skripsi a. syamsul bakhri n11107054
Post on 04-Aug-2015
1.262 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGARUH EMULGATOR NOVEMER® DANVISCOLAM® TERHADAP KESTABILAN FISIK KRIM
DARI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL AKARMURBEI (Morus alba L.) DAN BUAH MAHKOTA
DEWA (Phaleria macrocarpa Boerl.)
ANDI SYAMSUL BAKHRIN111 07 054
PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2011
PENGARUH EMULGATOR NOVEMER® DAN VISCOLAM® TERHADAPKESTABILAN FISIK KRIM DARI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL
AKAR MURBEI (Morus alba L.) DAN BUAH MAHKOTA DEWA(Phaleria macrocarpa Boerl.)
SKRIPSI
untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhisyarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
ANDI SYAMSUL BAKHRIN111 07 054
PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2011
iii
PENGARUH EMULGATOR NOVEMER® DAN VISCOLAM® TERHADAPKESTABILAN FISIK KRIM DARI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL AKAR
MURBEI (Morus alba L.) DAN BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleriamacrocarpa Boerl.)
ANDI SYAMSUL BAKHRI
N111 07 054
Disetujui oleh :
Pembimbing Utama, Pembimbing Pertama,
Dra. Hj. Aisyah Fatmawaty, M.Si., Apt. Dra. Rosany Tayeb, M.Si, Apt..NIP. 19541117 198301 2 001 NIP. 19561011 198603 2 002
Pada tanggal 2011
iv
PENGESAHAN
PENGARUH EMULGATOR NOVEMER® DAN VISCOLAM® TERHADAPKESTABILAN FISIK KRIM DARI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL AKAR
MURBEI (Morus alba L.) DAN BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleriamacrocarpa Boerl.)
Oleh :ANDI SYAMSUL BAKHRI
N111 07 054
Dipertahankan Dihadapan Panitia Penguji SkripsiFakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Pada tanggal : 2011
Panitia Penguji Skripsi :
1. Dra. Hj. Nursiah Hasyim, CES., Apt. : ..........................
(Ketua)
2. Drs. Ermina Pakki, M.Si., Apt. : ..........................
(Sekretaris)
3. Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si., Apt. : ..........................
(Anggota)
4. Dra. Hj. Aisyah Fatmawaty, M.Si., Apt. : ..........................
(Ex Officio)
5. Dra. Rosany Tayeb, M.Si, Apt. : ..........................
(Ex Officio)
Mengetahui :Dekan Fakultas FarmasiUniversitas Hasanuddin
Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA, Apt.NIP. 19560114 198601 2 001
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini adalah karya sayasendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperolehgelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuansaya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atauditerbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalamnaskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak benar,maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.
Makassar, Mei 2011
Penyusun
ANDI SYAMSUL BAKHRI
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah swt karena atas
berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir ini sebagai persyaratan untuk menyelesaikan studi di Fakultas
Farmasi, Universitas Hasanuddin.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak
rintangan dan hambatan yang dihadapi, namun dengan doa dan bantuan
dari berbagai pihak, skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu,
perkenankanlah penulis mengungkapkan rasa terima kasih dan
penghargaan yang tulus kepada Ibu Dra. Hj. Aisyah Fatmawaty, M.Si, Apt.
selaku pembimbing utama, dan Ibu Dra. Rosany Tayeb, M.Si, Apt. selaku
pembimbing pertama yang dengan ikhlas telah meluangkan waktu dan
pikirannya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan kepada penulis
dalam penyelesaian skripsi ini.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya juga
penulis sampaikan kepada ; Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA, Apt. selaku
Dekan Fakultas Farmasi, lbu Dra. Ermina Pakki, M.Si., Apt. selaku
penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan dan masukan
yang bermakna selama hampir empat tahun ini. Penulis juga
menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh staf Fakultas
Farmasi yang telah banyak memberikan dukungan, petunjuk dan
bimbingannya kepada penulis terkhusus untuk Kak Sumiati.
vii
Rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan
kepada ayahanda terhormat H. Habib A.P. dan ibunda tersayang Hj. St.
Bone yang telah banyak memberikan pengorbanan baik moril maupun
materil yang tidak akan mampu penulis balas sampai akhir hayat, di dalam
doa yang senantiasa dipanjatkan sebagai pemacu penulis dalam
menghadapi tantangan maupun rintangan selama ananda menjalani dunia
perkuliahan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Kakanda
dan Adinda Syam Sofyan dan A. Sri Handayani yang selalu memberikan
curahan kasih sayang yang sebesar-besarnya dan tak henti-henti
memberikan semangat. Tak lupa mereka yang menjadi teman
seperjuangan dalam penelitian ini Sjalri Achmad Ariendi dan Isma Aziza
serta yang terkhusus Andi Irna Sari yang selalu hadir menemani dan tak
henti memberikan semangat.
Kepada teman-teman mixtura 07, khususnya Sherwin Armanda,
Ardian, Alfian Partang, Erzam Fauzan, Rangga Meidianto, Rizky Amalia
Salam, Dewita Fatiah, Achmad Himawan, Wiwi Hasmita, dan Kak Andi
Arjuna, S.Si, Apt., Kak Andi Dian Permana, S.Si., Kak Armini Syamsidi,
S.Si serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu terima
kasih atas bantuan dan kebersamaannya dalam suka dan duka selama
penulis menuntut ilmu serta dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih
untuk segala sesuatu yang pernah kita lewati bersama baik suka maupun
duka.
viii
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
banyak kekurangan dan kelemahan. Di dunia tak ada satupun yang
sempurna karena kesempurnaan hanya milik-Nya. Maka dari itu saran dan
kritik membangun sangat penulis harapkan guna tambahan wawasan agar
dalam pengerjaan penelitian selanjutnya dapat lebih baik.
Akhirnya semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang farmasi, amin.
Makassar, 2011
Penulis
ix
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh variasi emulgatorNovemer® dan Viscolam® terhadap kestabilan fisik krim pemutih tipe m/adari kombinasi ekstrak etanol akar murbei (Morus alba L) dan ekstraketanol buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa Boerl.). Penelitian inibertujuan untuk mendapatkan formula krim tipe m/a yang stabil secarafisik. Pada penelitian ini akar murbei diekstraksi menggunakan etanol 70%dengan cara refluks sedangkan buah mahkota dewa menggunakan etanol70% dengan cara maserasi. Selanjutnya diformulasi menjadi sediaan krimtipe m/a menggunakan emulgator Novemer® dengan konsentrasi berturut-turut 0,5%; 1%; dan 2% dan emulgator Viscolam® dengan konsentrasiberturut-turut 2%, 3%, dan 4% terhadap bobot total krim. Evaluasikestabilan fisik krim meliputi uji organoleptis, viskositas, dan inversi fasesebelum dan setelah kondisi penyimpanan dipercepat selama 24 jamsecara bergantian pada suhu 4oC dan 40oC sebanyak 6 siklus. Untuk krimdengan emulgator Novemer® dengan konsentrasi 1% dan 2%memperlihatkan tidak adanya perubahan warna, bau, pemisahan fase,dan inversi fase sedangkan untuk konsentrasi 0,5% terjadi pemisahanfase. Untuk krim dengan emulgator Viscolam® dari ketiga formulamemperlihatkan adanya pemisahan dan dinyatakan tidak stabil secarafisik. Formula krim yang paling stabil secara fisik adalah krim denganemulgator Novemer® 2%.
.
x
ABSTRACT
A research of influence emulsifying agent Novemer® and Viscolam®
concerning physic stability o/w type whitening cream from combinationMorus alba root extract and Phaleria macrocarpa fruit extract have beenconducted. The aim of this research was to obtain cream formula of whichtype o/w which is physically stable. In this research, Morus alba root wasextracted using 70% ethanol by reflux while Phaleria macrocarpa fruitusing 70% ethanol by maceration. Furthermore, type cream formulatedinto m/a type by emulsifying agent Novemer® with consecutiveconcentration 0.5%, 1% and 2% and emulsifying agent Viscolam® withconsecutive concentrations of 2%, 3% and 4% of the total weight cream.Evaluation of physical stability of creams include organoleptic test,viscosity, and the phase inversion before and after accelerated storageconditions for 24 hours alternately at 4C and 40C for 6 cycles. Foremulsifying agent Novemer® cream with a concentration of 1% and 2%showed no change in color, odor, breaking, and phase inversion while forconcentration of 0.5% the phase separation or breaking occurs. For thecream with emulsifying agent Viscolam® of the three formulas showed theexistence of breaking and otherwise physically unstable. Formula cream isthe most physically stable is cream with emulsifying agent Novemer® 2%.
xi
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ............................................ iii
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................... iv
ABSTRAK ....................................................................................... vii
ABSTRACT ..................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 5
II.1 Uraian tentang Murbei ........................................ 5
II.1.1 Klasifikasi Tanaman ............................................ 5
II.1.2 Nama Lain ........................................................... 5
II.1.3 Morfologi Tanaman .............................................. 6
II.1.4 Kandungan Kimia ................................................ 6
II.1.5 Khasiat Tanaman ................................................ 7
II.2 Uraian tentang Mahkota Dewa ........................... 8
II.2.1 Klasifikasi Tanaman ............................................ 8
II.2.2 Nama Lain ........................................................... 8
II.2.3 Morfologi Tanaman .............................................. 9
xii
II.2.4 Kandungan Kimia ................................................ 10
II.2.5 Khasiat Tanaman ................................................ 10
II.3 Uraian Kulit .......................................................... 10
II.3.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit ................................. 10
II.3.2 Hubungan Melanin dengan Pigmentasi ............... 17
II.4 Kosmetik .............................................................. 20
II.5 Pengertian Krim ................................................... 24
II.6 Emulgator ............................................................ 24
II.6.1 Pengertian Emulgator ......................................... 24
II.6.2 Pembagian Emulgator ........................................ 25
II.6.3 Mekanisme Emulgator ........................................ 27
II.7 Kondisi Penyimpanan Dipercepat ....................... 28
II.8 Kestabilan Emulsi ................................................ 29
II.8.1 Kriming dan Sedimentasi .................................... 29
II.8.2 Viskositas ............................................................ 30
II.8.3 Perubahan Ukuran Tetes Terdispersi ................. 31
II.8.4 Inversi Fase ......................................................... 31
II.9 Uraian Bahan Tambahan .................................... 33
II.9.1 Emulgator Novemer® ........................................... 33
II.9..2 Emulgator Viscolam® ........................................... 34
II.9.3 Asam Stearat ....................................................... 35
II.9.4 Setil Alkohol ......................................................... 35
II.9.5 Gliserin ................................................................ 36
xiii
II.9.6 Propilenglikol ....................................................... 37
II.9.7 Metil Paraben ...................................................... 37
II.9.8 Propil Paraben ..................................................... 38
II.9.9 Isopropil Meristat ................................................. 38
II.9.10 Alfa Tokoferol ...................................................... 39
II.9.11 Oleum Jasmin ...................................................... 40
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN ........................................... 41
III.1 Alat dan Bahan yang Digunakan ......................... 41
III.2 Prosedur Kerja .................................................... 41
III.2.1 Pengambilan Sampel .......................................... 41
III.2.2 Pengolahan Sampel Penelitian ............................ 41
III.2.3 Ekstraksi .............................................................. 42
III.2.4 Formulasi Krim .................................................... 42
III.2.5 Pembuatan Formula ............................................ 44
III.2.6 Penentuan Tipe Krim ........................................... 45
III.2.6.1 Daya Hantar Listrik .............................................. 45
III.2.6.2 Metode Dispersi Larutan Zat Warna .................... 45
III.2.7 Evaluasi Kestabilan ............................................. 45
III.2.7.1 Pemeriksaan Organoleptis .................................. 45
III.2.7.2 Pengukuran pH Krim ........................................... 45
III.2.7.3 Pengukuran Viskositas ........................................ 45
III.2.7.4 Pengukuran Tetes Terdispersi ............................ 46
III.2.7.5 Inversi Fase ........................................................ 46
xiv
III.2.8 Pengumpulan dan Analisis Data .......................... 46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................. 47
IV.1 Hasil Penelitian .................................................... 47
IV.2 Pembahasan ....................................................... 48
BAB V PENUTUP .......................................................................... 54
V.1 Kesimpulan .......................................................... 54
V.2 Saran ................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 56
LAMPIRAN ...................................................................................... 59
xv
DAFTAR TABEL
TABEL halaman
1. Rancangan Formula Dengan Emulgator Novemer® ...................... 41
2. Rancangan Formula Dengan Emulgator Viscolam® ...................... 41
3. Hasil Pengamatan Sampel (Ekstrak akar murbei) ........................ 60
4. Hasil Pengamatan Sampel (Ekstrak buah mahkota dewa) ........... 60
5. Hasil Pengamatan Organoleptis Krim (emulgator Novemer®) ....... 60
6. Hasil Pengamatan Organoleptis Krim (emulgator Viscolam®) ...... 60
7. Hasil Pengamatan Tipe Emulsi (emulgator Novemer®) ................ 60
8. Hasil Pengamatan Tipe Emulsi (emulgator Viscolam®) ................ 61
9. Hasil Pengukuran viskositas (cps) (emulgator novemer®) ............ 61
10. Hasil Pengukuran viskositas (cps) (emulgator Viscolam®) ........... 61
11. Hasil Pengukuran pH krim (emulgator Novemer®) ....................... 62
12. Hasil Pengukuran pH krim (emulgator Viscolam®) ....................... 62
xvi
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR halaman
1. Penampang anatomi kulit ....................................................... 14
2. Proses melanogenesis di dalam epidermal melanosom ......... 18
3. Gambar struktur asam sterat .................................................. 35
4. Gambar struktur setil alkohol .................................................. 35
5. Gambar struktur gliserin ......................................................... 36
6. Gambar struktur propilenglikol ................................................ 37
7. Gambar struktur metil paraben ............................................... 37
8. Gambar struktur propil paraben .............................................. 38
9. Gambar struktur isopropil meristat .......................................... 38
10. Gambar struktur alfa tokoferol ................................................ 39
11. Sediaan krim variasi konsentrasi emulgator Novemer®sebelum kondisi penyimpanan dipercepat dan setelahpenyimpanan dipercepat ....................................................... 62
12. Sediaan krim variasi konsentrasi emulgator viscolam®
sebelum kondisi penyimpanan dipercepat dan setelahpenyimpanan dipercepat ........................................................ 63
13. Hasil uji tipe emulsi M/A emulgator Novemer® denganmetode daya hantar listrik sebelum kondisi penyimpanandipercepat ............................................................................... 63
14. Hasil uji tipe emulsi M/A emulgator Novemer® denganmetode daya hantar listrik setelah kondisi penyimpanandipercepat ............................................................................... 63
15. Hasil uji tipe emulsi M/A emulgator Viscolam® denganmetode daya hantar listrik sebelum kondisi penyimpanandipercepat ............................................................................... 64
xvii
16. Hasil uji tipe emulsi M/A metode pengenceran air sebelumdan setelah kondisi penyimpanan dipercepat denganmenggunakan emulgator Novemer® ....................................... 64
17. Hasil uji tipe emulsi M/A metode dispersi warna sebelumkondisi dan setelah penyimpanan dipercepat denganmenggunakan emulgator Novemer® ........................................... 64
18. Hasil uji tipe emulsi M/A metode pengenceran air sebelumkondisi penyimpanan dipercepat dengan menggunakanemulgator Viscolam® ..................................................................... 65
19. Hasil uji tipe emulsi M/A metode dispersi warna sebelumkondisi penyimpanan dipercepat dengan menggunakanemulgator Viscolam® .............................................................. 65
20. Histogram pH krim sebelum dan setelah kondisipenyimpanan dipercepat. ....................................................... 66
21. Histogram perubahan pH krim setelah kondisipenyimpanan dipercepat ........................................................ 66
22. Histogram viskositas krim (cps) sebelum dan setelahkondisi penyimpanan dipercepat ............................................ 67
23. Histogram perubahan kekentalan krim (cps) setelahkondisi penyimpanan dipercepat ............................................ 67
24. Hasil pengamatan tetes tedispersi sebelum dan setelahkondisi penyimpanan dipercepat menggunakanemulgator Novemer® .............................................................. 68
25. Hasil pengamatan tetes tedispersi sebelum kondisipenyimpanan dipercepat menggunakan emulgatorViscolam® ............................................................................... 69
26. Tanaman murbei (Morus alba L.) ........................................... 70
27. Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa Boerl.) ................ 70
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman
1. Skema Kerja Pembuatan Krim ............................................... 58
2. Skema Kerja Pengujian Krim .................................................. 59
1
BAB I
PENDAHULUAN
Produk pemutih kulit, yang merupakan produk cosmetic medic,
sekarang ini sangat diminati di Wilayah Asia. Penelitian menunjukkan
bahwa 55% dari 85% wanita Indonesia yang berkulit gelap ingin agar
kulitnya menjadi lebih putih. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa 70%-
80% perempuan di Asia (yaitu : Cina, Thailand, Taiwan, dan Indonesia)
ingin mempunyai kulit yang lebih putih. Perempuan Asia dan khususnya
Indonesia ingin mempunyai kulit putih dengan anggapan kulit putih lebih
baik dari kulit yang gelap, dan anggapan kulit yang cantik adalah kulit
yang putih (1).
Sediaan pemutih biasanya bekerja secara langsung dengan jalan
menghambat produksi melanin dalam melanosit, mengurangi jumlah
melanin yang sudah terbentuk dalam melanosit, merangsang ekskresi
melanin dalam epidermis, memutus rantai oksidasi, mereduksi dopakuinon
kembali menjadi DOPA, meracuni melanosit secara selektif dan competitif
inhibitor dengan DOPA serta menghambat enzim tirosinase (2).
Salah satu bentuk sediaan pemutih di pasaran dalam bentuk krim.
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
Salah satu tipe krim yang sering digunakan adalah krim tipe m/a yang baik
untuk sistem penghantaran obat, menyenangkan dalam penampilannya
2
dan rasa yang nyaman selama penggunaan serta lebih mudah dicuci
dengan air (3).
Krim pemutih kulit dapat mengandung bahan-bahan berbahaya
seperti merkuri, hidrokuinon, kortikosteroid, asam kojat, asam azelik yang
dapat menggangu kesehatan. Ahli dermatologi sudah sering kali
mendapatkan kejadian yang diakibatkan penggunaan krim pemutih dari
bahan tersebut. Efek samping yang dihasilkan antara lain dermatitis,
melasma, keracunan merkuri, gagal ginjal hingga kanker kulit (4).
Untuk itu perlu dilakukan pencarian bahan aktif alternatif yang
memiliki efek samping yang lebih kecil. Salah satu bahan alam yang
memiliki aktivitas sebagai pemutih adalah akar murbei (Morus alba L.).
Ekstrak akar dari murbei pada konsentrasi 500 ppm telah menghambat
60% aktivitas enzim tirosinase. Oksiresveratrol merupakan senyawa yang
ditemukan dalam ekstrak akar tersebut (5).
Penggunaan krim tipe m/a yang umumnya lebih disukai memiliki
risiko pemaparan sinar matahari yang besar. Pemaparan terhadap sinar
dengan panjang gelombang dalam daerah UV A (320 – 400 nm) akan
menstimulasi pembentukan melanin pada lapisan dermis yang bekerja
sebagai lapisan pelindung pada kulit sehingga menyebabkan pigmentasi.
UVA dapat berpenetrasi ke dalam dermis menyebabkan elastosis
(kehilangan struktur pendukung dan elastisitas kulit) (6).
Untuk itu perlu dilakukan kombinasi krim pemutih tipe m/a dengan
tabir surya. Salah satu bahan alam yang dapat digunakan sebagai tabir
3
surya adalah buah mahkota dewa. Buah mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa Boerl.) mengandung phalerin, suatu senyawa benzofenon
yang diketahui dapat menyerap sinar UVA. Melyati telah melakukan
penelitian aktivitas ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa
Boerl.) sebagai tabir surya dengan memperoleh rata-rata persen transmisi
eritema sebesar 0,14 dimana suatu bahan dikatakan sebagai sunblock
total apabila harga % transmisi eritema < 1 (7).
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka akar murbei (Morus alba L.)
berpotensi diformulasikan dalam bentuk sediaan kosmetik pemutih
berbentuk krim tipe m/a dengan kombinasi ekstrak buah mahkota dewa
(Phaleria macrocarpa Boerl.) sebagai tabir surya. Krim membutuhkan
kestabilan fisik selama penggunaan dan untuk mendapatkan kestabilan
emulsi maka dibutuhkan emulgator yang tepat.
Saat ini telah diperdagangkan emulgator Novemer® sebagai bahan
multifungsi yaitu pemodifikasi aliran, penstabil, pengemulsi, dan co-
emulsifies. Novemer® merupakan emulgator mengandung kombinasi air
45-51%, acrylates/acrylamide copolymer 26-28%, mineral oil 22-24%,
polysorbate85 1-3%). Kelebihannya adalah memudahkan proses
emulsifikasi, stabil untuk emulsi tipe m/a, tidak memerlukan perhitungan
HLB, dapat diformulasi pada suhu rendah, dapat mempertahankan
kualitas produk dibawah kondisi penyimpanan dipercepat dan efisien pada
penggunaan konsentrasi rendah (8).
4
Selain emulgator Novemer®, terdapat pula Viscolam® yang
mengandung sodium polyacrylatdimetyl taurate, hidrogeneted polidecene,
dan tridecet 10 yang dapat digunakan sebagai emulgator. Bahan ini
sering digunakan sebagai polimer cair didasarkan pada konsep “Hydro
Swelling Droplets” dimana pada proses pembuatan emulsi secara
langsung dapat terjadi pembesaran ukuran tetesan air tanpa perlu
pemanasan atau modifikasi pH (29).
Sediaan kosmetika yang stabil adalah suatu sediaan yang masih
berada dalam batas yang dapat diterima selama periode waktu
penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat dan karakteristiknya sama
dengan yang dimilikinya pada saat dibuat. Ketidakstabilan fisika dari
sediaan ditandai dengan adanya pemucatan warna, timbul bau,
perubahan atau pemisahan fase, pecahnya emulsi, perubahan
konsistensi, terbentuknya gas dan perubahan fisik lainnya (25).
Permasalahan yang timbul adalah apakah krim dari ekstrak murbei
(Morus alba L.) dengan kombinasi ekstark buah mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa Boerl.) yang diformulasikan menggunakan emulgator
novemer® dan Viscolam® memenuhi kestabilan fisik suatu krim. Untuk itu,
telah dilakukan penelitian pengaruh variasi emulgator novemer® dan
Viscolam® terhadap kestabilan fisik krim dari ekstrak murbei (Morus alba
L.) dengan kombinasi ekstark buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa
Boerl.) sehingga diperoleh emulgator dan konsentrasi yang sesuai untuk
memformulasikan krim yang stabil secara fisik.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian Tentang Murbei (Morus alba L.)
II.1.1Klasifikasi Tanaman (9)
Dunia : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak kelas : Dialypetalae
Bangsa : Urticales
Suku : Moraceae
Marga : Morus
Jenis : Morus alba L.
II.1.2Nama Lain (9)
Sumatera : Kerta, kitau
Jawa : Murbai, besaran, lampaung
Sulawesi Selatan : Pappanre Ulle’, Daun Sabbe
Cina : Sangye
Vietnam : Maymon, dau tam
Inggris : Morus leaf, morus fruit, mulberry leaf, mulberry
bark, mulberry twigs, white mulberry, mulberry.
6
II.1.3Morfologi Tanaman (9)
Tumbuh baik pada ketinggian lebih dari 100 m dpl. dan
memerlukan cukup sinar matahari. Tumbuhan yang sudah dibudidayakan
ini menyukai daerah-daerah yang cukup basah seperti di lereng gunung
dan pada tanah yang berdrainase baik. Kadang ditemukan tumbuh liar.
Pohon, tinggi sekitar 9 m, percabangan banyak, cabang muda berambut
halus. Daun tunggal, letak berseling, bertangkai yang panjangnya 4 cm.
Helai daun bulat telur sampai berbentuk jantung, ujung runcing, pangkal
tumpul, tepi bergerigi, pertulangan menyirip agak menonjol, permukaan
atas dan bawah kasar, panjang 2,5 – 20 cm, lebar 1,5 – 12 cm, warnanya
hijau. Bunga majemuk bentuk tandan, keluar dari ketiak daun, mahkota
bentuk taju, warnanya putih. Dalam satu pohon terdapat bunga jantan,
bunga betina, dan bunga sempurna yang terpisah. Murbei berbunga
sepanjang tahun. Buahnya banyak berupa buah buni, berair, dan rasanya
enak. Buah muda warnanya hijau, setelah masak menjadi hitam. Biji kecil,
warna hitam. Tumbuhan ini dibudidayakan karena daunnya digunakan
untuk makanan ulat sutera. Daun muda enak disayur dan berkhasiat
sebagai pembersih darah bagi orang yang sering bisulan. Perbanyakan
dengan setek dan okulasi.
II.1.4 Kandungan Kimia (9)
1. Daun
Daun mengandung ecydsterone, inokosterone, lupeol,
betasitosterol, rutin, moracetin, isoquersetin, scopoletin, scopolin, alfa
7
betahexenal, cis beta hexenol, cis lamda hexenol, benzaidehide, eugenol,
lanaloolbenzyl alkohol, butylamine, aseton, trigonelline, kolin, adenin,
asam amino, tembaga, zink, vitamin (A, B1, C dan kareton), asam
klorogenik, asam fumarat, asam folat, asam formyltetrahydrofolik, dan
mioinositol, juga mengandung phytoestrogens.
2. RantingRanting mengandung tanin dan vitamin A.
3. BuahBuah mengandung cyanidin, isoquercetin, sakarida, asam linoleat,
asam stearat, asam oleat, dan vitamin (karoten, B1, B2 dan C).
4. Kulit batangKulit batang mengandung triterpenoids : α, β- amyrin, sitosterol,
sitosterol- α - glucoside. Flavanoids : morusin, cyclomorusin, kuwanone A,
B, C, oxydihyromorusin. Coumarins : umbelliferone dan scopoletin.
5. Kulit akarKulit akar mengandung derivat flavone mulberrin,
mulberrochromene, cyclomulberrin, cyclomulberrochromene, morussin,
dan mulberofuran A.
6. BijiBiji mengandung urease.
II.1.5 Khasiat Tanaman (9)
Murbei (Morus alba L) banyak dimanfaatkan untuk pengobatan
Demam, Flu, Malaria, Batuk, Rematik, Darah tinggi (hipertensi), Kencing
manis (diabetes melitus), Kaki gajah (elephantiasis), Radang mata merah
(conjunctivitis acute), Memperbanyak ASI, Keringat malam, Muntah darah,
8
Batuk darah, Batuk berdahak, Kolesterol tinggi (hiperkolesterolemia),
Tidak datang haid, Gangguan saluran cerna, Sesak napas (asma),
Cacingan, Muka bengkak (edema), Sukar kencing (disuria), Neurastenia,
Jantung berdebar (palpitasi), Rasa haus dan mulut kering, Sukar tidur
(insomnia), Telinga berdenging (tinnitus), Sembelit, Tuli, Vertigo, Hepatitis,
Kurang darah (anemia), Rambut beruban, Sakit kepala, Sakit
tenggorokan, Sakit gigi, Sakit pinggang (lumbago), dan Menyuburkan
pertumbuhan rambut.
II.2 Uraian Tentang Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.)
Boerl)
II.2.1Klasifikasi Tanaman (10)
Dunia : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak kelas : Dialypetalae
Bangsa : Thymelaeales
Suku : Thymelaeaceae
Marga : Phaleria
Jenis : Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl
II.2.2 Nama Lain (11)
Inggris : The crown of God
Cina : Pau
9
Jawa Tengah : Makuto Mewo, Makuto Rojo, Makuto Ratu
Banten : Raja Obat
Jawa Barat : Buah Simalakama
II.2.3 Morfologi Tanaman (11)
Berupa tanaman perdu, tajuk tanaman bercabang-cabang, tinggi
sekitar 1,5-2,5 meter, namun bisa mencapai 5 meter. Akarnya berupa akar
tunggang. Batangnya terdiri atas kulit dan kayu, dengan kulit batang
berwarna coklat kehijauan, kayunya berwarna putih, batang bergetah.
Diameter batang mencapai 15 cm, percabangan batang cukup banyak.
Daunnya merupakan daun tunggal, bentuk lonjong langsing, memanjang
berujung lancip, warna hijau, permukaan licin, panjang daun bisa
mencapai 7-10 cm, dengan lebar 3-5 cm. Bunga majemuk tersusun dalam
kelompok 2-4 bunga. Pertumbuhannya menyebar di batang atau ketiak
daun, berwarna putih, bentuk seperti terompet kecil, baunya harum,
ukurannya kira-kira sebesar bunga tanaman cengkeh, bunganya ke luar
sepanjang tahun. Buah berbentuk bulat, ukurannya bervariasi dari
sebesar bola pingpong sampai sebesar apel merah, berwarna merah
menyala, buah terdiri atas kulit buah, daging, cangkang dan biji. Kulit buah
pada waktu muda berwarna hijau, dan setelah tua menjadi merah marun,
ketebalan kulit buah sekitar 0,5-1 mm. Daging buah berwarna putih.
Cangkang buah berwarna putih. Biji buah bulat, berwarna putih,
diameternya mencapai 1 cm.
10
II.2.4 Kandungan Kimia (11)
Di dalam daun dan kulit buah, tanaman ini mengandung alkaloid,
terpenoid, saponin, flavonoid, polifenol dan senyawa resin
II.2.5Khasiat Tanaman (11)
Sampai saat ini banyak penyakit yang berhasil disembuhkan dengan
mahkota dewa, yaitu beberapa fungsi penyakit berat seperti sakit lever,
kanker, sakit jantung, kencing manis, asam urat, reumatik, sakit ginjal,
tekanan darah tinggi, lemah syahwat, dan ketagihan narkoba, serta
penyakit ringan seperti eksim, jerawat, dan luka gigitan serangga.
Tanaman ini mampu berperan sebagai oxytosin atau sintosinon yang
dapat memacu kerja otot rahim.
I.3 Uraian Kulit
II.3.1Anatomi dan Fisiologi Kulit
Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh, dan bersambung
dengan selaput lendir yang melapisi rongga-rongga dan lubang-lubang
masuk. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat
badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan
cermin kesehatan dan kehidupan (12,13).
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas 3 lapisan yaitu:
1) Lapisan epidermis atau kutikula
Struktur kimia dari sel-sel epidermis manusia terdiri dari protein
27%, lemak 2%, garam mineral 0,5%, air dan bahan-bahan larut air
70,5%. Protein terpenting adalah albumin, globulin, musin, elastin,
11
kolagen dan keratin. Secara kasar 40% dari bahan-bahan yang larut air
terdiri dari asam amino bebas (14).
Epidermis terbagi menjadi 5 lapisan yaitu (15);
a. Stratum korneum, selnya tipis, datar seperti sisik dan terus menerus
dilepaskan. Sel pada stratum korneum tersusun oleh keratin yang
berasal dari protein, juga merupakan penyusun utama rambut dan kuku
manusia.
b. Stratum lusidum, selnya mempunyai batas tegas tetapi tidak ada
intinya.
c. Stratum granulosum, selapis sel yang jelas tampak berisi inti dan juga
granulosum.
d. Stratum spinosum, yaitu sel dengan fibril halus yang menyambung sel
yang satu dengan yang lainnya di dalam lapisan ini.
e. Sel basal, yaitu sel yang terus menerus memproduksi sel epidermis
baru. Sel basal terdiri sel-sel yang kolumnar dengan protoplasma
basofilik inti lonjong dan besar yang dihubungkan satu dengan yang
lain oleh jembatan antar sel, dan sel pembentuk melanin yang
merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti
gelap dan mengandung butir pigmen (melanosom).
2) Lapisan dermis
Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yakni pars papilare,
yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan
pembuluh darah dan pars retikulare, yaitu bagian di bawahnya yang
12
menonjol ke arah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut
penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin (12).
Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas (12) :
a. Kelenjar keringat (glandula sudorifera)
Ada dua macam kelenjar keringat, yaitu (14,12):
1. Kelenjar keringat ekrin terletak dangkal di dermis yang salurannya
bermuara langsung pada permukaan kulit yang tidak ada rambutnya.
Bentuknya kecil, langsing, bergulung-gulung dan sekresinya
dipengaruhi oleh saraf kolinergik, faktor panas, dan stress emosional.
Sekretnya berupa cairan encer dan jernih, yaitu keringat yang
mengandung 95-97% air dan mengandung beberapa mineral seperti
garam, NaCl, granula minyak, glusida dan sampingan dari metabolism
seluler. Terdapat di seluruh badan sekitar 2 juta, dan terbanyak di
seluruh di telapak tangan dan kaki, dahi dan aksilia serta menghasilkan
keringat 14 liter dalam waktu 24 jam pada orang dewasa.
2. Kelenjar keringat apokrin lebih besar daripada ekrin, hanya terdapat di
daerah tertentu yang mensekresikan sedikit cairan dan muaranya
berdekatan dengan muara kelenjar sebasea pada saluran folikel rambut
seperti aksila, pubis, labia minora, dan saluran telinga luar. Sekresinya
dipengaruhi oleh oleh saraf adrenergik dan menghasilkan cairan yang
agak kental dan berbau khas pada setiap orang.
13
b. Kelenjar palit (glandula sebasea)
Terletak di seluruh permukaan kulit manusia kecuali di telapak kaki
dan tangan. Kelenjar ini biasanya terdapat di samping akar rambut dan
muaranya terdapat pada lumen akar rambut (folikel rambut) yang dapat
bersama kelenjar keringat apokrin dan sekresinya dipengaruhi oleh
hormon androgen. Berfungsi menghasilkan minyak kulit (sebasea) yang
berguna meminyaki kulit dan rambut agar tidak kering. Sifat sekresinya
adalah holokrin artinya mensekresikan bersama-sama dengan sel-sel
yang dilepaskan dari dindingnya (14,12).
3) Lapisan subkutis
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel
bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang
bertambah (12).
Vasikularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang
terletak di bagian atas dermis (pleksus superfisial) dan yang terletak di
subkutis (pleksus profunda). Pleksus superfisial mengadakan anastomosis
di papil dermis, sedangkan pleksus profunda juga mengadakan
anastomosis di bagian pembuluh darah berukuran lebih besar.
Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getah bening
(12).
14
Gambar 1. Gambar anatomi kulit (Sumber : Light D, 2004. Cells, Tissues, and Skin.Chelsea House Publishers, Philadelphia, pg. 95).
Fungsi utama kulit ialah proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi,
pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pembentukan pigmen,
pembentukan vitamin D dan keratinisasi. (12) :
1. Fungsi proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau
mekanis, misalnya tekanan; gesekan; tarikan; gangguan kimiawi, misalnya
zat-zat kimia terutama yang bersifat iritan, contohnya lisol, karbol, asam
dan alkali kuat lannya; gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi,
sengatan sinar ultraviolet; gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri
maupun jamur.
Stratum spinosumStratum basale
Kelenjar sebaseus
Kelenjar keringat
Saluran keringat
Epidermis
Dermis
Stratum granulosumStratum lusidum
Stratum korneum (lapisan tanduk)
Daerah membran paling dasar
Pembuluh darah
Folikel rambut
Subkutan (hypodermis)jaringan adiposa
Sel yang lepas daristratum korneum
Pembukaan darisaluran keringat
Batang rambut
15
Perlindungan tersebut dimungkinkan karena adanya bantalan
lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang yang
berperanan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis.
Selain itu, adanya fungsi “mantel asam” yang dapat berfungsi
sebagai penyangga (buffer) yang berusaha menetralisir bahan kimia yang
terlalu asam atau terlalu alkalis yang masuk ke kulit, membunuh dengan
sifat asamnya atau setidaknya menekan pertumbuhan mikroorganisme
yang membahayakan kulit, dan dengan sifat lembabnya sedikit banyaknya
mencegah kekeringan kulit (14).
2. Fungsi absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda
padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitu
pun yang larut lemak. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antara
sel, menembus sel-sel epidermis atau melalui muara saluran kelenjar;
tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui
muara kelenjar.
3. Fungsi ekskresi
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna atau
sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat dan amonia.
4. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan
ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-
16
badan Krause yang terletak di dermis, rabaan oleh badan taktil Meissner
terletak di papilla dermis dan tekanan oleh badan Paccini di epidermis.
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)
Mekanismenya yaitu mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot
berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah
sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup baik
6. Fungsi pembentukan pigmen
Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basal dan sel
ini berasal dari rigi saraf dimana jumlah melanosit serta besarnya butiran
pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit ras maupun individu.
7. Fungsi keratinisasi
Lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu
keratinosit, sel langerhans dan melanosit. Keratinosit akan mengadakan
pembelahan, memperbanyak diri, berdiferensiasi, terdesak menuju ke
permukaan kulit sehingga terjadi perputaran perubahan dari sel basal
menjadi spinosum dan seterusnya terdegradasi menjadi lapisan tanduk
(14,12).
Proses pendewasaan dari stratum germinativum sampai menjadi
sel tanduk dalam stratum korneum dinamakan keratinisasi yang lamanya
14-21 hari dan sering disebut juga Cell Turn Over Time (14).
8. Fungsi pembentukan vitamin D
Dengan mengubah 7 hidroksi kolesterol dengan bantuan sinar
matahari.
17
II.3.2 Hubungan Melanin dengan Pigmentasi
Melanin adalah pigmen pembangun warna kulit yang paling
menentukan warna kulit. Jumlah, tipe, ukuran dan distribusi pigmen
melanin ini akan menentukan variasi warna kulit berbagai golongan
bangsa di dunia. Melanin disintesis dalam dua bentuk yaitu eumelanin
yang memberikan warna gelap, terutama hitam, coklat dan variasinya.
Pigmen ini tidak larut hampir disemua macam pelarut, mempunyai berat
molekul yang tinggi, mengandung nitrogen, terjadi karena oksidasi
polimerisasi dari bentuk intermediate yang berasal dari DOPA. Sedangkan
pheomelanin yang memberikan warna cerah, kuning sampai merah, larut
dalam alkali, mengandung nitrogen dan sulfur. Terutama terdiri dari
Benzotiazin dan Benzotiazol, berasal dari sistenildopa, misalnya terdapat
pada rambut manusia dan melanoma. Batasan kecepatan aktivitas
katalisis dalam produksi kedua tipe melanin adalah oksidasi tirosin oleh
tirosinase. In vivo, tirosinase mengubah tirosin menjadi DOPAkuinon
dengan produk antara DOPA yang tetap terikat pada bagian aktif.
DOPA dibutuhkan untuk aktivitas tirosinase karena DOPA
memungkinkan pengikatan oksigen pada bagian aktif dari tirosinase.
Proses ini meliputi oksidasi katalisis dari DOPA menjadi DOPAkuinon. Jika
sisteina atau glutation hadir, maka bereaksi dengan DOPAquinone untuk
menghasilkan cysteinylDOPA dan derivatnya benzothiazine dari
pheomelanin. Seperti sisteina disusutkan, DOPAquinone menyiklik ke
dalam DOPAchrome. TYRP-2 mengkatalisasi tautomerisasi dari
18
DOPAchrome ke 5,6-dihydroxyindole-2-carboxylic (DHICA), yang
dioksidasi kemudiannya ke subunit DHICA-melanin. Oksidasi DHICA ke
eumelanin dianggap sebagai katalisasi oleh TYRP-1. Ketidakhadiran dari
TYRP-2 menyebabkan separuh asam karbon dari DOPAchrome akan
lepas dan berubah secara spontan menjadi 5,6-dihydroxyindole (DHI).
DHICA bersama dengan DHI meliputi subunit-subunit dari eumelanin
(14,16).
Sifat utama dari melanin adalah kemampuannya untuk menyerap
dan memantulkan radiasi sinar UV (280-400 nm) dan melindungi
kerusakan DNA. Hasil antara pada biosintesis melanin dapat juga
membahayakan, kuinon yang dihasilkan oleh reaksi tirosinase adalah
sitotoksik dan perantara kematian sel bila terakumulasi dalam jumlah
Gambar 2. Proses melanogenesis di dalam epidermal melanosom (Sumber :Ebanks, Jody P., dkk., Department of Pharmaceutical Sciences, University ofCincinnati College of Pharmacy, USA).
19
yang banyak. Lebih lanjut melanin juga meningkatkan radiasi UVA
(320-400 nm) yang menginduksi perombakan DNA. Melanin bereaksi
dengan DNA yaitu fotoreaktif dan mampu menghasilkan oksigen reaktif
yang merusak respon terhadap UVA. Berdasarkan panjang
gelombang, sinar UV dibagi menjadi 3 yaitu: UVA (320-400 nm), UVB
(290-320 nm), dan UVC (200-290 nm) (17).
Radiasi UVA dalam jumlah besar dapat menyebabkan pigmentasi
baik pigmentasi yang segera (immediate tanning atau immediate pigment
darkening) atau pigmentasi yang lambat (delayed tanning reaction). Pada
pigmentasi cepat terjadi perubahan-perubahan pada melanosom yang
ada pada melanosit dan keratinosit akibat reaksi foto-oksidasi, sehingga
melanin yang tidak berwarna atau berwarna merah muda dioksidasi
menjadi lebih gelap. Pada pigmentasi lambat terjadi peningkatan jumlah
melanosit, ukuran melanosit, aktivitas melanosit dan aktivitas enzim
tirosinase sehingga dihasilkan melanin baru yang ditransfer ke keratinosit.
Radiasi sinar UVC mempunyai efek pigmentasi yang lemah (18).
Bahan-bahan depigmentasi mungkin bekerja dengan satu dari
beberapa cara berikut (19):
1. Dengan menghancurkan atau dekarakterisasi melanosit
2. Dengan mengganggu biosintesis melanin dan prekursor.
3. Dengan menginaktivasi atau mencegah biosintesis dari enzim
tirosinase
4. Dengan mengganggu transfer granul melanin pada sel Malpighi.
20
5. Dengan mengubah melanin pada melanosom dari bentuk teroksidasi
berwarna hitam menjadi bentuk reduksi yang berwarna cerah.
Bahan depigmentasi yang ideal harus mempunyai kemampuan
yang cepat dan efek pemutihan yang selektif, pada melanosit yang
hiperaktif, tanpa efek samping yang singkat atau jangka panjang, dapat
melenyapkan pigmen yang tidak diinginkan secara permanen, beraksi
pada satu atau lebih langkah-langkah dari proses pigmentasi (20).
II.4 Kosmetik
Kosmetik berasal dari kata Yunani “kosmetikos” yang berarti
keterampilan menghias, mengatur. Menurut JELLINEX, kosmetologi
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum-hukum kimia, fisika,
biologi dan mikrobiologi tentang pembuatan, penyimpanan dan
penggunaan bahan kosmetika. Defenisi kosmetik dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 445/MenKes/Permenkes/1998 adalah sediaan atau
paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan
(epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi dan
rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah
penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki
bau badan tetapi tidak dimasukkan untuk mengobati atau menyembuhkan
suatu penyakit. Dalam defenisi kosmetik diatas, yang dimaksud dengan
“tidak dimaksudkan untuk mengobati ayau menyembuhkan suatu
penyakit” adalah sediaan tersebut seyogianya tidak mempengaruhi
struktur dan faal kulit (14).
21
Namun bila bahan kosmetik tersebut adalah bahan kimia –
meskipun berasal dari alam– dan organ tubuh yang dikenai (ditempeli)
adalah kulit, maka dalam hal tertentu kosmetik itu akan mengakibatkan
reaksi-reaksi dan perubahan faal kulit tersebut. Tak ada bahan kimia yang
bersifat indeferens (tidak menimbulkan efek apa-apa) jika dikenakan pada
kulit (Lubowe, 1955, Kligman, 1982, Celleno, 1988). Karena itu, pada
tahun 1955 Lubowe menciptakan istilah “Cosmedics” yang merupakan
gabungan dari kosmetik dan obat yang sifatnya dapat mempengaruhi faal
kulit secara positif, namun bukan obat. Pada tahun 1982 Faust
mengemukakan istilah “Medicated Cosmetics” (14).
Untuk memperbaiki dan mempertahankan kesehatan kulit
diperlukan jenis kosmetik tertentu – bukan hanya obat. Selama kosmetik
tersebut tidak mengandung bahan berbahaya yang secara farmakologis
aktif mempengaruhi kulit, penggunaan kosmetik jenis ini menguntungkan
dan bermanfaat untuk kulit itu sendiri (14).
Penggolongan kosmetika antara lain : (14)
A. Penggolongan menurut Peraturan Menteri Kesehatan R.I., berdasarkan
kegunaan dan lokalisasi pemakaian pada tubuh, kosmetika digolongkan
menjadi 13 golongan.
1. Preparat untuk bayi; minyak bayi, bedak bayi, dan lain lain.
2. Preparat untuk mandi; minyak mandi, bath capsules, dan lain-lain.
3. Preparat untuk mata; maskara, eye shadow, dan lain-lain.
4. Preparat wangi-wangian; parfum, toilet water dan lainlain.
22
5. Preparat untuk rambut; cat rambut, hairspray, pengeriting rambut
dan lain-lain.
6. Preparat pewarna rambut; cat rambut, hairbleach, dan lain-lain.
7. Preparat make up (kecuali mata); pemerah bibir, pemerah pipi,
bedak muka dan lain-lain.
8. Preparat untuk kebersihan mulut; mouth washes, pastagigi, breath
freshener dan lain-lain.
9. Preparat untuk kebersihan badan; deodoran, feminism hygiene
spray dan lain-lain.
10. Preparat kuku; cat kuku, krem dan lotion kuku, dan lain-lain.
11. Preparat cukur; sabun cukur, after shave lotion, dan lain-lain.
12. Preparat perawatan kulit; pembersih, pelernbab, pelindung dan lain-
lain.
13. Preparat untuk suntan dan sunscreen; suntan gel, sunscreen
foundation dan lain-lain.
B. Penggolongan menurut sifat dan cara pembuatan :
1. Kosmetik modern, diramu dari bahan kimia dan diolah secara
modern (termasuk antaranya adalah cosmedics)
2. Kosmetik tradisional :
a. Betul-betul tradisional, misalnya mangir, lulur, yang dibuat dari
bahan alam dan diolah menurut resep dan cara yang turun-
temurun.
23
b. Semi tradisional, diolah secara modern dan diberi bahan
pengawet agar tahan lama.
c. Hanya namanya yang tradisional, tanpa komponen yang benar-
benar tradisional dan diberi zat warna yang menyerupai bahan
tradisional.
C. Penggolongan menurut kegunaanya bagi kulit :
1. Kosmetika perawatan kulit (skin-care cosmetics)
Jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit.
Termasuk di dalamnya:
a. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser): sabun, cleansing
cream, cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener)
b. Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya
moisturizer cream, night cream, anti wrinkle cream.
c. Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream dan sunscreen
foundation, sun block cream/lotion
d. Kosmetik untuk menipiskan atau mengampelas kulit (peeling),
misalnya scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang
berfungsi sebagai pengampelas (abrasiver).
2. Kosmetika riasan (dekoratif atau make-up)
Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit
sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta
menimbulkan efek psikologis yang baik, seperti percaya diri (self
24
confidence). Dalam kosmetik riasan, peran zat pewarna dan pewangi
sangat besar.
II.5 Pengertian Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu
atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang
sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan
setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi
sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini,
batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi
minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol
berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih
ditujukan untuk penggunaan kosmetik dan estetika (22).
Krim m/a merupakan krim yang bagus untuk sistem penghantaran
obat, menyenangkan dalam penampilannya dan rasa yang nyaman
setelah penggunaan. Krim ini tidak berminyak dan bersifat dapat dicuci
baik untuk tujuan topikal, menyebar lebih cepat dan area fase air
menguap dari kulit sehingga menyejukkan jaringan yang terinflamasi
(3,23).
II.6 Emulgator
II.6.1 Pengertian Emulgator (27)
Emulgator adalah surfaktan yang mengurangi tegangan antar muka
antara minyak dan air dan mengelilingi tetesan-tetesan terdispersi dengan
25
lapisan yang kuat yang mencegah koalisensi dan pemecahan fase
terdispersi.
II.6.2 Pembagian Emulgator (27)
1. Emulgator sintetik atau surfaktan yang membentuk film
monomolekuler
a) Anionik
Aktivitas permukaan bahan pengemulsi ini terletak pada anion yang
bermuatan negatif. Contoh bahannya yaitu kalium, natrium dan garam
ammonium dari asam laurat dan asam oleat yang larut dalam air dan
merupakan bahan pengemulsi m/a yang baik. Bahan ini mempunyai rasa
yang kurang menyenangkan dan mengiritasi saluran cerna sehingga
membatasi penggunaannya hanya untuk penggunaan luar. Contoh
lainnya yaitu garam yang dibentuk dari asam lemak dengan amin organik
seperti trietanolamin yang juga adalah pengemulsi m/a yang dibatasi
untuk sediaan luar. Emulgator ini kurang mengiritasi jika dibandingkan
dengan sabun alkali.
b) Kationik
Aktifitas permukaan bahan kelompok ini terletak pada kation yang
bermuatan positif. Bahan ini juga memiliki sifat bakterisida yang khas,
sehingga cocok untuk produk emulsi antibakteri seperti lotio dan krim kulit.
pH dari sediaan emulsi dengan pengemulsi kationik yaitu antara 4 - 8.
Rentang pH ini juga menguntungkan karena termasuk dalam pH normal
kulit. Contohnya yaitu senyawa amonium kuarterner.
26
c) Nonionik
Surfaktan yang luas penggunaannya sebagai bahan pengemulsi
karena memiliki keseimbangan lipofilik dan hidrofilik dalam molekulnya.
Selain ini tidak seperti tipe anionik dan kationik, emulgator nonionik tidak
dipengaruhi perubahan pH dan penambahan elektrolit. Sifat yang
paling penting adalah efek yang ringan pada tubuh; surfaktan nonionik
jarang mengiritasi dibanding surfaktan anionik. Pada umumnya surfaktan
nonionik tidak bereaksi dengan asam, basa dan garam. Contoh yang
paling banyak digunakan yaitu ester gliseril, ester polioksietilenglikol, ester
asam lemak sorbitan (Span) dan turunan polioksietilennya (Tween).
2. Emulgator alam (27)
Kebanyakan derivat emulgator ini berasal dari alam (seperti hewan
dan tumbuhan) antara lain akasia, gelatin, lesitin, dan kolesterol.
Kebanyakan bahan alam lainnya cukup aktif digunakan sebagai pembantu
emulgator atau penstabil.
a) Akasia
Adalah gom karbohidrat yang larut dalam air dan membentuk
emulsi m/a. Emulsi yang dibuat dengan emulgator akasia stabil pada
jarak pH yang luas. Karena mengandung karbohidrat, maka perlu
diperhatikan penggunaan pengawet pada emulsi akasia untuk
melawan serangan mikroba dengan memilih pengawet yang sesuai.
27
b) Gelatin
Sebuah protein yang telah digunakan selama bertahun-tahun
sebagai emulgator. Gelatin memiliki dua titik isoelektrik, tergantung dari
metode preparasinya. Disebut gelatin tipe A, derivat dari prekursor yang
diberi perlakuan asam, yang memiliki titik isoelektrik antara pH 7 dan 9.
Gelatin tipe B, diperoleh dari prekursor yang diberi perlakuan alkali,
memiliki titik isoelektrik kira-kira pada pH 5. Gelatin tipe A bekerja baik
sebagai emulgator pada pH sekitar 3 dimana emulgator ini bermuatan
positif. Sedangkan gelatin tipe B paling baik digunakan pada pH sekitar 8
dimana emulgator ini bermuatan negatif.
c) Lesitin
Emulgator yang berasal dari tanaman (seperti kacang kedelai) dan
hewan (seperti kuning telur) dan mengandung berbagai fosfat. Komponen
utama dari kebanyakn lesitin adalah fosfatidilikolin dan istilah lesitin juga
sering digunakan untuk menggambarkan sampel fosfatidilikolin. Lesitin
dapat menjadi emulgator yang paling baik untuk pembentukan minyak
secara alami seperti kedelai dan jagung. Kestabilan tinggi emulsi m/a
dapat dibentuk dengan minyak ini. Lesitin murni dari kedelai atau kuning
telur secara prinsipil digunakan sebagai emulgator untuk emulsi intravena.
II.6.3 Mekanisme Emulgator (27)
1. Lapisan Monomolekuler
Surfaktan atau ampifil menurunkan tegangan antarmuka karena
teradsorbsi pada antarmuka minyak air membentuk film monomolekuler.
28
Film ini membungkus tetes terdispersi dengan suatu lapisan tunggal yang
seragam berfungsi mencegah bergabungnya tetesan. Idealnya film ini
harus fleksibel sehingga dapat terbentuk kembali jika pecah atau
terganggu. Tipe emulsi yang dibentuk dapat berupa tipe m/a atau a/m,
tergantung pada sifat emulgator yang digunakan.
2. Lapisan Multimolekuler
Koloid hidrofil terhidrasi dapat dianggap sebagai bahan aktif
permukaan karena terdapat pada antarmuka minyak-air tetapi berbeda
dengan surfaktan sintetik, koloid hidrofilik tidak menyebabkan penurunan
tegangan antarmuka yang nyata tetapi membentuk film multimolekuler
pada antarmuka tetesan. Aksi sebagai emulgator terutama disebabkan
film yang dibentuknya kuat sehingga mencegah koalesensi. Film
multimolekuler ini bersifat hidrofilik sehingga cenderung membentuk
emulsi tipe m/a.
3. Lapisan Partikel Padat
Partikel padat yang terbagi halus yang terbasahi oleh minyak dan
air dapat bertindak sebagai emulgator dengan membentuk suatu film
partikel halus di sekeliling tetes terdispersi pada antarmuka sehingga
mencegah koalesensi. Serbuk yang lebih mudah terbasahi oleh air
membentuk emulsi tipe m/a sedangkan yang lebih terbasahi oleh minyak
membentuk emulsi tipe a/m.
II.7 Kondisi Penyimpanan yang Dipercepat
Pengujian ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang
29
diinginkan pada waktu sesingkat mungkin dengan cara menyimpan
sampel pada kondisi yang dirancang untuk mempercepat terjadinya
perubahan yang biasanya terjadi pada kondisi normal. Cara khusus ini
berguna untuk mengevaluasi ”shelf life” emulsi dengan siklus antara 2
suhu. Pengujian tersebut dilakukan dengan freez-thaw test yaitu
penggunaan siklus suhu 4°C dan 40°C atau 45°C selama 24 jam
sebanyak 6 siklus (25).
Efek normal penyimpanan suatu emulsi pada suhu yang lebih tinggi
adalah mempercepat koalesensi atau terjadinya kriming dan hal ini
biasanya diikuti dengan perubahan viskositas. Kebanyakan emulsi
menjadi lebih encer pada suhu tinggi dan menjadi lebih kental bila
dibiarkan mencapai suhu kamar. Pembekuan dapat merusak emulsi
daripada pemanasan, karena kelarutan emulgator baik dalam fase air
maupun fase minyak, lebih sensitif pada pembekuan daripada pada
pemanasan sedang (23).
II.8 Kestabilan Emulsi (23)
Sebelum penyimpanan, kestabilan emulsi dipengaruhi oleh suhu
dan waktu. Bentuk ketidakstabilan emulsi selama penyimpanan
ditunjukkan dengan terjadinya kriming, perubahan viskositas, perubahan
ukuran tetes terdispersi serta inversi fase.
II.8.1 Kriming dan Sedimentasi
Kriming atau sedimentasi terjadi ketika tetesan terdispersi atau
flokulat terpisah dibawah pengaruh gravitasi untuk membentuk lapisan
30
emulsi yang lebih terkonsentrasi (krim). Proses ini yang pasti terjadi dalam
setiap emulsi cairan bila ada perbedaan densitas antar fase sebagai
konsekuensi dari Hukum Stokes. Sebagian besar minyak kurang padat
dibanding air sehingga tetesan minyak dalam emulsi m/a naik ke
permukaan untuk membentuk lapisan atas krim. Dalam emulsi a/m, krim
berasal dari sedimentasi tetesan air dan membentuk lapisan bawah.
Menurut Hukum Stokes, tingkat kriming dapat diminimalkan dengan
mengurangi ukuran tetesan dan/atau mengentalkan fase kontinu (3).
Dasar dari hubungan tetesan atau partikel sedimen dalam cairan
diatur dengan Hukum Stokes. Persamaan lainnya dapat dikembangkan
melalui sistem bulk, tetapi persamaan Stokes masih tetap digunakan
karena faktor titik luaran yang mempengaruhi angka sedimentasi atau
kriming. Poin tersebut adalah diameter dari tetesan terdispersi, viskositas
dari medium pendispersi, dan perbedaan kerapatan antara fase
terdispersi dan fase pendispersi (27).
II.8.2 Viskositas
Viskositas emulsi merupakan kriteria yang penting untuk
mempelajari kestabilan emulsi dan tidak berhubungan dengan viskositas
absolut tetapi dengan perubahan kekentalan pada berbagai periode
waktu.
Tetesan-tetesan pada emulsi yang baru dibuat tergabung dengan
segera dan menunjukkan peningkatan kekentalan. Setelah perubahan ini
kebanyakan emulsi menunjukkan perubahan viskositas yang
31
berhubungan dengan waktu. Jika viskositas tidak berubah dengan waktu
emulsi dianggap ideal meskipun kebanyakan sistem masih dapat diterima
kestabilannya bila menunjukkan sedikit kenaikan viskositas dalam waktu
antara 0,04 dan 400 hari. Kebanyakan emulsi menjadi encer pada suhu
tinggi dan mengental kembali bila ditempatkan pada suhu kamar.
II.8.3 Perubahan Ukuran Tetes Terdispersi
Perubahan rata-rata ukuran tetes terdispersi atau distribusi ukuran
tetes terdispersi merupakan parameter yang penting untuk mengevaluasi
suatu emulsi. Analisis ukuran tetes terdispersi dapat dilakukan dengan
beberapa metode. Salah satunya adalah pengukuran diameter tetes
terdispersi dengan mikroskop yang memberikan nilai rata-rata tergantung
pada jumlah tetes untuk setiap ukuran.
II.8.4 Inversi Fase
Emulsi dikatakan mengalami inversi ketika perubahan emulsi dari
M/A ke A/M atau sebaliknya. Inversi dapat dilihat ketika emulsi disiapkan
dengan pemanasan dan pencampuran dua fase kemudian didinginkan.
Hal ini terjadi karena adanya daya larut bahan pengemulsi tergantung
pada perubahan temperatur. Telah ditunjukkan bahwa nilai ini
dipengaruhi oleh nilai HLB dari surfaktan. Semakin tinggi nilai HLB,
semakin besar tahanan untuk berubah (inversi) (27).
Perbandingan volume fase dari suatu emulsi mempunyai
pengaruh sekunder terhadap kestabilan produk. Hal ini dikenal dengan
volume relatif dari air dan minyak dalam emulsi. Partikel-partikel
32
berbentuk bulat yang sama besar dalam suatu susunan yang longgar
mempunyai porositas 48% dari total volume sediaan. Ostwald dan
teman-temannya telah membuktikan bahwa jika seseorang berusaha
untuk menggabungkan lebih dari 74% minyak dalam suatu emulsi M/A,
bola-bola minyak seringkali menggabung dan emulsi tersebut pecah.
Harga ini dikenal sebagai titik kritis yang didefenisikan sebagai
konsentrasi dari fase dimana zat pengemulsi tidak dapat menghasilkan
suatu emulsi yang stabil dari tipe yang diinginkan. Dalam beberapa
emulsi yang stabil harga tersebut mungkin lebih besar dari 74% yang
disebabkan karena bentuk dan ukuran bola yang tidak beraturan. Tetapi
umumnya suatu perbandingan fase volume 50/50 menghasilkan emulsi
yang paling stabil (27).
Kemungkinan besar faktor yang paling penting dalam
menstabilkan suatu emulsi adalah sifat fisik dari lapisan pengemulsi
pada antarmuka. Suatu lapisan pengemulsi harus kuat dan elastis dan
harus terbentuk dengan cepat selama proses pengemulsian agar
menjadi efektif. Suatu zat pengemulsi atau kombinasi zat pengemulsi
yang baik mengakibatkan penurunan tegangan antarmuka awal untuk
menghasilkan bola-bola kecil yang sama dan terbentuk dengan cepat
sehingga melindungi bola-bola tersebut untuk tidak berkumpul kembali
selama pembuatan. Lapisan tersebut kemudian perlahan-lahan
meningkat kekuatannya setelah beberapa hari atau beberapa minggu
(27).
33
II.9 Uraian Bahan Tambahan
II.9.1 Emulgator Novemer®
Emulgator novemer® terdiri atas air 45 – 51%, acrylat/ acrylamid
kopolimer 26 – 28%, mineral oil 22 – 24% dan polisorbat 85 1 – 3% yang
dirancang untuk mengeraskan, mensuspensikan, menstabilkan,
mengemulsi dan memberikan rasa sejuk pada kulit. pH kestabilan
pada rentang 5.5 - 11.0 (8).
Kelebihan - kelebihan novemer® yaitu dapat diformulasi pada
suhu rendah, tidak menggunakan perhitungan HLB, dapat
mempertahankan kualitas produk dibawah kondisi penyimpanan
dipercepat, stabil pada emulsi yang mengandung bahan aktif berupa
elektrolit, dapat mensuspensikan bahan seperti zink oksida,
memberikan rasa lembut pada kulit, emulsifikasi yang singkat, dan
efisien pada konsentrasi rendah. Konsentrasi yang direkomendasikan
untuk sistem emulsi adalah 1-4% (8).
1. Polisorbat 85
Polisorbat 85 merupakan surfaktan nonionik yang berfungsi
sebagai bahan pengemulsi. Dikenal dengan nama kimia polyoxyethylene
20 sorbitan trioleate, penampakan fisik berupa cairan kuning sawo. Larut
dalam etanol, tidak larut dalam parafin, agak larut dalam minyak sayur dan
terdispersi dalam air. Rumus molekul : C100H188O28 dan berat molekul :
1839 (26).
34
2. Acrylate copolymer
Penampakannya berupa cairan kental, kerapatan relatif 1.00 kg/L
to 1.04 kg/L, tidak reaktif, terhidrolisis pada pH 10 dan memiliki berat
molekul : 5,700. Avcrylate copolymer mengandung > 98% monomer
acrylic hidrofobik yang memberikan kemampuan daya larut air
diperkirakan kurang dari 1 ppm dan 2 % diethylamino etil methacrylate
yang memberikan gaya adhesi yang bagus serta menjaga penyelubungan
formula (8).
3. Mineral oil
Berupa cairan kental, transparan, tidak berfluoresensi; tidak
berwarna; hampir tidak berbau; hampir tidak mempunyai rasa. Praktis
tidak larut dalam air dan etanol (95%) P; larut dalam kloroform P dan
dalam eter P. Digunakan dalam kosmetik dan sering ditambahkan pada
emulsi m/a (26).
II.9.2 Emulgator Viscolam®
Viscolam® mengandung sodium polyacrylatdimetyl taurate,
hidrogeneted polidecene, dan tridecet 10 yang dapat digunakan sebagai
emulgator. Sodium polyacrylatdimetyl taurate merupakan bahan yang
tidak berwarna atau berwarna putih kekuningan yang dapat meningkatkan
viskositas dari fase air. Emulgator Viscolam® ini sering digunakan sebagai
polimer cair didasarkan pada konsep “Hydro Swelling Droplets” dimana
pada proses pembuatan emulsi secara langsung dapat terjadi
35
pembesaran ukuran tetesan air tanpa perlu pemanasan atau modifikasi
pH (29).
II.9.3 Asam stearat
Rumus molekul : C18H36O2, Berat molekul : 284.47
Gambar 3. Rumus struktur asam stearat (Sumber : Rowe, Raymond C, dkk., 2009,Handbook of Pharmaceutical Excipients. Sixth Edition, American PharmaceuticalAssociation. Washington DC.).
Asam stearat berupa zat padat keras mengkilap menunjukkan
susunan hablur; kuning pucat atau putih; mirip lemak lilin. Praktis tidak
larut dalam air; larut dalam 20 bagian etanol (95%) P, dalam 2 bagian
kloroform P dan dalam 3 bagian eter P. Memiliki titik lebur tidak kurang
dari 54° C. Asam stearat adalah bahan yang stabil; perlu diberi
tambahan antioksidan. Asam stearat digunakan sebagai emolien dalam
kosmetika, sebagai emulgator dalam sediaan krim bila sebagian
dinetralkan dengan basa atau trietanolamin, pemadat (26).
II.9.4 Setil alkohol
Rumus molekul : C16H34O, Berat molekul : 242.44
Gambar 4. Rumus struktur setil alkohol (Sumber : Rowe, Raymond C, dkk., 2009,Handbook of Pharmaceutical Excipients. Sixth Edition, American PharmaceuticalAssociation. Washington DC.).
36
Setil alkohol berupa serpihan putih, berbentuk kubus atau granul
dengan bau khas yang lemah. Setil alkohol praktis tidak larut dalam air,
mudah atau sedikit larut dalam alkohol, larut dalam eter, bercampur bila
dilebur bersama minyak hewani atau nabati, paraffin cair dan lemak bulu
domba cair. Memiliki titik lebur 45° - 52° C. Setil alkohol digunakan
sebagai emolien, stabil terhadap asam, basa, cahaya dan udara dan
tidak menjadi tengik. Konsentrasi sebagai emolien 2-5% (26).
II.9.5 Gliserin
Rumus molekul : C3H8O3, Berat molekul : 92.09
Gambar 5. Rumus struktur gliserin (Sumber : Rowe, Raymond C, dkk., 2009,Handbook of Pharmaceutical Excipients. Sixth Edition, American PharmaceuticalAssociation. Washington DC.).
Gliserin berupa cairan bersih, tidak berwarna, tidak berbau,
kental, higroskopis, memiliki rasa manis, sekitar 0,6 kali sukrosa.
Gliserin sukar larut dalam aseton, praktis tidak larut dalam benzen,
kloroform, dan minyak, larut dalam air, metanol, dan etanol 95%.
Memiliki titik lebur 17,8° C. Campuran gliserin dengan air, etanol (95%),
dan propylen glikol membentuk campuran yang stabil. Gliserin terutama
digunakan sebagai humektan dan emolien. Gliserin juga digunakan
sebagai pelarut atau kosolven dalam krim dan emulsi (26).
37
II.9.6 Propilenglikol
Rumus molekul : C3H8O2, Berat molekul : 76.09
Gambar 6. Rumus struktur propilenglikol (Sumber : Rowe, Raymond C, dkk., 2009,Handbook of Pharmaceutical Excipients. Sixth Edition, American PharmaceuticalAssociation. Washington DC.).
Propilenglikol berupa cairan kental yang jernih, tidak berwarna,
praktis tidak berbau dengan sedikit rasa manis menyerupai gliserin.
Propilenglikol digunakan sebagai humektan dalam sediaan kosmetik
dengan konsentrasi hingga 15% (26).
II.9.7 Metil paraben
Rumus molekul : C8H8O3, Berat molekul : 152.15
Gambar 7. Rumus struktur metil paraben (Sumber : Rowe, Raymond C, dkk., 2009,Handbook of Pharmaceutical Excipients. Sixth Edition, American PharmaceuticalAssociation. Washington DC.).
Metil paraben berupa serbuk hablar halus, putih; hampir tidak
berbau; tidak mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa
tebal. Dapat larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih,
dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 3 bagian aseton P; mudah
larut dalam eter P dan dalam larutan alkali hidroksida, larut dalam 60
bagian gliserol P panas dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas,
38
jika didinginkan larutan tetap jernih. Mempunyai titik lebur 125-128°C.
Metil paraben (0,18%) dikombinasikan dengan propil paraben (0,02%)
sebagai pengawet pada beberapa formulasi. Metil paraben dan golongan
paraben lainnya incomp dengan surfaktan nonionik, dan cara
mengatasinya dengan penambahan propilenglikol 10% (26).
II.9.8 Propil paraben
Rumus molekul : C10H12O3, Berat molekul : 180.20
Gambar 8. Rumus struktur propil paraben (Sumber : Rowe, Raymond C, dkk., 2009,Handbook of Pharmaceutical Excipients. Sixth Edition, American PharmaceuticalAssociation. Washington DC.).
Propil paraben berupa serbuk hablur putih; tidak berbau; tidak
besar. Sangat sukar larut dalam air; larut dalam 3,5 bagian etanol (95%) P
clan dalam 3 bagian aseton P, dalam 140 bagian gliserol P dan dalam
minyak lemak, mudah larut dalam larutan alkali hidroksida. Memiliki titik
lebur 95-98°C. Digunakan sebagai pengawet (26).
II.9.9 Isopropil meristat
Rumus molekul : C17H34O2, Berat molekul : 270.5
Gambar 9. Rumus struktur isopropil meristat (Sumber : Rowe, Raymond C, dkk.,2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients. Sixth Edition, American PharmaceuticalAssociation. Washington DC.).
39
Isopropil miristat berupa cairan bersih, tidak berwarna, praktis
tidak berbau pada cairan viskositas rendah. Terdiri dari ester dari
propan-2-ol dan asam lemak jenuh berat molekul tinggi, terutama
asam miristat. Larut dalam aseton, kloroform, etanol (95%), etil asetat,
lemak, alkohol lemak, minyak, hidrokarbon cair, toluena, dan lilin. Banyak
melarutkan lilin, kolesterol, atau lanolin. Praktis tidak larut dalam gliserin,
glikol, dan air. Digunakan sebagai emolien, pembawa minyak, penetran
kulit, dan pelarut. Stabil pada campuran air dan gliserin (26).
II.9.10 Alfa tokoferol
Rumus molekul : C29H50O2, Berat molekul : 430.72
Gambar 10. Rumus struktur alfa tokoferol (Sumber : Rowe, Raymond C, dkk., 2009,Handbook of Pharmaceutical Excipients. Sixth Edition, American PharmaceuticalAssociation. Washington DC.).
Berupa cairan seperti minyak, kuning jernih, tidak berbau atau
sedikit berbau. Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol (95%) P
dan dapat bercampur dengan eter P dengan aseton P, dengan minyak
nabati dan dengan kloroform P. Tidak stabil terhadap cahaya dan udara.
Tokoferol digunakan sebagai antioksidan dalam sediaan kosmetik (26).
40
II.9.11 Oleum jasmin
Minyak essensial yang berasal dari tanaman J.grandiflorum yang
mengandung metil antranilat, benzil alkohol, benzil asetat, dan terpen
linalol, dan linalil asetat.
41
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
III.1 Alat dan Bahan yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, homogenizer
(Turrax®) lemari pendingin, mikroskop (L-301A®), penangas air, pengaduk
elektrik (Philips®), perangkat uji konduktivitas (bola lampu, kabel, sumber
arus listrik), pH meter (Lutron®), termometer, timbangan analitis
(Sartorius®), viskometer (Brookfield®).
Bahan-bahan yang digunakan adalah alfa tokoferol, air suling,
asam stearat, ekstrak akar murbei dan buah mahkota dewa, emulgator
novemer® dan viscolam®, gliserin, isopropil meristat, metil paraben,
oleum jasmin, propilenglikol, propil paraben, setil alkohol.
III.2 Prosedur Kerja
III.2.1 Pengambilan sampel
Sampel akar murbei (Morus alba L) diperoleh dari Kecamatan
Sabbangparu, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan dan sampel buah
mahkota dewa (Phaleria macrocarpa Boerl.) diperoleh dari Djogyakarta
dalam bentuk simplisia kering.
III.2.2 Pengolahan Sampel
Akar murbei dicuci dengan air mengalir hingga bersih dan dipotong
kecil-kecil kemudian dikeringkan dengan cara dipanaskan menggunakan
oven.
42
III.2.3 Ekstraksi
Sampel akar yang telah kering sebanyak 100 gram direndam
dengan heksan 1000 ml dalam labu alas bulat. Labu alas bulat
disambungkan ke kondensor kemudian direfluks selama 2-4 jam.
Selanjutnya disaring dengan kain lalu ekstrak heksan yang diperoleh
kemudian dikumpulkan dan diuapkan cairan penyarinya dengan
menggunakan rotavapor dan diangin-anginkan sampai diperoleh ekstrak
heksan kental. Selanjutnya residu dikeringkan pada suhu kamar sampai
bebas heksan, kemudian direndam dengan 1000 ml etanol 70% dalam
labu alas bulat. Disambungkan ke kondensor kemudian direfluks selama
2-4 jam. Selanjutnya disaring lalu ekstrak etanol yang diperoleh kemudian
diuapkan penyarinya dengan menggunakan rotavapor dan diangin-
anginkan sampai diperoleh ekstrak etanol kering. Diperoleh rendamen
sebesar 12,532%.
Simplisia buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) ditimbang 150
gram dan dimasukkan ke dalam bejana maserasi, lalu direndam dengan 1
liter etanol 70% sampai semua simplisia terendam, didiamkan selama 3-5
hari sambil sesekali diaduk, kemudian filtrat disaring. Ulangi perlakuan
yang sama sebanyak 2-3 kali dan filtrat yang terkumpul dipekatkan
dengan rotavapor. Diperoleh rendamen sebesar 11,2357%.
III.2.4 Formulasi Krim
Dibuat masing-masing 3 rancangan formula krim tipe m/a dari
kombinasi ekstrak akar murbei dan buah mahkita dewa yang terdiri dari
43
formula yang menggunakan variasi emulgator novemer® 0.5%, 1%, dan
2% dan variasi emulgator viscolam® 2%, 3%, dan 4%. Rancangan formula
lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Rancangan Formula Dengan Emulgator Novemer®
No. Nama Bahan Formula Krim (% b/b)I II III
1. Ekstrak etanol akar murbei 0,1 0,1 0,1
2. Ekstrak etanol buah mahkotadewa 0,5 0,5 0,5
3. Asam stearat 2 2 24. Setil alkohol 3 3 35. Gliserin 5 5 56. Isopropil meristat 2 2 27. Propilenglikol 10 10 108. Novemer® 0,5 1 29. Metil paraben 0,2 0,2 0,2
10. Propil paraben 0,02 0,02 0,0211. α-tokoferol 0,05 0,05 0,0512. Oleum jasmin 0,005 0,005 0,00513. Air suling 76,625 76,125 75,125
Tabel 2. Rancangan Formula Dengan Emulgator Viscolam®
No. Nama Bahan Formula Krim (% b/b)I II III
1. Ekstrak etanol akar murbei 0,1 0,1 0,1
2. Ekstrak etanol buah mahkotadewa 0,5 0,5 0,5
3. Asam stearat 2 2 24. Setil alkohol 3 3 35. Gliserin 5 5 56. Isopropil meristat 1 1 17. Propilenglikol 10 10 108. Viscolam® 2 3 49. Metil paraben 0,2 0,2 0,2
10. Propil paraben 0,02 0,02 0,0211. α-tokoferol 0,05 0,05 0,0512. Oleum jasmin 0,005 0,005 0,00513. Air suling 75,125 74,125 73,125
44
III.2.5 Pembuatan Formula
Masing-masing bahan ditimbang sesuai dengan perhitungan.
Dibuat fase minyak dengan cara melebur asam stearat, setil alkohol,
secara berturut-turut dalam cawan porselen di atas penangas air. Setelah
melebur sempurna, dilarutkan propil paraben serta ditambahkan isopropil
meristat sambil diaduk hingga homogen dan dibiarkan hingga suhunya 70
0C. Dibuat fase air dengan cara mencampurkan metil paraben dan air
suling dalam gelas piala, lalu dipanaskan di atas penangas air. Kemudian
ditambahkan propilenglikol dan gliserin sambil diaduk. Dibiarkan sampai
suhu mencapai 70 0C. Setelah suhu kedua fase mencapai 700C, krim
dibuat dengan cara menambahkan fase minyak ke dalam fase air sambil
diaduk dengan pengaduk elektrik. Setelah suhu mencapai 500 C,
ditambahkan emulgator novemer®/viscolam®. Setelah itu diaduk dengan
mixer (untuk emulgator novemer®) secara berselang (intermitten shaking :
2 menit pengadukan dengan selang waktu istirahat 20 detik) dan dengan
homogenaizer (untuk emulgator viscolam®) pada kecepatan 4000 rpm
hingga terbentuk basis krim. Ditambahkan ekstrak akar murbei dan
ekstrak buah mahkota dewa serta oleum jasmin dan alfa tokoferol sambil
terus diaduk sampai homogen.
45
III.2.6 Penentuan Tipe Krim
III.2.6.1 Daya Hantar Listrik
Krim yang telah dibuat dimasukkan dalam gelas piala, kemudian
dihubungkan dengan rangkaian arus listrik, apabila lampu menyala maka
tipe krim adalah m/a (minyak dalam air) .
III.2.6.2 Metode Dispersi Larutan Zat Warna
Krim yang telah dibuat dimasukkan dalam vial, kemudian ditetesi
beberapa tetes metilen biru. Jika metilen biru terdispersi secara dominan
pada krim maka tipe krim adalah m/a.
III.2.7 Evaluasi Kestabilan
III.2.7.1 Pemeriksaan Organoleptik
Krim yang telah dibuat diperiksa warna, bau, dan tekstur sebelum
dan sesudah dilakukan penyimpanan yang dipercepat.
III.2.7.2 Pengukuran pH krim
Dilakukan pengukuran pH dengan menggunakan pH meter yang
meliputi pH krim sebelum dan sesudah dilakukan kondisi penyimpanan
yang dipercepat.
III.2.7.3 Pengukuran Viskositas
Pengukuran viskositas dilakukan terhadap sediaan krim yang telah
dibuat sebelum dan sesudah kondisi penyimpanan dipercepat.
Pengukuran viskositas dilakukan menggunakan viskometer Brookfield
pada 50 putaran per menit (rpm), menggunakan spindle no.7.
46
III.2.7.4 Pengukuran Tetes Terdispersi
Sediaan yang telah jadi dilakukan pengukuran tetes terdispersi
sebelum dan sesudah diberi kondisi penyimpanan dipercepat.
Pengamatan ukuran tetes terdispersi dilakukan menggunakan mikroskop.
III.2.7.5 Inversi Fase
Sediaan yang telah jadi, diuji inversi fase sebelum dan setelah
kondisi penyimpanan dipercepat menggunakan metode daya hantar listrik
dan metode dispersi zat warna.
III.2.8 Pengumpulan dan Analisa Data
Data dari hasil penelitian dikumpulkan dan dilakukan analisis data
47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Penelitian
Penelitian ini mengenai pengaruh variasi konsentrasi emulgator
Novemer® dan Viscolam® terhadap kombinasi ekstrak etanol akar murbei
(Morus alba L.) dan ekstark buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa
[Scheff.] Boerl.) dengan tipe krim minyak dalam air (m/a) untuk melihat
kestabilan dari krim pemutih tersebut. Dari penelitian sebelumnya
terhadap aktivitas penghambatan enzim tirosinase dari ekstrak etanol akar
murbei (Morus alba L.) menunjukkan bahwa ekstrak etanol akar murbei
(Morus alba L.) memiliki aktivitas penghambatan terhadap enzim
tirosinase dengan nilai IC50 yang diperoleh adalah sebesar 1,39 bpj.
Sedangkan penelitian sebelumnya terhadap aktivitas ekstrak buah
mahkota dewa (Phaleria macrocarpa Boerl.) sebagai tabir surya
menunjukkan rata-rata persen transmisi eritema sebesar 0,14 dimana
suatu bahan dikatakan sebagai sunblock total apabila harga % transmisi
eritema < 1. Akar murbei yang telah dikeringkan direfluks dengan etanol
70% sedangkan buah mahkota dewa dimaserasi dengan etanol 70%
dimana masing-masing menghasilkan estrak kering.
Hasil pengamatan dan pengujian yang dilakukan lebih lengkap
dapat dilihat pada tabel 3 – 12.
48
IV.2 Pembahasan
Bahan pengemulsi atau emulgator merupakan bahan yang
digunakan dalam emulsi untuk menjaga kestabilan fisik sediaan dengan
mencegah terjadinya koalesensi atau menyatunya tetesan-tetesan dari
masing-masing fase.
Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Isma Aziza yang
mengukur aktivitas penghambatan enzim tirosinase menggunakan ekstrak
etanol akar murbei (Morus alba L.) dengan berbagai konsentrasi
diperoleh IC50 sebesar 1,39 bpj. Berdasarkan hal tersebut maka
ditentukan konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam krim sebesar 0,1%.
Untuk penentuan konsentrasi ekstrak buah mahkota dewa sebagai
tabir surya berdasarkan pada penelitian Melyati yang menggunakan 0,5%
ekstrak yang menghasilkan krim tabir surya yang stabil secara fisik
dengan rata-rata persen transmisi eritema sebesar 0,14 dimana suatu
bahan dikatakan sebagai sunblock total apabila harga % transmisi eritema
< 1 (7).
Untuk pembuatan krim diformulasikan dalam tipe minyak dalam air
(m/a) dengan kombinasi ekstrak akar murbei (Morus alba L.) dan ekstrak
buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa Boerl.) menggunakan variasi
emulgator Novemer® 0,5%; 1%; dan 2% serta Viscolam® 2%; 3%; dan 4%.
Untuk pemilihan konsentrasi Novemer® 0,5% diambil dibawah konsentrasi
yang ada pada literatur (1-4%) dengan alasan ingin membuktikan apakah
49
pada konsentrasi tersebut krim yang dihasilkan masih dapat stabil secara
fisik. Untuk konsentrasi Viscolam® diambil sesuai literatur (2-5%).
Setelah diformulasikan dalam bentuk krim tipe m/a, dilakukan
pengujian kestabilan fisik krim yang diformulasi menggunakan variasi
konsentrasi emulgator Novemer® dan Viscolam®. Pengujian ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variasi konsentrasi emulgator
Novemer® dan Viscolam® terhadap kestabilan fisik krim.
Hasil pengamatan organoleptis terhadap krim I, II, dan III yang
diformulasikan dengan emulgator Novemer® dengan konsentrasi
berturut-turut 0,5%, 1%, dan 2% tidak menunjukkan perubahan warna
dan tekstur. Hal ini disebabkan karena dasar krim bersifat inert sehingga
tidak terjadi interaksi antara basis dengan emulgator Novemer® yang
mengandung acrylat yang memiliki reaksi netral dan polisorbat 85
yang merupakan surfaktan nonionik, yang pada umumnya tidak bereaksi
dengan asam, basa dan garam. Untuk pengamatan organoleptis terhadap
krim I, II, dan III yang diformulasikan dengan emulgator Viscolam®
dengan konsentrasi berturut-turut 1%, 2%, dan 3% menunjukkan
perubahan warna dan tekstur serta mengalami pemisahan fase setelah
kondisi penyimpanan dipercepat.
Hasil pengujian tipe emulsi krim dengan emulgator
Novemer® sebelum dan sesudah penyimpanan dipercepat
memperlihatkan bahwa semua krim mempunyai tipe emulsi m/a, baik
dengan uji pengenceran, uji dispersi zat warna menggunakan metilen biru
50
dan uji daya hantar listrik. Pada krim dengan emulgator Viscolam® hasil uji
tipe emulsi sebelum penyimpanan dipercepat memperlihatkan bahwa
semua krim mempunyai tipe emulsi m/a yaitu pada uji pengenceran, uji
warna menggunakan metilen biru, dan uji daya hantar listrik sedangkan
sesudah penyimpanan dipercepat tidak dilakukan uji tipe emulsi karena
krim telah mengalami pemisahan fase. Hasil pengujian tipe emulsi dapat
dilihat pada gambar 5-11. Uji pengenceran memperlihatkan bahwa
emulsi dapat diencerkan dengan air suling. Hal ini disebabkan karena
volume fase terdispersi (fase minyak) yang digunakan dalam krim ini lebih
kecil dari fase pendispersi (fase air), sehingga jumlah fase air yang
dominan membuat krim dapat terencerkan maka krim dikatakan emulsi
tipe m/a. Uji dispersi warna memperlihatkan metilen biru dapat
terdispersi ke dalam krim. Hal ini disebabkan metilen biru dapat larut
pada fase pendispersi (fase air) yang jumlahnya lebih dominan dari
fase minyak sehingga krim dikatakan tipe m/a. Uji daya hantar listrik
menunjukkan hasil positif berupa nyala lampu. Uji ini didasarkan
pada prinsip bahwa air menghantarkan arus listrik sedangkan minyak
tidak, sehingga dapat disimpulkan tipe emulsi m/a (23).
Hasil pengukuran pH krim menunjukkan adanya perubahan pH
krim sebelum dan setelah penyimpanan dipercepat. Sebelum kondisi
penyimpanan dipercepat, pada konsentrasi formula krim dengan
emulgator Novemer® 0,5%; 1%; dan 2% diperoleh nilai pH berturut-turut
sebesar 6,75; 6,87; 6,95. Sesudah kondisi penyimpanan dipercepat,
51
mempunyai pH berturut-turut sebesar 6,95; 7,01; 7,08. Untuk formula krim
dengan emulgator Viscolam® diperoleh pH sebelum penyimpanan
dipercepat berturut-turut 6,37; 6,43; 6,53. Untuk pH setelah penyimpanan
dipercepat tidak dilakukan pengukuran karena pada krim terjadi
pemisahan fase atau breaking. Hasil pengukuran pH setelah kondisi
penyimpanan dipercepat pada krim dengan emulgator Novemer®
menunjukkan peningkatan pada semua formula krim. Adanya
peningkatan pH pada sediaan dapat diakibatkan oleh adanya reaksi-
reaksi kimia yang terjadi dalam sediaan dalam proses penyimpanan. pH
krim yang diperoleh mendekati pH fisiologis kulit, yaitu antara 4,5 – 6,5
(pH-balanced) dimana sediaan kosmetik yang dibuat harus mendekati
pH fisiologis kulit atau sama dengan pH tersebut. Semakin alkalis atau
semakin asam bahan yang mengalami kontak dengan kulit, semakin
sulit untuk menetralisirnya dan kulit akan menjadi lelah karenanya dan
dapat menyebabkan kulit menjadi kering, pecah-pecah, sensitif, dan
mudah terkena infeksi (14).
Viskositas krim merupakan kriteria penampilan pokok,
penggunaannya tidak berkenaan dengan nilai viskositas absolut, tetapi
melihat pada perubahan viskositas selama penyimpanan. Semakin kecil
perubahan viskositas maka semakin stabil krim tersebut. Pengamatan
viskositas krim sebelum dan setelah penyimpanan dipercepat
menunjukkan terjadinya kenaikan viskositas pada semua variasi
konsentrasi. Hal ini merupakan efek normal penyimpanan suatu emulsi
52
pada suhu yang lebih tinggi adalah mempercepat koalesensi dan hal ini
biasanya diikuti dengan perubahan viskositas. Selain itu, perbedaan
temperatur secara bergantian pada saat proses penyimpanan dipercepat
dapat menyebabkan terjadinya penguapan air dari sediaan sehingga
viskositas krim meningkat. Kebanyakan emulsi menjadi lebih encer pada
suhu tinggi dan menjadi lebih kental bila dibiarkan mencapai suhu dingin.
Dari histogram perubahan viskositas menggunakan emulgator
Novemer® (Gambar 12-15) memperlihatkan dari ketiga formula krim yang
memiliki perbedaan viskositas krim sebelum dan sesudah kondisi
penyimpanan dipercepat paling kecil adalah krim dengan konsentrasi
emulgator novemer® 2% sehingga krim ini yang paling stabil secara fisik.
Untuk krim dengan emulgator Viscolam® memperlihatkan adanya
pemisahan atau breaking sehingga ketiga formula krim dinyatakan tidak
stabil secara fisik.
Pada pengamatan tetes terdispersi (Gambar 16-17) dapat
menunjukkan kestabilan suatu krim. Rentang ukuran tetes terdispersi
suatu emulsi adalah 0,1 – 100 µm, semakin kecil ukuran tetes terdispersi
suatu emulsi maka semakin stabil pula emulsi tersebut . Hasil pengamatan
tetes terdispersi tidak dilakukan perhitungan ukuran tetes terdispersi. Hal
ini dikarenakan ukuran tetes terdispersi dari semua krim sangat kecil baik
sebelum maupun setelah diberi kondisi penyimpanan dipercepat.
Dari pembahasan di atas maka diketahui bahwa ada pengaruh
penggunaan variasi emulgator Novemer® 1% dan 2% terhadap
53
kestabilan fisik krim dengan bahan aktif dari kombinasi ekstrak akar
murbei (Morus alba S.) dan ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa Boerl.) yaitu berpengaruh terhadap perubahan kekentalan
namun tidak berpengaruh terhadap pemisahan fase atau dapat
dinyatakan stabil secara fisik. Untuk krim dengan emulgator
Novemer® 0,5% dinyatakan tidak stabil secara fisik karena terjadi
pemisahan fase setelah kondisi stres. Hal ini terjadi karena konsentrasi
emulgator yang digunakan terlalu rendah sehingga pembentukan
emulsinya tidak stabil. Untuk krim dengan emulgator Viscolam® dengan
konsentrasi 2%, 3%, dan 4% dinyatakan tidak stabil secara fisik karena
terjadi pemisahan fase setelah kondisi penyimpanan dipercepat. Hal ini
terjadi dikarenakan surfaktan nonionik yang sering digunakan adalah
suatu ester yang dapat terhidrolisis atau berinteraksi dengan
komponen lain dari emulsi. Setelah terhidrolisis surfaktan nonionik
akan menghasilkan asam lemak yang merupakan bagian dari fase
minyak dan akan menambah jumlah fase minyak sehingga
menyebabkan kurang tertutupnya tetesan minyak yang dapat
menyebabkan terjadinya pemisahan fase (25). Selain itu, konsentrasi
yang terlalu rendah dapat mengakibatkan emulsi yang terbentuk tidak
stabil dalam kondisi penyimpanan dipercepat.
54
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Kombinasi ekstrak akar murbei (Morus alba L.) dan ekstrak buah
mahkota dewa (Phaleria macrocarpa Boerl.) yang diformulasikan
dalam bentuk sediaan krim menggunakan variasi konsentarasi
emulgator Novemer® mengalami peningkatan pH dan viskositas setelah
kondisi penyimpanan dipercepat.
2. Krim dengan emulgator Viscolam® dengan konsentrasi 2%, 3%, dan
4% serta krim dengan konsentrasi emulgator Novemer® 0,5%
mengalami pemisahan fase setelah kondisi penyimpanan dipercepat
dan dinyatakan tidak stabil secara fisik.
3. Untuk krim dengan emulgator Novemer® dengan konsentrasi 1% dan
2% memperlihatkan tidak adanya perubahan warna, bau, pemisahan
fase, dan inversi fase
4. Krim dengan emulgator Novemer® 2% merupakan krim yang paling
stabil secara fisik.
55
V.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, disarankan :
1. Sebaiknya dilakukan uji iritasi terhadap krim dari kombinasi ekstrak
akar murbei (Morus alba L.) dan ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa Boerl.)
2. Sebaiknya dilakukan uji aktivitas penghambatan enzim tirosinase dari
ekstrak akar murbei (Morus alba L.) setelah menjadi krim.
3. Dilakukan uji lanjutan terhadap krim karena mengalami kenaikan pH
untuk mengetahui interaksi yang terjadi.
56
DAFTAR PUSTAKA
1. Nandityasari, Ika. 2009. Hubungan Antar Ketertarikan Iklan Pond’s diTelevisi Dengan Keputusan Membeli Produk Pond’s Pada Mahasiswa.Surakarta : Universitas Muhammadiyah
2. Djajadisastra, Joshita., Pemutih yang tepat dan aman bagi wanitaIndonesia, Departemen Farmasi FMIPA UI. 2004
3. Swarbrick J, editor. 2007. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology3 ed. Informa Healthcare USA. New York. Hal 1548 – 1561. Availableas PDF file.
4. Arbab, A.H.H. and Mahmoud M.E. (2010), Review on Skin WhiteningAgents, Khartoum Pharmacy Journal, 13, 5-9
5. Luanratana, O and Panwipa G (2005), Anti – Tyrosinase Activities ofThe Extracts From Thai Mulberry Twigs and The Whitening Cream.Journal of The National Research Council of Thailand, 37(2).
6. Lowe, N.J., & Shaath, N.A. 1990. Sunscreens : Development,Evaluation, and Regulatory Aspects. Marcel Dekker, Inc. New York.215
7. Fatmawaty, A. 2007, Evaluasi Kestabilan Fisik KrimTabir Surya Campuran Ekstrak Buah Mahkota Dewa (PhaleriaMacrocarpa (Scheff.) Boerl.) Dan Rimpang Kencur (KaempferiaGalanga L) Menggunakan Surfaktan Nonionik. Makassar, FakultasFarmasi, 7-8
8. The Lubrizol Corporation. Personal Care. NovemerTM* EC-1 Polymer.[serial on internet]. 23 November 2010. pg 1. Avalaibel from:http://www.lubrizol.com/PersonalCare/Products/Novemer/NovemerEC-1.html.
9. Dalimarta, S., Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid II, TrubusAgriwidya, Jakarta. 2000, 163.
10.Winarto, W.P. 2003. Mahkota dewa Budi Daya dan PemanfaatanUntuk Obat. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. 3,9
11.Harmanto, N. 2001. Mahkota dewa Obat Pusaka Para Dewa. Jilid 3.Puspa Swara. Jakarta. 62,63
57
12.Pearce, E. Anatomi dan Fisologi untuk Paramedis. Penerbit PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2005. hal. 239-241.
13.Freedberg, I.M. Dermatology in General Medicine. Volume I. Ed. 6.McGraw Hill Medical Publishing Division. New York. 2002. hal 133-141.
14.Tranggono, R.I., dan Fatma L. Buku Pegangan ilmu PengetahuanKosmetik. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2007.
15.Freedberg, I.M. Dermatology in General Medicine. Volume I. Ed. 6.McGraw Hill Medical Publishing Division. New York. 2002. hal 133-141.
16.Ebank, J.P., Randall W. and Raymond E.B. Z. Mekanisme PewarnaanKulit. Department of Dermatology, University of Cincinnati College ofMedicine. USA. 2009.
17.Briganti, S., Camera, E., & Picardo, M.,. J Pigment Cell Res. InnovativeTechnology Chemical and Instrumental Approaches to TreatHyperpigmentation. 2003. hal. 16: 101 -110.
18.Liebermen, H.A. Pharmaceutical Dosage Forms, Disperse System. VolII. Marcel Dekker Inc. New york. 1988. 233, 234
19.Draelos, Z.D. dan Lauren A. Thaman. Cosmetic Formulation of SkinCare Products. Vol. 30. Taylor and Francis Group. New York. 2006.hal. 209-205.
20.Sriwidodo. Cermin Dunia Kedokteran. PT. Kalbe Farma. PusatPenelitian dan Pengembangan. Available as PDF file.
21.Parrott, E.L., Pharmaceutical Technology. FundamentalPharmaceutics. [Third Revition]. Burgess Publishing Company.Minneapolis. 1971. hal. 313.
22.Baumann, L. Cosmetic Dermatology Principles and Practice. The McGraw Hill Companies. New York. 2002. hal. 29-30.
23.Lachman,L. ,Herbert A. L., dan Joseph L.K. Teori dan Praktek FarmasiIndustri. Ed. 2. Penerbit Universitas Indonsia Press. Jakarta. 1994. Hal.1029-1044, 1102-1105.
24.Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. FarmakopeIndonesia. Ed. IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Jakarta. 1995. Hal.
58
25.Djajadisastra, Joshita. Cosmetic Stability. [book on internet]. 2004.[accessed 13 Desember 2010]. Pg 21 [31]. Avalaibel from:http://eprints.ui.ac.id/3512/1/eb9ed76c0b741237c496cf55275ef17bb7e2bc41.pdf
26.Rowe, R.C., Paul J.S and Sian C.O. Handbook of PharmaceuticalExcipients. Ed. 6. Pharmaceutical Press and the AmericanPharmacists Association. 2009. Available as PDF file.
27.Gennaro, A.R., et al. Remingtons Pharmaceutical Sciences. 21thEdition. Mack Publishing Company. Easton. Pennysylvania. 2005.Hal.327-331, Available as PDF file.
28.Martin, A., Swarbrick, J., an Cammarat, A.Farmasi Fisika, Dasar-DasarKimia Fisik dalam Ilmu Farmasetik. Edisi Keempat. UI Press. Jakarta.1993.
29.SNF Cosmetics. Flocare. [book on internet]. 2008. [accessed 07 Mei2011]. Pg 4 [11]. Availaibel from: http://www.carbocel.cn/products/TDS.cfm?nav=020500&CatTDS=54
59
Lampiran ISkema Kerja Pembuatan Krim
a. Skema Kerja Pembuatan Krim
- Disiapkan- Ditimbang sesuai perhitungan
Dilebur hingga 70C Dipanaskan hingga 700Ckemudian ditambahanpropilenglikol dan gliserin
Fase air dicampur ke fase minyak Untuk Emulgator Viscolam®
Novemer® ditambahkan pada suhu 50C diaduk menggunakan homogenaizer(pengadukan secara intermitten shaking) dengan kecepatan 4000 rpm
Ditambahkan sejumlah basis denganekstrak akar murbei & ekstrak buahmahkota dewa dan dihomogenkan
Ditambahakan oleum jasmin, dan α-tokoferol
Dasar Krim
Alat dan Bahan
Fase Minyakasam stearat, setil alkohol,
isopropil meristat, propil paraben
Sediaan Krim dari Ekstrakakar murbei
Fase AirMetil paraben
Pengujian
60
Lampiran IISkema Pengujian Krim
Freez-ThawTest padaSuhu 40C dan400C Selama24 Jam
Analisis Secara Organoleptis
Sediaan Krim
Uji Tipe Emulsi Uji Kestabilan Fisik
MetodeDispersiWarna
MetodePengenceran
MetodeHantaran Listrik
Setelah 6 Siklus
TetesTerdispersi
Viskositas InversiFase
Analisis Data
Pembahasan Kesimpulan
Pemisahanfase
61
Tabel 3. Hasil Pengamatan Sampel (Ekstrak akar murbei)Pengamatan Hasil
Warna Kuning
Bau Tidak berbau
Tabel 4. Hasil Pengamatan Sampel (Ekstrak buah mahkota dewa)Pengamatan Hasil
Warna Kuning
Bau Tidak berbau
Tabel 5. Hasil Pengamatan Organoleptis Krim (emulgator Novemer®)Kondisi
Krim
PengamatanSebelum Penyimpanan
DipercepatSetelah Penyimpanan
DipercepatWarna Tekstur Warna Tekstur
0,5% krem halus krem halus1% krem halus krem halus
2% krem halus krem halus
Tabel 6. Hasil Pengamatan Organoleptis Krim (emulgator Viscolam®)Kondisi
Krim
PengamatanSebelum Penyimpanan
DipercepatSetelah Penyimpanan
DipercepatWarna Tekstur Warna Tekstur
2% krem halus - -3% krem halus - -
4% krem halus - -(-) : Krim mengalami pemisahan fase (breaking)
Tabel 7. Hasil Pengamatan Tipe Emulsi (emulgator Novemer®)
Krim
Tipe EmulsiSebelum Penyimpanan Dipercepat Setelah Penyimpanan Dipercepat
Uji HantaranListrik
UjiPengenceran
Uji DispersiWarna
Uji HantaranListrik
UjiPengenceran
Uji DispersiWarna
0,5% M/A M/A M/A M/A M/A M/A1% M/A M/A M/A M/A M/A M/A2% M/A M/A M/A M/A M/A M/A
62
Tabel 8. Hasil Pengamatan Tipe Emulsi (emulgator Viscolam®)
Krim
Tipe EmulsiSebelum Penyimpanan Dipercepat Setelah Penyimpanan Dipercepat
Uji HantaranListrik
UjiPengenceran
Uji DispersiWarna
Uji HantaranListrik
UjiPengenceran
Uji DispersiWarna
2% M/A M/A M/A - - -3% M/A M/A M/A - - -4% M/A M/A M/A - - -
(-) : Krim mengalami pemisahan fase (breaking)
Tabel 9. Hasil Pengukuran viskositas (cps) (emulgator Novemer®)
Tabel 10. Hasil Pengukuran viskositas (cps) (emulgator Viscolam®)
(-) : Krim mengalami pemisahan fase (breaking)
Tabel 11. Hasil Pengukuran pH krim (emulgator Novemer®)Kondisi
KrimBasis tanpa
penambahanekstrak
Sebelum kondisidipercepat
Sesudah kondisiDipercepat
0,5% 6,80 6,75 6,951% 6,88 6,87 7,012% 7,04 6,95 7,08
KondisiKrim
Sebelum PenyimpananDipercepat
Sesudah PenyimpananDipercepat
0,5%7200 128006400 124007600 12000
1%12800 1920012000 1960012000 18400
2%16000 2080016800 2160016800 21600
KondisiKrim
Sebelum PenyimpananDipercepat
Sesudah PenyimpananDipercepat
2%3200 -3200 -2400 -
3%4000 -5200 -3200 -
4%5200 -5600 -4800 -
63
Tabel 12. Hasil Pengukuran pH krim (emulgator Viscolam®)Kondisi
KrimBasis tanpa
penambahanekstrak
Sebelum kondisidipercepat
Sesudah kondisiDipercepat
2% 6,36 6,37 -3% 6,42 6,43 -4% 6,50 6,53 -
Keterangan : (-) : Krim mengalami pemisahan fase (breaking).
Gambar 11. Sediaan krim variasi konsentrasi emulgator novemer® sebelum kondisipenyimpanan dipercepat (A) dan setelah penyimpanan dipercepat (B). Krim (I) dengankonsentrasi 0,5%, krim (II) dengan konsentrasi 1%, dan krim (III) dengan konsentrasi 2%.
Gambar 12. Sediaan krim variasi konsentrasi emulgator viscolam® sebelum kondisipenyimpanan dipercepat (A) dan setelah penyimpanan dipercepat (B). Krim (I) dengankonsentrasi 2%, krim (II) dengan konsentrasi 3%, dan krim (III) dengan konsentrasi 4%.
I II IIII II III
IIIIII I II III
A B
64
Gambar 13. Hasil uji tipe emulsi M/A emulgator Novemer® dengan metode dayahantar listrik sebelum kondisi penyimpanan dipercepat. Krim (I) dengan konsentrasi0,5%, krim (II) dengan konsentrasi 1%, dan krim (III) dengan konsentrasi 2%.
Gambar 14. Hasil uji tipe emulsi M/A emulgator Novemer® dengan metode dayahantar listrik setelah kondisi penyimpanan dipercepat. Krim (I) dengan konsentrasi0,5%, krim (II) dengan konsentrasi 1%, dan krim (III) dengan konsentrasi 2%.
Gambar 15. Hasil uji tipe emulsi M/A emulgator Viscolam® dengan metode dayahantar listrik sebelum kondisi penyimpanan dipercepat. Krim (I) dengan konsentrasi 2%,krim (II) dengan konsentrasi 3%, dan krim (III) dengan konsentrasi 4%.
I II III
I II III
I II III
65
Gambar 16. Hasil uji tipe emulsi M/A metode pengenceran air sebelum (I) dansetelah (II) kondisi penyimpanan dipercepat dengan menggunakan emulgator Novemer®
0,5% (A), 1% (B), dan 2% (C).
Gambar 17. Hasil uji tipe emulsi M/A metode dispersi warna sebelum kondisi (I)dan setelah (II) penyimpanan dipercepat dengan menggunakan emulgator Novemer®
0,5% (A), 1% (B), dan 2% (C).
Gambar 18. Hasil uji tipe emulsi M/A metode pengenceran air sebelum kondisipenyimpanan dipercepat dengan menggunakan emulgator Viscolam® 2% (A), 3% (B),dan 4% (C).
Gambar 19. Hasil uji tipe emulsi M/A metode dispersi warna sebelum kondisipenyimpanan dipercepat dengan menggunakan emulgator Viscolam® 2% (A), 3% (B),dan 4% (C).
I II
I II
I II
A B CA B C
A BC A
BC
A B C
A B C
66
0
2
4
6
8
0,5 1 2
pHKr
im
Konsentrasi Emulgator (%)
Histogram pH Krim Dengan EmulgatorNovemer®
Basis tanpa ekstrak
Sebelum penyimpanandipercepat
Setelah penyimpanandipercepat
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,5 1 2Peru
baha
n pH
kri
m
Konsentrasi emulgator (%)
Histogram Perubahan pH Krim DenganEmulgator Novemer®
Histogram pH, Viskositas, dan Tetesan Terdispersi Krim
Gambar 20. Histogram pH Krim Sebelum dan Setelah Kondisi Penyimpanan Dipercepat.
Gambar 21. Histogram Perubahan pH Krim Setelah Kondisi Penyimpanan Dipercepat.
67
010002000300040005000600070008000
0,5 1 2
Peru
baha
n V
isco
sita
s Kr
im (c
ps)
Konsentrasi emulgator (%)
Histogram Perubahan Viscositas (cps) Krimdengan emulgator Novemer®
0
5000
10000
15000
20000
25000
0,5 1 2Vis
cosi
tas
krim
(cps
)
Konsentrasi emulgator (%)
Histogram Viscositas (cps) Krim DenganEmulgator Novemer®
Sebelum penyimpanandipercepat
Setelah penyimpanandipercepat
Gambar 22. Histogram Viskositas Krim (cps) Sebelum dan Setelah Kondisi PenyimpananDipercepat.
Gambar 23. Histogram Perubahan Kekentalan Krim (cps) Setelah Kondisi PenyimpananDipercepat.
68
Gambar 24. Hasil pengamatan tetes tedispersi sebelum dan setelah kondisipenyimpanan dipercepat menggunakan emulgator Novemer® dengan konsentrasi 0,5%(A), 1% (B), dan 2% (C).
A
Sebelum penyimpanan dipercepat Setelah penyimpanan dipercepat
B
Sebelum penyimpanan dipercepat Setelah penyimpanan dipercepat
Sebelum penyimpanan dipercepat Setelah penyimpanan dipercepat
C
69
Gambar 25. Hasil pengamatan tetes tedispersi sebelum kondisi penyimpanan dipercepatmenggunakan emulgator Viscolam® dengan konsentrasi 2% (A), 3% (B), dan 4% (C).
A
Sebelum penyimpanan dipercepat
B
Sebelum penyimpanan dipercepat
Setelah penyimpanan dipercepat
C
70
Gambar 26. Tanaman Murbei (Morus alba L.)
Gambar 27. Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa Boerl.)
top related