar ((sig.)
0,044 amp;#945; = 0,05)
dan prestasi belajar
matematika (besar nilai
(sig.) 0,041 amp;#945; =
0,05).
Susi Sri
Sulastri
(2012)
Pengaruh Konsep Diri dan Kebiasaan Belajar Terhadap
Hasil Belajar Akuntansi
Siswa Kelas XI IPS
Madrasah Aliyah Negeri
Yogyakarta II Tahun Ajaran
2011/2012
Konsep Diri dan Kebiasaan Belajar secara
bersama-sama
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Hasil
Belajar Akuntansi yang
ditunjukkan dengan
persamaan Y = 11,561
+ 0,507 X1 + 0,182 X2
dengan koefisien korelasi
(rx1y ) sebesar 0,550,
koefisien determinasi (r2)
sebesar 0,302. Fhitung
sebesar 13,868 dan Ftabel
sebesar 3,14. Sedangkan
43
Tabel 2. Penelitian yang relevan dengan variable (lanjutan)
Nama Judul Penelitian Hasil Penelitian
efektif pada variabel
Konsep Diri sebesar
17,7% dan variabel
Kebiasaan Belajar sebesar
12,5%.
2.3 Kerangka Pikir
Banyak pendidik yang hanya memperhatikan hasil belajar ranah kognititf
saja dan kurang memperhatikan hasil belajar ranah aspek afektif siswa
mengenai soft skill siswa. Upaya melatih soft skill siswa dapat
menggunakan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran
kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa saling
bekerjasama, berkomunikasi, dan berbagi pengetahuan dengan teman
yang lain serta mulai belajar untuk menyampaikan pendapatnya. Pada
model pembelajaran kooperatif ini diharapkan siswa dapat
mengembangkan soft skillnya.
Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah penerapan model
pembelajaran kooperatif, yaitu kooperatif tipe Cooperative Integrated
Reading And Composition (CIRC) dan tipe Jigsaw II. Variabel terikat
(dependen) dalam penelitian ini adalah soft skill siswa melalui penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading And
Composition (CIRC) dan tipe Jigsaw II. Variabel moderator dalam
penelitian ini adalah Konsep Diri dalam mata pelajaraan IPS Terpadu.
44
1. Perbedaan Antara Soft Skill Pada Siswa Yang Pembelajarannya
Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC
Dibandingkan Dengan Soft Skill Siswa Yang Pembelajarannya
Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II
Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu.
Kooperatif mengandung pengertian bekerjasama dalam mencapai
tujuan bersama. Falsafah yang mendasari model pembelajaran
kooperatif dalam pendidikan adalah falsafah homo socius, yang
menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerjasama
merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup.
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dimana
siswa belajar dalam kelompok kecil, saling membantu dan
memahami materi, menyelesaikan tugas atau kegiatan lain agar
semua mencapai hasil belajar yang tinggi. Ada beberapa tipe
pembelajaran kooperatif, diantaranya tipe CIRC dan Jigsaw II. Kedua
model kooperatif tersebut memiliki langkah- langkah yang berbeda
namun tetap satu jalur yaitu pembelajaran secara kelompok yang
berpusat pada siswa (student centered) dan guru hanya sebagai
fasilitator.
Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition
menuntut peserta didik bertanggung jawab terhadap tugas kelompok.
Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan ide-ide untuk
memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas, sehingga terbentuk
pemahaman dan pengalaman belajar yang lama. Model Cooperative
Integrated Reading and Composition menurut Stevens (dalam Huda
2013:222) memiliki langkah-langkah penerapan sebagai berikut.
a. Guru membentuk kelompok-kelompok yang masing-masing
kelompok terdiri dari 4 peserta didik.
b. Guru memberikan wacana sesuai dengan topik pembelajaran.
45
c. Peserta didik bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide
pokok yang terdapat dalam wacana kemudian memberikan
tanggapan terhadap wacana yang ditulis pada lembar kertas.
d. Peserta didik mempresentasikan/membacakan hasil diskusi
kelompok.
e. Guru memberikan penguatan (reinforcement).
f. Guru dan peserta didik bersama-sama membuat simpulan.
Pada model pembelajaran Cooperative Integrated Reading
Composition, guru membentuk kelompok-kelompok heterogen yang
masing-masing terdiri dari empat orang siswa. Guru memberikan
wacana sesuai dengan topik pembelajaran. Kemudian siswa bekerja
sama saling membacakan dan menemukan ide pokok kemudian
memberikan tanggapan terhadap wacana yang ditulis pada lembar
kertas. Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok. Guru dan
siswa bersama-sama membuat kesimpulan. Lalu sebagai kegiatan
penutup, siswa diberikan dua tugas berkaitan dengan materi yang telah
diberikan guru yaitu tugas portofolio dan tugas proyek.
Menurut Miftahul Huda (2015: 116), prosedur model Jigsaw II adalah
sebagai berikut.
1. Siswa secara individu maupun kelompok (heterogen) mengkaji
bahan ajar.
2. Dibentuk kelompok ahli (homogen) untuk diskusi pendalaman
bahan ajar yang dibaca.
3. Kembali ke kelompok asal (heterogen) , siswa menjadi peer-tutor
terhadap satu sama lain. Terjadi pembentukan pengetahuan secara
berkelompok (social consruction of knowledge).
4. Tes/kuis untuk mengukur kemampuan siswa secara individual.
5. Diskusi terbuka, sementara guru memberikan penguatan
Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading Composition
(CIRC) lebih menekankan untuk melatih sikap toleransi dan interaksi
sosial siswa, hal ini dikarenakan peserta didik bekerja sama saling
46
membacakan dan menemukan ide pokok yang terdapat dalam
wacana kemudian memberikan tanggapan terhadap wacana yang ditulis
pada lembar kertas. Sedangkan pada model pembelajaran Jigsaw II
menekankan siswa untuk belajar bertanggung jawab dalam kerja sama
tim.
2. Soft Skill Siswa Yang Memiliki Konsep Diri Positif Yang
Pembelajarannya Menggunakan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe CIRC Diduga Akan Lebih Tinggi Dibandingkan
Dengan Yang Pembelajaannya Menggunakan Model Kooperatif
Tipe Jigsaw II Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu.
Menurut Narti (2013: 5), konsep diri merupakan gambaran seseorang
tentang dirinya, pengharapan seseorang tentang dirinya, dan penilaian
seseorang tentang dirinya yang dapat berubah karena berinteraksi
dengan lingkungannya. Indikator siswa yang memiliki konsep diri
positif adalah memiliki pemahaman diri, kesadaran diri, perasaan
harga diri, kompetensi, kecukupuan, tidak merasa khawatir,
kepercayaan diri, dan penghargaan diri.
Model pembelajaran CIRC adalah model pembelajaran terpadu yang
dapat menumbuhkembangkan interaksi sosial siswa, seperti
kerjasama, toleransi, komunikasi dan respek terhadap gagasan orang
lain (Huda, 2015: 221). Hal ini sesuai dengan pendapat Johnson
yaitu pembelajaran kooperatif berarti bekerja sama untuk mencapai
tujuan bersama.
Pembelajaran pada model pembelajaran CIRC untuk siswa yang
memiliki konsep diri positif akan lebih aktif dan interaktif.
47
Model ini membutuhkan siswa yang memiliki kepercayaan diri yang
tinggi, memiliki kemampuan dan kompetensi sehingga dapat
menerima materi yang di berikan guru, kemudian dapat menjelaskan
ke teman sekelasnya. Untuk dapat menerapkan model pembelajaran
ini diperlukan kepercayaan diri serta kemampuan komunikasi setiap
siswa. Hal ini dikarenakan untuk dapat berbicara di depan kelas
dibutuhkan rasa percaya diri siswa agar apa yang disampaikan
terhadap teman sekelasnya dapat terlaksana dengan baik. Oleh karena
itu, model pembelajaran ini akan berjalan dengan baik pada siswa
yang memiliki konsep diri positif.
Model pembelajaran Jigsaw II menuntut siswa aktif dalam hal
berfikir dan harus mengoptimalkan kemampuan logis dan kreatifitas
siswa agar dapat menyampaikan materi yang diberikan agar mudah di
pahami dan dicerna oleh anggota kelompoknya. Pada hakikatnya
setiap peserta didik harus mampu menyampaikan atau mengutarakan
kembali dari apa yang ia dengar dan diskusikan dari kelompok
homogen (kelompok ahli) untuk disampaikan kembali ke kelompok
heterogen (kelompok asal). Kemampuan komunikasi yang baik
diperlukan untuk setiap penyampaian materi, serta tanggung jawab
setiap peserta didik sangat dituntut dalam model pembelajaran ini.
Sehingga model pembejaran Jigsaw II dapat dipraktikan untuk siswa
yang memiliki konsep diri negatif.
48
3. Soft Skill Siswa Yang Memiliki Konsep Diri Negatif Yang
Pembelajarannya Menggunakan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw II Diduga Akan Lebih Tinggi
Dibandingkan Dengan Yang Pembelajaannya Menggunakan
Model Kooperatif Tipe CIRC Pada Mata Pelajaran IPS
Terpadu.
Konsep diri negatif merupakan penilaian terhadap diri sendiri yang
negatif sehingga menimbulkan sikap yang menimbulkan soft skill
siswa terganggu. Indikator konsep diri negatif menurut Narti
(2014: 5) adalah perasaan rendah diri, perasaan tidak memadai,
merasa gagal, merasa tidak berharga dan aman. Pada model
pembelajaran CIRC, siswa yang memiliki konsep diri negatif akan
sulit menyampaikan materi ke teman dalam sekelasnya terlebih
kepada guru mata pelajaran tersebut, hal ini dikarenakan perasaan
rendah diri, tidak mampu dan merasa tidak bisa sehingga
menimbulkan rasa tidak percaya diri siswa serta tidak optimalnya
penerapan soft skill yang dimilikinya.
Model CIRC memberi tuntutan individu untuk berani menyampaikan
materi atau hasil diskusi akhir di depan kelas. Di dalam proses
penyampaian dibutuhkan rasa percaya diri, kemampuan komunikasi
serta keberanian untuk mendapatkan pertanyaan dan menghargai
pendapat orang lain. Sedangkan ketika temannya menjelaskan di
depan kelas, guru dan siswa yang lain mendengarkan agar tujuan
pembelajaran tercapai. Siswa yang memiliki konsep diri negatif tentu
akan kesulitan dalam pembelajaran CIRC.
49
Sedangkan pada model pembelajaran Jigsaw II, siswa juga dituntut
untuk menyampaikan materi dari kelompok ahli ke kelompok asal.
Namun dalam proses penyampaian tersebut tidak dilakukan di depan
kelas sehingga model pembelajaran ini dapat melatih keberanian siswa
untuk berkomunikasi serta melatih siswa untuk bertanggung jawab
terhadap teman anggota kelompoknya. Untuk siswa yang memiliki soft
skill dengan konsep diri negatif model pembelajaran Jigsaw II akan
dapat melatih kemampuan soft skill terhadap konsep diri siswa
tersebut.
Hal ini sesuai dengan pendapat Ratumanan (2004:45) mengemukakan
bahwa karya Vygotsky didasarkan pada dua ide utama. Pertama,
perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari
konteks historis dan budaya pengalaman anak. Kedua, perkembangan
bergantung pada sistem-sistem isyarat mengacu pada simbol-simbol
yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang berfikir,
berkomunikasi dan memecahkan masalah, dengan demikian
perkembangan kognitif anak mensyaratkan sistem komunikasi budaya
dan belajar menggunakan sistem-sistem ini untuk menyesuaikan
proses-proses berfikir diri sendiri.
4. Interaksi Antara Model Pembelajaran Kooperatif Dengan
Konsep Diri Terhadap Soft Skill Siswa Pada Mata Pelajaran
IPS Terpadu.
Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran
gotong royong dengan mengelompokkan siswa ke dalam kelompok
50
yang heterogen agar siswa bersosialisasi, bekerja sama, menambah
wawasan satu sama lain, dan bertukar pikiran dalam memecahkan
masalah, pembahasan materi dan penyelesaian soal yang
diberikan oleh guru. Model pembelajaran kooperatif terus
dikembangkan karena melalui metode pembelajaran ini
kemampuan berfikir, mengeluarkan pendapat, rasa percaya diri
siswa dalam mengerjakan soal dapat ditingkatkan.
Menurut pendapat Huda (2013: 34), pembelajaran kooperatif
mendorong siswa agar sukses bersama dengan teman-temannya untuk
satu tujuan yang nantinya juga bisa dirasakan bersama-sama. Setiap
anggota kelompok saling memberikan kekuatan-kekuatan sosial
antarsatu sama lain dalam merespon upayanya masing-masing untuk
menyelesaikan tugas kelompok.
Konsep diri sangat berkaitan dengan pembelajaran kooperatif, karena
inti pembelajaran kooperatif adalah meningkatkan kompetensi peserta
didik dalam berinteraksi dengan orang lain (Sani, 2013: 187).
Siswa yang memiliki konsep diri positif atau negatif dapat saling
mendukung dan saling membantu ketika belajar dengan model
pembelajaran kooperatif sehingga pembelajaran kooperatif akan
berjalan dengan baik.
Sementara soft skill merupakan jenis keterampilan yang lebih banyak
terkait dengan sensitivitas perasaan seseorang terhadap lingkungan
disekitarnya. Karena soft skill terkait dengan keterampilan
51
psikologis, maka dampak yang diakibatkan lebih abstrak namun tetap
bisa dirasakan seperti misalnya perilaku sopan, disiplin, keteguhan
hati, percaya diri, kemampuan untuk dapat bekerjasama, membantu
orang lain dan sebagainya. (Seminar Nasional V SDM Teknologi
Nuklir Yogjakarta, 2009)
Penelitian ini, di duga soft skill siswa yang memiliki konsep diri
positif akan optimal ketika diajarkan menggunakan model CIRC.
Sedangkan siswa yang memiliki konsep diri negatif akan optimal soft
skill nya ketika diajarkan menggunakan model Jigsaw II. Berdasarkan
uraian di atas, maka kerangka pikir penelitian ini dapat
divisualisasikan sebagai berikut.
Gambar 1.Kerangka Pikir
Model Pembelajaran
Cooperative Integrated Reading Composition (X2)
Jigsaw II
Konsep diri positif/
negatif
Soft skill
Konsep diri positif/
negatif
Soft skill
52
2.4 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini, yaitu:
1. Terdapat perbedaan antara soft skill pada siswa yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe CIRC dibandingkan dengan yang pembelajarannya
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II pada
mata pelajaran IPS Terpadu.
2. Soft skill pada siswa yang memiliki konsep diri positif yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe CIRC akan lebih tinggi dibandingkan dengan yang
pembelajaannya menggunakan model kooperatif tipe Jigsaw II
pada mata pelajaran IPS Terpadu.
3. Soft skil pada siswa yang memiliki konsep diri negatif yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe CIRC akan lebih rendah dibandingkan dengan yang
pembelajaannya menggunakan model kooperatif tipe Jigsaw II pada
mata pelajaran IPS Terpadu.
4. Terdapat interaksi antara model pembelajaran kooperatif dengan
konsep diri terhadap soft skill siswa pada mata pelajaran IPS
Terpadu.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode eksperimen yang digunakan adalah metode eksperimental semu
(quasi eksperimental design). Penelitian eksperimen semu dapat diartikan
sebagai penelitian yang mendekati eksperimen. Bentuk penelitian ini
banyak digunakan di bidang ilmu pendidikan atau penelitian lain dengan
subjek yang diteliti adalah manusia, (Sukardi, 2009:16).
3.1.1 Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, diketahui desain variabel yang belum di
manipulasi (model pembelajaran CIRC dan Jigsaw II) disebut variable
eksperimental (X1), sedang variabel bebas yang kedua disebut variable
kontrol (X2), dan variabel ketiga disebut variabel moderator yaitu
konsep diri. Kelompok sampel ditentukan secara random dan diperoleh
kelas VIII8 sebagai kelas eksperimen yang melaksanakan model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC dan kelas VIII10 sebagai kelas
kontrol melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II.
Dalam kelas eksperimen maupun kelas kontrol terdapat siswa yang
54
memiliki konsep diri positif dan negatif. Desain penelitian sebagai
berikut. Desain penelitian digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2. Desain Penelitian Eksperimen
Penelitian ini membandingkan dua model pembelajaran yaitu CIRC
dan Jigsaw II terhadap soft skill siswa di kelas VIII8 dan VIII10 dengan
keyakinan bahwa kedua model pembelajaran mempunyai pengaruh
yang berbeda terhadap soft skill siswa dengan memperhatikan konsep
diri.
Kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dipilih secara
random menggunakan teknik undian. Kelas VIII8 melaksanakan
model pembelajaran kooperatif CIRC sebagai kelas eksperimen dan
kelas VIII10 melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
II sebagai kelas kontrol.
Model
Pembelajaran
Konsep Diri
Positif (A1)
Negatif (A2)
Kooperatif
Tipe CIRC
Kooperatif
Tipe Jigsaw
II
B1 B2
Soft Skill
(A1,B1)
Soft Skill
(A1,B2)
Soft Skill
(A2,B1)
Soft Skill
(A2,B2)
>
<
55
3.1.2 Prosedur Penelitian
Prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Melakukan observasi pendahuluan ke sekolah untuk
mengetahui jumlah kelas yang menjadi populasi kemudian
digunakan sebagai sampel dalam penelitian. Selain itu, untuk
memastikan bahwa setiap kelas dalam populasi merupakan kelas-
kelas yang mempunyai kemampuan relatif sama, atau tidak adanya
kelas unggulan.
b. Melakukan wawancara terhadap guru bidang studi IPS Terpadu
untuk mengetahui beberapa permasalahan yang ada serta untuk
mengetahui jumlah kelas yang menjadi populasi kemudian
digunakan sebagai sampel dalam penelitian.
c. Menetapkan sampel penelitian yang dilakukan dengan teknik
cluster random sampling.
d. Pengambilan data angket untuk mengetahui siswa yang
memiliki konsep diri positif dan konsep diri negatif.
e. Memberikan perlakuan berbeda antara kelas eksperimen dan
kelas kontrol.
a. Pada kelas eksperimen, guru menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC. Guru menjelaskan
materi ajar. Membentuk kelompok yang anggotanya 4-5 orang
siswa secara heterogen. Kemudian guru memberikan
wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran. Guru
menginstruksikan siswa bekerja sama saling membacakan dan
56
menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap
wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas. Setelah selesai
memberikan tanggapan terhadap wacana yang diberikan
kemudian setiap kelompok mempresentasikan /membacakan
hasil diskusi kelompoknya. Kelompok lain bebas memberikan
tanggapan serta pertanyaan kepada kelompok persentasi. Setelah
diskusi selesai guru dan siswa membuat kesimpulan bersama.
b. Pada kelas kontrol, guru menggunakan model Jigsaw II. Guru
hanya sebagai fasilitator. Guru membagi siswa menjadi
beberapa kelompok secara acak. Guru membagi materi pelajaran
dan soal di tiap kelompok yang akan dibahas kemudian tiap
kelompok. Dalam satu kelompok masing-masing anggota
mendapat materi yang berbeda-beda (kelompok heterogen).
Guru kemudian menginstruksikan kepada siswa dengan materi
yang sama untuk berkumpul membentuk satu kelompok yang
sama (homogen), inilah yang disebut dengan kelompok ahli atau
tim ahli. Setelah membentuk kelompok baru (homogen) siswa
saling berdiskusi dan bertukar pendapat mengenai materi yang
sama. Selanjutnya, para anggota tim ahli kembali ke kelompok
asalnya (heterogen) dan menjelaskan kembali materi yang
didapat kepada anggota kelompok asal. Kemudian guru
memberikan kuis kepada siswa secara individual untuk
mengetahui penguasaan materi siswa. Selanjutnya diskusi
terbuka sementara guru memberikan penguatan.
57
c. Pertemuan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sama yaitu 6-7
kali pertemuan.
d. Melakukan penilaian melalui lembar observasi untuk mengukur
soft skill siswa.
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitan ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP
Negeri 1 Belitang Madang Raya Tahun Pelajaran 2016/2017 yang
terdiri dari 10 kelas sebanyak 289 siswa.
3.2.2 Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitiaan ini dilakukan dengan
teknik cluster random sampling. Sampel penelitian ini diambil dari
populasi sebanyak 10 kelas, yaitu VIII1, VIII2, VIII3, VIII4, VIII5, VIII6,
VIII7, VIII8, VIII9 dan VIII10. Dari hasil teknik cluster random
sampling diperoleh kelas VIII8 dan VIII10 , sebagai sampel kemudian
kelas tersebut diundi untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Dari hasil pengundian diperoleh kelas VIII8 sebagai kelas
eksperimen yang menggunakan model CIRC dan kelas VIII10 sebagai
kelas kontrol yang menggunakan model Jigsaw II. Jumlah
keseluruhan sampel adalah 54 siswa dengan rincian kelas VIII10
sebanyak 27 siswa, dan kelas VIII8 sebanyak 27 siswa.
58
3.3 Variabel Penelitian
Penelitan ini menggunakan tiga jenis variabel yaitu variabel bebas
(independent), variabel terikat (dependent) dan variabel moderator.
3.3.1 Variabel bebas (independent)
Variabel bebas dilambangkan dengan X adalah variabel penelitian
yang mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas dalam
penelitian ini terdiri dari dua, model pembelajaran Cooperative
Integrated Reading and Compositian (CIRC) sebagai kelas
eksperimen (VIII8) dilambangkan dengan X1, dan model
pembelajaran Jigsaw II sebagai kelas kontrol (VIII10) dilambangkan
dengan X2.
3.3.2 Variabel terikat (dependent)
Variabel terikat dengan lambang Y adalah variabel yang akan
diukur untuk mengetahui pengaruh lain, sehingga sifatnya
bergantung pada variabel lain. Pada penelitian ini, variabel terikatnya
adalah Soft Skill.
3.3.3 Variabel moderator
Variabel moderator adalah variabel yang mempengaruhi
(memperkuat atau memperlemah) hubungan antara variabel bebas
dan variabel terikat. Diduga konsep diri mempengaruhi
59
(memperkuat atau memperlemah) hubungan antara model
pembelajaran dengan Soft Skill yaitu melalui model
pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Compositian
(CIRC) dan Jigsaw II.
3.4 Definisi Konseptual dan Operasional Variabel
3.4.1 Definisi Konseptual
1. Soft skill adalah kemampuan afektif yang dimiliki oleh seseorang.
Dengan kata lain soft skill adalah kemampuan yang dimiliki
sesorang, yang tidak bersifat kognitif, tetapi lebih bersifat afektif
yang memudahkan seseorang untuk mengerti kondisi psikologis
diri sendiri, mengatur ucapan, pikiran dan sikap serta perbuatan
yang sesuai dengan norma masyarakat, berkomunikasi dan
berinteraksi dengan lingkungannya.
2. Konsep diri merupakan suatu kepercayaan, penilaian atau
gambaran terhadap dirinya. Konsep diri tumbuh dari interaksi
seseorang dengan orang lain yang berpengaruh dalam
kehidupannya, biasanya orang tua, guru dan teman-teman. Dengan
kata lain, konsep diri adalah penilaian seseorang tentang dirinya
sendiri, kemampuan dirinya, ramalan tentang dirinya dan
anggapan akan keahlian dirinya. Konsep diri berlandaskan pada
pengalaman-pengalaman yang sejati, terbuka dan peka terhadap
perasaan-perasaan dari orang lain dan terhadap realitas-realitas
60
lingkungan. Konsep diri terbagi dua yaitu konsep diri positif dan
konsep diri negatif.
3.4.2 Definisi Oprasional Variabel
Soft skills adalah kemampuan yang dimiliki seseorang yang tidak bersifat
kognitif, tetapi lebih bersifat afektif. Indikator soft skills yaitu, kejujuran,
tanggung jawab, kemampuan bekerja sama, kemampuan beradaptasi,
kemampuan berkomunikasi, toleran, kemampuan menjadi pemimpin dan
kemampuan untuk selalu berusaha (effort).
Tabel 3. Kisi-kisi Opersional Soft Skill Variabel Indikator Sub Indikator Skala
Soft Skill 1. Kejujuran
2. Tanggung Jawab
3. Kemampuan
bekerja sama
4. Kemampuan
beradaptasi
5. Kemampuan
berkomunikasi
6. Toleran
7. Kemampuan
menjadi
pemimpin
8. Kemampuan
untuk selalu
berusaha (effort
Bersikap jujur ketika diberikan
tugas individu/mandiri.
Bertanggun jawab atas tugas
yang diberikan kepadanya.
Saling bekerja sama dalam
menyelesaikan tugas yang
diberikan.
Siswa selalu terbisa dengan
anggota kelompok yang bukan
teman akrabnya (penyesuaian
diri)
Komunikasi lisan (bertanya dan
menjawab)
Menghargai pendapat temanya
Mengajukan diri untuk menjadi
ketua tanpa harus ditunjuk.
Terpacu untuk terus
meningkatkan hasil belajranya
apabila hasil belajarnya tersebut
dirasa kurang memuaskan
1, 9
2
3, 11
4, 14, 18, 25
5
6, 15, 19,
20,
7,
8, 5, 10, 21,
22, 23, 24,
25, 30
61
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data untuk penelitian ini, peneliti menggunakan
teknik sebagai berikut:
3.5.1 Observasi
Hadi dalam Sugiyono (2010: 203), mengemukakan bahwa observasi
merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun
dari berbagai proses biologis dan psikologis. Teknik observasi
dilakukan secara langsung dan terstruktur dengan dua objek yaitu
guru dan siswa. Selain itu, observasi dilakukan untuk mengetahui soft
skill siswa dengan menggunakan lembar observasi.
3.5.2 Angket (kuesioner)
Angket (kuesioner) merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden untuk menjawabnya (Sugiyono,
2013:199). Apabila ada kesulitan dalam memahami kuesioner,
responden bisa langsung bertanya kepada peneliti. Angket
ini digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai konsep diri
siswa terhadap mata pelajaran IPS Terpadu dengan menggunakan
skala Smantik Diferensial, peneliti dapat meneliti jawaban yang
dapat dibuat dalam bentuk dua pertanyaan positif dan negatif.
62
3.6 Uji Persyaratan Instrumen
Untuk mendapatkan data yang lengkap, maka peneliti harus memiliki
alat instrumen yang baik. Sebuah instrumen dapat dikatakan baik sebagai
alat ukur jika memenuhi dua syarat, yaitu memiliki validitas dan
reliabilitas.
3.6.1 Uji Validitas Instrumen
Uji validitas instrument dalam penelitian ini menggunakan
rumus keofisien Product Moment dari Pearson dengan bantuan SPSS
12 for windows.
Adapun rumus korelasi Product
Moment
∑ (∑ )(∑ )
√* ∑ (∑ ) +* ∑ (∑ ) +
Keterangan:
rhit = koefisien korelasi antara variabel X dan variable Y
∑X = Skor butir soal
∑Y = Skor total
(Suharsimi Arikunto, 2015:170)
Dengan kriteria pengujian jika harga r hitung > r tabel dengan α=0,05
maka alat ukur tersebut dinyatakan valid, dan sebaliknya apabila r
hitung < r tabel maka alat ukur tersebut dinyatakan tidak valid.
63
Hasil perhitungan uji validitas angket konsep diri dari 35 item soal
pernyataan terdapat 7 item yang tidak valid yaitu item soal nomor 3,
12, 17, 26, 27, 28 dan 34. Kemudian item yang tidak valid tersebut
dibuang.
3.6.2 Uji reliabilitas instrumen
Suatu tes dapat dikatakan memiliki reliabel yang tinggi jika tes tersebut
dapat memberi hasil yang tetap dalam jangka waktu tertentu. Sukardi,
(2003: 126) suatu instrumen dikatakan mempunyai nilai reliabilitas
yang tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten
dalam mengukur yang hendak diukur. Ini berarti semakin reliabel suatu
tes memiliki persyaratan maka semakin yakin kita dapat menyatakan
bahwa dalam hasil suatu tes mempunyai hasil yang sama ketika
dilakukan kembali.
Uji reliabilitas tes menggunakan rumus Alpha :
r11 =
2
)(1
1tnS
MnM
n
n
Keterangan :
r11 = reliabilitas instrument
N = banyaknya butir soal
∑αb2
∑αt2
= jumlah varians pertanyaan
αt2
= varians total
(Suharsimi Arikunto, 2015:180)
64
Dan untuk mengukur angket menggunakan rumus alpha juga,
sebagai berikut.
(
( )) (
∑
)
Keterangan:
r11 = reliabilitas instrument
N = banyaknya butir soal
∑αb2
∑αt2
= jumlah varians pertanyaan
αt2
= varians total
(Suharsimi Arikunto, 2015:109)
Besarnya reliabilitas dikategorikan seperti pada tabel berikut. Tingkat
besarnya koefisien korelasi
Tabel 4. Tingkat Besarnya Koefisien Korelasi
No. Nilai r11 Keterangan
1 0,00 samapi 0,20 Sangat rendah
2 0.20 sampai 0,40 Rendah
3 0,40 sampai 0,60 Cukup
4 0,60 sampai 0,80 Tinggi
5 0,89 sampai 1,00 Sangat tinggi
(Suharsimi Arikunto, 2002:245)
Hasil perhitungan uji coba reliabilitas konsep diri siswa sebesar 0.889.
Sesaui dengan koefisien korelasi konsep diri pada tabel diatas berarti
item angket tersebut tergolong angket yang memiliki reliabilitas
sangat tinggi.
65
3.7 Uji Persyaratan Analisis Data
3.7.1 Uji Normalitas
Uji normalitas yang digunakan adalah uji Liliefors berdasarkan sampel
yang akan diuji hipotesisnya, apakah sampel berdistribusi normal atau
sebaliknya dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Lo = F (Zi) – S (Zi)
Keterangan:
Lo = harga mutlak terbesar
F (Zi) = peluang angka baku
S (Zi) = proporsiangka baku
Kriteria pengujian adalah jika L hitung < L tabel dengan taraf
signifikansi 0,05, maka variabel tersebut berdistribusi normal,
demikian pula sebaliknya.
3.7.2 Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah data berasal
dari populasi yang homogen atau tidak. Uji homogenitas yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji
Barlett. Rumus uji Barlett adalah sebagai berikut.
a. Varians gabungan dari semua sampel
… s2
= (∑(ni-1) /∑(ni-1))
b. Harga satuan B dengan rumus
66
… B = (log s2)∑ (ni-1)
c. Digunakan statistik chi quadrat
… x2 = (In 10)(B-∑(ni-1)log
(Kadir, 2016: 159)
Kriteria pengujiannya adalah membandingkan Fhitung dengan Ftabel dan
taraf signifikansi 0,05. Jika nilai Fhitung Ftabel maka variabel tersebut
homogen, demikian pula sebaliknya.
3.8 Teknik Analisis Data
3.8.1 T-test Dua Sampel Independen
Dalam penelitian ini, pengujian hipotesis komparatif dua sampel
independen digunakan rumus t-test. Terdapat beberapa rumust-test
yang dapat digunakan untuk pengujian hipotesis komparatif dua
sampel independen yakni rumus separated varian dan polled varian.
t =
√
(Separated Varian)
t =
√( ) ( )
(
)
Keterangan:
67
= rata-rata keterampilan sosial siswa pada kelas eksperimen
= rata-rata keterampilan sosial siswa pada kelas kontrol
= varian total kelompok 1
= varian total kelompok 2
= banyaknya sampel kelompok 1
= banyaknya sampel kelompok 2
(Sugiyono, 2014: 273)
Terdapat beberapa pertimbangan dalam memilih rumus t-test yaitu:
1) Apakah ada dua rata-rata itu berasal dari dua sampel yang jumlahnya
sama atau tidak.
2) Apakah varian data dari dua sampel itu homogen atau tidak. Untuk
menjawab itu perlu pengujian homogenitas varian.
Berdasarkan dua hal diatas maka berikut ini berikan petunjuk untuk
memiih rumus t-test.
1) Bila jumlah anggota sampel n1= n2 dan varian homogen, maka dapat
menggunakan rumus t-test baik sparated varian maupun polled varian
untuk melihat harga t-tabel maka digunakan dk yang besarnya dk =
n1+ n2 - 2
2) Bila n1≠n2 dan varian homogen dapat digunakan rumus t-test dengan
polled varians, dengan dk = n1+n2-2
3) Bila n1= n2 dan varian tidak homogen, dapat digunakan rumus t- test
dengan polled varian maupun sparated varian dengan dk = n1-1+n2-1,
jadi bukan n1+n2-2
4) Bila n1≠n2 dan varian tidak homogen, untuk itu digunakan rumus tes
68
sparated varian, harga t sebagai pengganti harga t-tabel hitung dari
selisih harga t-tabel dengan dk = (n1-1) dibagi dua kemudian ditambah
dengan harga t yang terkecil.
3.8.2 Analisis Varian Dua Jalan
Anava atau analisis dua jalan yaitu sebuah teknik inferensial yang
digunakan untuk menguji rerata nilai. Anava memiliki beberapa
kegunaan antara lain untuk mengetahui antar variabel manakah yang
mempunyai perbedaan secara signifikan, dan variabel-variabel manakah
yang berinteraksi satu sama lain. Analisis varians dua jalan
merupakan teknik analisis data penelitian dengan desain faktorial
dua faktor (Arikunto, 2015: 424).
Penelitian ini menggunakan Anava dua jalan untuk mengetahui tingkat
siginifikasi perbedaan dua model pembelajaran serta perbedaan konsep
diri siswa.
69
Tabel 5. Rumus Unsur Tabel Persiapan Anava Dua Jalan
Sumber
Variasi Jumlah Kuadrat Db MK Fo P
Antara A
Antara B
Antara AB
(Interaksi)
Dalam (d)
JKA=∑(∑XA)2∕nK–
(∑XT)2∕N
JKB=∑(∑XB)2∕nK–
(∑XT)2∕N
JKAxB=∑(∑XA dan B)2∕nK–
(∑XT)2∕N– JKA – JKB
JKd = JKA – JKB - JKAB
A-1 (2)
B-1 (2)
dbA x dbB (4)
dbT-dbA-dbB-
dbAB
JKA :
dkA
JKB :
dkB
JKAXB
: dkA XB
JKd :
dkd
MKA
: MKd
MKB :
MKd
MKAB
: MKd
Total (T) JKT JKT=∑X2
T– (∑XT)2∕N N-1 (49)
Keterangan:
JKT = Jumlah kuadrat total
JKA = Jumlah kuadrat variabel A
JKB = Jumlah kuadrat variabel B
JK = Jumlah kuadrat interaksi antara variabel A dan B
JK(d) = Jumlah kuadrat dalam
MKA = Mean kuadrat variabel A
MKB = Mean kuadrat variabel B
MKAB = Mean kuadrat interaksi antara variabel A dan B
MK(d) = Mean kuadrat dalam
FA = harga F0 untuk kuadrat A
FB = harga F0 untuk kuadrat B
FAB = harga F0 untuk variabel A dan B
(Arikunto, 2007: 409)
70
3.8.3 Pengujian Hipotesis
Rumusan Hipotesis 1:
: =
: ≠
Rumusan Hipotesis 2:
: ≤
: ≥
Rumusan Hipotesis 3:
: ≥
: ≤
Rumusan Hipotesis 4:
: =
: ≠
Adapun kriteria pengujian hipotesis sebagai berikut. Tolak Ho
apabila Fhitung > Ftabel ; thitung> ttabel Terima Ho apabila Fhitung< Ftabel ;
thitung< ttabel. Hipotesis 1 dan 4 diuji dengan menggunakan rumus
analisis varian dua jalan. Hipotesis 2 dan 3 diuji menggunakan
rumus t-test dua sampel independen (separated varian).
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut.
1. Terdapat perbedaan antara soft skill pada siswa yang pembelajarannya
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dibandingkan
dengan soft skill siswa yang pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II pada mata pelajaran IPS Terpadu.
Hal ini dapat dibuktikan setelah dilakukan pengujian hipotesis yang
menyebutkan adanya perbedaan kedua model dengan kata lain, perbedaan
hasil belajar dapat terjadi karena adanya penggunaan model pembelajaran
yang berbeda untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.
2. Soft skill pada siswa yang memiliki konsep diri positif yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
CIRC akan lebih tinggi dibandingkan dengan yang pembelajaannya
menggunakan model kooperatif tipe Jigsaw II pada pada mata pelajaran
IPS Terpadu. Hal ini dapat dibuktikan setelah dilakukan pengujian
hipotesis yang menyatakan soft skill pada siswa yang memiliki
kemampuan konsep diri positif pada kelas eksperimen dengan
101
menggunakan model pembelajaran CIRC hasilnya lebih baik
dibandingkan Jigsaw II.
3. Soft skill pada siswa yang memiliki konsep diri negatif yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw II akan lebih tinggi dibandingkan dengan yang pembelajaannya
menggunakan model kooperatif tipe CIRC pada mata pelajaran IPS
Terpadu. Hal ini dapat dibuktikan setelah dilakukan pengujian hipotesis
yang menyatakan soft skill pada siswa yang memiliki konsep diri negatif
pada kelas kontrol dengan menggunakan model pembelajaran CIRC
hasilnya lebih baik dibandingkan Jigsaw II.
4. Terdapat interaksi antara model pembelajaran pembelajaran
kooperatif dengan konsep diri terhadap soft skill siswa pada mata
IPS Terpadu. Hal ini dapat dibuktikan setelah dilakukan pengujian
hipotesis yang menyatakan ada pengaruh besama atau joint effect
antara model pembelajaran dengan konsep diri siswa, soft skill pada
mata IPS Terpadu.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, peneliti menyarankan.
1. Guru sebaiknya dapat menerapkan model pembelajaran yang dapat
meningkatkan keaktifan siswa. Sebaiknya model pembelajaran
disesuaikan dengan kondisi, keadaan siswa, dan materi pelajaran sehingga
nantinya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Model CIRC dapat dijadikan pilihan model pembelajaran yang dapat
digunakan guru dalam proses pembelajaran karena dapat meningkatkan
102
soft skill baik bagi siswa yang memiliki konsep diri positif maupun
negatif. Karena model pembelajaran ini disesuaikan dengan kreativitas,
kemampuan komunikasi serta interaksi sosial siswa.
3. Untuk siswa yang memiliki kemampuan konsep diri negatif sebaiknya
guru menerapkan model pembelajaran Jigsaw II karena model
pembelajaran ini menuntun siswa meningkatkan dan mengembangakan
potensi sosial yang dimiliki siswa .
4. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengembangkan jenis variabel ini,
diharap agar lebih diperbaiki lagi baik objek atau subjek yang akan diteliti.
DAFTAR PUSTAKA
Anni.2011.Teori Humanistik (Maslow & Roger).Jakarta
Arikunto, Suharimi.2015.Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktek.Jakarta: Rineka Cipta.
Depdiknas. 2002.http://aresearch.upi.edu/operator/upload/s_tb_0601957_
bibliography.pdf
Depdiknas.2003.Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains
SMP dan MTs. jakarta:Depdiknas.
Dimyati dan Mudjiono.2006. Belajar Dan Pembelajaran.Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Direktorat Akademik Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi departemen
Pendidikan Nasional.2008.Pengembangan Soft Skill Dalam Proses
Pembelajaran Di Perguruan Tinngi.
Elfindri dkk. 2011. Soft Skills untuk Pendidik. Jakarta: Baduose Media
Evaline Siregar & Hartini Nara.2010.Teori Belajar Dan Pembelajaran.
Bogor:Ghalia Indonesia.
Gufron. 2012. Teori-Teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Medika.
Huda, Miftahul. 2015. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hurlock, Elizabeth B., Alih Bahasa : Med Meitasari T dan Muslichah Z.,
2010. Perkembangan Anak Jilid I. Jakarta : Erlangga.
Iyo Mulyana. 2011. Dari Karya tulis Ilmiah sampai dengan Soft Skills.
Bandung: Yrama Widya.
Lie, Anita.2002. Cooperative Learning Mempraktikan Cooperative Learning
di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Gramedia.
Minannullah, Moh.2011. Strategi Pembelajaran Soft skill Dan
Multiple Intelegence
Mita Jati.2015.Makalah Model-Model Pembelajaran Jigsaw
Mulyana, Deddy .2011.Ilmu Komunikasi.Bandung: PT. Rosdakarya.
Narti, Sri. 2014.Model Bimbingan Kelompok Berbasis Ajaran Agama Islam
Untuk Meningkatkan Konsep Diri Siswa.Jakarta: Pustaka Belajar
Offset.
Nasution.2011.Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar &
Mengajar.Jakarta:Bumi Aksara.
Pratana.2008. Kajian Efektivitas Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jigsaw Dan Stad Pada Mata Pelajaran Ipa Aspek Kimia Di
Smp Melati Sleman.
Rakhmat, Jalaluddin.2007.Metode Penelitian Komunikasi:Dilengkapi Dengan
Contoh Analistik Statistik.Bandung:Rosdakarya.
Ratumanan, T. G. 2004.Belajar dan Pembelajaran.Semarang.Unesa
University Press.
Rusman.2010.Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Santrock, W. John.2011.Pisikologi Pendidikan Educational
Psychology.Jakarta:Salemba Humanika.
Seminar Nasioanal V SDM Teknologi Nuklir Yogjakarta, 5 November 2009
dalam google.com
Slameto.2015.Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya.
Jakarta:Rineka Cipta.
Slavin,Robert E.2008.Cooperative Learning (Teori, Riset, dan Praktik).
Bandung: Nusa Media.
Slavin,Robert E.2010.Cooperative Learning (Teori, Riset, dan Praktik).
Bandung: Nusa Media.
Sugiyono.2010.Metodologi Penelitian Pendidikan.Jakarta:Raja Grafindo
Persada.
Sukardi.2009.Metode Penelitian Pendidikan.Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta
Sutirman.2013.media & Model-Model Pembelajaran
Inovatif.Yogyakarta:Graha Ilmu
Suyitno, Amin. 2005. Mengadopsi Pembelajaran CIRC dalam Meningkatkan
Keterampilan Siswa Menyelesaikan Soal Cerita. Seminar Nasional
F.MIPA UNNES
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
Prenada Media.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Wahid & Nurul.2008.Konsep diri.Universitas Surabaya. usu.ac.id
Yatim Riyanto, 2009 Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi bagi
Pendidikan Dalam implementasi Pembelajaran yang Efektif. Jakarta:
Kencana.
Zubaedi,2011.Desain Pendidikan Karakter. Jakarta:Kencana Prenada Media
Grup.
top related