scabies dengan infeksi bakterial sekunder
Post on 25-Oct-2015
335 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
STATUS PASIEN
A. ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
Nama : Sdr. B
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Gedongan, Plupuh
Agama : Islam
2. Keluhan utama
Gatal pada tangan, kaki, perut, dan pantat
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan gatal pada tangan, kaki, perut, dan
pantat. Awalnya gatal dirasakan di kaki kurang lebih satu bulan yang lalu,
dengan kulit yang gatal tampak merah disertai bintil-bintil diatasnya. Tiga
minggu yang lalu, keluhan yang sama juga dirasakan pada pantat, perut,
dan tangan. Kulit yang gatal sering digaruk oleh pasien, hingga luka dan
terasa perih. Gatal dirasa semakin meningkat saat pasien berkeringat, dan
pada malam hari, hingga pasien sering terganggu tidurnya. Satu minggu
yang lalu, pasien memberikan salep Miconazole (sisa obat dari sakit kulit
yang diderita pasien terdahulu) selama lima hari pada kulit yang gatal,
namun keluhan tidak berkurang. Kemudian pasien menggunakan obat
Supertetra, yang dibeli sendiri di apotek, selama 2 hari (1 kapsul
diminum, 1 kapsul ditaburkan di kulit yang gatal), namun keluhan juga
tidak berkurang. Pasien tidak demam, nafsu makan tidak menurun, dan
tidak ada riwayat digigit serangga.
Pasien tinggal bersama keluarganya (ayah, ibu, dan dua orang
adik). Ayah dan kedua adiknya mempunyai keluhan yang sama seperti
pasien.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat digigit serangga : disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
Riwayat atopi : disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa : (+) ayah, kedua adik pasien
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
Riwayat atopi : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
6. Riwayat Kebiasaan
Pasien mandi 2 kali sehari dengan menggunakan sabun padat dan
handuk bersama dengan adik-adiknya. Handuk dicuci setiap 2 minggu
sekali. Sumber air berasal dari sumur. Pasien biasanya ganti pakaian 2
kali sehari. Sprei, sarung bantal, dan sarung guling diganti setiap 1 bulan
sekali.
7. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang anak laki-laki 20 tahun. Pasien tinggal
bersama ayah, ibu, dan dua orang adik. Pasien makan 3 kali sehari dengan
nasi, sayur, lauk tahu tempe, kadang-kadang telur dan ayam. Pasien
jarang makan buah-buahan. Lingkungan rumah dan sekitarnya cukup
bersih.
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : baik, compos mentis, gizi kesan cukup
b. Vital Sign : Tekanan darah : -
Respiration rate : 20x/menit
Nadi : 80x/menit
Suhu : afebril
c. Kepala : mesochepal
d. Mata : CA (-/-), SI (-/-)
e. Hidung : dalam batas normal
f. Mulut : dalam batas normal
g. Leher : dalam batas normal
h. Punggung : dalam batas normal
i. Dada dan axilla : dalam batas normal
j. Abdomen : lihat status dermatologi
k. Gluteus : lihat status dermatologi
l. Genitalia : lihat status dermatologi
m. Ekstremitas atas : lihat status dermatologi
n. Ekstremitas bawah : lihat status dermatologi
2. Status Dermatologi
Regio Dorsum manus : papul, pustul multipel diskret, disekitarnya
tampak eritema, dengan sebagian mengalami erosi dan terbentuk
krusta
Regio Cruris : papul, pustul multipel diskret, disekitarnya tampak
eritema, dengan sebagian mengalami erosi dan terbentuk krusta
Regio Abdomen : papul, pustul multipel diskret, disekitarnya
tampak eritema, dengan sebagian mengalami erosi dan terbentuk
krusta
Regio Gluteus : papul, pustul multipel diskret, disekitarnya
tampak eritema, dengan sebagian mengalami erosi dan terbentuk
krusta
Regio Genital : papul multipel diskret, disekitarnya tampak
eritema
C. DIAGNOSIS BANDING
1. Skabies
2. Prurigo
3. Insect bite
4. Pedikulosis korporis
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
(tidak dilakukan)
E. DIAGNOSIS KLINIS
Skabies dengan infeksi bakterial sekunder
F. TERAPI
1. Non medikamentosa
Edukasi kepada pasien :
Penjelasan mengenai penyakit dan terapinya :
Cara pemakaian obat salep, pengobatan dari leher sampai ke bawah,
dengan perhatian khusus pada sela jari tangan, sela paha.
Biarkan salep semalaman, cuci dengan sabun dan air pada pagi
berikutnya.
Menjaga kebersihan dan hygiene pribadi (kalau bisa mencuci semua
kain sprei, handuk atau pakaian dengan air panas, dan keringkan secara
panas).
Pentingnya pengobatan pada lingkungan sekitar. Bila dalam
lingkungan baik keluarga, maupun tetangga terdapat orang yang sakit
serupa minta untuk juga berobat agar tidak menularkan penyakit.
Mencuci / menjemur alat-alat tidur
Jangan memakai pakaian / handuk bersama-sama
2. Medikamentosa
Topical
Salep 24 sekali sehari pada malam hari setelah mandi
Salep Tetrasiklin 2 dd ue opada luka bernanah
Sistemik
CTM 3 x 4 mg
Dexamethasone 3 x 0,5 mg
G. PROGNOSIS
1. Ad vitam : baik
2. Ad sanam : baik
3. Ad fungsionam : baik
4. Ad kosmetikam : baik
SKABIES
I. SINONIM
The itch, kudis, gudik, budukan, gatal agogo.1
II. DEFINISI
Skabies adalah penyakit pada kulit manusia yang disebabkan oleh
penetrasi dari kutu parasit manusia obligat yaitu Sarcoptes scabiei var.
hominis ke dalam epidermis.2
Skabies merupakan infeksi dan sensitisasi ektoparasit pada kulit yang
ditandai adanya lubang superfisial dan keluhan gatal. Disebabkan karena kutu
Sarcoptes scabiei var. Hominis dan produknya. Kata Scabies berasal dari
bahasa latin yaitu the scab, yang berarti keropeng.3,4
III. EPIDEMIOLOGI
Skabies dapat ditemukan di seluruh dunia, terjadi pada semua
populasi. Hal ini sangat umum di negara berkembang, dengan prevalensi
sekitar 6% - 27%. Angka kejadian skabies cenderung tinggi pada anak-anak
serta remaja.5
Skabies lebih banyak terjadi pada masyarakat di bawah kondisi
kemiskinan dan kebersihan lingkungan yang buruk. Skabies paling banyak
dijumpai di fasilitas keperawatan seperti rumah jompo, panti asuhan, dan
pusat penitipan anak, serta pada saat kondisi lingkungan sangat padat.
Kejadian skabies lebih banyak didapatkan pada musim dingin dibandingkan
dengan musim panas.6
Skabies ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tak
langsung. Kontak langsung atau kontak kulit dengan kulit yang dimaksud
antara lain berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual. Kontak
langsung yang dapat menimbulkan penularan adalah kontak yang erat dan
dalam waktu yang lama. Sedangkan kontak tidak langsung dimaksudkan
adalah melalui benda seperti pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-lain.1,4
IV. ETIOLOGI
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo
Ackarima, super famili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei
var. Hominis. Selain itu terdapat S.scabiei yang lain, misalnya pada kambing
dan babi.1
Secara morfologik merupakan tungau kecil berbentuk oval,
punggungnya cembung dan bagian perutnya rata (gambar 1). Tungau ini
translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukuran yang betina
berkisar antara 300-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan
lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa
mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat
dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan
pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat
berakhir dengan alat perekat.1
Gambar 1. Sarcoptes scabiei
Siklus hidup tungau adalah sebagai berikut. Setelah terjadinya
kopulasi yang terjadi di atas kulit, kutu jantan akan mati. Kemudian kutu
betina yang sudah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum
dengan kecepatan 2-3 mm sehari dan sambil bertelur 2-4 butir sehari sampai
mencapai jumlah 40 atau 50 (gambar 2). Bentuk betina yang telah dibuahi ini
dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas 3-5 hari dan menjadi larva
yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan,
tetapi dapat juga keluar dan masuk ke dalam folikel rambut. Setelah 2-3 hari
larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk yaitu jantan dan betina.
Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai dewasa memerlukan waktu
antara 8-12 hari (gambar 3). Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar, pada
suhu kamar selama lebih kurang 7–14 hari.1,2,7
Gambar 2. Sarcoptes scabiei, telur, dan skibala
Gambar 3. Siklus hidup Sarcoptes scabiei
V. RESPON IMUN KULIT TERHADAP Sarcoptes scabiei
Kulit manusia dilindungi oleh komponen-komponen yang bersamaan
membentuk sistem imun kulit yang terdiri dari limfosit, sel Langerhans, sel
dendritik kulit, keratinosit, granulosit, dan skin-draining regional lymph nodes.
Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa protein yang dihasilkan oleh
Sarcoptes scabiei berperan dalam respon imun kulit inang lewat sekresi sitokin
dan kemokin, serta adhesi molekul-molekul dari sel-sel kulit seperti fibroblas,
keratinosit, dan sel endotelial. Selain itu, IL-1a dan IL-1b disebut-sebut juga
banyak disekresi saat infeksi S. scabiei terjadi.8
Studi lain menyebutkan komponen ekstrak S. scabiei var. canis dapat
menurunkan sekresi antagonis reseptor IL-1 dan IL-8, serta menstimulasi
sekresi IL-6 dan vascular endothelial cell growth factor (VEGF) pada kultur
keratinosit normal. Sedangkan pada kultur fibroblas, sekresi IL-6, IL-8,
granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF), dan VEGF meningkat.
Kesimpulannya, penemuan ini menyatakan bahwa infeksi oleh protein yang
dihasilkan oleh S. Scabiei dapat menyebabkan peningkatan proses inflamasi
sel-sel yang berada di kulit, dan kemungkinan juga mempengaruhi reaksi imun
tipe lambat.8
Respon imun yang diperantarai sel telah diidentifikasi melalui
pemeriksaan histopatologi dari biopsi lesi kulit yang terkena skabies. Gejala
gatal dan papul pada infeksi ringan ditandai dengan infiltrasi sel-sel inflamasi
yang menyerupai reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Gambaran histopatologi
menunjukkan liang yang dibuat oleh S. Scabiei dikelilingi oleh eosinofil,
limfosit, dan makrofag. Selain itu, sel T CD4+ juga mendominasi infiltrasi
limfosit pada infeksi ringan, dengan rasio CD4:CD8 4:1. Sedangkan pada
biopsi spesimen yang masih terdapat kutu dan papul, ditemukan deposit IgE
pada dinding pembuluh darah pada dermis bagian atas, menandakan reaksi
hipersensitivitas tipe 1. Namun pada skabies tipe krusta, reaksi inflamasi
didominasi oleh sel T CD8+. Pemeriksaan dengan mikroskop menunjukkan
keberadaan sel T (anti-CD45+, anti-CD43+), dan ketidakberadaan sel B
(CD20), dan jarang ditemukan makrofag. Jumlah sel T dan sel B masih dalam
batas normal di dalam darah, yang menandakan pergerakan selektif sel T CD8
ke dermis. Sel T CD8+ yang teraktivasi pada lesi kulit skabies tipe krusta
menyebabkan apoptosis keratinosit yang selanjutnya mempengaruhi
hiperproliferasi epidermis.8
VI. GEJALA KLINIS
Gejala klinis skabies bervariasi, tergantung pengobatan sebelumnya,
iklim, dan status imunologi penderita. Kelainan kulit menyerupai dermatitis,
dengan disertai papula, vesikula, urtikaria, dan lain-lain. Dengan garukan dapat
timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. Di daerah tropis, hampir
setiap kasus skabies terinfeksi sekunder oleh Streptococcus aureus atau
Staphylococcus pyogenes.1,2,8
Diagnosis skabies ditegakkan atas dasar dua dari empat tanda cardinal,
sebagai berikut1:
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam
sebuah keluarga dimana seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu
pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian
besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.
Dikenal keadaan hiposensitisasi, dimana seluruh anggota keluarga
mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini
bersifat sebagai pembawa (carrier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok,
rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau
vesikel (gambar 4). Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi
polimorf (pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya
merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis (gambar 5), yaitu
sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar,
lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong,
genitalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat
menyerang telapak tangan dan telapak kaki (gambar 6).
Gambar 6. Manifestasi klinis skabies pada sela-sela jari, pergelangan tangan, genitalia, tangan, dan kaki
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit
dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk
tersebut antara lain2,9:
1. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated). Bentuk ini ditandai
dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga
sangat sukar ditemukan. Kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur.
2. Skabies incognito. Bentuk ini timbul pada skabies yang diobati dengan
kortikosteroid sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau
tetap ada dan penularan masih bisa terjadi. Skabies incognito sering juga
menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan
mirip penyakit lain.
3. Skabies nodular. Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang
gatal. Nodus biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia
laki-laki, inguinal, dan aksila (gambar 7). Nodus ini timbul sebagai reaksi
hipersensetivitas terhadap tungau skabies. Pada nodus yang berumur lebih
dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap
selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi
pengobatan anti skabies dan kortikosteroid.
Gambar 7. Skabies Nodular
4. Skabies yang ditularkan melalui hewan. Di Amerika, sumber utama
skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan skabies manusia yaitu
tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia
eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering
kontak/memeluk binatang kesayangannya yaitu paha, perut, dada dan
lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan
ini bersifat sementara (4 -8 minggu), dan dapat sembuh sendiri karena S.
Scabiei pada binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada
manusia.
5. Skabies pada bayi dan anak. Lesi skabies pada anak dapat mengenai
seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki,
dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga
terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi biasanya ditemukan di
muka.
6. Skabies terbaring ditempat tidur (bed ridden). Penderita penyakit kronis
dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur dapat menderita
skabies yang lesinya terbatas.
7. Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas
dengan krusta, skuama generalisata dan hiperkeratosis yang tebal. Tempat
predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga, bokong, siku,
lutut, telapak tangan, dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku (gambar
8). Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies
Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah
tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies Norwegia
terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal
membatasi proliferasi tungau, sehingga tungau dapat berkembang biak
dengan mudah.
Gambar 8. Skabies Norwegia
VII. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan terutama berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
klinis.
Anamnesis :
1. Lokasi keluhan
2. Onset penyakit
3. Waktu sering timbulnya keluhan
4. Riwayat penyakit dalam keluarga
5. Kebiasaan
6. Tempat tinggal
Pemeriksaan fisik :
1. Ditemukan adanya terowongan atau kunikulus
2. Ditemukan tungau skabies, dengan cara1:
a. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat
papul atau vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan diatas
sebuah kaca objek, lalu ditutup dan dilihat dengan mikroskop cahaya.
b. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar
kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar.
c. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya : lesi dijepit dengan 2 jari
kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan
mikroskop cahaya.
d. Dengan biopsi eksisional, kemudian diperiksa dengan pewarnaan
Hematoksilin Eosin (gambar 9).
Gambar 9. Pewarnaan dengan Haematoxylin eosin pada kulit yang terinfeksi skabies. (a) Perbesaran kecil (5x) pada lapisan epidermis dan dermis (b) infiltrasi
limfosit tipikal pada dermis (perbesaran 20x). (c) Adanya sebukan limfosit, eosinofil dan beberapa sel berpigmentasi (perbesaran 63x)
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Ada pendapat yang mengatakan penyakit skabies ini merupakan the
great immitator karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan
keluhan gatal. Berikut diagnosis banding dari penyakit skabies:1,5
1. Prurigo, biasanya berupa papul-papul yang gatal, predileksi pada
bagian ekstensor ekstremitas.
2. Gigitan serangga, biasanya jelas timbul sesudah ada gigitan,
efloresensinya urtikaria papuler.
3. Folikulitis, nyeri berupa pustule miliar dikelilingi daerah yang
eritem.
4. Pedikulosis korporis
5. Dermatitis
IX. TERAPI
Syarat obat yang ideal, antara lain:1
1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau
2. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik
3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian
4. Mudah diperoleh dan harganya murah.
Semua keluarga yang berkontak dengan penderita harus diobati termasuk
pasangan seksnya.1,7 Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada
pengobatan scabies yaitu:
1. Terapi Topikal:
a. Permetrin
Dalam bentuk krim 5% sebagai dosis rendah (gambar 10). Obat ini
merupakan obat pilihan untuk saat ini, tingkat keamanannya cukup tinggi,
kurang toksik dibanding gameksan, aplikasi hanya sekali, mudah
pemakaiannya, dan tidak mengiritasi kulit. Tidak dianjurkan pada anak
usia kurang dari 2 tahun. Penggunaannya dengan cara dioleskan ditempat
lesi, kurang lebih 8-12 jam, kemudian dicuci bersih. Bila belum sembuh
diulangi setelah seminggu.1,7
Gambar 10. Scabimite (Permethrin 5%)
b. Emulsi Benzil-benzoat 20-25 %
Obat ini efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam
selama tiga hari, kemudian digunakan lagi 1 minggu kemudian. Obat ini
disapukan ke badan dari leher ke bawah. Penggunaan berlebihan dapat
menyebabkan iritasi atau kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.1,7
c. Sulfur presipitatum
Dalam bentuk salep atau krim, dengan kadar 4% - 20%. Preparat ini
tidak efektif pada stadium telur, maka obat ini dioleskan ke seluruh tubuh
(sesudah mandi) pada malam hari, tidak boleh kurang dari 3 hari. Obat ini
akan lebih efektif jika dicampur dengan asam salisilat 2%. Dalam
konsentrasi 2,5 % dapat digunakan pada bayi usia kurang dari 2 tahun.1,5,7
d. Gama Benzena Heksa Klorida (Gameksan).
Kadarnya 1 % dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena
efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang terjadi
iritasi. Tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil
karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup sekali,
kecuali jika masih ada gejala ulangi seminggu kemudian.1
e. Benzene Heksaklorida (Lindane)
Tersedia dalam bentuk cairan atau lotion, tidak berbau, tidak
berwarna. Obat ini membunuh kutu dan nimfa. Pemakaiannya dengan cara
menyapukan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah, dan setelah 12-24 jam
dicuci bersih. Pengobatan diulang selama 3 hari atau maksimum 2 kali
dengan interval 1 minggu. Efek samping pemakaian obat ini berhubungan
dengan sifat neurotoksisitasnya sehingga mengganggu sistem saraf pusat.
f. Krotamiton 10% dalam krim atau losio
Preparat ini mempunyai 2 efek sebagai antiskabies dan antigatal.
Dipakai tiga malam berturut-turut, diikuti dengan mandi setiap pagi hari.
Krotamiton dapat diterima tetapi lebih mahal dan kurang efektif
dibandingkan lindane dan permetrin 1
2. Terapi adjuvant
a. Antibakterial
b. Antihistamin
c. Kortikosteroid
3. Terapi preventif
Yang terpenting dalam pengobatan skabies, adalah seluruh orang
yang tinggal ditempat yang sama dengan penderita juga harus diobati.
Semua pakaian, handuk, bantal, kasur harus dijemur dibawah sinar
matahari. Tujuannya agar tungau mati karena sinar matahari. Pakaian
dicuci dengan menggunakan cairan karbol. Dan bila semua telah
dilakukan, terpenting adalah mengubah cara hidup sehari-hari dengan
tidak saling meminjamkan pakaian dan barang pribadi lainnya ke orang
lain.7
X. PROGNOSIS
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta
syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi (antara lain
higiene), maka penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang
baik.
Jika tidak diterapi dengan baik, skabies akan menetap selama beberapa
tahun. Pada pasien imunokompeten jumlah tungau akan berkurang dengan
sendirinya dalam beberapa waktu. Selama diterapi dengan obat yang tepat dan
dengan perawatan yang baik maka skabies umumnya memberikan prognosis
yang baik. Pada pasien imunokompromais atau yang sedang dalam perawatan
meningkatkan resiko untuk terjadinya skabies krustosa (Scabies Norwegian)
sehingga memberikan prognosis yang kurang baik.3
DAFTAR PUSTAKA
1. Handoko, Ronny P. 2007. Skabies. Dalam: Djuanda, A., (ed). Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal: 122-125.
2. Stone, S.P., Goldfarb, J.N., Bacelieri R.E. 2008. Scabies, Other Mites, and
Pediculosis In Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Seventh
edition. Vol. II, Mc Graw Hill, New York. P: 2029-31
3. Gandahusada, S., Ilahude, H.D., Pribadi, W. 2006. Parasitologi Kedokteran.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
4. Robin G, Brown T.B. Ectoparasite Infection in Lecture Notes On
Dermatology. 8th edition. University of Leicester School of Medicine.2002
5. Siregar, R.S. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. EGC.
Jakarta.Hal :164-167.
6. Cordoro, Kelly M. 2009. Scabies. http://www.emedicinemedscape.com/
article/1109204. (31 Desember 2011).
7. Maskur, Zainuddin. 2000. Infeksi Parasit dan Gangguan Serangga: Skabies.
Dalam Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Penerbit
Hipokrates. Hal: 109-113.
8. Walton, S. F. 2010. The immunology of susceptibility and resistance to
scabies. Parasite Immunology. 32: 532–540.
9. Fox, Lindy P. 2008. Scabies. http://www.knol.google.com/k/scabies. ( 31
Desember 2011).
top related