regulasi farmasi industri

Post on 14-Jul-2016

253 Views

Category:

Documents

46 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

farmasi industri tentang cpob

TRANSCRIPT

Regulasi Industri Farmasi

Diah Nur HidayatiKhairunnisa Fadhilah

Morisa AprillianaMutiara Fairdiyanti Puteri

KELOMPOK 8

DAFTAR ISI

SEJARAH GMP

1900sebuah buku berjudul The Jungle membantu memancing opini publik untuk perubahan. The Jungle memiliki dampak yang besar pada masyarakat Amerika. Kongres meloloskan Pure Food and Drug Act pada tahun 1906, dan untuk pertama kalinya mengilegalkan penjualan makanan atau daging terkontaminasi (tercemar). UU 1906 juga mewajibkan bahan berbahaya tertentu untuk diberi label pada semua obat.1940-1950

Salah satu tragedi tahun 1941 tidak terkait dengan Perang Dunia II. Hampir 300 orang tewas atau terluka oleh tablet sulfathiazole salah satu perusahaan. Insiden yang menyebabkan FDA untuk merevisi manufaktur dan kontrol kualitas persyaratan secara drastis, yang mengarah ke apa yang kemudian disebut GMPPada tahun 1955, Jonas Salk menemukan cara untuk vaksinasi terhadap polio. Banyak produsen mulai membuat vaksin polio nya.

1960Produsen diharapkan untuk menginformasikan jika obat telah digunakan untuk tujuan penelitian dan mendapatkan persetujuan mereka sebelum mengujinya. Obat harus terbukti bekerja sebelum masuk beredar di pasaran. Produsen diminta untuk melaporkan bahaya yang tak terduga (efek samping). Dan FDA diberi wewenang untuk mengatur iklan obat resep.

1970 Titik yang menentukan dalam regulasi produk. GMP untuk obat (21 CFR Bagian 210 dan 211) dan alat kesehatan (21 CFR 820) dibuat akhir tahun 1978. Mereka berniat untuk membantu memastikan keamanan dan efektivitas dari semua produk

1980-1990Pada 1980-an, FDA mulai menerbitkan serangkaian dokumen pedoman yang telah memiliki pengaruh besar pada penafsiran kita tentang GMP saat ini. Salah satu dokumen tersebut adalah Guide to Inspection of Computerized Systems in Drug Processing yang diterbitkan pada tahun 1983.. Draft dokumen US “Guidance for Industry: Manufacturing, Processing, or Holding of Active Pharmaceutical Ingredients” dirilis pada tahun 1998. GMP obat (21 CFR 210-211) juga dianggap berlaku untuk pembuatan API.Juga di tahun 1990-an, diusulkan revisi GMP untuk obat dan produk biologis yang dikeluarkan. Masa Depan

menyajikan pedoman apa yang dibutuhkan sebelum merubah agar penerimaan aplikasi obat dapat dibuat. Dokumen-dokumen merincikan jenis-jenis informasi atau studi yang dibutuhkan berdasarkan besarnya atau resiko dari perubahan yang diajukan.

PERKEMBANGAN GMP DI NEGARA MAJU

CPOB di Indonesia

Pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang

dihasilkan sesuai dengan persyaratan

dan tujuan penggunaan (BPOM,

2012).

Menjamin obat dibuat secara konsisten,

memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan

penggunaannya.

PENGERTIAN CPOB

PRINSIP CPOB

SEJARAH CPOB

1969

WHO menerbitkan konsep "Good Practices in Manufacture and quality Control of Drug"

1971

Penerapan CPOB di Indonesia secara sukarela sesuai dengan GMP dari WHO

1984

tersusun “ ASEAN Goods Manufacturing Practices Guidelines “ edisi I dimana Indonesia merupakan koordinator penyusunan CPOB/GMP nya

1988

Pedoman CPOB Edisi 1 BPOM mengeluarkan SK Dirjen POM No

05411/A/SK/XII/89 Tanggal 16 Desember 1989 tentang “Penerapan CPOB pada Industri Farmasi“ sebagai tindak lanjut SK MenKes  RI yang turun beberapa bulan sebelumnya

“ ASEAN Goods Manufacturing Practices Guidelines “ edisi II

1990

Petunjuk Operasional Pedoman CPOB ke 1 Inspeksi CPOB ke 1 Sertifikasi CPOB ke 1

2001

Dirilisnya Pedoman CPOB edisi 2 dan Petunjuk Operasional Pedoman CPOB ke 2

2006

Dirilisnya Pedoman CPOB Edisi 3 (GMP)

2010

Ketentuan Industri Farmasi termasuk CPOB terkini (Permenkes 1799/2010)

2011

Penerapan Sertifikasi dan Re-sertifikasi CPOB

2012

Dikeluarkannya CPOB terkini (cGMP) edisi ke 4 beserta peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan republik indonesia nomor hk.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012 tentang penerapan pedoman cara pembuatan obat yang baik.

PPOP CPOB jilid 12014

PPOP CPOB jilid 2

CPOB 2012

1.Manejemen Mutu2. Personalia

3. Bangunan dan Fasilitas

4. Peralatan

5. Sanitasi dan Higiene

6. ProduksI

7. Pengawasan Mutu

8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok

9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian

10. Dokumetasi

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

12. Kualifikasi dan Validasi

Aneks1.Pembuatan Produk Steril2.Pembuatan Obat Produk Biologi3.Pembuatan Gas Medisinal4.Pembuatan Inhalasi Dosis Terukur Bertekanan (Aerosol)5.Pembuatan Produk dari Darah atau Plasma Manusia6.Pembuatan Obat Investigasi Untuk Uji Klinis7.Sistem Komputerisasi

8.Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik

9.Pembuatan Radiofarmaka

10.Penggunaan Radiasi Pengion dalam Pembuatan Obat

11.Sampel Pembanding dan Sampel Pertinggal

12.Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik

13.Pelulusan Parametris14.Manajemen Risiko

Mutu

MANAJEMEN MUTU

memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif.

Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor.

TUJUAN :

ASPEK MANAJEMEN MUTU

Pemastian Mutu

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)Pengawasan Mutu

Pengkajian Mutu Produk

Manajemen Risiko Mutu

PERSONALIAIndustri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil harus memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya.

Personil Kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), Kepala bagian Produksi dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) / kepala bagian Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain.

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar.Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.Beberapa cangkupan bangunan dan fasilitas:

–Area Penimbangan–Area Produksi–Area Penyimpanan–Area Pengawasan Mutu–Sarana Pendukung

BANGUNAN DAN FASILITAS

Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk.

PERALATAN

• personil • Bangunan• peralatan dan perlengkapan• bahan produksi serta wadahnya • bahan pembersih dan desinfeksi• segala sesuatu yang dapat merupakan sumber

pencemaran produk

SANITASI DAN HIGIENE

Partikulat Udara yang Diperbolehkan untuk Tiap Kelas Kebersihan

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar.

PRODUKSI

Prinsip utama produksi1.Adanya keseragaman atau homogenitas dari bets ke bets 2.Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang seidentik mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi bets yang sudah diproduksi maupun yang akan diproduksi. 3.Bahan dan produk yang ditolak diberi penandaan yang jelas dan disimpan terpisah di “area terlarang”. 4.Bahan atau produk hendaklah dikembalikan kepada pemasoknya atau bila dianggap perlu, diolah ulang atau dimusnahkan. 5.Produk yang dikembalikan dari peredaran dan telah lepas dari pengawasan industri pembuat hendaklah dimusnahkan. 6.Produk tersebut dapat dijual lagi, diberi label kembali atau dipulihkan ke bets berikut jika tanpa keraguan mutunya masih memuaskan setelah dilakukan evaluasi secara kritis oleh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu).

Untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

Mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan.

PENGAWASAN MUTU

1. Mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.

2. dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB

3. Menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.

4. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif

INSPEKSI DIRI, AUDIT MUTU DAN AUDIT & PERSETUJUAN PEMASOK

5. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang.

6. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan.

7. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah

INSPEKSI DIRI, AUDIT MUTU DAN AUDIT & PERSETUJUAN

PEMASOK

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis.

Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif.

PENANGANAN KELUHAN TERHADAP PRODUK DAN PENARIKAN KEMBALI

PRODUK

Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.

DOKUMENTASI

• harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.

• Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.

• Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu.

PEMBUATAN DAN ANALISIS BERDASARKAN KONTRAK

• Sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan.

• Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi.

• Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.

KUALIFIKASI DAN VALIDASI

Pelanggaran terhadap ketentuan Pedoman CPOB dapat dikenai sanksi administratif sebagai berikut :1. Peringatan; 2. Peringatan keras; 3. Penghentian sementara kegiatan; 4. Pembekuan Sertifikat CPOB/CPBBAOB; 5. Pencabutan Sertifikat CPOB/CPBBAOB; dan 6. Rekomendasi pencabutan izin industri farmasi

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2012.Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, Jakarta : Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI.

1. Permenkes RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi.

2. PP RI Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.

3. Peraturan Kepala BPOM RI Nomor HK.03.1.23.12.11.10690 tahun 2011 tentang Penerapan Farmakovigilans Bagi Industri Farmasi.

4. Peraturan Kepala BPOM RI nomor HK.04.1.33.12.11.09937 tahun 2011 tentang Tata Cara Sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik.

PeraturanPerundang-undangan

IZIN INDUSTRI

Pasal 2 ayat 1 : Proses pembuatan obat/bahan obat hanya boleh dilakukan oleh industri farmasiPasal 4 ayat 1 : Pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari Direktur Jenderal

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi

Pasal 5 ayat 1 (Persyaratan) :a.berbadan usaha berupa perseroan terbatas*;b.memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat*;c.memiliki NPWP;d.memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker WNI masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu; dan e.komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.

PENYELENGGARAANPasal 8 (Fungsi Industri Farmasi):a.pembuatan obat dan/atau bahan obatb.pendidikan dan pelatihanc.penelitian dan pengembangan.

PELAPORANPasal 23 ayat 1 : Industri Farmasi wajib menyampaikan laporan industri secara berkala kepada Kepala Badan, dapat disampaikan secara elektronik.

PEMBINAAN DAN PENGAWASANPasal 24 ayat 1 : Pembinaan terhadap pengembangan Industri Farmasi dilakukan oleh Direktur Jenderal

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi

Pasal 25 ayat 1 :Pengawasan terhadap Industri Farmasi sebagaimana diatur dalam Peraturan ini dilakukan oleh Kepala Badan.

Pasal 26 ayat 1 (Sanksi administratif) :a.Peringatan secara tertulis;b.Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran perintah pemusnahan obat atau bahan obatc.Penghentian sementara kegiatan;d.Pembekuan izin industri farmasi; ataue.Pencabutan izin industri farmasi.

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 1 ayat 1 :

Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.

Pasal 8

Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi dapat berupa industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industri obat tradisional, dan pabrik kosmetika.

Pasal 9

(1) Industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang Apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap produksi Sediaan Farmasi.(2) Industri obat tradisional dan pabrik kosmetika harus memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Apoteker sebagai penanggung jawab.(1) Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi berupa industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industri obat tradisional, pabrik kosmetika dan pabrik lain yang memerlukan Tenaga Kefarmasian untuk menjalankan tugas dan fungsi produksi dan pengawasan mutu.

Pasal 34

Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.

Peraturan Kepala BPOM RI Nomor HK.03.1.23.12.11.10690 Tahun 2011 tentang

Penerapan Farmakovigilans Bagi Industri Farmasi

Pasal 2 ayat 2:Farmakovigilans dilakukan dengan pelaporan dan pemantauan mengenai:•aspek keamanan obat dalam rangka deteksi, penilaian, pemahaman, dan pencegahan efek samping atau masalah lain terkait dengan penggunaan;•perubahan profil manfaat-risiko obat;•aspek mutu yang berpengaruh terhadap keamanan obat.

Pasal 7 : Sanksi Administratif

1. Peringatan tertulis

2. Larangan mengedarkan

untuk sementara waktu atau penarikan kembali

obat/bahan obat4. Penghentian

sementara kegiatan

3. Pemusnahan obat/bahan

obat

Pasal 2 ayat 1 :Industri Farmasi wajib melaksanakan Farmakovigilans.

Peraturan Kepala BPOM RI Nomor HK.03.1.23.12.11.10690 Tahun 2011 tentang

Penerapan Farmakovigilans Bagi Industri Farmasi

Pasal 2

(1) Sertifikat CPOB diberikan untuk setiap unit bangunan sesuai dengan bentuk sediaan dan proses pembuatan yang dilakukan untuk semua tahapan atau sebagian tahapan.

Pasal 5

(1) Industri Farmasi yang membuat Obat WAJIB memenuhi persyaratan pada Pedoman CPOB yang berlaku.

Peraturan Kepala BPOM RI Nomor HK.04.1.33.12.11.09937 Tahun 2011 tentang Tata Cara Sertifikasi CPOB

Pemohon mengajukan permohonan persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) kepada Kepala

Badan

Evaluasi kesesuaian RIP dengan persyaratan CPOB selama 14 hari kerja

Persetujuan RIP Surat permintaan perbaikan RIP

Memenuhi syarat Belum memenuhi syarat

Pengajuan Sertifikat Baru (Pasal 9 dan 11) & Penerbitan Sertifikat

(Pasal 12)

Persetujuan RIP

Pemohon melaporkan kemajuan pembangunan secara periodik setiap 3 bulan kepada Direktur

Setelah pembangunan selesai dan dilakukan kualifikasi, pemohon mengajukan permohonan

Sertifikasi

Kepala Badan melakukan Inspeksi

Kepala Badan menyampaikan evaluasi pemenuhan persyaratan CPOB kepada

Pemohon.

Rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB sebagai kelengkapan dalam rangka permohonan izin industri

farmasi

Sertifikat CPOB

DAFTAR PUSTAKABadan Pengawasan Obat dan Makanan Republik

Indonesia. 2012.Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, Jakarta : Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, Jakarta : Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2001. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, Jakarta : Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI.

BPOM RI. 2011. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.23.12.11.10690 Tahun 2011 Tentang Penerapan Farmakovigilans Bagi Industri Farmasi. Jakarta. Tersedia di: http://www.who-umc.org/graphics/28552.pdf [diakses pada 26/02/16 pk. 06.00]

BPOM RI. 2011. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.04.1.33.12.11.09937 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Sertifikasi Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta. Tersedia di: http://isd-indonesia.org/wp-content/uploads/2015/01/HealthRelatedandSocialServices-No1.pdf [diakses pada 26/02/16 pk. 07.15]

Chen Zhu. 2011. Good Manufacturing Practice For Drug (2010 revision). http://eng.sfda.gov.cn/WS03/CL0768/65113.html. 26 februari 2016 pk.18.00

Code of Federal Regulation.2011. http://www.archives.gov/open/dataset-cfr.html. 26 Februari 2016.

GMP Canada Guidelines 2009 edition version 2. 2009. http://www.hc-sc.gc.ca/dhp-mps/alt_formats/pdf/compli-conform/gmp-bpf/docs/gui-0001-eng.pdf. 26 Februari 2016.pk.19.00

Immel, Barbara K. 2001. A Brief History of the GMPs for Pharmaceuticals. Pharmaceutical Technology.pp 44-52.

Menteri Kesehatan RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Jakarta.

.

Pharmaceutical Inspection Convention. 2009. PIC/S. https://www.tga.gov.au/sites/default/files/manuf-pics-gmp-medicines-introduction.pdf. 26 februari 2016.

Presiden RI. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.

TERIMA KASIHTHANK YOUHATUR NUHUN

top related