skripsi_sriyanti manoppo (pemanfaatab buah sukun)
Post on 25-Nov-2015
124 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
-
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sukun (Artocarpus communis) merupakan tanaman pangan
alternatif di Indonesia yang pada awalnya tanaman ini tidak banyak
ditanam orang, namun sekarang sudah cukup populer. Bentuk
buahnya yang padat mirip roti juga disukai masyarakat Barat sebagai
pengganti roti. Sukun juga menjadi salah satu sumber karbohidrat
yang potensial sebagai alternatif diversifikasi pangan, karena selain
kandungan gizi yang cukup baik, keberadaannya juga dapat
mengatasi kerawanan pangan.
Pengolahan sukun oleh masyarakat pada umumnya diolah
menjadi bermacam-macam makanan tradisional seperti gorengan
sukun, kolak, getuk sukun, keripik dan lain-lain. Selain diolah menjadi
produk jadi, sukun diolah menjadi produk setengah jadi yaitu tepung
sukun. Pemanfaatan sukun sebagai bahan baku industri pangan dapat
ditingkatkan dengan cara penggunaan teknologi yang lebih modern.
Crackers adalah salah satu produk makanan yang terbuat
dari tepung terigu. Crackers banyak ditemukan dipasaran dalam
bermacam-macam bentuk dan rasa. Seperti halnya biskuit sebagian
crackers yang ada dipasaran menggunakan bahan baku terigu dari
gandum. Akan tetapi crackers dan biskuit memiliki beberapa
perbedaan yaitu crackers tidak menggunakan telur sedangkan biskuit
menggunakan telur sebagai bahan tambahan dan sebelum dicetak
-
2
adonan crackers difermentasi sedangkan biskuit tidak difermentasi.
Selain itu, crackers menggunakan dust filling sebagai bahan pengisi
sedangkan biscuit tidak menggunakan dust filling. Tepung terigu yang
digunakan pada pembuatan crackers adalah tepung terigu lunak yang
mempunyai kandungan protein yang rendah.
Sukun dan tapioka mempunyai kandungan karbohidrat yang
cukup yang berperan penting dalam pembuatan crackers. Penelitian
ini akan mempelajari cara membuat crackers dengan kombinasi
daging sukun pregelatinisasi, tepung terigu dan tapioka. Penggunaan
sukun pada pembuatan crackers ditujukan untuk mensubtitusi
sebagian penggunaan tepung terigu yang menjadi bahan dasar
pembuatan crackers. Crackers sukun ini akan menjadi salah satu
makanan diet, karena dibandingkan beras sukun mengandung vitamin
dan mineral yang lebih lengkap tetapi memiliki kandungan kalori yang
lebih sedikit.
B. Rumusan Masalah
Belum adanya crackers yang terbuat dari kombinasi sukun
pragelatinisasi, tepung terigu dan tepung tapioka. Oleh karena itu
harus diketahui perbandingan sukun pragelatinisasi, terigu dan tapioka
untuk menghasilkan crackers yang baik.
-
3
C. Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk membuat crackers dengan
kombinasi sukun pragelatinisasi, terigu dan tapioka serta menganalisis
komponen kimia yang terkandung dalam crackers tersebut. Selain itu,
untuk mengetahui sifat fisik crackers melalui uji organoleptik sehingga
dapat diketahui tingkat kesukaan konsumen terhadap produk
crackers.
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan informasi dan
acuan bagi masyarakat, industri pangan, maupun peneliti tentang
pemanfaatan sukun dalam produk pangan serta memberi informasi
tentang formulasi sukun pragelatinisasi, tepung terigu, dan tapioka
yang terbaik pada pembuatan crackers.
-
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sukun (Artocarpus Communis)
Tanaman sukun berasal dari New Guinea, Pasifik, yang
kemudian berkembang ke Malaysia hingga Indonesia. Buah sukun
berbentuk bulat agak lonjong seperti melon. Daging buah berwarna
putih, putih kekuningan, dan kuning, tergantung jenisnya. Buah sukun
dimanfaatkan sebagai makanan tradisional dan makanan ringan. Buah
dikonsumsi setelah direbus, digoreng atau dibakar. Kandungan
karbohidrat sukun yang cukup tinggi (28,2%), berpeluang untuk diolah
menjadi tepung. Setiap 100 gram buah sukun mengandung
karbohidrat 27,12 g, kalsium 17 mg, vitamin C 29 mg, kalium 490 mg,
dan nilai energy 103 kalori. Dibandingkan dengan beras, buah sukun
mengandung mineral dan vitamin lebih lengkap. Adapun komposisi zat
gizi sukun dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini :
Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Sukun per 100 g Bahan
Zat Gizi Sukun Muda Sukun Tua Tepung Sukun
Karbohidrat (g) 9,2 28,2 78,9
Lemak (g) 0,7 0,3 0,8
Protein (g) 2,0 1,3 3,6
Vitamin B1 (mg) 0,12 0,12 0,34
Vitamin B2 (mg) 0,06 0,05 0,17
Vitamin C (mg) 21,00 17 47,6
Kalsium (mg) 59 21 58,8
Fosfor (mg) 46 59 165,2
Zat besi (mg) - 0,4 1,1
Sumber: Anonim, 2011a.
-
5
Sukun atau disebut bread fruit, cukup populer bagi masyarakat
Indonesia, selain dapat diolah menjadi berbagai macam jajanan,
antara lain tape, klepon, dan kroket. Olahan setengah jadi dapat
berupa gaplek, sawut, tepung, dan pati. Khususnya tepung sukun
dapat digunakan sebagai bahan campuran pada pembuatan roti,
bubur/jenang sumsum, mie, krupuk, dan juga dapat dimanfaatkan
untuk sayur (Anonim, 2011b).
B. Pati Sukun
Pati merupakan senyawa polisakarida yang terdiri dari
monosakarida yang berikatan melalui ikatan oksigen. Monomer dari
pati adalah glukosa yang berikatan dengan ikatan (1,4)-glikosidik,
yaitu ikatan kimia yang menggabungkan 2 molekul monosakarida
yang berikatan kovalen terhadap sesamanya. Pati merupakan zat
tepung dari karbohidrat dengan suatu polimer senyawa glukosa yang
terdiri dari dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin.
Polimer linier dari D-glukosa membentuk amilosa dengan ikatan
()-1,4-glukosa. Sedangkan polimer amilopektin adalah terbentuk dari
ikatan ()-1,4-glukosida dan membentuk cabang pada ikatan
()-1,6-glukosida. Pati dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman
yang dibentuk (disintesa) di dalam daun (plastid) dan amiloplas seperti
umbi, akar atau biji dan merupakan komponen terbesar pada
singkong, beras, sagu, jagung, kentang, talas, dan ubi jalar. Pati
sukun dibuat dari buah sukun yang sudah tua. Buah sukun dikupas
-
6
bersih dan dipotong-potong lalu diparut atau diblender. Untuk
melarutkan tepung dan memisahkannya dari ampas, tambahkan air ke
dalam hasil parutan sukun. Penyaringan bisa dilakukan berulang kali
hingga seluruh pati terlarut. Selanjutnya biarkan pati mengendap
dengan memperhatikan lapisan air di bagian atasnya. Semakin jernih
air berarti pengendapan semakin baik. Setelah air endapan dibuang,
jemur pati di bawah terik matahari sampai kering. Pati sukun yang
sudah kering dapat disimpan dalam plastic (Nopianto, 2012).
C. Tepung Sukun
Pemanfaatan tepung sukun menjadi makanan olahan
dapat mensubtitusi penggunaan tepung terigu sampai 75 %.
Kandungan karbohidrat, mineral, dan vitamin tepung sukun
cukup tinggi. Kendala dalam pembuatan tepung sukun adalah
terbentuknya warna coklat pada buah saat diolah menjadi tepung.
Untuk menghindari terbentuknya warna cokelat, bahan harus
diusahakan sedikit mungkin kontak dengan udara dengan cara
merendam buah yang telah dikupas dalam air bersih, serta
menonaktifkan enzim dengan cara dikukus. Lama pengukusan
tergantung pada jumlah bahan, berkisar antara 10-20 menit.
Tingkat ketuaan buah juga mempengaruhi warna tepung.
Buah muda menghasilkan tepung sukun yang berwarna putih
kecoklatan. Semakin tua buah, semakin putih warna tepung. Tepung
sukun mengandung 84 % karbohidrat, 9,9 % air, 2,8 % abu, 3,6 %
-
7
protein, dan 0,4 % lemak. Kandungan protein tepung sukun lebih
tinggi dibandingkan tepung ubi kayu, ubi jalar, dan tepung
pisang (Anonim, 2011a).
D. Tepung Terigu
Tepung terigu adalah tepung atau bubuk halus yang berasal
dari bulir gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan
kue, mi dan roti. Kata terigu dalam bahasa Indonesia diserap dari
bahasa Portugis, trigo, yang berarti "gandum". Tepung terigu
mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak
larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein dalam bentuk
gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang
terbuat dari bahan terigu. Tepung terigu juga berasal dari gandum,
bedanya terigu berasal dari biji gandum yang dihaluskan, sedangkan
tepung gandum utuh (whole wheat flour) berasal dari gandum beserta
kulit arinya yang ditumbuk (Anonim, 2011c).
Komponen yang dikandung oleh tepung terigu yang tidak
terdapat pada tepung yang lain adalah protein gluten. Komponen yang
dominan pada tepung terigu adalah karbohidrat. Kandungan pati pada
tepung terigu terdiri dari amilosa 25 % dan amilopektin 75 %.
Kandungan gizi tepung terigu sebagai bahan makanan dapat dilihat
pada Tabel 2:
-
8
Tabel 2. Kandungan Gizi Tepung Terigu Per 100 gram
No. Kandungan Zat Nilai
1. Air (g) 10,42
2. Protein (g) 10,69
3. Lemak (g) 1,99
4. Karbohidrat (g) 75,36
5. Serat (g) 12,7
6. Kalsium (mg) 34
7. Besi (mg) 5,37
8. Magnesium (mg) 50
9. Fosfor (mg) 402
10. Seng (mg) 3,46
11. Vitamin B2 (mg) 0,107
12. Kalori (kcal) 304
Sumber : Sutomo, 2011.
E. Tepung Tapioka
Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu bahan makanan
sumber karbohidrat (sumber energi). Ubi kayu dalam keadaan segar
tidak tahan lama. Pemasaran yang memerlukan waktu lama, ubi kayu
harus diolah dulu menjadi bentuk lain yang lebih awet, seperti gaplek,
tapioka (tepung singkong), tapai, keripik singkong dan lain-lain.
Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak
kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai
industri. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang, dan gandum
atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga
mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu
pewarna putih. Pada umumnya masyarakat kita mengenal dua jenis
tapioka, yaitu tapioka kasar dan tapioka halus. Tapioka kasar masih
mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu yang masih kasar,
sedangkan tapioka halus merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dan
-
9
tidak mengandung gumpalan lagi. Menurut (Anonim, 2010) kualitas
tapioka sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Warna Tepung; tepung tapioka yang baik berwarna putih.
2. Kandungan Air; tepung harus dijemur sampai kering benar
sehingga kandungan airnya rendah.
3. Banyaknya serat dan kotoran; usahakan agar banyaknya serat
dan kayu yang digunakan harus yang umurnya kurang
dari 1 tahun karena serat dan zat kayunya masih sedikit dan zat
patinya masih banyak.
4. Tingkat kekentalan; usahakan daya rekat tapioka tetap tinggi.
Untuk ini hindari penggunaan air yang berlebih dalam proses
produksi.
Bahan pengikat adalah bahan yang digunakan dalam industri
makanan untuk mengikat air dalam adonan. Salah satu bahan yang
digunakan sebagai pengikat adalah tepung. Fungsi bahan pengikat
adalah untuk memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkan penyusutan
akibat pemasakan, memberi warna yang terang, meningkatkan
elastisitas produk, membentuk tekstur yang padat dan menarik air dari
adonan (Aswar, 1995).
Tepung tapioka termasuk ke dalam salah satu bahan pangan
penghasil pati berfungsi sebagai bahan pengisi, pengemulsi dan
pemantap bagi makanan. Penambahan tapioka ini pada produk
makanan akan mempunyai keunggulan kualitas baik kenampakan
-
10
secara fisik, tekstur, rasa, warna, tingkat kegurihan, zat gizi ataupun
proses pengolahan yang lebih, mudah dan cepat. Dalam 100 gram
tepung tapioka mengandung nilai gizi yang dapat dilihat pada
Tabel 3:
Tabel 3. Komposisi Zat Gizi Tepung Tapioka (per 100 gram)
No. Zat gizi Jumlah
1. Kalori 363 kal
2. Air 9 g
3. Fosfor 125 g
4. Karbohidrat 88,2 g
5. Kalsium 84 g
6. Protein 1,1 g
7. Besi 1,0 g
8. Lemak 0,5 g
9. Vitamin B 0,4 g
Sumber : Djafar dkk., 2000.
F. Crackers
Biskuit crackers merupakan makanan kecil ringan yang sudah
memasyarakat dan banyak dijumpai di pasaran. Hal ini setidaknya
dapat dibuktikan dengan tersedianya biskuit crackers di hampir semua
toko yang menjual makanan kecil di perkotaan maupun hingga
warung-warung di pelosok desa. Gambaran tersebut menandakan
bahwa hampir semua lapisan masyarakat sudah terbiasa menikmati
biskuit crackers (Hendriko, 2011).
Crackers merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan
keras melalui proses fermentasi / pemeraman, berbentuk pipih yang
rasanya mengarah asin dan relatif renyah, serta bila dipatahkan
-
11
penampang potongannya berlapis-lapis. Bahan dasar dalam
pembuatan crackers adalah tepung terigu, lemak, garam, dan agen
fermentasi seperti ragi, gula dan ditambahkan air. Bahan-bahan
tambahan lain yang digunakan adalah bahan pengembang seperti
bikarbonat, susu bubuk atau skim yang dicampurkan hingga menjadi
adonan sampai homogen setelah itu dilakukan proses fermentasi
selama kurang lebih satu jam (Smith, 1972).
Bahan dasar dalam pembuatan crackers adalah tepung terigu,
lemak, garam, agen fermentasi seperti ragi, gula, proses fermentasi
dan dikombinasikan dengan menggunakan air. Bahan baku tambahan
yang lain yang digunakan adalah mencakup bahan pengembang
seperti sodium bikarbonat, susu skim yang dicampurkan
menjadi adonan sampai homogeny dan melalui proses
fermentasi (Manley, 1998).
Kadar air, kandungan protein, minyak dan kealamian pati
seluruhnya memberikan dampak pada tekstur akhir snack dan
perubahan komposisi yang dimiliki selama produksi berlangsung.
Karakteristik ini memberikan pengaruh pada beberapa faktor seperti
modifikasi komersial dan lingkungan penyimpanan, dimana
seluruhnya berada di luar kendali teknologi pembuatan snack.
Ukuran partikel, sebagai contoh dari dampak dehidrasi dan kinerja
gelatin selama proses pengolahan (Booth, 2005).
-
12
Mutu biskuit crackers ditinjau dari aspek sifat tersembunyi
(obyektif). Penilaian mutu biskuit crackers ditinjau dari aspek ini dapat
dilakukan secara laboratoris dengan analisis kimia. Syarat mutu
biscuit crackers yang telah ditetapkan oleh Departemen Perindustrian
(SNI. 01-2973-1992) dapat dilihat pada Tabel 4:
Tabel 4. Syarat Mutu Biscuit Crackers
No Kriteria Uji Satuan Klasifikasi Biscuit Crackers
1 2 3 4 5 6 7 8
Keadaan a. Bau b. Rasa c. Warna d. Tekstur Air,%,b/b Protein,%,b/b Abu,%,b/b Bahan Tambahan Makanan a. Pewarna b. Pemanis Cemaran logam a. Tembaga (Cu),mg/kg b. Timbal (Pb), mg/kg c. Seng (Zn),mg/kg d. Raksa (Hg), mg/kg Arsen (As), mg/kg Cemaran mikroba a. Angka lempeng total b. Coliform c. E. Coli d. Kapang
Normal Normal Normal Normal Maks.5 Min.8 Maks.2 Tidak boleh ada Tidak boleh ada Maks 10,0 Maks 1,0 Maks 40,0 Maks 0,05 Maks 0,5 Maks 1,0x106 Maks 20
-
13
G. Bahan Tambahan
a. Gula
Gula yang digunakan dalam pembuatan biscuit crackers
adalah gula halus agar mudah larut dan hancur dalam adonan.
Pada pembuatan biscuit crackers gula yang ditambahkan hanya
sedikit yang berfungsi untuk menghasilkan warna kecokelatan
yang menarik pada permukaan produk dan menjadi makanan ragi.
Gula dalam rate of fermentation (nilai peragian) dapat
mempercepat proses peragian adonan yaitu sebagai sumber
energi bagi kegiatan ragi sehingga adonan akan cepat
mengembang (Kartika, 1988).
Fungsi gula dalam pembuatan kue kering sebagai bahan
pemanis, jenis dan jumlah gula yang digunakan memberikan
pengaruh terhadap tekstur dan warna kue kering. Kadar gula yang
tinggi dapat menyebabkan adonan keras dan regas (mudah
patah), daya lekat adonan tinggi, adonan kuat dan setelah
dipanggang bentuk kue kering menyebar (Winarno, 2004).
b. Susu Skim
Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah
krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim
mengandung semua zat makanan dari susu kecuali
lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak.
Susu skim dapat digunakan oleh orang yang menginginkan
-
14
nilai kalori rendah di dalam makanannya, karena susu
skim hanya mengandung 55% dari seluruh energi
susu (Buckle dkk, 2009).
Susu yang digunakan adalah susu skim/susu bubuk.
Fungsi susu dalam pembuatan biscuit crackers yaitu menambah
nilai gizi, menambah rasa dan aroma. Susu harus memiliki butiran
halus, aroma harum khas susu, tidak apek, bersih dari kotoran,
warna sesuai dengan aslinya dan tidak menggumpal. Susu yang
berkualits baik akan menghasilkan produk biscuit yang bergizi
tinggi dengan aroma dan rasa yang gurih dan
harum (Smith, 1972).
c. Mentega Putih (Shortening)
Mentega putih (Shortening/Compound fat) adalah lemak
padat yang mempunyai sifat plastis dan kestabilan tertentu dan
umumnya berwarna putih. Pada umumnya sebagian besar
mentega putih dibuat dari minyak nabati seperti minyak biji kapas,
minyak kacang kedelai, minyak kacang tanah dan lain-lain. Bahan
ini diperoleh dari hasil pencampuran dua atau lebih lemak, atau
dengan cara dehidrogenasi. Mentega putih ini banyak digunakan
dalam pembuatan cake dan kue yang dipanggang. Fungsinya
adalah untuk memperbaiki cita rasa, struktur, tekstur, keempukan
dan memperbesar volume kue (Winarno, 2004).
-
15
Mentega putih banyak digunakan dalam bahan pangan,
terutama pada pembuatan kue dan roti yang dipanggang.
Fungsi mentega putih dalam bahan pangan khususnya dalam
kue dan roti yaitu memberikan cita rasa gurih dalam bahan
pangan berlemak dan mengempukan tekstur kue karena
mentega putih mengandung shortening. Penggunaan mentega
membuat biscuit crackers lebih gurih dan aroma lebih
enak (Utama, 2011).
d. Sodium Bikarbonat
Bahan pengembang adalah bahan tambahan pangan yang
digunakan dalam pembuatan roti dan kue yang berfungsi untuk
mengembangkan adonan supaya adonan menggelembung,
bertambah volumenya, demikian juga pada saat adonan
dipanggang dapat lebih mengembang. Jika bahan pengembang
dicampurkan ke dalam adonan maka akan terbentuk gas
karbondioksida, gas inilah yang kemudian terperangkap di dalam
gluten (komponen protein yang ada dalam tepung terigu) sehingga
adonan menjadi mengembang karena gas yang dihasilkan
semakin lama akan semakin banyak. Bahan yang biasa digunakan
yang pertama disebut sebagai baking soda, yang disebut pula
dengan nama soda kue, yang isi sebetulnya adalah bahan kimia
yang bernama sodium bikarbonat (Salma, 2008).
-
16
e. Ragi
Biskuit crackers dibuat dari adonan kuat melalui tahapan
proses fermentasi atau pemeraman, sehingga ada satu bahan
vital yang tidak boleh tertinggal yaitu ragi/yeast. Jenis ragi yang
digunakan dalam pembutan biskuit crackers adalah instant dry
yeast/ragi kering dengan ciri : mengandung kadar air sekitar 7,5%,
daya tahan baik terhadap keadaan penyimpanan yang buruk,
berbentuk bubuk dan langsung dapat dicampurkan pada adonan.
Fungsi ragi dalam pembuatan biscuit crackers yaitu sebagai
pembentuk gas dalam adonan sehingga adonan mengembang,
memperkuat gluten, menambah rasa dan aroma. Pada saat
adonan diistirahatkan, ragi tumbuh baik pada kondisi lembab dan
sedikit udara sehingga pada waktu diistirahatkan adonan harus
ditutup rapat (Kartika, 1988).
Ragi atau fermen merupakan zat yang menyebabkan
fermentasi. Ragi biasanya mengandung mikroorganisme yang
melakukan fermentasi dan media biakan bagi mikroorganisme
tersebut. Media biakan ini dapat berbentuk butiran-butiran kecil
atau cairan nutrient (Anonim, 2011f).
f. Garam
Garam (natrium klorida) merupakan suatu zat asam basa
yang digunakan dalam makanan sebagai pemberi rasa asin.
Natrium dan klorida dapat membantu tekanan osmosik disamping
-
17
juga membantu keseimbangan asam dan basa. Natrium sendiri
mempunyai reaksi alkalis, sedangkan klorida mempunyai reaksi
asam. Natrium, klor,kalsium, magnesium, belerang dan air
merupakan unsur-unsur mineral. Garam biasa terdapat secara
alamiah dalam bahan makanan atau ditambahkan pada
waktu pengolahan dan penyajian makanan. Penggunaan garam
dianjurkan tidak terlalu banyak karena akan
menyebabkan terjadinya penggumpalan dan rasa produk
terlalu asin (Winarno, 2004).
Garam memiliki peranan penting untuk memberikan rasa
pada makanan, karena tanpa garam makanan akan terasa
hambar dan dalam teknologi makanan, garam juga dapat
membantu memperpanjang daya simpan bahan. Fungsi utama
garam adalah sebagai penyedap rasa (Djuarni dkk., 1985).
H. Aspek Pengolahan
a. Fermentasi
Tujuan fermentasi adalah untuk proses pematangan
adonan, sehingga adonan mudah ditangani dan dapat
menghasilkan produk bermutu baik. Selain itu, fermentasi
berperan dalam pembentukan cita rasa crackers. Hal yang
terpenting dalam melakukan fermentasi adalah membuat kondisi
lingkungan suhu dan kelembapan ideal untuk berkembangnya ragi
dalam adonan crackers. Adonan biasanya difermentasi pada
-
18
suhu 27-30oC dengan kelembapan 75-80%. Fermentasi dapat
dilakukan diatas meja dan ditutup dengan plastik yang terlebih
dahulu diolesi margarine dan dimasukkan ruang terkontrol. Lama
fermentasi biasanya 10-15 menit (Fardiaz, 1989).
b. Pemanggangan
Pemanggangan merupakan salah satu proses pengolahan
pangan yang menggunakan media panas dalam upaya
pemasakan dan pengeringan bahan pangan. Pemangganan juga
memberikan efek pengawetan karena terjadi inaktivasi mikroba
dan enzim serta penurunan Aw (aktivitas air). Proses
pemanggangan menyebabkan perubahan warna, tekstur, aroma
dan rasa dari bahan (Anonim, 2012).
Reaksi pencoklatan yang terjadi antara gula reduksi dengan
asam amino disebut dengan reaksi Maillard. Reaksi tersebut
menghasilkan perubahan warna dan aroma dan merupakan
indikator untuk suatu proses pemanasan bahan pangan misalnya
pada pemanggangan roti, penggorengan daging, penyangraian
kopi dan kakao (Schwedt, 2005).
Reaksi-reaksi antara karbohidrat, khususnya gula
pereduksi dengan gugus amina primer, disebut reaksi Maillard.
Hasil reaksi tersebut menghasilkan bahan pangan berwarna
cokelat yang sering dikehendaki dalam pembuatan roti/kue agar
menarik warnanya (Winarno, 2004).
-
19
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2012,
bertempat di Laboratorium Analisa dan Pengawasan Mutu dan
Laboratorium Pengolahan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi
Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah pisau,
baskom, baki, sendok, ayakan halus 80 mesh, talenan, alat
penggiling, timbangan analitik, erlenmeyer 250 ml, pipet volume 10 ml,
blower, penangas, panci, autoklaf, mixer, oven, tabung reaksi,
Bunsen, pH meter, dan labu khejdhal.
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sukun
yang diperoleh dari Pasar Terong, air bersih, tepung tapioka, tepung
terigu, aquadest, aluminium foil, tissue rol, kertas label, susu skim,
gula pasir, lemak, ragi instant, garam, sodium bikarbonat, asam cuka,
H2SO4, NaOH, HCl.
-
20
C. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dilaksanakan dalam dua tahapan yaitu:
1. Penelitian Pendahuluan
Tahap ini terdiri dari pembuatan tepung sukun dan sukun
pregelatinisasi serta untuk mengetahui formulasi sukun
pragelatinisasi, tepung tapioka, dan tepung terigu yang baik
sehingga menghasilkan crackers yang disukai panelis. Pada
penelitian pendahuluan ini dapat diketahui bahwa penggunaan
tepung sukun menyebabkan crackers menjadi keras sedangkan
crackers yang menggunakan sukun pregelatinisasi crackers yang
dihasilkan lebih renyah dan disukai panelis. Sehingga hasil
penelitian pendahuluan ini diperoleh formulasi dengan 3 perlakuan,
yaitu A1 = Sukun pragelatinisasi (60 %) : Tepung Terigu (25 %) :
Tapioka (15 %), A2 = Sukun pragelatinisasi (50 %) : Tepung
Terigu (30 %) : Tapioka (20 %), A3 = Sukun pragelatinisasi (40 %):
Tepung Terigu (35 %) : Tapioka (25 %). Formulasi diatas
memberikan adonan yang dapat dibentuk dan renyah setelah
dipanggang.
a. Prosedur Pembuatan Tepung Sukun dan Sukun Pragelatinisasi
Sukun yang digunakan untuk pembuatan tepung sukun
dan sukun pregelatinisasi adalah sukun yang sudah tua agar
tepung yang dihasilkan berwarna putih. Pembuatan sukun
pregelatinisasi dan tepung sukun dilakukan dengan cara kulit
-
21
buah sukun dikupas dan dibuang bagian hatinya lalu direndam
dalam larutan Natrium metabisulfit, kemudian diblansir
selama 5 menit. Daging buah sukun yang sudah diblansir
dibagi menjadi 2 bagian untuk dibuat menjadi sukun
pregelatinisasi dan untuk dibuat tepung sukun. Pembuatan
sukun pragelatinisasi dilakukan dengan cara dikukus/pramasak
selama 10 menit pada suhu 100oC lalu daging buah sukun
pramasak dihaluskan dengan blender agar menjadi seperti
adonan yang akan digunakan untuk pembuatan crackers.
Pembuatan tepung sukun setelah diblansir dilanjutkan dengan
pengirisan tipis-tipis, dikeringkan dalam mesin pengering pada
suhu 60oC selama 10 jam. Hasil pengeringan dihancurkan
dengan grinder sampai halus lalu diayak hingga menghasilkan
sukun 80 mesh.
-
22
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Tepung Sukun dan Sukun Pragelatinisasi
Sukun
Dikupas Kulit dan Dibuang bagian bonggolnya
Diblansir selama 5 menit
Direndam dalam larutan Natrium Metabisulfit
Diiris tipis-tipis
Pengeringan (Suhu 60oC)
Penggilingan / Penepungan
Pengayakan (Ukuran 80 mesh)
Tepung Sukun
Dikukus daging buah sukun selama 10 menit
Dihaluskan dengan blender
Sukun Pragelatinisasi
-
23
2. Penelitian Utama
Penelitian utama ini bertujuan untuk mengetahui kadar air,
kadar protein, kadar lemak, dan uji organoleptik terhadap tingkat
kesukaan panelis terhadap formulasi tepung sukun, tapioka, dan
tepung terigu yang dikombinasikan pada crackers.
a. Prosedur Pembuatan Crackers
Pembuatan crackers diawali dengan pencampuran
semua bahan sampai homogen seperti sukun pragelatinisasi,
tapioka, tepung terigu serta bahan tambahan lainnya
(lemak 13 gr, ragi 2 gr, sodium bikarbonat 0,25 gr, gula 2 gr,
garam 1,50 gr, susu skim 6 gr, air bersih 10 ml), selanjutnya
dibentuk menjadi adonan dan difermentasi selama 1 jam.
Adonan yang sudah difermentasi dipipihkan membentuk
lembaran dengan tebal 4 mm. Setengah lembaran tersebut
ditabur bahan pengisi (dust filling) seperti tepung
sukun 25 gr, garam 0,50 gr dan sodium bikarbonat 0,50 gr.
Bagian yang tidak diberi bahan pengisi dilipat menutup
setengah bagian lembaran, setelah itu adonan dicetak dengan
ukuran panjang 5 cm dan 3 cm. Dipanggang dalam oven pada
suhu 110oC selama 20 menit.
-
24
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Crackers dengan Sukun Pragelatinisasi
Pencampuran Adonan
Fermentasi Selama 1 Jam 30
oC
Dipipihkan Membentuk Lembaran
Setengah Lembaran Ditambahkan Dust Filling
Bagian yang Tidak Diberi Dust Filling Dilipat Menutup Setengah Bagian Lembaran
Dicetak
Dipanggang pada Suhu 110oC selama 20 Menit
A1 = Sukun pragelatinisasi (60 %) : Tepung Terigu (25 %) : Tapioka (15 %)
A2 = Sukun pragelatinisasi (50 %) : Tepung Terigu (30 %) : Tapioka (20 %)
A3 = Sukun pragelatinisasi (40 %) : Tepung Terigu (35 %) : Tapioka (25 %)
Lemak 13 gr, Ragi 2 gr,
S.bikarbonat 0,25 gr,
Gula 2 gr, Garam 1,50 gr, Susu skim 6 gr, Air bersih 10 ml
Tepung Sukun 25 gr, Garam 0,50 gr dan
Sodium bikarbonat
0,50 gr.
Crackers
Analisa Kimia :
Kadar air, Kadar protein, Uji organoleptik
(warna, aroma,
tekstur dan rasa)
-
25
b. Perlakuan Penelitian
Perlakuan pembuatan adonan pada penelitian ini terdiri
atas tiga perlakuan yaitu sebagai berikut :
A1 = Sukun pragelatinisasi (60 %) : Tepung Terigu (25 %) :
Tepung Tapioka (15 %)
A2 = Sukun pragelatinisasi (50 %) : Tepung Terigu (30 %) :
Tepung Tapioka (20 %)
A3 = Sukun pragelatinisasi (40 %) : Tepung Terigu (35 %) :
Tepung Tapioka (25 %)
D. Parameter Pengamatan
1. Komponen kimia utama yang diamati adalah kadar air dan kadar
protein.
2. Komponen sifat sensori atau organoleptik meliputi rasa, warna,
aroma, dan tekstur.
E. Metode Analisa
a. Kadar Air (Sudarmadji dkk, 1984)
Bahan yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 2 gram
kemudian dimasukkan ke dalam cawan (porselen) yang telah
diketahui beratnya. Setelah itu bahan dikeringkan dalam oven
suhu 100-105oC selama 3-5 jam, selanjutnya didinginkan dalam
desikator dan ditimbang. Bahan kemudian dikeringkan lagi dalam
-
26
oven selama 30 menit, didinginkan dalam desikator dan kemudian
ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan.
Perhitungan kadar air bahan dilakukan sebagai berikut :
% Kadar Air =
b. Kadar Protein (Sudarmadji dkk, 1984)
Sejumlah kecil contoh ditimbang kurang lebih 0,5 gram dan
dimasukkan kedalam labu khjedal 100 ml kemudian ditambahkan
kurang lebih 1 gram selenium dan 10 ml H2SO4 pekat (teknis).
Labu khjedhal bersama isinya digoyangkan sampai semua contoh
terbasahi dengan H2SO4. Kemudian didekstruksi dalam lemari
asam sampai jernih dan dibiarkan dingin kemudian tuang ke
dalam labu ukur 100 ml dan dibilas dengan air suling. Setelah itu
dibiarkan dingin kemudian diimpitkan tanda garis dengan air
suling.
Disiapkan labu yang terdiri dari 10 ml H3BO3 2 % + 4 tetes
larutan indicator campuran dalam Erlenmeyer 100 ml. dipipet 5 ml
larutan NaOH 30% dan 100 ml air suling kemudian disuling hingga
volume penampung menjadi lebih kurang 50 ml. setelah itu dibilas
ujung penyuling dengan air suling kemudian penampung bersama
isinya dititrasi dengan larutan HCl atau H2SO4 0,0222 N
-
27
Kadar protein =
Dimana : V1 = volume titrasi contoh
N = Normaliter larutan HCl atau H2SO4 0,0222 N
P = Faktor pengenceran = 100/5
c. Uji Organoleptik (Rampengan dkk, 1985)
Uji organoleptik yang dilakukan meliputi rasa, aroma dan
tekstur dengan menggunakan 15 panelis semi terlatih. Bahan
disajikan secara acak dengan kode tertentu. Pengujian merupakan
uji kesukaan secara uji hedonik dengan skala 1-5 yaitu : (5) sangat
suka, (4) suka, (3) agak suka, (2) tidak suka, (1) sangat tidak suka.
d. Rancangan Percobaan
Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah dengan
menggunakan metode deskriptif kuantitatif berdasarkan data hasil
pengamatan parameter pengujian dengan tiga kali ulangan.
-
28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui
penggunaan tepung sukun kering dan sukun pramasak atau
pragelatinisasi pada pembuatan crackers. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa crackers yang terbuat dari sukun pregelatinisasi
lebih renyah dibandingkan dengan crackers dari tepung sukun kering.
Penelitian ini dilanjutkan dengan menggunakan sukun pregelatinisasi
dengan tiga formulasi terbaik yaitu A1=Sukun pragelatinisasi
(60 %):Tepung Terigu (25 %):Tapioka (15 %), A2=Sukun
pragelatinisasi (50 %): Tepung Terigu (30 %):Tapioka (20 %),
A3=Sukun pragelatinisasi (40 %):Tepung Terigu (35 %):Tapioka
(25 %). Formulasi diatas memberikan adonan yang dapat dibentuk
dan renyah setelah dipanggang.
B. Penelitian Utama
1. Kadar Air
Setiap bahan pangan mengandung air dalam jumlah yang
berbeda-beda. Analisa kadar air dilakukan untuk mengetahui
jumlah air yang terkandung dalam crackers. Jumlah kadar air
dalam crackers pada Gambar 3 di bawah ini berkisar
antara 4,74%-5,2%. Kadar air crackers berdasarkan Standar
Nasional Indonesia yaitu maksimal 5%.
-
29
Gambar 3. Pengaruh Perbandingan Sukun Pragelatinisasi, Terigu dan Tapioka terhadap Kadar Air Crackers
Hasil analisa kadar air crackers seperti yang terlihat pada
Gambar 3 menunjukkan bahwa kadar air terendah diperoleh pada
perlakuan dengan perbandingan sukun pragelatinisasi 40%,
terigu 35% dan tapioka 25% dengan nilai 4,74%. Sedangkan pada
perbandingan sukun pragelatinisasi 60%, terigu 25% dan
tapioka 15% nilai kadar air yang diperoleh adalah 5,2% dan
perbandingan sukun pragelatinisasi 50%, terigu 30% dan
tapioka 20% nilai kadar air yang diperoleh yaitu 5,32%.
Hal tersebut disebabkan oleh penggunaan tepung terigu dan
tapioka yang berbeda-beda pada setiap perlakuan. Tepung terigu
dan tapioka mengandung pati sehingga dapat menyerap air.
Selain itu, konsentrasi tepung yang digunakan dapat
mempengaruhi tinggi rendahnya air suatu produk. Hal ini sesuai
dengan pendapat Aswar (1995), bahwa fungsi bahan pengikat
5.2 5.32
4.74
0
1
2
3
4
5
6
Kad
ar A
ir (
%)
Perbandingan Sukun Pragelatinisasi : Tepung Terigu : Tapioka (%)
60:25:15 50:30:20 40:35:25
-
30
seperti tepung adalah untuk memperbaiki stabilitas emulsi,
menurunkan penyusutan akibat pemasakan, memberi warna yang
terang, meningkatkan elastisitas produk, membentuk tekstur yang
padat dan menarik air dari adonan.
2. Kadar Protein
Kandungan protein pada setiap bahan pangan mempunyai
perananan penting sebagai zat pembangun dan pengatur dalam
tubuh manusia. Hasil analisa kadar protein dalam crackers pada
Gambar 4 di bawah ini berkisar antara 5,99%-6,29%.
Gambar 4. Pengaruh Perbandingan Sukun Pragelatinisasi, Terigu dan Tapioka terhadap Kadar Protein Crackers
Hasil uji kadar protein pada crackers dapat dilihat pada
Gambar 4 yang menunjukkan bahwa pada perlakuan dengan
perbandingan sukun pragelatinisasi 40%, terigu 35% dan
tapioka 25% mempunyai kadar protein lebih tinggi yaitu 6,29%.
5.99 6.13 6.29
0
1
2
3
4
5
6
7
Kad
ar P
rote
in (
%)
Perbandingan Sukun Pragelatinisasi : Tepung Terigu : Tapioka (%)
60:25:15 50:30:20 40:35:25
-
31
Sedangkan kadar protein terendah terdapat pada perlakuan
dengan perbandingan sukun pragelatinisasi 60%, terigu 25% dan
tapioka 15%. Perbedaan ini disebabkan oleh penggunaan tepung
terigu yang berbeda-beda pada setiap perlakuan. Tepung terigu
mengandung protein yang lebih banyak dibandingkan tapioka dan
sukun. Selain itu, penambahan mentega dan susu skim yang
merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi.
Pernyataan tersebut didukung oleh Anonim (2011d), bahwa
komponen yang dikandung oleh tepung terigu yang tidak terdapat
pada tepung yang lain adalah protein gluten.
3. Uji Organoleptik
a. Warna
Warna crackers dapat dilihat setelah proses
pemanggangan selama 20 menit. Pada saat pemanggangan
terjadi reaksi browning atau pencoklatan. Hasil uji oranoleptik
warna crackers setelah pemanggangan dapat dilihat pada
Gambar 5. Warna crackers pada perlakuan dengan kombinasi
sukun pragelatinisasi 40%, terigu 35% dan tapioka 25% dan
perlakuan dengan kombinasi sukun pragelatinisasi 50%,
terigu 30% dan tapioka 20% disukai oleh panelis. Sedangkan
perlakuan dengan kombinasi sukun pragelatinisasi 60%,
terigu 25% dan tapioka 15% memperoleh skor 3,29% yang
artinya agak disukai panelis.
-
32
Gambar 5. Pengaruh Perbandingan Sukun Pragelatinisasi, Terigu dan Tapioka terhadap Warna Crackers
Proses pemanggangan mempengaruhi warna crackers
karena pada saat pemanasan tersebut terjadi reaksi browning
non enzimatis yaitu reaksi Maillard. Perbedaan warna crackers
dikarenakan penambahan terigu yang berbeda-beda pada
setiap perlakuan. Penggunaan tepung terigu mempengaruhi
warna crackers. Tepung terigu mengandung protein sebagai
sumber asam amino yang akan bereaksi dengan gula
pereduksi pada saat pemanggangan sehingga menghasilkan
warna kuning kecoklatan pada crackers. Hal ini didukung oleh
Anonim (2011d) bahwa komponen yang dikandung oleh tepung
terigu yang tidak terdapat pada tepung yang lain adalah protein
gluten sebanyak 10,69 gram per 100 gram. Selain itu,
pernyataan lain didukung oleh Schwedt (2005), bahwa reaksi
pencokelatan yang terjadi antara gula reduksi dengan asam
3.29
3.78 3.99
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
War
na
(Sko
r)
Perbandingan Sukun Pragelatinisasi : Tepung Terigu : Tapioka (%)
40:35:25 50:30:20 60:25:15
-
33
amino disebut dengan reaksi Maillard. Reaksi tersebut dapat
menghasilkan perubahan warna dan aroma dan merupakan
indikator untuk suatu proses pemanasan bahan pangan.
b. Aroma
Aroma suatu produk makanan menentukan kualitas dan
tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Aroma
produk crackers dipengaruhi oleh penambahan bahan
tambahan seperti gula dan susu skim. Hasil uji organoleptik
aroma crackers setelah pemanggangan dapat dilihat pada
Gambar 6. Respon panelis terhadap aroma crackers
menunjukkan nilai yang berkisar antara 3,71%-3,78% yang
artinya disukai panelis.
Gambar 6. Pengaruh Perbandingan Sukun Pragelatinisasi, Terigu dan Tapioka terhadap Aroma Crackers
3.71 3.76 3.78
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
Aro
ma
(Sko
r)
Perbandingan Sukun Pragelatinisasi : Tepung Terigu : Tapioka (%)
60:25:15 50:30:20 40:35:25
-
34
Kesukaan panelis terhadap aroma crackers ini
disebabkan penggunaan tepung terigu yang mengandung
protein lebih banyak dibandingkan tapioka dan sukun. Selain
itu, penambahan gula, lemak dan susu skim akan membentuk
aroma khas pada crackers. Pada saat pemanggangan terjadi
reaksi antara gula pereduksi dengan asam amino yang berasal
dari protein yang terkandung dalam tepung terigu dan bahan
tambahan lainnya sehingga terbentuk aroma, dan adanya
penambahan susu skim dan lemak yang dapat meningkatkan
aroma crackers. Pernyataan tersebut didukung oleh
Schwedt (2005), bahwa reaksi pencokelatan yang terjadi antara
gula reduksi dengan asam amino disebut dengan reaksi
Maillard. Reaksi tersebut dapat menghasilkan perubahan warna
dan aroma dan merupakan indikator untuk suatu proses
pemanasan bahan pangan. Hal yang sama juga didukung oleh
pendapat (Smith, 1972), bahwa susu yang digunakan adalah
susu skim/susu bubuk. Fungsi susu dalam pembuatan biscuit
crackers yaitu menambah nilai gizi, menambah rasa dan
aroma. Pernyataan lainnya didukung oleh (Anonim, 2011f),
bahwa penggunaan mentega membuat biscuit crackers lebih
gurih dan aroma lebih enak.
-
35
c. Tekstur
Kelayakan suatu produk makanan selain dari segi rasa,
warna dan aroma dapat ditentukan juga oleh tekstur produk
tersebut. Pada produk makanan seperti crackers umumnya
teksturnya renyah dan bila dipotong penampang potongannya
berlapis-lapis. Hasil uji tekstur crackers dapat dilihat pada
Gambar 7 yang menunjukkan bahwa perlakuan sukun
pragelatinisasi 40%, terigu 35%, tapioka 25% memperoleh
skor 4,11% dan sukun pragelatinisasi 50%, terigu 30%,
tapioka 20% dengan skor 3,58% yang masing-masing disukai
oleh panelis. Sedangkan pada perlakuan sukun
pragelatinisasi 60%, terigu 25% dan tapioka 15% memperoleh
skor 3,31% yang artinya agak disukai panelis.
Gambar 7. Pengaruh Perbandingan Sukun Pragelatinisasi, Terigu dan Tapioka terhadap Tekstur Crackers
3.31 3.58
4.11
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
Teks
tur
(Sko
r)
Perbandingan Sukun Pragelatinisasi : Tepung Terigu : Tapioka (%)
40:35:25 60:25:15 50:30:20
-
36
Uji tekstur menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai
crackers dengan skor 4,11% dan 3,58%. Hal ini dikarenakan
penggunaan tepung tapioka yang mengandung amilopektin
lebih banyak dibandingkan perlakuan dengan skor 3,31%
sehingga memperbaiki tekstur crackers. Amilopektin berfungsi
memberikan sifat renyah dan garing pada crackers.
Penambahan gula dan mentega putih juga memberikan
pengaruh terhadap tekstur produk crackers. Hal ini sesuai
dengan pendapat Djafar dkk (2000) bahwa dengan
penambahan tapioka ini maka produk makanan akan
mempunyai keunggulan kualitas baik kenampakan secara fisik,
tekstur, rasa, warna, tingkat kegurihan, zat gizi ataupun proses
pengolahan yang lebih, mudah dan cepat. Pernyataan lainnya
didukung oleh pendapat Winarno (2004), bahwa kadar gula
yang tinggi dapat menyebabkan adonan keras dan regas
(mudah patah), daya lekat adonan tinggi, adonan kuat dan
setelah dipanggang bentuk kue kering menyebar dan mentega
putih yang fungsinya adalah untuk memperbaiki cita rasa,
struktur, tekstur, keempukan dan memperbesar volume kue.
d. Rasa
Rasa produk crackers ditentukan dari hasil uji
organoleptik terhada panelis. Uji rasa crackers ini melibatkan
panca indera lidah, sehingga dapat diketahui tingkat
-
37
kesukaan konsumen terhadap rasa produk crackers. Hasil uji
organoleptik terhadap rasa crackers dapat dilihat pada
Gambar 8 menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap rasa
crackers berkisar antara 3,58%-4,02%. Masing-masing
perlakuan disukai oleh panelis.
Gambar 8. Pengaruh Perbandingan Sukun Pragelatinisasi, Terigu dan Tapioka terhadap Rasa Crackers
Kesukaan panelis terhada rasa crackers sangat
dipengaruhi oleh penambahan bahan tambahan seperti
mentega putih, susu skim dan garam. Penambahan mentega
putih dapat meningkatkan cita rasa pada suatu produk pangan.
Selain itu, susu skim juga memberikan rasa susu yang khas
pada crackers sehingga disukai panelis serta penambahan
garam yang memberikan rasa asin pada crackers. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Winarno (2004), bahwa mentega
putih ini banyak digunakan dalam pembuatan cake dan kue
yang dipanggang. Fungsinya adalah untuk memperbaiki cita
3.58 4.02 3.91
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
Ras
a (S
kor)
Perbandingan Sukun Pragelatinisasi : Tepung Terigu : Tapioka (%)
50:30:20 40:35:25 60:25:15
-
38
rasa, struktur, tekstur, keempukan dan memperbesar volume
kue. Pernyataan yang sama juga didukung oleh Smith (1972),
bahwa fungsi susu dalam pembuatan biscuit crackers yaitu
menambah nilai gizi, menambah rasa dan aroma. Susu skim
memberikan cita rasa susu yang digemari oleh panelis. Selain
itu, pendapat yang sama juga didukung oleh Winarno (2004),
bahwa garam (natrium klorida) merupakan suatu zat asam
basa yang digunakan dalam makanan sebagai pemberi
rasa asin.
-
39
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Perlakuan terbaik berdasarkan uji kadar air dan organoletik (warna,
aroma, tekstur dan rasa), namun kadar proteinnya 6,29% (belum
sesuai standar SNI minimal 8%) yaitu perlakuan dengan kombinasi
sukun pragelatinisasi 40%, tepung terigu 35% dan tapioka 25%.
2. Produk crackers yang terbuat dari sukun pragelatinisasi memiliki
tekstur yang renyah dan mudah patah dibandingkan crackers yang
menggunakan tepung sukun kering yang menghasilkan crackers
yang keras.
B. Saran
Sebaiknya pada penelitian selanjutnya dilakukan penambahan
tepung tempe atau sumber protein lainnya untuk menambah nilai
gizi crackers.
-
40
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010. Tepung Tapioka. http://www.warintek.ristek.go.id/tepungtapioka.pdf. Akses Tanggal 5 Oktober 2011, Makassar
Anonim, 2011a. Pembuatan Tepung Sukun. http://www.google.co.id/pust
aka.litbang.deptan.go.id%2Fpublikasi%2Fwr252037.pdf. Akses Tanggal 5 Oktober 2011, Makassar
Anonim, 2011b. Produk Hasil Olahan Sukun. http://dapurpengolahan.blo
gspot.com/2011/01/produk-hasil-olahan-sukun.html. Akses Tanggal 5 Oktober 2011, Makassar
Anonim, 2011c. Tepung Terigu. http://23398tepungterigu.htm.Akses Tang
gal 5 Oktober 2011, Makassar Anonim, 2012. Pemanggangan. http://www.halalguide.info/2009/03/03/sh
ortening-si-lemak-putih/ Akses Tanggal 5 Oktober 2011, Makassar Aswar. 1995. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Nila Merah
(Oreochromis sp.). Skripsi Jurusan Teknologi Hasil perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Booth, R., Gordon. 2005. Snack Food. Van Nostrand Reinhold, New
York. Buckle, K.A., R.A. Edwards, G. H. Fleet and M. Wootton. 2009. Food
Science. Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono dalam Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Djafar, Titek. F, Siiti Rahayu dan Rob Mudjisihono. 2000. Teknologi
Pengolahan Sagu. Kanisius, Yogyakarta. Djuarni, N., Silvana M.D., Yohannes dan Rumawa Maukar. 1985. Tata
Laksana Makanan. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Indonesia Timur, Ujung Pandang.
Fardiaz, D., Anton A., Ni Luh P., Sedarnawati Y., Slamet B. 1989.
Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hendriko. 2011. Biscuit Crackers. http://Biscuit Crackers Substitusi
Tepung Tempe Kedelai Sebagai Alternatif Makanan Kecil Bergizi Tinggi _ Free Download Ebook.htm. Akses Tanggal 5 Oktober 2011, Makassar.
-
41
Kartika, B. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta : UGM.
Manley Duncan, Technology of Biscuits, Crackers and Cookies,
Woodhead Publishing Limited, Third Edition, Chapter 3, Savoury or Snack Crackers, New York, NY, pp 247-248, 1998.
Nopianto, E. 2009. Pati. http://eckonopianto.blogspot.com/2009/04/pati.ht
ml. Akses Tanggal 1 Agustus 2012, Makassar. Rampengan, V.J. Pontoh dan D.T. Sembel. 1985. Dasar-dasar
Pengawasn Mutu Pangan. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung Pandang.
Salma, L. 2008. Titik Kritis kehalalan bahan pembuat produk
bakery dan Kue. http://lindasalma.multiply.com/journal/item/24?&itemid=24&view:replies=reverse. Akses Tanggal 5 Oktober 2011, Makassar.
Schwedt, G. 2005. Taschenatlas der Lebensmittelchemie. WILEY-VECH
Verlag, Weinheim. Smith. W. H. 1972. Biscuit, Crackers and Cookies Technology
Production and Management. London : Aplied Science Publisher : LTD.
Standar Nasional Indonesia. 1992. Syarat Mutu Biscuit. Departemen
Perinduustrian RI. Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi, 1996. Analisa Bahan Makanan
dan Pertanian. Liberty Yogyakarta Bekerjasama dengan Pusat Antar Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sutomo, B. 2011. Memilih Tepung Terigu. http://budiboga.blogspot.com/
2006/05/memilih-tepung-terigu-yang-benar-untuk.html. Akses Tanggal 5 Oktober 2011, Makassar.
Utama, H. 2011. Shortening. http://www.halalguide.info/2009/03/03/short
ening-si-lemak-putih/. Akses Tanggal 5 Oktober 2011, Makassar. Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
-
42
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Hasil Pengukuran Kadar Air Crackers
No Perlakuan
Berat
Cawan
Kosong
Berat
Sampel
Berat
setelah Oven % Air
1. A1U1 12,416 1,210 13,548 6,45
2. A1U2 14,528 1,104 15,575 5,16
3. A1U3 10,644 1,203 11,799 3,99
4. A2U1 12,228 1,268 13,410 6,78
5. A2U2 12,346 1,279 13,573 4,07
6. A2U3 13,138 1,468 14,531 5,11
7. A3U1 12,492 1,282 13,702 5,62
8. A3U2 11,415 1,335 12,690 4,49
9. A3U3 12,458 1,268 13,674 4,10
Sumber : Data Sekunder Hasil Penelitian Pembuatan Crackers, 2012.
Lampiran 2. Tabel Rata-rata Kadar Air dari 3 ulangan
Perlakuan Ulangan
Total Rata-rata (%) I II III
A1 6,45 5,16 3,99 15,60 5,20
A2 6,78 4,07 5,11 15,96 5,32
A3 5,62 4,49 4,10 14,21 4,07
Total 19,85 13,72 13,20 46,77 15,59
Sumber : Data Sekunder Hasil Penelitian Pembuatan Crackers, 2012.
-
43
Lampiran 3. Tabel Hasil Pengukuran Kadar Protein Crackers
No Perlakuan Berat
Sampel (mg)
Volume Titrasi
(ml) Pengenceran
N. H2SO4
% Protein
1. A1U1 1027 2,55 100 / 5 = 20 0,0142 6,17
2. A1U2 1183 2,80 100 / 5 = 20 0,0142 5,88
3. A1U3 1052 2,50 100 / 5 = 20 0,0142 5,91
4. A2U1 1041 2,55 100 / 5 = 20 0,0142 6,09
5. A2U2 1036 2,65 100 / 5 = 20 0,0142 6,36
6. A2U3 1065 2,55 100 / 5 = 20 0,0142 5,95
7. A3U1 1238 3,00 100 / 5 = 20 0,0142 6,02
8. A3U2 1245 3,20 100 / 5 = 20 0,0142 6,39
9. A3U3 1115 2,90 100 / 5 = 20 0,0142 6,46
Sumber : Data Sekunder Hasil Penelitian Pembuatan Crackers, 2012.
Lampiran 4. Tabel Rata-rata Kadar Protein dari 3 kali Ulangan
Perlakuan Ulangan
Total Rata-rata (%)
I II III
A1 6,17 5,88 5,91 17,96 5,99
A2 6,09 6,36 5,95 18,40 6,13
A3 6,02 6,39 6,46 18,87 6,29
Total 18,28 18,63 18,32 55,23 18,41
Sumber : Data Sekunder Hasil Penelitian Pembuatan Crackers, 2012.
-
44
Lampiran 5. Tabel Hasil Pengujian Organoleptik
Ulangan 1 Panelis Uji Organoleptik
Warna Aroma Tekstur Rasa
543 205 151 543 205 151 543 205 151 543 205 151
Eni 3 2 4 2 4 4 4 2 5 3 5 4
Wiwie 3 3 3 4 3 4 2 3 4 3 3 4
Neny 3 4 3 3 4 5 2 4 5 3 4 5
Kiky 3 4 5 2 3 4 4 3 4 4 4 5
Ririen 4 2 3 3 3 4 3 2 4 3 2 4
Ilma 3 4 5 4 4 3 3 2 5 4 2 2
Firman 2 4 5 4 5 5 3 4 5 3 5 3
Idar 3 2 3 3 2 4 1 2 3 3 2 4
Asho 3 4 3 5 3 4 4 4 4 4 3 4
Lia 4 5 3 4 3 5 2 3 3 3 4 4
Susan 4 4 5 5 3 4 5 4 3 4 4 5
Tenri 3 2 4 4 4 4 2 3 3 2 3 3
Icha 4 4 4 5 4 3 3 3 5 5 4 4
Naya 4 4 5 4 4 5 3 3 5 3 3 5
Alim 3 2 4 5 4 3 2 4 3 3 2 5
Jumlah 49 50 59 57 53 61 44 46 61 50 50 61
Rata2 3,27 3,33 3,93 3,80 3,53 4,07 2,93 3,07 4,07 3,33 3,33 4,07
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Pembuatan Crackers, 2012.
Ulangan 2 Panelis Uji Organoleptik
Warna Aroma Tekstur Rasa
543 205 151 543 205 151 543 205 151 543 205 151
Eni 2 5 4 5 3 3 5 3 5 3 4 5
Wiwie 3 4 3 2 3 3 3 4 4 4 4 3
Neny 1 3 5 3 4 5 3 4 5 3 4 5
Kiky 4 4 4 3 3 4 4 4 5 3 4 4
Ririen 4 2 5 3 4 3 4 3 2 3 5 4
Ilma 2 4 4 3 4 4 2 4 4 3 4 3
Firman 5 3 3 3 5 3 4 4 5 3 5 4
Idar 3 3 4 4 3 5 4 2 5 4 2 5
Asho 4 4 5 4 5 4 4 4 4 5 3 4
Lia 3 5 4 3 5 4 3 5 4 3 5 4
Susan 4 4 5 5 5 4 4 5 4 4 4 5
Tenri 3 4 4 5 4 5 3 3 4 4 4 4
Icha 4 5 5 5 5 4 4 5 4 4 5 3
Naya 4 4 4 2 3 2 3 4 3 4 4 4
Alim 3 4 3 4 3 3 4 3 3 4 3 2
Jumlah 49 59 62 54 55 56 54 57 61 54 60 54
Rata2 3,27 3,93 4,13 3,60 3,67 3,73 3,60 3,80 4,07 3,60 4,00 3,60
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Pembuatan Crackers, 2012.
-
45
Lampiran 5 Lanjutan. Tabel Hasil Pengujian Organoleptik
Ulangan 3 Panelis Uji Organoleptik
Warna Aroma Tekstur Rasa
543 205 151 543 205 151 543 205 151 543 205 151
Eni 2 5 3 4 4 5 3 4 3 4 5 3
Wiwie 3 4 3 2 3 3 4 4 4 4 3 4
Neny 4 4 5 4 4 4 4 3 3 4 4 4
Kiky 4 4 5 5 4 4 4 5 5 5 4 4
Ririen 3 5 4 4 5 2 3 4 2 4 5 3
Ilma 3 2 4 3 4 3 2 4 3 3 4 4
Firman 4 5 4 4 5 4 3 4 5 4 4 5
Idar 2 3 3 4 4 4 3 4 5 3 4 5
Asho 4 4 4 3 4 4 2 3 4 2 3 4
Lia 4 4 4 4 4 5 4 5 5 4 5 4
Susan 3 5 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4
Tenri 3 4 3 4 4 4 4 2 5 4 4 4
Icha 4 5 4 4 4 3 3 4 5 3 5 4
Naya 3 4 5 3 4 5 4 4 5 4 4 5
Alim 4 3 4 4 3 4 4 3 5 5 4 4
Jumlah 50 61 59 56 61 53 51 58 63 57 62 61
Rata2 3,33 4,07 3,93 3,73 4,07 3,53 3,40 3,87 4,20 3,80 4,13 4,07
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Pembuatan Crackers, 2012.
Keterangan
5 = Sangat Suka
4 = Suka
3 = Agak Suka
2 = Tidak Suka
1 = Sangat Tidak Suka
-
46
Lampiran 6. Gambar Produk Crackers dengan Berbagai Perlakuan
Keterangan :
A1 = Sukun pregelatinisasi (60 %) : Tepung Terigu (25 %) : Tepung
Tapioka (15 %)
A2 = Sukun pregelatinisasi (50 %) : Tepung Terigu (30 %) : Tepung
Tapioka (20 %)
A3 = Sukun pregelatinisasi (40 %) : Tepung Terigu (35 %) : Tepung
Tapioka (25 %)
top related