skripsi pengaruh pendidikan kesehatan terhadap …repository.stikes-bhm.ac.id/112/1/5.pdf ·...
Post on 06-Nov-2020
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
SKRIPSI
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP
TINGKAT KECEMASAN KELUARGA DENGAN ANAK
RETARDASI MENTAL DI SLB PUTRA IDHATA
DOLOPO
Oleh:
ALIEFA DESTA ANJARINI
NIM: 201402002
PRODI KEPERAWATAN
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018
ii
SKRIPSI
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP
TINGKAT KECEMASAN KELUARGA DENGAN ANAK
RETARDASI MENTAL DI SLB PUTRA IDHATA
DOLOPO
Diajukan untuk memenuhi
Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh:
ALIEFA DESTA ANJARINI
NIM: 201402002
PRODI KEPERAWATAN
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018
iii
iv
v
LEMBAR PERSEMBAHAN
Atas rahmat dan hidayahnya dari allah SWT skripsi ini dapat diselesaikan
dengan penuh perjuangan dan iringan doa. Oleh karena itu skripsi ini
dipersembahkan penulis untuk keluarga dengan anak retardasi agar dapat
mencegah kecemasan pada saat menghadapi anak retardasi mental. Penulis juga
mempersembahkan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Terhadap Tingkat Kecemasan Keluarga dengan Anak Retardasi Mental di SLB
Putra Idhata Dolopo” antara lain :
1. Yang pasti pertama untuk kedua orang tua yang luar biasa mengiringi proses
skripsi ini yaitu sang pemimpin dalam keluarga bapak Gaguk Subiantoro
serta seorang wanita terindah yang diberikan dalam hidup ibu Tri Jaya
Andarini.
2. Mempersembahkan untuk saudara – saudara tercinta dek Ninok, Nayla.
3. Untuk ibu Sulistiani S.Pd dan ibu Dyah Rukminingsih S.Pd yang telah
membantu jalanya penelitian ini.
4. Mempersembahkan untuk para sahabat-sahabat yang telah bersama selama 4
tahun mengarungi perjuangan kuliah Sylvia Rika A.P.S.Kep, Indah
Rohmawati S.Kep, Roshela Avinka S.Kep, Tri Wulandari S.S.Kep, Puri
Pratama A. S.Km.
vi
5. Untuk teman saya Paijo, Dovi Dwi, yang telah banyak membantu serta
semua teman-teman khususnya keperawatan 8a angkatan 2014. Terima
Kasih banyak semuanya.
MOTTO
“HIDUP INI TIDAK BOLEH SEDERHANA .HIDUP INI HARUS BESAR ,
HEBAT, KUAT, LUAS DAN BERMANFAAT.
YANG SEDERHANA ITU ADALAH SIKAPNYA. SEHINGGA JIKA SEMAKIN
BESAR YANG ANDA INGINKAN, HARUS SEMAKIN SEDERHANA SIKAP
ANDA.
SEDERHANANYA, LAKUKAN YANG HARUS ANDA LAKUKAN , HINDARI
YANG HARUS ANDA HINDARI LALU PERHATIKAN APA YANG TERJADI ”
(PROCESS DOESN’T BRETRAY THE RESULTS) PROSES TIDAK MENGHIANATI HASIL
vii
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Aliefa Desta Anjarini
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir : Madiun, 19 Desember 1996
Agama : Islam
Alamat : Jalan Sendag RT.02 RW.01 Kel.Kuncen
Kec.TamanKotaMadiun
Email : aliefadesta66@gmail.com
Riwayat Pendidikan : 1. TK Dharma Wanita
2. SDN Kuncen
3. MtsN Kota Madiun
4. SMAN 5 Madiun
5. STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun -
sekarang
Pekerjaan : KSR PMI Kota Madiun
: Relasi KPU Kota Madiun
ix
ABSTRAK
ALIEFA DESTA ANJARINI
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT
KECEMASAN KELUARGA DENGAN ANAK ANAK RETARDASI
MENTAL DI SLB PUTRA IDHATA DOLOPO
147 Halaman + 12 tabel + 2 gambar + 15 lampiran
Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran,
dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap
anggota keluarga. Pada keluarga umur 40-65 tahun menunjukan dimana keluarga
mulai mengalami cemas pada masa depan anak dengan retardasi mental.
Sehingga mengalami gangguan tingkat kecemasan pada keluarga. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
tingkat kecemasan keluarga dengan anak retardasi mental di SLB Putra Idhata
Dolopo.
Penelitian ini menggunakan design Non Equavalent Control Group Design.
Jumlah populasi 31 keluarga dengan anak retardasi mental. Sampel yang di
gunakan adalah Total Sampling. Dengan menggunakan dua kelompok yaitu
kelompok ekperimen dan kelompok kontrol. Pengumpulan data menggunakan
lembar kuesioner dengan menggunakan Uji Statistik Wilcoxon Sign Rank Test
pada kelompok berpasangan dan Mannwhitney kelompok tidak berpasangan
dengan Sig (0,000 = 0 %) < α = 5%.
Hasil penelitian preetest dan posttest menggunakan uji wilcoxon
menunjukan perbedaan pada kedua kelompok. Dimana kelompok eksperimen
memperoleh hasil p value 0,000 ha di terima yang menunjukan adanya pengaruh
pendidikan kesehatan, sedangkan pada kelompok kontrol memperoleh hasil 1,000
tidak adanya perubahan tingkat kecemasan. Hasil analasis pada kedua kelompok
mengunakan Uji Maanwhitney menunjukan nilai Asymp. Sig (0,007 = 0 %) < α =
5%, menjukan pada dua kelompok pada saat posttest adanya perubahan tingkat
kecemasan keluarga dengan anak retardasi mental di SLB Putra Idhata Dolopo.
Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi kecemasan yaitu
dengan melakukan pendidikan kesehatan yang di lakukan untuk mengurangi
tingkat kecemasan adalah di berikan pendidikan kesehatan pada keluarga dengan
anak retardasi mental di SLB Putra Idhata Dolopo.
x
Kata Kunci : Kecemasan, Pendidikan Kesehatan
ABSTRACT
ALIEFA DESTA ANJARINI
EFFECT OF HEALTH EDUCATION TO THE LEVEL OF FAMILY
ANXIETY WITH CHILDREN OF MENTAL RETARDATION IN SLB
PUTRA IDHATA DOLOPO
147 Pages + 12 tables + 2 images + 15 attachments
Introduction The family is a group of people with marriage, birth and adoption
ties aimed at creating, maintaining culture, and improving the physical, mental,
emotional, and social development of each family member. In families aged 40-65
years shows where the family began to feel anxious in the future of children with
mental retardation. So that experience anxiety level disorder in family. The
purpose of this study was to determine the effect of health education on family
anxiety level with children mental retardation in SLB Puta Idhata Dolopo.
Methodelogy This research uses Non Equavalent Control Group Design design.
Number of population 31 families with children mental retardation. The sample
used is Total Sampling. By using two groups namely the experimental group and
the control group. Data collection using questionnaires using Wilcoxon Sign Rank
Test Test in paired group and Mannwhitney group unpaired with Sig (0.000 = 0%)
<α = 5%.
Result The results of preetest and posttest research using wilcoxon test showed
differences in both groups. Where the experimental group obtained p value 0,000
ha received that indicates the influence of health education, while in the control
group obtained 1,000 results no change in the level of anxiety. The results of the
analysis in both groups using the Maanwhitney Test showed Asymp value. Sig
(0,007 = 0%) <α = 5%, entrusted to two groups at the time of posttest of anxiety
change of family with child mental retardation at SLB Putra Idhata Dolopo.
Discusion
One way that can be done to overcome anxiety is by doing health education. What
is done to reduce the level of anxiety is in providing health education to families
with children mental retardation in SLB Putra Idhata Dolopo.
Keywords: Anxiety, Health Education
xi
DAFTAR ISI
Sampul Depan ..................................................................................................... i
Sampul Dalam ...................................................................................................... ii
Lembar Persetujuan .............................................................................................. iii
Lembar Pengesahan ............................................................................................. iv
Lembar Persembahan ........................................................................................... v
Motto ................................................................................................................... vi
Lembar Pernyataan............................................................................................... vii
Daftar Riwayat ..................................................................................................... viii
Abstrak ................................................................................................................. ix
Abstrack ............................................................................................................... x
Daftar Isi............................................................................................................... xi
Dafar Tabel........................................................................................................... xiv
Daftar Gambar ...................................................................................................... xv
Daftar Lampiran ................................................................................................... xvi
Daftar Istilah..................................................................................................... xvii
Daftar Singkatan................................................................................................... xx
Kata Pengantar ..................................................................................................... xxi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 5
1.3 Tujuan Masalah .................................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kecemasan .............................................................................. 7
2.1.1 Pengertian Kecemasan .............................................................. 7
2.1.2 Proses Terjadinya Kecemasan .................................................. 8
2.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Kecemasan ........................................ 10
2.1.4 Faktor-Faktor Pengaruh Kecemasan ........................................ 11
2.1.5 Gejala Klinis Kecemasan .......................................................... 14
2.1.6 Tingkat Kecemasan .................................................................. 16
2.1.7 Respon Terhadap Kecemasan ................................................... 20
2.1.8 Pengukuran Kecemasan ............................................................ 21
2.1.9 Penatalaksanaan Kecemasan..................................................... 23
2.2 Konsep Pendidikan Kesehatan ........................................................... 25
xii
2.2.1 Definisi Pendidikan Kesehatan ................................................. 25
2.2.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan ................................................. 26
2.2.3 Faktor-FaktorYang Mempengaruhi Pendidikan Kesehatan .... 27
2.2.4 Langkah-Langkah Pendidikan Kesehatan ................................ 28
2.2.5 Metode Pendidikan Kesehatan ................................................. 30
2.2.6 Proses Pendidikan Kesehatan ................................................... 33
2.2.7 Alat Bantu Pendidikan Kesehatan ............................................ 33
2.2.8 Media Pendidikan Kesehatan ................................................... 34
2.2.9 Sasaran Pendidikan Kesehatan ................................................. 36
2.3 Konsep Retardasi Mental
2.3.1 Pengertian Retardasi Mental ..................................................... 36
2.3.2 Etiologi ..................................................................................... 37
2.3.3 Epidemologi .............................................................................. 42
2.3.4 Manifestasi Klinis ..................................................................... 42
2.3.5 Tingkat Retardasi Mental ......................................................... 47
2.4 Konsep Keluarga
2.4.1 Pengertian Keluarga .................................................................. 47
2.4.2 Ciri-ciri Keluarga ...................................................................... 48
2.4.3 Tipe Keluarga ........................................................................... 49
2.4.4 Struktur Keluarga ...................................................................... 51
2.4.5 Fungsi Keluarga ........................................................................ 53
2.4.6 Tugas Keluarga ......................................................................... 53
2.4.7 Peran Keluarga .......................................................................... 55
2.5 Pengaruh PendidikanKesehatan Terhadap Tingkat kecemasan ........... 57
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual ........................................................................... 58
3.2 Hipotesis Penelitian .............................................................................. 59
BAB 4 METODELOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian .................................................................................. 60
4.2 Populasi dan Sampel ............................................................................. 61
4.2.1 Populasi .................................................................................. 61
4.2.2 Sampel ................................................................................... 61
4.2.3 Kriteria Sampel ...................................................................... 62
4.3 Teknik Sampling .................................................................................. 63
4.4 Kerangka Kerja Penelitian .................................................................... 64
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...................................... 65
4.5.1 Identifikasi Variabel ............................................................... 65
4.5.2 Definisi Operasioanal Variabel .............................................. 66
4.6 Instrumen Penelitian ............................................................................. 67
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 67
4.8 Prosedur Pengumpulan Data ................................................................ 67
4.9 Pengelolahan Data dan Analisa Data.................................................... 69
4.9.1 Pengelola Data ........................................................................ 69
4.9.2 Analisa Data ........................................................................... 73
4.9.3 Etika Penelitian ....................................................................... 74
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
xiii
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................... 77
5.2 Karakteristik Responden....................................................................... 78
5.2.1 Karakteristik Responden ........................................................ 78
5.3 Hasil Penelitian ..................................................................................... 83
5.3.1 Tingkat Kecemasan Sebelum di lakukan
Pendidikan Kesehatan pada kelompok ekperimen
dengan Keluarga dengan Anak Retardasi Mental di
SLB Putra Idhata Dolopo ....................................................... 83
5.3.2 Tingkat kecemasan sesudah dan sebelum di
lakukan pendidikan kesehatan pada kelompok
kontrol dengan keluarga dengan anak retardasi
mental di SLB Putra Idhata Dolopo ....................................... 84
5.3.3 Perubahan tingkat kecemasan keluarga pada
kelompok ekperimen dan kelompok kontrol dan
menganalisan pengaruh pendidikan kesehatan
terhadap tingkat kecemasan keluarga dengan anak
retardasi mental di SLB Putra Idhata ..................................... 85
5.4 Pembahasan
5.4.1 Tingkat kecemasan sesudah dan sebelum di
lakukan pendidikan kesehatan pada kelompok
ekperimen dengan keluarga dengan anak retardasi
mental di SLB Putra Idhata Dolopo ....................................... 87
5.4.2 Tingkat kecemasan sesudah dan sebelum di
lakukan pendidikan kesehatan pada kelompok
kontrol dengan keluarga dengan anak retardasi
mental di SLB Putra Idhata Dolopo ....................................... 90
5.4.3 Menganalisis perubahan tingkat kecemasan
keluarga sesudah dan sebelum di lakukan
pendidikan kesehatan pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol di SLB Putra Idhata
Dolopo .................................................................................... 92
5.5 Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 96
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan .......................................................................................... 97
6.2 Saran .................................................................................................... 98
Daftar Pustaka .....................................................................................................100
Lampiran .............................................................................................................104
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
Tabel 2.1 Penilaian kecemasan ……………………………………...... 23
Tabel 4.1 Skema Rancangan Penelitian ...................................................... 40
Tabel 4.2 Kriteria Sampel Inklusi dan Eksklusi ......................................... 43
Tabel 4.3. Definisi Operasional ................................................................... 46
Tabel 5.1 Karakteristik Suku Responden……………………………… 78
Tabel 5.2 Karakteristik Agama Responden……………………………. 79
Tabel 5.3 Karakteristik Penghasilan Responden……………………..... 80
Tabel 5.4 Karakteristik Umur Responden……………………………... 80
Tabel 5.5 Karakteristik Pendidikan Responden……………………….. 81
Tabel 5.6 Karakteristik Jenis Kelamin Responden……………………. 82
Tabel 5.7 Karakteristik Pekerjaan Responden………………………… 82
Tabel 5.8 Hasil Kelompok Eksperimen ……………………………..... 83
Tabel 5.9 Hasil uji statistik pada kelompok eksperimen…………….... 84
Tabel 5.10 Hasil Kelompok Kontrol………………………………… 84
Tabel 5.11 Hasil uji statistik pada kelompok kontrol .……………......... 85
Tabel 5.12 Perbedaan Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol.. 86
Tabel 5.13 Hasil uji statistik pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol …………………………………………. 86
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Halaman
Gambar 2.1 Rentang Kecemasan .................................................................. 16
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ..................................................... 38
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat izin penelitian pengambilan data awal ........................... 103
Lampiran 2 Surat izin penelitian pencarian data awal SLB……………….. 104
Lampiran 3 Surat izin penelitian di SLB………………………………… . 106
Lampiran 4 Surat perizinan penelitian dari SLB…………………………. 107
Lampiran 5 Lembar Permohonan Menjadi Reaponden .............................. 108
Lampiran 6 Lembar persetujuan menjadi responden .................................. 109
Lampiran 7 Kisi-kisi kuesioner .................................................................... 110
Lampiran 8 Lembar Kuesioner Penelitian ................................................... 111
Lampiran 9 SAP Pendidikan Kesehatan ..................................................... 114
Lampiran 10 Tabulasi data umum responden dan data mentah .................... 139
Lampiran 11 Hasil analisis ............................................................................ 140
Lampiran 12 Jadwal kegiatan skripsi ............................................................ 144
Lampiran 13 Lembar konsultasi ................................................................... 145
Lampiran 14 Dokumentasi Penelitian ........................................................... 146
Lampiran 15 Leaflet ....................................................................................... 147
xvii
DAFTAR ISTILAH
Anxietas : Cemas : Kecemasan
Anoreksia : Gangguan makan yang ditandai penolakan untuk
mempertahankan berat badan yang sehat
Bill Board : Papan spanduk
Booklet : Media untuk menyampaikan pesan melalui tulisan
dan gambar
Brain Storming : Curah pendapat
Buzz Group Kelompok kecil-kecil
Coding : Penyuntingan data
Confidentiality : Aspek yang menjamin kerahasiaan data atau
informasi
Cross sectional : Penelitian untuk mengembangkan hubungan antar
variabel dan menjelaskan hubungan yang di
temukan.
Depression : Depresi
Editing : Penyuntingan data
Eksperimen : Percobaan
Flyer : Selembaran
Flip chart : Lembar balik
Gastrointestinal : Saluran pencernaan
Galactosemia : Kelainan metabolisme yang bersifat genetis
GuidanceandCounseli
ng
: Bimbingan dan penyuluhan
Hamilton Rating Scale
for Anxiety (HRS-A)
: Alat ukur kecemasan HRS-A
Inform consent : Persetujuan atas dasar informasi dalam pelayanan
kesehatan
Interview : Wawancara
Integument : Jaringan kulit
Impotensi : Disfungsi seksual dimana ketidak mampuan untuk
eraksi
Kardiofaskuler : Pembuluh jantung
Korioretinitis : suatu proses inflamasi yang terdapat pada traktus
uvea pada mata
Leaflet : Lembaran yang dilipat
Neuromuskuler : Saraf otot
One group pre and
post test desaign
: Rancangan pra – pasca tes dengan satu grup
Planning : Merencanakan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan
Pre test : Pra test atau sebelum perlakuan
Pre test post test with
control design
: Rancangan pra – pasca tes dengan kelompok
control
xviii
Post test : Sesudah perlakuan
Psikiater : Profesi dokter spesialitik yang memiliki spesialisasi
dalam diagnosis dan penanganan gangguan
emosional
Purposive sampling : Teknik penetapan sampel dengan cara memilih
sampel diantara populasi sesuai dengan yang
dikehendaki peneliti
Puzzle : Permainan bongkar pasang
Quasi eksperimen : Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui sebab
akibat yang ditimbulkan dari suatu perlakuan yang
diberikan secara sengaja oleh peneliti
Role play : Memainkan peranan
sindroma down /long
down
: Mongolisme (trisoma otosomal dan trisomi
kromosa 21 pada kromosoma seks)
Syndrome Hunter : Gangguan genetik langka yang terjadi ketika enzim
yang dibutuhkan tubuh Anda hilang
Scoring : Pemberian skor
Simulation game Permainan simulasi
Snow Bolling Bola salju
Stressor : Pemicu stress
Tabulating : Pengulangan
Uji Statistik wilcoxson : Ujinon parametris untuk mengukur signifikansi
perbedaan antara 2 kelompok data berpasangan
berskala ordinal atau interval tetapi berdistribusi
tidak normal
Urogenital : Saluran kemih
WorldHealth
Organization
: Organisasi Kesehatan Dunia
xix
DAFTAR SINGKATAN
ADL : Activty Daily Living
CVA : Cerebro Vaskuler Accident
HRS-A : Hamilton Rating Scale for Anxiery
IQ : Intellegence Quotient
SLB : Sekolah Luar Biasa
TORCH : Toxoplasma,Rubella,CytomegaloVirus,
dan Herpes
WHO : Word Healt Organization
xx
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, Skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Skripsi ini
dengan judul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Kecemasan
Keluarga dengan Anak Retardasi Mental”. Tersusunnya skripsi ini tentu tidak
lepas dari bimbingan, saran dan dukungan moral kepada peneliti, untuk itu saya
sampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dyah Rukminingsih,S.Pd Selaku Kepala Sekolah SLB Putra Idhata
Dolopo yang telah memberikan ijin penelitian.
2. Bpk. Zaenal Abidin, S.KM, M.Kes (Epid) sebagai Ketua STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun.
3. Ibu Mega Arianti P., M.Kep sebagai Ketua Prodi S-1 Keperawatan
STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.
4. Ibu Dian Anisia S.Kep.Ns .M.Kep sebagai pembimbing 1 skripsi yang
telah memberi petunjuk, koreksi dan saran sehingga terwujudnya skipsi
ini.
5. Bapak Zainal Abidin ,SKM.,M.Kes(Epid) sebagai pembimbing 2 skripsi
yang telah memberi petunjuk, koreksi dan saran sehingga terwujudnya
skripsi ini.
6. Ibu Sesaria Betty M.,S.Kep.,Ns M.Kes selaku dewan penguji yang telah
bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk menguji skripsi yang
telah dibuat oleh penulis.
7. Keluarga tercinta yang telah memberikan doa, nasehat dan semangat untuk
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
8. Teman- teman serta sahabat Program Studi Ilmu Keperawatan angkatan
2014, maupun dari prodi lain atas bantuan dan kerja sama maupun
motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.
xxi
9. Semua pihak yang telah memberikan doa, semangat, bantuan, serta
motivasi yang tidak bisa di sebutkan satu persatu dalam penyelesain
skripsi ini.
Semoga Alloh SWT memberikan imbalan atas budi baik serta ketulusan
yang telah mereka berikan selama ini pada penulis.
Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan
demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan skripsi ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Madiun, Mei 2018
Penulis
Aliefa Desta Anjarini
NIM.201402002
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gagangguan kognitif adalah sebuah istilah mencakup setiap jenis
kesulitan atau defisiensi mental. Retardasi mental merupakan suatu kondisi
tentang tahapan tumbuh kembang dimana seorang anak mengalami
kemunduran dan hambatan dalam melakukan aktivitas selama hidupnya dan
umumnya di alami oleh anak yang berusia kurang dari 18 tahun (Sutini,
Keliat, & Gayatri, 2014). Angka kejadian retardasi mental di dunia pada
anak laki-laki dan perempuan 1,2 : 1. Anak retardasi mental di Amerika
Serikat berjumlah 3000 – 5000 setiap tahunnya. Anak retardasi mental di
Indonesia menempati populasi terbesar keempat di dunia (Ariani, Seoselo,
& Surilena 2014). Anak retardasi mental berjumlah 6.600.000 jiwa di
Indonesia (Tiranata, Retnaningsih, & Suwarsi, 2015)
Retardasi Mental adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi
dan merupakan suatu kondisi yang di tandai oleh intelegensin yang rendah
yang menyebabkan ketidak mampuan individu untuk belajar dan
beradaptasi terhadap tuntunan masyarakat atas kemampuan yang di anggap
normal (Soejiningsih, 2006). Dampak yang terjadi pada anak retardasi
mental mengalami keterbatasan dalam kognitif, berbicara, berhubungan
sosial, activity daily living (ADL), perkembangan fisik (Dewi, 2011).
Keterbatasan tersebut membutuhkan perawatan terus menerus. Perawatan
2
dan pengobatan yang dilakukan tentunya membutuhkan biaya yang cukup
besar. Dampak dari keluarga yang mempunyai anak retardasi mental
mengalami kecemasan di tinjau dari segi paritasnya, dengan adanya
ketakutan tentang resiko berulangnya kelainan retardasi mental pada anak
berikutnya. Sedangkan menurut Hastuti (2004) menunjukan bahwa
permasalahanya yang banyak di alami oleh orang tua khususnya seorang ibu
dengan anak retardasi mental adalah mengacu pada tingkah laku dan emosi
anak retardasi mental, masalah keungan, kemandirian anak, dan masa depan
anak retardasi mental yang sering membuat keluarga cemas.
Data tersebut menunjukan bahwa keluarga dengan anak retardasi
mental menimbulkan kecemasan beragam yang di pengaruhi faktor-faktor
baik internal yaitu umur, sikap, serta kehendak dan kemampuan dan faktor
eksternal antara lain pendidikan, informasi, pengalaman, pelatihan
lingkungan, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan (Notoatmojo, 2003).
Pada keluarga yang mengalami kecemasan dalam cara merawat dengan
anak retardasi mental, dalam biaya (Nixson, 2016) penyebab kecemasan
keluarga anak retardasi mental dari kecemasan sendiri meliputi pendidikan,
informasi, kebudayaan lingkungan sekitar, pengalaman, pekerjaan, umur,
minat. Yang dimana dapat mempengaruhi tingkat kecemasan.
Kecemasan adalah suatu emosi dan pengalaman subyektif dari
seseorangan yang dimana suatu keadaan membuat seseorang tidak nyaman
dan di bagi dalam beberapa tingkatan. Jadi cemas berkaitan dengan perasaan
yang tidak pasti dan tidak berdaya (farida, 2010). Gejala kecemasan baik
3
sifatnya akut maupun kronis merupakan komponen utama bagi hampir
semua gangguan kejiwaan (psychiatric disorder) tidak semua orang
mengalami stressor psikososial akan menderita gangguan cemas tergantung
pada struktur kepribadiannya tergantung dari pendidikan di sekolah,
pengaruh lingkungan, pergaulan sosial, dan pengalaman hidupnya (Nixson,
2016). Gejala kecemasan yang tampak pada penampilan berupa jenis fisik
maupun mental, gejala fisiknya antara lain jari tangan, detak jantuk semakin
cepat, keringat dingin, kepala pusing. Gejala mentalnya meliputi ketakutan
merasa akan merasa takut, tidak dapat memusatkan perhatian, tidak tentram
dan ingin lari dari kenyataan (Nixon, 2016). Prevalensi kecemasan pada
orang tua yang memiliki anak dengan retardasi mental sebanyak 89%
keluarga, terutama pada kondisi keluarga dengan tingkat pendidikan yang
rendah dan social ekonomi rendah di dapatkan tingkat kecemasan yang
lebih tinggi (Majumdar, 2007).
Mengingat dampaknya sebagai perawat melakukan intervensi
keperawatan pada kecemasan dengan menggunakan pendidikan kesehatan.
Pendidikan kesehatan merupakan bagian dari promosi kesehatan yaitu suatu
proses meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan dan tidak hanya mengkaitkan diri pada
peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik kesehatan saja. Tetapi juga
meningkatkan atau memperbaiki lingkungan (baik fisik maupun non fisik)
dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka
(Notoatmojo, 2007). Yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kecemasan
4
terhadap keluarga dengan anak retardasi mental. Pada penelitian
sebelumnya Trya (2015) dan Maria (2011), hal ini berarti di simpulkan
bahwa pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan dapat
menurunkan kecemasan sebanyak analisis data dengan uji statistik non
parametrik yaitu uji wilcoxon. Berdasarkan hasil uji wilcoxon diperoleh
hasil signifikasi p value = 0,000 (signifikan). Nilai p value < α (0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Secara statistik dari hasil
uji t sampel berpasangan menunjukkan nilai t= 25,314 dan p = 0,000
(p<0,05) artinya ada pengaruh yang signifikan.
Studi pendahuluan data yang diperoleh di Kabupaten Madiun tahun
2014 jumlah anak retardasi mental adalah 115 orang (DINKES 2014),
ditahun 2017 jumlah penderita retardasi mental adalah 39 orang dari laki-
laki 20 orang dan 19 perempuan. Siswa SLB Putra Idhata Desa Glonggong,
Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun. Survey 8 orang yang sedang
menunggu anak retardasi mental belajar di SLB Putra Idhata Dolopo,
dimana 8 orang tersebut terdiri dari 8 keluarga keluarga anak retardasi
mental mengalami kecemasan dengan respon fisiologi seperti sesekali nafas
pendek, muka berkerut dan bibir bergetar, tidak dapat duduk tenang dimana
ini menunjukan ciri-ciri cemas ringan. Ada juga cemas dengan ciri-ciri
seperti gelisah ,sering nafas pendek, mulut kering, dan juga menunjukan
gerakan meremas tangan dapat terlihat bahwa keluarga mengalami cemas
sedang. Dengan masalah kecemasan dapat di persentasikan seperti cara
merawat anak retardasi mental 87%, kecemasan dengan cara mendidik anak
5
retardasi mental 75%, kecemasan pada biaya anak retardasi mental 50%,
kecemasan pada masa depan anak retardasi mental 85%, kecemasan pada
karir 87%.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
“Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Kecemasan Keluarga
dengan Anak Retardasi Mental”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti merumuskan
masalah sebagai berikut “Adakah Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Terhadap Tingkat Kecemasan Keluarga Dengan Anak Retardasi Mental di
SLB Putra Idhta Dolopo”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat kecemasan
Keluarga dengan anak retardasi mental di SLB Putra Idhata Dolopo..
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi tingkat kecemasan keluarga dengan anak retardasi
mental di SLB Putra Idhata Dolopo pada kelompok eksperimen sebelum
dan sesudah di lakukan pendidikan kesehatan.
2. Mengidentifikasi tingkat kecemasan keluarga dengan anak retardasi
mental di SLB Putra Idhata Dolopo pada kelompok kontrol sebelum dan
sesudah dilakukan pendidikan kesehatan.
6
3. Menganalisis perubahan tingkat kecemasan keluarga pada kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol dan menganalisa pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap tingkat kecemasan keluarga dengan anak retardasi
mental di SLB Putra Idhata Dolopo .
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman awal dalam melakukan riset keperawatan yang
memberi manfaat di masa yang akan datang.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan dapat
dijadikan sumber belajar untuk meningkatkan dan mengembangkan
materi perkuliahan.
3. Bagi Tempat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk
menurunkan tingkat kecemasan keluarga dengan anak retardasi mental di
SLB Putra Idhata Dolopo.
4. Bagi Keluarga Anak Retardasi Mental
Membantu menurunkan kecemasan keluarga dengan anak retardasi
mental di SLB Putra Idhata Dolopo.
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kecemasan
2.1.1 Pengertian kecemasan
Kecemasan berasal dari bahasa Latin “agustus” yang berarti kaku
dan “angoanci”yang berarti mencekik. Kecemasan (ansietas /anxiety)
adalah gangguan dalam alam perasaan ketakutan dan kekhawatiran yang
mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai
realitis (reality testing ability), masih baik, kepribadian masih tetap utuh
(tidak mengalami keretakan pribadi (spliting personality), perilaku dapat
terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal (Nixson, 2016). Cemas
adalah suatu emosi dan pengalaman subyektrif dari seseorang yang dimana
suatu keadaan yang membuat seseorang tidak nyaman dan di terbagi
dalam beberapa tingkatan. Jadi cemas berkaitan dengan perasaan yang
tidak pasti dan tidak berdaya (farida dan yudi, 2010).
Kecemasan dianggap abnormal hanya jika terjadi dalam situasi
sebagian besar orang dapat menanganinya tanpa kesulitan. Gangguan
kecemasan adalah sekelompok gangguan dimana kecemasan merupakan
gejala utama (gangguan kecemasan umum dan gangguan panik) atau
dialami jika seseorang berupaya mengendalikan perilaku maladaptif
tertentu. Kecemasan menjadi jika orang mengalaminya dari peristiwa yang
oleh sebagian besar tidak di anggap strres (Zuyina, 2011)
8
Gejala kecemasan baik sifatnya akut maupun kronis merupakan
komponen utama bagi hampi semua gangguan kejiwaan (psychiatric
disorder). Tidak semua orang mengalami stressor psikososial dan
mengalami gangguan cemas, hal ini tergantung pada struktur
kepribadiannya. Perkembangan kepribadian (personality development)
seseorang dimulai sejak usia bayi hingga usia 18 tahun tergantung dari
pendidikan di sekolah, pengaruh lingkungan, pergaulan sosial, dan
pengalaman hidupnya (Nixson, 2016)
2.1.2 Proses terjadinya kecemasan
Proses terjadinya kecemasan menurut Nixson (2016) terdari dari
faktor presdiposisi dan fraktor presipitasi.
Faktor presdiposisi penyebab kecemasan dapat di pahami melalui
beberapa teori yaitu :
1. Teori psikoanalitik freud berpendapat bahwa kecemasan adalah
konflik emosinal antara insting dan superego yang mencerminkan
hati seseorang. Fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa
ada bahaya.
2. Teori tingkah laku teori ini berkaitan dengan pendapat bahwa
kecemasan adalah hasil frustasi diaman sesuatu yang menghalangi
kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan
dapat menimbulkan kecemasan.
9
3. Teori keluarga gangguan kecemasan merupakan hal yang biasa di
temui dalam suatu keluarga dan juga terkait dengan tugas
perkembangan individu dalam keluarga
4. Teori biologi otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiazepine yang membantu dalam mengatur kecemasan.
Penghambat asam aminobutirikgama neroregulator merupakan
mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan seperti
endorphin. Kecemasan mungkin disertai dengan gejala fisik dan
menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.
a. Faktor presipitasi
Faktor pencetus dapat berasal dari sumber internal dan
eksternal yang terbagi menjadi 2 kategori yaitu (Nixson, 2016):
1) Ancaman terhadap integritas fisik ancaman ini berupa
ketidak mampuan fisiologis yang akan datang atau
menurunnya kapasitas untuk melakukan aktifitas sehari-
hari. Sumber internal berupa kegagalan mekanisme
fisiologis seperti jantung, system imun, regulasi
temperature, perubahan fisiologi normal seperti kehamilan
dan penuaan. Sumber eksternal antara lain infeksi virus dan
bakteri zat polutan dan trauma.
2) Ancaman terhadap sistem tubuh ancaman ini dapat
membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial se
seorang. Sumber internal antara lain kesulitan melakukan
10
hubungan interpersonal dirumah, di tempat kerja dan
masyarakat sedangkan sumber eksternal dapat berupa
pasangan, orang tua, teman, perubahan status pekerjaan,
dan lain lain.
2.1.3 Faktor-faktor penyebab kecemasan
Adanya faktor yang menyebabkan kecemasan keluarga (Sentana, 2016)
1. Umur
Umur di pandang sebagai suatu keadaan yang menjadi dasar
kematangan dan perkembangan seseorang. Semakin lanjut usia
seseorang semakin meningkat pula kedewasaan tehnis dan tingkat
kedewasaan psikologisnya yang menunjukan kematangan jiwa, dalam
arti semakin bijaksana, mampu berpikir secara rasional, dapat
mengendalikan emosi dan bertoleransi terhadap orang lain.
2. Jenis kelamin
Pada umumnya seorang laki-laki dewasa mempunyai mental yang kuat
terhadap sesuatu hal yang dianggap mengancam bagi dirinya
dibandingkan perempuan. Perempuan cemas akan ketidak mampuannya
dibandingkan dengan laki-laki, laki-laki lebih aktif, eksploratif,
sedangkan perempuan lebih sensitif. Penelitian lain menunjukkan bahwa
laki-laki lebih rileks dibandingkan perempuan.
3. Pengalaman
Pengalaman masa lalu yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi
perkembangan keterampilan menggunakan koping. Keberhasilan
11
seseorang dapat membantu individu untuk mengembangkan kekuatan
koping, sebaliknya kegagalan atau reaksi emosional menyebabkan
seseorang menggunakan koping yang maladatif terhadap stressor
tertentu.
4. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui oleh seseorang
dari berbagai faktor berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan
sosial budaya, biasanya terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu obyek tertentu. Tingkat pengetahuan seseorang rendah
akan cenderung lebih mudah mengalami kecemasan dibandingkan yang
mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi.
5. Kepribadian
Keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu
lain paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang
ditunjukkan oleh seseorang, namun mereka cenderung mempunyai
perasaan keraguan diri yang terus-menerus dan itu memaksa mereka
untuk mencapai lebih banyak dan lebih banyak lagi dalam waktu yang
lebih cepat.
2.1.4 Faktor-faktor pengaruh kecemasan
Ada beberapa faktor yang menunjukan reaksi kecemasan
mempengaruhi kecemasan menurut (Farida dan Yudi, 2010 dan Sentana,
2016)
12
1. Psikososial
Psikososial yang menggambarkan hubungan antara kondisi sosial seseorang
dengan kesehatan mental/emosionalnya. Yang dimana menjadikan faktor
predisposisi (pendukung) itu sendiri adalah, konflik emosional yang di
karenakan perasaan dan emosional yang disebabkan oleh pengalaman dan
pengetahuan diharapkan setelah di lakukan pendidikan kesehatantingkat
kecemasan bisa menurun, sebagai proses meningkatkan kesehatan tidak hanya
mengaitkan diri pada kemampuan, sikap, dan praktek kesehatan saja tetapi juga
meningkatkan atau memperbaiki lingkungan (baik fisik maupun non fisik)
dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka (Notoatmojo,
2007). Gangguan konsep diri merupakan adanya gangguan pikiran dan
kepercayaan, frustasi perasaan kecewa dalam diri yang di sebabkan oleh tidak
tercapainya keinginan, riwayat gangguan kecemasan dimana adanya suatu
kejadian yang pernah membuat diri sendiri mengalami kecemasan, dan
medikasi cara utama terapi atau progam untuk mengobati suatu masalah.
2. Informasi
Informasi dalam pesan (ucapan atau ekspresi) atau kumpulan pesan yang
terdiri dari order sekuens dari simbol, atau makna yang dapat ditafsirkan dari
pesan atau kumpulan pesan. Informasi dapat direkam atau ditransmisikan.
Keluarga mengetahui ancaman terhadap integritas fisik yang dimana ketidak
mampuan fisiologis atau menurunkan kapasitas untuk melakukan aktivitas
hidup, dan ancaman terhadap harga diri terjadi karena kepercayaan diri yang
tidak di hargai oleh orang lain. Dimana nanti akan dilakukan pendidikan
kesehatan bentuk kegiatan dan pelayanan keperawatan yang dapat dilakukan di
dalam rumah sakit, ataupun rumah sakit (Non Klinik) yang dapat di lakukan di
13
tempat ibadah, pusat kesehatan ibu dan anak, tempat pelayanan publik, tempat
penampungan, organisasi masyarakat organisasi pemeliharaan kesehatan
(asuransi), sekolah, panti lanjut usia (wreda), dan unit kesehatan bergerak
(mobile). (Nursalam, 2008)
3. Komunikasi
Suatu proses di mana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi,
dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung
dengan lingkungan dan orang lain. Hal ini disebabkan oleh pola mekanisme
koping keluarga yang merupakan suatu pola pendukung yang tidak di
mengerti dari keluarga. Dengan dilakukan pendidikan kesehatan merupakan
gamabran penting bagian dari peran perawatan yang profesional dalam upaya
promosi kesehatan dan penyegahan penyakit (preventif) yang telah di lakukan
zam Florens Night pada tahun 1959.
4. Lingkungan
Kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air,
energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun
di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti
keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. Jika faktor
tersebut kurang baik karna akan menghalangi pembentukan kepribadian
sehingga muncul gangguan fisiknya mengalami masalah sehingga
menimbulkan kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak, peristiwa
traumatik juga menyebabkan ketidak stabilan emosi dalam dirinya yang
mengakibatkan kecemasan sehingga harus di lakukan pendidikan kesehatan
dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan (Notoatmojo,
2007)
14
5. Biaya
Pengorbanan yang perlu dilakukan untuk suatu proses produksi, yang
dinyatakan dengan satuan uang menurut harga pasar yang berlaku, baik yang
sudah terjadi maupun yang akan terjadi. Biaya terbagi menjadi dua, yaitu biaya
eksplisit dan biaya implisit. Karena hal ini sering pula menimbulkan gejala
gangguan kecemasan. Dalam pendidikan kesehatan biaya merupakan salah satu
penunjang dimana di lakukan pendidikan kesehatan agar lebih tercapaikan
kesehatan.
2.1.5 Gejala klinis kecemasan
Gejala-gejala kecemasna yang timbul pada seseorang individu
berbeda-beda, ada tergolong normal ada pula yang mengalami kecemasan
yang tampak dalam penampilan berupa gejala fisik maupun mental.
Nixson (2016) berpendapat bahwa gejala kecemasan bersifat fisik
dan mental antara lain :
1. Gejala fisik
a. Jari tangan dingin
b. Detak jantung semakin cepat
c. Kringat dingin
d. Kepala pusing
e. Nafsu makan berkurang
f. Tidur tidak nyenyak
g. Dada sesak
15
2. Gejala mental
a. Ketakutan merasa akan di timpa bahaya
b. Tidak dapat memusatkan perhatian
c. Tidak tentram dan ingin lari dari kenyataan
d. Ingin lari dari kenyataan
Jeffrey et al dalam Nixon (2016) mengemukakakn gejala kecemasan ada 3
yaitu :
1. Gejala fisik berupa kegelisahan, anggota tubuh bergetar, banyak
berkeringat, sulit bernapas, jantung berdebar kencang, merasa lemas,
panas dingin, mudah marah atau tersinggung.
2. Gejala behavioral berupa berperilaku menghindar, terguncang,
melekat dan dependen.
3. Gejala kognitif antara lain khawatir tentang sesuatu, persaan terganggu
akan ketakutan terhadap sesuatu yang akan terjadi dimasa depan,
keyakinan bahwa sesuatu yang menakutkan akan segera terjadi,
ketakutan akan ketidak mampuan untuk mengatasi masalah, pikiran
berasa campur aduk atau kebingungan dan sulit berkonsentrasi.
16
2.1.6 Tingkat kecemasan
Rentang cemas menurut Stuart (2006) dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 Rentang kecemasan
Respon adaptif Respon maladaptif
adaptasi ringan sedang berat panik
Gambar 2.1 Menjelaskan bahwa rentang kecemasan di bagi
menjadi 2 arah yaitu arah kekiri yaitu respon adaptif dan respon kekanan
adalah respon maladaptif. Semakin kekanan maka tingkat kecemasan
semakin berat hingga menjadi panikdan semakin ke kiri maka tingkat
kecemasan semakin ringan dan bias beradaptasi. Ansietas berbeda dengan
rasa takut yang merupakan penilaian intelektual terhadap bahaya.
Kapasitas untuk menjadi cemas di perlukan untuk bertahan hidup, tetapi
tingkat kecemasan yang berat tidak sejalan dengan kehidupan.
Nixson (2016) mengidentifikasi kecemasan dalam 4 tingkatan
dengan karakteristik dalam presepsi yang berbeda yaitu :
1. Cemas ringan
Cemas ini termasuk normal seseorang waspada dan meningkat lahannya
presepsinya :
a. Respon fisiologi
1) Sesekali nafas pendek
2) Nadi dan tekanan darah naik
17
3) Gejala ringan pada lambung
4) Muka berkerut dan bibir bergetar
b. Respon kognitif
1) Lapang presepsi meluas
2) Mampu menerima pasangan yang kompleks
3) Konsentrasi pada masalah
4) Menyelesaikan masalah secara efektif
c. Respon perilaku dan emosi
1) Tidak dapat duduk tenang
2) Tremor halus pada tangan
3) Suara kadang-kadang meninggi
2. Cemas sedang
Cemas ini memungkinkan seseorang memusatkan perhatian pada hal
penting dan mempersempit lapang presepsinya.
1. Respon fisiologis
a) Sering nafas pendek
b) Nadi dan tekanan darah naik
c) Mulut kering
d) Anoreksia
e) Diare atau konstipasi
f) Gelisah
18
2. Respon kognitif
a. Lapang presepsi menyempit
b. Ransang luar tidak mampu diterima
c. Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya
3. Respon perilaku dan emosi
a. Gerakan Tersentak-sentak (meremas tangan )
b. Berbicara banyak dan lebih cepat
c. Perasaan tidak nyaman
3. Cemas berat
Cemas ini sangat mengurangi lahan persepsi dan memusatkan
sesuatu yang spesifik dan tidak dapat berpikir dalam hal lain.
a. Respon fisiologi
1) Sering nafas pendek
2) Nadi dan tekanan darah naik
3) Berkeringat dan sakit kepala
4) Penglihatan kabur
b. Respon kognitif
1) Lapang presepsi sangan menyempit
2) Tidak mampu menyelesaikan masalah
c. Respon perilaku dan emosi
1) Perasaan ancaman meningkat
2) Verbalisasi cepat
19
4. Panik
Panik berhubungan dengan ketakutan dan tremor karena
kehilangan kendali. Orang yang panik tidak mampu melakukan suatu
walaupun dengan pengarahan, panik mengakibatkan disorganisasi
kepribadian, dengan panik terjadi peningkatan aktifitas motorik,
menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, dan
lain-lain.
a. Respon fisiologi
1) Nafas pendek
2) Rasa tercekik dan berdebar
3) Sakit dada
4) Pucat
5) Hipotensi
b. Respon kognintif
1) Lapangan presepsi menyempit
2) Tidak dapat berpikir lagi
c. Respon perilaku dan emosi
1) Agitasi,mengantuk,dan marah
2) Ketakutan dan berteriak-teriak
3) Persepsi kacau
20
2.1.7 Respon terhadap kecemasan
Stuart (2006) berpendapat respon kecemasan antara lainadalah :
1. Respon fisiologi
a. Sistem kardiovaskuler respon yang terjadi palpitas, jantung berdebar,
tekanan darah meningkat, rasa pingsan, pingsan, tekanan darah
menurun dan denyut nadi menurun.
b. Sistem pernapasan respon yang terjadi adalah nafas cepat, sesak nafas,
tekanan pada dada, nafas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan,
sensasi tercekik dan terengah-engah.
c. Sistem neuromuskuler respon yang terjadi reflex meningkat, reaksi
terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, gelisah, mondar-
mandir, wajah tegang, kelemahan umum, dan tungkai lemah
d. Sistem gastrointestinal respon yang terjadi yaitu kehilangan nafsu
makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual, nyeri
ulu hati dan diare.
e. Sistem saluran perkemihan respon yang terjadi adalah tidak dapat
menahan kencing dan sering berkemih.
f. Sistem integumen (kulit) respon yang terjadi adalah wajah kemerahan,
berkeringan pada telapak tangan, gatal, rasa panas dan dingin pada
kulit, dan wajah pucat.
2. Respon perilaku, dan afektif
a. Sistem perilaku respon ini terjadi antara lain gelisah, ketegangan fisik,
reaksi terkejut, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mengalami
21
cidera, menarik diri dari hubungan interpersonal, melarikan diri pada
masalah, hiperventilasi dan sangat waspada.
b. Sistem kognitif respon yang terjadi yaitu perhatian terganggu,
konsentrasi buruk, berupa pelupa, salah dalam memberi penilaian,
hambatan berpikir, lapangan persepsi menurun, kreativitas menurun,
produktifitas menurun, binggung, sangat waspada, kehilangan
obyektifitas, dan takut kendali.
c. Sistem afektif respon yang sering terjadi adalah mudah terganggu,
tidak sabar, gelisah, tegang, gugup, ketakutan, waspada, kengerian,
kekhawatiran, kecemasan, mati rasa, rasa bersalah dan malu.
2.1.8 Pengukuran kecemasan
Penilaian kecemasan dapat diukur dengan menggunakan skala
HARS(Hamilton Anxiety Ratting Scala) yang terdiri dari 14 item (Nixson,
2016) yaitu:
1. Perasaan cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, dan mudah
tersinggung.
2. Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan
lesu.
3. Ketakutan seperti takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila
tinggal sendiri dan takut pada binatang besar.
4. Gangguan tidur sukar tidur, terbangun pada malam hari tidur tidak
pulas, dan mimpi buruk.
22
5. Gangguan kecerdasan seperti menurunnya daya ingat, mudah lupa,
dan sulit berkonsentrasi.
6. Persaan depresi seperti hilangnya minat, berkurangnya kesenangan
pada hobi, sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.
7. Gejala somatik seperti pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara
tidak stabil dan kedutan otot.
8. Gejala sensorik yaitu perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur,
muka merah, pucat dan merasa lemah.
9. Gejala kardiovaskuler yaitu takikardi, nyeri dada, denyut nadi
meregas, dan detak jantung hilang sekejap.
10. Gejala pernapasan yaitu rasa tertekan di dada, perasaan tercekik,
sering menarik nafas panjang dan merasa nafas pendek.
11. Gejala gastrointestinal yaitu sulit menelan, konstipasi, berat badan
menurun, muntah dan mual, nyeri lambung sebelum dan sesudah
makan, perasaan panas di perut.
12. Gejala urogenital yaitu sering kencing, tidak dapat menahan kencing,
aminorea, areksi lemah atau impotensi.
13. Gejala vegetatif yaitu mulut kering, mudah berkeringat, muka merah,
bulu roma berdiri, pusing atau sakit kepala.
14. Perilaku saat wawancara yaitu gelisah, jari-jari gemetar, mengerutkan
dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkatkan dan nafas
pendek cepat.
23
Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan
kategori sebagai berikut (Nixson, 2016) :
Tabel 2.1 Tabel penilaian kecemasan
Nilai Keterangan
0 Tidak ada gejala sama sekali
1 Satu dari gejala yang ada
2 Sedang atau separuh dari gejala yang ada
3 Berat atau lebih dari tengah gejala yang ada
4 Sangat berat semua gejala ada
(Nixson, 2016)
Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor item 1-14
dengan hasil :
1. Skor <6 : tidak ada kecemasan
2. Skor 6-14 : kecemasan ringan
3. Skor 15-27 :kecemasan sedang
4. Skor >27 : kecemasan berat
2.1.9 Penatalaksanaan kecemasan
Penatalaksanaan kecemasan menurut hawari dalam nixson (2016)
pada tahap pencegahat dan terapi memerlukan suatu pendekatan yang
bersifit holistic seperti fisik (somatik), psikososial dan psikoreligius.
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress cara yang mudah
dilakukan antara lain :
a. Makan makanan yang bergizi dan seimbang
b. Tidur yang cukup
c. Tidak merokok
d. cukup berolah raga
24
e. Tidak minum minuman keras
2. Terapi psikofarma
Terapi ini berupa pengobatan untuk cemas yang berguna untuk
memulihkan fungsi organ neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf)
pusat otak. Obat sering di gunakan adalah obat anti cemas (anxiolytic)
seperti diazepam, clobazam, larozepam, buspirone HCL,
meprobamate dan alprazolam .
3. Terapi somatik
Terapi somatik ini untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik
(fisik) itu dapat di berikan obat-obatan yang ditunjukan pada organ
tubuh yang bersangkutan).
4. Psikoterapi
Terapi ini diberikan tergantung kebutuhan setiap individu, antara lain :
a. Psikoterapi suportif untuk memberikan motivasi, semangat dan
dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa
dan diberi keyakinan serta percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif dengan memberikan pendidikan ulang
koreksi bila dinilai bahwa ketidak mampuan mengatasi kecemasan.
c. Psikoterapi re-kontruksi untuk memperbaiki kembali kepribadian
yang telah mengalami guncangan akibat stressor.
d. Psikoterapi kognitif untuk memulihkan fungsi kognitif seperti
kemampuan untuk berpikir rasional, konsentrasi dan daya ingat.
25
e. Psikoterapi psikodinamik untuk menganalisa proses dinamika
kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan
faktor keluarga tidak menjadi faktor penyebab tetapi sebagai faktor
pendukung.
5. Psikoreligius
Terapi ini digunakan untuk meningkatkan keimanan seseorang yang
erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi
berbagai problem kehidupan yang stressor psikososial.
2.2 Konsep Pendidikan Kesehatan
2.2.1 Definisi Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan merupakan bagian dari promosi kesehatan
yaitu prosses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
memmelihara dan meningkatkan kesehatannya dan tidak hanya
mengkaitkan diri pada peningkatan kemampuan, sikap, dan praktek
kesehatan saja. Tetapi juga meningkatkan atau memperbaiki lingkungan
(baik fisik maupun non fisik) dalam rangka memelihara dan meningkatkan
kesehatan mereka (Notoatmodjo, 2007)
Pendidikan kesehatan merupakan gambaran penting dan bagian dari
peran perawat yang profesional dalam upaya promosi kesehatan dan
pencegahan penyakit (preventif) yang telah di lakukan pada zam Florens
Night pada tahun 1959. Pendidikan kesehatan merupakan bentuk kegiatan
dan pelayanan keperawatan yang dapat di lakukan di dalam rumah sakit
26
ataupun di luar rumah sakit (Non Klinik) yang dapat di lakukan di tempat
ibadah, Pusat Kesehatan Ibu dan Anak, tempat pelayanan publik, tempat
penampungan, organisasi masyarakat orgabisasi pemeliharaan kesehatan
(asuransi), sekolah, panti lanjut usia (wreda), dan unit kesehatan bergerak
(mobile).(Nursalam, 2008)
2.2.2 Tujuan pendidikan kesehatan
Promosi kesehatan mempengaruhi 3 faktor penyebab terbentuknya
perilaku tersebut (Nursalam, 2008) yaitu :
1. Faktor faktor presdisposisi
Faktor faktor presdisposisi (presdisposing factors) yang mencakup
pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan
kepercayaaan masyarakat terhadap hal- hal yang berkaitan dengan
kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan,
tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.
2. Faktor faktor Pendukung
Faktor faktor pendukung (enabling factors) ini mencakup ketersediaan
sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya :
air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja,
makanan yang bergizi dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas
pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poli klinik,
posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktik swasta
(BPS) dan sebagainya.
27
3. Faktor faktor penguat
Faktor faktor penguat (reinforcing faktor) meliputi faktor sikap dan
perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), dan para
petugas pemerintah petugas kesehatan. Temasuk juga di sini undang-
undang, peraturan-peraturan, baik dari pusat maupun daerah yang
terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat
kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif serta
dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan keteladanan dari para
toma, toga, dan petugas kesehatan. Di samping itu, undang-undang
jika diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.
2.2.3 Faktor –faktor yang mempengaruhi pendidikan kesehatan
Beberapa faktor yang perlu di perhatikan agar pendidikan
kesehatan dapat mencapai sasaran (Saragih, 2010) yaitu :
1. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap
informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah seseorang
menerima informasi yang didapatnya.
2. Tingkat Sosial Ekonomi
Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula
dalam menerima informasi baru.
28
3. Adat Istiadat
Masyarakat kita masih sangat menghargai dan menganggap adat
istiadat sebagai sesuatu yang tidak boleh diabaikan.
4. Kepercayaan Masyarakat
Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh
orang sudah mereka kenal, karena sudah ada kepercayaan masyarakat
dengan penyampai informasi.
5. Ketersediaan waktu di masyarakat
Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas
masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam
penyuluhan.
2.2.4 Langkah-langkah pendidikan kesehatan
Menurut Dony, dkk (2014), beradasarkan langkah-langkah yang
ingin dicapai, penggolongan langkah-langkah pendidikan kesehatan ada 4
(empat) yaitu :
1. Analisa Situasi
Analisa situasi merupakan suatu dalam mengumpulkan data tentang
keadaan wilayah, masalah-masalah sehingga di peroleh informasi yang
akurat tentang masalah yang di hadapi.
2. Penentuan Prioritas Masalah
Mengurutkan masalah dari masalah yang di anggap paling penting
sampai dengan urutkan yang kurang penting. Ini dapat dilakukan
29
dengan menggunakan beberapa metode, antara lain dengan cara
pembobotan.
3. Penentuan Tujuan
Tujuan penyuluhan adalah mengubah perilaku anak dari perilaku yang
tidak sehat.
a. Penentuan Sasaran
Sasaran untuk penyuluhan di bedakan menjadi :
1) Masyarakat umum
2) Masyarakat sekolah, sebagai masyarakat yang mudah dicapai
3) Kelompok masyarakat tertentu, misalnya kader kesehatan yang
membantu menggerakan dan menyebarkan informasi.
b. Penentuan Pesan
Pesan merupakan informasi yang di sampaikan kepada sasaran.
Pesan yang di sampaiakan harus di sesuaikan dengan sasaran yang
di berikan penyuluhan.
c. Penentuan Metode
Pemilihan metode biasanya mengacu pada penentuan tujuan yang
ingin dicapai, apakah pengubahan pada tingkat kognitif, afektif
atau psikomotor (contoh: untuk mengubah kognitif / pengetahuan
dapat memilih dengan menggunakan metode ceramah ataupun
diskusi).
30
d. Penentuan Media
Dalam menyampaikan penyuluhan digunakan media dan alat bantu
peraga. Pemilihan media dan metode yang tepat serta dukungan
dan kemampuan dari tenaga penyuluhan merupakan suatu hal
untuk mempermudah proses belajar mengajar.
e. Penentuan Rencana Penelitian
Penilai yang di lakuykan meliputi : penetuan tujuan penilaian,
penuntunan tolak ukur yang akan digunkan untuk penilaian.
4. Penyusunan Jadwal Kegiatan
Rencana kegiatan dibuat dalam satu kurun waktu dan terjadwal yang
disesuaikan dengan sasaran, tujuan, materi, media, alat peraga, petugas
penyuluhan, waktu dan rencana penilaian.
2.2.5 Metode Pendidikan Kesehatan
Menurut Dony, dkk (2014),berdasarkan pendekatan sasaran yang
ingin di capai, penggolongan metode penelitian ada 3 (tiga ), yaitu :
1. Metode pendidikan individual (perorangan)
Bentuk dari metode individual ada 2 (dua) bentuk :
a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance an counseling)
b. Wawancara (Interview)
2. Metode pendidikan kelompok
Metode pendidikan kelompok harus memperhatikan apakah kelompok
itu besar atau kecil, karena metodenya akan lain. Efektifitas metodenya
pun akan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan.
31
a. Kelompok besar
1) Ceramah ; metode yang cocok untuk sasaran yang
berpendidikan tinggi maupun rendah.
2) Seminar ; hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan
pendidikan menengah keatas. Seminar adalah suatu penyajian
(persentasi) dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik
yang di anggap penting dan biasanya di anggap hangat di
masyarakat.
b. Kelompok kecil
1) Diskusi Kelompok ; dibuat sedemikian rupa sehingga saling
berhadapan, pimpinan diskusi/penyuluh duduk di antara peserta
agar ada kesan lebih tinggi, tiap kelompok punya kebebasan
mengeluarkan pendapat, pimpinan diskusi memberikan
pancingan, mengarahkan, dan mengatur sehingga diskusi
berjalan hidup dan tidak ada dominasi dari salah satu peserta.
2) Curah pendapat (Brain Storming) ; merupakan modifikasi
diskusi kelompok, dimulai dengan memberikan jawaban atau
tanggapan, tanggapan/jawaban tersebut di tampung dan ditulis
dalam flipchart /papan tulis, sebelum semuanya mencurahkan
pendapat tidak boleh ada komentar dari siapapun, baru
setelahnya semuanya mengemukakan pendapat, tiap anggota
mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.
32
3) Bola salju (Snow Balling) ; tiap orang di bagi menjadi
pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang). Kemudian di lontarkan
suatu pertanyaan atau, masalah, setelah lebih kurang 5 menit
tiap 2 pasang bergabung menjadi satu. Mereka tetap
mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari kesimpulannya.
Kemudian tiap 2 pasangan yang sudah beranggotakan 4 orang
ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan demikian
seterusnya akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas.
4) Kelompok kecil-kecil (Buzz group) ; kelompok langsung di
bagi menjadi kelompok kecil-kecil, kemudian di lontarkan
suatu masalah yang sama /tidak sama dengan kelompok lain,
dan masing-masing kelompok mendiskusikan maslah tersebut.
Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok tersebut dan dicari
kesimpulannya.
5) Memainkan peran (Role Play) ; beberapa kelompok di tunjukan
sebagai pemegang peranan tertentu untuk memainkan peranan
tertentu, misal sebagai dokter puskesmas, sebagai perawat atau
bidan, dll, sedangkan anggota lainnya sebagai pasien/anggota
masyarakat. Mereka memperagakan bagaimana interaksi
/komunikasi sehari-hari dalam melaksanakan tugas.
6) Permainan simulasi(Simulation Game) ; merupakan gambaran
role play dan diskusi kelompok. Pesan–pesan disajikan dalam
bentuk permainan monopoli. Cara memainkan persis seperti
33
bermain monopolidengan menggunakan dadu, atau gaco
(penunjuk arah), dan papan main. Beberapa orang menjadi
pemain, dan sebagian lagi berperan sebagai nara sumber.
3. Metode pendidikan Massa
Pada umum pendidikan (cara) ini adalah tidak langsung. Biasanya
menggunakan atau melalui media massa.
2.2.6 Proses pendidikan kesehatan
Dalam proses pendidikan kesehatan terdapat tiga persoalan pokok
yaitu (input), proses keluar (out put). Masukan (input) dalam pendidikan
kesehatan menyangkut sasaran belajar yaitu individu, kelompok dan
masyarakat dengan berbagai latar belakangnya. Proses adalah mekanisme
dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan dan perilaku pada diri
subyek belajar. Dalam proses pendidikan kesehatan terjadi timbal balik
berbagai faktor antara lain adalah mengajar, teknik belajar dan materi atau
bahan pelajaran. Sedangkan keluaran merupakan kemampuan sebagai hasil
perubahan yaitu perilaku sehat dan sasaran didik melalui pendidikan
kesehatan (Notoatmojo, 2003)
2.2.7 Alat bantu pendidikan kesehatan
Alat bantu pendidikan adalah alat-alat atau perlengkapan yang di
perlukan penyuluhan guna memperlancar kegiatan penyuluhan. Alat bantu
lebih sering disebut alat peraga yang merupakan alat atau benda yang
dapat di amati, didengar, diraba atau di sarankan oleh indra manusia yang
berfungsi sebagai alat memperagakan yang menjelaskan uraian yang di
34
sampaikan secara lisan oleh penyuluh guna membantu proses belajar
mengajar, agar materi lebih mudah di tgerima dan di pahami oleh sasaran.
Pada garis hanya ada tiga macam alat bantu, yaitu sebagai berikut (Dony,
dkk 2014):
1. Alat bantu lihat (visual aids) yang berguna dalam membantu
menstimulasi indera mata (penglihatan pada waktu terjadinya proses
pendidikan). Alat ini ada dua bentuk, yaitu di proyeksikan (slide, film,
dan film strip) dan alat-alat tidak di proyeksikan.
2. Alat bantu dengar (audio aids) yaitu alat yang dapat membantu untuk
menstimulasi indra pendengar pada waktu proses penyampaian dalam
pendidikan, misalnya piringan hitam, radio, pita suara dan sebagainya
3. Alat bantu lihat/dengar (audio-visual aids)seperti televisi dan video
cassete. Alat bantu ini disususn berdasarkan prinsip bahwapengetahuan
disetiap manusia di terima atau di tangkap melalui panca indra.
Semakin banyak indera yang di gunakan untuk menerima sesuatu
maka semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian/pengetahuan
yang di peroleh (Elgar Dalecit dalam Notoatmojo 2005).
2.2.8 Media pendidikan kesehatan
Media pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suantu alat
bantu pendidikan (audio visual aids /AVA). Berdasarkan fungsinya
sebagai penyaluran pesan pesan kesehatan (media), media ini di bagi
menjadi 3 : cetak, elektronik, media papan (bill board) Dony,dkk (2014)
35
1. Media cetak
a. Booklet : untuk menyampaikan pesan dalam bentuk buku, baik
tulisan maupun gambar.
b. Leaflet : melalui lembar yang di lipat, isi pesan bisa gambar/tulisan
atau keduanya.
c. Flyer (selembaran) : seperti leaflet tapi tidak berbentuk lipatan.
d. Filp chart (lembar balik ) : pesan / informasi kesehatan dalam
bentuk lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku, dimana tiap
lembar (halaman) berisi gambar. Peragaan dan di baliknya berisi
kalimat sebagai pesan / informasi berkaitan dengan gambar
tersebut.
e. Rubrik / tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah, mengenai
bahasan atau suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan
dengan kesehatan.
f. Poster ialah bentuk media cetak berisi pesan-pesan / informasi
kesehatan, yang biasanya di tempel di tembok tembok, di tempat-
tempat umum atau di kendaraan umum.
g. Foto , yang mengungkapkan informasi kesehatan.
2. Media elektronik
a. Televisi ; dapat dalam bentuk sinetron,sandiwara,forum diskusi /
tanya jawab, pidato / ceramah, TV, Spot, quiz, atau cerdas cermat,
dll.
36
b. Radio ; bisa dalam bentuk obrolan / tanya jawab, sandiwara radio ,
ceramah, radio spot, dll.
c. Video Compact Disc (VCD)
d. Slide : slide juga dapat di gunakan untuk menyampaikan pesan /
informasi kesehatan.
e. Film strip juga dapat digunkan untuk menyampaikan pesan
kesehatan.
3. Media papan (billboard)
Papan / billboard yang di pasang di tempat-tempat umum dapat di
pakai di isi dengan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan.
Media papan di sini juga mencangkup pesan-pesan yang di tulis pada
lembaran seng yang di tempel pada kendaraan umum (bus / taksi)
(Notoatmojo, 2003)
2.2.9 Sasaran pendidikan kesehatan
Sasaran pendidikan kesehatan adalah masyarakat atau individu
baik yang sehat maupun yang sakit. Sasaran pendidikan kesehatan
tergantung tingkat dan tujuan penyuluhan yang di berikan. Lingkungan
pendidikan kesehatan di masyarakat dapat di lakukan melalui beberapa
lembaga dan organisasi masyarakat (Dony, dkk 2014)
2.3 Retardasi Mental
2.3.1 Pengertian retardasi mental
Retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi dan
merupakan suatu kondisi yang di tandai oleh intelegensi yang rendah yang
37
menyebabkan ketidak mampuan individu untuk belajar dan beradaptasi
terhadap tuntunan masyarakat atas kemampuan yang di anggap normal
(Prabowo, 2014)
Retardasi Mental adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi dan
merupakan suatu kondisi yang di tandai oleh intelegensin yang rendah
yang menyebabkan ketidak mampuan individu untuk belajar dan
beradaptasi terhadap tuntunan masyarakat atas kemampuan yang di anggap
normal (Soejiningsih, 2006).
2.3.2 Etiologi
Menurut maramis (Prabowo, 2014) penyebab retardasi mental dibagi
menjadi 2 :
1. Retardasi Mental Primer
Akibat kelainan kromosom, dimana kelainan kromosom terdapat dalam
jumlah atau dalam bentuknya :
a. Kelaianan dalam jumlah kromosom
sindroma down /long down atau mongolisme (trisoma otosomal dan
trisomi kromosa 21 pada kromosoma seks)
b. Kelainan dalam bentuk kromosom
“chi du chat “ tidak terdapat cabang pendek pada kromosom 5 dan
18
38
2. Retardasi Mental Sekunder
a. Akibat infeksi dan intoxikasi
Dalam kelompok ini termasuk keadaan retardasi mental karena
kerusakan jaringan otak akibat interaksi intrakranial, karena serum,
obat atau zat toxik lainnya.
b. Akibat rudapaksa dan / atau sebab fisik lain.
Rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti sinar- X,
bahan kontrasepsi dan usaha melakukan abortus dapat
mengakibatkan kelainan dengan retardasi mental. Rudapaksa kepala
sesudah lahir tidak begitu sering mengakibatkan retardasi mental .
Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa I (PPDGJ I)
menyebutkan :
1) Ensefalopatia karena kerusakan prenatal
2) Ensefalopatia karena keruskan pada waktu lahir
3) Ensefalopatia karena keruskan postnatal
c. Akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi.
Semua retardasi emntal yang langsung di sebabkan oleh gangguan
metabolisme (umpamanya gangguan metabolisme lipida, karbohidrat
dan protein), pertumbuhan atau termasuk dalam kelompok ini.
d. Akibat penyakit otak nyata (postnatal)
Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat neoplasma
(tidak termasuk pertumbuhan sekunder karena roda paksa /
keradangan) dan beberapa reaksi sel-sel otak nyata, tetapi yang
39
belom di ketahui betul etiologinya (diduga herediter atau familiar).
Reaksi sel-sel otak (structural) ini dapat bersifat degeneratif,
infiltratif, radang rolifirasit, sklerotif, atau reparative.
e. Akibat penyakit / pengaruh prenatal yang tidak jelas keeadan di
ketahui sejak dari lahir, tapi tidak di ketahui etiologinya, termasuk
amomali cranial primer dan efek cogniteal yang tidak di ketahui
sebabnya. Misalnya: Anensefali dan heinsefali, kelainan
pembentukan gizi, porensefali congenital, Kraneostenosa,
Hidrosifalus congenital, Hipertelirisme, Makro sefali
(megalensefali), Mikrosefali primer, Sindroma lurence-moon-biebdl
f. Akibat premeturitas
Dalam kasus ini termasuk retardasi mental yang berhubungan
dengan keadaan bayi yang waktu lahir berat badannya kurang dari
2500 gram dan atau dengan masa hamil kurang dari 38 minggu serta
tidak terdapat sebab-sebab lain seperti dalam subkategori selain ini.
g. Akibat gangguan jiwa yang berat
Retardasi mental mungkin juga akibatnya suatugangguan jiwa yang
berat pada masa anak-anak. Untuk membuat diagnosa ini harus jelas
telah terjadi gangguan jiwa yang berat itu dan tidak terdapat patologi
otak. Penderita skizofrenia residnal dengan deteriorasi mental tidak
termasuk dalam kelompok ini.
40
h. Akibat deprevasi psikososial
Retardasi mental dapat disebabkan oleh faktor-faktor bio medik atau
pun sosio budaya (yang berhubungan dengan deprevasi psikososial
dan penyusunan diri) untuk membuat diagnosa ini terdapat riwayat
deprivasi psikososial dan tidak terdapat tanda-tanda patologi susuan
saraf pusat. Keadaan yang mengakibatkan retardasi mental ini
mungkin ruptural-familial atau dan depreviasi lingkungan sosial.
Menurut Soetjiningsih adanya difungsi otak merupakan dari retardasi
mental terhadap beberapa faktor yang potensial berperan dalam terjadinya
retardasi mental. (Prabowo, 2014)
1. Non Organik
a. Kemiskinan dan keluarga tidak harmonis
b. Faktor sosiokultural
c. Interaksi anak pengasuh yang tidak baik
d. Penelantaran anak
2. Organik
a. Faktor Prakonsepsi
1) Abnormalitas single gene (penyakit-penyakit metabolik,
kelainan neonataneous, dll)
2) Kelaina kromosom (X-linked), translokasi, fragile-x, syndrome
polygenic.
41
b. Faktor Pranatal
1) Gangguan pertumbuhan otak trimestes
2) Kelainan kromosom (Trisomi, mosaik, dll)
3) Infeksi intrauterin, misalnya TORCH, HIV (Human
immunodeficiency virus)
4) Zat-zat Teratogen (alkohol, radiasi, dll)
5) Disfungsi plasenta
6) Gangguan pertumbuhan otak trimester II dan III
7) Kelainan cognital
8) Infeksi intrauterin (TORCH,HIV)
9) Zat-zat tetatogen (alkohol, kokain dan logam berat)
10) Ibu DM , PKU (phenyketonoria)
11) Toksemia grafidarum
12) Dysfungsi plasenta
13) Ibu mal nutri
c. Faktor Perinatal
1) Sangat prematur
2) Asfiksia neonatorium
3) Trauma lahir, pendarahan intrakranial
4) Meningitis
5) Kelainan metabolic, hipoglikemia, hiperbilisubinemia
42
d. Faktor Post Natal
1) Trauma berat pada kepala / susunan saraf pusat
2) Neurotoksin, misalnya logam berat
3) CVA
4) Anoksia misalnya : tenggelam
5) Metabolik :
Gizi buruk
Kelainan Hormonal misalnya hipotiroid, psedohipoparatiroid
Aminoaciduria misalnya : PKU (phenyketonuria)
Kelainan metabolisme karbohidrat, galaktosemia dll
Polisakaridosis misalnya syndrom hurter
Cerebral lipidosis (tay sachs) dengan hepatomegah (gaucher)
Penyakit degeneratif/metabolik lainnya
6) Infeksi
Meningitis ensefalitas dll.
Sub akut sklerosing panesefalitis.
2.3.3 Epidemologi
Prevalensi retardasi mental sekitar 1% dalam satu populasi ,di
indonesia 1-3% penduduk menderita kelaina ini. 4 insidenya sulit
diketahui karena retardasi mental kadang-kadang tidak di kenali sampai
anak-anak usia pertengahan dimana retardasinya maish dalam taraf ringan .
Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10-14
43
tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan. (Prabowo, 2014)
2.3.4 Manifestasi klinis
Menurut Prabowo (2014) retardasi mental dlam PPDGJ I
diklasifikasikan menjadi 4 tingkatan :
1. Retardasi mental ringan (IQ 52-69: umue mental 8-12 tahun),
karakteristik
a. Usia prasekolah ridak tampak anak retardasi mental, tetapi terlambat
dalam kemampuan berjalan, bicara, makan sendiri dll.
b. Usia sekolah dapat melakukan keterampilan membaca dan aritmatik
dengan pendidikan kusus, diarahkan pada kemampuan aktifitas sosial.
c. Usia dewasa dapat keterampilan sosial dan vakasional, diperolehkan
menikah tidak di anjurkan untuk tidak memiliki anak, kemampuan
psikomotor tidak berpengaruh kecuali koordinasi
2. Retardasi mental sedang (IQ 50-55 : umur 3-7 tahun), karakteristik :
a. Usia prasekolah, kelambatan terlihat dari perkembangan motorik,
terutama bicara, repon saat belajar dan perawatan diri
b. Usia sekolah dapat mempelajari komunikasi sederhana, dasar
kesehatan, perilaku aman serta keterampilan mulai sederhana, tidak
ada kemampuan membaca dan menghitung.
c. Usia dewasa melakukan aktifitas latihan tertentu, berpartisipasi dalam
reaksi, dapat melakukan perjalanan sendiri ketempat yang di kenal,
tidak bias membiayai sendiri
44
3. Retardasi mental berat (IQ 20-25 s/d 35-40 : umur mental < 3 tahun),
karakteristik :
a. Usia prasekolah kelambatan nyata pada perkembangan motorik,
kemampuan komunikasi sedikit bahkan tidak ada, bisa repon dalam
perawatan diri tingkat dasar makanan seperti makanan.
b. Usia sekolah gangguan spesifik dalam kemampuan berjalan,
memahami sejumlah komunikasi atau berespon, membantu bila dilatih
sistematis.
c. Usia dewasa melakukan kegiatan rutin dan aktifitas berulang, perlu
arahan berkelanjutan dan protektif lingkungan, kemampuan bicara
minimal, menggunakan gerak tubuh .
4. Retardasi mental sangat berat (IQ 20-25 : umur mental seperti bayi),
karakteristik :
a. Usia prasekolah retardasi mencolok fungsi sensorimotor minimal,
butuh perawatan total
b. Usia sekolah, kelambatan nyata disemua area berkembangan ,
memperlihatkan respon emosional dasar, keterampilan latihan kaki,
tangan dan rahang butuh pengawasan pribadi, usia mental bayi muda.
c. Usia dewasa mungkin bisa berjalan butuh perawatan fisik total
biasanya diikuti dengan kelainan fisik.
45
Di bawah ini beberapa kelainan fisik dan gejala yang sering pada retardasi
mental
a. Kelainan pada mata
1) Katarak
a) Syndrom cockayne
b) Syndrom lowe
c) Galactosemia
d) Krelin
e) Rebela prenatal
2) Bintik cherry-merah pada daerah macula
a. Mukulipidosis
b. Penyakit niemann-pick
c. Penyakit tay-sachs
3) Korioretinitis
a) Lues kongnital
b) Penyakit sitomigaid virus
c) Rubella pranatal
4) Kornea keruh
a) Syndrome Hunter
b) Syndrome Hurler
5) Kejang
6) Kejang umum tonik klonik
1) Defisiensi glikogen senthetase
46
2) Hipersinemia
3) Hipooglikemia terutama yang disertai glyeogen stroge disease
I,II,III,IV
4) Phenyi ketonuria
5) Syndrome melabsorbsi methionin dan lain-lain
b. Kejang pada masa neonatal
1) Arginosicconic Asiduria
2) Hiperammonemia I dan II
3) Laktik asidosis dll
c. Kelainan kulit
1) Bintik cafe – au - lait
2) Ataksia-telengiektasia
3) Syndrom blomm
4) Neurofibromatosis
5) Tuberous selerosis
a. Kelainan rambut
1. Rambut rontok familial laktik asidosis dengan netrotising
ensefalopati
2. Rambut cepat memutih
1) Atrofi progesif serebral hemisfer
2) Ataksia telangi ektasia
3) syndrom malabsorbsi
47
3. Rambut halus
a. Hipotiroid
b. Malnutrisi
e. Kepala
1. Mikrosefali
2. Makrosefali
3. Hidrosefalus
4. Mucopolisakaridase
5. Efusi subdural
a. Perwatan Pendek
1. Kretin
2. syndrome prader willi
b. Distonia
Syndroma Hailer vorde-spaz
2.3.4 Tingkat-tingkat retardasi mental
Menurut (Prabowo, 2014) hasil bagi intelegnsi (HI atau IQ =
intelligensi quotint) bukanlah merupakan satu-satunya patokan yang dapat
di pakai untuk menentukan berat-ringannya retardasi mental. Sebagai
kriteria dapat di pakai juga kemampuan untuk dididik atau di latih dan
kemampuan sosial atau kerja (vokasional).
Tingkat-tingkat retardasi mental dalam PPDGJ I di bagi menjadi :
1. Retardasi mental taraf perbatasan
2. Retardasi mental ringan
48
3. Retardasi mental sedang
4. Retardasi mental berat
5. Retardasi mental sangat berat
2.4 Keluarga
2.4.1 Pengertian Keluarga
Keluarga sebagai sebuah kelompok yang mengidentifikasi diri dan
terdiri atas dua individu atau lebih yang memiliki hubungan khusus, yang
dapat terkait dengan hubungan darah, hukum ataupun tidak, namun
berfungsi sedemikian rupa sehingga mereka menganggap dirinya sebagai
keluaga (Friedman, 2010). Keluarga adalah sekumpulan orang dengan
ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk
menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan
fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga. Secara
dinamis individu yang membentuk sebuah keluarga dapat digambarkan
sebagai anggota dari kelompok masyarakat yang paling dasar, tinggal
bersama dan berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan antar individu
(Suwardiman, 2011).
2.4.2 Ciri – ciri Keluarga
Ciri-ciri keluarga di Indonesia menurut Ali (2010)yaitu:
1. Sedikit berbeda antara yang tinggal di pedesaan dan di perkotaan,
keluarga di pedesaan masih bersifat tradisional, sederhana, saling
menghormati satu sama lain dan sedikit sulit menerima inovasi baru.
49
2. Merupakan satu kesatuan utuh yang dijiwai oleh nilai budaya ketimuran
yang kental yang mempunyai tanggung jawab besar.
3. Mempunyai ikatan keluarga yang sangat erat yang dilandasi oleh
semangat kegotongroyongan.
4. Umumnya dipimpin oleh suami sebagai kepala rumah tangga yang
dominan dalam mengambil keputusan walaupun prosesnya melalui
musyawarah dan mufakat.
2.4.3 Tipe Keluarga
Bentuk dalam keluarga menurut (Mubarak, 2010)seperti:
1. Reconstituted Nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami
/ istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah tangga dengan anak-
anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama atau hasil perkawinan
baru. Satu atau keduanya dapat bekerja diluar rumah.
2. Extended family
Extended family dalah keluarga inti yang ditambah dengan sanak
saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, sepupu, paman, bibi, dan
sebagainya.
3. Tradisional nuclear
Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu dan anak yang tinggal dalam
satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan
perkawinan, satu / keduanya dapat bekerja diluar rumah.
50
4. Middle Age/Aging Couple
Suami sebagai pencari uang, istri di rumah / kedua-duanya bekerja
dirumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah /
perkawinan / meniti karier.
5. Dyadic Nuclear
Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak, keduanya /
salah satu bekerja diluar rumah.
6. Single parent
Satu orang tua sebagai akibat perceraian / kematian pasangannya dan
anak-anaknya dapat tinggal dirumah / di luar rumah.
7. Single adult
Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya
keinginan untuk menikah.
8. Dual carrier
Suami istri atau keduanya berkarier dan tanpa anak.
9. Commuter Married
Suami istri / keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak
tertentu, keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu
10. Three generation
Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.
1. Institusional
Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu panti-panti.
51
2. Comunal
Satu rumah terdiri atas dua/lebih pasangan yang monogami dengan
anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.
3. Cohibing Couple
Dua orang / satu pasangan yang tidak tinggal bersama tanpa
pernikahan.
4. Group Marriage
Satu perumahan terdiri atas orang tua dan keturunannya di dalam
satu kesatuan keluarga dan tiap individu adalah menikah dengan
yang lain dan semua adalah orang tua dari anak-anak.
5. Unmaried Parent and Child
Ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya
diadopsi.
2.4.4 Struktur Keluarga
Struktur keluarga menurut Mubarak (2010) terdiri dari bermacam-macam,
yaitu :
1. Patrilineal
Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui
jalur garis ayah
52
2. Matrilineal
Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun
melalui jalur garis ibu.
3. Matrilokal
Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah istri.
4. Patrilokal
Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah suami.
5. Keluarga kawinan
Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga
dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena
adanya hubungan dengan suami istri.
Struktur sebuah keluarga memberikan gambaran seperti bagaimana
dalam suatu keluarga itu melaksanakan fungsinya dalam masyarakat.
Adapun macam-macam struktur keluarga menurut (Mubarak, 2010)
adalah:
1. Struktur nilai dan norma
Nilai adalah system ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota
keluarga dalam budaya tertentu. Sedangkan norma adalah pola perilaku
yang diterima pada lingkungan sosial tertentu, lingkungan keluarga dan
lingkungan masyarakat sekitar keluarga.
53
2. Struktur peran
Struktur peran adalah serangkain perilaku yang diharapkan sesuai
dengan posisi sosial yang diberikan. Jadi pada struktur peran bisa
bersifat formal atau informal.
3. Struktur komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila: Jujur, terbuka,
melibatkan emosi konflik selesai dan ada hirarki kekuatan, komunikasi
keluarga bagi pengirim: memberikan pesan, memberikan umpan balik,
dan valid.
4. Struktur kekuatan
Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol,
mempengaruhi, atau mengubah perilaku orang lain.
2.4.5 Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga secara umum adalahsebagai hasil akhir atau akibat
dari struktur keluarga. Sedangkan fungsi dasar keluarga adalah untuk
memenuhi kebutuhan anggota keluarga itu sendiri dalam masyarakat yang
lebih luas. Tujuan terpenting yang perlu dipenuhi keluarga adalah
menghasilkan anggota baru (fungsi reproduksi) dan melatih individu
tersebut menjadi bagian dari anggota masyarakat (fungsi sosialisasi). Fungsi
keluarga menjadi suatu perhatian ketika kita akan membahas bagaimana
kebutuhan dukungan yang dipersepsikan oleh keluarga dengan beban
keluarga yang mengalami tingkat kecemasan.
Adapun fungsi keluarga meliputi :
54
1. Fungsi afektif, kebahagiaan keluarga diukur oleh kekuatan cinta
keluarga. Keluarga harus memenuhi kebutuhan kasih sayang anggota
keluarganya karena respon kasih sayang satu anggota keluarga ke
anggota keluarga lainnya memberikan dasar penghargaan terhadap
kehidupan keluarga. Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga
yaitu : memiliki saling asuh, keseimbangan saling menghargai,
pertalian dan identifikasi, keterpisahan dan kepaduan.
2. Fungsi sosialisasi, sosialisasi anggota keluarga adalah fungsi yang
universal dan lintas budaya yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup
masyarakat. Sosialisasi merujuk pada banyaknya pengalaman belajar
yang diberikan dalam keluarga yang ditujukan untuk mendidik keluarga
dengan anak retardasi mental tentang cara menjalankan fungsi adaptif
dalam lingkungan masyarakat, sehingga keluarga dengan anak retardasi
mental yang mengalami tingkat kecemasan merasa diterima oleh
lingkungan sosial.
3. Fungsi reproduksi, salah satu fungsi dasar keluarga adalah untuk
menjamin kontinuitas antar generasi keluarga dan masyarakat, yaitu
menyediakan anggota baru untuk masyarakat.
4. Fungsi ekonomi, fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan
sumber daya yang cukup, ruang, dan materi serta alokasinya yang
sesuai melalui proses pengambilan keputusan.
Termasuk ke dalam fungsi ekonomi yaitu :
55
a. Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
b. Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi
kebutuhan keluarga.
c. Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga di
masa yang akan datang (pendidikan, dan jaminan hari tua).
5. Fungsi perawatan kesehatan, fungsi peningkatan status kesehatan pada
keluarga dengan anak retardasi mental dipenuhi oleh keluarga yang
menyediakan makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan kesehatan,
dan perlindungan terhadap munculnya bahaya. Pelayanan dan praktik
kesehatan adalah fungsi keluarga yang paling relevan bagi perawat
keluarga (caregivers) (Mubarak, 2010).
2.4.6 Tugas Keluarga
Keluarga mempunyai tugas dalambidang kesehatan (Friedman, 2010
dalam Nuraenah, 2012) yaitu :
1. Keluarga mampu untuk mengenal masalah kesehatan keluarga
anakretardasi mental, keluarga perlu mengetahui penyebab dari anak
retardasi mental.
2. Keluargamampu dalam mengambil keputusan mengenai tindakan
keperawatan yang tepat dalam mengatasi anggota keluarga dengananak
retardasi mental, menanyakan kepada orang yang lebih tahu.
3. Keluarga mampu dalam merawat anggota keluarga dengan anak
retardasi mental anggota keluarga dengan riwayat retardasi mental.
56
4. Kemampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang
berada di masyarakat.
5. Kemampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan.
2.4.7 Peran Keluarga
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem peran
didasarkan pada harapan yang menerangkan apa yang harus individu
lakukan dalam situasi tertentu. Peran tersebut di pengaruhi: (Mubarak,
2010).
1. Peran formal keluarga
Keluarga membagi peran secara merata kepada para anggotanya, ada
peran yang membutuhkan keteramilan dan kemampuan tertentu. Peran
fomal yang standar terdapat dalam keluarga (pencari nafkah, ibu rumah
tangga, tukang perbaiki rumah, sopir, pengasuh anak, manajer
keuangan, dan tukang masak). Jika dalam keluarga hanya terdapat
sedikit orang yang memenuhi peran ini, maka akan lebih banyak
tuntutan dan kesempatan bagi anggota keluarga untuk memerankan
beberapa peran pada waktu yang berbeda (Mubarak, 2010)
2. Peran informal keluarga
Peran ini untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosional individu
untuk menjaga keseimbangan dalam keluarganya yang didasarkan pada
personalitas atau kepribadian anggota keluarga secara individual.
57
a. Pendorong : kegiatan mendorong, memuji, setuju dengan, dan
menerima kontribusi dari orang lain.
b. Pencari nafkah : peran yang dijalankan oleh orang tua untuk
memenuhi kebutuhan, baik material maupun mnonmaterial
anggota keluarganya.
c. Perawat keluarga : merawat keluarga yang sakit.
d. Penghubung keluarga : biasanya ibu mengirim dan memonitor
komunikasi dalam keluarga (Mubarak, 2010)
2.5 Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Kecemasan
Pendidikan kesehatan merupakan suatu cara untuk menurunkan
tingkat kecemasan. Salah satunya dengan metode pendidikan kelompok
dengan cara ceramah. Dengan metode ini cocok dalam sasaran yang
berpendidikan tinggi maupun rendah. Dalam proses pendidikan kesehatan
persoalan pokok yaitu masukan (input) proses keluar (output). Dengan
mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan tingkat kecemasan.yang
menggunakan alat bantu lihat (visual aids). Dengan mengunakan media
cetak leafleat. Sasaran pendidikan kesehatan sendiri di tujukan kepada
keluarga mengalami tingkat kecemasan dengan faktor yang
mempengaruhi kecemasan yaitu: umur, jenis kelamin, pengalaman,
pengetahuan, kepribadian pada keluarga anak retardasi mental. Selain itu
juga penyebab dari kecemasan itu sendiri seperti psikososial, informasi,
komunikasi, lingkungan, dan biaya.
58
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual.
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian
Keterangan :
: Tidak diteliti
: Diteliti
: Pengaruh
Bagan kerangka konsep pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat
kecemasa keluarga dengan anak retardasi mental di SLB Putra Idhata Dolopo
Faktor yang Mempengaruhi kecemasan keluarga
- Psikososial ;
konflik
emosional
gangguan konsep diri
frustasi
riwayat gangguan kecemasan
medikasi -
-Komunikasi ;
pola mekanisme koping keluarga
-Lingkungan ;
gangguan fisik
peristiwa traumatik
-Biaya ;
Tingkat Kecemasan keluarga
dengan anak retardasi mental
Cemas
Ringan
Panik Cemas
Berat
Cemas
Sedang
Informasi ;
ancaman terhadap harga diri
ancaman terhadap integritas fisik
Pendidikan kesehatan
59
Faktor kecemasan keluarga itu sendiri meliputi psikososial ; konflik,
emosional, gangguan konsep diri, frustasi, riwayat gangguan kecemasan,
informasi ; ancaman harga diri, komunikasi ; pola mekanisme koping
keluarga, lingkungan ; gangguan fisik, peristiwa traumatik, ancaman
integritas fisik dan biaya. Dari faktor kecemasan tersebut akan di lakukan
pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan keluarga, setelah
dilakukan intervensi dengan cara melakukan pendidikan kesehatan, setelah
di lakukan pendidikan kesehatan di harapkan tingkat kecemasan menurun.
Dimana dengan dilakukan pendidikan kesehatan tersebut mengalami tingkat
kecemasan yang sebelumnya mengalami panik, cemas berat, cemas sedang,
sampai dengan cemas ringan. Yang bisa menunjukan penurunan tingkat
kecemasan setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
3.2 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah :
H1 : ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan
keluarga dengan anak retardasi mental di SLB Putra Idhata Dolopo.
60
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Quasi eksperimen.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non Equavalent Control
Group Design, dimana pada penelitian ini membandingkan hasil intervensi
program pendidikan kesehatan pada kelompok eksperimen yang sampelnya di
observasi terlebih dahulu sebelum diberi perlakuan kemudian setelah
diberikan perlakuan sampel tersebut diobservasi kembali dengan kelompok
kontrol yang sampelnya diobservasi sebelum dan sesudah tanpa diberikan
perlakuan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pendidikan
kesehatan tingkat kecemasan keluarga dengan anak retardasi mental dengan
hasil yang akurat.
Tabel 4.1 Skema Rancangan Penelitian
Kelompok Pre test Perlakuan Post test
Perlakuan O1 X O2
Kontrol O1 - O2
Keterangan :
O1 : Pengukuran awal sebelum dilakukan perlakuan (pre test).
X : Perlakuan (Pendidikan kesehatan).
O2 : Pengukuran kedua setelah dilakukan perlakuan (post test).
- : Tidak di berikan perlakuan
61
Peneliti memberikan penjelasan kepada responden tentang maksud
dan tujuan serta inform consent. Responden yang terpilih diminta untuk
mengisi kuesioner pretest Tentang tingkat kecemasan keluarga dengan
anak retardasi mental di SLB Putra Idhata Dolopo. Setelah mendapatkan
persetujuan dari responden peneliti membagikan kuesioner pada responden
dan menjelaskan cara pengisian kuesioner dengan 14 item pernyataan pada
kuesioner. Kuesioner yang telah diisi secara lengkap selanjutnya
diserahkan kepada peneliti untuk pengolahan data. Setelah pengisian
kuesioner selesai, responden diberikan pendidikan kesehatan mengenai
cara menurunkan tingkat kecemasan pada keluarga dengan anak retardasi
mental di SLB Putra Idhata Dolopo. Setelah pendidikan kesehatan selesai,
peneliti melakukan observasi kepada responden tentang cara
menghilangkan kecemasan dan di lakukan seminggu 3x pada kelompok
perlakuan setelah diberikan pendidikan kesehatan peneliti memberikan
kuesioner tingkat kecemasan pada keluarga dengan anak retardasi mental
di SLB Putra Idhata Dolopo untuk posttest.
62
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua keluarga dengan anak retardasi
mental di SLB Putra Idhata Dolopo dengan jumlah 39 anak retardasi mental.
4.2.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah keluarga dengan anggota keluarga yang
mengalami tingkat kecemasan dengan anak retardasi mental di SLB Putra
Idhata Dolopo. Rumus besar sampel dalam penelitian ini dapat menggunakan
rumus penelitian experimental kemudian di distribusikan secara proposional
dengan tahapan:
(t-1) (r-1) > 15(t-1)
(2-1)(r-1) 15
(r-1) ≥ 15
r = 15+1
r =16
Keterangan
t : banyak kelompok perlakuan
r : jumlah replikasi
untuk menghindari adanya Drop Out dalam proses penelitian, maka perlu
penambahan jumlah sampel agar besar sampel tetap terpenuhi dan rumus
berikut :
63
=17,7
=18
Keterangan : n’ = ukuran sampel setelah revisi
n = ukuran sampel asli
1-f = perkiraan proporsi Drop Out, yang di perkirakan 10%(f=0,1)
Berdasarkan rumus tersebut, maka jumlah sampel akhir yang di butuhkan
dalam penelitian ini adalah 18 untuk kelompok eksperimen dan 13 untuk
kelompok kontrol sehingga total sampel adalah 31 responden .
4.2.3 Kriteria Sampel
Penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk mengurangi
bias hasil penelitian, khususnya jika terdapat variabel-variabel kontrol ternyata
mempunyai pengaruh terhadap variabel yang kita teliti. Kriteria sampel dapat di
bedakan menjadi 2 bagian, yaitu inklusi dan eksklusi (Nursalam, 2013).
64
Tabel 4.2 Kriteria sampel inklusi dan eksklusi
Perlakuan Kontrol
Inklusi :
karakteristik umum
subyek penelitian
dari suatu populasi
target terjangkau
dan akan di teliti
1. Keluarga yang bersedia menjadi
responden.
2. Keluarga bisa membaca dan
menulis.
3. Keluarga yang terdiri dari dua
orang atau lebih yang
mempunyai hubungan darah,
hubungan adopsi dan tinggal
bersama.
1. Keluarga yang bersedia
menjadi responden
2. Keluarga bisa membaca dan
menulis
3. Keluarga yang terdiri dari
dua orang atau lebih yang
mempunyai hubungan
darah, hubungan adopsi dan
tinggal bersama.
Eksklusi :
menghilangkan
atau
mengeluarkan
subjek yang tidak
memenuhi kriteria
inklusi
1. Keluarga yang tidak memiliki
hubungan darah
2. Keluarga yang tidak memiliki
hubungan darah langsung
3. Keluarga tidak bersedia,atau
yang tidak mempunyai
anakretardasi mental.
1. Keluarga yang tidak
memiliki hubungan darah
2. Keluarga yang tidak memiliki
hubungan darah langsung
3. Keluargatidak bersedia,atau
yang tidak mempunyai anak
retardasi mental.
Hasil pembagian sampel pada masing-masing keluarga di peroleh nilai
sebesar 16 responden pada kelompok perlakuan, dan 15 responden pada
kelompok kontrol. Dalam 31 total sampling yang ada pada SLB Putra Idhata
Dolopo.
4.3 Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Non
probability yaitu sampel jenuh atau sering disebut total sampling. Jadi 31
sampel dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga dengan anak retardasi
mental di SLB Putra Idhata Dolopo yang berjumlah 31 orang. Metode ini dapat
dilakukan dengan manual dan dapat menggunakan komputer.
65
4.4Kerangkakerjapenelitian
Sampel
Seluruh keluarga dengan masalah tingkat kecemasan dengan anak retardasi di SLB Putra Idhata
Dolopo
Teknik Sampling total sampling
Desain Penelitian Quasy Eksperimental (Non Equivalen pre- post test design)
Pengumpulan Data
POPULASI
Semua Keluarga Klien dengan masalah tingkat kecemasan di SLB Putra Idhata Dolopo
Pengukuran kecemasan keluarga I Pengukuran kecemasan keluarga I
Pengolahan Data
Editing, Coding, Scoring, Tabulating
Analisis Uji Statistik wilcoxon Rank test dan Mann whitney
U test
Hasil dan Kesimpulan
Penyajian
Kelompok Eksperimen
Pendidikan Kesehatan kepada
keluargadengan anak retardasi mental
Kelompok Kontrol
Pengukuran kecemasan keluarga II
Pengukuran kecemasan keluarga II
Publikasi
Gambar 4.1 Kerangka Kerja
66
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
4.5.1 Identifikasi Variabel
Pada penelitian ini dengan cara menentukan variabel-variabel yang ada dalam
penelitian seperti variabel independen, dependen. Variabel penelitian ini yaitu :
1. Variabel independen (Variabel bebas)
Variabel independen adalah Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah pendidikan kesehatan tentang informasi cara menangani kecemasan
pada keluarga dengan anak retardasi mental.
2. Variabel dependen (Variabel terikat)
Variabel dependen adalah Variabel terikat pada penelitian ini adalah
tingkat kecemasan keluarga dengan anak retardasi mental .
67
4.5.2 Definisi Operasional Variabel
Tabel 4.3 Definisi operasional penelitian pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan keluarga dengan anak
retardasi mental di SLB Putra Idhata Dolopo Variabel DefinisiOperasional Parameter AlatUkur Skala Skor
Independen
Pendidikan
kesehatan
Definisi pendidikan kesehatan merupakan
bagian dari promosi kesehatan yaitu proses
untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatan dan tidak hanya mengkaitkan diri
pada peningkatan kemampuan, sika, dan
praktek kesehatan
Memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga
dengan anak retardasi mental
1. Pengertian pendidikan kesehatan
2. Tujuan
3. Terjadinya kecemasan
4. Faktor yang mempengaruhi kecemasan
5. Bentuk pemberian kesehatan
- - -
Dependen
Tingkat
kecemasan
Tingkat kecemasan yang menggangu
sehingga menimbulkan atau dirasakan oleh
reponden dalam menghadapi anak retardasi
mental
Perasaan yang akan timbul sesuai skala kecemasan
HARS seperti:
1. Perasaan cemas
2. Ketegangan
3. Ketakutan
4. Gangguantidur
5. Gangguan kecerdasan
6. Perasaan depresi
7. Gejala somatik
8. Genjala sensorik
9. Gejala kardiovaskuler
10. Gejala pernapasan
11. Gejala gastroin-testinal
12. Gejala urogenital
13. Gejela vegetatif
14.Apakah anda merasakan
HARS
(Hamilto
n
Anxiety
Ratting
Scala)
Ordinal Skor
untuk
Nilai
HARS 0-
56
0-13 :
Cemas
Ringan
14-28 :
Cemas
Sedang
29-42 :
Cemas
Berat
43-56 :
Panik
68
4.6 Instrumen Penelitian
Dalam penyusunan instrumen penelitian terdapat uraian dalam
pengumpulan data, yaitu validitas dan reliabilitas. Uji Validitas instrumen
penelitian berupa kuesioner tingkat kecemasan keluarga dengan
menggunakan skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scala) anak retardasi
14 item yang membuat perasaan-perasaan yang muncul dalam setiap
itemnya. Dan uji reliabilitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui
apakah instrumen yang digunakan telah vareliabel.
4.8 Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian akan dilakukan di SLB Putra Idhata Dolopo
2. Waktu penelitian
Waktu penelitian akan dilakukan pada tanggal Desember sampai Mei
2018.
4.9 Prosedur Pengumpulan Data
Beberapa langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam
pengumpulan data adalah sebagai berikut :
1. Mengurus ijin penelitian dengan membawa surat dari Stikes Bhakti
Husada Mulia Madiun untuk ditujukan Cabang Dinas Pendidikan
Wilayah Kabupaten dan Kota Madiun.
2. Setelah mendapatkan surat ijin penelitian dari Cabang Dinas
Pendidikan Wilayah Kabupaten dan Kota Madiun, surat ijin ditujukan
Kepada Kepala Sekolah SLB Putra Idhata Dolopo.
69
3. Setelah mendapatkan ijin dari pihak Kepala Sekolah SLB Putra Idhata
Dolopo.
4. Peneliti memberikan penjelasan kepada responden tentang maksud dan
tujuan serta inform consent.
5. Setelah mendapatkan persetujuan dari responden peneliti membagikan
kuesioner pada responden dan menjelaskan cara pengisian kuesiner
serta tiap item pertanyaan pada kuesioner tingkat kecemasan keluarga
dengan anak retardasi mental.
6. Kuesioner yang telah diisi secara lengkap selanjutnya diserahkan
kepada peneliti untuk pengolahan data.
7. Setelah pengisian kuesioner selesai, peneliti memberikan intervensi
kepada kelompok perlakuan berupa pendidikan kesehatan
8. 1 minggu setelah di lakukan pendidikan kesehatan selama 3x pada
kelompok eksperimen dan responden kelompok kontrol juga diberi
kuesioner untuk post test berupa pertanyaan yang sama menilai tingkat
kecemasan keluarga.
9. Kuesioner yang telah diisi lengkap selanjutnya diserahkan kepada
peneliti untuk pengolahan data.
4.9 Pengolahan Data dan Analisis Data
4.9.1 Pengolahan Data
Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data perlu diproses
dan dianalisis secara sistematis supaya bisa terdeteksi. Data tersebut di
70
tabulasi dan dikelompokkan sesuai dengan variabel yang diteliti. Langkah-
langkah pengolahan data :
1. Editing
Editing adalah data yang terkumpul, baik data kualitatif maupun data
kuantitatif harus dibaca sekali lagi untuk memastikan apakah data
tersebut dijadikan bahan analisa atau tidak (Nasehudin,dkk, 2012)
2. Coding
Memberikan skor atau nilai pada setiap item jawaban. Data yang
terkumpul bisa berupa angka, kata, atau kalimat. (Nasehudin,dkk, 2012)
Pada penelitian ini hasil dari scoring diberikan kode antara lain yaitu :
a. Coding untuk data umum
1) Umur
18-20 : 1
21-27 : 2
33-39 : 3
40-65 : 4
2) Jeniskelamin
Laki-laki : 1
Perempuan : 2
3) Pendidikan
Tidak Sekolah : 1
Sd : 2
SMP Sederajat : 3
71
SMA/SMK Sederajat : 4
Diploma/ Sarjana : 5
4) Suku
Batak : 1
Minang : 2
Melayu : 3
Aceh : 4
Jawa : 5
5) Agama
Islam : 1
Kristen : 2
Hindu : 3
Budha : 4
Khatolik : 5
6) Pekerjaan
Tidak bekerja : 1
Pedagang : 2
Petani : 3
Pegawai negeri : 4
Swasta : 5
TNI/Polri : 6
72
7) Penghasilan
Rp.0 : 0
< Rp 965.000,- : 1
Rp 965.000,- – Rp1.500.000,- : 2
Rp 1.500.000,- – Rp 3.000.000,- : 3
> Rp 3.000.000,- : 4
b. Coding untuk data kusus
1. Kode 1 yaitu kecemasan ringan (skor HARS 0-13)
2. Kode 2 yaitu kecemasan sedang (skor HARS 14-28)
3. Kode 3 yaitu kecemasan berat (skor HARS 29-42)
4. Kode 4 yaitu panik (skor HARS 43-56)
3) Scoring
Menentukan skor atau nilai untuk setiap item pertanyaan dan tentukan
nilai terendah dan tertinggi. Tahapan ini dilakukan setelah ditentukan
kode jawaban atau hasil observasi sehingga setiap jawaban resonden
atau hasil observasi dapat diberikan skor (Arikunto, 2010).
a. Nilai0 : tidak ada gejala sama sekali
b. Nilai 1 : satu dari gejala yang ada
c. Nilai 2 : sedang atau separuh dari gejala yang ada
d. Nilai 3 :berat atau lebih dari separuh gejala yang ada
e. Nilai 4 : sangat berat dimana semua gejala ada
73
4) Tabulating
Tabulating yakni membuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan
penelitian atau yang diinginkan oleh peneliti (Notoatmodjo, 2012).
Tabel yang akan ditabulasi adalah tabel yang berisikan data yang sesuai
dengan kebutuhan analisis.
4.9.2 Analisa Data
Analisa data dalam penelitian ini meliputi :
1. Analisa Univariat
Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Untuk menganalisis pengaruh
pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan keluarga dengan anak
retardasi mental. Pada penelitian ini, peneliti menganalisa tingkat
kecemasan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan dalam
tingkat kecemasan. Semua karakteristik responden dalam penelitian ini
seperti : usia, jenis kelamin, hubungan keluarga, tingkat pendidikan, dan
pekerjaan berbentuk kategori yang dianalisis menggunakan analisa
proporsi dan dituangkan dalam tabel distribusi frekuensi.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis
pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan keluarga dengan anak
retardasi mental. Untuk menentukan analisa bivariat dari penelitian ini
peneliti melakukan analisa data terlebih dahulu. T-test satu sampel yang
di berikan dua pengakuan yang berbeda, merupakan data kuantitatif
74
(interfal-rasio), dan sampel yang digunakan harus dalam kondisi yang
sama atau homogenya dan berasal dari tabulasi yang telah berdistribusi
secara normal. Ada tidaknya perbedaan yang bermakna sebelum dan
sesudah di lakukan intevensi dapat diketahui melalui dua cara pertama
harga t hitung di banding kandengan harga t tabel sehingga diperoleh
interpretasi. Selanjutnya di lakukan uji statistik untuk perbedaan pretest
dan posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat
diketahui melalui dua cara pertama harga t hitung di bandingkan dengan
harga t tabel sehingga di peroleh interpretasi. Ketentuan pengujian adalah
bila harga t hitung lebih besar harga t tabel H0 di tolak. Cara yang kedua,
digunakan nilai probalitas berdasarkan tingkat kemaknaan 95% (alpha
0,05). Apabila distribusi tidak normal menggunakan uji wilcoxon. Uji
wilcoxon yang dipilih dalam penelitian ini jika data tidak berdistribusikan
adalah uji wilcoxon Sign Rank test untuk pengambilan keputusan
menggunakan cara pertama yaitu tujuan uji yaitu komperasi perbedaan
selisih dan tingkat kecemasan dengan jumlah sampel 2 pasangan.
Ketentuan pengujian adalah bila harga t hitung lebih besar harga t tabel
H0 di tolak. Cara yang kedua, digunakan nilai probalitas berdasarkan
tingkat kemaknaan 95% (alpha 0,05). Apabila distribusi tidak normal
menggunakan uji Manwhitney. Uji Manwhitney yang dipilih dalam
penelitian ini jika data tidak berdistribusikan adalah uji Manwhitney
untuk pengambilan keputusan menggunakan cara pertama yaitu jika
Sig> 0,05 maka H0 diterima, artinya tidak ada perbedaan antara variabel
75
jika Sig < 0,05 maka H0 di tolak, artinya ada perbedaan antar variabel.
Yang kedua yaitu dengan syarat 2 sampel tidak berpasangan, dengan
syarat skala ordinal interfal / rasio. Perhitungan uji statistik menggunakan
perhitungan dengan system komputerisasi SPSS 16.0.
4.10 Etika Penelitian
Masalah etika pada penelitian yang menggunakan subjek manusia
menjadi isu sentral yang berkembang saat ini. Penelitian ilmu keperawatan,
karena hampir 90% subjek yang dipergunakan adalah manusia, maka
peneliti harus memahami prinsip-prinsip etika penelitian. Apabila hal ini
tidak dilaksanakan, maka peneliti akan melanggar hak-hak (otonomi)
manusia yang kebetulan sebagai klien. Peneliti yang sekaligus juga perawat,
sering memperlakukan subjek penelitian seperti memperlakukan kliennya,
sehingga subjek harus menurut semua anjuran yang diberikan. Padahal pada
kenyataannya hal ini sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip etika
penelitian (Nursalam, 2016).
Dalam melakukan penelitian ini, masalah etika meliputi :
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)
Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subyek untuk mendapatkan
informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta
memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk
berpartiipasi dalam kegiatan penelitian (autonomy).
2. Kerahasiaan(Confidentiality)
Setiap orang mempunyaihak-hak dasar individu termasuk privasi dan
kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak
76
untuk tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh
sebabitu, peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai
identitas dan kerahasiaan identitas subjek. Peneliti setidaknya cukup
menggunakan coding sebagai pengganti identitas responden.
3. Keadilan dan Keterbukaan (Respect for Justice an Inclusiveness)
Menurut peneliti di dalam hal ini menjamin bahwa semua subjek
penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa
membedakan jender, agama, etnis, dan sebagainya, serta perlunya
prinsip keterbukaan dan adil pada kelompok perlakuan dan kontrol.
Keadilan dalam penelitian ini pada setiap calon responden, sama-sama
diberi intervensi meski responden tidak memenuhi kriteria inklusi.
Perlakuan peneliti dengan memberikan leaflet tentang kecemasan dan
retardasi mental kepada responden yang tidak menjadi sampel.
77
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi deskripsi tentang hasil penelitian yang telah dilaksanakan
mulai tanggal 24 Februari- 3 Maret 2018 di SLB Putra Idhata Dolopo Kab.
Madiun. Deskripsi ini mencangkup gambaran fisik keluarga dengan anak retardasi
mental di SLB Putra Idhata Dolopo, karakter keluarga sebagai responden, dan
variasi nilai observasi tingkat keluarga dengan anak retardasi mental. Selanjutnya
hasil penelitian tersebut akan dibahas secara rinci sesuai variabel yang diteliti.
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
SLB Putra Idhata Kab. Madiun di Desa Glonggong, Kecamatan Dolopo,
Kabupaten Madiun adalah Unit Pelaksana Teknis pendidikan
persekolahan yang didirikan oleh Yayasan Putra Idhata dan kepala sekolah
SLB Putra Idhata Kab. Madiun sekarang Ibu Dyah Rukminingsih,S.Pd.
Berdasarkan SK Mendikbud No.08/48/0/1972 tanggal 4 Desember
1972. Dalam pelaksanaannya sekolah yang berstatus swasta tersebut
bertanggung jawab langsung kepada Yayasan Putra Idhata Kab. Madiun di
era otonomi berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur. Sekolah telah bersertifikat ISO :
9000-2008.
Sekolah ini juga terdapat cukup banyak anak dengan Retardasi
Mental. Sekolah terletak di daerah strategis antara Madiun – Ponorogo
dengan luas 5000 m2. Selain dilengkapi ruang belajar dan sarana belajar
78
yang baik, sekolah juga dilengkapi ruang assesment, perpustakaan,
laboratorium komputer, ruang olah raga, ruang ketrampilan, ruang
produksi braille, arena bermain dan asrama siswa.
Dengan berjalannya waktu akhirnya sekolah ini memiliki jenjang
TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB di SLB Putra Idhata Dolopo. Pada
tahun 2010 mulai adanya siswa dengan retardasi mental sampai sekarang
retardasi mental lebih mendominasi di sekolah ini. Sampai tahun 2017
seluruh siswa mencapai 39 anak retardasi mental.
5.2 Karakteristik Responden
Data ini menyajikan karakteristik responden berdasarkan suku,
agama, penghasilan, umur, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan.
5.2.1 Karakteristik Suku Responden
Karakteristik responden berdasarkan suku di SLB Putra Idhata
Dolopo Kab. Madiun pada tanggal 24 Februari – 3 Maret 2018. Tabel
berikut ini memberikan gambaran responden yang berdasarkan suku pada
keluarga dengan anak retardasi mental.
Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan suku keluarga dengan
anak retardasi mental
No Suku Frekuensi Prosentase (%)
1 Melayu 1 3.2
2 Aceh 4 12,9
3 Jawa 26 83,9
Jumlah 31 100 Sumber : Kuesioner Responden di SLB Putra Idhata Dolopo 2018
79
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar suku
yaitu suku jawa dengan jumlah 26 orang reponden dengan posentase
83,9%, dan sebagian kecil yang paling yaitu suku melayu sejumlah 1
orang reponden dengan prosentase 3,2%.
5.2.2 Karakteristik Agama Responden
Karakteristik responden berdasarkan agama di SLB Putra Idhata
Dolopo Kab. Madiun pada tanggal 24 Februari – 3 Maret 2018. Tabel
berikut ini memberikan gambaran responden yang berdasarkan agama
pada keluarga dengan anak retardasi mental.
Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan agama keluarga dengan
anak retardasi mental
No Agama Frekuensi Prosentase (%)
1 Islam 31 100
Jumlah 31 100 Sumber : Kuesioner Responden di SLB Putra Idhata Dolopo 2018
Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa 100% keluarga anak
retardasi mental beragama islam.
5.2.3 Karakteristik Penghasilan Responden
Karakteristik responden berdasarkan penghasilan di SLB Putra
Idhata Dolopo Kab. Madiun pada tanggal 24 Februari – 3 Maret
2018.Tabel berikut ini memberikan gambaran responden yang berdasarkan
penghasilan pada keluarga dengan anak retardasi mental.
80
Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan penghasilan keluarga
dengan anak retardasi mental
No Penghasilan Frekuensi Prosentase (%)
1 < Rp 1.500.000 12 38,7
2 ≥ Rp 1.500.000 19 61,3
Jumlah 31 100 Sumber : Kuesioner Responden di SLB Putra Idhata Dolopo 2018
Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa penghasilan yang
terbanyak yaitu ≥ Rp 1.500.000 dengan jumlah responden 19 orang
reponden dengan prosentase 61,3 %, dan yang paling rendah yaitu dengan
penghasilan sebesar Rp < 1.500.000 sebanyak 12 orang dengan prosentase
38,7%.
5.2.4 Karakteristik Umur Responden
Karakteristik responden berdasarkan umur di SLB Putra Idhata
Dolopo Kab. Madiun pada tanggal 24 Februari – 3 Maret 2018. Tabel
berikut ini memberikan gambaran responden yang berdasarkan umur pada
keluarga dengan anak retardasi mental.
Tabel 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan umur keluarga dengan
anak retardasi mental
No Umur Frekuensi Prosentase (%)
1 21-27 3 9,7
2 33-39 9 29,0
3 40-65 19 61,3
Jumlah 31 100
Sumber : Kuesioner Responden di SLB Putra Idhata Dolopo 2018
Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar umur
yaitu umur 40-65 dengan jumlah responden 19 orang reponden dengan
prosentase 61,3%, dan sebagian kecil yaitu umur 21-27 berjumlah 3 orang
reponden dengan prosentase 9,7%.
81
5.2.5 Karakteristik Pendidikan Responden
Karakteristik responden berdasarkan Pendidikan di SLB Putra
Idhata Dolopo Kab. Madiun pada tanggal 24 Februari – 3 Maret 2018.
Tabel berikut ini memberikan gambaran responden yang berdasarkan
pendidikan pada keluarga dengan anak retardasi mental.
Tabel 5.5 Karakteristik Responden Berdasarkan pendidikan keluarga
dengan anak retardasi mental
NO Pendidikan Frekuensi Presentase (%)
1 Tidak Sekolah 3 9,7
2 SD 7 22,6
3 SMP 13 41,9
4 SMA/SMK 7 22,6
5 Diploma/Sarjana 1 3,2
Jumlah 31 100
Sumber : Kuesioner Responden di SLB Putra Idhata Dolopo 2018
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa pendidikan sebagian
besar yaitu lulusan SMP dengan jumlah 13 orang responden dengan
prosentase 41,39%, ,dan sebagian kecil yaitu lulusan Diploma/Sarjana
sejumlah 1 orang reponden dengan prosentase 3,2%.
5.2.6 Karakteristik Jenis Kelamin Responden
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di SLB Putra
Idhata Dolopo Kab. Madiun pada tanggal 24 Februari – 3 Maret 2018.
Tabel berikut ini memberikan gambaran responden yang berdasarkan jenis
kelamin pada keluarga dengan anak retardasi mental.
82
Tabel 5.6 Karakteristik Responden Berdasarkan jenis kelamin keluarga
dengan anak retardasi mental
No Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase (%)
1 Laki-laki 5 16,1
2 Perempuan 26 83,9
Jumlah 31 100 Sumber : Kuesioner Responden di SLB Putra Idhata Dolopo 2018
Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa jenis kelamin yang
terbanyak yaitu perempuan dengan jumlah responden 26 orang reponden
dengan prosentase 83,9%, dan laki-laki dengan jumlah responden 5 orang
reponden dengan prosentase 16,1%.
5.2.7 Karakteristik Pekerjaan Responden
Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan di SLB Putra Idhata
Dolopo Kab. Madiun pada tanggal 24 Februari – 3 Maret 2018. Tabel
berikut ini memberikan gambaran responden yang berdasarkan pekerjaan
pada keluarga dengan anak retardasi mental.
Tabel 5.7 Karakteristik Responden Berdasarkan pekerjaan keluarga
dengan anak retardasi mental
No Pekerjaan Frekuensi Prosentase (%)
1 Tidak bekerja/IRT 15 48,4
2 Pedagang 2 6,5
3 Petani 4 12,9
4 Pegawai negeri 1 3,2
5 Swasta 4 12,9
6 Lain-lain 5 16,1
Jumlah 31 100 Sumber : Kuesioner Responden di SLB Putra Idhata Dolopo 2018
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa pekerjaan ysebagian besar
yaitu tidak bekerja/ IRT sebanyak 15 orang responden dengan jumlah
prosentase 48,4%, dan sebagian kecil yaitu pegawai negeri dengan jumlah
1 orang reponden dengan jumlah prosentase 3,2%.
83
5.3 Hasil Penelitian
5.3.1 Tingkat Kecemasan sebelum dan sesudah di lakukan pendidikan
kesehatan pada kelompok eksperimen dengan keluarga anak
retardasi mental di SLB Putra Idhata Dolopo.
Hasil penelitian terhadap 16 responden keluarga dengan anak
retardasi mental sebelum dan sesudah di lakukan pendidikan kesehatan
pada kelompok ekperimen di SLB Putra Idhata Dolopo
Tabel 5.8 Hasil Penelitian Berdasarkan Tingkat kecemasan sebelum dan
sesudah di lakukan pendidikan kesehatan pada kelompok
eksperimen dengan keluarga anak retardasi mental di SLB
Putra Idhata Dolopo
Tingkat
kecemasan
Pretest kelopok eksperimen Posttest kelompok
eksperimen
Frequensi Presentase Frequensi Presentase
Ringan 0 0 0 0
Sedang 0 0 14 87,5
Berat 15 93,8 2 12,5
Panik 1 6,2 0 0
Total 16 100 16 100 (Sumber : Lembar Kuesioner tingkat kecemasan keluarga pada anak retardasi
mental di SLB Putra Idhata Dolopo)
Berdasarkan tabel 5.8 dapat di ketahui tingkat kecemasan pada
keluarga anak retardasi mental di SLB Putra Idhata Dolopo sebelum
dilakukan pendidikan kesehatan tertinggi yaitu tingkat kecemasan berat
dengan jumlah 15 responden dengan prosentase ( 93,8 %) dan terendah
yaitu pada tingkat kecemasan panik berjumlah 1 orang responden dengan
jumlah prosentase (6,2%). Sedangkan sesudah dilakukan pendidikan
kesehatan tertinggi yaitu tingkat kecemasan sedang dengan jumlah 14
responden dengan prosentase (87,5 %) dan terendah yaitu pada tingkat
kecemasan berat berjumlah 2 orang responden dengan jumlah prosentase
(12,5 %).
84
Tabel 5.9 Hasil Penelitian Berdasarkan uji statistik Tingkat kecemasan
sebelum dan sesudah di lakukan pendidikan kesehatan pada
kelompok eksperimen dengan keluarga anak retardasi mental
di SLB Putra Idhata Dolopo
Posttest_Eksperimen
- Pretest_Eksperimen
Z -3.873a
Asymp. Sig. (2-
tailed) .000
Data sumber : SPSS 16.0
Pada penelitian ini menggunakan uji statistik yaitu Uji Wilcoxon
Sign Ranks Test di dapatkan hasil Asymp. Sig (0,000 = 0 %) < α = 5%
sehingga Ha di terima yang berarti ada perbedaan tingkat kecemasan
keluarga dengan anak retardasi mental di SLB Putra Idhata Dolopo
5.3.2 Tingkat Kecemasan sebelum dan sesudah di lakukan pendidikan
kesehatan pada kelompok kontrol dengan keluarga anak retardasi
mental di SLB Putra Idhata Dolopo.
Hasil penelitian terhadap 15 responden keluarga dengan anak
retardasi mental sebelum dan sesudah di lakukan pendidikan kesehatan
pada kelompok kontrol di SLB Putra Idhata Dolopo
Tabel 5.10 Hasil Penelitian Berdasarkan Tingkat kecemasan sesbelum
dan sesudah di lakukan pendidikan kesehatan pada
kelompok kontrol dengan keluarga anak retardasi mental di
SLB Putra Idhata Dolopo.
Tingkat
kecemasan
Pretest kelopok kontrol Posttest kelompok kontrol
Frequensi Presentase Frequensi Presentase
Ringan 5 33,3 5 33,3
Sedang 10 66,7 10 66,7
Berat 0 0 0 0
Panik 0 0 0 0
Total 15 100 15 100 (Sumber : Lembar Kuesioner tingkat kecemasan keluarga pada anak retardasi
mental di SLB Putra Idhata Dolopo)
Berdasarkan tabel 5.10 dapat di ketahui tingkat kecemasan pada
keluarga anak retardasi mental di SLB Putra Idhata Dolopo sebelum dan
85
sesudah di lakukan pendidikan kesehatan pada kelompok kontrol tertingi
yaitu tingkat kecemasan sedang dengan jumlah 10 responden dengan
prosentase (66,7%) dan terendah yaitu pada tingkat kecemasan ringan
berjumlah 5 orang responden dengan jumlah prosentase (33,3%).
Tabel 5.11 Hasil Penelitian Berdasarkan uji statistik Tingkat kecemasan
sebelum dan sesudah di lakukan pendidikan kesehatan pada
kelompok kontrol dengan keluarga anak retardasi mental di
SLB Putra Idhata Dolopo
Posttest_Kontrol -
Pretest_kontrol
Z .000a
Asymp. Sig. (2-
tailed) 1.000
Data sumber : SPSS 16.0
Pada penelitian ini menggunakan uji statistik yaitu Uji Wilcoxon
Sign Ranks Test di dapatkan hasil Asymp. Sig (1,000 = 0 %) < α = 5%.
sehingga Ha di tolak yang berarti tidak ada perbedaan tingkat kecemasan
keluarga dengan anak retardasi mental di SLB Putra Idhata Dolopo
5.3.3 Perubahan tingkat kecemasan keluarga pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol dan menganalisa pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap tingkat kecemasan keluarga dengan anak
retardasi mental di SLB Putra Idhata Dolopo
Hasil penelitian terhadap 31 responden keluarga dengan anak
retardasi mental sebelum dan sesudah di lakukan pendidikan kesehatan
pada kelompok ekperimen dan kelompok kontrol di SLB Putra Idhata
Dolopo
86
Tabel 5.12 Analisa perbedaan sebelum dan sesudah di lakukan
pendidikan Kesehatan terhadap tingkat kecemasan keluarga
dengan anak retardasi mental di Slb Putra Idhata Dolopo.
Kelompok
sesudah
N P value
Eksperimen 16 0,007
Kontrol 15
Berdasarkan tabel 5.12 dapat di ketahui perbedaan antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol dengan melihat tingkat kecemasan
sesudah di lakukan pendidikan kesehatan dengan uji statistik
menggunakan uji mannwhitney Pada kelompok eksperimen di berjumlah
16 orang responden dan kelompok kontrol berjumlah 15 orang responden.
Tabel 5.13 Hasil Penelitian Berdasarkan uji statistik Tingkat kecemasan
sebelum dan sesudah di lakukan pendidikan kesehatan pada
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan keluarga
anak retardasi mental di SLB Putra Idhata Dolopo
skor
Mann-Whitney U 70.000
Wilcoxon W 190.000
Z -2.710
Asymp. Sig. (2-tailed) .007
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .049
a
Data sumber : SPSS 16.0
Sedangkan hasil uji statistik mannwhitney Asymp. Sig (0,007 =
0 %) < α = 5%, yang ha diterima yang artinya ada pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap tingkat kecemasan keluarga dengan anak retardasi
mental pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol di SLB Putra
Idhata Dolopo.
87
5.4 Pembahasan
Pembahasan dalam penelitian ini meliputi pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap tingkat kecemasan keluarga dengan anak retardasi
mental di Slb Putra Idhata Dolopo. Sebelum dan sesudah di lakukan
pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan keluarga dengan anak
retardasi mental.
5.4.1 Tingkat Kecemasan keluarga Sesudah dan Sebelum di lakukan
Pendidikan Kesehatan pada kelompok ekperimen di SLB Putra
Idhata Dolopo
Berdasarkan tabel 5.7 dapat di ketahui tingkat kecemasan pada
keluarga anak retardasi mental di SLB Putra Idhata Dolopo sebelum di
lakukan pendidikan berjumlah 15 orang pada tingkat kecemasan berat
dengan prosentase (93,8% ) dan tingkat kecemasan panik yang berjumlah
1 orang dengan prosentase (6,2%). Sesudah dilakukan pendidikan
kesehatan yaitu di dapatkan penurunan tingkat kecemasan pada tingkat
kecemasan sedang dengan jumlah 14 responden dengan prosentase
( 87,5 %) dan pada tingkat kecemasan berat berjumlah 2 orang responden
dengan prosentase (12,5%) di SLB Putra Idhata Dolopo. Penelitian ini di
dukung penelitian (Pina, 2013) yang berjudul “Pengaruh pendidikan
kesehatan tentang menarche terhadap tingkat kecemasan siswa dalam
menghadapi menarche di SD Blimbing 01 Gatak Sukoharjo” bahwa pada
kelompok intervensi 87,5% keluarga mengalami cemas sedang setelah di
lakukan pendidikan kesehatan. Sama halnya penelitian Fatma (2017)
menunjukan bahwa pendidikan kesehatan ini sangat efektif diberikan
88
untuk menurunkan tingkat kecemasan dengan metode ceramah yang
menggunakan media flif chart dan leaflet.
Pendidikan kesehatan merupakan serangkaian upaya yang
ditujukan untuk mempengaruhi orang lain, mulai dari individu, kelompok,
keluarga dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan. Sama halnya
dengan proses pendidikan kesehatan memiliki tujuan yang sama seperti
terjadinya perubahan tingkat kecemasan dimana ada proses meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam memelihara, meningkatkan kesehatan, dan
tidak hanya mengkaitkan diri pada peningkatan pengetahuan, sikap dan
praktik kesehatan saja. Tetapi juga meningkatkan atau memperbaiki
lingkungan (baik fisik maupun non fisik) dalam rangka memelihara dan
meningkatkan kesehatan mereka (Notoatmojo, 2007).
Harapan peneliti pada kelompok eksperimen setelah di berikan
pendidikan kesehatan ini tingkat kecemasan bisa menurun. Dari hasil
penelitian di dapatkan 15 responden mengalami cemas berat dan 1
mengalami panik sebelum di lakukan pendidikan kesehatan pada keluarga
dengan anak retardasi mental, setelah di lakukan pendidikan kesehatan
tingkat kecemasan menurun menjadi 14 responden yang mengalami cemas
sedang dan 2 mengalami cemas berat .
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan keluarga
dengan anak retardasi mental salah satunya dilihat dari usia dan tingkat
pendidikan keluarga pada anak retardasi mental. Dari hasil karakteristik
umur keluarga dengan anak retardasi mental pada kelompok eksperimen
89
mendapatkan hasil 93,7% (11 keluarga) berumur 40-65 tahun. Mubarak
(2009) berpendapat bahwa umur sangat mempengaruhi seseorang dalam
memperoleh informasi yang lebih banyak secara langsung ataupun tidak
langsung sehingga menambah pengalaman, kematangan dan pengetahuan.
Pertambahan umur seseorang maka kematangan berfikirnya meningkat,
sehingga kemampuan dalam menyerap informasi dan pengetahuan
meningkat pula. Sedangkan dilihat dari tingkat pendidikan keluarga
tertinggi SMP 41,9% (13 keluarga). Menurut Arikunto (2008) Tingkatan
pendidikan dibagi menjadi 3 yaitu Pendidikan dasar/rendah ( SD-
SMP/MTs), Pendidikan Menengah (SMA/SMK), Pendidikan Tinggi
(D3/S1). Hal ini menunjukan bahwa masih ada 1 keluarga anak retardasi
mental mengalami tingkat kecemasan yang sama setelah di lakukan
pendidikan kesehatan. Sejalan dengan penelitian sebelumnya Feist (2009)
yaitu tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki respon adaptasi yang lebih
baik karena respon yang diberikan lebih rasional dan juga memengaruhi
kesadaran dan pemahaman terhadap stimulus. Penelitian Gallo (1997), yang
menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang menjadikan
individu lebih selektif selama respon kecemasan berlangsung. Dari beberapa
teori yang di dapatkan peneliti berpendapat bahwa tingkat pendidikan yang
tinggi pada seseorang akan membentuk pola yang lebih adaptif terhadap
kecemasan, karena memiliki pola koping terhadap sesuatu yang lebih baik,
sedangkan pada seseorang yang hanya memiliki tingkat pendidikan rendah
akan cenderung lebih mengalami kecemasan karena pola adaptif yang kurang
terhadap hal yang baru dan mengakibatkan tingkat kecemasan tinggi .
90
Berdasarkan analisa kuesioner tingkat kecemasan menggunakan
HARS kepada responden, meliputi 14 item. Kebanyakan keluarga
menjawab iya pada item nomer 4. Salah satu aspek tingkat kecemasan
yaitu aspek respon dan emosi. Ada 9 keluarga yang menjawab iya pada
keluarga dengan anak retardasi mental. Dimana keluarga dengan anak
retardasi mental mengalami perasaan cemas seperti susah tidur, mimpi
buruk. Menurut Potter & Perry (2006) Perasaan cemas yang di alami
keluarga yaitu sulit tidur, sering terbangun tengah malam, perubahan
siklus tidur, bahkan terlalu banyak tidur sehingga dapat menyebabkan
kebiasaan tidur buruk
Dari uraian diatas peneliti berasumsi bahwa tingkat kecemasan
setiap individu berbeda-beda karena individu memiliki emosional yang
berbeda. Semakin tinggi tingkat emosionalnya maka akan lebih tinggi
tingkat kecemasannya.
5.4.2 Tingkat Kecemasan keluarga Sesudah dan Sebelum di lakukan
Pendidikan Kesehatan pada kelompok kontrol di SLB Putra Idhata
Dolopo
Berdasarkan tabel 5.9 dapat di ketahui tingkat kecemasan pada
keluarga anak retardasi mental di SLB Putra Idhata Dolopo sesudah di
lakukan pendidikan kesehatan pada kelompok kontrol tertingi yaitu
tingkat kecemasan sedang dengan jumlah 10 responden dengan
prosentase(66,7%) dan terendah yaitu pada tingkat kecemasan ringan
berjumlah 5 orang responden dengan jumlah prosentase (33,3%).
91
Penelitian ini di dukung penelitian Fatma (2017) yang berjudul
“Pengaruh pendidikan kesehatan tentang menarche terhadap tingkat
kecemasan siswa dalam menghadapi menarche di SD Blimbing 01 Gatak
Sukoharjo” bahwa kelompok kontrol hanya 33,3% keluarga masih
mengalami cemas setelah di lakukan pendidikan kesehatan.
Kecemasan di pengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yaitu internal
(umur, sikap, serta kehendak dan kemampuan) dan faktor eksternal
(pendidikan, informasi, pengalaman, pelatihan lingkungan, pelayanan
kesehatan dan petugas kesehatan) (Notoatmojo, 2003). Pada keluarga yang
mengalami kecemasan salah satunya adalah cara merawat anak retardasi
mental. Sentana (2016) Faktor penyebab kecemasan keluarga anak
retardasi mental itu sendiri meliputi umur, jenis kelamin, pengalaman,
pengetahuan, dan kepribadian. Pada hasil kuesioner hasil tertinggi jenis
kelamin menunjukan perempuan 87,5% (14 keluarga). Pada umumnya
perempuan akan mudah mengalami cemas di bandingkan laki-laki.
Menurut April (2007) perempuan lebih sensitif yang membuatnya mudah
sekali tersinggung, mudah marah, diliputi oleh kecemasan, murung, dan
mudah merasakan kebingungan.
Hasil analisa didapatkan 13 responden pada keluarga anak retardasi
mental tidak bekerja. Puspa (2009) berpendapat bahwa bekerja itu suatu
kebutuhan. Dengan tidak bekerja, keluarga tidak dapat memenuhi
kebutuhan keluarganya, baik kebutuhan fisiologis dasar seperti makan,
minum, tempat tinggal, pakaian dan sejenisnya untuk meningkatkan
92
kesejahteraan keluarga serta derajat kesehatan. Salah satu faktor pengaruh
kecemasan adalah biaya. Karena keluarga dengan anak retardasi mental
membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk perawatan anak retardasi
mental. (Farida dan Yudi, 2010)
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa keluarga yang mengalami
cemas pada kelompok kontrol di dapatkan tidak adanya perubahan tingkat
kecemasan. Dalam hal ini peneliti berpendapat bahwa tingkat kecemasan
keluarga menetap karena beberapa alasan. Keluarga mendapat informasi
dari media televisi, koran, dan fasilitas kesehatan lainnya. Tetapi informasi
yang di dapatkan tidak memadai tentang perawatan anak retardasi mental
sehingga keluarga tidak mempunyai pengetahuan yang cukup untuk
bertindak sesuai pengetahuan yang di miliki, sehingga bersifat spontan saja.
Di lihat dari hasil kuesioner pada kelompok kontrol di temukan
adanya perubahan skor. Namun tingkat kecemasan menunjukan 15 keluarga
dengan hasil yang sama. Dimana tidak adanya perubahan tingkat
kecemasan saat di lakukkan posttest pada kelompok kontrol. Karena pada
kelompok tidak di berikan pendidikan kesehatan.
5.4.3 Menganalisis perubahan tingkat kecemasan keluarga Sesudah dan
Sebelum di lakukan Pendidikan Kesehatan pada kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol di SLB Putra Idhata Dolopo
Berdasarkan tabel 5.10 dapat di ketahui perbedaan antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan melihat tingkat
kecemasan sesudah di lakukan pendidikan kesehatan dengan uji statistik
menggunakan uji mannwhitney Pada kelompok eksperimen di berjumlah
93
16 orang responden dan kelompok kontrol berjumlah 15 orang responden.
Sedangkan hasil uji statistik mannwhitney Asymp. Sig (0,007 = 0 %) < α =
5%, yang h1 diterima yang artinya ada pengaruh pendidikan kesehatan
terhadap tingkat kecemasan keluarga dengan anak retardasi mental di SLB
Putra Idhata Dolopo.
Penelitian ini di dukung dari penelitian Fatma (2017) dalam
penelitiannya yang berjudul “Pengaruh pendidikan kesehatan tentang
menarche terhadap tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi menarche
di SD Blimbing 01 Gatak Sukoharjo” bahwa yang mendapatkan
pendidikan kesehatan berpeluang besar bahwa ada perbedaan sebelum dan
sesudah diberikan pendidikan kesehatan terhadap kecemasan didapatkan
hasil yang signifikan (p=0,023). Hasildari penelitian ini menunjukkan
bahwa hasil posttest lebih baik dari hasil pre-test, hal ini disebabkan
adanya suatu perlakuan berupa pemberian intervensi pendidikan kesehatan.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Rahayu dengan judul “ Pengaruh
Pendidikan kesehatan terhadap kecemasan akibat hospitalisasi pada anak
usia prasekolah” menunjukan adanya pengaruh pendidikan kesehatan
terhadap tingkat kecemasan keluarga dalam hospitalisasi anak usia
prasekolah.
Avrianto (2014) menjelaskan bahwa pendidikan kesehatan sebagai
proses perubahan yang tidak mudah. Bukan semata penambahan
pengetahuannya saja tetapi keluarga diharapkan memiliki keterampilan
sekaligus sikap mantap dalam merawat anggota keluarga dengan anak
94
retardasi mental. Dalam mewujudkan semua itu perlu adanya faktor
pendukung (support) atau kondisi yang memungkinkan lainnya seperti
adanya fasilitas dan dukungan semua pihak.
Dari analisa kuesiner keluarga anak retardasi mental di SLB Putra
Idhata Dolopo pada kelompok intervensi menunjukan adanya perubahan
tingkat kecemasan pada keluarga pada saat pretest dan posttest. Pada uji
statistik wilcoxon memperoleh hasil sign (<0,05) yaitu (0,000) dan adanya
1 ties yang menjelaskan bahwa adanya 1 keluarga tidak mengalami
penurunan tingkat kecemasan saat di lakukan postest.Pada kelompok
intervensi menunjukan saat pretest hasil terbanyak yaitu tingkat kecemasan
berat (87,5%) 14 keluarga dan saat di lakukan posttest menunjukan hasil
terbanyak menunjukan tingkat kecemasan sedang (81,2%) 13 keluarga.
Pada kelompok keluarga dengan anak retardasi mental di SLB Putra Idhata
Dolopo pada kelompok kontrol di dapatkan hasil uji statistik wilcoxon
(0,05) yaitu (1.000) dengan ties 15 yang menjelaskan tidak adanya
perubahan tingkat kecemasan pada keluarga dengan anak retardasi mental
yang awalnya terbanyak adalah tingkat kecemasan sedang (62,5% ) 10
keluarga dan paling sedikit adalah tingkat kecemasan ringan (31,2) 5
keluarga dengan anak retardasi mental di SLB Putra Idhata Dolopo.
Dalam penelitian ini di temukan peran keluarga terdekat yakni
orang tua, anak, suami, istri dan saudara dalam merawat anak retardasi
mental. Dimana pendidikan kesehatan sangat efektif dalam menurunkan
tingkat kecemasan pada keluarga dengan anak retardai mental. Hasil ini
95
menunjukan pada keluarga dengan tingkat kecemasan sudah mulai teratasi.
Dilihat dari hasil kuesioner sebelum di berikan pendidikan kesehatan
menunjukan bahwa tingkat kecemasan berat. Sebagian besar dialami
keluarga dengan anak retardasi mental. Hal ini sejalan dengan penelitian
Nida (2017) bahwa pendidikan kesehatan efektif dalam penurunan tingkat
kecemasan.
Setelah di lakukan intervensi selama 3 kali dalam seminggu pada
kelompok intervensi dalam pengamatan peneliti saat posttest di dapatkan
tingkat kecemasan menurun. Hal ini perlu di lakukan pada kelompok
kontrol agar bisa menurunkan tingkat kecemasan pada keluarga dengan
anak retardasi mental dengan cara adanya pendidikan kesehatan pada
keluarga agar hasilnya lebih baik dan lebih optimal. Dilihat dari hasil
kuesioner yang di dapatkan pada beberapa keluarga menunjukan
kecemasan keluarga menurun pada kelompok ekperimen setelah di berikan
pendidikan kesehatan. Keluarga terlihat bersahabat saat di ajak berbicara,
saat bersalaman tidak ada tanda-tanda keringat dingin. Sedangkan pada
kelompok kontrol masih tetap sama terkait kecemasannya. Saat
bersalaman keluarga masih ada tremor, keringat dingin, raut wajah pucat.
Menurut lubis (2014) Keluarga yang mengalami cemas dan stres akan
memunculkan respon fisiologis, seperti nafsu makan menurun, gugup,
tremor, hingga pusing dan insomnia, kulit mengeluarkan keringat dingin
dan wajah menjadi panas juga kemerahan.
96
Dari pemaparan di atas, peneliti berpendapat bahwa pendidikan
kesehatan perlu di lakukan sebanyak 4 kali dalam seminggu, untuk
menurunkan tingkat kecemasan pada keluarga dengan anak retardasi
mental agar hasilnya optimal.
5.2 Keterbatasan Penelitian
1. Pada waktu pemberian pendidikan kesehatan ada keluarga yang kurang
maksimal dalam mendengarkan dan memperhatikan materi yang
diberikan sehingga tidak kooperatif.
2. Pemberian Posttest yang seharusnya diberikan 2 hari setelah pemberian
pendidikan kesehatan ada yang tidak sesuai jadwal, karena waktu itu
ada acara di tempat penelitian.
97
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang berjudul Pengaruh Pendidikan
Kesehatan terhadap Tingkat Kecemasan Keluarga dengan Anak Retardasi
Mental di SLB Putra Idhata Dolopo dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Tingkat kecemasan keluarga dengan anak retardasi mental pada
kelompok eksperimen sesudah dilakukan pendidikan kesehatan di SLB
Putra Idhata Dolopo sebagian besar responden mengalami penurunan
tingkat kecemasan sebanyak 14 keluarga ( 86,7%) dengan p value
(0,000).
2. Tingkat kecemasan keluarga dengan anak retardasi mental pada
kelompok kontrol sesudah di SLB Putra Idhata Dolopo sebagian besar
responden tidak mengalami penurunan tingkat kecemasan sebanyak 10
responden (62,5%) dengan p value (1,000)
3. Ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan
keluarga dengan anak retardasi mental di SLB Putra Idhata Dolopo
dengan Hasil analisis uji statistik Mannwhitney dengan p value (0,007)
98
6.2 Saran
1. Bagi Peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai
tingkat kecemasan dengan menggunakan metode yang lain untuk
menurunkan tingkat kecemasan keluarga dengan anak retardasi mental.
2. Bagi Institusi Pendidikan STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Menambah pustaka mengenai tingkat kecemasan keluarga dengan anak
retardasi mental yang benar dan di jadikan sumber dalam penelitian
mahasiswa, pengembangan teori dan meningkatkan pengetahuan bagi
pembaca tentang pentingnya pendidikan kesehatan terhadap tingkat
kecemasan keluarga pada anak retardasi mental.
3. Bagi Guru SLB Putra Idhata Dolopo
Dapat di jadikan progam pendidikan kesehatan secara periodeik setiap 1
bulan sekali tentang cara menurunkan tingkat kecemasan yang benar
dengan di berikan leaflet di setiap keluarga agar hasilnya optimal
4. Bagi Keluarga Anak Retardasi Mental
Diharapkan keluarga dapat menerapkan cara nonfarmakologis seperti
bertukar pikaran kepada sesama keluarga agar dapat menurunkan
tingkat kecemasan keluarga dengan anak retardasi mental di SLB Putra
Idhata Dolopo.
99
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Z. 2010. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC.
Aprillia, N.I dan Puspitasari, N. 2007. Faktor faktor yang Mempengaruhi Tingkat
Kecemasan pada Perempuan Perimenopause. Artikel Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
Arikunto. S. 2008.Penelitian Tindakan Kelas .Jakarta Bumi Aksara
Arikunto.S 2010. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta
Ariani, M, Seoselo, DA,Surilena 2014 Karakteristik Pola Asuh dan Psikopatologi
Orang Tua Penyandang Retardasi Mental Ringan di Sekolah Luar Biasa –
C (SLB-C) Harapan Ibu. Jornal of Medicinel.13(2),74-83
Avrianto Ardianto. 2014. Komunikasi Masssa. Bandung : Simbiosa Rekatama
Media
Dewi ,E.I. 2011. Pengaruh Terapi Kelompok Suprotif Terhadap Bebandan
Tingkat Kecemasan Keluarga Dalam Merawat Anak Tunagrahita
Disekolah Luar Biasa (SLB) Kabupaten Banyumas. Tesis. Jakata:Fakultas
Ilmu Keperawatan UI.
Dony, Setiawan, & Hendika,. 2014. Keperawatan Anak Dan Tumbuh Kembang
Anak. Yogyakarta: Nuha Medika
Farida dan Yudi. 2010. Buku Ajar KeperawatanJiwa.Jakarta:SalembaMedika
Friedman, M.M., et al. 2010. Keperawatan keluarga : Riset, teori dan
praktik, Edisi ke-5. Jakarta: EGC.
Fatma, Siti 2017. Pengaruh Pendiidkan Kesehatan Menarche Terhadap Tingkat
Kecemasan Siswa Dalam Menghadapi Menarche di SD Blimbing )1 Gatak
Sukoharjo. Universitas Alma Ata Yogyakarta Vol. 5, No. 1, Tahun 2017,
51-57
Fiest & Fiest 2009. Teori Kepribadian Jilid 1 . Jakarta : Salemba Humanika
100
Hastuti 2004. Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Meliki Anak Retardasi Mental
Ringan. Arkhe jurnal ilmiah psikologi, Volume 9 No2, 90-98
Hidayat, A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisa Data. Jakarta:
Salemba Medika.
Majumdar M,Pereira YDS,Fernandes J. 2005 Stressand anxiety in parents of
mentally retarded children. Indian J Psychiatry. 47 (3) : 144-147
Lubis, Putri. 2014. Tingkat Kecemasan Orangtua dengan Anak yang akan
Dioperasi. Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
Maria. 2011. Dukungan Sosial Keluarga Pada Pasien Gangguan Ancietas
Menyeluruh Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri. Jurnal
Stikes RS.Baptis Kediri,Volume 4 no 2 Nissn 2085-0921
Nasehudin,.T.S., Gozali,N. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung:
Pustaka Setia.
Nixson. 2016.Terapireminiscence:Solusi Pendekatan Sebagai Upaya Tindakan
Keperawatan Dalam Menurunkan Kecemasan,Stress dan Depresi. Jakarta:
Trans Info Media
Nida, Dinda. 2017. Pengaruh Pendidikan Kesehatan PerEducation Terhadap
Tingkat Kecemasan Menghadapi Premenstrual Syndrome Pada Siswi
Kelas 7 di SMP 1 Jiwan Madiun .Skripsi Stikes BHM Madiun
Notoatmodjo, S. .2007. Promosi Kesehatan. Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka
Cipta
.2012.Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Kedua. Jakarta:
Rineka Cipta.
Nursalam. 2008. Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
.2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi Kempat. Jakarta:
Salemba Medika.
Mubarak, W. I.,& Chayatin. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep
DanAplikasi. Jakarta : Salemba medika.
Prabowo, E. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Yogyakarta : Nuha Medika
101
Potter,P,A;dan Perry,A,G. 2006 Buku Ajar Fundemental Keperawatan:Konsep,
Proses dan Praktik. Edisi 4 Volume2.Jakarta : EGC
Puspa, Dewi. 2009 Fenomena Ilusi Fisikal dalam Kinerja Anggaran Pemerintah
Daerah. Jurnal Akutansi dan Keuangan Indonesia . Volume 6.
Nomor.1 Juni 2009
Robbins SP, dan Judge. 2009. Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat
Saragih,f,.S. 2010.Pengaruh Penyuluhan Terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu
Tentang Makanan Sehat dan Gizi Seimbang di Desa Merek
RayaKecamatan Raya Kabupaten Simalungun Skripsi Universitas
Sumatra Utara (USU)
Sentana 2016. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan
Terhadap Keluarga Pasien Yang Dirawat Di ruangan Intensif Care
RSUD PROVINSI NTB TAHUN 2015 . Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Mataram, Jl. Kesehatan V / 10 Mataram
Struart. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Ed. 5. Jakarta: EGC
Soetijiningsih. 2006. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatifdan R&D Cetakanke 17 .
Bandung : Alfabeta
. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, Dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Sutini, Keliat, BA, dan Gayatri. 2014. Pengaruh Terapi Self Help Group
Terhadap Koping Keluarga Anak Retardasi Mental.E-jurnal
UNPAD.2,11-123
Suwardiman. 2011. Hubungan antara dukungan keluarga dengan beban keluarga
untuk mengikuti regimen teraupetik pada keluarga klien halusinasi RSUD
Serang. Tesis Jakarta, FIK. Tidak dipublikasikan.
102
Tiranata, Retananigsih, & Suwarsi. 2015. Hubungan Dukungan Sosial Dengan
Harga Diri Yang Memiliki Anak Retardasi di SLBN 1 Bantul. Jurnal
Keperawatan Respati.2(1)
Trya,A.S. 2015. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Mengenai Menarche Terhadap
Penurunan Kecemasan Siswa Smp Negeri 1 Martapura. Jurnal Progam
StudiI lmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Udayana.
Zuyina dan Siti. 2011. Psikologi Kesehatan.Yogyakarta: Nuha Medika
103
Lampiran 1
104
Lampiran 2
105
106
Lampiran 3
107
Lampiran 4
108
LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Dengan hormat,
Saya sebagai mahasiswa Progam Studi Ilmu Keperawatan STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun,
Nama : Aliefa Desta Anjarini
Nim : 201202002
Bermaksud melakukan penelitian tentang “Pengaruh Pendidikan
Kesehatan Terhadap Tingkat Kecemasan dengan Anak Retardasi Mental di SLB
Putra Idhata Dolopo”. Sehubungan dengan ini, saya mohon kesedian saudara
untuk bersedia menjadi responden dalam penelitian yang akan saya lakukan.
Kerahasiaan data pribadi saudara akan sangat kami jaga dan informasi yang akan
saya gunakan untuk kepentingan penelitian.
Demikian permohonan saya, atas perhatiaxn dan kesediaan saudara saya
ucapkan terima kasih.
Madiun, Januari 2018
Peneliti
Aliefa Desta Anjarini
201402002
Lampiran 5
109
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(Informed Consent)
Yang bertandatangan dibawah ini :
Nama :
Umur :
Setelah saya mendapatkan penjelasan mengenai tujuan, manfaat, jaminan
kerahasiaan dan tidak adanya resiko dalam penelitian yang akan dilakukan oleh
mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
yang bernama Aliefa Desta Anjarini mengenai “Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Terhadap Tingkat Kecemasan dengan Anak Retardasi Mental di SLB Putra Idhata
Dolopo” saya mengetahui bahwa informasi yang akan saya berikan ini sangat
bermanfaat bagi pengetahuan keperawatan di Indonesia. Untuk itu saya akan
memberikan data yang diperlukan dengan sebenar-benarnya. Demikian penyataan
ini saya buat untuk dipergunakan sesuai keperluan.
Madiun, Januari 2018
Saksi Responden
Lampiran 6
110
KISI-KISI KUISIONER
Tingkat kecemasan
No Uraian Nomer soal
1 Perasaan cemas 1
2 Ketegangan 2
3 Ketakutan 3
4 Gangguan tidur 4
5 Gangguan kecerdasan 5
6 Perasaan depresi 6
7 Gejala somatik 7
8 Gejala sensorik 8
9 Gejala kardiovaskuler 9
10 Gejala pernapasan 10
11 Gejala gastrointestinal 11
12 Gejala urogenital 12
13 Gejala vegetatif 13
14 Apakah anda merasan 14
Lampiran 7
111
KUESIONER PENELITIAN
Tingkat Kecemasan Orang Tua dengan Anak Retardasi Mental
A. Data Demografi
1. Nomor Responden : ….. (diisi peneliti)
2. Umur : 18-20 21-27 33-39 40-65tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
4. Suku : Batak Minang Melayu Aceh Jawa
Lain-lain (.....................................) sebutkan
5. Agama : Islam Kristen Hindu Budha Khatolik
Lain-lain
6. Pendidikan : Tidak sekolah SD SMP SMA
Diploma/Sarjana
7. Pekerjaan : Tidak Bekerja Pedagang Petani PNS
Swasta TNI/POLRI
Lain-lain (……………………….............) sebutkan
8. Penghasilan : < Rp 965.000,-
Rp 965.000,- – Rp1.500.000,-
Rp 1.500.000,- – Rp 3.000.000,-
> Rp 3.000.000,-
Lampiran 8
112
Petunjuk umum pengisian :
1. Bapak/ ibu diharapkan bersedia menjawab semua pertanyaan yang ada.
2. Tuliskan tanda benar (√) pada kotak untuk pilihan jawaban yang tepat pada pertanyaan A (data demografi).
3. Tuliskan tanda benar (√) pada kotak untuk pilihan jawaban yang tepat pada pertanyaan B (Kuesioner kecemasan).
4. Jika ada hal yang kurang jelas, silahkan bertanya pada peneliti.
No Pernyataan Jawaban Skor
Ya Tidak
1. Saya mengalami perasaan cemas Firasat buruk Takut akan pikiran sendiri Mudah tersinggung
2. Saat saya mengalami tegang seperti
Merasa tegang Gelisah Gemetar Mudah terganggu Lesu
3. Saya merasa ketakutan ssat cemas seperti
Takut terhadap gelap Terhadap orang asing Bila tinggal sendiri Takut pada binatang besar
4. Saya mengalamim gangguan tidur saat cemas seperti
Sukar tidur Terbangun pada malam hari tidur tidak pulas Mimpi buruk
5. Saya mengalami gangguan kecerdasan saat cemas seperti
Menurunnya daya ingat Mudah lupa Sulit berkonsentrasi
6. Saya mempunyai persaan depresi saat cemas seperti
Hilangnya minat Berkurangnya kesenangan pada hobi Sedih Perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari
7. Saya mengalami gejala somatik pada saat
cemas seperti
Pada otot-otot dan kaku Gertakan gigi Suara tidak stabil Kedutan otot
8. Saya mengalami gejala sensorik saat cemas seperti
perasaan ditusuk-tusuk penglihatan kabur muka merah
113
Pucat merasa lemah
9. Saya mengalami gejala kardiovaskuler pada saat cemas seperti
Takikardi/detak jantuk meningkat Nyeri dada Denyut nadi meregas Detak jantung hilang sekejap
10. Saya merasakan gejala pernapasan pada saat mengalami
kecemasan seperti
Rasa tertekan di dada Perasaan tercekik Sering menarik nafas panjang Merasa nafas pendek
11. Saya mengalami gejala gastrointestinal pada saat cemas seperti
Sulit menelan Konstipasi Berat badan menurun Muntah dan mual Nyeri lambung sebelum dan sesudah makan Perasaan panas di perut
12 Saya mengalami gejala urogenital pada
saat merasakan cemas seperti
Sering kencing Tidak dapat menahan kencing Aminorea Areksi lemah atau impotensi
13 Saya mengalami gejala vegetatif pada
saat merasakan cemas seperti
Mulut kering Mudah berkeringat Muka merah Bulu roma berdiri Pusing atau sakit kepala
14. Perilaku saat wawancara yaitu
Gelisah Jari-jari gemetar Mengerutkan dahi atau kening Muka tegang Tonus otot meningkatkan dan nafas pendek cepat
”Terima Kasih atas kerja samanya”
114
SATUAN ACARA PENYULUHAN
KECEMASAN
Pokok Pembahasan : Tingkat Kecemasan
Sasaran : Keluarga dengan Anak Retardasi Mental
Tempat : SLB PUTRA IDHATA DOLOPO
Waktu Penyuluhan : 60 Menit
Penyuluh : Aliefa Desta Anjarini
I.Analisa Data
A. Latar Belakang
Gagangguan kognitif adalah sebuah istilah mencakup setiap jenis
kesulitan atau defisiensi mental. Retardasi mental merupakan suatu kondisi
tentang tahapan tumbuh kembang dimana seorang anak mengalami
kemunduran dan hambatan dalam melakukan aktivitas selama hidupnya dan
umumnya di alami oleh anak yang berusia kurang dari 18 tahun.
Angka kejadian retardasi mental di dunia pada anak laki-laki dan
perempuan 1,2 : 1. Anak retardasi mental di Amerika Serikat berjumlah
3000 – 5000 setiap tahunnya.yang menyebabkan tingkat kecemasan pada
keluarga dengan anak retardasi mental meningkat.Dari SLB PUTRA
IDHATA DOLOPO yang berjumlah 39 anak retardasi mental. Dengan
study pendahuluan 8 orang tersebut terdiri dari 8 keluarga anak retardasi
mental mengalami kecemasan .Dengan masalah kecemasan dalam cara
merawat anak retardasi mental 87%,kecemasan dengan cara mendidik anak
Lampiran 9
115
retardasi mental 75%,kecemasan pada biaya anak retardasi mental
50%,kecemasan pada masa depan anak retardasi mental 85%,kecemasan
pada karir 87%.
Upaya menurunkan tingkat kecemasan pada Keluarga dengan anak
retardasi mental ini, dengan dilakukanya pendidikan kesehatan untuk
mencegah kecemasan yang akan meningat.
B. Kebutuhan Keluarga
Keluarga anak retardasi mental di SLB PUTRA IDHATA DOLOPO
membutuhkan pendidikan kesehatan tentang cara merawat anak retardasi
mental sebagai upaya menurunkan tingkat kecemasan keluarga dengan anak
retardasi mental. Karena mengingat bahwa tingkat kecemasan semakin
tahun akan meningkat. Pendidikan kesehatan ini akan menambah
pengetahuan cara bagaimana cara menangani apabila terjadi kecemasan.
c. Karakeristik Keluarga
1. tingkat kecemasan : keluarga dengan anak retardasi mental
2. Sosial : interaksi dengan lingkungan sosial terganggu
II.Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti penididkan kesehatan, para keluarga anak retardasi mental
SLB PUTRA IDHATA DOLOPO mampu memahami dan mennurunkan
tingkat kecemasan.
116
III.Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti pendidikan keluarga selama 1x25 menit ,para keluarga
dengan anak retardasi mental di SLB PUTRA IDHATA DOLOPOmampu
memahami dan menurunkan tingkat kecemasan
1. memahami pendidikan kesehatan
2. memahami tujuan dari pendidikan kesehatan
3. mengetahui bagaimana terjadinya kecemasan
4. mengetahui faktor yang mempengaruhi kecemasan
5. mengetahui bagaimana cara menangani kecemasan
6. mengetahui dampak dari kecemasan itu sendiri
IV. Materi (terlampir)
Kecemasan
1. Pengertian kecemasan
2. Tingkat kecemasan
3. Gejala kecemasan
4. Faktor kecemasan
5. Dampak kecemasan
6. Cara menangani kecemasan
117
Retardasi mental
1. Pengertian Retardasi mental
2. Penyebab Retardasi Mental
3. Manifestasi klinis
4. Beberapa Kelainan Fisik dan Gejala Yang Sering Pada Retardasi Mental
V .Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Demonstrasi
VI.Media dan Alat Pengajaran
1. LCD Proyektor
2. Leaflet
VII.Kegiatan Penyuluahan
No Waktu Kegiatan pendidikan kesehatan Kegiatan peserta
1 Pembukaan
15 menit
Memberikan salam
Perkenalan
Menjelaskan tujuan pendidikan
kesehatan
Memberikan pretest berupa
tentang tingkat kecemasan
Menyebutkan tema materi
pendidikan kesehatan
Menjawab salam
Mendengarkan
dan
memperhatikan
Menjawab
pretest
2 Inti 25 Menanyakan (review) kepada menjawab
118
menit keluarga dengan anak retardasi
mental
Menjelaskan tentang pendidikan
kesehatan
a. Pengertian
b. Tujuan
c. Teradinya kecemasan
d. Pengaruh
e. Bentuk pemberian
f. Dampak
Demonstrasi cara menurangi
tingkat kecemasan
pertanyaan
penyuluh
mendengarkan
dan
memperhatikan
bertanya pada
penyuluh bila
masih ada yang
kurang jelas
ikut
berpartisipasi
aktif dalam
demontrasi
3 Evaluasi
15 menit
meminta keluarga untuk
menjawab pertanyaan penyuluh
memberika reward jika menjawab
benar dan membetulkan jika
masih ada kekurangan
memberikan post test berupa
kuesioner tentang tingkat
kecemasan
menyebutkan
dan
menjelaskan
jawaban
menjawab post
test
4 Penutup 5
menit
mengucapkan terima kasih dan
salam
memperhatiakn
menjawab
salam
119
VIII. Referensi
Lampiran Materi SAP Pendidikan Kesehatan
1. Pengertian
Kecemasan berasal dari bahasa Latin “agustus” yang berarti kaku dan
“angoanci”yang berarti mencekik .Kecemasan (ansietas /anxiety) adalah
gangguan dalam alam perasaan ketakutan dan kekhawatiran yang mendalam dan
berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitis (reality testing
ability), masih baik, kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan
pribadi (spliting personality), perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-
batas normal (Nixson, 2016).
2. Tingkat kecemasan
Rentang cemas menurut Stuart (2006) dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 Rentang kecemasan
Respon adaptif Respon maladaptif
adaptasi ringan sedang berat panik
Gambar 2.1 Menjelaskan bahwa rentang kecemasan di bagi
menjadi 2 arah yaitu arah kekiri yaitu respon adaptif dan respon kekanan
adalah respon maladaptif. Semakin kekanan maka tingkat kecemasan
semakin berat hingga menjadi panikdan semakin ke kiri makatingkat
kecemasan semakin ringan dan bias beradaptasi. Ansietas berbeda dengan
rasa takut yang merupakan penilaian intelektual terhadap bahaya.Kapasitas
120
untuk menjadi cemas di perlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat
kecemasan yang berat tidak sejalan dengan kehidupan.
Nixson (2016) mengidentifikasi kecemasan dalam 4 tingkatan
dengan karakteristik dalam presepsi yang berbeda yaitu :
5. Cemas ringan
Cemas ini termasuk normal seseorang waspada dan meningkat lahannya
presepsinya :
d. Respon fisiologi
5) Sesekali nafas pendek
6) Nadi dan tekanan darah naik
7) Gejala ringan pada lambung
8) Muka berkerut dan bibir bergetar
e. Respon kognitif
5) Lapang presepsi meluas
6) Mampu menerima pasangan yang kompleks
7) Konsentrasi pada masalah
8) Menyelesaikan masalah secara efektif
f. Respon perilaku dan emosi
4) Tidak dapat duduk tenang
5) Tremor halus pada tangan
6) Suara kadang-kadang meninggi
121
6. Cemas sedang
Cemas ini memungkinkan seseorang memusatkan perhatian pada hal penting
dan mempersempit lapang presepsinya.
4. Respon fisiologis
g) Sering nafas pendek
h) Nadi dan tekanan darah naik
i) Mulut kering
j) Anoreksia
k) Diare atau konstipasi
l) Gelisah
5. Respon kognitif
a. Lapang presepsi menyempit
b. Ransang luar tidak mampu diterima
c. Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya
6. Respon perilaku dan emosi
a. Gerakan Tersentak-sentak (meremas tangan )
b. Berbicara banyak dan lebih cepat
c. Perasaan tidak nyaman
7. Cemas berat
Cemas ini sangat mengurangi lahan persepsi dan memusatkan sesuatu
yang spesifik dan tidak dapat berpikir dalam hal lain.
d. Respon fisiologi
5) Sering nafas pendek
122
6) Nadi dan tekanan darah naik
7) Berkeringat dan sakit kepala
8) Penglihatan kabur
e. Respon kognitif
3) Lapang presepsi sangan menyempit
4) Tidak mampu menyelesaikan masalah
f. Respon perilaku dan emosi
3) Perasaan ancaman meningkat
4) Verbalisasi cepat
8. Panik
Panik berhubungan dengan ketakutan dan tremor karena kehilangan
kendali. Orang yang panik tidak mampu melakukan suatu walaupun dengan
pengarahan,panik mengakibatkan disorganisasi kepribadian,dengan panik terjadi
peningkatan aktifitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan
dengan orang lain,dan lain-lain.
a. Respon fisiologi
6) Nafas pendek
7) Rasa tercekik dan berdebar
8) Sakit dada
9) Pucat
10) Hipotensi
b. Respon kognintif
1) Lapangan presepsi menyempit
123
2) Tidak dapat berpikir lagi
c. Respon perilaku dan emosi
4) Agitasi,mengantuk,dan marah
5) Ketakutan dan berteriak-teriak
6) Persepsi kacau
3.Gejala kecemasan
Gejala-gejala kecemasna yang timbul pada seseorang individu
berbeda-beda, ada tergolong normal ada pula yang mengalami kecemasan
yang tampak dalam penampilan berupa gejala fisik maupun mental.
Nixson (2016) berpendapat bahwa gejala kecemasan bersifat fisik
dan mental antara lain :
3. Gejala fisik
h. Jari tangan dingin
i. Detak jantung semakin cepat
j. Kringat dingin
k. Kepala pusing
4. Gejala mental
e. Ketakutan merasa akan di timpa bahaya
f. Tidak dapat memusatkan perhatian
g. Tidak tentram dan ingin lari dari kenyataan
h. Ingin lari dari kenyataan
i.
124
Jeffrey et al dalam Nixon (2016) mengemukakakn gejala kecemasan ada 3
yaitu :
4. Gejala fisik berupa kegelisahan, anggota tubuh bergetar, banyak
berkeringat, sulit bernapas, jantung berdebar kencang, merasa lemas,
panas dingin, mudah marah atau tersinggung.
5. Gejala behavioral berupa berperilaku menghindar, terguncang,
melekat dan dependen.
6. Gejala kognitif antara lain khawatir tentang sesuatu,persaan terganggu
akan ketakutan terhadap sesuatu yang akan terjadi dimasa
depan,keyakinan bahwa sesuatu yang menakutkan akan segera
terjadi,ketakutan akan ketidak mampuan untuk mengatasi
masalah,pikiran berasa campur aduk atau kebingungan dan sulit
berkonsentrasi.
7. Faktor terjadinya kecemasan
Ada beberapa faktor yang menunjukan reaksi kecemasan
mempengaruhi kecemasan menurut (Farida dan Yudi, 2010 dan Sentana,
2016)
6. Psikososial
Psikososial yang menggambarkan hubungan antara kondisi sosial seseorang
dengan kesehatan mental/emosionalnya. Yang dimana menjadikan faktor
predisposisi (pendukung) itu sendiri adalah, konflik emosional yang di
karenakan perasaan dan emosional yang disebabkan oleh pengalaman dan
pengetahuandiharapkan setelah di lakukan pendidikan kesehatantingkat
kecemasan bisa menurun, sebagai proses meningkatkan kesehatan tidak hanya
125
mengaitkan diri pada kemampuan,sikap, dan praktek kesehatan saja tetapi juga
meningkatkan atau memperbaiki lingkungan (baik fisik maupun non fisik)
dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka (Notoatmojo,
2007). Gangguan konsep diri merupakan adanya gangguan pikiran dan
kepercayaan, frustasi perasaan kecewa dalam diri yang di sebabkan oleh tidak
tercapainya keinginan, riwayat gangguan kecemasan dimana adanya suatu
kejadian yang pernah membuat diri sendiri mengalami kecemasan, dan
medikasi cara utama terapi atau progam untuk mengobati suatu masalah.
7. Informasi
Informasi dalam pesan (ucapan atau ekspresi) atau kumpulan pesan yang
terdiri dari order sekuens dari simbol, atau makna yang dapat ditafsirkan dari
pesan atau kumpulan pesan. Informasi dapat direkam atau ditransmisikan.
Keluarga mengetahui ancaman terhadap integritas fisik yang dimana ketidak
mampuan fisiologis atau menurunkan kapasitas untuk melakukan aktivitas
hidup,dan ancaman terhadap harga diri terjadi karena kepercayaan diri yang
tidak di hargai oleh orang lain. Dimana nanti akan dilakukan pendidikan
kesehatan bentuk kegiatan dan pelayanan keperawatan yang dapat dilakukan di
dalam rumah sakit, ataupun rumah sakit (Non Klinik) yang dapat di lakukan di
tempat ibadah, pusat kesehatan ibu dan anak, tempat pelayanan publik, tempat
penampungan, organisasi masyarakat organisasi pemeliharaan kesehatan
(asuransi),sekolah, panti lannjutusia (wreda), dan unit kesehatan bergerak
(mobile). (Nursalam, 2008)
8. Komunikasi
Suatu proses di mana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi,
dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung
126
dengan lingkungan dan orang lain. Hal ini disebabkan oleh pola mekanisme
koping keluarga yang merupakan suatu pola pendukung yang tidak di
mengerti dari keluarga. Dengan dilakukan pendidikan kesehatan merupakan
gamabran penting bagian dari peran perawatan yang profesional dalam upaya
promosi kesehatan dan penyegahan penyakit (preventif) yang telah di lakukan
zam Florens Night pada tahun 1959.
9. Lingkungan
Kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air,
energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun
di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti
keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. Jika faktor
tersebut kurang baik karna akan menghalangipembentukan
kepribadiansehinggamuncul gangguan fisiknyamengalami masalah sehingga
menimbulkan kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak, peristiwa
traumatik juga menyebab kan ketidak stabilan emosi dalam dirinya yang
mengakibatkan kecemasan sehingga harus di lakukan pendidikan kesehatan
dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan (Notoatmojo,
2007)
10. Biaya
pengorbanan yang perlu dilakukan untuk suatu proses produksi, yang
dinyatakan dengan satuan uang menurut harga pasar yang berlaku, baik yang
sudah terjadi maupun yang akan terjadi. Biaya terbagi menjadi dua, yaitu biaya
eksplisit dan biaya implisit. Karena hal ini sering pula menimbulkan gejala
gangguan kecemasan. Dalam pendidikan kesehatan biaya merupakan salah satu
127
penunjang dimana di lakukan pendidikan kesehatan agar lebih tercapaikan
kesehatan
8. Dampak kecemasan
1. Respon fisiologi
a. Sesekali nafas pendek
b. Nadi dan tekanan darah naik
c. Gejala ringan pada lambung
d. Muka berkerut dan bibir bergetar
2. Respon kognitif
a. Lapang presepsi meluas
b. Mampu menerima pasangan yang kompleks
c. Konsentrasi pada masalah
d. Menyelesaikan masalah secara efektif
3. Respon perilaku dan emosi
a. Tidak dapat duduk tenang
b. Tremor halus pada tangan
c. Suara kadang-kadang meninggi
9. Cara menangani kecemasan
Penatalaksanaan kecemasan menurut hawari dalam nixson (2016)
pada tahap pencegahat dan terapi memerlukan suatu pendekatan yang bersifit
holistic seperti fisik(somatik),psikososial dan psikoreligius.
4. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress cara yang mudah dilakukan
antara lain :
128
a. Makan makanan yang bergizi dan seimbang
b. Tidur yang cukup
c. Tidak merokok
d. cukup berolah raga
e. Tidak minum minuman keras
5. Terapi psikofarma
Terapi ini berupa pengobatan untuk cemas yang berguna untuk memulihkan
fungsi organ neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) pusat otak. Obat
sering di gunakan adalah obat anti cemas (anxiolytic) seperti diazepam,
clobazam, larozepam, buspirone HCL, meprobamate dan alprazolam .
6. Terapi somatik
Terapi somatik ini untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu
dapat di berikan obat-obatan yang ditunjukan pada organ tubuh yang
bersangkutan).
4. Psikoterapi
Terapi ini diberikan tergantung kebutuhan setiap individu, antara lain :
g. Psikoterapi suportif untuk memberikan motivasi,semangat dan dorongan agar
pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta
percaya diri.
h. Psikoterapi re-edukatif dengan memberikan pendidikan ulang koreksi bila
dinilai bahwa ketidak mampuan mengatasi kecemasan.
i. Psikoterapi re-kontruksi untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah
mengalami guncangan akibat stressor.
129
j. Psikoterapi kognitif untuk memulihkan fungsi kognitif seperti kemampuan
untukberpikir rasional,konsentrasi dan daya ingat.
k. Psikoterapi psikodinamik untuk menganalisa proses dinamika kejiwaan yang
menyebabkan terjadinya kecemasan.
l. Psikoterapi keluarga untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan faktor
keluarga tidak menjadi faktor penyebab tetapi sebagai faktor pendukung.
5. Psikoreligius
Terapi ini digunakan untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat
hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai
problem kehidupan yang stressor psikososial
Retardasi Mental
5. Pengertian retardasi mental
Retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi dan
merupakan suatu kondisi yang di tandai oleh intelegensi yang rendah yang
menyebabkan ketidak mampuan individu untuk belajar dan beradaptasi
terhadap tuntunan masyarakat atas kemampuan yang di anggap normal
(Prabowo ,2014)
6. Etiologi
Menurut maramis (Prabowo ,2014)penyebab retardasi mental dibagi
menjadi 2 :
3. Retardasi Mental Primer
130
Akibat kelainan kromosom ,dimana kelainan kromosom terdapat dalam
jumlah atau dalam bentuknya :
c. Kelaianan dalam jumlah kromosom
sindroma down /long down atau mongolisme (trisoma otosomal dan
trisomi kromosa 21 pada kromosoma seks)
d. Kelainan dalam bentuk kromosom
“chi du chat “ tidak terdapat cabang pendek pada kromosom 5 dan 18
4. Retardasi Mental Sekunder
i. Akibat infeksi dan intoxikasi
Dalam kelompok ini termasuk keadaan retardasi mental karena
kerusakan jaringan otak akibat interaksi intrakranial,karena
serum,obat atau zat toxik lainnya.
j. Akibat rudapaksa dan/ atau sebab fisik lain
Rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain,seperti sinar-
X,bahan kontrasepsi dan usaha melakukan abortus dapat
mengakibatkan kelainan dengan retardasi mental. Rudapaksa kepala
sesudah lahir tidak begitu sering mengakibatkan retardasi mental .
Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa I (PPDGJ I)
menyebutkan :
131
4) Ensefalopatia karena kerusakan prenatal
5) Ensefalopatia karena keruskan pada waktu lahir
6) Ensefalopatia karena keruskan postnatal
k. Akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi.
Semua retardasi emntal yang langsung di sebabkan oleh gangguan
metabolisme (umpamanya gangguan metabolisme lipida, karbohidrat
dan protein), pertumbuhan atau termasuk dalam kelompok ini
l. Akibat penyakit otak nyata (postnatal)
Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat neoplasma
(tidak termasuk pertumbuhan sekunder karena roda paksa
/keradangan) dan beberapa reaksi sel-sel otak nyata, tetapi yang
belom di ketahui betul etiologinya(diduga herediter atau familiar).
Reaksi sel-sel otak (structural) ini dapat bersifat degeneratif,
infiltratif, radang rolifirasit, sklerotif, atau reparative.
m. Akibat penyakit /pengaruh prenatal yang tidak jelas keeadan di
ketahui sejak dari lahir, tapi tidak di ketahui etiologinya, termasuk
amomali cranial primer dan efek cogniteal yang tidak di ketahui
sebabnya. Misalnya: Anensefali dan heinsefali, kelainan
pembentukan gizi, porensefali congenital, Kraneostenosa,
Hidrosifalus congenital, Hipertelirisme, Makro sefali (megalensefali),
Mikrosefali primer , Sindroma lurence-moon-biebdl
132
n. Akibat premeturitas
Dalam kasus ini termasuk retardasi mental yang berhubungan
dengan keadaan bayi yang waktu lahir berar badannya kurang dari
2500 gram dan atau dengan masa hamil kurang dari 38 minggu serta
tidak terdapat sebab-sebab lain seperti dalam subkategori selain ini.
o. Akibat gangguan jiwa yang berat
Retardasi mental mungkin juga akibatnya suatugangguan jiwa yang
berat pada masa anak-anak.Untuk membuat diagnosa ini harus jelas
telah terjadi gangguan jiwa yang berat itu dan tidak terdapat patologi
otak.Penderita skizofrenia residnal dengan deteriorasi mental tidak
termasuk dalam kelompok ini.
p. Akibat deprevasi psikososial
Retardasi mental dapat disebabkan oleh faktor-faktor bio medik
ataupun sosio budaya (yang berhubungan dengan deprevasi
psikososial dan penyusunan diri)untuk membuat diagnosa ini
terdapat riwayat deprivasi psikososial dan tidak terdapat tanda-tanda
patologi susuan saraf pusat. Keadaan yang mengakibatkan retardasi
mental ini mungkin ruptural-familial atau dan depreviasi lingkungan
sosial.
133
5. Manifestasi klinis
Menurut Prabowo (2014) retardasi mental dlam PPDGJ I
diklasifikasikan menjadi 4 tingkatan :
5. Retardasi mental ringan (IQ 52-69: umue mental 8-12
tahun),karakteristik
a. Usia prasekolah ridak tampak anak retardasi mental,tetapi
terlambat dalam kemampuan berjalan,bicara,makan sendiri dll.
b. Usia sekolah dapat melakukan keterampilan membaca dan
aritmatik denganpendidikan kusus,diarahkan pada kemampuan aktifitas
sosial.
c. Usia dewasa dapat keterampilan sosial dan vakasional,
diperolehkan menikah tidak di anjurkan untuk tidak memiliki anak,
kemampuan psikomotor tidak berpengaruh kecuali koordinasi
6. Retardasi mental sedang (IQ 50-55 : umur 3-7 tahun), karakteristik :
a. Usia prasekolah, kelambatan terlihat dari perkembangan motorik,
terutama bicara, repon saat belajar dan perawatan diri
b. Usia sekolah dapat mempelajari komunikasi sederhana, dasar
kesehatan, perilaku aman serta keterampilan mulai sederhana, tidak
ada kemam puan membaca dan menghitung.
134
c. Usia dewasa melakukan aktifitas latihan tertentu,berpartisipasi
dalam reaksi, dapat melakukan perjalanan sendiri ketempat yang di
kenal, tidak bias membiayai sendiri
7. Retardasi mental berat (IQ 20-25 s/d 35-40 : umur mental < 3 tahun),
karakteristik :
a. Usia prasekolah kelambatan nyata pada perkembangan motorik,
kemampuan komunikasi sedikit bahkan tidak ada, bias repon dalam
perawatan diri tingkat dasar makanan seperti makanan.
b. Usia sekolah gangguan spesifik dalam kemampuan berjalan,
memahami sejumlah komunikasi atau berespon, membantu bila dilatih
sistematis.
c. Usia dewasa melakukan kegiatan rutin dan aktifitas berulang, perlu
arahan berkelanjutan dan protektif lingkungan, kemampuan bicara
minimal, menggunakan gerak tubuh .
8. Retardasi mental sangat berat (IQ 20-25 : umur mental seperti bayi),
karakteristik :
a. Usia prasekolah retardasi mencolok fungsi sensorimotor minimal,
butuh perawatan total
b. Usia sekolah, kelambatan nyata disemua area berkembangan ,
memperlihatkan respon emosional dasar, keterampilan latihan kaki,
tangan dan rahang butuh pengawasan pribadi, usia mental bayi muda.
135
c. Usia dewasa mungkin bisa berjalan butuh perawatan fisik total
biasanya diikuti dengan kelainan fisik .
Di bawah ini beberapa kelainan fisik dan gejala yang sering pada
retardasi mental
b. Kelainan pada mata
7) Katarak
a. Syndrom cockayne
b. Syndrom lowe
c. Galactosemia
d. Krelin
e. Rebela prenatal
8) Bintik cherry-merah pada daerah macula
d. Mukulipidosis
e. Penyakit niemann-pick
f. Penyakit tay-sachs
9) Korioretinitis
b. Lues kongnital
c. Penyakit sitomigaid virus
136
d. Rubella pranatal
10) Kornea keruh
a. Syndrome Hunter
b. Syndrome Hurler
11) Kejang
12) Kejang umum tonik klonik
c. Defisiensi glikogen senthetase
d. Hipersinemia
e. Hipooglikemia terutama yang disertai glyeogen stroge
disease I,II,III,IV
f. Phenyi ketonuria
g. Syndrome melabsorbsi methionin dan lain-lain
b. Kejang pada masa neonatal
4) Arginosicconic Asiduria
5) Hiperammonemia I dan II
6) Laktik asidosis dll
c. Kelainan kulit
6) Bintik cafe – au - lait
137
7) Ataksia-telengiektasia
8) Syndrom blomm
9) Neurofibromatosis
10) Tuberous selerosis
e. Kelainan rambut
4. Rambut rontok familial laktik asidosis dengan netrotising
ensefalopati
5. Rambut cepat memutih
a. Atrofi progesif serebral hemisfer
b. Ataksia telangi ektasia
c. syndrom malabsorbsi
6. Rambut halus
a. Hipotiroid
b. Malnutrisi
e. Kepala
6. Mikrosefali
7. Makrosefali
8. Hidrosefalus
138
9. Mucopolisakaridase
10. Efusi subdural
h. Perwatan Pendek
3. Kretin
4. syndrome prader willi
139
Tabulasi Data
NO UMUR JENIS KELAMIN PENDIDIKAN SUKU AGAMA PEKERJAAN PENGHASILAN SKOR SEBELUM SKOR SESUDAH
1 49 PEREMPUAN SD ACEH ISLAM LAIN-LAIN < Rp 1.500.000 27 19
2 35 PEREMPUAN SD JAWA ISLAM LAIN-LAIN < Rp 1.500.000 19 17
3 55 PEREMPUAN TIDAK SEKOLAH JAWA ISLAM TIDAK BEKERJA/IRT < Rp 1.500.000 29 16
4 45 PEREMPUAN SD JAWA ISLAM TIDAK BEKERJA /IRT < Rp 1.500.000 34 30
5 33 PEREMPUAN SD JAWA ISLAM SWASTA < Rp 1.500.000 27 21
6 39 PEREMPUAN SMA/SMK JAWA ISLAM TIDAK BEKERJA/IRT < Rp 1.500.000 32 20
7 52 PEREMPUAN SD ACEH ISLAM TIDAK BEKERJA/IRT < Rp 1.500.000 35 14
8 48 PEREMPUAN SD JAWA ISLAM LAIN-LAIN ≥ Rp 1.500.000 18 14
9 58 PEREMPUAN SD JAWA ISLAM TIDAK BEKERJA/IRT < Rp 1.500.000 22 18
10 43 LAKI-LAKI SMP ACEH ISLAM TIDAK BEKERJA/IRT < Rp 1.500.000 18 16
11 43 PEREMPUAN SMP JAWA ISLAM TIDAK BEKERJA/IRT < Rp 1.500.000 20 18
12 45 PEREMPUAN SMP JAWA ISLAM TIDAK BEKERJA/IRT < Rp 1.500.000 18 14
13 45 PEREMPUAN SMA/SMK JAWA ISLAM TIDAK BEKERJA/IRT < Rp 1.500.000 32 27
14 38 PEREMPUAN SMA/SMK JAWA ISLAM TIDAK BEKERJA/IRT < Rp 1.500.000 36 25
15 44 PEREMPUAN TIDAK SEKOLAH JAWA ISLAM LAIN-LAIN ≥ Rp 1.500.000 46 35
16 29 PEREMPUAN DIPLOMA/SARJANA JAWA ISLAM PNS ≥ Rp 1.500.000 8 7
17 58 LAKI-LAKI TIDAK SEKOLAH JAWA ISLAM TIDAK BEKERJA/IRT ≥ Rp 1.500.000 29 19
18 59 LAKI-LAKI SMA/SMK MELAYU ISLAM TIDAK BEKERJA/IRT ≥ Rp 1.500.000 24 21
19 45 PEREMPUAN SMA/SMK ACEH ISLAM PETANI ≥ Rp 1.500.000 17 15
20 43 LAKI-LAKI SMP JAWA ISLAM PEDAGANG ≥ Rp 1.500.000 39 24
21 40 PEREMPUAN SMP JAWA ISLAM PETANI ≥ Rp 1.500.000 19 14
22 25 PEREMPUAN SMP JAWA ISLAM SWASTA ≥ Rp 1.500.000 9 9
23 42 PEREMPUAN SMP JAWA ISLAM TIDAK BEKERJA/IRT ≥ Rp 1.500.000 33 20
24 42 PEREMPUAN SMA/SMK JAWA ISLAM LAIN-LAIN ≥ Rp 1.500.000 13 12
25 35 PEREMPUAN SMP JAWA ISLAM TIDAK BEKERJA/IRT ≥ Rp 1.500.000 8 8
26 44 PEREMPUAN SMP JAWA ISLAM TIDAK BEKERJA/IRT ≥ Rp 1.500.000 41 21
27 49 PEREMPUAN SMP JAWA ISLAM TIDAK BEKERJA/IRT ≥ Rp 1.500.000 39 24
28 47 PEREMPUAN SMA/SMK JAWA ISLAM PETANI ≥ Rp 1.500.000 7 6
29 32 LAKI-LAKI SMP JAWA ISLAM SWASTA ≥ Rp 1.500.000 22 17
30 33 PEREMPUAN SMP JAWA ISLAM SWASTA ≥ Rp 1.500.000 41 27
31 44 PEREMPUAN SMP JAWA ISLAM PETANI ≥ Rp 1.500.000 42 25
Lampiran 10
140
HASIL UJI STATISTIK
WILCOXON SIGN RANKS TEST DAN MANNWHITNEY
Uji Normalitas
Case Processing Summary
kelompok
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
skor kontrol 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
eksperimen 16 100.0% 0 .0% 16 100.0%
Descriptives
kelompok Statistic Std. Error
skor kontrol Mean 2.1333 .09085
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 1.9385
Upper Bound 2.3282
5% Trimmed Mean 2.0926
Median 2.0000
Variance .124
Std. Deviation .35187
Minimum 2.00
Maximum 3.00
Range 1.00
Interquartile Range .00
Skewness 2.405 .580
Kurtosis 4.349 1.121
eksperimen Mean 1.6875 .11968
95% Confidence Interval for Lower Bound 1.4324
Lampiran 11
141
Mean Upper Bound 1.9426
5% Trimmed Mean 1.7083
Median 2.0000
Variance .229
Std. Deviation .47871
Minimum 1.00
Maximum 2.00
Range 1.00
Interquartile Range 1.00
Skewness -.895 .564
Kurtosis -1.391 1.091
Tests of Normality
kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
skor kontrol .514 15 .000 .413 15 .000
eksperimen .431 16 .000 .591 16 .000
Kontrol
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Pretest_kontrol 15 1.6667 .48795 1.00 2.00
Posttest_Kontrol 15 1.6667 .48795 1.00 2.00
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Posttest_Kontrol -
Pretest_kontrol
Negative Ranks 0a .00 .00
Positive Ranks 0b .00 .00
Ties 15c
Total 15
142
a. Posttest_Kontrol < Pretest_kontrol
b. Posttest_Kontrol > Pretest_kontrol
c. Posttest_Kontrol = Pretest_kontrol
Test Statisticsb
Posttest_Kontrol -
Pretest_kontrol
Z .000a
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000
a. The sum of negative ranks equals the sum of
positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Eksperimen
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Posttest_Eksperimen -
Pretest_Eksperimen
Negative Ranks 15a 8.00 120.00
Positive Ranks 0b .00 .00
Ties 1c
Total 16
a. Posttest_Eksperimen < Pretest_Eksperimen
b. Posttest_Eksperimen > Pretest_Eksperimen
c. Posttest_Eksperimen = Pretest_Eksperimen
Test Statisticsb
Posttest_Eksperim
en -
Pretest_Eksperime
n
Z -3.873a
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
143
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Sesudah di lakukan pendidikan kesehatan
Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
skor perlakuan 16 19.12 306.00
kontrol 15 12.67 190.00
Total 31
Test Statisticsb
skor
Mann-Whitney U 70.000
Wilcoxon W 190.000
Z -2.710
Asymp. Sig. (2-tailed) .007
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .049a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok
144
JADWAL KEGIATAN PENELITIAN
No Kegiatan Bulan
Desember Januari Februari Maret April Mei
1 Pembuatan dan Konsul
Judul
2 Penyusunan Proposal
3 Bimbingan Proposal
4 Ujian Proposal
5 Revisi Proposal
6 Pengambilan Data
7 Penyusunan dan Konsul
Skripsi
8 Ujian Skripsi
Lampiran 12
145
Lampiran 13
146
DOKUMENTASI PENELITIAN
Lampiran 14
147
Lampiran 15
148
149
150
top related