skenario 2

83
Skenario 2 Rexy, the Next Valentino Rossi Rexy, 18 tahun, seorang mahasiswa yang menyukai olah raga balap motor. Tetapi naas baginya pada saat melakukan latihan terakhir untuk perlombaan balap motor keesokan harinya, Rexy mengalami kecelakaan. Sesaat setelah kecelakaan Rexy terbaring dan mengerang kesakitan sambil memegangi betis kanannya dengan menggunakan tangan kirinya. Rexy mengalami luka-luka dan dari bagian tengah lengan atas kanannya terlihat patahan tulang yang menonjol keluar dibarengi dengan keluarnya darah dalam jumlah banyak. Teman-teman sesama pembalap dan kru langsung menolong Rexy dengan memasang bidai pada tungkai kanan dan lengan kanannya, kemudian membawanya ke rumah sakit. Pada saat dilakukaan pemeriksaan di rumah sakit, Rexy masih mengerang kesakitan serta terlihat adanya betis kanan yang bengkok, bengkak, serta nyeri tekan pada cruris dextra 1/3 tengah. Lengan kanan sama sekali tidak bisa digerakkan. Pemeriksaan bagian akral pada kedua ektremitas tersebut baik. Setelah dilakukan pemeriksaan radiologis dengan X-Ray, dokter bedah Orthopaedi memutuskan untuk melakukan operasi ORIF pada cruris dan humeri dextra. Sebelum melakukan tindakan, dokter meminta persetujuan Rexy dan keluarganya. Selain itu 1

Upload: intan-nararia

Post on 07-Dec-2015

50 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

kedokteran

TRANSCRIPT

Skenario 2

Rexy, the Next Valentino Rossi

Rexy, 18 tahun, seorang mahasiswa yang menyukai olah raga balap motor.

Tetapi naas baginya pada saat melakukan latihan terakhir untuk perlombaan balap

motor keesokan harinya, Rexy mengalami kecelakaan. Sesaat setelah kecelakaan

Rexy terbaring dan mengerang kesakitan sambil memegangi betis kanannya

dengan menggunakan tangan kirinya. Rexy mengalami luka-luka dan dari bagian

tengah lengan atas kanannya terlihat patahan tulang yang menonjol keluar

dibarengi dengan keluarnya darah dalam jumlah banyak. Teman-teman sesama

pembalap dan kru langsung menolong Rexy dengan memasang bidai pada tungkai

kanan dan lengan kanannya, kemudian membawanya ke rumah sakit. Pada saat

dilakukaan pemeriksaan di rumah sakit, Rexy masih mengerang kesakitan serta

terlihat adanya betis kanan yang bengkok, bengkak, serta nyeri tekan pada cruris

dextra 1/3 tengah. Lengan kanan sama sekali tidak bisa digerakkan. Pemeriksaan

bagian akral pada kedua ektremitas tersebut baik. Setelah dilakukan pemeriksaan

radiologis dengan X-Ray, dokter bedah Orthopaedi memutuskan untuk melakukan

operasi ORIF pada cruris dan humeri dextra. Sebelum melakukan tindakan, dokter

meminta persetujuan Rexy dan keluarganya. Selain itu Rexy diberi ATS dan

antibiotika. Bagaimana anda menjelaskan keadaan Rexy?

1

I. Klarifikasi Istilah

1. Bidai

2. Operasi ORIF

3. Cruris

4. Orthopaedi

5. ATS

6. Akral

Keterangan:

1. Bidai:

- Bidai atau mitela merupakan penyangga. (Sjamsuhidajat, 2010)

- Tindakan memfiksasi bagian tubuh yang mengalami cedera dengan

menggunakan benda yang bersifat kaku maupun flexibel sebagai

fiksator. (Cholida, 2012)

2. ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi):

- Sebuah prosedur bedah medis, yang tindakannya mengacu pada

operasi terbuka untuk mengatur tulang, seperti yang diperlukan untuk

beberapa patah tulang, fiksasi internal mengacu pada fiksasi sekrup

dan piring untuk mengaktifkan atau memfasilitasi penyembuhan.

(Brunner, 2002)

- Suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada

tulang yang mengalami fraktur, yang berfungsi untuk

mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak

mengalami pergeseran. (Appley, 2005)

3. Cruris yaitu tungkai bawah yang terdiri dari 2 tulang panjang, yaitu tibia

dan fibula. (Tucker, 2003)

4. Orthopaedi adalah cabang ilmu bedah yang berhubungan dengan

pemeliharaan dan pemulihan fungsi sistem rangka, persendiannya, dan

struktur yang berkaitan, seperti ligamen, dan tendo. (Dorland, 2008)

2

5. ATS (anti tetanus serum) adalah serum yang dibuat dari plasma kuda

yang dikebalkan terhadap tetanus, serta mengandung fenol sebagai

pengawet, berupa cairan bening kekuningan. (Dorland, 2008)

6. Akral adalah ujung dari ekstremitas. (Dorland, 2008)

II. Identifikasi Masalah

1. Rexy, 18 tahun, mengalami kecelakaan. Ia mengerang kesakitan sambil

memegangi betis kanannya dengan menggunakan tangan kirinya.

2. Rexy mengalami luka-luka dan dari bagian tengah lengan atas kanannya

terlihat patahan tulang yang menonjol keluar dibarengi dengan

keluarnya darah dalam jumlah banyak.

3. Teman-teman sesama pembalap dan kru langsung menolong Rexy

dengan memasang bidai pada tungkai kanan dan lengan kanannya,

kemudian membawanya ke rumah sakit.

4. Pada saat dilakukaan pemeriksaan di rumah sakit, Rexy masih

mengerang kesakitan, betis kanan yang bengkok, bengkak, serta nyeri

tekan pada cruris dextra 1/3 tengah. Lengan kanan sama sekali tidak bisa

digerakkan. Pemeriksaan bagian akral pada kedua ektremitas tersebut

baik.

5. Setelah dilakukan pemeriksaan radiologis dengan x-ray, dokter bedah

orthopaedi memutuskan untuk melakukan operasi ORIF pada cruris dan

humeri dextra. Sebelum melakukan tindakan, dokter meminta

persetujuan Rexy dan keluarganya.

3

III. Analisis Masalah

1. Bagaimana anatomi, fisiologi, dan histologi organ terkait?

A. Anatomi Organ Terkait

Os. Humerus merupakan tulang panjang pada lengan yang

terletak diantara bahu dan siku. Bagian bagian os humerus antara

lain sebagai berikut:

Caput humeri

Tuberculum majus-minus

Corpus humeri

Fossa olecranii

Trochealis humeri

Otot otot yang menempel pada os. humerus antara lain sebagai

berikut:

M. Biceps brachii

M. Tricheps brachii

M. Brachialis

(Hartono, 2014; Paulsen, 2012)

Vaskularisasi os. humerus adalah arteri brakhialis.

Inervasi os. humerus

Plexus brakhialis melawan caput humeri saat lengan abduksi.

Nervus medianus terletak di bagian tengah lengan atas,

melewati arteri brakhialis, biasanya terletak superfisial.

Nervus ulnaris terletak di bawah epicondylus medial.

Nervus radialis terletak di posterior humerus bagian medial,

melintasi pada sulkus nervus radialis.

Nervus aksilaris melintasi sepanjang kolum chirogicum

humeri.

(Elis, 2006)

4

Gambar 1. Os. humerus. (a) tampak anterior, (b) tampak posterior,

(c) os.humerus dengan nervus terkait. (Elis, 2006)

Ekstremitas bawah terdiri dari regio femur, genus, crus atau

cruris, dan pedis. Dalam kasus ini lebih spesifik mengarah pada

regio cruris atau tungkai bawah. Regio ini meliputi daerah dari

articulatio genu hingga ke medial malleolus. Di regio ini ditunjang

oleh dua tulang, yaitu tibia yang terletak di anteromedial, dan fibula

yang terletak di lateral. (Paulsen, 2012)

5

Bentuk tulang tibia dilihat dari cross section atau penampang

melintang adalah segitiga. Perbatasan anterior dan permukaan

anteromedialnya adalah lapisan subkutan, sedangkan perbatasan

posteriornya adalah linea musculi solei atau garis otot soleus tempat

melekatnya musculus atau otot soleus. Batas medioinferior terdapat

malleolus medialis yang terletak di ekstremitas medial, tempat

melekatnya tendo tibialis posterior.

Struktur pada tulang tibia antara lain pada sendi lutu (genu)

terdapat articulatio femorotibialis yang menghubungkan tulang

femur dengan tulang tibia. Selain itu, terdapat articulatio

tibiofibularis yang terletak di anteroposterior proksimal tibia,

menghubungkan tulang tibia dengan tulang fibula. Di bagian distal

tulang tibia terdapat syndesmosis tibiofibularis. Struktur lainnya

yaitu terdapat ligamentum collateral tibialis et fibularis di sisi

lateral dan medial articulatio genu. Vaskularisasi tulang tibia

terdiri dari arteri tibialis anterior et posterior, dan vena tibialis

anterior et posterior. Inervasi tulang tibia yaitu nervus tibiaslis,

sedangkan tulang fibula dipersarafi oleh nervus fibularis. (Elis,

2006)

6

Gambar 2. Os. tibia dan os.fibula (Elis, 2006)

B. Fisiologi Organ Terkait

Daerah pertumbuhan tulang terletak pada lempeng epifisial,

yang merupakan tempat pertumbuhan tulang secara longitudinal.

Sedangkan fungsi pertumbuhan tulang secara transversal dijalankan

oleh sel-sel yang berproliferasi di lapisan fibrosa yang melapisi

tulang, yaitu di periosteum. (Price, 2013)

7

Di dalam tulang terdapat cairan yaitu disebut matrix. Dimana

matrix ini mengisi ruang-ruang dalam tulang. 2/3 matrix

mengandung Ca(PO4)2 dimana apabila senyawa ini bertemu dengan

Ca(OH)2 maka akan menjadi Ca4 (PO4)6 (OH)2 (hydrxyapatite) dan

1/3 matrix mengandung collagen fiber. Hydrxyapatite ini

berfungsi untuk menahan tekanan namun hancur apabila ada

pembengkokan, permutaran, sedangakan collagen fiber sangat

flexibel da kuat namun tidak bisa menahan tekanan. (Martini,

2013)

C. Histologi Organ Terkait

Di lempeng epifisial, terbagi daerah dari atas hingga bawah

sebagai berikut:

- Daerah sel istirahat

- Daerah proliferasi merupakan tempat pembelahan aktif sel,

tempat mulai tumbuhnya tulang panjang.

- Daerah hipertrofi merupakan daerah lanjutan daerah proliferasi

di mana sel membengkak atau membesar, namun lemah. Sel

sudah tidak aktif membelah. Karena lemahnya daerah ini,

maka sering menjadi lokasi cedera pada anak-anak, terkadang

meluas hingga daerah di bawahnya.

- Daerah kalsifikasi provisional adalah tempat pengerasan atau

kalsifikasi tulang.

(Price, 2013)

8

Didalam tulang terdapat beberapa sel, yaitu:

- Osteosit

Terdapat pada tulang yang mature. Terdapat pada lacuna

yaitu merupakan tempat berlapis-lapis yang berada diantara

matrix dan lapisannya dinamakan lamellae. Osteosit juga

mengatur kadar mineral dan calsium dalam tulang.

- Osteoblas

Osteoblas berfungsi untuk menghasilkan matrix dan

berperan penting dalam proses ossifikasi yaitu dengan

memproduksi osteosit baru. Selain itu osteoblas juga

membantu meningkatkan kadar kalsium dalam tulang dengan

cara meningkatkan proses pengendapan kalsium dalam tulang.

- Osteoprogenitor

Terletak di endosteum. Fungsinya adalah mengatur jumlah

populasi osteoblas. Berperan penting dalam proses regenerasi

tulang setelah fraktur.

- Osteoklas

Berfungsi untuk me-remove and recycle sel tulang yang

sudah mati. Osteoklas adalah sel yang besar memproduksi

asam dan proteolitik untuk menghancurkan matrix. Juga

berperan dalam regulasi fosfat dan kalsium dalam darah.

(Martini, 2013)

2. Mengapa Rexy mengalami luka-luka, di bagian tengah lengan atas

kanannya terlihat patahan tulang yang menonjol keluar disertai dengan

keluarnya darah dalam jumlah banyak?

Penyebab dari bagian tengah lengan atas kanan terlihat patahan

tulang yang menonjol keluar disertai keluarnya darah dikarenakan

tulang gagal menahan tekanan, membengkok memutar dan tertarik

sehingga patah dan patahannya menembus jaringan lunak seperti otot,

tendon, ligamen, dan pembuluh darah dan biasa disebut dengan fraktur.

9

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau

patahnya tulang yang utuh yang biasanya disebabkan oleh trauma atau

rodapaksa atau tenaga fiksi yang menentukan jenis dan luasnya trauma.

Fraktur diklasifikasikan menjadi beberapa diantaranya:

- Berdasarkan kejadian fraktur

• Langsung

Dapat disebabkan oleh trauma.

• Tidak langsung

Disebabkan oleh trauma yang dihantarkan ke daerah yang

lebih jauh dari daerah fraktur, sedangkan jaringan lunak tetap

utuh.

• Kondisi patologis

Misalnya dikarenakan adanya osteolitis imperfekta.

- Berdasarkan luasnya luka dan kerusakan jaringan

• Derajat fraktur terbuka

- Derajat I : Terdapat luka tembus kecil seujung jarum, luka

ini didapat dari tusukan fragmen-fragmen tulang dari dalam

- Derajat II : Luka lebih besar disertai dengan kerusakna kulit

subkutan. Kadang-kadang ditemukan adanya benda-benda

asing disekitar luka

- Derajat III : Luka lebih besar dibandingkan dengan luka

patahan derajat II. Kerusakan lebih berat kerena sampai

mengenai tendon dan otot-otot saraf tepi.

- Berdasarkan tempat

Fraktur humerus, fraktur tibia, fraktur cruris, fraktur clavicula, dan

lain-lain.

- Berdasarkan luas dan garis fraktur

• Fraktur komplit merupakan garis patahan melalui seluruh

penampang tulang.

• Fraktur tidak komplit merupakan garis patahan tidak melalui

seluruh garis penampang tulang.

10

Patomekanisme fraktur diuraikan dalam bagan di bawah ini.

Gambar 3. Patomekanisme fraktur (Noor, 2014)

11

(Price, 2013)

12

Gangguan perfusi

Penyumbatan pembuluh darah

Emboli

Bergabung dengan trombosit

Mobilisasi asam lemak

Pelepasan ketekolamin

Reaksi stress pasien

Tekanan sumsum tulang meningkat

Kerusakan fragmen tulang

Fraktur

Kondisi patologisTrauma langsung Trauma tidak langsung

3. Mengapa dipasang bidai dan bagaimana cara pemasangan bidai yang

baik?

Hal ini terkait tujuan dilakukannya pemasangan bidai, yaitu:

- Sebagai pertolongan pertama

- Memfiksasi tulang yang cedera, sehingga tidak banyak melakukan

gerakan

- Menyangga luka atau cedera

- Mengamankan area yang luka dari benda benda sekitar

- Memudahkan membawa pasien

- Mencegah pembengkakan

Macam-macam bidai yaitu:

- Bidai keras

Bidai keras merupakan bidai paling baik dan sempurna digunakan

dalam keadaan darurat. Umumnya terbuat dari kayu, alumunium,

karton.

- Bidai traksi

Bidai traksi hanya di gunakan oleh tenaga terlatih.

- Bidai improvisasi

Bahan yang digunakan pada bidai ini cukup kuat dan ringan untuk

menopang badan.

- Gendongan

Pembidaian ini sama dengan cara dibalut seperti mitella.

(Noor, 2014)

Cara membalut dengan mitella

Dalam kasus pertolongan pertama, pembalut segitiga sangat

banyak gunanya, sehingga dalam perlengkapan medis pertolongan

pertama pembalut jenis ini sebaiknya disediakan lebih dari satu macam.

Mitella dipergunakan untuk membalut bagian tubuh yang berbentuk

13

bulat. Dapat pula untuk menggantung lengan yang cedera. Selain itu

dapat dilipat sejajar dg alasnya, menjadi pembalut bentuk dasi (cravat),

dalam hal ini mitella dapat diganti dengan pembalut pita. Secara umum

cara membalut dengan pita dapat mengikuti langkah-langkah berikut:

a. Salah satu sisi mitella dilipat 3-4 cm sebanyak 1-3 kali.

b. Pertengahan sisi yang telah terlipat diletakkan di luar bagian yang

akan dibalut, lalu ditarik secukupnya dan kedua ujung sisi itu

diikatkan.

Salah satu ujung lainnya yang bebas ditarik dan dapat diikatkan pada

ikatan (b) di atas, atau diikatkan pada tempat lain atau dapat dibiarkan

bebas, hal ini tergantung tempat dan kepentingannya.

(Sjamsuhidajat, 2010)

4. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik dan indikasi x-ray?

Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa Rexy masih mengerang

kesakitan, betis kanan bengkak, bengkok, nyeri tekan pada cruris dextra

sepertiga tengah, lengan kanan sama sekali tidak dapat digerakkan, dan

bagian akral kedua ekstremitas baik. Hal ini merupakan gejala klasik

fraktur, di mana terdapat diantaranya adalah riwayat trauma, nyeri,

bengkak di bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi,

diskrepansi atau hilangnya kontinuitas tulang). Selain itu, gejala klasik

lainnya antara lain nyeri tekan, krepitasi, gangguan fungsi

muskuloskeletal akibat nyeri, dan gangguan neurovaskular.

Indikasi pemeriksaan x-ray adalah karena adanya fraktur, untuk

menentukan jenis fraktur dan kedudukan fragmen fraktur. Syarat foto

rontgen atau x-ray adalah sebgai berikut:

Letak patah tulang harus diletakkan di pertengahan foto.

Sinar harus menembus tempat fraktur secara tegak lurus, karena

jika tidak, misalnya miring, maka gambar jadi samar, bias, dan

berbeda dari kenyataan.

Harus selalu dibuat 2 lembar foto dengan arah saling tegak lurus.

14

Persendian proksimal dan distal harus tercakup dalam foto.

Apabila terdapat kesangsian pada adanya patah tulang, maka dibuat

foto yang samadari ekstremitas kolateral yang sehat untuk

perbandingan.

Apabila tidak diperoleh kepastian tentang kelainan, misalnya pada

fisura, foto diulang setelah 1 minggu.

o Retak menjadi nyata karena hiperemia stetmpat di sekitar

tulang yang retak akan tampak sebagai dekalsifikasi.

o Osteoporosis pascatrauma merupakan tanda rontgenologik

normal pascatrauma yang disebabkan oleh hiperemia lokal

proses penyembuhan.

(Sjamsuhidajat, 2010)

5. Mengapa dokter memutuskan untuk melakukan operasi ORIF pada

cruris dan humeri dextra?

Hal ini dikarenakan indikasi operasi ORIF antara lain yaitu:

- Pasien penderita dengan pasca stroke

- Pasien dengan kelumpuhan

- Pasien yang menderita fraktur

• Fraktur yang tidak stabil dan jenis fraktur yang apabila

ditangani dengan metode terapi lain, terbukti tidak memberi

hasil yang memuaskan.

• Fraktur leher femoralis, fraktur lengan bawah distal, dan fraktur

intra-artikular disertai pergeseran.

• Fraktur avulsi mayor yang disertai oleh gangguan signifikan

padastruktur otot tendon.

Kontraindikasi ORIF(Open Reduksi Fiksasi Internal)

- Tulang osteoporotik terlalu rapuh menerima implan.

- Jaringan lunak diatasnya berkualitas buruk.

- Terdapat infeksi

15

- Adanya fraktur comminuted yang parah yang menghambat

rekonstruksi.

(Appley, 2005)

Hal ini juga terkait prinsip penanganan 4R, yaitu:

• Recognition

- Merupakan diagnosa dan penilaian fraktur

- Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan

fraktur dengan anannesis, pemeriksaan klinis dan radiologi.

- Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk

fraktur, menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan,

komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.

• Reduction

- Merupakan mengembalikan panjang dan kesegarisan

(alignment) tulang

- Dapat dicapai yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka

progresi.

• Retention

- Mencegah pengeseran fregmen dan mencegah pergerakan yang

dapat mengancam union.

- Untuk mempertahankan reduksi (ektrimitas yang mengalami

fraktur) adalah dengan traksi

• Rehabilitation

Bertujuan untuk mengembalikan aktiftas fungsional seoptimal

mungkin.

(Rasjad, 2008)

16

6. Mengapa dokter memberikan anti tetanus serum?

Skenario menunjukkan adanya patah tulang atau fraktur terbuka,

terutama pada humerus. Fraktur terbuka sangat berpotensi pada bahaya

infeksi baik sistemik, maupun lokal. Untuk mencegah hal tersebut, maka

hal yang harus dilakukan sejak awal masuk rumah sakit adalah sebagai

berikut:

Debrideman adekuat

Antibiotik profilaksis

Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi bakteri secara umum.

Imunisasi tetanus dengan pemberian anti tetanus serum

ATS (anti tetanus serum) diberikan untuk mencegah infeksi

klostridium tetani.

(Sjamsuhidajat, 2010)

17

IV. Sistematika Masalah

18

Diagnosis utama

ORIF

Patomekanisme trauma

Prognosis fraktur: dipengaruhi oleh faktor sistemik, lokal, individu

Komplikasi fraktur: awal,

lama

Menentukan jenis, kedudukan fragmen fraktur, kerusakan jaringan, tindakan lanjutan

Diagnosis banding:

fraktur cruris dan fraktur os.

humerus

Gejala klasik fraktur: riwayat trauma, nyeri, bengkak, deformitas, nyeri tekan, krepitasi, gangguan muskuloskeletal dan neurovaskular

Penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi

X-ray

Pemeriksaan Penunjang

- Nyeri- Bengkak, bengkok,

nyeri tekan pada cruris dextra sepertiga tengah

- Lengan kanan tidak bisa digerakkan

- Hasil pemeriksaan akral kedua ektremitas tersebut baik

Pemeriksaan Fisik

Anatomi, histologi, dan fisiologi organ terkait

Kecelakaan saat latihan balap motor

- Riwayat trauma- Nyeri - Memegangi betis

kanan menggunakan tangan kiri.

- Patahan tulang menonjol keluar disertai keluarnya banyak darah dari bagian tengah lengan atas kanan.

- Dipasang bidai pada lengan dan tungkai kanan sebelum ke RS.

Anamnesis

Penegakkan diagnosis

Rexy, 18 tahun

V. Learning Objective

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan perbedaan fraktur anak

dan dewasa.

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penegakkan diagnosis

pada skenario.

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan diagnosis banding dan

diagnosis utama pada skenario.

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penatalaksanaan

farmakologi dan nonfarmakologi skenario.

5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan proses penyembuhan

tulang secara alami.

6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi dan

prognosis fraktur.

VI. Belajar Mandiri

VII. Berbagi Informasi

1. Perbedaan Fraktur Anak dan Dewasa

Terdapat perbedaan yang mendasar antara fraktur pada anak

dengan fraktur pada orang dewasa. Perbedaan tersebut pada anatomi,

biomekanik, dan fisiologi tulang. Pada anak-anak antara epifisis dan

metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai daerah pertumbuhan

kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa,

sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu. Pada saat itulah

pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti.

Tulang panjang terdiri dari epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis

merupakan bagian paling atas dari tulang panjang, metafisis merupakan

bagian yang lebih lebar dari ujung tulang panjang, yang berdekatan

dengan diskus epifisialis, sedangkan diafisis merupakan bagian tulang

panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi primer.

19

Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut

periosteum, yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan

berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang.

Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi. Lokasi dan

keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan berhasil atau

tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah.

Pada anak, terdapat lempeng epifisis yang merupakan tulang

rawan pertumbuhan. Periosteum sangat tebal dan kuat dimana

pada proses bone helding akan menghasilkan kalus yang cepat dan

lebih besar daripada orang dewasa. Perbedaan di atas menjelaskan

perbedaan biomekanik tulang anak-anak dibandingkan orang

dewasa, yaitu :

Biomekanik Tulang

Tulang anak-anak sangat porous, korteks berlubang-lubang

dan sangat mudah dipotong oleh karena kanalis Haversian

menduduki sebagian besar tulang. Faktor ini menyebabkan tulang

anak-anak dapat menerima toleransi yang besar terhadap

deformasi tulang dibandingkan orang dewasa. Tulang orang

dewasa sangat kompak dan mudah mengalami tegangan dan

tekanan sehingga tidak dapat menahan kompresi.

Biomekanik Lempeng Pertumbuhan

Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yang melekat

pada metafisis yang bagian luarnya diliputi oleh periosteum sedang

bagian dalamnya oleh procesus mamilaris. Untuk memisahkan metafisis

dan epifisis diperlukan kekuatan yang besar. Tulang rawan lempeng

epifisis mempunyai konsistensi seperti karet yang besar.

Biomekanik Periosteum

Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak

mudah mengalami robekan dibandingkan orang dewasa. Pada anak-

anak, pertumbuhan merupakan dasar terjadinya remodelling yang lebih

20

besar dibandingkan pada orang dewasa, sehingga tulang pada anak-anak

mempunyai perbedaan fisiologi, yaitu :

- Pertumbuhan berlebihan (over growth)

Pertumbuhan diafisis tulang panjang akan memberikan stimulasi

pada pertumbuhan panjang, karena tulang rawan lempeng epifisis

mengalami hiperemi pada waktu penyambungan.

- Deformitas yang progresif

Kerusakan permanen pada lempeng epifisis akan terjadi

pemendekan atau angulasi.

- Fraktur total

Pada anak-anak fraktur total jarang bersifat komunitif karena

tulangnya sangat fleksibel dibandingkan orang dewasa.

Growth Plate

Growth plate atau lempeng epifisis adalah lempeng kartilago yang

terletak di antar epifisis (pusat penulangan sekunder) dan metafisis. Ini

penting bagi pertumbuhan tulang panjang agar terjadi. Bagian ini juga

menjadi satu titik kelemahan dari semua struktur tulang terhadap trauma

mekanik, maupun fisik. Secara histologik terdiri dari 4 lapisan, yaitu :

- Resting zone

Merupakan lapisan teratas yang terdiri dari sel-sel germinal yang

datar dan merupakan tempan penyimpanan bahan-bahan metabolik

yang akan digunakan nantinya.

- Proliferating zone

Sel-sel di area ini secara aktif bereplikasi dan tumbuh menjadi

lempeng. Sel-sel tersebut disebut seperi tumpukan lempeng. Pada

21

area ini, sel-selnya menggunakan bahan metabolik yang sebelumnya

disimpan untuk perjalanan mereka ke metafisis.

- Hypertrophic zone

Sel-sel di area ini cenderung membengkak dan berubah menjadi

lebih katabolik. Sel mempersiapkan matriks untuk mengalami

kalsifikasi dan berubah menjadi tulang. Area ini menjadi letak

terlemah secara mekanis.

- Calcified zone

Secara metabolik, matriks menyebar untuk deposisi garam kalsium,

dan membentuk osteoid. Di daerah yang dekat metafisis, cabang-

cabang pembuluh darah kecil menjalar ke lapisan basal dari lempeng

fisis.

(Martini, 2012; Price, 2013)

2. Penegakkan Diagnosis pada Skenario

A. Anamnesis

1) Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat penyakit sekarang perlu digali dengan tujuan

untuk mengetahui secara rinci perjalanan dari keluhan utama

tersebut. Hal yang perlu digali mengenai

- Apakah pernah terjadi trauma?

- Bagaimana mekansisme terjadinya trauma?

- Apakah disertai dengan nyeri?

- Dimana lokasi nyeri?

- Bagaimana sifat dan pola nyeri?

- Apakah ada nyeri tekan?

- Apakah ada lebam atau perubahan warna pada kulit?

- Apakah ada bengkak atau oedem?

- Apakah ada keterbatasan bergerak?

22

- Apakah pasien sudah meminum obat – obatan sebelum

dibawa ke UGD?

2) Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit dahulu perlu ditanyakan dengan tujuan

untuk untuk mengetahui adanya penyakit lain, yang dahulu

pernah diderita untuk membantu proses penatalaksanaan dan

pencegahan komplikasi.

3) Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit keluarga ditanyakan dengan tujuan

mengeliminasi kemungkinan penyakit yang herediter dan

penyakit yang disebabkan karena terjadinya penulara antar

anggota keluarga, serta membantu proses penatalaksanaan dan

pencegahan komplikasi.

4) Riwayat Sosial Ekonomi

Riwayat sosial ekonomi ditanyakan dengan tujuan

mengetahui kondisi sosial ekonomi pasien dan sebagai dasar

pertimbangan untuk tatalaksana yang dilakukan sehingga

mencapai hasil yang optimal.

B. Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi (Look)

- Bandingkan dengan bagian yang sehat.

- Perhatikan posisi anggota gerak.

- Keadaan umum penderita secara keseluruhan.

- Ekspresi wajah karena nyeri.

- Lidah kering atau basah.

- Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan.

- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk

membedakan fraktur tertutup atau fraktur terbuka.

23

- Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai

beberapa hari.

- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan

pemendekan.

- Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada

organ-organ lain.

- Perhatikan kondisi mental penderita.

- Keadaan vaskularisasi.

2) Palpasi (Feel)

- Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita

biasanya mengeluh sangatnyeri.

- Temperatur setempat yang meningkat

- Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya

disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam

akibat fraktur pada tulang

- Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus

dilakukan secara hati-hati

- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa

palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis

posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena

- Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada

bagian distal daerah trauma , temperatur kulit

- Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk

mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai

3) Pergerakan (Move)

Pemeriksaan pergerakan dengan mengajak penderita untuk

menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal

dari daerah yang mengalami trauma. Pada pederita dengan

fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga

uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu

24

juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti

pembuluh darah dan saraf.

4) Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara

sensoris dan motoris serta gradasi kelelahan neurologis, yaitu

neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelaianan saraf

yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat

menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita

serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Radiologis

Dilakukan foto rontgen sinar X pada posisi AP, ataupun

lateral. Untuk melihat adanya fraktur naviculare dilakukan foto oblik

khusus 45° dan 135° atau foto ulang 1 minggu setelah kejadian

karena mungkin retak tidak terlihat pada cedera baru. Untuk fraktur-

fraktur dengan tanda-tanda klasik, diagnosis  dapat dibuat secara

klinis sedangkan pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk

melengkapi deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan selanjutnya.

Untuk fraktur-fraktur  yang tidak memberikan tanda-tanda

klasik memang diagnosanya  harus dibantu pemeriksaan  radiologis

baik rontgen biasa  ataupun pemeriksaan canggih seperti MRI,

misalnya untuk fraktur tulang belakang  dengan komplikasi

neurologis.  Foto rontgen minimal  harus 2 proyeksi  yaitu AP dan

lateral. AP dan lateral harus benar-benar AP dan lateral.  Posisi yang

salah akan memberikan interpretasi yang salah.  Untuk pergelangan

tangan atau sendi panggul  diperlukan posisi axial pengganti

lateral.  Untuk acetabulum diperlukan proyeksi khusus alar  dan

obturator.

Pada investigasi fraktur humerus distal dengan foto rontgen

x-ray dilihat adakah soft tissue swelling, kemudian dicari adakah

25

fraktur pada os humerus dimanakah tempatnya, apakah di diafisis,

metafisis, atau epifisis, apakah komplit atau inkomplit, bagaimana

konfigurasinya, apakah transversal, oblik, spiral, atau kominutif,

apakah hubungan antar fragmennya displaced atau undisplaced, lalu

adakah dislokasi pada pertautan tulang-tulang tersebut. Pada

pemeriksaaan sendi siku dapat dilakukan dengan foto polos dan foto

lateral.

1. Foto Polos

Sudut Baumann

Pada tulang immatur, kondilus humerus lateral mengalami

angulasi ke arah metafisis. Sudut antara garis epifiseal dan garis

yang tegak lurus terhadap aksis longitudinal humerus disebut

sudut baumann, yang normalnya 8-20 derajat. Biasanya sudut

ini dibandingkan antara siku kiri dan siku kanan apabila ada

kecurigaan fraktur di daerah itu.

Sudut Angkat

Merupakan sudut yang dibentuk antara aksis longitudinal

humerus dan lengan bawah pada proyeksi AP. Normalnya 15

derajat pada anak-anak dibawah atau sama dengan 4 tahun dan

pada orang dewasa 17,8 derajat.

2. Foto Lateral

Sudut kondilohumeral lateral digunakan pada tulang

immatur, dibentuk antara aksis longitudinal humerus dan aksis

kondilus lateralis. Normalnya 40 derajat dan simetris kanan dan

kiri. Garis anterior humeral  adalah garis lurus yang dibuat dari

bagian depan korteks diafisis humerus ke kondilus lateralis.

Pada foto rontgen fraktur epifisis humerus, ditemukan adanya

pemisahan epifisis dan metafisis, dimana epifisis bersama-sama

dengan sebagian metafisis yang tetap terletak dalam ruang sendi,

sedang bagian distal tertarik ke proksimal.

(Rasjad, 2008; Brinker. 2001)

26

27

3. Diagnosis Banding dan Diagnosis Utama pada Skenario

A. Fraktur Proksimal Humerus

Pada fraktur jenis ini, insidensinya meningkat pada usia yg

lebih tua yang terkait dengan osteoporosis. Perbandingan wanita dan

pria adalah 2:1. Pada pasien dewasa muda, fraktur ini dapat terjadi

karena high-energy trauma, contohnya kecelakaan lalu lintas sepeda

motor. Mekanisme yang jarang terjadi antara lain peningkatan

abduksi bahu, trauma langsung, kejang, proses patologis malignansi.

Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan,

nyeri pada saat digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis

dapat terlihat dinding dada dan pinggang setelah terjadi cedera. Hal

ini harus dibedakan dengan cedera toraks. Menurut Neer, proksimal

humerus dibentuk oleh 4 segmen tulang:

- Caput/kepala humerus

- Tuberkulum mayor

- Tuberkulum minor

- Diafisis atau shaft

Klasifikasi menurut Neer, antara lain:

1) One-part fracture

Tidak ada pergeseran fragmen, namun terlihat garis fraktu

2) Two-part fracture

- Anatomic neck

- Surgical neck

- Tuberculum mayor

- Tuberculum minor

3) Three-part fracture :

- Surgical neck dengan tuberkulum mayor

- Surgical neck dengan tuberkulum minus

4) Four-part fracture

5) Fracture-dislocation

6) Articular surface fracture

28

Gambar 4. Klasifikasi fraktur humerus proksimal (Egol; Thompson, 2010)

29

I

MINIMAL DISPLACEMENT

II

ANATOMICAL NECK

III

SURGICAL NECK

IV

GREATER TUBEROSITY

V

LESSER TUBEROSITY

VI

FRACTURE DISLOCATION

ARTICULAR SURFACE

A

P

2-PART 3-PART 4-PART

B. Fraktur Humerus Medial

Umumnya fraktur yang terjadi dapat disebabkan beberapa keadaan

berikut:

- Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk,

gerakan puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim.

- Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti

berjalan kaki terlalu jauh.

- Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada

fraktur patologis.

Penyebab fraktur lainnya adalah sebagai berikut:

- Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik

terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur

terbuka dengan garis patah melintang atau miring.

- Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat

yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah

biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran

vektor kekerasan.

- Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan

dapat berupa twisting, bending dan penekanan, kombinasi dari

ketiganya, dan penarikan.

Berikut klasifikasi fraktur diafisis humerus menurut OTA

(Ortopaedics Trauma Association)

1) Tipe A: Fraktur Sederhana (Simple Fracture)

A1: Spiral

A2: Oblik (>30°)

30

A3: Transversa (<30°)

2) Tipe B: Fraktur Baji (Wedge Fracture)

B1: Spiral wedge

B2: Bending wedge

B3: Bragmented wedge

3) Tipe C: fraktur kompleks (complex fracture)

C1: Spiral

C2: Segmental

C3: Ireguler (significant comminution)

Berdasarkan arah pergeserannya, fraktur humerus dibagi menjadi;

1) Fraktur sepertiga proksimal humerus

Fraktur yang mengenai proksimal metafisis sampai insersi m.

pectoralis mayor diklasifikasikan sebagai fraktur leher humerus.

Fraktur di atas insersi pectoralis mayor menyebabkan fragmen

proksimal abduksi dan eksorotasi rotator cuff serta distal

fragmen bergeser ke arah medial. Fraktur antara insersi m.

pectoralis mayor dan deltoid umumnya terlihat adduksi pada

akhir distal dari proksimal fragmen dengan pergeseran lateral

dan proksimal dari distal fragmen.

2) Fraktur sepertiga tengah dan distal humerus

Jika fraktur terjadi di distal dari insersi deltoid pada sepertiga

tengah korpus humerus, pergeseran ke medial dari fragmen

distal dan abduksi dari fragmen proksimal akan terjadi.

31

Gambaran Klinis

- Nyeri terus menerus dan bertambah berat. Nyeri berkurang jika

fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai

fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk

meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

- Deformitas dapat disebabkan oleh pergeseran fragmen pada

eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan

dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi

dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada

integritas tulang tempat melengketnya obat.

- Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas

dan dibawah tempat fraktur.

- Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan,

teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan

antar fragmen satu dengan lainnya.

- Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi

akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini

baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah

cedera.

- Pada pemeriksaan harus diperhatikan keutuhan faal nervus

radialis dan arteri brakialis. Saat pemeriksaan apakah ia dapat

melakukan dorsofleksi pergelangan tangan atau ekstensi jari-jari

tangan.

Pemeriksaan Penunjang

- Laboratorium

Pada fraktur, tes laboratorium yang perlu diketahui adalah

hemoglobin, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju

endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak

32

sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di

dalam darah.

- Radiologi

Pada rontgen dapat dilihat gambaran fraktur (tempat fraktur,

garis fraktur (transversa, spiral atau kominutif) dan pergeseran

lainnya dapat terbaca jelas). Radiografi humerus AP dan lateral

harus dilakukan. Sendi bahu dan siku harus terlihat dalam foto.

Radiografi humerus kontralateral dapat membantu pada

perencanaan preoperative. Kemungkinan fraktur patologis harus

diingat. CT-scan, bone-scan dan MRI jarang diindikasikan,

kecuali pada kasus dengan kemungkinan fraktur patologis.

Venogram atau anterogram menggambarkan arus vascularisasi.

CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang lebih kompleks.

(Mansjoer; Sjamsuhidajat, 2010)

C. Fraktur 1/3 Distal Os Humeri

- Definisi

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan

tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap oleh tulang.

- Etiologi

• Trauma (Trauma tunggal, trauma yang berulang-ulang, atau

kelemahan abnormal pada tulang / fraktur patologik)

• Kontraksi otot

• Keadaan patologis : osteoporosis, neoplasma

- Patofisiologi

Tekanan yang kuat dan berlebihan mengakibatkan fraktur

terbuka karena dapat menyebabkan fragmen tulang keluar

menembus kulit sehingga akan menjadikan luka terbuka dan

akan menyebabkan peradangan dan kemungkinan terjadinya

33

infeksi. Keluarnya darah dari luka terbuka dapat mempercepat

pertumbuhan bakteri.

Tertariknya segmen tulang disebabkan karena adanya

kejang otot pada daerah fraktur menyebabkan disposisi pada

tulang sebab tulang berada pada posisi yang kaku. Fragmen

distal dapat tertarik ke posterior atau anterior. Pergeseran

posterior (tipe ekstensi) menunjukkan cedera yang luas,

biasanya jatuh pada tangan yang terentang. Humerus patah tepat

di atas kondilus. Fragmen distal terdesak ke belakang. Ujung

fragmen proksimal yang bergerigi menyodok jaringan lunak ke

bagian anterior, kadang-kadang mencederai arteri brachialis atau

nervus medianus. Pergeseran anterior (tipe fleksi) jarang terjadi,

diperkirakan akibat benturan langsung saat siku dalam keadaan

fleksi

- Manifestasi Klinis

• Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai

fragmen tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema

• Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang

patah

• Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena

kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat

fraktur

• Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan

lainnya

• Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit

34

Gambar 5. Fraktur 1/3 distal os. humeri

- Pemeriksaan Penunjang

• Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur untuk menentukan

lokasi dan luasnya kerusakan atau fragmen fraktur.

• Pemeriksaan jumlah darah lengkap.

• Arteriografi dilakukan bila dicurigai terdapat kerusakan

vaskuler.

• Kreatinin diperiksa pada trauma otot yang meningkatkan

beban kreatinin untuk klirens ginjal.

- Penatalaksanaan

Reduksi fraktur terbuka atau tertutup

Merupakan tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang

yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak semula.

a) Imobilisasi fraktur

Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna

b) Mempertahankan dan mengembalikan fungsi

• Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai

kebutuhan.

• Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri.

• Status neurovaskuler (peredaran darah, nyeri, perabaan

gerakan) selalu dipantau.

35

1) Terapi Fraktur Pergeseran Posterior

- Tipe 1

Jika tidak ada pergeseran, tidak diperlukan reduksi, pasien

hanya memakai kain gendongan atau mitela. Sembuh dalam

10 hari sampai 2 minggu.

- Tipe 2

Perlu dilakukan reposisi tertutup untuk mengembalikan

posisi humerus distal karenaakan dapat mengakibatkan

gangguan pergerakan fleksi dan ekstensi di kemudian hari.

- Tipe 3 dan 4

Fraktur yang disertai pergeseran harus direduksi secepat

mungkin,di bawah anestesi umum. Ini dilakukan dengan

manuver secara metodik dan hati-hati:

a) Traksi selama 2-3 menit disepanjang lengan itu dengan

traksi lawan di atas siku

b) Koreksi terhadap kemiringan, pergeseran dan

pemuntiran ke samping (bandingkan dengan lengan di

sebelahnya.

c) siku difleksikan perlahan-lahan, sementara traksi

dipertahankan.

d) Tekanan jari di belakang fragmen distal untuk

mengoreksi kemiringan posterior.

e) nadi diraba, jika tidakada kendurkan fleksi siku hingga

nadi muncul lagi.

2) Terapi pada fraktur pergeseran anterior

Cedera ini jarang terjadi, tapi kadang-kadang fraktur

posterior berubah menjadi fraktur anterior akibat terlalu banyak

traksi dan manipulasi. Fraktur direduksi dengan menarik lengan

bawah dan siku pada posisi semi fleksi, dilakukan penekanan

pada bagian depan fragmen distal kemudian mengekstensikan

36

siku sepenuhnya, suatu slab posterior  dipasang dan

dipertahankan selama 3 minggu. Setelah itu, pasien dibiarkan

untuk memperoleh fleksinya kembali secara berangsur-angsur.

(Mansjoer; Purwadianto; Sjamsuhidajat, 2010)

D. Fraktur Cruris

Berdasarkan letak frakturnya, dibedakan sebagai berikut:

1) Fraktur Tibia

Umumnya di sebabkan oleh cidera langsung. Kadang

terjadi delayed union karena fibula yg utuh menghalangi

kompresi yang cukup pada sumbu tibia maka dianjurkan untuk

fiksasi interna. Pada saat operasi fibula di gergaji secara miring

sehingga dapat terjadi pertemuan ujung patah tulang tibia yang

cukup memberikan tekanan sumbu.

2) Fraktur Fibula

Umumnya di sebabkan oleh trauma langsung.

Penanganannya cukup dengan analgesik. Umumnya tidak perlu

reposisi dan imobilisasi. Istirahat dengan tungkai di tinggikan

sampai hematom diresobsi dan latihan berjalan akan

menghasilkan penyembuhan tanpa gangguan. Biasanya dapat

menopang badan dalam 1 minggu meskipun masih nyeri.

Manisfestasi Klinis

- Tampak adanya deformitas angulasi atau endo/eksorotasi

- Daerah yang patah tampak bengkak

- Nyeri gerak

- Nyeri tekan

(Sjamsuhidajat, 2010)

37

4. Penatalaksanaan Farmakologi dan Nonfarmakologi pada Skenario

Tindakan awal pada kasus fraktur adalah sebagai berikut:

- Penilaian umum yang cepat

- Luka kemudian diperiksa,

- Luka ditutup dengan pembalut steril atau bahan yang bersih dan

dibiarkan tidak terganggu hingga pasien berada di kamar bedah.

- Empat pertanyaan yang perlu dijawab :

•Bagaimana sifat luka tersebut.

•Bagaimana keadaan kulit di sekitar luka.

•Apakah sirkulasi cukup baik.

•Apakah saraf utuh.

Semua fraktur terbuka harus dianggap terkontaminasi, penting

untuk mencegah adanya infeksi. Untuk tujuan ini, perlu diperhatikan

empat hal yang penting :

- Pembalutan luka dengan segera

- Profilaksis antibiotika

- Debrideman luka secara dini

- Stabilisasi fraktur

Penatalaksanaan Fraktur Terbuka Derajat III

Meliputi tindakan life saving dengan:

- Resusitasi sesuai dengan indikasi,

- Pembersihan luka dengan irigasi,

- Eksisi jaringan mati dan debridement,

- Pemberian antibiotik (sebelum, selama, dan sesudah operasi),

- Pemberian anti tetanus,

38

- Penutupan luka,

- Stabilisasi fraktur, dan

- Fisioterapi

Tindakan definitif dihindari pada hari ketiga atau keempat karena

jaringan masih inflamasi/ infeksi dan sebaiknya ditunda sampai 7-10

hari, kecuali dapat dikerjakan sebelum 6-8 jam pasca trauma.

- Pertolongan Pertama

Tujuan umumnya yaitu untuk mengurangi atau

menghilangkan nyeri, dan mencegah gerakan-gerakan fragmen

yang dapat merusak jaringan sekitarnya. Stabilisasi fraktur bisa

menggunakan splint atau bandage yang mudah dikerjakan dan

efektif. Luka ditutup dengan material yang bersih dan steril.

- Resusitasi

Penatalaksanaan sesuai dengan ATLS (Advance Trauma Life

Support) dengan memberikan penanganan sesuai prioritas

(resusitasi), bersamaan dengan itu, dikerjakan pula penanganan

fraktur terbuka agar terhindar dari komplikasi. Kehilangan banyak

darah pada fraktur terbuka derajat III dapat mengakibatkan syok

hipovolemik dan dapat diperberat oleh rasa nyeri yang dapat

menyebabkan syok neurogenik.

Tindakan resusitasi dilakukan bila ditemukan tanda syok

hipovolemik, gangguan nafas atau denyut jantung karena fraktur

terbuka seringkali bersamaan dengan cedera organ lain. Penderita

diberikan resusitasi cairan Ringer Laktat atau transfusi darah dan

pemberian analgetik. Pemeriksaan radiologis dilakukan setelah

pasien stabil.

Analgetik yang digunakan dalam mengurangi nyeri pada

pasien adalah obat penghambat COX, khususnya penghambat

selektif COX-2, yaitu colecoxib 100-200 mg 2x sehari, atau

39

etoricoxib 60 mg 1x sehari, atau meloxicam 7,5-15 mg/hari.

digunakannya penghambat selektif COX-2 dikarenakan golongan

ini adalah satu-satunya yang tidak menghambat agregasi trombosit,

sehingga tidak menghambat proses pembekuan darah pada luka

jaringan yang luas.

- Penilaian Awal

Pemeriksaan dilakukan dengan teliti dan hati-hati untuk

menilai adakah trauma pada daerah atau organ lain dan komplikasi

akibat fraktur itu sendiri.

- Terapi Antibiotik dan Anti Tetanus Serum (ATS)

a) Pemberian Antibiotik

Sebaiknya diberikan sesegera mungkin setelah

terjadinya trauma. Antibiotik adalah yang berspektrum luas,

misalnya sefalosporin generasi I (cefazolin 1-2 gram) dan

dikombinasikan dengan aminoglikosid (gentamisin 1-2

mg/kgBB tiap 8 jam) selama 5 hari.

Perawatan luka dilakukan setiap hari dengan

memperhatikan sterilitas. Pemberian antibiotik disesuaikan

dengan hasil kultur dan sensitifitas terbaru. Bila dalam

perawatan ditemukan gejala dan tanda infeksi, maka dilakukan

pemeriksaan kultur dan sensitifitas ulang untuk penyesuaian

ulang pemberian antibiotik yang digunakan.

b) Pemberian Anti Tetanus

Diindikasikan pada:

- Fraktur kruris terbuka derajat III berhubungan dengan

kondisi luka yang dalam,

- Luka yang terkontaminasi,

- Luka dengan kerusakan jaringan yang luas, serta

- Luka dengan kecurigaan sepsis

40

Pada penderita yang belum pernah mendapat imunisasi anti

tetanus dapat diberikan:

a. Gemaglobulin anti tetanus manusia dengan dosis:

- 250 unit pada penderita diatas usia 10 tahun dan

dewasa,

- 125 unit pada usia 5-10 tahun, dan

- 75 unit pada anak dibawah 5 tahun.

b. Dapat pula diberikan serum anti tetanus dari binatang

dengan dosis 1500 unit dengan tes subkutan 0,1 selama

30 menit.

c. Jika telah mendapat imunisasi toksoid tetanus (TT)

maka hanya diberikan 1 dosis boster 0,5 ml secara

intramuskular.

- Debrideman

Bertujuan untuk membersihkan luka dari benda asing dan jaringan

mati.

a) Pembersihan Luka

Dilakukan irigasi dengan cairan NaCl fisiologis secara

mekanis untuk membersihkan luka dan mengeluarkan benda

asing yang melekat.

b) Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati

Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya

merupakan daerah tempat pembenihan bakteri sehingga

diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan

subkutaneus, lemak, fasia, otot dan fragmen-fragmen yang

lepas.

41

Penatalaksanaan Fraktur Non-Farmakologi

1) Reposisi

Traksi

- Penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh yang

dilakukan dengan member beban yang cukup untuk

mengatasi penarikan otot.

- Prinsip

Penetralan kekuatan memendek otot pada daerah yang 

patah dan membidai tulang yang patah dengan kekuatan

otot.      

- Keuntungan

Mudah, cepat terjadi pembentukan kalus.

- Kerugian

Pasien harus berada di tempat tidur dalam waktu yang

lama ( hati-hati pneumonia, trombosis ) bila tidak dipantau

dengan baik, dapat juga terjadi infeksi pin penjepit.

- Macam-macam traksi

a) Axis traksi : Traksi sepanjang sumbu seperti sumbu

pelvis pada   obstetri

b) Traksi elastic : Traksi dengan tenaga elastik atau

dengan menggunakan bahan  elastik

c) Traksi skeletal : Traksi yang dipasang secara langsung 

pada tulang panjang dengan menggunakan pen, kawat

dll

d) Traksi kulit : Traksi pada bagian tubuh yang ditahan d

engan alat yang dilekatkan dengan membalutkan ke

permukaan tubuh.

- Kontraindikasi traksi:

• Hipermobilitas

• Efusi Sendi

• Inflamasi

42

• Fraktur humeri dan osteoporosis

2) Imobilisasi

a. Balut

- Balut bidai adalah tindakan memfiksasi /mengimobilisasi

bagian tubuh yang mengalami cidera dengan

menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel

sebagai fiksator /imobilisator.

- Indikasi

• Pada luka terbuka yang memungkinkan

terkontaminasi dengan lingkungan luar

• Ada perdarahan eksternal, sehingga darah mengalir

melalui luka yang ada

• Ada luka tusuk dengan benda yang masih menancap,

dengan kemungkinan benda tersebut menembur arteri

atau pembuluh darah besar

- Kontra Indikasi

• Luka dengan hipereksudat

• Luka terinfeksi

• Terdapat undermining dan tunneling

b. Bidai

- Jenis Bidai

• Bidai keras

• Bidai traksi

• Bidai improvisasi

• Bidai gendong

- Indikasi

• Adanya fraktur ,baik terbuka /tertutup.

• Adanya kecurigaan adanya fraktur.

• Dislokasi persendian

43

• Multiple trauma

- Kontra indikasi

• Pernafasan dan sirkulasi penderita sudah distabilkan.

• Gangguan sirkulasi dan atau gangguan yang berat pada

distal daerah fraktur,

• Resiko memperlambat sampainya penderita ke rumah

sakit

c. Gips

- Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang terbuat dari

bahan mineral yang terdapat di alam dengan formula

khusus dengan tipe plester atau fiberglass.

- Tujuan pemasangan gips

• Imobilisasi kasus dislokasi sendi

• Fiksasi fraktur yang telah di reduksi

• Koreksi cacat tulang

• Imobilisasi pada kasus penyakit tulang setelah

dilakukan operasi

• Mengoreksi deformitas

- Indikasi

• Pasien dislokasi sendi

• Fraktur

•  penyakit tulang spondilitis TBC

• pasca operasi

• skliosis

• spondilitis TBC, dan lain-lain

- Kontra Indikasi

Fraktur terbuka

44

Penatalaksaan Fraktur Tertutup

1) Proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi

- Digunakan untuk penanganan fraktur dengan dislokasi

fragmen patahan yang minimal atau dengan dislokasi yang

tidak menyebabkan kecatatan di kemudian hari.

- Indikasi

Fraktur kosta, fraktur klavikula pada anak dan fraktur

vetrebrae dengan kompresi minimal.

2) Imobilisasi dengan fiksasi

- Imobilisasi luar tanpa reposisi, tapi tetap memerlukan

imobilisasi untuk mencegah dislokasi.

- Contoh: fraktur tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting.

3) Reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi

- Untuk fraktur dengan dislokasi yang penting

- Contoh: fraktur radius distal

4) Reposisi dengan traksi

Untuk fraktur dengan otot yang kuat, misalnya fraktur femur.

Penatalaksaan Fraktur dengan Dislokasi

1. Dislokasi Sendi Rahang

Tindakan pertolongan dengan cara rahang ditekan ke bawah

dengan kedua ibu jari sudah dilindungi balutan tadi. Ibu jari tersebut

diletakkan di graham yang paling belakang. Tekanan itu harus

mantap tapi pelan-pelan. Bersamaan dengan penekanan itu jari-jari

yang lain mengangkat dagu penderita ke atas. Apabila berhasil

45

rahang itu akan menutup dengan cepat dan keras. Setelah selesai

untuk beberapa saat pasien tidak diperbolehkan terlalu sering

membuka mulutnya.

2. Dislokasi Sendi tangan

Tindakan pertolongan dengan cara jari yang cedera dengan

tarikan yang cukup kuat tapi tidak disentakkan. Sambil menarik,

sendi yang terpeleset ditekan dengan ibu jari dan telunjuk. Akan

terasa bahwa sendi itu kembali ke tempat asalnya. Setelah

diperbaiki sebaiknya untuk sementara waktu ibu jari yang sakit itu

dibidai. Untuk membidai dalam kedudukan setengah melingkar

seolah – olah membentuk huruf O dengan ibu jari.

3. Dislokasi sendi bahu

Apabila tidak ada patah tulang, dislokasi sendi bahu dapat

diperbaiki dengan cara ketiak yang cedera ditekan dengan telapak

kaki (tanpa sepatu) sementara itu lengan penderita ditarik sesuai

dengan arah letak kedudukannya ketiak itu. Tarikan itu harus

dilakukan dengan pelan dan semakin lama semakin kuat, hal itu

untuk menghidarkan rasa nyeri yang hebat yang dapat

mengakibatkan terjadinya shock. Selain tarikan yang mendadak

merusak jaringan-jaringan yang ada di sekitar sendi. Setelah ditarik

dengan kekuatan yang tetap beberapa menit, dengan hati-hati lengan

atas diputar ke luar (arah menjauhi tubuh). Hal ini sebaiknya

dilakukan dengan siku terlipat dengan cara ini diharapkan ujung

tulang lengan atas menggeser kembali ke tempat semula.

4. Dislokasi pangkal paha

Tindakannya adalah reposisi dengan anestesi umum dan

pemasangan gips selama enam minggu atau tirah baring dengan

traksi yang ringan untuk mengistirahatkan persendian dan

46

memberikan kesembuhan bagi ligamentum. Dislokasi sendi lutut

dan eksremitas bawah sangat jarang terjadi kecuali peda

pergelangan kaki di mana dislokasi disertai fraktur.

(Sjamsuhidajat, 2010)

5. Proses Penyembuhan Tulang secara Alami

a. Fase hematoma

Fraktur

Pembuluh darah yang di kanalikuli robek pada daerah fraktur

Hematom pada kedua sisi fraktur

b. Fase proliferasi (terjadi 1-5 hari setelah trauma)

c. Fase pembentukan kalus (terjadi 6-10 hari setelah trauma)

d. Fase konsolidasi (2-3 minggu setelah fraktur sampai sembuh)

e. Fase remodeling (> 10 minggu)

Remodeling tulang merupakan satu proses aktif dan dinamik

yang mengandalkan pada keseimbangan antara penyerapan tulang

oleh osteoklas dan deposisi tulang oleh osteoblas. Sel-sel osteosit,

tipe sel penting lainnya yang berasal dari osteoblas, adalah juga

terlibat dalam proses remodeling sebagaimana mereka memiliki

satu fungsi mekano-sensor. Proses fisiologi ini diperlukan untuk:

- Memungkinkannya penggantian tulang primer, tulang

infantil, dengan tulang sekunder yang secara mekanik lebih

kompeten;

- Membuang tulang iskemik atau yang mengalami fraktur

mikro;

47

- Menjamin suatu homeostasis kalsium sehingga dapat

mempertahankan suatu massa tulang yang konstan.

Fase-fase dalam remodelling tulang ditunjukkan oleh gambar

berikut:

Gambar 6. Proses remodeling tulang (Pre-OCLs = pre-osteoclasts;

OCL =osteoclast; OBLs = osteoblasts)

1) Fase Aktifasi

Masukan-masukan berbeda, seperti misalnya semacam

fraktur mikro, perubahan dalam pembebanan mekanik yang

menstimulasi sel-sel osteosit atau beberapa faktor yang

dilepaskan dalam lingkungan mikro tulang, termasuk IGF-

I i(nsulin growth factor-I), TNF- α (tumor necrosis factor- α),

PTH (parathyiroid hormone) dan IL-6 (interleukin-6),

mengaktifasi the lining cells yang merupakan sel-sel osteblas

yang tenang.

Sebagai konsekuensinya, lining cells, meningkatkan

pengekspresian RANKL (receptor activator of nuclear κB

ligand) pada permukaan selnya, yang pada gilirannya

berinteraksi dengan reseptornya yaitu RANK (receptor

activator of nuclear κB), yang diekspres oleh sel-sel pra-

osteoklas. Interaksi RANKL/RANK memicu fusi sel-sel pra-

48

osteoklas dan diferensiasinya mengarah ke sel-sel osteoklas

berinti banyak.

2) Fase Resorpsi

Sekali berdiferensiasi, sel-sel osteoklas berpolarisasi,

menempel ke permukaan tulang dan mulai menyerap (dissolve)

tulang. Fungsi ini membutuhkan dua langkah:

a) Asidifikasi matriks tulang untuk dissolve komponen

anorganik, dan

b) Pelepasan enzim-enzim lisosom seperti kathepsin K, dan

MMP9.

Keduanya bertugas untuk degradasi komponen organik tulang.

Setelah fungsi tersebut selesai, sel-sel osteoklas

menjalani apoptosis. Hal ini merupakan konsekuensi

fisiologis yang diperlukan guna mencegah suatu penyerapan

tulang berlebih.

3) Fase Membalik (Reverse)

Sel-sel yang membalik proses (the reverse cells), yang

perannya belum sepenuhnya jelas, menjalankan fase ini.

Memang sesungguhnya sel-sel ini dikenal sebagai sel-sel mirip

makrofag (macrophage-like cells) yang kemungkinan

fungsinya adalah membuang produksi debris selama degradasi

matriks.

4) Fase Formasi

Penyerapan matriks tulang mengawali lepasnya banyak

faktor pertumbuhan herein tersimpan, meliputi BMPs (bone

morphogenetic proteins),  FGFs (fibroblast growth factors)

dan TGF β (transforming growth factor β), yang bertanggung

jawab untuk perekrutan sel-sel osteoblas dalam daerah yang di-

49

reabsorbsi. Selanjutnya sel-sel osteoblas menghasilkan matriks

tulang baru, yang awalnya tidak terkalsifikasi (osteoid) dan

kemudian mereka mendorong mineralisasinya, sehingga

menyempurnakan proses remodeling.

(Martini, 2012; Price, 2013)

6. Komplikasi dan Prognosis Fraktur

1) Komplikasi Awal

a. Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan

tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal,

hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang

disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan

posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

b. Compartment Syndrome

Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi

dimana terjadi peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah

ruangan terbatas yakni kompartemen osteofasial yang tertutup.

Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan

tekanan oksigen jaringan. Gejala utama dari sindrom

kompartemen adalah rasa sakit yang bertambah parah terutama

pada pergerakan pasif dan nyeri tersebut tidak hilang oleh

narkotik. Tanda lain adalah terjadinya paralysis, dan

berkurangnnya denyut nadi.

c. Fat Embolism Syndrom

FES (Fat Embolism Syndrom) adalah komplikasi serius

yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES

terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow

kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat

50

oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan

pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.

Serangan biasanya 2-3 hari setelah cedera.

d. Infeksi

Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada

jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit

(superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada

kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan

lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

e. Nekrosis Avaskuler

AVN (Avascular Necrosis) terjadi karena aliran darah

ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan

nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s

Ischemia.

f. Syok

Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan

meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan

menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

2) Komplikasi dalam Waktu Lama

a. Delayed Union dan Non-union

Sambungan tulang yang terlambat dan tulang patah

yang tidak menyambung kembali. Delayed union adalah proses

penyembuhan yang terus berjalan tetapi dnegan kecepatan

yang lebih lambat dari keadaan normal. Non-union dari tulang

yang telah patah dapat menajdi komplikasi yang

membahayakan Banyak keadaan yang menjadi predisposisi

dari non-union seperti reduksi yang tidak benar akan

51

menyebabkan bagian-bagian tulang yang patah tetap tidak

menyatu, imobilisasi yang kurang tepat baik cara terbuka

maupun tertutup.

b. Mal-union

Mal-union adalah suatu keadaan dimana tulang yang

patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya,

membentuk sudut, atau miring. Contoh yang khas adalah patah

tulang paha yang dirawat dengan traksi, dan kemudian diberi

gips untuk imobilisasi dimana kemungkinan gerakan untuk

rotasi dari fragmen-fragmen tulang yang patah kurang

diperhatikan. Akibatnya sesudah gips dibuang ternyata anggota

tubuh bagian distal memutar ke dalam atau ke luar, dan

penderita tidak dapat mempertahankan posisi tubuhnya dalam

posisi netral.

3) Prognosis Fraktur

Prognosis fraktur dipengaruhi oleh:

a. Faktor Sistemik

- Umur

Anak-anak lebih cepat sembuh daripada orang dewasa.

- Nutrisi

Nutrisi yang tidak adekuat akan menghambat proses

penyembuhan.

- Kesehatan umum

Penyakit sistemik seperti diabetes dapat menghambat

penyembuhan.

- Aterosklerosis

Dapat memperlambat penyembuhan.

52

- Hormonal

Growth hormone mendukung penyembuhan, sedangkan

kortikosteroid menghambat penyembuhan.

- Obat

Obat antiinflamasi non-steroid (misalnya ibuprofen)

menmperlambat proses penyembuhan.

- Rokok

Kandungan nikotin pada rokok menghambat

penyembuhan di fase perbaikan.

b. Faktor Lokal

- Derajat trauma lokal

Fraktur yang kompleks dan merusak jaringan lunak

sekitarnya lebih sulit sembuh.

- Area tulang yang terkena

Bagian metafisis lebih cepat sembuh daripada bagian

diafisis.

- Kondisi abnormal tulang

Tumor, terkena radiasi, infeksi pada tulang akan

menyebabkan lambatnya proses penyembuhan.

- Derajat imobilisasi

Pergerakan yang banyak dapat menghambat penyembuhan

karena berkebalikan dengan prinsip tatalaksana fraktur.

c. Faktor Individu

Kepatuhan pasien dalam mengikuti saran dokter,

melaksanakan usaha dalam rangka mempercepat proses

penyembuhan sangat dibutuhkan.

(Djoko, 2011; Sjamsuhidajat, 2010)

53

VIII. Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan

Rexy, 18 tahun seorang mahasiswa yang menyukai olah raga

balap motor mengalami kecelakaan sewaktu latihan. Rexy mengalami

fraktur terbuka pada regio brachii dextra bagian medial sampai

tulangnya keluar dan fraktur tertututp pada regio cruris dextra sepertiga

medial. Banyak darah yang keluar dari lengan kanannya, sehingga

untuk penanganan pertama yang harus dilakukan yaitu membersihkan

tulang yang keluar dari lengan Rexy menggunakan cairan fisiologis

kemudian dilakukan balut tekan agar darah yang keluar tidak banyak,

serta dibidai pada bagian tungkai dan lengan kanannya. Teman-teman

Rexy melakukan pembidaian sebelum dibawa ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, dokter melakukan pemeriksaan fisik. Hasil

anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya gejala klasik

fraktur, di mana terdapat diantaranya adalah riwayat trauma, nyeri,

bengkak di bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi,

diskrepansi atau hilangnya kontinuitas tulang). Selain itu, gejala klasik

lainnya antara lain nyeri tekan, krepitasi, gangguan fungsi

muskuloskeletal akibat nyeri, dan gangguan neurovaskular. Keadaan

Rexy yang masih mengerang menandakan kesadaran, jalan napas, dan

pernapasan rexy masih baik. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan akral

untuk menilai neurovaskuler apakah masih dalam keadaan baik sampai

ke perifer dengan menilai pulsasi arteri atau menekan ujung jari dan

melepaskannya (capillary refill) dan hasil pemeriksaannya masih baik.

Jika diperlukan, maka dilakukan resusitasi karena keluarnya banyak

darah. Karena adanya manifestasi fraktur tersebut, maka dilakukan

pemeriksaan x-ray untuk mengetahui jenis dan kedudukan fragmen

fraktur. Hal ini terkait berbagai klasifikasi fraktur, diantaranya menurut

garis frakturnya, misalnya fisura, patah tulang sederhana, patah tulang

kominutif, pengecilan, patah tulang segmental. Selain itu, pemeriksaan

x-ray ditujukan untuk perencanaan tindakan lanjutan, mengetahui

54

diagnosis, tatalaksana, kemungkinan komplikasi hingga prognosis. Pada

kasus ini tidak disebutkan hasil x-ray, maka dapat ditentukan bahwa

diagnosis kerjanya adalah fraktur terbuka os. humerus dextra sepertiga

medial dan fraktur tertutup os. tibia-fibula dextra sepertiga medial.

Penanganan awal selain irigasi untuk debrideman, adalah diberikan

antibiotik spektrum luas dan antitetanus serum yang diindikasikan

terutama karena adanya fraktur terbuka untuk mencegah infeksi. Selain

itu diberikan pula analgetik untuk mengurangi nyeri hebat. Prinsip

penangan fraktur meliputi recognition, yaitu diagnosis dan penialian

fraktur, reduction, yaitu dengan reposisi, antara lain traksi, retention

dengan imobilisasi, misalnya menggunakan gips, balut, dan bidai, serta

rehabilitation untuk mengembalikan fungsi organ yang fraktur dengan

cara fisioterapi. Pastinya semua penanganan dan tindakan harus sesuai

indikasi. Pentingnya penatalaksanaan yang tepat terkait dengan tahap

penyembuhan tulang, yaitu tahap inflamasi, tahap proliferasi sel, tahap

pembentukan kalus, tahap penulangan (osifikasi) dan tahap menjadi

tulang dewasa (remodelling) untuk mencegah komplikasi fraktur, baik

komplikasi awal maupun dalam jangka waktu lama, seperti infeksi,

sindrom kompartemen, nekrosis avaskuler, mal-union, non-union, dan

delayed union . hasil x-ray juga mengindikasikan dokter bedah

orthopaedi memutuskan untuk melakukan operasi ORIF (Open

Reduction Internal Fixation) pada cruris dan humeri dextra. Sebelum

melakukan tindakan, dokter meminta persetujuan dengan Rexy dan

keluarganya supaya keluarga pasien mengetahui tindakan apa yang

akan dilakukan dokter dan kemungkinan komplikasi yang akan terjadi.

Prognosis sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang terbagi dalam

faktor sistemik, lokal, dan individu. Faktor tersebut diantaranya umur

terkait pertumbuhan tulang, nutrisi, hormonal, obat, derajat kerusakan

fraktur, imobilisasi, dan kepatuhan pasien terhadap penatalaksanaan

yang direkomendasikan dan dilakukan dokter, serta proses

penatalaksanaan itu sendiri. Pada kasus ini kemungkinan prognosisnya

55

adalah dubia ed bonam, karena penanganan awal hingga tindakan

dokter yang tepat diikuti penatalaksanaan lanjutan yang tepat dan

mendukung proses penyembuhan.

B. Saran

- Sebelum diskusi seharusnya mahasiswa mempersiapkan dan

memahami dengan baik materi-materi yang berhubungan dengan

skenario yang akan kami bahas.

- Pencarian materi-materi untuk didiskusikan cukup sulit, karena

membutuhkan sumber-sumber yang valid dan tidak lebih dari 5

tahun yang lalu. Maka, seharusnya mahasiswa mempersiapkan

semua, termasuk waktu dengan baik.

- Selama diskusi, sumber-sumber yang telah didapatkan sebaiknya

supaya memberikan pemahaman yang tepat tentang skenario yang

dibahas.

- Diharapkan semua mahasiswa mempersiapkan diri dengan baik dan

aktif berpartisipasi saat diskusi supaya diskusi berjalan lancar.

56

DAFTAR PUSTAKA

Appley, A.G dan Louis Solomon. 2005. Ortopedi dan Fraktur Sistem Appley. Jakarta: Widya Medika.

Brinker. 2001. Review Of Orthopaedic Trauma. Pennsylvania: Saunders Company.

Brunner dan Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Cholida S, Hasnah. 2012. Balut Bidai. Jakarta: Salemba Medika.

Djoko Simbardjo. 2011. Fraktur Batang Femur dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian Bedah FKUI. Jakarta: penerbit FKUI.

Dorland. 2008. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.

Egol, K.A., Koval, K.J., Zuckerman, J. D. 2010. Handbook Of Fractures. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Elis, Harold. 2006. Clinical Anatomy: A Revision and Applied Anatomy for Clinical Students. Australia: Blackwell Publishing Ltd.

Hartono, Andry, dkk. 2014. Sistem Organ Muskuloskeletal dan Jaringan Ikat. Jakarta: Karisma Publising Group.

Mansjoer A. 2010. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Medika Aesculapius FKUI : Jakarta.

Martini, Nath. 2012. Fundamentals of Anatomy & Physiologi 9th Edition. San Francisco: Pearson.

Noor Helmi, Zairin. 2014. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Paulsen, F dan J. Waschke. 2012. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia: Anatomi Umum dan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia A. 2013. Patofisiologi: Konsep Klinis Dasar-Dasar Penyakit. Jakarta: EGC.

57

Purwadianto, Agus Sampurno. 2010. Kedaruratan Medik Edisi Revisi Pedoman Penatalakasaan Praktis. Jakarta: Binarupa Aksara.

Rasjad C. 2008. Trauma, dalam: Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Edisi II. Makassar: Bintang Lamumpatue.

Sjamsuhidajat, R. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong Edisi 3. Jakarta: EGC.

Thompson, J.C. 2010. Netter’s: Concise Otrhopaedic Anatomy 2nd ed. Philadelphia: Elsevier Inc.

Tucker, Susan M. 2003. Standar Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

58