referat tes bisik
Post on 18-Jan-2016
196 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
REFERAT
TES BISIK
Disusun oleh :1. Andrea Nathania (1015173)2. Monica Intan (1015085)3. Paramitha Setiadi (1015171)4. Felix Hansen (1015101)5. Albert Jonathan (1015116)
Pembimbing :dr. Dominggus Mangape, Sp.THT-KL
BAGIAN ILMU THT FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
RUMAH SAKIT IMMANUEL2014
BAB I
PENDAHULUAN
Penurunan fungsi pendengaran atau tuli merupakan masalah umum pada
orang lanjut usia. Penyakit ini memengaruhi hampir 40% pada orang berusia 60
tahun dan hampir 90% pada orang berusia di atas 80 tahun. Bila penyakit ini tidak
terdeteksi dan diobati, maka penyakit ini dapat menyebabkan gangguan pada
keadaan emosional dan sosial seorang invidu. Dampak negatif ini dapat kembali
normal bila penyakit ini terdeteksi dan diobati. Prevalensi tuli menetap pada anak-
anak cukup rendah, berkisar 1% pada anak berusia 3 tahun dan 1-2% pada anak
berusia 9-16 tahun, sedangkan tuli sementara pada anak-anak yang disebabkan
oleh otitis media dengan efusi dapat mencapai 5-7%.
Tuli dapat memengaruhi perkembangan kognitif dan bahasa pada anak-
anak dan remaja muda. Terdapat dua macam tuli, yaitu tuli akibat gangguan
konduksi dan tuli akibat gangguan sensorineural. Tuli akibat gangguan
sensorineural disebabkan oleh kerusakan struktur neuron karena proses
degeneratif seiring bertambahnya usia (presbikusis). Tuli akibat gangguan
konduktif disebabkan oleh gangguan pada proses penghantaran suara karena
impaksi serumen, otitis media atau proses otosklerosis. Terdapat beberapa
pemeriksaan sederhana yang dapat dijadikan untuk proses skrining, seperti tes
garpu tala dan tes bisik.
Tes garpu tala merupakan tes yang paling efektif untuk mendeteksi tuli
konduktif dengan sensitivitas 60-90%, tetapi akurasi dari tes ini bergantung pada
pengalaman pemeriksa karena tes ini mengevaluasi pendengaran pada frekuensi
rendah tunggal. Tes ini tidak cocok untuk pasien lanjut usia dengan presbikusis
yang kehilangan kemampuan untuk mendengar suara dengan frekuensi tinggi.
Tes bisik merupakan tes yang telah dipelajari pada anak-anak dan dewasa.
Tes ini dapat mendeteksi tuli akibat gangguan konduktif maupun gangguan
sensorineural dengan sensitivitas 87-96% dan spesifitas 70-90%. Guideline
kesehatan nasional di negara-negara barat merekomendasikan dokter umum untuk
melakukan skrining gangguan pendengaran pada populasi usia lanjut dengan
melakukan tes bisik.
Tes bisik dapat dilakukan pada anak-anak dan dewasa, terutama pada
negara yang sedang berkembang dengan keterbatasan pada akses fasilitas
audiometri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tes bisik cukup akurat dalam
mendeteksi gangguan pendengaran pada dewasa. Namun, banyak perdebatan
tentang penerapan tes bisik dalam mendeteksi gangguan pendengaran pada anak-
anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Anatomi Telinga
Telinga merupakan organ pendengaran dan keseimbangan. Telinga terdiri
dari tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga
dalam mengonversi signal mekanik yang diterima dari telinga tengah yang
sebelumnya merupakan gelombang suara yang ditangkap oleh telinga luar
menjadi impuls listrik untuk menyampaikan informasi ke otak. Telinga dalam
juga memiliki reseptor-reseptor yang dapat mendeteksi pergerakan dan posisi
tubuh.
Telinga luar terdiri dari dua bagian, yaitu aurikula (pinna) dan kanalis
akustikus eksternus. Aurikula berada di sisi kepala dan membantu menangkap
gelombang suara. Aurikula terdiri dari kartilago yang ditutupi oleh kulit dan
tersusun menjadi suatu pola. Sisi luar aurikula yang melekuk disebut heliks
yang berakhir dibagian inferior pada lobulus. Lobulus merupakan satu-
satunya bagian telinga yang tidak disokong oleh kartilago. Bagian tengah
aurikula yang berbentuk seperti rongga disebut konka aurikula. Pada sisi
anterior dari kanalis akustikus eksternus terdapat tragus. Struktur yang
letaknya berlawanan dengan tragus disebut antitragus. Antitragus merupakan
batas anterior antiheliks yang berbentuk lengkungan seperti tragus, tetapi
ukurannya lebih pendek.
Gambar 1. Aurikula
Persarafan sensoris aurikula berasal dari N. Aurikularis Magnus dan N.
Oksipitalis Minus yang merupakan percabangan aurikulotemporal dari N.
Mandibularis (N. V3) yang berasal dari peksus servikalis serta cabang-cabang
dari N. Fasialis (N. VII) dan N. Vagus (N.X).
Gambar 2. Persarafan Aurikula
Kanalis akustikus eksternus merupakan lanjutan dari konka aurikula
kearah membran tympani, berbentuk saluran yang berjalan ke atas dan
belakang, berjarak sekitar 2,5 cm. Diameternya bervariasi, bagian lateral lebih
lebar. Sepertiga bagian lateral merupakan pars kartilagineus dan dua pertiga
medial merupakan pars osseus. Kulit yang melapisi dinding kanalis akustikus
eksternus terdiri dari rambut dan modifikasi kelenjar keringat yang dapat
memproduksi serumen.
Persarafan sensoris kanalis akustikus eksternus sebagian besar berasal dari
cabang-cabang N. Aurikulotemporal, N. Mandibularis (N. V3), dan cabang
aurikular dari N. Vagus (N. X). Sebagian kecil berasal dari cabang N. Fasialis
(N. VII).
Gambar 3. Kanalis Akustikus Eksternus
Membran tympani memisahkan kanalis akustikus eksternus dengan telinga
tengah. Berbentuk agak konkaf dan terdiri dari jaringan ikat ditengah, kulit
dibagian luar, dan membran mukosa dibagian dalam. Pinggiran membran
tympani dikelilingi oleh cincin fibrokartilago yang melekatkan membran
tympani pada tulang temporal. Perlekatan membran tympani dengan ujung
manubrium mallei berupa lekukan dibagian tengah membran tympani yang
disebut umbo.
Gambar 4. Membran Tympani (Anterior)
Membran tympati dibagi menjadi empat kuadran dengan menarik garis
searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis
itu di umbo, sehingga didapatkan bagian anterosuperior, anteroposterior,
inferosuperior dan inferoposterior. Bagian anteroinferior dari umbo membran
tympani merefleksikan berkas cahaya yang terlihat ketika pemeriksaan
membran tympani menggunakan otoskop, disebut cone of light. Sedangkan
bagian lain memantulkan cahaya, tetapi tidak tertangkap oleh mata.
Gambar 5. Cone of Light A (Diagram) B (Otoskop)
Telinga tengah berisi udara dan rongga yang berisi udara, dinding rongga
dilapisi oleh membran mukosa. Telinga tengah berhubungan dengan
nasofaring melalui tuba auditiva. Dinding atap (tegmen) merupakan lapisan
tulang yang tipis yang memisahkan telinga tengah dengan fossa cranii media.
Dinding jugular (lantai) dari telinga tengah merupakan tulang yang
memisahkan telinga tengah dengan vena jugularis. Dinding lateral dibentuk
oleh membran tympani. Dinding posterior berbatasan dengan aditus dan
antrum mastoid. Dinding anterior dibatasi oleh lapisan tipis tulang yang
memisahkan telinga tengah dengan A. Carotis Interna, disini terdapat ostium
tympanikum yang merupakan ujung tuba auditiva dan saluran yang dilalui
oleh M. Tensor Tympani. Pada dinding medial (labyrinthine) terdapat
promontorium, fenestra ovale, fenestra rotundum, dan kanalis fasialis.
Gambar 6. Batas-batas Telinga Tengah
Tulang-tulang pendengaran terdiri dari maleus, inkus, dan stapes.
Gambar 7. Tulang-tulang Pendengaran
Telinga dalam terdiri dari labyrinthus osseus dan labyrinthus
membranacea. Labyrinthus osseus terdiri dari vestibulum, tiga buah kanalis
semisirkularis, dan koklea. Kavitas ini berisi cairan perlimf. Di dalam kavitas
tersebut tidak semua terisi oleh perilimf, tetapi terdapat membran yang
memisahkan perilimf dan endolimf yang disebut sebagai labyrinthus
membranacea. Labyrinthus membranacea terdiri dari duktus semisirkularis,
duktus koklea, dan dua buah kantong (sakulus dan utrikulus). Duktus koklea
merupakan organ pendengaran. kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus
merupakan organ keseimbangan. Saraf yang mempersarafi telinga dalam
adalah N. Vestibulokoklearis yang terbagi menjadi N. Vestibularis dan N.
Koklearis dan masuk ke dalam kanalis akustikus internus.
Gambar 8. Telinga Dalam
Kanalis semisirkularis proyeksi ke arah posterosuperior dari vestibulum
terdiri dari kanalis semisirkularis anterior, posterior, dan lateral. Setiap
kanalis ini membentuk dua pertiga lingkaran yang berhubungan pada
akhirnya di vestibulum dan pada ujungnya terdapat bagian yang melebar
disebut sebagai ampulla.
Koklea memiliki proyeksi anterior dari vestibulum. Koklea berbentuk
seperti rumah siput. Dasar dari koklea lebar dan dekat dengan kanalis
akustikus internus, disini N. Koklearis masuk dan menembus modiolus.
Duktus kanalis semisirkulasir memisahkan skala tympani dengan skala
vestibuli, dan pada akhirnya bertemu di puncak yang disebut sebagai
helikotrema.
Gambar 9. Koklea
Duktus koklearis terletak pada bagian sentral dari labyrinthus osseus dan
memisahkan skala vestibuli dengan skala tympani. Duktus koklearis
berbentuk seperti segitiga, dinding luar yang menempel pada koklea terdiri
dari bagian tebal yang dilapisi epitel (ligamentum spiralis), bagian atap yang
berbatasan dengan skala vestibuli terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi epitel
pada kedua sisinya, dan sisi lantai yang berbatasan dengan skala tympani
dilapisi oleh membrana basilaris yang merupakan perpanjangan dari
ligamentum spiralis, di atas membrana basilaris terdapat organ spiral (organ
pendengaran).
Gambar 10. Labyrinthus Membranacea
1.2. Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang akan dialirkan melalui udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut akan menggetarkan membran tympani lalu
mengalami amplifikasi oleh tulang maleus dan inkus. Energi getar yang telah
diamplifikasi tersebut akan diteruskan ke stapes yang akan menggerakan
fenestra ovale sehingga perilimf dalam skala vestibuli bergerak. Getaran akan
diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimf sehingga
terjadi gesekan antara silia-silia sel rambut dan membran tektoria. Hal ini
akan menimbulkan defleksi sterosilia sel rambut sehingga kanal ion terbuka
dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik. Hal itu akan menyebabkan
depolarisasi sel rambut yang akan melepaskan neurotransmitter pada sinaps
sehingga menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius kemudian ke
nukleus auditorius dan korteks pendengaran (area 39-40) di otak.
1.3. Tes Bisik
1.3.1. Sejarah
Pada 1802 dilakukan penelitian pertama tentang tes berbicara oleh
Pfingsten. Beliau mengklasifikasikan suara menjadi tiga kelas, yaitu
huruf vokal, konsonan tertutup, dan konsonan terbuka. Tiga kelas
suara tersebut diklasifikasi berdasarkan suara-suara yang masih dapat
dimengerti oleh orang percobaan.
Awal dari tes bisik adalah pada 1846 oleh Schmalz yang membagi
ketulian menjadi empat kategori. Pembagian itu berdasarkan jarak
berbagai sumber suara sperti jam dinding dan pocket watch. Beliau
membedakan suara menjadi tingkat moderat dan normal, selain itu
beliau juga memerhatikan perbedaan antara huruf vokal dan konsonan
untuk menghormati Pfingsten.
Tes bisik belum digunakan secara luas sampai pertengahan abad 19
karena tidak dipublikasikan dan tidak dijelaskan tentang adanya
penggunaan kata-kata atau kalimat dalam tes tersebut. Beberapa tahun
setelah penetilian Schmalz, Frank (1949) dan Von Troltsch (1962)
melaporkan bahwa tidak selalu terdapat hubungan antara jarak dengan
sumber suara yang dipakai. Karena pernyataan tersebut maka untuk
tes bisik digunakan kata-kata.
1.3.2. Syarat Tes Bisik
Tempat
Ruangan sunyi dan tidak ada echo (dinding dibuat tidak
rata / dilapisi “softboard”/ korden, serta ada jarak sepanjang
enam meter).
Penderita (yang diperiksa)
Mata ditutup atau dihalangi agar tidak dapat membaca gerak
bibir pemeriksa.
Telinga yang diperiksa dihadapkan ke arah pemeriksa.
Telinga yang tidak diperiksa, ditutup atau dimasking dengan
menekan tragus ke arah kanalis akustikus eksternus oleh
pembantu pemeriksa. Bila tak ada pembantu, telinga ditutup
kapas yang dibasahi gliserin.
Mengulang dengan keras dan jelas kata-kata yang dibisikkan.
Pemeriksa
Kata-kata dibisikkan dengan suara cadangan paru-paru,
sesudah ekspirasi biasa.
Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari satu atau dua suku kata
yang dikenal penderita, biasanya kata-kata benda yang ada di
sekeliling kita. Kata harus mengandung huruf lunak
(frekuensi rendah ) dan huruf desis (frekuensi tinggi).
1.3.3. Cara Melakukan Tes Bisik
1. Penderita dan pemeriksa sama-sama berdiri, penderita tetap di
tempat sedangkan pemeriksa yang berpindah tempat.
2. Mulai pada jarak satu meter, dibisikkan lima atau sepuluh kata
(umumnya lima kata).
3. Bila semua kata dapat didengar, pemeriksa mundur ke jarak dua
meter, dibisikkan kata lain dalam jumlah yang sama, bila didengar
semua mundur lagi, sampai pada jarak dimana penderita
mendengar 80% kata-kata (mendengar empat kata dari lima kata
yang dibisikkan), pada jarak itulah tajam pendengaran telinga akan
diuji.
4. Untuk memastikan apakah hasil tes benar maka dapat diuji ulang.
Misalnya tajam pendengaran tiga meter, maka bila pemeriksa
maju kearah dua meter, penderita akan mendengar semua kata
yang dibisikkan (100%) dan bila pemeriksa mundur ke jarak
empat meter maka penderita hanya mendengar kurang dari 80%
kata yang dibisikkan.
1.3.4. Hasil Tes
Pendengaran dapat dinilai secara kuantitatif (tajam pendengaran)
KUANTITATIF
Fungsi Pendengaran Suara Bisik
Normal 6 m
Tuli ringan > 4 m - < 6 m
Tuli sedang >1 m - < 4 m
Tuli berat < 1 m
Tuli total Bila berteriak di depan telinga,
penderita tetap tidak dapat
mendengar
1.4. Phonetically Balanced Word List
Phonetically Balanced (PB) list adalah sederetan kata-kata yang
merupakan kumpulan kata-kata sehari-hari. PB list dalam Bahasa Indonesia
disusun oleh Fakultas Kedokteran, jurusan spesialis telinga, hidung, dan
tenggorokan (THT) Universitas Gajah Mada dan jurusan THT Universitas
Airlangga.
Untuk pertama kalinya, Bahasa Indonesia dibuktikan layak menjadi alat
audiometri tutur. Penelitian dilakukan oleh Soewito, dalam disertasinya
berjudul “Audiometri Tutur Bahasa Indonesia Penyusunan, Pembakuan, dan
Penerapan Klinis Daftar Kata sebagai Alat Uji Pendengaran”. Hasilnya,
terpakai 212 kata monosilabik (satu suku), 510 kata bisilabik (dua suku),
400 frase, dan 122 akronim. Setelah diperoleh hasil tersebut dilakukan tes
pemahaman (intelligibility) sebelum daftar kata tersebut dibakukan dan
didapatkan 201 monosilabik, 501 bisilabik, 400 frase, dan 106 akronim.
PB list dianggap sebagai material uji paling baik karena menggunakan
kata-kata percakapan sehari-hari dan faktor terka kurang berperan.
Beberapa contoh PB list :
Sadar
Sabar
Bintang
Sakit
Hendak
Telur
Simpan
Tikar
Timbang
Lembar
Tukar
Saya
Lapar
Makan
Sate
Dengar
Kucing
Warna
Hitam
Putih
Pisang
Kuning
1.5. Spondee
Spondee adalah kata-kata yang terdiri dari dua suku kata, dimana setiap
suku kata mendapat tekanan yang sama.
Kata-kata spondee lebih banyak digunakan untuk mengetahui Speech
Reception Threshold yang merupakan batas minimum penerimaan
percakapan dan bertujuan untuk mengetahui kemampuan pendengaran
penderita dalam mengikuti percakapan sehari-hari.
Contoh kata-kata spondee :
Bangsa
Pingsan
Kurma
Jaksa
Paspal
Sosbud
Sospol
Hansip
Sepak
Bola
Bulu
Tangkis
Olah
Raga
Orang
Tua
Raja
Hutan
DAFTAR PUSTAKA
1. Davis, H., dan Silverman R. 1970. Audiometry : Pure Tone and Simple
Speech Tests, Hearing and Deafness. New York : Rinehart and Winston.
2. Drake, Richard L, et al. 2007. Gray’s Anatomy for Students. United States :
Elsevier.
3. Macphee G, Crowther J, McAlpine C. 1988. A Simple Screening Test for
Hearing Impairement in Elderly Patients. Age Ageing. 347-351.
4. Pirozzo, Sandi, et al. 2013. Whispered Voice Test for Screening for Hearing
Impairment in Adults and Children : Systematic Review. British Medical
Journal. 327;967.
5. Soepardi E., Iskandar N, 2004. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher.
Edisi Kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
6. Rukmini, Sri, et al. 2000. Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung, dan
Tenggorok. Jakarta : EGC.
7. Tyaswati, Titi Desi, et al. 2011. Hubungan Speech Intelligibility Suara Pria
Terhadap Tingkat Tekanan Bunyi Bising Latar. Surabaya : ITS.
top related