skripsi hary abdul rahman 1112102000060 fakultas...
Post on 09-Mar-2019
223 Views
Preview:
TRANSCRIPT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ISOLAT KATEKIN
GAMBIR (Uncaria gambier Roxb.) PADA TIKUS PUTIH
(Rattus norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE
DAWLEY DENGAN DIBERI BEBAN AKTIVITAS
FISIK MAKSIMAL
SKRIPSI
HARY ABDUL RAHMAN
1112102000060
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2016
ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ISOLAT KATEKIN
GAMBIR (Uncaria gambier Roxb.) PADA TIKUS PUTIH
(Rattus norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE
DAWLEY DENGAN DIBERI BEBAN AKTIVITAS
FISIK MAKSIMAL
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi
HARY ABDUL RAHMAN
1112102000060
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2016
iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama : HARY ABDUL RAHMAN
NIM : 1112102000060
Tanda tangan :
Tanggal : 27 Juli 2016
iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama : Hary Abdul Rahman
NIM : 1112102000060
Program Studi : S-1 Farmasi
Judul skripsi : Uji Aktivitas Antioksidan Isolat Katekin Gambir
(Uncaria gambierRroxb.) pada Tikus Putih (Rattus
norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley dengan Diberi
Beban Aktivitas Fisik Maksimal
Disetujui Oleh :
Pembimbing I
Dr. M.Yanis Musdja, M.Sc., Apt
NIP. 195601061985101001
Pembimbing II
Dr. Delina Hasan. M.Kes., Apt
NIP. 195602101987032003
Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt.
NIP. 197404302005012003
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh:
Nama : Hary Abdul Rahman
NIM : 1112102000060
Program Studi : S-1 Farmasi
Judul Skripsi : Uji Aktivitas Antioksidan Isolat Katekin Gambir
(Uncaria gambier Roxb.) pada Tikus Putih (Rattus
norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley dengan
Diberi Beban Aktivitas Fisik Maksimal
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Dr. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt. ( )
Pembimbing II : Dr. Delina Hasan, M.Kes., Apt. ( )
Penguji I : Yardi, Ph.D., Apt. ( )
Penguji II : Prof. Dr. Atiek Soemiati, M.Si., Apt ( )
Ditetapkan di : Ciputat
Tanggal : 27 Juli 2016
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Hary Abdul Rahman
Program Studi : Farmasi
Judul Penelitian : Uji Aktivitas Antioksidan Isolat Katekin Gambir
(Uncaria gambier Roxb.) pada Tikus Putih (Rattus
norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley Dengan
Diberi Beban Aktivitas Fisik Maksimal
Peningkatan konsumsi oksigen selama latihan fisik intensif dapat meningkatkan
produksi radikal bebas, bila dibiarkan akan menyebabkan stress oksidatif
ditunjukan dengan peningkatan kadar malondialdehid. Katekin merupakan
golongan senyawa flavonoid yang biasa digunakan sebagai antioksidan memiliki
mekanisme melindungi struktur dan fungsi dari membrane sel dari radikal bebas.
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 25 ekor tikus putih jantan galur
Sprague Dawley yang dibagi menjadi 5 kelompok uji, yaitu control positif,
control negative, dan dosis uji bertingkat (dosis 5 mg/kgBB, dosis 10 mg/kgBB
dan dosis 20 mg/kgBB).Uji dilakukan dengan desain uji sebelum-sesudah
perlakuan. Pada hari ke-0 seluruh tikus pada setiap kelompok diukur kadar awal
malondialdehid agar diketahui kadar blanko masing-masing individu. Pada hari
ke-1 sampai hari ke-7 dilakukan uji berupa pemberian zat antioksidan pada
masing-masing kelompok uji. Kelompok kontrol negatif tidak diberi perlakuan,
kelompok kontrol positif diberikan suspensi vitamin E dengan dosis 20 mg/kgBB,
kelompok uji dengan dosis 5 mg/kgBB, 10 mg/kgBB dan 20 mg/kgBB. Pada hari
ke-8 seluruh kelompok diberikan beban aktivitas fisik maksimal dengan
perenangan selama 1 jam sampai terlihat tanda kelelahan berupa hampir
tenggelam. Segera setelah perenangan kadar malondialdehid kembali diukur
untuk dibandingkan dengan kadar blanko masing-masing individu. Hasil uji in
vivo, yaitu dosis uji 5 mg/kgBB terjadi penurunan kadar sebesar 20,19%, dosis 10
mg/kgBB terjadi penurunan kadar sebesar 31,28%, dosis 20 mg/kgBB terjadi
penurunan kadar sebesar 57,63%, dan kelompok control positif terjadi penurunan
kadar sebesar 25,55%. Semua dosis menunjukan penurunan kadar
malondialdehid, tetapi dosis 20 mg/kgBB menunjukan penurunan yang lebih
besar disbanding kelompok lain.
Kata kunci : isolat katekin gambir, antioksidan, aktivitas fisik, malondialdehid
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Hary Abdul Rahman
Study Program : Pharmacy
Title : Antioxidant Activity Test from Gambier Catechin
(Uncaria gambier Roxb.) to Sprague Dawley strain of
Male Rats (Rattus norvegicus) with Given Load
Maximum Activity
Increasing oxygen consumption during intensive physical exercise may increase
production of free radicals, and if it exceeds physiological capacity may cause
oxidative stress as shown as chance of malondialdehid level. Catechin is one of
flavonoid compound who usually used as antioxidant, protecting structures and
function of cell membranes from free radicals. In vivo antioxidant activity test was
done by using 25 male Sprague Dawley rats and divided by 5 groups, negative
control group, positive control group, dosage 5 mg/kgBW, dosage 10 mg/kgBW,
and dosage 20 mg/kgBW. In this test used pre - post test control group design.
Negative control group was given by food and drinks; positive control was given
by vitamin E suspense dosage 20 mg/kgBW; dosage group of 5 mg/kgBW, 10
mg/kgBW, and 20 mg/kgBW was given by gambiercatechin suspense respectively
for 7 days. Before gambiercatechinwas given, level of malondialdehid was
measured. Eight days later, the five group were given maximum physical activity
mean of swimming until the sign of fatigue occurred (nearly drowned) and the
blood was taken for blood malondialdehid examination. The result of activity test
is dosage 5 mg/kgBW could decrease malondialdehid 20,19%, dosage 10
mg/kgBW could decrease malondialdehid 31,28% , dosage 20 mg/kgBW could
decrease malondialdehid 57,63% and positive control group could decrease
malondialdehid 25,55%. All of dosage was shown decreasing malondialdehid
level, but dosage 20 mg/kgBW of gambiercatechin was giving the most
antioxidant potential than other groups.
Keywords : gambier catechin isolates, antioxidant, load activity, malondialdehid
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
nikmat sehat, iman, islam, rezeki, kekuatan, petunjuk, rahmat serta kasih
sayangNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji
Aktivitas Antioksidan Isolat Katekin Gambir (Uncaria gambier Roxb.) Pada
Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley Dengan Diberi
Beban Aktivitas Fisik Maksimal”. Shalawat serta salam tak lupa semoga selalu
tercurhakan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya
hingga akhir zaman.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas akhir sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan serta bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi akan sangatlan sulit
untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan
terimakasih yang tak terhingga kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Sami Koto Viliang dan Ibunda
Nurmanis, S.Pd atas pengorbanan, kasih sayang, motivasi, moril, materil
serta doa yang telah mama dan papa berikan selama ini. Kedua adikku
Hany Salsabila dan Muhammad Aldo yang telah memberikan dukungan,
motivasi dan doanya, semoga Allah selalu memberikan kesehatan dan
keberkahan dalam kehidupan kita.
2. Bapak Dr. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt selaku Pembimbing I serta Ibu
Dr. Delina Hasan, M.Kes., Apt selaku Pembimbing II yang telah
memberikan waktu, motivasi, pikiran dan bimbingan selama penelitian
dan penyusunan skripsi
3. Bapak Prof. Dr. Arif Sumantri, S.K.M., M.Kes. selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt. selaku Kepala Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Bapak Supandi, M.Si., Apt selaku Dosen Penasehat Akademik kelas C
angkatan 2012.
6. Seluruh dosen Farmasi UIN yang telah membimbing serta memberikan
ilmunya selama ini
7. Nita Fitriani atas perhatian, semangat, bantuan dan kesediaannya
menemani penulis serta mendengarkan keluh kesah penulis selama ini
8. Boy Reynaldi Noor, Ahmad Apriansyah, Angga Maulidan Pernama, Ilham
Gafar, Azmi Indillah, Dian Aulia Rahma atas perjuangan, dukungan,
motivasi serta persahabatan yang begitu indah selama di bangku kuliah
9. Teman-teman seperjuangan penelitian dan “Pre-klinik Sukses” Denny
Bachtiar, Afina Almas Ghasani, Azmi Indillah, Ade Rachma Islamiah,
Nurul Fitri Rukmana, Fenny Delfiyanti, Siti Windi Hariani, Nursetyowati
Rahayu, Pipit Fitriyah atas perjuangan, bantuan dan semangatnya
10. Kakak laboran program studi Farmasi (Kak Rani dan Kak Eris), Kak
Yaenap, Kak Lisna yang telah membantu lancarnya penelitian ini serta
Kak Haidar yang menjadi teman seperjuangan penulis dalam menempuh
suka duka penelitian.
11. Teman-teman Farmasi 2012, khususnya Farmasi AC yang telah menjadi
kepingan memori berharga di kisah hidup ini. Tanpa mereka, cerita ini
tidak akan lengkap.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis selama ini
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun
harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian ini.
Ciputat, 27 Juli 2016
Penulis,
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Hary Abdul Rahman
NIM : 1112102000060
Program studi : S-1 Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui/karya ilmiah saya,
dengan judul :
Uji Aktivitas Antioksidan Isolat Katekin Gambir (Uncaria gambier Roxb.)
pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley Dengan
Diberi Beban Aktivitas Fisik Maksimal
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya
Dibuat di : Ciputat
Pada tanggal : 27 Juli 2016
Yang menyatakan,
(Hary Abdul Rahman)
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................... v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
ABSTRACT ....................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................... x
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvi
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 4
1.3 Hipotesis Penelitian ......................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................ 5
1.4.1 Tujuan Umum .............................................................. 5
1.4.2 Tujuan Khusus ............................................................. 5
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................... 5
1.5.1 Manfaat Penelitian secara Teoritis ............................... 5
1.5.2 Manfaat Penelitian secara Metodologis ....................... 5
1.5.3 Manfaat Penelitian secara Aplikatif ............................. 6
1.6 Ruang Lingkup ................................................................................ 6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 7
2.1 Tanaman Gambir (Uncaria gambier Roxb.) .................................. 7
2.1.1 Taksonomi ........................................................................... 8
2.1.2 Nama Daerah ....................................................................... 8
2.1.3 Uraian Tanaman ................................................................... 8
2.1.4 Kandungan Kimia Daun Gambir dan Bongkahan Gambir ... 9
2.1.4.1 Katekin .................................................................... 9
2.1.5 Manfaat Tumbuhan ............................................................ 11
2.2 Hewan Uji .................................................................................... 11
2.2.1 Biologis Tikus Putih .......................................................... 11
2.3 Simplisia ...................................................................................... 12
2.3.1 Pengelolaan Simplisia ........................................................ 13
2.3.2 Pemeriksaan Mutu Simplisia ............................................. 16
2.4 Ekstrak dan Ekstraksi ................................................................... 16
2.4.1 Ekstraksi dengan Menggunakan Pelarut ............................ 17
2.4.1.1 Cara Dingin ........................................................... 17
2.4.1.2 Cara Panas ............................................................. 18
2.5 Pelarut .......................................................................................... 19
2.6 Vacuum Rotary Evaporator .......................................................... 20
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.7 Radikal Bebas .............................................................................. 21
2.7.1 Pengertian Radikal Bebas ................................................... 21
2.7.2 Sumber Radikal Bebas ....................................................... 21
2.7.3 Mekanisme Pembentukan Radikal Bebas .......................... 21
2.8 Peroksidasi Lipid ......................................................................... 22
2.9 Antioksidan .................................................................................. 23
2.9.1 Pengertian Antioksidan ...................................................... 23
2.9.2 Penggolongan Antioksidan ................................................ 24
2.9.3 Sumber Antioksidan .......................................................... 24
2.9.4 Mekanisme Kerja Antioksidan .......................................... 26
2.10 Hasil Penelitian Ekstrak Gambir atau Kandungan Zat Berkhasiatnya
sebagai Antioksidan .................................................................... 27
BAB 3. METODE PENELITIAN ................................................................. 30
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... 30
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................ 30
3.2.1 Alat Penelitian .................................................................... 30
3.2.2 Bahan Penelitian ................................................................ 30
3.2.3 Hewan Uji .......................................................................... 31
3.3 Prosedur Kerja ............................................................................. 31
3.3.1 Determinasi Tumbuhan ...................................................... 31
3.3.2 Penyiapan Simplisia ........................................................... 31
3.3.3 Identifikasi Gambir ............................................................ 32
3.3.4 Identifikasi Organoleptik Gambir ...................................... 32
3.3.5 Identifikasi Urea ................................................................ 32
3.3.6 Uji Identifikasi Flavonoid .................................................. 33
3.3.7 Isolasi Katekin Gambir ...................................................... 33
3.4 Pemeriksaan Katekin Gambir ...................................................... 33
3.5 Penyiapan Hewan Uji .................................................................. 35
3.6 Rancangan Penelitian ................................................................... 36
3.7 Pemberian Perlakuan ................................................................... 37
3.7.1 Pengukuran MDA Standar ................................................. 38
3.7.2 Pengukuran MDA Sampel ................................................. 39
3.8 Analisis data ................................................................................. 40
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 41
4.1 Hasil Penelitian ............................................................................. 41
4.1.1 Determinasi Tanaman ........................................................ 41
4.1.2 Penyiapan Simplisia ........................................................... 41
4.1.3 Hasil Identifikasi Flavonoid ............................................... 42
4.1.4 Pengujian Karakteristik Katekin ........................................ 42
4.1.5 Penyiapan Hewan Uji ........................................................ 42
4.1.6 Pemberian Perlakuan ......................................................... 43
4.1.6.1 Perhitungan Kadar MDA Blanko .......................... 43
4.1.6.2 Perhitungan Kadar MDA Akhir ............................ 44
4.2 Pembahasan .................................................................................. 45
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 51
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 51
5.2 Saran ............................................................................................ 51
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 52
LAMPIRAN ..................................................................................................... 57
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 3.1 Kurva kalibrasi ....................................................................................37
Tabel 3.2 Rancangan percobaan .........................................................................38
Tabel 4.1 Hasil identifikasi gambir ....................................................................41
Tabel 4.2 Hasil pengujian karakteristik katekin .................................................42
Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Katekin Gambir ...................................................42
Tabel 4.4 Distribusi rata-rata berat badan tikus tiap kelompok .........................43
Tabel 4.5 Distribusi rata-rata kadar MDA blanko .............................................43
Tabel 4.6 Distribusi rata-rata kadar MDA akhir .................................................44
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Tanaman Gambir .................................................................................. 7
Gambar 2.2 Simplisia Gambir ................................................................................. 7
Gambar 2.3 Proses Terjadinya Peroksidasi Lipid Secara Kimiawi ...................... 23
Gambar 2.4 Struktur Umum Katekin ..................................................................... 27
xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Bagan Kerja Isolasi Katekin ............................................................. 57
Lampiran 2. Bagan Kerja Uji Aktivitas Antioksidan ............................................ 58
Lampiran 3. Bagan Kerja Pengukuran Kadar MDA Standar ................................ 59
Lampiran 4. Bagan Kerja Pengukuran Kadar MDA Sampel ............................... 60
Lampiran 5. Perhitungan Dosis Isolat Katekin Gambir ....................................... 61
Lampiran 6. Surat Keterangan Determinasi Tanaman .......................................... 63
Lampiran 7. Foto-Foto Penelitian ........................................................................ 64
Lampiran 8. Pemeriksaan Katekin Gambir .......................................................... 66
Lampiran 9. Perlakuan pada Hewan Uji ............................................................... 69
Lampiran 10. Analisis Data Statistik ................................................................... 76
Lampiran 11. Hasil Analisis Statistik Kadar MDA .............................................. 79
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumbuhan merupakan sumber berbagai jenis senyawa kimia, mulai dari struktur
dan sifat yang sederhana sampai yang rumit dan unik. Beragam jenis dan senyawa
kimia yang terkandung dalam tumbuhan akan berkorelasi positif dengan khasiat dan
manfaat yang dimilikinya. Upaya pencarian tumbuhan obat telah lama dilakukan,
baik untuk mencari senyawa baru ataupun menambah keanekaragaman senyawa yang
telah ada (Djauhariya dan Hermani, 2014).
Beberapa tahun belakangan ini telah banyak dilakukan penelitian untuk
menemukan antioksidan dan antibakteri alami yang bersumber dari tanaman,
khususnya tanaman asli Indonesia. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada
sejumlah ekstrak tanaman yang biasa digunakan sebagai bumbu dan obat tradisional,
beberapa diantaranya berpotensi sebagai sumber antioksidan. Salah satunya adalah
tumbuhan gambir (Uncaria gambier Roxb.) yang memang sejak lama digunakan
masyarakat tradisional sebagai antiseptik dan obat sakit perut. Sampai saat ini sangat
sedikit penelitian yang mengupas tentang aktivitas antioksidan secara in vivo yang
dimiliki tumbuhan gambir (Kresnawaty et al., 2009).
Di samping itu Indonesia adalah Negara mega biodiversity (keanekaragaman
hayati). Berdasarkan data yang dibuat oleh Indo-Pacific Conservation Alliance
keanekaragaman hayati tumbuhan Indonesia ada sekitar 37.000 jenis. Jumlah ini
adalah 1,5 kali dari wilayah Cina yang mempunyai 25.000 jenis tumbuhan. Indonesia
mempunyai keanekaragaman hayati nomor dua terbesar di dunia setelah Brazil
dengan jumlah tumbuhan sekitar 38.000 jenis. Jika keanekaragaman hayati laut ikut
dinilai, maka Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia (Musdja,
2010). Bila potensi bahan alam Indonesia dapat dikembangkan dengan baik oleh para
ahli kesehatan Indonesia, maka pada suatu saat, Indonesia akan menjadi Negara
pengekspor terbesar bahan obat alami yang saat ini dipegang oleh Cina. Kedepan
Indonesia juga akan dapat mengurangi impor bahan baku obat, dimana pada saat ini
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Indonesia masih mengimpor bahan baku obat sekitar 90% dari berbagai negara. Di
sisi lain sekitar 80% dari obat-obat yang digunakan saat ini bersumber dari bahan
alam (Harvey, 2009).
Kebutuhan bahan baku obat tradisional terutama yang berasal dari tumbuhan,
sebagian besar masih diambil dari alam, sehingga beberapa jenis mulai langka. Salah
satunya untuk aktivitas antioksidan, tumbuhan yang biasa digunakan merupakan
tumbuhan yang ketersediannya sedikit di alam. Gambir sebagai tumbuhan asli
Indonesia yang merupakan komoditas ekspor Indonesia memiliki ketersediaan yang
sangat banyak di alam khususnya di daerah Payakumbuh, Sumatera Barat yang
menjadi 80% penyedia kebutuhan gambir dunia (Lucida et al., 2007). Sebagian besar
tumbuhan bermafaat untuk pengobatan berbagai jenis penyakit, diantaranya penyakit
alergi, penyakit metabolic, kanker, dan penyakit degenerative yang berkaitan dengan
penuaan (Djauhariya dan Hernani, 2014). Kegunaan gambir secara tradisional adalah
sebagai pelengkap makan sirih (menyirih) dan obat-obatan, seperti di Malaysia
gambir digunakan untuk obat luka bakar, di samping rebusan daun muda dan
tunasnya digunakan untuk obat diare dan disentri serta obat kumur-kumur pada sakit
kerongkongan. Secara modern gambir banyak digunakan sebagai bahan baku industry
farmasi dan makanan, diantaranya bahan baku obat penyakit hati dengan paten
“catergen”, bahan baku permen yang melegakan kerongkongan bagi perokok di
Jepang karena gambir mampu menetralisir nikotin. Sedangkan di Singapura gambir
digunakan sebagai bahan baku obat sakit perut dan sakit gigi (Dhalimi, 2006).
Dalam perdagangan dunia gambir lebih dikenal sebagai gambier, cutch, catechu,
atau pale catechu. Senyawa utama yang terkandung dalam gambir adalah
pseudotanin katekin dan phlobatanin asam katekutanat dengan persentase masing-
masing senyawa adalah 7%-30% dan 22%-55% (Utami et al., 2008). Gambir
merupakan komoditas utama provinsi Sumatera Barat. Gambir telah lama digunakan
sebagai pelengkap sirih yang dikunyah dan dipercaya dapat menguatkan gigi. Ekstrak
gambir mengandung (+)- katekin sebagai komponen utama, suatu senyawa polifenol,
yang berpotensi sebagai antioksidan dan antibakteri (Lucida et al., 2007).
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menahan terjadinya ketengikan dan
menghambat reaksi oksidasi pada bahan yang mengandung lemak atau minyak
(Matz, 2000). Selain itu antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat
spesies oksigen reaktif/ spesies nitrogen reaktif dan juga radikal bebas sehingga
antioksidan dapat mencegah penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan radikal
bebas seperti karsinogenesis, kardiovaskuler dan penuaan (Halliwell dan Gutteridge,
2000). Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah
berlebih, sehingga jika terjadi paparan radikal bebas berlebih maka tubuh
membutuhkan antioksidan eksogen (Clarkson dan Thompson, 2000).
Pemanfaatan bahan alam yang mempunyai aktivitas biologis menjadi motivasi
dilakukannya penelitian lebih lanjut, setelah senyawa-senyawa sintetik yang
mempunyai aktivitas biologis seperti senyawa antioksidan sintetik butylated
hydroxytoluen (BHT), butylated hydroxyanisole (BHA), dan terbutyl hydroxyquinone
(TBHQ) dibatasi penggunaannya karena bersifat karsinogenik. Berbagai studi
mengenai BHT dan BHA menunjukan bahwa komponen ini dapat menimbulkan
tumor pada hewan percobaan pada penggunaan jangka panjang (Andarwulan, 1996).
Adanya kekhawatiran akan kemungkinan efek samping dari antioksidan sintetik
menyebabkan antioksidan alami menjadi alternative yang sangat dibutuhkan
(Rohdiana, 2001; Sunarni, 2005).
Dewasa ini banyak dilakukan uji aktivitas antioksidan pada banyak spesies
tumbuhan yang diduga memiliki senyawa penangkal radikal bebas sebagai
antioksidan eksogen. Namun, masih jarang sekali ditemukan uji aktivitas antioksidan
dari spesies tumbuhan yang dilakukan secara in vivo, bahkan tidak sedikit spesies
tumbuhan yang telah dilakukan uji aktivitas antioksidan in vitro yang tidak
dilanjutkan sampai ke tahap in vivo. Padahal, untuk bisa mengetahui efektivitas
antioksidan eksogen dari suatu senyawa dari tumbuhan diperlukan uji aktivitas in
vitro, in vivo, uji toksistas dan serangkaian uji lainnya. Pada hal ini, tumbuhan
gambir sudah dilakukan uji aktivitas antioksidan namun sampai saat ini masih
terbatas hanya secara in vitro dan belum ada yang menguji aktivitasnya secara in
vivo. Oleh karenanya perlu agar obat tradisional khususnya yang berasal dari
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tumbuhan dapat dilakukan penelitian dan pengembangannya (saintifikasi) sehingga
keamanan, khasiat dan mutunya teruji secara ilmiah dan dapat dimanfaatkan secara
luas, baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam pelayanan kesehatan formal( UU
tentang kesehatan No 36 tahun 2009 dan Kepmenkes No 387 tahun 2007).
Berdasarkan berbagai macam uji antioksidan baik in vitro maupun in vivo
memiliki tujuan sama untuk menanggulangi radikal bebas yang terbentuk dari
oksigen reaktif atau nitrogen reaktif yang dapat menimbulkan ketengikan dan
menimbulkan bermacam-macam penyakit degeneratif lainnya. Metode uji aktivitas in
vivo yang paling sering dilakukan untuk uji aktivitas antioksidan adalah metode
peroksidasi lipid pada membrane plasma yang diinduksi dari beban fisik. Parameter
yang terlihat nantinya adalah terbentuknya (MDA) malondialdehid yang menunjukan
kerusakan sel karena radikal bebas pada proses peroksidasi lipid (Nur Alam et al.,
2012).
1.2 Rumusan Masalah
Pada penelitian kali ini yang menjadi perumusan masalah adalah:
1. Apakah (+)- katekin pada tumbuhan gambir (Uncaria gambier Roxb.)
memiliki aktivitas antioksidan pada uji aktivitas antioksidan secara in vivo?
2. Berapakah rendemen (+)- katekin dari hasil isolasi pada tumbuhan gambir
(Uncaria gambier Roxb.)?
3. Bagaimana pengaruh variasi dosis dari senyawa katekin gambir (Uncaria
gambier Roxb.) pada kadar malondialdehid di dalam darah?
1.3 Hipotesis Penelitian
1. Isolat (+)- katekin pada tumbuhan gambir memiliki aktivitas antioksidan
secara in vivo
2. Terjadi peningkatan aktivitas antioksidan seiring dengan peningkatan dosis
yang terlihat pada kadar malondialdehid
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
- Untuk membuktikan adanya aktivitas antioksidan dari tumbuhan khas alam
Indonesia dalam hal ini yaitu tumbuhan gambir (Uncaria gambier Roxb.)
secara in vivo pada tikus galur Sprague Dawley.
1.4.2 Tujuan Khusus
- Untuk membuktikan aktivitas antioksidan isolat katekin gambir (Uncaria
gambier Roxb.) secara in vivo setelah sebelumnya telah banyak diuji secara
in vitro.
- Membuktikan bahwa aktivitas antioksidan meningkat seiring dengan
peningkatan dosis
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Penelitian Secara Teoritis
- Memberikan informasi tentang aktivitas antioksidan dari isolat katekin
tumbuhan gambir (Uncaria gambier Roxb.) yang bermanfaat bagi
kesehatan.
- Memberikan informasi tentang aktivitas antioksidan isolat katekin gambir
secara in vivo
1.5.2 Manfaat Penelitian Secara Metodologis
- Memberikan informasi metode isolasi katekin dari tumbuhan gambir
(Uncaria gambier Roxb.).
- Memberikan informasi jumlah rendemen isolat katekin dari tumbuhan
gambir (Uncaria gambier Roxb.).
- Memberikan pengetahuan tentang metodologi preparasi isolat katekin
gambir dari awal bahan sampel sampai pada uji aktivitas isolat katekin
gambir secara in vivo.
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.5.3 Manfaat Penelitian Secara Aplikatif
- Sebagai sumber referensi ilmiah untuk penelitian yang berkenaan dengan
aktivitas antioksidan, isolasi katekin gambir, serta dosis-dosis yang bisa
diterapkan untuk penelitian selanjutnya
- Agar dapat diaplikasikan oleh semua lapisan masyarakat termasuk teknisi
kesehatan sampai kepada masyarakat luas
- Sebagai acuan untuk aplikasi bidang-bidang kesehatan.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian kali ini dapat diketahui cakupan-cakupan penelitian yang
membentuk suatu ruang lingkup untuk memfokuskan dan meluruskan tahap-tahap
dan pembahasan suatu penelitian. Ruang lingkup penelitian kali ini yaitu sebagai
berikut :
Penelitian kali ini hanya membahas tentang uji aktivitas antioksidan secara in
vivo pada tikus galur Sprague dawley dengan sampel yang diuji aktivitasnya
yaitu isolat katekin gambir (Uncaria gambier Roxb.) dimana bongkahan
gambir didapat dari Payakumbuh, Sumatera Barat.
Isolat katekin yang dipakai sebagai sampel penelitian ini adalah isolat katekin
total dan bukan merupakan isolat murni dari satu jenis katekin saja.
Metode uji aktivitas antioksidan secara in vivo kali ini menggunakan metode
uji aktivitas antioksidan dengan menginduksi peroksidasi lipid pada sel tubuh
tikus dengan memberi beban aktivitas fisik yang maksimal.
Pengukuran tingkat radikal bebas yang terbentuk dari peroksidasi lipid dapat
dianalisa kadar nya lewat pengukuran kadar malondialdehid plasma darah
sebagai indikator terbentuknya radikal bebas.
Metode isolasi katekin dari bongkahan gambir yang didapat menggunakan
metode ekstraksi dengan pelarut air secara infusa yang selanjutnya dipartisi
melalui corong pisah dengan pelarut etil asetat.
Pada penelitian kali ini uji aktivitas antioksidan digunakan tiga variasi dosis
yaitu dosis tinggi, sedang, dan rendah yang mengacu pada dosis isolat katekin
gambir sebagai antioksidan yang dipublikasikan oleh BPOM RI tahun 2007.
7 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Gambir (Uncaria gambier Roxb.)
Gambar 2.1 Gambar 2.2
Ket: (2.1) Tanaman Gambir; (2.2) Simplisia Gambir (Warna hitam karena proses
penjemuran sedangkan yang lain baru dilakukan pengempaan dan belum dijemur)
[Direkrorat Obat Asli Indonesia, 2007]
Uncaria gambier Roxb termasuk dalam familia Rubiaceae. Ciri-ciri umum
yang dimiliki tumbuhan familia Rubiaceae adalah sebagai berikut: merupakan
tanaman perdu dengan tinggi 1cm-3cm. Umumnya memanjat pada pohon atau
semak yang ada di sekitarnya dengan bantuan alat pengait. Batang tegak, berkayu,
bulat, percabangan simplodial, dan berwarna coklat pucat. Daun tunggal
berbentuk lonjong. Letak berhadapan, tepi bergerigi, pangkal bulat, ujung
meruncing, panjang 8cm-13cm, lebar 4cm-7cm, dan berwarna hijau. Mahkota
berjumlah 5 helai, berbentuk lonjong dan berwarna ungu. Buah berbentuk bulat
telur, panjang sekitar 1,5cm dan berwarna hitam (Utami et al., 2008).
Sedangkan tangkai dari daun tidak berambut, panjang 0,5cm-0,8cm,
pertulangan primer pada permukaan daun sebelah bawah menonjol.Lobus dari
mahkota krem keputihan, daun pelindung tidak berambut, lanset. Buah kapsul ,
sempit dan panjang, terbagi menjadi 2 belahan. Biji banyak, kecil, halus,
berbentuk jarum dan bersayap, panjang 0,4cm dan berwarna kuning (BPOM RI,
2007).
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Simplisianya umumnya berbentuk kubus tidak beraturan atau agak silindris
pendek, kadang-kadang bercampur dengan bagian yang remuk, tebal 2cm-3cm,
ringan, mudah patah, dan berliang renik-renik. Warna permukaan luar cokelat tua
kemerahan atau kehitaman, warna permukaan yang baru dipatahkan cokelat muda
sampai cokelat kekuningan, kadang-kadang terlihat garis-garis yang lebih gelap
(BPOM RI, 2007). Nama simplisianya adalah Terra Japonicha, Gele catechu,
Gambir (Dalimarta, 2003).
2.1.1 Taksonomi
Taksonomi dari gambir (Uncaria gambier Roxb.) menurut Haryanto (2009)
Tanaman gambir adalah termasuk kerajaan Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas
Magnoliopsida, ordo Asteridae, famili Rubiaceae, genus Uncaria, spesies Uncaria
gambir (Hunter) Roxb.
2.1.2 Nama Daerah (Direkrorat Obat Asli Indonesia, 2007).
Sumatera: gambe, gani, kacu, sontang, gambee, gambie, gambu, gimber,
pengilom, sepelet. Jawa : santun, ghambhir. Kalimantan : kelare, abi, gamer,
kambim, sori. Nusa Tenggara : tagambe, gambele, gamelo, gambit, gambe,
gambiri, gata, gaber. Maluku : kampir, kambir, ngambir, gaamer, gabi, tagabere,
gagabere, gabere, gambe.
2.1.3 Uraian Tanaman
Gambir merupakan ekstrak yang dihasilkan dari daun dan ranting tanaman
gambir yang dipanen atau dipangkas setelah tanaman berumur 1,5 tahun dan
dilakukan 2 -3 kali setahun dengan selang waktu 4 – 6 bulan. Pangkasan daun dan
ranting harus segera diolah karena jika pengolahan ini ditunda lebih dari 24 jam,
volume getahnya akan berkurang (Hayani, 2003). Gambir berasal dari tumbuhan
perdu yang membelit dan memiliki batang keras. Tinggi 1-3 cm. Batang tegak,
bulat, percabangan simpodial warna cokelat pucat. Daun tunggal, berhadapan,
bentuk elips, tepi bergerigi, pangkal bulat, ujung meruncing, panjang 8-13 cm.
lebar 4-7 cm, warna hijau. Bunga majemuk, bentuk lonceng, di ketiak daun,
panjang lebih kurang 5 cm, mahkota 5 helai berbentuk lonceng, tongkol-bulat,
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terdiri dari bunga kecil-kecil yang berwarna putih. Buah berbentuk bulat telur,
panjang lebih kurang 1,5 cm berwarna hitam (Haryanto, 2009).
Tanaman gambir ini merupakan tanaman perdu yang berasal dari daerah
Sumatera dan Kalimantan. Tumbuhan ini tumbuh liar di hutan dan di tempat lain
yang tingginya 200-900 m dari permukaan laut, tanahnya agak miring dan cukup
mendapat sinar matahari. Di daerah Sumatera dan Kalimantan, tanaman gambir
ini umumnya ditanam orang-orang di kebun-kebun (Mardisiswodjo et al., 2003).
Gambir tumbuh pada area terbuka di dalam hutan, kawasan hutan yang
lembab, area terbuka bekas perladangan atau pinggir hutan (BPOM RI, 2007).
2.1.4 Kandungan Kimia Daun Gambir Dan Bongkahan Gambir
Kandungan katekin total daun gambir 13,7 % (Anggraini et al, 2011),
kandungan (+)-katekin daun gambir 9,4% (Das N.P, 1967). Kandungan utama
bongkahan gambir adalah katekin (40 - 60%), zat penyamak (22 - 50%), serta
sejumlah alkaloid seperti gambirtannin, turunan dihidro dan okso-gambirtannin.
(Wiart, 2006; Amos, 2010). Taniguchi et al (2008) menemukan 9 jenis katekin
pada gambir, yakni, (+)-katekin, (-)-epikatekin Gambiriin A1, Gambiriin A2,
Gambiriin B1, Gambiriin B2, Katekin-(4α-8)-ent-epikatekin, Gambirflavan D1
dan Gambirflavan D2.
2.1.4.1 Katekin
Katekin (C15H14O6) merupakan ekstrak dari gambir yang berpotensi
sebagai anti inflamasi, antioksidan, antibakteri, antitumor, dan antivirus
(Nakagawa, 2005). Katekin bersifat asam lemah (pKa1 = 7,72 dan pKa2 = 10,22),
larut dalam alkohol dingin, etil asetat, air panas serta asam asetat glacial dan
aseton. Katekin relatif sukar larut dalam air dingin dan ester.Tidak larut dalam
CHCl3, metil eter, dan benzene. Sangat tidak stabil di udara terbuka. Katekin
bersifat mudah teroksidasi pada pH mendekati netral (pH 6,9) dan lebih stabil
pada pH rendah (2,8 dan 4,9). Katekin juga bersifat mudah terurai oleh cahaya
dengan laju reaksi lebih besar pada pH rendah (3,45) dibandingkan pH 4,9
(Lucida et al., 2006). Katekin terdiri dari katekin (C), epikatekin (EC), epikatekin
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
galat (ECG), epigalokatekin (EGC) dan epigalokatekingalat (EGCG) (Zaveri,
2005).
Katekin merupakan senyawa polifenol dari kelompok flavonoid. Flavonoid
biasanya banyak ditemukan pada buah-buahan, daun teh, sayuran dan juga pada
Uncaria gambier Roxb. Kualitas gambir dalam aspek ekonominya tergantung
kepada kandungan katekinnya. Katekin adalah bagian dari flavan-3-ol yang
termasuk (+)- katekin (1), (-)- katekin (2).
Katekin juga memiliki banyak aktivitas biologi penting, seperti aktivitas
antitumor dan antioksidan.Flavan-3-ol, seperti epikatekin dan katekin menunjukan
kelas utama dari metabolit sekunder polifenol pada tanaman. Telah ditentukan
bahwa konfigurasi dan struktur dari (+)- katekin adalah (2R,3S)-3’,4’,5,7-
tetrahydroksiflavan-3-ol (Wilhelm,2008).
a. Uji Organoleptik Gambir
Penampakan fisik : cairan kental (viscous liquid)
Rasa : mula-mula pahit dan sangat kelat lalu agak manis.
Aroma : khas
b. Makroskopik
Umumnya berbentuk kubus tidak beraturan atau agak silindris pendek,
kadang bercampur dengan bagian-bagian yang remuk, tebal 2-3 cm,
ringan, mudah patah dan berliang renik-renik, warna permukaan luar
cokelat muda sampai cokelat kekuningan, kadang-kadang terlihat garis-
garis yang lebih gelap (Sirait et al.,1999). Mula-mula terasa pahit, namun
lama-kelamaan terasa manis dan tidak berbau (Evans,2002).
c. Mikroskopik
Dilihat dalam kloralhidrat terlihat adanya pollen, sel batu besar, dinding
agak tipis, lumen besar, atau kadang-kadang kecil memanjang, lumen
sempit. Sel parenkim besar, dinding tipis.Hablur kalsium oksalat bentuk
jarum dan bentuk prisma. Rambut penutup terdiri dari satu sel ujung
runcing (Sirait et al.,1999).
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Efek Farmakologi
Ekstrak gambir mampu mengatasi diare karena sifat astringen dari tannin
yang merupakan kandungan utama gambir. Selain itu gambir juga efektif
dalam menghambat pertumbuhan bakteri dan alga (BPOM RI, 2007).
2.1.5 Manfaat Tumbuhan
Gambir dapat merangsang keluarnya getah empedu sehingga membantu
kelancaran proses di perut dan usus. Fungsi lain gambir adalah sebagai campuran
obat, seperti sebagai antioksidan, luka bakar, obat sakit kepala, obat diare, obat
disentri, obat kumur-kumur, obat sariawan, serta obat sakit kulit (dibalurkan),
penyamak kulit dan bahan pewarna tekstil untuk industri batik. Selain itu juga
gambir digunakan penduduk sebagai ramuan untuk mengkonsumsi sirih dan obat
untuk sakit perut. Saat ini berkembang menjadi bahan kebutuhan berbagai jenis
industri, seperti industri farmasi, kosmetik, batik, cat, penyamak kulit, bio
pestisida, hormon pertumbuhan, pigmen dan sebagai bahan campuran pelengkap
makanan sehingga mulai diekspor besar-besaran (Ermiati, 2004).
2.2 Hewan Uji
Menurut Krinke (2000) klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Order : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Rattus
Species : norvegicus
Galur : Sprague Dawley
2.2.1 Biologis Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja
dipelihara dan diternakan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitianatau
pengamatan laboratorium. Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu
dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding
dengan mamalia lainnya. Selain itu, penggunaan tikus sebagai hewan percobaan
juga didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan kemampuan hidup tikus hanya
2-3 tahun dengan lama reproduksi satu tahun.
Kelompok tikus laboratorium pertama-tama dikembangkan di Amerika
Serikat antara tahun 1877 dan 1893. Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus
liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman,
dan umumnya lebih cepat berkembang biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan
laboratorium adalah sangat mudah ditangani, dapat ditinggal sendirian dalam
kandang asal dapat mendengar suara tikus lain dan berukuran cukup besar
sehingga memudahkan pengamatan. Secara umum, berat badan tikus laboratorium
lebih ringan dibandingkan berat badan tikus liar. Biasanya pada umur empat
minggu beratnya 35-40 g dan berat dewasa rata-rata 200-250 g, tetapi tergantung
variasi galur. Galur Sprague Dawley merupakan galur paling besar diantara galur
yang lain.
Terdapat beberapa galur tikus yang sering digunakan dalam penelitian.
Galur-galur ini antara lain : Wistar, Sprague Dawley, Long Evans, dan Holdzman.
Dalam penelitian ini digunakan galur Sprague Dawley dengan ciri-ciri putih,
berkepala kecil, dan ekornya lebih panjang daripada badannya (Smith dan
Mangkoewidjojo 1988). Tikus ini pertama kali diproduksi oleh peternakan
Sprague Dawley. Tikus ini merupakan jenis outbred tikus albino serbaguna secara
ekstensif dalam riset medis. Keuntungan utamanya adalah ketenangan dan
kemudahan penanganannya.
2.3 Simplisia
Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai bahan obat dan belum
mengalami pengolahan apapun, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani, dan
simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa
tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan
cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia
murni (Depkes RI, 2000).
Keberadaan simplisia atau sumber bahan baku obat tradisional di Indonesia
cukup melimpah di setiap daerah tumbuh tanaman obat. Pemilihan simplisia yang
mutunya baik merupakan langkah awal yang harus diperhatikan untuk menjamin
mutu suatu obat tradisional. Masing-masing industri obat tradisional hendaknya
mempunyai standar minimal untuk simplisia yang digunakan untuk memberi
keyakinan akan kebenaran dan kualitas simplisia yang diperoleh (Depkes RI,
1999).
Simplisia ada yang lunak seperti rimpang, daun, dan akar kelembak. Ada
yang keras seperti biji, kulit kayu, kulit akar. Simplisia yang lunak mudah
ditembus oleh cairan penyari, oleh karena itu pada penyarian tidak perlu diserbuk
sampai halus. Sebaliknya pada simplisia yang keras perlu dihaluskan terlebih
dahulu sebelum dilakukan penyarian.Faktor yang mempengaruhi kecepatan
penyarian adalah kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan lapisan batas
antara cairan penyari dengan bahan yang mengandung zat tersebut. Zat aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam alkaloid, glikosida,
flavonoid dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda akan mempengaruhi
kelarutan serta stabilitas senyawa terhadap pemanasan, logam berat, udara, cahaya
dan derajat keasaman. Dengan diketahuinya zat aktif yang dikandung simplisia
akan mempermudah pemilihan cairan penyari dan cara penyarian yang tepat
(Depkes RI, 1999).
2.3.1 Pengelolalaan Simplisia (Gunawan, 2004)
a. Pengumpulan bahan baku
Tahapan pengumpulan bahan baku sangat menentukan kualitas bahan
baku. Faktor yang paling berperan dalam tahapan ini adalah masa panen.
Berdasarkan garis besar pedoman panen, pengambilan bahan baku tanaman
dilakukan sebagai berikut:
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Panen daun atau herba dilakukan pada saat proses fotoseintesis
berlangsung maksimal, yaitu ditandai dengan saat-saat tanaman mulai
berbunga atau buah mulai masak. Untuk pengambilan pucuk daun,
dianjurkan dipungut pada saat warna pucuk daun berubah menjadi daun tua.
b. Sortasi basah
Sortasi basah adalah proses pemilahan hasil panen ketika tanaman
masih segar yang dilakukan terhadap tanah, kerikil, rumput-rumputan,
bahan tanaman lain atau bagian lain dari tanaman yang tidak digunakan, dan
bagian tanaman yang rusak yang terdapat dalam simplisia. Sortasi basah
dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing
lainnya dari bahan simplisia.
c. Pencucian
Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran yang
melekat, terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan juga
bahan-bahan yang tercemar pestisida. Pencucian bisa dilakukan dengan
menggunakan air yang berasal dari mata air, sumur dan PAM. Pencucian
yang dilakukan dengan mata air harus memperhatikan kemungkinan
pencemaran yang diakibatkan oleh adanya mikroba dan pestisida.
Pencucian yang dilakukan dengan air sumur perlu memperhatikan
pencemaran yang mungkin timbul akibat mikroba dan air limbah buangan
rumah tangga. Pencucian yang dilakukan dengan air PAM (ledeng) sering
tercemar oleh kapur klor (Cl), sebelum pencucian terkadang diperlukan
proses pengupasan kulit luar, terutama untuk simplisia yang berasal dari
kulit batang, kayu, buah, biji, rimpang dan bulbus.
d. Pengubahan bentuk
Tujuan pengubahan bentuk simplisia adalah untuk memperluas
permukaan bahan baku. Semakin luas permukaan bahan baku, maka akan
semakin cepat kering. Proses pengubahan bentuk meliputi perajangan
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk rimpang, daun dan herba; pengupasan untuk buah, kayu, kulit kayu,
dan biji-bijian ukuran besar; pemiprilan untuk biji-bijian; pemotongan
untuk akar, batang, kayu, kulit kayu dan ranting; dan penyerutan untuk
kayu.
e. Pengeringan
Tujuan proses pengeringan simplisia, yaitu untuk menurunkan kadar air
agar simplisia tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri, untuk
menghilangkan aktivitas enzim yang dapat mengurai lebih lanjut
kandungan zat aktif, dan memudahkan pengelolaan proses selanjutnya
dalam hal mudah disimpan dan lebih tahan lama. Hal-hal yang perlu
diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan,
kelembapan udara, aliran udara, waktu pengeringan, dan luas permukaan
bahan.
f. Sortasi kering
Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses
pengeringan. Pemilihan dilakukan untuk memisahkan benda-benda asing
seperti bahan-bahan yang rusak, benda-benda asing yang tertinggal atau
dari kotoran-kotoran.
g. Penyimpanan
Setelah mengalami proses pengeringan dan sortasi kering, maka
simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling
bercampur antara simplisia satu dengan yang lainnya. Faktor-faktor yang
harus diperhatikan dalam proses penyimpanan simplisia, yaitu cahaya,
oksigen atau sirkulasi udara, reaksi kimia yang mungkin terjadi antara
kandungan zat aktif tanaman dengan wadah, kemungkinan terjadinya
dehidrasi, dan pengotoran atau pencemaran baik yang disebabkan oleh
serangga, kapang atau hewan lain.
Untuk persyaratan wadah yang akan digunakan sebagai pembungkus
simplisia adalah harus inert, artinya tidak mudah bereaksi dengan bahan
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
lain, tidak beracun, mampu melindungi bahan simplisia dari cemaran
mikroba, kotoran, serangga, penguapan kandungan aktif serta dari
pengaruh cahaya, oksigen dan uap air.
2.3.2 Pemeriksaan Mutu Simplisia
Dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan organoleptik (makroskopik),
pemeriksaan mikroskopik (anatomi histologi simplisia), memisahkan bahan
organik lain, pemeriksaan cemaran mikroba, cemaran jamur dan cemaran
pestisida. Faktor-faktor yang harus diperhatikan sehubungan dengan pemeriksaan
mutu simplisia, yaitu simplisia harus memenuhi persyaratan umum dari pustaka
resmi, tersedia contoh sebagai simplisia pembanding dalam jangka waktu tertentu,
harus dilakukan pemeriksaan mutu lengkap dan fisik simplisia. Untuk
memperoleh prosedur baku ketersediaan dan pengerjaan bahan yang memenuhi
persyaratan umum maka harus didapat dari sumber-sumber resmi yang
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI (Gunawan, 2004).
2.4 Ekstrak dan Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Depkes, 2010).
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair, dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai diluar pengaruh cahaya
matahari langsung (Tiwari et al., 2011).
Adapun faktor yang mempengaruhi pada mutu ekstrak yaitu factor biologi
dan factor kimia (Depkes,2010) :
a. Faktor biologi
Lokasi tumbuhan asal, hal ini merupakan factor eksternal, yaitu
lingkungan (tanah dan atmosfer) dimana tumbuhan berinteraksi berupa
energy (temperature, cahaya, air).
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Periode pemanenan hasil tumbuhan merupakan dimensi waktu dari
proses kehidupan tumbuhan terutama metabolisme sehingga
menentukan senyawa kandungan.
Penyimpanan bahan tumbuhan merupakan faktor eksternal yang dapat
diatur karena dapat berpengaruh pada stabilitas bahan serta adanya
kontaminasi (biotik dan abiotic).
Umur tumbuhan dan bagian yang digunakan
b. Faktor kimia
Faktor internal, meliputi jenis senyawa aktif dalam bahan, komposisi
kualitatif dan kuantitatif senyawa aktif.
Faktor eksternal, meliputi metoe ekstraksi, ukuran, kekerasan, dan
keringanan bahan, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan
logam berat serta kandungan pestisida.
Macam-macam perbedaan metode ekstraksi yang akan mempengaruhi
kuantitas dan kandungan metabolit sekunder dari ekstrak, antara lain :
Tipe ekstraksi
Waktu ekstraksi
Suhu ekstraksi
Konsentrasi pelarut
Ekstraksi adalah proses penyarian senyawa kimia yang terdapat dalam
tumbuhan atau bahan alam lainnya. Ada beberapa metode ekstraksi yang dikenal.
Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi menjadi dua cara,
yaitu cara panas dan cara dingin (Depkes, 2000).
2.4.1 Ekstraksi Dengan Menggunakan Pelarut
2.4.1.1 Cara Dingin
a. Maserasi
Suatu metode ekstrak menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan
atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk
ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.
Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus menerus).
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan
penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Depkes RI, 2000).
b. Perkolasi
Proses ekstraksi dengan pelarut yang baru sampai sempurna (exhaustive
extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari
tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bertahan (Depkes RI, 2000).
2.4.1.2 Cara Panas
a. Refluks
Proses ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu
tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin
balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5
kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000).
b. Soxhlet
Proses ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya
dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah
pelarut relative konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).
c. Digesti
Proses maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang
lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40 – 50⁰C (Depkes RI, 2000).
d. Infus
Proses ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus
tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC selama waktu
tertentu (15 – 20 menit) (Depkes RI, 2000).
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
e. Dekok
Proses infus pada waktu yang lebih lama ≥ 30 menit dan temperature sampai
titik didih air (Depkes RI, 2000).
2.5 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain.
Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi (Ncube et
al.,2008). Sifat pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang
rendah, mudah menguap pada suhu rendah, dapat mengekstraksi komponen
senyawa dengan cepat (Tiwari et al.,2011).
Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain :
a. Air
Air adalah pelarut universal, biasanya digunakan untuk mengekstraksi produk
tumbuhan dengan aktivitas antimikroba. Meskipun pengobatan secara tradisional
menggunakan air sebagai pelarut, tetapi ekstrak tumbuhan dari pelarut organic
telah ditemukan untuk memberikan aktivitas antimikroba lebih konsisten
dibanding dengan ekstrak air (Tiwari et al.,2011).
b. Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari
tumbuhan.Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air, mudah
menguap dan memiliki toksisitas rendah (Tiwari et al.,2011).
c. Alkohol
Aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang lebih
tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air. Konsentrasi yang
lebih tinggi dari senyawa flavonoid terdeteksi dengan etanol 70% karena
polaritasnya yang lebih tinggi daripada etanol murni (Tiwari et al.,2011).
Etanol lebih mudah untuk menembus membrane sel untuk mengekstrak sel,
untuk mengekstrak bahan intraseluler dari bahan tumbuhan. Methanol lebih polar
dibanding etanol.
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut menggunakan
n-heksan, kloroform dan methanol dengan konsentrasi aktivitas tertinggi terdapat
dalam fraksi kloroform. Kadang-kadang tannin dan terpenoid ditemukan dalam
fase air, tetapi lebih sering diperoleh dengan pelarut semipolar (Tiwari et
al.,2011).
e. Eter
Eter pada umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan
asam lemak (Tiwari et al.,2011).
f. n-heksan
n-heksan mempunai karakteristik sangat tidak polar, volatile, mempunyai bau
khas yang dapat menyebabkan pingsan. Berat molekul n-heksan adalah 86,2
gram/mol dengan titik leleh 94,3-95,3⁰C. Titik didih n-heksan pada tekanan 760
mmHg adalah 66-71⁰C (Daintith,1994). n-heksan biasanya digunakan sebagai
pelarut untuk ekstraksi minyak nabati.
g. Etil asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan krateristik semipolar. Etil asetat secara
selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol dan terpenoid
(Pranoto et al., 2012).
2.6 Vacuum Rotary Evaporator
Vacuum Rotary Evaporator merupakan alat yang berfungsi untuk
memisahkan suatu larutan dari pelarutnya sehingga dihasilkan ekstrak dengan
kandungan kimia tertentu sesuai dengan yang diinginkan. Cairan yang ingin
diuapkan biasanya ditempatkan dalam suatu labu kemudian dipanaskan dengan
bantuan penangas, dan diputar. Uap cairan yang dihasilkan didinginkan oleh suatu
pendingin (kondensor) dan ditampung pada usatu tempat (receiver flask). Setelah
pelarutnya diuapkan, akan dihasilkan ekstrak yang dapat berbentuk padatan atau
cairan (Nugroho et al.,1999).
Kelebihan dari alat Vacuum Rotary Evaporator adalah diperoleh kembali
pelarut yang diuapkan. Penggunaan Vacuum Rotary Evaporator meningkatkan
persentase pelarut yang terevaporasi dibandingkan dengan menggunakan
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
waterbath (Mutairi dan Jasser, 2012). Prinsip kerja alat ini didasarkan pada titik
didih pelarut dan adanya tekanan yang menyebabkan uap ini mengembun dan
akhirnya jatuh ke lubang penerima (receiver flask).
2.7 Radikal Bebas
2.7.1 Pengertian Radikal Bebas
Radikal bebas adalah atom atau gugus apa saja yang memiliki satu/lebih
elektron yang tidak berpasangan yang dapat bertindak sebagai akseptor elektron
(Zimmerman, 1978). Karena jumlah elektron ganjil, maka tidak semua elektron
dapat berpasangan.Suatu radikal bebas tidak bermuatan positif/negatif, maka spesi
semacam ini sangat reaktif karena adanya elektron tidak berpasangan (Fessenden
dan Fessenden, 1986).
2.7.2 Sumber Radikal Bebas
Sumber radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh (endogenus) yang
terbentuk sebagai sisa proses metabolisme (proses pembakaran) protein atau
karbohidrat dan lemak yang kita konsumsi. Radikal bebas dapat pula diperoleh
dari luar tubuh (eksogenus) yang berasal dari polusi udara, asap kendaraan
bermotor, asap rokok, berbagai bahan kimia, makanan yang terlalu hangus
(carbonated) dan lain sebagainya. Beberapa contoh radikal bebas antara lain:
anion superoksida (2O2•), radikal hidroksil (OH•), nitrit oksida (NO•), hidrogen
peroksida (H2O2) dan sebagainya (Windono dkk, 2000). Radikal bebas yang
terbentuk di dalam tubuh akan merusak beberapa target seperti lemak, protein,
karbohidrat dan DNA (Halliwel et al., 1995).
Anion superoksida adalah salah satu jenis radikal bebas. Radikal ini sering
terbentuk di dalam reaksi oksidasi sel (agen oksidasi). Radikal superoksid dapat
memproduksi jenis radikal bebas lainnya (Wang et al., 2003).
2.7.3 Mekanisme Pembentukan Radikal Bebas
Reaksi pembentukan radikal bebas merupakan mekanisme biokimia tubuh
normal yang terjadi melalui reaksi yang langsung memutuskan ikatan atau melalui
transfer elektron (Halliwel danGutridge, 2000). Radikal bebas lazimnya hanya
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bersifat perantara yang bisa dengan cepat diubah menjadi substansi yang tidak
lagi membahayakan bagi tubuh. Namun, apabila radikal bebas bertemu dengan
enzim atau asam lemak tak jenuh ganda, maka merupakan awal dari kerusakan
sel. Radikal mampu menarik atom hidrogen dari suatu molekul disekitarnya.
Pengaruh radiasi ionisasi terhadap materi biologi akan menghasilkan radikal
bebas hidroksil dan radikal bebas lainnya, seperti radikal hidrogen yang siap
berinteraksi dengan biomolekul-biomolekul lain yang saling berdekatan
(Middleton et al., 2000).
Reaksi oksidasi lipid berlangsung dalam tiga tahap, yang pertama adalah
inisiasi yang mana suatu radikal lipid terbentuk dari molekul lipid menurut reaksi
RH→R●+H●. Pengurangan atom hidrogen oleh spesies reaktif seperti radikal
hidroksil berperan dalam inisiasi oksidasi lipid.
Setelah inisiasi, reaksi propagasi (perambatan) terjadi yang mana dalam
reaksi propagasi ini radikal lipid diubah menjadi radikal lipid yang berbeda.
Reaksi ini umumnya melibatkan pengurangan atom hidrogen dari molekul lipid
atau penambahan atom oksigen pada radikal alkil.
R● + O₂→ ROO●
ROO● + RH → ROOH + R●
Tahap terakhir adalah reaksi terminasi. Dalam reaksi ini radikal bebas
bergabunguntuk membentuk molekul dengan elektron berpasangan.
ROO● + ROO● → ROOR + O2
ROO● + R● → ROOR
R● + R● → RR
Prekusor molekular untuk memulai proses tersebut umumnya merupakan
produk hidroperoksida, sehingga peroksidasi lipid menyebabkan reaksi rantai
dengan berbagai efek yang potensial merusak sel-sel tubuh (Pokorni et al., 2001).
2.8 Peroksidasi Lipid
Pada latihan fisik konsumsi oksigen tubuh akan meningkat 10 sampai dengan
15 kali lebih tinggi dibanding waktu istirahat (Metin et al., 2002). Meningkatnya
konsumsi oksigen selama latihan fisik yang intensif, dapat meningkatkan produksi
radikal bebas (Clarkson dan Thompson, 2000). Radikal bebas adalah atom atau
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
molekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan di orbit
terluarnya (Murray et al.,1996). Radikal bebas yang diproduksi pada latihan fisik
dapat melebihi kapasitas pertahanan antioksidan sehingga mengakibatkan stres
oksidatif (Allesio, 1993). Vittala et al.(2004), mengemukakan bahwa latihan fisik
dengan intensitas sedang dan berat akan menghasilkan radikal bebas oksigen yang
dapat menyebabkan kerusakan pada membran lipid, protein, DNA, dan komponen
sel lainnya.
Kerusakan pada membran lipid yang dikenal sebagai peroksidasi lipid,
merupakan kerusakan oksidatif dari lemak tidak jenuh rantai panjang pada
membran lipid yang disebabkan oleh radikal bebas oksigen (Gutteridge, 1995).
Penemuan dan pengukuran peroksidasi lipid merupakan bukti yang paling sering
digunakan untuk mendukung peranan reaksi radikal bebas dalam timbulnya
penyakit (Gutteridge, 1995). Pendekatan yang paling umum digunakan untuk
mengukur produk akhir yang menyertai peroksidasi lipid adalah pengukuran
malondialdehid (MDA) (Janero, 1990).
Gambar 2.3 Proses terjadinya peroksidasi lipid secara kimiawi
(Murray, 2003)
Tubuh mempunyai sistem pertahanan terhadap radikal bebas yaitu komponen
antioksidan endogen seperti superoxide dismutase (SOD), glutation peroksidase
(GPX), dan katalase yang dapat menghilangkan radikal bebas secara enzimatik
dan antioksidan eksogen yang besarnya tergantung pada masukan diet. Meskipun
tubuh secara alami dapat mengatasi peningkatan radikal bebas tetapi pada kondisi
tertentu seperti pada latihan fisik yang relatif berat, antioksidan endogen tidak
mencukupi, sehingga tubuh memerlukan antioksidan dari luar (Clarkson &
Thompson, 2000).
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.9 Antioksidan
2.9.1 Pengertian Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat spesies oksigen
reaktif/spesies nitrogen reaktif dan juga radikal bebas sehingga antioksidan dapat
mencegah penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan radikal bebas seperti
kanker, kardiovaskuler, dan penuaan (Halliwell, B. dan Gutteridge, J.M.C, 2000).
2.9.2 Penggolongan Antioksidan
Tubuh memiliki sistem pertahanan internal terhadap radikal bebas. Sistem
pertahanan tersebut dikelompokan menjadi tiga golongan :
- Antioksidan primer, (antioksidan endogen/antioksidan enzimatis).
Contohnya superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation
peroksidase. Enzim-enzim ini mampu menekan atau menghambat
pembentukan radikal bebas dengan cara memutus reaksi berantai dan
mengubahnya menjadi produk lebih stabil. Reaksi ini disebut sebagai
chain-breaking-antioxidant.
- Antioksidan sekunder (antioksidan eksogen atau antioksidan non
enzimatis). Contoh antioksidan sekunder ialah vitamin E, vitamin C, beta
karoten, isoflavon, dan albumin. Senyawa-senyawa ini dikenal sebagai
penangkap radikal bebas (scavenger free radical).
- Antioksidan tersier, misalnya enzim DNA repair dan metionin sulfoksida
reduktase yang berperan dalam perbaikan biomolekul yang dirusak oleh
radikal bebas (Winarsi, 2005).
2.9.3 Sumber Antioksidan
Antioksidan sangat beragam jenisnya. Berdasarkan sumbernya antioksidan
dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang
diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil
ekstraksi bahan alami).
- Antioksidan sintetik
Diantara beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan untuk
makanan, ada lima antioksidan yang penggunaannya meluas dan menyebar di
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
seluruh dunia, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT),
propil galat, tert-butilhidroksi quinon (TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan
tersebut merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintesis untuk
tujuan komersial (Pokorni et al.,2001).
- Antioksidan alami
Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari:
a) Senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan
b) Senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses
pengolahan
c) Senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke
makanan.
Kebanyakan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah
berasal dari tumbuhan. Kingdom tumbuhan, Angiosperm memiliki kira-kira
200.000 sampai 300.000 spesies dan dari jumlah ini kurang lebih 400 spesies yang
telah dikenal dapat menjadi bahan pangan manusia. Isolasi antioksidan alami telah
dilakukan dari tumbuhan yang dapat dimakan, tetapi tidak selalu dari bagian yang
dapat dimakan. Antioksidan alami terbesar di beberapa bagian tanaman, seperti
pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, biji, dan serbuk sari (Pokorni et al.,
2001).
Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau
polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat,
kumarin, tokoferol dan asam-asam organik polifungsional. Golongan flavonoid
yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katekin,
flavonol dan kalkon. Sementara turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam
ferulat, asam klorogenat, dan lain-lain.
Senyawa antioksidan polifenolik ini adalah multifungsional dan dapat bereaksi
sebagai:
- Pereduksi
- Penangkap radikal bebas
- Pengkelat logam
- Peredam terbentuknya singlet oksigen
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah
menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat dengannya, sehingga
flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar. Lebih lanjut
disebutkan bahwa sebenarnya flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau,
sehingga pastilah ditemukan pula pada setiap telaah ekstrak tumbuhan.
Kebanyakan dari golongan dan senyawa yang berkaitan erat dengannya memiliki
sifat-sifat antioksidan baik di dalam lipida cair maupun dalam makanan berlipida
(Pokorni etal., 2001).
2.9.4 Mekanisme Kerja Antioksidan
Oksidasi dapat dihambat oleh berbagai macam cara diantaranya mencegah
masuknya oksigen, penggunaan temperatur yang rendah, inaktivasi enzim yang
mengkatalis oksidasi, mengurangi tekanan oksigen dan penggunaan pengemas
yang sesuai. Cara lain untuk melindungi terhadap oksigen adalah dengan
menggunakan bahan tambahan spesifik yang dapat menghambat oksidasi yang
secara tepat disebut dengan penghambat oksidasi (oxidation inhibitor), tetapi
baru-baru ini lebih sering disebut antioksidan (Pokorni etal., 2001).
Penambahan antioksidan primer dengan konsentrasi rendah pada lipida
dapat menghambat atau mencegah reaksi autoksidasi. Reaksi tersebut relatif stabil
dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida
lain membentuk radikal lipida baru.
Inisiasi : R● + AH → RH + A●
Radikal lipida
Propagasi : ROO● + AH → ROOH + A●
Mekanisme yang paling penting adalah reaksi antara antioksidan dengan
radikal bebas (Gordon, 1990). Biasanya antioksidan bereaksi dengan radikal
bebas peroksil atau hidroksil yang terbentuk dari hidroperoksida yang berasal dari
lipid. Senyawa antioksidan lain dapat menstabilkan hidroperoksida menjadi
senyawa non radikal. Peruraian hidroperoksida dapat dikatalisis oleh logam berat
akibatnya senyawa-senyawa dapat mengkelat logam juga termasuk antioksidan.
Beberapa senyawa disebut sinergis karena senyawa tersebut dengan sendirinya
tidak mempunyai aktivitas antioksidan akan tetapi senyawa tersebut dapat
meningkatkan aktivitas antioksidan senyawa lain. Kelompok lain adalah senyawa-
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
senyawa yang mampu menguraikan hidroperoksida melalui jalur non radikal
sehingga senyawa ini dapat mengurangi kandungan radikal bebas (Pokorni et al.,
2001). Dalam hal ini, katekin yang merupakan senyawa polifenol golongan
flavonoid dapat digunakan sebagai antioksidan dengan mekanisme dapat
menghambat proses peroksidasi lipid.
Gambar 2.3
Ket : (2.4) Struktur umum katekin (Lucida et al., 2007)
Struktur umum katekin memiliki banyak gugus –OH (fenol) yang dapat
berikatan dengan radikal lipida dengan cara melepas gugus H+ pada gugus fenol
yang nantinya akan berikatan dengan radikal lipid membentuk kompleks RH,
sehingga dapat menghambat proses inisiasi. Pada proses lainnya radikal peroksil
juga dapat berikatan dengan gugus H+ membentuk kompleks ROOH
(hidroperoksida) yang nantinya akan diuraikan oleh zat pengkelat logam, sehingga
dapat menghambat proses propagasi. Senyawa radikal antioksidan yang terbentuk
juga dapat berikatan dengan radikal hidroksil yang merupakan cikal bakal
pembentuk radikal lipid, sehingga proses oksidasi radikal bebas dalam tubuh
dapat sepenuhnya dicegah agar tubuh terhindar dari bahaya radikal bebas yang
mengancam.
Aktivitas antioksidan dinyatakan sebagai konsentrasi inhibisi (Inhibition
Concetration) atau IC50 (Shivprasad et al., 2005). IC50 merupakan nlai yang
menunjukan kemampuan penghambatan proses oksidasi sebesar 50% suatu
konsentrasi sampel (ppm). Nilai IC50 yang semakin kecil menunjukan semakin
tingginya aktivitas antioksidan. Suatu senyawa dikatakan memiliki aktivitas
antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 ppm, antioksidan kuat untuk
IC50 bernilai 50-100 ppm, antioksidan sedang jika bernilai IC50 100-150 ppm, dan
antioksidan lemah jika nilai IC50 bernilai 151-200 ppm (Blois, 1958).
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.10 Hasil Penelitian Ekstrak Gambir Atau Kandungan Zat Berkhasiatnya
Sebagai Antioksidan
Rusdin Rauf et al, (2010) melakukan penelitian tentang uji aktivitas
antioksidan ekstrak gambir secara in vitro dengan menggunakan radikal bebas
DPPH (1,1-diphenyl-2-picryl hydrazyl). Gambir diekstrak dengan lima macam
sistem pelarut [aquades, aquades:etanol (1:1), etanol, etanol:etil asetat (1:1), and
etil asetat]. Rendemen dari masing-masing pelarut yaitu 37,12 ± 0,01; 87,15 ±
0.29; 77,16 ± 1.44; 76,60 ± 0,42; 71,65 ± 0,97. Aktivitas penangkapan radikal
DPPH ekstrak gambir lebih tinggi dari Rutin dan BHT (Butylated
hydroxytoluene). Ekstrak aquades:etanol (1:1), etanol:etil asetat (1:1) dan etil
asetat menunjukkan aktivitas penangkapan radikal DPPH yang tertinggi (masing-
masing 47,70 ± 0,60 %, 49,52± 0,68 % and 50,13 ± 0,74 %) setelah diinkubasi
selama 25 menit. Rutin dan BHT menunjukkan aktivitas penangkapan radikal
DPPH yang terendah (masing-masing 32,07 ± 0,75 % and 22,24 ± 0,80 %). Hasil
analisis HPLC menunjukkan bahwa ekstrak gambir mengandung (+)-katekin.
Noveri Rahmawati et al, (2013) melakukan penelitian serupa yaitu uji
aktivitas antioksidan ekstrak gambir dengan pelarut etil asetat. Telah dilakukan
penetapan kandungan fenolik dan aktivitas antioksidan ekstrak daun gambir
kering (Uncaria gambir (Hunter) Roxb) dengan variasi suhu 40, 60, dan 80⁰C.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat perbedaan kandungan
fenolik dan nilai IC50 dari ekstrak daun gambir kering. Ekstrak dibuat dengan
metoda maserasi menggunakan pelarut etil asetat. Pemeriksaan kandungan fenolik
menggunakan metoda Folin-Ciocalteu, didapatkan hasil yaitu pengeringan pada
suhu 40⁰C sebesar 132,82 mg GAE/mL, suhu 60⁰C 157,13 mg GAE/mL
sedangkan suhu 80⁰C 172,62 mg GAE/mL. Uji aktivitas antioksidan dilakukan
dengan menggunakan metoda DPPH dan pembanding vitamin C. Hasil uji
aktivitas antioksidan yang diperoleh dari suhu 40⁰C adalah 32,026 ppm, suhu
60⁰C 22, 788 ppm dan suhu 80⁰C 28,343 ppm.
Afriani Sandra et al, (2011) melakukan penelitian mengenai aktivitas
antioksidan dari katekin gambir terhadap kualitas dan nilai organoleptik rendang
telur. Katekin gambir mengandung antioksidan alami yang bisa dimanfaatkan
untuk mencegah ketengikan yang terjadi pada rendang telur. Tujuan penelitian
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan antioksidan katekin dari gambir
terhadap kualitas (kadar protein, lemak, bilangan peroksida), dan nilai
organoleptic (ketengikan dan warna) rendang telur. Materi penelitian ini
menggunakan telur ayam ras strain Isa Brown 40 butir berumur satu hari dengan
berat sekitar 55 – 60 gram yang diperoleh dari peternakan Gunung Nago Farm,
Ulu Gadut Padang, katekin 1% dari kalio rendang. Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 4 kelompok, di mana
kelompok sebagai ulangan. Perlakuan tersebut adalah persentase pemberian
katekin pada pembuatan rendang telur yaitu: (A) 0% atau kontrol, (B) 0.5%, (C)
1%, (D) 1.5% dan (E) 2% dari jumlah kalio rendang. Selanjutnya data dianalisis
dengan sidik ragam dan perbedaan antar perlakuan diuji dengan uji Duncan’s
Multiple Range Test (DMRT). Variabel yang diukur setelah kontrol busuk adalah
kadar protein, kadar lemak, bilangan peroksida dan nilai organoleptik. Hasil
penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang nyata (P<0.05) penambahan
katekin terhadap kadar protein, kadar lemak, dan nilai organoleptic ketengikan
rendang telur. Sedangkan untuk penambahan katekin terhadap bilangan peroksida
dan nilai organoleptik warna menunjukan pengaruh berbeda sangat nyata
(P<0.01). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan antioksidan
katekin dari gambir berpengaruh pada kualitas rendang telur dan pada konsentrasi
0.5% sudah efektif sebagai antioksidan yang baik.
Gambir mengandung katekin dan kuersetin (suatu flavonoid) yang
berdasarkan penelitian dapat meringankan penyakit hepatitis. Katekin secara
khusus, dapat menurunkan kadar bilirubin serum pada semua bentuk hepatitis.
Katekin juga meningkatkan clearens antibodi hepatitis dari darah dan
menurunkan kadar enzim hati. Aktivitas antioksidan dari katekin meningkatkan
sistem imun dan menstabilisasi membran. Isolat katekin gambir dosis 10
mg/kgBB, yang diberikan pada tikus selama 8 hari berturut-turut dan pada hari
ke-9 diinduksi CCl4 2mg/kgBB, secara bermakna dapat menurunkan kadar
malondialdehid (MDA) serum sebesar 3,28 nmol/mL jika dibandingkan dengan
kelompok kontrol positif 4,07 nmol/mL (Direkrorat Obat Asli Indonesia, 2007).
30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di beberapa laboratorium Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang diantaranya sebagai berikut
1. Laboratorium Farmakognosi Fitokimia untuk isolasi katekin.
2. Laboratorium Penelitian I untuk pembuatan suspensi oral.
3. Laboratorium Penelitian II untuk memekatkan isolat katekin.
4. Laboratorium Kimia Obat untuk pengukuran kadar malondialdehid.
5. Laboratorium Animal House untuk aklimatisasi dan proses uji sampel.
Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Februari sampai Juni 2016.
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan terdiri dari tabung reaksi, spuit 3 cc, pipet tetes,
corong pisah, erlenmeyer, gelas becker, gelas ukur, spatula, batang pengaduk, kaca
arloji, cawan penguap, piknometer, vial, kurs porselen, timbangan analitik, lumpang,
alu, blender, hot plate, kapas, kertas saring, thermometer, spektrofotometer UV,
desikator, furnace, oven, rotary evaporator, sonde, kandang mencit, masker, sarung
tangan, timbangan hewan, baskom, sentrifuge, dll.
3.2.2 Bahan Penelitian
a. Simplisia
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak air kering
gambir berupa infusa kering daun dan ranting tanaman gambir (Uncaria
gambier R.) yang diperoleh dari Payakumbuh Padang, Sumatra Barat. Daun
dan ranting tanaman gambir dipanen pada tanggal 3 Februari dan diolah
menjadi ekstrak kering pada tanggal 8 Februari.
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu; etil asetat, etanol 70 %, aquadest,
ammoniak, kloroform, HCL, NaCl, pereaksi Dragendroff, pereaksi Stiasny
(Formaldehid 30 % : HCL pekat = 2:1), pereaksi Liebermann-Burchard (2
tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes H2SO4 pekat), pereaksi Mayer, amil
alkohol, serbuk Mg, eter, H2SO4 anhidrat, H2SO4 pekat, FeCl3, NaOH, , Na
CMC, silica gel 60 F254, Trikloroasetat, Asam Tiobarbiturat, pakan ternak
butiran 551 (kadar air 13%; protein 18,5-20,5%; lemak 4%; serat 6%; calcium
0,9%; phosphor 0,7%; abu 8%; antibiotic zinc bacitracin; bakteriostatik).
3.2.3 Hewan Uji
Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 30 ekor tikus putih
jantan galur Sprague Dawley yang sehat berumur 2,5-3,5 bulan dengan berat badan
150-200 gram yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu 25 ekor tikus untuk
kelompok uji dan 5 ekor tikus untuk kelompok cadangan (WHO, 2000) dimana kedua
kelompok tersebut dikandangkan terpisah satu sama lain. Hewan uji pada penelitian
ini diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Determinasi Tumbuhan
Bahan yang digunakan adalah ekstrak air kering gambir (Uncaria gambier R.)
yang diperoleh dari Payakumbuh-Padang, Sumatra Barat. Sebelum dilakukan
penelitian terhadap tumbuhan, terlebih dahulu dideterminasi daun gambir dan
bongkahan gambir untuk diidentifikasi jenis simplisianya. Determinasi dilakukan di
Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, Puslit Biologi Bidang Botani LIPI PKT
Kebun Raya.
3.3.2 Penyiapan Simplisia yang Digunakan
Penyiapan gambir yaitu dengan dibersihkan dari pengotor, gambir yang
digunakan yaitu berupa bongkahan ekstrak air gambir yang diperoleh dari
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Payakumbuh - Padang Sumatera Barat. Alasan pemilihan bongkahan gambir dari
Payakumbuh, Sumatera Barat dikarenakan kualitasnya yang paling baik dibanding
kualitas gambir dari daerah lain. Ini disebabkan perbedaan nutrisi zat-zat hara dari
dalam tanah pada masing-masing daerah. Bongkahan gambir kemudian dihaluskan
sampai menjadi serbuk. Serbuk gambir tersebut diidentifikasi dan dilakukan skrining
fitokimia serbuk gambir.
3.3.3 Identifikasi Gambir
1.
merah
2.
3.
warna coklat merah
4.
merah
5. 2 mg serbuk gambir ditambahkan 5 tetes larutan FeCl3
kehitaman (Depkes RI, 1989).
3.3.4 Identifikasi Organoleptik Gambir
Penggunaan panca indera untuk mendeskripsikan bentuk, warna, rasa, bau,
sebagai berikut :
Bentuk : bongkahan-bongkahan berbentuk silindris
Warna : kuning kecoklatan
Bau : khas
Rasa : pahit, kelat, namun kelama-lamaan manis
3.3.5 Identifikasi Urea
Simplisia gambir sebanyak 100 mg dilarutkan dalam 1 ml air, lalu
ditambahkan 1 ml asam nitrat P; terbentuk endapan hablur putih. (Depkes, 1979).
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.6 Uji Identifikasi Flavonoid
Identifikasi golongan flavonoid
1 gram sampel ditambahkan 50 ml air panas, dididihkan 5 menit dan disaring,
filtrat yang akan digunakan sebagai larutan percobaan. Sebanyak 5 ml larutan
percobaan (dalam tabung reaksi) ditambahkan serbuk atau lempeng magnesium
secukupnya dan 1 ml HCl pekat, serta 5 ml butanol, dikocok dengan kuat lalu
dibiarkan hingga memisah. Jika terbentuk warna pada lapisan butanol (lapisan atas)
maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan flavonoid (Fransworth, 1969).
3.3.7 Isolasi Katekin Gambir
Ekstrak air kering gambir diblender sampai menjadi serbuk. Sebanyak 60 gram
serbuk diekstraksi dengan pelarut air pada temperatur mendidih 900C- 96
0C selama
15 menit sambil diaduk. Infusa disaring dalam keadaan panas dengan menggunakan
corong yang dilapisi kapas. Ekstrak kemudian dipartisi menggunakan etil asetat
dengan perbandingan (ekstrak : etil asetat) (1 : ½). Fase etil asetat (atas) diambil dan
fase air dipartisi berulang dengan etil asetat sebanyak 4 kali sampai fase etil asetat
jernih pada partisi berulang. Fase etil asetat kemudian diuapkan dengan evaporator
sampai kental. Katekin dituang ke dalam corong yang dilapisi kertas saring lalu
dibilas dengan aquadest dingin. Katekin yang terdapat di kertas saring dipanaskan di
oven dengan suhu 700C (Hilpiani, 2012) selama 2 jam, lalu diletakan di freezer pada
suhu 40C selama 2 hari 2 malam. Katekin yang sudah kering digerus diatas mortar
untuk mendapatkan serbuk katekin.
3.4 Pemeriksaan Katekin Gambir
1. Penetapan kadar katekin
Katekin standar dikeringkan di dalam oven pada temperatur 105⁰C selama 3
jam (SNI, 2000). Persiapan larutan standar. Katekin standar ditimbang seksama
50 mg (Ws mg), dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, dilarutkan dan
diencerkan dengan etil asetat hingga 50 ml (larutan A). Letakkan larutan A di
dalam penangas air selama 5 menit agar larutan homogen. Pipet 2 ml larutan ke
dalam erlenmeyer 100 ml dan tambahkan pelarut etil asetat sebanyak 50 ml
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(larutan B) dan letakkan larutan tersebut dalam penangas air selama 5 menit
kemudian diukur serapannya dengan spektrofotometri UV pada panjang
gelombang maksimum.
Persiapan larutan sampel. Katekin gambir ditimbang sebanyak 50 mg,
dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, dilarutkan dengan etil asetat hingga 50 ml
(larutan C). Pipet 2 ml filtrat larutan C ke dalam erlenmeyer 100 ml dan
ditambahkan 50 ml etil asetat (larutan D). Letakkan larutan D ke dalam penangas
air selama 5 menit lalu diukur serapannya dengan spektrofotometri UV pada
panjang gelombang maksimum. (SNI, 2000)
Perhitungan
% katekin
A yaitu Absorban larutan sampel pada panjang gelombang 279 nm
B yaitu Absorban larutan standar pada panjang gelombang 279 nm
Ws yaitu massa katekin standar dalam mg
W yaitu massa katekin sampel dalam mg
Pada metode penetapan kadar katekin ini tidak dilakukan penentuan operating
time dan pembuatan kurva kalibrasi dikarenakan penetapan kadar katekin hanya
didasarkan pada perbandingan absorban dari katekin sampel dan katekin standar
yang juga telah memenuhi kaidah hukum Lambert-Beer dimana absorban
berbanding lurus dengan kadar. Hal ini juga diperkuat dengan adanya prosedur
standar analisa katekin yang merupakan senyawa marker dari gambir yang diatur
di SNI tahun 2000.
2. Serapan maksimum
Lebih kurang 5 mg sampel ditimbang, dilarutkan dalam etil asetat pada labu
ukur 100 ml. Serapan diukur pada panjang gelombang 279 nm yang merupakan
panjang gelombang maksimal dari katekin.
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Reaksi warna
Sejumlah cuplikan katekin, dilarutkan dalam etil asetat atau methanol.
Beberapa tetes larutan besi (III) klorida ditambahkan akan terbentuk warna hijau
kehitaman.
4. Penetapan kadar abu
1 gram serbuk katekin ditimbang dan dimasukan ke dalam krus porselen.
Dipijarkan perlahan-lahan selama ± 1 jam dan pemijaran disempurnakan dengan
tanur bersuhu tinggi. Sampai diperoleh abu berwarna abu-abu. Didinginkan
dalam desikator, kemudian ditimbang serta dicatat pengurangan beratnya
(Depkes RI, 2000).
5. Kadar air
1 gram serbuk katekin dimasukkan dan ditimbang seksama dalam wadah yang
telah ditara. Katekin dikeringkan pada oven suhu 105oC selama 5 jam dan
ditimbang. Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang pada jarak 1 jam sampai
perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,001 g (Depkes,
2000).
6. Rendemen katekin
Dihitung dengan membandingkan berat awal serbuk gambir dengan berat
akhir katekin yang diperoleh.
% rendemen =
x % kemurnian
3.5 Penyiapan Hewan Uji
Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan berumur 2,5-3,5
bulan dengan berat badan 150-250 gram. Hewan tersebut diaklimatisasi terlebih
dahulu selama 3 minggu agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan selama
proses adaptasi dilakukan pengamatan kondisi umum serta dilakukan penimbangan
berat badan setiap hari. Hewan uji yang sakit, dengan ciri-ciri penurunan berat badan
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sebanyak 10% dalam sehari, aktivitas berkurang, lebih banyak diam, dan bulunya
berdiri, tidak akan diikutsertakan dalam penelitian.
3.6 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah eksperimen murni dengan
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan di kelompokan menjadi 5 kelompok
dengan masing-masing terdiri dari 5 ekor tikus putih jantan strain Sprague Dawley
(WHO, 2000). Perlakuan yang digunakan adalah kontrol positif yang diberi suspensi
vitamin E dengan dosis 20 mg/kgBB. Pemberian vitamin E sebagai kontrol positif
dilakukan karena mekanisme kerja vitamin E menghambat terjadinya peroksidasi
lipid pada membran plasma yang dilihat dari kadar MDA, sehingga sesuai dengan
mekanisme antioksidan yang akan dilakukan pada penelitian ini (Chitra dan Matur,
2003). Kelompok tikus uji diberi suspensi isolat katekin gambir (Uncaria gambier
Roxb.) dengan tiga dosis berbeda selama 7 hari. Di hari ke-8 nanti akan diberi
perlakuan beban aktivitas fisik maksimal untuk memicu stress oksidatif dengan
perenangan selama 1 jam sampai terlihat tanda kelelahan berupa hampir tenggelam.
Acuan dosis yang digunakan berdasarkan publikasi penelitian dari BPOM RI tahun
2007, dimana terdapat 3 kelompok uji yaitu kontrol negatif, kontrol positif, dan
kelompok dosis 10 mg/kgBB. Pada penelitian tersebut dapat disimpulkan dosis 10
mg/kgBB memiliki efek yang paling baik dengan penurunan MDA 3,28 nmol/mL.
Penelitian kali ini akan menguji kadar MDA pada tikus dengan tiga varian dosis yaitu
5 mg/kgBB, 10 mg/kgBB, dan 20 mg/kgBB dengan alasan agar dapat dilihat potensi
katekin gambir dalam menurunkan kadar MDA pada dosis yang lebih tinggi dan
dosis yang lebih rendah dari dosis penelitian yang dilakukan BPOM RI tahun 2007.
Perlakuan yang dilakukan terdiri dari:
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 3.1. Rancangan Percobaan
Kelompok Perlakuan Lama
Pemberian
Pengukuran pada
hari ke-8
Kontrol positif
(20 mg/kgBB)
1 kali sehari
Tikus diberikan suspensi
vitamin E 7 Hari
Kadar
Malondialdehid
(MDA) serum
Kontrol negatif Tikus tidak diberi perlakuan 7 Hari
Kadar
Malondialdehid
(MDA) serum
Dosis rendah
(5 mg/kgBB)
1 kali sehari
Tikus diberikan suspensi
katekin gambir 7 Hari
Kadar
Malondialdehid
(MDA) serum
Dosis sedang
(10 mg/kgBB)
1 kali sehari
Tikus diberikan suspensi
katekin gambir 7 Hari
Kadar
Malondialdehid
(MDA) serum
Dosis tinggi
(20 mg/kgBB)
1 kali sehari
Tikus diberikan suspensi
katekin gambir
7 hari
Kadar
Malondialdehid
(MDA) serum
3.7 Pemberian Perlakuan
Pemberian perlakuan pada tikus dilakukan sebagai berikut. Penelitian ini
menggunakan 25 ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley yang diberikan 5
perlakuan yang berbeda. Masing-masing perlakuan terdiri dari 5 ekor tikus putih
jantan. Sebelum perlakuan diukur terlebih dahulu kadar MDA blanko sebagai nilai
kontrol normal MDA pada tubuh tikus per individunya agar terlihat nantinya
perubahan kadar MDA per individu dibanding kadar blankonya pada hasil penelitian
nanti.
Isolat katekin gambir dan vitamin E yang diperoleh disuspensikan dalam
pembawa (Na CMC 0,5%) dengan dosis yang telah ditentukan pada masing-masing
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kelompok uji, diberikan secara oral dengan menggunakan alat pencekok oral (sonde)
setelah ditimbang berat badannya untuk mengetahui dosis. Pemberian isolat katekin
diberikan peroral satu hari sekali setiap pagi hari dan dilakukan selama 7 hari. Pada
hari ke delapan diberikan beban aktivitas fisik maksimal berupa perenangan selama 1
jam sampai kelelahan yang ditandai dengan hampir tenggelam sehingga memicu
stress oksidatif. Pada hari ke-0 uji, diukur terlebih dahulu kadar MDA blanko sebagai
nilai kontrol normal MDA pada tubuh tikus agar terlihat perubahan kadar MDA per
individu dibanding kadar blankonya pada hasil penelitian nantinya.
3.7.1 Pengukuran MDA Standar
Derajat peroksidasi lipid dapat ditentukan dengan mengukur kadar
malondialdehid (MDA) pada serum darah. Dasar pengukurannya adalah reaksi antara
MDA dengan TBA yang membentuk kompleks MDA-TBA berwarna merah muda
yang diukur serapannya pada panjang gelombang 532 nm yang merupakan panjang
gelombang maksimal dari senyawa TBA.
a. Penyiapan reagen:
TCA 20%: 20,0 g TCA dilarutkan dalam 100 ml aquadest.
TBA 0,67%: 0,67 g TBA dilarutkan dalam 100 ml aquadest.
b. Pembuatan larutan standar MDA (kurva baku MDA):
Standar MDA hasil hidrolisis 1, 1, 3, 3-tetrametoksipropan = 3,593 μg/ml.
Pembuatan kurva kalibrasi bertujuan untuk mengetahui kadar dari sampel yang akan
dianalisis pada panjang gelombang yang sama dengan senyawa standar dan
merupakan senyawa yang sama pula dengan standar. Kadar dari sampel akan dapat
diketahui dengan membaca absorban pada spektrofotometer UV-Vis dari sampel dan
memasukannya ke dalam persamaan kurva kalibrasi sebagai nilai Y pada persamaan
Y= aX-b, sehingga dapat diketahui nilai X sebagai kadar MDA sampel. Pada
pembacaan absorban kompleks MDA-TBA tidak dilakukan operating time karena
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada penelitian ini didapat absorban yang stabil tanpa perlu pemakaian operating
time.
Tabel 3.2. Tabel kurva kalibrasi (Indrayana,2008)
Volume
pengambilan Volume pengambilan Kadar
MDA (μl) H2O (μl) (μg/ml)
0 2000 0
5 1995 0.0036
10 1990 0.0072
20 1980 0.0144
40 1960 0.0288
80 1920 0.0576
160 1840 0.1152
320 1680 0.2304
640 1360 0.4608
3.7.2 Pengukuran MDA Sampel
Pengukuran kadar MDA blanko dilakukan terlebih dahulu. Mula-mula tikus
dianastesi dengan eter secara inhalasi. Tikus yang sudah pingsan diambil darahnya
lewat sinus orbitalis mata dengan bantuan pipa kapiler sebanyak 2 mL, lalu darah
ditampung di tabung sentrifuge. Darah yang sudah ditampung segera disentrifugasi
dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit untuk mendapatkan serumnya. Hal ini
dilakukan agar kandungan MDA pada darah tidak terdegradasi terhadap pengaruh
penyimpanan yang lama sehingga setelah didapat darah langsung disentrifuge untuk
pembacaan kadar MDA serum. Bagian supernatant diambil sebanyak 200 μL, lalu
ditambahkan 1 mL TCA 20% dan 2 mL TBA 0,67%. Campuran tersebut di vortex
dan di panaskan diatas water bath selama 10 menit agar homogen. Setelah homogen
kemudian disentrifugasi kembali dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit.
Supernatant diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis pada λ 532 nm.
Untuk mengetahui kadar MDA nya dilakukan perhitungan menggunakan persamaan
kurva kalibrasi dengan memasukan nilai absorban pada nilai (Y) dan didapat nilai
kadar pada nilai (X).
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada hari ke-8 semua tikus dibuat stress oksidatif dengan direnangkan selama 1
jam. Segera setelah perenangan diambil darah sebanyak 2 ml melalui sinus orbital
mata dari semua kelompok uji dan kontrol lalu ditempatkan dalam tabung sentrifuge.
Pengambilan darah melalui sinus orbitalis dilakukan agar didapat darah dalam jumlah
yang banyak, tidak lisis, serta tidak sampai membuat tikus mati. Darah yang
diperoleh disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit, lalu setelah
terpisah ambil bagian supernatant untuk pengukuran kadar MDA.
Kadar MDA serum yang diukur menurut metode Wills. Sejumlah 200 μL larutan
sampel (serum) ditambahkan 1 ml trikloroasetat (TCA) 20% dan 2 ml asam
tiobarbiturat (TBA) 0,67%. Larutan dicampur homogen dan dipanaskan di atas
penangas air selama 10 menit. Setelah dingin disentrifuse pada 3000 rpm selama 10
menit. Filtrat yang berwarna merah muda diukur serapannya pada panjang gelombang
532 nm menggunakan spektrofotometer UV-VIS. Untuk mengetahui kadar MDA nya
dilakukan perhitungan menggunakan persamaan kurva kalibrasi dengan memasukan
nilai absorban pada nilai (Y) dan didapat nilai kadar pada nilai (X).
3.8 Analisis Data
Analisis statistik menggunakan program SPSS 16. Analisa statistik yang
dipakai untuk olah data yaitu uji ANOVA untuk data yang normal dan data yang
homogen. Hasil berbeda bermakna dapat dilihat dari nilai P (<0,05). Analisis data
dilanjutkan dengan uji post hoc jenis LSD untuk mengetahui beda nyata terkecil dari
masing-masing variable sampel. Hasil berbeda bermakna dapat dilihat dari nilai P
(<0,05). Untuk melengkapi hasil analisis juga dilakukan uji paired sample T test
untuk mengetahui nilai P pada setiap kelompok dengan variabel kadar MDA blanko
dan kadar MDA akhir pada setiap kelompok. Hasil berbeda bermakna dapat dilihat
dari nilai P (<0,05).
41 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya,
Puslit Biologi Bidang Botani LIPI PKT Kebun Raya. Hasil determinasi menunjukan
bahwa tanaman yang dijadikan sampel penelitian ini adalah tanaman gambir
(Uncaria gambier (Hunter) Roxb.) famili Rubiaceae pada lampiran 6.
4.1.2 Penyiapan Simplisia
Ekstrak air kering gambir dihaluskan dengan blender agar memudahkan proses
re-ekstraksi. Tahap awal sebelum proses re-ekstraksi dilakukan uji identifikasi serbuk
gambir dengan reagen-reagen H2SO4 P, H2SO4 10 N, NaOH 5 %, Ammonia 25%,
dan FeCl3 5 % (Depkes, 1989). Hasil dapat dilihat pada gambar 4 serta pada tabel di
bawah ini :
Tabel 4.1 Hasil Identifikasi Gambir
Hasil identifikasi urea yang telah dilakukan menunjukan bahwa tidak
ditemukannya kandungan urea di dalam gambir yang diperoleh dari Payakumbuh,
Sumatera Barat.
Pengujian Syarat Hasil
Serbuk + H2SO4 P Coklat Merah +
Serbuk + H2SO4 10 N Coklat Muda +
Serbuk + NaOH 5 % Coklat Merah +
Serbuk + Ammonia 25% Coklat Merah +
Serbuk + FeCl3 5% Coklat Kehitaman +
Cemaran urea Negatif -
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.3 Hasil Identifikasi Flavonoid
Berdasarkan hasil identifikasi senyawa flavonoid dapat dinyatakan ekstrak
kering gambir positif mengandung senyawa flavonoid. Pada penelitian ini dilakukan
isolasi senyawa marker dari gambir, yaitu (+)- katekin dimana katekin tersebut
tergolong senyawa flavonoid. Oleh karena itu, tidak dilakukan identifikasi skrining
fitokimia lainnya.
4.1.4 Pengujian Karakteristik Katekin
1. Pengujian karakteristik katekin menurut WHO dan The Merck Index hasil
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Karakteristik Katekin
Karakteristik Syarat Katekin Sampel
Warna Putih – Kuning Kecoklatan Kuning Kecoklatan
Bau Khas Khas
Bentuk Serbuk Serbuk
Rasa Kelat Kelat
2. Pemeriksaan katekin gambir
Pada pemeriksaan katekin gambir dapat dilihat hasil sebagai berikut :
Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Katekin Gambir
Karakteristik Syarat Katekin Sampel
Kadar air Maksimal 7% 0,67%
Kadar abu Maksimal 7% 2,56%
Rendemen Minimal 40% 47,28%
Kadar + 95% (standar) 85,25%
Spektrum UV 279 nm 279 nm
4.1.5 Penyiapan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah 25 ekor tikus jantan galur
Sprague Dawley yang sehat dengan bobot 150-250 gram dan umur 2,5-3,5 bulan.
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sebelum dilakukan uji pada tikus terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi selama 3
minggu agar tikus-tikus tersebut dapat beradaptasi dengan lingkungan baru, agar
dapat diketahui kesehatan dari tikus-tikus tersebut dilihat dari fisiologi dan tingkah
laku serta diperoleh bobot badan yang sesuai. Di bawah ini terdapat data bobot badan
tikus selama aklimatisasi, yaitu sebagai berikut :
Tabel 4.4 Distribusi rata-rata berat badan tikus tiap kelompok
No Tanggal
Rata-rata berat badan tikus tiap kelompok (gram)
KU 5
mg/kgBB
KU 10
mg/kgBB
KU 20
mg/kgBB KU KP KU KN
1 17-Apr 77.8 77.6 69.8 68.6 65.4
2 25-Apr 117 117.8 106.8 100 94
3 29-Apr 131.2 133.8 117.6 113.2 103.6
4 3-May 161.6 161.6 146.2 123.8 118.4
5 7-May 177 175.6 152.6 147.8 135.2
6 11-May 201.4 190.4 149.2 162 147.6
7 15-May 196.4 200.6 174 173.8 150
Ket: KU (Kelompok Uji); KU KP (Kelompok Uji Kontrol Positif); KU KN
(Kelompok Uji Kontrol Negatif)
4.1.6 Pemberian Perlakuan
4.1.6.1 Penghitungan Kadar MDA Blanko
Pada penelitian ini dihitung kadar MDA blanko yang bertujuan agar diperoleh
kadar MDA normal pada serum tikus sebelum dilakukan uji sebagai acuan perubahan
kadar MDA setelah uji nanti. Kadar MDA blanko dimaksudkan agar menjadi nilai
kontrol normal pada tikus yang akan diuji terkait aktivitas antioksidannya. Pada tabel
di bawah dapat dilihat kadar blanko masing-masing individu dalam semua kelompok.
Tabel 4.5 Distribusi rata-rata kadar MDA blanko
No Kelompok Uji Kadar + SD Persentase Kadar
1 Uji 5 mg/kgBB 0.592 + 0.226 100%
2 Uji 10 mg/kgBB 0.745+ 0.248 100%
3 Uji 20 mg/kgBB 0.497+ 0.144 100%
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.6.2 Perhitungan Kadar MDA Akhir
Pada penelitian ini hal akhir yang didapat setelah melakukan pemberian
perlakuan adalah kadar akhir MDA yang akan dibandingkan dengan kadar blanko per
individu pada setiap kelompok. Hasil yang diharapkan adalah penurunan kadar akhir
MDA pada setiap kelompok uji dan kenaikan kadar akhir MDA pada kelompok
kontrol negatif per individu dibandingkan dengan kadar blankonya.
Tabel 4.6 Distribusi rata-rata kadar MDA akhir
Dari hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan uji homogenitas Levene’s
dapat ditarik kesimpulan bahwa data kadar akhir MDA terdistribusi normal dan
homogen dengan nilai signifikansi masing-masing yang telah terpenuhi (p> 0.05).
Data kadar akhir MDA selanjutnya dianalisis dengan uji statistik parametrik one way
Anova (untuk data yang terdistribusi normal (p> 0.05) dan homogen (p> 0.05). Hasil
uji Anova yang dilakukan terhadap kadar MDA akhir menunjukan nilai signifikansi
0.000 (p< 0.05). Dilanjutkan dengan uji BNT jenis LSD.Data yang diperoleh
menunjukan bahwa semua kelompok memiliki perbedaan yang bermakna terhadap
kelompok kontrol negatif (p< 0.05). Data yang diperoleh juga menunjukan hanya
kelompok dosis tinggi 20 mg/kgBB yang memiliki perbedaan yang bermakna
terhadap kelompok kontrol positif (p< 0.05), sedangkan dosis rendah (5 mg/kgBB)
dan dosis sedang (10 mg/kgBB) tidak memiliki perbedaan yang bermakna dengan
kelompok kontrol positif (p> 0.05).
4 Uji KP 0.609+ 0.001 100%
5 Uji KN 0.533+ 0.104 100%
No Kelompok Uji Kadar + SD Persentase Kadar
1 Uji 5 mg/kgBB 0.474 + 0.182 ↓ 20.19%
2 Uji 10 mg/kgBB 0.523+ 0.198 ↓ 31.28%
3 Uji 20 mg/kgBB 0.221+ 0.101 ↓ 57.63%
4 Uji KP 0.453+ 0.055 ↓ 25.55%
5 Uji KN 0.937+ 0.126 ↑ 77.79%
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2 Pembahasan
Pada penelitian ini, aktivitas antioksidan dievaluasi didasarkan pada perubahan
kadar MDA sebelum dilakukan uji dan setelah dilakukan uji. Malondialdehid
merupakan senyawa kimia hasil dari peroksidasi lipid sebagai parameter adanya
radikal bebas di dalam tubuh. Pada keadaan stress oksidatif, yaitu pada keadaan kadar
radikal bebas yang melebihi kadar antioksidan endogen dalam tubuh menyebabkan
kadar MDA yang tinggi. Hal ini dapat menyebabkan aterosklerosis, kanker, dan
penyakit liver. Konsentrasi antioksidan yang tinggi juga dapat menyebabkan zat
antioksidan kehilangan kemampuannya sebagai agen penangkal radikal bebas karena
mempengaruhi laju oksidasi dan berubah menjadi prooksidan yang seringkali terjadi
pada antioksidan golongan fenolik. Bila kadar MDA turun setelah diberikan zat
antioksidan berarti antioksidan tersebut berfungsi dengan baik, tetapi jika kadar MDA
justru naik maka antioksidan tersebut diprediksi menjadi prooksidan (Jati, 2008).
Gambir merupakan tanaman yang tumbuh di Indonesia dan sudah dikenal
sebagai tanaman obat. Bagian tanaman gambir yang biasa digunakan untuk obat,
yaitu daun dan ranting yang kemudian direbus dengan air untuk mendapatkan
ekstraknya. Tahap perebusan dilanjutkan dengan pengeringan sampai menjadi serbuk
gambir. Serbuk yang sudah didapat kemudian dikempa menjadi bongkahan-
bongkahan yang biasa kita lihat sebagai pelengkap makan sirih. Indonesia sendiri
merupakan penghasil gambir nomor 1 di dunia yang mampu memenuhi 80%
kebutuhan gambir dunia (Lucida et al., 2007). Gambir juga menjadi komoditas
ekspor Indonesia ke pasar mancanegara. Daerah penghasil gambir terbanyak di
Indonesia adalah daerah Payakumbuh, Sumatera Barat yang menghasilkan gambir
kualitas terbaik yang diekspor ke banyak negara. Bahan tanaman yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu bongkahan-bongkahan gambir yang juga diperoleh dari
Payakumbuh, Sumatera Barat. Sebelum digunakan dalam penelitian, dilakukan
determinasi tanaman gambir untuk memastikan kebenaran jenis tanaman bahwa
tanaman yang digunakan adalah benar-benar Uncaria gambier Roxb.dari famili
Rubiaceae.
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Isolat katekin gambir diperoleh dari ekstrak infusa air gambir yang dipartisi
dengan etil asetat. Infusa dilakukan dengan memanaskan serbuk gambir (bongkahan
gambir yang telah di blender) dengan pelarut aquadest pada suhu 900C-95
0C selama
15 menit di atas penangas air sambil sesekali diaduk. Infusa dipilih karena memiliki
beberapa keuntungan diantaranya baik untuk senyawa yang tahan panas, peralatan
yang sederhana dan proses pengerjaanya mudah. Hal ini juga dikarenakan bongkahan
gambir sendiri juga sudah berupa ekstrak air kering gambir, jadi pada penelitian ini
hanya dilakukan re-ekstraksi dengan pelarut dan cara yang sama seperti ekstraksi
gambir sebelumnya. Partisi dengan etil asetat didasarkan pada kelarutan katekin
sendiri yang bersifat semipolar. Pada akhir partisi diprediksi katekin akan berada di
fase etil asetat berdasarkan kelarutannya. Setelah dipartisi fase etil asetat dipekatkan
dengan vacuum rotary evaporator dengan tujuan menghilangkan pelarut sehingga
didapat ekstrak kental. Ekstrak kental yang telah didapat dikeringkan sampai menjadi
serbuk.
Dari 60 gram serbuk gambir diperoleh 33,277 gram serbuk katekin. Rendemen
yang diperoleh sebesar 47,28%. Pemeriksaan parameter standar dari katekin gambir
lainnya seperti kadar air dan kadar abu juga dilakukan. Tujuan dari pemeriksaan
kadar air yaitu untuk mengetahui kandungan air yang terdapat pada serbuk katekin.
Tujuan dari penetapan kadar abu adalah untuk mengetahui kualitas pengolahan dari
gambir sampai menjadi serbuk katekin, dan juga untuk mengetahui jumlah pengotor
yang ada pada serbuk katekin gambir. Hasil yang diperoleh untuk kadar air dan kadar
abu serbuk isolat katekin gambir masing-masing adalah 0,67% dan 2,56%. Dilakukan
juga penapisan fitokimia pada serbuk gambir, namun hanya skrining flavonoid yang
dilakukan karena pada penelitian ini yang akan diisolasi adalah senyawa katekin yang
merupakan golongan flavonoid. Hasilnya diketahui serbuk gambir positif
mengandung senyawa flavonoid yang dapat diprediksi senyawa katekin terdapat di
dalamnya.
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 ekor tikus putih jantan
galur Sprague Dawley berusia 12 minggu. Tikus yang akan digunakan merupakan
tikus yang sehat dengan bobot tikus sekitar 150-250 gram. Pemilihan galur ini
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dikarenakan penelitian terdahulu yang berkenaan dengan uji aktivitas antioksidan
secara in vivo banyak yang memakai tikus galur ini. Alasan jenis kelamin jantan yang
dipakai karena tikus jantan cenderung lebih stabil karena sedikit dipengaruhi
hormonal dibanding tikus betina yang akan mempengaruhi proses farmakokinetik zat
antioksidan dalam tubuh tikus (Wilkinson et al., 1999).
Tikus dibagi menjadi 5 kelompok diantaranya 2 kelompok kontrol (kontrol
positif dan kontrol negatif) dan 3 kelompok perlakuan dengan dosis masing-masing
5mg/kgBB, 10 mg/kgBB, dan 20 mg/kgBB. Dosis ini mengacu pada penelitian
terdahulu yang dilakukan BPOM tahun 2007. Pada penelitian tersebut dipakai 12
ekor tikus yang dibagi menjadi 3 kelompok uji yaitu kontrol negatif, kontrol positif,
dan kelompok perlakuan dengan dosis isolat katekin 10 mg/kgBB. Pada penelitian ini
dipakai dosis di atas dan di bawah dosis yang diuji oleh BPOM dengan alasan untuk
melihat potensi katekin gambir di atas dan di bawah dosis uji tersebut. Hewan uji
kemudian diaklimatisasi selama 3 minggu agar dapat beradaptasi dengan lingkungan
baru dan tercapai berat badan sesuai kriteria. Setiap kelompok tikus ditempatkan pada
2 kandang yang berbeda dengan kepadatan kandang masing-masing 3 ekor dan dua
ekor. Selama aklimatisasi dilakukan pengamatan kondisi umum serta ditimbang berat
badannya. Meskipun ada tikus yang berat badannya turun namun banyak juga tikus
yang berat badannya naik. Adanya peningkatan berat badan menunjukan bahwa tikus
telah mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Adanya penurunan berat badan
pada beberapa tikus disebabkan karena adanya faktor-faktor khusus yang bersifat
relatif pada tikus tertentu, seperti kondisi kesehatan, kondisi organ tubuh, imunitas
dan beberapa faktor relatif lainnya (Maula, 2014).
Setelah aklimatisasi, masing-masing tikus pada setiap kelompok diberikan
perlakuan dengan mengukur kadar MDA blanko sebagai kontrol normal yang
nantinya akan dibandingkan dengan kadar MDA akhir setelah selesai dilakukan uji.
Pengukuran kadar MDA pada penelitian ini menggunakan metode Wills, dimana
serum yang didapat dari darah tikus ditambahkan 1 ml TCA 20% untuk
mengendapkan protein serum yang akan mengganggu pembacaan nantinya pada alat
Spektrofotometri UV-Vis. Ditambahkan pula 2 ml TBA yang berguna untuk
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengikat MDA pada serum agar pembacaan kadar MDA menjadi lebih akurat.
Langkah selanjutnya setelah pengukuran kadar MDA blanko masing-masing individu
tikus dilakukan pemberian zat antioksidan yang spesifik dengan kelompoknya
terkecuali kelompok kontrol negatif yang hanya diberi makan dan minum saja.
Sediaan bahan uji terlebih dahulu dibuat dengan mensuspensikan serbuk isolat
katekin gambir dan serbuk vitamin E dengan suspending agent Na CMC dengan
konsentrasi 0,5%. Alasan dibuat suspensi karena isolat katekin dan vitamin E sama-
sama tidak larut dalam air. Zat antioksidan diberikan selama 7 hari sesuai dengan
dosisnya, maka dari itu sebelum diberikan zat antioksidan tikus terlebih dulu
ditimbang untuk menentukan VAO nya. Alasan diberikan selama 7 hari karena pada
kebanyakan penelitian uji aktivitas antioksidan secara in vivo memakai durasi waktu
7-10 hari. Hal ini disebabkan efek dari antioksidan dari suatu senyawa minimal dapat
dilihat hasilnya pada hari ke 7 sampai hari ke 10 (Rahayu et al., 2013).
Pada hari ke 8, semua tikus kembali diukur kadar MDA nya yang dikatakan
sebagai kadar akhir setelah dibuat stress oksidatif berupa perenangan selama 1 jam.
Dari data tersebut dapat diambil kadar MDA blanko masing-masing tikus dalam
setiap kelompok dan kadar MDA akhir pula dari masing-masing tikus dalam setiap
kelompok. Data-data tersebut selanjutnya dianalisa secara komputasi dengan program
Microsoft Excel 2010 untuk mengetahui persentase perubahan kadar MDA dari kadar
blanko menjadi kadar akhir. Langkah selanjutnya yaitu analisa secara statistik dengan
program SPSS 16. Data-data tersebut diuji normalitasnya dan homogenitasnya dan
setelah itu dilakukan uji Anova dan uji BNT jenis LSD. Sebagai data tambahan, data
berat badan tikus diambil tanpa dilakukan uji normalitas dan homogenitas maupun uji
Anova.
Data berat badan menunjukan perkembangan berat badan kelompok kontrol dan
kelompok uji dimana keduanya mengalami kenaikan berat badan tiap harinya.
Pertumbuhan yang baik merupakan suatu proses pertambahan massa, sehingga hewan
mengalami pertambahan berat badan, pertambahan tinggi, pertambahan panjang, atau
pertambahan kandungan kimiawi tubuhnya. Kenaikan berat badan yang terjadi baik
pada tikus kontrol maupun pada tikus uji kemungkinan dikarenakan konsumsi pakan
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
harian yang diberikan memenuhi syarat untuk terjadinya pertumbuhan. Pertumbuhan
berjalan normal apabila makanan yang diberikan mengandung nutrisi dalam kualitas
dan kuantitas yang baik. Apabila seekor hewan kekurangan nutrisi atau mengalami
defisiensi suatu zat makanan maka laju pertumbuhan hewan tersebut akan terhambat
(Muliani, 2011). Dengan demikian, pemberian suspensi isolat katekin gambir dan
juga pemberian suspensi vitamin E tidak berpengaruh terhadap penurunan berat
badan semua kelompok.
Proses terbentuknya Malondialdehid sendiri berasal dari lemak-lemak tidak
jenuh (poly unsaturated fatty acid) yang kaya akan ikatan rangkap pada membran sel.
Pada suatu keadaan yang dinamakan stress oksidatif terjadi lonjakan kadar radikal
bebas dalam darah melebihi ambang batas antioksidan endogen. Pada keadaan inilah
radikal bebas yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan dapat
berikatan dengan lemak-lemak tidak jenuh pada membran sel sehingga ikatan
rangkap tadi menjadi jenuh dan berubah menjadi ikatan alifatik. Pada keadaan seperti
itu radikal bebas, seperti oksigen reaktif, hidrogen reaktif, peroksid reaktif akan
berikatan dengan lapisan lemak (lipid bilayer) pada membran sel membentuk MDA.
Mekanisme kerja dari katekin sendiri diduga dengan menghambat terbentuknya
MDA melalui upaya berinisiasi dengan radikal bebas agar terbentuk kompleks non
radikal. Upaya ini dapat menghambat proses terbentuknya radikal bebas sedini
mungkin agar reaksi oksidasi tidak berlanjut serta menghindari tahapan propagasi dan
terminasi seperti pada proses oksidasi radikal bebas secara normal. Senyawa MDA
juga dapat menimbulkan pembentukan senyawa baru, seperti lemak jenuh pada
pembuluh darah (atherosclerosis) yang akan mempersempit peredaran darah.
Senyawa tersebut juga dapat memutasi jaringan tubuh sehingga jaringan tubuh yang
termutasi tidak dikenali oleh sel imun (autoimun). Keadaan yang paling parah dari
produk MDA yang tidak dicegah akan menimbulkan proses mitosis yang tidak
terkendali pada jaringan tubuh, sehingga menimbulkan tumor yang bisa menyebar ke
organ lain (metastasis) yang menjadi cikal bakal tumbuh dan menyebarnya kanker
pada tubuh.
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil olah data dengan komputasi Microsoft Excel menunjukan hasil persentase
perubahan kadar MDA pada masing-masing kelompok dibandingkan dengan kontrol
normalnya sendiri. Penurunan persentase kadar MDA terlihat pada kelompok uji
dengan katekin dan kelompok kontrol positif. Kenaikan persentase kadar MDA juga
terlihat pada kelompok kontrol negatif. Penurunan kadar MDA paling besar terdapat
pada kelompok uji dosis 20 mg/kgBB. Hasil dari olah data dengan analisa statistik
juga memberikan data yang berbeda bermakna pada uji Anova untuk semua
kelompok uji terkait dengan kadar akhir masing-masing tikus pada setiap kelompok.
Pada uji BNT jenis LSD dapat diketahui bahwa semua dosis dapat dikatakan berbeda
bermakna dengan kontrol negatif dan hanya dosis 20 mg/kgBB yang berbeda
bermakna dengan kelompok kontrol positif. Itu menunjukan bahwa dosis 20
mg/kgBB memiliki potensi yang paling besar dalam menangkal radikal bebas yang
diinduksi beban aktivitas fisik maksimal dibanding dengan kontrol positif. Uji analisa
statistik juga dilanjutkan ke uji paired sample T test dengan membandingkan kadar
MDA akhir masing-masing individu pada setiap kelompok dengan kadar blankonya.
Hasil dari uji paired sample T test menunjukan perbedaan yang berbeda bermakna
pada masing-masing perlakuan dengan (p< 0.05).
Sebagai tambahan jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu yang
dipublikasikan BPOM tahun 2007, penelitian ini menunjukan hasil yang lebih baik
dengan ditemukannya peningkatan aktivitas antioksidan pada dosis yang lebih tinggi
dari dosis yang digunakan pada penelitian sebelumnya. Pada penelitian sebelumnya
hanya digunakan tiga kelompok uji, yakni kontrol positif, kontrol negatif, dan dosis
uji isolat katekin gambir 10 mg/kgBB tanpa adanya dosis bertingkat yang digunakan.
Hal yang membedakan pada penelitian ini yaitu digunakannya dosis bertingkat yang
akan memperlihatkan potensi isolat katekin gambir secara lebih luas dengan adanya
dosis bertingkat.
51 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Isolat katekin gambir (Uncaria gambier Roxb.) pada semua dosis perlakuan
(dosis 5 mg/kgBB, dosis 10 mg/kgBB dan dosis 20 mg/kgBB) memiliki
aktivitas antioksidan.
2. Lama pemberian isolat katekin gambir selama 7 hari pada semua dosis dapat
menurunkan kadar MDA serum tikus jantan secara bermakna jika
dibandingkan dengan kadar blankonya. Hanya pada dosis 20 mg/kgBB
menunjukan penurunan kadar MDA yang berbeda bermakna dibanding
dengan kontrol positif.
3. Aktivitas antioksidan meningkat seiring dengan kenaikan dosis isolat katekin
gambir yang ditunjukan dengan penurunan kadar akhir MDA serum tikus
jantan dibanding dengan kadar blankonya.
5.2 Saran
Adapun saran untuk penelitian lebih lanjut adalah :
1. Perlu dilakukan penelitian tentang aktivitas antioksidan isolat katekin gambir
dengan dosis yang lebih tinggi dari dosis tinggi yang digunakan pada
penelitian ini.
2. Perlu dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan metode yang berbeda dan
dengan kontrol yang berbeda pula agar diketahui potensi antioksidan dari
setiap metode.
3. Perlu dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan katekin spesifik agar didapat
aktivitas antioksidan yang tinggi dari suatu isolat yang murni dari pada
katekin total pada gambir.
52 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Allesio, H.M. 1993. Exercise-induced Oxidative Stress. Med Sci Sports Exerc.
25:218-224.
Amos, (2010). Kandungan Katekin Gambir Sentra Produksi di Indonesia, Jurnal
Standardisasi, 12 (3), 149 – 155.
Anggraini, Tuti. dkk. 2011. Antioxidative activity and catechin content of four kinds
of Uncaria gambir extracts from West Sumatra, Indonesia. Faculty of
Agricultural Technology, Andalas University. West Sumatera. African Journal
of Biochemistry Research Vol. 5(1), pp. 33-38.
BPOM RI. 2007. Acuan Sediaan Herbal Volume ketiga Edisi Pertama. Jakarta
:Direkrorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
BPOM RI. 2010. Acuan Sediaan Herbal Volume kelima. Jakarta : Direkrorat Obat
Asli Indonesia.
Clarkson, P.M., and Thompson, H.S. 2000. Antioxidant : What Role Do They Play in
Physical Activity and Health. Am J ClinNutr.72 : 637-646.
Dalimarta, S. 2003. Atlas Tanaman Obat Indonesia Jilid 3.Jakarta : Puspaswara,
Anggota Ikapi.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia, edisi III. Direkrorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1989. Materia Medika Indonesia Jilid V. Direkrorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1999. Cara Pengelolaan Simplisia Yang Baik. Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standard Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2000. Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional.
Direktorat Jendral POM Direktorat Pengawasan Obat Tradisional, Jakarta
Departemen Kesehatan. 2010. Farmakope Indonesia Edisi 4.
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dhalimi, A. 2006. Permasalahan Gambir (Uncaria gambier Roxb.) di Sumatera Barat
dan Alternatif Pemecahannya. Perspektif Volume5 Nomor 1. Juni : 46-59.
Djauhariya dan Hernani. 2014. Gulma Berkhasiat Obat. Jakarta: Penebar Swadaya.
Ermiati. 2004. Budidaya, Pengolahan Hasil dan Kelayakan Usaha Tani Gambir
(Uncaria gambir Roxb.) di Kabupaten 50 Kota. Buletin TRO.
Fessenden, R. J., Fessenden, J. S., 1986, Kimia Organik, Jilid I, Edisi III, 223-226,
238-240, diterjemahkan oleh A.H. Pudjaatmaka, Airlangga, Jakarta.
Fransworth, N.R, et al. 1969. Biological and Phytochemical Screening of Plants,
Journal Pharmaceutical Science. 55 (3): 255-276.
Gunawan, Didik & Mulyani, Sri. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid
1.Penebar Swadaya, Jakarta.
Gutteridge, J.M.C. 2000.Lipid Peroxidation and Antioxidant as Biomarkers of Tissue
Damage. Clin Chem. 41(12): 1819-1828.
Halliwell, B., Aeschbach, R., and Aurona, O.I., 1995, The Caracterization of
Antioxidant, Food ChemToxic, Vol.33, No.7: 601-617.
Halliwell, B and Gutteridge, J.M.C, 2000, Free Radical in Biology and Medicine,
Oxford Univercity Press, New York.
Harvey A.L., (2009), Drug Discovery to Day, Elsevier, 13 (19), 894-901.
Haryanto, S. 2009. Ensiklopedia Tanaman Obat Indonesia.Yogya: Palmall
Hayani, E. 2003. Analisis Kadar Catechin dari Gambir Dengan Berbagai Metode.
Buletin Teknik Pertanian Vol. 8, No. 1.
Hilpiani, Devy. 2012. Uji Toksisitas Akut Isolat (+)- Katekin Gambir Dari Fase etil
Asetat Terhadap Mencit Putih Jantan Secara In Vivo. Jakarta: Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi.
Indrayana, Rony. 2008. Efek Antioksidan Ekstrak Etanol 70% Daun Salam
(Syzygium polyanthum Wight) pada Serum Darah Tikus Putih Jantan Galur
Wistar yang Diinduksi Karbontetraklorida (CCl4). Surakarta: Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Skripsi.
Janero, D.R. 1990. Malondialdehyde and Thiobarbituric Acid Reactivityas Diagnostic
Indices of Lipid Peroxidation Tissue Injury. Free Rad BiolMed. 9 : 515-540.
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kresnawaty, I dan A. Zainuddin. 2009. Aktivitas Antioksidan dan Bakteri dari
Derivat Metil Ekstrak Etanol Daun Gambir (Uncaria gambier). Jurnal
Litri15(4) Hal.145-151.
Krinke, G.J. 2000.The Laboratory Rat. San Diego, CA: Academic Press. Hal : 150-
152.
Lucida, H.,A. Bakhtiar dan Wina A.P. 2007. Formulasi Sediaan Antiseptik Mulut dari
Katekin Gambir. Jurnal Sains Teknologi Farmasi 12(1).
Mardisiswojo, S dan H. Rajakman gunsudarso.1968. Cabe Puyang Warisan Nenek
Moyang Cetakanke 2. Jakarta : Depkes RI.
Metin, G., Atukeren, P., Gumustas, M.K., Belce, A., and Kayserilioglu, A. 2002.The
Effect of Vitamin E Treatment on Oxidative Stress Generated in Trained
Rats.Tohoku J. Exp. Med. 198(1):47-53.
Middleton, E., Kandaswani, C., Theonaris, L., 2000, The Effect of Plant Flavonoids
on Mammalian Cells: Implication For Inflamation, Heart Disease & Cancer,
711-722, Pharmacological Reurelus, Vol.52, No.4.
Murray, R.K., Granner, D., Mayes, P.A., and Rodwell, V.W. 1996. Harper’s
Biochemistry, 25th
Edition.pp. 124, 156-157, 618-620, 730, 731, 750, 798,
816.Appleton & Lange.
Nakagawa, K. et al. 2005. Antioxidative Activity of 3-O-Octanol –(+)-Catechin, a
Newly Synthesized Catechin, in Vitro. Department of Food and Nutrition,Kyoto
Women’s University. Japan. Journal of Health Science, 51(4), 492-496.
Nugroho, B. W., Dadang, danPrijono, D. 1999. Pengembangan dan Pemanfaatan
Insektisida Alami. Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu, IPB. Bogor.
Pokorni, J., Yanishlieva, N., and Gordon, M., 2001, Antioxidant in food, Practical
Applications, CRC Press, New York.
Pranoto, E.N.,Ma’ruf, W F., dan Pringgenis, D. 2012. Kajian Aktivitas Bioaktif
Ekstrak Teripang Pasir terhadap Jamur Candida albicans. Jurnal Pengolahan dan
Bioteknologi Hasil Perikanan. 1(1): 1-8.
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rahmawati, Noveri. et al. 2013. Kandungan Fenolik dan Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Daun Gambir Kering (Uncaria gambir (Hunter) Roxb.). Sekolah Tinggi
Ilmu Farmasi Riau. ISSN 2085-0050.
Rauf, Rusdin.,et al. 2010. Aktivitas Penangkapan Radikal DPPH Ekstrak Gambir
(Uncaria gambir Roxb.). Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Jawa Tengah. Agritech, Vol 30, No. 1.
Rohdiana, D. (2001). Aktivitas Daya Tangkap Radikal Polifenol Dalam Daun Teh.
Majalah Jurnal Indonesia, 12 (1), 53-58.
Sandra, Afriani., et al. 2010. Pengaruh Penambahan Katekin Gambir sebagai
Antioksidan Terhadap Kualitas dan Nilai Organoleptik Rendang Telur. Fakultas
Peternakan dan Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Andalas. Sumatera
Barat.
Sunarni, T. (2005).Aktivitas Antioksi dan Penangkap Radikal Bebas Beberapa
Kecambah dari Biji Tanaman Familia Papilionaceae. Jurnal Farmasi Indonesia
(2), 53-61.
Tiwari, et al.,(2011). Phytochemical screening and extraction: A Review
Internationale Pharmaceutica ScienciaVol 1 Issue 1.
Utami, P., Novi. W., Nina. W., Dewi. D., Agung. S., Tinton D. P., Hadi. I., Lukito.
A.M., Ug’t dan Iwan’S. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat 431 Jenis Tanaman
Penggempur Aneka Penyakit. Jakarta : PT. Agromedia Pustaka.
UU tentang kesehatan No 36 tahun 2009 dan Kepmenkes No 387 tahun 2007.
Viitala, P.E., Newhouse, I.J.,LaVoie, N., and Gottardo, C. 2004. The Effect of
Antioxidant Vitamin Supplementation on Exercise Induce Lipid Peroxidation in
Trained and Untrained Participants. Lipid in Health and Disease. 3:14.
Wang. S., Chang, H., Lin, K., Lo, C., Yang, N., Shyur, L., 2003 Antioxidant
Properties and Phytochemicals Characteristics of Extracts from LactucaIndica,
J. Agric. Food Chem., 51, p. 1506-1512.
WHO. 1998. Quality Control of Methods for Medicinal Plant Material. Geneva,
Switzerland.
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
World Health Organization.2000. General Guidelines for Methodologies on Research
and Evaluation of Traditional Medicine.Geneva : WHO.
Yanis Musdja, Muhammad. 2010. Efek Imunomodulator ,Aktivitas Antibakteri dan
Analisis Komponen Menyirih. Depok. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Disertasi.
Zaveri. T. Nurulain. 2005. Green tea and its polyphenoliccatechins: Medicinal uses
in cancer and noncancer applications. Drug Discovery Program,Biosciences
Division, SRI International, 333 Ravenswood Ave. Menlo Park,CA 94025.
USA. Life Sciences 78 (2006) 2073–2080.
Zimmerman, H. J., 1978, Hepatotoxicity, 56, 198-208, Aplleton Century Croffts,
New York.
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1
Bagan kerja isolasi katekin
Ekstrak air gambir
kering (Uncaria
gambier Roxb.)
Determinasi di
LIPI Kebun
Raya, Bogor
Pembuatan serbuk
gambir (blender)
Skrining fitokimia
Re-ekstraksi gambir
dengan cara infusa
pada suhu 900-96
0 C
Hasil infusa
disaring panas-
panas dengan kapas,
lalu diambil
filtratnya
Filtrat dipartisi
dengan etil
asetat dengan
perbandingan
Filtrat air:etil
asetat (1:1/2)
Fase Etil asetat
(atas) ditampung
dan filtrat air
dipartisi
berulang
sebanyak 4 kali
sampai fase etil
asetat jernih
Seluruh fase
etil asetat
dipekatkan
dengan
rotary
evaporator
pada suhu
500C
Isolat katekin
pekat dicuci
dengan air
dingin diatas
kertas saring,
kemudian
dikeringkan
di oven suhu
700C, 2 jam
Diletakan di
kulkas
selama 2 hari
2 malam
pada suhu
40C
Didapatkan
sebuk katekin
Pemeriksaan
katekin
gambir,
meliputi
reaksi warna,
kadar air,
kadar abu,
penetapan
kadar, dan
rendemen
Pembuatan
suspensi
katekin
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Bagan Kerja Uji Aktivitas Antioksidan
Tikus putih jantan galur
Sprague Dawley umur 6
minggu, berat 80 gram,
25 ekor
Aklimatisasi 3
minggu
Hewan uji dikelompokan
secara acak berdasarkan
perlakuan (@5 ekor) :
1. Kontrol negative
2. Kontrol positif vitamin E 20
mg/kgBB
3. Dosis tinggi (20 mg/kgBB)
4. Dosis sedang (10 mg/kgBB)
5. Dosis rendah (5 mg/kgBB)
Pengambilan
darah dari
sinus orbitalis
mata untuk
pengukuran
MDA blanko
KP
Pengambilan
darah dari
sinus orbitalis
mata untuk
pengukuran
MDA blanko
KN
Pengambilan
darah dari
sinus orbitalis
mata untuk
pengukuran
MDA blanko
dosis tinggi
Pengambilan
darah dari
sinus orbitalis
mata untuk
pengukuran
MDA blanko
dosis rendah
Pengambilan
darah dari
sinus orbitalis
mata untuk
pengukuran
MDA blanko
dosis sedang
MDA blanko diukur
serapannya dengan
spektrofotometer UV-Vis
pada λ 532 nm
Kelompok KP, dosis
tinggi, sedang, dan
rendah disonde dengan
suspensi antioksidan
yang sesuai selama 7
hari (1x1), makan dan
minum; kelompok KN
hanya diberi makan dan
minum
Pada hari ke-8 semua
kelompok dibuat stress
oksidatif dengan
perenangan selama 1
jam
Seluruh tikus
pada setiap
kelompok
diambil
kembali
darahnya
untuk diukur
kadar akhir
MDA setiap
MDA akhir diukur
serapannya dengan
spektrofotometer UV-Vis
pada λ 532 nm
Analisis data
dengan SPSS
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Bagan Kerja Pengukuran Kadar MDA Standar
Volume
pengambilan
Volume
pengambilan Kadar
MDA (μl) H2O (μl) (μg/ml)
0 2000 0
5 1995 0.0036
10 1990 0.0072
20 1980 0.0144
40 1960 0.0288
80 1920 0.0576
160 1840 0.1152
320 1680 0.2304
640 1360 0.4608
3,593 mg 1,1,3,3
tetrametoksipropan
di hidrolisis dengan
1 L aquadest
Pembuatan seri
konsentrasi dengan
perbandingan antara
MDA:aquadest
Terbentuk MDA
standar dengan
konsentrasi
3,593 ppm
Dibaca
serapannya
berdasarkan 9 titik
konsentrasi pada λ
532 nm
Dibuat persamaan
kurva kalibrasinya
(Y)-(X) ,yaitu
absorban – kadar dan
dilihat pula
linieritasnya (R2)
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Bagan kerja pengukuran kadar MDA sampel
Kelompok
uji dosis
sedang
Diambil darah
sebanyak 2 mL
dari sinus orbitalis
mata Darah disentrifuge
pada kecepatan
3000 rpm, 10
menit
Kelompok
uji dosis
rendah
Kelompok
uji dosis
tinggi
Kelompok
uji kontrol
positif
Kelompok
uji kontrol
negatif
Diambil bagian
supernatant
(serum) sebanyak
200 μL
Ditambahkan
1mL TCA 20%
& 2mL TBA
0,67%
Di vortex dan
dipanaskan di
WB suhu 500C
Di
sentrifuge
pada 3000
rpm, 10
menit
Supernatan dibaca
absorbannya dengan
Spektro UV-Vis pada
λ 532 nm
Masing-masing
serapan
dimasukan ke
persamaan
kurva kalibrasi
Kadar MDA
blanko
Kelompok
uji dosis
rendah
Kelompok
uji dosis
sedang
Kelompok
uji dosis
tinggi
Kelompok
uji kontrol
positif
Kelompok
uji kontrol
negatif
Sonde dengan
suspensi
katekin sesuai
dosis selama 7
hari
Sonde dengan
suspensi
vitamin E
sesuai dosis
selama 7 hari
Pada hari ke-8
tikus
direnangkan
selama 1 jam
Seluruh kelompok
diukur kembali kadar
MDA nya dengan
mengikuti langkah-
langkah diatas
Didapat kadar
MDA akhir dari
setiap kelompok
Analisa data statistik
masing-masing
kelompok dan dihitung
persentase perubahan
kadar MDA masing-
masing
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Perhitungan Dosis Isolat Katekin Gambir
Untuk perhitungan dosis uji isolat katekin gambir digunakan rumus sebagai
berikut :
(
)
1. Dosis Vitamin E (20 mg/kgBB)
(
)
Konsentrasi = 3 mg/ml
Sediaan dibuat sebanyak 50 mL. sehingga isolat katekin yang dibutuhkan
sebanyak :
Isolat (mg) = volume (mL) x konsentrasi (mg/mL)
= 50 mL x 3 mg/mL
= 150 mg
2. Dosis rendah (2,5 mg/kgBB)
(
)
( )
Konsentrasi = 0,8 mg/ml
Sediaan dibuat sebanyak 50 mL. sehingga isolat yang dibutuhkan sebanyak :
Isolat (mg) = volume (mL) x konsentrasi (mg/mL)
= 50 mL x 0,8 mg/mL
= 40 mg
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Dosis sedang (10 mg/kgBB)
(
)
( )
Konsentrasi = 1,6 mg/ml
Sediaan dibuat sebanyak 50 mL. sehingga isolat yang dibutuhkan sebanyak :
Isolat (mg) = volume (mL) x konsentrasi (mg/mL)
= 50 mL x 1,6 mg/mL
= 80 mg
4. Dosis tinggi (20 mg/kgBB)
(
)
( )
Konsentrasi = 3 mg/ml
Sediaan dibuat sebanyak 50 mL. sehingga isolat yang dibutuhkan sebanyak :
Isolat (mg) = volume (mL) x konsentrasi (mg/mL)
= 50 mL x 3 mg/mL
= 150 mg
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Hasil Determinasi Tanaman
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Foto-foto penelitian
a. Gambir dan katekin
Gambar 1. Foto gambir Gambar 2. Serbuk gambir Gambar 3. Serbuk katekin
b. Identifikasi gambir
Gambar 4. Uji flavonoid Gambar 5. Uji urea Gambar 6. Identifikasi gambir
c. Isolasi Katekin
Gambar 7. Proses infus Gambar 8. Fase air gambir Gambar 9. Fase etil asetat
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. (Lanjutan)
Gambar 10. Evaporasi Gambar 11. Penyaringan Gambar 12. Pengeringan
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Pemeriksaan katekin gambir
a. Kadar katekin gambir
Absorban katekin standar (Rahmawati et al.,2012)
No Absorban
1 0,987
2 0,988
3 0,989
Gambar 13. Absorban katekin sampel
Perhitungan kadar katekin sampel, yaitu :
% katekin
A yaitu Absorban larutan sampel pada panjang gelombang 279 nm
B yaitu Absorban larutan standar pada panjang gelombang 279 nm
Ws yaitu massa katekin standar dalam mg
W yaitu massa katekin sampel dalam mg
% katekin
85,25%
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. (Lanjutan)
b. Penetapan kadar abu
Gambar 14. Bobot W0 Gambar 15. Bobot W0 Gambar 16. Bobot W1
Berat cawan kosong = 39,9752 gram
Berat cawan + katekin (W0) = 41,0372 gram
Setelah dimasukan ke dalam tanur, berat cawan + ekstrak menjadi (W1)
39,9863 gram
Rumus = W0 – W1 x 100 %
W0
= 41,0372 – 39,9863 x 100 %
41,0372
= 2,56 %
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Penetapan kadar air
Gambar 17. Bobot W0 Gambar 18. Bobot W0 Gambar 19. Bobot W1
Lampiran 8. (Lanjutan)
Berat cawan + katekin (W0) = 21,2361 gram
Setelah dimasukan ke dalam oven, berat cawan + ekstrak menjadi (W1)
21,0938 gram
Rumus = W0 – W1 x 100 %
W0
= 21,2361 – 21,0938 x 100 %
21,2361
= 0,67 %
d. Rendemen katekin
Untuk melakukan penetapan rendemen katekin yang diperoleh digunakan rumus :
% rendemen =
x % kemurnian
=
x 85,25 %
= 47,28 %
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Perlakuan pada hewan uji
Rata-rata berat badan tikus tiap kelompok
Tabel rata-rata berat badan tikus tiap kelompok
No Tanggal Rata-rata berat badan tikus tiap kelompok (gram)
KU 5
mg/kgBB
KU 10
mg/kgBB
KU 20
mg/kgBB
KU
KP
KU
KN
1 17-Apr 77.8 77.6 69.8 68.6 65.4
2 25-Apr 117 117.8 106.8 100 94
3 29-Apr 131.2 133.8 117.6 113.2 103.6
4 3-May 161.6 161.6 146.2 123.8 118.4
5 7-May 177 175.6 152.6 147.8 135.2
6 11-May 201.4 190.4 149.2 162 147.6
7 15-May 196.4 200.6 174 173.8 150
Gambar grafik rata-rata berat badan tikus
0
50
100
150
200
250
10-Apr 20-Apr 30-Apr 10-May 20-May
Rata-rata Berat Badan tikus
5 mg
10 mg
20 mg
KP
KN
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. (Lanjutan)
Pembuatan kurva kalibrasi MDA
Tabel kurva kalibrasi (Indrayana,2008)
Volume
pengambilan
Volume
pengambilan Kadar
MDA (μl) H2O (μl) (μg/ml)
0 2000 0
5 1995 0.0036
10 1990 0.0072
20 1980 0.0144
40 1960 0.0288
80 1920 0.0576
160 1840 0.1152
320 1680 0.2304
640 1360 0.4608
Penetapan kadar MDA blanko rata-rata semua kelompok uji
No Kelompok Uji Kadar + SD Persentase
Kadar
1 Uji 5 mg/kgBB 0.592 + 0.226 100%
2 Uji 10 mg/kgBB 0.745 + 0.248 100%
3 Uji 20 mg/kgBB 0.497 + 0.144 100%
4 Uji KP 0.609 + 0.001 100%
5 Uji KN 0.533 + 0.104 100%
y = 1.2787x - 0.0023 R² = 0.9992
-0.1
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0 0.2 0.4 0.6
Kurva kalibrasi
A
Linear (A)
0.592
0.745
0.497
0.609 0.533
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
1
5 mg
10 mg
20 mg
KP
KN
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. (Lanjutan)
Penetapan kadar MDA akhir rata-rata semua kelompok uji
No Kelompok Uji Kadar + SD Persentase Kadar
1 Uji 5 mg/kgBB 0.474 + 0.182 ↓ 20.19%
2 Uji 10 mg/kgBB 0.523 + 0.198 ↓ 31.28%
3 Uji 20 mg/kgBB 0.221 + 0.101 ↓ 57.63%
4 Uji KP 0.453 + 0.055 ↓ 25.55%
5 Uji KN 0.937 + 0.126 ↑ 77.79%
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1
5 mg/kgBB
10 mg/kgBB
20 mg/kgBB
KP
KN
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. (Lanjutan)
Distribusi kadar MDA sampel setiap individu per kelompok
No KU 5
mg/kgBB Absorban
Blanko Kadar Blanko
Mean + SD
Persentase Kadar MDA
Blanko Absorban
Akhir Kadar Akhir
Mean + SD
Perubahan Kadar MDA
1 Tikus I 0.61 0.476
0.472 + 0.003
100%
0.569 0.444 0.436 + 0.007
Menurun 7.627% 0.605 0.472 0.559 0.436
0.602 0.469 0.55 0.429
2 Tikus II 1.116 0.869
0.863 + 0.005
100%
0.857 0.668 0.663 + 0.005
Menurun 23.175% 1.107 0.862 0.852 0.664
1.102 0.858 0.845 0.658
3 Tikus III 0.711 0.554
0.546 + 0.007
100%
0.534 0.417 0.41 + 0.007
Menurun 24.908% 0.699 0.545 0.524 0.409
0.692 0.539 0.517 0.403
4 Tikus IV 1.013 0.789
0.773 + 0.015
100%
0.826 0.643 0.64 + 0.003
Menurun 17.206% 0.991 0.772 0.822 0.64
0.974 0.758 0.818 0.637
5 Tikus V 0.399 0.312
0.307 + 0.005
100%
0.282 0.221 0.221 + 0.003
Menurun 28.013% 0.393 0.307 0.286 0.224
0.387 0.302 0.279 0.218
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. (Lanjutan)
No KU 10
mg/kgBB Absorban
Blanko Kadar Blanko
Mean + SD
Persentase Kadar MDA
Blanko Absorban
Akhir Kadar Akhir
Mean + SD
Perubahan Kadar MDA
1 Tikus I 1.095 0.853 0.849 + 0.004
100%
0.849 0.661 0.658 +
0.003
Menurun 22.497%
1.089 0.848 0.844 0.657
1.085 0.845 0.841 0.655
2 Tikus II 1.107 0.862 0.846 + 0.015
100%
0.815 0.635 0.631 +
0.004
Menurun 25.414%
1.088 0.847 0.809 0.63
1.067 0.831 0.806 0.628
3 Tikus III 1.356 1.055 1.031 + 0.025
100%
0.871 0.678 0.674 +
0.004
Menurun 34.626%
1.33 1.035 0.866 0.675
1.29 1.004 0.86 0.67
4 Tikus IV 0.505 0.394 0.393 + 0.0005
100%
0.287 0.225 0.209 +
0.015
Menurun 46.819%
0.504 0.393 0.265 0.208
0.503 0.393 0.247 0.194
5 Tikus V 0.791 0.616 0.607 + 0.008
100%
0.57 0.445 0.443 +
0.002
Menurun 27.018%
0.777 0.605 0.568 0.443
0.77 0.6 0.565 0.441
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. (Lanjutan)
No KU 20
mg/kgBB Absorban
Blanko Kadar Blanko
Mean + SD
Persentase Kadar MDA
Blanko Absorban
Akhir Kadar Akhir
Mean + SD
Perubahan Kadar MDA
1 Tikus I 0.816 0.636 0.623 + 0.012
100%
0.431 0.337 0.336 + 0.001
Menurun 46.067%
0.797 0.621 0.43 0.336
0.784 0.611 0.428 0.334
2 Tikus II 0.732 0.57 0.563 + 0.006
100%
0.362 0.283 0.28 + 0.003
Menurun 50.266%
0.72 0.561 0.359 0.281
0.716 0.558 0.354 0.277
3 Tikus III 0.466 0.364 0.362 + 0.002
100%
0.176 0.138 0.138 + 0.0006
Menurun 61.878%
0.463 0.361 0.175 0.138
0.462 0.361 0.174 0.137
4 Tikus IV 0.795 0.619 0.614 + 0.005
100%
0.322 0.252 0.251 + 0.001
Menurun 59.12%
0.787 0.613 0.321 0.251
0.781 0.609 0.32 0.25
5 Tikus V 0.417 0.326 0.322 + 0.004
100%
0.12 0.095 0.094 + 0.0005
Menurun 70.807%
0.412 0.322 0.119 0.094
0.406 0.317 0.119 0.094
74
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. (Lanjutan)
No KU KP Absorban
Blanko Kadar Blanko
Mean + SD
Persentase Kadar MDA
Blanko
Absorban Akhir
Kadar Akhir
Mean + SD
Perubahan Kadar MDA
1 Tikus I 0.894 0.696 0.692 + 0.003
100%
0.653 0.509 0.502 + 0.006
Menurun 27.457%
0.889 0.692 0.643 0.501
0.885 0.689 0.637 0.497
2 Tikus II 0.79 0.616 0.613 + 0.002
100%
0.58 0.452 0.448 + 0.004
Menurun 26.917%
0.787 0.613 0.574 0.448
0.784 0.611 0.568 0.443
3 Tikus III 0.794 0.619 0.618 + 0.001
100%
0.62 0.483 0.481 + 0.002
Menurun 22.168%
0.793 0.618 0.617 0.481
0.792 0.617 0.614 0.479
4 Tikus IV 0.744 0.58 0.578 + 0.001
100%
0.611 0.476 0.475 + 0.002
Menurun 17.82%
0.742 0.578 0.61 0.476
0.741 0.577 0.607 0.473
5 Tikus V 0.697 0.543 0.542 + 0.001
100%
0.465 0.363 0.361 + 0.002
Menurun 33.395%
0.695 0.542 0.462 0.361
0.694 0.541 0.459 0.358
75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. (Lanjutan)
No KU KN Absorban
Blanko Kadar Blanko
Mean + SD
Persentase Kadar MDA
Blanko
Absorban Akhir
Kadar Akhir
Mean + SD
Perubahan Kadar MDA
1 Tikus I 0.803 0.626
0.623 + 0.003 100%
1.31 1.02
1.017 + 0.003
Kenaikan 63.242%
0.799 0.623 1.306 1.016
0.796 0.62 1.303 1.014
2 Tikus II 0.748 0.583
0.581 + 0.001 100%
1.295 1.008
1.007 + 0.001
Kenaikan 73.321%
0.745 0.581 1.293 1.006
0.743 0.58 1.292 1.006
3 Tikus III 0.517 0.403
0.403 + 0.0005 100%
1.049 0.817
0.816 + 0.001
Kenaikan 102.481%
0.516 0.403 1.048 0.816
0.515 0.402 1.046 0.814
4 Tikus IV 0.818 0.637
0.618 + 0.017 100%
1.366 1.063
1.061 + 0.002
Kenaikan 71.683%
0.787 0.613 1.363 1.061
0.777 0.605 1.36 1.058
5 Tikus V 0.567 0.442
0.441 + 0.001 100%
1.007 0.784
0.786 + 0.002
Kenaikan 78.231%
0.565 0.441 1.01 0.786
0.563 0.439 1.013 0.789
76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Analisa data statistik
1) Uji normalitas dan Homogenitas terhadap kadar MDA
a) Uji normalitas Kolmogrov-Smirnov
Tujuan : untuk melihat distibusi data kadar MDA
Hipotesis : Ho = data kadar MDA terdistribusi normal
Ha = data kadar MDA tidak terdistribusi normal
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
perlakuan kadar_awal kadar_akhir
N 25 25 25
Normal Parametersa Mean 3.00000 .59524 .52160
Std. Deviation 1.443376 .179058 .271099
Most Extreme Differences Absolute .156 .198 .129
Positive .156 .198 .129
Negative -.156 -.103 -.083
Kolmogorov-Smirnov Z .779 .992 .644
Asymp. Sig. (2-tailed) .579 .279 .801
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : Uji normalitas kadar MDA seluruh kelompok terdistribusi normal
(P>0,05)
b) Uji homogenitas Levene
Untuk melihat data kadar MDA homogen atau tidak
Hipotesis : Ho = data kadar MDA homogen
Ha = data kadar MDA tidak homogen
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
kadar_awal 3.896 4 20 .017
kadar_akhir 2.778 4 20 .055
Keputusan : Uji homogenitas kadar MDA kelompok kadar akhir homogen (P>0,05)
77
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. (Lanjutan)
2) Uji analisis varian (ANOVA) satu arah terhadap kadar MDA kelompok
hewan uji.
Tujuan : Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan data kadar MDA
Hipotesis : Ho = data kadar MDA tidak berbeda secara bermakna
Ha = data kadar MDA berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan
- Jika nilai signifikansi >0,05 maka Ho diterima
- Jika nilai signifikansi <0,05 maka Ho ditolak
ANOVA
Kadar
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.354 4 .339 16.623 .000
Within Groups .407 20 .020
Total 1.762 24
Keputusan : Data kadar MDA berbeda secara bermakna
3) Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap kadar MDA
Tujuan : Untuk menentukan data kadar MDA kelompok mana yang
memberikan nilai yang berbeda secara makna dengan data kadar MDA
kelompok lainnya
Hipotesis : Ho = bobot testis tidak berbeda secara bermakna
Ha = data bobot testis berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak
78
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Multiple Comparisons
kadar
LSD
(I) perlakuan (J) perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
KN KP .48400* .09027 .000 .2957 .6723
dosis 5 mg .46340* .09027 .000 .2751 .6517
dosis 10 mg .41440* .09027 .000 .2261 .6027
dosis 20 mg .71760* .09027 .000 .5293 .9059
KP KN -.48400* .09027 .000 -.6723 -.2957
dosis 5 mg -.02060 .09027 .822 -.2089 .1677
dosis 10 mg -.06960 .09027 .450 -.2579 .1187
dosis 20 mg .23360* .09027 .018 .0453 .4219
dosis 5 mg KN -.46340* .09027 .000 -.6517 -.2751
KP .02060 .09027 .822 -.1677 .2089
dosis 10 mg -.04900 .09027 .593 -.2373 .1393
dosis 20 mg .25420* .09027 .011 .0659 .4425
dosis 10 mg KN -.41440* .09027 .000 -.6027 -.2261
KP .06960 .09027 .450 -.1187 .2579
dosis 5 mg .04900 .09027 .593 -.1393 .2373
dosis 20 mg .30320* .09027 .003 .1149 .4915
dosis 20 mg KN -.71760* .09027 .000 -.9059 -.5293
KP -.23360* .09027 .018 -.4219 -.0453
dosis 5 mg -.25420* .09027 .011 -.4425 -.0659
dosis 10 mg -.30320* .09027 .003 -.4915 -.1149
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keputusan :
- Data kadar MDA semua kelompok berbeda bermakna terhadap kelompok
kontrol negatif (p ≤ 0,05)
79
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Kelompok dosis rendah dan dosis sedang menunjukan tidak adanya
perbedaan bermakna terhadap kontrol positif (p ≥ 0,05)
- Kelompok dosis tinggi menunjukan adanya perbedaan bermakna terhadap
kelompok kontrol positif (p ≤ 0,05).
Lampiran 11. Hasil analisis statistik kadar MDA
Paired Samples T Test
Hipotesis : Ho = data penurunan kadar MDA tidak berbeda bermakna
Ha = data penurunan kadar MDA berbeda bermakna
Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak
Kelompok kontrol negatif hari ke-0 dan hari ke-8
Keputusan: Data penurunan kadar MDA untuk kelompok kontrol negatif berbeda
secara bermakna
Hipotesis : Ho = data penurunan kadar MDA tidak berbeda bermakna
Ha = data penurunan kadar MDA berbeda bermakna
Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak
Kelompok kontrol positif hari ke-0 dan hari ke-8
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 kadar_awal_KN -
kadar_akhir_KN -.40400 .03713 .01661 -.45011 -.35789 -24.329 4 .000
80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 kadar_awal_KP -
kadar_akhir_KP .15547 .03544 .01585 .11146 .19947 9.808 4 .001
Keputusan: Data penurunan kadar MDA untuk kelompok kontrol positif berbeda
secara bermakna
Hipotesis : Ho = data penurunan kadar MDA tidak berbeda bermakna
Ha = data penurunan kadar MDA berbeda bermakna
Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak
Kelompok uji dosis 5mg/KgBB hari ke-0 dan hari ke-8
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 kadar_awal_5 -
kadar_akhir_5 .11820 .06119 .02737 .04222 .19418 4.319 4 .012
Keputusan: Data penurunan kadar MDA untuk kelompok uji dosis 5mg/KgBB
berbeda secara bermakna
Hipotesis : Ho = data penurunan kadar MDA tidak berbeda bermakna
Ha = data penurunan kadar MDA berbeda bermakna
Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak
Kelompok uji dosis 10mg/KgBB hari ke-0 dan hari ke-8
81
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 kadar_awal_10 -
kadar_akhir_10 .22240 .07747 .03465 .12620 .31860 6.419 4 .003
Keputusan: Data penurunan kadar MDA untuk kelompok uji dosis 10mg/KgBB
berbeda secara bermakna
Hipotesis : Ho = data penurunan kadar MDA tidak berbeda bermakna
Ha = data penurunan kadar MDA berbeda bermakna
Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak
Kelompok uji dosis 20 mg/KgBB hari ke-0 dan hari ke-8
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 kadar_awal_20 -
kadar_akhir_20 .27680 .05637 .02521 .20680 .34680 10.980 4 .000
Keputusan: Data penurunan kadar MDA untuk kelompok uji dosis 20mg/KgBB
berbeda secara bermakna
top related