sistem neurologi pada anak (revisi 2)
Post on 28-Oct-2015
226 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
SISTEM NEUROLOGI PADA ANAK
A. Perkembangan sistem neurologi pada anak
Sistem neurologi merupakan sistem yang pertama kali terbentuk saat proses
pembentukan janin (in utero). Pada minggu keempat usia gestasi merupakan awal
pembentukan dimana tuba neural telah tertutup ditandai dengan bagian anterior
berbentuk otak dan bagian posterior berbentuk saraf spinal. Selama bulan kedua usia
gestasi, otak mengalami pembentukan struktur serebrum dan serebelum. Hal ini akan
terus berkembang secara berkelanjutan hingga menjadi sempurna saat tahun kelima
kehidupan ekstrauterin. Pada manusia terdapat dua periode yang mengalami
perkembangan yang sangat pesat yaitu pada minggu ke-15 hingga ke-20 terjadi
penambahan neuron yang signifikan dan pada minggu ke-30 terjadi kembali
penambahan jumlah neuron hingga tahun pertama kehidupan ekstrauterin (James &
Ashwill, 2007).
Pada tahap perkembangan sistem saraf, terjadi proses mielinisasi. Mielinisasi
adalah proses pembuatan neuron oleh mielin, sel saraf yang memiliki lapisan pelindung
mielin akan mampu menghantarkan pesan atau rangsang lebih cepat dibandingkan sel
saraf lain yang aksonnya tidak memiliki lapisan pelindung.
Tabel 1Perkembangan Sistem Neurologik
USIA STRUKTUR DAN FUNGSIPerkembangan janin
1. Sistem saraf pusat (SSP) berasal dari tuba neural selama perkembangan embrionik;
2. Pada minggu ke-4 gestasi, tuba neural mengalami perkembangan;3. Antara minggu ke-8 dan ke-12, serebrum dan serebelum mulai berkembang;4. Perkembangan saraf cepat terjadi antara minggu ke-15 hingga ke-20 usia
gestasi dan minggu ke-30 usia gestasi hingga tahun pertama kehidupan ekstrauterin;
5. Selama tahun pertama kehidupan ekstrauterin, jumlah neuron otak meningkat dengan cepat;
6. Sistem saraf perifer muncul dari kepala neural, yang berasal dari tuba neural selama perkembangan embrionik.
Bayi (0-1 tahun) 1. Sistem neurologik tidak terintegrasi secara menyeluruh pada saat lahir;2. Sebagian besar fungsinya massih bersifat refleks primitif, dan kebanyakan
refleks primitif menghilang saat berusia 12 bulan;3. Semua saraf kranialis termielinisasi kecuali saraf optikus dan olfaktorius;4. Sistem saraf belum matang selama masa bayi, tetapi tumbuh dengan cepat
yang ditandai dengan perubahan perkembangan bayi yang cepat. Namun stimulasi tetap diperlukan untuk meningkatkan perkembangan dan ketrampilan motorik.
Todler/usia pra sekolah (1-6 tahun)
1. Otak mencapai 80% ukuran dewasa pada saat usia 2 tahun. Mielinisasi hampir sempurna pada usia 2 tahun, meningktakbna kemampuan anak untuk meningkatkan gearkan dan latihan toilet training. Sejumlah besar bentuk hubungan antara neuraon dan neuron meningkat kompleksitasnya.
2. Spesialisasi hemisfer terjadi, ditandai dengan pilihan tangan dominan. Hemisfer kanan matang lebih cepat pada anak laki-laki, sedangkan pada anak perempuan cenderung hemisfer kiri lebih cepat berkembang. Kemungkinan yang mungkin muncul adalah tampak perbedaan spasial (ruang) pada anak laki-laki serta kemampuan bahasa pada anak perempuan. Sistem limbik matang untuk kemampuan tidur teratur, terbangun dan emosi yang lebih baik.
Usia sekolah (6-12 tahun)
1. Otak mencapai 90% ukuran orang dewasa pada usia 7 tahun, setelah pertumbuhan otak melambat dan mencapai ukuran orang dewasa pada usia 12 tahun.
2. Mielinisasi telah sempurna dan kemampuan anak mendengar, mengingat dan membuat hubungan yang melibatkan stimulus lebih baik.
3. Transmisi impuks saraf meningkat, memungkinkan keseimbangan anak lebih baik, perkembangan motorik kasar dan halus yang matang.
Remaja (12-21 tahun)
1. Pertumbuhan otak terus berlanjut. Neuron tidak meningkat jumlahnya, tetapi terdapat peningkatan jumlah sel pendukung yang memberi nutrisi bagi neuron.
2. Terdapat perluasan perkembangan kognitif.
Sumber: Muscary (2005)
B. Anatomi dan fisiologi sistem neurologi pada anak
1. Struktur sistem neurologi
a. Sistem neurologi terdiri dari 2 bagian utama, sistem saraf pusat (SSP) dan sistem
saraf perifer. Sistem saraf otonom (SSO) terdiri dari kedua elemen pusat dan
perifer.
1) SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis;
2) Sistem saraf perifer terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang saraf
spinalis;
3) SSO terdiri dari nukleri eferen viseral (motorik) dan nuklei aferen viseral
(sensorik) di otak dan medula spinalis. Bagian perifer terbagi menjadi serat
saraf eferen dan aferen viseral yang dikenal sebagai ganglia sensoris dan
otonom.
b. Otak dilapisi oleh 3 membran.
1) Durameter adalah struktur jaringan ikat fibrosa yang terdiri dari beberapa
pembuluh darah;
2) Membran arachnoid merupakan membran serosa yang lunak;
3) Piamater merupakan membran vaskular.
c. Medula spinalis terletak dari medula oblongata sampai ke batas bawah vertebral
membran utama. Medula spinalis terdiri dari berjuta-juta serat saraf, dan terdiri
dari 31 saraf (8 servikal, 12 torakal, 5 lumbal, dan 5 sakral).
d. Cairan serebrospinalis (CSS) dibentuk dalam ventrikel lateral, yaitu dipleksus
koroid piamater. CSS mengalir melalui foramen monro di ventrikel ketiga,
kemudian melalui aqueductus sylvius menuju ventrikel keempat. CSS keluar
dari ventrikel keempat melalui foramen magendie dan 2 foramen luska. CSS
kemudian mengalir ke dalam magna sisterna, dan akhirnya bersirkulasi ke dalam
ruang subarachnoid medula spinalis merendam otak dan medula spinalis. Cairan
diabsorpsi oleh membran arachnoid (Muscary, 2005).
Gambar 1: Struktur otak
Tabel 2Nilai Normal Cairan Serebrospinal pada Sistem Saraf Pusat Anak
ParameterNeonatus Anak usia > 6
bulanPreterm TermWBCs (per mm3) ≤25 ≤7 ≤5Protein (mg/dl) <150 <170 <40Glukosa (mg/dl) >30 >60 >40Sel darah merah (per mm3) >1000 <800 <5Tekanan (mmHg) 50-80 50-80 100-280
Sumber: James & Ashwill (2007)
2. Fungsi sistem neurologi
a. Sistem saraf pusat (SSP)
1) Otak
1) Serebrum merupakan pusat untuk kesadaran, fikiran, memori, input
sensoris, dan aktivitas motorik. Serebrum terdiri dari dua hemisfer
(kanan dan kiri) dan empat lobus yang masing-masing mempunyai
fungsi khusus.
a) Lobus frontalis mengendalikan pergerakan otot volunter dan terdiri
dari area motorik, termasuk area bicara. Lobus frontal juga terdiri
dari pusat kepribadian perilaku, otonom dan fungsi intelektual serat
untuk respons jantung dan emosional.
b) Lobus temporalis merupakan pusat untuk pengecapan, pendengaran
dan penciuman, dan dalam hemisfer otak dominan, pusat untuk
menginterpretasikan bahasa yang dibicarakan.
c) Lobus parietalis mengkoordinasikan dan menginterpretasikan
informasi sensoris dari sisi tubuh yang berlawanan.
d) Lobus oksipitalis meginterpretasikan stimulus visual.
Gambar 2: Fungsi otak
2) Talamus mengatur fungsi serebral dengan mentransmiskan impuls ke
dan dari serebrum. Talamus juga bertanggung jawab pada respons
emosional primitif, seperti rasa takut, dan untuk membedakan antara
stimulus tyang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan.
3) Berada di atas talamus, hipotalamus merupakan pusat otonom yang
emnattur tekanan darah, suhu, pernafasa, libido, nafsu amkan, pola tidur
dan penyaluran saraf perifer dikaitkan dengan beberapa ekspresi
emosional dan perilaku. Hipotalamus juga membantu mengendalikan
sekresi hipofisis dan reaksi stres.
4) Serebelum atau otak kecil mengendalikan pergerakan otot halus,
mengoordinasi impuls saraf dengan aktivitas otot dan mempertahankan
tonus otot dan ekuilibrium.
5) Batang otak mencakup mesensefalon, pons, dan medula oblongata
mentransmisikan impuls saraf antara otak dan medula spinalis.
2) Medula spinalis membentuk dua jalur konduktor antara batang otak dan
sistem saraf perifer. Medula spinalis juga merupakan pusat refleksi untuk
aktivitas motorik yang tidak dikendalikan oleh otak.
b. Sistem saraf perifer menghubungkan SSP dengan bagian-bagian tubuh yang jauh
dan memberikan sinyal ke dan dari area-area ini dan medula spinalis.
c. SSO mengatur fungsi tubuh seperti fungsi pencernaan, pernafasan dan
kardiovaskuler. Diatur terutama oleh hipotalamus, SSO terdiri dari dua bagian
yaitu :
1) Sistem saraf simpatis menyediakan sistem persiapan darurat, r4espons
“flight or fight”. Impuls simpatis meningkat tajam ketiak tubuh berada di
bawah tekanan fisik attau emosional yang menyebabkan dilatasi
bronkiolous, dilatasi pembuluh darah otot jantung dan otot volunter,
kontraksi jantung yang lebih kuat dan cepat, konstriksi pembuluh darah
perifer, penurunan peristaltis, peningkatan keringat. Stimulus simpatis
dimediasi oleh norepinefrin.
2) Sistem saraf parasimpatis merupakan pengendali utama untuk sebagian besar
efektor viseral sepanjang waktu. Impuls parasimpatis dimediasi oleh
asetilkolin (Muscary, 2005).
3. Perbedaan dalam respons sistem saraf
Sistem saraf merupakan salah satu sistem yang pertama kali terbentuk secara
intrauteri, tetapi termasuk sistem yang terkahir berkembang selama kanak-kanak.
a. Keakuratan dan kelangkapan pengkajian neurologis sesuai perkembangan anak;
b. Otak anak tetap mengalami pengorganisasian fungsi dan mielinisasi. Oleh
karena itu, dampak yang jelas akibat serangan tidak dapat segera terlihat dan
dapat membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk muncul manifestasi serangan;
c. Saraf perifer tidak termielinasasi secara penuh pada saat lahir. Seiring dengna
proses mielinisasi yang berlanjut sehingga anak dapat emngendalika dan
mengoordinasi motorik halus.
C. Pengkajian sistem neurologi pada anak
1. Penilaian tingkat kesadaran
a. Secara kualitatif
Tabel 3Penilaian Tingkat Kesadaran Secara Kualitatif pada Anak
Tingkat kesadaran DeskripsiCompos mentis Anak mengalami kesadaran penuh dengan memberikan respon yang
cukup terhadap stimulus yang diberikanApatis Anak bersikap acuh tak acuh terhadap keadaan sekitarnyaSomnolen Anak memiliki kesadaran yang lebih rendah. Hal tersebut ditandai
dengan anak yang tampak mengantuk, selalu ingin tidur, tidak responsif dengan rangsangan ringan, dan masih memberikan respon terhadap rangsangan yang kuat.
Sopor Anak tidak memberikan respon ringan maupun sedang, tetapi masih memberikan respon sedikit terhadap rangsangan yang kuat. Hal tersebut ditandai dengan adanya refleks pupil terhadap cahaya yang masih positif.
Koma Anak tidak dapat bereaksi terhadap stimulus atau rangsangan apapun. Refleks pupil terhadap cahaya tidak ada.
Delirium Disorientasi sangat iritatif, kacau, dan salah persepsi terhadap rangsangan sensorik.
Sumber: Engel (2008)
b. Secara kuantitatif
Tabel 4Penilaian Glasgow Comma Scale (GCS) pada anak
Penilaian SkorBuka mata 4 : Spontan
3 : Pada perintah2 : Pada nyeri1 : Tidak ada respon
Respon verbal bicara 5 : Mengoceh4 : Mudah menangis3 : Menangis karena nyeri2 : Merintih karena nyeri1 : Tidak ada respon
Respon motorik gerak 6 : Gerakan normal spontan5 : Menarik diri ketika tersentuh4 : Menarik diri ketika nyeri3 : Fleksi abnormal2 : Ekstensi abnormal1 : Tidak ada respon
Sumber: Potts & Mandeclo (2007)
2. Penilaian refleks
Refleks-refleks yang ditimbulkan pada bayi dan anak, sebagian besar
menunjukkan tahap perkembangan susunan somatomotorik sehingga banyak sekali
informasi yang dapat diperoleh dengan melakukan pemeriksaan tersebut.
Tabel 5Usia Mulai dan Menghilangnya Refleks pada Bayi dan Anak Normal
Jenis refleks Usia mulai Usia menghilangRefleks moro Sejak lahir 6 bulanRefleks memegang (grasp)- Palmar- Plantar
Sejak lahirSejak lahir
6 bulan9 – 10 bulan
Refleks snout Sejak lahir 3 bulanRefleks tonik neck Sejak lahir 5 – 6 bulanRefleks berjalan (stepping) Sejak lahir 12 bulanRefleks penempatan taktil (placing response) 5 bulan -Refleks terjun (parachute 8 – 9 bulan Seterusnya adaRefleks landau 3 bulan 21 bulan
Sumber: Saharso, Herjana, & Emy (2005)
a. Refleks superfisial, dengan cara menggoreskan kulit abdomen dengan 4 goresan
yang membentuk segiempat di bawah xifoid;
b. Refleks tendon dalam dengan mengetuk menggunakan hammer pada tendon
biseps, triseps, patella dan archilles dengan penilaian pada bisep (terjadi fleksi
sendi siku), triseps (terjadi ekstensi sendi siku), patella (terjadi ekstensi sendi
lutut), dan archilles (terjadi fleksi plantar kaki).
c. Refleks patologis dapat menilai adanya refleks babinski dengan cara menggores
permukaan plantar kaki dengan alat yang sedikit runcing, hasilnya positif
apabila terjadi reaksi ekstensi ibu jari.
3. Pemeriksaan diagnostik
Tabel 6Pemeriksaan Diagnostik pada Anak dengan Gangguan Neurologis
Pemeriksaan TujuanCT scan Mengidentifikasi keabnormalan jaringan dan struktur otak seperti tumor
otak, perdarahan maupun hidrosefalusAngiogram Menunjukan keabnormalan pembuluh darahEchoencephalography Mengidentifikasi kebnormalan dari struktur, posisi dan fungsi EEG Mengidentifikasi keabnormalan pelepasan listrik otak seperti kejangFungsi lumbal Mengukur tekanan dan menganalisa cairan serebrospinal yang terinfeksi.MRI Menggambarkan morfologi dan struktur secara detailNuclear brain scan Mengidentifikasi lesi fokal otak dan menggambarkan jalan cairan
serebrospinal
Sumber: Potts & Mandeclo (2007)
4. Pengukuran lingkar kepala sebagai deteksi dini gangguan neurologis
Pengukuran lingkar kepala (Head Circumference) merupakan bagian dari
pemeriksaan klinis yang murah, mudah dan sangat penting pada bayi dan anak.
Pertumbuhan kepala sangat tergantung dari pertumbuhan isi kepala. Apabila otak
tidak berkembang secara maksimal maka kepala akan tetap kecil dan hal ini
merupakan tanda akan terjadinya perkembangan mental yang subnormal. Selain itu,
apabila didapatkan hambatan terhadap jalannya cairan serebrospinal (CSS) akan
menyebabkan terjadinya peningkatan volume kepala sehingga kepala akan
membesar. Penambahan lingkar kepala yang cepat merupakan tanda pertama adanya
kemungkinan hidrosefalus Walaupun demikian, harusdipertimbangkan pula
kecepatan pertumbuhan dari berat badan dan lingkar dada, karena pada beberapa
kasus dimana pengukuran lingkar kepala menunjukkan pembesaran yang cepat
tetapi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan berat badan ternyata masih dalam
batas normal. Oleh karena itu selain pengukuran lingkar kepala perlu diperhatikan
pula bentuk kepala penderita dan orang tuanya, ubun-ubun besar penderita, sutura
dan lain-lain. Pengukuran lingkar kepala yang benar adalah mengukur lingkaran
kepala yang melewati titik suboksipito-bregmatikus.Sampai dengan sekarang tabel
yang dipergunakan sebagai referensi pengukuran lingkar kepala pada bayi dan anak
adalah Tabel NELLHAUS, dimana lingkar kepala bertambah 12 cm dalam 12 bulan
pertama dengan distribusi yang tidak merata.
Diagram 1Lingkar Kepala Menurut Nellhaus untuk Bayi dan Anak Laki-laki
Diagram 2Lingkar Kepala Menurut Nellhaus untuk Bayi dan Anak Perempuan
Beberapa penyebab yang mengakibatkan pertumbuhan lingkar kepala
menjadi tidak normal adalah sebagai berikut:
a. Lingkar kepala mengecil (<-2 SD)
1) Bayi kecil;
2) Familial feature;
3) Mental subnormality;
4) Kraniostenosis.
b. Lingkar kepala besar (>+2 SD)
1) Bayi besar;
2) Familial feature;
3) Hidrosefalus;
4) Megaensefali;
5) Hidranensefali;
6) Tumor serebral;
7) Efusi subdural.
D. Jenis-jenis gangguan neurologi pada anak
1. Peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
Tekanan intrakranial merupakan jumlah tekanan dari jaringan otak, cairan
serebrospinal dan pembuluh darah. Peningkatan tekanan intrakranial merupakan
salah satu dari kegawatan neurologi yang sering dijumpai. Peningkatan TIK terjadi
akibat peningkatan darah di otak, peningkatan cairan serebrospinal dan ruang yang
kosong terisi oleh cairan atau massa. Tanda dan gejala peningkatan TIK antara lain:
sakit kepala, diplopia, gangguan berbicara, papilledema (setelah 48 jam), mual dan
muntah terutama pagi hari (James & Ashwill, 2007).
Menurut hukum Monroe Kellie perubahan volume salah satu komponen
intrakranial akan menyebabkan perubahan kompensatorik volume komponen
intrakranial lainnya dan peningkatan tekanan intrakranial terjadi bila peningkatan
volume dari salah satu atau lebih komponen tidak dapat diatasi dengan penurunan
volume dari komponen lainnya.
Tabel 7Nilai Tekanan Intrakranial Manusia
Umur Nilai tekanan intrakranial normal (mmHg)Neonatus <2Bayi <1 tahun 1,5-6Anak-anak 3-7Remaja <15Dewasa <15
Sumber: Putranti, 2008
Tekanan intrakranial 20-40 mmHg dianggap sebagai peningkatan tekanan
intrakranial. Jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial lebih atau sama dengan 10
mmHg selama 5 menit harus segera dilakukan tindakan yang menurunkannya.
2. Gangguan neurologi akibat kelainan struktur anatomi fisiologi
a. Gangguan neurologi akibat kelainan kongenital
1) Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebrospinal di ventrikel, yang
diakibatkan karena terjadinya dilatasi ventrikel. Anak yang menderita
hidrosefalus mengalami peningkatan volume cairan serebrospinal sehinggan
menyebabkan terjadinya peningkatan TIK (Meadow & Newell, 2005).
Hidrosefalus kongenital dimana ukuran kepala saat lahir sangat
bervariasi dari normal hingga membesar. Seiring dengan akumulasi cairan
serebrospinal, kepala membesar dengan cepat, sutura tulang tengkorak
terpisah, ubun-ubun depan menonjol, dan vena-vena kulit tampak jelas. Bola
mata seperti terdorong kebawah (sunset appearance).
2) Spina Bifida
Spina bifida adalah adanya cacat tabung saraf bawaan yang ditandai
dengan kegagalan penutupan lempeng posterior dan saraf selama
perkembangan janin (James & Ashwill, 2007). Spina bifida ini terjadi pada
minggu ke-4 gestasi (hari 24-28). Spina bifida terbagi atas spina bifida okulta
dan spina bifida cistika.
Spina bifida ini disebabkan oleh kegagalan menutupnya lempeng
posterior yang normalnya terjadi sekitar hari ke 27 pada masa embrio. Bentuk
yang paling sering dan paling parah adalah meningomielokel (mielokel) yang
melibatkan elemen medula spinalis dan radiks. Kelianan ini paling sering
terjadi pada daerah lumbal. Biasanya bayi dilahirkan dengan pembengkakan
ditulang belakang diman medula spinalis yang mengalami malformasi dapat
terlihat ataupun tertutup oleh membran yang rapuh. Masalah fisik utama pada
meningomielokel adalah:
a) Tungkai: Paralisis pada level dibawah lesi, disertai hilangnya sensoris
dislokasi panggul dan deformitas tungkai (club foot);
b) Kepala: Hidrosefalus dengan masalah dalam belajar;
c) Kandung kemih: Neuropati pada kandung kemih disertai dengan
inkontinensia.
3) Serebral palsi
Serebral palsi juga dikenal dengan statik enselopati. Serebral palsi
adalah suatu penyakit yang bersifat kronik yang bersifat non progresif dari
pergerakan dan postur. Cerebral palsi juga dikenal sebagai ensepalopati statis,
yaitu gangguan kronis, yang bersifat non progresif postur. Hal ini ditandai
dengan kesulitan dalam mengendalikan otot karena kelainan dalam sistem
motorik ekstrapiramidal atau piramida (korteks motor, ganglia basal,
serebelum).
Kerusakan pada sistem motorik dapat terjadi sebelum lahir, saat
didalam kandungan atau postnatal yang prevalensinta dilaporkan pada anak
usia 3 sampai 10 tahun adalah 2 sampai 4 per 1000 anak (Koman, smith, shilt,
2004). Bayi berat badan lahir terendah (kurang dari 1000 g) mengalami
peningkatan risiko serebral palsi mungkin terjadi karena perdarahan
intraserebral atau Leukomalacia periventricular (johnston, 2004).
Manifestasi klinis dari serebral palsi dapat bervariasi, dan satu atau
lebih hal berikut ini dapat diamati pada setiap anak satu: refleks sederhana
yang persisten, perkembangan motorik kasar yang terlambat dan kurangnya
perkembangan pencapaian sikap sesuai tumbuh kembangnya. Terjadi juga
keabnormalan postur tubuh yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk
mempertahankan postur tubuh normal dan keseimbangan badan. Serebral palsi
terbagi menjadi beberapa, yaitu:
a) Serebral palsi diskinetik yang disebabkan karena terjadinya cedera pada
basal ganglia;
b) Serebral palsi kejang adalah jenis yang paling umum terjadi. daerah otak
yang terkena adalah korteks. cerebral palsy kejang ditandai dengan
peningkatan refleks tendon dalam, hypertonia, flexioa, dan kadang-kadang
kontraktur. otot anak sangat tegang;
c) Serebral palsi ataksik, area yang dipengaruhi dari otak adalah pad abagian
serebelum;
d) Serebral palsi kaku (tremor, atonik), hal ini relatif aran terjadi pada anak
3. Gangguan neurologi akibat trauma
a. Tenggelam
Tenggelam adalah masuknya cairan yang cukup banyak kedalam saluran
pernafasan atau paru-paru. Tenggelam (drowning) terdiri dari wet drowning dan
dry drowning. Wet rowning adalah adalah aspirasi cairan kedalam paru-paru. Dry
drowning adalah terjadinya hiposemia karena terjadinya spasme laring.
Wet drowning menyebabkan anak akan panik kemudian diikuti hipoksia
dan kemudian menelan banyak air yang pada akhirnya akan menyebabkan edema
paru dan menurunkan pengembangan paru. Dry drowning menyebabkan anak
akan hipoksia, kejang dan meninggal.
Gejala yang mungkin muncul pada anak yang tenggelam adalah distress
pernafasan, hipotermi, hingga dapat menyebabkan kehilangan kesadaran dari
stupor atau koma, ekstremitas tidak dapat dirangsang dengan stimulus nyeri dan
ekstremitas mengalami dekortikasi dan deserebrasi.
b. Trauma kepala
Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah
gangguan secara mekanik yang terjadi di kepala, kulit, meninges atau otak.
Cedera kepala dapat berupa cedera kepala terbuka dan cedera kepala tertutup.
Cedera kepala mengacu pada hasil patologis dari setiap kekuatan mekanik pada
kulit kepala, tengkorak, meninges, atau otak. Cedera/trauma kepala terbagi
menjadi empat, yaitu:
1) Kepala tertutup cedera, cedera tidak terbuka pada kepala yang masih adanya
penghalang antara lingkungan luar dengan rongga intrakranial.
2) Cedera kepala terbuka, cedera penetrasi ke kepala di mana tidak ada
penghalang (tengkorak, meninges) antara lingkungan luar dan rongga
intrakranial, infeksi merupakan perhatian utama.
3) Kudeta cedera: cedera otak berkelanjutan.
4) Kontrekoup cedera: cedera otak berkelanjutan ditempat yang lain dibagian
kepala, disebabkan oleh gerakan cepat dari otak semipadat dalam kubah
tengkorak.
5) Rudal cedera: cedera penetrasi dari tengkorak atau otak, paling sering
disebabkan oleh peluru;
6) Cedera impalemen: cedera penetrasi disebabkan oleh menembus ke sclap,
tengkorak, dan otak dengan sesuatu yang tajam.
Penyebab cedera kepala pada anak-anak kebanyakan disebabkan karena
tabrakan sepeda, cedera olahraga, pemukulan, dan luka tembak. Sedangkan,
manifestasi klinis cedera kepala diklasifikasikan sebagai ringan, sedang, atau
berat yang terkait dengan GCS. Cedera kepala ringan menunjukkan manifestasi
klinis sebagai berikut: kemungkinan perubahan di tingkat periode transien seperti
kebingungan, lekas marah, sakit kepala, dan muntah. Pada cedera kepala sedang
hingga cedera kepala berat ditandai dengan terjadinya perubahan mental,
perubahan tanda-tanda vital, adanya tanda-tanda peningkatan ICP, perdarahan
retina, hemiparesis, dan papiledema
c. Cedera tulang belakang
Cedera tulang belakang pada anak-anak adalah hasil dari setiap trauma
atau cedera pada tulang belakang atau supplay vaskular atau vena drainase.
Cedera tulang belakang pada anak-anak biasanya disebabkan oleh kecelakaan
kendaraan bermotor, jatuh, menyelam dalam menyelam, cedera olahraga,
tembak, atau luka pisau, atau mencoba bunuh diri. Pada bayi, penyebab umum
cedera tulang belakang adalah secara disengaja, guncangan yang sangat kuat oleh
orang yang lebih tua. 75% dari cedera tulang belakang pada anak-anak terjadi di
tulang belakang leher, antara oksiput dan C3.
Manifestasi klinis dari cedera tulang belakang meliputi hilangnya
beberapa atau semua gerakan atau sensasi di bawah tingkat cedera, depresi
pernapasan atau apnea, hipotensi, dan bradikardi, hipotermia, dan nyeri tengkuk.
4. Gangguan neurologi akibat infeksi
a. Meningitis
Meningitis adalah peradangan pada meninges (selaput pelindung yang
menutupi saraf otak) dan biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, virus atau
jamur. Bakteri yang minyebabkan terjadinya meningitis adalah:
1) Bakteri yang menginfeksi anak yang berumur > 1 bulan, yaitu: Neisseria
meningitidis (meningococcus), streptococcus pneumoniae (pneumococcus),
micobakterium tuberculosis (TB), Haemophilus influenzae tipe b (Hib);
2) Bakteri yang menginfeksi neonatus, yaitu: Group B streptococcus (GBS),
Escherichia coli (E coli), streptococcus pneumoniae (pneumococcus), listeria
monocytogenes.
b. Ensefalitis
Ensefalitis adalah suatu proses infalamsi/peradangan pada otak yang
dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau protozoa, tetapi lebih banyak
disebabkan oleh virus yang menyebabkan terjadinya disfungsi pada neurologis.
Mula-mula ensefalitis di invasi oleh pathogen kedalam system saraf pusat yang
mengakibatkan serebral atau serebellum. Setelah infeksi atau saat infeksi
ensefalitis terjadi dengan penyakit lain atau diikuti pengambilan vaksin atau zat
lain. Anak akan menderita demam akut karena invasi atau masuknya vector yang
akan mengganggu sistem saraf pusat.
Pertama, anak mungkin akan merasakan sakit kepala, tanda infeksi pada
pernafasan, mual dan muntah. Iritasi pada meningeal seperti potopobia, reflex
Kernig dan Brudzinky positif, disorientasi, hemiplegi, ataksia dan gangguan
bicara lainnya bisa terjadi. Kemudian anak bisa mengalami periode berteriak,
halusinasi atau berkelakuan aneh. Pada akhirnya anak bisa kehilangan kesadaran
stupor atau koma.
c. Reye’s Sindrom
Reye’s sindrom adalah penyakit yang akut mikrovaskular yang ditandai
dengan adanya penumpukan di hati dan ginjal. Penyakit ini biasa terjadi pada
anak-anak, namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadi pada usia dewasa
yang sangat mempengaruhi semua organ, terutama pada otak dan hati.
Reye’ Sindrome belum diketahui dengan jelas apa penyebabnya, namun
biasanya ia ikut bersama penyakit yang disebabkan oleh virus seperti varicella,
influenza A, influenza B, Epstein Barr. Reye’Sindrome dapat menyebabkan hati
menjadi membesar dan seperti berwarna kuning yang disebabkan oleh
penumpukan dimikrovaskular yang menyebabkan mengosongkan tempat
glukosa, mengurangi enzim untuk memecah ammonia menjadi urea dan
menyababkan abnormalitas enzim didalam hati. Reye’Sindrome dapat
menyebabkan perubahan pola bicara dan perubahan kesadaran hingga bisa
menjadi koma.
E. Prinsip Penatalaksanaan
1. Peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
a. Pengkajian
1) Pemeriksaan fisik
a) Anamnesa
b) Tanda vital: suhu, pola dan laju pernafasan, tekanan darah, dan frekuensi
nadi
c) Pemeriksaan neurologis lengkap : tingkat kesadaran, syaraf kranial, fungsi
motorik dan refleks fisiologis.
2) Pemeriksaan diagnostik
a) CT scan
b) MRI
c) Fungsi lumbal
d) Serum elektrolit dan urin
e) Analisa gas darah
Normalnya gas darah pada anak untuk PaO2 lebih dari 80 mmHg dan
PaCO2 kurang dari 45 mmHg
f) Pemeriksaan darah lengkap
g) EEG
h) Radiografi
b. Masalah keperawatan
1) Resiko infeksi
2) Gangguan rasa nyaman: nyeri
3) Kekurangan volume cairan
c. Prinsip penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan pada peningkatan tekanan intrakranial bertujuan
untuk menurunkan tekanan intrakranial, memperbaiki aliran darah otak dan
mencegah serta menghilangkan herniasi. Pengelolaan yang dapat dilakukan
antara lain:
1) Mengurangi volume komponen-komponen otak
Volume darah : hiperventilasi, pemberian obat-obat anastesi yang
menyebabkan vasokonstriksi, pemberian analgetik dan sedatif serta
mencegah hipertermi (menurunkan metabolisme otak);
Jaringan otak : pemberian manitol dan deksametason;
Cairan serebrospinal : pemberian furosemide dan asetazolamid.
Tindakan operatif : VP Shunt dan pengambilan tumor.
2) Mempertahankan fungsi metabolik otak
a) Pemberian oksigen dengan tekanan 90-120 mmHg
3) Menghindari keadaan yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial
a) Menghindari handling manuver seperti batuk, bersin
b) Memposisikan kepala pasien.
2. Ganggguan neurologis akibat gangguan kongenital
a. Pengkajian
1) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang ditemukan biasanya :
Observasi/inspeksi
a) Jika yang terkena Thorakal 12: ekstremitas bawah lemah;
Jika yang terkena Lumbal 1 sampai Lumbal 3: hip fleksi, kaki flail;
Jika yang terkena L2 sampai L4: panggul adduksi;
Jika yang terkena L3 sampai S2: panggul adduksi, ekstensi pinggul, lutut
fleksi;
Jika yang terkena S3 ke bawah: penurunan motorik;
Jika yang terkena ujung skaral: plantar fleksi;
b) Pertumbuhan kepala cepat, peningkatan lingkar kepala di atas kurva
pertumbuhan normal;
c) Sikap tubuh abnormal dengan ketidakmampuan untuk mempertahankan
postur normal dan kadang keseimbangan bisa terjadi serta spasme atau
tidak terkotrolnya gerakan di ekstermitas;
d) Gangguan berjalan khususnya ataksia (keseimbangan) dan berjalan;
e) Sakit kepala frontal yang terjadi di pagi hari dan lega dengan emesis atau
dengan duduk tegak;
f) Gangguan sensori, gangguan bicara dan menelan, sifat lekas marah, sulit
makan;
g) Strabismus, mual dan muntah yang mungkin proyektil, diploipa,
kegelisahan dan perubahan perilaku atau kepribadian;
h) Papilledema, respon pupil lamban dan tidak merata terhadap cahaya,
kebingungan, kelesuan, sklera terliihata di atas iris, tekanan darah
meningkat, pola pernafasan berubah;
i) Menangis melengking dan tinggi, kekakuan, kebutaan dari herniasi disk
optik serta perkembangan muskuloskeletal yang terunda.
Palpasi
a) Jika terkena Jika yang terkena Thorakal 12: penurunan sensasi dan
inkontinensia usus dan kandung kemih;;
b) Ubun-ubun penuh, anterior menonjol;
c) Buncit, kulit kepala vena menonjol;
d) Tengkorak memiliki celah dan pembesaran tulang frontal atau
komandoisme
e) Penurunan denyut jantung
f) Spasme atau tidak terkotrolnya gerakan di ekstermitas.
g) Reflex primitive yang persisten dan reflex motorik kasar tertunda (James
& Ashwill, 2007).
2) Pemeriksaan diagnostik
a) CT-Scan dan MRI
Setelah melahirkan, bayi dapat menjalani CT scan atau myelography.
Pemeriksaan radiologis CT scan, MRI dan piring film datar bisa
digunakan untuk menetukan cacat tulang belakang dan herniasi jaringan.
Gambaran neurologi dapat digunakan untuk menentukan cacat struktural
lainnya seperti Hydrosephalus atau malformasi Arnold Chiari. Anak yang
semakin besar, pemeriksaan radiologi digunakan untuk mengevaluasi
kegagalan shunt, komplikasi ortopedi, disfungsi ginjal atau saluran kemih
(Potts & Mendleco, 2007).
b) Rongten kepala
Mendeteksi perubahan struktur garis sutura.
c) Test amniosintesis dan USG
Beberapa cacat saraf dapat didiagnosis dengan USG sebelum
lahir. Selain itu, tes amniosentesis dalam darah pada tingkat 16 sampai 18
minggu kehamilan dapat menunjukkan peningkatan alpha fetoprotein.
Jika layar AFP meningkat, amniosentesis dan USG janin dilakukan
(James & Ashwill, 2007).
Transiluminasi (cahaya melalui kantung) dapat digunakan untuk
menentukan struktur dalam kantung. Kantung tembus cahaya ketika
diberikan sumber cahaya menujukkan adanya meningocele, jika kantung
tidak tembus terhadap cahaya menunjukan adanya meningomyelocele
(Potts & Mendleco, 2007).
3) Pemeriksaan Laboratorium
a) Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit akibat peningkatan tekanan
intrakranial
b) Cairan serebrospinal
CSS dengan/tanpa kuman tanpa biakan yang ditandai dengan protein
LCS normal atau menurun, leukosit meningkat atau tetap dan glukosa
menurun atau tetap.
c) Pemeriksaan metabolik
d) Pemeriksaan Gamma 1 globulin janin dan ditemukan pada cairan
ketuban menunjukkan adanya meningomyelocele, yang sebelumnya
kadar protein normal berkurang (Potts & Mendleco, 2007).
b. Masalah Keperawatan
1) Resiko infeksi
Risiko infeksi adalah kondisi individu yang berisiko tinggi tertular
agen infeksius dari individu lain maupun dari suatu prosedur invasif.
Focus pengkajian :
Data subjektif
a) Nyeri atau pembengkakan menyeluruh atau terlokalisasi;
b) Hemoptisis;
c) Gejala sistemik, demam yang terus menerus, menggigil, keringat
malam, mudah lelah, hilang nafsu makan, berat badan menurun.
Data objektif
a) Adanya luka pemebedahan, tindakan invsif;
b) Suhu abnormal;
c) Defisiensi nutrisi
2) Resiko gangguan integritas kulit
Resiko gangguan integritas kulit adalah kondisi individu yang
berisiko mengalami kerusakan jaringan integument, kornea, atau membrane
mukosa pada tubuh (Carpenito, 2009).
Batasan karakteristik
Mayor
Gangguan pada jaringan kornea, integument, atau membrane mukosa atau
invasi pada struktur tubuh (insisi, ulkus dermis, ulkus kornea, lesi pada
mulut).
Minor
a) Lesi (primer, sekunder)
b) Edema
c) Eritema
d) Membrane mukosa kering
e) Leukoplakia
f) Lidah berselaput
3) Gangguan mobilitas fisik
Gangguan mobilitas fisik adalah keadaan ketika individu mengalami
keterbatasan atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik, tetapi bukan
imobilitas (Carpenito, 2009).
Batasan karakteristik (Levin, Krainovitch, Bahrenburg, & Mitchell, 1989
dalam Carpenito, 2009)
Mayor (80%-100%)
a) Terganggunya kemampuan untuk bergerak secara sengaja di dalam
lingkungan (mis.,mobilitas di tempat tidur, berpindah tempat,
ambulasi);
b) Keterbatasan rentang gerak (range of motion, ROM).
Minor (50%-80%)
a) Keterbatasan gerak;
b) Keengganan untuk bergerak.
4) Konstipasi
Konstipasi adalah suatu keadaan seseorang mengalami atau berada pada
risiko tinggi mengalami stasis usus besar sehingga jarang (atau kurang dua
mingguan) eliminasi dan/atau dengan feses keras dan kering
Batasan karakteristik
Mayor
a) Feses keras;
b) Buang air besar kurang dari dua kali seminggu.
Minor
a) Penurunan bising usus;
b) Adanya perasaan kenyang dubur;
c) Adanya perasaan tekanan pada rectum;
d) Mengedan saat buang air besar;
e) Teraba impaksi.
5) Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang dirasakan dalam waktu yang sangat
singkat dan berakhir kurang darri 6 bulan , sumber dan daerah nyeri
diketahui dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti
luka operasi (Asmadi, 2008).
Batasan karakteristik
Data subjektif
Komunikasi (verbal atau dengan kode) untuk mendeskripsikan nyeri.
Data objektif
a) Perilaku hati-hati, melindungi;
b) Berfokus pada diri sendiri;
c) Fokus menyempit;
d) Perilaku distraksi (merintih, menangis, melangkah bolak-balik, mencari
orang lain atau aktivitas, gelisah);
e) Gangguan tonus otot (berkisar mulai dari lesu sampai kekakuan);
f) Respon otonom tidak terlihat pada nyeri kronis yang stabil (diaphoresis,
perubahan tekanan darah dan denyut nadi, dilatasi pupil, peningkatan
atau penurunan frekuensi pernafasan).
6) Kurang pengetahuan orang tua
Kurang pengetahuan adalah kondisi ketika individu atau kelompok
tidak memiliki cukup pengetahuan kognitif atau ketterampilan psikomotor
terkait kondisi atau rencana tindakan tertentu (Capernito, 2009).
Batasan karakteristik
Mayor
a) Menyatakan kurangnya pengetahuan atau keterampilan/meminta
informasi;
b) Mengekspresikan persepsi yang tidak tepat tentang status kesehatan;
c) Tidak memperlihatkan perilaku sehat yang diinginkan atau yang
diharapkkan secara tepat.
Minor
a) Kurangnya integrasi rencana tindakan ke dalam kegiatan sehari-hari;
b) Menunjukkan atau memperlihatkan perubahan psikologis (mis, cemas,
depresi) yang disebabkan oleh kesalahan informasi atau kurangnya
informasi.
7) Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
Pertumbuhan dan perkembangan terhambat adalah suatu keadaan
yang dimiliki oleh seseorang, atau yang berisiko, dengan kemampuan yang
terganggu dalam melakukan tugas-nya sesuai dengan kelompok usianya atau
gangguan pertumbuhan (Carpenito & Moyet, 2008).
Batasan karakteristik
Mayor
a) Ketidakmampuan atau kesulitan dalam melaksanakan berbagai
keterampilan atau perilaku yang khas untuk kelompok usianya (mis,
motorik, personal/social, berbahasa atau kognisi);
b) Gangguan pertumbuhan fisik: berat badan tertinggal 2 standar deviasi
dari tinggi badan, pola persentil tinggi badan dan berat badan
menunjukkan penurunan pola.
Minor
a) Ketidakmampuan melakukan perawatan diri atau aktifitas pengontrolan
diri yang sesuai dengan usia;
b) Afek datar, tidak bersemangat, respon menurun,, respon social
melambat, menunjukkan sedikit kepuasan terhadap pemberi asuhan,
memperlihatkan sedikit kontak mata, sulit makan, nafsu makan
menurun, letargi, iritabel, mood buruk, kemunduran dalam aktifitas
toileting mandiri, kemunduran dalam pemberian makan mandiri;
c) Pada bayi:kewaspadaan dan gangguan tidur.
8) Resiko cedera
Risiko cedera adalah suatu keadaan dimana individu berada pada
risiko cedera sebagai akibta dari kondisi-kondisi lingkungan saling
mempengaruhi dengan kemampuan adaptif dan sumber-sumber pertahanan
individu (Carpenito, 2009).
Fokus pengkajian
Data subjektif
a) Penglihatan; kesulitan untuk focus;
b) Pendengaran;penggunaan alat bantu dengar, perlu melihat bibir;
c) Statusmental; sadar, mengantuk, bingung, orientasi waktu, tempat dan
kejadian, keluhan perubahan rasa keseimbangan;
d) Mobilitas;kehilangan keseimbangan, kesulitan berdiri atau duduk,
kemampuan berjalan, penggunaan perlalatan alat bantu jalan,
kemampuan terkait perkembangan;membalikkan badan, duduk, berdiri,
merangkak, berjalan.
Data objektif
a) Gaya berjalan; stabil, tidak stabil, memerlukan bantuan;
b) Kekuatan; kemampuan berdiri duduk-berdiri-duduk;
c) Kemampuan merawat diri sendiri; mengenakan dan melepas pakaian,
merapikan diri, pergi ke toilet.
9) Gangguan komunikasi verbal
Gangguan komunikasi verbal adalah suatu keadaan pengalaman
seseorang atau berisiko untuk kesulitan bertukar pikiran, ide, keinginan, atau
kebutuhan dengan orang lain (Carpenito & Moyet, 2008).
Batasan karakteristik
Mayor
a) Ketidaksesuaian atau tidak adanya kata-kata atau respon;
b) Hambatan kemampuan bicara atau mendengar.
Minor
a) Ketidaksesuaian antara pesan verbal dan nonverbal
b) Gagap dan artikulasi tidak jelas
c) Masalah dalam menemukan kata
d) Kelemahan atau hilangnya suara
e) Pernyataan ketidakpahaman terhadap oranglain atau ketidak pahaman
orang lain terhadap dirinya;
f) Disartria;
g) Afasia;
h) Hambatan bahasa.
10) Gangguan eliminasi urin
Gangguan eliminasi urin adalah kondisi ketika individu yang
mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urin (Carpenito,
2009).
Batasan karakteristik
Adanya laporan masalah eliminasi urine, seperti:
a) Urgensi;
b) Kandung kemih distensi;
c) Nokturia;
d) Hesistensi;
e) Inkontinensia;
f) Frekuensi;
g) Ketidaksanggupan mengatur kencing
c. Penatalaksanaan Mandiri dan Kolaborasi
1) Resiko Infeksi
a) Mandiri
- Memonitor suhu setiap 1 sampai 2 jam dan sesuai kebutuhan. Amati
adanya penurunan kesadaran dan muntah. Pantau juga adanya
bengkak atau kemerahan sepanjang saluran pirau.
- Memperhatikan kepala, perut, dada dan pada pemakaian drainase.
Uji drainase untuk glukosa dengan dextrostix, atau memeriksa tanda
halo pada kasa.
- Memposisikan anak sebaik mungkin pada pirau sehingga tidak berat
ditempatkan pada klem untuk 2 hari pertama.
- Mengajarkan orang tua teknik mengganti pakaian pada anak dan
ajarkan mereka bagaimana mengenali infeksi shunt. Tanda-tanda
infeksi adalah rubor (kemerahan), kalor (panas), tumor (bengkak),
dolor (nyeri) dan functiolaesa (perubahan fungsi).
- Mempertahankan kesterilan balutan luka bagian luar atau daerah
insisi.
b) Kolaborasi
- Berikan antibiotik IV seperti yang diperintahkan dan monitor kadar
serum untuk mencegah tingkat subtheraupetic atau beracun;
2) Nyeri
a) Mandiri
- Kaji tingkat nyeri anak, aktivitas, dan iritabilitas;
- Sentuh dan peluk anak, serrta alihkan perhatian anak. Ajarkan
bermain theraupetik kepada anggota keluarga dan pengasuh.
b) Kolaborasi
- Berikan obat nyeri seperti analgesik (misalnya, codein) sesuai
kebutuhan.
3) Mobilitas fisik
a) Mandiri
- Menentukan dan mencatat gangguan dan kemampuan fisik. Catat
aktivitas perhatikan kegiatan di mana anak dapat berpartisipasi dan
mendorong aktivitas yang dapat ditoleransi.
- Mengajarkan orang tua bagaimana menggunakan alat bantu berjalan
untuk anak dan melakukan rutinitas perawatan kulit. Manajemen
orthopedi sering dilakukan sejak lahir. Posisi, traksi, dan operasi
dilakukan sesegera mungkin untuk meningkatkan kesempatan
ambulasi dan mengurangi risiko komplikasi. Penggunaan kruk dan
tongkat untuk berjalan dapat digunakan. Anak yang memiliki lesi di
L2 ke L5 dapat disesuaikan dengan menggunakan kursi roda yang
dapat juga digunakan dengan deformitas tingkat tinggi, biasanya di
L2 atau di atas.
- Memastikan anak masuk sesi terapi fisik dan berpartisipasi penuh.
Mendorong perawatan diri.
- Mengamati dan mencatat respon anak terhadap terapi fisik.
- Mendorong orang tua untuk aktif dalam terapi fisik anak.
- Meningkatkan latihan terapi fisik untuk memperkuat dan membantu
koordinasi otot. Latihan ini mungkin harus dilakukan di lingkungan
sekolah.
- Menentukan kebutuhan peralatan khusus untuk membaca, menulis,
makan, dan mobilitas. Sampaikan informasi ini kepada tim evaluasi
sekolah.
4) Pertumbuhan dan Perkembangan Terhambat
a) Mandiri
- Memantau tingkat perkembangan dan kecerdasan anak
menggunakan Denver Developmental Screening Test.
- Mengintervensi dini dan partisipasi dalam program sekolah.
- Berkomunikasi dan berinteraksi dengan anak di tingkat fungsional
anak, bukan usia kronologis.
5) Cedera
a) Mandiri
- Mengajarkan pada keluarga untuk menyediakan lingkungan yang
aman (misalnya, jauhi benda tajam, mainan yang berbahaya,
dan bagian tepi furnitur yang tajam).
- Memastikan anak mengenakan helm pelindung dan bantalan jika
anak sering jatuh.
- Jika anak dirawat di rumah sakit, terapkan tindakan pencegahan
kejang di samping tempat tidur.
- Menyediakan mainan yang aman yang sesuai untuk usia dan tingkat
perkembangan.
- Memposisikan anak tegak setelah makan.
b) Kolaborasi
- Berikan pelunak feses (suppositoria)
- Laksanakan terapi sedasi yang di programkan untuk
mitigasi/kegelisahan yang hebat.
- Berikan agens penenang otot dan analgesik jika diperlukan.
6) Gangguan Komunikasi Verbal
a) Mandiri
- Gunakan model biasa anak berkomunikasi, seperti kartu flash dan
papan bicara, untuk memudahkan komunikasi.
- Rujuk anak ke terapis
- Dorong dan perkuat teknik terapi bicara, metode komunikasi
nonverbal, teknik pemberian makan yang benar, dan kontrol rahang.
- Mendorong orang tua untuk menyampaikan secara rinci teknik
komunikasi anak setiap saat anak berada dalam situasi baru.
7) Ganggguan Integritas Kulit
a) Mandiri
- Menggunakan kasur khusus atau bantal untuk tempat tidur bayi.
Sebelum operasi, menempatkan bayi pada posisi pronasi atau side
lying dengan selimut kecil atau gulungan popok di bawah
pergelangan kaki dan di antara lutut.
- Menilai kulit bayi dan reposisi sesering mungkin. Meletakkan popok
bayi di bawah, jangan dikencangkan. Mengganti popok yang kotor
dengan segera dan membersihkan area popok saat kotor.
- Menggunakan perekat stoma yang menyerap di sekitar bagian
kantong balutan. Konsultasi dengan terapis stoma jika diperlukan.
- Mengajarkan orang tua untuk memeriksa secara rutin daerah yane
tertekanan, khususnya jika anak membutuhkan ortopedi lainnya yang
mendukung pertumbuhan anak.
8) Gangguan Eliminasi Urine
a) Mandiri
- Mengobservasi pancaran urine dan mengajarkan orang tua untuk
mengamati untuk setiap dribbling urine. Memberikan instruksi
tertulis kepada orang tua tentang bagaimana mengelola obat
(antiplasmodics, antibiotik).
- Memberikan cairan yang adekuat.
- Mengajarkan dan mempertahankan kebiasaan BAK yang dilakukan.
Mengajarkan orang tua dan anak bagaimana melakuka pembersihan
kateterisasi intermiten jika perlu. Menekankan penggunaan kateter
lateks.
- Memeriksa frekuensi, input dan output urine, dan berat jenis.
Mengajar orangtua untuk mengamati warna, kejernihan, dan bau
urine. Menganjurkan follow up kultur urin jika diperintahkan.
b) Kolaborasi
- Pemberian antiplasmodics dan antiobiotik.
9) Konstipasi
a) Mandiri
- Mengamati dan mencatat pola buang air besar bayi atau anak;
- Memantau distensi perut, muntah, dan nafsu makan.
b) Kolaborasi
- Mengembangkan kerjasama dengan orang tua dalam program BAB,
dengan memberikan supositoria setelah sarapan dan anak yang duduk
di toilet setelah sarapan, mungkin perlu untuk merangsang sfingter
anal.
- Berkonsultasi dengan ahli diet terdaftar untuk memastikan diet yang
mengandung cukup cairan dan serat dalam menyediakan makanan.
10) Kurang Pengetahuan
a) Mandiri
- Kaji pengetahuan orang tua tentang perubahan tingkat kesadaran anak.
Jelaskan menggunakan bahasa yang mudah dipahami;
- Ajarkan orang tua untuk mengamati anak jika ada distensi perut atau
ketidaknyamanan;
- Ajarkan orang tua untuk memperhatikan jika anak susah makan, mual
atau muntah, suhu tinggi, kulit kemerahan, lembab dan laporkan ke
dokter;
- Ajarkan orang tua langkah-langkah menjaga keamanan selama
perawatan di rumah, serta bermain;
- Tekankan pentingnya bedah saraf sebagai tindak lanjut perawatan
(James & Ashwill, 2007).
3. Gangguan neurologis akibat trauma
1) Pengkajian
1) Anamnesa
Anamnesa yang terperinci mengenai cedera perlu dilakukan sehingga
dapat diketahui lokalisasi dan cara terjadinya cedera kepala.
2) Pemeriksaan fisik
a) Pemeriksaan umum
Beberapa hal yang perlu di observasi, adalah:
Fungsi vital
- Tekanan darah yang meninggi disertai dengan bradikardi dan
pernapasan yang tidak teratur (trias Cushing) menandakan adanya
tekanan tinggi intrakranial;
- Nadi yang cepat disertai hipotensi dan pernapasan yang ireguler
mungkin disebabkan gangguan fungsi batang otak misalnya pada
fraktur oksipital.
b) Mata
Perlu diperiksa besar dan reaksi dari pupil. Pupil yang mengalami
dilatasi dan tidak bereaksi menunjukkan adanya kenaikan tekanan
intrakranial, tetapi dapat juga akibat dari trauma lokal pada mata .
Perdarahan retina sering terlihat pada perdarahan subarakhnoid atau
perdarahan subdural. Lebam disekitar mata atau dibelakang telinga
(gejala Battle) menunjukkan adanya patah tulang tengkorak (Insley,
2003).
c) Kepala
Diperiksa apakah terdapat hematoma, fraktur, laserasi dan daerah
yang mengalami depresi. Bila terdapat nyeri atau kekakuan pada leher
atau perdarahan subarachnoid (Insley, 2003).
d) Telinga dan hidung
Diperiksa apakah terdapat perdarahan atau keluar cairan
serebrospinal dari hidung/telinga. Perdarahan telinga disertai akimosis di
daerah mastoid (Battle’s sign) mungkin akibat fracture basis kranil
e) Lengan
Periksa gerakan, tonus, dan refleks (Insley, 2003).
f) Abdomen
Abdomen juga harus diperiksa terhadap kemungkinan adanya
perdarahan intra abdominal.
3) Pemeriksaan neurologik
Derajat kesadaran merupakan indikator beratnya kerusakan otak.
Derajat kesadaran harus dinyatakan dalamn bentuk respons mata, verbal dan
motorik.
TabelPenilaian Glasgow Comma Scale (GCS) pada anak.
Buka mata 4 : Spontan3 : Pada perintah2 : Pada nyeri1 : Tidak ada respon
Respon verbal bicara 5 : Mengoceh4 : Mudah menangis3 : Menangis karena nyeri2 : Merintih karena nyeri1 : Tidak ada respon
Respon motorik gerak 6 : Gerakan normal spontan5 : Menarik diri ketika tersentuh4 : Menarik diri ketika nyeri3 : Fleksi abnormal2 : Ekstensi abnormal1 : Tidak ada respon
Sumber: Potts & Mandeclo (2007).
Selanjutnya diperiksa saraf otak lainnya (bentuk pupil, refleks
cahaya, refleks kornea, refleks okulosefalik), refleks fisiologis serta refleks
patologis.
4) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan gas darah atau pulse oxymetri;
b) Pemeriksaan gkukosa darah;
c) Foto kepala
Foto kepala dibuat apabila didapat riwayat kehilangan kesadaran, pernah
kraniotomi, pemeriksaan klinik didapat cekungan tengkorak, keluar darah
atau cairan palpebra/kedua mata, terdapat korpus alienum dalam luka,
dalam keadaan stupor atau koma, terdapat gejala neurologik fokal
d) Fungsi lumbal
Pada pasien dengan sk,cairan serebrospinal menunjukkan warna
santokrom. Pada komusio serebri dan hematoma epidural cairan
serebrospinal berwarna jernih sedangkan pada kontusio serebri cairan
serebrospinal bercampur darah
e) EKG
EKG abnormal sering ditemukan segera setelah terjadi trauma dan
cendrung membaik setelah terjadi penyembuhan.
f) Angiografi
Pemeriksaan ini cukup berbahaya dan hanya dilakukan pada pasien yang
mengalami perburukan secara progresif atau adanya tanda fokal seperti
hemiparese dengan kecurigaan adanya hematoma. Bila ada kelainan
didalam otak akan tampak adanya pergeseran lokasi pembuluh darah.
Pemeriksaan ini bermanfaat bila alat otot-otot Scan tidak ada.
g) Burr holes
Tindakan ini digunakan untuk mendiagnosa sekaligus merupakan
tindakan operasi pada kasus subdural dan epidural hematoma Air
encephalography. Tindakan ini mempunyai resiko yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan tindakan angiografi oleh karena dapat menekan
otak
h) Computed Tomography (CT-Scan)
Dengan computed tomography dapat diketahui adanya kerusakan otak.
Dengan alat ini dapat ditentukan adanya kerusakan di dalam maupun di
luar otak
i) Ultrasonography
Pada umumnya ultrasonography digunakan pada bayi dengan trauma
intrakranial serta untuk mengikuti perjalanan dari suatu khronik subdural
hematoma
b. Masalah Keperawatan
1) Gangguan perfusi jaringan serebral
Gangguan perfusi jaringan serebral adalah suatu keadaan dimana
individu mengalami penurunan aliran darah sehingga menurunnya jumlah
nutrisi dan oksigen ke otak.
2) Kelebihan volume cairan
Kelebihan volume cairan adalah kondisi ketika individu mengalami atau
beresiko mengalami kelebihan cairan intraseluler atau interstisial.
3) Gangguan pertukaran gas
Gangguan pertukaran gas adalah kondisi ketika individu mengalami
penurunan aliran gas (oksigen dan karbondioksida) yang actual atau potensial
antara alveoli paru dan sistem vaskuler (Carpenito, 2009).
4) Pola nafas tidak efektif
Pola nafas tidak efektif adalah suatu kondisi tidak adekuatnya ventilasi
yang disebabkan perubahan pola nafas.
5) Penurunan curah jantung
Penurunan curah jantung adalah keadaan ketika individu mengalami
penurunan jumlah darah yang dipompakan oleh jantung sehingga menyebabkan
gangguan fungsi jantung (Carpenito, 2009).
6) Gangguan rasa nyaman: nyeri
Nyeri akut adalah nyeri yang dirasakan dalam waktu yang sangat
singkat dan berakhir kurang darri 6 bulan , sumber dan daerah nyeri diketahui
dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka (Asmadi, 2008).
7) Bersihan jalan nafas tidak efektif
Bersihan jalan nafas tidak efektuf adalah kondisi dimana individu tidak
mampu untuk batuk secraa efektif.
8) Takut
Tampilan atau respon intelektual terhadap suatu stimulus yang
mengancam (Stuart & Laraia, 2005).
9) Resiko infeksi
Risiko infeksi adalah kondisi individu yang berisiko tinggi tertular agen
infeksius dari individu lain maupun dari suatu prosedur infasif (Carpenito,
2009).
10) Resiko pertumbuhan dan perkembangan terhambat
Pertumbuhan dan perkembangan terhambat adalah suatu keadaan yang
dimiliki oleh seseorang, atauyang berisiko, dengan kemampuan yang terganggu
dalam melakukan tugas-nya sesuai dengan kelompok usianya atau gangguan
pertumbuhan (Carpenito & Moyet, 2008).
11) Kurang pengetahuan orang tua
Kurang pengetahuan adalah kondisi ketika individu atau kelompok
tidak memiliki cukup pengetahuan kognitif atau ketterampilan psikomotor
terkait kondisi atau rencana tindakan tertentu (Carpenito, 2009).
c. Penatalaksanaan gangguan neurologis akibat trauma pada anak
Menurut Schwartz (2004) prioritas awal adalah perlindungan terhadap jalan
nafas, pemeliharaan perfusi jaringan yang adekuat, dan penilaian status neurologis
secara cepat.
1) Jika mengalami obstruksi jalan nafas, ditangani dengan cara menyesuaikan
posisi kepala, leher, dan mandibula secara benar untuk menyingkirkan jaringan
lunak dan lidah dari saluran nafas. Kemungkinan indikasi untuk intubasi
endotrakeal
a) Obstruksi jalan nafas atas yang tidak dapat diatasi dengan mengatur posisi
jalan nafas
b) Laju pernafasan atau irama pernafasan yang abnormal
c) Hilangnya reflex proteksi pada jalan nafas
d) Trauma lain yang terjadi bersamaan, seperti: instabilitas dinding dada dan
kontusio pulmonary
e) Tanda-tanda peningkatan TIK
2) Instabilitas vertebra servikal merupakan bagian evaluasi jalan nafas. Cervical
collar sebaiknya digunakan bersama dengan imoblisasi sisi atau imobilisasi
manual yang sebaiknya dilakukan sebelum diperoleh kejelasan secara
radiografik.
3) Jika pasien memiliki jalan nafas atas bersih tetapi memiliki suara nafas yang
menurun mungkin mengalami satu atau banyak cedera berikut ini:
a) Pneumotoraks diatasi dengan pemasangan selang dada.
b) Kontusio pulmonary diatasi dengan pemberian oksigen dan jika perlu
diberikan ventilasi tekanan positif.
c) Flail chest terjadi pada saat dua atau lebih iga patah dua tempat atau lebih.
Hal ini tidak memungkinkan pergerakan dinding dada saat inspirasi.
Kelainan ini diatasi dengan merekatkan bagian dada yang patah ke dinding
dada;
d) Depresi sistem saraf pusat, hipopnea atau bradipnea sentral berkaitan
dengan peningkatan tekanan intracranial atau gangguan jalur nafas.
4) Sirkulasi
Rumus untuk mengetahui pengaruh cedera kepala terhadap perfusi otak
(tekanan perfusi otak) adalah: Tekanan perfusi otak (TPO) = tekanan arteri
rata-rata (TAR) - tekanan intracranial (TIK).
Tujuan penanganan adalah ntuk memaksimalkan tekanan arteri rata-rata
meminimalkan tekanan intracranial. Seperti pada trauma, syok sebaiknya
segera diatasi tanpa memperhatikan tekanan intracranial. Kurangnya perfusi ke
otak dapat menyebabkan kerusakan sel neuron yang ireversibel. Gamabran
awal syok pada korban trauma tidak dapat dianggap sekunder akibat cedera
medulla spinalis (syok neurogenik) dan harus diperlakukan sebagai syok
hipovolemik sampai terbukti sebaliknya. Pemberian kristaloid sperti larutan
ringer laktat, atau koloid, seperti whole blood, sebaiknya berdasarkan pada
denyut jantung pasien, perfusi kulit, dan keluaran urin.
5) Disabilitas neurologic
Skala koma Glasgow (GCS), pemeriksaan pupil, dan reflek muntah
sebaiknya diperiksa relatif awal pada proses evaluasi untuk menentukan
adanya herniasi otak seperti halnya perlu tidaknya melakukan intubasi
endotrakeal.
Penatalaksanaan gangguan neurologis akibat trauma pada anak
1) Pernapasan
Pada pasien cedera kepala dengan kesadaran menurun tidak dapat
dipertahankan jala napas adekuat. Mulut dan farings dapat tersumbat oleh
sekresi sisa muntah dan bekuan darah. Lesi di batang otak dapat pula
mengganggu pusat pernapasan sehingga pernapasan menjadi tidak adekuat.
Oleh karena itu menjaga jalan napas serta ventilasi yang efektif sangat penting
pada pasien dengan cedera kepala.
2) Mempertahankan perfusi otak
Tekanan perfusi otak dipengaruhi oleh tekanan darah arterial dan
tekanan intrakranial (tekanan perfusi serebral tekanan darah arterial-tekanan
intrakranial). Oleh karena itu pada cedera kepala tekanandarah dicegah jangan
sampai menurun. Jika terdapat syok dan perdarahan harus segera diatasi. Dan
bila didapat tekanan intrakranial yang meningkat harus dicegah.
3) Edema otak
Bila terdapat tanda-tanda edema otak, maka harus diberikan obat untuk
mengurangi edema otak tersebut.
4) Cairan dan elektrolit
Pasien dengan kesadaran menurun atau pasien dengan muntah,
pemberian cairan dan elektrolit melalui infus merupakan hal yang penting.
Harus diukur input dan output cairan, sebab hidrasi yang berlebihan dapat
memperburuk edema. Keadaan dehidrasi harus dikoreksi
5) Nutrisi
Pada pasien dengan cedera kepala kebutuhan kalori dapat meningkat
karena terdapat keadan katabolik. Bila perlu diberi makanan melalui sonde
lambung
6) Pasien yang gelisah
Pada pasien yang gelisah dapat diberi obat penenang misalnya
haloperidol. Untuk nyeri kepala dapat diberi analgetik. Pemberian sedatif dapat
mengganggu penilaian tingkat kesadaran
7) Hiperpireksia
Suhu tubuh pasien harus dijaga jangan sampai terjadi hiperpireksia.
Biasanya hiperpireksia terjadi segera setelah trauma kemungkinan disebabkan
oleh gangguan hipotalamus.
8) Bangkitan kejang
Bila terjadi bangkitan kejang dapat diatasi dengan pemberian diazepam
intravena dengan dosis 0.3 mg/koagulan BB dengan maksimal 5 mg untuk
anak kurang 5 tahun dan 10 mg untuk anak yang lebih besar Operasi Pada
sebagian kecil pasien dibutuhkan tindakan operasi, misalnya pada hematoma
subdural dan hematoma epidural.
Jika anak mengalami trauma kepala berat
Menurut Insley (2003) penatalaksanaannya harus dikoordinasikan dengan
tim bedah saraf, anestesi, dan tim rawat intensif.
1) Jika kejang harus diatasi dengan cepat dan obat pilihan pertamanya adalah
fenitoin yang tidak mendepresi tingkat kesadarn (20 mg/ kg dapat diberikan
intravena dalam 20 menit). Diazepam dapat menyebabkan ddepresi pernfaasan.
Sebgaai alternative gunakan thiopental dan ventilasi.
2) Hematom intracranial harus dicurigai hingga terbukti yang lain pada trauma
kepala yang makin memburuk, sangat mungkin terjadi fraktur tulang
tengkorak.
3) Bila terjadi kenaikan tekanan intracranial berikan terapi spesifik untuk edema
otak meliputi hiperventilasi adan obat osmotic seperti manitol intravena.
4) Indikasi pembedahan
Segera hanya pada hematom intracranial dan perdarahan kulit kepala.
Fraktur tulang yang bersifat majemuk dank arena penekanan, perlu dilakukan
pembedahan tetapi hal tersebut biasanya dapat direncanakan dalam 24-48 jam
setelah terjadi cedera.
4. Gangguan neurologis akibat infeksi
a. Pengkajian
1) Pengkajian fisik
Observasi
Pengkajian pada anak bergantung pada usia anak dan luas
penyebaran infeksi. pada anak manifestasi klinis yang timbul bisa sakit
secara tiba-tiba, anak menjadi rewel, anak bisa menjadi agresif atau
mengantuk, stupor atau koma, pada gangguan gastrointestinal seperti muntah
dan diare.
Pada bayi, manifestasi klinis biasanya tampak pada umur 3 bulan
sampai 2 tahun saat observasi bisa ditemukan nafsu makan berkurang,
rewel, mudah lelaha, kejang-kejang, dan menagis meraung-raung. Pada bayi,
hasil observasi hanya bisa terlihat pada umur 3 bulan sampai 2 tahun
biayanya sering terlihat nafsu makan menurun, muntah, rewel, mudah lelah,
kejang dan menangis meraung-meraung. Pada neonatus biasanya masih
sukar untuk diketahui karena manifestasi klinisnya tidak jelas dan tidak
spesifik, namun biasanya menolak untuk makan, kemampuan untuk menetek
kurang,muntah , diare, tonus otot lemah, pergerakan dan kekuatan menangis
melemah, pada kasus yang lebih lanjut terjadi hipotermia/demam, ikterus,
rewel, frekuensi nafas tidak teratur/apnea, sianosis, penurunan berat badan.
Palpasi
Saat palpasi pada anak, bisa dingin dan sianosis serta suhu tubuh
terasa panas. Saat difleksikan terdapat tahanan, kaku pada leher, tanda kernik
dan brudzinski positif. Pada bayi tanda yang khas saat dipalpasi adalah
menonjolnya fontanel.
2) Pengkajian labor dan diagnostik
a) Tes mikroskopik darah lengkap untuk melihat patogen penginfeksi
apakah bakteri atau organisme lain serta pH darah sebagai tanda dari
alkalosis, acidosis dan respiratory sufficiency;
b) Tes urin untuk melihat osmolarity, kultur dan spesific gravity;
c) Fungsi lumbar untuk menunjukkan sampel cairan serebral sehingga
diketahui patogen penyebab infeksi dan penyakit yang diderita
(meningitis, ensephalitis dan reye’s sindrom) dengan menilai kadar
protein, glukosa dan sel darah putih;
d) MRI atau CT untuk mengkonfirmasi adanya efusi pada subdural, edema
pada serebral maupun hidrosepalus;
e) Tes fungsi hati untuk memastikan penyakit sindrom reye’s;
f) Electroensephalography; untuk menilai frekuensi gelombang otak,
dimana pada penderita ensefalitris akan ditemukan perlambatan difusi.
g) Nasopharingeal dan stool swabs untuk menilai adanya eterovirus.
b. Masalah keperawatan
1) Resiko infeksi
Risiko infeksi adalah kondisi individu yang berisiko tinggi tertular
agen infeksius dari individu lain maupun dari suatu prosedur invasif
2) Resiko gangguan integritas kulit
Resiko gangguan integritas kulit adalah kondisi individu yang
berisiko mengalami kerusakan jaringan integument, kornea, atau membrane
mukosa pada tubuh (Carpenito, 2009).
3) Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang dirasakan dalam waktu yang sangat
singkat dan berakhir kurang darr 6 bulan , sumber dan daerah nyeri
diketahui dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti
4) Gangguan perfusi jaringan
Keadaan dimana individu mengalami atau beresiko mengalami suatu
penurunan dalam nutrisi dan pernafasan pada tingkat selular disebabkan
suatu penurunan dalam suplai darah kapiler.
5) Resiko peningkatan TIK
Peningkatan tekanan intracranial atau TIK (intracranial pressure,
ICP) didefinisikan sebagai peningkatan tekanan dalam rongga kranialis.
6) Hipertermi
Hipertemi adalah dimana keadaan individu beresiko untuk
mengalami kenaikan suhu tubuh terus menerus lebih tinggi dari 37,8%per
oral atau 38,8 per rectal.
7) Kurang pengetahuan orang tua
Kurang pengetahuan adalah kondisi ketika individu atau kelompok
tidak memiliki cukup pengetahuan kognitif atau ketterampilan psikomotor
terkait kondisi atau rencana tindakan tertentu (Capernito, 2009).
8) Gangguan komunikasi verbal
Gangguan komunikasi verbal adalah suatu keadaan pengalaman
seseorang atau berisiko untuk kesulitan bertukar pikiran, ide, keinginan,
atau kebutuhan dengan orang lain (Carpenito & Moyet, 2008).
c. Prinsip penatalaksanaan
1) Mandiri
- Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dengan
sedikit bantal, hindari pengunaan bantal yang tinggi dikepala
- Observasi tingkat kesadaran dengan GCS
- Memonitor suhu setiap 1 sampai 2 jam dan sesuai kebutuhan. Amati
adanya penurunan kesadaran dan muntah.
- Kaji tanda-tanda vital terutama suhu tubuh
2) Kolaborasi
- Tentukan patogen penyebab infeksi
- Jika bakteri, berikan anti biotik sesuai jenis bakteri tersebut seperti
Sefalosporin generasi ketiga
Amfisilin 150-200 mg (400 mg)/kg BB/24 jam, IV, 4-6 x sehari
Kloromfenikol 50 mg/kg BB/24 jam IV 4 x sehari
Antikonvulsan seperti Diazepam IV; 0,2-0,5 mg/kg BB/ dosis, atau
rectal 0,4-0,6 mg/kgBB, atau feniton 5 mg/kg BB/24 jam, 3x sehari
atau fenobarbital 5-7 mg/kgBB/24 jam, 3 sehari
- Jika virus, tindakan bisa berupa paliative dan suportive
Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2x sehari maksimal 500 mg
selama 1 ½ tahun
Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1x sehari selama 1 tahun
Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama
1 bulan
- Jika belum di ketahui patogen penyebab infeksi, berikan antibiotik
seperti perawatan pada agen penyebab bakteri
- Pemberian O2 sesuai indikasi
- Pemberian cairan intravena sesuai indikasi
- Pemberian analgesik untuk nyeri kepala
- Antiperitik: parasetamol/ asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. (2008). Teknik prosedural keperawatan: Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar. Jakarta: Salemba medika.
Capernito, L.J. (2009). Diagnosis keperawatan: Aplikasi pada praktik klinis. Jakarta: EGC.
Capernito, L.J., & Moyet. (2008). Nursing diagnosis: Application and clinical practtice. Wolters Kluwer: USA.
Cupp, C. (2010). Reye’s syndrome. Diperoleh dari web www.gulfportmemorial.com/workfiles/memorialnews/HY Reyes . pdf pada tanggal 22 Maret 2013
Engel, J. (2008). Seri pedoman praktis pengkajian pediatrik edisi 4. Jakarta: EGC.
Insley, J. (2003). Vademode pediatric. Jakarta: EGC
James, S.R., & Aswhill, J.W. (2007). Nursing care of children: principles & practice. Elsevier: Saunders.
Muscary, M.E. (2005). Panduan belajar: Keperawatan pediatrik. Jakarta : EGC.
Potts, N. L & Mandleco, B. L. (2007). Pediatric nursing: caring for children ang their families, second edition. Canada: Thomson.
Saharso, D., Herjana, A.Y., & Emy. (2005). Lokakarya tumbuh kembang anak: Pemeriksaan neurologis pada bayi dan anak. Surabaya: FK Unair
Schwartz, M.W. (2004). Pedoman klinis pediatri. Jakarta: EGC.
Tunkel, et.al. (2008). The Management of Encephalitis: Clinical Practice Guidelines by the Infectious Diseases Society of America. Diperoleh dari www.id society .org/uploadedFiles/.../ Guidelines .../ Encephalitis .pdf pada tanggal 22 Maret 2013.
Wong. (2008). Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC.
top related