sinusitis edit
Post on 27-Oct-2015
61 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadrat Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugerah
dan karunia-Nya kami dapat dibimbing untuk menyelesaikan refarat ini dengan baik.
Adapun tugas makalah ini berhubungan dengan tugas refarat tentang Sinusistis yang
telah dipercayakan oleh Dr. Yuswandi Affandi Sp. THT dan Dr. Ivan Djajalaga Sp. THT-KL
selaku pembimbing kami dalam menyelesaikan refarat ini. Pada refarat ini, kami mengangkat
pembahasan mengenai refarat tentang tindakan invasive pada sinusitis. Tak lupa juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu menyelesaikan refarat ini.
Kami menyadari bahwa pembuatan refarat kami ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kami memohon maaf apabila terdapat kata-kata yang salah dan kurang berkenan bagi
para pembaca. Kami pun siap menerima segala kritik dan saran yang konstruktif supaya di
kemudian hari tidak akan terjadi kesalahan yang sama dan untuk memaksimalkan keterampilan
kami dalam pembuatan refarat selanjutnya.
Akhir kata, semoga refarat ini dapat berguna bagi para pembaca.
Karawa
ng,September 2012
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… 1
Daftar isi …………………………………………………………………………. 2
BAB I Pendahuluan……………………………………………………………… 3-4
BAB II Tinjauan Pustaka
Sinus paranasalis…………………………………………………………... 5
Embriologi…………………………………………………………………. 5
Anatomi sinus …..…………………………………………………………5-9
Definisi sinusitis ..…………………………………………………………. 10
Patogenesis ..………………………………………………………………..11-14
Gejala ……………………………………………………………............... 14-15
Diagnosis…………………………………………………….......................... 15-17
Penatalaksanaan…………………………………………………………..17-22
Komplikasi..……………………………………………………………….23-26
Preventif……………..…………………………………………………….26
BAB III Penutup…………………………………………………………………..27
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...28
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sebagian besar infeksi virus penyebab pilek seperti common cold dapat menyebabkan suatu
sumbatan pada hidung, yang akan hilang dalam beberapa hari. Namun jika terjadi peradangan
pada sinusnya dapat muncul gejala lainnya seperti nyeri kepala dan nyeri tekan pada wajah1.
Sinusitis adalah infeksi atau peradangan dari mukosa sinus paranasal. Sinusitis mungkin
hanya terjadi pada beberapa hari (sinusitis akut) atau berlanjut menjadi sinusitis kronis jika tanpa
pengobatan yang adekuat2.
Angka kejadian sinusitis akut mendekati 3 dalam 1000 orang, sedangkan sinusitis kronis
lebih jarang kira-kira 1 dalam 1000 orang. Bayi di bawah 1 tahun tidak menderita sinusitis
karena pembentukan sinusnya belum sempurna, tetapi sinusitis dapat terjadi pada berbagai usia
dengan cara lain1.
Infeksi sinus seperti yang kita ketahui kini lebih jarang dibandingkan era pra-
antibiotik.Pasien sering kali masih mengaitkan gejala-gejala seperti nyeri kepala, sumbatan
hidung, drenase post-nasal, kelemahan, halitosis dan dispepsia dengan disfungsi sinus.Namun
demikian, penyakit sinus menimbulkan kumpulan gejala yang agak karakteristik yang hanya
bervariasi sesuai beratnya penyakit dan lokasinya.Dengan mengetahui gejala klinis dari sinusitis
diharapkan dapat ditegakkan diagnosis sejak dini dengan penanganan yang tepat.
1.2 Batasan Masalah
Referat ini membahas mengenai sinusitis dengan komplikasinya meliputi anatomi dan fisiologi
sinus paranasal, definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesis,diagnosis, pentalaksanaan dan
komplikasi sinusitis.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah unutk memahami mengenai anatomi dan fisiologi sinus
paranasal, definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, diagnosis, pentalaksanaan dan komplikasi
sinusitis.
3
1.4 Metode Penulisan
Referat ini disusun berdasarkan studi kepustakaan dengan merujuk ke berbagai literatur.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Sinus Paranasal
Terdapat empat pasang sinus paranasal mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus
frontal, sinus etmoid dan sinus sphenoid kanan dan kiri.Sinus paranasal merupakan hasil
pneumatisasi tulang kepala, sehingga terdapat rongga di dalam tulang.Semua sinus mempunyai
muara (ostium) ke dalam rongga hidung.
2.1.1. EMBRIOLOGI
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannya mulai dari fetus usia 3 hingga 4 bulan, kecuali sinus sphenoid dan sinus
frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal
berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.
Pneumatisasi sinus sphenoid dimulai pada usia 8 hingga 10 tahun dan berasal dari postero-
superior rongga hidung. Sinus-sinus ini mencapai ukuran maksimum pada usia 15 hingga 18
tahun.
2.1.2.. ANATOMI
Gambar 1 : anatomi sinus paranasal
5
SINUS MAKSILA
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir, sinus maksilla bervolume 6-8
ml, sinus kemudiannya berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksila yaitu
15ml saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus adalah premukaan fasia os maksila
yang disebut fossa kakina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila,
dinding medialnya adalah dinding lateral rongga hidung dan dinding superiornya adalah dasar
orbita dan dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan palatum. Ostiumnya berada di
superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.
Perdarahan pada sinus maksila meliputi cabang arteri maksilaris termasuk infraorbital, cabang
lateral nasal dari arteri sfenopalatina, arteri palatine mayor serta anterior superior dan posterior
dari arteri alveolaris, sedangkan vena yang mendarahinya adalah vena maksilaris yang
berhubungan dengan pleksus vena ptergoid. Persarafan terdiri dari cabang-cabang dari kedua
nervus trigeminus.
Dari segi klinis harus diperhatikan dari anatomis sinus maksilaris yaitu dasar sinus maksila yang
sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas (p1,p2,m1,m2,kadang-kadang m3,) dimana
lakar-akar gigi tersebut menonjol ke dalam sinus dapat menyebabkan infeksi gigi-geligi naik ke
atas dan menyebabkan sinusitis, sinus maksila dapat menyebabkan komplikasi ke orbita, ostium
sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase tergantung kepada gerakan
silia, lagipun drenase harus melalui infundibulum yang sempit dan pembengkakan akibat radang
atau alergi dapat mengganggu drenase sinus maksila dan dapat menyebabkan mudah terjadinya
sinusitis.
SINUS FRONTAL
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan keempat fetus, dan
berkembang pada usia 8-10 tahun setelah kelahiran dan akan mencapai ukuran maksimum
sebelum usia 20 tahun.
6
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris dan dipisahkan oleh sekat yang terletak
digaris tengah.Kurang lebih 15% dewasa mempunya hanya satu sinus frontal dan 5% sinus
frontalnya tidak berkembang.
Ukuran sinus frontal 2,8cm (tinggi) x 2,4cm (lebar) x 2cm (dalam).Biasanya sinus frontal
tersekat-sekat dan tepinya berlekuk-lekuk.Sekiranya tidak ditemukan gambaran lekuk-lekuk atau
septum-septum pada foto Rongten menunjukkan adanya infeksi sinus.Sinus frontal dipisahkan
oleh tulang-tulang yang relative tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi
mudah tersebar ke bagian-bagian tersebut.
Sinus frontal berdrenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan
dengan infundibulum etmoid.
SINUS ETMOID
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini dianggap
paling penting karena dapat merupakan fokal infeksi bagi sinus-sinus yang lain.Berbentuk
pyramid dengan dasar dibagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5cm, tinggi
2,4cm dan lebar 0,5cm di bagian anterior dan 1,5cm dibagian posterior.
Sinus etmoid berrongga-rongga, terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak
di antara konka media dan dinding medial orbita. Berdasarkan letak, sinus ini dibagi menjadi dua
yaitu sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang
bermuara di meatus superior.
Di bagian terdepan sinus etmoid anterior terdapat bagian yang sempit yang dikenali sebagai
resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal.sel etmoid yang terbesar pula disebut
bula etmoid.Di daerah etmoid anterior terdapat bagian yang menyempit disebut infundibulum,
tempat bermuaranya sinus maksila.Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat
menyebabkan sinusitis frontal manakala bila terjadi pembengkakan di infundibulum dapat
menyebabkan sinusitis maksila.
Atap sinus etmoid disebut fovea etmoidalis berbatas dengan lamina kibrosa.dinding lateral sinus
adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita.di
bagian belakang sinus etmoid posterior berbatas dengan sinus sfenoid.
7
SINUS SFENOID
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.Sinus ini dibagi dua
oleh septum intersfenoid.Ukurannya adalah 2cm (tinggi) x 1,7cm (lebar) x 2,3cm
(dalam).Volumenya bervariasi dari 5-7,5ml.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fossa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah
inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatas dengan sinus kavernosa dan a.karotis interna
dan di sebelah posteriornya berbatas dengan fosa serebri posterior di daerah pons.
III. VASKULARISASI
Cabang arteri etmoidalis anterior dan posterior dari arteri oftalmica menyuplai darah ke sinus
frontal dan etmoid serta atap hidung.Sedangkan sinus maksila dipendarahi oleh suatu cabang
arteri labialis superior dan cabang infraorbtalis serta alveolaris dari arteri maksilaris interna, dan
cabang faringealis dari arteri maksilaris interna disebarkan ke sinus sfenoid.Vena-vena
membentuk suatu pleksus kavernosa yang rapat di bawah membrane mukosa. Pleksus ini terlihat
nyata di atas konka memdia dan inferior, serta bagian septum dimana ia membentuk jaringan
erektil.
IV. SISTEM MUKOSILIAR
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan palut lender
diatasnya. Didalam sinus, silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lender menuju ostium
alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tentu polanya.
Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transport mukosiliar dari sinus. Lendir yang berasal
dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum etmoid dialirkan ke nasofaring di
depan muara tuba eustachius. Lendir yang berasal dari kelompok sinus posterior bergabung di
resesus sfenoetmoidalis, dialirkan ke nasofaring di postero-superior muara tuba.Inilah sebabnya
pada sinusitis didapati sekret pasca-nasal (post nasal drip) tetapi belom tentu terdapat sekret di
rongga hidung.
8
V. FUNGSI SINUS PARANASAL
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain :
Sebagai pengatur udara (air conditioning)
Penahan suhu
Membantu keseimbangan kepala
Resonansi suara
Peredam perubahan tekanan udara
Membantu produksi mucus
9
2.2 Definisi Sinusitis
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal.Umumnya disertai atau dipacu
oleh rhinitis sehingga disebut rinosinusitis.Penyebab utama adalah selsema (common cold) yang
merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.
Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, bila mengenai semua sinus paranasal
disebut pansinusitis.
Yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan sinus maksila.Sinusitis dapat menjadi
bahaya karena dapat menyebabkan komplikasi ke orbita dan intracranial, serta meningkatkan
serangan asma yang sulit diobati.
2.3 Etiologi dan faktor predisposisi
1. Sebab-sebab lokal
Sebab lokal sinusitis supurativa :
Patologi septum nasi seperti deviasi septum.
Hipertrofi konka media.
Benda asing di hidung seperti tampon, rinolith, material yang terinfeksi seperti air
terinfeksi yang berkontak selama berenang atau menyelam.
Polip nasi.
Tumor di dalam rongga hidung.
Rinitis alergi dan rinitis kronik.
Polusi lingkungan, udara dingin dan kering.
2. Faktor-faktor predisposisi regional.
Faktor regional yang paling lazim untuk berkembangnya sinusitus ialah:
Khususnya sinisitus maksilaris meliputi gigi geligi yang buruk, karies gigi atau abses
apikal. Gigi-gigi premolar atau molar yang sering terkena karena gigi geligi tersebut
didekat dasar sinus maksilaris.
Sinusitus rekuren dapat disebabkan oleh obstruksi nasofaring seperti tumor ganas, radiasi
kobalt disertai radionekrosis atau hipertrofi adenoid juga tumor-tumor palatinum jika ada
perluasan regional.
10
3. Faktor-faktor sistemik.
Faktor-faktor sistemik yang mempredisposisi perkembangan rinosinusitis ialah :
Keadaan umum yang lemah, seperti malnutrisi.
Diabetes yang tidak terkontrol.
Terapi steroid jangka lama.
Diskrasia darah.
Kemoterapi dan keadaan depresi metabolisme(8).
2.4 Klasifikasi sinusistis
Menurut Adams, berdasarkan perjalanan penyakit sinusitis dapat dobagi menjadi tiga bagian.
Sinusitis akut bila terjadi dalam hari sampai 4 minggu
Sinusitis subakut bila terjadi antara 4 minggu hingga 3 bulan
Sinusitis kronis bila berjadi jebih dari 3 bulan.
Sinusitis kronis dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan dari sinusitis akut
yang tidak diobati secara adekuat.Pada sinusitis kronis adannya faktor predisposisi yang harus
dicari dan diobati secara tuntas.
Menurut penelitian bakteri utama penyebab sinusitis akut adalah streptococcus pneumonia (30-
50%). Hemophylus influenza (20-40%) dam Moraxella catarrhalis (4%). Pada anak,
m.catarrhalis lebih banyak ditemukan.
Pada sinusitis kronis, faktor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada lebih
cenderong ke arah bakteri gram negative dan anaerob.
2.5 Patogenesis sinusitis4
Pada keadaan fisiologis, sinus berada dalam kondisi steril. Sekresi yang dihasilkan dalam
aliran sinus dialirkan oleh silia melalui ostium dan mengalir ke rongga hidung. Pada individu
yang sehat, aliran sekresi sinus selalu searah (yaitu, menuju ostia), yang mencegah kembali
kontaminasi kearah sinus. Pada kebanyakan orang, sinus maksilaris memiliki ostium tunggal (2,5
mm, 5 mm2 di cross-sectional area) yang berfungsi sebagai satu-satunya saluran keluar untuk
11
drainase. Ini saluran ramping duduk tinggi di dinding medial dari rongga sinus dalam posisi
nondependent. Kemungkinan besar, edema menyebabkan sesak melalui beberapa cara (misalnya,
alergi, virus, iritasi kimia) yang menyebabkan penyumbatan saluran keluar sehingga terjadi stasis
sekresi dengan tekanan negatif, menyebabkan infeksi oleh bakteri.
Mukus yang tertahan, ketika terinfeksi, menyebabkan sinusitis. Mekanisme lain hipotesis
bahwa karena sinus yang berhubungan dengan rongga hidung, terinfeksi oleh bakteri di
nasofaring. Bakteri ini biasanya akan dibersihkan oleh klirens mukosiliar, dengan demikian, jika
klirens mukosiliar mengalami gangguan, bakteri dapat ber-inokulasi dan infeksi dapat terjadi
sehingga menyebabkan sinusitis.
Patofisiologi rinosinusitis berkaitan dengan 3 faktor4
- Obstruksi jalur drainase sinus (sinus ostia)
- Gangguan fungsi siliar
- Perubahan kualitas dan kuantitas lendir
Obstruksi jalur drainase sinus
Obstruksi dari ostia sinus alami mencegah drainase lendir secara normal. Ostia dapat dihalangi
oleh penyebab pembengkakan mukosa atau lokal (misalnya, trauma, rinitis), serta oleh beberapa
peradangan-terkait gangguan sistemik dan gangguan kekebalan tubuh.
Obstruksi mekanik karena polip hidung, benda asing, septum deviasi, atau tumor juga dapat
menyebabkan penyumbatan ostial. Secara khusus, variasi anatomis yang mempersempit
kompleks ostiomeatal, termasuk deviasi septum, paradoks konka media, dan sel Haller, membuat
daerah ini lebih sensitif terhadap obstruksi dari peradangan mukosa. Secara karakteristik, semua
sinus paranasal terpengaruh dan konka hidung bengkak sehingga tampak berdekatan.
Gangguan fungsi siliar
Drainase dari sinus paranasal tidak bergantung pada gravitasi tetapi pada mekanisme
transportasi mukosiliar. Fungsi siliar dapat dipengaruhi oleh faktor genetik, seperti sindrom
Kartagener. Paparan racun bakteri juga dapat mengurangi fungsi silia. Sekitar 10% kasus
sinusitis akut merupakan manifestasi hasil dari inokulasi langsung sejumlah besar bakteri pada
sinus. Abses gigi atau adanya tindakan yang menyebabkan terjadinya hubungan antara rongga
12
mulut dan sinus dapat juga menyebabkan sinusitis. Selain itu, fungsi siliar dapat terpengaruh
setelah infeksi virus tertentu.
Beberapa faktor lain juga dapat menyebabkan gangguan fungsi silia. Udara dingin
dikatakan melemahkan epitel siliar yang menyebabkan gangguan gerakan siliar dan retensi
cairan di rongga sinus. Sebaliknya, menghirup udara kering menyebabkan sekresi berkurang.
Setiap massa pada saluran udara hidung dan sinus, seperti polip, benda asing, tumor, dan
pembengkakan mukosa dari rhinitis, dapat menghalangi ostia dan merupakan predisposisi aliran
stasis lendir yang dapat menyebabkan infeksi berikutnya. Trauma wajah dapat menyebabkan
sinusitis juga. Minum alkohol juga dapat menyebabkan mukosa hidung dan sinus membengkak
dan menyebabkan penurunan drainase lendir.
Perubahan kualitas dan kuantitas lender
Sekresi sinonasal memainkan peran penting dalam patofisiologi rinosinusitis. Selimut lendir
yang melapisi sinus paranasal mengandung mucoglycoproteins, imunoglobulin, dan sel-sel
inflamasi. Ini terdiri dari 2 lapisan: (1) lapisan serosa dalam (yaitu, fase sol) dan (2) lapisan luar
lebih kental (yaitu, gel fase), yang diangkut oleh getaran silia. Keseimbangan yang tepat antara
fase sol dalam dan fase gel luar sangat penting untuk klirens mukosiliar normal.
Jika komposisi lendir berubah, sehingga lendir yang dihasilkan lebih kental (misalnya,
seperti dalam cystic fibrosis), transportasi menuju ostia jauh melambat, dan lapisan gel menjadi
lebih tebal. Hal ini menghasilkan pengumpulan lendir kental yang disimpan dalam sinus dalam
beberapa waktu. Kurangnya sekresi atau hilangnya kelembaban pada permukaan yang tidak
dapat dikompensasi oleh kelenjar lendir atau sel goblet, menyebabkan lendir menjadi semakin
kental, dan fase sol dapat menjadi sangat tipis, sehingga memungkinkan fase gel untuk memiliki
kontak lebih intens dengan silia dan menghambat aksi mereka.
13
Gambar 2 Patogenesis sinusitis
2.6 Gejala sinusitis5
Gejala Sinusitis bervariasi dari orang ke orang. Sementara satu orang mungkin memiliki
semua gejala, orang lain mungkin hanya memiliki satu atau dua dari mereka. Gejala yang paling
umum adalah:
- Hidung tersumbat atau pilek / hidung tersumbat
- Keluarnya secret dari hidung berwarna kuning atau hijau kental, kadang-kadang disertai
dengan darah (mukopurulen)
Nyeri pipi atau sakit pada gigi (gigi terasa nyeri pada gerakan kepala secara
mendadak) berkaitan dengan sinusitis maksila.
Nyeri Dahi menunjukkan sinusitis frontal.
Nyeri di antara kedua alis, pada jembatan hidung atau di belakang mata
menunjukkan sinusitis ethmoid. Nyeri sering menjalar ke puncak kepala dengan
keterlibatan sphenoidal.
14
Sakit kepala
Nyeri pada mata akibat penyebaran infeksi dari sinus ke mata
Postnasal drip dari hidung ke tenggorokan
Berkurangnya kepekaan terhadap bau atau / dan rasa
Napas berbau tidak sedap
Sakit telinga, rasa penuh pada telinga, pembengkakan dan nyeri di belakang
telinga, dan / atau telinga bermunculan karena lendir di tuba eustachius yang
berasal dari telinga.
Demam, malaise
Wajah terasa bengkak dan penuh
Batuk iritatif non-produktif
Gejala sinusitis pada anak sama saja seperti pada dewasa. Hanya saja biasanya nyeri
dirasakan tidak terlalu mengganggu seperti pada dewasa. Sekret hidung yang mukopurulen dan
menetap, dapat dicurigai kearah sinusitis. Adanya laryngitis berulang atau menetap, dan batuk
kronis terutama di malam hari, merupakan keluhan utama pada sinusitis anak. 6
2.7 Diagnosa sinusitis
Diagnosis pada sinusitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Pemeriksaan penunjang pada sinusitis :
Transiluminasi
Transiluminasi menggunakan angka sebagai parameternya. Transiluminasi akan
menunjukkan angka 0 atau 1 apabila terjadi sinusitis (sinus penuh dengan cairan).
Rontgen sinus paranasalis
15
Sinusitis akan menunjukkan gambaran berupa :
1. penebalan mukosa
2. Opasifikasi sinus (berkurangnya pneumatisasi)
3. Gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang dapat dilihat
pada foto waters
Gambar 3. Pemeriksaan Radiologi untuk Sinus Paranasal7
CT Scan
CT Scan adalah pemeriksaan yang dapat memberikan gambaran yang paling baik
akan adanya kelainan pada mukosa dan variasi anatominya yang relevan untuk
mendiagnosis sinusitis kronis maupun akut. Walaupun demikian,harus diingat bahwa
CT Scan menggunakan dosis radiasi yang sangat besar yang berbahaya bagi mata.
Sinoscopy
Sinoscopy merupakan satu satunya cara yang memberikan informasi akurat tentang
perubahan mukosa sinus, jumlah sekret yang ada di dalam sinus,dan letak dan keadaan
dari ostium sinus.Yang menjadi masalah adalah pemeriksaan sinoscopy memberikan suatu
keadaan yang tidak menyenangkan buat pasien.
16
Pemeriksaan mikrobiologi
Bagian yang berasal dari posterior dan nasofaring biasanya lebih akurat dari bagian yang berasal
dari bagian anterior. Namun demikian, pengambilan biakan hidung posterior jugalebih
sulit. Biakan bakteri spesifik pada sinusitis dilakukan dengan menagspirasi pus dari inus yang
terkena. Seringkali diberikan suatu antibiotik yang sesuai untuk membasmi mikroorganisme
yang lebih umum untuk penyakit ini.Pada sinusitis akut dan kronik sering terlibat lebih
dari satu jenis bakteri.Dengan demikian untuk menentukan antibiotik yang tepat
harus diketahui benar jenis bakterinya penyebab sinusitisnya. Pemeriksaan kultur terhadap
sekret sinusmaksila mendapatkan kuman aerob terbanyak adalah Streptokokus pneumonia
(18 kasus - 45%), diikuti Pseudomonas sp 8 kasus (20%), Streptokokus piogenes dan Klebsiela
pneumonia masing-masing 5 kasus (12,5%) dari 40 sampel penelitian pada tahun 2007. Pada
penelitian ini tidak dijumpai lebih kuman aerob pada satu sediaan.
Legent F dkk (Prancis, 1994) menemukan kuman penyebab sinusitis maksi la kronis
yang terbanyak adalah Stafilokokus aureus, diikuti Hemofilus i n f l uenza ,
S t r ep t okokus pneumon ia . Sed ang kan Fombeur dkk (Pa r i s , 1994 )
menemukan kuman Streptokokus pneumonia sebagai penyebab terbanyak
darisinusitis maksila kronis, diikuti oleh Stafilokokus aureus dan Hemofilus
influenza,Moraksela kataralis dan Korinebakterium sp.
2. 8 Terapi
Tujuan terapi sinusitis ialah untuk mempercepatkan penyembuhan,mencegah
komplikasi, dan mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan adalah
membuka sumbatan di KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara
alami. Pada kasus-kasus kronis atau rekuren penting juga menyingkirkan faktor-faktor iritan
lingkungan.8
2.8.1 Terapi medikamentosa
17
Antibiotik merupakan modalitas terapi primer pada rhinosinusitis . Setelah diagnosa
ditegakkan dapat diberikan antibiotik lini pertama. B e r d s a s a r k a n
e f e k t i v i t a s j en i s an t i b io t i k yang banyak d igunakan ada l ah s e f a lo spo r in dan
amoks i s i l i n . Untuk kasus akut diberikan selama 14 h a r i , s e d a n g k a n u n t u k k a s u s
k r o n i k d i b e r i k a n s a m p a i 7 h a r i b e b a s g e j a l a . Lamanya terapi biasanya 3-6
minggu.8
T e r a p i t a m b a h a n u n t u k m e n g u r a n g i g e j a l a a d a l a h k o r t i k o s t e r o i d
intranasal, mukolitik dan dekongestan. Antihistamin hanya hanya efektif untuk
kasus- kasus alergi yang merupakan penyakit dasar rhinosinusitis pada beberapa
pasien.
2.8.2 Terapi non medikamentosa
Pembedahan
(a) Radikal
a. Sinus maksila dengan operasi Cadhwell-luc.
b. b. Sinus ethmoid dengan ethmoidektomi.
c. c. Sinus frontal dan sfenoid dengan operasi Killian
(b) Non radikal
a. bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF). Prinsipnya dengan membuka
dan membersihkan daerah KOM
Pada saat ini tindakan bedah yang plling direkomendasi adalah bedah sinus
endoskopi fungsional (BSEF)atau sering disebut dengan Fungsional endoskopi sinus surgery
(FESS).9
2.8.2 Penatalaksanaan Pembedahan
Pencucian sinus paranasal :
a. Pada sinus maksila
18
Dilakukan pungsi sinus maksila, dan dicuci 2 kali seminggu dengan larutan garam
fisiologis. Caranya ialah, dengan sebelumnya memasukkan kapas yang telah diteteskan
xilokain dan adrenalin ke daerah meatus inferior. Setelah 5 menit, kapas dikeluarkan, lalu
dengan trokar ditusuk di bawah konka inferior, ujung trokar diarahkan ke batas luar mata.
Setelah tulang dinding sinus maksila bagian medial tembus, maka jarum trokar dicabut,
sehingga tinggal pipa selubungnya berada di dalam sinus maksila. Pipa itu dihubungkan
dengan semprit yang berisi larutan garam fisiologis, atau dengan balon yang khusus
untuk pencucian sinus itu.
Pasien yang telah ditataki plastik di dadanya, diminta untuk membuka mulut. Air cucian
sinus akan keluar dari mulut, dan ditampung di tempat bengkok.
Tindakan ini diulang 3 hari kemudian. Karena sudah ada lubang pungsi, maka untuk
memasukkan pipa dipakai trokar yang tumpul. Tapi tindakan seperti ini dapat
menimbulkan kemungkinan trokar menembus melewati sinus ke jaringan lunak pipi,dasar
mata tertusuk karena arah penusukan salah, emboli udara karena setelah menyemprot
dengan air disemprotkan udara dengan maksud mengeluarkan seluruh cairan yang telah
dimasukkan serta perdarahan karena konka inferior tertusuk. Lubang pungsi ini dapat
diperbesar, dengan memotong dinding lateral hidung, atau dengan memakai alat, yaitu
busi. Tindakan ini disebut antrostomi, dan dilakukan di kamar bedah, dengan pasien yang
diberi anastesi.
b. Pada sinus etmoid,sfenoid dan frontal
Pencucian sinus dilakukan dengan pencucian Proetz. Caranya ialah dengan pasien
ditidurkan dengan kepala lebih rendah dari badan. Kedalam hidung diteteskan HCL
efedrin 0,5-1,5 %. Pasien harus menyebut “kek-kek” supaya HCL efedrin yang diteteskan
tidak masuk ke dalam mulut, tetapi ke dalam rongga yang terletak dibawah ( yaitu sinus
paranasal, oleh karena kepala diletakkan lebih rendah dari badan). Ke dalam lubang
hidung dimasukkan pipa gelas yang dihubungkan dengan alat pengisap untuk
menampung ingus yang terisap dari sinus. Pada pipa gelas itu dibuat lubang yang dapat
ditutup dan dibuka dengan ujung jari jempol. Pada waktu lubang ditutup maka akan
terisap ingus dari sinus. Pada waktu meneteskan HCL ini, lubang di pipa tidak ditutup.
Tindakan pencucian menurut cara ini dilakukan 2 kali seminggu.
19
Pembedahan, dilakukan :
a. bila setelah dilakukan pencucian sinus 6 kali ingus masih tetap kental.
b. bila foto rontgen sudah tampak penebalan dinding sinus paranasal.
Persiapan sebelum pembedahan perlu dibuat foto ( pemeriksaan) dengan CT scan.
Macam pembedahan sinus paranasal
1. Sinus maksila
a. Antrostomi, yaitu membuat saluran antara rongga hidung dengan sinus maksila di bagian
lateral konka inferior. Gunanya ialah untuk mengalirkan nanah dan ingus yang terkumpul di
sinus maksila.
Alat yang perlu disiapkan ialah :
- alat pungsi sinus maksila
- semprit untuk mencuci
- pahat untuk memotong dinding lateral hidung
- alat pengisap
- tampon kapas atau kain kasa panjang yang diberi salep
Tindakan dilakukan di kamar bedah, dengan pembiusan ( anastesia ), dan pasien dirawat selama
2 hari.
Perawatan pasca tindakan :
- beri antrostomi dilakukan pada kedua belah sinus maksila, maka kedua belah hidung tersumbat
oleh tampon. Oleh karena itu pasien harus bernafas melalui mulut, dan makanan yang diberikan
harus lunak.
- tampon diangkat pada hari ketiga, setelah itu, bila tidak terdapat perdarahan, pasien boleh
pulang.
b. Operasi Caldwell-Luc
Operasi ini ialah membuka sinus maksila, dengan menembus tulang pipi. Supaya tidak terdapat
cacat di muka, maka insisis dilakukan di bawah bibir, di bagian superior ( atas ) akar gigi
geraham 1 dan 2. Kemudian jaringan diatas tulang pipi diangkat kearah superior, sehingga
tampak tulang sedikit di atas cuping hidung, yang disebut fosa kanina. Dengan pahat atau bor
tulang itu dibuka, dengan demikian rongga sinus maksila kelihatan. Dengan cunam pemotong
tulang lubang itu diperbesar. Isi sinus maksila dibersihkan. Seringkali akan terdapat jaringan
granulasi atau polip di dalam sinus maksila. Setelah sinus bersih dan dicuci dengan larutan
20
bethadine, maka dibuat anthrostom. Bila terdapat banyak perdarahan dari sinus maksila, maka
dimasukkan tampon panjang serta pipa dari plastik, yang ujungnya disalurkan melalui antrostomi
ke luar rongga hidung. Kemudian luka insisi dijahit.
Perawatan pasca bedah :
- beri kompres es di pipi, untuk mencegah pembengkakan di pipi pasca-bedah.
- perhatikan keadaan umum : nadi, tensi,suhu
- perhatikan apakah ada perdarahan mengalir ke hidung atau melalui mulut. Apabila terdapat
perdarahan, maka dokter harus diberitahu.
- diberikan makanan lunak
-tampon dicabut pada hari ketiga.
2. Sinus etmoid
Pembedahan untuk membersihkan sinus etmoid, dapat dilakukan dari dalam hidung (intranasal)
atau dengan membuat insisi di batas hidung dengan pipi (ekstranasal).
a. Etmoidektomi intranasal
Alat yang diperlukan ialah :
a. spekulum hidung
b. cunam pengangkat polip
c. kuret ( alat pengerok )
d. alat pengisap
e. tampon
Tindakan dilakukan dengan pasien dibius umum ( anastesia). Dapat juga dengan bius lokal
(analgesia). Setelah konka media di dorong ke tengah, maka dengan cunam sel etmoid yang
terbesar ( bula etmoid ) dibuka. Polip yang ditemukan dikeluarkan sampai bersih. Sekarang
tindakan ini dilakukan dengan menggunakan endoskop, seh igga apa yang akan dikerjakan dapat
dilihat dengan baik.
Perawatan pasca-bedah yang terpenting ialah memperhatikan kemungkinan perdarahan.
b. Etmoidektomi ekstranasal
Insisi dibuat di sudut mata, pada batas hidung dan mata. Di daerah itu sinus etmoid dibuka,
kemudian dibersihkan.
21
3. Sinus frontal
Pembedahan untuk membuka sinus frontal disebut operasi Killian. Insisi dibuat seperti pada
insisi etmoidektomi ekstranasal, tetapi kemudian diteruskan ke atas alis.Tulang frontal dibuka
dengan pahat atau bor, kemudian dibersihkan. Salurannya ke hidung diperiksa, dan bila
tersumbat, dibersihkan. Setelah rongga sinus frontal bersih, luka insisi dijahit, dan diberi perban-
tekan. Perban dibuka setelah seminggu.
Seringkali pembedahan untuk membuka sinus frontal dilakukan bersama dengan sinus etmoid,
yang disebut fronto-etmoidektomi.
4. Sinus sfenoid
Pembedahan untuk sinus sfenoid yang aman sekarang ini ialah dengan memakai endoskop.
Biasanya bersama dengan pembersihan sinus etmoid dan muara sinus maksila serta muara sinus
frontal, yang disebut Bedah Endoskopi Sinus Fungsional.
Bedah endoskopi sinus fungsional ( FESS=functional endoscopic sinus surgery)
Cara pemeriksaan ini ialah dengan mempergunakan endoskop, tanpa melakukan insisis di kulit
muka. Endoskop dimasukkan ke dalam rongga hidung. Karena endoskop ini dihubungkan
dengan monitor (seperti televisi), maka dokter juga melakukan pembedahan tidak perlu melihat
kedalam endoskop, tetapi cukup dengan melihat monitor. Dengan bantuan endoskop dapat
dibersihkan daerah muara sinus, seperti daerah meatus medius untuk sinus maksila, sinus etmoid
anterior dan sinus frontal. Endoskop juga dapat dimasukkan ke dalam sinus etmoid anterior dan
posterior untuk membuka sel-sel sinus etmoid. Kemudian dapat diteruskan kedalam sinus
sfenoid yang terletak dibelakang sinus etmoid apabila di CT scan terdapat kelainan di sinus
sfenoid.Sekitar sinus yang sakit dibersihkan, dilihat juga muara sinus-sinus yang lain. Setelah
selesai, rongga hidung di tampon untuk mencegah perdarahan. Tampon dicabut pada hari ketiga.
2.9 Komplikasi
22
Komplikasi sinusitis telah menurun nyata sejak diberikannya antibiotik.Komplikasi yang
mungkin terjadi adalah :
1. Kelainan pada orbita
Terutama disebabkan oleh sinusitis ethmoidalis karena letaknya yang berdekatan dengan mata.
Penyebaran infeksi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum.
Komplikasi dapat melalui 2 jalur :
a) Direk/langsung
b) Retrograde tromboplebitis
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering.Pembengkakan
orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris
juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita.
Terdapat lima tahapan :
1. Peradangan atau analgetik reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat
infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena
lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah
pada kelompok umur ini.
2. Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita
namun pus belum terbentuk.
3. Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita
menyebabkan proptosis dan kemosis.
4. Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap
ini disertai dengan gejala sisa neuritis optic dan kebutaan unilateral yang lebih serius.
Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva
merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.
5. Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena
kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik.
Pengobatan komplikasi orbita dari sinusitis berupa pemberian antibiotic intravena dosis tinggi
dan pendekatan bedah khusus untuk membebaskan pus dari rongga abses. Gejala sisa trombosis
23
sinus kavernosus seringkali berupa atrofi optik.
Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari :
i. Oftalmoplegia.
ii. Kemosis konjungtiva.
iii. Gangguan penglihatan yang berat.
iv. Kelemahan pasien.
v. Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang berdekatan dengan saraf
kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.
2. Kelainan intrakranial
a. Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut, infeksi
dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang
berdekatan,seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di
dekat sistem sel udara ethmoidalis.
b. Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali
mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri
kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial.
Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak.
Gejala yang timbul sama dengan abses dura, yaitu nyeri kepala yang membandel dan demam
tinggi dengan tandatanda rangsangan meningen. Gejala utama tidak timbul sebelum
tekanan intrakranial meningkat atau sebelum abses memecah kedalam
ruang subarachnoid.
c. Abses otak, setelah sistem vena dalam mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi
perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak. Namun, abses otak biasanya terjadi
melalui tromboflebitis yang meluas secara langsung. Dengan demikian, lokasi abses yang
lazim adalah pada ujung vena yang pecah, meluas menembus dura dan arachnoid hingga ke
perbatasan antara substansia alba dan grisea korteks seebri.Kontaminasi substansi otak dapat
terjadi pada puncak suatu sinusitis supuratif yang berat, dan pembentukan abses otak dapat
berlanjut sekalipun penyakit pada sinus telah memasuki tahap resolusi normal. Oleh karena itu,
kemungkinan terbentuknya abses otak perlu dipertimbangkan pada semua kasus sinusitis
frontalis, etmoidalis, dan sfenoidalis supuratif akut yang berat, yang pada fase akut dicirikan oleh
24
suhu yang meningkat tajam dan menggigil sebagai sifat infeksi intravena. Kasus seperti ini perlu
diobservasi selama beberapa bulan. Hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan, demam
derajat rendah sore hari, nyeri kepala berulang, serta mual dan muntah yang tak dapat dijelaskan
mungkin merupakan satun-satunya tanda infeksi yang berlokasi dalam hemisfer serebri.
Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara bedah pada
ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.
3. Kelainan pada tulang
Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah infeksi
sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam,
dan menggigil. Pembengkakan diatas alis mata juga lazim terjadi dan bertambah hebat bila
terbentuk abses subperiosteal, dalam hal mana terbentuk edema supraorbita dan mata menjadi
tertutup. Timbul fluktuasi dan tulang menjadi sangat nyeri tekan. Radiogram dapat
memperlihatkan erosi batas-batas tulang dan hilangnya septa intrasinus dalam sinus yang keruh.
Pada stadium lanjut, radiogram memperlihatkan gambaran seperti “digerogoti rayap” pada batas
– batas sinus, menunjukkan infeksi telah meluas melampaui sinus. Destruksi tulang dan
pembengkakan jaringan lunak, demikian pula cairan atau mukosa sinus yang membengkak
paling baik dilihat dengan CT scan. Sebelum penggunaan antibiotik, penyebaran infeksi ke
kalvaria akan mengangkat perikranium dan menimbulkan gambaran klasik tumor Pott yang
bengkak. Pengobatan komplikasi ini termasuk antibiotik dosis tinggi yang diberikan
intravena, diikuti insisi segera abses periosteal dan trepanasi sinus frontalis guna memungkinkan
drainase. Suatu tabung drainase atau kateter dijahitkan ke dalam sinus hingga infeksi akut
mereda sepenuhnya dan duktus frontonasalis berfungsi dengan baik. Jika duktus frontonasalis
tidak lagi dapat diperbaiki, perlu dilakukan prosedur lanjutan untuk menciptakan suatu duktus
frontonasalis baru. Pada osteomilitis kalvarium yang menyebar, diharuskan suatu debridement
yang luas dan terapi antibiotik masif. Untunglah, komplikasi ini jarang terjadi.
4. Kelainan pada paru
- Bronkitis kronik
- Bronkhiektasis
25
5. Mukokel dan piokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, Kista ini paling
sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya
tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar
dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai
pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus
sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf
didekatnya. Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan
mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat. Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah
untuk mengangkat semua mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau
obliterasi sinus.
6. Otitis media
7. Toxic shock syndrome
3.0 Pencegahan
Tidak ada cara yang pasti untuk menghindari baik sinusitis yang akut atau kronis. Tetapi di sini
ada beberapa hal yang dapat membantu:
・ Menghindari kelembaban sinus - gunakan saline sprays atau sering diirigasi.
・ Hindari lingkungan indoor yang sangat kering.
・ Hindari terpapar yang dapat menyebabkan iritasi, seperti asap rokok atau
aroma bahan kimia yang keras.10
BAB III
PENUTUP
26
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Rinitis dan sinusitis
biasanya terjadi bersamaan dan saling terkait pada kebanyakan individu, sehingga terminologi
yang digunakan saat ini adalah rinosinusitis. Komplikasi akibat sinus paranasal sangat bervariasi,
baik lokal, intra orbital maupun intra kranial. Sinusitis dengan komplikasi intra orbita adalah
penyakit yang berpotensi fatal yang telah dikenal sejak zaman Hippocrates. Kesehatan sinus
dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari mukosiliar didalam
komplek osteo meatal (KOM). Komplikasi dari sinusitis tersebut antara lain komplikasi lokal,
orbital dan intrakranial. Komplikasi lokal antara lain mukokel dan osteomielitis (Pott’s puffy
tumor). Komplikasi orbital adalah inflamatori edema, abses orbital dan trombosis sinus
cavernosus. Komplikasi intrakranial antara lain meningitis dan abses subperiosteal
DAFTAR PUSTAKA
27
1. Ballenger. J. J., infeksi Sinus Paranasal, dalam : Penyakit Telinga, Hidung dan
Tenggorok Kepala dan Leher, ed 13 (1), Binaputra Aksara, jakarta, 1994, 232 – 241
2. Damayanti dan Endang, Sinus Paranasal, dalam : Efiaty, Nurbaiti, editor. Buku Ajar Ilmu
Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI, Jakarta 2002,
115 – 119.
3. Endang Mangunkusumo, Nusjirwan Rifki, Sinusitis, dalam Eviati, nurbaiti, editor, Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Balai Penerbit FK
UI, Jakarta, 2002, 121 – 125.
4. Acute sinusitis Brook, Itshak. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/232670-overview#a0104 , Accessed on :
September 15th 2012
5. Ear-Nose-Throat-Sinus Head and Neck clinic. Available at:
www.nosesinus .com/clinical-services/sinusitis-sinus-infection. Accessed on: September
15th 2012
6. Hilgher PA. Penyakit Sinus Paranasalis. Dalam: Adams, Boies, Higler. Buku Ajar
Penyakit THT Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997. hal 240-260
7. Ramanan RV. Sinusitis Imaging : Imaging. Departement of Radiology The Apollo Heart
Centre India. Diunduh dari http : //eMedicine-Radiology.com.Accessed on 15th
september 2012
8. Weir N, Golding-Wood DG(1997) Infective rhinitis and Sinusitis.in : mackay IS, Bull
TR, Editors. Scott-Brown Otolaryngology(Rhinologi).6th
ed.Oxford,Boston,Singappore:Butterworth-Heinemann:4/8/1-49
9. Kennedy DW, Lee JT, 2006, Endoscopic Sinus Surgery, in Head and Neck Surgery-
Otolaryngology, Vol I, Fourth Edition, ByronJ.Bailey Lippincott Wiliams and Wilkins,
Philadelphia,459-75
10. Dina,2010. Alergi sebagai faktor sinusitis kronis.www.google.com,accessed on 15th
September 2012
11. Askep sinusitis, http://putrisayangbunda.blog.com, accessed on 17th September 2012
28
top related