s k r i p s ilib.unnes.ac.id/28620/1/1511411139.pdfmetode analisis data yang digunakan adalah...
Post on 26-Feb-2020
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
Hubungan Sibling Rivalry dengan Regulasi Emosi
pada Masa Kanak Akhir
S K R I P S I
disajikan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh
Indah Kurnia Eka Saputri
1511411139
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
iv
MOTTO DAN PERUNTUKAN
Motto
Manusia dapat hidup sekitar 40 hari tanpa makanan, tiga hari tanpa air,
delapan menit tanpa udara, tetapi hanya bisa hidup satu detik tanpa harapan
(Jhony Ong).
Penderitaan merupakan kondisi tak terhindarkan, tetapi kesengsaraan
adalah pilihan (Tim Hansel).
Peruntukan
Skripsi ini penulis peruntukan kepada:
Ayah dan Ibu tercinta yang selalu bersabar, serta
memberikan doa dan motivasi pada penulis
Adik tersayang
Keluarga besar dan orang-orang terdekat yang selalu
memberikan doa dan dukungan bagi penulis
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT. Atas berkat, rahmat, dan
hidayah-Nya, penulis diizinkan menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan
Antara Sibling Rivalry dengan Regulasi Emosi Pada Masa Kanak Akhir”.
Penyusunan skripsi ini merupakan kewajiban penulis sebagai tugas akhir
untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak
mendapat dorongan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Fakhrudin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang.
2. Dr. Drs. Edy Purwanto,M.Si. Ketua Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Semaang.
3. Drs. Budiyono.M.S., selaku Ketua Panitia Sidang Penguji Skripsi.
4. Sugiariyanti,S.Psi,M.A., selaku dosen pembimbing dan penguji III yang telah
memberikan bimbingan dan masukan dengan penuh kesabaran dalam
penyususnan skripsi ini.
5. Andromeda,S.Psi.,M.Psi., selaku penguji I yang telah memberikan masukan
serta kritik terhadap skripsi penulis.
6. Rulita Hendriyani,S.Psi.,M.Si Selaku penguji II yang telah memberikan
masukan serta kritik terhadap skripsi penulis.
7. Rahmawati Prihastuty,S.Psi.,M.Si selaku sekretaris sidang ujian skripsi.
vi
8. Drs. Sugeng Hariyadi, S.Psi., M.S., selaku dosen wali yang telah memberikan
bimbingan dan arahan kepada penulis selama proses perkuliahan.
9. Segenap dosen-dosen Jurusan Psikologi yang telah berbagi ilmu dan
membimbing serta melayani selama proses perkuliahan berlangsung.
10. Keluarga tercinta, bapak dan ibu yang telah memberikan doa, dukungan moril
dan materi selama ini.
11. Teman dekat penulis Wahyu Nur Musyafa terimakasih atas bantuan dan
dukungan yang telah diberikan selama ini.
12. Sahabat-sahabat penulis Dani terimakasih atas dukungan yang telah diberikan
selama ini.
13. Sahabat-sahabat penulis Lia dan Iis terimakasih atas waktu dan bantuan yang
kalian berikan selama proses penyusunan skripsi ini.
14. Teman-teman seperjuangan jurusan Psikologi angkatan 2011 Universitas
Negeri Semarang.
15. Instansi pendidikan SD N 1 Langgar, SD N 2 Langgar, dan SD N 2 Kedarpan
yang telah memberikan ijin dalam pengambilan data penelitian.
16. Seluruh responden serta semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat menambah wacana bagi orang lain dan
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Terimakasih atas bantuan dan
kerjasama yang telah diberikan.
Semarang, 7 Oktober 2015
Penulis
vii
ABSTRAK
Saputri, Indah Kurnia Eka. 2015. Hubungan Sibling rivalry dengan Regulasi
Emosi pada Masa Kanak Akhir. Skripsi, Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Sugiariyanti, S.Psi.,M.A.
Kata Kunci: sibling rivalry, regulasi emosi, masa kanak akhir
Regulasi emosi adalah proses pengendalian emosi yang dilakukan secra sadar
atau tidak sadar yang bertujuan agar ekspresi emosi yang ditunjukan sesuai dengan
lingkungan disekitar. Regulasi emosi pada masa kanak akhir memberikan kontribusi bagi
perkembangan sosial dan emosional anak. Maraknya kekerasan yang dilakukan anak
tidak lain karena kemampuan regulasi emosi anak yang rendah. Rendahnya kemampuan
regulasi pada masa kanak akhir diduga disebabkan oleh sibling rivalry yang dialami oleh
anak. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubugan antara
sibling rivalry dengan regulasi emosi pada masa kanak akhir.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional. Penelitian ini
dilaksanakan di SD N 1 Langgar, SD N 2 Langgar, dan SD N 2 Kedarpan. Sampel
penelitian berjumlah 150 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah
purposive sampling. Data penelitian diambil menggunakan skala sibling rivalryyang disusun berdasarkan teori dari Shaffer terdiri dari 29 aitem dan skala regulasi
emosi yang disusun berdasarkan teori Gross terdiri dari 43 aitem. Skala sibling rivalry memiliki koefisian validitas antara 0,250 hingga 0,532 dan koefisien
reliabilitas sebesar 0, 682. Skala regulasi emosi mempunyai koefisien validitas
antara 0,206 hingga 0,478 dan koefisien reliabilitas sebesar 0,728.
Metode analisis data yang digunakan adalah korelasi Pearson yang
dikerjakan dengan bantuan software statistik. Penelitian ini menghasilkan
koefisien r = -0,169 dengan p = 0,038 sehingga hipotesis yang menyatakan ada
hubungan yang signifikan antara sibling rivalry dengan regulasi emosi diterima.
Koefisien korelasi menunjukan tanda negatif sehingga arah korelasi keduanya
negaitif. Artinya semakinn tinggi sibling rivalry maka semakin rendah regulasi
emosi. Hasil analisis dan pengolahan data menunjukan bahwa sibling rivalry pada
responden penelitian tergolong pada kategori tinggi dengan persentase sebesar
59,34% berada pada kategori tinggi, 27,33% pada kategori sedang, 8% berada
pada kategori sangat tinggi, dan 5,33% berada pada kategori rendah. Sedangkan
tidak ada responden yang berada pada kategori sangat rendah. Pada gambaran
umum regulasi emosi responden berada pada kategori sedang dengan persentase
sebesar 51,33%, 38%pada kategori tinggi,dan 10,67% berada pada kategori sangat
tinggi, sedangkan tidak ada responden yang berada pada kategori rendah ataupun
sangat rendah.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
PERNYATAAN ............................................................................................... ii
PENGESAHAN ............................................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi
BAB
1. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 14
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 14
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 14
1.4.1 Manfaat Teoritik ..................................................................................... 14
1.4.2 Manfaat Praktis ....................................................................................... 15
2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 16
2.1 Regulasi Emosi ....................................................................................... 16
ix
2.1.1 Pengertian Regulasi Emosi ..................................................................... 16
2.1.2 Aspek Regulasi Emosi ............................................................................ 18
2.1.3 Strategi Regulasi Emosi .......................................................................... 20
2.1.4 Ciri-Ciri Regulasi Emosi Yang Baik ...................................................... 24
2.1.5 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Regulasi Emosi .............................. 25
2.2 Sibling rivalry ......................................................................................... 26
2.2.1 Pengertian Sibling rivalry ....................................................................... 26
2.2.2 Aspek Sibling rivalry .............................................................................. 27
2.2.3 Faktor-faktor yang menyebabkan sibling rivalry ................................... 29
2.2.4 Dampak dari Sibling rivalry ................................................................... 32
2.3 Hubungan Sibling rivalry Dengan Regulasi Emosi Pada Masa Kanak
Akhir ...................................................................................................... 34
2.4 Kerangka Berfikir ................................................................................... 38
2.5 Hipotesis ................................................................................................. 40
3 METODE PENELITIAN ......................................................................... 41
3.1 Jenis dan Desain Penelitian .................................................................... 41
3.1.1 Pendekatan Penelitian dan Metode Penelitian...................................... 41
3.1.2 Desain Penelitian .................................................................................... 42
3.2 Variabel Penelitian.................................................................................. 42
3.2.1 Identifikasi Variabel ............................................................................... 42
3.2.2 Definisi Operasional Variabel ................................................................ 43
3.2.3 Hubungan Antar Variabel ....................................................................... 44
3.3 Populasi dan Sampel ............................................................................... 45
x
3.3.1 Populasi .................................................................................................. 45
3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel .................................................................. 45
3.4 Metode dan Alat Pengumpul Data .......................................................... 46
3.4.1 Skala Sibling Rivalry .............................................................................. 46
3.4.2 Skala Regulasi Emosi ............................................................................. 48
3.5 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ....................................................... 50
3.5.1 Validitas ................................................................................................. 51
3.5.1.1 Hasil Uji Validitas ................................................................................ 51
3.5.1.1.1 Hasil Uji Validitas Skala Sibling Rivalry ........................................ 52
3.5.1.1.2 Hasil Uji Validitas Skala Regulasi Emosi ....................................... 54
3.5.2 Reliabilitas .............................................................................................. 57
3.5.2.1 Hasil Uji Reliabilitas ............................................................................ 57
3.5.2.1.1 Hasil Uji Reliabilitas Skala Sibling Rivalry .................................... 57
3.5.2.1.2 Hasil Uji Reliabilitas Skala Regulasi Emosi ................................... 57
3.6 Metode Analisis Data ............................................................................. 58
4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................................... 60
4.1 Persiapan Penelitian ................................................................................ 60
4.1.1 Orientasi Kancah Penelitian ................................................................... 60
4.1.2 Penentuan Sampel ................................................................................... 61
4.2 Penyusunan Instrumen ............................................................................ 61
4.3 Uji Coba Instrumen (Try Out) ................................................................ 63
4.4 Pelaksanaan Penelitian............................................................................ 64
4.4.1 Proses Perijinan ...................................................................................... 64
xi
4.4.2 Pengumpulan Data .................................................................................. 65
4.4.3 Pelaksanaan Skoring ............................................................................... 65
4.5 Gambaran Responden Penelitian ............................................................ 66
4.5.1 Gambaran Responden Penelitian Berdasarkan Usia............................... 66
4.5.2 Gambaran Responden Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ............... 66
4.5.3 Gambaran Responden Penelitian Berdasarkan Jarak Antar Usia Saudara 67
4.6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ...................... 67
4.6.1 Hasil Uji Validitas ................................................................................. 67
4.6.1.1 Hasil Uji Validitas Skala Sibling Rivalry ........................................... 67
4.6.1.2 Hasil Uji Validitas Skala Regulasi Emosi ........................................... 68
4.6.2 Hasil Uji Reliabilitas............................................................................... 68
4.6.2.1 Hasil Uji Reliabilitas Skala Sibling Rivalry......................................... 68
4.6.2.2 Hasil Uji Reliabilitas Skala Regulasi Emosi ....................................... 68
4.7 Hasil Penelitian ....................................................................................... 69
4.7.1 Hasil Uji Asumsi .................................................................................... 69
4.7.1.1 Uji Normalitas ...................................................................................... 69
4.7.1.2 Uji Linieritas ........................................................................................ 70
4.7.2 Uji Hipotesis ........................................................................................... 71
4.8 Analisis Deskriptif .................................................................................. 72
4.8.1 Sibling Rivalry ........................................................................................ 73
4.8.1.1 Gambaran Umum Sibling Rivalry pada masa kanak akhir ................. 73
4.8.1.2 Gambaran Spesifik sibling Rivalry pada Masa Kanak Akhir ditinjau dari Tiap Aspek ............................................................................................ 74
4.8.1.2.1 Gambaran Sibling Rivalry Ditinjau dari Aspek Kompetisi ............. 75
xii
4.8.1.2.2 Gambaran Sibling Rivalry Ditinjau dari Aspek Kecemburuan ....... 76
4.8.1.2.3 Gambaran Sibling Rivalry Ditinjau dari Aspek Kebencian ........................................................................................ 77
4.8.2 Regulasi emosi ........................................................................................ 80
4.8.2.1 Gambaran Umum Regulasi Emosi pada Masa Kanak Akhir .............. 80
4.8.2.2 Gambaran Spesifik Regulasi Emosi pada Masa Kanak Akhir ............. 82
4.8.2.2.1 Gambaran Regulasi Emosi Ditinjau Dari Aspek Mampu Mengatur
Emosi Positif atau Negatif ............................................................... 82
4.8.2.2.2 Gambaran Regulasi Emosi Ditinjau Dari Aspek Mampu
Mengendalikan Emosi Secara Sadar ............................................... 84
4.8.2.2.3 Gambaran Regulasi Emosi Ditinjau Dari Aspek Mampu menguasai
Tekanan ........................................................................................... 85
4.9 Pembahasan ............................................................................................ 88
4.9.1 Pembahasan Hasil Analisis Inferensial Hubungan Sibling rivalrydengan Regulasi Emosi pada Masa Kanak Akhir................................... 88
4.9.2 Pembahasan Hasil Deskriptif Sibling Rivalry dengan Regulasi Emosi
pada Masa Kanak Akhir ........................................................................ 91
4.9.2.1 Sibling Rivalry ...................................................................................... 91
4.9.2.2 Regulasi Emosi ..................................................................................... 93
4.10 Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 96
5 PENUTUP .............................................................................................. 97
5.1 Simpulan ................................................................................................. 97
5.2 Saran ....................................................................................................... 98
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 100
LAMPIRAN ..................................................................................................... 103
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Skor Skala Sibling Rivalry ...................................................................... 47
3.2 Blue Print Skala Sibling Rivalry ............................................................. 48
3.3 Skor Skala Regulasi Emosi ..................................................................... 49
3.4 Blue Print SkalaRegulasi Emosi ............................................................. 50
3.5 Hasil Uji Coba SkalaSibling Rivalry ...................................................... 52
3.6 Sebaran Baru Aitem SkalaSibling Rivalry .............................................. 53
3.7 Hasil Uji Coba Skala Regulasi Emosi .................................................... 55
3.8 Sebaran Baru Aitem Skala Regulasi Emosi............................................ 56
3.9 Interpretasi Reliabilitas ........................................................................... 57
4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia................................................ 66
4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ................................ 66
4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Jarak Usia Antar saudara ............... 67
4.4 Hasil Uji Normalitas ............................................................................... 69
4.5 Hasil Uji Linieritas Sibling Rivalry dengan Regulasi Emosi.................. 70
4.6 Hasil Uji Korelasi Pearson ..................................................................... 71
4.7 Penggolongan Kriteria Analisis berdasakan Mean Teoritik ................... 72
4.8 Gambaran Umum Sibling Rivalry .......................................................... 73
4.9 Distribusi Frekuensi Sibling Rivalry Ditinjau dari
Aspek Kompetis...................................................................................... 75
4.10 Distribusi Frekuensi Sibling Rivalry Ditinjau dari
Aspek Kecemburuan ............................................................................... 76
xiv
4.11 Distribusi Frekuensi Sibling Rivlry Ditinjau dari
Aspek Kebencian .................................................................................... 77
4.12 Ringkasan Analisis Sibling Rivalry ........................................................ 79
4.13 Gambaran Umum Regulasi Emosi ......................................................... 80
4.14 Distribusi Frekuensi Regulasi Emosi Ditinjau Dari Aspek Mampu
Mengatur Emmosi Positif Dan Negatif .................................................. 82
4.15 Distribusi Frekuensi Regulasi Emosi Ditinjau Dari Aspek Mampu
Mengendalikan Emosi Secara Sadar ...................................................... 84
4.16 Distribusi Frekuensi Regulasi Emosi Ditinjau Dari Aspek
Mampu Menguasai Tekanan................................................................... 85
4.17 Ringkasan Analisis Regulasi Emosi Tiap Aspek .................................... 87
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Kerangka Berpikir Penelitian ................................................................. 38
3.1 Hubungan Antar Variabel ....................................................................... 45
4.1 Diagram Gambaran Umum Sibling Rivalry ........................................... 74
4.2 Diagram Sibling Rivalry Ditinjau dari Aspek Kompetisi ....................... 76
4.3 DiagramSibling Rivalry Ditinjau Dari Aspek Kecemburuan ................. 77
4.4 Diagram Sibling Rivalry Ditinjau dari Aspek Kebencian....................... 79
4.5 Diagram Persentase Ringkasan Sibling Rivalry Berdasarkan
Masing-Masing Aspek ............................................................................ 80
4.6 Diagram Gambaran Umum Regulasi Emosi .......................................... 81
4.7 Diagram Regulasi Emosi Ditinjau dari Aspek Mampu
Mengontrol Emosi Negatif Atau Negatif ............................................... 83
4.8 Diagram Regulasi Emosi Ditinjau Dari Aspek Mampu
Mampu Mengendalikan Emosi Secara Sadar ......................................... 85
4.9 Diagram Regulasi Emosi Ditinjau Dari aspek Mampu
Menguasai Tekanan ................................................................................ 86
4.10 Diagram persentase Ringkasan Regulasi Emosi Berdasarkan
Masing-Masing Aspek ............................................................................ 88
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Surat Penelitian ......................................................................................... 104
2 Skala Uji Coba .......................................................................................... 111
3 Tabulasi Data Skor Skala Uji Coba .......................................................... 122
4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Uji Coba ................................. 133
5 Skala Penelitian ......................................................................................... 143
6 Tabulasi Data Skor Skala Penelitian ......................................................... 152
7 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Penelitian .......................................... 174
8 Hasil Uji Analisis dan Hipotesis ............................................................... 183
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehadiran anak-anak dalam sebuah keluarga merupakan sebuah
kebahagiaan tersendiri bagi orangtua. Tumbuh kembang seorang anak merupakan
hal yang sangat penting bagi setiap orangtua dan tidak terlepas dari pengamatan
orangtua. Orangtua yang mempunyai anak usia sekolah dasar dituntut untuk
memberikan perhatian ekstra kepada anak-anaknya dikarenakan banyak
perubahan yang terjadi ketika anak menginjak Sekolah Dasar. Pada saat anak
menginjak Sekolah Dasar anak harus mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan
dan harapan baru di sekolah.
Periode masa kakan-kanak tengah dan akhir dimulai dari usia 6 sampai dengan 11
tahun atau biasa disebut dengan usia sekolah dasar, mencakup pertumbuhan yang
lambat dan konsisten. Ini merupakan periode tenang sebelum ledakan
pertumbuhan yang cepat dimasa remaja (Santrock,, 2007:161)
Perkembangan seorang anak berawal dari keluarga. Anak mempelajari
berbagai macam hal seperti cara anak berinteraksi dengan orang lain, cara anak
mengekspresikan emosi dan cara anak melakukan regulasi emosi adalah dari
keluarga. Iklim emosi keluarga relevan dengan regulasi emosi karena lingkungan
keluarga mempengaruhi regulasi anak dan pembentukan skema emosi anak
(Gross, 2007: 257)
2
Regulasi emosi bagi seorang anak tidak didapatkan dengan cara yang cepat
dan mudah akan tetapi memerlukan usaha untuk melatih diri agar mampu
mengontrol emosinya dengan baik serta tidak terlepas dari bimbingan orangtua.
Pembelajaran emosi dimulai pada saat paling awal kehidupan dan terus berlanjut
sepanjang masa kanak-kanak. Semua interaksi sekecil apapun antara anak dengan
orangtua selalu memiliki makna emosional, dan pengulangan emosi yang
ditunjukan oleh orangtua selama bertahun-tahun akan membentuk pandangan
serta kemampuan emosional anak (Goleman, 1996:274).
Anak yang berasal dari keluarga harmonis serta penuh kasih sayang antar
anggota keluarga akan tumbuh dengan kontrol emosi yang bagus dan memiliki
penyesuaian diri yang baik terhadap lingkungannya. keluarga merupakan pusat
yang paling penting bagi perkembangan kemampuan sosial seseorang. keluarga
berfungsi sebagai model dan pembimbing dalam mengajarkan pola-pola perilaku
yang dapat diterima dilingkungan sosial. Ketika hubungan keluarga dicirikan
dengan kemarahan baik antar orangtua, orangtua-anak, atau antar saudara maka
semua anggota keluarga akan menyerupai satu sama lain dalam hal negatif (
Brook, 2011:620).
Pelatihan regulasi emosi yang dilakukan sejak dini pada anak akan membuat
anak lebih mudah untuk mengelola dan mengontrol emosinya. Pengendalian
emosi atau kontrol emosi merupakan bentuk dari regulasi emosi. Hurlock
(1978:231) menyatakan ada dua alasan pengendalian emosi menjadi penting yang
pertama, kelompok sosial mengharapkan semua anak belajar mengendalikan
emosi mereka dan kelompok sosial menilai dari keberhasilan anak mengendalikan
3
emosi mereka. Kedua suatu pola ekspresi emosi yang telah dipelajari, maka sukar
untuk mengendalikannya dan bahkan lebih sukar lagi untuk menghilangkannya.
Semakin dini anak belajar untuk mengelola emosi mereka, lebih mudah pula bagi
mereka mengontrol emosi.
Thompson (dalam Gross 2007: 251) menyatakan regulasi emosi sebagai
serangkaian proses dimana emosi diatur sesuai dengan tujuan individu, baik
dengan cara otomatis atau dikontrol, disadari atau tidak disadari dan melibatkan
banyak komponen yang terus bekerja sepanjang waktu. Regulasi emosi
melibatkan perubahan dalam dinamika emosi dari waktu munculnya, besarnya,
lamanya dan mengimbangi respon perilaku, pengalaman atau fisiologis. Regulasi
emosi dapat mempengaruhi memperkuat atau memelihara emosi, tergantung pada
tujuan individu.
Anak dengan regulasi emosi yang baik menunjukan ekspresi emosi yang
positif. Anak mampu mengontrol emosi yang dirasakannya dan melampiaskan
emosinya dengan tindakan dan perilaku yang bisa diterima oleh lingkungannya.
Davidson, Fox, Kalin(dalam Gross, 2007:49) mengemukakan bahwa regulasi
emosi sebagai pemikiran atau perilaku yang dipengaruhi oleh emosi. Ketika
individu mengalami emosi yang negatif, individu biasanya tidak dapat berfikir
dengan jernih dan melakukan tindakan diluar kesadaran. Regulasi emosi adalah
bagaimana seseorang dapat menyadari dan mengatur pemikiran dan perilakunya
dalam emosi-emosi yang berbeda (positif atau negatif).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi adalah proses
pengelolaan emosi yang dirasakan oleh individu ketika individu dihadapkan pada
4
situasi yang menekan. Individu yang mampu melakukan regulasi emosi dengan
baik ia akan menunjukan ekspresi emosi yang lebih positif sebaliknya jika
individu kurang mampu melakukan regulasi emosi maka ia cenderung
menunjukan ekspresi emosi negatif.
Pada usia kanak akhir anak sudah dapat membedakan antara emosi yang
positif dan emosi negatif. Anak sudah mengetahui bahwa ungkapan emosi yang
kurang baik seperti kemarahan, memaki, dan mengejek kurang bisa diterima oleh
teman dan lingkungan disektiranya. Oleh karena itu anak akan berusaha untuk
mengendalikan ekspresi emosi mereka ketika mereka berinteraksi dengan teman-
teman mereka atau orang di sekitarnya agar tidak dianggap sebagai anak kecil.
Hurlock ( 1980: 154) Anak belajar bahwa teman-temannya menganggap reaksi
marah sebagai perilaku bayi, reaksi mundur karena takut dianggap pengecut, dan
menyakiti hati orang lain karena cemburu dianggap kurang sportif. Oleh sebab itu
anak memiliki keinginan yang kuat untuk mengendalikan ungkapan emosinya.
Beberapa anak yang memiliki teman akrab biasanya akan lebih memilih
untuk menceritakan masalah yang dihadapi pada teman dekatnya sebagai suatu
cara untuk meringankan beban emosional yang di rasakannya. Bercerita dengan
teman dekat akan sangat membantu disaat anak mengalami masalah yang
menimbulkan emosi yang tidak menyenangkan seperti marah, cemburu, kecewa
dan emosi negatif lainnya. Bercerita dengan teman dekat mampu meminimalisir
perilaku yang kurang menyenangkan dari adanya reaksi emosi anak (Hurlock,
1980: 155).
5
Meningkatnya usia anak, seharusnya semua emosi diekspresikan secara lebih baik
karena mereka harus mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang
berlebihan. Pada masa kanak akhir seorang anak sudah mampu mengelola
emosinya, dan menunjukan emosinya dengan cara-cara yang dapat diterima oleh
lingkungannya. Variasi emosi yang terjadi dipengaruhi oleh reaksi sosial terhadap
perilaku emosional. Apabila reaksi sosial ini tidak menyenangkan, misalnya
menimbulkan rasa takut atau cemburu, emosi tersebut akan jarang tampak dan
terwujud dalam bentuk yang lebih terkendali dibanding dengan reaksi emosional
yang menyenagkan ( Hurlock 1978; 212).
Kemampuan regulasi emosi seorang anak akan semakin matang dengan
bertambahnya usia anak. Mulai daari usia 6 tahun pemahaman anak mengenai
emosi meningkat secara signifikan. Periode ini anak memahami norma yang
berlaku dalam lingkungan sosial, serta memiliki motivasi untuk tidak menunjukan
emosi yang dirasakan. Anak mengetahui alasan mereka untuk menyembunyikan
emosi mereka yaitu untuk melindung diri sendiri dari ejekan orang lain, serta
alasan prososial yang memungkinkan orang lain akan terluka oleh reaksi emosi
yang ditunjukan oleh seseorang, jadi lebih baik untuk tidak menunjukan emosi
yang dirasakan. (Gnepp & Hess, Sarani, dalam Gross, 2007:227).
Pada kenyataannya banyak pemberitaan ditelevisi mengenai kekerasan yang
dilakukan oleh anak Sekolah Dasar hal ini membuktikan bahwa anak kurang
mampu meregulasi emosi yang mereka rasakan dengan baik. Seperti kasus
pemukulan anak Sekolah Dasar yang terjadi dibukit tinggi yang disebabkan
6
karena rasa sakit hati karena orangtuanya dihina oleh salah satu temannya
(sudiaman,2014).
Kasus lain berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan salah satu
siswa SD yang menjadi korban pemukulan salah satu teman sekolahnya, pada hari
Selasa, 3 November 2015 korban menyatakan bahwa:
“Gara-gara aku nggak mau main sama A dia meninju aku kena bibirku
sampai pecah.Aku nggak suka main sama dia soalnya dia nakal jadi aku
mending main sama yang lain. Setelah itu aku laporin A ke guru terus A
diomelin sama guru, tapi pulang sekolah A ngajak aku berantem gara-gara
nggak trima aku laporin guru. Aku nggak mau diajak berantem ngapain
berantem kena pukul kan sakit jadi aku nggak tanggepin aku jalan aja
pulang malah dia mukulin aku lagi kena pipi sama perut”.
Penulis juga mewawancarai pelaku pada hari Kamis, 5 November 2015 untuk
mencari tahu alasan pelaku memukul korban.
“ Aku cuma ngajak D main bola tapi dia nggak mau malah dia milih main sama temen yang lain. Aku nggak trima kan aku yang ngajak main dulu
kenapa dia malah main sama yang lain yaudah aku marah aku pukul aja.
Terus dia ngelaporin aku ke guru aku jadi tambah marah cuma dipukul aja
udah lapor guru. Akhirnya pulang sekolah aku ajak aja D berantem dia kan
laki-laki masa cemen cuma bisa lapor guru aja. D nggak berani aku
tantang berantem jadi aku pukulin aja lagian kalo ngga berani berantem
ngga usah lapor-lapor guru segala. D kaya tiap aku ajak main nggak
pernah mau jadi aku sering usil aja sama dia soalnya dia nyebelin si.”
Hasil wawancara menunjukan bahwa anak memiliki respon emosi yang
kurang teregulasi. Bentuk ketidak mampuan anak dalam melakukan regulasi
emosi yaitu anak cenderung berperilaku lebih agresif, anak kurang mampu
menjalin komunikasi yang baik, mengekspresikan perasaan negatif tanpa
menyakiti orang lain, mengatasi konflik tanpa melalui pertengkaran, yang pada
akhirnya berdampak pada hubungan kelompok atau pertemanan yang terbentuk.
Akibat lainnya adalah semakin buruknya hubungan sosial anak, perilaku agresif
7
dengan teman, sehingga akan menghambat proses perkembangan sosial anak di
lingkungan tempat tinggalnya (Safaria, dalam Syahadat,2013:21).
Regulasi emosi merupakan cara untuk mengelola dan mengontrol emosi,
sehingga ekspresi emosi yang ditunjukan sesuai dengan harapan orang disekitar
mereka. Regulasi emosi yang kurang tepat akan berdampak pada perilaku
eksternal dan internal anak. Perilaku eksternal contohnya adalah agresi;
sedangkan perilaku internal adalah depresi, kecemasan atau stress (Cicchetti,
Ackerman, & Izzard, 1995; Williford, Calkins, & Keane, dalam Pratisti
2013:323).
Selama masa perkembangan, seorang anak akan lebih sering menghabiskan
waktu bersama saudara mereka dari pada dengan orangtua. Hubungan antar
saudra akan terus berkembang seiring dengan bertambahnya usia anak. Tingkat
kepuasan dalam hubungan antar saudara tergantung dari iklim emosional
keluarga, karena hubungan antar saudara cenderung mencerminkan cara orangtua
memperlakukan satu sama lain dan cara mereka berhubungan dengan anak. Ketika
orangtua bersikap positif dan memperlakukan anak dengan adil maka antar
saudara akan memiliki hubungan yang baik (Brook, 2011: 511).
Hubungan saudara merupakan hal yang tidak dapat dihindari bagi seorang
anak yang memiliki saudara dalam kehidupan mereka. Hubungan saudara pasti
akan mempengaruhi perkembangan anak. Hubungan yang terjalin antar saudara
akan berpengaruh pada perkembangan emosi anak. Hubungan antar saudara
dapatberpengaruh pada attachment, regulasi emosi, dan temprament anak (Brody,
8
Stoneman, & Burke, 1987; Teti & Ablard, 1989; Volling,2001; Volling,
McElwain, & Miller, 2002 dalam Kim 2012: 3).
Hubungan persaudaraan tidak hanya berbentuk cinta kasih terhadap saudara
tetapi pasti terdapat konflik dan persaingan dalam suatu hubungan persaudaraan.
Konflik yang terjadi dalam hubungan persaudaraan sering disebut dengan sibling
rivalry. Marmi (2012:79) menyebutkan bahwa sibling rivalryadalah
kecemburuan, persaingan dan pertengkaran antara saudara laki-laki dan saudara
perempuan, hal ini terjadi pada semua orangtua yang mempunyai dua anak atau
lebih. Sibling rivalrysudah dapat ditemui ketika anak berusia lima tahun. Bahkan
kurang dari lima tahun pun sudah sangat mudah untuk terjadi sibling rivalry.
Sibling rivalryyaitu persaingan yang dilakukan antar saudara untuk
memperebutkan cinta, kasih sayang dan perhatian orangtua (Leung & Robson,
1991:314). Sibling rivalry lebih sering terjadi pada anak pertama sejak anak
pertama lahir ia tidak pernah berbagi kasih sayang dan perhatian orangtua pada
saudara kandung. Kelahiran saudara, biasanya membuat anak yang lebih tua
merasa terabaikan karena orangtua terlalu sibuk dengan bayi dan perhatian untuk
anak yang lebih tua relatif berkurang (Leung & Robson, 1991: 315).
Perubahan yang terjadi ketika sebulumnya anak selalu mendapat perhatian
yang penuh dari orangtua ketika ia memiliki adik maka perhatian akan terbagi dan
anak akan merasa kehilangan perhatian. Perubahan yang terjadi ini sering kali
menyebabkan perasaan cemburu pada anak dan akan mempengaruhi emosi anak,
anak menjadi lebih mudah marah dan meluapkan emosinya dengan kemarahan.
Hurlock (1978: 213) menyatakan bahwa perubahan lingkungan yang mendadak
9
dapat mempengaruhi emosi anak. Anak yang sudah biasa dengan ibu yang
memberikan perhatian penuh dapat mendendam kepada ibunya yang sangat
memperhatikan adiknya dan mengungkapkan kemarahan dan kecemburuan
dengan luapan emosi berulang kali dan kuat.
Sibling rivalry sering kali dianggap sebagai hal yang biasa terjadi dalam
hubungan persaudaraan. Namun sibling rivalry ini tidak bisa dianggap sebagai
masalah yang sepele. Pada saat sibling rivalry ini tidak ditangani dengan tepat
maka akan memberikan dampak yang lebih buruk pada tumbuh kembang anak.
Perasaan marah, cemburu, dan sakit hati yang dialami anak karena adanya sibling
rivalrydapat terbawa hingga anak dewasa. Anak akan tumbuh menjadi individu
yang egois, agresif, merusak, tidak tegas dan merasa tidak aman (insecure)
(Leung & Robson, 1991:316).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sibling rivalry merupakan
persaingan antar saudara untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang orangtua.
Faktor yang menyebabkan adanya sibling rivalry ini yaitu karena adanya
perbedaan sikap orangtua pada anak-anaknya. Perbedaan perlakuan orangtua
inilah yang menyebabkan adanya perasaan cemburu, marah, dan sakit hati pada
anak yang merasa diperlakukan berbeda dengan anak yang lain. Dampak yang
ditimbulkan dari adanya sibling rivalry yaitu anak menjadi agresif, menjadi
pribadi yang tidak tegas dan insecure.
Bentuk sibling rivalry yang terjadi pada masa kanak akhir biasanya
diungkapkan dengan lebih baik oleh anak. Bertambahnya usia anak biasanya anak
akan lebih mudah mengontrol emosi yang mereka rasakan.. Anak mengetahui
10
bahwa ungkapan emosi yang berlebihan merupakan hal negatif yang tidak bisa
diterima oleh teman ataupun lingkungan sosial mereka oleh sebab itu anak akan
belajar untuk mengendalikan emosi yang mereka rasakan. Menurut Hurlock
(1978:231) Seorang yang telah dibangkitkan kemarahannya akan melumpuhkan
emosi tersebut, dan dengan melakukan hal itu anak akan menampakan gambaran
emosi yang tenang.
Sibling rivalry merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan dalam sebuah
keluarga yag memiliki anak lebih dari satu. Oleh karena itu orangtua harus
waspada dengan persaingan antar saudara ini agar tidak berkembang ke arah yang
negatif. Dalam hubungan saudara kandung sering kali terjadi konflik, memiliki
agresifitas yang tinggi, kekerasan, menyakiti dan konflik sering berakhir dengan
buruk. Anak yang mengalami konflik dengan saudara kandungnya akan memiliki
kecenderungan untuk melakukan kekerasan ketika dewasa ( Howe & Recchla,
2006: 3).
Sibling rivalry tidak hanya disebabkan karena orangtua yang memiliki anak
favorit ataupun orangtua yang bersikap tidak adil pada anak, akan tetapi rentang
usia antar saudara juga berpengaruh terhadap terjadinya sibling rivalry. Jarak usia
antar saudara kandung yang lazim memicu timbulnya sibling rivalry adalah jarak
usia antara 1- 3 tahun dan muncul pada usia 3-5 tahun kemudian muncul kembali
pada usia 8-12 tahun (Milman & Schaefer dalam Setiawati&Zulkaida 2007:29).
Sibling rivalry tidak selamanya memberi dampak buruk terhadap perkembangan
anak asalkan ditangani dengan cepat dan tepat. Peran orangtua dalam mengatasi
sibling rivalry tentu sangat dibutuhkan agar sibling rivalry dapat berdampak
11
positif pada perkembangan anak. Dampak positif yang ditimbulkan dari adanya
persaingan antar saudara yaitu mendorong anak untuk mengatasi perbedaan
dengan mengembangkan beberapa ketrampilan penting, cara cepat untuk
berkompromi dan bernegosiasi, mengontrol dorongan untuk bertindak agresif (
Marmi, 2012: 80)
Sibling rivalry tidak hanya terjadi pada keluarga kecil tetapi terjadi juga
pada keluarga besar, meskipun sibling rivalry yang terjadi pada keluarga besar
tidak terlalu intens dibandingkan dengan yang terjadi pada keluarga kecil. Pada
keluarga besar intensitas sibling rivalry cenderung menurun. Hal ini terjadi karena
anak-anak dalam keluarga besar memiliki banyak kesempatan untuk memahami
pembagian cinta dan kasih sayang orangtua pada anak yang lebih muda. Selain itu
dalam keluarga besar pengabdian orangtua kurang eksklusif diberikan untuk
setiap anak oleh sebab itu anak-anak menjadi lebih tergantung satu sama lain
dengan saudara mereka untuk menjalin persahabatan, kasih sayang dan simpati
(Leung & Robson, 1991: 315).
Hubungan persaudaraan merupakan salah satu media bagi anak untuk belajar
berinteraksi dan menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antar saudara
memberikan pengaruh besar dalam perkembangan dan pemahaman anak terhadap
dunia sosial, emosional, moral dan kognitif mereka. Seorang anak yang sering
bermain bersama saudaranya akan menunjukan emosi yang lebih baik terhadap
orang lain dan lebih suka membangun kebersamaan dengan orang lain (Howe&
Recchla, 2006:2)
12
Saudara menjadi sosok yang penting karena antar saudara dapat saling
memahami dengan lebih baik dari pada orangtua mereka. Saudara dapat menjadi
sumber dukungan ketika saudara yang lain mengalami masalah. Stromshak
(dalam Voling & Blandon, 2003:5) menyatakan Anak yang memiliki hubungan
hangat dan dekat dengan saudaranya memiliki kontrol emosi yang lebih baik
dibanding dengan anak yang mengalami konflik dalam sibling relationshipnya.
Anak yang memiliki konflik dalam hubungan saudara lebih agresif dan kurang
kompeten secara sosial di sekolah.
Anak yang memiliki saudara memiliki kesempatan untuk belajar
berinteraksi yang tidak dapat dipelajari dari hubungan manapun. Saudara
merupakan sumber terpenting dari pembelajaran sosial dan interaksi seorang anak.
Saudara sebagai model bagi anak untuk belajar berinteraksi, mengembangkan
regulasi emosi dan ketrampilan sosial ( Blake, 1989,Downey et al,2004, Falbo et
al, 1986 dalam Kim, 2012:4).
Regulasi emosi terkait dengan beberapa variabel lain yang dapat
berpengaruh terhadap kemampuan regulasi pada diri anak. Salamah (2012) dari
hasil penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa ada beberapa strategi regulasi
emosi yang digunakan untuk memeinimalisir emosi yang dirasakan yaitu
acceptense atau penerimaan pada suatu peristiwa, Blaming other atau
menyalahkan orang lain, Self blaming atau menyalahkan diri sendiri, refocus on
planing mengacu pada pemikiran terhadap langkah apa yang harus diambil dalam
menghadapi peristiwa negatif yang dialami, rumination or focus on thought
adalah keadaan dimana individu cenderung selalu memikirkan perasaan yang
13
berhubungan dengan sirtuasi yang sedang terjadi, putting into perspective yaitu
individu cenderung untuk bertindak acuh (tidak peduli) atau meremehkan suatu
keadaan dan catastrophizing adalah kecenderungan individu untuk mengganggap
dirinya yang lebih tidak beruntung dari situasi yang sudah terjadi.
Putri (2013) dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa dampak sibling
rivalry pada anak dibagi menjadi tiga bagian yaitu pertama dampak pada diri
sendiri yaitu adanya temper tantrum, perasaan dendam pada saudara emosi yang
meledak-ledak, regresi, dan masalah kepercayaan diri. Kedua dampak pada
saudara yaitu agresi, tidak mau berbagi dengan saudara, tidak mau membantu
saudara, mengadukan saudara, dominasi pada saudara dan menjadi model negatif
bagi saudara. Ketiga dampak pada orang lain yaitu perilaku buruk yang
ditunjukan anak pada orang-orang yang berada diluar rumah.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Howe & Recchla (2006) ditemukan
bahwa hubungan saudara memiliki peran penting terhadap perkembangan sosial,
emosional, moral dan kognitif anak. Anak yang sering bermain dengan saudara
mereka memiliki pemahaman emosi yang lebih baik. Ketika anak sering bermain
dengan saudara mereka, strategi untuk mengelola konflik akan berkembang dari
waktu-kewaktu. Konflik dalam hubungan saudara melatih anak untuk
bernegosiasi dan mengembangkan solusi dari konflik yang terjadi di antara
mereka. Meski demikian penyelesain konflik tetap melibatkan campur tangan
orangtua. orangtua sebagai mediator untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.
Ketika orangtua memperlakukan anak-anak dengan berbeda hubungan antar
saudara cenderung lebih berkonflik dan kurang ramah.
14
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk mengetahui
lebih lanjut mengenai korelasi antara sibling rivalry dengan regulasi emosi yang
terjadi pada masa kanak akhir.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti dapat menentukan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah ada hubungan antara sibling rivalry dengan regulasi emosi yang
terjadi pada masakanak akhir?
2. Bagaimana Gambaran sibling rivalry pada masa kanak akhir?
3. Bagaimana gambaran regulasi emosi pada masa kanak akhir?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hubungan antara sibling rivalry dengan regulasi emosi
yang terjadi pada masa kanak akhir
2. Untuk mengetahui gambaran sibling rivalry pada masa kanak akhir
3. Untuk mengetahui gambaran regulasi emosi pada masa kanak akhir
1.4 Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara praktis maupun
teoritik yaitu:
1.4.1 Manfaat Teoritik
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan khususnya
psikologi perkembangan yang berfokus pada pengembangan pengetahuan
mengenai regulasi emosi pada masa kanak akhir sehingga dapat diperoleh
sumbangan konsep sibling rivalry terhadap regulasi emsoi anak.
15
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi orangtua
Bagi orangtua diharapkan dapat menjadi referensi dan kajian kepustakaan
mengenai kemungkinan sibling rivalry mampu mempengaruhi regulasi emosi
pada anak.
b. Bagi Pendidik
Bagi pendidik diharapkan dapat menjadi referensi dalam menghadapi anak
dengan masalah sibling rivalry yang berimbas pada perilaku dan iteraksi
dengan lingkungan sekolah seperti pada teman dan guru.
16
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka merupakan suatu hal yang pokok dan sebagai bahan
acuan dalam melaksanakan suatu penelitian. Melalui tinjauan pustaka, diperoleh
informasi tentang permasalahan yang akan diteliti sehigga proses penelitian lebih
jelas arah dan tujuannya.
Bab ini akan mengemukakan beberapa konsep teoritis yang melandasi
persoalan pokok yang akan diteliti, yaitu: pengertian regulasi emosi, aspek-aspek
regulasi emosi, faktor-faktor yang mempengaruhi regulasi emosi, pengertian
sibling rivalry, aspek sibling rivalry, faktor-faktor yang menpengaruhi sibling
rivalry, hubungan antara sibling rivalry dengan regulasi emosi, dan hipotesis yang
digunakan dalam penelitian ini.
2.1 Regulasi Emosi
2.1.1 Pengertian Regulasi Emosi.
Thompson (dalam Gross 2007: 251) regulasi emosi adalah serangkaian
proses dimana emosi diatur sesuai dengan tujuan individu, baik dengan cara
otomatis atau dikontrol, disadari atau tidak disadari dan melibatkan banyak
komponen yang terus bekerja sepanjang waktu. Regulasi emosi melibatkan
perubahan dalam dinamika emosi dari waktu munculnya, besarnya, lamanya dan
mengimbangi respon perilaku, pengalaman atau fisiologis. Regulasi emosi dapat
17
mempengaruhi, memperkuat atau memelihara emosi, tergantung pada tujuan
individu.
Peterson & Park (dalam Gross, 2007:160) menyatakan regulasi emosi
adalah proses intrinsik dan ekstrinsik, sadar atau tidak sadar yang mempengaruhi
komponen emosi, strategi koping, dasar individu dalam menghadapi situasi
tertentu, dan konsekuensi yang ditimbulkan.
Gross dan John (2007: 229) Mengemukakan bahwa regulasi emosi adalah
suatu proses pengenalan, pemeliharaan dan pengaturan emosi positif maupun
negatif, baik secara otomatis maupun dikontrol, yang tampak maupun yang
tersembunyi, yang disadari maupun tidak disadari.
Davidson, Fox, Kalin (dalam Gross, 2007:49) mengemukakan bahwa
regulasi emosi sebagai pemikiran atau perilaku yang dipengaruhi oleh emosi.
Ketika individu mengalami emosi yang negatif, individu biasanya tidak dapat
berfikir dengan jernih dan melakukan tindakan diluar kesadaran. Regulasi emosi
adalah bagaimana seseorang dapat menyadari dan mengatur pemikiran dan
perilakunya dalam emosi-emosi yang berbeda (positif atau negatif).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi adalah proses
intrinsik dan ekstrinsik, sadar atau tidak sadar yang mempengaruhi komponen
emosi dengan cara dikontrol atau secara otomatis ketika individu dihadapkan pada
situasi yang menekan. Pada saat individu dapat melakukan regulasi emosi dengan
baik maka ia akan menunjukan ekspresi emosi yang lebih positif sebaliknya jika
individu kurang mampu melakukan regulasi emosi maka ia cenderung untuk
bertindak negatif.
18
2.1.2 Aspek Regulasi Emosi
Menurut Gross (2007: 8) ada tiga aspek regulasi emosi diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Mampu mengatur emosipositif maupun emosi negatif dengan baik.
Regulasi emosi berfokus pada pengalaman emosi dan perilaku emosi.
Regulasi emosi tidak hanya dilakukan ketika individu mengalami emosi negatif
akan tetapi digunakan pula untuk meregulasi emosi positif agar ditunjukan dengan
tidak berlebihan misalnya penurunan kebahagiaan untuk menyesuaikan diri secara
sosial. Pada masa kanak-kanak, anak tidak hanya memandang hubungan antara
situasi dan emosi akan tetapi anak mampu memperkirakan emosi dan ekspresi
yang harus ditunjukan. Anak mengetahui bahwa ekspresi emosi tidak selalu
dihargai. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Sarani 1984 (dalam Gros,
2007:276) yang dilakukan pada anak berusia 6-11 tahun ditemukan bahwa anak-
anak yang mendapatkan hadiah mengecewakan menunjukan perasaan mereka
secara pribadi tetapi menyembunyikan perasaan mereka yang sebenarnya dengan
senyum lebar dihadapan orang yang memberi mereka hadiah.
b. Mampu menyadari emosi, mengendalikan emosi secara sadar dan otomatis
Regulasi emosi yang baik dimulai dari adanya kesadaran terhadap emosi
yang dirasakan kemudian adanya kontrol emosi. Kesadaran emosi membantu
individu dalam mengontrol emosi yang dirasakan dengan demikian individu
mampu menunjukan respon yang adaptif dari emosi yang dirasakan. Lambie &
Marcel (dalam Gros, 2007: 271) menyatakan bahwa pada dasarnya semua
individu dapat menyadari emosi yang mereka rasakan dari pengalaman emosi
19
yang pernah mereka alami. Pengalaman emosi yang dimiliki individu biasanya
berkaitan dengan situasi tertentu sehingga individu cenderung akan menghindari
situasi yang mampu memicu munculnya emosi. Secara spesifik emosi yang
pertama dialami oleh individu yaitu marah, sedih, dan takut. Pengalaman emosi
dasar dengan kecenderungan respon yang sesuai biasanya menghasilkan
pengalaman emosi yang akan mempengaruhi kemampuan individu dalam
mengontrol emosi dan ekspresi emosi individu. Awalnya regulasi emosi
dilakukan secara sengaja atau dikontrol namun lama-kelaman akan muncul tanpa
disadari. Contohnya individu menyembunyikan kemarahan yang ia rasakan
ketika ditolak oleh teman atau cepat mengalihkan perhatian dari situasi yang
berpotensi menimbulkan emosi.
c. Mampu menguasai tekanan akibat dari masalah yang dihadapi.
Regulasi emosi mampu menjadi strategi koping bagi individu ketika
dihadapkan pada situasi yang menekan. Regulasi emosi dalam hal ini dapat
membuat hal-hal menjadi lebih baik atau bahkan lebih buruk tergantung
situasinya. Setiap individu memiliki cara yang berbeda dalam meregulasi emosi.
Cara yang digunakan setiap individu untuk meregulasi emosinya akan
menimbulkan konsekuensi tersendiri apabila cara regulasi emosi yang digunakan
tidak sesuai oleh lingkungan disekitarnya. Contohnya penggunaan obat-obatan
yang dilakukan untuk meredam emosi negatif yang berkaitan dengan mengurangi
rasa empati pada profesional medis sebelum melakukan operasi agar mampu
bekerja secara efisien dalam keadan stres. Sama halnya dengan anak yang
menangis keras untuk mendapatkan perhatian. Penggunaan obat-obatan dan
20
menangis dengan keras merupakan cara individu untuk mencapai tujuan yang
diharapkan akan tetapi orang lain tetap memandang bahwa penggunaan obat-
obatan dan menangis dengan keras merupakan hal yang maladaptif.
2.1.3 Strategi Regulasi Emos
Menurut Gros dan John (2007:9) strategi regulasi emosi memiliki lima
rangkaian proses strategi yaitu situation selection, situation modification,
attantional deployment, cognitive change, response modulation. Kelima strategi
tersebut kemudian di golongkan dalam dua dimensi regulasi emosi yaitu
attecedent-focused (cognitive reappraise) adapun bentuk regulasinya yaitu
selection, situation modification, attantional deployment, cognitive change. kedua
yaitu response-focused (ekspresive suppression) bentuk regulasinya yaitu
response modulation. Berikut penjelasan lebih lanjut:
1. Cognitive reappraise
Cognitively reappraise yaitu penafsiran terhadap situasi yang menekan
dengan cara menurunkan emosi dengan melakukan penilaian kembali pada situasi
yang dihadapi, sehingga individu mampu mengantisipasi dan meregulasi sebelum
emosi itu muncul. Sub dimensi yang menyusun cognitive reappraise diantaranya
yaitu:
a. Situation Selection
Individu lebih memilih mendekati atau menghindari orang dan situasi
berdasarkan dampak emosional yang ditimbulkan. Contohnya, seseorang
yang yang lebih memilih pergi nonton dengan temannya daripada belajar
pada malam sebelum ujian untuk menghindari kecemasan.
21
b. Situation modification
Modifkasi situasi merupakan usaha mengubah pengaruh kuat emosi dengan
memodifikasi situasi yang menimbulkan emosi. Individu mengubah emosi
sedemikian rupa sehingga mampu memotivasi diri terutama ketika individu
berada dalam keadaan putus asa, marah, dan cemas. Modifikasi situasi meliputi
pemilihan respon yang adaptif yaitu pemilihan ekspresi emosi dengan cara yang
sesuai dengan situasi dan tujuannya. Modifikasi yang dimaksud berhubungan
dengan faktor esternal dan fisik.
Faktor internal yaitu pada masa kanak-kanak dan orang dewasa modifikasi
situasi bisa menggunakan ungkapan kata-kata untuk membantu mnyelesaikan
masalah atau untuk memastikan respon emosi yang digunakan. Pihak eksternal
yang membantu memodifikasi situasi seperti orangtua, pasangan atau teman yang
mendukung adanya intervensi khusus dari pihak eksternal tersebut. Contohnya
orangtua yang membujuk anaknya untuk tidak takut disuntik. pemilihan
modifikasi situasi berkaitan dengan ekspresi emosi dan konsekuensi sosial.
Misalnya orangtua yang berusaha memberikan dorongan secara simpatis terhadap
reaksi emosi negatif anaknya, sehingga anak mampu emosinya dengan lebih
adaptif. Dengan demikian anak akan emmperoleh kemampuan regulasi emosi
yang lebih positif dimasa yang akan datang.
c. Attention deployment
Suatu cara dimana seseorang mengalihkan perhatian mereka dari situasi
yang tidak menyenangkan untuk menghindari timbulnya emosi yang berlebihan.
22
Pengalihan perhatian memiliki beberapa strategi yaitu distraksi, konsentrasi dan
ruminasi. Distraksi merupakan bentuk pengalihan perhatian yang melibatkan fisik
misalnya menutup mata atau telinga untuk merespn emosi yang dirasakan.
Distraksi ini meliputi perubahan internal fokus seperti mengubah pikiran atau
ingatan yang tidak relevan dengan situasi yang terjadi. Contohnya pada saat
individu melibatkan pemikiran atau ingatan yang menyenangkan ketika individu
dihadapkan pada emosi yang kurang menyenangkan.
Sedangkan konsentrasi individu dapat menciptakan keadaan yang
menguatkan diri sendiri. Konsentrasi dalam hal ini mampu memberikan kekuatan
dalam menghadapi situasi yang terjadi. Ruminasi mengacu pada perhatian yang
terfokus pada perasaan yang meliputi situasi serta konsekuensinya. Apabila anak
sadar akan pengalaman emosinya, kepercayaan mereka terhadap pengalihan
perhatian untuk meregulasi emosi akan meningkat. Anak Sekolah Dasar sangat
menyadari bahwa intensitas emosi mereka bisa berkurang, ketika mereka tidak
terlalu memikirkan situasi yang memicu munculnya emosi.
d. Cognitive Change
Perubahan kognisi dilakukan dengan mengubah cara berfikir tentang situasi
untuk mengatur emosi. Individu mengatur dan menyeimbangkan emosi negatif
yang akan membuat individu tidak terbawa dan terpengaruh secara mendalam
oleh emosi yang diraskan yang mengakibatkan pemikiran yang tidak rasional.
Bagi anak-anak penilaian kognitif yang terkait dengan emosi sangat dipengaruhi
oleh gambaran emosi mereka yang sedang berkembang, termasuk penyebab dan
konsekuensi dari respon emosi yang ditunjukan. Perkembangan ini memiliki
23
implikasi terhadap usaha anak untuk mengatur emosi. Tidak mengherankan
orangtua, pengasuh, dan teman sebaya sangat mempengaruhi emosi anak yangs
edang berkembang (Stagge dan Terwogt, dalam Gross, 2007: 14). Dalam
perubahan kognisi terdapat dua hal yang penting yaitu pemaknaan pada situasi
yang terjadi dan pemilihan makna. Individu yang melakukan perubahan kognisi
harus melakukan pemaknaan terhadap situasi yang terjadi. Pemaknaan terhadap
situasi yang terjadi dapat memberikan makna yang bermacam-macam namun bisa
saja hanya memberikan satu macam makna. Dikarenakan terdapat berbagai
macam makna maka individu harus melakukan pemilihan makna. Pemilihan
makna yang dilakukan oleh individu akan menentukan respon emosional
terhadap situasi yang terjadi.
Contohnya, seorang yang berfikir bahwa kegagalan yang dihadapi sebagai suatu
tantangan daripada suatu ancaman.
2. Ekpresive suppression
Ekpresive suppression yaitu kemampuan individu untuk mengatur emosi
ketika reaksi emosi dimunculkan. Ekspresion suppression merupakan cara
meregulasi emosi dengan memanipulasi output dari sistem emosi yang melibatkan
hambatan terus menerus sehingga regulasi emosi dilakukan setelah emosi muncul.
Ekspresion suppression berfokus pada respon, munculnya relatif belakangan pada
proses yang membangkitkan emosi, terutama mengubah aspek perilaku dari
respon. Strategin ini efektif untuk mengurangi ekspresi emosi negatif.
Sub dimensi dari ekspresion suppression yaitu respon modulation (modulasi
respon). Sub dimensi yang menyusun yaitu:
24
a. Respon modulation
Modulasi respon merupakan upaya untuk mempengaruhi respon emosi yang
telah muncul berupa aspek fisiologis, eksperimental (pengalaman subyektif)
danperilaku yang nyata. Artiya pengaturan respon merupakan tindakan mengubah
respon yang sebelumnya akan dilakukan terhadap situasi yang terjadi dengan
respon yang baru, yang bisa saja intensitasnya lebih tinggi atau lebih rendah dari
sebelumnya.
Upaya modulasi respon pada spek fisiologis misalnya penggunaan obat-
obatan untuk mengurangi ketegangan otot (anxyolitics) atau aktivitas syaraf
simpatis yang berlebihan (beta blockers). Olahraga dan rileksasi juga bisa
digunakan untuk mengurangi aspek fisiologis dan eksperimental dari emosi
negatif.
Bentuk lainnya yang lazim dari modulasi respon meliputi pengendalian
eskpresi emosi. misalnya menyembunyikan rasa takut saat berhadapan dengan
seorang preman. Adanya pengelolaan terhadap ekspresi emosi membuat individu
belajar menghadapi situasi dengan perilaku atau respon yangd apat diterima oleh
lingkungannya.
2.1.4 Ciri-Ciri Regulasi Emosi Yang Baik
Anak dikatakan mampu melakukan regulasi emosi jika anak tersebut
memiliki kendali yang cukup baik terhadap emosi yang muncul. Ciri anak yang
mampu melakukan regulasi emosi dengan baik menurut Goleman (1996:400)
yaitu:
25
1. Toleransi yang lebih tinggi terhadap frustasi dan pengelolaan amarah.
2. Berkurangnya ejekan verbal, perkelahian, dan gangguan diruang kelas.
3. Lebih mampu mengungkapkan marah dengan tepat, tanpa berkelahi.
4. Berkurangnya perilaku agresif atau merusak diri sendiri.
5. Perasaan yang lebih positif tentang diri sendiri, sekolah, dan keluarga.
6. Lebih baik dalam menangani ketegangan jiwa.
7. Berkurangnya kesepian dan kecemasan dalam pergaulan.
2.1.5 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Regulasi Emosi
Faktor-faktor yang mempengaruhi regulasi emosi diantaranya yaitu:
1. Hubungan interpersonal
Salovey dan Sluyter (dalam, Nafsiannor & Yuni, 2004:166)
mengemukakan bahwa hubungan interpersonal dan individual juga
mempengaruhi regulasi emosi. Felson & Zielinski (dalam Nafsiannor & Yuni,
2004: 165) affect yang berhubungan dengan emosi atau perasaan yang ada di
antara anggota keluarga bisa bersifat positif ataupun negatif. Affect positif antara
anggota keluarga menunjuk pada hubungan yang digolongkan pada emosi seperti
kehangatan, kasih sayang, cinta, dan sensitivitas. Sedangkan affect yang negatif
digolongkan pada emosi yang “dingin”, penolakan, dan permusuhan. Sikap yang
terjadi antara anggota keluarga adalah mereka saling tidak menyukai bahkan tidak
mencintai (Rice, dalam Nafsiannor & Yuni, 2004: 166).
Beberapa penelitian menunjukan bahwa orangtua yang menganjurkan anak-
anaknya untuk mengekspresikan emosi dengan cara-cara yang benar akan
memiliki anak-anak yang bersifat empatik dan perasaan yang lebih emosional
26
(Solvey & Sluyer, dalam Nafsiannor & Yuni, 2004: 166). Selain itu menurut
Stromshak (dalam Voling & Blandon, 2003:5) menyatakan Anak yang memiliki
hubungan hangat dan dekat dengan saudaranya memiliki kontrol emosi yang lebih
baik dibanding dengan anak yang mengalami konflik dalam sibling
relationshipnya. Anak yang memiliki konflik dalam hubungan saudara lebih
agresif dan kurang kompeten secara sosial di sekolah.
2. Usia dan jenis kelamin
Seorang gadis yang berumur 7-17 tahun lebih dapat melupakan tentang emosi
yang menyakitkan daripada anak laki-laki yang juga seumur dengannya. Anak
perempuan lebih banyak mencari dukungan dan perlindungan dari orang lain
untuk meregulasi emosi negatif mereka. Sedangkan anak laki-laki menggunakan
latihan fisik untuk meregulasi emosi negatif mereka (Salovey & Sluyter, dalam
Nafsiannor & Yuni, 2004:166).
2.2 Sibling Rivalry
2.2.2 Pengertian Sibling Rivalry
Sibling rivalry biasa juga disebut dengan sibling conflict perilaku sibling
rivalry biasanya muncul sejak adik baru lahir. lahirnya adik merupakan masalah
tersendiri bagi anak sulung, dimana anak sulung harus membagi kasih sayang dan
perhatian orangtua kepada adiknya dengan kata lain timbul perasaan cemburu
pada adiknya (Harits, 2008:26).
Sibling rivalry yaitu persaingan yang dilakukan antar saudara untuk
memperebutkan cinta, kasih sayang dan perhatian orangtua (Leung & Robson,
1991:314). Sibling rivalry lebih sering terjadi pada anak pertama sejak anak
27
pertama lahir ia tidak pernah berbagi kasih sayang dan perhatian orangtua pada
saudara kandung. Kelahiran saudara, biasanya membuat anak yang lebih tua
merasa terabaikan karena orangtua terlalu sibuk dengan bayi dan perhatian untuk
anak yang lebih tua relatif berkurang (Leung & Robson, 1991: 315).
Sibling rivalry adalah adalah kecemburuan, persaingan dan pertengkaran
antara saudara laki-laki dan saudara perempuan, hal ini terjadi pada semua
orangtua yang mempunyai dua anak atau lebih. Sibling rivalry sudah dapat
ditemui ketika anak berusia lima sapai dengan duabelas tahun. Bahkan kurang
dari lima tahun pun sudah sangat mudah untuk terjadi sibling rivalry . Istilah ahli
psikologi hubungan antar anak-anak usia 5 sampai 11 tahun bersifat ambivalent
dengan love hate relationship. Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa
sibling rivalry adalah persaingan, kecemburuan dan kebencian, antar saudara
yang dilakukan untuk memperebutkan perhatian dan kasih sayang orangtua.
2.1.2 Aspek Sibling Rivalry
Aspek sibling rivalry menggunakan teori dari Shaffer (dalam Yati, 2008:3)
menyatakan sibling rivalry yaitu dorongan kompetisi, kecemburuan dan
kebencian yang terdapat dalam hubungan bersaudara. Berikut penjelasan lebih
lanjut:
1. Kompetisi atau persaingan
Perasaan berkompetisi sebenarnya mulai muncul sedari masa kanak-kanak
terkait dengan pengalaman dalam keluarga. Tanpa disadari bahwa sebenarnya
sebagai anggota keluarga, anak-anak berlomba untuk memperoleh perhatian,
cinta, kekaguman, atau untuk menjadi anak kesayangan orang tua. Hubungan
28
anak dengan orang tuanya akan menentukan bagaimana anak akan berdamai
dengan rasa berkompetisi, keinginan untuk menjadi yang terbaik, dan
memperoleh apa yang diinginkan. Secara harfiah dalam Webster Dictionary of
English Language kompetisi diartikan sebagai perilaku untuk memperoleh atau
mencapai tujuan tertentu dimana orang lain juga berjuang memperoleh hal yang
sama; ada persaingan untuk mencapai superioritas (Ross dalam Santoso, 2011:
53).
2. Kecemburuan
White (dalam Fleischmann, Spitzberg,Andersen,dan Roesch, 2005: 50)
mendefinisikan kecemburuan sebagai pikiran, emosi, dan tindakan kompleks yang
berasal dari ancaman akan kehilangan hargadiri dan keberlangsungan ataupun
kualitas dari suatu hubungan dekat. Kecemburuan disebabkan oleh hilangya kasih
sayang, penolakan, kecuriagaan, rasa tidak aman, dan kecemasan (Peretti &
Pudowski,dalam Fleischmann, Spitzberg,Andersen,dan Roesch, 2005: 50).
Manifestasi eksternal dari adanya perasaan cemburu diantaranya menangis,
membalas, meninggalkan atau menjauhi objek lekat, menggunakan pengawasan
atau bahkan menjadi kekerasan (Guerrero, Andersen, dan Pinus, dalam
Fleischmann, Spitzberg,Andersen,dan Roesch, 2005: 50)
3. Kebencian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) benci mengandungi arti
merasa sangat tidak suka, atau perasaan sangat tidak suka (tidak menyenangi).
29
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Sibling Rivalry
Marmi (2012:79) menyebutkan faktor-faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya sibling rivalry diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Masing-masing anak bersaing untuk menentukan pribadi mereka, sehingga
ingin menunjukan pada saudara mereka.
2. Anak merasa kurang mendapatkan perhatian, disiplin dan mau mendengarkan
dari orangtua mereka.
3. Anak-anak merasa hubungan dengan orangtua mereka terancam oleh
kedatangan anggota keluarga baru atau bayi.
4. Tahap perkembangan anak baik fisik maupun emosi yang dapat
mempengaruhi proses kedewasaan dan perhatian terhadap satu sama lain.
5. Anak frustasi karena merasa lapar, bosan atau letih sehingga memulai
pertengkaran.
6. Kemungkinan, anak tidak tahu cara untuk mendapatkan perhatian atau
memulai permainan dengan saudara mereka.
7. Dinamika keluarga dalam memainkan peran.
8. Pemikiran orangtua tentang agresi dan pertengkaran anak yang berlebihan
dalam keluarga adalah normal.
9. Tidak memiliki waktu untuk berbag, berkumpul bersama dengan anggota
keluarga.
10. Orangtua mengalami stres dalam menjalani kehidupannya
11. Anak-anak mengalami stres dalam kehidupnya.
30
12. Cara orangtua memperlakukan anak dan menangani konflik yang terjadi pada
mereka.
Hurlock (1978: 207) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya sibling rivalry dalam suatu keluarga diantaranya:
1. Sikap orangtua
Sikap orangtua terhadap anak dipengaruhi sejauh mana anak mendekati
keinginan dan harapan orangtua. Bila terdapat rasa persingan dan permusuhan,
sikap orangtua terhdap semua anak kurang menguntungkan dibandingkan bila
mereka satu sama lain bergaul dengan cukup baik.
2. Urutan posisi
Semua anak diberi peran menurut urutan kelahiran dan mereka diharapkan
memerankan peran ersebut. Peran yang diberikan bukanlah peran yang dipilih
sendiri melainkan peran yang diberikan dan kemungkinan terjadi perselisihan
besar sekali. Contoh anak perempuan yang lebih tua menolak perannya sebagai
“pembantu ibu” dan merasa adik-adiknya harus berbagi beberapa tanggung jawab
yang diberikan kepadanya. Hal ini dapat menyebabkan memburuknya hubungan
orangtua-anak dan hubungan saudara kandung.
3. Jenis kelamin saudara kandung
Anak laki-laki dan perempuan sangat bereaksi terhadap saudara laki-laki
dan saudara perempuannya. Misalnya dalam kombinasi perempuan dan
perempuan, terdapat lebih banyak iri hati dari pada kombinasi laki-laki
perempuan atau laki-laki dan laki-laki. Selama usia akhir masa kanak-kanak,
antagonisme antar jenis kelamin yang sering berkembang dalam gang menyebar
31
ke rumah, dan menimbulkan konflik yang tidak ada habis-habisnya antara kaka
laki-laki dan kaka perempuan
4. Perbedaan usia
Perbedaan usia antar saudara kandung mempengaruhi cara mereka bereaksi
terhadap yang lain dan cara orangtua memperlakukan mereka. Bila perbedaan usia
antar saudara jauh baik anak yang berjenis kelamin sama maupun berlawanan
akan membentuk hubungan yang lebih ramah, kooperatif, dan kasih mengasihi
dibandingkan jika usia mereka berdekatan.
5. Jumlah saudara
Jumlah saudara yang kecil cenderung menghasilkan hubungan yang lebih
banyak perselisihan daripada jumlah saudara yang besar. Jika ada banyak anak
dalam keluarga, disiplin cenderung otoriter. Bahkan jika ada permusuhan dan
antagonisme, ekspresi perasaan ini dikendalikan dengan ketat. Berbeda dengan
anak yang jumlahnya sedikit pengawasan orangtua biasanya santai, permisif
terhadap perilaku anak, memungkinkan antagonisme dan permusuhan sehingga
tercipta suasana yang diwarnai perselisihan.
6. Jenis disiplin
Hubungan saudara kandung tampak lebih rukun dalam keluarga yang
menggunakan pola asuh otoriter dibandingkan denga keluarga yang mengikuti
pola asuh permisif.
32
7. Pengaruh orang luar
Sanak saudara atau tamu yang berada dirumah dapat menyebabkan
peningkatan interaksi dirumah, hal ini mungkin sekkali akan menimbulkan
perselisihan baru atau memperkuat perselisihan antar saudara yang sudah ada.
2.1.4 Dampak dari Sibling Rivalry
Menurut Menurut Ambarwati & Wulandari ( 2008:71) ada beberapa reaksi
yang sering dimunculkan oleh anak karena adanya sibling rivalry diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Rasa marah
Anak-anak akan terus menerus bersaing untuk mendapatkan perhatian dari
orangtuanya dan persaingan itu akan diperlihatkan oleh anak dengan berbagai
cara. Pada anak biasanya yang paling menonjol adalah rasa marah, kemarahan ini
dapat ditunjukan pada orang yang dianggap saingannnya atau pada orang yang ia
dambakan kasih sayangnya.
2. Merengek, berusungut atau menarik simpati
Seorang anak yang iri terhadap saudaranya biasanya sering terjadi pada
anak yang lebih tua terhadap adik bayinya. Seringkali anak menunjukan perilaku
regresi seperti ingin disuapi, ingin dimandikan kembali, ngompol, dan berak di
celana, rasa takut pada hal-hal tertentu yang biasanya tidak ada.
3. Murung
Rasa iri ini juga sering diekspresikan dengan cara murung seakan sedang
sedih atau malah mulai berfantasi.
33
Selain itu dampak dari adanya sibling rivalry menurut Leung & Robson
(1991:315) yaitu anak mengalami regresi seperti mengompol, encopresis,
meminta untuk disuapi, berbicara seperti bayi, menghisap ibu jari, tempertantrum,
amarah, menolak untuk tidur, menjaadi sangat pendiam, melakukan hal negatif
seperti berbohong, agresif atau destruktif, anak menjadi egois, tidak tegas, merasa
tidak aman (insecure).
Sibling rivalry tidak hanya memiliki dampak negatif bagi anak namun
memiliki dampak yang positif diantaranya yaitu:
Marmi (2012:80) meskipun sibling rivalry mempunyai pengertian yang
negatif akan tetapi sibling rivary juga memiliki segi positif dintaranya adalah
mendorong anak untuk mengatsi perbedaan dengan mengembangkan beberapa
ketrampilan penting, cara cepat untuk berkompromi dan bernegosiasi, mengontrol
dorongan untuk bertindak agresif. Oleh karena itu agar segi positif dari sibling
rivalry dapat tercapai maka orangtua harus menjadi fasilitator.
Menurut Harits (2008:31) selain dampak diatas masih ada dampak positif
yang lain yang sebabkan karena adanya sibling rivalry antara lain adalah
1. Anak belajar bersama, saling mencintai, dan berbagi dengan orang lain.
2. Anak belajar indahnya kemenangan dan pedihnya kekalahan.
3. Anak belajar mengatasi perasaan kesal dan menyelesaikan perselisihan
dengan baik (lewat bimbingan orang tua).
4. Anak mengerti bahwa saudara akan menjadi teman sepanjang masa yang
saling melengkapi. Ketika orangtua hendak beriistirahat, anak-anak masih
dapat bermain dengan riang gembira bersama saudaranya.
34
5. Perselisihan yang sering dilakukan oleh anak termasuk proses pendukung
perkembangan anak. Mereka akan lebih lama gembira ketika banyak
saudaranya yang ikut bermain.
6. Anak akan menjadikan saudara kandung sebagai bagian dari hidupnya.
Seorang anak akan cenderung meniru gaya hidup orang yang lebih tua
darinya.
7. Hidup bersama saudara akan mengajarkan anak bagaimana mencapai sebuah
solusi yang tepat, mereka juga belajar bagaimana mengatasi berbagaimacam
masalah serta belajar untuk bertoleransi.
2.3 Hubungan Sibling Rivalry Dengan Regulasi Emosi Pada Masa
Kanak Akhir
Regulasi emosi adalah proses mengelola emosi baik emosi positif atau emosi
negatif. Regulasi emosi bertujuan agar ekspresi emosi yang ditunjukan anak lebih
terkendali dan sesuai dengan harapan di lingkungannya. Anak yang mampu
melakukan regulasi emosi dengan baik memiliki kendali yang cukup baik
terhadap emosi yang muncul sehingga ekspresi emosi yang ditunjukan akan lebih
terkontrol.
Meningkatnya usia anak, seharusnya semua emosi diekspresikan secara lebih
lunak karena mereka harus mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi
yang berlebihan. Pada masa kanak akhir seorang anak sudah mampu mengelola
emosinya, dan menunjukan emosi dengan cara-cara yang dapat diterima oleh
lingkungannya. Variasi emosi yang terjadi dipengaruhi oleh reaksi sosial terhadap
perilaku emosional. Apabila reaksi sosial ini tidak menyenangkan, misalnya
35
menimbulkan rasa takut atau cemburu, emosi tersebut akan jarang tampak dan
terwujud dalam bentuk yang lebih terkendali dibanding dengan reaksi emosional
yang menyenagkan ( Hurlock 1978; 212).
Davidson, Fox, Kalin (dalam Gross, 2007:49) mengemukakan bahwa
regulasi emosi sebagai pemikiran atau perilaku yang dipengaruhi oleh emosi.
Ketika individu mengalami emosi yang negatif, individu biasanya tidak dapat
berfikir dengan jernih dan melakukan tindakan diluar kesadaran. Regulasi emosi
adalah bagaimana seseorang dapat menyadari dan mengatur pemikiran dan
perilakunya dalam emosi-emosi yang berbeda (positif atau negatif).
Regulasi emosi menjadi penting bagi anak dikarenakan pertama kelompok
sosial mengharapkan semua anak belajar mengendalikan emosi mereka dan
kelompok sosial menilai dari keberhasilan anak mengendalikan emosi mereka.
Kedua suatu pola ekspresi emosi yang telah dipelajari, maka sukar untuk
mengendalikannya dan bahkan lebih sukar lagi untuk menghilangkannya.
Semakin dini anak belajar untuk mengelola emosi mereka, lebih mudah pula bagi
mereka mengontrol emosi Hurlock (1978:231).
Anak dikatakan mampu melakukan regulasi emosi jika anak tersebut
memiliki kendali yang cukup baik terhadap emosi yang muncul, seperti memiliki
toleransi yang tinggi terhadap frustasi dan pengelolaan amarah, berkurangnya
perilaku agresif, lebih baik dalam menanganai ketegangan jiwa, mampu
mengunggkapkan kemarahan dengan tepat, dan berkurangnya kecemasan
(Goleman, 1996:400).
36
Terdapat beberapa faktor yang berperan dalam mempengaruhi regulasi emosi
dalam diri seseorang salah satunya yaitu hubungan interpersonal yaitu saudara
atau teman bermain. Menurut Salovey & Sluyer (dalam Nisfiannor & Kartika,
2004: 165) menyatakan hubungan orangtua dengan anak dan teman bermain atau
saudara dapat mempengaruhi regulasi emosi anak.
Saudara dalam sebuah keluarga memiliki peran penting dalam pembentukan
emosi anak. Anak yang memiliki saudara mempunyai kesempatan untuk belajar
berinteraksi yang tidak dapat dipelajari dari hubungan manapun. Saudara
merupakan sumber terpenting dari pembelajaran sosial dan interaksi seorang anak.
Saudara sebagai model bagi anak untuk belajar berinteraksi, mengembangkan
regulasi emosi dan ketrampilan sosial ( Blake, 1989,Downey et al,2004, Falbo et
al, 1986 dalam Kim, 2012:4).
Hubungan antar saudara merupakan media bagi anak untuk belajar
mengenai ketrampilan emosi dan cara menjalin hubungan dengan orang lain.
Anak yang memiliki konflik dalam hubungan antar saudara cenderung kurang
mampu melakukan regulasi emosi. Hubungan antar saudara sering kali terjadi
konflik, memiliki agresifitas yang tinggi, kekerasan, menyakiti dan konflik sering
berakhir dengan buruk. Anak yang mengalami konflik dengan saudara
kandungnya akan memiliki kecenderungan untuk melakukan kekerasan ketika
dewasa ( Howe & Recchla, 2006: 3).
Fenomena sibling rivalry tidak dapat dihindarkan pada anak yang
memiliki saudara kandung. Sibling rivalry yaitu persaingan yang dilakukan antar
saudara untuk memperebutkan cinta, kasih sayang dan perhatian orangtua (Leung
37
& Robson, 1991:314). Sibling rivalry dialami oleh anak yang merasa ditolak
oleh orangtua. Jika orangtua menunjukan favoritsme pada salah satu anak maka
anak yang tidak di favoritkan akan merasa sakit hati dan akan membenci saudara
mereka. Perasaan benci, sakit hati, marah dan cemburu akibat adanya sibling
rivalry akan terbawa hingga anak dewasa. Anak akan tumbuh menjadi individu
yang egois, agresif, merusak, dan insecure (Leung & Robson 1991:316).
Sibling rivalry memiliki tiga komponen yaitu kompetisi, kecemburuan
dan, kebencian yang terdapat dalam hubungan saudara Shaffer (dalam Yati,
2008:3) . Sibling rivalry berkaitan dengan emosi yang dirasakan oleh anak ketika
dihadapkan oleh situasi yang menekan. Adanya sibling rivalry pada hubungan
antar saudara mempengaruhi perkembangan regulasi anak.
Anak yang memiliki hubungan hangat dan dekat dengan saudaranya
memiliki kontrol emosi yang lebih baik dibanding dengan anak yang mengalami
konflik dalam hubungan antar saudara. Anak yang memiliki konflik dalam
hubungan saudara lebih agresif dan kurang kompeten secara sosial di sekolah
Stromshak (dalam Voling & Blandon, 2003:5).
38
2.4 Kerangka Berfikir
Gambar 2.1 kerangka berfikir
Interaksi antar anggota keluarga akan saling mempengaruhi satu sama lain
tidak terkecuali hubungan antar saudara. Pada keluarga yang memiliki anak lebih
dari satu, fenomena sibling rivalry tidak dapat dihindarkan. Sibling rivalry yaitu
persaingan antar saudara untuk memperebutkan kasih sayang dan perhatian
orangtua. Anak yang mengalai sibling rivalry tidak akan memiliki hubungan
individu Saudara kandung
Sibling rivalry:
� Persaingan
� Kecemburuan
� Kebencian
Regulasi Emosi:
a. Mampu mengatur emosi positif maupun emosi
negatif dengan baik.
b. Mampu menyadari emosi, mengendalikan emosi
secara sadar dan otomatis
c. Mampu menguasai tekanan akibat dari masalah yang
dihadapi.
39
hangat dengan saudra mereka karena setiap anak menganggap bahwa saudara
mereka adalah pesaing yang mampu merebut kasih sayang orangtua.
Sibling rivalry memiliki tiga komponen yaitu persaingan, kecemburuan
dankebencian terhadap saudara. Setiap anak berusaha dengan berbagai cara untuk
mendapatkan kasih sayang dan empati orangtua. Namun seringkali cara yang
mereka gunakan yaitu cara-cara yang kurang positif seperti agresi atau perilaku
merusak, perilaku negatif seperti berbohong, murung, dan mengalami regresi.
Pada masa kanak akhir perilaku regresi, agresif atau perilaku negatif lainnya
seharusnya sudah jarang dijumpai karena pada masa kanak akhir anak mengetahui
bahwa emosi yang berlebihan tidak bisa diterima oleh lingkungan disekitarnya.
Pada masa kanak akhir anak berusaha untuk menunjukan ekspresi emoisnya
dengan cara yang lebih terkendali. Bentuk pengendalian emosi ini sering disebut
dengan regulasi emosi. Regulasi emosi dikatakan baik ketika individu mampu
mengendalikan emosi yang ia rasakan dan mengekspresikan emosinya secara
lebih terkontrol. proses regulasi emosi melibatkan tiga dimensi yaitu mampu
mengatur emosi dengan baik yaitu emosi positif maupun emosi negatif, mampu
menyadari emosi, mengendalikan emosi secara sadar dan otomatis, mampu
menguasai tekanan akibat dari masalah yang dihadapi.
Salah satu faktor yang mempengaruhi regulasi emosi yaitu hubungan saudara
kandung. Saudara memberikan peran yang cukup besar terhadap kemampuan
regulasi emsoi pada anak. Anak yang memiliki hubungan hangat dengan
saudanranya memiliki kontrol emosi yang lebih baik daripada anak yang
40
mengalaimi sibling rivalry. Anak yang tidak memiliki hubungan baik dengan
saudaranya cenderung memiliki kemampuan regulasi yang kurang positif.
2.5 Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dan yang akan
diuji dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara sibling
rivalry dengan regulasi emosi pada masa kanak akhir.
97
BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian dan pembahasan yang telah
dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara sibling rivalry dengan regulasi emosi pada
masa kanak akhir. Koefisien korelasi menunjukan tanda negatif sehingga arah
korelasi keduanya negaitif. Artinya semakin tinggi sibling rivalry yang terjadi
dalam hubungan antar saudara maka semakin rendah kemampuan regulasi emosi
pada anak.
2. Gambaran umum sibling rivalry pada masa kanak akhir tergolong pada
kategori tinggi, dengan melihat persentase sebesar 59,34% responden berada
pada kategori tinggi, dan 27,33% berada pada kategori sedang ,8% berada pada
kategori sangat tinggi, serta 5,33% berada pada kategori rendah. Sedangkan tidak
ada responden yang berada pada kategori sangat rendah.
3. Gambaran umum regulasi emosi pada masa kanak akhir tergolong pada
kategori sedang, yaitu dengan melihat persentase sebesar 51,33% pada kategori
sedang, 38% berada pada kategori tinggi, serta 10,67% berada pada kategori
sangat tinggi. Sedangkan tidak ada responden yang berada pada kategorirendah
dan sangat rendah.
98
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian diatas peneliti mengajukan beberapa saran
sebagai berikut:
1. Bagi Orangtua
Bagi orangtua diharapkan dapat bersikap adil dalam memperlakukan putra
putrinya tidak melakukan hal-hal yang dapat memicu munculnya sibling rivalry.
Pola asuh yang dipilih dalam mengasuh anak juga harus tepat dengan tahapan dan
kebutuhan perkembangan anak antara kakak dan adik, sehingga salah satunya
tidak menganggap adanya perbedaan dalam pemberian kasih sayang serta
perhatian kepada anak. Orang tua hendaknya melibatkan kakak dalam mengasuh
adiknya sehingga dapat terjalin hubungan yang kondusif pada keduanya. Kepada
orang tua yang memiliki anak dengan problem sibling rivalry maka disarankan
untuk tidak membandingkan antara anak yang satu dengan yang lain. Membantu
anak agar mampu bekerja sama daripada bersaing antara satu samalain.
Memperlakukan serta memenuhi kebutuhan anak sesuai dengan tahapan
perkembangan masing-masing anak.
2. Bagi Pendidik
Pendidik diharapkan lebih sering memberikan kegiatan belajar secara
berkelompok atau diskusi agar anak dapat membangun kerukunan satu sama lain
serta anak berlatih untuk mampu mengutarakan pendapat dan menerima pendapat
orang lain sehingga anak tidak selalu memaksakan kehendaknya.
99
3. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang hendak melakukan penelitian perlu
mempertimbangkan alternatif jawaban yang sesuai dalam penggunaan instrumen
penelitian, pemilihan waktu pengambilan data penelitian,serta banyaknya aitem
yang digunakan untuk penelitian. Selain itu dirasa penting juga untuk
memperhatikan variabel-variabel lain terkait dengan jenis kelamin atau usia.
100
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, E.R & Wulandari, D.2008.Asuhan Kebidanan Nifas.Yogyakarta:
Mitra Cendekia Press
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT
Rineka cipta.
Azwar, S. 2012a. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
-----------. 2012b. Validitas & Reliabilitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Brooks, J. 2011. The Process Of Parenting (Revised Ed 8).Transleted by Rahmat
Fajar. 2011.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Brody, G.H.,Flor.D.L., & Gibson,N.M 1999. Linking Maternal Afficacy
Beliefs,Developmental Goalss, Parenting Practices,and Child
Competence In Ural Single-Parent African American Families,Child
Development, 70 (5), 1197-1208.
Fleischmann, A.A., Spitzberg, H.B. Andersen, A.P. dan Roesch,C.S. 2005.
Ticking the Monster: Jealousy Induction in Relationship. Journal Of Social And Personal Relationship Vol.22 (1): 49-73. San Diego State
University.
Gross,J.J.2007. Handbook of Emotion Regulation. New York: The Guilford Press.
Goleman,D. 1996. Emotional Intelligence Kecerdasan Emosional Mengapa EI lebih Penting daripada IQ. Penerjemah Oleh: T Hermaya. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Harits,U.2008. Mengelola Persaingan Kakak Adik. Surakarta: Alfa Publishing
Kelompok Penerbit Individia Media Kreasi.
Howe,N & Recchla, H. 2006. Sibling Relations and Their Impact on Children’s Development.Journal. Center of Excellence of Early Vhildhood Development. Concordia University. Canada.
Http://www.kpai.go.id/berita/kpai-kasus-kekerasan-siswa-sd-di-bukittinggi-
diduga-efek-game-dan-film-kekerasan/. Diunduh pada 19-4-2015
Http://www.indosiar.com/fokus/amn-dituntut-1-tahun-hukuman-
penjara_94815.html. Diunduh pada 11-11-2015
Hurlock, E. B. 1978. Perkembangan Anak jilid I.Jakarta: Erlangga
Hurlock,E.B.1978. Perkembangan Anak jilid II.Jakarta: Eralngga
101
Hurlock, E. B. 1989. Perkembangan Anak Edisi 5. Jakarta: Erlangga
http://kbbi.web.id/benci. Diunduh pada 16-6-2015
Kim, I. S. 2012. Sibling Relationship, Birth Status, And Personality. Micigan Of
University
Leung,A. &Robson.L.1991.SiblingRivalry.Journal.Clinical Pediatrics.
Vol.30.No.5
Marmi. 2012. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas “Peuperium Care”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nafsiannor,M.&Krtika,Y. 2004. Hubungan Antara Regulasi Emosi Dan
Penerimaan Kelompok Teman Sebaya Pada Remaja.Journal Psikologi Vol 2 No 2 Desember 2004.Universitas Tarumanegara.Jakarta
Oliva, A. &Arranz,E.2005. Sibling Relationships During Adolescence.
Journal.Developmental Psychology.Vol, 2(3),253-270.
Piaget,J. 2010. Psikologi Anak “The Psychology Of The Child. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Pratisti, D.W. 2013. Peran Orangtua Dalam Perkembangan Regulasi Emosi Anak:
Model Teoritis. Jurnalpsikologi. Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Purwanto, E. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Semarang: Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Negeri Semarang.
Putri, T.A.C. 2013. Dampak Sibling rivalry (Persaingan Saudara Kandung) Pada
Anak Usia Dini. Skripsi. Universitas Neggeri Semarang.
Salamah, A. 2012. Gambaran Emosi Dan Regulasi Emosi Pada remaja yang
memiliki Saudara Kandung Penyandang Autis. JournalpsikologiUniversitas Gunadarma.
Santoso, W.S. 2011. Keterlibatan, Keberhargaan, dan Kompetensi sosial sebagai
prediktor kompetisi pada Remaja. Jurnal Psikologi Vol 38,No.1,Juni 2011:52-60. Universitas Gadjah mada.
Santrock, J. W.2007.Perkembangan Anak.Edisi kesebelas.Jilid I. Penerjemah
oleh: Mila Rahmawati S,Psi dan Anna Kuswanti. Jakarta: Erlangga
Setiawati,I. &Zulkaida,A.2007.Sibling rivalry Pada Anak Sulung Yang Diasuh
Oleh Single Father.JurnalFakultas Psikologi Vol 2.Universitas
Gunadarma
102
Scholichah,A.M.2015. Regulasi emosi, kecenderungan neurotik dan dukungan
sosial terhadap kecemasan pada ibu hail. Jurnal Sains dan Praktik Psikologi Forum UMM, ISSN: 2303-2936 Vol 3(1) 1-13. Universitas
Muhammadiyah Malang.
Syahadat,M.Y.2013. Pelatihan Regulasi Emosi Untuk Menuurunkan Perilaku
Agresif Pada Anak. Journal Humanitas,Vol.X No.1 januari 2013.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Volling,B.L&Blandon,A.Y.2003.Positive Indicators Of Sibling Relationship
Quality: Psychometric Analyses Of The Sibling Of Behavior (SIB).
Paper prepared for Child Trends” Positive Outcames Conference.
University Of Michigan. March 12-13,2003.
Yati,J.W.2008. Hubungan Antara Sibling rivalry Dan Motivasi Berprestasi Pada
Anak Kembar.Skripsi.Universitas Indonesia.
top related