referat mh revisi
Post on 16-Jan-2016
23 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PENCEGAHAN KECACATAN PADA MORBUS HANSENRevi Dinayanti, S.ked
Bagian /Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/ RS Moh.Hoesin Palembang
2015
PENDAHULUAN
Morbus Hansen atau penyakit kusta merupakan penyakit kronis disebabkan oleh
infeksi M. leprae yang pertama menyerang saraf tepi selanjutnya menyerang kulit, mukosa
mulut, saluran napas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan testis,
kecuali susunan saraf pusat Penyakit ini menyerang saraf perifer dengan komplikasi cacat
primer maupun sekunder yang tampak menyeramkan sehingga penderitanya ditakuti, dijauhi
dan diisolasi secara sosial.1
WHO melaporkan bahwa jumlah kasus kusta di dunia sampai bulan maret tahun 2013
sebanyak 189.018 dengan jumlah kasus baru pada tahun 2012 adalah 213.036 kasus.2 Secara
global prevalensi kusta dilaporkan 0,2 kasus dari 10.000 orang.3 Indonesia hingga saat ini
merupakan salah satu negara dengan beban penyakit kusta yang tinggi. Pada tahun 2013,
Indonesia menempati urutan ketiga di dunia setelah India dan Brazil. Tahun 2013, Indonesia
memiliki jumlah kasus kusta baru sebanyak 16.856 kasus.4 Jumlah kecacatan tingkat 2 di
Indonesia di antara penderita baru sebanyak 9,86%.5 Pada tahun 2004 WHO menyatakan
bahwa 2-3 juta penduduk dunia telah mengalami kecacatan akibat penyakit kusta.3 Pada
tahun 2012 tercatat penderita kusta di Palembang sebanyak 40 orang.6 Berdasarkan data di
RSUP Mohammad Hoesin, ada 433 kunjungan penderita kusta pada tahun 2014.
Kusta merupakan penyakit dengan stigma yang sangat besar pada masyarakat
sehingga penderita kusta menderita tidak hanya karena penyakitnya saja, tetapi juga dijauhi
atau dikucilkan oleh masyarakat. Kusta merupakan masalah sosio-medis yang kompleks.1
Penundaan pengobatan pada kusta menyebabkan peningkatan resiko timbulnya kecacatan
akibat kerusakan saraf yang progresif. Karena itu diperlukan diagnosis dan pengobatan dini
serta pencegahan kusta agar dapat mencegah terjadinya komplikasi jangka panjang.7 Referat
ini akan membahas mengenai patogenesis, klasifikasi, derajat, pencegahan dan perawatan
kecacatan.
1
CEDERAMemarNekrosis tekananLuka tusukLuka sayat, lepuhLuka bakarDislokasi sendi
Kerusakan Saraf Primer
Pencegahan:Diagnosaterapi
SENSORIK OTONOM
ANASTESI KEKERINGAN PARALISIS
MOTORIK
KEHILANGAN FUNGSI TANGAN & KAKIFISURA
DISUSED
INFEKSI SEKUNDER ULSERASI
KONTRAKTUR
DEFORMITAS SENDI MENETAP
KEHILANGAN JARINGAN
OSTEOMIELITIS
SELULITIS
DEFORMITAS & DISABILITAS
SIKATRIK
ULSERASI BERULANG
TEKANAN ABNORMAL
DISTORSI
KOMPLIKASI SEKUNDERPencegahan:PendidikanPerawatanDiperbaiki:RehabilitasiFisioterapiOperasiPendidikan
PATOGENESIS KECACATAN
Kecacatan akibat kerusakan saraf tepi dapat dibagi menjadi tiga tahap, tangan dan otot kaki.
yaitu:
Tahap I Terjadi kelainan pada saraf, berbentuk penebalan saraf, nyeri, tanpa gangguan
fungsi gerak, namun telah terjadi gangguan sensorik.
Tahap II Terjadi kerusakan pada saraf, timbul paralisis tidak lengak atau paralisis awal
termasuk pada otot kelopak mata, otot jari tangan dan otot jari kaki. Pada
stadium ini masih dapat terjadi pemulihan kekuatan otot. Bila berlanjut, dapat
terjadi luka (di mata, tangan dan kaki) dan kekakuan sendi.
Tahap III Terjadi penghancuran saraf dengan kelumpuhan yang dapat menetap. Pada
stadium ini dapat terjadi infeksi yang progresif dengan kerusakan tulang dan
kehilangan penglihatan.1
Bagan 1. Patogenesis Kecacatan1
2
Terjadinya cacat tergantung dari fungsi serta saraf mana yang rusak. Kecacatan akibat
penyakit kusta dapat melalui 2 proses:
- Infiltrasi langsung M. leprae ke susunan saraf tepi dan organ melaui kulit tubuh
yang tidak intak. Setelah itu basil akan menuju sel target yaitu sel schwan.
- Melalui reaksi kusta.
a. Reaksi tipe 1
Reaksi ini lebih banyak terjadi pada penderita-penderita yang berada di
spectrum borderline. Reaksi ini terjadi akibat peningkatan hebat respon imun
seluler secara tiba-tiba, sehingga mengakibatkan respon radang pada daerah kulit
dan saraf. Inflamasi pada jaringan saraf dapat mengakibatkan kerusakan dan
kecacatan yang dapat timbul dalam hitungan hari, jika tidak diatasi dengan
adekuat. 5
Gejala reaksi tipe 1 dapat dilihat berupa peradangan pada lesi. Selain itu juga
disertai gejala sistemik seperti demam dan artralgia. Kulit yang bengakak menjadi
kemerahan, nyeri dan panas. Pada kasus lainnya dapat ditemui ulserasi.2
b. Reaksi tipe 2
Reaksi ini merupakan reaksi humoral yang disebabkan tingginya respons imun
humoral pada penderita kusta. Banyaknya antibodi yang terbentuk disebabkan
banyaknya antigen. Antigen yang ada akan bereaksi dengan antibodi dan akan
membentuk kompleks imun. Kompleks imun tersebut akan menimbulkan respon
inflamasi.8 Kompleks imun tersebut umumnya terjadi ekstravaskuler, beredar
dalam sirkulasi darah sehingga dapat mengendap ke berbagai organ, terutama
pada lokasi diman M. leprae berada dalam konsentrasi tinggi, yaitu pada kulit,
saraf, limfonodus dan testis. Umumnya menghilang dalam 100 hari atau lebih dan
bekasnya menimbulkan hiperpigmentasi. Perjalanan penyakit dapat berlangsung
selama 3 minggu atau lebih7
KLASIFIKASI KECACATAN KUSTA1
Cacat yang timbul pada penyakit kusta dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok,
yaitu, yaitu kecacatan primer dan sekunder.
Kecacatan Primer
Kecacatan primer, ialah kelompok cacat yang disebabkan langsung oleh aktivitas
penyakit, terutama kerusakan akibat respon jaringan terhadap M. leprae.
Termasuk cacat primer adalah:
3
a. Cacat pada fungsi saraf sensorik, seperti anastesi, gangguan fungsi saraf motorik
yang dapat menyebabkan claw hand, drop hand, drop foot, claw toes dan
lagoftalmos selain itu juga termasuk gangguan fungsi otonom yang menyebabkan
kulit kering, elastisitas kulit berkurang, serta gangguan refleks vasodilatasi.
(a) (b)
(c) (d)
(e)
Gambar 1. (a) Claw hand, (b) Drop hand, (c) Droop foot, (d) Claw toes, (e) Lagoftalmos
b. Infiltrasi kuman pada kulit dan jaringan subkutan yang menyebabkan kulit
berkerut dan berlipat-lipat (seperti fasies leonine, blefaroptosis, ektropion).
Kerusakan folikel rambut yang menyebabkan alopesia atau madarosis, seperti
kerusakan glandula sebasea dan sudorifera yang menyebabkan kulit kering dan
tidak elastik.
(a) (b) (c)
`
Gambar 2. (a) Fasies leonine, (b) blefaroptosis, (c) ektropion
c. Cacat pada jaringan lain akibat infiltrasi kuman kusta dapat terjadi pada tendon,
ligamen, sendi, tulang rawan, tulang, testis dan bola mata.
Kecacatan Sekunder
4
Kecacatan sekunder, cacat sekunder ini terjadi akibat cacat primer, terutama akibat
adanya kerusakan saraf (sensorik, motorik, otonom). Anastesia akan memudahkan terjadinya
luka akibat trauma mekanis atau termis yang dapat mengalami infeksi sekunder dengan
segala akibatnya. Kelumpuhan motorik menyebabkan kontraktur sehingga dapat
menimbulkan gangguan menggenggam atau berjalan, juga memudahkan terjadinya luka.
Demikian pula akibat lagoftalmus dapat menyebabkan kornea kering sehingga mudah timbul
keratitis. Kelumpuhan saraf otonom menyebabkan kulit kering dan elastisitas berkurang.
Akibatnya kulit mudah retak-retak dan dapat terjadi infeksi sekunder.
Tingkat Kerusakan Saraf1
Sebagian besar masalah kecacatan pada kusta ini terjadi akibat penyakit kusta yang
terutama menyerang saraf perifer. Menurut Srinivasan, saraf perifer yang terkena akan
mengalami beberapa tingkat kerusakan, yaitu:
1. Stage of involvement
Pada tingkat ini terjadi penebalan saraf serta mungkin disertai nyeri tekan dan spontan
pada saraf perifer tersebut tetapi belum disertai gangguan fungsi saraf seperti anestesi
atau kelemahan otot.
2. Stage of damage
Pada stadium ini saraf telah rusak dan fungsi saraf tersebut telah terganggu. Terjadi
kerusakan fungsi saraf, seperti kehilangan fungsi saraf otonom, sensoris dan motorik.
Diagnosis stage of damage ditegakkan, bila saraf telah mengalami paralisis yang tidak
lengkap atau saraf batang tubuh telah mengalami paralisis lengkap kurang dari 6-9
bulan. Penting sekali untuk mengenali tingkat kerusakan ini karena dengan
pengobatan pada tingkat ini kerusakan saraf yang permanen dapat dihindari.
3. Stage of destruction
Pada tingkat ini saraf telah rusak secara lengkap. Diagnosis stage of destruction
tingkat ini ditegakkan, bila kerusakan atau paralisis saraf secara lengkap terjadi lebih
dari satu tahun. Pada tingkat ini walaupun dengan pengobatan, fungsi saraf ini tidak
dapat diperbaiki.
DERAJAT KECACATAN KUSTA1
Organ yang paling berfungsi dalam kegiatan sehari-hari adalah mata, tangan dan kaki,
maka WHO (1988) membagi cacat kusta menjadi tiga tingkat kecacatan, yaitu:
1. Cacat pada tangan dan kaki
Tingkat 0: tidak ada anastesi dan kelainan anatomis
5
Tingkat 1: ada anastesi, tanpa kelainan anatomis
Tingkat 2: terdapat kelainan anatomis
2. Cacat pada mata
Tingkat 0: tidak ada kelainan pada mata (termasuk visus)
Tingkat 1: ada kelainan pada mata, tetapi tidak terlihat, visus sedikit berkurang
Tingkat 2: ada lagoftalmos dan visus sangat terganggu (visus 6/60; dapat menghitung
jari-jari pada jarak 6 meter).
PENCEGAHAN DAN PERAWATAN KECACATAN1
Tujuan pencegahan kecacatan
1. Mencegah timbulnya cacat pada saat diagnosis kusta ditegakkan dan diobati. Untuk
tujuan ini diagnosis dini dan terapi yang rasional perlu ditegakkan dengan cepat dan
tepat.
2. Mencegah agar cacat yang telah terjadi jangan menjadi lebih berat. Untuk mencapai
tujuan tersebut perlu dilakukan berbagai cara antara lain:
- Melindungi dan menjaga tangan yang anestesi (mungkin pula yang telah cacat)
- Melindungi dan menjaga kaki yang anastesi (mungkin pula telah cacat),
- Melindungi mata dari kerusakan dan menjaga penglihatan
- Menjaga fungsi saraf.
3. Menjaga agar cacat tidak kambuh lagi .
Pencegahan terjadinya transmisi dari disability ke handicap dapat dilakukan antara
lain dengan penyuluhan, adaptasi social dan latihan.
Upaya pencegahan kecacatan
Upaya pencegahan primer
Upaya pencegahan primer dapat dilakukan melalui diagnosis dini, pengobatan secara
teratur dan adekuat, diagnosis dini dan penatalaksanaan neuritis, termasuk silent neuritis serta
diagnosis dini dan penatalaksanaan reaksi. Kecacatan kusta diakibatkan gangguan saraf
perifer, maka pemeriksaan saraf perifer harus dilakukan secara teliti dan benar, namun cukup
sederhana dan murah. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan fungsi sensorik, motorik dan
otonom.
Pada pemeriksaan fungsi sensorik, dilakukan pemeriksaan fungsi saraf sensosrik pada
telapak tangan, yaitu daerah yang disarafi oleh n. ulnaris dan medianus. Juga pada daerah
telapak kaki untuk daerah yang disarafi oleh n. tibialis posterior.
6
Pada pemeriksaan fungsi motorik, alat pengukur yang dipakai adalah Voluntary
Muscle Testing (VMT) untuk mendeteksi kerusakan saraf.
Tabel 1. Voluntary Muscle Testing1, 8
N. fasialis Untuk menilai kekuatan penutupan bola mata. Minta pasien
menutup matanya, seperti sedang tidur, dan ukur jarak antara
kelopak yang tertutup. Untuk menilai kelemahan awal minta
pasien menutup rapat matanya lalu buka kelopak matanya
menggunakan jempol dan jari tengah.
N. ulnaris Untuk memeriksa kekuatan m. abductor digiti minimi. Minta
pasien untuk melakukan abduksi jari kelingking.
N. medianus Memeriksa kekuatan m. abductor pollicis brevis. Minta pasien
menggenggam tangan secara horizontal dan abduksi ibu jari.
N. radialis Memeriksa kekuatan fleksi dorsal pergelangan tangan. Minta
pasien mengekstensikan pergelangan tangan.
N. popliteal
lateralis
Memeriksa kekuatan fleksi dorsal pergelangan kaki. Minta
pasien untuk mengangkat kakinya.
Pada pemeriksaan fungsi otonom dilakukan pemeriksaan dengan memegang tangan /
kaki pasien untuk menilai kebasahan telapak tangan maupun kaki (fungsi kelenjar keringat).
Berdasarkan adanya gangguan berkeringat di macula anestesi pada penyakit kusta,
pemeriksaan lesi kulit dapat dilengkapi dengan tes anhidrosis, yaitu tes tinta gunawan dan tes
pillocarpin.
Tes tinta gunawan dilakukan dengan cara tinta digariskan mulai dari bagian tengah
lesi yang dicurigai hingga ke daerah kulit normal.Pada kulit normal tinta akan luntur.
Sedangkan pada kulit abnormal tinta tidak luntur. Tes pilocarpin dilakukan dengan cara
menyuntikan pilocarpin secara subkutan di daerah kulit pada makula dan perbatasannya.
Setelah beberapa menit tampak daerah kulit normal berkeringat, sedangkan daerah lesi tetap
kering.
Pada keadaan ini bila berbagai gangguan ini cepat diketahui, maka dengan terapi
medikamentosa serta tindakan perlindungan saraf dari kerusakan lebih lanjut, maka hasilnya
akan sangat baik.
Upaya pencegahan sekunder
7
Upaya pencegahan sekunder dapat dilakukan melalui perawatan diri sendiri untuk
mencegah luka . Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah
terjadinya kontraktur. Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan
agar tidak mendapat tekanan yang berlebihan. Bedah septic untuk mengurangi perluasan
infeksi, sehingga pada proses penyembuhan tidak terlalu banyak jaringan yang hilang.
Perawatan mata, tangan dan atau kaki yang anastesi atau mengalami kelumpuhan otot.
Pencegahan dan perawatan cacat oleh penderita7
Pencegahan dilakukan sendiri oleh penderita di rumah, petugas jarang hanya
memberikan edukasi kepada penderita, tetapi peragakan tindakan-tindakan itu dan bantulah
penderita agar dapat melakukannya sendiri. Akan efektif bila penderita sendiri yang
bertangguang jawab atas kondisinya.
Menggunakan material yang diperoleh dari sekitar lingkungan penderita.
Petugas kusta harus memperhatikan penderita yang cacat tetap dan menentukan tindakan
perawatan diri apa yang perlu dilakukan penderita itu dengan mengupayakan penggunaan
material yang mudah di peroleh di sekitar lingkungan penderita.
Prinsip pencegahan cacat dan bertambah beratnya cacat pada dasarnya adalah ada
3M,yaitu dengan memeriksa, melindungi dan memelihara. Prinsip 3M ini dilakukan pada
bagian tubuh yang sering terkena cacat, yaitu mata, tangan dan kaki.
Mata
Kecacatan pada mata yang sering terjadi adalah lagoftalmos. Pemeriksaan yang
dilakukan yaitu minta pasien untuk menutup mata. Jika ada celah atau kelopak mata terbuka
setelah 5-10 detik, berarti ada gangguan pada persarafan dan otot kelopak mata (lagoftalmos)
Pada mata yang tidak dapat ditutup rapat. Pasien dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan dengan sering bercermin untuk melihat apakah ada kemerahan atau benda yang
masuk ke mata. Selain itu, pasien dianjurkan untuk melindung mata dari debu dan angin yang
dapat mengeringkan mata. Serta menghindari tugas-tugas dimana ada debu. Pasien
dianjurkan merawat diri dengan cara sering mencuci/membasahi tangan dengan air bersih dan
tutup mata dengan sepotong kain basah ketika istirahat.
Tangan
Pada tangan yang mati rasa pasien dianjurkan untuk lebih sering memeriksa tangan
dengan teliti apakah ada luka atau lecet sekecil apapun. Melindungi tangan dari benda panas,
kasar ataupun tajam dengan sarung tangan tebal. Merawat luka, memar atau lecet sekecil
apapun dan mengistirahatkan bagian tangan tersebut hingga sembuh.
8
Sedangkan untuk kulit tangan yang kering pasien dianjurkan untuk memeriksa,
kemungkinan adanya kekeringan, retak dan kulit pecah-pecah tidak terasa. Melindungi kulit
tangan dari benda-benda yang mudah menimbulkan luka. Merawat kulit tangan dengan cara
merendam kaki selama 20 menit setiap hari dalam air biasa, menggosok bagian yang menebal
dengan batu gosok dan langsung mengolesi dengan minyak kelapa untuk menjaga
kelembapan kulit.
Untuk jari tangan yang bengkok pasien dianjurkan untuk memeriksa tangan secara
rutin apakah ada luka yang mungkin terjadi akibat penggunaan tangan dengan jari yang
bengkok. Melindungi tangan yang bengkok menggunakan alat bantu untuk aktivitas sehari-
hari yang dimodifikasi untuk digunakan oleh jari yang bengkok. Merawat tangan yang
bengkok dengan cara sesering mungkin memakai tangan lain untuk meluruskan sendi-
sendinya dan mencegah supaya jangan sampai terjadi kekakuan lebih berat dengan cara
meletakkan tangan di atas paha, lalu luruskan dan bengkokkan jari berulang kali. Setelah itu
pegang ibu jari dengan tangan lain dan gerakkan sendi supaya tidak kaku. Jika ada kelemahan
pada jari, kuatkan dengan cara taruh tangan di meja atau paha, pisahkan dan rapatkan jari
berulang kali. Ikat jari dengan 2-3 karet gelang, lalu pisahkan dan rapatkan jari berulang kali.
Kaki
Untuk kaki yang semper pasien dianjurkan untuk memeriksa, apakah ada luka. Lalu
lindungi kaki untuk mencegah agar kaki yang semper (lumpuh) tidak bertambah cacat maka,
pasien dianjurkan untuk selalu memakai sepatu supaya jari-jari tidak terseret dan luka, angkat
lutut lebih tinggi waktu berjalan, pakai tali karet antara lutut dan sepatu guna mengangkat
kaki bagian depan waktu berjalan. Pasien juga dianjurkan untuk merawat kaki semper agar
tidak semakin parah dengan cara duduk dengan kaki lurus ke depan. Pakailah kain panjang
atau sarung yang disangkutkan pada bagian depan kaki itu dan tarik ke arah tubuh. Jika kaki
yang semper tidak disertai luka, maka dapat dilakukan variasi latihan dengan cara berdiri
menghadap ke tembok dengan jarak 60 cm, lipat siku dan sandarkan pada tembok. Dorong
tubuh ke depan dengan tumit tetap menapak ke lantai, dan tahan selama beberapa detik,
hingga terasa ototnya tertarik, kemudian dorong kembali tubuh ke belakang. Lakukan latihan
ini beberapa kali. Selain itu, dapat dilakukan latihan lainnya dengan cara mengikat karet (dari
ban dalam) pada tiang atau kaki meja, dan tarik tali karet itu dengan punggung kaki , lalu
tahan beberapa saat dan ulangi beberapa kali.
Untuk kulit kaki yang tebal dan kering, pasien diminta untuk memeriksa secara rutin
apakah ada bagian kaki yang kering mengalami retak dan luka. Melindungi dan merawat kulit
kaki untuk mencegah kulit kering dengan cara merendam kaki selama 20 menit setiap hari
9
dalam air biasa, menggosok bagian yang menebal dengan batu gosok dan langsung mengolesi
dengan minyak kelapa untuk menjaga kelembapan kulit.
Untuk kaki yang mati rasa, pasien dianjurkan agar lebih sering memeriksa kaki
dengan teliti apakah ada luka atau memar atau lecet sekecil apapun. Melindungi kaki yang
mati rasa dengan cara selalu memakai alas kaki dan membagi tugas agar orang lain
mengerjakan tugas yang berbahaya bagi kaki mati rasa. Serta memilih alas kaki yang tepat.
Pasien juga dianjurkan agar merawat kaki yang mati rasa untuk mencegah terjadinya luka
dengan cara: jika ada luka memar atau lecet kecil, langsung rawat dan mengistirahatkan
bagian kaki tersebut (jangan diinjakkan) hingga sembuh.
Luka
Untuk luka borok pasien dianjurkan untuk membersihkan luka dengan sabun,
kemudian rendam dalam air selama 20-30 menit, gosok bagian pinggiran luka yang menebal
dengan batu apung. Beri minyak pada bagian kaki yang tidak luka, balut, lalu istirahatkan
bagian kaku tersebut (jangan diinjakkan).
KESIMPULAN
Prevalensi kusta di Indonesia masih cukup tinggi. Masyarakat yang menderita
penyakit ini tidak hanya menderita secara fisik namun juga psikis. Mereka dikucilkan oleh
lingkungannya sendiri, menjadi tidak percaya diri dan menarik diri dari lingkungan. Hal
tersebut sebagian besar disebabkan oleh kecacatan tubuh yang dialami penderita. Sebenarnya
kecacatan pada kusta dapat dicegah melalui upaya primer dan sekunder. Diagnosis dan
penanganan penyakit yang dilakukan secara dini dapat menurunkan angka kecacatan pada
kusta. Penderita diberikan edukasi dan diajarkan cara mencegah kecacatan serta merawat luka
atau kecacatan yang sudah terjadi agar tidak menjadi semakin parah.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahmat, Haikin dkk. KUSTA. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2003. 83-93.
2. James, William D et all. Hansen’s Disease in Diseases Andrews’ OF The skin
Clinical Dermatology. British: Expert Consult. 2011. 343.
3. Cross, Hugh. “The prevention of disability for people affected by leprosy: whose
attitude needs to change?”. Philippines: Lepr Rev 78, 321–329. 2007.
4. Dinas Kesehatan Kota Palembang. Profil Kesehatan Kota Palembang Tahun 2012.
Palembang: Dinkes. 2013. 33.
5. Kementerian Kesehatan. Menkes Canangkan resolusi Jakarta Guna Hilangkan Stigma
Diskriminasi Kusta [Online]. Diakses pada 13 Maret 2015. Available:
http://www.depkes.go.id.
6. Widodo, Arini Astari and Sri Linuwih Renaldi. 2012.“Characteristic of Leprosy
Patients in Jakarta”. Jakarta: J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 11, November
2012.
7. Depkes RI. Buku Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta: Depkes
RI, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2007. 89-115.
8. Bhavan, Nirman. Disability Prevention and Medical Rehabilitation. India: Central
Leprosy Division Directorate General of Health Services,Ministry of Health & Family
Welfare. 2012.
9. Lee, Delphine J., Thomas H. Rea and Robert L. Modlin. Leprosy, in Fitzpatrick :
Dermatology in general medicine, 8th Ed, New York. Mc Graw Hill. 2012. 2253-
2263.
11
DISKUSI
1. Apa tujuan tes tita gunawan? Dan bagaimana cara melakukan tes tinta gunawan
Tes tinta gunawan merupakan salah satu pemeriksaan fungsi otonom yang bertujuan
untuk menilai kebasahan telapak tangan maupun kaki (fungsi kelenjar keringat).
Berdasarkan adanya gangguan berkeringat di macula anestesi pada penyakit kusta,
pemeriksaan lesi kulit dapat dilengkapi dengan tes anhidrosis, yaitu tes tinta gunawan
yang dilakukan dengan cara tinta digariskan mulai dari bagian tengah lesi yang
dicurigai hingga ke daerah kulit normal.Pada kulit normal tinta akan luntur.
Sedangkan pada kulit abnormal tinta tidak luntur.
2. Apakah ada tatalaksana lain seperti fisioterapi atau protesa untuk mengatasi dropfoot
dan kaki yang mengalami anastesi.
Pasien dapat diajarkan fisoterapi sederhana yang dapat dilakukan dirumah, yaitu salah
satunya dengan cara menggunakan kain panjang atau sarung yang disangkutkan pada
bagian depan kaki itu dan tarik ke arah tubuh. Selain fisioterapi pasien juga
dianjurkan menggunakan alas kaki khususnya, salah satunya dengan menggunakan
“sandal MCR” yang terbuat dari bahan micro cellular rubbe. Sandal ini terbuat dari
karet rubber dengan bagian atas dari bahan yang kuat yang dapat menahan benturan
pada kaki dan dapat dengan mudah memantau kondisi kaki.
12
top related