referat hepatitis b
Post on 29-Dec-2015
67 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hepatitis B adalah penyakit infeksi diserbabkan oleh virus hepatitis B
yang dapat menimbulkan peradangan bahkan kerusakan sel –sel hati.1Sekitar
satu per tiga dari populasi dunia pernah terpapar pada suatu waktu pada virus
hepatitis B (HBV). Selain itu, hampir 350 juta individu-individu diseluruh
dunia terinfeksi secara kronis (durasi yang lama) dengan virus ini. Sebagai
akibatnya, komplikasi-komplikasi dari infeksi virus hepatitis B menjurus pada
dua juta kematian-kematian setiap tahunnya.2
Menurut angka-angka dari Centers for Disease Control (CDC),
140,000 sampai 320,000 kasus-kasus akut (durasi yang pendek) hepatitis B
(infeksi hati dengan virus hepatitis) terjadi setiap tahun di Amerika. Hanya
kira-kira 50% dari orang-orang dengan hepatitis B akut yang mempunyai
gejala-gejala (adalah simptomatik). Diantara pasien-pasien yang simptomatik
(symptomatic), 8,400 sampai 19,000 orang-orang diopname dan 140 sampai
320 meninggal setiap tahun di Amerika. Pada dekade yang lalu terjadi
penurunan yang lebih dari 70% pada kejadian hepatitis B akut di Amerika.
Penurunan ini mungkin berkaitan dengan kesadaran publik yang meninggi
pada HIV dan AIDS dan praktek-praktek seksual yang lebih aman. (Hepatitis
Virus B dan HIV disebarkan dalam suatu cara yang hampir sama). Pada saat
ini, kejadian-kejadian hepatitis B akut yang paling tinggi adalah diantara
dewasa-dewasa muda, antara umur 20 dan 30 tahun.2
Indonesia menempati peringkat ketiga dunia setelah China dan India
untuk jumlah penderita hepatitis. Ahli kesehatan dari Divisi Hepatologi,
Depatemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ali
Sulaiman memperkirakan sejumlah 13 juta penduduk Indonesia mengidap
hepatitis B.3
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), Hepatitis B endemik di
China dan bagian lain di Asia termasuk di Indonesia. Sebagian besar orang di
kawasan ini bisa terinfeksi Hepatitis B sejak usia kanak-kanak. Di sejumlah
negara di Asia, 8-10 persen populasi orang dewasa mengalami infeksi Hepatitis
B kronik. Infeksi Hepatitis B kronik atau jangka panjang dapat mengakibatkan
kerusakan hati yang parah seperti pengerasan hati atau sirosis dan kanker hati
atau karsinoma hepatoseluler yang dapat mengakibatkan kematian.4
Kejadian yang sering pada penderita yang mendapat virus hepatitis B
sejak bayi-bayi dan anak-anak dimana akan menjadi infeksi kronis. Jadi, di
Amerika, suatu perkiraan dari 1 sampai 1.25 juta orang-orang terinfeksi kronis
dengan virus hepatitis B. Lebih jauh, 5,000 sampai 6,000 orang-orang
meninggal setiap tahun dari penyakit hati virus hepatitis B kronis dan
komplikasi-komplikasinya, termasuk kanker hati (hepatocellular carcinoma)
primer (berasal dari hati).4 Oleh karena itu, penderita dan kelompok yang
memiliki faktor risiko hepatitis B perlu menjalani pemeriksaan kesehatan
secara rutin.4
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi,
epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis
banding, tatalaksana, dan prognosis dari hepatitis B.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hepatitis B didefinisikan sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh
Virus Hepatitis B (VHB) dan ditandai dengan suatu peradangan yang terjadi
pada organ tubuh seperti hati (Liver). Penyakit ini banyak dikenal sebagai
penyakit kuning, padahal penguningan (kuku, mata, kulit) hanya salah satu
gejala dari penyakit Hepatitis itu.1
B. Epidemiologi
Infeksi hepatitis virus hepatitis B merupakan suatu masalah kesehatan
masyarakat yang cukup besar di Indonesia. Dan berbaagai penelitian yang ada ,
Frekuensi pengidap HBsAg berkisar antara 3-20%. Penelitian dari berbagai
daerah di Indonesia menunjukkan angka yang sangat bervariasi bergantung
pada tingkat endemisitas hepatitis B di tiap-tiap daerah, contoh : tingkat
endemisitas daerah Indonesia bagian Timur lebih tinggi dibandingkan daerah
Indonesia bagian Barat.5
Infeksi hepatitis B kronik sedikitnya diderita oleh 300 juta orang di
seluruh dunia. Di Eropa dan Amerika 15-25% penderita Hepatitis B kronik
meninggal karena proses hati atau kanker hati primer. Penelitian yang
dilakukan di Taiwan pada 3.654 pria Cina yang HBsAg positif bahkan
mendapatkan angka yang lebih besar yaitu antara 40-50%.5
Menurut tingginya, prevalensi infeksi virus hepatitis B, WHO membagi
dunia menjadi 3 macam daerah yaitu daerah dengan endemitas tinggi, sedang
dan rendah.
- Daerah Endemisitas Tinggi
Penularan utama terjadi pada masa perinatal dan kanak-kanak. Batas
terendah frekuensi HBsAg dalam populasi berkisar 10-15%.
- Daerah Endemisitas Sedang
Penularan terjadi pada masa perinatal dan kanak-kanak jarang terjadi.
Frekuensi HBsAg dalam populasi berkisar 2-10%.
- Daerah Endemisitas Rendah
Penularan utama terjadi pada masa dewasa, penularan pada masa
perinatal dan kanak-kanak sanngat jarang tejadi. Frekuensi HBsAg dalam
populasi berkisar kurang 2 %.5
C. Etiologi
Penyebab hepatitis B adalah virus DNA yang tergolong dalam kelas
hepaDNA dan mempunyai masa inkubasi 1-6 bulan. komponen lapisan luar
pada hepatitis B disebut hepatitis B surface antigen (HbsAg) dalam inti
terdapat genome dari HVB yaitu sebagian dari molekul tunggal dari DNA
spesifik yang sirkuler dimana mengandung enzim yaitu DNA polymerase.
Disamping itu juga ditemukan hepatitis Be Antigen (HBeAg). Antigen ini
hanya ditemukan pada penderita dengan HBsAg positif. HBeAg positif pada
penderita merupakan pertanda serologis yang sensitif dan artinya derajat
infektivitasnya tinggi, maka bila ditemukan HBsAg positif penting diperiksa
HBeAg untuk menentukan prognosis penderita.6
Cara penularan infeksi virus hepatitis B ada dua, yaitu : penularan horizontal
dan vertikal.
- Penularan horizontal terjadi dari seorang pengidap infeksi virus hepatitis B
kepada individu yang masih rentan di sekelilingnya. Penularan horizontal
dapat terjadi melalui kulit atau melalui selaput lendir,
- Penularan vertikal terjadi dari seorang pengidap yang hamil kepada bayi
yang dilahirkan
Penularan melalui kulit, ada 2 macam yaitu disebabkan tusukan yang
jelas (penularan parenteral), misal melalui suntikan, transfusi darah dan tato.
Yang kedua adalah penularan melalui kulit tanpa tusukan yang jelas, misal
masuk nya bahan infektif melalui goresan atau abrasi kulit dan radang kulit.
Penularan melalui selaput lendir : tempat masuk infeksi virus hepatitis B
adalah selaput lendir mulut, mata, hidung, saluran makanan bagian bawah dan
selaput lendir genetalia.
Penularan vertikal : dapat terjadi pada masa sebelum kelahiran atau
prenatal (inutero), selama persalinan atau perinatal dan setelah persalinan atau
post natal.5
Cara utama penularan virus hepatitis B adalah melalui parenteral dan
menembus membrane mukosa terutama melalui hubungan seksual. Masa
inkubasi rata-rata sekitar 60-90 hari. HbsAg telah ditemukan pada hampir
semua cairan tubuh orang yang terinfeksi yaitu darah, semen, saliva, air mata,
asites, air susu ibu, urin, dan bahkan feses. Setidaknya sebagian cairan tuibuh
ini(terutama darah, semen, dan saliva) telah terbukti bersifat infeksius.7
Orang yang beresiko tinggi menderita hepatitis B:
1. Imigran dari daerah endemis HBV
2. Pengguna obat intravena yang sering bertukar jarum dan alat suntik
3. Pelaku hubungan seksual dengan banyak orang atau dengan orang
terinfeki
4. Pria homoseksual yang secara seksual aktif
5. Pasien rumah sakit jiwa
6. Narapidana pria
7. Pasien hemodialisis dan penderita hemofili yang menerima produk tertentu
dari plasma
8. Kontak serumah dengan karier HBV
9. Pekerja sosial dibidang kesehatan terutama yang banyak kontak dengan
darah
10. Bayi yang baru lahir dari ibu terinfeksi, dapat pada saat atau seggera
setelah lahir.1, 7
D. Patofisiologi
Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral, dari
peredaran darah partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses
replikasi virus. Selanjutnya sel-sel hati akan memproduksi dan mensekresi
partikel Dane utuh, partikel HbsAg bentuk bulat dan tubuler dan HBeAg yang
tidak ikut membentuk partikel virus. Virus hepatitis B smerangsang respon
imun tubuh, yang pertama kali adalah respon imun non spesifik karena dapat
terangsang dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam dengan
memanfaatkan sel-sel NK dan NKT. Kemudian diperlukan respon imun
spesifik yaitu dengan mengakstivasi sel limfosit T dan sel limfosit B. aktivasi
sel T, CD8 + terjadi setelah kontak reseptor sel T dengan komplek peptide
VHB-MHC kelas I yang ada pada permukaan dinding sel hati. Sel T CD8 +
akan mengeliminasi virus yang ada di dalam sel hati terinfeksi. Proses
eliminasi bisa terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati yang akan menyebabkan
meningkatnya ALT.8
Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD+ akan mengakibatkan
produksi antibody antara lain anti-HBs, anti-HBc, anti-HBe. Fungsi anti-HBs
adalah netralisasi partikel virus hepatitis B bebas dan mencegah masuknya
virus ke dalam sel, dengan demikian anti-HBs akan mencegah penyebaran
virus dari sel ke sel.8
Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi virus
hepatitis B dapat diakhiri tetapi kalau proses tersebut kurang efisien maka
terjadi infeksi virus hepatitis B yang menetap. Proses eliminsai virus hepatitis
B oleh respon imun yang tidak efisien dapat disebabkan oleh faktor virus atau
pun faktor pejamu.8
- Faktor virus antara lain : terjadinya imunotoleransi terhadap produk virus
hepatitis B, hambatan terhadap CTL yang berfungsi melakukan lisis sel –
sel terinfeksi, terjadinya mutan virus hepatitis B yang tidak memproduksi
HBeAg, integarasi genom virus hepatitis B dalam genom sel hati
- Faktor pejamu antara lain : faktor genetik, kurangnya produksi IFN,
adanya antibodi terhadap antigen nukleokapsid, kelainan fungsi limfosit,
respons antiidiotipe, faktor kelamin dan hormonal.8
Salah satu contoh peran imunotoleransi terhadap produk virus
hepatitis B dalam persistensi virus hepatitis B adalah mekanisme persistensi
infeksi virus hepatitis B pada neonatus yang dilahirkan oleh ibu HBsAg dan
HBeAg posistif, diduga persistensi infeksi virus hepatitis B pada neonatus
yang dilahirkan oleh ibu HBeAg yang masuk ke dalam tubuh janin
mendahului invasi virus hepatitis B, sedangkan persistensi pada usia dewasa
diduga disebabkan oleh kelelahan sel T karena tingginya konsentrasi partikel
virus.8
E. Manifestasi Klinis
Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis
hepatitis B dibangi 2 yaitu :
1. Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap
individu yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan
hilangnya virus hepatitis B dari tubuh hospes.
Hepatitis B akut terdiri atas 3 yaitu :
a. Hepatitis B akut yang khas
b. Hepatitis Fulminan
c. Hepatitis Subklinik
2. Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap
individu dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme,
untuk menghilangkan virus hepatitis B tidak efektif dan terjadi
koeksistensi dengan virus hepatitis B.9
Hepatitis B akut yang khas
Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus yang
jelas.
Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu :
1. Fase Praikterik (prodromal)
Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi,
anoreksia, mual, nyeri didaerah hati disertai perubahan warna air kemih
menjadi gelap. Pemeriksaan laboratorium mulai tampak kelainan hati (kadar
bilirubin serum, SGOT dan SGPT, Fosfatose alkali, meningkat).
2. Fase lkterik
Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali dan
splenomegali. timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu
kedua. setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium
tes fungsi hati abnormal.
3. Fase Penyembuhan
Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase.
pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan
laboratorium menjadi normal.9
Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar
mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan berakhir
dengan kematian. Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala ikterus
yang berat, tetapi pemeriksaan SGOT memberikan hasil yang tinggi pada
pemeriksaan fisik hati menjadi lebih kecil, kesadaran cepat menurun hingga
koma, mual dan muntah yang hebat disertai gelisah, dapat terjadi gagal ginjal
akut dengan anuriadan uremia.9
Hepatitis Kronik
Kira-kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami Hepatitis B
kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan
yang baik.9 Gejala tambahan dapat terjadi, terutama pada orang yang sudah
lama mengalami hepatitis B kronis. Gejala ini termasuk ruam, urtikaria
(kaligata – rasa gatal yang berbintik-bintik merah dan bengkak), arthritis
(peradangan sendi), dan polineuropati (semutan atau rasa terbakar pada lengan
dan kaki)10
F. Diagnosis
Manifestasi klinik hepatitis B kronik secara garis besar dibagi 2:
1. Hepatitis B kronik yang masih aktif
- HbsAg (+) , DNA VHB lebih lebih dari 105 kopi / ml . didapatkan
kenaikan ALT yang menetap atau intermitten.
- Tanda – tanda peradangan penyakit hati kronik
- Histopatologi hati terjadi peradangan yang aktif.
2. Carrier VHB inaktif
- HbsAg (+), titer DNA VHB kurang dari 105kopi / ml . konsentrasi
ALT normal
- Keluhan tidak ada
- Kelainan kerusakan jaringan hati minimal.
Tabel 1. Definisi dan kriteria diagnostik pasien dengan infeksi hepatitis B
kronik3,5,6,8,
Definisi Kriteria Diagnosis
Hepatitis B
kronis
Proses nekro-inflamasi kronis
hati disebabkan oleh infeksi
persisten virus hepatitis B.
Dapat dibagi menjadi hepatitis
B kronis dengan HBeAg + dan
HBeAg -
1. HBsAg + > 6 bulan
2. HBV DNA serum >
105copies/ml
3. Peningkatan kadar ALT/AST
secara berkala/persisten
4. Biopsi hati menunjukkan
hepatitis kronis (skor
nekroinflamasi > 4)
Carrier
HBsAg
inaktif
Infeksi virus hepatitis B
persisten tanpa disertai proses
nekro-inflamasi
yang signifikan
1. HBsAg + > 6 bulan
2. HBeAg – , anti HBe +
3. HBV DNA serum
<105copies/ml
4.Kadar ALT/AST normal
5. Biopsi hati menunjukkan tidak
adanya hepatitis yang signifikan
(skor nekroinflamasi < 4
Diagnostik pasti didapatkan dengan Biopsi hati, dengan klasifikasi
Histologycal Activity Index (HAI), system ini digunakan selain untuk
diagnosis pasti juga digunakan untuk menilai progresifitas penyakit,
prognosis, dan tatalaksana yang sesuai.
1. Aktivasi peradangan Portal dan lobular8
Skor yang menunjukkan intensitas nekrosis (grade)
Grade Patologi
0 peradangan portal tidak ada atau minimal
1 Peradangan portal tanpa nekrosis atau peradangan lobular tanpa
nekrosis
2 Limiting plate necrosis ringan (interface hepatitis ringan) dan atau
nekrosis lobular fokal
3 Limiting plate necrosis sedang (interface hepatitis sedang) dan atau
nekrosis fokal berat ( confluent necrosis)
4 Limiting plate necrosis berat (interface hepatitis berat) dan atau
bridging necrosis
2. Fibrosis8
Progresi struktural penyakit hati (stage)
Stage Patologi
0 Tidak ada fibrosis
1 Fibrosis terbatas pada zona portal yang melebar
2 Pembentukan septa periportal atau septa portal portal dengan arsitektur
yang masih utuh
3 Distorsi arsitektur (fibrosis septa bridging) tanpa sirosis yang jelas
4 Kemungkinan sirosis atau pasti sirosis
Table 4. Evaluasi PAsien HBV 3
Parameter Keterangan
Evaluasi awal
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan laboratorium untuk menilai
penyakit hati : darah rutin dan fungsi hati
3. Pemeriksaan replikasi virus : HBeAg,
antiHBe dan HBV DNA
4. Pemeriksaan untuk menyisihkan penyakit hati
lainnya : anti HCV, anti HDV (khususnya
pengguna narkoba injeksi, atau daerah
endemis)
5. Skrining karsinoma hepatoselular :kadar alfa
feto protein dan ultrasonografi
6. Biopsi hati pada pasien yang memenuhi
kriteria hepatitis B kronis.
Follow up pasien yang
belum diterapi
Pasien HBeAg positif dan HBV DNA >
105copies/ml dan kadar ALT normal :
1. Pemeriksaan ALT setiap 3 6 bulan
2. Bila ALT > 1-2 x BANN, periksa ulang setiap
1-3 bulan
3. Bila ALT > 2 x BANN selama 3-6 bulan,
pertimbangkan biopsi dan terapi
4. Pertimbangkan untuk skrining karsinoma
hepatoselular
Pasien carrier HBsAg inaktif :
1. Pemeriksaan ALT setiap 6 12 bulan
2. Bila ALT > 1-2 x BANN, periksa HBV DNA
dan singkirkan penyebab penyakit hati
lainnya
3. Pertimbangkan untuk skrining karsinoma
hepatoselular
G. Penatalaksanaan 1-6, 8,11,12
- penderita dan keluarga diberi penjelasan atau penyuluhan tentang cara
penularan, infeksiositas penderita sebagai pengidap HBsAg, apalagi jika
HBeAG positif, keluarga serumah dan yang menjalin hubungan
intim/seksual perlu divaksinasi terhadap hepatitis B (perlu uji saring pra-
vaksinasi atas HBsAg dan anti-HBs)
- aktivitas pekerjaan sehari-hari seperti biasa disesuaikan dengan keluhan
(aktivitas hepatitis), jangan sampai terlalu meletihkan, demikian juga
dengan olahraga
- diet khususu tak diperlukan, namun harus pertahankan gizi baik dan tidur
yang cukup. Protein 1-1,5 gr/kg/hari. Di RSU DR Sutomosejak tahun
2003tersedia diet hati pra/ensefalopati yang terdiiri dari:
Diet Hati I (DH I) : protein 1-1,2 gr/kgBB/hari, kalori 40
kal/kgBB/hari
Diet Hati II (DH II) : protein 1,2-1,5 gr/kgBB/hari, kalori 40
kal/kgBB/hari
- Terapi spesifik hingga sekarang masih dalam tahapo eksperimental dan
pola pemberian bermacam-macam.
Tujuan pengobatan hepatitis B kronik adalah untuk mencegah atau
menghentikan progesi jejas hati (liver injury) dengan cara menekan replikasi
virus atau menghilangkan infeksi dalam pengobatan hepatitis B kronik, tujuan
akhir yang sering dipakai adalah hilangnya petanda replikasi virus yang aktif
secara menetap ( HBeAg dan DNA VHB ) atau dengan kata lain mengontrol
“viral load” serendah mungkin menjadi anti-HBe disertai dengan hilangnya
DNA VHB dalam serum dan meredanya penyakit hati.11
Pada kelompok pasien hepatitis B kronik HBeAg negatif, sero konvensi
HBeAg tidak dapat dipakai sebagai titik akhir pengobatan dan respons
pengobatan hanya dapat dinilai dengan pemeriksaan DNA VHB.11
Terdapat dua golonga pengbatan untuk hepatitis kronik yaitu :
1. Golongan imunomodulasi
Interferon (IFN)
Interferon adalah kelompok protein intreseluler yang normal ada
dalam tubuh, diproduksi oleh sel limfosit dan monosit. Produksinya
dirangsang oleh berbagai macam stimulasi terutama infeksi virus.
IFN berkhasiat sebagai antivirus, imuno modulator, anti prolifrative
dan antipribotif. Efek anti virus terjadi dimana IFN berinteraksi dengan
reseptornya yang terdaftar pada membrane sitoplasma sel hati yang
diikuuti dengan diproduksinya protein efektor sebagai antivirus. Pada
hepatitis B kronik sering didapatkan penurunan IFN. Akibatnya,terjadi
penampilan molekul HLA kelas 1 pada membrane hepatosit yang sangat
diperlukan agar sel T sitotoksit dapat mengenali sel – sel hepatosit yang
terkena virus VHB. Sel – sel terseut menampilkan antigen sasaran (target
antigen) VHB pada membrane hepatosit.
IFN adalah salah satu obat pilihan untuk pengobatan pasien
hepatitis B kronik dnegan HbeAg positif, dengan aktifitis penyakit ringan
– sedang, yang belum mengalami sirosis. IFN telah dilaporkan dapat
mengurangi replikasi virus.
Beberapa faktor yang dapat meramalkan keberhasilan IFN :
- Konsentrasi ALT yang tinggi
- Konsentrasi DNA VHB yang rendah
- Timbulnya flare up selama terapi
- IgM anti HBc yang positif
Efek samping IFN
1. Gejala seperti flu
2. Tanda – tanda supresi sutul
3. Flare up
4. Depresi
5. Rambut rontok
6. Berat badan turun
7. Gangguan fungsi tiroid.
Dosis IFN yang dianjurkan untuk HBeAg (+) adalah 5 – 10 MU 3x
seminggu selama 16 – 24 minggu. Untuk HBe Ag (-) sebaiknya sekurang
– kurangnya diberikan selama 12 bulan.
Timosin alfa
Timosin alfa merangsang fungsi sel limfosit. Pada hepatitis virus
B, timosin alfa berfungsi menurunkan replikasi VHB dan menurunkan
konsentrasi atau menghilangkan DNA VHB. Keunggulan obat ini adalah
tidak efek samping seperti IFN, dengan kombinasi dengan IFN obat ini
dapat meningkatkan efektifitas IFN.
1. Golongan antiviral
Lamivudin
Lamivudin adalah suatu enantiomer (-) dari 3’ tiasitidin yang
merupakan suatu analog nukleosid, berfungsi sebagai bahan pembentuk
pregenom, sehingga analog nukleosid bersaing dengan nukleosid asli.
Lamivudin berkhasiat menghambat enzim reverse transcriptase yang
berfungsi dalam transkripsi balik dari RNA menjadi DNA yang terjadi
dalam replikasi VHB. Lamivudin menghambat produksi VHB baru dan
mencegah infeksi hepatosit sehat yang belum terinfeksi tetapi tidak
mempengaruhi sel – sel yang telah terinfeksi, karena itu apabila obat
dihentikan konsentrasi DNA akan naik kembali akibat diproduksinya
virus – virus baru oleh sel – sel yang telah terinfeksi. Pemberian
lamivudin 100 mg/hari selama 1 tahun dapat menekan HBV DNA,
normalisasi ALT, serokonversi HBeAg dan mengurangi progresi
fibrosis secara bermakna dibandingkan placebo (17) . Namun lamivudin
memicu resistensi. Dilaporkan bahwa resistensi terhadap lamivudin
sebesar lebih dari 32% setelah terapi selama satu tahun dan menjadi
57% setelah terapi selama 3 tahun(18) . Risiko resistensi terhadap
lamivudin meningkat dengan makin lamanya pemberian. Dalam suatu
studi di Asia, resistensi genotip meningkat dari 14% pada tahun
pertama pemberian lamivudin, menjadi 38%, 49%, 66% dan 69%
masing masing pada tahun ke 2,3,4 dan 5 terapi
Adefovir Dipivoksil
Prinsip kerjanya hamper sama dengan lamivudin, yaitu sebagai
analog nukleosid yang menghambat enzim reverse transcriptase.
Umumnya digunakan pada kasus – kasus yang kebal terhadap
lamivudin, dosisnya 10 – 30 mg tiap hari selama 48 minggu.
Tabel 5. Regimen pemilihan terapi
HBeAg HBV DNA
(>105copies/ml)
ALT
Strategi
pengobatan
+
+
2 x BANN
Efikasi terhadap terapi rendah
Observasi, terapi bila ALT meningkat
+
+
> 2 x BANN
Mulai terapi dengan : interferon alfa,
lamivudin atau adefovir
End point terapi : serokonversi HBeAg
dan timbulnya anti HBe
Durasi terapi :
- Interferon selama 16 minggu
- Lamivudin minimal 1 tahun,
lanjutkan 3-6 bulan setelah terjadi
serokonversi HBeAg
- Adefovir minimal 1 tahun
Bila tidak memberikan respon/ada
kontraindikasi, interferon diganti
lamivudin / adefovir
Bila resisten terhadap lamivudin, berikan
adefovir
-
+
> 2 x BANN
Mulai terapi dengan : interferon alfa,
lamivudin atau adefovir. Interferon atau
adefovir dipilih mengingat kebutuhan
perlunya terapi jangka panjang
End point terapi : normalisasi kadar ALT
dan HBV DNA (pemeriksaan PCR)
tidak terdeteksi
Durasi terapi :
- Interferon selama satu tahun
- Lamivudin selama > 1 tahun
- Adefovir selama > 1 tahun
Bila tidak memberikan respon/ ada
kontraindikasi interferon diganti
lamivudin / adefovir
Bila resisten terhadap lamivudin, berikan
adefovir
- - 2 x BANN Tidak perlu terapi
±
+
Sirosis hati
Terkompensasi : lamivudin atau adefovir
Dekompensasi : lamivudin (atau
adefovir), interferon kontraindikasi,
transplantasi hati
±
-
Sirosis hati
Terkompensasi : observasi
Dekompensasi : rujuk ke pusat
transplantasi hati
Tabel 6. Respon Antivirus
Respon terapi Keterangan
1. Biokimiawi
1. Virology
1. Histology
1. Respon komplit
Penurunan kadar ALT menjadi normal
Kadar HBV DNA menurun / tidak terdeteksi
(<105copies/ml)
HbeAg + menjadi HbeAg
Pada pemeriksaan biopsi hati, indeks aktifitas
histologi menurun paling tidak 2 angka
dibandingkan sebelum terapi
Terpenuhinya kriteria : biokimiawi, virologi dan
menghilangnya HbsAg
H. Komplikasi dan Prognosis :
Hepatitis B kronik dapat berlanjut menjadi sirosis hepatis yang
merupakan komplikasi paling banyak, dan merupakan perjalanan klinis akhir
akibat nekrotik sel – sel hepatosit. Prognosis hepatitis B kronik dipengaruhi
oleh berbagai factor, yang paling utama adalah gambaran histology hati,
respon imun tubuh penderita, dan lamanya terinfeksi hepatitis B, serta respon
tubuh terhadap pengobatan.
BAB III
KESIMPULAN
1. Hepatitis B kronik merupakan masalah kesehatan yang besar, terutama
dengan banyaknya penderita hepatitis B kronik tidak bergejala.
2. Makin dini terinfeksi VHB risiko menetapnya infeksi hepatitis B makin
besar.
3. Diagnosis, evaluasi dan keputusan pemberian terapi anti virus didasarkan
pada pemeriksaan serologi, virologi, kadar ALT dan pemeriksaan biopsi
hati.
4. Pasien hepatitis B kronis yang belum mendapatkan terapi HBeAg positif
dan HBV DNA > 105 copies/ml dan kadar ALT normal) dan
pasien carrier HBsAg inaktif perlu di evaluasi secara berkala.
5. Saat ini ada 4 jenis obat yang direkomendasikan untuk terapi hepatitis B
kronis, yaitu : interferon alfa-, timosin alfa , lamivudin, adefovir
dipivoxil. . Hal yang harus dipertimbangkan sebelum memutuskan pilihan
obat adalah keamanan jangka panjang, efikasi dan biaya
DAFTAR PUSTAKA
1. Cahyono SB. Hepatitis B. Yogyakarta : Kanisius, 2010; 20-33
2. Buster, dkk. Antiviral Treatmeant For chronic Hepatitis B virus infection
– Immune Modulation or Viral Suppression ?. Dalam : Netherlands The
Journal of Medicine , volume 64, nomor 6. Tahun 2006
3. Suharjo, JB, dkk. Diagnosis dan Manajemen Hepatitis B Kronik. Dalam
jurnal : Cermin Dunia Kedokteran, No. 150. 2006.
4. Lok, Anna. S.F, dkk. Practice Guideline of Chronic Hepatitis B : Update
2009. American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD).
5. Soemoharjo S. Hepatitis Virus B. Edisi 2. Jakarta: EGC, 2008 ; 20-23
6. Hadi S. Gastroenterologi. Bandung : Alumni, 2002 ; 487-571
7. Lindseth, Glenda N. Gangguan Hati, Kandung Empedu dan Pankreas.
Dalam : Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, editor. Patofisiologi.
Volume I. Jakarta : EGC, 2006 ; 472-515
8. Soemohardjo S, Gunawan S. Hepatitis B Kronik. Dalam : Aru W.Sudoyo
dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta : Internal
Publishing, 2009 ; 653 – 661
9. Siregar FA. Hepatitis B di tinjau Dari Kesehatan Masyarakat Dan Upaya
Pencegahan. Di akses www.library.usu.ac.id tanggal 11 November 2010
10. Green CW. Hepatitis Virus dan HIV. Jakarta : Yayasan Spiritia, 2005 ;
10-23
11. Nusi IA dkk. Hepatitis Kronis. Dalam : Askandar Tjokroprawiro dkk,
editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Surabaya: Airlangga University,
2007 ; 125-8
12. Anonim. Hepatitis B. diaksess dari http://www.who.int/mediacentre
/factsheets/fs204/en/ pada tanggal 11 November 2010.
top related