refrat ambliopia new1
Post on 19-Jan-2016
31 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Ambliopia adalah penurunan tajam penglihatan, walaupun sudah diberi koreksi yang
terbaik. Ambliopia dapat terjadi unilateral atau bilateral ( jarang ) yang tidak dapat
dihubungkan langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras penglihatan
posterior 1. Ambliopia berasal dari bahasa yunani, yang berarti penglihatan tumpul atau
pudar (Amblus : pudar, Ops : mata ). Klasifikasi ambliopia dibagi kedalam beberapa
kategori dengan nama yang sesuai dengan penyebabnya yaitu ambliopia strabismik,
ambliopia eksentrik, ambliopia anisometropik, ambliopia isometropia, dan ambliopia
deprivasi 1.
Ambliopia dikenal juga dengan istilah “ mata malas “ ( lazy eye ), merupakan suatu
permsalahan dalam penglihatan yang memang hanya mengenai 2-3% populasi, tetapi
bila dibiarkan akan sangat merugikan nantinya bagi kehidupan si penderita. Insidennya
tidak dipengaruhi jenis kelamin dan ras. Ambliopia tidak dapat sembuh sendiri nya.
Ambliopia yang tidak diterapi dapat menyebabkan gangguan penglihatan permanen.
Jika nantinya pada mata yang baik timbul suatu penyakit ataupun trauma, maka
penderita akan bergantung pada penglihatan buruk mata yang ambliopia,oleh karena itu
ambliopia harus ditatalaksana secepat mungkin2.
Hampir seluruh kasus ambliopia dapat dicegah dan bersifat reversibel dengan deteksi
dini dan intervensi yang tepat 2,3. umumnya penatalaksanaan ambliopia dilakukan
dengan menghilangkan penyulit, mengkoreksi kelainan refraksi dan memaksakan
penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi penggunaan yang lebih baik.
Anak dengan ambliopia atau yang beresiko ambliopia hendaknya dapat diidentifikasi
pada umur dini, dimana prognosis keberhasilan terapi akan lebih baik1. Prognosis juga
ditentukan oleh jenis ambliopia dan dalamnya saat terapi dimulai.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFENISI
Ambliopia berasal dari bahasa Yunani, yang berarti penglihatan yang tumpul atau
pudar (amblus : pudar, ops : mata ).3
Ambliopia adalah berkurangnya visus atau tajam penglihatan unilateral (satu mata)
bisa juga bilateral (dua mata) walaupun sudah dengan koreksi terbaik tanpa
ditemukannya kelainan struktur pada mata atau lintasan visual bagian belakang.
Hal ini merupakan akibat pengalaman visual yang abnormal paa masa lalu (masa
perkembangan visual) penyebabnya adalah strabismus atau mata juling, anisometropia
atau bilateral ametrop yang tinggi, serta ambliopia exanopsia. Penurunan tajam
penglihatan mungkin sangat ringan sehingga sulit dideteksi atau sedemikian parah
sehingga tidak mampu membedakan bentuk walaupun masih bisa melihat cahaya.13
2.2. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA
Retina
Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran dari pada
serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan koroid.1,2 Bagian anterior
berakhir pada ora serata. Dibagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan
terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1 - 2 mm yang berperan
penting untuk tajam penglihatan. Ditengah makula lutea terdapat bercak mengkilat yang
merupakan reflek fovea.2 Kira-kira 3 mm kearah nasal kutub belakang bola mata terdapat
daerah bulat putih kemerah-merahan, disebut papil saraf optik, yang ditengahnya agak
melekuk dinamakan ekskavasi faali. Arteri retina sentral bersama venanya masuk
kedalam bola mata ditengah papil saraf optik. Arteri retina merupakan pembuluh darah
terminal.2
Retina terdiri atas lapisan:1
1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
2
2. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
3. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang. Ketiga
lapis diatas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
4. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
5. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller
Lapisini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral
6. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel
bipolar,sel amakrin dengan sel ganglion
Saraf Optikus
Saraf optikus terutama tersusun atas akson sel-sel ganglion retina. Akson-akson tersebut
bertemu di papil saraf optikus yang berdiameter sekitar 1,5 mm, menembus sklera pada
lamina kribrosa, dan kemudian membentuk berkas-berkas serabut saraf bermyelin yang
dipisahkan oleh sekat jaringan ikat. Setiap saraf optikus dilapisi oleh selaput yang identik
dengan meningen.2
Saraf optikus dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:2,4
1. Bagian intraokular yang terbagi menjadi kepala saraf optikus ( papil saraf optikus
/Optic disc), bagian pre-laminar yang berada di depan lamina kribrosa, bagian
laminar yang berada di dalam lamina kribrosa, dan bagian post-laminar yang berada
di belakang lamina kribrosa
2. Bagian intraorbital yang memiliki panjang sekitar 3 cm, berbentuk huruf S, dan
menjulur dari bola mata sampai ke apeks orbita
3. Bagian kanalis optikus dengan panjang sekitar 5-7 mm
4. Bagian intrakranial yang menjulur dari kanalis optikus ke bagian anterior kiasma
optikum dan traktus optikus (10 mm)
Kepala saraf optikus terdiri dari 4 jenis sel, sebagai berikut: akson sel ganglion,
astrosit, capillary-associated cell dan fibroblas. Serabut saraf optik melewati lamina
cribrosa (struktur seperti saringan dengan 200-300 lubang yang melubangi koroid
dan sklera).
Pasokan darah untuk saraf optikus di anterior lamina kribosa berasal dari arteri
siliaris. Bagian orbital mendapatkan darah dari arteri oftalmikus beserta cabang-
3
cabangnya termasuk arteri retina sentralis. Saraf optikus yang berada di kanalis
optikus mendapat darah dari arterioftalmikus. Sedangkan bagian intrakranial
mendapatkan darah secara sentripetal dari pembuluh darah pial. Drainase vena dari
bagian okular dan orbital saraf optikus akan mengalir ke vena sentralis retina.2,4
Papil saraf Optikus
Permulaan saraf optikus di retina inilah yang disebut sebagai papil saraf optikus
(Optic disc). Karena ketiadaan fotoreseptor di papil saraf optikus, maka bagian retina
ini tidak dapat berespon terhadap stimulus cahaya. Karenanya bagian ini disebut juga
sebagai blind spot ,dan memiliki diameter sekitar 1,5 mm.3
Papil saraf optikus merupakan tanda oftalmoskopik penting pada pemeriksaan
funduskopi. Yang perlu diperhatikan dari papil saraf optikus adalah warna, batas,cup
disc ratio dan lingkaran neuroretinal. Papil yang normal akan berwarna merah
kekuningan,dengan batas yang jelas, non-elevated,dan memilki cup-disc ratio kurang
dari 0,3.4
4
Gambar . Gambaran papil saraf optikus (bawah) dan cup-disc ratio(atas)
2.3. FISIOLOGI PERKEMBANGAN PENGLIHATAN
Untuk memahami ambliopia, kita perlu memahami tentang :
1. Perkembangan Penglihatan Monokular (Menggunakan Satu Mata)
Pada saat lahir, tajam penglihatan berkisar antara gerakan tangan sampai hitung
jari. Hal ini karena pusat penglihatan di otak yang meliputi nukleus genikulatum
lateral dan korteks striata belum matang. Setelah umur 4-6 minggu, fiksasi bintik
kuning atau fovea sentral timbul dengan pursuit halus yang akurat. Pada umur 6
bulan respon terhadap stimulus optokinetik timbul. Perkembangan penglihatan
yang cepat terjadi pada 2-3 bulan pertama yang dikenal sebagai periode kritis
perkembangan penglihatan. Tajam penglihatan meningkat lebih lambat setelah
periode kritis dan pada saat berumur 3 tahun mencapai 20/3016
2. Perkembangan Penglihatan Binokular (Penglihatan dengan Dua Mata
Bersamaan)
5
Perkembangan penglihatan binokular terjadi bersamaan dengan meningkatnya
penglihatan monokular. Kedua saraf dari mata kanan kiri akan bergabung
memberikan penglihatan binokular (penglihatan tunggal dua mata). Di korteks
striata jalur aferen kanan dan kiri berhubungan dengan sel-sel korteks binokular
yang mempunyai respon terhadap stimuli kedua mata, dan sel-sel korteks
monokular yang bereaksi terhadap rangsangan hanya satu mata. Kira-kira 70% sel
sel di korteks striata adalah sel-sel binokular. Sel-sel tersebut berhubungan dengan
saraf di otak yang menghasilkan penglihatan tunggal binokular dan stereopsis
(penglihatan tiga dimensi). Fusi penglihatan binokular berkembang pada usia 1,5
hingga 2 bulan, sementara stereopsis berkembang kemudian pada usia 3 hingga 6
bulan.16
3. Penglihatan binokular tunggal dan stereopsis
Penglihatan binokular normal adalah proses penyatuan bayangan
di retina dari dua mata ke dalam persepsi penglihatan tunggal
tiga dimensi. Syarat penglihatan binokular tunggal adalah
memiliki sumbu mata yang tepat sehingga bayangan yang sama
dari masing-masing mata jatuh pada titik di retina yang sefaal,
yang akan diteruskan ke sel-sel binokular korteks yang sama.
Obyek di depan atau belakang horopter akan merangsang titik
retina nonkorespondensi. Titik di belakang horopter empiris
merangsang retina binasal, dan titik di depan horopter
merangsang retina bitemporal. Ada daerah yang terbatas di
depan dan di belakang garis horopter tempat obyek merangsang
titik-titik retina non korespondensi sehingga masih dapat terjadi
fusi menjadi bayangan binokular tunggal. Area ini disebut area
fusi Panum. Obyek dalam area ini akan menghasilkan penglihatan
binokular tunggal dengan penglihatan stereopsis atau tiga
dimensi. Fovea atau bintik kuning mempunyai resolusi atau daya
pisah ruang yang tinggi, sehingga perpindahan kecil pada garis
horopter pada lapang pandang sentral dapat terdeteksi,
menghasilkan stereopsis derajat tinggi.16
6
4. Adaptasi sensoris pada gangguan rangsangan penglihatan
Hal ini terjadi karena kedua mata kita terpisah dan masingmasing
mata mempunyai perbedaan penglihatan saat melihat obyek.
Perkembangan sistem penglihatan menyesuaikan dengan
kekacauan bayangan retina yang tidak sama dengan menghambat
aktivitas korteks dari satu mata. Hambatan korteks ini biasanya
melibatkan bagian sentral lapang pandang dan disebut supresi
kortikal. Bayangan yang jatuh dalam lapang supresi kortikal tidak
akan dirasakan dan area ini disebut skotoma supresi. Supresi
tergantung pada adanya penglihatan binokular,dengan satu mata
berfiksasi sedang mata satunya supresi. Ketika mata fiksasi
ditutup, skotoma supresi hilang. Supresi korteks mengganggu
perkembangan sel-sel kortikal bilateral dan akan menghasilkan
penglihatan binokular abnormal tanpa stereopsis atau stereopsis
yang buruk. Jika supresi bergantian antara kedua mata, tajam
penglihatan akan berkembang sama meskipun terpisah tanpa
fungsi binokular normal sehingga terjadi penglihatan bergantian
atau alternating. Supresi terus menerus terhadap aktivitas korteks
pada satu mata akan mengakibatkan gangguan perkembangan
penglihatan binokularitas dan tajam penglihatan yang buruk.16
2. 4. GANGGUAN PADA TAHAP PERKEMBANGAN PENGLIHATAN YANG
BERHUBUNGAN DENGAN AMBLIOPIA
A. STRABISMUS
7
Strabismus adalah gangguan visual di mana mata tidak sinkron dan titik fokus
menuju ke arah yang berbeda17.
Jenis Klasifikasi strabismus dibagi menjadi 417:
Esotropia. Keadaan strabismus, yakni juling ke dalam atau strabismus
konvergen manifest di mana sumbu penglihatan mengarah ke arah nasal.
Eksotropia. Keadaan strabismus, yakni juling ke luar atau strabismus divergen
manifest di mana sumbu penglihatan kea rah temporal.
Hipertropia. Keadan strabismus, dimana salah satu bola mata normal,
sedangkan bola mata yang lain bergulir kearah atas, atau seakan akan salah
satu mata melihat kearah alis atau rambut.
Hipotropia. Keadan strabismus, dimana salah satu bola mata normal,
sedangkan bola mata yang lain bergulir ke arah bawah atau seakan akan
melihat kearah mulut.
B. GANGGUAN REFRAKSI
Dalam keadaan normal, cahaya sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan
istirahat atau tidak berakomodasi akan difokuskan pada satu titik di retina.
Kondisi ini disebut emetropia. Ketika mata dalam keadaan tidak berakomodasi
dengan baik, mata tidak dapat memfokuskan cahaya ke retina. Keadaan ini
disebut ametropia. Namun, ada suatu keadaan dimana mata mempunyai kelainan
refraksi yang tidak sama pada mata kanan dan mata mata kiri. Ada tiga keadaan
yang dapat menyebabkan ametropia, yaitu18:
Miopia
Hipermetropia (disebut juga hiperopia)
Astigmat
8
Miopia disebut sebagai rabun jauh akibat berkurangnya kemampuan untuk
melihat jauh akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik18.
Hipermetropia dikenal juga dengan istilah hiperopia atau rabun dekat. Pasien
denga hipermetrop mendapat kesukaran untuk melihat dekat akibat sukarnya
berakomodasi. Keluhan akan bertambah dengan bertambahnya umur yang
diakibatkan melemahnya otot siliar untuk akomodasi dan berkurangnya
kekenyalan lensa18.
Pada astigmat atau silinder, sinar-sinar yang masuk ke mata tidak dapat
difokuskan pada satu titik di retina akibat perbedaan kelengkungan kornea atau
lensa18. Presbiopia adalah perkembangan normal yang berhubungan dengan usia,
dimana akomodasi yang diperlukan untuk melihat dekat perlahan-lahan
berkurang. Pada usia di atas 40 tahun umumnya seseorang akan membutuhkan
kacamata baca. Keadaan ini akibat telah terjadinya presbiopia18. Pada keadaan
tidak terfokusnya sinar pada retina, hal yang dapat dilakukan adalah
memperlemah pembiasaan sinar seperti pada myopia dipergunakan lensa negatif
untuk memindahkan focus sinar ke belakang. Bila sinar dibiaskan di belakang
retina seperti pada hipermetropia maka diperlukan lensa positif untuk menggeser
sinar ke depan sehingga melihat jelas. Lensa positif atau lensa negatif dapat
dipergunakan dalam bentuk kacamata ataupun dalam bentuk lensa kontak.
Penggeseran bayangan sinar dapat pula dilakukan denan tindakan bedah yang
dinamakan bedah refraktif18.
C. GANGGUAN PENGLIHATAN FUNGSIONAL
Penurunan ketajaman visual bilateral pada anak yang disebabkan karena anak
mengalami stres, seperti kelahiran saudara baru, perceraian,atau kehilangan orang
yang dicintai. Seorang anak dengan gangguan penglihatan fungsional tidak akan
menunjukkan factor risiko amblyogenic seperti strabismus, kesalahan bias yang
signifikan, dan kekeruhan media.
9
2.5 EPIDEMIOLOGI
Studi mengenai insidens dan prevalensi secara khusus jarang dilakukan. Insidens
dan prevalensi ambliopia pada anak-anak di Amerika berkisar 1% hingga 5%,
tergantung pada populasi yang diteliti dan kriteria definisi ambliopia yang dipakai.
India yang memiliki banyak masalah kesehatan mata, memperkirakan bahwa
prevalensi ambliopia adalah sebesar 4,3%2.
Di Indonesia, prevalensi ambliopia pada murid-murid kelas I SD di Kotamadya
Bandung pada tahun1989 adalah sebesar 1,56% (Sastraprawira, 1989). Pada tahun
2002, hasil penelitian mengenai ambliopia di Yogyakarta, didapatkan insidensi
ambliopia pada anak-anak SD di perkotaan adalah sebesar 0,25%, sedagkan di daerah
pedesaan sebesar 0,20% (Suhardjo et al, 2002). Penyebab ambliopia terbanyak pada
studi tersebut adalah anisometropia yaiut sebesar 44,4%. Sedangkan penelitian
tentang ambilopia pada 54.260 anak SD di 13 kecamatan di DIY pada tahun 2005
dengan kriteria ambliopia yaitu visus dengan koreksi terbaik ≤ 20/30, dan terdapat
paling sedikit perbedaan 2 baris Optotipe Snellen antara mata kanan dan kiri,
menggunakan teknik crowding phenomenon, neutral density filter, dan tidak
ditemukannya kelainan organik ternyata hanya menemukan prevalensi ambliopia
sebesar 0,35% (Triyanto, 2006)2. Jenis kelamin dan ras tampaknya tidak ada
perbedaan. Usia terjadinya ambliopia yaitu pada periode kritis dari perkembangan
mata. Resiko meningkat pada anak yang perkembangannya terlambat, prematur
dan/atau dijumpai adanya riwayat keluarga ambliopia7.
2.6. KLASIFIKASI AMBLIOPIA
Klasifikasi ambliopia secara klinis adalah sebagai berikut:
A. Ambliopia Strabismus
B. Ambliopia Anisometropia
C. Ambliopia Ametropia
D. Ambliopia Deprivasi
10
A. Ambliopia strabismus (Ambliopia mata juling)
Ambliopia strabismus merupakan bentuk ambliopia yang paling sering dan
menyebabkan hilangnya penglihatan binokuler. Tropia atau mata juling yang konstan,
non alternan atau tidak bergantian kanan dan kiri merupakan penyebab ambliopia
strabismus yang paling signifikan. Dengan satu mata yang lurus dan mata lain
berdeviasi dapat menimbulkan dua fenomena penglihatan yang berbeda yaitu konfusi
atau kekacauan dan diplopia atau melihat dobel. Konfusi penglihatan merupakan
persepsi yang bersamaan dari dua buah obyek yang berbeda yang diproyeksikan ke
area retina koresponden. Secara fisiologis kedua fovea tidak dapat mempersepsikan
obyek-obyek yang berbeda secara bersamaan. Hal ini menyebabkan supresi terhadap
obyek dari mata yang deviasi agar penglihatan tetap tunggal. Sedangkan diplopia
adalah penglihatan ganda yang disebabkan oleh jatuhnya bayangan di fovea pada satu
mata sedangkan pada mata yang lain berada di luar fovea. Konfusi dan diplopia
dihilangkan dengan melakukan supresi.
B. Ambliopia Anisometropia
Ambliopia anisometrik terjadi bila ada kelainan refraksi yang tidak seimbang
antara kedua mata sehingga bayangan yang jatuh pada salah satu mata tidak fokus.
Kaburnya bayangan retina asimetris atau unilateral dapat mengakibatkan ambliopia
pola distorsi monokular dan hilangnya binokularitas. Anisometropia miopia ringan
biasanya tidak menimbulkan ambliopia, tetapi miopia unilateral (-6D) sering
mengakibatkan ambliopia berat. Anisometropia miopia yang bermakna bila terdapat
perbedaan kelainan refraksi lebih dari 5D. Anisometropia hipermetropia atau
astigmatisme anisometropia +1,50D dapat menyebabkan ambliopia, sedangkan
anisometropia hipermetropik sedang (+3,00 D) dapat menimbulkan ambliopia berat.
Anisometropia dan astigmatisme oblik merupakan faktor risiko ambliopia.
Astigmatisme oblik lebih sering menyebabkan ambliopia Biasanya sikap tubuh dan
mata anak tersebut dari luar tampak normal, sehingga deteksi dini dan penanganan
sering terlambat. Sedangkan kalau diperhatikan betul, seringkali anak tersebut
memicingkan satu matanya agar sinar yang masuk mata yang paling mendekati aksis
dan terhindar dari sinar hambur sehingga tampak lebih jelas.16
C. Ambliopia Ametropia11
Timbul pada pematangan visual yang berlanjut di bawah pengaruh kedua
bayangan retina yang kabur. Keadaan ini disebut juga ambliopia dengan pola distorsi
binokular. Secara klinis terlihat pada hipermetrop tinggi bilateral + 5D atau lebih dan
myopia tinggi 10 D astigmatisme bilateral simetris. Pola distorsi bilateral
menyebabkan buruknya penglihatan bilateral tetapi tidak menghalangi perkembangan
penglihatan binokular dengan stereopsis kasar. Kaburnya bayangan tersebut
menimbulkan ambliopia bilateral dan nistagmus. Anak-anak dengan kelainan tersebut,
biasanya akan bergerak maju mendekati obyek yang dilihat untuk mendapatkan
penglihatan yang lebih baik. Anak-anak dengan kelainan refraksi kalau melihat harus
maju mendekati objek. Ambliopia meridional bilateral merupakan pola distorsi
sekunder dan bilateral dengan astigmatisme +3,00 atau lebih. Astigmatisme dengan
aksis oblik akan menyebabkan ambliopia lebih sering daripada astigmatisme dengan
aksis ± 15 derajat dari sumbu tegak atau mendatar 20
D. Ambliopia Deprivasi
Ambliopia deprivasi disebut juga ambliopia ex anopsia atau disuse amblyopia.
Ambliopia ini disebabkan oleh karena kelainan kongenital (bawaan) pada mata atau
terdapatnya kekeruhan media refraksi sejak awal. Bila terjadi hanya pada satu mata
maka ambliopia yang diderita memiliki pola distorsi monokular, sedangkan bila kedua
mata menderita kelainan, maka akan timbul ambliopia dengan pola distorsi binokular.
Bentuk ambliopia deprivasi ini paling jarang, tetapi paling merusak dan sulit
ditangani. Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa bisa unilateral atau
bilateral, dan merupakan penyebab hilangnya penglihatan pada 10% anak. Katarak
kongenital dapat disebabkan oleh faktor keturunan dan kelainan metabolik, infeksi
saat ibu hamil misalnya akibat rubella, sitomegalovirus, varisela, sifilis,
toksoplasmosis, dan trauma, namun penyebab utama katarak kongenital ini adalah
idiopatik artinya yang tidak diketahui penyebabnya. Kekeruhan lensa pada satu mata
menyebabkan hilangnya penglihatan permanen lebih banyak dibandingkan dengan
kekeruhan lensa pada kedua mata. Hal ini karena kompetisi penglihatan di antara dua
mata yang dapat menimbulkan ambliopia. Pada anak-anak usia di bawah 6 tahun
dengan katarak kongenital berdiameter 3 mm atau lebih yang padat dan berada di
tengah-tengah lensa, dapat mengakibatkan ambliopia yang berat. Tetapi bila anak
tersebut sudah berusia di atas 6 tahun dan baru menderita katarak seperti tersebut
diatas, tidak akan lebih berbahaya. Hal ini disebabkan karena perkembangan visual 12
terjadi pada usia di bawah 6 tahun. Ambliopia oklusi merupakan salah satu penyebab
ambliopia deprivasi akibat terapi oklusi atau patching yang berlebihan, yang pada
umumnya untuk terapi ambliopia pada strabismus. Hal ini dapat dihindari dengan
melakukan pemeriksaan rutin 20. Beberapa kelainan binokular lain yang dapat
menimbulkan ambliopia adalah: ptosis kongenital, sindrom blefarofimosis, disgenesis
kornea, distrofi kornea, kelainan metabolik yang menyebabkan kekeruhan kornea,
hemangioma dan glaukoma kongenital. Kelainan disgenesis kornea yang sering
ditemukan adalah anomali Peter dan limbal dermoid. Kekeruhan media akibat
perdarahan vitreus dapat mengakibatkan berkembangnya ambliopia pada anak-anak,
khususnya anak-anak yang sering mengalami trauma21
2.7. PATOFISIOLOGI
Ambliopia terjadi karena kurangnya rangsangan untuk meningkatkan perkembangan
penglihatan. Penyebab-penyebab ekstraneural seperti katarak, astigmatisme, strabismus,
atau kelainan refraksi yang tidak dikoreksi, merupakan pemicu yang dapat mengakibatkan
penurunan fungsi visual pada orang yang sensitif. Derajat ringan beratnya ambliopia
ditentukan oleh lamanya penderita mengalami kurangnya rangsang untuk penglihatan
makula. Ambliopia yang ditemukan pada usia dibawah 6 tahun masih dapat dilakukan
latihan untuk perbaikan fungsi penglihatan. Oleh karena itu, sangat penting pemeriksaan
kesehatan mata anak sejak dini. 1
Pada patofisiologi ambliopia, terdapat dua mekanisme penyebab yaitu nirpakai dan
supresi. Ambliopia nirpakai terjadi akibat tidak dipergunakannya elemen visual retino-
kortikal pada saat masa kritis perkembangan penglihatan, yaitu sebelum usia 9 tahun.
Ambliopia supresi terjadi pada tingkat kortikal dimana terdapat skotoma absolut pada
penglihatan binokular untuk mencegah diplopia pada mata yang juling, atau hambatan
binokular pada bayangan retina yang tidak jelas. Supresi tidak berhubungan dengan masa
perkembangan penglihatan.1
Pada amblyopia terdapat kerusakan penglihatan sentral, sedangkan daerah penglihatan
perifer dapat dikatakan masih tetap normal. Studi eksperimental pada binatang serta studi
klinis pada bayi dan balita, mendukung konsep adanya suatu periode kritis yang peka
dalam berkembangnya kondisi amblyopia. Periode kritis ini sesuai dengan
perkembangan sistem penglihatan anak yang sensitif terhadap masukan abnormal yang
diakibatkan oleh rangsangan deprivasi, strabismus, atau kelainan refraksi yang signifikan.2
13
Secara umum, periode kritis untuk amblyopia deprivasi terjadi lebih cepat dibanding
strabismus maupun anisometropia. Lebih lanjut, waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya
amblyopia ketika periode kritis lebih singkat pada rangsang deprivasi dibandingkan
strabismus atau anisometropia.2
2.8. MANIFESTASI KLINIS
Ambliopia sering tidak terdeteksi karena tidak bergejala, kecuali terdapat
abnormalitas pada mata anak tersebut. Anak-anak sering mengeluh penglihatan satu
mata baik sedangkan mata lainnya buruk. Oleh karena itu peran orang tua sangat
dibutuhkan. Beberapa tanda pada mata dengan ambliopia, seperti :
Berkurangnya penglihatan satu mata.
Menurunnya tajam penglihatan terutama pada fenomena crowding.
Hilangnya sensitivitas kontras.
Mata mudah mengalami fiksasi eksentrik. 8
Adanya anisokoria.
Tidak mempengaruhi penglihatan warna.
Biasanya daya akomodasi menurun.
Sering menutup satu mata bila membaca atau melihat papan tulis
Pada ERG dan EEG penderita ambliopia dapat normal yang berarti tidak terdapat
kelainan organik pada retina maupun korteks serebri.
2.9. DIAGNOSIS
Amblyopia didiagnosis bila ada penurunan tajam penglihatan yang tidak dapat
dijelaskan, dimana hal tersebut terkait dengan riwayat atau kondisi yang dapat
menyebabkan amblyopia.2
Anamnesis
14
Kapan menemukan pasien amblyopia, ada 4 pertanyaan penting yang harus kita
tanyakan dan harus dijawab dengan lengkap, yaitu:7
1. Kapan pertama kali ditemukan kelainan amblyogenik? (Seperti strabismus,
anisometropia, dll)
2. Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan?
3. Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu?
4. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?
Sebagai tambahan, penting juga ditanyakan riwayat keluarga yang menderita
strabismus atau kelainan mata lainnya, karena hal tersebut merupakan predisposisi
seorang anak menderita amblyopia.4 Strabismus ditemukan sekitar 4% dari
keseluruhan populasi. Frekuensi strabismus yang "diwariskan" berkisar antara 22% -
66%. Frekuensi esotropia diantara saudara sekandung, dimana pada orang tua tidak
ditemukan kelainan tersebut, adalah 15%. Jika salah satu orang tuanya esotropia,
frekuensi meningkat sampai 40%. (Informasi ini tidak mempengaruhi prognosis, tapi
penting untuk keturunannya). 7
Pemeriksaan fisik
a. Tajam Penglihatan
Penderita amblyopia kurang mampu untuk membaca bentuk / huruf yang rapat dan
mengenali pola apa yang dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut. Tajam penglihatan
yang dinilai dengan cara konvensional, yang berdasar pada kedua fungsi tadi, selalu
subnormal. 5 Menentukan tajam penglihatan mata amblyopia pada anak adalah
pemeriksaan yangpaling penting.2 Meskipun untuk mendapatkan hasil pemeriksaan
yang dapat dipercaya sulit pada pasien anak - anak, tapi untungnya penatalaksanaan
amblyopia sangat efektif dan efisien pada anak - anak.5
Anak yang sudah mengetahui huruf balok dapat di tes dengan karta Snellen
standar. Untuk Nonverbal Snellen, yang banyak digunakan adalah tes "E" dan tes
"HOTV". Tes lain adalah dengan simbol LEA. (Gambar 2) Bentuk ini mudah untuk
anak usia ± 1 tahun (todler), dan mirip dengan konfigurasi huruf Snellen. Caranya
sama dengan tes HOTV.5
15
Gambar 1 . Balok interaktif yang mengelilingi huruf Snellen
b. Netral density (nd) filter test
Tes ini digunakan untuk membedakan amblyopia fungsional dan organik. Filter
densitas netral (Kodak No.96, ND 2.00 dan 0,50) dengan densitas yang cukup untuk
menurunkan tajam penglihatan mata normal dari 20/20 (6 / 6) menjadi 20/40 (6 /12)
ditempatkan di depan mata yang amblyopik. 5,6 Kapan pasien menderita amblyopia,
tajam penglihatan dengan NDF tetap sama dengan visus kembali atau sedikit
membaik.9 Jika ada amblyopia organik, tajam penglihatan menurun dengan nyata bila
digunakan filter,7,11 misalnya 20/100 (6 / 30) menjadi hitung jari atau lambaian
tangan.9 Keuntungan tes ini bisa, digunakan untuk screening secara cepat sebelum,
dikerjakan terapi oklusi, saat penyebab amblyopia tidak jelas. 6
c. Menentukan sifat fiksasi
Pada pasien amblyopia, sifat fiksasi harus ditentukan. Penglihatan sentral terletak
pada foveal; pada fiksasi eksentrik, yang digunakan untuk melihat adalah daerah
retina parafoveal .Hal ini sering ditemukan pada pasien dengan strabismik amblyopia
dari anisometropik amblyopia. 8 Fiksasi eksentrik ditandai dengan tajam penglihatan
20/200 (6 / 60) atau lebih buruk lagi. 2,8 Tidak cukup kiranya menentukan sifat fiksasi
hanya pada posisi refleks cahaya korneal. Fiksasi didiagnosis dengan menggunakan
visuskop dan dapat terdokumentasi dengan kamera fundus Zeiss. Tes lain dapat
dengan tes tutup alternat untuk fiksasi eksentrik bilateral.6
16
Visuskop
Visuskop adalah oftalmoskop yang telah dimodifikasi yang memproyeksikan target
fiksasi ke fundus. Mata yang tidak diuji ditutup. Pemeriksa memproyeksikan target
fiksasi ke dekat makula, dan pasien mengarahkan pandagannya ke tanda bintik hitam
(tanda bintang / *). 7,11
Posisi tanda asterisk di fundus pasien dicatat. Pengujian ini diulang beberapa kali
untuk menentukan ukuran daerah fiksasi eksentrik. 7 Pada fiksasi sentral, tanda
asterisk terletak di fovea. Pada fiksasi eksentrik, mata akan bergeser sehingga asterisk
bergerak ke daerah ekstrafoveal dari fiksasi retina. Tes visuskop akan menunjukkan
adanya fiksasi eksentrik pada kedua belah mata.11
Tes Tutup Alternat (Alternat Cover Test) untuk fiksasi Eksentrik Bilateral
Fiksasi eksentrik bilateral adalah suatu kelainan yang jarang ditemukan dan terjadi
pada pasien - pasien dengan amblyopia kongenital kedua belah mata dan dalam hal ini
pada penyakit makula bilateral dalam jangka lama.6 Misalnya bila kedua mata
ekstropia atau esotropia, maka bila mata kontralateral ditutup, mata yang satunya tetap
pada posisi semula, tidak ada usaha untuk refiksasi bayangan. 8
17
Gambar 5. Cover - Uncover test
Gambar 6. Indirect cover test
d. Uji Worth’s Four Dot (untuk fusi dan penglihatan stereosis)
18
Uji untuk melihat penglihatan binokular, adanya fusi, korespondensi retina
abnormal, supresi pada satu mata dan juling.
Penderita memakai kacamata dengan filter merah pada mata kanan dan filter hijau
pada mata kiri dan melihat pada objek 4 titik dimana 1 berwarna merah, 2 hijau, dan 1
putih. Lampu atau titik putih akan terlihat merah oleh mata kanan dan hijau oleh mata
kiri. Lampu merah hanya dapat dilihat oleh mata kanan dan lampu hijau hanya dapat
dilihat oleh mata kiri. Bila fusi baik maka akan terlihat 4 titik dan lampu putih terlihat
sebagai warna campuran hijau dan merah. 4 titik juga akan dilihat oleh mata juling
tetapi telah terjadi korespondensi retina yang tidak normal. Bila terdapat supresi maka
akan terlihat hanya 2 merah bila mata kanan dominan atau 3 hijau bila mata kiri yang
dominan. Bila terlihat 5 titik yaitu 3 merah dan 2 hijau yang bersilangan berarti mata
dalam kedudukan eksotropia dan bila tidak bersilangan berarti mata berkedudukan
esotropia.4
Gambar 7. Peralatan pada Uji Worth’s Four Dot
a. Test Hirschbergh (Corneal Light Reflex)
Pemeriksaan dilakukan dengan menyinari (dengan senter) mata penderita pada
jarak 33 cm. Diperhatikan pantulan sinar pada kornea.
- Normal/tak ada deviasi Pantulan sinar ditengah pupil kedua mata
- Deviasi 15 derajat Pantulan sinar dipinggir pupil mata deviasi
dan ditengah pupil mata yang fiksasi
19
- Deviasi 30 derajat Pantulan sinar pertengahan pupil dan limbus
pada mata deviasi dan ditengah pupil mata yang
fiksasi.
- Deviasi 45 derajat Pantulan sinar dipinggir limbus mata yang deviasi dan
ditengah pupil mata yang fiksasi.
Gambar 8. Tes Hirschbergh (Corneal Light Reflex)
b. Test Prisma Cover
Syaratnya fovea kedua mata masih berfungsi baik, pemeriksaan ini bisa untuk
menentukan besar foria dan tropia.Prisma diletakkan pada salah satu mata sesuai
20
dengan arah deviasi (base in untuk eksotropia/ eksoforia dan base out untuk
esotropia/esoforia), kemudian dilakukan penutupan mata secara bergantian. Kekuatan
prisma dinaikkan sampai tidak ada lagi pergerakan mata dengan penutupan secara
bergantian tersebut. Besar kekuatan prisma tersebut merupakan besar deviasi mata.
Gambar 9. Test Prisma Cover
2.10. PENATALAKSANAAN
Amblyopia, pada kebanyakan kasus, dapat ditatalaksana dengan efektif selama satu
dekade pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka akan semakin besar
pula peluang keberhasilannya. Kapan pada awal terapi sudah berhasil, hal ini tidak
menjamin penglihatan optimal akan tetap bertahan, maka para klinisi harus tetap
waspada dan bersiap untuk melanjutkan penatalaksanaan sampai penglihatan
"matang" (sekitar umur 10 tahun). 5
Penatalaksanaan amblyopia meliputi langkah - langkah berikut: 2
Menghilangkan (bila mungkin) semua penghalang pandangan seperti katarak 21
Koreksi kelainan refraksi
Paksakan petunjuk mata yang lebih lemah dengan membatasi penggunaan mata
yang lebih baik
Pengangkatan Katarak
Katarak yang dapat menyebabkan amblyopia harus segera dioperasi, tidak perlu
ditunda - tunda. Pengangkatan katarak kongenital pada usia 2-3 bulan pertama
kehidupan, sangat penting dilakukan agar penglihatan kembali pulih dengan optimal.
Pada kasus katarak bilateral, interval operasi pada mata yang pertama dan kedua
sebaiknya tidak lebih dari 1 - 2 minggu. Terbentuknya katarak traumatika berat dan
akut pada anak dibawah umur 6 tahun harus diangkat dalam beberapa minggu setelah
kejadian trauma, bila memungkinkan.2 Yang mana katarak traumatika itu sangat
bersifat amblyopiogenik. Kegagalan dalam "menjernihkan" media, memperbaiki
optik, dan penggunaan regular mata yang terluka, akan mengakibatkan amblyopia
berat dalam beberapa bulan, selambat - Lambatnya pada usia 6 sampai 8 tahun. 5
Koreksi Refraksi
Kapan amblyopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia, maka dapat
diterapi dengan kacamata atau lensa kontak.3 Ukuran kacamata untuk mata amblyopia
diberi dengan koreksi penuh dengan petunjuk sikloplegia.2 Kapan ditemukan myopia
tinggi unilateral, lensa kontak merupakan pilihan, karena bila memakai kacamata akan
terasa berat dan penampilannya (estetika) buruk. 5
Karena kemampuan mata amblyopia untuk mengatur akomodasi cenderung
menurun, maka ia tidak dapat mengkompensasi hyperopia yang tidak dikoreksi seperti
pada mata anak normal. Koreksi aphakia pada anak dilakukan segera mungkin untuk
menghindarkan terjadinya deprivasi penglihatan akibat keruhnya lensa menjadi defisit
optik berat. Amblyopia anisometropik dan amblyopia isometropik akan sangat
membaik walau hanya dengan koreksi kacamata selama beberapa bulan. 3
22
Gambar 10. Koreksi ambliopia dengan kacamata
Gambar 11. Pasien dengan Refraktif-Akomodatif Esotropia tanpa menggunakan kaca
mata (A). Pasien tersebut menjadi ortotropia dengan menggunakan kacamata koreksi
(C)
Oklusi dan Degradasi optik
1. Oklusi
Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 5dan merupakan terapi pilihan,11
yang keberhasilannya baik dan cepat, dapat dilakukan oklusi penuh waktu (full
time) atau paruh waktu (part-time). 13
Oklusi Full Time
Pengertian oklusi full-time pada mata yang lebih baik adalah oklusi untuk
semua atau setiap saat kecuali 1 jam waktu berjaga. (Occlusion for all or all but
onewaking hour),3,11 arti ini sangat penting dalam pentalaksanaan amblyopia
dengan cara penggunaan mata yang "rusak".3 Biasanya penutup mata yang
digunakan adalah penutup adesif (adhesive patch) yang tersedia secara komersial. 3
23
Penutup (patch) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau dibuka sewaktu
tidur. Kacamata okluder (spectacle mounted ocluder) atau lensa kontak opak 3 ,
Atau Annisa 's Fun patches 4 dapat juga menjadi alternatif full-time patching bila
terjadi iritasi kulit atau perekat patch-nya kurang lengket.3Full-time patching baru
dilaksanakan hanya bila strabismus konstan menghambat penglihatan binokular,
karena full-time patching memiliki sedikit resiko, yaitu bingung dalam hal
penglihatan binokular. 3
Ada suatu aturan / standar mengatakan full-time patching diberi selama 1
minggu untuk setiap tahun usia 5,11,13 , Misalnya penderita amblyopia pada mata
kanan berusia 3 tahun harus memakai full-time patch selama 3 minggu, lalu
dievaluasi kembali.13 Hal ini untuk menghindarkan terjadinya amblyopia pada mata
yang baik.5
Gambar 12. Penutup (patch) mata digunakan pada mata yang sehat
24
Gambar 13. Pasien anak yang menggunakan penutup mata dan kaca mata untuk terapi ambliopia
Oklusi Part-time
Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari, akan memberi hasil
sama dengan oklusi full-time. Durasi interval buka dan tutup patch-nya tergantung
dari derajat amblyopia.3
Amblyopia Treatment Studies (ATS) telah membantu dalam penjelasan peran
full-time patching dibanding part-time. Studi tersebut menunjukkan, pasien usia 3 -
7 tahun dengan amblyopia berat (tajam penglihatan antara 20/100 = 6 / 30 dan
20/400 = 6 / 120), full-time patching memberi efek sama dengan penutupan selama
6 jam per hari. Dalam studi lain, patching 2 jam / hari menunjukkan kemajuan
tajam penglihatan hampir sama dengan patching 6 jam/hari pada amblyopia sedang
/ moderate (tajam penglihatan lebih baik dari 20/100) pasien usia 3 – 7 tahun.
Dalam studi ini, patching dikombinasi dengan aktivitas melihat dekat selama 1 jam
/ hari. 5
Idealnya, terapi amblyopia diteruskan sampai terjadi fiksasi alternat atau tajam
penglihatan dengan Snellen linear 20/20 (6 / 6) pada masing - masing mata. Hasil
ini tidak selalu dapat dicapai. Sepanjang terapi terus menunjukkan kemajuan, maka
penatalaksanaan harus tetap dilanjutkan.
2. Degradasi optik
25
Metode lain untuk penatalaksanaan amblyopia adalah dengan menurunkan
kualitas bayangan (degradasi optik) pada mata yang lebih baik sampai menjadi
lebih buruk dari mata yang amblyopia, sering juga disebut penalisasi
(penalization). Sikloplegik (Biasanya atropine tetes 1% atau homatropine tetes
5%) diberi satu kali dalam sehari pada mata yang lebih baik sehingga tidak dapat
melakukan akomodasi dan kabur bila melihat dekat dekat. 2
ATS menunjukkan metode ini memberi hasil yang sama efektifnya dengan
patching untuk amblyopia sedang (tajam penglihatan lebih baik dari 20/100). ATS
tersebut dilakukan pada anak usia 3 - 7 tahun. ATS juga memperlihatkan bahwa
pemberian atropine pada akhir minggu (weekend) memberi perbaikan tajam
penglihatan sama dengan pemberian atropine harian yang dilakukan pada
kelompok anak usia 3 – 7 tahun dengan amblyopia sedang. 4 Ada juga studi terbaru
yang membandingkan atropine dengan patching pada 419 orang anak usia 3-7
tahun, menunjukkan atropine merupakan pilihan efektif. Sehingga, anggota mata
yang tadinya masih ragu - ragu, memilih atropine sebagai pilihan pertama dari
patching. 2 * hasil studi telah dipublikasikan di Ophthalmology, Agustus 2003
Pendekatan ini memiliki beberapa keuntungan dibanding dengan oklusi, yaitu tidak
mengiritasi kulit dan lebih apik dilihat dari segi kosmetis. Dengan atropinisasi,
anak sulit untuk "menggagalkan" metode ini. Evaluasinya juga tidak perlu sesering
oklusi. 5
Metode pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan memberikan lensa
positif dengan ukuran tinggi (fogging) atau filter. Metode ini mencegah terjadinya
efek samping farmakologik atropine.2
Keuntungan lain dari metode atropinisasi dan metode non-oklusi pada pasien
dengan mata yang lurus (tidak strabismus) adalah kedua mata dapat bekerjasama,
jadi memungkinkan penglihatan binokular.5
26
2.11. KOMPLIKASI
Komplikasi utama dari ambliopia yang tidak ditangani adalah kehilangan
penglihatan ireversibel. Kebanyakan kasus ambliopia reversibel bila dideteksi dan
ditangani dini.
Semua bentuk penatalaksanaan ambliopia memungkinkan untuk terjadinya
ambliopia pada mata yang baik. Oklusi full-time adalah yang paling beresiko tinggi dan
harus dipantau dengan ketat, terutama pada anak balita. Follow-up pertama setelah
pemberian oklusi dilakukan setelah 1 minggu pada bayi dan 1 minggu per tahun usia
pada anak (misalnya : 4 minggu untuk anak usia 4 tahun). Oklusi part-time dan
degradasi optikal, observasinya tidak perlu sesering oklusi full-time, tapi follow-up reguler
tetap penting.1 Hasil akhir terapi ambliopia unilateral adalah terbentuknya kembali fiksasi
alternat,tajam penglihatan dengan Snellen linear tidak berbeda lebih dari satu baris antara
kedua mata.Waktu yang diperlukan untuk lamanya terapi tergantung pada hal berikut :
− Derajat ambliopia
− Pilihan terapeutik yang digunakan
− Kepatuhan pasien terhadap terapi yang dipilih
− Usia pasien Semakin berat ambliopia, dan usia lebih tua membutuhkan
penatalaksanaan yang lebih lama.
Oklusi full-time pada bayi dan balita dapat memberi perbaikan ambliopia strabismik
berat dalam 1 minggu atau kurang. Sebaliknya, anak yang lebih berumur yang memakai
penutup hanya seusai sekolah dan pada akhir minggu saja, membutuhkan waktu 1 tahun
ataulebih untuk dapat berhasil.12
2.12. PENCEGAHAN
Ambliopia dapat dicegah dan diobati terutama apabila penyakit ini dapat dideteksi
secara dini. Skrining untuk mencari penyebab ambliopia harus dilakukan oleh dokter pada
bayi pada 4-6 minggu setelah lahir, dan anak-anak yang mempunyi risiko untuk ambliopia
harus di skrining setiap tahun selama periode perkembangan sistem penglihatan anak yaitu
mulai lahir sampai umur 6-8 tahun.2 Skrining untuk kelainan refraksi dan strabismus juga
harus dimulai selama tahun pertama kehidupan. Pada anak-anak yang berisiko berisiko
perlu dilakukan monitoring setiap tahun karena sejak lahir sampai usia 4 tahun
27
memungkinkan untuk terjadinya anomali refraksi, terutama astigmatisma dan
anisometropia. Skrining ini juga ditujukan untuk anak-anak yang mempunyai riwayat
keluarga yang menderita strabismus atau ambliopia. Adanya program skrining untuk
mendeteksi dan mengobati ambliopia pada usia 4 tahun telah sukses dilakukan diberbagai
negara.
2.13. PROGNOSIS
Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan setelah terapi oklusi
pertama.4 Kapan penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun, visus normal dapat
tercapai. Hal ini semakin berkurang seiring dengan pertambahan usia. Hanya
kesembuhan parsial yang dapat dicapai bila usia lebih dari 10 tahun. 11
Faktor resiko gagalnya penatalaksanaan amblyopia adalah sebagai berikut: 4
Jenis Amblyopia: Pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan kelainan
organik, prognosisnya paling buruk. Pasien dengan amblyopia strabismik
prognosisnya paling baik.
Usia dimana penatalaksanaan dimulai: Semakin muda pasien maka prognosis
semakin baik.
Dalamnya amblyopia pada saat terapi dimulai: Semakin bagus tajam penglihatan
awal di mata amblyopia, maka prognosisnya juga semakin baik.
BAB III
28
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
a. Ambliopia (berasal dari Yunani) yaitu amblys adalah kabur, dan ops adalah
penglihatan.
b. Ambliopia adalah suatu keadaan mata dimana tajam penglihatan tidak mencapai
optimal sesuai dengan usia dan intelegensinya walaupun sudah dikoreksi kelainan
refraksinya.
c. Anak-anak rentan menderita ambliopia hingga usia 7 tahun, biasanya unilateral,
namun dapat juga bilateral.
d. Kurangnya tajam penglihatan tidak dapat dikoreksi dengan kacamata.
e. Penyebab pastinya belum diketahui. Pertimbangkan adanya gangguan nervus
optikus atau retina pada anak ambliopia yang tidak respon dengan terapi.
f. Ambliopia didiagnosis saat penurunan ketajaman penglihatan tidak dapat dijelaskan
berdasarkan abnormalitas pemeriksaan fisik yang ditemukan.
g. Ambliopia merupakan kelainan yang reversibel dan akibatnya tergantung saat mulai
dan lamanya.
h. Penatalaksanaan ambliopia meliputi :
i. menghilangkan yang menghalangi penglihatan seperti katarak
ii. koreksi kelainan refraksi yang signifikan
iii. memaksa menggunakan mata yang lemah dengan membatasi penggunaan
mata yang sehat
i. Prognosa ambliopia tergantung pada usia pasien, derajat, dan tipe ambliopia.
Semakin awal ambliopia terjadi dan semakin lambat terapinya, prognosisnya lebih
buruk.
29
3.2 Saran
Sebaiknya sebagai tenaga kesehatan, terutama dokter keluarga yang akan
menjadi lini pertama pelayanan kesehatan, memiliki pengetahuan, kemampuan, dan
kesadaran yang maksimal untuk mendiagnosis dan melakukan terapi pendahuluan
ambliopia dengan bekerjasama dengan sejawat dan mitra kerja untuk penanganan
optimal bagi pasien sebelum melakukan perujukan ke spesialis.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Prof. Dr. H. Sidarta. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta.
2. Press L, Coats D. 2004. Amblyopia. Harley Pediatric Ophtalmology fifth. Edition.
Philadelphia, Pennsylvania.
3. American Academy of Ophthalmology; Pediatric Ophthalmology; Chapter 5:
Amblyopia; Section 6; Basic dan Clinical Science Course; 2004 - 2005; p.63 – 70
4. Greenwald, MJ; Parks, MM; di Duane 's Clinical Ophthalmology; Volume 1; Revised
Edition; Lippincott Williams & Wilkins; 2004; Chapter 10 – p.1-19; Chapter 11 p1-8
5. Noorden,GKV; Atlas Strabismus; Edisi 4; EGC; Jakarta; 1988; p78-93
6. Henkind, P; Priest, RS; Schiller, G; Compendium of Ophthalmolgy; JBLippincott
Company; Philadelphia and Toronto; 1983; p 78-93 Nurchaliza Hazaria Siregar :
Amblyopia, 2009
7. Ciufrfreda, KJ; Levi, DM; Selenow, A; Amblyopia Basic dan Clinical Aspects, Jakarta
Heinemann; 199
8. Langston, DP; Manual of Ocular Diagnosis and Therapy; 5th Edition; Lippincott
Wlliams & Wilkins; Philadelphia; p 344-346
9. American Academy of Ophthalmology; International Ophthalmology; Chapter 10:
Amblyopia; Section 13; Basic dan Clinical Science Course; 2004 - 2005; p111-11
10. Ilyas, Sidarta. Strabismus. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Ed. 3. Cetakan 5. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI. 2008, 245-258.4.
31
11. American Academy of Ophthalmology. Clinical Optics. Chapter 4: Clinical
Refraction.Section 3. Basic and Clinical Science Course. 2008 – 2009, 118, 147.5
12. Vaughan, Daniel.Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta : Widya Medika. 2000, 243-
244.
13. Harley RD, 1983, Treatment of Amblyopia, Pediatric Ophthalmology, vol II: XI;325-
343
14. DR. Med. Dr. Jannes Fritz Tan Sp.M; Dr. Elisabet Surjani Widjaja; Modul Skill Lab
Bagian IP. Mata FK UKI. 2005. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Indonesia.
15. Riordan Eva, Paul; Whitcher, John PVaighan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17.
2009. Jakarta: EGC.
16. Wright KW, 1995. Visual development, amblyopia, and sensory adaptations. In:
Pediatric Ophthalmology and Strabismus. Pp.119-138. St. Louis: Mosby-Year Book,
Inc.
17. Streopsis. Available at: www.strabismus.org/all_about_strabismus.html
18. Ilyas S. Kelainan refraksi dan kacamata. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2006.
1-14, 35-48
19. Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, Sp.M; Strabismus. Ilmu Penyakit Mata. 2005. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
20. Abrahammson M, Sjöstrand J. 2003. Astigmatic Axis and Amblyopia in Childhood.
Acta Ophthalmol. Scand.;81:33-37
21. Americans Academy of Ophthalmology 2004-2005. Basic and Clinical Science Course
Section 12: Retina and Vitreous, The Eye MD Association
32
top related