skripsi pengembangan pariwisata berbasis ......kata pengantar alhamdulillah penulis panjatkan...
Post on 22-Nov-2020
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Skripsi
PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS MASYARAKAT
(COMMUNITY BASED TOURISM) DALAM MENINGKATKAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH DI PULAU LAE LAE MAKASSAR
OLEH :
AYU LESTARI
Nomor Stambuk :105640233715
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS MASYARAKAT
(COMMUNITY BASED TOURISM) DALAM MENINGKATKAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH DI PULAU LAE LAE MAKASSAR
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Pemerintahan
Disusun dan Diajukan Oleh
Ayu Lestari
Nomor Stambuk : 105640233715
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
iii
PERSETUJUAN
Judul Skripsi : Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat
(Community Based Tourism) Dalam
Meningkatan Pendapatan Asli Daerah Di Pulau
Lae Lae Makassar
Nama Mahasiswa : Ayu Lestari
Nomor Stambuk : 105640233715
Program Studi : Ilmu Pemerintahan
Fakultas : Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Menyetujui:
Pembimbing I
Drs. Alimuddin Said, M. Pd
Pembimbing II
Dr. Hj. Budi Setiawati, M.Si
Mengetahui :
Dekan
Fisipol Unismuh Makassar
Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si
Ketua Jurusan
Ilmu Pemerintahan
Dr. Nuryanti Mustari, S.IP., M.Si
iv
PENERIMAAN TIM
Telah diterima oleh TIM penguji skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Makassar, berdasarkan surat keputusan/undangan
menguji ujian skripsi Dekan Fisipol Universitas Muhammadiyah Makassar, nomor
: 0083/FSP/A.3-VIII/II/41/2020 sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana (S.1) dalam program studi Ilmu Pemerintahan di Universitas
Muhammadiyah Makass ar pada hari Rabu tanggal 14 Februari 2020.
TIM PENILAI
Ketua Sekertaris
Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos.,M.Si Dr. Burhanuddin, S.Sos.,M.Si
Penguji :
1. Drs. Alimuddin Said, M.Pd (Ketua) (…………………………)
2. Dr. Hj. Budi Setiawati, M. Si (…………………………)
3. Dr. Anwar Parawangi,M.Si (…………………………)
4. Dr. Jaelan Usman, M. Si (…………………………)
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Mahasiswi : Ayu Lestari
Nomor Stambuk : 105640233715
Program Studi : Ilmu Pemerintahan
Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa
bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan
plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai
aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.
Makassar, 20 Januari 2020
Yang menyatakan
Ayu Lestari
vi
ABSTRAK
Ayu Lestari.Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community
Based Tourism) Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Di Pulau Lae
Lae.( dibimbing oleh Alimuddin Said dan Hj.Budi Setiawati )
Tujuan penelitian untuk mengetahui Pengembangan Pariwisata Berbasis
Masyarakat (Community Based Tourism) Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah Di Pulau Lae Lae Makassar. Dan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi terwujudnya Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat
(Community Based Tourism) Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Di
Pulau Lae Lae. Jumlah informan dalam penelitian ini adalah 7 (tujuh) orang.
Penelitian ini merupakan penelitian jenis kualitatif. Teknik pengumpulan data
dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teori Rocharungsat berdasarkan dengan
sumber daya alam dan budaya, organisasi masyarakat, manajemen, pembelajaran
(learning). Hasil Penelitian menunjukkan bahwa adanya (a) sumber daya alam dan
budaya, menunjukkan bahwa dengan tersebut potensi wisata di pulau lae lae dapat
berkembang serta mensejahterakan rakyat dan berdampak kepada peningkatan
pendapatan asli daerah Pulau Lae Lae, (b) organisasi masyarakat guna untuk
meningkatkan kreatifitas warga di Pulau Lae Lae agar segala fasilitas yang tengah
dalam proses pembangunan dapat menarik daya tarik wisatawan untuk berkunjung
sehingga berdampak juga kepada Pendapatan Asli Daerah di Pulau Lae Lae, (c)
manajemen disini untuk lebih mengetahui apa saja yang diperlukan Pulau Lae Lae
dari bantuan pemerintah dan sistem seperti apa yang diterapkan dari pihak warga
setempat dan dari pihak pemerintah itu sendiri. Sehingga dengan begitu struktural
di Pulau Lae Lae tetap tertata dan terkelola dengan baik, (d) Pembelajaran
(Learning) seperti yang kita ketahui bahwa disetiap objek wisata akan ada yang
menyediakan landmark atau papan informasi dan petunjuk sehingga memudahkan
para wisatawan yang berkunjung mengenai Pulau Lae Lae khususnya.
Kata kunci : Pariwisata, Pengembangan, Pendapatan Asli Daerah (PAD)
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community
Based Tourism) Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Di Pulau Lae Lae
Makaassar”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat
dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
Pada lembaran ini penulis hendak menyampaikan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada kedua orang tua saya, Syamsul Alam dan Hasniati atas
segala kasih sayang, cinta, pengorbanan serta do’a yang tulus dan ikhlas yang
senantiasa beliau panjatkan kepada Allah SWT sehingga menjadi pelita terang dan
semangat yang luar biasa bagi penulis dalam menggapai cita-cita, serta seluruh
keluarga besar penulis yang selalu memberi semangat dan dukungan disertai segala
pengorbanan yang tulus dan ikhlas. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi
ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargan yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat, bapak Drs.
Alimuddin Said, M.Pd selaku pembimbing I dan Dr. Hj. Budi Setiawati, M.Si
selaku pembimbing II yang telah berkenan meluangkan waktu dan tenaganya dalam
membimbing dan memberikan petunjuk yang begitu berharga dari awal persiapan
penelitian hingga selesainya skripsi ini.
viii
Penulis juga tak lupa ucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Abd Rahman Rahim, S.E, M.M selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar.
2. Ibu Dr. Ihyani Malik, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Ibu Dr. Nuryanti Mustari, S. IP., M. Si selaku Ketua Prodi Ilmu Pemerintahan
yang selama ini turut membantu dalam kelengkapan berkas hal-hal yang
berhubungan administrasi perkuliahan dan kegiatan akademik.
4. Bapak dan Ibu dosen Ilmu Pemerintahan yang telah menyumbangkan ilmunya
kepada penulis selama mengenyam pendidikan di bangku perkuliahan dan
seluruh staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah
Makassar yang telah banyak membantu penulis.
5. Pihak Kantor Kelurahan Lae Lae Kec. Ujung Pandang Kota Makassar yang telah
memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
6. Kepada seluruh keluarga besar fisipol Universitas Muhammadiyah Makassar,
terutama kepada satu angkatan 2015 Ilmu Pemerintahan terkhusus kelas G,
Baso, Janwar, Rifki, Musakkar, Aswar, Ardi, Cahya, Innah, Egha, Nunu, Riska,
Dewi, Dillah, Elma, Kiki, Fatma, Rahma, Almukram, Siska, Aldi, Karmin,
Syakir, Fahrun, Wahyudi, Vista, Rizal, Wahdania, Akbar, Hamzah, Fani,
Nininig dan teman-teman kelas ku yang tidak bisa saya sebutkan semua
namanya.
Sehubungan akhir tulisan ini penulis memohon maaf kepada semua pihak
atas segala kekurangan dan kehilafan, disadari maupun yang tidak disadari. Demi
ix
kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis
harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan
yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.
Makassar, 20 Januari 2020
Ayu Lestari
x
DAFTAR ISI
Halaman Judul
....................................................................................................................................
i
Halaman Persetujuan
....................................................................................................................................
ii
Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah
....................................................................................................................................
iii
Halaman Penerimaan Tim
....................................................................................................................................
v
Abstrak
....................................................................................................................................
vi
Kata Pengantar
....................................................................................................................................
vii
Daftar Isi
....................................................................................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
............................................................................................................
1
B. Rumusan Masalah
............................................................................................................
6
C. Tujuan Penelitian
............................................................................................................
6
D. Manfaat Penelitian
............................................................................................................
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Community Based Tourism
............................................................................................................
7
xi
B. Pendapatan Asli Daerah
............................................................................................................
17
C. Penelitian Terdahulu
............................................................................................................
20
D. Kerangka Pikir
............................................................................................................
23
E. Fokus Penelitian
............................................................................................................
26
F. Deskripsi Fokus Penelitian
............................................................................................................
27
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
............................................................................................................
21
B. Jenis Dan Tipe Penelitian
............................................................................................................
21
C. Sumber Data
............................................................................................................
30
D. Informan Penelitian
............................................................................................................
30
E. Teknik Pengumpulan Data
............................................................................................................
32
F. Teknik Analisis Data
............................................................................................................
32
G. Keabsahan Data
............................................................................................................
33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian
............................................................................................................
36
B. Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community Based
Tourism) Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Di Pulau
xii
Lae Lae Makassar
............................................................................................................
57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
............................................................................................................
74
B. Saran
............................................................................................................
75
DAFTAR PUSTAKA
....................................................................................................................................
76
LAMPIRAN-LAMIPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pulau Lae Lae merupakan sebuah pulau kecil yang terletak di wilayah
bagian barat bumi Makassar. Letaknya bersebelahan dengan pulau kecil yang tak
kalah eksotis yaitu Pulau Samalona. Jaraknya pun tidak terlalu jauh, kedua pulau
ini letaknya bersebelahan. Pulau ini terkenal memiliki sunset yang menawan dan
sangat cocok untuk dijadikan tempat untuk bersantai dan berlibur karena
suasananya yang sangat hening jauh dari hiruk pikuk kota. Jumlah penduduk yang
tinggal di pulau ini pun tidak begitu banyak hanya sekitar 1700an jiwa.
Pariwisata Indonesia adalah pariwisata yang berasal dari, oleh dan untuk
rakyat, untuk itu dalam perencanaan pengembangan pariwisata harus
melibatkan masyarakat setempat (lokal) khususnya yang berada di sekitar destinasi
wisata, karena masyarakat setempat merupakan pemilik dan lebih mengetahui
destinasi tersebut (Ridwan, 2012). Penerapan pariwisata berbasis masyarakat atau
community based tourism (CBT) merupakan suatu pendekatan pembangunan
pariwisata dengan perencanaan yang partisipatif
Definisi CBT yaitu: model pariwisata yang melibatkan masyarakat lokal
dengan memberi kesempatan dalam mengelola dan membangun pariwisata, baik
secara langsung maupun tidak langsung yang memiliki keterkaitan dengan industri
atau usaha pariwisata, sehingga distribusi keuntungan merata kepada komunitas
di pedesaan/ pesisir dan pulau-pulau kecil (Putra 2015).
2
Dengan demikian CBT merupakan suatu pendekatan pembangunan
pariwisata yang menekankan pada peran aktif masyarakat lokal (baik yang terlibat
langsung dalam industri pariwisata maupun tidak). Pelibatan tersebut dalam bentuk
memberikan kesempatan (akses) dalam manajemen dan pembangunan pariwisata
yang berujung pada pemberdayaan masyarakat, termasuk dalam pembagian
keuntungan dari kegiatan pariwisata (Putra, 2015). Bentuk perhatian yang kritis
tersebut adalah gagasan terhadap pembangunan pariwisata yang seringkali
mengabaikan hak masyarakat lokal di daerah tujuan wisata (Hadiwijoyo, 2012).
Dalam Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No: KM.67/
UM.001/MKP/2004, Tentang Pedoman Umum Pengembangan Pariwisata di
Pulau-pulau Kecil, dijelaskan tentang prinsip-prinsip pengembangan pariwisata
yang salah satunya disinggung tentang prinsip partisipasi masyarakat. Dimana
proses pelibatan masyarakat, baik secara aktif maupun pasif, harus dimulai sejak
tahap perencanaan hingga tahap pengelolaan dan pengembangan. Hal ini akan
menumbuhkan tanggungjawab dan rasa memiliki yang akan menentukan
keberhasilan dan keberlanjutan pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil
tersebut. Kontribusi yang cukup besar dari sektor pariwisata, menyebabkan
pemerintah menjadikan sektor pariwisata sebagai sektor pendukung
pembangunan nasional dan penggerak ekonomi rakyat. Potensi wisata yang cukup
besar serta sarana yang relatif tersedia di Indonesia diharapkan dapat
mengembangkan dan memaksimalkan potensi yang dimilikinya dengan tujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
3
Undang – Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pusat dan Daerah merupakan peluang emas bagi pemerintah Kota Makassar
untuk mengelola berbagai potensi daya tarik wisata sebagai sumber pendapatan
daerah dan perluasan kesempatan kerja. Pemerintah Kota Makassar diharapkan
dari kesiapan, kemampuan teknis dan pengelolaannya dapat member konstribusi
positif pada sektor pariwisata.
Kemampuan sumber daya manusia yang terbatas di bidang pengelolaan
pariwisata menjadi isu utama dalam pengembangan pariwisata Pulau Lae-Lae.
Hal tersebut telihat dari penataan pantai dan fasilitas penunjang yang tidak tertata
rapi. Mulai sampah-sampah rumah tangga yang berserakan disekitaran lorong-
lorong tempat tinggal warga, serta limbah bekas kerja masyarakat yang bermukim
di pulau tersebut. Selain itu, jarangnya pelatihan tentang kepariwisatan, terutama
hospitality services kepada masyarakat setempat, sehingga dalam memberikan
pelayanan ke wisatawan belum maksimal.
Pulau Lae-Lae merupakan salah satu destinasi wisata di Kota Makassar
selain Pulau Samalona dan pulau-pulau lain yang berada di daerah teritorial
Kota Makassar. Karena itu perlunya strategi yang efektif guna pengembangan
wisata Pulau Lae-Lae dengan memberdayakan masyarakat lokal sebagai pelaku
industri pariwisata (pemilik, pengelola dan karyawan) sehingga destinasi pariwisata
Pulau Lae-Lae menjadi bagian dari sumber penghidupan bagi masyarakat lokal.
Pulau Lae-Lae merupakan destinasi pariwisata yang potensial untuk
dikembangkan karena mengingat letak geografisnya berada tidak jauh dari pusat
Kota Makassar (2,4 km) sehingga memudahkan wisatawan untuk berkunjung ke
4
destinasi tersebut. Oleh karena itulah, maka untuk ke depan agar mampu bersaing,
perlu dirumuskan secara matang suatu konsep pengembangan yang berpihak pada
kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.
Masalah yang perlu diteliti oleh sang peneliti bagaimana pengembangan
serta pengelolaan dari masyarakat setempat yang bertempat tinggal di pulau
tersebut mengenai pariwisatanya atau lebih kita ketahui dengan pendekatan
Community Based Tourism agar meningkatkan pendapatan di daerah tersebut
termasuk kehidupan masyarakat Pulau Lae Lae dan juga dari pihak pemerintah
pariwisata yang memungut bagian di beberapa sektor pajak yakni melalui pajak
hotel 10%, pajak hiburan 10%, pajak restoran 10% yang menjadi pengaruh dalam
peningkatan atau penurunan pendapatan asli daerah di Kota Makassar.
Kurangnya kesadaran diri dari masyarakat pulau tersebut dapat kita lihat
jika berkunjung, seperti halnya limbah atau sampah yang dihasilkan oleh rumah
tangga, ranting-ranting pohon dan dedaunan kering yang jatuh berserakan ke bibir
pantai sampai kepada air laut, itu akan menjadi nilai minus dan minat berekreasi di
pulau tersebut menjadi berkurang oleh para wisatawan sehingga berdampak juga
kepada pendapatan asli daerah di pulau tersebut.
Dengan menurunnya jumlah wisatawan dapat kita lihat dari angka
peningkatan kunjungan wisata Kota Makassar sebelum tahun 2018 itu relatif stabil
cenderung meningkat sekitar 10% sampai dengan 20%. Namun memasuki tahun
2018-2019 mengalami penurunan dari sektor kunjungan wisatawan baik lokal
maupun mancanegara sekitar 15%-25%. Maka dari itu peran masyarakat dan
pengawasan dari pemerintah sangatlah penting dalam kemajuan dan pengembangan
5
potensi wisata yang ada di Pulau Lae-Lae serta dikelola secara baik dengan berbasis
masyarakat.
Diketahui jika Pendapatan Asli Daerah di Kota Makassar pada tahun 2017
itu mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya sekitar 10%-20%, yang mana
pada tahun kemarin Pendapatan Asli Daerahnya relatif datar dan bahkan menurun.
Namun pada tahun 2018 memasuki 2019 mengalami penurunan 20% sampai 30%
dikarenakan salah satu faktornya yakni naiknya harga tiket pesawat dan harga tiket
kapal laut yang juga ikut berdampak kepada angka jumlah kunjungan wisata di
Kota Makassar. Tentu jika menurunnya tingkat kunjugan ke wisata Pulau Lae-Lae,
itu akan berimbas kepada kesejahteraan masyarakat Pulau Lae-Lae dan
pemberdayaannya serta Pendapatan Asli Daerah Pulau Lae-Lae Kota Makassar.
Maka dari itu dari rentetan permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya
telah menjadi masalah yang cukup menarik perhatian untuk diteliti dan mencari
tahu apa saja yang kurang dari pulau tersebut dan apa saja yang harus dilakukan
oleh masyarakat di pulau tersebut agar dapat meningkatkan kualitas pariwisata
rekreasinya dan meningkatkan pendapatan asli daerah pada pulau tersebut. Dengan
begitu peniliti ingin mengadakan observasi serta penelitian di pulau tersebut yakni
Pulau Lae-Lae dengan mengangkat judul “Pengembangan Pariwisata Berbasis
Masyarakat (Community Based Tourism) Dalam Meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah Di Pulau Lae Lae”
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community
Based Tourism) Dalam Meningkatkan PAD di Pulau Lae-Lae Kota Makasssar
?
C. Tujuan Penelitian
Adapun beberapa point yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Pengembangan Pariwisata Pulau Lae-Lae Berbasis
Masyarakat (Community Based Tourism) Dalam Meningkatkan PAD pada
Pulau Lae-Lae Kota Makassar.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :
1. Secara Teoritis
Secara bahan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap
pengembangan pendidikan ilmu pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat di
Pulau Lae Lae agar sadar terhadap perkembangan pariwisatanya sehingga bisa
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
2. Secara Praktis
Secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi berbagai pihak-pihak yang
memerlukannya untuk keperluan riset akademik di sektor pariwisata terkhususnya
di Pulau Lae Lae atau referensi maupun bagi peneliti itu sendiri.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Community Based Tourism
Pariwisata berbasis masyarakat (Community Based Tourism/CBT)
merupakan konsep pengembangan kepariwisataan yang berkesesuaian dengan
pariwisata berkelanjutan. Konsep tersebut mengedepankan partisipasi aktif
masyarakat dengan tujuan untuk memberikan kesejahteraan bagi mereka dengan
tetap menjaga kualitas lingkungan, serta melindungi kehidupan sosial dan
budayanya, sehingga implementasinya mampu mendukung tercapainya tiga pilar
keberlanjutan (the three pillars of sustainability) yaitu keberlanjutan di bidang
ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan (Asker et al, 2010).
Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat pendekatan partisipatif agar
terbentuk kemitraan di antara stakeholder (Demartoto 2009:21). Pendekatan
partisipatif membutuhkan koordinasi dan kerjasama serta peran yang berimbang
antara berbagai unsur stakeholder termasuk pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Pengembangan CBT juga membutuhkan dukungan penuh dari pemerintah dari
berbagai tingkatan mulai tingkat Desa hingga kabupaten/kota.
Peran pemerintah dalam pengembangan CBT sangat penting. Strategi yang
dapat dilakukan antara lain dengan memperkuat komunitas di sekitar destinasi.
Peran komunitas dalam pengembangan pariwisata sangat tergantung sejauh mana
mereka memiliki kesempatan dan kekuatan (Beeton 2006:82). Pemerintah berperan
dalam menjamin agar komunitas memiliki akses, kontrol, kesempatan dan kekuatan
dalam pengembangan pariwisata melalui regulasi. Regulasi merupakan usaha
8
pemerintah yang telah diberi kewenangan atau otoritas untuk mengatur aktivitas
tertentu yang berada dalam wilayah yuridisnya yang berdampak pada
meningkatnya akses, kontrol, kesempatan dan kekuatan komunitas. Pemerintah
dapat memberlakukan aturan tertentu yang mendikte pihak lain untuk mendukung
atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam pemberdayaan komunitas. Dalam
kaitannya dengan pengembangan CBT regulasi merupakan alat bagi pemerintah
dalam menjamin stakeholder pariwisata tetap berperilaku dalam koridor kebijakan
pariwisata yang telah ditetapkan atau menuruti ketentuan yang sudah ditetapkan
pemerintah (Pitana & Diarta 2009:118).
Pariwisata berbasis masyarakat (Community Based Tourism), merupakan
pengembangan pariwisata dengan tingkat keterlibatan masyarakat setempat yang
tinggi dan dapat dipertanggung jawabkan dari aspek sosial dan lingkungan hidup
(CIFOR dalam Hayati, 2016) dan (Darmawi, 2010). Masyarakat membutuhkan
pengakuan atas karya mereka, kreativitas mereka, dan mereka mengharapkan
wisatawan dapat memberikan pengakuan atas produk yang mereka hasilkan
(Hermanto, 2014).
World Wide Found for Nature (WWF) menyatakan Community Based
Tourism (CBT) sebagai “Form of tourism where the local community has a
substansial control over and involvement in ts development and management; and
a major proportional of the benefits remain within the community.” Jika diartikan
secara bebas pariwisata bebrbasis masyarakat juga dapat dimaknai sebagai
penyediaan produk, jasa, ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat ditemukan
didalam komunitas lokal, serta ditawarkan oleh pelaku atau steakholder lokal
9
sendiri (“Kyrgyz Community Based Tourism,” n.d., diakses tanggal 15 Agustus
2016).
Cox dalam Pitana (2009) mengatakan bahwa “Pembangunan dan
pengembangan pariwisata didasarkan pada kearifan lokal dan special local sense
yang mengrefleksikan keunikan peninggalan budaya dan keunikan lingkungan.”
Oleh karena itu, setiap pengembangan destinasi yang dilakukan hendaknya
mengadopsi konten yang mencerminkan nilai nilali kearifan lokal, termasuk dalam
pengembangan daya tarik wisata, keselamatan, serta sarana wisatanya. Community
Based Tourism (CBT) dianggap sebagai wadah yang cocok untuk mewujudkan
desa wisata yang berkwalitas dan berkelanjutan. Masyarakat lokal dapat terus
berkarya sesuai dengan karakternya, dan wisatawan dapat menikmatinya. Dengan
begitu, karya karya masyarakat lokal mampu menambah kekayaan destinasi,
sedangkan wisatawan dapat menikmatinya dengan puas, kemudian diharakan akan
berdampak pada loyalitas wisatawan tersebut dalam berwisata.
Strategi pemberdayaan masyarakat dalam konsep Community Based
Tourism dalam mencapai tujuan pemberdayaan, berbagai upaya dapat dilakukan
melalui berbagai macam strategi. Salah satu strategi yang memungkinkan dalam
pemberdayaan masyarakat adalah pengembangan pariwisata berbasis masyarakat
adalah pengembangan pariwisata berbasis masyarakat yang secara konseptual
memiliki ciri ciri unik serta sejumlah karakter yang oleh Nasikun dalam hand out
mata kuliah Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Resort and Leisure Gumelar
S. Sastrayuda (2010, h.3). dikemukakan sebagai berikut :
10
a) Pariwisata berbasis masyarakat menemukan rasionalitasnya dalam properti
dan ciri ciri unik dan karakter yang lebih unik di organisasi dalam skala
yang kecil, jenis pariwisata ini pada dasarnya merupakan, secara ekologis
aman, dan tidak banyak menimbulkan dampak negatif seperti yang
dihasilkan oleh jenis pariwisata konvensional;
b) Pariwisata berbasis komunitas memiliki peluang lebih mampu
mengebangkan objek objek dan antraksi antraksi wisata berskala kecil dan
oleh karena itu dapat dikelola oleh komunitas komunitas komunitas dan
pengusaha lokal; dan
c) Berkaitan sangat erat dan sebagai konsekuensi dari keduanya lebih
daripariwisata konvensional, dimana komunitas lokal melibatkan diri dalam
menikmati keuntungan perkembangan wisata, dan oleh karena itu lebih
memberdayakan masyarakat.
Murphy dalam Sunaryo (2013: 139) menyebutkan bahwa pada hakikatnya
pembangunan kepariwisataan tidak bisa lepas dari sumber daya alam dan keunikan
komunitas lokal, baik berupa elemen fisik maupun nonfisik (tradisi dan budaya),
yang merupakan unsur penggerak utama kegiatan wisata itu sendiri.
Kepariwisataan harus dipandang sebagai kegiatan yang berbasis pada komunitas.
Batasan pengertian pariwisata berbasis masyarakat sebagai berikut :
1. Wujud tata kelola kepariwisataan yang memberikan kesempatan kepada
masyarakat lokal untuk mengontrol dan terlibat aktif dalam manajemen dan
pembangunan kepariwisataan yang ada.
11
2. Wujud tata kelola kepariwistaan yang dapat memberikan kesempatan pada
masyarakat yang terlibat langsung dalam usaha usaha kepariwisataan juga
bisa mendapatkan keuntungan dari kepariwisataan yang ada.
3. Bentuk kepariwisataan yang menuntut pemberdayaan secara sistematik dan
demokratisserta distribusi keuntungan yang adil kepada masyarakat yang
kurang beruntung yang ada didestinasi.
Pariwisata berbasis masyarakat berkaitan erat dengan adanya kepastian
partisipatif aktif dari masyarakat setempat dalam pembangunan kepariwisataan
yang ada. Partisipasi masyarakat dalam pariwisata terdiri dari atas dua perspektif,
yaitu partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan partisipasi
yang berkaitan dengan distribusi keuntungan yang diterima oleh masyarkat dari
pembangunan pariwisata. Oleh karena itu, pada dasarnya terdapat tiga prinsip
pokok dalam strategi perencanaan pembangunan kepariwisataan yang berbasis
kepada masyarakat atau Community Based Tourism, yaitu : 1) Mengikut sertakan
anggota masyarakat dalam pengambilan keputusan. 2) Adanya kepastian
masyarakat lokal menerima manfaat dari kegiatan kepariwisataan. 3) Pendidikan
kepariwisataan bagi masyarakat lokal (Sunaryo, 2013: 140).
Suansri (2003) menyebutkan beberapa prinsip dari CBT yang harus
dilakukan, yaitu: (a) mengenali, mendukung, dan mempromosikan kepemilikan
masyarakat dalam pariwisata, (b) melibatkan anggota masyarakat dari setiap tahap
pengembangan pariwisata dalam berbagai aspeknya, (c) mempromosikan
kebanggaan terhadap komunitas bersangkutan, (d) meningkatkan kualitas
kehidupan, (e) menjamin keberlanjutan lingkungan, (f) melindungi ciri khas
12
(keunikan) dan budaya masyarakat lokal, (g) mengembangkan pembelajaran lintas
budaya, (h) menghormati perbedaan budaya dan martabat manusia, (i)
mendistribusikan keuntungan dan manfaat yang diperoleh untuk pengembangan
masyarakat, (j) memberikan kontribusi dengan presentase tertentu dari pendapatan
yang diperoleh untuk pengembangan masyarakat, dan (k) menonjolkan keaslian
hubungan msyarakat dengan lingkungannya.
Nurhidayati (2012) menjelaskan salah satu bentuk perencanaan partisipatif
dalam pembangunan pariwisata adalah dengan menerapkan Community Based
Tourism sebagai pendekatan pembangunan. Suansri (2003) mendefinisikan
community based tourism sebagai pariwisata yang memperhitungkan aspek
berkelanjutan lingkungan, sosial, dan budaya.
Gumelar (2010) juga menambahkan bahwa pariwisata berbasis masyarakat
sebagai sebuah pendekatan pemberdayaan yang melibatkan dan meletakkan
masyarakat sebagai pelaku penting dalam konteks paradigma baru pembangunan
yakni pembangunan yang berkelanjutan. Pariwisata berbasis masyarakat
merupakan peluang untuk menggerakkan segenap potensi dan dinamika
masyarakat, guna mengimbangi peran pelaku usaha pariwisata skala besar.
Pariwisata berbasis masyarakat tidak berarti merupakan peluang untuk
menggerakkan segenap potensi dan dinamika masyarakat, guna mengimbangi
peran pelaku usaha pariwisata skala besar. Pariwisata berbasis masyarakat tidak
berarti merupakan upaya kecil dan lokal semata, tetapi perlu diletakkan dalam
konteks kerjasama masyarakat secara global.
13
Community based tourism adalah pariwisata yang menyadari kelangsungan
budaya, sosial, dan lingkungan. Bentuk pariwisata ini dikelola dan dimiliki oleh
masyarakat guna membantu wisatawan meningkatkan kesadaran mereka dan
belajar tentang cara hidup masyarakat lokal (Muallisin dalam Purbasari, 2014).
Berdasarkan pendapat tersebut terlihat bahwa CBT sangat beerbasisrbeda
dengan pengembangan pariwisata pada umumnya (mass tourism). Dalam CBT,
komunitas merupakan aktor utama dalam proses pembagunan pariwisata, dengan
tujuan utama untuk peningkatan standar kehidupan masyarakat.
Pengembangan desa wisata sangat dianjurkan untuk mengaplikasikan
konsep Community Based Tourism (CBT) sebagai fundamental pembangunannya.
CBT ditujukan sebagai alat pengembangan komunitas serta konservasi lingkungan.
Untuk tujuan ini, harus dilihat secara menyeluruh mengenai aspek yang dapat
memberikan dampak pada komunitas seperti aspek sosial, budaya, ekonomi,
lingkungan dan politik. Semua itu dimiliki oleh masyarakat, dikelola oleh
masyarakat, serta dinikmati untuk masyarakat (“Kyrgyz Community Based
Tourism,” 2017); (Hermawan, 2016). Pengembangan CBT ditujuan untuk
meningkatkan kesadaran pengunjung dan belajar mengenai bagaimana cara hidup
komunitas (Suansri, Yeejaw haw, & Ricahrds, 2013).
Pengembangan Community Based Tourism membutuhkan partisipasi
masyarakat yang baik, dalam konsep pariwisata, dalam konsep pariwisata berbasis
masyarakat, masyarakat seharusnya diajari untuk mengelola destinasi pariwisata
agar tercapai pariwisata yang berkelanjutan (Sunaryo, 2013).
14
Kegiatan pembangunan kepariwisataan sebagaimana halnya pembangunan
di sektor lainnya, pada hakekatnya melibatkan peran dari seluruh pemangku
kepentingan yang ada dan terkait. Menurut Murphy dalam Rahim (2012:2)
menyatakan bahwa pemangku kepentingan dalam pariwisata meliputi 3 (tiga) pihak
yaitu: Pemerintah, Swasta dan Masyarakat, dengan peran dan fungsinya masing-
masing. Pemangku kepentingan tersebut tidak dapat berdiri sendiri, namun harus
saling bersinergi untuk mencapai dan mewujudkan tujuan dan sasaran
pembangunan yang disepakati.
Sunaryo (2013:218) mengatakan masyarakat sebagai salah satu pemangku
kepentingan memiliki kedudukan dan peran penting dalam mendukung
keberhasilan pembangunan pariwisata. Mulai dari kerangka perencanaan hingga
pelaksanaan kegiatan pembangunan kepariwisataan, dan untuk mendukung
keberhasilan pembangunan kepariwisataan, maka setiap upaya atau program
pembangunan yang dilaksanakan harus memperhatikan posisi, potensi, dan peran
masyarakat sebagai subjek atau pelaku pembangunan. Salah satu konsep yang
menjelaskan peranan masyarakat tersebut dalam pembangunan pariwisata
adalah Community Based Tourism (CBT).
Secara konseptual, prinsip dasar kepariwisataan berbasis masyarakat adalah
menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama melalui pemberdayaan masyarakat
dalam berbagai kegiatan kepariwisataan, sehingga manfaat kepariwisataan sebesar-
besarnya diprioritaskan keperuntukannya bagi masyarakat. Sasaran utama
pengembangan kepariwisataan haruslah meningkatkan kesejahteraan masyarakat
setempat di kawasan pembangunan pariwisata.
15
Konsep CBT ini lazimnya digunakan oleh para perancang pembangunan
pariwisata untuk melakukan mobilisasi komunitas agar berpartisipasi secara aktif
dalam pembangunan sebagai patner industri pariwisata. Tujuannya adalah
pemberdayaan sosial ekonomi komunitas itu sendiri, dan meletakkan nilai lebih
dalam berpariwisata, khususnya kepada para wisatawan (Hermantoro, 2011:130).
Supaya pelaksanaan CBT dapat berhasil, maka terdapat elemen-elemen
yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Sumber daya alam dan budaya
a. Ekonomi lokal dan moda produksi.
b. Sumber daya alam terjaga dengan baik tergantung keberlanjutan penggunaan
sumber daya.
c. Kebudayaan yang unik sebagai tujuan.
2). Organisasi-organisasi masyarakat
a. Masyarakat berbagi kesadaran, norma dan ideologi.
b. Masyarakat memiliki tokoh yang dituakan ideologi yang mengerti akan tradisi
lokal dan pengetahuan serta kebijakan setempat.
c. Masyarakat memiliki rasa saling memiliki pengetahuan serta kebijakan
setempat dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan yang dilakukan oleh
mereka sendiri.
3). Manajemen
a. Masyarakat memiliki memiliki aturan dan peraturan untuk lingkungan, budaya,
dan manajemenpariwisata
16
b. Organisasi lokal atau mekanisme yang ada untuk mengelola pariwisata dengan
kemampuan untuk menghubungkan pariwisata dan pengembangan masyarakat.
c. Keuntungan di distribusikan secara adil bagi pariwisata dan pengembangan
masyarakat .
d. Keuntungan dari pariwisata memberikan masyarakat kontribusi terhadap
masyarakat untukpembangunan ekonomi dan sosial masyarakat.
4). Pembelajaran (learning)
a. Membina proses belajar bersama antara tuan rumah dan tamu.
b. Mendidik dan membangunpemahaman tentang budayadan cara hidupyang
beragam.
c. Meningkatkan kesadaran konservasi alam dan budaya di kalangan wisatawan
dan masyarakat setempat (Rocharungsat,2008 dalam Prabawati, 2013).
Selain itu, pariwisata sebagai salah satu strategi untuk mengurangi
kemiskinan. Hal ini diungkapkan oleh Scheyvens (2011), bahwa pariwisata sebagai
sektor ekonomi yang menjanjikan untuk strategi pengentasan kemiskinan. Lee et
al. (2019) mengungkapkan terkait pengentasan kemiskinan, Community-Based
Tourism memiliki peran penting karena kontribusinya terhadap pengembangan
masyarakat, sehingga mendukung keberlanjutan masyarakat. Community-Based
Tourism berbeda dengan pendekatan perencanaan pariwisata secara top-down,
karena pendekatan ini menekankan input dan kontrol lokal baik dari segi jenis,
skala, dan intensitas pengembangan pariwisata (Othman, Sazali, dan Mohamed,
2013).
17
Pengembangan CBT ditujukan untuk meningkatkan kesadaran pengunjung
dan belajar mengenai bagaimana cara hidup komunitas (Suansri, Yeejaw-haw, &
Richards, 2013). Pengembangan Community Based Tourism membutuhkan
partisipasi masyarakat yang baik, dalam konsep pariwisata berbasis masyarakat,
masyarakat seharusnya diajari untuk mengelola destinasi pariwisata agar tercapai
pariwisata yang berkelanjutan (Sunaryo, 2013).
B. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari Pos
Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos
Penerimaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan
Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam (Isdijoso, 2002). Identifikasi
sumber Pendapatan Asli Daerah adalah meneliti, menentukan dan menetapkan
mana sesungguhnya yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah dengan cara
meneliti dan mengusahakan serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan
benar sehingga memberikan hasil yang maksimal (Elita dalam Pratiwi, 2007).
Pendapatan Daerah adalah semua penerimaan kas yang menjadi hak daerah
dan diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam satu tahun anggaran dan
tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. (Yuwono 2005:107 dalam Julitawati
2012). Salah satu bentuk pendapatan daerah adalah PAD. Pada era otonomi daerah
dimana sistem pemerintah masih berbentuk sentralisasi ternyata membawa dampak
kurang baik pada pembangunan daerah. Hal ini terlihat dengan terhambatnya
kebebasan daerah dalam mengembangkan segala potensi yang dimiliki oleh
daerahnya dan dampak lainnya yang merugikan adalah tingginya tingkat
18
ketergantungan Pemda terhadap Pemerintah pusat. Hal ini disebabkan besarnya
andil dan intervensi yang diberikan oleh Pemerintah pusat terhadap jalannya
pemerintah di tiap daerah.
Selanjutnya menurut pasal 1 ayat (13) Undang-undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah yang dimaksud
dengan Pendapatan Asli Daerah adalah hal pemerintah daerah yang diakui sebagai
penambah kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan.
Menurut Soekarwo (2003) pada dasarnya upaya Pemerintah Daerah dalam
mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah dilakukan dengan tiga cara
yaitu: a). Intensifikasi Yaitu suatu upaya mengoptimalkan PAD dengan cara
meningkatkan dari yang sudah ada (diintesifkan). Diintensifkan dalam arti
operasional pemungutannya. Pengawasan (untuk melihat kebocoran), tertib
administrasi dan mengupayakan Wajib Pajak yang belum kena pajak supaya dapat
dikenakan pajak.
b). Ekstensifikasi Yaitu mengoptimalkan PAD dengan cara mengembangkan
subjek dan objek pajak.
c). Peningkatan pelayanan kepada masyarakat Yaitu merupakan unsur yang penting
mengingat bahwa paradigma yang berkembang dalam masyarakat saat ini adalah
pembayaran pajak dan retribusi ini sudah merupakan hak dan kewajiban
masyarakat terhadap Negara, untuk itu perlu dikaji kembali pengertian wujud
layanan masyarakat yang bagaimana yang dapat memberikan kepuasan kepada
masyarakat.
19
Pendapatan asli daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal
dari sumber ekonomi asli daerah. Pasal 157 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa kelompok PAD dipisahkan
menjadi empat jenis pendapatan, yaitu :
1. Hasil pajak daerah, yaitu pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku ditetapkan melalui
peraturan daerah. Pungutan ini dikenakan kepada semua objek seperti orang/badan
dan benda bergerak/tidak bergerak, seperti pajak hotel, pajak restoran, pajak
hiburan, pajak reklame, pajak parker, dll.
2. Hasil retribusi daerah, yaitu pungutan daerah sebagai pembayaran/pemakaian
karena memperoleh jasa yang diberikan oleh daerah atau dengan kata lain retribusi
daerah adalah pungutan yang dilakukan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas
yang diberikan secara langsung dan nyata, seperti retribusi Pelayanan Kesehatan,
retribusi Pelayan Persampahan / Kebersihan, retribusi pelayanan pemakaman,
retribusi jasa usaha pengolahan limbah cair, dll.
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, yaitu penerimaan
daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, mencakup
bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, bagian
laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMN, bagian laba atas
penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.
4. Lain-lain PAD yang sah, yaitu penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain
milik pemda, seperti hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro,
pendapatan bunga, dll.
20
Penerimaan daerah dapat bersumber dari pendapatan asli daerah (PAD),
dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah. PAD merupakan salah
sumber pembelanjaan daerah. Jika PAD meningkat, maka dana yang dimiliki oleh
pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan
meningkat pula, sehingga Pemerintah Daerah akan berinisiatif untuk lebih
menggali potensi-potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
(Tambunan, 2006). Hal ini menunjukkan suatu indikasi yang kuat, bahwa jika PAD
suatu daerah meningkat, maka kemampuan daerah untuk melakukan pengeluaran
belanja modal juga akan mengalami suatu peningkatan.
C. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang pertama dari Vianda Kushardianti Muzha 2013,
mengangkat judul tentang Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat yaitu
Pengembangan Agrowisata Dengan Pendekatan Community Based Tourism (Study
pada Dinas Pariwisata Kota Batu dan Kusuma Agrowisata Batu) yang dimana
lokasinya kaya akan hasil pertanian sebagai komoditas utamanya sehingga sangat
cocok diterapkan sebagai konsep agrowisata. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui pengembangan apa saja yang ada di Kota Batu yang menjadi lokasi
wisata di daerah tersebut, serta menganalisis pengelolaan di lokasi wisata tersebut
dengan menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat berbasis masyarakat.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif yang dimana tekhnik yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan
data deskriptif berupa kata yang tertulis dan terucap secara langsung dari orang
yang diwawancarai atau informan yang terkait. Selain kalimat yang terucap dari
21
orang tersebut mengenai data yang ingin didapatkan, melalui sikap dan perilaku
juga dapat menjadi bahan analisa dari peneliti. Dari hasil penelitian di Kota Batu
tentang pengembangan pariwisata berbasis masyarakat bahwa beberapa program
pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan agrowisata telah berjalan dengan
optimal, dikarenakan banyaknya diadakan pelatihan dan pembinaan terhadap
perencanaan melalui pokdarwis, ini menunjukan bahwa masyarakat terlibat dalam
suatu perencanaan walaupun tidak sepenuhnya.
Promosi agrowisata di Kota Batu dibuat semenarik mungkin dengan
kerjasama antara pihak pemerintah dan swasta atau Agrowisata Kusuma agar para
wisatawan tertarik berkunjung sehingga tingkat kunjungan di lokasi wisata tersebut
menjadi meningkat dan menjadi lokasi pilihan untuk mengadakan kegiatan atau
event di pariwisata di Kota Batu.
Sedaangkan Penelitian yang kedua dari I Wayan Pantiyasa 2011,
mengangkat judul Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community
Based Tourism) Dalam Pemberdayaan Masyarakat yang dimana kegiatannya
berlangsung dan berbaur bersama dengan masyarakat pedesaan. Nilai tambah yang
diperoleh dari pengembangan Pariwisata yang berbasis masyarakat/pedesaan
adalah penduduk pedesaan dapat berperan dengan aktif dalam mengelola obyek
wisata di daerahnya, kemudian mereka dapat meningkatkan konsumsi produk lokal
(sayuran, berbagai macam buah, seni kerajinan, makanan khas, dan lainnya).
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif yang dimana tekhnik yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan
data deskriptif berupa kata yang tertulis dan terucap secara langsung dari orang
22
yang diwawancarai atau informan yang terkait. Selain kalimat yang terucap dari
orang tersebut mengenai data yang ingin didapatkan, melalui sikap dan perilaku
juga dapat menjadi bahan analisa dari peneliti. Tujuan dari penelitian ini adalah
agar dengan adanya pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam mengembangkan
pariwisata di daerah tersebut, maka masyarakat di pedesaan itu dapat diberdayakan
melalui hasil alam yang di miliki desa tersebut. Mulai dari bertani dan menjadi buru
dari jasa angkutan umum, sehingga dengan begitu masyarakat tidak hanya diam
tapi ikut membantu pengembangan pariwisata di desa tersebut. Hasil dari penelitian
ini menunjukan bahwa tingkat pemberdayaan di desa tersebut dalam sektor
pariwisatanya sudah berjalan dengan baik dan optimal, itu bisa dilihat dari semakin
meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan yang berkunjung di desa wisata
tersebut.
Penelitian yang ketiga, dari Dhimas Setyo Nugroho 2017, dengna judul
Community Based Tourism Tantangan Dusun Nglepen dalam Pengembangan Desa
Wisata. Pasca gempa bumi 5,9 skala richter yang menimbulkan kerusakan parah
pada sabtu 27 mei 2006, Dusun Nglepen menjadi perhatian dari masyarakat lokal
karena banguna yang dimilikinya itu sangat unik yakni Rumah Dome yang tahan
dengan gempa. Metode kualitatif digunakan untuk memperoleh gambaran diskriptif
yang lebih luas mengenai fenomena yang diamati secara langsung dilapangan.
Tujuan dari penelitian ini, ingin mengetahui sejauh mana partisipasi
masyarakat dengan kesadaran yang dimilikinya karena secra tidak langsung tempat
yang sekarang mereka tinggali telah menarik minat para wisatawan untuk
berkunjung ke Rumah Dome, maka ini sangat menarik untuk di amati sedatil
23
mungkin agar dapat diketahui dimanakah letak penghambat partisipasi masyarakat
jika memang ada dan dimana letak pendukung partisipasi masyarakat jita itu ada.
D. Kerangka Pikir
Kerangka pikir yang dibuat berdasarkan dengan rumusan masalah, dan
terdapat 4 indikator Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat Dalam
Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Pulau Lae Lae Makassar. Teori yang
digunakan dalam kerangka pikir ini adalah teori Community Based Tourism dari
(Rocharungsat,2008 dalam Prabawati, 2013), maka skema kerangka pikir
penelitian dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini:
2.1 Kerangka Pikir
Berdasarkan indikator diatas maka berikut adalah analisa dari peneliti yang di
dapatkan di Pulau Lae Lae Makassar mengenai pengembangan pariwisata yang
berbasis masyarakat dalam meningkatkan pendapatan asli daerah di Pulau Lae
Lae Makassar, yaitu sebagai berikut :
1. Sumber Daya Alam dan Budaya
Pengembangan Pariwisata Pulau Lae-Lae Berbasis Masyarakat (Community
Based Tourism) Dalam Meningkatkan PAD Pulau Lae-Lae Kota Kota Makassar
SDA dan Budaya
Organisasi Masyarakat
a). Masyarakat
berbagi kesadaran,
norma dan ideologi.
b). Masyarakat
memiliki rasa
partisipatif.
Manajemen
a). Masyarakat
memiliki aturan
untuk pariwisata
b). Keuntungan di
distribusikan secara
adil
Pembelajaran/Learning
Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
Pulau Lae Lae Makassar
24
Pulau Lae Lae sangat kaya akan sumber daya alam mulai dari biota laut
yang dimiliki dan pemandangan alam yang sangat indah. Aneka macam
biota laut seperti ikan laut, terumbu karan, dan rumput lau, maka dengan
itu membuat para pengunjung tertarik untuk melakukan aktivitas diving di
dalam laut Pulau Lae Lae dan melihat pemandangan laut yang luar biasa.
Kemudian di sektor budaya, Pulau Lae Lae masih beretnis suku Bugis
Makassar dan jika berkunjung ke Pulau Lae Lae, kita akan di suguhkan
jajanan atau makanan khas suku bugis dan makassar.
Adanya Sumber Daya Alam dan Budaya di Pulau Lae Lae akan
menarik minat pengunjung untuk berwisata ke pulau tersebut, dengan
begitu akan meningkatkan pendapatan asli daerah di Pulau Lae Lae yang
dikelola sendiri oleh masyarakat tanpa campur tangan pemerintah.
2. Organisasi Masyarakat
Organisasi masyarakat di Pulau Lae Lae masih dalam tahap pembentukan,
yakni nama kelompok tersebut adalah Kelompok Sadar Wisata, dan
kelompok ini akan banyak mengambil tugas dalam pengembangan
pariwisata pulau lae lae. Di organisasi masyarakat ini, diharapkan
melakukan banyak kreatifitas dan berkreasi sedemikin rupa agar semakin
meningkatkan potensi wisata di Pulau Lae Lae, sehingga menarik minat
pengunjung.
Untuk saat ini dan beberapa tahun sebelumnya, organisasi
masyarakat masih berbasis ke gotongroyongan dari masyarakat setempat
25
dalam mengelolal pantai dan di bawahi oleh pengelola pantai yang
mengurus semua fasilitas di Pulau Lae Lae.
3. Manajemen
Manajemen di Pulau Lae Lae dalam bentuk peraturan yang menaunginya,
sama sekali tidak ada dari pihak pemerintah dalam pengelolaan wisata di
Pulau Lae Lae. Semua pengembangan wisata di Pulau Lae Lae menjadi
wewenang masyarakat, adapun pemerintah hanya memberikan semacam
himbauan dan informasi mengenai bagaimana menjaga dan melestarikan
obyek wisata dan menjaga lingkungan. Semua pembangunan fasilitas di
Pulau Lae Lae berasal dari hasil kunjungan para wisatawan yang
berkunjung di Pulau Lae Lae, mulai dari penyewaan perahu, gasebo, alat
meyelam, dan fasilitas lainnya. Pembagian hasil dari fasilitas milik
masyarakat ke pengelola pantai sebesar 70% : 30% atau jika pendapatan
yang dimiliki oleh masyarakat melalui penyewaan fasilitas miliknya
sebesar Rp.100.000/hari maka pengelola pantai menerima Rp. 30.000/hari
dari masyarakat yang menyediakan fasilitas miliknya untuk disewakan
kepada para pengunjung. Dari 30% itulah dikumpulkan oleh pengelola
pantai untuk membangun fasilitas fasilitas yang diperlukan di Pulau Lae
Lae.
4. Pembelajaran (Learning)
Pembelajaran (Learning) di Pulau Lae Lae yaitu para pemilik fasilitas
bersedia menjelaskan apa apa saja sejarah yang ada di Pulau Lae Lae yang
bisa kita para wisatawan atau pengunjung lokal sampai peneliti dapat
26
mengumpulkan ilmu. Mulai dari peninggalan sejarah di zaman penjajahan
Belanda, terdapat terowongan bawah tanah yang tembus ke Benteng
Rotterdam namun sayangnya terowongan tersebut tidak dapat kita temui
karena sudah tertimbun, dan sejarah tersebut membuat para wisatawan
sangat penasaran dan ingin berkunjung ke Pulau Lae Lae Makassar.
Selain terowongan bawah tanah, di Pulau Lae Lae sedang diadakan
proses pembangunan fasilitas yang akan sangat memudahkan para
wisatawan jika berkunjung. Fasilitasnya sepeti landmark, papan informasi,
dan denah wilayah serta luasnya, serta fasilitas lainnya. Hal itu akan
sangat memudahkan para wisatawan untuk mengetahui apa saja yang di
Pulau Lae Lae dan membuat wisatawan lainnya yang belum berkunjung ke
Pulau Lae Lae memiliki minat untuk berkunjung, maka dengan
peningkatan pengunjung akan meningkatkan juga pendapatan asli daerah
di Pulau tersebut yang dikelola oleh masyarakat itu sendiri tanpa campur
tangan dari Dinas Pariwisata dan Budaya serta Badan Pendapatan Daerah
Kota Makassar.
E. Fokus Penelitian
Fokus pada penelitian ini mengenai pengembangan potensi pariwisata dan
bentuk partisipasi masyarakat dalam mengelola wisata Pulau Lae-Lae, secara tidak
langsung dengan menggunakan pendekatan pengembangan pariwisata berbasis
masyarakat (community based tourism) diharapkan dapat memberdayakan
masyarakat, sehingga masyarakat terus terdorong bergerak maju dalam membuat
27
program-program wisata di pulau tersebut agar dapat menarik minat wisata dari
pengunjung lokal maupun manca negara.
Dengan begitu pendapatan dari sektor wisata Pulau Lae-Lae dapat
menyumbangkan pendapatannya ke pemerintah dan sampai kepada Badan
Pendapatan Asli Daerah, yang dimana Pulau Lae-Lae juga dibawah kontrol dan
pengawasan pemerintah kota. Dari Fokus pada penelitian yang telah dipaparkan
maka sang peneliti menggunakan indikator : 1). Sumber Daya Alam 2). Budaya 3).
Organisasi-organisasi Masyarakat 4).Manajemen 5). Pembelajaran (Learning),
guna dapat megetahui dan memperoleh data yang diperlukan oleh dang peneliti dari
lapangan.
F. Deskripsi Fokus Penelitian
Dari kerangka pikir yang telah saya buat dan memuat beberapa indikator
agar kita dapat memastikan bahwa pendekatan Community Based Tourism itu
berhasil maka elemen-elemennya adalah sebagai berikut :
1. Sumber Daya Alam dan Budaya
Sumber Daya Alam dan Budaya dimaksudkan bagaimana pemerintah dan
masyarakat memperhatikan penghasilan alami di daerah tersebut sehingga
melalui Sumber Daya Alam dan Budaya dapat menjadi faktor utama
kemajuan di suatu daerah.
2. Organisasi-organisasi Masyarakat
Organisasi Masyarakat yang bertujuan untuk ikut berpartisipasi dalam
pembangunan suatu daerah, baik melalui tokoh masyarakat, tokoh adat,
tokoh agama dan lapisan masyarakat lainnya. Sehingga dapat lebih mudah
28
dalam menjaga suatu daerah bersama sama dan meningkatkan kesejahteraan
di daerah tersebut.
3. Manajemen
Manajemen maksudnya seperti apa aturan peraturan yang ada pada daerah
tersebut dijalankan dan bagaimana pemerintah menghubungkan pariwisata
dan pembangunan masyarakat di suatu daerah atau bagaimana
memberdayakan masyarakat dalam tingkatan ekonomi dan sosial
masyarakat.
4. Pembelajaran (Learning)
Pembelajaran (Learning) yakni membina proses belajar antara tuan rumah
dan tamu serta mendidik dan membangun pemahaman tentang budaya cara
hidup yang beragam. Juga memberikan edukasi mengenai potensi wisata
pada daerah tersebut dan tentang kebersihan lingkungan
(Rocharungsat,2008 dalam Prabawati, 2013).
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah bertempat di Kota Makassar yakni di salah satu
ikon wisatanya yaitu Pulau Lae-Lae, dan juga di Kantor Dinas Pariwisata Kota
Makassar, Kantor Badan Pendapatan Daerah Kota Makassar. Maka peneliti akan
mengadakan observasi dan penelitian lebih lanjut di Sektor Pariwisata dan
Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar. Adapun waktu penelitian ini diadakan
kurang lebih memakan waktu selama 2 (dua) bulan setelah pelakasanaan ujian
seminar proposal diadakan.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah
suatu proses penelitian yang menghasilkan deskripsi dari orang-orang atau perilaku
dalam bentuk kata-kata baik lisan maupun tulisan. Salah satu ciri penelitian
kualitatif adalah bersifat deskriptif dimana data di rangkumkan melalui keterangan
dan bukan angka. Dalam metode penelitian kualitatif, peneliti sendiri adalah alat
pengumpulan data dan tidak dapat diwakilkan atau didelegasikan. Itu berarti bahwa
peneliti terlibat langsung dengan peserta atau partisipan. Peneliti mengumpulkan
datanya sendiri dengan langsung. Karena itu peneliti benar-benar mengenal mereka.
Pemelihan mereka didasarkan atas kredibilitas dan juga kekayaan informasi yang
mereka miliki (Semiawan, 2010).
30
2. Tipe Penelitian
Menggunakan tipe penelitian Deskriptif yang dimana melalui metode
penelitian kualitatif yaitu memberikan gambaran tentang masalah yang diteliti
terkait pengembangan pariwisata yang berbasis masyarakat (Community Based
Tourism)
C. Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang penulis dapatkan secara langsung dari
sumbernya yaitu para informan di Pulau Lae Lae dan di Kantor Dinas Pariwisata
Kota Makassar yang menjadi objek penelitian peneliti. Peneliti mendatangi dan
melakukan wawancara langsung untuk mendapatkan hasil atau data yang valid dari
informan secara langsung agar dalam menggambarkan hasil penelitian lebih
mudah.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan suatu data yang diperoleh melalui media dengan
maksud untuk melengkapi data primer yang di peroleh dari masyarakat Pulau Lae
Lae dan Staff yang ada di Kantor Dinas Pariwisata Kota Makassar seperti buku,
artikel, internet atau jurnal ilmiah yang saling berkaitan dari objek yang diteliti
sehingga penelitian lebih akurat.
D. Informan Penelitian
Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi yang diteliti. Penentuan informan dilakukan
secara purposive sampling, artinya memilih langsung informan yang lebih
31
mengetahui tentang masalah yang akan diteliti. Lebih jelasnya digambarkan dalam
tabel sebagai berikut :
Tabel 1 : Informan Penelitian
No Nama Jabatan Inisial Jumlah
1 Safaruddin S.S Seksi Pengembangan
Destinasi Pariwisata
Kota Makassar
SF 1
2 Abdul Hamid
S.Sos M.M
Kepala Lurah Lae-
Lae
AH 1
3 Rismawati Staf Kelurahan Lae-
Lae
RS 1
4 Om Bogar Masyarakat OB 1
5 Muhammad Farid Masyarakat FR 1
6 Rahmat Masyarakat RH 1
7 Abdul Rahman Masyarakat AR 1
Total Informan 7
32
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi, yaitu pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti
berlokasi di Pulau Lae-Lae Makassar mengenai pengelolaannya dan
pendapatan yang dihasilkan.
2. Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara
langsung kepada informan berdasarkan pertanyaan yang telah disiapkan oleh
peneliti terkait pengembangan pariwisata dipulau Lae-Lae Makassar.
3. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpualan data yang tidak langsung ditujukan
kepada subjek penelitian. Dokumentasi dapat dibedakan menjadi dokumen
primer (dokumen yang ditulis oleh orang yang langsung mengalami suatu
peristiwa), dan dokumen sekunder (jika peristiwa dilaporkan kepada orang lain
yang selanjutnya ditulis oleh orang lain).
F. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus-
menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Aktivitas tersebut adalah reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan :
a. Data Reduction (Reduksi Data), reduksi data adalah analisis data yang
dilakukan dengan memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal
yang penting, dicari tema dan polanya. Data yang diperoleh didalam lapangan
dituliskan/diketik dalam bentuk uraian atau laporan terperinci.
b. Data Display (Penyajian Data), selanjutnya penyajian data dalam bentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya.
33
Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian
kualitatif adalah teks yang bersifat narsi.
c. Conclusion drawing/Verification, langkah ketiga adalah penarikan kesimpulan
dan verifikasi. Dari data yang diperoleh, kemudian dikategorikan, dicari tema
dan polanya kemudian ditarik kesimpulan. Kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan
bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data
berikutnya (Sugiyono,2013)
G. Keabsahan Data
Dalam penelitian kualitatif, data bisa dikatakan akurat ketika terjadi
keselarasan antara yang dilaporkan dengan apa yang yang perbedaan yang
sesungguhnya terjadi pada obyek penelitian. Untuk menguji kebenaran informasi
pada metodologi ini dapat digunakan uji kredabilitas. Untuk menguji kredebilitas
suatu penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu :
1. Perpanjangan pengamatan, Hal ini dilakukan ketika peneliti masih menemukan
kekeliruan dari hasil penelitiannya sehingga mengharuskan untuk melakukan
peninjauan kembali ke lokasi penelitian sehingga bisa mendapatkan informasi
yang lebih akurat lagi dari apa yang sudah didapatkan sebelumnya.
2. Meningkatkan ketekunan, Lebih mencermati hal yang ingin di teliti dengan
cara lebih memfokuskan diri pada hal yang ingin di teliti sehingga lebih
sistematis dan lebih jelih lagi untuk melihat apakah data yang dikumpulkan itu
benar atau salah.
34
3. Triangulasi, Pengujian kebenaran informasi dengan berbagai cara dan berbagai
kondisi berupa pengujian kebenaran serta akurasi data harus dengan berbagai
cara. Hal ini dilakukan dengan 3 tringulasi, yaitu :
a. Tringulasi sumber data adalah menggali kebenaran informasi tertentu melalui
berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui
wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi terlibat,
dokumen tertulis, arsip, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan
pribadi dan gambar atau foto. Masing-masing cara itu akan menghasilkan bukti
atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan memberikan pandangan yang
berbeda pula mengenai fenomena yang dieliti.
b. Tringulasi teknik berarti peneliti mwnggunakan teknik pengumpulan data yang
berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber data yang sama. Peneliti
menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, serta dokumnetasi
untuk sumber data yang sama secara serampak.
c. Tringulasi waktu yaitu data yang dikumpulkan dengan teknik melihat kondisi
sikologis informan yang dinilai berdasarkan waktu wawancara antara pagi,
siang ataupun sore hari.
4. Analisis Kasus Negatif, Analisis kasus yang tidak sesuai atau bertentangan
dengan kasus yang sebenarnya dalam jangka waktu tertentu apabila pada waktu
itu tidak ditemukan lagi data yang lain atau data bertentangan maka data yang
diperoleh dianggap benar dan dijadikan sebagai referensi.
5. Menggunakan Bahan Referensi, Hal ini dilakukan dengan cara
memperlihatkan bukti berupa gambar ataupun suara rekaman antara peneliti
35
dan informan penelitian sehingga ada bukti yang jelas atau kongkret bahwa
peniliti betul-betul terjun langsung kelapangan atau lokasi penelitian untuk
melakukan penelitian dan data yang dikumpulkan adalah data berdasarkan
penelitian bukan hanya asumsi peniliti atau opini.
6. Mengadakan membercheck, Hal ini dilakukan berupa pengevaluasian data
kembali oleh peneliti atas data yang diperoleh dari informan apakah jawaban
yang diberikan informan sesuai dengan pertanyaan peneliti atau tidak sehingga
data yang terkumpul lebih kredibel lagi sehingga data yang diperoleh adalah
data akurat ( Sugiyono, 2013).
36
BAB IV
GAMBARAN UMUM DAN INSTANSI PEMERINTAH
A. Deskripsi Objek Penelitian
1.1 Gambaran Umum Kota Makassar
Kota Makassar dari 1971 hingga 1999 secara resmi dikenal sebagai Ujung
Pandang) adalah ibu kota provinsi Sulawesi Selatan. Makassar merupakan
kota metropolitan terbesar di kawasan Indonesia Timur dan pada masa lalu pernah
menjadi ibu kota Negara Indonesia Timur dan Provinsi Sulawesi. Makassar terletak
di pesisir barat daya Pulau Sulawesi dan berbatasan dengan Selat Makassar di
sebelah barat, Kabupaten Kepulauan Pangkajene di sebelah utara, Kabupaten
Maros di sebelah timur dan Kabupaten Gowa di sebelah selatan.
Menurut Bappenas, Makassar adalah salah satu dari empat pusat pertumbuhan
utama di Indonesia, bersama dengan Medan, Jakarta, dan Surabaya. Dengan
memiliki wilayah seluas 175,77 km² dan jumlah penduduk lebih dari 1,5 juta jiwa,
kota ini berada di urutan kelima kota terbesar
di Indonesia setelah Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan. Secara demografis,
kota ini tergolong tipe multi etnik atau multi kultur dengan beragam suku bangsa
yang menetap di dalamnya, di antaranya yang signifikan jumlahnya
adalah Bugis, Toraja, Mandar, Buton, Jawa, dan Tionghoa. Makanan khas
Makassar yang umum dijumpai di pelosok kota adalah Coto Makassar, Roti
Maros, Jalangkote, Bassang, Kue Tori, Palubutung, Pisang Ijo, Sop
37
Saudara dan Sop Konro dan Dengan semboyan Khasnya “Sekali Layar
Berkembang Pantang Biduk Surut Ke Pantai”.
Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan ini, yang terletak di bagian Selatan
Pulau Sulawesi yang dahulu disebut Ujung Pandang, terletak antara 119º24’17’38”
Bujur Timur dan 5º8’6’19” Lintang Selatan yang berbatasan sebelah Utara dengan
Kabupaten Maros, sebelah Timur Kabupaten Maros, sebelah selatan Kabupaten
Gowa dan sebelah Barat adalah Selat Makassar. Kota Makassar memiliki topografi
dengan kemiringan lahan 0-2°(datar) dan kemiringan lahan 3-15° (bergelombang).
Luas Wilayah Kota Makassar tercatat 175,77 km persegi. Kota Makassar memiliki
kondisi iklim sedang hingga tropis memiliki suhu udara rata-rata berkisar antara
26,°C sampai dengan 29°C.
Kota Makassar adalah kota yang terletak dekat dengan pantai yang
membentang sepanjang koridor barat dan utara dan juga dikenal sebagai
“Waterfront City” yang didalamnya mengalir beberapa sungai (Sungai Tallo,
Sungai Jeneberang, dan Sungai Pampang) yang kesemuanya bermuara ke dalam
kota. Kota Makassar merupakan hamparan daratan rendah yang berada pada
ketinggian antara 0-25 meter dari permukaan laut. Dari kondisi ini menyebabkan
Kota Makassar sering mengalami genangan air pada musim hujan, terutama pada
saat turun hujan bersamaan dengan naiknya air pasang.
Secara administrasi Kota Makassar dibagi menjadi 15 kecamatan dengan 153
kelurahan. Di antara 15 kecamatan tersebut, ada tujuh kecamatan yang berbatasan
dengan pantai yaitu Kecamatan Tamalate, Kecamatan Mariso, Kecamatan Wajo,
38
Kecamatan Ujung Tanah, Kecamatan Tallo, Kecamatan Tamalanrea, dan
Kecamatan Biringkanaya.
Batas-batas administrasi Kota Makassar adalah:
• Batas Utara : Kabupaten Maros
• Batas Timur : Kabupaten Maros
• Batas Selatan : Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar
• Batas Barat : Selat Makassar
Secara umum topografi Kota Makassar dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu :
a. Bagian Barat ke arah Utara relatif rendah dekat dengan pesisir pantai.
b. Bagian Timur dengan keadaan topografi berbukit seperti di Kelurahan Antang
Kecamatan Panakukang.
Perkembangan fisik Kota Makassar cenderung mengarah ke bagian Timur
Kota. Hal ini terlihat dengan giatnya pembangunan perumahan di Kecamatan
Biringkanaya, Tamalanrea, Mangggala, Panakkukang, dan Rappocini.
Gambar 2 : Peta Wilayah Kota Makassar
39
Sumber : wikipedia.com
Menurut Bappenas, Makassar adalah salah satu dari empat pusat
pertumbuhan utama di Indonesia, bersama dengan Medan, Jakarta
dan Surabaya. Dengan memiliki wilayah seluas 175,77 km² dan
jumlah penduduk lebih dari 1,5 juta jiwa. Kota Makassar telah terbagi menjadi 14
kecamatan yakni Kecamatan BiringKanaya, Kecamatan Bontoala, Kecamatan
Makassar, Kecamatan Mamajang, Kecamatan Manggala, Kecamatan Mariso,
Kecamatan Panakkukang, Kecamatan Rappocini, Kecamatan Tallo, Kecamatan
Tamalanrea, Kecamatan Tamalate, Kecamatan Ujung Pandang, Kecamatan Ujung
Tanah, Kecamatan Wajo.
Tabel 2 : Pembagian wilayah dan luas setiap kecamatan
NO Kecamatan Luas (Km2) Presentase
1 Tamalanrea 31,84 1.04
2 Biringkanaya 48,22 1.28
3 Manggala 24,14 11.50
40
4 Panakkukang 17,05 5.25
5 Tallo 5,83 1.43
6 Ujung Tanah 5,94 1.50
7 Bontoala 2,10 1.13
8 Wajo 1,99 1.19
9 Ujung Pandang 2,63 3.38
10 Makassar 2,52 3.32
11 Rappocini 9,23 9.70
12 Tamalate 20,21 13.73
13 Mamajang 2,25 27.43
14 Mariso 1,82 18.11
Total 175,77 100
Sumber : BPS (2010)
Berikut adalah daftar kecamatan dan kelurahan di Kota Makassar,
Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Kota Makassar terdiri dari 15 kecamatan dan
153 kelurahan. Pada tahun 2017, kabupaten ini memiliki luas wilayah 199,26 km²
dan jumlah penduduk sebesar 1.663.479 jiwa dengan sebaran penduduk 8.348
jiwa/km².Daftar kecamatan dan kelurahan di Kota Makassar, adalah sebagai
berikut:
41
Tabel 3 : Daftar Kecamatan dan Kelurahan Kota Makassar
NO Kecamatan Jumlah
Desa/Kelu
rahan
Daftar Desa/Kelurahan
1 Biringkanaya 11 Bakung, Berua, Bulurokeng, Daya,
Katimbang, Laikang, Paccerakkang, Pai,
Sudiang, Sudiang Raya, Untia.
2 Bontoala 12 Barayya, Bontoala, Bontoala Parang,
Bontoala Tua, Bunga Ejayya, Gaddong,
Layang, Malimongan Baru, Parang
Layang, Timungan Lompoa, Tompo
Balang, Wajo Baru.
3 Kepulauan
Sangkarang
3 Barang Caddi, Barang Lompo,
Kodingareng.
4 Makassar 14 Bara-Baraya, Bara-Baraya Selatan, Bara-
Baraya Timur, Bara-Baraya Utara, Barana,
Lariang Bangi, Maccini, Maccini Gusung,
Maccini Parang, Maradekayya,
Maradekaya Selatan, Maradekaya Utara,
Maricaya, Maricaya Baru.
5 Mamajang 13 Baji Mappakasunggu, Bonto Biraeng,
Bonto Lebang, Karang Anyar, Labuang
42
Baji, Mamajang Dalam, Mamajang Luar,
Mandala, Maricaya Selatan, Pa’batang,
Parang, Sambung Jawa, Tamparang Keke.
6 Manggala 8 Antang, Bangkala, Batua, Biring Romang,
Bitowa, Borong, Manggala, Tamangapa.
7 Mariso 9 Bontorannau, Kampung Buyang, Kunjung
Mae, Lette, Mario, Mariso, Mattoangin,
Panambungan, Tamrunang.
8 Panakkukang 11 Karampuang, Masale, Pampang,
Panaikang, Pandang, Sinrijala,
Tamamaung, Karuwisi, Karuwisi Utara,
Paropo, Tello Baru.
9 Rappocini 11 Balla Parang, Banta-Banteng, Bonto
Makkio, Bua Kana, Gunung Sari,
Karunrung, Kasi-Kasi, Mapala, Minasa
Upa, Rappocini, Tidung.
10 Tallo 15 Buloa, Bunga Eja Beru, Kalukuang,
Kaluku Bodoa, La’latang, Lakkang,
Lembo, Pannampu, Rappo Jawa,
Rappokalling, Suangga, Tallo, Tammua,
Ujung Pandang Baru, Wala-Walaya.
43
11 Tamalanrea 8 Bira, Buntusu, Kapasa, Kapasa Raya,
Parang Loe, Tamalanrea, Tamalanrea
Indah, Tamalanrea Jaya.
12 Tamalate 11 Balang Baru, Barombong, Bongaya, Bonto
Duri, Jongaya, Maccini Sombala, Mangasa,
Mannuruki, Pa’baeng-baeng, Parang
Tambung, Tanjung Bunga.
13 Ujung Pandang 10 Baru, Bulo Gading, Lae-Lae, Lajangiru,
Losari, Maloku, Mangkura, Pisang Selatan,
Pisang Utara, Sawerigading
14 Ujung Tanah 9 Barrang Caddi, Barrang Lompo, Camba
Berua, Cambaya, Gusung, Pattingaloang,
Pattingaloang Baru, Pulau Kodingareng,
Tabaringan, Tamalabba, Totaka, Ujung
Tanah
15 Wajo 8 Butung, Ende, Malimongan, Malimongan
Tua, Mampu, Melayu, Melayu Baru,
Pattunuang
TOTAL 153
Visi Pemerintah Kota Makassar 2014- 2019 memiliki konsistensi dengan
visi Kota Makassar 2005-2025, khususnya pada penekanan “orientasi global”,
dalam RPJMD dirumuskan sebagai “kota dunia”. Penekanan “berwawasan
44
lingkungan” dan “paling bersahabat” pada visi dalam RPJPD dirumuskan
sebagai “yang nyaman untuk semua” pada visi dalam RPJMD 2014-2019. Pokok
visi “kota maritim, niaga, pendidikan, budaya dan jasa” pada visi dalam RPJPD,
pada visi dalam RPJMD 2014-2019 ditempatkan sebagai bagian dari substansi
“kota dunia”. Dihubungkan dengan visi Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan
2018, relevansi visi Pemerintah Kota Makassar 2014-2019 terletak pada posisi
“Makassar kota dunia yang nyaman untuk semua” yang merupakan bagian penting
dari terwujudnya “Sulawesi Selatan sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional
dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan pada Tahun 2018”.
Pernyataan visi Pemerintah Kota Makassar 2019 memiliki tiga pokok visi
yang merupakan gambaran kondisi yang ingin dicapai Kota Makassar pada akhir
periode 2014 2019. Penjelasan masing-masing pokok visi tersebut, adalah sebagai
berikut :
Kota Dunia, dimaksudkan adalah Kota Makassar yang memiliki keunggulan
komparatif, kompetitif, aksesibel dan inklusifitas yang berdaya tarik tinggi atau
memukau dalam banyak hal. Diantaranya potensi sumberdaya alam dan
infrastruktur sosial ekonomi yang menjanjikan terwujudnya kesejahteraan
masyarakat dengan standar dunia. Pokok visi ini dapat dikristalkan sebagai
terwujudnya “masyarakat sejahtera standar dunia”.
Nyaman, dimaksudkan adalah terwujudnya proses pembangunan yang semakin
menyempitkan kesenjangan dan melahirkan kemandirian secara stabil, dalam
struktur dan pola ruang kota yang menjamin kenyamanan dan keamanan bagi
berkembangnya masyarakat yang mengedepankankan prinsip inklusifitas serta pola
45
hubungan yang setara antara stakeholder dan stakeowner dalam pembangunan.
Pokok visi ini dapat dikristalkan sebagai terwujudnya “kota nyaman kelas dunia”.
Untuk Semua, dimaksudkan adalah proses perencanaan, pelaksanaan dan
pemanfaatan pembangunan yang dapat dinikmati dan dirasakaan seluruh lapisan
masyarakat tanpa diskriminasi berdasarkan jenjang umur, jenis kelamin, status
sosial dan kemampuan diri (termasuk kelompok disabilitasl). Pokok visi ini dapat
diristalkan sebagai terwujudnya “pelayanan publik standar dunia dan bebas
korupsi”.
Misi dalam RPJMD ini dimaksudkan sebagai upaya umum yang akan
dilaksanakan untuk mewujudkan visi. Setiap misi akan dijalankan untuk
mewujudkan pokok visi yang relevan.
Rumusan misi RPJMD Kota Makassar 2014-2019 adalah sebagai berikut:
1) Merekonstruksi nasib rakyat menjadi masyarakat sejahtera standar dunia
Misi ini mencakup berbagai upaya umum dalam hal: (1) pengurangan
pengangguran, (2) pemberian jaminan sosial keluarga, (3) pelayanan kesehatan
gratis (4) pelayanan pendidikan gratis, (5) penukaran sampah dengan beras, (6)
pelatihan keterampilan dan pemberian dana bergulir, (7) pembangunan rumah
murah, dan (8) pengembangan kebun kota. Misi ini diarahkan untuk mewujudkan
pokok visi “masyarakat sejahtera standar dunia”.
(2) Merestorasi tata ruang kota menjadi kota nyaman berstandar dunia
Misi ini mencakup berbagai upaya umum dalam hal: (1) penyelesaian
masalah banjir, (2) pembentukan badan pengendali pembangunan kota, (3)
pembangunan waterfront city, (4) penataan transportasi public yang aksesibel, (5)
46
pengembangan infrastruktur kota yang aksesibel, (6) pengembangan pinggiran
kota, (7) pengembangan taman tematik, (8) penataan lorong. Misi ini diarahkan
untuk mewujudkan pokok visi “kota nyaman standar dunia”.
(3) Mereformasi tata pemerintahan menjadi pelayanan publik standar dunia
bebas korupsi
Misi ini mencakup upaya umum dalam hal: (1) peningkatan pendapatan asli
daerah, (2) peningkatan etos dan kinerja aparat RT/RW, (3) peningkatan pelayanan
di kelurahan, (4) pelayanan publik langsung ke rumah, (5) pengembangan
pelayanan publik terpadu di kecamatan, (6) modernisasi pelayanan pajak dan
distribusi, (7) pengembangan akses internet pada ruang publik, (8) penguatan badan
usaha milik daerah. Misi ini diarahkan untuk mewujudkan pokok visi “pelayan
publik kelas dunia bebas korupsi”.
1.2. Gambaran Umum Kecamatan Ujung Pandang
Ujung Pandang adalah sebuah kecamatan yang terletak di Kota
Makassar,Sulawesi Selatan,Indonesia. Nama Ujung Pandang juga sempat dijadikan
nama ibu kota Sulawesi Selatan, sebelum kini disebut Makassar. Pergantian nama
Kota Makassar berubah menjadi Ujung Pandang terjadi pada tanggal 31 Agustus
1971, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 1971. Kala itu Kota
Makassar di mekarkan dari 21 kilometer persegi menjadi 115,87 Kilometer persegi,
terdiri dari 11 wilayah kecamatan dan 62 lingkungan dengan penduduk sekitar 700
ribu jiwa. Pemekaran ini mengadopsi sebagian dari wilayah tiga kabupaten yakni
Kabupaten Maros, Gowa dan Pangkajene Kepulauan.
47
Sebagai “kompensasinya” nama Makassar diubah menjadi Ujung Pandang.
Tentang kejadian bersejarah tersebut, Walikota Makassar H.M.Daeng Patompo
(alm) berkilah “terpaksa” menyetujui perubahan, demi perluasan wilayah kota.
Sebab Bupati Gowa Kolonel K.S. Mas’ud dan Bupati Maros Kolonel H.M. Kasim
DM menentang keras pemekaran tersebut. Untunglah pertentangan itu dapat
diredam setelah Pangkowilhan III Letjen TNI Kemal Idris menjadi penengah,
Walhasil Kedua Bupati daerah tersebut, mau menyerahkan sebagian wilayahnya
asalkan nama Makassar di ganti.
Kini Kecamatan Ujung Pandang yang memiliki luas wilayah 2.63km2 ini
dan total kelurahan yang terdapat di Kelurahan Ujung Pandang yakni 10 kelurahan
diantaranya sebagai berikut :
Tabel 4 : Daftar Desa/Kelurahan di Kecamatan Ujung Pandang
No Kode Pos Desa/Kelurahan Kode Wilayah Kecamatan/Distrik
1 90111 Baru 73.71.04.1005 Ujung Pandang
2 90111 Bulogading 73.71.04.1006 Ujung Pandang
3 90111 Lae-Lae 73.71.04.1007 Ujung Pandang
4 90114 Lajangiru 73.71.04.1010 Ujung Pandang
5 90112 Losari 73.71.04.1008 Ujung Pandang
6 90112 Maloku 73.71.04.1001 Ujung Pandang
7 90113 Mangkura 73.71.04.1002 Ujung Pandang
48
8 90114 Pisang Selatang 73.71.04.1003 Ujung Pandang
9 90115 Pisang Utara 73.71.04.1004 Ujung Pandang
10 90113 Sawerigading 73.71.04.1009 Ujung Pandang
Secara administrasi kawasan Pantai Losari berada Kecamatan Ujung
Pandang, di Kelurahan Losari. Kecamatan Ujung Pandang memiliki 10 Kelurahan
yaitu Kelurahan Lae-Lae, Kelurahan Losari, Kelurahan Mangkura, Kelurahan
Pisang Selatan, Kelurahan Lajangiru, Kelurahan Sawerigading, Kelurahan Maloku,
Kelurahan Bulogading, Kelurahan Baru, dan Kelurahan Pisang Utara.Kecamatan
Unjung Pandang memiliki batas - batas wilayah Administrasi sebagai berikut :
• Sebelah Utara : Kecamatan Wajo
• Sebelah Selatan : Kecamatan Mariso
• Sebelah Timur : Kecamatan Makassar dan Gowa
• Sebelah Barat : Selat Makassar
Kecamatan Ujung Pandang terdiri dari 10 kelurahan dengan luas wilayah
2,63 Km2 . Dari luas wilayah tersebut tercatat, tampak bahwa kelurahan
sawerigading memiliki wilayah terluas yaitu 0,41 km2 , terluas kedua adalah
Kelurahan Mangkura dengan luas wilayah 0,37 km2 , sedangkan yang paling kecil
luas wilayahnya adalah Kelurahan Pisang Selatan yaitu 0,18 km2 . Selain dari pada
itu terdapat 4 kelurahan yang berada di pesisir pantai dan 6 kelurahan tidak berada
di pantai. Hal itu dapat terlihat pada tabel berikut :
49
Tabel 5 : Luas Wilyah Menurut Kelurahan di Kecamatan Ujung Pandang
Tahun 2010
No Kelurahan Luas (Km2) Letak Kelurahan
Pantai Bukan Pantai
1 Lae-Lae 0,22 ✓ -
2 Losari 0,22 ✓ -
3 Mangkura 0,37 - ✓
4 Pisang Selatan 0,37 - ✓
5 Lajangiru 0,20 - ✓
6 Sawerigading 0,41 - ✓
7 Maloku 0,20 ✓ -
8 Bulogading 0,23 ✓ -
9 Baru 0,21 - ✓
10 Pisang Utara 0,34 - ✓
Kec. Ujung Pandang 2,63 4 6
Sumber : Kecamatan Ujung Pandang Dalam Angka 2011 (BPS Kota Makassar)
Dalam kurun waktu tahun 2000-2010 Jumlah Penduduk di Kecamatan
Ujung Pandang berfluktuasi setiap tahun. Jumlah penduduk hasil Sensus Penduduk
50
(SP) tahun 2000 di Kecamatan Ujung Pandang sebanyak 27,279 jiwa, kemudian
pada SP tahun 2010 sebanyak 26.904 jiwa. Berdasarkan kepadatan penduduk
tampak bahwah jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Lajangiru
dengan kepadatan 26.815 per Km2 , terpadat kedua adalah Kelurahan Pisang
Selatan dengan kepadatan 20.728 per Km2 , sedangkan untuk kepadatan terendah
yaitu Kelurahan Sawerigading dengan kepadatan 3.819 per Km2 . Jumlah dan
Kepadatan Penduduk dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 6 : Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kelurahan
di Kecamatan Ujung Pandang Tahun 2010
No Kelurahan Luas (Km2) Jumlah
Penduduk
Kepadatan
PerKm2
1 Lae-Lae 0.02 1.621 7.368
2 Losari 0.27 2.006 7.368
3 Mangkura 0.37 1.529 4.132
4 Pisang Selatan 0.18 3.740 20.728
5 Lajangiru 0.20 5.377 26.815
6 Sawerigading 0.41 1.570 3.819
7 Maloku 0.20 2.507 12.535
8 Bulogading 0.23 2.678 11.643
9 Baru 0.21 1.543 7.348
51
10 Pisang Utara 0.34 4.333 12.744
Kec. Ujung Pandang 2.63 26.904 10.230
Sumber : Kecamatan Ujung Pandang Dalam Angka 2011 (BPS Kota Makassar)
Wilayah Kecamatan Ujung Pandang dengan luas 2,63 Km2 memiliki
tingkat kepadatan penduduk yang tidak merata, meskipun dengan perbedaan yang
tidak terlalu besar. Kelurahan Losari yang menjadi wilayah studi merupakan
Kelurahan yang memiliki penduduk terbesar ke-6 sebesar 2.006 jiwa, dan
Kelurahan Lajangiru memiliki jumlah penduduk tertinggi di Kecamatan Ujung
pandang yaitu 5.377 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk terendah yaitu Kelurahan
Mangkura dengan jumlah penduduk 1.529 jiwa.
1.3 Profil Kelurahan Lae-Lae
Wilayah kelurahan Lae-Lae yang berada di Pulau dalam wilayah kecamatan
Ujung Pandang adalah merupakan kelurahan yang di diami oleh penduduk yang
terdiri dari suku Bugis dan Makassar yang pada dasarnya berEtnis budaya Sulawesi
Selatan. Dalam berbagai kegiatan masyarakat Kelurahan Lae-Lae ikut serta untuk
meramaikan kegiatan tersebut dengan melibatkan anak remaja dan pemuda
masyarakat sampai ibu pkk dan kepada tokoh masyarakat. Sebagai upaya
pemerintah untuk memajukan Kecamatan Ujung Pandang pada umumnya dan
khususnya kepada Kelurahan Lae-Lae.
Pulau ini berhadapan langsung dengan Pantai Losari, berjarak 2 km dari
depan Makassar, dengan Luas 11 ha. Secara administratif, Pulau Lae-Lae termasuk
52
Kecamatan Ujung Pandang. Pulau ini berbentuk segi empat dan terdapat bangunan
penghalang gelombang yang memanjang relative Utara – Selatan pada sisi Barat
Pulau. Konsentrasi penduduk merata, dengan jenis bangunan rumah panggung dan
rumah batu. Dibangun tanggul mengelilingi pulau, menyerupai bentuk segi empat,
dan pada sisi Selatan terdapat bangunan pemecah gelombang yang memanjang
realtive utara-selatan. Pada perang dunia II, pulau ini di fortifikasi oleh tentara
Jepang sebagai pertahanan udara dan laut.
Masyarakat mulai mendiami Pulau Lae-Lae padaa tahun 1950-an. Jumlah
penduduk sebanyak 1780 jiwa dengan 420 Kepala Keluarga, umumnya sebagai
pelaut dan nelayan. Sejak ikan jenis kerapu menjadi komoditi ekspor yang bernilai
tinggi, semakin banyak nelayan Lae-Lae yang pergi melaut dan mengusahakan budi
daya penangkaran ikan kerapu tersebut untuk ekspor. Tersedia fasilitas transportasi
reguler yang menghubungkan pulau ini dengan Kota Makassar, dengan biaya Rp.
5.000/orang sekali jalan.
Fasilitas umum yang dapat kita jumpai dipulau ini sudah cukup memadai
seperti sebuah instalasi listrik dengan 2 buah generator yang bereoperasi antara
pukul 17:30-21:00 wita. Sebuah dermaga kayu , mesjid permanen, sekolah dasar,
puskesmas dan posyandu serta saluran santasi untuk sebagian pemukiman
penduduk. Kebutuhan akan air bersih, masih disuplai dari Kota Makassar,
sedangkan untuk kebutuhan sehari-hari mereka masih menggunakan beberapa
sumur yang masih berfungsi di Pulau ini.
53
Perairan sekitar Pulau Lae-Lae relatif dangkal atau mempunyai kedalaman
yang kurang dari 7.5 meter, kecuali pada bangunan pemecah gelombang di Sisi
Timur Laut dengan kedaalaman perairan hingga mencapai lebih dari 9 meter. Bagi
mereka yang menyenangi untuk sekedar berjemur dan memancing untuk hiburan,
Pulau ini salah satu tempat ideal untuk dikunjungi. Walaupun di Pulau ini tidak
terdapat atau tidak tersedia resort, tetapi beberapa rumah rumah penduduk
menawarkan untuk dijadikan Guest House.
Kelurahan Lae-Lae secara administratif masuk dalam wilayah kota
Makassar Kecamatan Ujung Pandang Wilayah Pulau Lae-Lae, Pulau Kayangan dan
Pulau Tangayya. Kantor Lurah Lae-Lae terletak di pulau Lae-Lae dengan luas
daratan 8,9 hektare pada posisi 199o 23’33,1’ BT dan 05o08’16,0” LS atau perairan
Selat Makassar. Batas-batas administratif meliputi :
• Sebelah Barat berbatasan dengan Pulau Samalona
• Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Makassar
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Tanjung Bunga
• Sebelah Utara berbatasan dengan Gusung Tangayya
Adapun batas wilayah Kelurahan Lae-Lae sebagai berikut :
• Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka
• Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Makassar
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Makassar
• Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar
54
Dengan luas Kelurahan Lae-Lae yang berkisar 0,22 Km2 pulau tersebut
memiliki 3 RW dan 10 RT, dan itu telah jelas pada data berikut :
ORW 01. Dengan jumlah 4 RT
ORW 02. Dengan jumlah 3 RT
ORW 03. Dengan jumlah 3 RT
Dari data yang diperoleh mengenai RW dan RT pada Kelurahan Lae-Lae,
maka berikut adalah daftar penduduk di Kelurahan Lae-Lae berdasarkan gender :
Laki-laki : 778 jiwa
Perempuan : 773 jiwa
Total : 1.551 jiwa
1.4 Profil Dinas Pariwisata Kota Makassar
1. Kedudukan
• Dinas Pariwisata merupakan unsur pelaksana Urusan Pemerintahan di
bidangpariwisata yang menjadi kewenangan Daerah.
• Dinas Pariwisata dipimpin oleh kepala dinas yang berkedudukan di bawah
danbertanggung jawab kepada walikota melalui sekretaris Daerah.
2. Susunan Organisasi
• Kepala Dinas;
• Sekretariat, terdiri atas ;
a. Subbagian Perencanaan dan Pelaporan
b. Subbagian Keuangan
c. Subbagian Umum dan Kepegawaian
55
• Bidang Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata, terdiri atas :
a. Seksi Pengembangan Destinasi ;
b. Seksi Industri Pariwisata ;
c. Seksi Tata Kelola Destinasi dan Pemberdayaan Masyarakat
• Bidang Pemasaran dan Promosi, terdiri atas :
a. Seksi Promosi;
b. Seksi Pemasaran;
c. Seksi Pelayanan Pariwisata.
• Bidang Pengembangan Kapasitas, terdiri dari :
a. Seksi Pelatihan Kepariwisataan;
b. Seksi Fasilitas dan Kompetensi Sertifikasi;
c. Seksi Kelembagaan Pariwisata.
• Bidang Ekonomi Kreatif, terdiri atas :
a. Seksi Ekonomi Kreatif berbasis Seni Dan Budaya
b. Seksi Ekonomi Kreatif berbasis Media, Desain dan IPTEK;
c. Seksi Pembinaan Pelaku Kreatif
• Kelompok Jabatan Fungsional
• Unit Pelaksanaan Teknis (UPT)
3.Tugas dan Fungsi
Dinas Pariwisata mempunyai tugas membantu walikota melaksanakan
Urusan Pemerintahan bidang pariwisata yang menjadi kewenangan Daerah dan
TugasPembantuan yang ditugaskan kepada Daerah.
Dinas Pariwisata dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas
menyelenggarakan fungsi :
56
a. perumusan kebijakan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
bidangpariwisata;
b. pelaksanaan kebijakan Urusan Pemerintahan bidang pariwisata;
c. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Urusan Pemerintahan
bidangpariwisata;
d. pelaksanaan administrasi dinas Urusan Pemerintahan bidang pariwisata;
e. pembinaan, pengoordinasian, pengelolaan, pengendalian, dan
pengawasanprogram dan kegiatan bidang pariwisata;
f. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh walikota terkait dengan
tugasdan fungsinya.
4.Visi dan Misi Dinas Pariwisata Kota
Visi :
“Terwujudnya Kota Makassar sebagai Destinasi Pariwisata Dunia”
Misi :
1. Peningkatan promosi dan pemasaran pariwisata yang terarah dan terencana;
2. Penataan dan usaha industri pariwisata dalam meningkatkan daya asing;
3. Peningkatan kompetensi dan daya saing SDM pariwisata dan ekonomi
kreatif yang berstandar internasional;
4. Pengembangan potensi ekonomi kreatif berbasis seni dan budaya;
5. Peningkatan kapasitas kelembagaan Dinas Pariwisata.
57
B. Pengembangan Pariwisata Pulau Lae-Lae Berbasis Masyarakat
(Community Based Tourism) Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
Pulau Lae-Lae di Kota Makassar
Hasil penelitian ini menjelaskan tentang pengembangan wisata di Pulau
Lae-Lae, Kelurahan Lae-Lae Kecamatan Ujung Pandang Kota Makassar yang
mengacu pada indikator Community Based Tourism (Pengembangan Wisata
Berbasis Masyarakat) Rocharungsat,2008 dalam (Prabawati, 2013), yaitu dengan
adanya Sumber Daya Alam dan Budaya di Pulau Lae Lae dalam pemberdayaan
adalah salah satu pemicu meningkatnya ekonomi para masyarakat setempat, adanya
Organisasi Masyarakat dalam membantu pemerintah untuk mengembangkan
potensi pariwisata di Pulau Lae Lae terkhususnya kepada Pantai Pasir Putih yang
kini sedang di benahi, adanya manajemen dalam Pengembangan Pariwisata Pulau
Lae Lae ini jadi semakin tertata dan terstruktur baik dari pemasukan ataupun
pengeluaran dari fase Pengembangan Pariwisata Pulau Lae Lae, dan yang terakhir
dengan adanya Learning (pembelajaran) para pengunjung jadi banyak mengetahui
tentang Pulau Lae Lae terkhususnya lokasi wisatanya yakni Pantai Pasir Putih Lae
Lae. Maka uraian penlitian ini diuraikan sebagai berikut :
1. Sumber Daya Alam dan Budaya
Sumber Daya Alam dan Budaya disini maskudnya adalah bagaiamana dan
apa saja sumber daya alam yang terdapat di Pulau Lae Lae dalam meningkatkan
pendapatan asli daerah di Pulau tersebut dan tentunya juga dengan adanya sumber
daya alam dan budaya oulau tersebut diharapkan agar dapat meningkatkan minat
58
kunjungan dari wisatawan yang bertandang ke Kota Makassar. Karena para
pengunjung yang berdatangan ke Kota Makassar untuk liburan itu tujuannya bisa
jadi tidak kepada lokasi wisata yang terdapat di Kota Makassar, melainkan lokasi
wista di luar Kota Makassar. Jadi disini tugas Masyarakat dan Pemerintah sangat
dibutuhkan kerjasamanya dalam mengembangkan potensi pariwisata Pulau Lae Lae
ini agar para wisatawan baik lokal dan mancanegara dapat melirik Pulau Lae Lae
sebagai salah satu opsi kunjungan wisatanya. Untuk mengetahui sejauh mana
perkembangan pariwisata di Pulau Lae Lae pada sektor Sumber Daya Alam dan
Budaya nya. Maka dilakukan wawancara dengan informan AH, selaku Lurah Lae
Lae Kecamatan Ujung Pandang Kota Makassar mengemukakan bahwa :
“Mengenai Pengembangan Pariwisata Pulau Lae Lae di Kota Makassar ini
sudah mulai tertata perlahan dengan disertai arahan dari pamerintah dinas
pariwisata agar membudidayakan sumber daya alam yang terdapat di Pulau tersebut
seperti Rumput Laut, Terumbu Karang, Pantai Pasir Putih, dan Tangkapan hasil
laut lainnya. Samping itu juga kita Budaya nya disini yaitu Khas Bugis Makassar,
jadi kalau misalnya adek atau pengunjung lain lapar atau sedang mau makan
cemilan, banyak disini dijajakan kue Khas Bugis dan Makassar seperti Kue Apang,
Barongko, Jalangkote, Pisang Ijo dan aneka macam kue lainnya. Harus kita tahu
juga adek, disini ada inovasi makanan yang di buat oleh para ibu PKK yakni Keripik
Rumput Laut, dan kemudian dijajakan kepada pengunjung.” (Hasil wawancara
bersama informan AH, Tanggal 18 December 2019).
Berdasarkan hasil wawancara bersama Lurah Lae Lae dapat diketahui
bahwa dari sektor budidaya Sumber Daya Alam dan Budaya sudah mulai di
kembangkan dan tetap dijalankan agar terus menuju kepada lokasi wisata idaman
di Kota Makassar terlebih kepada Hasil Laut yang dihasilkan oleh Pulau Lae Lae
dan Kue Khas Bugis Makassar nya. Selain daripada penjelasan dari Lurah Lae Lae,
peneliti juga mewawancarai beberapa masyarakat yang terkait dengan indikator
59
yang ingin di ketahui dan salah satunya adalah informan yang berinisial AN selaku
masyarakat tetap Kelurahan Lae Lae yang mengemukakan bahwa :
“Iya dek, disini itu Sumber Daya Alam dan Budayanya ada, kalau masalah
Sumber Daya Alam kita punya Hasil Laut seperti Terumbu Karang, Ikan
Laut dan Pasir Pantai yang menjadi andalannya para pengunjung atau
mahasiswa yang berkunjung kesini sambil tunggu sunset di pinggir pantai.
Kalau budayanya kita disini itu Bugis Makassar dan andalannya kita disini
itu lebih kemakanan kita jajakan ke para pengunjung seperti Kue Apang
Bugis, Barongko, Jalangkote, sampai ada beberapa rumah yang membuat
Abon Ikan Khas Pulau Lae Lae dan Keripik Runput Laut. (Hasil
Wawancara bersama informan AN, Tanggal 18 December 2019).
Hal senada juga disampaikan oleh informan MF selaku masyarakat
setempat Kelurahan Lae Lae, yang mengemukakan bahwa :
“Disini kita wisatanya itu saat ini cuma Pantai Pasir Putih Lae Lae saja dulu,
dan itu saja Alhamdulillaah sudah banyak pengunjung tiap minggu jadi kita
juga masyarakat kena dampak kalau meningkat jumlah pengunjung di Pulau
Lae Lae ini, tambah lagi ibu PKK nya itu buat inovasi makanan seperti
Kerupuk Rumput Laut sama Abon Ikan Khasnya Pulau Lae Lae. (Hasil
wawancara bersama informan MF selaku masyarakat setempat, Tanggal 18
December 2019).
Pada kesempatan yang sama peneliti juga melakukan wawancara bersama
masyarakat lainnya mengenai seperti bagaimanakah Masyarakat dan Pemerintah
dalam melakukan aksi untuk tetap menjaga kebersihan lingkungan Pulau Lae Lae
dari ancaman yang semakin mengikisnya pasir pantai di Pulau tersebut, berikut
adalah hasil wawancara bersama informan RT selaku penjaga dan pengelola pantai
di pulau tersebut :
“Kami disini adek selalu mengadakan kegiatan bersih pantai dan itu
dilakukan setiap hari sabtu dan jika memungkinkan hari minggu juga kita
adakan kegiatan. Disini setiap RW yang lakukan kerja bakti jadi kita
bergiliran kerjanya. Kan disini ada 3 RW jadi setiap pekannya itu kita
gantian atau bergiliran, tapi biasa juga kita diarahkan sama pak Lurah untuk
mengarah ke Dermaga Kayu Bangkoa untuk bersihkan sampah kiriman
60
yang mengapung di laut, tapi beberapa ji dari Pulau Lae Lae yang datang
karena kan kami transportasinya menggunakan perahu jadi agak ribet”.
(Hasil wawancara bersama informan RT selaku Penjaga dan Pengelola
Pantai Pulau Lae Lae, Tanggal 18 December 2019).
Berdasarkan hasil dari beberapa wawancara diatas bahwa untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Pulau Lae Lae melalui Pengembangan
Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism) memang
diperlukannya perhatian yang lebih terhadap perkembangan potensi wisata pada
sektor Sumber Daya Alam dan Budaya. Maka dengan itu masyarakat setempat pun
ikut merasakan dampak atas kemajuan Sumber Daya Alam yang dominan dari hasil
laut dan masyarakat tentunya ikut ter perdayakan akan adanya Sumber Daya Alam
dan Budaya yang terdapat di Pulau Lae Lae, Kecamatan Ujung Pandang, Kota
Makassar. Hal ini sejalan juga dengan teori Murphy mengenai Community Based
Tourism yang menitik beratkan pada sumber daya alam dan budaya.
2. Organisasi Organisasi Masyarakat
Organisasi masyarakat yang dimaksud disini adalah organisasi yang
dibentuk di Kelurahan Lae Lae Kecamatan Ujung Pandang Kota Makassar, baik
dari penduduk setempat maupun dari pemerintah yang berkaitan. Organisasi
Masyarakat disini guna menerima tugas dan tanggung jawab dari pemerintah untuk
menjalankan beberapa tugas Pengembangan Pariwsata Berbasis Masyarakat
(Community Based Tourism) di Pulau Lae Lae agar struktur organisasi tetap
berjalan dengan baik dan pada setiap bidang dapat mengontrol tugasnya masing
masing. Dengan begitu dapat dengan mudah memberdayakan para masyarakat yang
bermukim di Pulau tersebut. Untuk mengetahui seperti apa tugas dan fungsi
61
Organisasi Organisasi Masyarakat di Kelurahan Lae Lae, maka peneliti melakukan
wawancara dengan beberapa pihak yang terkait. Berikut adalah wawancara peneliti
bersama dengan informan SF yakni selaku Seksi Pengembangan Destinasi Wisata
di Dinas Pariwisata Kota Makassar :
“Kalau kita berbicara masalah organisasi, kami dar pihak pemerintah juga
sudah menyediakan organisasi atau lebih ke membentuk organisasi yang
didalamnya adalah mayoritas pemuda atau kaum milenial, dan ada juga
beberapa anggota didalamnya itu melibatkan masyarakat. Tentu itu sangat
membantu pemerintah dalam menjaga potensi wisata Pulau yang ada di
Kota Makassar salah satunya itu Pulau Lae Lae. Maka dari itu kami
membentuk Kelompok Sadar Wisata yang agar diharapkan dapat mengolah
dan memantau dengan baik Pulau Lae Lae ini dan kelompok ini diawasi
sendiri oleh Kepala Lurah Lae Lae.” (Hasil wawancara bersama informan
SF selaku Pemerintah yang terkait, Tanggal 18 December 2018).
Hal serupa yang dituturkan oleh Lurah Lae Lae perihal organisasi
masyarakat yang ada di Pulau Lae Lae dalam saling mengembangkan potensi
wisata dan berimbas kepada Pendapatan Asli Daerah di pulau itu sendiri, berikut
hasil wawancara peneliti bersama Lurah Lae Lae :
“Masyarakat di Pulau ini sebenarnya sudah terbentuk menjadi satu
kelompok yakni kelompok masyarakat Pulau Lae Lae, kenapa saya bilang
begitu karena tanpa kerja sama dan rasa saling menghargai maka suatu
daerah tidak akan berkembang. Kami disini semua saling membantu dalam
hal apa saja yang berkaitan dengan kemajuan wisata yang ada di Pulau Lae
Lae karena jika pengunjung meningkat maka otomatis pendapatan di Pulau
ini juga ikut meningkat. Jadi yang ada itu pengaruh positif untuk Pemerintah
terlebih untuk masyarakat yang bermukim di Pulau Lae Lae. Kalau masalah
organisasi di Pulau ini kita lebih tekan kan kepada semua kalangan baik
kepada bapak bapak atau ibu ibu sampai para anak muda mudanya, dan itu
sedang kami proses pembuatan Organisasi Kepemudaan yang bertanggung
jawab atas apa saja yang mengenai Pulau Lae Lae dan proses
pengrekrutannya pun melalui musyawarah masyarakat atau dipilih langsung
oleh masyarakat. Mungkin itu akan rampung seiring dengan selesainya
pembangunan fasilitas di bibi Pantai Pasir Putih Lae Lae. (Hasil wawncara
bersama informan AH selaku kepala Lurah Lae Lae, Tanggal 18 Desember
2019).
62
Selain bersama Kepala Seksi Pengembangan Destinasi Dinas Pariwisata
Kota Makassar dan Kepala Lurah Lae Lae, peniliti juga melakukan wawancara
bersama beberapa masyarakat yang asli penduduk Pulau Lae Lae, dan berikut
adalah hasil wawancara bersama informan OB selaku masyarakat setempat :
“Kalau organisasi disini adek dibilang organisasi iya, bukan organisasi juga
bisa soalnya kita disini masyarakat itu satu kelompok dalam
mengembangkan Pulau Lae Lae,dan disini kalau masalah organisasi paten
itu belum ada. Rencananya Pak Lurah dalam waktu dekat ini akan
membentuk Organisasi Kepemudaan yang didalamnya beranggotakan dari
masyarakat Pulau Lae Lae saja. Tapi kalau soal kerja samanya kami semua
disini itu sudah saling membahu, saya rasa juga itu syarat salah satu dari
terbentuknya organisasi adalah kebersamaan, dari kebersamaan itu mi kita
bisa terus daling membahu dalam meningkatkan Pendapatan Asli
Daerahnya Pulau Lae Lae dengan cara bersama sama menjaga pantai dan
Pulau ini dek. Jadi dengan begitu akan banyak pengunjung yang datang.
(Hasil wawancara bersama informan OB selaku masyarakat Pulau Lae Lae.
Tanggal 18 Desember 2019).
Hal yang hampir sama yang di informasikan oleh Staff Kelurahan Lae Lae
mengenai Organisasi Masyarkat di Kelurahan Lae Lae dan sedikit hambatannya.
Berikut adalah hasil wawancara bersama informan RS selaku staff di Kantor Lurah
Lae Lae :
“Organisasi Kepemudaannya disini dek belum ada, tapi para masyarakat itu
selalu bekerja sama tolong menolong kalau masalah Pulau Lae Lae dan
kedepannya Pulau Lae Lae agar potensi wisatanya itu tidak hilang jadi kami
disini semua itu ikut berpartisipasi dalam menjaga Pulau Lae Lae. Ada
memang sedikit hambatan yang dirasakan para penduduk Pulau Lae Lae di
tahu kemarin kemarin karena bantuan dana dari pemerintah itu sulit sekalli
cair padahal kami disini sangat membutuhkan untuk merenovasi fasilitas
pantai yang sudah kumuh dan selain dana bantuan yang menjadi hambatan,
biasanya juga pemudanya itu selaluu sibuk dengan aktivitas yang terletak di
luar pulau Lae Lae jadi agak susah untuk kita temui. Nah diharapkan nanti
kalau sudah mau pembentukan Organisasi Kepemudaan (Karang Taruna)
para Pemuda Pulau Lae Lae lebih serius dan aktif di Pulau Lae Lae dalam
mengembangkan Potensi Wisata yang ada di Pulau Lae Lae sehingga
dengan begitu akan meningkatkan minat kunjungan dari para wisatawan
lokal maupun mancanegara maka hal tersebut juga dapat meningkatkan
63
Pendapatan Asli Daerah di Pulau Lae Lae”. (Hasil wawancara bersama
informan RS selaku staff di Kantor Lurah Lae Lae, Tanggal 18 Desember
2019).
Demikian hasil wawancara bersama beberapa informan yang terkait dengan
indikator di dalam penelitian si peneliti. Berdasarkan hasil wawancara di atas maka
indikator Organisasi Masyarakat di Pulau Lae Lae sangat lah diperlukan demi
keberlangsungan kondisi Pulau Lae Lae dan melalui Organisasi Masyarakat maka
para masyarakat dapat semakin meningkatkan kesadarannya dalam saling bekerja
sama dalam tim ataupun kelompok. Walaupun sempat dituturkan oleh infroman RS
mengenai hambatannya namun hal tersebut akan segera teratasi dengan akan
dibentuknya Organisasi Kepemudaan Karang Taruna yang proses pemilihannya
yang dipilih langsung oleh masyarakat. Maka dengan begitu yang semakin
diperhatikannya keberlangsungan Pulau Lae Lae dan Pengembangan Pariwisata
Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism) hal tersebut dapat perlahan
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Pulau Lae Lae. Hal ini sejalan juga
dengan teori Sunaryo mengenai Community Based Tourism yang menitik beratkan
pada Masyarakat dan Manajemen.
3. Manajemen
Manajemen yang dimaksud disini adalah bagaimana Pemerintahan yang
terkait dalam mengelola Pulau Lae Lae ini dengan beragam Potensi Wisatanya,
selain dari pemerintah melalui masyarakat juga kita mendapatkan informasi seperti
apa bentuk Manajemen di Pulau Lae Lae ini dan bagaimana tata kelola nya
sehingga dapat tertata dengan baik, mulai dari Bangunannya, Pantai Pasir Putihnya,
Fasilitasnya, dan Transportasinya untuk bisa mengakses Pulau Lae Lae sehingga
64
pengunjung dapat dengan mudah mengetahui penataan yang ada di Pulau Lae Lae.
Berikut adalah hasil wawancara peneliti bersama dengan beberapa informan yang
terkait indikator Manajemen dan lebih mengetahui permasalahan tersebut.
Wawancara bersama informan SF selaku Pemerintahan yang terkait yakni Seksi
Pengembangan Destinasi Dinas Pariwisata Kota Makassar dan hasil dari
wawancara bersama informan SF dan peneliti adalah sebagai berikut :
“Kalau masalah peraturan dari pemerintah itu tidak ada, maksudnya kami
itu tidak memberikan aturan yang terikat begitu, jadii masyarakat penduduk
sana kami kasih kebebasan tapi tetap kami pantau perkembangan Pulau
tersebut terlebih kepada Potensi Wisata dan Community Based Tourismnya.
Adapun beberapa himbauan atau arahan yang kami berikan dari
pemerintahan tentang bagaimana menjaga lingkungan dan kebersihan
pantai dari sampah kiriman dan sampah rumah tangga. Serta memberikan
kesadaran kepada para pengunjung dengan adanya Sapta Pesona yang
dimaksud dengan Sapta Pesona itu ada 7 : 1. Aman, 2. Tertib, 3. Bersih, 4.
Sejuk, 5. Indah, 6. Ramah, 7. Kenangan. Jadi dengan Sapta Pesona itu para
pengunjung dan para masyarakat duharapkan lebih peka lagi terhadap
kebersihan lingkungan.” (Hasil wawancara bersama informan SF selaku
Pemerintah yang terkait, Tanggal 18 Desember 2019).
Dari wawancara bersama informan SF yang lebih ditekankan oleh
Pemerintah adalah himbauan kepada pengunjung dan masyarakat untuk tetap
menjaga kebersihan Laut dan Pantai di sekitaran Pulau Lae Lae walaupun sampah
berdatangan dari laut atau sampah kiriman. Selain daripada informan SF yang
melakukan wawancara bersama peneliti, si peneliti juga mendapatkan informasi
dari informan AH selaku Kepala Lurah Lae Lae, dan berikut adalah hasil
wawancara bersama informan AH mengenai Manajemen atau Tata Kelola
Pengembangan Pariwisata di Pulau Lae Lae dalam upaya meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah di Pulau Tersebut :
65
“Kalau masalah manajemennya disini itu kita mengarah ke bantuan
pemerintah saja, dan disini dana bantuannya itu agak cukup susah karena
Aparatur Sipil Negaranya itu minimal ada 3 tapi di Keluarahan Lae Lae itu
cuma Lurah saja yang Aparatur Sipil Negara. Seperti yang jelas kita ketahui
kalau Dana Kelurahan itu tanggung jawabnya Pemda kemudian ke
Kecamatan yang terpaparkan dalam Pasal 230 UU Pemerintahan Daerah
dan Pasal 30 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2018 tentang
Kecamatan, disebutkan bahwa Pemerintah Kabupaten atau Kota
mengalokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
untuk pembangunan sarana dan prasarana lokal dan pemberdayaan
masyarakat di kelurahan. Alokasi tersebut masuk dalam anggaran
Kecamatan pada bagian Anggaran Kelurahan dengan Lurah sebagai Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA). Makanya disini itu pengelelolaannya ada yang
dikelola sendiri oleh masyarakat dan ada juga bantuan dari pemeritah tapi
bantuan tersebut tidak dalam bentuk tunai melainkan dalam bentuk
infrastruktur untuk pembangunan fasilitas Pantai dan Landmark agar
memudahkan para pengunjung”. (Hasil wawancara bersama informan AH
selaku Kepala Lurah Lae Lae, Tanggal 18 Desember 2019)
Hal yang sama dituturkan oleh informan selanjutnya adalah masyarakat
setempat yang memberikan informasi mengenai pembangunan fasilitas yang
terdapat di Pulau Lae Lae, sebelumnya memang sudah ada beberapa fasilitas tapi
di tahun ini ada renovasi dan tambahan fasilitas melihat jika fasilitas sebelumnya
sudah kumuh dan tidak layak pakai seperti gasebo di pinggir Pantai Pasir Putih Lae
Lae yang materialnya berasal dari kayu dan bambu, berikut adalah hasil wawancara
bersama informan MF selaku masyarakat setempat mengenai peerkembangan
fasilitas yang ada di Pulau Lae Lae :
“Kemarin fasilitas yang ada di Pulau Lae Lae sebelum ada pembangun
hanya ada gasebo kayu dan toilet saja, namun saya lihat ada bantuan
pemerintah datang berupa material seperti semen, balok, pasir, batako dan
lainnya sudah berada di pinggir Pantai Pasir Putih Lae Lae dan sementara
pembangunan gasebo dan tempat mandi air tawar selepas berenang di laut
lepas atau dari diving serta tempat ganti baju. Sayangnya toilet yang
sebelumnya digunakan sebagai toilet umum kini tidak di fungsikan dan
beralih ke toilet yang disediakan oleh penduduk setempat yang dikenakan
tarif 2000 sampai dengan 5000”. (Hasil wawancara bersama informan MF
sebagai masyarakat setempat, Tanggal 18 Desember 2019).
66
Di kesempatan yang lain peneliti juga mewawancarai masyarakat lainnya
mengenai peningkatan ekonomi di Pulau Lae Lae dengan adanya pembangunan
fasilitas yang baru dan diperadakan di Kelurahan Lae Lae. Apakah ada dampak
yang dirasakan saat ini oleh masyarakat dan pemerintah terkait dibandingkan
dengan fasillitas yang terlebih dahulu tersedia sebelumnya, maka dengan begitu
peneliti melakukan wawancara bersama informan SF terdahulu kemudian informan
RT mengenai peningkatan ekonomi di Pulau Lae Lae. Berikut adalah hasil
wawancara bersama informan SF selaku pemerintah yang terkait yakni Seksi
Pengembangan Destinasi Dinas Pariwisata Kota Makassar :
“Kalau masalah peningkatan ekonomi pariwisata di Kota Makassar
terkhususnya di Pulau Lae Lae ini relatif stabil itupun jika ada penurunan
pasti dikarenakan mahalnya harga tiket dan itu membuat para masyarakat
berfikir untuk berkunjung. Kalau di Pulau Lae Lae uang masuknya itu
gratis, cuman uang transport dan penyewaan fasilitasnya yang memakan
biaya, terhitung jika pengunjung menyewa gasebo itu harganya kisaran
30.000 samppai 50.000 ribu. Soal peningkatan pendapatan masyarakat
setempat itu pasti mengalami kenaikan jika jumlah pengunjung meningkat,
bisa dilihat dari jika rombongan pengunjung datang pasti harga penyewaan
kapalnya itu masuk dikantong yang menyetir perahu tersebut atau biasa di
sebut “PALLIMBANG” yang juga menjadi salah satu mata pencaharian
tetap selain menjadi nelayan dan belum lagi jika pengunjung ingin menyewa
gasebo pasti uangnya masuk kekantong Pengelola Pantai Pasir Putih Lae
Lae.
Senada dengan informasi yang diberikan oleh Seksi Pengembangan
Destinasi Dinas Pariwisata Kota Makassar mengenai peningkatan ekonomi di Pulau
Lae Lae, hal yang sama dituturkan oleh informan RT selaku Pengelola Pantai Pasir
Putih Lae Lae. Berikut adalah wawancara bersama informan RT :
“Wisata Pantai Pasir Putih Lae Lae sekarang ini sedang ada dikerjakan
pembangunan fasilitas seperti Gasebo, Tempat Mandi Air Tawar, Tempat
Ganti Baju, dan Patung Nama Pulau Lae Lae. Itu semua masih dalam tahap
pengerjaan dan diharapkan jika semuanya sudah rampung dan selesai dapat
67
menjadi nilai tambah dari pengunjung agar dapat menjadikan Pulau Lae Lae
sebagai salah satu daftar destinasi wisatanya. Selain fasilitas pantai yang
sementara dikerjakan, akan ada juga landmark atau papan petunjuk.
Masalah penyewaan fasilitas untuk saat ini hanya gasebo yang kita tahu
status penyewaannya entah kedepannya tempat Mandi Air Tawar dan Ganti
Baju ikut dikenakan tarif, saya belum tahu jelasnya”. (Hasil wawancara
bersama informan RT selaku Penjaga Pantai Pasir Putih Lae Lae, Tanggal
18 Desember 2019).
Berdasarakan hasil dari beberapa wawancara diatas bersama masyarakat
dan pemerintahan yang terkait bahwa soal Manajemen di Pulau Lae Lae dalam
memberdayakan masyarakat sudah jelas yang relatif masih stabil karena tahun ke
tahun masih terus di adakan pengembangan. Di tahun ini 2019 pemerintah
menginterfensi para masyarakat dan Lurah setempat untuk memperhatikan fasilitas
wisatanya seperti Gasebo, Landmark, dan fasilitas penunjang lainnya yang masih
dalam tahap pengerjaan agar dapat membantu peningkatan Pendapatan Asli Daerah
di Pulau Lae Lae. Hal ini sejalan juga dengan teori Sunaryo mengenai Community
Based Tourism yang menitik beratkan pada Masyarakat dan Manajemen.
4.Pembelajaran (Learning)
Pembelajaran (Learning) yang dimaksud disini adalah objeknya lebih
ditekankan kepada Pengunjung Pulau Lae Lae, agar para pengunjung dapat lebih
mudah memahami dan mengetahui tentang Pulau Lae Lae. Contoh umumnya agar
para pengunjung dapat lebih mudah mengetahui lokasi wisata yang dikunjunginya
itu, terdapat papan petunjuk yang menjelaskan setiap fasilitas yang ada atau icon
apa saja yang disediakan dari tempat wisata itu. Lebih bagusnya jika ada Pemandu
Wisata yang mendampingi perjalanan wisata para wisatawan yang berkunjung. Hal
itulah yang ingin ketahui di Pulau Lae Lae, apakah ada penerapan hal yang seperti
68
demikian mengenai Pembelajaran (Learning). Maka peneliti melakukan
wawancara bersama beberapa pihak yang tekait mengenai masalah tersebut di
Pulau Lae Lae, dengan begitu berikut adalah hasil wawancara bersama informan
AH selaku Kepala Lurah Lae Lae mengenai masalah Pembelajaran (Leraning) di
Wisata Pantai Pulau Lae Lae :
“Untuk saat ini kalau masalah pembelajaran, kami para instansi Pemerintah
sebelumnya pernah ada papan petunjuk yang terletak di gerbang masuk
Pulau Lae Lae setelah Dermaga Pulau Lae Lae. Namun papan petunjuk atau
denah lokasi Pulau Lae Lae itu telah rusak dan tidak memungkinkan untuk
terus dipajang maka kami dari pihak pemerintah dan langsung dari Dinas
Pariwisata Kota Makassar untuk membuatkan Landmark dan Papan
Petunjuk yang disimpan disetiap lorong dan berfungsi mengarahkan lokasi
yang ingin dituju oleh para wisatawan. Semua itu sedang memasuki tahap
proses pembangunan dan proses pengerjaan, itu bisa adik lihat sendiri di
Pantai sudah ada beberapa gasebo yang telah dibangun yang berbahan dasar
Batako, Pasir dan Semacamnya”. (Hasil wawancara bersama informan AH
selaku Kepala Lurah Lae Lae, Tanggal 18 Desember 2019)
Untuk terus mencari tahu informasi di Pulau Lae Lae dalam Pengembangan
Pariwisata Berbasis Masyarakat atau biasa disebut (Community Based Tourism),
Peneliti juga menggalih informasi bersama Seksi Pengembangan Destinasi Wisata
Dinas Kota Makassar melalui wawancara dan berikut adalah hasil wawancaranya :
“Dalam bentuk edukasi dari kami para Instansi Pemerintahan itu telah saya
sebutkan tadi adalah arahan mengenai Sapta Pesona yang ada 7 tadi, dan
sekarang lebih luasnya lagi kami dari Pemerintah Kota telah menyediakan
akses untuk para pengunjung untuk lebih mengetahui tentang Pariwisata
Kota Makassar, yaitu kami selalu membuat brosur baik secara tertulis
kemudian di bagikan ataupun melalui media sosial yang saat ini para kaum
muda sangat mudah mengaksesnya. Selain ketiga tadi, kami juga sangat
menganjurkan untuk para wisatawan baik lokal maupun mancanegara untuk
mengunduh aplikasi yang telah dibuat oleh Pemerintah Dinas Pariwisata
Kota Makassar yakni “Eksplor Makassar” untuk memudahkan para
pengunjung memilih destinasi wisatanya, setelah aplikasi yang telah kami
adakan jika para pengunjung ingin lebih detail mendapatkan informasi
tentang Pariwisata Kota Makassar dapat langsung berkunjung ke Pusat
Informasi Pariwisata atau TIC (Tourist Information Centre) yang terletak di
69
Jl. Penghibur dekat dengan Hotel Almadera”. (Hasil wawancara bersama
informan SF selaku Pemerintahan yang terkait, Tanggal 18 Desember
2019).
Selain melakukan wawancara bersama Instansi Pemerintahan, peneliti juga
melakukan wawancara mendalam bersama para masyarakat penduduk Pulau Lae
Lae mengenai edukasi tentang kebersihan lingkungan yang biasa dilakukan oleh
beberapa komunitas yang berkunjung ke Pulau Lae Lae untuk mengadakan aksi
bersih dan seminar kebersihan lingkungan, bagaimana tanggapan dari masyarakat
setempat mengenai pemberian edukasi yang dilakukan oleh beberapa komunitas di
Kota Makassar. Berikut adalah hasil wawancara peneliti bersama beberapa
informan yang berstatus masyarakat di Pulau Lae Lae :
“Kami sangat hargai dengan adanya kegiatan seperti yang demikian karena
kegiatan tersebut pasti sangat memberikan pelajaran kepada masyarakat dan
tentunya masyarakat juga ikut terperhatikan mengenai keberadaannya di
daerah pesisir yang terbilang agak jauh dari pusat Kota Makassar. Kalau ada
kegiatan macam itu diadakan di Pulau Lae Lae pastinya kami masyarakat
juga akan ikut terjun langsung bersama para anggota komunitas dalam aksi
bersih pantai dan menghadiri seminarnya di Gedung Serba Guna Kelurahan
Lae Lae”. (Hasil wawancara bersama informan MF seelaku masyarakat asli
Pulau Lae Lae, Tanggal 18 Desember 2019).
Hal serupa dituturkan oleh informan lainnya yang juga berstatus masyarakat
di Pulau Lae Lae mengenai Pembelajaran (Learning) yang di edukasikan kepada
masyarakat setempat dari beberapa Komunitas yang melakukan kegiatan di
Kelurahan Lae Lae, dan berikut adalah hasil wawancara bersama informan RT :
“Disini tidak jarang ada kegiatan yang berbasis kebersihan terutama bersih
bersih pantai dan mengangkut sampah kiriman dari laut. Selain aksi bersih
pantai, disini juga pernah diadakan kegiatan yang berbau sosial atau berbau
meningkatkan kreatifitas anak anak di Pulau Lae Lae, dan tentunya kami
sangat antusias sekali. Mengingat jika semakin banyak nya kegiatan yang
diadakan maka para pengunjung dari luar Kota Makassar akan sangat
tertarik untuk berkunjung ke Pulau Lae Lae Kota Makassar, sehingga hal
70
tersebut kembali berdampak kepada Peningkatan Pendapatan Asli Daerah
di Pulau Lae Lae”. (Hasil wawancara bersama informan RT selaku
masyarakat setempat, Tanggal 18 Desember 2019).
Demikian pula informasi yang telah peneliti dapatkan juga dari informan
AN selaku Pengelola Pantai di Pantai Pasir Putih Pulau Lae Lae mengenai
masalah Learning (Pembelajaran) seperti di wawancara sebelumnya. Berikut
adalah hasil wawancara bersama informan AN :
“Kami sangat merasa bangga sekali jika memang akan ada kegiatan yang
akan dilakukan di Pantai ini dengan begitu akan banyak peserta dari
kegiatan tersebut yang berkunjung ke Pulau Lae Lae. Jika sudah seperti itu
kami masyarakat asli Lae Lae akan merasakan dampak yang cukup besar
baik dari sektor pendapatan yang meningkat, dari segi pengetahuan pun
kami juga bertambah. Kenapa saya bilang dari segi pengetahuan, karena jika
ada kegiatan yang diadakan itu pasti akan melibatkan masyarakat dan
tentunya masyarakat akan mendapatkan ilmu atau sesuatu yang baru dimana
sebelumnya belum diketahui. Kami juga yakin, kenapa banyak beberapa
komunitas atau kegiatan kampus memilih Pulau Lae Lae sebagai lokasi
untuk diberlangsungkannya kegiatan mereka, karena kami menyajikan
keindahan Pantai di Pagi dan Sore hari, di Pagi hari cuacanya yang sejuk
dengan semilir ingin dan di Sore hari cuacanya yang sangat tenang bersama
pemandangan matahari terbenam. Maka dengan demikian kami akan terus
mengembangkan Potensi Wisata kami di Pulau Lae Lae agar terus menjadi
Destinasi Pariwisata favorite para pengunjung baik dari lokal maupun
mancanegara”. (Hail wawancara bersama informan AN selaku Pengelola
Pantai Pasir Putih Lae Lae, Tanggal 18 Desember 2019).
Demikian hasil wawancara bersama informan yang terkait dengan judul
penelitian yang diangkat oleh peneliti. Dalam proses pengumpulan data dan
informasi di Pulau Lae Lae dan Kantor Dinas Pariwisata Kota Makassar.
Dalam proses pengumpulan data dan penelitian di Pulau Lae Lae serta di
Kantor Dinas Pariwisata Kota Makassar, peneliti membahas mengenai dasar dalam
pengembangan pariwisata di Pulau Lae Lae yakni : Sumber daya alam dan budaya,
Organisasi Masyarakat, Manajemen, dan Pembelajaran (Learning).
71
Pertama, Sumber daya alam dan budaya di Pulau Lae Lae menjadi faktor
utama yang dapat dengan mudah menarik minat wisata oleh pengunjung lokal
maupun mancanegara, karena hasil laut yang dimiliki di pulau tersebut sangat kaya
dan beraneka ragam mulai dari biota laut seperti ; ikan laut, rumput laut, terumbu
karang, dan di pulau tersebut para pengunjung juga bisa melakukan aktifitas diving
atau sekedar bermain dibibir pantai. Budaya di Pulau Lae Lae masih beretnis suku
Bugis dan Makassar, yang ketika berkunjung ke Pulau tersebut para pengunjung di
sajikan dengan aneka makanan khas suku bugis dan makassar.
Kedua, Organisasi Masyarakat di Pulau Lae Lae masih mengandalkan kerja
sama antar tetangga untuk menjaga kekonsistenan pariwisata dalam
pengelolaannya. Organisasi Masyarakat yang berada di bawah naungan kelurahan
di pulau tersebut masih dalam proses pembentukan yakni Karang Taruna Kelurahan
Lae Lae, sehingga dengan begitu Kepala Lurah Lae Lae sangat menaruh perhatian
dalam pembentukan karang taruna nya agar Pulau Lae Lae dan Pantai Pasir Putih
Lae Lae dapat dikelola dengan lebih baik lagi. Adanya pembangunan fasilitas di
Pulau Lae Lae menjadi alasan kenapa belum dibentuk karang taruna kelurahan lae
lae.
Ketiga, Manajemen dalam pengelolaan pariwisata di Pulau Lae Lae
sepenuhnya telah diberikan kepada warga setempat dalam mengembangakan
potensi wisatanya. Namun, pulau lae lae juga telah menjadi bagian dari wilayah
Kota Makassar jadi pemerintah memiliki tanggung jawab atas pulau tersebut
dengan memberika bantuan dan himbauan mengenai kebelangsungan obyek wisata
72
di Pulau Lae Lae. Bantuan dari pemerintah masih berupa bahan bangunan itu
dikarenakan syarat dalam penyaluran dana bantuan ke kelurahan harus memiliki
minimal 3 Aparatur Sipil Negara, Namun di Pulau Lae Lae hanya Kepala Lurah
yang menjabat sebagai Aparatur Sipil Negara. Hal itu yang menjadi salah satu
faktor lambannya proses peningkatan pengelolaan pariwisata di Pulau Lae Lae.
Keempat, Pembelajaran (Learning) yang dimaksud disini adalah edukasi
yang diberikan kepada pengunjung lokal dan mancanegara serta masyarakat
setempat. Dengan adanya TIC (Tourist Information Centre) dan Sapta Pesona yang
menjadi bagian dari program edukasi pemerintah di sektor pariwisata. TIC (Tourist
Information Centre) bertujuan agar memudahkan para pengunjung mancanegara
dalam mencari informasi wisata di Kota Makassar mulai dari transportasi,
makanan, penukaran mata uang, dan lain lain. Sedangkan, sapta pesona adalah
terdiri dari beberapa unsur yaitu aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah, kenangan.
Tujuan dari sapta pesona agar masyarakat dan wisatawan yang berkunjung ke Pulau
Lae Lae sadar akan kebersihan lingkungan dan keindahan alam. Hal ini sejalan juga
dengan teori Suansri, Yee Jaw Hah dan Richards mengenai Community Based
Tourism yang menitik beratkan pada Pembelajaran.
Adapun bentuk peningkatan yang dapat dilihat di Pulau Lae Lae Makassar
yaitu dari sektor pembangunan yang mengalami peningkatan dari fasilitas yang
tersedia di Pulau Lae Lae. Semua pembangunan itu bersumber dari hasil kunjungan
wisatawan yang berkunjung di Pulau Lae Lae dan kemudian dialirkan kepada
pembangunan fasilitas di Pulau Lae Lae. Dimana yang sebelumnya fasilitas dari
73
Pantai Pasir Putih Lae Lae masih kurang menarik perhatian mulai dari gasebo dan
fasilitas lainnya, namun kini sudah banyak dilakukan pembangunan dan
diupayakan supaya menarik perhatian pengunjung lagi kedepannya.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang disajikan pada bab
sebelumnya tentang Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community
Based Tourism) di Pulau Lae Lae, maka dapat disimpulkan jika sumber daya alam
dan budaya menjadi salah satu faktor utama yang menjadi pemikat bagi para
wisatawan untuk berkunjung ke Pulau Lae Lae, karena juga di Pulau Lae Lae
terdapat makanan khas suku Bugis dan Makassar yakni jajanan ringan seperti aneka
macam kue. Dari Organisasi Masyarakat di Pulau Lae Lae masih mengedepankan
rasa gotong royong antara sesama penduduk untuk mengelola wisata di Pulau Lae
Lae, karena Karang Taruna di Pulau tersebut masih dalam proses pembentukan.
Manajemen di Pulau Lae Lae tidak ada interfensi dari pihak manapun maka
dari itu sistem pengelolaan pariwisata di Pulau Lae Lae diberikan penuh kepada
masyarakat namun masih tetap dibawah pengawasan pemerintah. Sedangkan,
Pembelajaran/Learning di Pulau Lae Lae masih dalam tahap pembangunan
fasilitasnya seperti papan informasi, papan petunjuk, Landmark, dan denah lokasi
Pulau Lae Lae. Maksud diadakannya fasilitas tersebut agar dapat memudahkan para
wisatawan lokal dan mancanegara mengetahui tentang Pulau Lae Lae.
B. Saran
75
Berdasarkan hasil penelitian yang telah disimpulkan diatas, ada beberapa
saran dari penulis yang dikemukakan mengenai pengembangan potensi wisata di
Pulau Lae Lae yang berbasis masyarakat (Community Based Tourism), yaitu
sebagai berikut :
1. Perlu kedepannya agar pihak pemerintah terus memperhatikan
perkembangan dari waktu ke waktu mengenai fasilitas yang telah tidak
layak di Pulau Lae Lae dengan cepat agar keberlangsungan potensi
disana tetap berjalan dengan baik atau mengalami kemajuan sehingga
dengan begitu para masyarakat juga mendapatkan dampak yang
ditimbulkan oleh meningkatnya minat kunjungan di Pulau Lae Lae,
tidak hanya menigkat di Pendapatan Asli Daerah saja.
2. Diharapkan kedepannya masalah sampah dapat teratasi atau
meminimalisir volume sampah yang terdapat disekitaran Pulau Lae Lae
dan Dermaga Kayu Bangkoa, dengan memasang himbauan himbauan
disekitaran lokasi akan pentingnya menjaga lingkungan agar semakin
banyak pengunjung yang berdatangan ke lokasi wisata Pulau Lae Lae
dan menjadi obyek wisata yang wajib di kunjungi ketika menginjakkan
kaki di Kota Makassar untuk berlibur.
76
DAFTAR PUSTAKA
Asker, S., Boronyak, L., Carrard, N., and Paddon, M., 2010. Effective Community Based
Tourism, A Best Practice Manual. Singapore: Sustainable Tourism Cooperative
Research
Devita, A., Delis, A., & Junaidi, J. (2014). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi
Umum dan Jumlah Penduduk terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota di
Provinsi Jambi. Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah, 2(2),
63-70.
Febriandhika, I., & Kurniawan, T. (2019).MEMBINGKAI KONSEP PARIWISATA YANG
BERKELANJUTAN MELALUI COMMUNITY-BASED TOURISM: SEBUAH
REVIEW LITERATUR. JPSI (Journal of Public Sector Innovations), 3(2), 50-56.
Indraningrum, T., & ROHMAN, A. (2011). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Belanja Langsung (Studi Pada Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah) (Doctoral dissertation,
Universitas Diponegoro).
Muzha, V. K. (2013). Pengembangan agrowisata dengan pendekatan Community Based
Tourism (Studi pada Dinas Pariwisata Kota Batu dan Kusuma Agrowisata
Batu). Jurnal Administrasi Publik, 1(3), 135-141.
Nugroho, D. S. (2017). Community Based Tourism Tantangan Dusun Nglepen dalam
Pengembangan Desa Wisata: Tinjauan Berdasarkan Teori Partisipasi
Masyarakat.
Othman, Fadina, Sazali, Ferdhaus, & Mohamed, Badaruddin. (2013). Rural and Community
Based Tourism Development in Malaysia: Prospects for Homestays as a Social
Economy Enterprise. TEAM Journal of Hospitality and Tourism, 10 (1): 65-76.
Pitana, I G. D, Surya. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata, Yogyakarta: CV Andi Offset.
Prabawati, Hemas Jakti Putri. 2013. Faktor- Faktor Keberhasilan Community Based Tourism
Dalam Pengembangan Desa Wisata (Studi Kasus:PNPM Mandiri Pariwisata di
Dataran Tinggi Dieng). Tugas Akhir Tidak Diterbitkan, Jurusan Perencanaan
Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang.
Purbasari, N., & Asnawi, A. (2014). Keberhasilan community based tourism di desa wisata
Kembangarum, Pentingsari dan Nglanggeran. Teknik PWK (Perencanaan
Wilayah Kota), 3(3), 476-485.
Rizkianto, N. (2018). Penerapan Konsep Community Based Tourism dalam Pengelolaan Daya
Tarik Wisata Berkelanjutan (Studi Pada Desa Wisata Bangun, Kecamatan
Munjungan, Kabupaten Trenggalek). Jurnal Administrasi Bisnis, 58(1), 20-26.
77
Semiawan, C. R. (2010). Metode penelitian kualitatif. Grasindo.
Suansri, P., Yeejaw-haw, S., & Richards, P. (2013). CBT standard handbook. Chiang Mai: The
Thailand Community-Based Tourism Institute. Sunaryo, B. (2013). Kebijakan
Pembangunan Destinasi Pariwisata: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia.
Penerbit Gava Media.
Suasapha, A. H. (2016). Implementasi Konsep Pariwisata Berbasis Masyarakat dalam
Pengelolaan Pantai Kedonganan. Jurnal Master Pariwisata (JUMPA).
Sugiyono. 2013. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
ALFABETA
Sunaryo, B. (2013). Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata: Konsep dan Aplikasinya
di Indonesia. Penerbit Gava Media.
Sunaryo, Bambang. 2013. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata Konsep dan
Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media.
Tambunan, TH, Tulus, 2006. Perekono- mian Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Tsung Hung Lee, & Fen-Huah Jan. (2019). Can Community –Based Tourism Contribute To
Sustainable Development? Evidence From Resident’s Perceptions of
Sustainability. Tourism Management, 70: 368-380.
WAHYUNINGSIH, Y. E. (2012). PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN
DANA PERIMBANGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH
KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH.
Wenny, C. D. (2012). Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Kinerja
Keuangan Pada Pemerintah Kabupaten dan Kota Di Propinsi Sumatera Selatan.
In Forum Bisnis Dan Kewirausahaan Jurnal Ilmiah STIE MDP (Vol. 2, No. 1, pp.
39-51). STIE MDP.
LAMPIRAN
Wawancara bersama Seksi Pengembangan Destinasi Dinas Kota Makassar
Wawancara bersama Kepala Lurah Lae Lae, Kecamatan Ujung Pandang, Kota
Makassar
79
Wawancara bersama Staff Kantor Lurah Lae Lae, Kecamatan Ujung Pandang, Kota
Makassar
Wawancara bersama masyarakat Kelurahan Lae Lae
80
Wawancara bersama masyarakat Kelurahan Lae Lae
Wawancara bersama masyarakat Kelurahan Lae Lae
81
Wawancara dan penunjukan lokasi pemasangan Denah wilayah dan Landmark di
Kelurahan Lae Lae
82
Pondok Informasi Kelurahan Lae Lae
Fota denah luas wilayah Kelurahan Lae Lae
83
Foto pembangunan patung nama Pulau Lae Lae
Foto gasebo yang sudah tidak layak pakai di Pantai Pasir Putih Lae Lae
84
Foto pembangunan gaseoba baru dan beberapa bahan bangunan bantuan dari
pemerintah
85
Foto gedung serba guna fasilitas kelurahan bantuan dari pemerintah
RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap Ayu Lestari. Lahir Ujung Pandang , Tanggal 30 September
1998. Alamat Pannampu Jl. Indah 4 No. 10, Kelurahan Pannampu,
Kecamatan Tallo. Anak pertama dari enam bersaudara, dari pasangan
Syamsul Alam dan Hasniati.
Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Beroanging Makassar dan selesai
pada Tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP
Negeri 7 Makassar dan selesai pada tahun 2012, dan selanjutnya penulis melanjutkan Sekolah
Menengah Kejuruan di SMK Negeri 4 Makassar dan selesai tahun 2015 dan kemudian penulis
melanjutkan pendidikan pada perguruan tinggi di Universitas Muhammadiyah Makassar
(UNISMUH MAKASSAR) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Program Studi
Ilmu Pemerintahan . Penulis Sangat Bersyukur , karena telah diberikan kesempatan untuk
menimbah ilmu pengetahuan yang nantinya dapat diamalkan dan memberikan manfaat.
top related