referat asma bronchiale
Post on 25-Jul-2015
448 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (406100062)
BAB I
PENDAHULUAN
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif
jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas,
dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik
tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.1). Berbagai sel inflamasi
yang berperan terutama sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel
epitel. 2)
Inflamasi jalan napas berkaitan dengan hiperaktivitas jalan napas atau
hiperresponsif bronkus yang menggambarkan respon atas berbagai stimulus terhadap
bronkus.3). Iritabilitas dan hiperaktifitas dari jalan napas, walaupun tidak terbatas
hanya pada pasien asma, tampak sebagai suatu bagian intrinsik dari penyakit dan
terdapat pada berbagai derajat pada hampir semua pasien asma. Manifestasi dari
hiperresponsifitas tersebut berupa bronkokonstriksi jalan napas yang terjadi selama
aktivitas latihan (olahraga), zat-zat rangsang, seperti sulfur dioksida, asap rokok,
udara dingin, bahkan dapat juga akibat pemaparan yang tidak disengaja terhadap
bahan bahan laboratorium, seperti terhirup histamin atau agen-agen parasimpatis.
Iritabilitas jalan napas yang diperkuat ini merupakan indikator asma obyektif yang
sensitif dan timbul pada berbagai tingkat pada pasien yang tidak bergejala, bebas dari
tanda-tanda fisik abnormal, dan yang mampu memberikan hasil normal pada
spirometri.
Hiperaktifitas jalan napas berkaitan dengan tingkat keparahan penyakit secara
keseluruhan. Hiperaktifitas ini bervariasi pada setiap penderita asma, namun relatif
stabil selama beberapa waktu pada penderita yang sama, kecuali pada fluktuasi
sementara, seperti: terjadinya kenaikan reaktifitas selama infeksi virus pada
pernapasan, pasca pemaparan terhadap polusi udara dan alergen dan pasca pemberian
antagonis reseptor-β. Penurunan akut terhadap iritabilitas jalan napas menyertai
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
RSPI SULIANTI SAROSO JAKARTA
PERIODE 30 MEI – 06 AGUSTUS 2011 1
ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (406100062)
pemberian agonis reseptor-β, teofilin dan antikolinergik. Penurunan iritabilitas juga
mneyertai pamberian menahun dari kromolin, nedokromil atau kortikosteroid
sistemik maupun inhalasi.2)
Serangan asma bervariasi dari yang ringan sampai yang berat dan
mengancam kehidupan. Berbagai faktor dapat menjadi pencetus timbulnya serangan
asma antara lain aktivitas fisik, alergen, infeksi, perubahan mendadak suhu udara
atau pajanan terhadap iritan respiratorik seperti asap rokok, dan lain sebagainya.
Selain itu juga berbagai faktor mempengaruhi tinggi rendahnya prevalens asma di
suatu tempat antara lain, umur, gender, ras, sosio-ekonomi dan faktor lingkungan.
Faktor-faktor tersebut mempengaruhi prevalens asma, terjadinya serangan asma,
berat ringannya serangan, status asma dan kematian karena penyakit asma.1 Di lain
pihak, walaupun banyak hal yang berkaitan dengan asma telah terungkap namun
ternyata hingga saat ini, secara keseluruhan asma masih merupakan misteri.
Pengetahuan tentang patologi, patofisiologi, dan imunologi asma berkembang sangat
pesat, khususnya untuk asma pada orang dewasa dan anak besar. Pada anak kecil dan
bayi, mekanisme dasar perkembangan penyakit ini masih belum diketahui pasti.
Selain itu bayi dan balita yang mengalami wheezing saat terkena infeksi respiratorik
akut banyak yang tidak berkembang menjadi asma saat dewasanya. Akibat
ketidakjelasan tadi, definisi asma pada anak sulit untuk dirumuskan, sehingga untuk
menyusun diagnosis dan tatalaksana yang baku juga mengalami kesulitan dengan
akibat adanya under / overdiagnosis maupun under / overtreatment. 1
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
RSPI SULIANTI SAROSO JAKARTA
PERIODE 30 MEI – 06 AGUSTUS 2011 2
ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (406100062)
EPIDEMIOLOGI
Asma merupakan masalah yang terus meningkat, baik di negara maju
maupun negara berkembang. WHO memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia
adalah penyandang asma dan diperkirakan terus bertambah sekitar 180.000 orang
setiap tahun.2 Demikian juga di Indonesia, asma juga merupakan problema kesehatan
masyarakat. Dari hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1986
didapatkan asma, bersama bronkitis kronis dan penyakit saluran napas lainnya
menduduki urutan ke 5 pola kesakitan (6,4/1000 penduduk), serta urutan ke 10
penyebab kematian (27/100.000 penduduk). Sedangkan pada SKRT tahun 1992
menunjukkan asma , bronkitis kronis dan emfisema merupakan urutan ke 4 dari
penyebab kematian (5,6% dari total kematian). Tahun 1995, prevalensi asma
diseluruh Indonesia sebasar 13/1000.2 Jumlah penderita asma pada anak juga
cenderung meningkat setiap tahun. Data Departemen Kesehatan menunjukan, pada
1995 prevalensi asma 2,1 persen. Pada 2003, prevalensinya meningkat menjadi 5,2
persen. Sedangkan hasil survei pada anak sekolah di Medan, Palembang, Jakarta,
Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan Denpasar pada 2001, menunjukkan
prevalensi asma anak berusia 6-12 sebesar 3,7 - 16,4 persen, sedangkan pada anak
SMP di Jakarta 5,8 persen. Saat ini diprediksi 25 persen penduduk Indonesia
menderita asma.2
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
RSPI SULIANTI SAROSO JAKARTA
PERIODE 30 MEI – 06 AGUSTUS 2011 3
ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (406100062)
I. DEFINISIAsma disebut juga sebagai reactive air way disease (RAD), adalah
suatu penyakit obstruksi pada jalan nafas secara riversibel yang ditandai dengan
bronchospasme, inflamasi dan peningkatan sekresi jalan napas terhadap berbagai
stimulan. 5
Global Initiative for Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai gangguan
inflamasi kronis saluran nafas dengan banyak sel berperan, khususnya sel mast,
eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi tersebut
menyebabkan episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan, dan
batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala tersebut biasanya
berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas namun bervariasi, yang
paling tidak sebagian bersifat reversible baik secara spontan maupun dengan
pengobatan. 2,5
Pedoman Nasional Asma Anak digunakan definisi yang praktis dalam bentuk
definisi operasional yaitu wheezing dan/atau batuk dengan karakteristik sebagai
berikut: timbul secara episodik dan/atau kronik, cenderung pada malam/dini hari,
musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik, dan bersifat
reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat
asma atau atopi lain pada pasien/keluarganya, sedangkan sebab-sebab lain sudah
disingkirkan. 5
II. ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang menjadi faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronchial. Dalam hal ini faktor predisposisi adalah faktor penjamu
(host factor), dan faktor presipitasi adalah faktor lingkungan (environmental factor). 5
1. Faktor penjamu, meliputi :
♦ Genetik.
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
RSPI SULIANTI SAROSO JAKARTA
PERIODE 30 MEI – 06 AGUSTUS 2011 4
ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (406100062)
Dalam beberapa penelitian dibuktikan bahwa asma adalah penyakit
yang diturunkan dan menunjukkan peningkatan prevalensi dari asma. Dalam
penilitian tersebut juga didapatkan fenotip yang berkaitan dengan asma, yang
dikaitkan dengan ukuran subyektif (gejala) dan obyektif (hiperaktivitas
bronkus dan kadar IgE serum) dan atau keduanya. Karena kompleksnya
gambaran klinis asma, maka dasar genetik asma dipelajari dan diteliti melalui
fenotip-fenotip perantara yang dapat diukur secara obyektif seperti
hiperaktivitas bronkus, alergi/atopik, walau kondisi tersebut disadari tidak
khusus untuk asma.
♦ Alergi(atopik).
Atopik yang dikaitkan sebagai produksi sejumlah IgE abnormal
sebagai respon terhadap alergen lingkungan, yang menyebabkan peningkatan
secara total atau spesifik serum IgE. Atopik menjadi faktor penjamu yang
penting yang menjadi predisposisi individu berkembang menjadi asma.
Risiko orang tua atopik dengan asma, nantinya akan mempunyai anak dengan
asma dengan insiden yang meningkat pada keluarga dengan riwayat asma
yang disertai alergi (atopik).
♦ Hiperaktifitas bronkus.
Hiperaktivitas jalan nafas, merupakan keadaan dimana bronkus
menyempit terlalu mudah dan terlalu berlebihan sebagai respon terhadap
stimuli.
♦ Ras/etnik
Ras kulit hitam menpunyai prevalensi lebih tinggi untuk terjadi asma
dibandingkan dengan ras kulit putih di Amerika Serikat, namun hal ini juga
dicetuskan oleh kondisi dari sosioekonomi, paparan terhadap alergen serta
faktor-faktor diet, dan tidak hanya karena ras/etnik saja.
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
RSPI SULIANTI SAROSO JAKARTA
PERIODE 30 MEI – 06 AGUSTUS 2011 5
REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)
2. Faktor lingkungan, dibagi menjadi
Faktor yang mempengaruhi individu dengan kecenderungan predisposisi asma untuk
berkembang menjadi asma
Faktor yang mencetuskan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala
asma yang menetap, diantaranya :
◘ Alergen. ◘ Status sosioekonomi
◘ Sensitisasi lingkungan kerja. ◘ Besarnya keluarga.
◘ Asap rokok. ◘ Diet dan obat-obatan.
◘ Polusi udara. ◘ Obesitas.
◘ Infeksi pernapasan (virus). ◘ Olah raga.
◘ Perubahan cuaca
Faktor Penjamu4
Terdapat penelitian yang membuktikan bahwa asma adalah penyakit yang
diturunkan. Sejumlah penelitian menunjukkan peningkatan prevalensi dari asma. Serta
fenotip yang berkaitan dengan asma, yang dikaitkan dengan ukuran subyektif (gejala) dan
obyektif (hiperaktivitas bronkus dan kadar IgE serum) dan atau keduanya. Karena
kompleksnya gambaran klinis asma, maka dasar genetik asma dipelajari dan diteliti
melalui fenotip-fenotip perantara yang dapat diukur secara obyektif seperti hiperaktivitas
bronkus, alergi/atopik, walau kondisi tersebut disadari tidak khusus untuk asma.
Atopik yang dikaitkan sebagai produksi sejumlah IgE abnormal sebagai respon
terhadap alergen lingkungan, yang menyebabkan peningkatan secara total atau spesifik
serum IgE. Atopik menjadi faktor penjamu yang penting yang menjadi predisposisi
individu berkembang menjadi asma. Risiko orang tua atopik dengan asma, nantinya akan
mempunyai anak dengan asma dengan insiden yang meningkat pada keluarga dengan
riwayat asma yang disertai alergi (atopik).
Hiperaktivitas jalan nafas, merupakan keadaan dimana bronkus menyempit terlalu
mudah dan terlalu berlebihan sebagai respon terhadap stimuli.
Ras kulit hitam menpunyai prevalensi lebih tinggi untuk terjadi asma
dibandingkan dengan ras kulit putih di Amerika Serikat, namun hal ini juga dicetuskan
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE
REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)
oleh kondisi dari sosioekonomi, paparan terhadap alergen serta faktor-faktor diet, dan
tidak hanya karena ras/etnik saja.
III. PATOGENESIS ASMA
Dulu asma diartikan sebagai sumbatan jalan napas yang timbul mendadak , dan
akan membaik secara spontan atau dengan pengobatan. Mekanisme utama timbulnya
gejala asma diakibatkan hiperreaktivitas bronkus, sehingga pengobatan utama asma
adalah untuk mengatasi bronkospasme.1 Sedangkan konsep terkini patogenesis asma
adalah suatu proses inflamasi kronik yang melibatkan dinding bronkus yang berkembang
menjadi hambatan jalan napas dan peningkatan aktifitas bronkus, yang nantinya menjadi
predisposisi penyempitan bronkus sebagai respon terhadap berbagai stimuli. Tanda khas
inflamasi jalan napas adalah peningkatan sejumlah sel-sel; eosinofil, sel mast, makrofag
dan limfosit T pada mukosa dan lumen bronkus. Perubahan ini dapat terjadi meskipun
secara klinis asma tidak bergejala.1 Pada banyak kasus terutama pada anak asma
dihubungkan dengan manifestasi atopi melalui mekanisme IgE-dependent,
diperkirakan faktor atopi memberikan kontribusi pada 40%.1
1. Inflamasi Akut
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE
REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain :
alergen, virus, zat iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri atas
reaksi asma tipe cepat (ekstrinsik) dan lambat (intrinsik).1
Reaksi fase cepat
Reaksi cepat dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap ikatan alergen
dan IgE-spesifik terutama sel mast dan makrofag. Alergen akan terikat pada IgE yang
menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut
mengeluarkan preformed mediator seperti : histamin, proteolitik dan enzim glikolitik dan
newly generated mediators seperti : leukotrien, prostaglandin dan PAF yang
menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, hipersekresi mukus, vasodilatasi dan
perembesan mikrovaskular.1
Reaksi fase lambat
Fase lambat dipikirkan sebagai sistem untuk mempelajari mekanisme inflamasi
pada asma. Selama respons fase lambat dan selama berlangsungnya paparan alergen,
aktivasi sel-sel pada saluran pernapasan menghasilkan sitokin-sitokin ke dalam sirkulasi
dan merangsang lepasnya sel leukosit pro inflamasi terutama eosinofil dan sel
prekursornya dari sumsum tulang ke dalam sirkulasi. Reaksi ini timbul antara 6-9 jam
setelah provokasi alergen.1
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE
REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)
2. Inflamasi Kronik 1
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut ialah :
limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus.
♦ Limfosit T
Yang berperan pada asma adalah limfosit T CD4+ (subtipe Th2), berperan
sebagai orchestra inflamasi saluran nafas dengan mengeluarkan sitokin antara lain IL-3,
IL-4, IL-5, IL-13 dan GM-CSF. IL-4 berperan dalam menginduksi sel limfosit B untuk
mensintesis IgE. IL-3, IL-5 dan GM-CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta
memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.
♦ Eosinofil
Karakteristik untuk asma tapi tidak spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada
saluran nafas penderita asma dalam keadaan teraktivasi. Berperan sebagai efektor dan
mensintesis sejumlah sitokin, antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta
mediator lipid. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF meningkatkan maturasi, aktivasi dan
memperpanjang ketahanan hidup eosinofil. Eosinofil mengandung granul protein :
eosinophil cationic protein (ECP), major basic protein (MBP), eosinophil
peroxidase(EPO) dan eosinophil derived neurotoxin (EDN) yang toksik terhadap epitel
saluran napas.
♦ Sel mast
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE
REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)
Mempunyai reseptor IgE dengan afinitas tinggi. Cross-linking reseptor IgE
dengan ”factors” pada sel mast mengaktifkan sel mast. Terjadi degranulasi sel mast yang
mengeluarkan preformed mediator seperti histamin dan protease serta newly generated
mediator (prostaglandin D2 dan leukotrien), serta mengeluarkan sitokin antara lain TNF-
alfa, IL-3, IL-4, IL-5 dan GM-CSF.
♦ Makrofag
Sel terbanyak pada organ pernapasan baik pada orang normal maupun penderita
asma, didapatkan di alveoli dan seluruh percabangan bronkus dan menghasilkan beberapa
mediator (leukotrien, PAF serta sejumlah sitokin). Selain berperan dalam proses
inflamasi juga berperan pada regulasi airway remodelling. Peran tersebut melalui antara
lain : sekresi growth promoting factors untuk fibroblast, sitokin, PDGF dan TGF-β.
3. Airway Remodeling
Sejalan dengan proses inflamasi kronik, perlukaan epitel bronkus merangsang
proses reparasi saluran respiratorik yang menghasilkan perubahan struktural dan
fungsional yang menyimpang pada saluran respiratorik yang dikenal dengan istilah
remodeling atau repair. Kerusakan epitel bronkus adalah akibat dilepaskannya sitokin
dari sel inflamasi seperti eosinofil. Kini dibuktikan bahwa otot polos saluran napas juga
memproduksi sitokin dan kemokin seperti eotaxin, RANTES, GM-CSF dan IL-5, juga
faktor pertumbuhan dan mediator lipid, sehingga mengakibatkan penumpukan kolagen di
lamina propia. Pada proses remodeling yang berperan adalah sitokin IL4, TGF beta dan
Eosinophil Growth Factor (EGF). TGF beta merangsang sel fibroblast berproliferasi,
epitel mengalami hiperplasia, pembentukan kolagen bertambah. Akibat proses
remodeling tersebut terjadi pelepasan epitel yang rusak, jaringan membrana basalis
mukosa menebal (pseudothickening), hiperplasia kelenjar, edema submukosa, infiltrasi
sel radang dan hiperplasia otot. Perubahan semacam ini tidak memberikan perbaikan
klinis, tetapi mengakibatkan penyempitan lumen bronkus yang persisten dan memberikan
gambaran klinis asma kronis.5
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE
REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)
Menurut paradigma yang lampau, proses remodeling terjadi akibat kerusakan
epitel bronkus yang disebabkan oleh proses inflamasi kronis. Sehingga apabila obat
antiinflamasi tidak diberikan sedini mungkin sebagai profilaksis, maka inflamasi
berlangsung terus dan obstruksi saluran napas menjadi irreversibel dan proses remodeling
bertambah hebat. Pada penelitian terhadap anak dengan riwayat keluarga atopi yang
belum bermanifestasi sebagai asma ternyata ditemukan infiltrasi eosinofil dan penebalan
lamina retikularis. Hal ini mencurigakan bahwa proses remodeling telah terjadi sebelum
atau bersamaan dengan proses inflamasi. Apabila intervensi dini diberikan segera setelah
gejala asma timbul, bisa jadi tindakan kita telah terlambat untuk mencegah terjadinya
proses remodeling.5
Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan
remodelling. Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodelling juga komponen
lainnya.1
♣ Perubahan struktur yang terjadi :
◦ Hipertrofi dan hiperplasi otot polos jalan
napas.
◦ Hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus.
◦ Penebalan membran retikular basal.
◦ Pembuluh darah meningkat.
◦ Matriks ekstraseluller fungsinya meningkat.
◦ Perubahan struktur parenkim.
◦ Peningkatan fibrogenic growth factor
menjadikan fibrosis
Dari uraian diatas, sejauh ini airway remodelling merupakan fenomena sekunder
dari inflamasi atau merupakan akibat inflamasi yang terus menerus. Konsekuensi klinis
airway remodelling adalah peningkatan gejala dan tanda asma seperti hiperaktivasi jalan
napas, masalah regangan jalan napas dan obstruksi jalan napas.6
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE
REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)
IV. PATOFOSIOLOGI ASMA
Obstruksi Saluran Pernapasan
Inflamasi saluran respiratorik yang
ditemukan pada pasien asma diyakini
merupakan hal yang mendasari gangguan
fungsi : obstruksi saluran pernapasan
menyebabkan keterbatasan aliran udara, yang
dapat kembali secara spontan atau setelah
pengobatan. Perubahan fungsional yang
dihubungkan dengan gejala khas asma: batuk,
sesak dan wheezing disertai hiperaktivitas
saluran pernapasan terhadap berbagai
rangsangan. Batuk sangat mungkin disebabkan oleh stimulasi saraf sensoris pada saluran
respiratorik oleh mediator inflamasi. Pada anak, batuk berulang bisa jadi merupakan satu-
satunya gejala asma yang ditemukan. 6
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE
REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)
Penyempitan saluran respiratorik pada asma dipengaruhi oleh banyak faktor.
Penyebab utama penyempitan saluran pernapasan adalah kontraksi otot polos bronkus
yang diprovokasi oleh pelepasan agonis dari sel-sel inflamasi. Kontraksi otot polos
saluran pernapasan diperkuat oleh penebalan dinding saluran napas akibat edema akut,
infiltrasi sel-sel inflamasi, remodeling, hiperplasia dan hipertrofi kronis otot polos pada
dinding saluran pernapasan. Selain itu, hambatan saluran pernapasan juga bertambah
akibat produksi sekret yang banyak, kental, dan lengket oleh sel goblet dan kelenjar
submukosa. 6
Hiperreaktivitas Bronkus
Hiper-reaktivitas bronkus yaitu peningkatan respons bronkus dan penurunan
ambang rangsang konstriksi bronkus terhadap berbagai stimulus. Penyempitan saluran
pernapasan secara berlebihan merupakan patofisiologis yang secara klinis paling relevan
pada penyakit asma. Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap reaktivitas yang
berlebihan atau hiperreaktivitas ini belum diketahui tetapi mungkin berhubungan dengan
perubahan otot polos saluran napas (hiperplasi dan hipertrofi) yang terjadi secara
sekunder yang menyebabkan perubahan kontraktilitas. Selain itu, inflamasi dinding
saluran pernapasan terutama daerah peribronkial dapat memperberat penyempitan saluran
pernapasan selama kontraksi otot polos.2
Hiper-reaktivitas bronkus secara klinis sering diperiksa dengan memberikan
stimulus aerosol histamin atau metakolin yang dosisnya dinaikkan secara progresif
kemudian dilakukan pengukuran perubahan fungsi paru (PFR atau FEV1). Provokasi atau
stimulus lain seperti latihan fisik, hiperventilasi, udara kering dan aerosol garam
hipertonik tidak mempunyai efek langsung terhadap otot polos (tidak seperti histamin dan
metakolin), akan tetapi dapat merangsang pelepasan mediator dari sel mast, ujung serabut
saraf atau sel-sel lain pada saluran pernapasan. Dikatakan hiperreaktif bila cara histamin
didapatkan penurunan FEV1 20% pada konsentrasi histamin kurang dari 8 mg%.2
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE
REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)
V. GEJALA KLINIS ASMA
Timbulnya eksaserbasi asma dapat secara akut atau diam-diam. Episode akut
paling sering disebabkan oleh pemaparan terhadap iritan seperti udara dingin dan
gas(asap) beracun atau pemaparan terhadap alergen atau bahan kimia sederhana,
misalnya aspirin atau sulfit. Bila penyumbatan jalan napas terjadi dengan cepat dalam
beberapa menit, biasanya disebabkan oleh spasme otot polos pada bronkus. Karena
pembukaan bronkus berkurang pada malam hari, banyak anak menderita asma akut pada
malam hari (nokturnal).1
Tanda-tanda dan gejala asma adalah
batuk nonproduktif pada awal perjalanan serangan, wheezing(mengi), takipneu dan
dispneu dengan ekspirasi panjang serta menggunakan otot-otot pernapasan tambahan,
sianosis, hiperinflasi dada, takikardi dan pulsus paradoksus, yang mungkin dijumpai pada
berbagai tingkat, tergantung pada stadium dan keparahan serangan. Dapat dijumpai batuk
tanpa mengi, atau mengi tanpa batuk, juga dapat dijumpai takipneu tanpa mengi.
Manifestasi akan bervariasi, tergantung dari keparahan eksaserbasi.5
Bila penderita berada dalam distres pernapasan yang berat, tanda-tanda utama
asma, mengi, mungkin tidak mencolok, pada penderita demikian dapat terjadi gerakan
udara yang cukup untuk menimbulkan mengi hanya sesudah pengobatan bronkodilator,
yang memberikan sebagian kelegaan dari penyumbatan jalan napas. Napas yang pendek
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE
REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)
mungkin begitu berat, sehingga anak mengalami kesukaran berjalan atau bahkan
berbicara. Penderita dengan penyumbatan berat bersikap duduk membungkuk, posisi
duduk seperti tripod yang membuatnya lebih mudah bernapas. Ekspirasi (khas) lebih
sukar karena penutupan prematur jalan napas ekspirasi. Sering didapat nyeri abdomen
terutama pada anak yang lebih muda, dan agaknya karena penggunaan otot abdomen dan
diafragma yang berlebihan. Hati dan limpa mungkin dapat teraba karena hiperinflasi
paru. Sering disertai muntah dan dapat disertai pengurangan gejala sementara.5
Selama penyumbatan jalan napas yang berat, usaha yang luar biasa untuk
bernapas dapat dijumpai dan anak dapat berkeringat banyak, dapat terjadi demam ringan
hanya karena kerja pernapasan yang berat, kelelahan mungkin menjadi berat. Diantara
serangan-serangan yang buruk anak dapat bebas gejala sama sekali dan tidak ditemui
bukti adanya penyakit paru pada pemeriksaan fisik. Deformitas dada seperti tong
merupakan tanda penyumbatan jalan napas asma berat yang kronis dan terus menerus.5
VI. KLASIFIKASI
Klasifikasi asma menurut konsensus internasional diklasifikasi berdasarkan
etiologi, beratnya penyakit asma dan pola waktu terjadinya serangan asma.
Klasifikasi ini berguna untuk diagnosis, pengobatan dan menentukan prognosis
penyakit. 2,5
Klasifikasi Berdasarkan Etiologinya
1. Asma bronkial Intrinsik / non atopi
Keluhan tidak ada hubungan dengan paparan terhadap alergen dan sifat-sifatnya:
a. Serangan timbul setelah dewasa.
b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma
c. Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan
d. Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik.
e. Rangsangan psikis/kejiwaan mempunyai peran untuk menimbulkan
serangan asma
f. Perubahan cuaca merupakan keadaan yang peka bagi penderita
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE
REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)
2. Asma bronkial ekstrinsik /atopi
Keluhan ada hubungan dengan paparan terhadap alergen lingkungan yang spesifik
dan sifat-sifatnya :
a. Timbul sejak kanak-kanak.
b. Pada famili ada yang menderita asma
c. Adanya eksim pada waktu bayi
d. Sering menderita rinitis
e. Penyebabnya sering tungau, debu, tepung sari bunga
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE
REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)
3. Asma bronkial campuran
Keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik
Klasifikasi Berdasarkan Berat Penyakit 3
Tidak ada satu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan beratnya penyakit.
Kombinasi berbagai pemeriksaan, gejala-gejala dan uji faal paru berguna untuk
klasifikasi berdasarkan beratnya penyakit. Klasifikasi ini lebih penting untuk tujuan
penatalaksanaan asma. Pada klasifikasi ini beratnya ditentukan oleh berbagai faktor yang
dapat dilihat pada tabel.
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE
REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)
Klasifikasi Berdasarkan Pola Waktu Serangan 2
Klasifikasi asma juga bisa dibuat berdasarkan pola waktu terjadi serangan yang di
pantau dengan pemeriksaan APE. Klasifikasi ini mencerminkan berbagai kelainan
patologi yang menyebabkan gangguan aliran udara serta mempunyai dampak terhadap
pengobatan. Termasuk dalam klasifikasi ini adalah:
♦ Asma Episodik Jarang
Biasanya terdapat pada anak sekitar umur 3-8 tahun. Pada umumya serangan
dicetuskan oleh infeksi virus saluran napas atas dengan gejala pilek, demam ringan, sakit
tenggorokan, kemudian diikuti batuk-batuk dan mengi. Jarang sampai sesak napas.
Gejala lebih nyata pada malam hari. Mengi jarang ditemukan tetapi batuk dapat
berlangsung 1-2 minggu. Riwayat atopi jarang ditemukan. Tumbuh kembang anak
biasanya baik. Diluar serangan tidak ditemukan kelainan. Periode bebas serangan dapat
sampai berbulan-bulan.
♦ Asma Episodik Sering
Pada sebagian besar kasus serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun,
dan berhubungan dengan infeksi saluran napas akut. Pada umur 5-6 tahun dapat terjadi
serangan-serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orang tua menghubungkan dengan
perubahan udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan stress. Tetapi banyak juga yang tidak
jelas. Umumnya gejala memburuk pada malam hari dengan batuk dan mengi yang dapat
mengganggu tidurnya. Frekuensi serangan paling tinggi sekitar umur 8-13 tahun. Bila
serangan sedemikian sering kadang-kadang sukar dibedakan dengan asma kronis atau
persisten, dan pada pemeriksaan fisik diluar serangan ditemukan ronki dan ekspirium
memanjang baik waktu istirahat maupun setelah aktivitas ringan. Bila episode bebas
serangan cukup panjang, misal 1-2 minggu maka biasanya tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan fisik.
♦ Asma Kronis atau Persisten
Sebagian besar (75 %) kasus mendapat serangan pertama sebelum umur 3 tahun,
sedangkan 25 % kasus malahan mendapat serangan pertama sebelum usia 6 bulan. Lebih
separuh kasus mengalami mengi menetap pada dua tahun pertama kehidupan dan sisanya
dalam bentuk episodik dan sering. Sekitar umur 5 – 6 tahun akan jelas terjadinya
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE
REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)
obstruksi saluran napas persisten. Pada anak hampir selalu terdapat mengi tiap hari dan
malam sering disertai gangguan batuk. Aktivitas fisik sering menyebabkan mengi.
Sewaktu-waktu dapat terjadi serangan berat, yang kadang-kadang memerlukan perawatan
di Rumah Sakit. Gejala obstruksi saluran napas mencapai puncaknya sekitar umur 8-14
tahun setelah itu terjadi perbaikan. Walaupun demikian kira-kira 50 % kasus gejala akan
menetap sampai usia dewasa, sisanya mungkin dalam bentuk mengi episodik. Jarang
yang betul-betul bebas dari mengi pada masa dewasa. Biasanya didapatkan riwayat atopi
baik pada penderita maupun pada keluarganya.
Pada pemeriksaan fisik terlihat kelainan bentuk dada dan gangguan pertumbuhan
fisik. Kemampuan aktivitas fisiknya sangat berkurang, sering tidak dapat melakukan olah
raga dan kegiatan biasanya lainnya. Akibat serangan yang terjadi sering tidak masuk
sekolah sehingga prestasi belajar terganggu. Sebagian kecil dapat mengalami gangguan
psikososial. Seperti telah disebutkan 80 % kasus terdiri dari anak laki-laki, kenapa hal ini
demikian tidak diketahui penyebabnya.
Parameter klinis, kebutuhan obat dan faal paru
Asma episodik jarang
Asma episodik sering
Asma persisten
Frekuensi serangan < 1x/bulan > 1x/bulan SeringLama serangan < 1 minggu ≥ 1 minggu Hampir sepanjang
tahun, tidak ada remisi
Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya beratDi antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
malam
Tidur dan aktifitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat tergangguPemeriksaan fisis diluar serangan
Normal (tidak ditemukan kelainan)
Mungkin terganggu (ditemukan kelainan)
Tidak pernah normal
Obat pengendali (anti inflamasi)
Tidak perlu Perlu Perlu
Uji faal paru (di luar serangan)
PEF/FEV1 > 80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 < 60%Variabilitas 20-30%
Variabilitas faal paru (bila ada serangan)
Variabilitas > 15% Variabilitas > 30% Variabilitas > 50%
VII. DIAGNOSIS
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE
REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)
Seperti penyakit lain pada umumnya, diagnosis asma didasarkan atas ananmesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1
Anamnesis
Anamnesis yang teliti merupakan hal yang sangat penting dalam menegakkan
diagnosis dan untuk mendapatkan data dasar yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam
memberikan pengelolaan yang tepat. Berbagai aspek sebagai data dasar yang ditanyakan
meliputi hal-hal sebagai berikut:
* Gambaran keluhan : sesak napas, napas bunyi, tanda-tanda episode berulang yang khas
untuk asma, atau hanya keluhan batuk berulang saja.
* Apa faktor pencetusnya : infeksi saluran napas, berbagai alergen (inhalan atau polutan),
latihan fisik atau faktor psikis.
* Bagaimana pola serangan : sering, lebih berat malam hari atau pagi hari.
* Kapan serangan pertama kali timbul
* Bagaimana perjalanan penyakitnya : makin berat, tetap atau makin ringan, berapa kali
serangan dalam satu tahun terakhir
* Apakah pernah dirawat di rumah sakit
* Bagaimana pengobatan yang didapatkan sebelumnya : jenis obat, waktu pemberian,
cara pemberian, ditanyakan juga tindakan lain seperti desensitisasi, latihan pernapasan,
dan lain-lain.
* Adakah riwayat atopi pada penderita dan pada keluarga
Pemeriksaan Fisik
Pada anak dengan asma ringan pemeriksaan fisik diluar serangan biasanya
normal, tetapi pada anak dengan asma berat dapat terjadi deformitas bentuk dada dan
gangguan pertumbuhan fisik, sehingga berat badan dan tinggi badan perlu dicatat.
Serangan asma dapat terjadi pelan-pelan atau mendadak. Pada serangan umumnya
terdapat batuk, sesak napas, ekspirasi memanjang, mengi, juga dapat dijumpai napas
cuping hidung dan sianosis. Tidak semua keadaan tersebut selalu terdapat pada setiap
serangan.1
Pemeriksaan Penunjang1
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE
REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)
♦ Pemeriksaan rutin dan IgE
Pemeriksaan laboratorium rutin (hematologi) tidak selalu menyokong diagnosis
asma. Biasanya terdapat eosinofilia pada pemeriksaan darah tepi dan sekret hidung. Juga
sebaiknya dilakukan pemeriksaan IgE total dan kalau fasilitas memungkinkan dilakukan
pula pemeriksaan IgE spesifik dengan Radioallergosorbent Test (RAST).
♦ Uji kulit alergi
Uji kulit alergi perlu untuk mengetahui adanya alergen yang tidak dapat diketahui
dengan pengamatan biasa. Hasil positif baru berarti apabila terdapat relevansi dengan
gejala klinik. Pemeriksaan menggunakan tes tempel.
♦ Pemeriksaan radiologi paru
Pada asma ringan tidak terdapat kelainan khas pada gambaran radiologi paru.
Pada asma berat atau persisten kemungkinan terlihat gambaran hiperinflasi paru
(emfisematous), atau terdapatnya komplikasi. Pemeriksaan radiologi paru dilakukan
terutama untuk konfirmasi komplikasi yang terjadi dan menyingkirkan penyakit paru
lainnya.
♦ Uji faal paru
Idealnya setiap anak dengan asma dilakukan uji faal paru. Uji faal paru
merupakan bukti yang paling dapat dipercaya adanya obstruksi saluran napas. Tetapi
biasanya hanya dapat dilakukan pada anak usia diatas 5-6 tahun. Pemeriksaan yang
paling sederhana dan mudah ialah dengan memakai flow meter dan dapat mengukur flow
rate. Sedangkan yang lebih kompleks ialah dengan menggunakan spirometer yang dapat
mengukur tidak saja flow rate tetapi juga FEV1, FVC, dll, yang lebih merefleksikan
pengukuran saluran napas kecil.
♦ Uji provokasi bronkus
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE
REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)
Uji provokasi bronkus dimaksudkan untuk mengetahui adanya hiperreaktivitas
bronkus. Uji provokasi bronkus dapat dilaksanakan dengan:
◦ Uji latihan fisik
Anak berlari di teadmill selama 6-8 menit, kemudian dilakukan pengukuran PFR
atau FEV1 sebelum dan sesudah pengujian.
◦ Inhalasi histamin atau metakolin
Anak menghirup larutan histamin atau metakolin dari larutan yang paling rendah
sampai larutan yang paling tinggi. Dilakukan pengukuran PFR dan FEV1 sebelum
dan sesudah pengujian. Konsentrasi histamin atau metakolin yang menyebabkan
FEV1 turun 20% disebut PC 20. Bila PC 20 < 8 mg/ml dianggap uji provokasi
positif.
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE
REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE
REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Kebanyakan anak yang menderita episode batuk dan mengi berulang menderita
asma. Penyebab lain penyumbatan jalan napas adalah malformasi kongenital(sistem
pernapasan, kardiovaskuler, gastrointestinal), benda asing pada jalan napas atau esofagus,
bronkiolitis infeksius, kistik fibrosis, penyakit defisiensi imunologis, pneumonitis
hipersensitifitas, aspergilosis bronkopulmonal alergika dan berbagai keadaan lebih jarang
yang mengganggu jalan napas, termasuk tuberkulosis endobronkial, penyakit jamur dan
adenoma bronkus.5
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE
REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)
IX. PENATALAKSANAAN
Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya potensi
tumbuh kembang anak secara optimal. Secara lebih rinci tujuan yang ingin dicapai adalah
Pasien dapat menjalani aktivitas normalnya, termasuk bermain dan berolahraga.
Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari.
Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok.
Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan.
Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin timbul terutama
yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Sesedikit mungkin angka absensi sekolah.
Apabila tujuan ini belum tercapai maka perlu reevaluasi tatalaksananya.
Tatalaksana asma mencakup edukasi terhadap pasien dan atau keluarganya tentang
penyakit asma, penghindaran terhadap faktor pencetus dan tatalaksana
medikamentosanya, baik dalam memilih obat yang tepat untuk mengatasi serangan atau
monitor dan pengelolaan asma jangka panjang. 1
Tatalaksana Medikamentosa
Obat asma dapat dibagi 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (Reliever) dan obat
pengendali (Controller). Obat pereda ada yang menyebutnya obat pelega atau obat
serangan. Obat kelompok ini digunakan pada saat eksaserbasi atau saat gejala asma
sedang timbul dan apabila serangan sudah teratasi maka obat ini dihentikan. Termasuk
obat pereda asma adalah: inhalasi agonis β2 aksi cepat (terbutalin, salbutamal,
orsiprenalin, fenoterol), steroid sistemik (prednison, prednisolon, metil prednisolon),
inhalasi anti kolinergik (ipratropium bromid, oksitropium bromid), xantinergik aksi cepat
(teofilin), agonis β2 aksi cepat oral (terbutalin, salbutamol, orsiprenalin, heksoprenalin,
trimetokuinol).6
Obat pengendali asma digunakan untuk pencegahan atau obat profilaksis. Obat ini
digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi kronik saluran nafas.
Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus dalam jangka waktu relatif lama,
tergantung derajat penyakit asma dan respon terhadap pengobatan. Obat-obat pengendali
diberikan pada Asma Episodik Sering dan Asma Persisten. Termasuk obat ini adalah :
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE
REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)
inhalasi anti inflamasi non steroid (kromoglikat, nedokromil), inhalasi steroid
(beklometason, budesonid, triamsionolon, flunisonid dan flutikason dipropionat), inhalasi
atau oral agonis β2 aksi lambat( prokaterol, bambuterol, salmeterol, klenbuterol),
golongan obat oral lepas lambat (terbutalin, salbutamol, teofilin), antihistamin (ketotifen),
anti leukotrin (zafirlukas).6
Tata laksana asma dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu pada saat serangan
(asma akut) dan di luar serangan (asma kronik). Di luar serangan, pemberian obat
controller tergantung pada derajat asma. Pada asma episodik jarang, tidak diperlukan
controller, sedangkan pada asma episodik sering dan asma persisten memerlukan obat
controller. Pada saat serangan lakukan prediksi derajat serangan, kemudian di tata
laksana sesuai dengan derajatnya.6
►Pada serangan asma akut yang berat :
◦ Berikan oksigen
◦ Nebulasi dengan β-agonis + antikolinergik dengan oksigen dengan 4-6 kali
pemberian.
◦ Koreksi asidosis, dehidrasi dan gangguan elektrolit bila ada◦ Berikan steroid
intra vena secara bolus, tiap 6-8 jam
◦ Berikan aminofilin intra vena :
Bila pasien belum mendapatkan amonifilin sebelumnya, berikan
aminofilin dosis awal 6 ◦ mg/kgBB dalam dekstrosa atau NaCl sebanyak
20 ml dalam 20-30 menit
Bila pasien telah mendapatkan aminofilin (kurang dari 4 jam), dosis
diberikan separuhnya.
Bila mungkin kadar aminofilin diukur dan dipertahankan 10-20 mcg/ml
Selanjutnya berikan aminofilin dosis rumatan 0,5-1 mg/kgBB/jam
◦ Bila terjadi perbaikan klinis, nebulasi diteruskan tiap 6 jam hingga 24 jam, dan
pemberian steroid dan aminofilin dapat per oral
◦ Bila dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan dibekali
obat β-agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam selama 24-48 jam.
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE
REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)
Selain itu steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan
dalam 24-48 jam untuk reevaluasi tatalaksana.
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE
REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)
Berikut merupakan daftar obat-obat yang umum digunakan berdasarkan UKK
pulmonologi PP IDAI(Pedoman Nasional Anak Asma) 2
Obat-Obat Yang Umum Digunakan
Tabel 1. : Takaran obat, cairan, dan waktu untuk nebulisasi
Cairan , Obat, Waktu Nebulisasi jet Nebulisasi ultrasonik
Garam faali (NaCl 0,9%) 5 ml 10 ml
-agonis/antikolinergik/steroid Lihat tabel 2
Waktu 10-15 menit 3-5 menit
Tabel 2. : Obat untuk nebulisasi, jenis dan dosis
Nama generik Nama dagang Sediaan Dosis nebulisasi
Golongan -agonis
Fenoterol Berotec Solution 0,1% 5-10 tetes
Salbutamol Ventolin Nebule 2,5 mg 1 nebule (0,1-0,15
mg/kg)
Terbutalin Bricasma Respule 2,5 mg 1 repsule
Golongan antikolinergik
Ipratropium
bromide
Atroven Solution 0,025% > 6 thn : 8-20 tetes
6 thn : 4-10 tetes
Golongan steroid
Budesonide
Fluticasone
Pulmicort
Flixotide
Respule
Nebule
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE
REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)
Tabel 3. : Sediaan steroid yang dapat digunakan untuk serangan asma
Steroid Oral :
Nama
Generik
Nama Dagang Sediaan Dosis
Prednisolon Medrol, Medixon
Lameson, Urbason
Tablet
4 mg
1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam
Prednison Hostacortin, Pehacort,
Dellacorta
Tablet
5 mg
1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam
Triamsinolon Kenacort Tablet
4 mg
1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam
Steroid Injeksi :
Nama Generik Nama Dagang Sediaan Jalur Dosis
M. prednisolon
suksinat
Solu-Medrol
Medixon
Vial 125 mg
Vial 500 mg
IV / IM 1-2 mg/kg
tiap 6 jam
Hidrokortison-Suksinat Solu-Cortef
Silacort
Vial 100 mg
Vial 100 mg
IV / IM 4 mg/kgBB/x
tiap 6 jam
Deksametason Oradexon
Kalmetason
Fortecortin
Corsona
Ampul 5 mg
Ampul 4 mg
Ampul 4 mg
Ampul 5 mg
IV / IM 0,5-1mg/kgBB bolus,
dilanjutkan 1
mg/kgBB/hari
diberikan tiap 6-8 jam
Betametason Celestone Ampul 4 mg IV / IM 0,05-0,1 mg/kgBB
tiap 6 jam
TABLE 137-2. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS OF CHILDHOOD ASTHMA.2)
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE
REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)
X. PROGNOSIS
Dari beberapa studi penelitian dikatakan bahwa banyak bayi dengan wheezing
tidak berlanjut menjadi asma pada masa anak dan remajanya. Proporsi kelompok tersebut
berkisar antara 45-85%. Sehingga pada bayi mengi dengan ISPA, 60% asimtomatik pada
umur 6 tahun. Asma mempunyai kecenderungan untuk sembuh selama pubertas, hal ini
terjadi lebih cepat pada anak perempuan. Walaupun bila di bandingkan dengan laki-laki,
perempuan mempunyai nilai BHR(bronchial hyperresponsiveness) yang lebih. 5
Adanya asma pada orang tua dan dermatitis atopi pada anak dengan wheezing merupakan
salah satu indikator penting untuk terjadinya asma dikemudian hari. Apabila terdapat
kedua hal tersebut maka kemungkinan menjadi asma lebih besar atau terdapat salah satu
diatas disertai dengan 2-3 keadaan berikut yaitu eosinofilia, rhinitis alergika dan
wheezing yang menetap pada keadaan bukan flu. 5
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE
top related