studi awal: efek pemberian ekstrak habbatussauda...
Post on 19-Feb-2020
12 Views
Preview:
TRANSCRIPT
STUDI AWAL: EFEK PEMBERIAN EKSTRAK
HABBATUSSAUDA (Nigella sativa) TERHADAP
GAMBARAN HISTOPATOLOGIK PANKREAS DAN
HEPAR TIKUS DIABETES MELITUS YANG
DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar SARJANA KEDOKTERAN
Disusun oleh :
ABDUL RASYID
1112103000036
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
LEMBAR JUDUL
STUDI AWAL: EFEK PEMBERIAN EKSTRAK
HABBATUSSAUDA (Nigella sativa) TERHADAP
GAMBARAN HISTOPATOLOGIK PANKREAS DAN
HEPAR TIKUS DIABETES MELITUS YANG DIINDUKSI
STREPTOZOTOCIN
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar SARJANA KEDOKTERAN
Disusun oleh :
ABDUL RASYID
1112103000036
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ciputat, 30 September 2015
Abdul Rasyid
Materai
6000
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
STUDI AWAL: EFEK PEMBERIAN EKSTRAK HABBATUSSAUDA (Nigella
sativa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIK PANKREAS DAN
HEPAR TIKUS DIABETES MELITUS YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (S.ked)
Oleh :
Abdul Rasyid
NIM: 1112103000036
Pembimbing I
dr. Devy Ariany, M.Biomed
Pembimbing II
Nurlaely Mida R, M.Biomed, DMS
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Penelitian berjudul STUDI AWAL: EFEK PEMBERIAN EKSTRAK
HABBATUSSAUDA (Nigella sativa) TERHADAP GAMBARAN
HISTOPATOLOGIK PANKREAS DAN HEPAR TIKUS DIABETES MELITUS
YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN yang diajukan oleh Abdul Rasyid (NIM
1112103000036), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan pada 30 September 2015. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada program Studi
Pendidikan Dokter.
Ciputat, 30 September 2015
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
Pembimbing I
dr. Devy Ariany, M.Biomed
Pembimbing II
Nurlaely Mida R, M.Biomed, DMS
Penguji I
RR Ayu Fitri Hapsari, M Biomed
Penguji II
dr. Alyya S, Sp.FK
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FKIK UIN
Prof. Dr. H.Arif Sumantri,SKM, M.Kes
Kaprodi PSPD
dr. Achmad Zaki, S.Ked, M.Epid, Sp.OT
NIP. 196508081988031002 NIP. 197805072005011005
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.
Puji serta syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurah limpahkan pada Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan
umat Islam.
Penelitian ini tidak akan terwujud tanpa adanya bimbingan dan motivasi dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Dr. H.Arif Sumantri,SKM,M.Kes selaku Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, dr. Achmad Zaki, S.Ked, M.Epid, Sp.OT selaku Ketua Program Studi
Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta
seluruh dosen Program Studi Pendidikan Dokter yang selalu membimbing serta
memberikan ilmu kepada saya untuk menempuh masa pendidikan di Program
Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Selaku dosen pembimbing penelitian saya dr. Devy Ariany, M.Biomed dan Ibu
Nurlaely Mida Rachmawati, M.Biomed, DMS yang selalu membimbing dan
mengarahkan saya dalam menyelesaikan penelitian ini.
3. Ibu RR Ayu Fitri Hapsari, M Biomed dan dr. Alyya S, Sp.FK selaku dewan
penguji penelitian saya, untuk ilmu, waktu dan tenaga dalam memperbaiki
laporan penelitian ini.
4. Kedua orang tua tercinta, Muhammad Thalib, SH dan Dra. Fatmah, Apt yang
selalu memberikan kasih sayangnya, doa, nasihat, bimbingan, serta semangat
sepanjang hidup saya.
5. Kakak saya Zulfikar Syarif dan keponakan saya Muhammad Nouval yang selalu
memberikan dukungan dan semangatnya untuk menjalani proses pembelajaran di
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
6. dr. Nouval Shahab, SpU, PhD, FICS, FACS selaku penanggungjawab (PJ) modul
riset PSPD 2012, drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD selaku PJ laboratorium
Riset. Ibu Nurlaely Mida R, S.Si, M.Biomed, DMS selaku PJ Animal house dan
Ibu Endah Wulandari, M.Biomed selaku PJ laboratorium Biokimia, Ibu Rr. Ayu
Fitri Hapsari, M.Biomed selaku PJ laboratorium Histologi yang telah memberikan
izin atas penggunaan lab pada penelitian ini.
7. Untuk teman seperjuangan penelitian, Putri Junitasari, Galang Prahanarendra,
Fakhri Muhammad Suradi Kartanegara, Fiizhda Baqarizky, M Imam Alkautsar,
Faisal Ravif, M Azharan Alwi.
8. Untuk ka Fadel Askary, Ka Fahrizal Harris Harahap, Fathurrahman dan Annisa
Mardhiyah yang sudah memperbolehkan saya untuk menggunakan tikus
penelitiannya.
9. Seluruh mahasiswa PSPD 2012 yang masih berjuang bersama serta sahabat dekat
saya.
10. Laboran yang terlibat Ibu Ai, Mba Din, Mba Suryani, Mas Rachmadi. Juga pada
Mas Haris, Mas Panji yang sangat membantu berlangsungnya penelitian ini.
11. Dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
yang membaca laporan penelitian ini. Akhir kata, semoga peenelitian ini dapat
bermanfaat bagi semua pembaca pada umumnya, bagi peneliti pada khususnya.
Ciputat,30 September 2015
Abdul Rasyid
vii
ABSTRAK
Abdul Rasyid. Program Studi Pendidikan Dokter. Studi Awal: Efek Pemberian
Ekstrak Habbatussauda (Nigella sativa) Terhadap Gambaran Histopatologik
Pankreas dan Hepar Tikus Diabetes Melitus yang Diinduksi Streptozotocin
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang terjadi akibat defisiensi atau resistensi
insulin yang diproduksi oleh pankreas. Pada fase kronis, penyakit ini akan berdampak
negatif terhadap organ-organ lain seperti hepar. Streptozotocin (STZ) adalah salah satu
antimikroba yang disintesis dari mikroorganisme tanah yaitu Streptomyces
achromogenes. STZ bersifat toksik selektif terhadap sel β pankreas sehingga dapat
merusak fungsi dan struktur sel tersebut. Selain menggunakan pengobatan dengan obat
anti diabetes (OAD), berbagai pengobatan herbal juga bermanfaat dalam mengobati DM.
Salah satunya adalah dengan ekstrak habbatussauda (Nigella sativa) yang dapat
memperbaiki kerusakan pada sel β pankreas dan parenkim hepar. Penelitian ini
dilakukan dengan metode eksperimental dan bertujuan untuk mengetahui efek pemberian
terapi habbatussauda (HS) terhadap gambaran histopatologik pada pankreas dan hepar
tikus yang diinduksi STZ. Hasil penelitian ini menunjukkan pada tikus yang diinduksi
STZ dan telah diterapi dengan HS 300 mg/kgBB/hari terjadi perubahan bentuk nukleus
menjadi bulat dan susunan antar sel yang lebih jelas pada sebagian sel β pankreas dan
perubahan ukuran nukleus hepatosit menjadi normal. Dapat disimpulkan bahwa HS dapat
memberikan efek perbaikan terhadap gambaran patologis pada organ pankreas dan hepar
tikus yang diinduksi STZ dengan menggunakan pewarnaan HE.
Kata kunci: Streptozotocin, habbatussauda, Nigella sativa, histopatologi, pankreas, hepar,
DM, tikus
ABSTRACT
Abdul Rasyid. Medical Education Study Program. Preliminary Study: Effect Of
Habbatussauda (Nigella sativa) Extract Towards The Histopathological Picture of
Pancreas and Liver in Streptozotocin-Induced Diabetes Mellitus Rats. 2015.
Diabetes mellitus (DM) is a disease caused by a deficiency or resistance of insulin that
produced by the pancreas. In chronic phase, this disease could have negative effects to
other organs such as the liver. Streptozotocin (STZ) is one of the antimicrobial
synthesized from the soil microorganism, Streptomyces achromogenes. STZ is selectively
toxic to pancreatic β cells which can damage the function and structure of the cell. In
addition to the treatment using anti-diabetic drug (ADD), various herbal treatments are
also useful in treating DM. One of them is Habbatussauda (Nigella sativa) extract which
can repair the damaged pancreatic β cells and liver parenchyma. This study is using
experimental methode and aims to determine the effect of habbatussauda (HS) therapy to
the histopathological picture of the pancreas and liver in STZ-induced diabetic rats. The
result shows that the rats that had been treated with HS with dose of 300 mg/BW have a
round nucleus and clear arrangement of cells in the majority of cells in Langerhans Islet
of pancreas and change of hepatocytes nuclei to a normal size. It can be concluded that
HS can provide improvement against the pathological features in pancreas and liver
morphology of STZ-induced diabetic rats.
Key word: Streptozotocin, habbatussauda, Nigella sativa, histopathologic, pancreas, liver,
DM, rat
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ............................................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA............................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ v
ABSTRAK ........................................................................................................................ vii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................... xiii
BAB 1 Pendahuluan ............................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 3
1.3 Hipotesis ................................................................................................................. 3
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................................. 3
1.5.1 Bagi Peneliti ...................................................................................................... 3
1.5.2 Bagi Institusi ..................................................................................................... 4
1.5.3 Bagi Masyarakat ............................................................................................... 4
BAB 2 Tinjauan Pustaka ..................................................................................................... 5
2.1 Landasan Teori.......................................................................................................... 5
2.1.1 Diabetes Melitus ................................................................................................ 5
2.1.2 Klasifikasi DM ................................................................................................... 5
2.1.3 Patofisiologi DM Tipe 1 .................................................................................... 6
2.1.4 Efek Streptozotocin Terhadap Pankreas dan Hepar ........................................... 7
2.1.5 Diagnosis DM .................................................................................................... 8
2.1.6 Habbatusauda (Nigella sativa) ......................................................................... 10
2.1.7 Gambaran Histologi Pankreas.......................................................................... 12
2.1.8 Gambaran Histologi Hepar .............................................................................. 13
2.2 Kerangka Teori ....................................................................................................... 15
2.3 Kerangka Konsep .................................................................................................... 16
2.4 Definisi Operasional ............................................................................................... 17
BAB 3 Metode Penelitian ................................................................................................. 18
3.1 Desain Penelitian .................................................................................................. 18
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................... 18
3.2.1 Waktu Penelitian ............................................................................................. 18
3.2.2 Tempat Penelitian ........................................................................................... 18
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................................ 18
3.3.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ........................................................................... 18
3.4 Cara Kerja Penelitian ............................................................................................ 19
3.4.1 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................................... 19
3.4.2 Adaptasi Hewan Coba..................................................................................... 20
3.4.3 Induksi Tikus Dengan Steptozotocin .............................................................. 20
ix
3.4.4 Pengukuran Gula Darah .................................................................................. 20
3.4.5 Pemberian Ekstrak Habbatussauda (Nigella sativa) Pada Tikus .................... 20
3.4.6 Tahapan Nekropsi dan Fiksasi ........................................................................ 21
3.4.7 Tahapan Pemrosesan Jaringan ........................................................................ 21
3.4.8 Pemotongan Jaringan ...................................................................................... 23
3.4.9 Tahapan Pewarnaan HE .................................................................................. 23
3.4.10 Foto Jaringan .................................................................................................. 24
3.5 Alur Penelitian ...................................................................................................... 25
BAB 4 Hasil dan Pembahasan .......................................................................................... 26
4.1 Pankreas ................................................................................................................ 26
4.2 Hepar ..................................................................................................................... 29
BAB 5 Simpulan dan Saran .............................................................................................. 33
5.1 Simpulan ................................................................................................................ 33
5.2 Saran ....................................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….…...34
LAMPIRAN……………………………………………………………………….…….38
x
DAFTAR TABEL
Tabel 4. 1 Morfologi Pulau Langerhans Kelompok Kontrol Negatif ............................... 26
Tabel 4. 2 Morfologi Pulau Langerhans Kelompok Kontrol Positif ................................ 26
Tabel 4. 3 Morfologi Pulau Langerhans Kelompok Terapi HS ........................................ 27
Tabel 4. 4 Data Morfologi Jaringan Hepar Kelompok Kontrol Negatif ........................... 29
Tabel 4. 5 Data Morfologi Jaringan Hepar Kelompok Kontrol Positif ............................ 30
Tabel 4. 6 Data Morfologi Jaringan Hepar Kelompok Terapi HS .................................... 30
Tabel 6. 1 Rata-rata Glukosa Darah Tikus26
……………………………………………48
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Langkah-langkah diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa …...........
Gambar 4.1.a Pulau Langerhans normal (1) 40x ……………………………………….
Gambar 4.1.b Pulau Langerhans kontrol negatif (1) 40x ………………………….........
Gambar 4.1.c Pulau Langerhans kontrol poaitif (1) 40x …………………....................
Gambar 4.1.d Pulau Langerhans terapi HS (1) 40x ……………………….....................
Gambar 4.2.a Hepatosit normal (1) 10x …………………………………........................
Gambar 4.2.b Hepatosit kontrol negatif (1) 40x ………………………………………...
Gambar 4.2.c Hepatosit kontrol positif (1) 40x …............................................................
Gambar 4.2.d Hepatosit terapi HS (1) 40x ………………………………………………
Gambar 6.1 Surat keterangan tikus sehat ……………………………………………….
Gambar 6.2 Hasil determinsi tanaman…………………………………………………...
Gambar 6.3 Hasil pengujian ekstrak ……………………………………………………
Gambar 6.4 Sampel penelitian ……………………………….………………………….
Gambar 6.5 Pengukuran BB …………………………………………………………….
Gambar 6.6 Anastesi hewan coba ……………………………………………………….
Gambar 6.7 Induksi STZ pada sampel .............................................................................
Gambar 6.8 Pemberian ekstrak Nigella .…………………………………………………
Gambar 6.9 Proses nekropsi …………………………………………………………….
Gambar 6.10 Proses dehidrasi…...………...……….…………………………………….
Gambar 6.11 Proses clearing......………...……………………………………………….
Gambar 6.12 Proses embedding...…………………………………………….………….
Gambar 6.13 Proses blocking…..………………………………………………………..
Gambar 6.14 Pemotongan jaringan…...…………………………………………...……..
Gambar 6.15 Set pewarnaan Hematoksilin Eosin .………………………………………
Gambar 6.16 Pankreas Tikus Kontrol Negatif 2……………………………………....…
Gambar 6.17 Pankreas Tikus Kontrol Negatif 3…………………………………………
Gambar 6.18 Pankreas Tikus Kontrol Negatif 4 ………………………………………...
Gambar 6.19 Pankreas Tikus Kontrol Negatif 5 ………………………………………...
Gambar 6.20 Pankreas Tikus Kontrol Positif 2 …………………………………………
Gambar 6.21 Pankreas Tikus Kontrol Positif 3………………………………………….
Gambar 6.22 Pankreas Tikus Kontrol Positif 4………………………………………….
Gambar 6.23 Pankreas Tikus Kontrol Positif 5 …………………………………………
Gambar 6.24 Pankreas Tikus Terapi HS 2 ………………………………………………
Gambar 6.25 Pankreas Tikus Terapi HS 3 ………………………………………………
Gambar 6.26 Pankreas Tikus Terapi HS 4 ………………………………………………
Gambar 6.27 Pankreas Tikus Terapi HS 5 ………………………………………………
Gambar 6.28 Hepar Tikus Kontrol Negatif 2……………………………………………
Gambar 6.29 Hepar Tikus Kontrol Negatif 3……………………………………………
Gambar 6.30 Hepar Tikus Kontrol Negatif 4……………………………………………
Gambar 6.31 Hepar Tikus Kontrol Negatif 5……………………………………………
Gambar 6.32 Hepar Tikus Kontrol Positif 2……………………………………………
Gambar 6.33 Hepar Tikus Kontrol Positif 3……………………………………………
Gambar 6.34 Hepar Tikus Kontrol Positif 4……………………………………………
Gambar 6.35 Hepar Tikus Kontrol Positif 5……………………………………………
Gambar 6.31 Hepar Tikus Terapi HS 2…………………………………………………
10
27
27
27
27
30
30
30
30
36
37
38
39
39
39
39
40
40
40
40
40
40
41
41
42
42
42
42
42
42
43
43
43
43
43
43
44
44
44
44
44
44
45
45
45
xii
Gambar 6.32 Hepar Tikus Terapi HS 3…………………………………………………
Gambar 6.33 Hepar Tikus Terapi HS 4…………………………………………………
Gambar 6.34 Hepar Tikus Terapi HS 5…………………………………………………
45
45
45
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat keterangan tikus sehat …………………………………
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman……………..………...................
Lampiran 3 Surat Pengujian Ekstrak………………….…………………..
Lampiran 4 Gambar proses penelitian ……………………………………
Lampiran 5 Hasil preparat ………………………………………………..
Lampiran 6 Pengukuran glukosa darah tikus …………………………….
Lampiran 7 Riwayat penulis ……………………………………………..
36
37
38
39
42
46
47
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik dengan
angka kejadian terbanyak di dunia. Prevalensi DM terus meningkat hingga dua
kali lipat sejak 30 tahun terakhir. Menurut International Diabetes Federation,
pada tahun 2013 jumlah penderita DM di dunia bertambah hingga mencapai 382
juta orang. Sebagian besar berada pada rentang usia 40-59 tahun dan 80% berasal
dari low and middle-income countries. Jumlah tersebut diprediksi akan meningkat
hingga 592 juta orang pada 25 tahun ke depan.1 Berdasarkan data World Health
Organization (WHO) prevalensi DM diperkirakan akan meningkat berlipat ganda
hingga tahun 2030.2 Saat ini peningkatan kasus DM terutama DM Tipe 2 lebih
banyak terjadi di negara berkembang yaitu lebih dari 80% kasus di dunia
dibandingkan dengan negara maju. Asia telah menjadi benua dengan prevalensi
DM tertinggi dan Cina mejadi negara dengan prevalensi DM tertinggi di tahun
2007 dan 2008.3 Menurut data Riskesdas tahun 2013, di Indonesia terjadi
peningkatan kasus DM dari tahun ke tahun. Terjadi peningkatan angka morbiditas
dari 1,1% penduduk pada tahun 2007 menjadi 2,1% penduduk pada tahun 2013.
Selain itu pada penduduk dengan usia ≥ 15 tahun didapatkan 6,9% mengalami
DM. Prevalensi DM yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta
(2,6%) diikuti oleh DKI Jakarta (2,5%).4
DM adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan keadaan hiperglikemia
yang kronis yang diakibatkan oleh gangguan pada sekresi insulin atau kerja insulin
di jaringan tubuh. Insulin dihasilkan oleh sel β pankreas. Gangguan atau kerusakan
pada sel ini akan menyebabkan berkurangnya sekresi insulin sehingga kadar
glukosa darah tidak dapat terkontrol, asupan glukosa pada jaringan terganggu dan
terjadi gangguan metabolisme pada tubuh. Selain pankreas , hepar juga merupakan
organ yang berperan dalam regulasi glukosa di darah. Hepar membantu terjadinya
2
proses glukoneogenesis dan glikogenolisis sebagai umpan balik dari kurangnya
masukan glukosa ke dalam jaringan sehingga apabila terjadi gangguan pada sekresi
atau kerja dari insulin maka dapat terpicu terjadinya hiperglikemia. Hiperglikemia
yang kronis dapat memicu komplikasi pada organ tubuh lainnya seperti perlemakan
hepar.5 Hepar juga berperan dalam metabolisme zat yang bersifat toksik terhadap
jaringan tubuh kita seperti radikal bebas. Zat radikal bebas ini dapat memicu proses
oksidasi dan memicu kerusakan pada sel. Radikal bebas dapat merusak sel β
pankreas dan jaringan hepar karena menyebabkan gangguan pada fungsi dan
perubahan morfologi sel sehingga memicu terjadinya DM yang ditandai dengan
adanya hiperglikemia.6
Destruksi sel β pankreas dapat disebabkan oleh beberapa etiologi non-imun,
salah satunya oleh obat-obatan yang digunakan dalam jangka panjang seperti tiazid,
glukokortikoid, fenitoin dan klozapin, serta oleh zat tertentu seperti streptozotocin.
Streptozotocin (STZ) adalah zat antimikroba yang disintesis dari Streptomyces
achromogenes dan merupakan senyawa glucosamine-nitrosurea yang bersifat
toksik karena menyebabkan akumulasi radikal bebas (reactive oxygen species) pada
sel sehingga mampu merusak DNA sel.7,8
Pengobatan herbal DM terus mengalami perkembangan dari penelitian-
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian tersebut diantaranya
menguji efek ekstrak habbatussauda (Nigella sativa) terhadap DM. Dari hasil
penelitian Hamid Mollazadeh dkk (2014) diketahui bahwa ekstrak habbatussauda
(HS) mempunyai efek hepatoprotektif terhadap kerusakan jaringan hepar melalui
efek anti-oksidan dan anti-inflamasi sehingga mampu menjaga fungsi dan
morfologi hepar dengan baik. Penelitian lain oleh Samad Alimohammadi dkk
(2013) menyatakan bahwa pemberian ekstrak habbatussauda dapat memberi efek
antidiabetik dan memperbaiki struktur dan fungsi sel pulau Langerhans pada
jaringan pankreas yang mengalami kerusakan. Penelitian diatas menunjukan adanya
potensi HS dalam memperbaiki fungsi dan stuktur sel pulau Langerhans dan
jaringan hepar yang rusak.9,10
3
Dalam Islam, habbatussauda telah dipercaya sebagai obat herbal yang dapat
membantu menyembuhkan berbagai penyakit. Dalam hadist Al-Bukhari Muslim dijelaskan
bahwa habbatussauda adalah obat untuk segala penyakit kecuali kematian.
Pernyataan tersebut membuat banyaknya penelitian yang dilakukan untuk menguji
efek habbatussauda terhadap berbagai penyakit.11
Berdasarkan uraian diatas peneliti akan meneliti efek pemberian ekstrak
habbatussauda (Nigella sativa) terhadap gambaran histopatologi pankreas dan hepar
tikus yang diinduksi streptozotocin.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana efek pemberian ekstrak habbatussauda (Nigella sativa) terhadap
gambaran histopatologik pankreas dan hepar tikus diabetes melitus yang diinduksi
streptozotocin ?
1.3 Hipotesis
Terdapat perbaikan gambaran histopatologik pada pankreas dan hepar tikus
diabetes melitus yang diinduksi streptozotocin setelah pemberian ekstrak
habbatussauda (Nigella sativa).
1.4 Tujuan Penelitian
Mengetahui efek pemberian ekstrak habbatussauda (Nigella sativa)
terhadap gambaran histopatologik pankreas dan hepar tikus diabetes
melitus yang diinduksi streptozotocin.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
1. Memahami dan melatih keterampilan dalam metode histoteknik.
2. Memahami pengaruh pemberian habbatussauda (Nigella sativa) terhadap
gambaran histopatologik pankreas dan hepar tikus diabetes melitus yang
diinduksi streptozotocin.
4
3. Mendapatkan gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.5.2 Bagi Institusi
Menambah referensi penelitian Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang dapat
digunakan sebagai referensi mahasiswa lainnya dan bahan untuk penelitian
lanjutan yang lebih dalam oleh peneliti lainnya.
1.5.3 Bagi Masyarakat
1. Memberikan wawasan untuk masyarakat tentang pengaruh streptozotocin dan
zat-zat lain yang berpengaruh terhadap timbulnya DM.
2. Memberikan wawasan tentang manfaat pengobatan herbal, terutama
habbatussauda (Nigella sativa) terhadap DM.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Diabetes Melitus
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan
keadaan hiperglikemia yang kronis akibat gangguan pada sekresi insulin atau
kerja insulin dan menyebabkan gangguan pada metabolisme energi dalam
tubuh. Gejala khas yang ditimbulkan berupa poliuria, polifagia, polidipsi, dan
penurunan berat badan.12,13
2.1.2 Klasifikasi DM
Berikut adalah klasifikasi DM yang telah disahkan oleh American
Diabetes Association (ADA) dan WHO berdasarkan etiologinya.7
1. DM tipe 1: disebabkan oleh autoimunitas (tipe 1A) atau idiopatik (tipe 1B)
2. DM tipe 2 karena resistensi insulin
3. DM tipe lain
a. Defek genetik fungsi sel β pankreas akibat mutasi pada :
glukokinase, Insulin Promoter factor, Hepatocyte Nuclear
Transcription factor (HNF) 4α, HNF-1α, Mitocondrial DNA, dan
konversi insulin atau proinsulin.
b. Defek genetik kerja insulin karena resistensi insulin Tipe A, sindrom
Rabson- mendenhall, sindrom Lipodistrofi.
c. Penyakit eksokrin pankreas: pankreatitis, neoplasma, dan lain lain.
5
6
d. Endokrinopati: akromegali, sindrom Cushing hipertiroid, dan lain
lain.
e. Obat-obatan atau zat kimia: asam nikotin, tiazid, klozapin,
glukokortikoid, fenitoin, dan lain-lain.
f. Infeksi: Rubella, Cytomegalovirus,dan Coxsackievirus B.
g. Autoimun: antibodi anti reseptor insulin, sindrom Stiff-man.
h. Sindrom genetik lain : sindrom Klinefelter, sindrom Down,dan lain-
lain.
4. DM gestasional
DM Tipe 2 ditandai dengan adanya resistensi insulin pada sel
tubuh yang menimbulkan gangguan fungsi pankreas dan dalam jangka
panjang (kronis) dapat menyebabkan gangguan pada organ lainnya. Sel β
pankreas pada penderita DM tidak mampu lagi mensekresikan insulin
dengan adekuat karena terjadinya kelelahan sel beta akibat pengaruh
resistensi insulin. Sedangkan DM tipe 1 disebabkan oleh adanya destruksi
sel β pankreas sehingga sekresi insulin tidak terjadi dan timbul defisiensi
insulin yang absolut. Peningkatan gula darah yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan komplikasi berupa berbagai gangguan pada sistem organ
tubuh dari gangguan fungsional hingga perubahan pada tingkat histologis.7
Sedangkan faktor resiko DM tipe 1 diantaranya adalah memiliki
riwayat keluarga DM tipe 1, dan faktor etnis. Faktor resiko lainnya masih
dalam penelitian lebih lanjut.14
2.1.3 Patofisiologi DM Tipe 1
DM Tipe 1 merupakan penyakit yang diakibatkan destruksi sel β
pankreas karena reaksi autoimun sehingga menyebabkan defisiensi insulin yang
absolut. Timbulnya kelainan ini disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan.
Faktor genetik yang dimaksud adalah mutasi gen pada kromosom 6p21 lokus
7
gen MHC kelas II (HLA). Gen tersebut menentukan kerentanan terhadap DM
Tipe 1. Gen HLA-DQA1 dan HLA-DQB1 merupakan gen yang dapat
mengkode asam amino selain aspartat pada posisi 57 di rantai β molekul HLA.
Aspartat pada posisi tersebut memiliki peran dalam melindungi dari timbulnya
DM oleh faktor genetik.5
Jika kelainan pada gen tersebut terjadi, maka timbul reaksi
hipersensitivitas tipe 4 terhadap sel β pankreas. MHC kelas II akan
mengekspresikan antigen pada membran sel makrofag dan limfosit B. Antigen
tersebut dibawa oleh MHC kelas II untuk berikatan dengan reseptor sel T di
permukaan membran sel limfosit T CD4 sehingga menstimulasi sekresi sitokin,
yaitu TNF-α, IL-1, dan interferon γ. Sitokin tersebut dapat memberikan efek
toksik pada sel β pankreas sehingga respon imun ini dapat memicu terjadinya
destruksi seluruh sel β pankreas. Akibat dari destruksi tersebut, pulau
Langerhans menjadi mengecil (atrofi). Setelah sebagian besar sel β pankreas
sudah terdestruksi dan produksi insulin menurun secara drastis maka orang
tersebut telah dikatakan menderita DM tipe 1.5,15
Selain akibat kerentanan genetik, DM Tipe 1 ini dapat dipicu oleh reaksi
autoimun akibat adanya autoantibodi terhadap sel yang muncul sejak anak
berusia 9 bulan. Berbagai autoantibodi tersebut dapat menimbulkan reaksi
dengan beberapa antigen seperti pada insulin, asam glutamat dekarboksilase dan
protein sitoplasma lain. Sedangkan faktor lingkungan yang berperan diantaranya
adalah infeksi, seperti infeksi oleh campak, Rubella, parotitis, dan
Coxsackievirus B. Infeksi tersebut dapat memicu terjadinya DM tipe 1 karena
timbulnya respon imun terhadap suatu protein virus yang memiliki susunan
asam amino yang sama dengan suatu protein pada sel β pankreas, sehingga sel β
pankreas terdestruksi oleh respon imun tersebut.5,15,16
2.1.4 Efek Streptozotocin Terhadap Pankreas dan Hepar
Streptozotocin (STZ) atau 2-Deoxy-2-[[(methylnitrosoamino)-carbonyl]
amino]-D-glucopyranose adalah salah satu agen diabetogenik dengan dengan
8
efek toksik yang dapat mendestruksi sel β pankreas dan jaringan hepar. Zat ini
dapat merusak berbagai jenis sel, terutama sel yang mengekspresikan GLUT-2
pada membrannya, seperti pada sel β pankreas dan hepatosit. Karena efek toksik
tersebut, STZ sering digunakan untuk menginduksi DM tipe 1 pada tikus dalam
penelitian. Dosis efektif yang digunakan adalah 40-60 mg/KgBB.8
STZ berkerja pada tingkat sel dengan meningkatkan meningkatkan
guanilil siklase dan menambah formasi cGMP, seta membebaskan nitrit oksida.
Nitrit oksida menyebabkan stress oksidatif yang dapat merusak sel. Kemudian
adanya defosforilasi ATP meningkatkan substrat xantin oksidase. Xantin
oksidase akan memproduksi hidrogen peroksida dan radikal hidroksil sehingga
terjadilah peningkatan reactive oxygen species (ROS) atau radikal bebas yang
meningkatkan stress oksidatif sel. Proses diatas menyebabkan kerusakan DNA
yang memicu nekrosis pada sel.8
Pada Pankreas, STZ memiliki efek toksik selektif pada sel β pankreas
sehingga dapat ditemukan adanya nekrosis pada sel tersebut. Sedangkan pada
hepar ditemukan kerusakan terutama pada jaringan parenkim hepar yaitu
hepatosit, dimana dapat ditemukannnya degenerasi pada sel-sel tersebut. Untuk
mengatahui kerusakan pada pankreas dan hepar akibat STZ, perlu dilakukan
pemeriksaan morfologi dan fungsi organ.8
2.1.5 Diagnosis DM
Untuk menegakkan diagnosis DM, dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan laboratorium. Dalam anamnesis perlu diketahui adanya keluhan-
keluhan klasik DM, diantaranya adalah.17
1. Poliuria
2. Polidipsi
3. Polifagia
4. Penurunan berat badan tanpa penyebab yang jelas
5. Keluhan lain berupa: kesemutan, badan lemas, gatal-gatal, pengelihatan
kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulva pada wanita.
9
Menurut PERKENI tahun 2011, kriteria diagnosis untuk DM adalah
sebagai berikut.17
1. Gula Darah Sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dL dengan gejala DM positif
2. Gula Darah Puasa (GDP) ≥ 126 mg/dL (tidak ada asupan kalori selama 8
jam) dengan gejala DM positif
3. Gula darah 2 jam pos-prandial (GD2PP) ≥ 200 mg/Dl (setelah tes
toleransi glukosa oral menggunakan 75 gr glukosa anhidrus + air)
Jika hasil tidak memenuhi kriteria normal atau DM maka dapat
digolongkan dalam toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT). TGT dan GDPT merupakan suatu tahapan yang rawan dan
beresiko tinggi menjadi DM.17
1. TGT: Dapat ditegakkan bila pada pemeriksaan TTGO didapat hasil
glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dL (7,8-11,0
mmol/L)
2. GDPT: Dapat ditegakkan bila hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100-125 mg/dL (5,6-6,9 mmol/L) dan pemeriksaan
TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL
10
Gambar 2. 1 Langkah-langkah diagnosis DM dan gangguan
toleransi glukosa
Sumber: PERKENI, 2011.
2.1.6 Habbatusauda (Nigella sativa)
Nigella sativa (Jintan hitam) adalah salah satu tanaman herbal yang
berasal dari famili Ranunculaceae. Tanaman ini berasal dari Asia selatan.
Kandungan yang terdapat pada biji jintan hitam ini diantaranya adalah minyak
(36-48%), protein, alkaloid, saponin, asam lemak tidak larut seperti asam
arakidonat, asam eikosadinoat, asam linoleat, dan asam linolenat. Sedangkan
asam lemak terlarut yang terkandung adalah asam palmitat, asam stearat, dan
asam miristat. Selain itu juga terkandung zat nutrisi seperti protein (26.7%),
lemak (28.5%), karbohidrat (24.9%), serat (8.4%), karoten dan vitamin serta
mineral seperti Cu, P, Zn dan Fe. Kandungan yang paling berperan dalam
11
memberi efek terapeutik adalah sejumlah zat aktif, diantaranya adalah
thymoquinone (30%-48%), thymohydroquinone, dithymoquinone, p-cymene
(7%-15%), carvacrol (6%-12%), 4-terpineol (2%-7%), t-anethol (1%-4%),
sesquiterpene longifolene (1%-8%) α-pinene dan thymol.18,19
Biji dari tanaman ini telah banyak digunakan umtuk pengobatan herbal
di seluruh dunia dan dikenal dengan nama habbatusauda. Habbatussauda (HS)
banyak digunakan sebagai obat anti-hipertensi, diuretik, antidiare, penambah
nafsu makan, analgesik, antimikroba, dan pengobatan kulit. Selain itu telah
ditemukan adanya efek farmakologis lain, diantaranya adalah antidiabetik,
antikanker, imunomodulator, anti-inflamasi, spasmolitik, bronkodilator, dan
antioksidan . Efek terapeutik yang dihasilkan oleh ekstrak habbatussauda
merupakan kerja dari suatu zat aktif pada kandungan minyaknya yaitu
thymoquinone.18
HS memiliki manfaat yang banyak sebagai terapi tambahan untuk
berbagai penyakit, terutama DM. Penelitian oleh Abdelmeguid dkk (2010)
menyatakan bahwa pada tikus yang mengalami DM setelah induksi
Streptozotocin, terapi HS dapat membantu meningkatkan kadar insulin serum
dan menurunkan kadar gula darah yang tinggi. Selain itu penelitian oleh
Benhaddou-Andaloussi A dkk (2010) menyatakan bahwa HS dapat mengurangi
hiperglikemia dan resistensi insulin pada penderita DM tipe 2 sehingga dapat
menurunkan kadar GDP, GD2PP, GDS, dan HbA1c secara bermakna. Hal
tersebut terjadi melalui peningkatan fungsi GLUT-4 dan sinyal AMP-activated
protein kinase (AMPK) yang di jaringan perifer yang membantu kerja insulin
dalam memberi masukan glukosa, dan penekanan pada glukoneogenesis di
hepar.20,21
HS juga berperan dalam perbaikan morfologi jaringan yang rusak pada
penderita DM. Pada penelitian Nesreen M Omar dkk (2011) diketahui bahwa
Nigella sativa dapat membantu memperbaiki morfologi sel β pankreas secara
12
bermakna pada penderita DM Tipe 1. Selain itu menurut penelitian
dr.Mohammed Salem dkk (2013), HS memiliki sifat hepatoprotektif terhadap
zat yang bersifat hepatotoksik sehingga dapat memperbaiki morfologi hepatosit
yang mengalami kerusakan. Thymoquinone dapat mengurangi stress oksidatif
akibat penumpukan radikal bebas pada sel melalui efek anti-oksidannya,
sehingga mencegah kerusakan suatu sel dan mendukung regenerasi sel secara
optimal. 22,23
2.1.7 Gambaran Histologi Pankreas
Organ pankreas dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian endokrin dan
eksokrin. Bagian endokrin pankreas adalah pulau Langerhans yang tersebar
diantara asini yaitu bagian eksokrin pankreas. Pulau Langerhans memiliki
bentuk lonjong seperti telur dan dilapisi oleh jaringan ikat retikulin. Pada
pewarnaan HE, pulau Langerhans terlihat lebih pucat dibandingkan sel lain pada
pankreas. Sel pulau Langerhans berbentuk bulat hingga poligonal dengan
nukleus bulat. Pada pewarnaan hematoksilin eosin (HE), nukleus hepatosit
berwarna keunguan dan sitoplasmanya berwarna merah muda. Pulau
Langerhans terdiri dari ribuan sel dengan 4 jenis berbeda, yaitu sel beta, sel
alfa, sel delta, dan sel F. Keempat sel tersebut tidak dapat dibedakan dengan
pewarnaan HE, sehingga untuk membedakannya membutuhkan pewarnaan
imunohistokimiawi. Bagian eksokrin pankreas terdiri dari kumpulan sel asiner
yang membentuk asinus dan jaringan ikat septa yang membagi eksokrin
pankreas menjadi banyak lobus dan lobules. Sel asiner berbentuk piramid
dengan inti sel di bagian basal yang memiliki sitoplasma basofilik pada bagian
basal dan asidofilik dengan granul zimogen pada apeks. Terdapat pula sel
sentroasinar dan duktus interkalaris.24,25,26,27
Pada DM terjadi perubahan gambaran histologi pada pankreas5, yaitu:
a. Berkurangnya jumlah dan ukuran islet: Sering ditemukan pada DM
tipe 1. Sebagian besar islet tampak kecil dan tidak menonjol
13
b. Digantikannya islet dengan amiloid : terjadi pada DM tipe 2 yang
sudah lama/kronis. Amiloid tersebut tampak sebagai gambaran
berwarna merah muda amorf yang berada di sekeliling kapiler dan
antar sel. Pada jangka panjang (kronis), islet dapat lenyap dan
digantikan oleh jaringan parut (fibrosis). Amiloid-amiloid ini
mengandung fibril amilin yang berasal dari sel β pancreas.
c. Infiltrasi leukosit: dapat ditemukan pada DM tipe 1, yaitu terdapat
gambaran infiltrasi limfosit T. Dapat ditemukan juga infiltrasi
eosinofil, terutama pada bayi penderita DM.
d. Degranulasi sel β pankreas: Hanya dapat dilihat dengan mikroskop
elektron. Terjadi akibat penurunan simpanan insulin pada sel β
pankreas yang mengalami destruksi. Ditemukan pada DM tipe 1.
2.1.8 Gambaran Histologi Hepar
Hepar memiliki sel parenkim yaitu hepatosit. Hepar terbagi menjadi
beberapa lobus dan dibagi lagi menjadi beberapa lobulus oleh jaringan ikat yang
bernama kapsula Gibson. Pada tiap-tiap lobulus terdapat sinusoid-sinusoid yaitu
rongga yang merupakan struktur mikrovaskular antar tiap barisan hepatosit,
yang bersatu di tengah lobulus membentuk vena sentralis. Lumen vena sentralis
dilapisi oleh sel endotel. Di daerah antar lobulus terdapat triad porta yang
dikenal dengan nama segitiga Kiernan yang terdiri dari vena porta hepatika,
arteri hepatika, pembuluh limfe dan duktus biliaris. Hepatosit memiliki bentuk
polihedral dengan diameter 20-30 µm dan serta tersusun dari perifer ke medial
menuju vena sentralis.. Diantara dua barisan hepatosit terbentuk sebuah saluran
yang disebut kanalikuli biliaris. Kanalikuli ini tidak memiliki endotel. Hepatosit
memiliki nukleus yang berbentuk bulat dan besar yang terletak di tengah sel.
Pada pewarnaan hematoksilin eosin nukleus berwarna keunguan dan sitoplasma
berwarna merah muda. 24,26,27
14
Morfologi jaringan hepar dapat mengalami perubahan pada sebagian
penyakit, salah satunya adalah DM. DM yang kronis dan tidak terkontrol dapat
menimbulkan komplikasi yang menyebabkan perubahan morfologi dari jaringan
hepar.28
1. Deposisi lipid : Terdapat droplet lipid pada hepatosit yang terlihat
dengan ukuran yang berbeda-beda. Timbul pada penderita DM dengan
komplikasi perlemakan hepar (fatty liver).
2. Akumulasi glikogen pada nukleus hepatosit : Terdapat vakuola kecil
pada inti sel hepatosit dan nukleus terlihat lebih besar.
15
2.2 Kerangka Teori
Induksi STZ
Stress oksidatif akibat
peningkatan radikal bebas
Sel β pankreas
Nekrosis sel β pankreas
Kerusakan DNA sel
Hepar
Kerusakan parenkim hepar
Terapi ekstrak HS
Hiperglikemia
Efek antioksidan pada
pankreas dan hepar
Menekan stress
oksidatif
Perbaikan morfologi dan
fungsi pada sel β pankeas
dan hepar
16
2.3 Kerangka Konsep
Pemberian ekstrak
habbatussauda (Nigella
sativa) 300mg/kgBB/hari
selama 14 hari
Perubahan fungsi
dan morfologi
jaringan
Kerusakan pada
jaringan hepar
Diabetes melitus
Insulin ↓
Kerusakan sel β
pankreas
Diinduksi
Streptozotocin
Gangguan
regulasi kadar
gula darah
Tikus strain
Sprague
dawley
Pankreas
Hepar
Morfologi sel pulau
langerhans
Morfologi Hepatosit
Morfologi Sinusoid
- Bentuk sel
- Sitoplasma
- Nukleus
17
2.4 Definisi Operasional
Variabel Definisi Hasil Gambaran Skala
Morfologi
pankreas
Morfologi sel pulau
Langerhans:25,27,29
Bentuk sel : bentuk dari sel
yang dibentuk oleh membran
sel pulau Langerhans
Sitoplasma : cairan plasma di
dalam sel pulau Langerhans
Nukleus : inti sel pulau
Langerhans
Bentuk sel : bulat hingga
poligonal
Sitoplasma : berwarna merah
muda
Nukleus : bulat, berwarna
keunguan hingga kebiruan
-
Morfologi
hepar
Morfologi jaringan hepar : 25,27,29
Bentuk sel: bentuk dari sel
yang dibentuk oleh membran
sel hepatosit
Sitoplasma: cairan plasma di
dalam sel hepatosit
Nukleus : inti sel hepatosit
Sinusoid : struktur
mikrovaskular hepar yang
dilapisi sel endotel fenestrata
dan berada di antara barisan
hepatosit dan menyatu
membentuk vena sentralis
Bentuk sel : polihedral
Sitoplasma : berwarna merah
muda
Nukleus : bulat, berwarana
keunguan hingga kebiruan
Sinusoid : terlihat rongga
diantara barisan hepatosit
yang menyatu membentuk
vena sentralis
-
18
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah desain deskriptif.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Agustus 2014.
3.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Animal House, Biokimia, Biologi,
Farmakologi, dan Histologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jl.
Kertamukti No. 05, Pisangan Ciputat 15419, Tangerang Selatan.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.3.1.1 Kriteria Inklusi
Tikus jantan strain Sprague dawley yang sehat
Berat badan 180-200 gr
Kontrol negatif dengan glukosa darah < 200 mg/dL
Kontrol positif dengan glukosa darah > 200 mg/dL
Tikus yang telah melalui terapi habbatussauda (perlakuan)
3.3.1.2 Kriteria Eksklusi
Tikus jantan strain Sprague dawley yang mati selama proses induksi
STZ dan perlakuan
18
19
3.4 Cara Kerja Penelitian
3.4.1 Alat dan Bahan Penelitian
a. Tahap Nekropsi
Minor set surgeon, zipline plastic bag, larutan natrium hidroklorida 0,9%,
ether, papan potong, dan kapas.
b. Tahap Fiksasi
Formalin.
c. Tahap Dehidrasi
Gelas ukur (1000 ml, 500 ml), beaker Glass (1000 ml, 500 ml), alkohol
absolut CH3CH2OH Mallinckrodt Chemicals, alkohol konsentrasi 95%,
90%, 80%, 70%, dan 50%, toluol, aquades, dan corong kaca.
d. Tahap Clearing
Larutan toluol:alkohol (1:1).
e. Tahap Embedding
Vials stopper tools neck, hotplate stirer (sRS 710 HA), dan Paraplast
Leica Microsystem.
f. Tahap Blocking
Cetakan blocking.
g. Tahap Pemotongan
Mikrotom geser, object glass, bunsen, waterbath, kulkas, beaker glass 200
ml, putih telur, gliserin, korek api gas dan es batu.
h. Tahap Pewarnaan
Staining jar, cover glass, mikroskop shimadzu T025A, spatula kaca, xylol,
hematoksilin eosin (HE), balsam Canada, H2SO4 dan timer.
20
i. Tahap Foto Jaringan
Kamera preparat, komputer lab, DVD foto, mikroskop Olympus BX4,
kotak preparat.
j. Tahap Keseluruhan
Tisu dan tisu berpori
3.4.2 Adaptasi Hewan Coba
Proses adaptasi hewan coba mulai dilakukan pada 14 hari pertama di
Animal House Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta. Hewan
coba diadaptasikan dengan pemberian makan dan minum ad libtum. Kandang
dan bedding dibersihkan setiap 3 hari.30
3.4.3 Induksi Tikus Dengan Steptozotocin
Pada hari ke-15, tikus dipuasakan terlebih dahulu selama 10 jam, lalu
diinduksi Streptozotocin 60 mg/KgBB secara intraperitoneal.
3.4.4 Pengukuran Gula Darah
Pada hari ke-21, dilakukan pengukuran kadar glukosa darah pada tikus
tersebut. Pengambilan darah dilakukan pada pembuluh darah ekor tikus. Tikus
yang akan digunakan adalah tikus dengan kadar glukosa darah >200 mg/dL
dan dinyatakan mengalami DM.30
3.4.5 Pemberian Ekstrak Habbatussauda (Nigella sativa) Pada Tikus
Ekstrak Habbatussauda (HS) dibuat dengan campuran biji HS yang
sudah digerus dengan etanol 70%. Pemberian ekstrak dilakukan pada hari ke-
21 sampai hari ke-41 secara oral dengan dosis 300 mg/kgBB/hari. Alat yang
digunakan pada proses pemberian adalah sonde. 30
21
3.4.6 Tahapan Nekropsi dan Fiksasi
Siapkan alat-alat yang diperlukan untuk nekropsi. Persiapkan plastik
yang sudah diberi label bertuliskan kode tikus dan organ. Tuangkan formalin-
PBS 10% sekitar 20x volume jaringan sampel ke dalam plastik. Anastesi tikus
dilakukan dengan memasukan tikus ke dalam toples berisi kapas yang telah
dicampur ether dan mengobservasi tikus tersebut hingga hilang kesadaran
dengan cara memberi rangsang nyeri pada telapak kakinya. Efek anastesi
dinyatakan sudah bekerja jika tikus sudah tidak memeberikan respon.
Pembedahan dilakukan pada bagian abdominotorakal dan dilakukan nekropsi
organ pankreas dan hepar. Kemudian organ dipotong dengan ketebalan 3-5
mm, lalu dimasukkan ke dalam plastik yang telah berisi formalin-PBS 10%.
Seminggu kemudian organ dikeluarkan dari larutan fiksatif untuk dilakukan
tahap pemerosesan jaringan.32,33
3.4.7 Tahapan Pemrosesan Jaringan
3.4.7.1 Dehidrasi
Proses ini dilakukan menggunakan alkohol dengan konsentrasi 50%,
70%, 80%, 90%. Untuk pengenceran alkohol dengan variasi konsentrasi
tersebut, dilakukan dengan perhitungan berikut.
1. Pengenceran alkohol 50% = alkohol 95% 500 ml + aquades 450 ml
2. Pengenceran alkohol 70% = alkohol 95% 700 ml + aquades 250 ml
3. Pengenceran alkohol 80% = akohol 95% 800 ml + aquades 150 ml
4. Pengenceran alkohol 90% = alkohol 95% 900 ml + aquades 50 ml
Masing-masing konsentrasi larutan alkohol dituangkan ke dalam 3
buah pot plastik sebanyak 2/3 volume pot tersebut. Setiap konsentrasi
alkohol ditempatkan ke dalam 3 buah pot plastik yang telah diberi label
I,II,dan III yang menandakan urutan perlakuan dalam proses dehidrasi pada
satu konsentrasi alkohol.32,33
22
Proses dehidrasi dimulai dengan memasukkan potongan pankreas
dan hepar ke dalam pot plastik dengan label berlabel I,II, dan III, secara
berurutan dari larutan alkohol 50% , 70%, 80% ,90% ,hingga 95%.
Perpindahan ke pot plastik berikutnya dilakukan setiap 15 menit.33
3.4.7.2 Clearing
Karena alkohol dan parafin tidak dapat menyatu, dilakukanlah
tahapan ini untuk melepaskan alkohol dari dalam jaringan, sehingga larutan
yang akan masuk ke jaringan dapat berikatan dengan parafin. Proses ini
menggunakan larutan toluol:alkohol (1:1) dan toluol murni.33
Pertama, potongan organ direndam dalam larutan toluol:alkohol
(1:1) selama 25 menit.. Kemudian dipindahkan dan direndam ke dalam
toluol murni selama 60 menit hingga organ terlihat bening. Perendaman
dalam toluol murni diperpanjang sampai potongan menjadi bening. Waktu
perendaman dalam toluol murni maksimal 120 menit. Jika terlalu lama akan
menyebabkan pengerasan jaringan sehingga sulit untuk dilakukan
pemotongan.33
3.4.7.3 Embedding
Embedding bertujuan untuk mengeluarkan cairan dalam jaringan saat
proses clearing dan digantikan dengan parafin. Cairan saat proses clearing
dapat mengkristal di dalam jaringan sehingga jaringan mudah robek saat
dilakukan pemotongan.33
Pertama, dibuat larutan toluol : parafin (50 ml : 50 ml). kemudian
organ dibungkus menggunakan tisu berpori dan direndam dalam larutan
tersebut selama 24 jam. Kemudian pencairan parafin dilakukan dalam
rentang suhu 56-62oC dan diberi label I,II,III, dan IV. Potongan organ
direndam dalam larutan parafin tersebut dengan perpindahan setiap 15 menit
secara berurutan.33
3.4.7.4 Blocking
Pada tahapan ini, dilakukan pembuatan blok preparat sehingga dapat
dilakukan pemotongan dengan mikrotom geser. Proses ini menggunakan
23
parafin yang telah dicairkan dan di tuangkan pada cetakan, Potongan organ
direndamkan ke dalam parafin cair pada cetakan dan dibiarkan hingga hasil
cetakan sudah mengeras.33
3.4.8 Pemotongan Jaringan
Proses pemotongan ini dilakukan menggunakan mikrotom geser. Blok
parafin terlebih dahulu direkatkan diatas blok kayu dengan cara memanaskan
sisi blok parafin yang akan ditempelkan dengan api lalu ditempelkan pada
blok kayu hingga merekat dengan kuat. Blok kayu dan blok parafin tersebut
diletakan pada holder (pemegang) mikrotom. Pemotongan jaringan dilakukan
dengan ketebalan 6µm. Sudut kemiringan pisau mikrotom dapat diatur pada
sudut 20-30 jika perlu.33
Setelah jaringan pada blok parafin sudah terpotong dengan ketebalan
yang sesuai, hasil potongan diambil dengan kuas dan direndam dalam
waterbath dengan suhu air 37-40o C hingga potongan terlihat merenggang.
Gunakan kaca objek yang telah dioleskan campuran gliserin dan putih telur
untuk mengambil potongan pada waterbath. Kemudian kaca objek diletakan
diatas hotplate pada suhu 40-45oC hingga kering dan potongan melekat kuat
pada kaca objek. Setelah itu dilakukan tahap pewarnaan pada potongan
tersebut.33
3.4.9 Tahapan Pewarnaan HE
Persiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pewarnaan, yaitu
alkohol konsentrasi 70%, 80%, 90%, alkohol absolut, asam alkohol, xylol,
hematoksilin, eosin (HE) dan aquades. Lalu dituangkan ke masing-masing
dalam staining jar dengan volume ¾ bagian.33
Rendam cawan yang berisi preparat ke dalam staining jar berisi xylol
selama 10 menit sebanyak 2 kali. Lalu pindahkan ke dalam staining jar berisi
alkohol absolut dan diamkan selama 5 menit sebanyak 2 kali. Kemudian
pindahkan dan rendam cawan ke dalam staining jar berisi alkohol konsentrasi
90% selama 1 menit.33
24
Pindahkan dan rendam cawan ke dalam staining jar berisi alkohol
konsentrasi 80% selama 1 menit. Setelah itu, rendam cawan ke dalam staining
jar berisi alkohol konsentrasi 70% selama 1 menit. Kemudian pindahkan dan
rendam cawan ke dalam staining jar berisi aquades selama 4 menit. Lalu
rendam cawan ke dalam staining jar yang berisi hematoksilin dengan durasi
hepar 4 menit; pankreas 1 menit. Selama durasi itu dilakukan pengamatan
dibawah mikroskop untuk menghindari terjadinya overstainning hematoksilin.
Lakukan perendaman cawan di dalam staining jar berisi aquades sebanyak 3
kali dengan durasi 1 menit. Pindahkan dan rendam cawan ke dalam staining
jar berisi alkohol asam selama 30 detik.33
Kemudian pindahkan dan rendam cawan kedalam staining jar yang
sudah dialiri air mengalir selama 1 menit. Pindahkan dan rendam cawan ke
dalam staining jar berisi eosin selama 1 menit. Selama durasi itu dilakukan
pengamatan dibawah mikroskop untuk menghindari terjadinya overstainning
eosin.33
Lakukan pemindahan dan perendaman cawan di dalam staining jar
berisi aquades sebanyak 3 kali dengan durasi 1 menit. Pindahkan secara
berurutan dan rendam cawan ke dalam staining jar yang berisi alkohol dari
konsentrasi 70% sampai alkohol absolut selama 1 menit dan xylol sebanyak 2
kali 3 menit.33
Segera teteskan canada balsam secukupnya di atas preparat dan tutup
dengan cover glass. Pastikan tidak ada gelembung udara pada preparat dan
amati di bawah mikroskop. Beri nama organ, kode organ serta tanggal
pembuatan. Setelah mengering preparat dapat disimpan.33
3.4.10 Foto Jaringan
Preparat diamati dan difoto menggunakan mikroskop Olympus BX41
dan software Olympus DP2-BSW pada komputer dengan perbesaran 4x, 10x,
20x, dan 40x.
25
3.5 Alur Penelitian
Perizinan kode etik
Adaptasi tikus (hari 1-14)
Pengelompokkan sampel
-Sonde oral aquades 3 ml -Makan dan minum ad libitum -Bedding ganti tiap 3-7 hari
(hari 21-41)
Kontrol Negatif - Makan, minum ad libitum
- Bedding diganti tiap 3-7 hari
(hari 15-21)
Kontrol Positif - Makan dan minum ad libitum
- Bedding diganti tiap 3-7 hari - Induksi STZ 60 mg/kgBB
(Hari 15)
Perlakuan - Makan dan minum ad libitum
- Bedding diganti tiap 3-7 hari - Induksi STZ 60 mg/kgBB
(Hari 15)
- Makan dan minum ad libitum
- Bedding diganti tiap 3-7 hari
- Ukur gula darah pada hari ke 21
(Kriteria Inklusi : Gula darah > 200 mg/dL)
(hari 15-21)
- Makan dan minum ad libitum - Bedding diganti tiap 3-7 hari - Sonde oral Ekstrak Nigella sativa
300 mg/kgbb dalam aquades 3 ml (hari 21-41)
- Sonde oral aquades 3 ml - Makan dan minum ad libitum - Bedding diganti tiap 3-7 hari
(hari 21-41)
- Sonde oral aquades 3 ml - Makan dan minum ad libitum - Bedding ganti tiap 3-7 hari
(hari 21-41)
Nekropsi dan pemrosesan jaringan
Pemotongan jaringan Pewarnaan Hematoksilin-
Eosin (HE)
Identifikasi di mikroskop
26
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pankreas
Data morfologi sel pada pulau Langerhans pada kelompok kontrol negatif,
kelompok kontrol positif, dan kelompok terapi ekstrak habbatussauda (HS), yang di
nekropsi dan telah dilakukan pewarnaan dengan hematoksilin eosin (HE) adalah
sebagai berikut:
Tabel 4. 1 Morfologi Pulau Langerhans Kelompok Kontrol Negatif
Tikus Bentuk sel Sitoplasma Nukleus
1 Bulat - poligonal Merah muda Bulat, ungu
2 Bulat - poligonal Merah muda Bulat, ungu
3 Bulat - poligonal Merah muda Bulat, ungu
4 Bulat - poligonal Merah muda Bulat, ungu
5 Bulat - poligonal Merah muda
keunguan Bulat, ungu
Tabel 4. 2 Morfologi Pulau Langerhans Kelompok Kontrol Positif
Tikus Bentuk sel Sitoplasma Nukleus
1 Tidak dapat
teridentifikasi
Merah muda Bulat-lonjong,
ungu
2 Tidak dapat
teridentifikasi
Merah muda Bulat-lonjong,
ungu
3 Tidak dapat
teridentifikasi
Merah muda Bulat-lonjong,
ungu
4 Tidak dapat
teridentifikasi
Merah muda Bulat-lonjong,
ungu
5 Tidak dapat
teridentfikasi
Merah muda Bulat-lonjong,
ungu
26
27
Tabel 4. 3 Morfologi Pulau Langerhans Kelompok Terapi HS
Tikus Bentuk sel Sitoplasma Nukleus
1 Bulat - poligonal Merah muda Bulat, ungu
2 Bulat - poligonal Merah muda Bulat – lonjong
kecil, ungu
3 Bulat - poligonal Merah muda Bulat, ungu
4 Bulat – poligonal Merah muda,
keunguan
Bulat – lonjong
kecil, ungu
5 Bulat - poligonal Merah muda Bulat, ungu
Dari tabel 4.1 diketahui gambaran sel pulau Langerhans kelompok kontrol
negatif memiliki bentuk yang bulat hingga polygonal dengan sitoplasma sel berwarna
merah muda dan nukleus yang berbentuk bulat dan berwarna ungu. Hasil diatas
merupakan gambaran pulau Langerhans yang masih normal. Data pada tabel 4.2
menunjukan bahwa gambaran sel pulau Langerhans kelompok kontrol positif
memiliki bentuk sel yang tidak dapat teridentifikasi, sitoplasma berwarna merah
muda dan sebagian besar nukleus berbentuk lebih lonjong, kecil dan berwarna ungu.
Sedangkan data pada tabel 4.3 menunjukan bahwa gambaran sel pulau Langerhas
pada sebagian besar kelompok terapi HS memiliki bentuk sel bulat hingga poligonal
dengan sitoplasma berwarna merah muda serta nukleus yang bulat dan berwarna
ungu. Beberapa sampel pada kelompok terapi HS masih menunjukan gambaran
sebagian nukleus yang lonjong.
28
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4. 1 Pulau Langerhans (a) normal perbesaran 40x (diadaptasi dari Atlas of Laboratory
Mouse Histology, 2004).31 (b) kontrol negatif perbesaran 40x. (c) kontrol positif perbesaran
40x. (d) terapi HS perbesaran 40x
Pada gambar 4.1.b dapat terlihat gambaran histologi pulau Langerhans pada
pankreas kontrol negatif. Pada kedua gambar bentuk pulau Langerhans tampak bulat
hingga poligonal dengan sitoplasma merah muda, dan nukleus yang bulat serta
berwarna ungu. Gambaran tersebut merupakan gambaran histologi pankreas yang
normal. Pada pankreas tikus yang diinduksi STZ (gambar 4.1.c), pulau Langerhans
berbentuk tidak beraturan, namun masih dapat dibedakan dengan bagian eksokrin
pankreas. Sebagian besar bentuk sel sulit diidentifikasi dengan sitoplasma berwarna
merah muda. Terlihat nukleus berwarna ungu, namun sebagian besar memiliki bentuk
lonjong dan berukuran kecil. Hal tersebut terjadi akibat efek STZ yang secara selektif
mendestruksi sel β pankreas sehingga sel mengalami proses nekrosis. Gambaran
tersebut sesuai dengan penelitian Azzahra A.Atia dkk (2009) dan Afaf Jamal Ali
29
Hamza dkk (2013) yang menunjukan gambaran nukleus berfragmen dan nukleus
piknotik (kecil dan lonjong) akibat adanya proses nekrosis pada sel β pankreas yang
terdestruksi oleh STZ.35,36
Pada pankreas dengan terapi HS (gambar 4.1.d) terlihat gambaran pulau
Langerhans yang berbentuk oval. Sebagian besar sel pulau Langerhans memiliki
bentuk bulat - poligonal, sitoplasma merah muda, dengan nukleus yang bulat dan
berwarna ungu. Sebagian lagi masih memiliki nukleus yang lonjong dan kecil.
Gambaran ini sesuai dengan penelitian Nessren M.Omar dkk (2011), Mehmet Kanter
dkk (2004), dan Afaf Jamal Ali Hamza dkk (2013) yang menunjukan gambaran
sebagian besar sel pulau Langerhans yang sebelumnya telah diinduksi STZ
mengalami perubahan berupa perbaikan morfologi sel setelah pemberian ekstrak
habbatussauda (Nigella sativa). Gambaran tersebut diduga terjadi akibat efek
antioksidan dari habbatussauda dalam menekan stress oksidatif dari STZ terhadap sel
β pankreas sehingga memproteksi dari proses nekrosis dan mampu mendukung
perbaikan morfologi pada sel β pankreas yang rusak secara parsial. 22,36,37
4.2 Hepar
Pada hepar, ditemukan perubahan pada morfologi jaringan hepar, yaitu pada
hepatosit dan sinusoid. Data morfologi jaringan hepar pada kelompok kontrol negatif,
kelompok kontrol positif, dan kelompok terapi HS setelah dilakukan pewarnaan
hematoksilin-eosin adalah sebagai berikut:
Tabel 4. 4 Data Morfologi Jaringan Hepar Kelompok Kontrol Negatif
Tikus Bentuk Sel Sitoplasma Nukleus Sinusoid
1 Polihedral Merah muda Bulat, ungu Terlihat
2 Polihedral Merah muda Bulat, ungu Terlihat
3 Polihedral Merah muda Bulat, ungu Terlihat
4 Polihedral Merah muda Bulat, ungu Terlihat
5 Polihedral Merah muda Bulat, ungu Terlihat
30
Tabel 4. 5 Data Morfologi Jaringan Hepar Kelompok Kontrol Positif
Tikus Bentuk Sel Sitoplasma Nukleus Sinusoid
1 Polihedral Merah muda Sebagian bulat
dan besar, ungu
Sebagian tidak
terlihat
2 Tidak dapat
diidentifikasi
Merah muda Sebagian bulat
dan besar, ungu
Sebagian tidak
terlihat
3 Polihedral Merah muda Bulat, ungu Terlihat
4 Tidak dapat
diidentifikasi
Merah muda Bulat, ungu Sebagian tidak
terlihat
5 Tidak dapat
diidentifikasi
Merah muda Sebagian bulat
dan besar, ungu
Sebagian tidak
terlihat
Tabel 4. 6 Data Morfologi Jaringan Hepar Kelompok Terapi HS
Tikus Bentuk Sel Sitoplasma Nukleus Sinusoid
1 Polihedral Merah muda Bulat, ungu Terlihat
2 Polihedral Merah muda Bulat besar,
ungu
Terlihat
3 Polihedral Merah muda Bulat, ungu Terlihat
4 Polihedral Merah muda Bulat besar,
ungu
Terlihat
5 Polihedral Merah muda Bulat, ungu Terlihat
Berdasarkan hasil pada Tabel 4.4 didapatkan morfologi jaringan hepar tikus
kontrol negatif. Bentuk sel polihedral, sitoplasma berwarna merah muda, dengan
nukleus berbentuk bulat dan berwarna ungu, serta rongga sinusoid yang terlihat
diantara barisan hepatosit. Gambaran tersebut merupakan hepatosit yang normal.
Sedangkan pada Tabel 4.5 didapatkan morfologi hepatosit tikus kontrol positif
memiliki gambaran yang berbeda dengan morfologi hepatosit pada kontrol negatif.
Sebagian sampel menunjukan gambaran bentuk sel yang sulit diidentifikasi, nukleus
bulat dan besar, serta sebagian rongga sinusoid yang tidak terlihat. Tabel 4.6
menunjukan gambaran jaringan hepar pada terapi HS memiliki bentuk sel yang
31
polihedral dengan sitoplasma berwarna merah muda. Namun sebagian nukleus masih
berwarna ungu dan berukuran besar seperti pada hepar yang diinduksi STZ. Terlihat
rongga sinusoid diantara barisan hepatosit.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4. 2 Hepatosit (a) normal perbesaran 40x (diadaptasi dari Atlas of Laboratory
Mouse Histology, 2004).31 (b) tikus kontrol negatif pada perbesaran 40x.(c) Kontrol
positif perbesaran 40x. (d) terapi HS perbesaran 40x
Pada hepar yang diinduksi STZ (gambar 4.2.c) terdapat perbedaan dengan
hepar kontrol negatif yaitu sebagian nukleus terlihat berukuran lebih besar, dan
sebagian rongga sinusoid yang tidak terlihat jelas. Sedangkan bentuk hepatosit, warna
sitoplasma, dan warna nukleus tidak ada perbedaan dengan hepar kontrol negatif
(Gambar 4.2.b). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ozgur Ozdemir dkk
(2009) yang menyatakan bahwa terdapat sebagian nukleus dengan ukuran lebih besar
dan rongga sinusoid yang tidak terlihat jelas akibat terjadinya penyempitan sinusoid
yang diduga akibat efek degeneratif STZ terhadap jaringan hepar, namun tidak sesuai
dengan penelitian oleh Muhammad Zafar dkk (2009) yang menyatakan adanya
32
perubahan lain seperti kongesti pembuluh darah porta, proliferasi duktus biliaris, dan
deposisi lipid. Perbedaan di atas kemungkinan disebabkan oleh perbedaan jarak
waktu antara pemberian STZ dengan pengambilan organ sampel . Pada penelitian ini,
nekropsi dilakukan 27 hari setelah induksi STZ, sedangkan Muhammad Zafar dkk
(2009) menemukan perubahan lain tersebut pada sampel yang memiliki rentang
waktu antara induksi STZ dan nekropsi selama 8 minggu dan 12 minggu.38,39
Sedangkan pada hepar pankreas yang telah diterapi ekstrak HS, sebagian sel
memiliki bentuk sel polihedral, nukleus besar lebih jarang ditemui, dan rongga
sinusoid yang terlihat. Kemungkinan perubahan gambaran ini disebabkan oleh efek
hepatoprotektif dari HS yang menjaga struktur jaringan hepar dan menekan efek
degeneratif akibat stress oksidatif oleh STZ. Belum dapat ditemukan penelitian lain
yang meneliti efek dari terapi HS terhadap gambaran morfologi hepar tersebut,
sehingga masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.9
33
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan pada penelitian ini, dapat disimpulkan terdapat
perubahan gambaran histopatologi pada pankreas dan hepar tikus diabetes melitus yang
diinduksi streptozotocin setelah pemberian ekstrak habbatussauda (Nigella sativa)
berupa perbaikan morfologi pada sel pulau Langerhans dan jaringan hepar.
1. Pankreas
Gambaran sebagian besar sel pulau Langerhans pada kelompok terapi HS
menunjukan perubahan yaitu bentuk nukleus menjadi bulat, dan bentuk sel
menjadi lebih jelas dan bulat.
2. Hepar
. Gambaran pada jaringan hepar pada kelompok terapi HS menunjukan perubahan,
yaitu nukleus berbentuk bulat dengan ukuran seragam dan berwarna ungu, bentuk
sel polihedral dan terlihat lebih jelas, serta sinusoid yang terlihat jelas diantara
barisan hepatosit.
5.2 Saran
1. Menganalisis fungsi organ pankreas dan hepar pada 1 minggu setelah induksi
STZ dan minggu ke-3 terapi HS.
2. Melakukan pemberian terapi HS dengan durasi yang berbeda-beda untuk
mengetahui hubungan lama terapi dengan fungsi dan gambaran histopatologik
organ.
3. Melakukan pemberian terapi HS dengan dosis yang berbeda-beda untuk
mengetahui hubungan dosis terapi dengan fungsi dan gambaran histopatologik
organ.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. International Diabetes Federation. Executive Summary: IDF Diabetes Atlas Sixth
Edition. 2013
2. Wild S, Roglic G, et al. Global Prevalence of Diabetes : Estimates for the year
2000 and projections for 2030. American Diabetes Association. 2004
3. Chen Lei, JM Dianna, et al. The Worldwide Epidemiology Of Type 2 Diabetes
Mellitus : Present and Future Perspectives. Macmillan Publishers. 2012
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI. Riset
Kesehatan Dasar. 2013.
5. Kumar V, Cotran RS, Robbin SL. Buku Ajar Patologi Edisi ke-7. Vol 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007
6. Bolzan AD, Bianchi MS. Genotoxicity of Streptozotocin. Mutat Res. 2002
7. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, et al. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 18th
Edition. New York: McGraw-Hill
Companies, Inc. 2011
8. Eleazu CO, Eleazu KC, Chukwuma S, et al. Review of the Mechanism of Cell
Death Resulting from Streptozotocin Challenge in Experimental Animals, its
Practical Use, and Potential Risk to Humans. Journal of Diabetes & Metabolic
Disorders. 12:60. 2013
9. Mollazadeh H, Hosseinzadeh H. The Protective Effect of Nigella sativa Against
Liver Injury: A Review. Iran J Basic Med Sci; 17:958-966. 2014
10. Alimohammadi S, Hobbenaghi R, et al. Protective and Antidiabetic Effects of
Extract From Nigella sativa on Blood Glucose Concentrations Against
Streptozotocin (STZ)-induced Diabetic in Rats: An Experimental Study with
Histopathological Evaluation. Diagnostic Pathology 8:137. 2013
11. Al-Bukhori MI. In: Sahi Al-Bukhari, editor. The Collection of Authentic Sayings
of Prophet Mohammad (peace be upon him), division 71 on medicine 2nd
ed.
Ankara: Hilal Yayinlari. 1976
12. American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes
Melltus; Diabetes Care Vol. 37 Sup. 1. USA: Diabetes Journal. 2014
35
13. Sudoyo Aru W, Setyohadi B, Idrus A, Marcellus SK, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2009
14. World Health Organization. Genetic and Diabetes. Unknown year
15. Gardner DG, Shoback D. Greenspan’s Basic and clinical Endocrinology. 8th
Edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2007
16. Baratawidjaja KG. Imunologi Dasar Edisi ke-11. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran FKUI. 2014
17. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Diabetes Mellitus Tipe 2
Indoonesia. 2011
18. Ahmad A, Husain A. A Review On Therapeutic Potential of Nigella sativa : A
Miracle Herb. Asian Pasific Journal of Tropical Biomedicine. 2013
19. SV Tembhurne et al. A review on therapeutic potential of Nigella sativa (kalonji)
seeds. Journal of Medicinal Plants Research ; Vol. 8(3), pp. 167-177. India. 2014
20. NE Abdelmeguid. Effect of Nigella sativa L. and Thymoquinone on
Streptozotocin-induced Cellular Damage In Pancreatic Islets of Rats. Asian
Journal Of Cell Biology. 2010
21. Benhaddou-Andaloussi A, Martineau LC, Vallerand D, Haddad Y, Afshar A,
Settaf A, et al. Multiple molecular targets underlie the antidiabetic effect of
Nigella sativa seed extract in skeletal muscle, adipocyte and liver cells. Diabetes
Obes Metab ; 12:148-57. 2010
22. Omar NM, Atia GM. Effect of Nigella sativa on pancreatic β-cell damage in
streptozotocin-induced diabetic rats: histological and immunohistochemical
study. The Egyptian Journal of Histology ; 35:106-116. 2012
23. Gani AMS, John SA. Evalution of Hepatoprotective Effect of Nigella sativa l.
International Journal Of Pharmacies and Pharmaceutical Sciences; Vol.5, Issue 4.
2013
24. Gartner, Hiatt LP, Strum JL, et al. Biologi Sel dan Histologi Edisi
ke-6.Jakarta: Binarupa Aksara Publisher. 2012.
25. Mescher LA. Junquiera’s Basic Histology Text and Atlas. 12th Edition.
NewYork: McGraw-Hill Companies, Inc. 2010
36
26. Kuehnel W. Color Atlas of Cytology, Histology, and Microscopic Anatomy. 4th
Edition. Germany: Thieme. 2002
27. Kumar GL. Kiernan JA. Education Wide : Special Stains and H & E. 2nd
Edition.
California, USA : DAKO . 2010
28. Kuntz E. Kuntz HD. Hepatology : Textbook and Atlas. 3rd
Edition. Germany :
Springer. 2008
29. Eagle PL. Cell Membrane Features. Encyclopedia of Life Science. Nature
Publishing Group.USA. 2001
30. Askary F. Efek Pemberian Ekstrak Nigella sativa Terhadap Kadar Glukosa
Darah dan Trigliserida Pada Tikus Diabetes Mellitus yang Diinduksi
Streptozotocin. Laporan Penelitian FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2014
31. Singh AS, Masuku MB. Sampling Techniques & Determination of Sample Size
in Applied Statistic Research: An Overview. Int. J. ECM 11(2): 13. 2009
32. Ahmad AJ. Histoteknik Dasar. Bagian Histologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2009
33. Suntoro H. Metode Pewarnaan: Histologi dan Histokimia. Bagian Anatomi dan
Mikroteknik Hewan Fakultas Biologi UGM. Jakarta: Bhiratara
KaryaAksara. 1983
34. Tallitsch RB, Guastaferri RS. Histology: An Identification Manual. Philadelphia:
Mosby Elsevier Chapter 12-13,16. 2009
35. Attia AA. Histological and Electron Microscopic Studies of the Effect of β-
Carotene on the Pancreas of Streptozotocin (STZ)-Induced Diabetic Rats.
Pakistan Journal of Biological Science; 12(4): 301-314. 2009
36. Hamza AJA, Omar E, et al. Nigella sativa Oil Has Significant Repairing Ability
of Damaged Pancreatic Tissue Occurs in Induced Type 1 Diabetes Mellitus.
Global Journal of Pharmacology; 7 (1): 14-19. 2013
37. Kanter M, Coskun O. Effects of Nigella sativa on Oxidative Stress and Cell
Damage in Streptozotocin-Induced Diabetic Rats. The Anatomical Record Part
A; 279A:685–691. 2004
37
38. Zafar M, Naqvi SN, et al. Altered Liver Morphology and Enzymes in
Streptozotocin Induced Diabetic Rats. Int. J. Morphol; 27(3):719-725. 2009
39. Ozdemir O, Akalin PP. Pathological Changes In The Acute Phase Of
Streptozotocin-induced Diabetic Rats. Bull Vet Inst Palawy 53; 783-790. 2009
38
LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Keterangan Tikus Sehat
Gambar 6. 1 Surat Keterangan Tikus Sehat
39
Lampiran 2
Hasil Determinasi/Identifikasi Bahan Uji
Gambar 6. 2 Hasil Determinasi Tanaman
40
Lampiran 3
Surat Pengujian Ekstrak
Gambar 6. 3 Hasil Pengujian Ekstrak
41
Lampiran 4
Gambar Proses Penelitian
Gambar 6.4 Sampel
penelitian
Gambar 6. 4 Anastesi
hewan coba
Gambar 6. 5 Pengukuran
BB
Gambar 6.7 Induksi STZ
Pada Sampel
42
(Lanjutan)
Gambar 6.9 Proses
nekropsi
Gambar 6.10 Proses
dehidrasi
Gambar 6.11 Proses
clearing
Gambar 6.12 Proses
embedding
Gambar 6.13 Proses
blocking
Gambar 6.8 Pemberian
Ekstrak Nigella
43
Gambar 6.14 Pemotongan
jaringan
Gambar 6.15 Set
pewarnaan Hematoksilin
Eosin
44
Lampiran 5
Hasil Preparat
A. Pankreas
Gambar 6.16 Pankreas
Tikus Kontrol Negatif 2
Gambar 6.17 Pankreas
Tikus Kontrol Negatif 3
Gambar 6.18 Pankreas
Tikus Kontrol Negatif 4
Gambar 6.19 Pankreas
Tikus Kontrol Negatif 5
Gambar 6.20 Pankreas
Tikus Kontrol positif 2
Gambar 6.21 Pankreas
Tikus Kontrol Positif 3
45
Gambar 6.22 Pankreas
Tikus Kontrol Positif 4
Gambar 6.23 Pankreas
Tikus Kontrol Positif 5
Gambar 6.24 Pankreas
Tikus Terapi HS 2
Gambar 6.25 Pankreas
Tikus Terapi HS 3
Gambar 6.26 Pankreas
Tikus Terapi HS 4
Gambar 6.27 Pankreas
Terapi HS 5
46
A. Hepar
Gambar 6.28 Hepar
Tikus Kontrol Negatif 2
Gambar 6.29 Hepar
Tikus Kontrol Negatif 3
Gambar 6.30 Hepar
Tikus Kontrol Negatif 4
Gambar 6.31 Hepar
Tikus Kontrol Negatif 5
Gambar 6.32 Hepar
Tikus Kontrol Positif 2
Gambar 6.33 Hepar
Tikus Kontrol Positif 3
47
Gambar 6.29 Hepar
Tikus Kontrol Positif 4
Gambar 6.30 Hepar
Tikus Kontrol Positif 5
Gambar 6.31 Hepar
Tikus Terapi HS 2
Gambar 6.32 Hepar
Tikus Terapi HS 3
Gambar 6.33 Hepar
Tikus Terapi HS 4 Gambar 6.34 Hepar
Tikus Terapi HS 5
48
Lampiran 6
Pengukuran Glukosa Darah Tikus
Pada penelitian yang dilakukan Fadel Askary tahun 2014 didapatkan hasil
glukosa darah sebagai berikut:
Tabel 6. 1 Rata-rata Glukosa Darah Tikus26
1 minggu Setelah
Diinduksi
(mg/dl)
Akhir Minggu ke-3
Perlakuan
(mg/dl)
presentase
penurunan
(%)
Kontrol
(-)
122.2 133.3 -9*
Kontrol
(+)
469.0 516.7 -10.2*
Perlakuan 487.9 348.5 28.6
*mengalami peningkatan
Sumber: Askary F. Efek Pemberian Ekstrak NS Terhadap Kadar Glukosa Darah
dan Trigliserida Pada Tikus DM yang Diinduksi STZ. 2014.
49
Lampiran 7
Riwayat Penulis
Identitas
Nama : Abdul Rasyid
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 1 Agustus 1994
Agama : Islam
Alamat : Perumahan Bukit Mas Blok C No.17,
Kelurahan Bintaro, Kecamatan Pesanggrahan,
Jakarta Selatan
e-Mail : abdulrasyid1994@yahoo.com
Riwayat Pendidikan
2000-2001 : TK Niaga Ekasari Jakarta
2001-2006 : SD Muhammadiyah 5 Jakarta
2006-2009 : SMPN 19 Jakarta
2009-2012 : SMAN 47 Jakarta
2012 - sekarang : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
top related