studi deskriptif mengenai efektivitas gaya...
Post on 04-Mar-2019
217 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
STUDI DESKRIPTIF MENGENAI EFEKTIVITAS GAYA
KEPEMIMPINAN SUPERVISOR BUMN PT PI
Marina Sulastiana, Nurul Yanuarti
Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran
ABSTRAK
Sebagai sebuah BUMN di bidang jasa mail, logostic & finance , PT PI (Pos
Indonesia) saat ini berupaya keras untuk tetap eksis dan unggul di tengah situasi
persaingan bisnis yang sangat ketat. Performansi perusahaan secara langsung
terhadap konsumen dan pencapaian target profit, banyak bertumpu pada peran
dan kinerja para supervisor di unit-unit operasional di semua Kantor Wilayah di
Indonesia, agar tercapai visi menjadi leader dalam jasa mail, logistic & finance.
Oleh karena itu bagaimana kepemimpinan supervisor dalam memberdayakan
SDM di unit kerjanya menjadi sangat penting. Penelitian ini bertujuan
mendapatkan gambaran tentang efektivitas gaya kepemimpinan supervisor,
sehingga dapat diketahui pula secara tidak langsung kesiapan bawahan dalam
bekerja dari segi kemampuan maupun kemauan. Melalui penelitian ini diperoleh
pula gambaran jenis-jenis gaya kepemimpinan para supervisor yang merupakan
peluang bagi efektivitas gaya kepemimpinan mereka. Sampel penelitian meliputi
supervisor dari berbagai kantor wilayah se Indonesia yang terdiri dari 89 orang
dari wilayah Jawa, 59 orang dari wilayah Sumatera, 27 orang dari wilayah
Kalimantan, 29 orang dari wilayah Sulawesi dan 18 orang dari wilayah Papua.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar supervisor menerapkan 3
(tiga) gaya kepemimpinan, hanya sedikit yang menggunakan 2 (dua) gaya. Style
range gaya kepemimpinan supervisor PT PI yang cukup luas ini berpotensi
untuk efektif karena supervisor berpeluang mengubah gaya kepemimpinan sesuai
dengan situasi kerja yang dihadapi yaitu sesuai dengan kesiapan bawahan dan
karakteristik tugas. Walupun nilai efektivitas gaya kepemimpinan supervisor
secara umum tidak terlalu tinggi, namun lebih dari 50% supervisor menunjukkan
2
nilai gaya kepemimpinannya efektif. Supervisor dengan kategori efektif (lebih
dari 70%) berturut-turut adalah di wilayah Papua, Sulawesi dan Sumatera. Gaya
kepemimpinan yang paling dominan digunakan di seluruh wilayah adalah gaya
selling, sedangkan gaya telling digunakan oleh hampir oleh semua supervisor
walaupun bukan yang paling dominan. Gaya participating termasuk gaya
alternative namun dengan prioritas rendah. Gaya Delegating paling sedikit
digunakan bahkan sejumlah supervisor tidak menggunakannya sebagai alternative
gaya kepemimpinannya. Dengan demikian para supervisor menunjukkan
penekanan pada penyelesaian tugas (task oriented) dan pada segi dukungan
kepada bawahan atau segi hubungan (relationship/people oriented) yang cukup
berimbang. Hasil penelitian ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa secara
umum supervisor menilai bawahannya berada pada tingkat kesiapan R2 yaitu
memiliki masih menunjukkan kemauan namun belum sepenuhnya mampu bekerja
dengan baik. Penggunaan gaya telling yang tinggi menunjukkan tingkat kesiapan
bawahan yang rendah, baik kemampuan maupun kemauannya. Sebaliknya
penggunaan gaya Delegating yang rendah menunjukkan supervisor menilai
bawahannya sedikit sekali yang memiliki kesiapan kerja R4( memiliki
kemampuan dan kemauan kerja yang tinggi) Disarankan perlunya pelatihan
Effective Leadership yang dapat mendorong peningkatan kemampuan pembinaan
supervisor terhadap bawahannya, dalam upaya pencapaian target unit kerja dan
visi perusahaan.
Kata kunci : Jenis/tipe gaya kepemimpinan, style range dan efektivitas gaya
kepemimpinan,kesiapan kerja bawahan.
ABSTRACT
PT. Pos Indonesia (PT PI) is a BUMN in mail, logistic & finance service
area whose now struggling hard to stay exist and perform excellent in the tight
business competitive situation. The company’s performance directly to consumer
lean on supervisor’s role and performance in operational unit in every Region
Offices in Indonesia, especially on executing company’s operational as the vision
3
to be a leader in mail, logistic & finance service area. Therefore, service target
and marketing achievement of PT. PI depends a great deal on supervisor’s
performance in leading and organizing human resources in their working unit.
The purpose of this research is to get a description about the effectiveness
of supervisor’s leadership style, so it can also reveal subordinates readiness, their
ability and willingness. This research also acquires the descriptions of
supervisor’s leadership style which is an opportunity to gain effectiveness of their
leadership style. The research sample covers supervisors from several region
offices in Indonesia which consist 89 person from Java region, 59 person from
Sumatera region, 27 person from Kalimantan region, 29 person from Sulawesi
region, and 18 person from Papua region.
The research results indicates that most of the supervisor use 3 (three)
leadership styles, only few use 2 (two) styles. PT. PI’s supervisors have a broad
style range and have a potential to be effective, because they have opportunity to
adjust their leadership style with the work situation, according to subordinates
readiness and job characteristics. Although the score of supervisor’s leadership
style effectiveness are not too high, more than 50% supervisors showed an
effective score of their leadership style. Supervisors with the category “effective”
(more than 70%) consecutively are in Papua region, Sulawesi, and Sumatera. The
most dominant leadership style uses in every region is “selling” style, while
“telling” style uses by almost every supervisor, though is not the most dominant.
“Participating” style is chosen to be the alternative style though with the lowest
priority. “Delegating” style is the least chosen; in fact some supervisors do not use
it as alternative for their leadership style. Therefore, the supervisors show a
balance proportion of task orientation and relationship/people orientation.
Through this research, obliquely shows that generally supervisors appraised their
subordinates in the degree of readiness R2, still can show willingness but not
completely capable to work well. The high usage of “telling” style shows low
subordinates readiness, either capability or willingness. In contrast, the low usage
of ‘delegating’ style shows that only a few supervisor appraised their
4
subordinates readiness in the degree of readiness R4 (high ability dan high
willingness). Effectiveness leadership training for supervisors is nescecery to
improve their ability of development subordinates.
Key words : Type of leadership style, style range, effectiveness of leadership
style
PENDAHULUAN
Sebagai BUMN yang bergerak di bidang jasa pengiriman surat dan
barang/paket,PT Pos Indonesia (PT PI) saat kini menghadapi situasi kompetisi
yang sangat tinggi. Banyak perusahaan sejenis telah menjadi kompetitornya,
seperti TIKI, PT. Pandu Sentosa dan bahkan berbagai travel antar kota (jasa
transportasi) juga memberi jasa pengiriman surat,dokumen,paket. Trend
pengiriman surat yang berganti dengan pengiriman pesan singkat melalui telepon
selular semakin menambah peta kompetisi yang sangat ketat. Oleh karena itu
dalam beberapa tahun terakhir, PT PI tidak mudah mendapatkan profit. Akan
tetapi sebagai BUMN penting yang berdiri sejak jaman penjajahan Belanda
(1976), PT PI harus tetap eksis, bertahan dan maju berkembang di tengah situasi
perkembangan bisnis yang semakin kompetitif. PTPI baru berubah menjadi
sebuah PT (Persero) pada tahun 1995, setelah sebelumnya menjadi Perusahaan
Umum pada tahun 1978.
Sejalan dengan upaya untuk tetap eksis, maju dan berkembang, ditetapkanlah visi
sebagai berikut :
2009 - 2010 : Integrated mail, logistic & financial services infrastructure
2011 - 2013 : Indonesia’s leader in the mail logistics & financial service
2014 - 2018 : ASEAN Champion of Postal Industries
Mengingat wilayah negara Indonesia sangat luas dan banyak sekali daerah-daerah
yang masih terpencil, maka kondisi ini menjadi tantangan dan peluang bagi PT PI
5
untuk meraih pangsa pasar atau konsumen yang lebih luas daripada pangsa pasar
perusahaan kompetitor. Akan tetapi pada kenyataannya, peluang bisnis ini tidak
selalu ‘ditangkap’ oleh kantor-kantor cabang PT PI di seluruh daerah, padahal
dibandingkan competitor PTPI justru memiliki kantor cabang sampai ke pelosok
Indonesia. Sementara pelayanan pengiriman khususnya mail antar pulau yang
tidak tersentuh oleh kompetitor, pelayanan kantor cabang khususnya di luar Jawa
juga tidak dapat dikatakan cepat. PT PI juga belum menerapkan taktik
‘menjemput bola’ dalam situasi persaingan pemasaran. Dalam kondisi seperti ini,
manajemen PT PI menetapkan peningkatan target pendapatan yang di breakdown
ke dalam target-target daerah pelayanan di seluruh Kantor Wilayah se Indonesia.
Dalam pelaksanaan pencapaian target inilah peran Kepala Kantor atau para
manajer di level supervisor di kantor pelayanan pusat maupun cabang menjadi
sangat penting. Mengingat target yang tinggi saat kini harus dicapai di tengah
kompetisi yang sangat ketat, maka kinerja Supervisor bersama timnya tidak
hanya dalam konteks pelayanan saja tetapi juga dalam konteks pemasaran yang
aktif dan kreatif. Supervisor yang merupakan ‘ujung tombak’ pelayanan dan
pemasaran,harus mampu menggerakkan seluruh sumber daya manusia di unit
kerjanya untuk memberi pelayanan yang cepat dan efisien serta melakukan
terobosan pemasaran yang menarik bagi konsumen. Kinerja supervisor dalam
pelayanan internal pun sangat krusial karena akan mendukung kinerja pelayanan
menyeluruh PT PI. Sebagai first line manajer , para supervisor di PT PI ternyata
cukup banyak yang sudah berusia sekitar 50 tahun dan jarang mendapat
pembinaan dalam bentuk pelatihan khususnya pelatihan dalam lingkup
Supervisory Skill. Selama ini mereka bekerja lebih didukung oleh pengalaman
kerja keseharian yang kurang didukung oleh perkembangan wawasan dan
keterampilan yang tinggi melalui pelatihan yang dapat mendukung kepemimpinan
mereka dan performansi organisasi. Kondisi ini menggugah penulis untuk
menelaah bagaimana profil kepemimpinan para supervisor PT PI di seluruh
wilayah Indonesia, dalam menggerakkan bawahan di unit kerjanya dalam rangka
mencapai visi dan misinya. Dalam arti khusus penulis ingin mengkaji jenis gaya
kepemimpinan apa saja yang digunakan dan bagaimana efektivitas gaya
6
kepemimpinan para Supervisor PT PI dalam mencapai visi, misi dan tujuan
(target) perusahaan
Maksud kajian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai gaya
kepemimpinan yang dipakai oleh para supervisor PT PI serta efektivitas gaya
kepemimpinan mereka. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah mengkaji style
range gaya kepemimpinan dan tingkat efektifitas gaya kepemimpinan supervisor
khususnya gaya kepemimpinan yang dominan terkait dengan kesiapan kerja
bawahannya. Melalui kajian tingkat efektivitas gaya kepemimpinan dapat
dianalisis pula kapasitas kepemimpinan ini terkait dengan prediksi keberhasilan
kepemimpinan di unit kerjanya.
Dari sisi kegunaan teoretis kajian ini adalah untuk memperluas cakrawala
penerapan bidang ilmu Psikologi Industri dan Organisasi, terutama yang berkaitan
dengan sub bidang ilmu Psikologi Organisasi pada bahasan kepemimpinan.
Sedangkan bagi aspek kegunaan praktis, kajian ini dapat memberi informasi yang
dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak manajemen puncak sebagai pihak
pengambil keputusan untuk mengembangkan strategi pengelolaan SDM di tingkat
supervisor yang menjadi tumpuan atau ujung tombak proses bisnis di bidang
pelayanan jasa mail, logistic dan financial.
Untuk mencapai tujuan organisasi (perusahaan) yaitu produktivitas dan
profitabilitas serta kepuasan karyawan, peran kepemimpinan manajer menjadi hal
yang krusial. Berdasarkan pendapat berbagai ahli, kepemimpinan didefinisikan
sebagai proses ataupun kemampuan mempengaruhi ( tindakan /tingkah laku)
orang lain (satu atau lebih orang-kelompok) melalui proses komunikasi, dalam
upaya mencapai tujuan yang ditetapkan. Sedangkan gaya kepemimpinan adalah
perilaku yang ditampilkan pemimpin dalam mempengaruhi tindakan/perilaku
kerja bawahan. Pada umumnya setiap pemimpin melakukan tindakan
kepemimpinan, tetapi tidak semua pemimpin berhasil/efektif untuk
mempengaruhi orang lain untuk mencapai suatu tujuan. Salah satu model
pendekatan efektivitas kepemimpinan adalah efektivitas kepemimpinan
7
situasional yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard . Pada kepemimpinan
situasional, efektivitas kepemimpinan dilihat berdasarkan 3 (tiga) dimensi, yaitu
dimensi pemimpin (leader-l), pengikut (follower-f), dan variabel situasi
(situation-s), yang dirumuskan sebagai :E = f (l, f, s)
Kepemimpinan situasional dari Hersey & Blanchard menyebutkan bahwa
efektivitas kepemimpinan didasarkan pada saling pengaruh antara (1) jumlah
bimbingan dan pengarahan (perilaku tugas) yang diberikan pemimpin; (2) jumlah
dukungan sosioemosional (perilaku hubungan) yang ditunjukkan pemimpin; dan
(3) tingkat kesiapan yang diperlihatkan/ditunjukkan pengikut dalam
menyelesaikan suatu tugas secara spesifik, menjalankan tungsi tertentu atau
mencapai tujuan tertentu.
Perilaku tugas didefinisikan sebagai perilaku pemimpin yang
menjelaskan tugas-tugas dan tanggung jawab individu atau kelompok. Dalam
perilaku ini termasuk memberitahu (telling) apa yang harus dilakukan orang lain,
bagaimana mengerjakannya, kapan, dimana dan siapa yang mengerjakan tugas
tersebut. Perilaku tugas ditandai oleh komunikasi satu arah dari pemimpin kepada
pengikut. Pemimpin tidak banyak mempertimbangkan perasaan-perasaan
pengikut, tetapi lebih banyak menaruh perhatian pada bagaimana membantu
pengikut mencapai tujuan.
Perilaku hubungan didefinisikan sebagai perilaku pemimpin yang
melakukan komunikasi dua arah. Perilaku ini termasuk mendengarkan,
mempermudah dan mendukung bawahan/orang lain. Berdasarkan dua jenis
perilaku tersebut diperoleh empat gaya dasar kepemimpinan yaitu Telling, Selling,
Participating, dan Delegating. Tidak satu gaya pun yang efektif untuk semua
situasi. Setiap gaya sesuai dan efektif, tergantung pada situasi yang dihadapi.
Situasi yang dimaksud dipengaruhi oleh berbagai kondisi. Beberapa faktor dalam
situasi yang mempengaruhi efektivitas pemimpin adalah pemimpin, pengikut,
rekan di posisi kunci, organisasi, tuntutan jabatan, dan waktu pengambilan
keputusan. Semua variabel tersebut saling berinteraksi dan hubungan antara
8
pemimpin dan pengikut adalah variabel yang penting sekali dalam situasi
kepemimpinan. Untuk memaksimalkan hubungan pemimpin – pengikut,
pemimpin pertama-tama harus menentukan dengan jelas keluaran, tujuan, sub
tugas, dan hal-hal lain yang spesifik dari suatu tugas yang harus diselesaikan
pengikut. Tanpa kejelasan ini, pemimpin sulit menentukan tingkat kesiapan atau
gaya kepemimpinan yang harus digunakan pada tingkat kesiapan tersebut.
Tingkat kesiapan bawahan didefinisikan sebagai kemampuan (ability) dan
kemauan (willingness) pengikut untuk menyelesaikan tugas tertentu (Hersey &
Blanchard). Kemampuan merupakan pengetahuan, pengalaman, keahlian yang
dimiliki dan dibawa individu atau kelompok pada suatu tugas atau aktivitas
tertentu. Kemauan merupakan keyakinan diri (confidence), komitmen, dan
motivasi individu untuk menyelesaikan tugas spesifik. Kesiapan bukanlah
karakteristik personal, bukan pula merupakan evaluasi terhadap sifat-sifat
individu, nilai, umur, dan sebagainya, melainkan sejauh mana seseorang siap
unjuk kerja terhadap suatu tugas tertentu.
Interaksi antara gaya kepemimpinan dengan tingkat kesiapan orang yang akan
dipengaruhi, terlihat pada gambar berikut ini :
LEADER BEHAVIOR
9
Diagram 1.1. Gaya kepemimpinan dan kesiapan kerja bawahan
Apabila gaya kepemimpinan sesuai dengan situasi yang ada, maka gaya
kepemimpinan tersebut “efektif (effective), sebaliknya jika tidak sesuai dengan
situasi tersebut “tidak efektif” (ineffective). Setiap gaya kepemimpinan bisa efektif
atau tidak efektif tergantung situasi yang dihadapi. Diperlukan kemampuan
pemimpin untuk mengubah gayanya sesuai tuntutan situasi yang ada, yang disebut
dengan fleksibilitas kepemimpinan berdasarkan style range kepemimpinannya.
Individu yang memiliki style range yang lebih lebar lebih berpotensi atau dapat
efektif sepanjang waktu jika ia selalu menyesuaikan penggunaan gayanya dengan
situasi yang dihadapi. Jadi, style range tidak otomatis menjamin efektivitas, jika
adaptabilitasnya rendah. Dengan konsep adaptabilitas, pemimpin yang fleksibel,
potensial untuk efektif dalam sejumlah situasi karena ia memiliki beberapa gaya
kepemimpinan dan mampu mengubah-ubah perilaku kepemimpinannya.
Sebaliknya, pemimpin yang hanya melakukan satu gaya hanya akan efektif pada
satu situasi tertentu saja. Setelah mendiagnosis pengikut baik dari segi
kemampuan maupun dari segi kemauan, pemimpin bisa menampilkan lebih dari
satu gaya yang mungkin sesuai atau kurang sesuai dengan tingkat kesiapan
pengikut. Dengan demikian, akan ada gaya yang “diharapkan” dan dianggap
paling baik (best style) dan ada pula gaya kedua terbaik (second best style) pada
setiap pemimpin.
Supervisor adalah manajer tingkat bawah yang salah satu fungsinya adalah
memimpin (leading) atau mengarahkan (directing) bawahan. Setiap supervisor
belum tentu memiliki keterampilan yang memadai untuk menampilkan
kepemimpinan yang efektif. Rensis Likert dalam Management of Organizational
Behavior (Hersey & Blanchard) mengemukakan bahwa supervisor dengan catatan
performansi yang terbaik menaruh fokus perhatian utama mereka pada aspek
manusia dari masalah-masalah pekerja dan pada usaha-usaha yang keras untuk
membangun kelompok kerja yang efektif dengan tujuan-tujuan performansi yang
tinggi.
10
PT. PI menetapkan visi menjadi “Indonesia’s leader in the mail, logistics
& financial services” (visi 2011-2013) dan misi “Pos Indonesia menyediakan
solusi handal dalam mail, logistik dan jasa keuangan dengan menggunakan
jejaring bisnis dan infrastruktur terluas dan terpadu serta mengembangkan
hubungan kolaboratif “. Keberhasilan PT. PI dalam mencapai visi dan misinya
salah satunya terletak pada keberhasilan ujung tombaknya yaitu tenaga pelayanan
dan pemasaran di setiap kantor cabang atau unit pelayanan teknis dalam
mengoptimalkan pemberian layanan jasa mail, logistik dan jasa keuangan bagi
peningkatan pemasukkan dan keuntungan perusahaan. Keberhasilan tenaga
pelayanan dan pemasaran di kantor cabang tergantung pada salah satu faktor yang
berperan penting yaitu efektivitas supervisor dalam mengelola unit kerjanya,
khususnya tenaga pelayanan dan pemasaran yang bertujuan memperoleh
pendapatan yang tinggi. Uraian di atas dapat digambarkan dalam kerangka
pemikiran sebagai berikut :
Pemimpin (Leader) Gaya kepemimpinan
(Style Adaptability) meliputi : Telling, Selling, Participating,
dan Delegating
Situasi (Situation) Faktor situasi yang
mempengaruhi efektivitas kepemimpinan : organisasi,
rekan kerja, tuntutan jabatan.
Pengikut (Follower) Tingkat kesiapan kerja
(Job Readiness) meliputi : Tidak Mampu & Tidak Mau, Tidak Mampu Tetapi Mau, Mampu Tetapi Tidak Mau,
Mampu dan Mau
Keluaran (Output)
Peningkatan Pelayanan&
Profit
Efektivitas Kepemimpinan
Faktor lain yang berpengaruh
terhadap keluaran (output)
11
Diagram 1.2 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, tampak style range gaya
kepemimpinan supervisor dapat memberi gambaran tentang peluang fleksibilitas/
keluwesan maupun adaptabilitas supervisor dalam memimpin bawahan sesuai
dengan tingkat kesiapan bawahan terkait dengan situasi (organisasi dan tuntutan
tugas) yang dihadapi bawahan. Semakin luas atau semakin banyak pilihan gaya
kepemimpinan supervisor semakin berpeluang supervisor mengubah-ubah gaya
kepemimpinannya sesuai dengan tingkat kesiapan bawahannya. Akan tetapi
pengubahan penggunaan gaya kepemimpinan ini tidak dengan sendirinya efektif
sesuai dengan kondisi kesiapan bawahan, namun tergantung kemampuan atasan
menganalisis dan menilai tingkat kesiapan psikologis dan kesiapan kerja para
bawahannya. Menarik untuk diteliti bagaimana gambaran efektivitas gaya
kepemimpinan supervisor PT. PI sebagai salah satu cara memprediksi pencapaian
tujuan/target kinerja unit kerja dan performansi (profit) perusahaan
Metode
Kajian ini menggunakan rancangan survey yang bertujuan mendapatkan
gambaran tentang variabel dalam kajian yaitu Efektivitas Gaya Kepemimpinan
Supervisor PT PI. Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner Lead Self
rancangan Hersey dan Blanchard yang mengemukakan teori kepemimpinan
situasional. Sampel terdiri dari 222 orang supervisor seluruh wilayah di
Indonesia, terdiri dari wilayah Sumatera (59 orang), Jawa ( 89 orang), Kalimantan
(27 orang), Sulawesi (29 orang) dan Papua/Indonesia Timur (18 orang). Teknik
analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif berdasarkan perhitungan
persentasi dengan melihat jenis-jenis gaya kepemimpinan yang digunakan oleh
para supervisor (baik yang dominan/sering digunakan) dan efektivitas gaya
kepemimpinan yang dipakai.
Hasil Kajian
12
Situasi pasar dan konsumen di wilayah Jawa memiliki karakteristik yang
berbeda dengan wilayah lainnya dimana di wilayah Jawa competitor lebih banyak
namun teknis operasional (dari segi transportasi dan penggunaan teknologi)
relative lebih mudah dibandingkan wilayah lainnya, maka focus pembahasan
bertitik tolak dari hasil penelitian gaya kepemimpinan di wilayah Jawa untuk
kemudian diperbandingkan dengan kepemimpinan di luar wilayah jawa. Berikut
adalah tabulasi rekapitulasi fleksibilitas kepemimpinan, jenis/tipe gaya
kepemimpinan, tipe/jenis gaya kepemimpinan dominan, dan efektivitas
kepemimpinan:
13
GAMBARAN KEPEMIMPINAN (KATEGORI & PERSENTASE)
Fleksibilitas Tipe
Kepemimpinan Tipe Kepemimpinan Tipe Kepemimpinan Dominan
Efektivitas
Kepemimpinan
WILAYAH
KERJA
1 2 3 4 Telling Selling Participating Delegating Telling Selling Participating Delegating Efektif Netral Inefektif
Sumatera
(59 spv.) 0 8.5 81.4 10.2 98.3 100 91.5 11.9 21.6 78.4 5.7 0 71.2 6.8 22
Kesimpulan Didominasi oleh spv.
dengan style range
yang cukup luas
Mayoritas, Selling menjadi gaya
kepemimpinan utama
Didominasi oleh spv.
yang efektif
Jawa
(87 spv.) 1.1 12.6 74.7 11.5 100 98.9 82.8 14.9 33.3 77 6.9 0 56.3 16.1 27.6
Kesimpulan Didominasi oleh spv.
dengan style range
yang cukup luas
Mayoritas, Selling menjadi gaya
kepemimpinan utama
Didominasi oleh
spv. yang efektif
Kalimantan
(27 spv.) 0 7.4 74.1 10.5 96.3 100 92.5 22.2 37 74.1 0 0 51.9 11.1 37
Kesimpulan Didominasi oleh spv.
dengan style range
Mayoritas, Selling menjadi gaya
kepemimpinan utama
Didominasi oleh
spv. yang efektif
14
yang cukup luas
Sulawesi
(29 spv.) 0 13.8 75 10.3 82.8 93.1 86.2 13.8 13.8 86.2 10.3 0 72.4 6.9 20.7
Kesimpulan Didominasi oleh spv.
dengan style range
yang cukup luas
Mayoritas, Selling menjadi gaya
kepemimpinan utama
Didominasi oleh spv.
yang efektif
Papua
(18 spv.) 0 5.6 88.9 5.6 100 100 88.9 0 61.1 44.4 0 0 77.8 11.1 11.1
Kesimpulan Didominasi oleh spv.
dengan style range
yang cukup luas
Mayoritas, Telling menjadi gaya
kepemimpinan utama
Didominasi oleh spv.
yang efektif
Diagram 1.3 Kepemimpinan Supervisor PT. PI di Wilayah Kerja Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua
15
Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut :
1. Dengan mayoritas supervisor menggunakan gaya kepemimpinan selling,
maka supervisor menilai bahwa bawahan (staf pelayanan dan pemasaran)
di unitnya mayoritas berada pada tingkat kesiapan kerja R2 ( belum
mampu tetapi sudah menunjukkan kemauan).
2. Papua menjadi satu-satunya wilayah kerja dimana bawahan umumnya
dipersepsi supervisor masih memiliki tingkat kesiapan kerja yang rendah
(R1).
3. Mayoritas supervisor PT. PI mengandalkan gaya Selling dalam
mengarahkan bawahannya dan mayoritas Telling di wilayah Papua.
Berdasarkan wawancara diperoleh pula informasi bahwa gaya Telling dan
Selling yang menekankan perhatian tinggi pada penyelesaian tugas banyak
dipakai ,karena para supervisor menganggap para bawahan kurang dapat
’dilepas’ tanpa tuntutan serta penjelasan yang rinci dan pengawasan yang
ketat, selain juga perlu diberi dukungan terhadap kondisi pribadi
bawahan.
4. Mayoritas supervisor PT. PI memiliki style range kepemimpinan yang
cukup luas (memiliki tiga alternatif gaya kepemimpinan)
5. Mayoritas supervisor PT. PI terkategori efektif (meski tingkat
keefektifannya tidak terlalu tinggi) dalam mengadaptasikan penggunaan
tipe/jenis gaya kepemimpinannya berdasarkan style range kepemimpinan
yang berkisar 2-3 gaya. Akan tetapi belum semua supervisor yang
berpotensi menjadi pemimpin yang efektif (memiliki 2-3 jenis
gaya)mampu menunjukkan kepemimpinan yang efektif dalam perilaku
kepemimpinannya.
6. PT. PI di wilayah kerja Kalimantan dan Jawa memiliki persentase jumlah
supervisor efektif yang lebih rendah dibandingkan persentase jumlah
supervisor efektif di wilayah kerja Sumatera, Sulawesi, dan Papua.
Pembahasan
16
Hasil kajian menunjukkan bahwa mayoritas supervisor yang dimiliki
oleh PT. PI telah berhasil menjalankan peran kepemimpinannya secara efektif
(walaupun belum tinggi efektivitasnya), sehingga diharapkan dapat memberikan
kontribusi yang positif bagi keberhasilan unit kerja dalam mencapai target kerja
yang ada yang pada akhirnya mendukung profit perusahaan. Kalaupun
keberhasilan tersebut belum sepenuhnya tercapai, perlu dilakukan penelitian
lanjutan untuk menemukenali faktor penyebab terhambatnya PT. PI dalam
meningkatkan target pelayanan dan pemasukan perusahaan, untuk dapat
dilakukan intervensi yang lebih tepat. Selain itu, penelitian lanjutan juga perlu
dilakukan untuk mengidentifikasi hal-hal yang perlu diintervensi bagi
pengoptimalisasian supervisor yang memiliki potensi untuk menjadi supervisor
yang efektif. Mengingat wilayah Jawa memiliki karakteristik kerja (operasional)
dan pelanggan yang berbeda dengan di wilayah luar jawa serta mendapat tuntutan
target kinerja yang lebih tinggi, maka pembahasan lebih difokuskan dan
diutamakan pada wilayah kerja Jawa.
Kepemimpinan Supervisor PT. PI di Wilayah Jawa
Salah satu syarat mendasar bagi tercapainya kepemimpinan yang efektif adalah
tersedianya potensi keragaman (variasi) gaya kepemimpinan (style range) dalam
diri seorang pemimpin, sehingga ia memiliki peluang besar untuk mengubah atau
mengadaptasikan berbagai gaya kepemimpinannya sesuai tuntutan situasi yang
dihadapi bagi tercapainya tujuan kelompok yang ditetapkan. Manakala adaptasi
gaya kepemimpinannya sesuai/tepat untuk menjawab situasi yang ada,
kepemimpinannya dikatakan efektif.
Mengacu pada empat gaya dasar kepemimpinan Hersey & Blanchard ,
yaitu Telling, Selling, Participating, dan Delegating, umumnya supervisor PT. PI
di Jawa memiliki gaya kepemimpinan yang tidak hanya hanya terpaku pada satu
gaya tertentu (style range cukup luas). Sebanyak 74.7% supervisor memiliki tiga
gaya kepemimpinan dan 12.6% memiliki dua gaya kepemimpinan. Bahkan,
11.5% memiliki empat gaya kepemimpinan dan hanya 1.1% memiliki satu gaya
17
kepemimpinan. Ini menunjukkan bahwa supervisor di wilayah Jawa dalam
menjalankan fungsi kepemimpinannya, berpotensi untuk menjadi pemimpin yang
efektif manakala mampu mengubah gaya kepemimpinannya sesuai dengan
tuntutan situasi kerja yang dihadapi yaitu sesuai dengan kondisi kesiapan
bawahan (ability dan willingness) dan karakteristik tugas . Telling menjadi gaya
yang populer dipakai (100%) dan Delegating menjadi gaya yang tidak terlalu
banyak dipakai (14.9%). Selling dan Participating juga masih termasuk alternatif
gaya yang cukup dipertimbangkan dalam style range kepemimpinan supervisor
PT. PI di P. Jawa. Meski demikian, gaya yang paling dominan dipakai dalam
keseharian kepemimpinan mereka adalah gaya kepemimpinan Selling (77%) dan
tidak seorang pun supervisor yang menggunakan gaya kepemimpinan Delegating
(0%). Terkait dengan sejauh mana tingkat kesiapan bawahan dalam bekerja
menurut persepsi supervisor, kebanyakan staf pelaksana yang juga berfungsi
sebagai tenaga pemasaran di unit kerja PT. PI di Jawa dipersepsi oleh supervisor
memiliki kesiapan yang tergolong moderat, yaitu mau bekerja sekalipun belum
memiliki keterampilan kerja yang tinggi (R2). Oleh karena itu, untuk dapat
menggerakkan bawahan untuk mencapai performansi kerja yang optimal,
supervisor cenderung mengedepankan task oriented sambil juga diikuti
relationship oriented, yaitu secara terus-menerus memberikan arahan kepada
bawahan tentang cara-cara penyelesaian tugas mereka sambil menunjukkan
support terhadap perilaku kerja bawahan.
Ada pula bawahan yang dipersepsi supervisor memiliki tingkat kesiapan
yang rendah ketika bekerja (tidak mampu dan tidak mau bekerja) sehingga untuk
memimpin dan memotivasi mereka, supervisor memilih gaya kepemimpinan
Telling. Supervisor hanya berfokus pada keberhasilan bawahan untuk
menyelesaikan tugas-tugas yang ada dengan memberitahu apa yang harus
dikerjakan bawahan, bagaimana mengerjakannya, kapan, dimana dan siapa yang
mengerjakan tugas tersebut (33.3%). Tidak munculnya Delegating sebagai gaya
kepemimpinan yang dominan dipakai oleh supervisor PT. PI di Jawa semakin
mempertegas bahwa secara umum belum ada bawahan baik sebagai tenaga
18
pelayanan maupun pemasaran yang dinilai oleh supervisor memiliki kesiapan
(readiness) yang tinggi dalam bekerja.
Ketika persyaratan style range sudah terpenuhi, perlu dianalisis style
range tersebut efektif/tidak efektif dalam pemakaiannya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sekalipun 86.2% (74.7% dan 11.5%) supervisor memiliki
style range yang tergolong cukup luas, hanya 56.3% supervisor yang mampu
mengadaptasikan style range tersebut pada saat yang tepat. Ada sebanyak 27.6%
supervisor terkategori tidak efektif dalam mengubah-ubah potensi gaya
kepemimpinan yang dimilikinya. Ini menunjukkan bahwa style range tidak
menjamin efektivitas suatu kepemimpinan, jika adaptabilitasnya rendah.
Mengingat bahwa kepemimpinan yang efektif merupakan salah satu faktor
penting bagi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya, persentase
16.1% dan 27.6% kepemimpinan yang kurang efektif menjadi salah satu
gambaran mengapa supervisor PT.PI di Jawa (secara khusus) tergolong lamban
dalam meningkatkan kinerja kantor cabang pembantu. Dalam hal ini, supervisor
dapat diduga kurang mampu mengidentifikasi secara tepat tingkat kesiapan
bawahan dalam bekerja dan juga kurang mampu mengadaptasikan gaya
kepemimpinan yang dimilikinya berdasarkan tingkat kesiapan bawahan tersebut,
sehingga belum mampu mengarahkan/memimpin bawahannya untuk bekerja lebih
baik, yang berdampak pada pencapaian target yang kurang optimal. Secara
teoretis, faktor penyebab lainnya pada supervisor yang kurang mendukung
kemampuan adaptabilitasnya dalam mengubah gaya kepemimpinan yaitu faktor
trust kepada bawahan dan kemampuan komunikasi yang persuasive. Meski
demikian, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui secara pasti
faktor penyebab yang sebenarnya bagi kondisi tersebut, mengingat bahwa 86.2%
supervisor PT. PI di Jawa memiliki potensi yang cukup untuk menjadi pemimpin
yang efektif namun belum teraktualisasi.
Secara khusus berikut pemaparan untuk masing-masing propinsi wilayah
kerja di Jawa.
1. Kepemimpinan Supervisor PT PI di Wilayah Jawa Barat
19
Secara khusus, pada 29 supervisor dari unit kerja wilayah Jawa Barat, style range
yang dimiliki juga cukup lebar, dengan perincian sebanyak 14% memiliki empat
gaya kepemimpinan, 66% memiliki tiga gaya kepemimpinan, 21% memiliki dua
gaya kepemimpinan, dan tidak seorang pun supervisor yang hanya terpaku
menggunakan satu gaya kepemimpinan dalam mengarahkan bawahannya. Ini
mengindikasikan bahwa secara umum, mereka cukup berpotensi untuk menjadi
supervisor yang efektif, manakala mereka mampu mengadaptasikan berbagai
gaya kepemimpinan yang dimiliki pada situasi yang tepat. Meski demikian, dari
80% (66% dan 14%) supervisor yang berpotensi efektif tersebut, efektivitas
kepemimpinan hanya dimiliki oleh 55.2% supervisor. Masih terdapat 24.1%
supervisor yang terkategori netral dan 20.7% yang tidak efektif. Berbagai faktor
masih berpeluang terbuka untuk diargumentasikan sebagai penyebab bagi
terciptanya kondisi tersebut, sampai dilakukan penelitian lanjutan yang dapat
memastikan kebenaran faktor penyebabnya.
Dalam style range tersebut, Telling dan Selling menjadi gaya
kepemimpinan yang paling populer digunakan oleh para supervisor tersebut
(100%), Participating dipakai oleh sebanyak 75.9% supervisor dan Delegating
dipakai oleh sebanyak 17.2% supervisor. Dengan kata lain, gaya kepemimpinan
mereka kebanyakan diwarnai oleh task oriented yang tinggi. Hal tersebut
diperkuat pula oleh munculnya Selling sebagai gaya kepemimpinan yang paling
dominan dipakai dalam keseharian kepemimpinan supervisor PT. Pos Indonesia
di wilayah Jawa Barat (69%). Ada 41.4% supervisor menjadikan menjadikan
Telling sebagai gaya utamanya dalam memimpin, 6.9% supervisor menjadikan
Participating sebagai gaya utamanya, dan tidak seorang pun supervisor memakai
Delegating sebagai gaya yang paling mewarnai perilaku kepemimpinannya.
Dikaitkan dengan tingkat kesiapan bawahan untuk bekerja, para supervisor ini
memandang bahwa para bawahannya di unit kerja PT. PI wilayah Jawa Barat
kebanyakan masih berada di tingkat kesiapan R2, yaitu tidak/belum mampu
namun percaya diri dan sudah memiliki kemauan untuk bekerja. Terlepas dari
apakah persepsi supervisor akan tingkat kesiapan kerja bawahannya adalah benar
dan tepat, perilaku keseharian kepemimpinan para supervisor tersebut adalah
20
secara terus-menerus memberikan arahan, mengingatkan, dan memperjelas akan
tugas-tugas yang harus diselesaikan sambil membuka komunikasi dua arah
dengan bawahannya untuk memberikan dorongan/gugahan/motivasi bagi proses
kerja yang terjadi.
2. Kepemimpinan Supervisor PT. PI di Wilayah Jawa Timur
Di wilayah kerja Jawa Timur, dari 30 supervisor PT. PI yang ikut terlibat dalam
penelitian ini, 13.3% diantaranya memiliki empat gaya kepemimpinan, 70%
memiliki tiga gaya kepemimpinan, 16.7% memiliki dua gaya kepemimpinan, dan
tidak seorang pun supervisor yang hanya terpaku menggunakan satu gaya
kepemimpinan tertentu. Hanya saja, sekalipun 83.3% (70% dan 13.3%)
supervisor tersebut memiliki style range yang cukup luas untuk bisa bertindak
sebagai pemimpin yang efektif, hanya 46.7% supervisor yang tergolong efektif
dalam kepemimpinannya. Bahkan, presentase yang tidak jauh berbeda dengan
itu, yaitu 40%, masih tergolong tidak efektif dan 13.3% terkagetori nol (belum
efektif namun tidak tergolong tidak efektif.
Dalam style range tersebut, tampaknya Telling dan Selling adalah gaya
kepemimpinan yang ’wajib’ dimiliki oleh setiap supervisor (100%), Participating
menjadi salah satu gaya yang dimiliki oleh 80% supervisor dalam style range-
nya, dan Delegating dimiliki oleh 16.7% supervisor. Meski demikian, yang
menjadi gaya kepemimpinan yang paling dominan dipakai oleh mayoritas
supervisor adalah Selling (80%), sehingga kepemimpinan supervisor PT. Pos
Indonesia di wilayah kerja Jawa Timur pada umumnya diwarnai oleh task
behavior dan relationship behavior yang tinggi. Selain itu, meskipun Delegating
termasuk salah satu alternatif gaya kepemimpinan yang dimiliki dalam style range
supervisor tersebut, tidak seorang pun supervisor yang menjadikan Delegating
sebagai gaya yang paling sering/dominan ditampilkan dalam keseharian perilaku
kepemimpinannya. Kondisi ini semakin mempertegas temuan bahwa para tenaga
pelayanan dan pemasaran di wilayah Jawa Timur belum memiliki tingkat
kesiapan kerja yang tinggi.
3. Kepemimpinan Supervisor PT. PI di Wilayah Jawa Tengah
21
Jawa Tengah menjadi propinsi wilayah kerja yang memiliki hasil temuan gaya
kepemimpinan supervisor PT. PI yang cukup berbeda dibandingkan dengan
propinsi Jawa Barat dan Jawa Timur . Dalam fleksibilitas gaya kepemimpinan,
89.3% supervisor di Jawa Tengah memiliki tiga gaya kepemimpinan, 7.1%
memiliki empat gaya kepemimpinan, 3.6% hanya memiliki satu gaya
kepemimpinan, dan tidak seorang pun memiliki dua gaya kepemimpinan. Artinya,
Jawa Tengah didominasi oleh supervisor yang memiliki style range yang
tergolong cukup luas (89.3%) dan luas (7.1%), sekaligus juga memiliki supervisor
yang hanya mengandalkan satu gaya kepemimpinan dalam memimpin unit
kerjanya. Kondisi tersebut membuka peluang besar bagi tercapainya
kepemimpinan yang efektif (terutama ketika 89.3% dan 7.1% supervisor tersebut
memiliki adaptabilitas yang baik), sekaligus juga mengindikasikan adanya
peluang inefektif kepemimpinan melalui kontribusi 3.6% supervisor dengan style
range yang lemah. Akan tetapi, temuan berikutnya justru menunjukkan bahwa
hanya 67.9% supervisor yang tergolong sebagai pemimpin yang efektif dari
96.4% supervisor yang berpotensi efektif, 10.7% tergolong netral (nol) dan 21.4%
tergolong tidak efektif. Angka 67.9% supervisor yang efektif memang lebih besar
dibandingkan dengan persentase supervisor dalam kategori yang sama di dua
propinsi kerja sebelumnya. Meski demikian, style range kepemimpinan yang
dimiliki supervisor di Jawa Tengah menyumbangkan peluang/potensi yang lebih
besar untuk menjadi supervisor yang efektif dibandingkan style range di wilayah
kerja lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa belum seluruh dari 89.3% dan 7.1%
supervisor tersebut mampu secara fleksibel mengubah-ubah gaya
kepemimpinannya sesuai dengan tuntutan situasi kerja (khususnya kesiapan
bawahan) yang dihadapi.
Bila ditelaah lebih lanjut berdasarkan empat gaya dasar kepemimpinan dari
Hersey & Blanchard , Telling, Selling, dan Participating masih menjadi gaya
yang familiar muncul dalam style range supervisor dengan masing-masing
persentase 100%, 96.4%, dan 92.9%. Sebaliknya, Delegating hanya dijadikan
oleh 10.7% supervisor sebagai salah satu alternatif gaya dalam style range-nya.
Meski demikian, gaya kepemimpinan yang benar-benar mendominasi perilaku
22
kepemimpinan supervisor di wilayah kerja Jawa Tengah adalah Selling (82.1%)
dan tidak seorang pun yang menjadikan Delegating sebagai gaya kepemimpinan
utamanya. Artinya, mayoritas tenaga pelayanan dan pemasaran di unit kerja
wilayah Jawa Tengah dipersepsikan oleh supervisor berada di tingkat kesiapan
R2, yaitu percaya diri punya kemauan untuk bekerja sekalipun belum mampu
betul untuk bekerja. Dapat dipahami jika upaya supervisor untuk mengoptimalkan
performansi kerja mereka adalah menampilkan perilaku yang berorientasi pada
penyelesaian tugas dan perilaku yang berorientasi pada hubungan yang konsisten
secara terus-menerus. Dalam hal ini, supervisor banyak memberikan arahan kerja,
sekaligus juga aktif membangun komunikasi dua arah dengan bawahan untuk
membangun hubungan kerja yang kondusif dan memberi kenyamanan bagi
bawahan dalam bekerja. Kemungkinan lain supervisor tidak atau belum berani
dan belum mampu menerapkan gaya Delegating, sekalipun ada bawahannya yang
sudah memiliki kesiapan R4 (memiliki kemampuan dan kemauan kerja).
Kepemimpinan Supervisor PT PI di Luar Jawa
Gambaran kepemimpinan supervisor PT PI di wilayah kerja Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi dan Papua tampak memiliki persamaan yang cukup
signifikan dengan kepemimpinan di wilayah Jawa. Dalam hal style range,
masing-masing wilayah kerja tersebut didominasi oleh supervisor yang memiliki
tiga gaya dalam perilaku kepemimpinannya dan tidak satu pun wilayah kerja yang
memiliki supervisor dengan gaya kepemimpinan tunggal, dengan data lengkap
sebagai berikut : Sumatera (81.4% memiliki tiga gaya, 10.2% memiliki empat
gaya, dan 8.5% memiliki dua gaya), Kalimantan (74.1% memiliki tiga gaya,
10.5% memiliki empat gaya, dan 7.4% memiliki dua gaya), Sulawesi (75%
memiliki tiga gaya, 13.8% memiliki dua gaya, dan 10.3% memiliki empat gaya),
dan Papua (88.9% memiliki tiga gaya serta 5.6% memiliki dua dan empat gaya).
Hal ini mengindikasikan bahwa setiap wilayah kerja tersebut terdiri atas
supervisor yang cukup berpotensi untuk menjadi pemimpin yang efektif, sama
seperti temuan di wilayah Jawa.
23
Dalam keluasan fleksibilitas gaya kepemimpinan yang ada, kecuali di Papua,
supervisor di ketiga wilayah tersebut mayoritas menunjukkan Selling sebagai
gaya utama kepemimpinannya dan tidak seorang pun yang aktif menggunakan
Delegating sebagai gaya utamanya. Hal ini sejalan dengan temuan di wilayah
Jawa. Di Sumatera, 78.4% supervisor aktif menggunakan Selling, 21.6% aktif
menggunakan Telling, dan 5.7% aktif menggunakan Participating. Di
Kalimantan, 74.1% supervisor aktif menggunakan Selling, dan 37% aktif
menggunakan Telling. Bahkan, tidak seorang pun yang menggunakan
Participating. Di Sulawesi, 86.2% aktif menggunakan Selling, 13.8% aktif
menggunakan Telling, dan 10.3% aktif menggunakan Participating. Secara
khusus di Papua, 61.1% aktif menggunakan Telling, 44.4% aktif menggunakan
Selling, dan tidak seorang pun yang menggunakan Participating dan Delegating.
Dengan demikian, berapapun angka persentase secara spesifik, dari temuan di
atas dapat dikatakan bahwa mayoritas supervisor di wilayah kerja Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, dan Papua menilai staf/bawahan yang mereka miliki masih
belum memiliki tingkat kesiapan kerja yang tinggi, sehingga mereka merasa perlu
memberi arahan kerja dan support yang intens. Bahkan, di Papua, kondisi
kesiapan kerja bawahan yang ada membuat kebanyakan supervisor hanya terfokus
pada pemberian arahan kerja semata dan kurang aktif membangun komunikasi
dua arah dengan bawahannya untuk dapat mencapai target produktivitas unit
kerjanya (tingkat kesiapan bawahan ada di R1).
Dalam hal efektivitas kepemimpinan, sama seperti kondisi di Jawa,
keempat wilayah kerja tersebut juga masih didominasi oleh supervisor yang
terkategori efektif, sekalipun dengan besar persentasi yang berbeda-beda, dan
selalu lebih kecil dibandingkan persentase jumlah supervisor yang berpotensi
untuk menjadi pemimpin yang efektif. Sumatera, Sulawesi, dan Papua bahkan
memiliki persentase supervisor efektif yang jauh mengungguli supervisor yang
netral atau tidak efektif, yaitu lebih dari 70% untuk yang efektif dan kurang dari
25% untuk yang inefektif. Kalimantan, sekalipun didominasi oleh supervisor yang
efektif (51.9%), angka 37% untuk kategori tidak efektif dan 11.1% untuk kategori
netral dinilai masih memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi
24
terciptanya peluang inefektif dan inefisien pengelolaan unit kerja dalam mencapai
peningkatan target pelayanan & pemasukan dari jasa PT PI, khususnya
peningkatan kinerja kantor cabang pembantu di wilayah Kalimantan.
Kesimpulan
- Style range kepemimpinan supervisor PT PI cukup luas, pada umumnya terdiri
dari minimal 3 (tiga) gaya kepemimpinan dari 4 (empat) gaya kepemimpinan
yang tersedia.
- Dengan Gaya kepemimpinan yang cukup luas, para supervisor PT PI cukup
berpotensi atau berpeluang untuk efektif memimpin bawahan, karena leluasa
mengubah-ubah gaya kepemimpinannya.
- Gaya kepemimpinan dominan atau yang paling banyak dipakai sebagai the best
style adalah Selling dan second best style adalah Telling. Tanpa melakukan
pengukuran langsung mengenai kesiapan bawahan, hal ini menunjukkan
supervisor menilai bawahannya berada pada tingkat kesiapan R2 (memiliki
kemauan tetapi belum sepenuhnya mampu) dan R1 ( tidak/kurang memiliki
kemampuan dan kemauan ).
- Gaya kepemimpinan supervisor PT. PI secara umum tergolong efektif,
walaupun tingkat efektivitasnya tidak terlalu tinggi jika dibandingkan tingkat
efektifitas maksimal . Dalam upaya mencapai visi perusahaan, kondisi ini cukup
‘berat’, tampak perlu upaya yang kuat dari supervisor untuk meningkatkan
efektifitas gaya kepemimpinannya agar memiliki tim kerja yang memiliki tingkat
kesiapan R3 dan R4.
Saran
a) Saran teoretis :
25
- Untuk penelitian lanjutan perlu diukur secara faktual tingkat kesiapan
bawahan , sehingga dapat ditelaah dan dibuktikan bahwa tingkat efektivitas yang
tidak terlalu tinggi salah satunya disebabkan oleh ketidaksesuaian antara gaya
kepemimpinan yang dipilih dengan tingkat kesiapan factual bawahan.
-Dapat pula diteliti lebih lanjut sumber-sumber kekuasaan (power base) yang
menjadi dasar kemampuan supervisor dalam memilih gaya kepemimpinannya.
b)Saran praktis :
-Perlu pelatihan Effective Leadership bagi para supervisor PT PI untuk dapat
mengembangkan bawahannya secara bertahap ke tingkat kesiapan R3 dan R4,
dimana supervisor perlu mencoba melatih dan mengembangkan pemakaian gaya
Participating dan Delegating sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan
efektivitas gaya kepemimpinannya ke tingkat maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Goleman, D.; Boyatzis R.; McKee A. 2002. Primal Leadership: Realizing The
Power of Emotional Intelligence. Massachusetts: Harvard Business School
Press.
Hersey, P. & Blanchard, K. H. 1988. Management of Organizational Behavior:
Utilizing Human Resources. 5th edition. Englewood Cliff, New Jersey:
Prentice-Hall, Inc.
Hughes, R. L.; Ginnet, R. C.; Curphy, Gordon J. 1999. Leadership: Enhancing
The Lessons of Experience. 3rd edition. Singapore: McGraw-Hill, Inc.
Kreitner, R.; Kinicki, A. 2007. Oraganizational Behaviour. 7th edition. New York:
McGraw-Hill, Inc.
Neuman, W. L. 2007. Social Reasearch Methods: Qualitative and Quantitative
Approach. 4th edition. Boston: Allyn and Bacon.
26
Schein. E. H. 2004. Organizational Culture and Leadership. 3rd edition. San
Francisco: Jossey-Bass.
Warwick, D. P.; Lininger C. A. 1975. The Sample Survey: Theory and Practice.
New York: McGraw-Hill, Inc.
Yukl, G. 1994. Leadership in Organization. 3rd edition. Englewood Cliff, New
Jersey: Prentice-Hall, Inc.
top related