sap6 c
Post on 21-Nov-2015
244 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Penjelasan tentang Hukum Laju
Penjelasan tentang Hukum Laju
6.5. Reaksi Elementer (reaksi dasar)
Kebanyakan reaksi berlangsung melalui langkah-langkah berturutan yang disebut reaksi elementer (reaksi dasar), tiap reaksi melibatkan satu atau dua molekul atau ion. Reaksi elementer yang khas dapat berbentuk:
H + Br2 HBr + Br
Persamaan reaksi ini menunjukkan bahwa atom H menyerang molekul Br2 membentuk molekul HBr dan atom Br. Molekularitas reaksi elementer adalah jumlah molekul (atau atom atau ion) yang bertemu untuk bereaksi. Dalam reaksi unimolekuler, molekul atau atom tunggal bergetar sendiri membentuk susunan yang baru, seperti pada isomerisasi siklopropana menjadi propena.
Dalam reaksi bimolekuler, pasangan molekul bertumbukan dan saling mempertukarkan energi, atom, atau gugus, atau mengalami jenis perubahan lainnya, seperti reaksi antara H dan Br2 di atas. Molekularitas harus dibedakan dari orde. Orde reaksi merupakan besaran empiris dan diperoleh dari hukum laju eksperimen. Molekularitas merujuk pada reaksi elementer yang dikemukakan sebagai langkah individu dalam mekanisme.
Berbeda dari reaksi secara umum, hukum laju dari reaksi elementer dapat dituliskan dari persamaan reaksinya. Jadi, hukum laju reaksi elementer unimolekuler adalah reaksi orde satu terhadap pereaksi.
A
Produk 6.20
Reaksi unimolekuler merupakan reaksi orde satu karena jumlah molekul A yang berkurang dalam selang waktu yang pendek sebanding dengan jumlah yang tersedia untuk berkurang ( dalam selang waktu yang sama, pengurangan molekul jika A mula-mula 1000 molekul akan 10 kali lebih besar dibandingkan jika A mula-mula 100 molekul). Jadi, laju dekomposisi A sebanding dengan konsentrasi molarnya.
Reaksi elementer bimolekuler mempunyai hukum laju orde dua.
A + B Produk
[B]
6.21
Reaksi bimolekuler merupakan reaksi orde dua karena laju sebanding dengan laju dimana spesies pereaksi bertemu, yang sebanding dengan konsentrasinya. Jadi, jika suatu reaksi merupakan proses bimolekuler satu langkah, maka hukum lajunya dapat dituliskan (dan kemudian diuji). Reaksi elementer bimolekuler dianggap menjelaskan banyak reaksi homogen, seperti dimerisasi alkena dan diena dan reaksi seperti
CH3I (alk) + CH3CH2O- (alk)
CH3OCH2CH3 (alk) + I- (alk)
Mekanisme dari reaksi terakhir ini dianggap merupakan laangkah elementer tunggal.
V = k [CH3I] [CH3CH2O-]
Interpretasi dari hukum laju penuh dengan perangkap, karena hukum laju orde dua, misalnya, dapat juga berasal dari skema reaksi rumit. Selanjutnya pembahasan akan difokuskan pada bagaimana cara merangkaikan tahap-tahap sederhana ke dalam suatu mekanisme dan bagaimana menghasilkan hukum laju. Disini ditekankan bahwa jika reaksi merupakan proses bimolekuler elementer, maka reaksi mempunyai kinetika orde dua, tetapi jika kinetika merupakan orde dua, maka reaksi mungkin rumit. Mekanisme yang dipostulatkan hanya dapat diselidiki dengan penelitian terperinci pada sistem dan dengan menyelidiki apakah hasil samping atau hasil antara (intermedit) terjadi selama berlangsungnya reaksi. Analisis terperinci dari jenis reaksi ini merupakan salah satu cara untuk membuktikan bahwa reaksi H2 (g) + I2 (g)
2 HI (g) berlangsung melalui reaksi kompleks setelah bertahun-tahun dianggap sebagai reaksi bimolekuler sederhana dimana atom-atom saling bertukar pasangan selama tumbukan.
6.6. Reaksi elementer berturutan
Beberapa reaksi berlangsung melalui pembentukan hasil antara, seperti pada reaksi unimolekuler berturutan.
ka kb
A
B
C
Contoh reaksi peluruhan radioaktif, seperti
23,5 menit 2,35 hari
239U
239Np 239Pu
(waktu adalah waktu paruh). Sifat dari reaksi jenis ini dapat ditemukan dengan mengatur hukum laju untuk laju perubahan total konsentrasi tiap zat.
Variasi konsentrasi dengan waktu Laju dekomposisi unimolekuler A adalah:
6.22
dan A tidak terbentuk kembali. Zat antara B terbentuk dari A (pada laju ka[A]) tetapi meluruh menjadi C (pada laju kb[B]. Laju pembentukan neto adalah
6.23
Produk C terbentuk melalui peluruhan unimolekuler dari B
6.24
Misalkan pada awal hanya ada A, dan konsentrasinya adalah [A]oHukum laju pertama adalah peluruhan orde satu, sehingga
6.25
Jika persamaan ini disubstitusikan dalam Pers. 6.23, [B]o = o, maka
6.26
Pada semua waktu
[A] + [B] + [C] = [A]oSehingga
6.27
Pers. 6.25, 6.26, dan 6.27 dialurkan pada Gambar 1. Konsentrasi zat antara naik sampai maksimum, dan kemudian turun sampai nol. Konsentrasi produk C maik dari nol menjadi [A]oGambar 1. Konsentrasi A, B, dan C pada skema reaksi berturutan A B C. (ka = 10 kb)
Waktu pada mana B mempunyai konsentrasi maksimum adalah
Tahap Penentu Laju
Jika kb >> ka, maka kapan saja molekul B terbentuk, molekul tersebut segera meluruh membentuk C. Karena:
dan kb ka kbmaka Pers. 6.27 menjadi
[C] = (1 - )[A]o
yang menunjukkan bahwa pembentukan C hanya bergantung pada tetapan laju yang lebih kecil yakni laju pembentukan C bergantung pada laju dimana B terbentuk dan bukan pada laju dimana B berubah menjadi C. Untuk alasan ini, tahap A B disebut tahap penentu laju dari reaksi.
Pendekatan Keadaan tetap
Salah satu ciri perhitungan yang mungkin tidak diperhatikan adalah kerumitan matematika bertambah jika mekanisme reaksi terdiri atas beberapa langkah. Mekanisme yang terdiri atas beberapa langkah tidak dapat deselesaikan secara analitis dan diperlukan metode penyelesaian alternatif . salah satu pendekatan adalahmengintegrasikan hukum laju secara numerik. Metode alternatif yang makin banyak digunakan karena menghasilkan ekspresi yang mudah adalah membuat suatu pendekatan.
Pendekatan keadaan tetap mengasumsikan bahwa laju perubahan konsentrasi dari semua zat antara konstan dan kecil selama reaksi.
Pendekatan keadaan tetap menyederhanakan skema reaksi . Contohnya, jika pendekatan diterapkan pada mekanisme orde satu berturutan, d[B]/dt = 0 pada Pers. 6.23
ka[A] kb[B] = 0
Substitusi [B} ke dalam Pers. 6.24, diperoleh
Dari persamaan terakhir nyata bahwa C dibentuk menurut peluruhan orde satu, dengan tetapan laju ka, tetapan laju dari tahap penentu laju yang lebih lambat. Solusi dari persamaan ini diperoleh dengan mengsubstitusikan Pers. 6.25 dan mengintegrasikannya.
Contoh 6.4:
Jelaskanlah hukum laju dekomposisi N2O5 berdasarkan mekanisme sebagai berikut
N2O5
NO2 + NO3
ka
NO2 + NO3
N2O5
ka
NO2 + NO3
NO2 + O2 + 3 NO
kbNO + N2O5
3 NO2
kcPenyelesaian:
Pertama-tama zat antara (spesies yang terjadi pada tahap reaksi tetapi tidak terdapat pada reaksi keseluruhan) diidentifikasi dan tuliskan ungkapan laju pembentukan neto zat tersebut. Dalam mekanisme ini zat antara adalah NO dan NO3
Menurut pendekatan keadaan tetap, laju kedua zat antara sama dengan nol, sehingga
Laju pembentukan N2O5 adalah
Dengan mwenggantikan konsentrasi zat antara diperoleh:
Karena v(N2O5) = -2 , maka laju reaksinya adalah
V = k [N2O5] dimana
Pra-kesetimbangan
Dari rangkaian reaksi berturutan yang sederhana, sekarang kita beralih kepada mekanisme yang sedikit lebih rumit
ka kb
A + B C
P
6.28
kadimana C merupakan zat antara. Mekanisme ini berkaitan dengan prakesetimbangan, dimana zat antara berada dalam kesetimbangan dengan pereaksi. Prakesetimbangan terjadi jika laju pembentukan zat antara dan peluruhannya kembali menjadi pereaksi jauh lebih cepat daripada laju pembentukan produk; jadi kondisi memungkinkan jika ka >> kb. Karena A, B, dan C dianggap berada dalam kesetimbangan, maka
dengan
Dalam menuliskan persamaan ini, laju reaksi pembentukan P dari C dianggap terlalu lambat untuk mempengaruhi prakesetimbangan .
Laju pembentukan P dapat dituliskan
Hukum laju mempunyai bentuk hukum laju orde dua dengan tetapan laju gabungan:
dengan
6.6. Kinetika reaksi Kompleks
Sebagian reaksi berlangsung dengan mekanisme yang terdiri atas beberapa tahap elementer, sedangkan sebagian reaksi berlangsung pada laju yang bermanfaat hanya jika terdapat katalis.
Reaksi berantai
Sebagian reaksi fase gas dan reaksi polimerisasi fase cair merupakan reaksi berantai. Dalam reaksi berantai, zat antara yang dihasilkan dalam suatu tahap, menghasilkan zat antara yang reaktif dalam tahap berikutnya dan kemudian zat antara itu menghasilkan zat antara reaktif lainnya dan seterusnya.
Struktur reaksi berantai
Zat antara yang berperan pada perambatan (propagasi) rantai disebut pembawa rantai. Dalam reaksi berantai radikal pembawa rantainya adalah radikal. Ion juga dapat merambatkan rantai dan dalam peleburan inti, pembawa rantai adalah netron.
Penggolongan tahap reaksi
Pembawa rantai pertama terbentuk dalam tahap inisiasi reaksi. Contohnya atom Cl terbentuk dari disosiasi molekul Cl2, sebagai akibat tumbukan antara molekul yang kuat dalam reaksi termolisis, atau sebagai akibat absorpsi foton dalam reaksi fotolisis. Pembawa rantai yang terbentuk dalam tahap inisiasi menyerang molekul pereaksi lainnya dalam tahap perambatan (propagasi) dan setiap serangan menghasilkan pembawa rantai yang baru. Contohnya adalah penyerangan radikal metil pada etana.
. O . + H2O HO . + HO .saat penyerangan satu atom O pada molekul H2O membentuk dua radikal . OH (atom O mempunyai konfigurasi [He]2S2 2px2 2py1 2pz1, dengan dua elektron tidak berpasangan)
Pembawa rantai dapat menyerap molekul produk yang terbentuk dalam reaksi sebelumnya. Karena penyerangan ini mengurangi laju neto pembentukan produk, maka disebut tahap perlambatan. Contohnya dalam reaksi fotokimia, dengan HBr terbentuk dari H2 dan Br2, atom H dapat menyerang molekul HBr, menghasilkan H2 dan atom Br:
. H + HBr
H2 + . Br
Perlambatan tidak mengakhiri rantai, karena satu radikal (. H) menghasilkan radikal lain (. Br), tetapi mengurangi konsentrasi produk. Reaksi elementer, tempat radikal bergabung dan mengakhiri rantai disebut tahap terminasi, seperti dalam:
CH3CH2. + . CH2CH3
CH3CH2CH2CH3Dalam tahap inhibisi, radikal tidak dihilangkan dengan terminasi rantai, tetapi oleh tumbukan dengan dinding bejanan atau dengan radikal asing:
CH3CH2. + . R
CH3CH2R
Molekul NO mempunyai elektron yang tidak berpasangan sehingga merupakan inhibitor rantai yang sangat efisien.
Hukum laju reaksi berantai
Reaksi berantai sering menghasilkan hukum laju yang rumit. Sebagai contoh pertama, perhatikanlah reaksi termal antara H2 dan Br2. Reaksi keseluruhan dan hukum laju yang diamati adalah:
H2 (g) + Br2 (g)
2 HBr
Kerumitan hukum laju ini menunjukkan adanya mekanisme yang rumit.
Maka diajukanlah mekanisme berantai radikal berikut:
(a) Inisiasi:
Br2
2 Br v = ka [Br]
(b) Perambatan (propagasi):
Br. + H2 HBr + H.
v = kb [Br][H2]
H. + Br2HBr + Br.
v = kb[H][Br2]
(c) Perlambatan:
H. + HBrH2 + Br.
v = kc[H][HBr]
(d) Terminasi:
Br. + .Br + MBr2 + Mv = kd[Br]2(Partikel ketiga M, menghilangkan energi penggabungan ulang)
Laju neto pembentukan produk HBr adalah:
_1144260799.unknown
_1144292813.unknown
_1144293731.unknown
_1144295110.unknown
_1144295271.unknown
_1144296843.unknown
_1144297384.unknown
_1144295243.unknown
_1144294864.unknown
_1144294872.unknown
_1144294000.unknown
_1144293407.unknown
_1144293444.unknown
_1144293084.unknown
_1144293347.unknown
_1144291318.unknown
_1144291676.unknown
_1144291993.unknown
_1144291606.unknown
_1144261874.unknown
_1144262008.unknown
_1144261527.unknown
_1144259655.unknown
_1144260204.unknown
_1144260327.unknown
_1144259764.unknown
_1144253639.unknown
_1144258853.unknown
_1144252603.cdx
top related