skenario 2
Post on 07-Dec-2015
50 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Skenario 2
Rexy, the Next Valentino Rossi
Rexy, 18 tahun, seorang mahasiswa yang menyukai olah raga balap motor.
Tetapi naas baginya pada saat melakukan latihan terakhir untuk perlombaan balap
motor keesokan harinya, Rexy mengalami kecelakaan. Sesaat setelah kecelakaan
Rexy terbaring dan mengerang kesakitan sambil memegangi betis kanannya
dengan menggunakan tangan kirinya. Rexy mengalami luka-luka dan dari bagian
tengah lengan atas kanannya terlihat patahan tulang yang menonjol keluar
dibarengi dengan keluarnya darah dalam jumlah banyak. Teman-teman sesama
pembalap dan kru langsung menolong Rexy dengan memasang bidai pada tungkai
kanan dan lengan kanannya, kemudian membawanya ke rumah sakit. Pada saat
dilakukaan pemeriksaan di rumah sakit, Rexy masih mengerang kesakitan serta
terlihat adanya betis kanan yang bengkok, bengkak, serta nyeri tekan pada cruris
dextra 1/3 tengah. Lengan kanan sama sekali tidak bisa digerakkan. Pemeriksaan
bagian akral pada kedua ektremitas tersebut baik. Setelah dilakukan pemeriksaan
radiologis dengan X-Ray, dokter bedah Orthopaedi memutuskan untuk melakukan
operasi ORIF pada cruris dan humeri dextra. Sebelum melakukan tindakan, dokter
meminta persetujuan Rexy dan keluarganya. Selain itu Rexy diberi ATS dan
antibiotika. Bagaimana anda menjelaskan keadaan Rexy?
1
I. Klarifikasi Istilah
1. Bidai
2. Operasi ORIF
3. Cruris
4. Orthopaedi
5. ATS
6. Akral
Keterangan:
1. Bidai:
- Bidai atau mitela merupakan penyangga. (Sjamsuhidajat, 2010)
- Tindakan memfiksasi bagian tubuh yang mengalami cedera dengan
menggunakan benda yang bersifat kaku maupun flexibel sebagai
fiksator. (Cholida, 2012)
2. ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi):
- Sebuah prosedur bedah medis, yang tindakannya mengacu pada
operasi terbuka untuk mengatur tulang, seperti yang diperlukan untuk
beberapa patah tulang, fiksasi internal mengacu pada fiksasi sekrup
dan piring untuk mengaktifkan atau memfasilitasi penyembuhan.
(Brunner, 2002)
- Suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada
tulang yang mengalami fraktur, yang berfungsi untuk
mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak
mengalami pergeseran. (Appley, 2005)
3. Cruris yaitu tungkai bawah yang terdiri dari 2 tulang panjang, yaitu tibia
dan fibula. (Tucker, 2003)
4. Orthopaedi adalah cabang ilmu bedah yang berhubungan dengan
pemeliharaan dan pemulihan fungsi sistem rangka, persendiannya, dan
struktur yang berkaitan, seperti ligamen, dan tendo. (Dorland, 2008)
2
5. ATS (anti tetanus serum) adalah serum yang dibuat dari plasma kuda
yang dikebalkan terhadap tetanus, serta mengandung fenol sebagai
pengawet, berupa cairan bening kekuningan. (Dorland, 2008)
6. Akral adalah ujung dari ekstremitas. (Dorland, 2008)
II. Identifikasi Masalah
1. Rexy, 18 tahun, mengalami kecelakaan. Ia mengerang kesakitan sambil
memegangi betis kanannya dengan menggunakan tangan kirinya.
2. Rexy mengalami luka-luka dan dari bagian tengah lengan atas kanannya
terlihat patahan tulang yang menonjol keluar dibarengi dengan
keluarnya darah dalam jumlah banyak.
3. Teman-teman sesama pembalap dan kru langsung menolong Rexy
dengan memasang bidai pada tungkai kanan dan lengan kanannya,
kemudian membawanya ke rumah sakit.
4. Pada saat dilakukaan pemeriksaan di rumah sakit, Rexy masih
mengerang kesakitan, betis kanan yang bengkok, bengkak, serta nyeri
tekan pada cruris dextra 1/3 tengah. Lengan kanan sama sekali tidak bisa
digerakkan. Pemeriksaan bagian akral pada kedua ektremitas tersebut
baik.
5. Setelah dilakukan pemeriksaan radiologis dengan x-ray, dokter bedah
orthopaedi memutuskan untuk melakukan operasi ORIF pada cruris dan
humeri dextra. Sebelum melakukan tindakan, dokter meminta
persetujuan Rexy dan keluarganya.
3
III. Analisis Masalah
1. Bagaimana anatomi, fisiologi, dan histologi organ terkait?
A. Anatomi Organ Terkait
Os. Humerus merupakan tulang panjang pada lengan yang
terletak diantara bahu dan siku. Bagian bagian os humerus antara
lain sebagai berikut:
Caput humeri
Tuberculum majus-minus
Corpus humeri
Fossa olecranii
Trochealis humeri
Otot otot yang menempel pada os. humerus antara lain sebagai
berikut:
M. Biceps brachii
M. Tricheps brachii
M. Brachialis
(Hartono, 2014; Paulsen, 2012)
Vaskularisasi os. humerus adalah arteri brakhialis.
Inervasi os. humerus
Plexus brakhialis melawan caput humeri saat lengan abduksi.
Nervus medianus terletak di bagian tengah lengan atas,
melewati arteri brakhialis, biasanya terletak superfisial.
Nervus ulnaris terletak di bawah epicondylus medial.
Nervus radialis terletak di posterior humerus bagian medial,
melintasi pada sulkus nervus radialis.
Nervus aksilaris melintasi sepanjang kolum chirogicum
humeri.
(Elis, 2006)
4
Gambar 1. Os. humerus. (a) tampak anterior, (b) tampak posterior,
(c) os.humerus dengan nervus terkait. (Elis, 2006)
Ekstremitas bawah terdiri dari regio femur, genus, crus atau
cruris, dan pedis. Dalam kasus ini lebih spesifik mengarah pada
regio cruris atau tungkai bawah. Regio ini meliputi daerah dari
articulatio genu hingga ke medial malleolus. Di regio ini ditunjang
oleh dua tulang, yaitu tibia yang terletak di anteromedial, dan fibula
yang terletak di lateral. (Paulsen, 2012)
5
Bentuk tulang tibia dilihat dari cross section atau penampang
melintang adalah segitiga. Perbatasan anterior dan permukaan
anteromedialnya adalah lapisan subkutan, sedangkan perbatasan
posteriornya adalah linea musculi solei atau garis otot soleus tempat
melekatnya musculus atau otot soleus. Batas medioinferior terdapat
malleolus medialis yang terletak di ekstremitas medial, tempat
melekatnya tendo tibialis posterior.
Struktur pada tulang tibia antara lain pada sendi lutu (genu)
terdapat articulatio femorotibialis yang menghubungkan tulang
femur dengan tulang tibia. Selain itu, terdapat articulatio
tibiofibularis yang terletak di anteroposterior proksimal tibia,
menghubungkan tulang tibia dengan tulang fibula. Di bagian distal
tulang tibia terdapat syndesmosis tibiofibularis. Struktur lainnya
yaitu terdapat ligamentum collateral tibialis et fibularis di sisi
lateral dan medial articulatio genu. Vaskularisasi tulang tibia
terdiri dari arteri tibialis anterior et posterior, dan vena tibialis
anterior et posterior. Inervasi tulang tibia yaitu nervus tibiaslis,
sedangkan tulang fibula dipersarafi oleh nervus fibularis. (Elis,
2006)
6
Gambar 2. Os. tibia dan os.fibula (Elis, 2006)
B. Fisiologi Organ Terkait
Daerah pertumbuhan tulang terletak pada lempeng epifisial,
yang merupakan tempat pertumbuhan tulang secara longitudinal.
Sedangkan fungsi pertumbuhan tulang secara transversal dijalankan
oleh sel-sel yang berproliferasi di lapisan fibrosa yang melapisi
tulang, yaitu di periosteum. (Price, 2013)
7
Di dalam tulang terdapat cairan yaitu disebut matrix. Dimana
matrix ini mengisi ruang-ruang dalam tulang. 2/3 matrix
mengandung Ca(PO4)2 dimana apabila senyawa ini bertemu dengan
Ca(OH)2 maka akan menjadi Ca4 (PO4)6 (OH)2 (hydrxyapatite) dan
1/3 matrix mengandung collagen fiber. Hydrxyapatite ini
berfungsi untuk menahan tekanan namun hancur apabila ada
pembengkokan, permutaran, sedangakan collagen fiber sangat
flexibel da kuat namun tidak bisa menahan tekanan. (Martini,
2013)
C. Histologi Organ Terkait
Di lempeng epifisial, terbagi daerah dari atas hingga bawah
sebagai berikut:
- Daerah sel istirahat
- Daerah proliferasi merupakan tempat pembelahan aktif sel,
tempat mulai tumbuhnya tulang panjang.
- Daerah hipertrofi merupakan daerah lanjutan daerah proliferasi
di mana sel membengkak atau membesar, namun lemah. Sel
sudah tidak aktif membelah. Karena lemahnya daerah ini,
maka sering menjadi lokasi cedera pada anak-anak, terkadang
meluas hingga daerah di bawahnya.
- Daerah kalsifikasi provisional adalah tempat pengerasan atau
kalsifikasi tulang.
(Price, 2013)
8
Didalam tulang terdapat beberapa sel, yaitu:
- Osteosit
Terdapat pada tulang yang mature. Terdapat pada lacuna
yaitu merupakan tempat berlapis-lapis yang berada diantara
matrix dan lapisannya dinamakan lamellae. Osteosit juga
mengatur kadar mineral dan calsium dalam tulang.
- Osteoblas
Osteoblas berfungsi untuk menghasilkan matrix dan
berperan penting dalam proses ossifikasi yaitu dengan
memproduksi osteosit baru. Selain itu osteoblas juga
membantu meningkatkan kadar kalsium dalam tulang dengan
cara meningkatkan proses pengendapan kalsium dalam tulang.
- Osteoprogenitor
Terletak di endosteum. Fungsinya adalah mengatur jumlah
populasi osteoblas. Berperan penting dalam proses regenerasi
tulang setelah fraktur.
- Osteoklas
Berfungsi untuk me-remove and recycle sel tulang yang
sudah mati. Osteoklas adalah sel yang besar memproduksi
asam dan proteolitik untuk menghancurkan matrix. Juga
berperan dalam regulasi fosfat dan kalsium dalam darah.
(Martini, 2013)
2. Mengapa Rexy mengalami luka-luka, di bagian tengah lengan atas
kanannya terlihat patahan tulang yang menonjol keluar disertai dengan
keluarnya darah dalam jumlah banyak?
Penyebab dari bagian tengah lengan atas kanan terlihat patahan
tulang yang menonjol keluar disertai keluarnya darah dikarenakan
tulang gagal menahan tekanan, membengkok memutar dan tertarik
sehingga patah dan patahannya menembus jaringan lunak seperti otot,
tendon, ligamen, dan pembuluh darah dan biasa disebut dengan fraktur.
9
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau
patahnya tulang yang utuh yang biasanya disebabkan oleh trauma atau
rodapaksa atau tenaga fiksi yang menentukan jenis dan luasnya trauma.
Fraktur diklasifikasikan menjadi beberapa diantaranya:
- Berdasarkan kejadian fraktur
• Langsung
Dapat disebabkan oleh trauma.
• Tidak langsung
Disebabkan oleh trauma yang dihantarkan ke daerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur, sedangkan jaringan lunak tetap
utuh.
• Kondisi patologis
Misalnya dikarenakan adanya osteolitis imperfekta.
- Berdasarkan luasnya luka dan kerusakan jaringan
• Derajat fraktur terbuka
- Derajat I : Terdapat luka tembus kecil seujung jarum, luka
ini didapat dari tusukan fragmen-fragmen tulang dari dalam
- Derajat II : Luka lebih besar disertai dengan kerusakna kulit
subkutan. Kadang-kadang ditemukan adanya benda-benda
asing disekitar luka
- Derajat III : Luka lebih besar dibandingkan dengan luka
patahan derajat II. Kerusakan lebih berat kerena sampai
mengenai tendon dan otot-otot saraf tepi.
- Berdasarkan tempat
Fraktur humerus, fraktur tibia, fraktur cruris, fraktur clavicula, dan
lain-lain.
- Berdasarkan luas dan garis fraktur
• Fraktur komplit merupakan garis patahan melalui seluruh
penampang tulang.
• Fraktur tidak komplit merupakan garis patahan tidak melalui
seluruh garis penampang tulang.
10
Patomekanisme fraktur diuraikan dalam bagan di bawah ini.
Gambar 3. Patomekanisme fraktur (Noor, 2014)
11
(Price, 2013)
12
Gangguan perfusi
Penyumbatan pembuluh darah
Emboli
Bergabung dengan trombosit
Mobilisasi asam lemak
Pelepasan ketekolamin
Reaksi stress pasien
Tekanan sumsum tulang meningkat
Kerusakan fragmen tulang
Fraktur
Kondisi patologisTrauma langsung Trauma tidak langsung
3. Mengapa dipasang bidai dan bagaimana cara pemasangan bidai yang
baik?
Hal ini terkait tujuan dilakukannya pemasangan bidai, yaitu:
- Sebagai pertolongan pertama
- Memfiksasi tulang yang cedera, sehingga tidak banyak melakukan
gerakan
- Menyangga luka atau cedera
- Mengamankan area yang luka dari benda benda sekitar
- Memudahkan membawa pasien
- Mencegah pembengkakan
Macam-macam bidai yaitu:
- Bidai keras
Bidai keras merupakan bidai paling baik dan sempurna digunakan
dalam keadaan darurat. Umumnya terbuat dari kayu, alumunium,
karton.
- Bidai traksi
Bidai traksi hanya di gunakan oleh tenaga terlatih.
- Bidai improvisasi
Bahan yang digunakan pada bidai ini cukup kuat dan ringan untuk
menopang badan.
- Gendongan
Pembidaian ini sama dengan cara dibalut seperti mitella.
(Noor, 2014)
Cara membalut dengan mitella
Dalam kasus pertolongan pertama, pembalut segitiga sangat
banyak gunanya, sehingga dalam perlengkapan medis pertolongan
pertama pembalut jenis ini sebaiknya disediakan lebih dari satu macam.
Mitella dipergunakan untuk membalut bagian tubuh yang berbentuk
13
bulat. Dapat pula untuk menggantung lengan yang cedera. Selain itu
dapat dilipat sejajar dg alasnya, menjadi pembalut bentuk dasi (cravat),
dalam hal ini mitella dapat diganti dengan pembalut pita. Secara umum
cara membalut dengan pita dapat mengikuti langkah-langkah berikut:
a. Salah satu sisi mitella dilipat 3-4 cm sebanyak 1-3 kali.
b. Pertengahan sisi yang telah terlipat diletakkan di luar bagian yang
akan dibalut, lalu ditarik secukupnya dan kedua ujung sisi itu
diikatkan.
Salah satu ujung lainnya yang bebas ditarik dan dapat diikatkan pada
ikatan (b) di atas, atau diikatkan pada tempat lain atau dapat dibiarkan
bebas, hal ini tergantung tempat dan kepentingannya.
(Sjamsuhidajat, 2010)
4. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik dan indikasi x-ray?
Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa Rexy masih mengerang
kesakitan, betis kanan bengkak, bengkok, nyeri tekan pada cruris dextra
sepertiga tengah, lengan kanan sama sekali tidak dapat digerakkan, dan
bagian akral kedua ekstremitas baik. Hal ini merupakan gejala klasik
fraktur, di mana terdapat diantaranya adalah riwayat trauma, nyeri,
bengkak di bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi,
diskrepansi atau hilangnya kontinuitas tulang). Selain itu, gejala klasik
lainnya antara lain nyeri tekan, krepitasi, gangguan fungsi
muskuloskeletal akibat nyeri, dan gangguan neurovaskular.
Indikasi pemeriksaan x-ray adalah karena adanya fraktur, untuk
menentukan jenis fraktur dan kedudukan fragmen fraktur. Syarat foto
rontgen atau x-ray adalah sebgai berikut:
Letak patah tulang harus diletakkan di pertengahan foto.
Sinar harus menembus tempat fraktur secara tegak lurus, karena
jika tidak, misalnya miring, maka gambar jadi samar, bias, dan
berbeda dari kenyataan.
Harus selalu dibuat 2 lembar foto dengan arah saling tegak lurus.
14
Persendian proksimal dan distal harus tercakup dalam foto.
Apabila terdapat kesangsian pada adanya patah tulang, maka dibuat
foto yang samadari ekstremitas kolateral yang sehat untuk
perbandingan.
Apabila tidak diperoleh kepastian tentang kelainan, misalnya pada
fisura, foto diulang setelah 1 minggu.
o Retak menjadi nyata karena hiperemia stetmpat di sekitar
tulang yang retak akan tampak sebagai dekalsifikasi.
o Osteoporosis pascatrauma merupakan tanda rontgenologik
normal pascatrauma yang disebabkan oleh hiperemia lokal
proses penyembuhan.
(Sjamsuhidajat, 2010)
5. Mengapa dokter memutuskan untuk melakukan operasi ORIF pada
cruris dan humeri dextra?
Hal ini dikarenakan indikasi operasi ORIF antara lain yaitu:
- Pasien penderita dengan pasca stroke
- Pasien dengan kelumpuhan
- Pasien yang menderita fraktur
• Fraktur yang tidak stabil dan jenis fraktur yang apabila
ditangani dengan metode terapi lain, terbukti tidak memberi
hasil yang memuaskan.
• Fraktur leher femoralis, fraktur lengan bawah distal, dan fraktur
intra-artikular disertai pergeseran.
• Fraktur avulsi mayor yang disertai oleh gangguan signifikan
padastruktur otot tendon.
Kontraindikasi ORIF(Open Reduksi Fiksasi Internal)
- Tulang osteoporotik terlalu rapuh menerima implan.
- Jaringan lunak diatasnya berkualitas buruk.
- Terdapat infeksi
15
- Adanya fraktur comminuted yang parah yang menghambat
rekonstruksi.
(Appley, 2005)
Hal ini juga terkait prinsip penanganan 4R, yaitu:
• Recognition
- Merupakan diagnosa dan penilaian fraktur
- Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan
fraktur dengan anannesis, pemeriksaan klinis dan radiologi.
- Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk
fraktur, menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan,
komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.
• Reduction
- Merupakan mengembalikan panjang dan kesegarisan
(alignment) tulang
- Dapat dicapai yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka
progresi.
• Retention
- Mencegah pengeseran fregmen dan mencegah pergerakan yang
dapat mengancam union.
- Untuk mempertahankan reduksi (ektrimitas yang mengalami
fraktur) adalah dengan traksi
• Rehabilitation
Bertujuan untuk mengembalikan aktiftas fungsional seoptimal
mungkin.
(Rasjad, 2008)
16
6. Mengapa dokter memberikan anti tetanus serum?
Skenario menunjukkan adanya patah tulang atau fraktur terbuka,
terutama pada humerus. Fraktur terbuka sangat berpotensi pada bahaya
infeksi baik sistemik, maupun lokal. Untuk mencegah hal tersebut, maka
hal yang harus dilakukan sejak awal masuk rumah sakit adalah sebagai
berikut:
Debrideman adekuat
Antibiotik profilaksis
Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi bakteri secara umum.
Imunisasi tetanus dengan pemberian anti tetanus serum
ATS (anti tetanus serum) diberikan untuk mencegah infeksi
klostridium tetani.
(Sjamsuhidajat, 2010)
17
IV. Sistematika Masalah
18
Diagnosis utama
ORIF
Patomekanisme trauma
Prognosis fraktur: dipengaruhi oleh faktor sistemik, lokal, individu
Komplikasi fraktur: awal,
lama
Menentukan jenis, kedudukan fragmen fraktur, kerusakan jaringan, tindakan lanjutan
Diagnosis banding:
fraktur cruris dan fraktur os.
humerus
Gejala klasik fraktur: riwayat trauma, nyeri, bengkak, deformitas, nyeri tekan, krepitasi, gangguan muskuloskeletal dan neurovaskular
Penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi
X-ray
Pemeriksaan Penunjang
- Nyeri- Bengkak, bengkok,
nyeri tekan pada cruris dextra sepertiga tengah
- Lengan kanan tidak bisa digerakkan
- Hasil pemeriksaan akral kedua ektremitas tersebut baik
Pemeriksaan Fisik
Anatomi, histologi, dan fisiologi organ terkait
Kecelakaan saat latihan balap motor
- Riwayat trauma- Nyeri - Memegangi betis
kanan menggunakan tangan kiri.
- Patahan tulang menonjol keluar disertai keluarnya banyak darah dari bagian tengah lengan atas kanan.
- Dipasang bidai pada lengan dan tungkai kanan sebelum ke RS.
Anamnesis
Penegakkan diagnosis
Rexy, 18 tahun
V. Learning Objective
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan perbedaan fraktur anak
dan dewasa.
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penegakkan diagnosis
pada skenario.
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan diagnosis banding dan
diagnosis utama pada skenario.
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penatalaksanaan
farmakologi dan nonfarmakologi skenario.
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan proses penyembuhan
tulang secara alami.
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi dan
prognosis fraktur.
VI. Belajar Mandiri
VII. Berbagi Informasi
1. Perbedaan Fraktur Anak dan Dewasa
Terdapat perbedaan yang mendasar antara fraktur pada anak
dengan fraktur pada orang dewasa. Perbedaan tersebut pada anatomi,
biomekanik, dan fisiologi tulang. Pada anak-anak antara epifisis dan
metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai daerah pertumbuhan
kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa,
sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu. Pada saat itulah
pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti.
Tulang panjang terdiri dari epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis
merupakan bagian paling atas dari tulang panjang, metafisis merupakan
bagian yang lebih lebar dari ujung tulang panjang, yang berdekatan
dengan diskus epifisialis, sedangkan diafisis merupakan bagian tulang
panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi primer.
19
Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut
periosteum, yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan
berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang.
Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi. Lokasi dan
keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan berhasil atau
tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah.
Pada anak, terdapat lempeng epifisis yang merupakan tulang
rawan pertumbuhan. Periosteum sangat tebal dan kuat dimana
pada proses bone helding akan menghasilkan kalus yang cepat dan
lebih besar daripada orang dewasa. Perbedaan di atas menjelaskan
perbedaan biomekanik tulang anak-anak dibandingkan orang
dewasa, yaitu :
Biomekanik Tulang
Tulang anak-anak sangat porous, korteks berlubang-lubang
dan sangat mudah dipotong oleh karena kanalis Haversian
menduduki sebagian besar tulang. Faktor ini menyebabkan tulang
anak-anak dapat menerima toleransi yang besar terhadap
deformasi tulang dibandingkan orang dewasa. Tulang orang
dewasa sangat kompak dan mudah mengalami tegangan dan
tekanan sehingga tidak dapat menahan kompresi.
Biomekanik Lempeng Pertumbuhan
Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yang melekat
pada metafisis yang bagian luarnya diliputi oleh periosteum sedang
bagian dalamnya oleh procesus mamilaris. Untuk memisahkan metafisis
dan epifisis diperlukan kekuatan yang besar. Tulang rawan lempeng
epifisis mempunyai konsistensi seperti karet yang besar.
Biomekanik Periosteum
Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak
mudah mengalami robekan dibandingkan orang dewasa. Pada anak-
anak, pertumbuhan merupakan dasar terjadinya remodelling yang lebih
20
besar dibandingkan pada orang dewasa, sehingga tulang pada anak-anak
mempunyai perbedaan fisiologi, yaitu :
- Pertumbuhan berlebihan (over growth)
Pertumbuhan diafisis tulang panjang akan memberikan stimulasi
pada pertumbuhan panjang, karena tulang rawan lempeng epifisis
mengalami hiperemi pada waktu penyambungan.
- Deformitas yang progresif
Kerusakan permanen pada lempeng epifisis akan terjadi
pemendekan atau angulasi.
- Fraktur total
Pada anak-anak fraktur total jarang bersifat komunitif karena
tulangnya sangat fleksibel dibandingkan orang dewasa.
Growth Plate
Growth plate atau lempeng epifisis adalah lempeng kartilago yang
terletak di antar epifisis (pusat penulangan sekunder) dan metafisis. Ini
penting bagi pertumbuhan tulang panjang agar terjadi. Bagian ini juga
menjadi satu titik kelemahan dari semua struktur tulang terhadap trauma
mekanik, maupun fisik. Secara histologik terdiri dari 4 lapisan, yaitu :
- Resting zone
Merupakan lapisan teratas yang terdiri dari sel-sel germinal yang
datar dan merupakan tempan penyimpanan bahan-bahan metabolik
yang akan digunakan nantinya.
- Proliferating zone
Sel-sel di area ini secara aktif bereplikasi dan tumbuh menjadi
lempeng. Sel-sel tersebut disebut seperi tumpukan lempeng. Pada
21
area ini, sel-selnya menggunakan bahan metabolik yang sebelumnya
disimpan untuk perjalanan mereka ke metafisis.
- Hypertrophic zone
Sel-sel di area ini cenderung membengkak dan berubah menjadi
lebih katabolik. Sel mempersiapkan matriks untuk mengalami
kalsifikasi dan berubah menjadi tulang. Area ini menjadi letak
terlemah secara mekanis.
- Calcified zone
Secara metabolik, matriks menyebar untuk deposisi garam kalsium,
dan membentuk osteoid. Di daerah yang dekat metafisis, cabang-
cabang pembuluh darah kecil menjalar ke lapisan basal dari lempeng
fisis.
(Martini, 2012; Price, 2013)
2. Penegakkan Diagnosis pada Skenario
A. Anamnesis
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang perlu digali dengan tujuan
untuk mengetahui secara rinci perjalanan dari keluhan utama
tersebut. Hal yang perlu digali mengenai
- Apakah pernah terjadi trauma?
- Bagaimana mekansisme terjadinya trauma?
- Apakah disertai dengan nyeri?
- Dimana lokasi nyeri?
- Bagaimana sifat dan pola nyeri?
- Apakah ada nyeri tekan?
- Apakah ada lebam atau perubahan warna pada kulit?
- Apakah ada bengkak atau oedem?
- Apakah ada keterbatasan bergerak?
22
- Apakah pasien sudah meminum obat – obatan sebelum
dibawa ke UGD?
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu perlu ditanyakan dengan tujuan
untuk untuk mengetahui adanya penyakit lain, yang dahulu
pernah diderita untuk membantu proses penatalaksanaan dan
pencegahan komplikasi.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit keluarga ditanyakan dengan tujuan
mengeliminasi kemungkinan penyakit yang herediter dan
penyakit yang disebabkan karena terjadinya penulara antar
anggota keluarga, serta membantu proses penatalaksanaan dan
pencegahan komplikasi.
4) Riwayat Sosial Ekonomi
Riwayat sosial ekonomi ditanyakan dengan tujuan
mengetahui kondisi sosial ekonomi pasien dan sebagai dasar
pertimbangan untuk tatalaksana yang dilakukan sehingga
mencapai hasil yang optimal.
B. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi (Look)
- Bandingkan dengan bagian yang sehat.
- Perhatikan posisi anggota gerak.
- Keadaan umum penderita secara keseluruhan.
- Ekspresi wajah karena nyeri.
- Lidah kering atau basah.
- Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan.
- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau fraktur terbuka.
23
- Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai
beberapa hari.
- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan
pemendekan.
- Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada
organ-organ lain.
- Perhatikan kondisi mental penderita.
- Keadaan vaskularisasi.
2) Palpasi (Feel)
- Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita
biasanya mengeluh sangatnyeri.
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya
disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam
akibat fraktur pada tulang
- Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus
dilakukan secara hati-hati
- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa
palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis
posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena
- Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada
bagian distal daerah trauma , temperatur kulit
- Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk
mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai
3) Pergerakan (Move)
Pemeriksaan pergerakan dengan mengajak penderita untuk
menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal
dari daerah yang mengalami trauma. Pada pederita dengan
fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga
uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu
24
juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti
pembuluh darah dan saraf.
4) Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara
sensoris dan motoris serta gradasi kelelahan neurologis, yaitu
neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelaianan saraf
yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat
menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita
serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologis
Dilakukan foto rontgen sinar X pada posisi AP, ataupun
lateral. Untuk melihat adanya fraktur naviculare dilakukan foto oblik
khusus 45° dan 135° atau foto ulang 1 minggu setelah kejadian
karena mungkin retak tidak terlihat pada cedera baru. Untuk fraktur-
fraktur dengan tanda-tanda klasik, diagnosis dapat dibuat secara
klinis sedangkan pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk
melengkapi deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan selanjutnya.
Untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan tanda-tanda
klasik memang diagnosanya harus dibantu pemeriksaan radiologis
baik rontgen biasa ataupun pemeriksaan canggih seperti MRI,
misalnya untuk fraktur tulang belakang dengan komplikasi
neurologis. Foto rontgen minimal harus 2 proyeksi yaitu AP dan
lateral. AP dan lateral harus benar-benar AP dan lateral. Posisi yang
salah akan memberikan interpretasi yang salah. Untuk pergelangan
tangan atau sendi panggul diperlukan posisi axial pengganti
lateral. Untuk acetabulum diperlukan proyeksi khusus alar dan
obturator.
Pada investigasi fraktur humerus distal dengan foto rontgen
x-ray dilihat adakah soft tissue swelling, kemudian dicari adakah
25
fraktur pada os humerus dimanakah tempatnya, apakah di diafisis,
metafisis, atau epifisis, apakah komplit atau inkomplit, bagaimana
konfigurasinya, apakah transversal, oblik, spiral, atau kominutif,
apakah hubungan antar fragmennya displaced atau undisplaced, lalu
adakah dislokasi pada pertautan tulang-tulang tersebut. Pada
pemeriksaaan sendi siku dapat dilakukan dengan foto polos dan foto
lateral.
1. Foto Polos
Sudut Baumann
Pada tulang immatur, kondilus humerus lateral mengalami
angulasi ke arah metafisis. Sudut antara garis epifiseal dan garis
yang tegak lurus terhadap aksis longitudinal humerus disebut
sudut baumann, yang normalnya 8-20 derajat. Biasanya sudut
ini dibandingkan antara siku kiri dan siku kanan apabila ada
kecurigaan fraktur di daerah itu.
Sudut Angkat
Merupakan sudut yang dibentuk antara aksis longitudinal
humerus dan lengan bawah pada proyeksi AP. Normalnya 15
derajat pada anak-anak dibawah atau sama dengan 4 tahun dan
pada orang dewasa 17,8 derajat.
2. Foto Lateral
Sudut kondilohumeral lateral digunakan pada tulang
immatur, dibentuk antara aksis longitudinal humerus dan aksis
kondilus lateralis. Normalnya 40 derajat dan simetris kanan dan
kiri. Garis anterior humeral adalah garis lurus yang dibuat dari
bagian depan korteks diafisis humerus ke kondilus lateralis.
Pada foto rontgen fraktur epifisis humerus, ditemukan adanya
pemisahan epifisis dan metafisis, dimana epifisis bersama-sama
dengan sebagian metafisis yang tetap terletak dalam ruang sendi,
sedang bagian distal tertarik ke proksimal.
(Rasjad, 2008; Brinker. 2001)
26
3. Diagnosis Banding dan Diagnosis Utama pada Skenario
A. Fraktur Proksimal Humerus
Pada fraktur jenis ini, insidensinya meningkat pada usia yg
lebih tua yang terkait dengan osteoporosis. Perbandingan wanita dan
pria adalah 2:1. Pada pasien dewasa muda, fraktur ini dapat terjadi
karena high-energy trauma, contohnya kecelakaan lalu lintas sepeda
motor. Mekanisme yang jarang terjadi antara lain peningkatan
abduksi bahu, trauma langsung, kejang, proses patologis malignansi.
Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan,
nyeri pada saat digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis
dapat terlihat dinding dada dan pinggang setelah terjadi cedera. Hal
ini harus dibedakan dengan cedera toraks. Menurut Neer, proksimal
humerus dibentuk oleh 4 segmen tulang:
- Caput/kepala humerus
- Tuberkulum mayor
- Tuberkulum minor
- Diafisis atau shaft
Klasifikasi menurut Neer, antara lain:
1) One-part fracture
Tidak ada pergeseran fragmen, namun terlihat garis fraktu
2) Two-part fracture
- Anatomic neck
- Surgical neck
- Tuberculum mayor
- Tuberculum minor
3) Three-part fracture :
- Surgical neck dengan tuberkulum mayor
- Surgical neck dengan tuberkulum minus
4) Four-part fracture
5) Fracture-dislocation
6) Articular surface fracture
28
Gambar 4. Klasifikasi fraktur humerus proksimal (Egol; Thompson, 2010)
29
I
MINIMAL DISPLACEMENT
II
ANATOMICAL NECK
III
SURGICAL NECK
IV
GREATER TUBEROSITY
V
LESSER TUBEROSITY
VI
FRACTURE DISLOCATION
ARTICULAR SURFACE
A
P
2-PART 3-PART 4-PART
B. Fraktur Humerus Medial
Umumnya fraktur yang terjadi dapat disebabkan beberapa keadaan
berikut:
- Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim.
- Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti
berjalan kaki terlalu jauh.
- Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada
fraktur patologis.
Penyebab fraktur lainnya adalah sebagai berikut:
- Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur
terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
- Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat
yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah
biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran
vektor kekerasan.
- Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan
dapat berupa twisting, bending dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.
Berikut klasifikasi fraktur diafisis humerus menurut OTA
(Ortopaedics Trauma Association)
1) Tipe A: Fraktur Sederhana (Simple Fracture)
A1: Spiral
A2: Oblik (>30°)
30
A3: Transversa (<30°)
2) Tipe B: Fraktur Baji (Wedge Fracture)
B1: Spiral wedge
B2: Bending wedge
B3: Bragmented wedge
3) Tipe C: fraktur kompleks (complex fracture)
C1: Spiral
C2: Segmental
C3: Ireguler (significant comminution)
Berdasarkan arah pergeserannya, fraktur humerus dibagi menjadi;
1) Fraktur sepertiga proksimal humerus
Fraktur yang mengenai proksimal metafisis sampai insersi m.
pectoralis mayor diklasifikasikan sebagai fraktur leher humerus.
Fraktur di atas insersi pectoralis mayor menyebabkan fragmen
proksimal abduksi dan eksorotasi rotator cuff serta distal
fragmen bergeser ke arah medial. Fraktur antara insersi m.
pectoralis mayor dan deltoid umumnya terlihat adduksi pada
akhir distal dari proksimal fragmen dengan pergeseran lateral
dan proksimal dari distal fragmen.
2) Fraktur sepertiga tengah dan distal humerus
Jika fraktur terjadi di distal dari insersi deltoid pada sepertiga
tengah korpus humerus, pergeseran ke medial dari fragmen
distal dan abduksi dari fragmen proksimal akan terjadi.
31
Gambaran Klinis
- Nyeri terus menerus dan bertambah berat. Nyeri berkurang jika
fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai
fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
- Deformitas dapat disebabkan oleh pergeseran fragmen pada
eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan
dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya obat.
- Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas
dan dibawah tempat fraktur.
- Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan,
teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan
antar fragmen satu dengan lainnya.
- Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah
cedera.
- Pada pemeriksaan harus diperhatikan keutuhan faal nervus
radialis dan arteri brakialis. Saat pemeriksaan apakah ia dapat
melakukan dorsofleksi pergelangan tangan atau ekstensi jari-jari
tangan.
Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium
Pada fraktur, tes laboratorium yang perlu diketahui adalah
hemoglobin, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju
endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak
32
sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di
dalam darah.
- Radiologi
Pada rontgen dapat dilihat gambaran fraktur (tempat fraktur,
garis fraktur (transversa, spiral atau kominutif) dan pergeseran
lainnya dapat terbaca jelas). Radiografi humerus AP dan lateral
harus dilakukan. Sendi bahu dan siku harus terlihat dalam foto.
Radiografi humerus kontralateral dapat membantu pada
perencanaan preoperative. Kemungkinan fraktur patologis harus
diingat. CT-scan, bone-scan dan MRI jarang diindikasikan,
kecuali pada kasus dengan kemungkinan fraktur patologis.
Venogram atau anterogram menggambarkan arus vascularisasi.
CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang lebih kompleks.
(Mansjoer; Sjamsuhidajat, 2010)
C. Fraktur 1/3 Distal Os Humeri
- Definisi
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan
tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap oleh tulang.
- Etiologi
• Trauma (Trauma tunggal, trauma yang berulang-ulang, atau
kelemahan abnormal pada tulang / fraktur patologik)
• Kontraksi otot
• Keadaan patologis : osteoporosis, neoplasma
- Patofisiologi
Tekanan yang kuat dan berlebihan mengakibatkan fraktur
terbuka karena dapat menyebabkan fragmen tulang keluar
menembus kulit sehingga akan menjadikan luka terbuka dan
akan menyebabkan peradangan dan kemungkinan terjadinya
33
infeksi. Keluarnya darah dari luka terbuka dapat mempercepat
pertumbuhan bakteri.
Tertariknya segmen tulang disebabkan karena adanya
kejang otot pada daerah fraktur menyebabkan disposisi pada
tulang sebab tulang berada pada posisi yang kaku. Fragmen
distal dapat tertarik ke posterior atau anterior. Pergeseran
posterior (tipe ekstensi) menunjukkan cedera yang luas,
biasanya jatuh pada tangan yang terentang. Humerus patah tepat
di atas kondilus. Fragmen distal terdesak ke belakang. Ujung
fragmen proksimal yang bergerigi menyodok jaringan lunak ke
bagian anterior, kadang-kadang mencederai arteri brachialis atau
nervus medianus. Pergeseran anterior (tipe fleksi) jarang terjadi,
diperkirakan akibat benturan langsung saat siku dalam keadaan
fleksi
- Manifestasi Klinis
• Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai
fragmen tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema
• Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang
patah
• Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat
fraktur
• Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya
• Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
34
Gambar 5. Fraktur 1/3 distal os. humeri
- Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur untuk menentukan
lokasi dan luasnya kerusakan atau fragmen fraktur.
• Pemeriksaan jumlah darah lengkap.
• Arteriografi dilakukan bila dicurigai terdapat kerusakan
vaskuler.
• Kreatinin diperiksa pada trauma otot yang meningkatkan
beban kreatinin untuk klirens ginjal.
- Penatalaksanaan
Reduksi fraktur terbuka atau tertutup
Merupakan tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang
yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak semula.
a) Imobilisasi fraktur
Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna
b) Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
• Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai
kebutuhan.
• Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri.
• Status neurovaskuler (peredaran darah, nyeri, perabaan
gerakan) selalu dipantau.
35
1) Terapi Fraktur Pergeseran Posterior
- Tipe 1
Jika tidak ada pergeseran, tidak diperlukan reduksi, pasien
hanya memakai kain gendongan atau mitela. Sembuh dalam
10 hari sampai 2 minggu.
- Tipe 2
Perlu dilakukan reposisi tertutup untuk mengembalikan
posisi humerus distal karenaakan dapat mengakibatkan
gangguan pergerakan fleksi dan ekstensi di kemudian hari.
- Tipe 3 dan 4
Fraktur yang disertai pergeseran harus direduksi secepat
mungkin,di bawah anestesi umum. Ini dilakukan dengan
manuver secara metodik dan hati-hati:
a) Traksi selama 2-3 menit disepanjang lengan itu dengan
traksi lawan di atas siku
b) Koreksi terhadap kemiringan, pergeseran dan
pemuntiran ke samping (bandingkan dengan lengan di
sebelahnya.
c) siku difleksikan perlahan-lahan, sementara traksi
dipertahankan.
d) Tekanan jari di belakang fragmen distal untuk
mengoreksi kemiringan posterior.
e) nadi diraba, jika tidakada kendurkan fleksi siku hingga
nadi muncul lagi.
2) Terapi pada fraktur pergeseran anterior
Cedera ini jarang terjadi, tapi kadang-kadang fraktur
posterior berubah menjadi fraktur anterior akibat terlalu banyak
traksi dan manipulasi. Fraktur direduksi dengan menarik lengan
bawah dan siku pada posisi semi fleksi, dilakukan penekanan
pada bagian depan fragmen distal kemudian mengekstensikan
36
siku sepenuhnya, suatu slab posterior dipasang dan
dipertahankan selama 3 minggu. Setelah itu, pasien dibiarkan
untuk memperoleh fleksinya kembali secara berangsur-angsur.
(Mansjoer; Purwadianto; Sjamsuhidajat, 2010)
D. Fraktur Cruris
Berdasarkan letak frakturnya, dibedakan sebagai berikut:
1) Fraktur Tibia
Umumnya di sebabkan oleh cidera langsung. Kadang
terjadi delayed union karena fibula yg utuh menghalangi
kompresi yang cukup pada sumbu tibia maka dianjurkan untuk
fiksasi interna. Pada saat operasi fibula di gergaji secara miring
sehingga dapat terjadi pertemuan ujung patah tulang tibia yang
cukup memberikan tekanan sumbu.
2) Fraktur Fibula
Umumnya di sebabkan oleh trauma langsung.
Penanganannya cukup dengan analgesik. Umumnya tidak perlu
reposisi dan imobilisasi. Istirahat dengan tungkai di tinggikan
sampai hematom diresobsi dan latihan berjalan akan
menghasilkan penyembuhan tanpa gangguan. Biasanya dapat
menopang badan dalam 1 minggu meskipun masih nyeri.
Manisfestasi Klinis
- Tampak adanya deformitas angulasi atau endo/eksorotasi
- Daerah yang patah tampak bengkak
- Nyeri gerak
- Nyeri tekan
(Sjamsuhidajat, 2010)
37
4. Penatalaksanaan Farmakologi dan Nonfarmakologi pada Skenario
Tindakan awal pada kasus fraktur adalah sebagai berikut:
- Penilaian umum yang cepat
- Luka kemudian diperiksa,
- Luka ditutup dengan pembalut steril atau bahan yang bersih dan
dibiarkan tidak terganggu hingga pasien berada di kamar bedah.
- Empat pertanyaan yang perlu dijawab :
•Bagaimana sifat luka tersebut.
•Bagaimana keadaan kulit di sekitar luka.
•Apakah sirkulasi cukup baik.
•Apakah saraf utuh.
Semua fraktur terbuka harus dianggap terkontaminasi, penting
untuk mencegah adanya infeksi. Untuk tujuan ini, perlu diperhatikan
empat hal yang penting :
- Pembalutan luka dengan segera
- Profilaksis antibiotika
- Debrideman luka secara dini
- Stabilisasi fraktur
Penatalaksanaan Fraktur Terbuka Derajat III
Meliputi tindakan life saving dengan:
- Resusitasi sesuai dengan indikasi,
- Pembersihan luka dengan irigasi,
- Eksisi jaringan mati dan debridement,
- Pemberian antibiotik (sebelum, selama, dan sesudah operasi),
- Pemberian anti tetanus,
38
- Penutupan luka,
- Stabilisasi fraktur, dan
- Fisioterapi
Tindakan definitif dihindari pada hari ketiga atau keempat karena
jaringan masih inflamasi/ infeksi dan sebaiknya ditunda sampai 7-10
hari, kecuali dapat dikerjakan sebelum 6-8 jam pasca trauma.
- Pertolongan Pertama
Tujuan umumnya yaitu untuk mengurangi atau
menghilangkan nyeri, dan mencegah gerakan-gerakan fragmen
yang dapat merusak jaringan sekitarnya. Stabilisasi fraktur bisa
menggunakan splint atau bandage yang mudah dikerjakan dan
efektif. Luka ditutup dengan material yang bersih dan steril.
- Resusitasi
Penatalaksanaan sesuai dengan ATLS (Advance Trauma Life
Support) dengan memberikan penanganan sesuai prioritas
(resusitasi), bersamaan dengan itu, dikerjakan pula penanganan
fraktur terbuka agar terhindar dari komplikasi. Kehilangan banyak
darah pada fraktur terbuka derajat III dapat mengakibatkan syok
hipovolemik dan dapat diperberat oleh rasa nyeri yang dapat
menyebabkan syok neurogenik.
Tindakan resusitasi dilakukan bila ditemukan tanda syok
hipovolemik, gangguan nafas atau denyut jantung karena fraktur
terbuka seringkali bersamaan dengan cedera organ lain. Penderita
diberikan resusitasi cairan Ringer Laktat atau transfusi darah dan
pemberian analgetik. Pemeriksaan radiologis dilakukan setelah
pasien stabil.
Analgetik yang digunakan dalam mengurangi nyeri pada
pasien adalah obat penghambat COX, khususnya penghambat
selektif COX-2, yaitu colecoxib 100-200 mg 2x sehari, atau
39
etoricoxib 60 mg 1x sehari, atau meloxicam 7,5-15 mg/hari.
digunakannya penghambat selektif COX-2 dikarenakan golongan
ini adalah satu-satunya yang tidak menghambat agregasi trombosit,
sehingga tidak menghambat proses pembekuan darah pada luka
jaringan yang luas.
- Penilaian Awal
Pemeriksaan dilakukan dengan teliti dan hati-hati untuk
menilai adakah trauma pada daerah atau organ lain dan komplikasi
akibat fraktur itu sendiri.
- Terapi Antibiotik dan Anti Tetanus Serum (ATS)
a) Pemberian Antibiotik
Sebaiknya diberikan sesegera mungkin setelah
terjadinya trauma. Antibiotik adalah yang berspektrum luas,
misalnya sefalosporin generasi I (cefazolin 1-2 gram) dan
dikombinasikan dengan aminoglikosid (gentamisin 1-2
mg/kgBB tiap 8 jam) selama 5 hari.
Perawatan luka dilakukan setiap hari dengan
memperhatikan sterilitas. Pemberian antibiotik disesuaikan
dengan hasil kultur dan sensitifitas terbaru. Bila dalam
perawatan ditemukan gejala dan tanda infeksi, maka dilakukan
pemeriksaan kultur dan sensitifitas ulang untuk penyesuaian
ulang pemberian antibiotik yang digunakan.
b) Pemberian Anti Tetanus
Diindikasikan pada:
- Fraktur kruris terbuka derajat III berhubungan dengan
kondisi luka yang dalam,
- Luka yang terkontaminasi,
- Luka dengan kerusakan jaringan yang luas, serta
- Luka dengan kecurigaan sepsis
40
Pada penderita yang belum pernah mendapat imunisasi anti
tetanus dapat diberikan:
a. Gemaglobulin anti tetanus manusia dengan dosis:
- 250 unit pada penderita diatas usia 10 tahun dan
dewasa,
- 125 unit pada usia 5-10 tahun, dan
- 75 unit pada anak dibawah 5 tahun.
b. Dapat pula diberikan serum anti tetanus dari binatang
dengan dosis 1500 unit dengan tes subkutan 0,1 selama
30 menit.
c. Jika telah mendapat imunisasi toksoid tetanus (TT)
maka hanya diberikan 1 dosis boster 0,5 ml secara
intramuskular.
- Debrideman
Bertujuan untuk membersihkan luka dari benda asing dan jaringan
mati.
a) Pembersihan Luka
Dilakukan irigasi dengan cairan NaCl fisiologis secara
mekanis untuk membersihkan luka dan mengeluarkan benda
asing yang melekat.
b) Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati
Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya
merupakan daerah tempat pembenihan bakteri sehingga
diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan
subkutaneus, lemak, fasia, otot dan fragmen-fragmen yang
lepas.
41
Penatalaksanaan Fraktur Non-Farmakologi
1) Reposisi
Traksi
- Penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh yang
dilakukan dengan member beban yang cukup untuk
mengatasi penarikan otot.
- Prinsip
Penetralan kekuatan memendek otot pada daerah yang
patah dan membidai tulang yang patah dengan kekuatan
otot.
- Keuntungan
Mudah, cepat terjadi pembentukan kalus.
- Kerugian
Pasien harus berada di tempat tidur dalam waktu yang
lama ( hati-hati pneumonia, trombosis ) bila tidak dipantau
dengan baik, dapat juga terjadi infeksi pin penjepit.
- Macam-macam traksi
a) Axis traksi : Traksi sepanjang sumbu seperti sumbu
pelvis pada obstetri
b) Traksi elastic : Traksi dengan tenaga elastik atau
dengan menggunakan bahan elastik
c) Traksi skeletal : Traksi yang dipasang secara langsung
pada tulang panjang dengan menggunakan pen, kawat
dll
d) Traksi kulit : Traksi pada bagian tubuh yang ditahan d
engan alat yang dilekatkan dengan membalutkan ke
permukaan tubuh.
- Kontraindikasi traksi:
• Hipermobilitas
• Efusi Sendi
• Inflamasi
42
• Fraktur humeri dan osteoporosis
2) Imobilisasi
a. Balut
- Balut bidai adalah tindakan memfiksasi /mengimobilisasi
bagian tubuh yang mengalami cidera dengan
menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel
sebagai fiksator /imobilisator.
- Indikasi
• Pada luka terbuka yang memungkinkan
terkontaminasi dengan lingkungan luar
• Ada perdarahan eksternal, sehingga darah mengalir
melalui luka yang ada
• Ada luka tusuk dengan benda yang masih menancap,
dengan kemungkinan benda tersebut menembur arteri
atau pembuluh darah besar
- Kontra Indikasi
• Luka dengan hipereksudat
• Luka terinfeksi
• Terdapat undermining dan tunneling
b. Bidai
- Jenis Bidai
• Bidai keras
• Bidai traksi
• Bidai improvisasi
• Bidai gendong
- Indikasi
• Adanya fraktur ,baik terbuka /tertutup.
• Adanya kecurigaan adanya fraktur.
• Dislokasi persendian
43
• Multiple trauma
- Kontra indikasi
• Pernafasan dan sirkulasi penderita sudah distabilkan.
• Gangguan sirkulasi dan atau gangguan yang berat pada
distal daerah fraktur,
• Resiko memperlambat sampainya penderita ke rumah
sakit
c. Gips
- Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang terbuat dari
bahan mineral yang terdapat di alam dengan formula
khusus dengan tipe plester atau fiberglass.
- Tujuan pemasangan gips
• Imobilisasi kasus dislokasi sendi
• Fiksasi fraktur yang telah di reduksi
• Koreksi cacat tulang
• Imobilisasi pada kasus penyakit tulang setelah
dilakukan operasi
• Mengoreksi deformitas
- Indikasi
• Pasien dislokasi sendi
• Fraktur
• penyakit tulang spondilitis TBC
• pasca operasi
• skliosis
• spondilitis TBC, dan lain-lain
- Kontra Indikasi
Fraktur terbuka
44
Penatalaksaan Fraktur Tertutup
1) Proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi
- Digunakan untuk penanganan fraktur dengan dislokasi
fragmen patahan yang minimal atau dengan dislokasi yang
tidak menyebabkan kecatatan di kemudian hari.
- Indikasi
Fraktur kosta, fraktur klavikula pada anak dan fraktur
vetrebrae dengan kompresi minimal.
2) Imobilisasi dengan fiksasi
- Imobilisasi luar tanpa reposisi, tapi tetap memerlukan
imobilisasi untuk mencegah dislokasi.
- Contoh: fraktur tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting.
3) Reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi
- Untuk fraktur dengan dislokasi yang penting
- Contoh: fraktur radius distal
4) Reposisi dengan traksi
Untuk fraktur dengan otot yang kuat, misalnya fraktur femur.
Penatalaksaan Fraktur dengan Dislokasi
1. Dislokasi Sendi Rahang
Tindakan pertolongan dengan cara rahang ditekan ke bawah
dengan kedua ibu jari sudah dilindungi balutan tadi. Ibu jari tersebut
diletakkan di graham yang paling belakang. Tekanan itu harus
mantap tapi pelan-pelan. Bersamaan dengan penekanan itu jari-jari
yang lain mengangkat dagu penderita ke atas. Apabila berhasil
45
rahang itu akan menutup dengan cepat dan keras. Setelah selesai
untuk beberapa saat pasien tidak diperbolehkan terlalu sering
membuka mulutnya.
2. Dislokasi Sendi tangan
Tindakan pertolongan dengan cara jari yang cedera dengan
tarikan yang cukup kuat tapi tidak disentakkan. Sambil menarik,
sendi yang terpeleset ditekan dengan ibu jari dan telunjuk. Akan
terasa bahwa sendi itu kembali ke tempat asalnya. Setelah
diperbaiki sebaiknya untuk sementara waktu ibu jari yang sakit itu
dibidai. Untuk membidai dalam kedudukan setengah melingkar
seolah – olah membentuk huruf O dengan ibu jari.
3. Dislokasi sendi bahu
Apabila tidak ada patah tulang, dislokasi sendi bahu dapat
diperbaiki dengan cara ketiak yang cedera ditekan dengan telapak
kaki (tanpa sepatu) sementara itu lengan penderita ditarik sesuai
dengan arah letak kedudukannya ketiak itu. Tarikan itu harus
dilakukan dengan pelan dan semakin lama semakin kuat, hal itu
untuk menghidarkan rasa nyeri yang hebat yang dapat
mengakibatkan terjadinya shock. Selain tarikan yang mendadak
merusak jaringan-jaringan yang ada di sekitar sendi. Setelah ditarik
dengan kekuatan yang tetap beberapa menit, dengan hati-hati lengan
atas diputar ke luar (arah menjauhi tubuh). Hal ini sebaiknya
dilakukan dengan siku terlipat dengan cara ini diharapkan ujung
tulang lengan atas menggeser kembali ke tempat semula.
4. Dislokasi pangkal paha
Tindakannya adalah reposisi dengan anestesi umum dan
pemasangan gips selama enam minggu atau tirah baring dengan
traksi yang ringan untuk mengistirahatkan persendian dan
46
memberikan kesembuhan bagi ligamentum. Dislokasi sendi lutut
dan eksremitas bawah sangat jarang terjadi kecuali peda
pergelangan kaki di mana dislokasi disertai fraktur.
(Sjamsuhidajat, 2010)
5. Proses Penyembuhan Tulang secara Alami
a. Fase hematoma
Fraktur
↓
Pembuluh darah yang di kanalikuli robek pada daerah fraktur
↓
Hematom pada kedua sisi fraktur
b. Fase proliferasi (terjadi 1-5 hari setelah trauma)
c. Fase pembentukan kalus (terjadi 6-10 hari setelah trauma)
d. Fase konsolidasi (2-3 minggu setelah fraktur sampai sembuh)
e. Fase remodeling (> 10 minggu)
Remodeling tulang merupakan satu proses aktif dan dinamik
yang mengandalkan pada keseimbangan antara penyerapan tulang
oleh osteoklas dan deposisi tulang oleh osteoblas. Sel-sel osteosit,
tipe sel penting lainnya yang berasal dari osteoblas, adalah juga
terlibat dalam proses remodeling sebagaimana mereka memiliki
satu fungsi mekano-sensor. Proses fisiologi ini diperlukan untuk:
- Memungkinkannya penggantian tulang primer, tulang
infantil, dengan tulang sekunder yang secara mekanik lebih
kompeten;
- Membuang tulang iskemik atau yang mengalami fraktur
mikro;
47
- Menjamin suatu homeostasis kalsium sehingga dapat
mempertahankan suatu massa tulang yang konstan.
Fase-fase dalam remodelling tulang ditunjukkan oleh gambar
berikut:
Gambar 6. Proses remodeling tulang (Pre-OCLs = pre-osteoclasts;
OCL =osteoclast; OBLs = osteoblasts)
1) Fase Aktifasi
Masukan-masukan berbeda, seperti misalnya semacam
fraktur mikro, perubahan dalam pembebanan mekanik yang
menstimulasi sel-sel osteosit atau beberapa faktor yang
dilepaskan dalam lingkungan mikro tulang, termasuk IGF-
I i(nsulin growth factor-I), TNF- α (tumor necrosis factor- α),
PTH (parathyiroid hormone) dan IL-6 (interleukin-6),
mengaktifasi the lining cells yang merupakan sel-sel osteblas
yang tenang.
Sebagai konsekuensinya, lining cells, meningkatkan
pengekspresian RANKL (receptor activator of nuclear κB
ligand) pada permukaan selnya, yang pada gilirannya
berinteraksi dengan reseptornya yaitu RANK (receptor
activator of nuclear κB), yang diekspres oleh sel-sel pra-
osteoklas. Interaksi RANKL/RANK memicu fusi sel-sel pra-
48
osteoklas dan diferensiasinya mengarah ke sel-sel osteoklas
berinti banyak.
2) Fase Resorpsi
Sekali berdiferensiasi, sel-sel osteoklas berpolarisasi,
menempel ke permukaan tulang dan mulai menyerap (dissolve)
tulang. Fungsi ini membutuhkan dua langkah:
a) Asidifikasi matriks tulang untuk dissolve komponen
anorganik, dan
b) Pelepasan enzim-enzim lisosom seperti kathepsin K, dan
MMP9.
Keduanya bertugas untuk degradasi komponen organik tulang.
Setelah fungsi tersebut selesai, sel-sel osteoklas
menjalani apoptosis. Hal ini merupakan konsekuensi
fisiologis yang diperlukan guna mencegah suatu penyerapan
tulang berlebih.
3) Fase Membalik (Reverse)
Sel-sel yang membalik proses (the reverse cells), yang
perannya belum sepenuhnya jelas, menjalankan fase ini.
Memang sesungguhnya sel-sel ini dikenal sebagai sel-sel mirip
makrofag (macrophage-like cells) yang kemungkinan
fungsinya adalah membuang produksi debris selama degradasi
matriks.
4) Fase Formasi
Penyerapan matriks tulang mengawali lepasnya banyak
faktor pertumbuhan herein tersimpan, meliputi BMPs (bone
morphogenetic proteins), FGFs (fibroblast growth factors)
dan TGF β (transforming growth factor β), yang bertanggung
jawab untuk perekrutan sel-sel osteoblas dalam daerah yang di-
49
reabsorbsi. Selanjutnya sel-sel osteoblas menghasilkan matriks
tulang baru, yang awalnya tidak terkalsifikasi (osteoid) dan
kemudian mereka mendorong mineralisasinya, sehingga
menyempurnakan proses remodeling.
(Martini, 2012; Price, 2013)
6. Komplikasi dan Prognosis Fraktur
1) Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan
tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal,
hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang
disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Compartment Syndrome
Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi
dimana terjadi peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah
ruangan terbatas yakni kompartemen osteofasial yang tertutup.
Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan
tekanan oksigen jaringan. Gejala utama dari sindrom
kompartemen adalah rasa sakit yang bertambah parah terutama
pada pergerakan pasif dan nyeri tersebut tidak hilang oleh
narkotik. Tanda lain adalah terjadinya paralysis, dan
berkurangnnya denyut nadi.
c. Fat Embolism Syndrom
FES (Fat Embolism Syndrom) adalah komplikasi serius
yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES
terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow
kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat
50
oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
Serangan biasanya 2-3 hari setelah cedera.
d. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit
(superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan
lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Nekrosis Avaskuler
AVN (Avascular Necrosis) terjadi karena aliran darah
ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan
nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s
Ischemia.
f. Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2) Komplikasi dalam Waktu Lama
a. Delayed Union dan Non-union
Sambungan tulang yang terlambat dan tulang patah
yang tidak menyambung kembali. Delayed union adalah proses
penyembuhan yang terus berjalan tetapi dnegan kecepatan
yang lebih lambat dari keadaan normal. Non-union dari tulang
yang telah patah dapat menajdi komplikasi yang
membahayakan Banyak keadaan yang menjadi predisposisi
dari non-union seperti reduksi yang tidak benar akan
51
menyebabkan bagian-bagian tulang yang patah tetap tidak
menyatu, imobilisasi yang kurang tepat baik cara terbuka
maupun tertutup.
b. Mal-union
Mal-union adalah suatu keadaan dimana tulang yang
patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya,
membentuk sudut, atau miring. Contoh yang khas adalah patah
tulang paha yang dirawat dengan traksi, dan kemudian diberi
gips untuk imobilisasi dimana kemungkinan gerakan untuk
rotasi dari fragmen-fragmen tulang yang patah kurang
diperhatikan. Akibatnya sesudah gips dibuang ternyata anggota
tubuh bagian distal memutar ke dalam atau ke luar, dan
penderita tidak dapat mempertahankan posisi tubuhnya dalam
posisi netral.
3) Prognosis Fraktur
Prognosis fraktur dipengaruhi oleh:
a. Faktor Sistemik
- Umur
Anak-anak lebih cepat sembuh daripada orang dewasa.
- Nutrisi
Nutrisi yang tidak adekuat akan menghambat proses
penyembuhan.
- Kesehatan umum
Penyakit sistemik seperti diabetes dapat menghambat
penyembuhan.
- Aterosklerosis
Dapat memperlambat penyembuhan.
52
- Hormonal
Growth hormone mendukung penyembuhan, sedangkan
kortikosteroid menghambat penyembuhan.
- Obat
Obat antiinflamasi non-steroid (misalnya ibuprofen)
menmperlambat proses penyembuhan.
- Rokok
Kandungan nikotin pada rokok menghambat
penyembuhan di fase perbaikan.
b. Faktor Lokal
- Derajat trauma lokal
Fraktur yang kompleks dan merusak jaringan lunak
sekitarnya lebih sulit sembuh.
- Area tulang yang terkena
Bagian metafisis lebih cepat sembuh daripada bagian
diafisis.
- Kondisi abnormal tulang
Tumor, terkena radiasi, infeksi pada tulang akan
menyebabkan lambatnya proses penyembuhan.
- Derajat imobilisasi
Pergerakan yang banyak dapat menghambat penyembuhan
karena berkebalikan dengan prinsip tatalaksana fraktur.
c. Faktor Individu
Kepatuhan pasien dalam mengikuti saran dokter,
melaksanakan usaha dalam rangka mempercepat proses
penyembuhan sangat dibutuhkan.
(Djoko, 2011; Sjamsuhidajat, 2010)
53
VIII. Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Rexy, 18 tahun seorang mahasiswa yang menyukai olah raga
balap motor mengalami kecelakaan sewaktu latihan. Rexy mengalami
fraktur terbuka pada regio brachii dextra bagian medial sampai
tulangnya keluar dan fraktur tertututp pada regio cruris dextra sepertiga
medial. Banyak darah yang keluar dari lengan kanannya, sehingga
untuk penanganan pertama yang harus dilakukan yaitu membersihkan
tulang yang keluar dari lengan Rexy menggunakan cairan fisiologis
kemudian dilakukan balut tekan agar darah yang keluar tidak banyak,
serta dibidai pada bagian tungkai dan lengan kanannya. Teman-teman
Rexy melakukan pembidaian sebelum dibawa ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, dokter melakukan pemeriksaan fisik. Hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya gejala klasik
fraktur, di mana terdapat diantaranya adalah riwayat trauma, nyeri,
bengkak di bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi,
diskrepansi atau hilangnya kontinuitas tulang). Selain itu, gejala klasik
lainnya antara lain nyeri tekan, krepitasi, gangguan fungsi
muskuloskeletal akibat nyeri, dan gangguan neurovaskular. Keadaan
Rexy yang masih mengerang menandakan kesadaran, jalan napas, dan
pernapasan rexy masih baik. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan akral
untuk menilai neurovaskuler apakah masih dalam keadaan baik sampai
ke perifer dengan menilai pulsasi arteri atau menekan ujung jari dan
melepaskannya (capillary refill) dan hasil pemeriksaannya masih baik.
Jika diperlukan, maka dilakukan resusitasi karena keluarnya banyak
darah. Karena adanya manifestasi fraktur tersebut, maka dilakukan
pemeriksaan x-ray untuk mengetahui jenis dan kedudukan fragmen
fraktur. Hal ini terkait berbagai klasifikasi fraktur, diantaranya menurut
garis frakturnya, misalnya fisura, patah tulang sederhana, patah tulang
kominutif, pengecilan, patah tulang segmental. Selain itu, pemeriksaan
x-ray ditujukan untuk perencanaan tindakan lanjutan, mengetahui
54
diagnosis, tatalaksana, kemungkinan komplikasi hingga prognosis. Pada
kasus ini tidak disebutkan hasil x-ray, maka dapat ditentukan bahwa
diagnosis kerjanya adalah fraktur terbuka os. humerus dextra sepertiga
medial dan fraktur tertutup os. tibia-fibula dextra sepertiga medial.
Penanganan awal selain irigasi untuk debrideman, adalah diberikan
antibiotik spektrum luas dan antitetanus serum yang diindikasikan
terutama karena adanya fraktur terbuka untuk mencegah infeksi. Selain
itu diberikan pula analgetik untuk mengurangi nyeri hebat. Prinsip
penangan fraktur meliputi recognition, yaitu diagnosis dan penialian
fraktur, reduction, yaitu dengan reposisi, antara lain traksi, retention
dengan imobilisasi, misalnya menggunakan gips, balut, dan bidai, serta
rehabilitation untuk mengembalikan fungsi organ yang fraktur dengan
cara fisioterapi. Pastinya semua penanganan dan tindakan harus sesuai
indikasi. Pentingnya penatalaksanaan yang tepat terkait dengan tahap
penyembuhan tulang, yaitu tahap inflamasi, tahap proliferasi sel, tahap
pembentukan kalus, tahap penulangan (osifikasi) dan tahap menjadi
tulang dewasa (remodelling) untuk mencegah komplikasi fraktur, baik
komplikasi awal maupun dalam jangka waktu lama, seperti infeksi,
sindrom kompartemen, nekrosis avaskuler, mal-union, non-union, dan
delayed union . hasil x-ray juga mengindikasikan dokter bedah
orthopaedi memutuskan untuk melakukan operasi ORIF (Open
Reduction Internal Fixation) pada cruris dan humeri dextra. Sebelum
melakukan tindakan, dokter meminta persetujuan dengan Rexy dan
keluarganya supaya keluarga pasien mengetahui tindakan apa yang
akan dilakukan dokter dan kemungkinan komplikasi yang akan terjadi.
Prognosis sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang terbagi dalam
faktor sistemik, lokal, dan individu. Faktor tersebut diantaranya umur
terkait pertumbuhan tulang, nutrisi, hormonal, obat, derajat kerusakan
fraktur, imobilisasi, dan kepatuhan pasien terhadap penatalaksanaan
yang direkomendasikan dan dilakukan dokter, serta proses
penatalaksanaan itu sendiri. Pada kasus ini kemungkinan prognosisnya
55
adalah dubia ed bonam, karena penanganan awal hingga tindakan
dokter yang tepat diikuti penatalaksanaan lanjutan yang tepat dan
mendukung proses penyembuhan.
B. Saran
- Sebelum diskusi seharusnya mahasiswa mempersiapkan dan
memahami dengan baik materi-materi yang berhubungan dengan
skenario yang akan kami bahas.
- Pencarian materi-materi untuk didiskusikan cukup sulit, karena
membutuhkan sumber-sumber yang valid dan tidak lebih dari 5
tahun yang lalu. Maka, seharusnya mahasiswa mempersiapkan
semua, termasuk waktu dengan baik.
- Selama diskusi, sumber-sumber yang telah didapatkan sebaiknya
supaya memberikan pemahaman yang tepat tentang skenario yang
dibahas.
- Diharapkan semua mahasiswa mempersiapkan diri dengan baik dan
aktif berpartisipasi saat diskusi supaya diskusi berjalan lancar.
56
DAFTAR PUSTAKA
Appley, A.G dan Louis Solomon. 2005. Ortopedi dan Fraktur Sistem Appley. Jakarta: Widya Medika.
Brinker. 2001. Review Of Orthopaedic Trauma. Pennsylvania: Saunders Company.
Brunner dan Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Cholida S, Hasnah. 2012. Balut Bidai. Jakarta: Salemba Medika.
Djoko Simbardjo. 2011. Fraktur Batang Femur dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian Bedah FKUI. Jakarta: penerbit FKUI.
Dorland. 2008. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.
Egol, K.A., Koval, K.J., Zuckerman, J. D. 2010. Handbook Of Fractures. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Elis, Harold. 2006. Clinical Anatomy: A Revision and Applied Anatomy for Clinical Students. Australia: Blackwell Publishing Ltd.
Hartono, Andry, dkk. 2014. Sistem Organ Muskuloskeletal dan Jaringan Ikat. Jakarta: Karisma Publising Group.
Mansjoer A. 2010. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Medika Aesculapius FKUI : Jakarta.
Martini, Nath. 2012. Fundamentals of Anatomy & Physiologi 9th Edition. San Francisco: Pearson.
Noor Helmi, Zairin. 2014. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Paulsen, F dan J. Waschke. 2012. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia: Anatomi Umum dan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A. 2013. Patofisiologi: Konsep Klinis Dasar-Dasar Penyakit. Jakarta: EGC.
57
Purwadianto, Agus Sampurno. 2010. Kedaruratan Medik Edisi Revisi Pedoman Penatalakasaan Praktis. Jakarta: Binarupa Aksara.
Rasjad C. 2008. Trauma, dalam: Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Edisi II. Makassar: Bintang Lamumpatue.
Sjamsuhidajat, R. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong Edisi 3. Jakarta: EGC.
Thompson, J.C. 2010. Netter’s: Concise Otrhopaedic Anatomy 2nd ed. Philadelphia: Elsevier Inc.
Tucker, Susan M. 2003. Standar Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
58
top related