rapermen fungsi dan status (draft-1)
Post on 09-Jul-2015
87 Views
Preview:
TRANSCRIPT
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 1/37
DRAFT-1
19 September2011
RANCANGAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
NOMOR: ……../PRT/M/2011
TENTANG
PEDOMAN PENETAPAN JALAN MENURUT FUNGSI DAN STATUS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PEKERJAAN UMUM,
Menimbang : bahwa sebagai tindak lanjut untuk melaksanakan ketentuan Pasal 61 ayat (4), Pasal 62
ayat (6), Pasal 64 dan Pasal 65 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34Tahun 2006 tentang Jalan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
tentang Pedoman Penetapan Jalan Menurut Fungsi dan Status;
Mengingat: 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana
Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137 dan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575);
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126 dan Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4438);
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125 dan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 104 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4421);
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 33 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4700);
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68 dan Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
48 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132 dan Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4444);
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 2/37
9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96 dan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);
10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 140dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86 dan Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana
Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137 dan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575);
13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 162 dan Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4791);
14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Perubahanatas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan
Tol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 88 dan Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5019);
15. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 140 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 48 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
17. Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KM. 49 Tahun 2005
tentang Sistem Transportasi Nasional (Sistranas); dan18. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor : 11/PRT/M/2010
tentang Tata Cara dan Persyaratan Laik Fungsi Jalan.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG PEDOMAN PENETAPAN JALAN
MENURUT FUNGSI DAN STATUS.
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 3/37
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia, yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Menteri adalah Menteri Pekerjaan Umum
3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
4. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu-lintas, yang berada pada permukaan
tanah, di atas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air,kecuali kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
5. Jalan Umum adalah jalan yang diperuntukan bagi lalu-lintas umum
6. Jalan Tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sisem jaringan jalan dan sebagai jalan
nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol.
7. Penyelenggaraan Jalan adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan
pengawasan jalan.
8. Penyelenggara Jalan adalah pihak yang melakukan pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan
pengawasan jalan sesuai dengan kewenangannya
9. Sistem Jaringan Jalan adalah suatu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat
pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu
hubungan hierarki.
10. Sistem Jaringan Jalan Primer adalah sistem jaringan jalan dengan peran pelayanan distribusi barang
dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional dengan menghubungkan semua
simpul jasa distribusi yang berwujud pusat kegiatan.
11. Sistem Jaringan Jalan Sekunder adalah sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi
barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan
12. Jalan Arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak
jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
13. Jalan Kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi
dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi
14. Jalan Lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan
jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi
15. Jalan Lingkungan adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciriperjalanan jarak dekat, dengan kecepatan rata-rata rendah.
16. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) adalah arahan kebijakan & strategi pemanfaatan
ruang wilayah negara (nasional).
17. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) adalah arahan kebijakan & strategi pemanfaatan
ruang wilayah provinsi.
18. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) adalah arahan kebijakan & strategi pemanfaatan
ruang wilayah kabupaten.
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 4/37
19. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRW Kota) adalah arahan kebijakan & strategi pemanfaatan
ruang wilayah kota.
20. Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak
direncanakan.
21. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan
skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi.
22. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan
skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota.
23. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan
skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.
24. Pusat Kegiatan Lingkungan (PK-Ling) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa.
25. Monitoring adalah observasi regular dan pencatatan berbagai macam aktivitas yang terjadi dalam
sebuah program atau pekerjaan.
26. Evaluasi adalah sebuah proses yang memberikan penilaian atas capaian pekerjaan terkait dengan
berbagai aktivitas dan sasaran serta standar capaian yang telah direncanakan sebelumnya.
Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan
Pasal 2
(1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan untuk menetapkan pedoman yang mengatur penetapan jalan
menurut fungsi dan status Jalan Umum yang meliputi jalan nasional, jalan provinsi, dan jalan
kabupaten/kota.
(2) Pedoman penetapan jalan menurut fungsi dan status disusun dengan tujuan :
(a) mewujudkan keserasian pengaturan jalan antara kepentingan Pemerintah dan Pemerintah
Daerah yang mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
(b) tercapainya kepastian fungsi dan status jalan dalam penyelenggaraan jalan yang terbentuk
dalam Sistem Jaringan Jalan yang terpadu dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional serta
rencana umum jangka panjang dan jangka menengah jaringan jalan; dan
(c) Terwujudnya dokumen administrasi jalan sebagai salah satu persyaratan wajib dalam uji laik
fungsi jalan.
BAB II
LINGKUP PENETAPAN FUNGSI DAN STATUS
Bagian PertamaKetentuan Umum
Pasal 3
(1) Penetapan fungsi dan status jalan didasarkan pada prinsip-prinsip kemanfaatan, keamanan dan
keselamatan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan, keadilan, transparansi dan akuntabilitas,
keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, serta kebersamaan dan kemitraan.
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 5/37
(2) Penetapan fungsi dan status jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dirumuskan dengan
mempertimbangkan :
(a) koordinasi antarpelaku pembangunan;
(b) terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi, baik antardaerah, antarruang, antarwaktu,
antarfungsi dan antarwewenang Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
(c) keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan dan pemrograman, penganggaran, dan
pengembangan kemanfaatan tata ruang;
(d) penggunaan sumber daya secara berdaya guna dan berhasil guna, berkeadilan, dan
berkelanjutan;
(e) sistem transportasi nasional, rencana tata ruang wilayah nasional, dan hierarki sistem perkotaan
nasional;
(f) peran dunia usaha dalam penyelenggaraan prasarana dan sarana jalan;
(g) kebijakan pembangunan nasional jangka panjang dan menengah ;
(h) rencana umum jangka panjang jaringan jalan;
(i) rencana umum jangka menengah jaringan jalan;
(j) sistem jaringan jalan primer dan sekunder; dan
(k) persyaratan teknis jalan.
(3) Penguasaan atas jalan ada pada negara, selanjutnya negara memberikan wewenang kepadaPemerintah dan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan penyelenggaraan jalan.
Pasal 4
(1) hierarki sistem perkotaan nasional dapat berupa simpul-simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-
pusat kegiatan dan kawasan perkotaan.
(2) Pusat-pusat kegiatan dalam sistem perkotaan nasional dapat berwujud :
(a) pusat kegiatan nasional (PKN);
(b) pusat kegiatan wilayah (PKW);
(c) pusat kegiatan lokal (PKL); dan
(d) pusat kegiatan lingkungan (PK-Ling).
(3) Pusat kegiatan nasional (PKN) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memiliki kriteria :
(a) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor
atau pintu gerbang menuju kawasan internasional;
(b) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa
skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi; dan/atau
(c) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala
nasional atau melayani beberapa provinsi (antara lain meliputi: pelabuhan internasional /nasional,
5embil udara pusat penyebaran skala pelayanan primer/sekunder/tersier, stasiun skala besar dan
terminal tipe A)
(4) Pusat kegiatan wilayah (PKW) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memiliki kriteria :
(a) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-imporyang mendukung PKN;
(b) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa
yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten; dan/atau
(c) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani
skala provinsi atau beberapa kabupaten (antara lain meliputi: pelabuhan regional, bandar udara
pusat penyebaran skala pelayanan tersier, stasiun skala menengah dan terminal tipe B)
(5) Pusat kegiatan lokal (PKL) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memiliki kriteria :
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 6/37
(a) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa
yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan; dan/atau
(b) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani
skala kabupaten atau beberapa kecamatan (antara lain meliputi: pelabuhan lokal, bandar udara
bukan pusat penyebaran, stasiun skala kecil dan terminal tipe C)
(6) Pusat kegiatan lingkungan (PK-Ling) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memiliki kriteria :
(a) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa
yang melayani skala kecamatan atau beberapa desa; dan/atau
(b) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani
skala kecamatan atau beberapa desa
(7) Kawasan perkotaan dalam sistem perkotaan dapat berwujud :
(a) kawasan primer, dengan kriteria memiliki fungsi pelayanan untuk kawasan perkotaan dan
kawasan wilayah di luarnya;
(b) kawasan sekunder-I, dengan kriteria memiliki fungsi pelayanan seluruh wilayah kawasan
perkotaan yang bersangkutan;
(c) kawasan sekunder-II, dengan kriteria memiliki fungsi pelayanan yang merupakan bagian dari
pelayanan kawasan fungsi sekunder kesatu;
(d) kawasan sekunder-III, dengan kriteria memiliki fungsi pelayanan yang merupakan bagian daripelayanan kasawan sekunder kedua;
(e) perumahan, dengan kriteria kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian yang dilengkapi prasarana dan sarana lingkungan; dan
(f) persil, dengan kriteria sebidang tanah dengan ukuran tertentu untuk keperluan perumahan atau
kegiatan lainnya.
Bagian Kedua
Fungsi Jalan
Pasal 5
(1) Fungsi jalan umum dibedakan atas arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan berdasarkan sifat dan
pergerakan pada lalu lintas dan angkutan jalan.
(2) Fungsi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat pada sistem jaringan jalan primer dan
sistem jaringan jalan sekunder.
(3) Fungsi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada sistem jaringan jalan primer dibedakan atas
arteri primer (AP), kolektor primer (KP), lokal primer (LP), dan lingkungan primer (Ling-P).
(4) Jalan dengan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dinyatakan jalan arteri primer (JAP),
jalan kolektor primer (JKP), jalan lokal primer (JLP), dan jalan lingkungan primer (Jling-P).
(5) Fungsi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada sistem jaringan jalan sekunder dibedakan
atas arteri sekunder (AS), kolektor sekunder (KS), lokal sekunder (LS), dan lingkungan sekunder
(Ling-S).
(6) Jalan dengan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dinyatakan jalan arteri sekunder(JAS), jalan kolektor sekunder (JKS), jalan lokal sekunder (JLS), dan jalan lingkungan sekunder
(Jling-S).
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 7/37
Pasal 6
(1) Jalan arteri primer (JAP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) menghubungkan secara
berdaya guna simpul-simpul :
(a) antar pusat kegiatan nasional (PKN);
(b) antara pusat kegiatan nasional (PKN) dan pusat kegiatan wilayah (PKW ibu kota provinsi);
(c) antara pusat kegiatan nasional (PKN) dan pusat kegiatan wilayah (PKW ibu kota kabupaten);
(d) antara pusat kegiatan nasional (PKN) dan pelabuhan nasional/internasional;
(e) antara pusat kegiatan nasional (PKN) dan bandar udara penyebaran primer/sekunder/tersier;
(f) antara pusat kegiatan wilayah (PKW ibu kota provinsi) dan pelabuhan nasional/internasional;
(g) antara pusat kegiatan wilayah (PKW ibu kota provinsi) dan bandar udara primer/sekunder/tersier;
(h) antara pusat kegiatan wilayah (PKW ibu kota kabupaten) dan pelabuhan nasional/internasional;
(i) antara pusat kegiatan wilayah (PKW ibu kota kabupaten) dan bandar udara primer/sekunder/
tersier;
(2) Persyaratan teknis jalan yang harus dipenuhi bagi jalan arteri primer (JAP) :
(a) desain teknis memiliki kecepatan rencana paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam
dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 (sebelas) meter;
(b) angkutan yang dilayani bersifat utama;(c) kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata;
(d) lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik, lalu lintas lokal, dan kegiatan
lokal;
(e) jumlah jalan masuk dibatasi dan persimpangan sebidang diatur sedemikian rupa sehingga
ketentuan pada ayat (a), ayat (b), ayat (c), dan ayat (d) harus tetap terpenuhi;
(f) tidak diperbolehkan terputus ketika memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan
pengembangan perkotaan; dan
(g) dilengkapi dengan bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan yang berkaitan langsung
dan/atau tidak langsung dengan pengguna, yang disesuaikan dengan fungsi arteri primer.
Pasal 7
(1) Jalan kolektor primer (JKP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) menghubungkan secara
berdaya guna simpul-simpul :
(a) antar pusat kegiatan wilayah (PKW ibu kota provinsi), selanjutnya disebut jalan kolektor primer
satu (JKP-1);
(b) antara pusat kegiatan wilayah (PKW ibu kota provinsi) dan PKW ibu kota kabupaten, selanjutnya
disebut jalan kolektor primer dua (JKP-2);
(c) antar pusat kegiatan wilayah (PKW ibu kota kabupaten), selanjutnya disebut jalan kolektor primer
tiga (JKP-3);
(d) antara pusat kegiatan wilayah (PKW ibu kota provinsi atau ibu kota kabupaten) dan pusat
kegiatan lokal (PKL), selanjutnya disebut jalan kolektor primer keempat (JKP-4); atau(e) antara pusat kegiatan nasional (PKN) dan pusat kegiatan lokal (PKL), selanjutnya disebut jalan
kolektor primer keempat (JKP-4);
(2) Persyaratan teknis jalan yang harus dipenuhi bagi jalan kolektor primer (JKP) :
(a) desain teknis memiliki kecepatan rencana paling rendah 40 (empat puluh) kilometer per jam
dengan lebar badan jalan paling sedikit 9 (7embilan) meter;
(b) kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata;
(c) angkutan yang dilayani bersifat pengumpul atau pembagi;
(d) lalu lintas jarak sedang tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik;
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 8/37
(e) jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sedemikian rupa sehingga ketentuan pada ayat
(a), ayat (b), ayat (c), dan ayat (d) harus tetap terpenuhi;
(f) persimpangan sebidang dengan pengaturan tertentu sedemikian rupa sehingga ketentuan pada
ayat (a) dan ayat (b) harus tetap terpenuhi;
(g) tidak diperbolehkan terputus ketika memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan
pengembangan perkotaan; dan
(h) dilengkapi dengan bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan yang berkaitan langsung
dan/atau tidak langsung dengan pengguna, yang disesuaikan dengan fungsi kolektor primer.
Pasal 8
(1) Jalan lokal primer (JLP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) menghubungkan secara
berdaya guna simpul-simpul :
(a) antara pusat kegiatan nasional (PKN) dan pusat kegiatan lingkungan (PK-Ling);
(b) antara pusat kegiatan wilayah (PKW) dan pusat kegiatan lingkungan (PK-Ling);
(c) antar pusat kegiatan lokal (PKL);
(d) antara pusat kegiatan lokal (PKL) dan pusat kegiatan lingkungan (PK-Ling);(e) antara pusat kegiatan lokal (PKL) dan bandar udara penyebaran primer/sekunder/lokal atau
pelabuhan nasional/internasional .
(2) Persyaratan teknis jalan yang harus dipenuhi bagi jalan lokal primer (JLP) :
(a) desain teknis memiliki kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) kilometer per jam dengan
lebar badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter;
(b) kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata;
(c) angkutan yang dilayani bersifat setempat;
(d) jumlah jalan masuk tidak dibatasi dan direncanakan sedemikian rupa sehingga ketentuan pada
ayat (a), ayat (b), dan ayat (c) harus tetap terpenuhi;
(e) tidak diperbolehkan terputus ketika memasuki kawasan perdesaan tidak boleh terputus; dan
(f) dilengkapi dengan bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan yang berkaitan langsung
dan/atau tidak langsung dengan pengguna, yang disesuaikan dengan fungsi lokal primer.
Pasal 9
(1) Jalan lingkungan primer (Jling-P) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) menghubungkan
antar pusat kegiatan di dalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan
perdesaan.
(2) Kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan wilayah yang memiliki kriteria
penataan ruang perdesaan dalam satu wilayah kabupaten yang dapat dilakukan pada tingkat wilayah
kecamatan atau beberapa wilayah desa atau nama lain yang disamakan dengan desa yang
merupakan bantuk detail dari penataan ruang wilayah kabupaten.(3) Persyaratan teknis jalan yang harus dipenuhi bagi jalan lingkungan primer (Jling-P) :
(a) desain teknis memiliki kecepatan rencana paling rendah 15 (lima belas) kilometer per jam
dengan lebar badan jalan paling sedikit 6,5 (enam koma lima) meter, yang diperuntukkan bagi
pelayanan kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih;
(b) desain teknis memiliki kecepatan rencana paling rendah 15 (lima belas) kilometer per jam
dengan lebar badan jalan paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter, yang tidak diperuntukkan bagi
pelayanan kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih;
(c) angkutan yang dilayani bersifat lingkungan setempat;
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 9/37
(d) jumlah jalan masuk tidak dibatasi; dan
(e) dilengkapi dengan bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan yang berkaitan langsung
dan/atau tidak langsung dengan pengguna, yang disesuaikan dengan fungsi lingkungan primer.
Pasal 10
(1) Jalan arteri sekunder (JAS) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) menghubungkan :
(a) antara kawasan primer dan kawasan sekunder-I;
(b) antar kawasan sekunder- I dan kawasan sekunder- I; atau
(c) antara kawasan sekunder- I dan kawasan sekunder- II.
(2) Persyaratan teknis jalan yang harus dipenuhi bagi jalan arteri sekunder (JAS) :
(a) desain teknis memiliki kecepatan rencana paling rendah 30 (tiga puluh) kilometer per jam dengan
lebar badan jalan paling sedikit 11 (sebelas) meter;
(b) kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata;
(c) lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat;
(d) jumlah jalan masuk dibatasi dan persimpangan sebidang diatur sedemikian rupa sehingga
ketentuan pada ayat (a) dan ayat (b) harus tetap terpenuhi;(e) jalan arteri sekunder dilengkapi dengan bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan yang
berkaitan langsung dan/atau tidak langsung dengan pengguna, yang disesuaikan dengan fungsi
arteri sekunder.
Pasal 11
(1) Jalan kolektor sekunder (JKS) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) menghubungkan :
(a) antar kawasan sekunder-II; atau
(b) antara kawasan sekunder-II dan kawasan sekunder-III.
(2) Persyaratan teknis jalan yang harus dipenuhi bagi jalan kolektor sekunder (JKS) :
(a) desain teknis memiliki kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) kilometer per jam dengan
lebar badan jalan paling sedikit 9 (9embilan) meter;
(b) kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata;
(c) lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat;
(d) jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan, serta persimpangan sebidang diatur sedemikian
rupa sehingga ketentuan pada ayat (a) dan ayat (b) harus tetap terpenuhi;
(e) dilengkapi dengan bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan yang berkaitan langsung
dan/atau tidak langsung dengan pengguna, yang disesuaikan dengan fungsi kolektor sekunder.
Pasal 12
(1) Jalan lokal sekunder (JLS) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) menghubungkan :
(a) antara kawasan sekunder-I dan perumahan;
(b) antara kawasan sekunder-II dan perumahan; atau
(c) antara kawasan sekunder-III dan seterusnya sampai ke perumahan.
(2) Persyaratan teknis jalan yang harus dipenuhi bagi jalan lokal sekunder (JLS) :
(a) desain teknis memiliki kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh) kilometer per jam dengan
lebar badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter;
(b) kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata;
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 10/37
(c) lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat;
(d) jumlah jalan masuk tidak dibatasi dan persimpangan sebidang diatur sedemikian rupa sehingga
ketentuan pada ayat (a) dan ayat (b) harus tetap terpenuhi;
(e) dilengkapi dengan bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan yang berkaitan langsung
dan/atau tidak langsung dengan pengguna, yang disesuaikan dengan fungsi lokal sekunder.
Pasal 13
(1) Jalan lingkungan sekunder (Jling-S) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) menghubungkan
antar persil dalam kawasan perkotaan.
(2) Persyaratan teknis jalan yang harus dipenuhi bagi jalan lingkungan sekunder (Jling-S) :
(a) desain teknis memiliki kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh) kilometer per jam dengan
lebar badan jalan paling sedikit 6,5 (enam koma lima) meter yang diperuntukkan bagi pelayanan
kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih;
(b) desain teknis memiliki kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh) kilometer per jam dengan
lebar badan jalan paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter, yang tidak diperuntukkan bagi
pelayanan kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih;(c) jumlah jalan masuk tidak dibatasi; dan
(d) dilengkapi dengan bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan yang berkaitan langsung
dan/atau tidak langsung dengan pengguna, yang disesuaikan dengan fungsi lingkungan
sekunder.
Bagian Ketiga
Status Jalan
Pasal 14
(1) Status jalan umum disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan
jasa untuk masyarakat dengan menghubungkan antar pusat-pusat kegiatan di luar perkotaan atauantar kawasan di dalam perkotaan, sehingga dapat dikelompokkan atas :
(a) jalan nasional;
(b) jalan provinsi;
(c) jalan kabupaten;
(d) jalan kota; dan
(e) jalan desa.
(2) Status jalan umum ditentukankan setelah fungsi jalan ditetapkan.
Pasal 15
(1) Jalan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) merupakan jalan arteri dan jalan
kolektor dalam sistem jaringan primer , yang terdiri atas :
(a) jalan arteri primer (JAP);
(b) jalan kolektor primer (JKP) yang menghubungkan antar ibu kota provinsi;
(c) jalan tol; dan
(d) jalan strategis nasional.
(2) Jalan strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jalan yang melayani
kepentingan nasional dan internasional atas dasar kriteria :
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 11/37
(a) mempunyai peranan untuk membina kesatuan dan keutuhan nasional;
(b) melayani daerah rawan bencana dan konflik;
(c) merupakan bagian dari jalan lintas regional atau lintas internasional;
(d) melayani kepentingan perbatasan antar negara; dan
(e) melayani aset penting negara serta dalam rangka pertahanan dan keamanan.
Pasal 16
(1) Jalan provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) merupakan jalan kolektor dalam
sistem jaringan primer , yang terdiri atas :
(a) jalan kolektor primer (JKP) yang menghubungkan ibu kota provinsi dengan ibu kota kabupaten
atau kota;
(b) jalan kolektor primer (JKP) yang menghubungkan antar ibu kota kabupaten atau kota;
(c) jalan strategis provinsi; dan
(d) jalan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, kecuali jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
(2) Jalan strategis provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jalan yang diprioritaskan untuk
melayani kepentingan provinsi berdasarkan pertimbangan untuk membangkitkan pertumbuhanekonomi, kesejahteraan, dan keamanan provinsi.
Pasal 17
(1) Jalan kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) merupakan jalan lokal dalam
sistem jaringan primer , yang terdiri atas :
(a) jalan kolektor primer (JKP) yang tidak termasuk nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (1) huruf (b) dan jalan provinsi segaimana dimaksud dalam Pasal 16;
(b) jalan kolektor primer (JKP) yang menghubungkan ibu kota kabupaten dengan ibukota
kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antar ibukota kecamatan, ibukota kecamatan
dengan desa, dan antar desa; atau
(c) jalan sekunder yang tidak termasuk jalan provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat
(1) huruf (d); atau
(d) jalan strategis kabupaten.
(2) Jalan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jalan yang diprioritaskan
untuk melayani kepentingan kabupaten berdasarkan pertimbangan untuk membangkitkan
pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan keamanan kabupaten.
Pasal 18
Jalan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) merupakan jalan umum dalam sistem
jaringan jalan sekunder di dalam kota yang menghubungkan :
(a) antar pusat pelayanan kawasan dalam kota;
(b) antara pusat pelayanan dengan persil;
(c) antar persil ; atau
(d) antar pusat permukiman yang berada di dalam kota.
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 12/37
Pasal 19
Jalan desa merupakan jalan lingkungan primer dan jalan lokal primer yang tidak termasuk jalan
kabupaten di dalam kawasan perdesaan, dan merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan
dan/atau antar permukiman di dalam desa.
Bagian KeempatWewenang Penyelenggaraan Jalan
Pasal 20
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memiliki wewenang dalam penyelenggaraan jalan.
(2) Penyelenggaraan jalan umum oleh Pemerintah dilaksanakan oleh Menteri.
(3) Penyelenggaraan jalan umum oleh Pemerintah Daerah dilaksanakan oleh Gubernur/Bupati/ Walikota
atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 21
(1) Menteri memiliki wewenang untuk menetapkan ruas-ruas jalan menurut fungsinya untuk :
(a) jalan arteri primer (JAP), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1); dan
(b) jalan kolektor primer satu (JKP-1) yang menghubungkan antar ibukota provinsi, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
(2) Gubernur memiliki wewenang untuk menetapkan ruas-ruas jalan menurut fungsinya setelah
mempertimbangkan usulan Bupati/Walokota yang berada di wilayah provinsi bersangkutan untuk :
(a) jalan kolektor primer dua (JKP-2), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1);
(b) jalan kolektor primer tiga (JKP-3), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1);
(c) jalan kolektor primer empat (JKP-4), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1);
(d) jalan lokal primer, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1);
(e) jalan arteri sekunder (JAS), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1);(f) jalan kolektor sekunder (JKS), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1); dan
(g) jalan lokal sekunder (JLS), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1).
Pasal 22
(1) Penyelenggaraan jalan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) menjadi wewenang
Pemerintah melalui surat keputusan Menteri.
(2) Penyelenggaraan jalan provinsi sebagiamana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) menjadi wewenang
Pemerintah Daerah melalui surat keputusan Gubernur.
(3) Penyelenggaraan jalan kabupaten dan jalan desa sebagiamana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)
menjadi wewenang Pemerintah Daerah melalui surat keputusan Bupati.(4) Penyelenggaraan jalan kota sebagiamana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) menjadi wewenang
Pemerintah Daerah melalui surat keputusan Walikota.
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 13/37
Pasal 23
(1) Sebagian wewenang Pemerintah dalam pembangunan jalan nasional yang meliputi perencanaan
teknis, pelaksanaan konstruksi, serta pengoperasian dan pemeliharaan jalan dapat dilaksanakan
oleh pemerintah provinsi.
(2) Perencanaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan kepada Gubernur
sebagai wakil Pemerintah di daerah dalam rangka dekonsentrasi.
(3) Pelaksanaan konstruksi serta pengoperasian dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah melalui tugas pembantuan.
(4) Pelaksanaan wewenang dalam rangka dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
tugas pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan peraturan Menteri
yang berlaku.
BAB III
PROSEDUR PENETAPAN FUNGSI JALAN
Bagian Pertama
Ketentuan Umum
Pasal 24
(1) Proses penetapan fungsi jalan tidak terlepas dari hasil penetapan sistem jaringan jalan.
(2) Prosedur penetapan fungsi jalan umum harus mempertimbangkan data dan informasi yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik, adalah :
(a) rencana tata ruang wilayah nasional maupun daerah, dengan memperhatikan keterhubungan
antar kawasan pusat kegiatan dan/atau dalam kawasan perkotaan, dan kawasan perdesaan;
(b) kondisi eksisting ruas jalan terhadap persyaratan teknis jalan sesuai fungsi jalan yang diusulkan;
(c) dokumen perencanaan transportasi yang memuat lokasi simpul-simpul transportasi seluruh moda
transportasi yang dihubungkan dengan sistem jaringan jalan;
(3) Dokumen perencanaan transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dokumen
resmi yang dikkeluarkan oleh instansi yang berwenang sebagaimana telah ditetapkan dalam sistem
transportasi nasional (sistranas), terdiri atas :
(a) tatranas (tata transportasi nasional) yang ditetapkan Menteri Perhubungan;
(b) tatrawil (tata transportasi wilayah) yang ditetapkan Gubernur; dan
(c) tatralok (tata transportasi lokal) yang ditetapkan Bupati/Walikota.
(4) Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem jaringan jalan
primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarki.
(5) Sistem jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah nasional dan
dengan memperhatikan keterhubungan antar kawasan dan/atau dalam kawasan perkotaan, dan
kawasan perdesaan.
Pasal 25
(1) Sistem jaringan jalan primer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) ditetapkan dengan
keputusan Menteri atau Gubernur dengan mempertimbangkan pendapat atau masukan dari menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang transportasi.
(2) Sistem jaringan jalan sekunder sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) ditetapkan dengan
keputusan Gubernur dengan mempertimbangkan keputusan Menteri yang berlaku.
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 14/37
Bagian Kedua
Ketentuan Khusus Jaringan Jalan Sistem Primer
Paragraf 1
Jalan Arteri Primer (JAP)
Pasal 26
(1) Penetapan ruas-ruas jalan menurut fungsinya untuk jalan arteri dalam sistem jaringan jalan primer
atau jalan arteri primer (JAP) dilakukan secara berkala dengan keputusan Menteri.
(2) Penetapan jalan arteri primer (JAP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah
mempertimbangkan pendapat atau masukan dari menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan sesuai dengan tingkat perkembangan wilayah
yang telah dicapai.
(3) Penetapan secara berkala terhadap fungsi jalan arteri primer (JAP) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilakukan paling singkat 5 (lima) tahun.
(4) Penetapan secara berkala terhadap fungsi jalan arteri primer (JAP) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan setelah mempertimbangkan hasil uji laik fungsi jalan sesuai kebutuhan dan
kemampuan Pemerintah.
Pasal 27
(1) Proses penetapan fungsi jalan arteri primer (JAP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat 1,
dilakukan dengan tahapan prosedur sebagai berikut :
(a) menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan,
memberikan pendapat atau masukan kepada Menteri, sesuai dengan tingkat perkembangan
wilayah dan lalulintas yang telah dicapai pada ruas jalan yang diusulkan sebagai jalan arteri
primer (JAP);
(b) Menteri mendengar dan menerima pendapat atau masukan menteri yang menyelenggarakanurusan pemerintahan di bidang lalu lintas dan angkutan sebagaimana dimaksud pada huruf (a)
dengan mempertimbangkan data dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, yang terdiri
atas : identifikasi simpul-simpul PKN serta simpul kawasan strategis/prioritas dalam rencana tata
ruang wilayah nasional, kondisi eksisting ruas jalan terhadap persyaratan teknis jalan
berdasarkan hasil uji laik fungsi jalan arteri primer, dan dokumen tata transportasi nasional
(tatranas);
(c) Untuk melaksanakan ketentuan pada huruf (b) tersebut, maka Menteri membentuk tim evaluasi
usulan fungsi jalan arteri primer (JAP);
(d) Tim evaluasi usulan fungsi jalan arteri primer sebagaimana dimaksud pada huruf (c) terdiri atas
unsur-unsur unit pelaksana dari kementerian yang berkaitan dengan urusan pemerintahan
bidang prasarana jalan dan tata ruang, lalu lintas dan angkutan jalan, administrasi tata negara
dan pemerintahan, dan perencanaan pembangunan nasional; dan(e) Tim evaluasi usulan fungsi jalan arteri primer (JAP), menyerahkan hasil evaluasi kepada Menteri
untuk ditindaklanjuti surat keputusan.
(2) Menteri menetapkan dokumen yang berupa surat keputusan Menteri tentang penetapan fungsi jalan
arteri primer (JAP) setelah mempertimbangkan hasil kerja tim evaluasi usulan fungsi jalan arteri
primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (e).
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 15/37
Paragraf 2
Jalan Kolektor Primer (JKP)
Pasal 28
(1) Penetapan ruas-ruas jalan menurut fungsinya untuk jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
atau jalan kolektor primer satu (JKP-1) yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dilakukansecara berkala dengan keputusan Menteri.
(2) Penetapan jalan kolektor primer satu (JKP-1) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah
mempertimbangkan pendapat atau masukan dari menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan sesuai dengan tingkat perkembangan wilayah
yang telah dicapai.
(3) Penetapan secara berkala terhadap fungsi jalan kolektor primer satu (JKP-1) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilakukan paling singkat 5 (lima) tahun.
(4) Penetapan secara berkala terhadap fungsi jalan kolektor primer satu (JKP-1) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan setelah mempertimbangkan hasil uji laik fungsi jalan sesuai kebutuhan dan
kemampuan Pemerintah.
Pasal 29
(1) Proses penetapan fungsi jalan kolektor primer satu (JKP-1) yang menghubungkan antar ibukota
provinsi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat 1, dilakukan dengan tahapan prosedur
sebagai berikut :
(a) menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan,
memberikan pendapat atau masukan kepada Menteri, sesuai dengan tingkat perkembangan
wilayah dan lalulintas yang telah dicapai pada ruas jalan yang diusulkan sebagai jalan kolektor
primer satu (JKP-1);
(b) Menteri mendengar dan menerima pendapat atau masukan menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang lalu lintas dan angkutan sebagaimana dimaksud pada huruf (a)dengan mempertimbangkan data dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, yang terdiri
atas : identifikasi simpul-simpul PKN dan PKW serta simpul kawasan strategis/prioritas dalam
rencana tata ruang wilayah nasional dan provinsi, kondisi eksisting ruas jalan terhadap
persyaratan teknis jalan berdasarkan hasil uji laik fungsi jalan kolektor primer, dan dokumen tata
transportasi nasional (tatranas) dan tata transportasi wilayah (tatrawil) provinsi;
(c) Untuk melaksanakan ketentuan pada huruf (b) tersebut, maka Menteri membentuk tim evaluasi
usulan fungsi jalan kolektor primer satu (JKP-1);
(d) Tim evaluasi usulan fungsi jalan kolektor primer satu (JKP-1) sebagaimana dimaksud pada huruf
(c) terdiri atas unsur-unsur unit pelaksana dari kementerian yang berkaitan dengan urusan
pemerintahan bidang prasarana jalan dan tata ruang, lalu lintas dan angkutan jalan, administrasi
tata negara dan pemerintahan, dan perencanaan pembangunan nasional; dan
(e) Tim evaluasi usulan fungsi jalan kolektor primer satu (JKP-1), menyerahkan hasil evaluasi
kepada Menteri untuk ditindaklanjuti surat keputusan.
(2) Menteri menetapkan dokumen yang berupa surat keputusan Menteri tentang penetapan fungsi jalan
kolektor primer satu (JKP-1) setelah mempertimbangkan hasil kerja tim evaluasi usulan fungsi jalan
kolektor primer satu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (e).
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 16/37
Pasal 30
(1) Penetapan ruas-ruas jalan menurut fungsinya untuk jalan kolektor primer dua (JKP-2), jalan kolektor
primer tiga (JKP-3), dan jalan kolektor primer empat (JKP-4) dalam sistem jaringan jalan primer
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), dilakukan secara berkala dengan keputusan
Gubernur.
(2) Penetapan jalan kolektor primer (JKP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkanusul Bupati yang bersangkutan dalam wilayah provinsi serta mempertimbangkan keputusan Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (1).
(3) Penetapan secara berkala terhadap fungsi jalan kolektor primer (JKP) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilakukan paling singkat 5 (lima) tahun.
(4) Penetapan secara berkala terhadap fungsi jalan kolektor primer (JKP) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan setelah mempertimbangkan hasil uji laik fungsi jalan sesuai kebutuhan dan
kemampuan pemerintah provinsi dan/ atau kabupaten.
Pasal 31
(1) Proses penetapan fungsi jalan kolektor primer dua (JKP-2), jalan kolektor primer tiga (JKP-3), dan jalan kolektor primer empat (JKP-4), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat 1, dilakukan
dengan tahapan prosedur sebagai berikut :
(a) Bupati mengajukan surat kepada Gubernur mengenai usulan fungsi jalan kolektor primer dua
(JKP-2), jalan kolektor primer tiga (JKP-3), dan jalan kolektor primer empat (JKP-4) di wilayah
kabupaten ;
(b) Surat usulan Bupati kepada Gubernur sebagaimana dimaksud pada huruf (a) dibuat setelah
mempertimbangkan penyiapan daftar usulan fungsi jalan kolektor primer (JKP-2; KPJ-3; dan
JKP-4) oleh instansi pelaksana yang terdiri atas : dinas ke-binamarga-an, bappeda, dan dinas
perhubungan di wilayah kabupaten ;
(c) Gubernur melakukan evaluasi terhadap surat Bupati mengenai usulan fungsi jalan kolektor
primer dua (JKP-2), jalan kolektor primer tiga (JKP-3), dan jalan kolektor primer empat (JKP-4),sebagaimana dimaksud pada huruf (b) ;
(d) Gubernur dalam mengevaluasi usulan Bupati sebagaimana dimaksud pada huruf (c) maka
mempertimbangkan surat keputusan Menteri yang terkait dengan penetapan jalan arteri primer
(JAP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan/atau jalan kolektor primer satu (JKP-
1) yang menghubungkan antar ibukota provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1);
(e) Untuk dapat melakukan evaluasi terhadap surat usulan Bupati sebagaimana dimaksud pada
huruf (c) maka Gubernur membentuk tim evaluasi daftar usulan fungsi jalan kolektor primer (JKP-
2; KPJ-3; JKP-4) yang terdiri atas unsur-unsur unit pelaksana di wilayah provinsi dan kabupaten (
dinas ke-binamarga-an, badan perencanaan dan pembangunan daerah, dinas perhubungan),
serta perwakilan dari unit pelaksana kementerian yang menyelenggarakan prasarana jalan di
wilayah provinsi;.
(f) Tim evaluasi daftar usulan fungsi jalan kolektor primer (JKP-2; JKP-3; JKP-4) sebagaimanadimaksud pada huruf (e), mempertimbangkan data dan informasi yang dapat
dipertanggungjawabkan, yang terdiri atas : identifikasi keserasian simpul-simpul PKW dan PKL
serta simpul kawasan strategis/prioritas dalam rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP)
terhadap RTRWN , kondisi eksisting ruas jalan terhadap persyaratan teknis jalan berdasarkan
hasil uji laik fungsi jalan kolektor primer, dan keserasian dokumen tata transportasi wilayah
(tatrawil) provinsi dan tata transportasi lokal (tatralok) kabupaten terhadap tata transportasi
nasional (tatranas);
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 17/37
(g) Tim evaluasi usulan fungsi jalan kolektor primer (JKP-2; JKP-3; JKP-4), menyerahkan hasil
evaluasi kepada Gubernur untuk ditindaklanjuti sebagai dasar penerbitan surat keputusan; dan
(h) Berdasarkan hasil kerja tim evaluasi usulan fungsi jalan kolektor primer (JKP-2; JKP-3; JKP-4),
maka Gubernur memberikan surat jawaban tertulis kepada Bupati yang mengusulkan fungsi jalan
kolektor primer (JKP-2; JKP-3; JKP-4).
(2) Gubernur menetapkan dokumen yang berupa surat keputusan Gubernur tentang penetapan fungsi
jalan kolektor primer dua (JKP-2), jalan kolektor primer tiga (JKP-3), dan jalan kolektor primer empat
(JKP-4) berdasarkan surat usulan Bupati dengan mempertimbangkan hasil kerja tim evaluasi usulan
fungsi jalan kolektor primer (JKP-2; JKP-3; JKP-4) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (g),
dan memperhatikan surat keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan
Pasal 28 ayat (1).
Paragraf 3
Jalan Lokal Primer (JLP)
Pasal 32
(1) Penetapan ruas-ruas jalan menurut fungsinya untuk jalan lokal primer (JLP) dalam sistem jaringan
jalan primer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), dilakukan secara berkala dengan
keputusan Gubernur.
(2) Penetapan jalan lokal primer (JLP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan usul
Bupati yang bersangkutan dalam wilayah provinsi serta mempertimbangkan keputusan Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1).
(3) Penetapan secara berkala terhadap fungsi jalan lokal primer (JLP) sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dilakukan paling singkat 5 (lima) tahun.
(4) Penetapan secara berkala terhadap fungsi jalan lokal primer (JLP) sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan setelah mempertimbangkan hasil uji laik fungsi jalan sesuai kebutuhan dan kemampuan
pemerintah provinsi dan/ atau kabupaten.
Pasal 33
(1) Proses penetapan fungsi jalan lokal primer (JLP), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat 1,
dilakukan dengan tahapan prosedur sebagai berikut :
(a) Bupati mengajukan surat kepada Gubernur mengenai usulan fungsi jalan lokal primer (JLP) yang
berada di wilayah kabupaten ;
(b) Surat usulan Bupati kepada Gubernur sebagaimana dimaksud pada huruf (a) dibuat setelah
mempertimbangkan penyiapan daftar usulan fungsi jalan lokal primer oleh instansi pelaksana
yang terdiri atas dinas ke-binamarga-an, bappeda, dan dinas perhubungan di wilayah kabupaten;(c) Gubernur melakukan evaluasi terhadap surat Bupati mengenai usulan fungsi jalan lokal primer
(JLP) sebagaimana dimaksud pada huruf (b) ;
(d) Gubernur dalam mengevaluasi usulan Bupati sebagaimana dimaksud pada huruf (c) maka
mempertimbangkan surat keputusan Menteri yang terkait dengan penetapan jalan arteri primer
(JAP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan/atau jalan kolektor primer satu (JKP-
1) yang menghubungkan antar ibukota provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1);
(e) Untuk dapat melakukan evaluasi terhadap surat usulan Bupati sebagaimana dimaksud pada
huruf (c) maka Gubernur membentuk tim evaluasi daftar usulan fungsi jalan lokal primer, yang
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 18/37
terdiri atas unsur-unsur unit pelaksana di wilayah provinsi dan kabupaten (dinas ke-binamarga-
an, badan perencanaan dan pembangunan daerah, dinas perhubungan), serta serta perwakilan
dari unit pelaksana kementerian yang menyelenggarakan prasarana jalan di wilayah provinsi;
(f) Tim evaluasi daftar usulan fungsi jalan lokal primer (JLP) sebagaimana dimaksud pada huruf (e),
mempertimbangkan data dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, yang terdiri atas :
identifikasi keserasian simpul-simpul PKL dan simpul kawasan strategis/prioritas dalam rencana
tata ruang wilayah kabupaten (RTRWK) terhadap RTRWP maupun RTRWN, kondisi eksisting
ruas jalan terhadap persyaratan teknis jalan berdasarkan hasil uji laik fungsi jalan lokal primer,
dan keserasian dokumen tata transportasi lokal (tatralok) kabupaten terhadap tata transportasi
wilayah (tatrawil) provinsi maupun tata transportasi nasional (tatranas);
(g) Tim evaluasi usulan fungsi jalan lokal primer (JLP), menyerahkan hasil evaluasi kepada
Gubernur untuk ditindaklanjuti sebagai dasar penerbitan surat keputusan; dan
(h) Berdasarkan hasil kerja tim evaluasi usulan fungsi jalan lokal primer, maka Gubernur
memberikan surat jawaban tertulis kepada Bupati yang mengusulkan fungsi jalan lokal primer
(JLP).
(2) Gubernur menetapkan dokumen yang berupa surat keputusan Gubernur tentang penetapan fungsi
jalan lokal primer (JLP) berdasarkan surat usulan Bupati dengan mempertimbangkan hasil kerja tim
evaluasi usulan fungsi jalan lokal primer (JLP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (g), danmemperhatikan surat keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal
28 ayat (1).
Paragraf 4
Jalan Lingkungan Primer (JLing-P)
Pasal 34
(1) Penetapan ruas-ruas jalan menurut fungsinya untuk jalan lingkungan primer (JLing-P) dalam sistem
jaringan jalan primer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), dilakukan secara berkala
dengan keputusan Gubernur.
(2) Penetapan jalan lingkungan primer (JLing-P) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan usul Bupati yang bersangkutan dalam wilayah provinsi serta mempertimbangkan
keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1).
(3) Penetapan secara berkala terhadap fungsi jalan lingkungan primer (JLing-P) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilakukan paling singkat 5 (lima) tahun.
(4) Penetapan secara berkala terhadap fungsi jalan lingkungan primer (JLing-P) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan setelah mempertimbangkan hasil uji laik fungsi jalan sesuai kebutuhan dan
kemampuan pemerintah provinsi dan/ atau kabupaten.
Pasal 35
(1) Proses penetapan fungsi jalan lingkungan primer (JLing-P), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ayat 1, dilakukan dengan tahapan prosedur sebagai berikut :
(a) Bupati mengajukan surat kepada Gubernur mengenai usulan fungsi jalan lingkungan primer
(JLing-P) yang berada di wilayah kabupaten ;
(b) Surat usulan Bupati kepada Gubernur sebagaimana dimaksud pada huruf (a) dibuat setelah
mempertimbangkan penyiapan daftar usulan fungsi jalan lingkungan primer oleh instansi
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 19/37
pelaksana yang terdiri atas dinas ke-binamarga-an, bappeda, dan dinas perhubungan di wilayah
kabupaten;
(c) Gubernur melakukan evaluasi terhadap surat Bupati mengenai usulan fungsi jalan lingkungan
primer (JLing-P) sebagaimana dimaksud pada huruf (b) ;
(d) Gubernur dalam mengevaluasi usulan Bupati sebagaimana dimaksud pada huruf (c) maka
mempertimbangkan surat keputusan Menteri yang terkait dengan penetapan jalan kolektor primer
satu (JKP-1) yang menghubungkan antar ibukota provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 ayat (1);
(e) Untuk dapat melakukan evaluasi terhadap surat usulan Bupati sebagaimana dimaksud pada
huruf (c) maka Gubernur membentuk tim evaluasi daftar usulan fungsi jalan lingkungan primer,
yang terdiri atas unsur-unsur unit pelaksana di wilayah provinsi dan kabupaten (dinas ke-
binamarga-an, badan perencanaan dan pembangunan daerah, dinas perhubungan) ;
(f) Tim evaluasi daftar usulan fungsi jalan lingkungan primer (JLing-P) sebagaimana dimaksud pada
huruf (e), mempertimbangkan data dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, yang
terdiri atas : identifikasi keserasian simpul-simpul PK-Ling dan kawasan perdesaan maupun PKL
dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten (RTRWK) terhadap RTRWP, kondisi eksisting ruas
jalan terhadap persyaratan teknis jalan berdasarkan hasil uji laik fungsi jalan lingkungan primer,
dan keserasian dokumen tata transportasi lokal (tatralok) kabupaten terhadap tata transportasiwilayah (tatrawil) provinsi;
(g) Tim evaluasi usulan fungsi jalan lingkungan primer (JLing-P), menyerahkan hasil evaluasi kepada
Gubernur untuk ditindaklanjuti sebagai dasar penerbitan surat keputusan; dan
(h) Berdasarkan hasil kerja tim evaluasi usulan fungsi jalan lingkungan primer, maka Gubernur
memberikan surat jawaban tertulis kepada Bupati yang mengusulkan fungsi jalan lingkungan
primer (JLP).
(2) Gubernur menetapkan dokumen yang berupa surat keputusan Gubernur tentang penetapan fungsi
jalan lingkungan primer (JLing-P) berdasarkan surat usulan Bupati dengan mempertimbangkan hasil
kerja tim evaluasi usulan fungsi jalan lingkungan primer (JLing-P) sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf (g), dan memperhatikan surat keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (1) dan Pasal 28 ayat (1).
Bagian Ketiga
Ketentuan Khusus Jaringan Jalan Sistem Sekunder
Paragraf 1
Jalan Arteri Sekunder (JAS)
Pasal 36
(1) Penetapan ruas-ruas jalan menurut fungsinya untuk jalan arteri sekunder (JAS) dalam sistem
jaringan jalan sekunderr sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), dilakukan secara berkala
dengan keputusan Gubernur.(2) Penetapan jalan arteri sekunder (JAS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan
usul Walikota yang bersangkutan dalam wilayah provinsi serta mempertimbangkan keputusan
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (1).
(3) Penetapan secara berkala terhadap fungsi jalan arteri sekunder (JAS) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilakukan paling singkat 5 (lima) tahun.
(4) Penetapan secara berkala terhadap fungsi jalan arteri sekunder (JAS) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan setelah mempertimbangkan hasil uji laik fungsi jalan sesuai kebutuhan dan
kemampuan pemerintah kota.
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 20/37
Pasal 37
(1) Proses penetapan fungsi jalan arteri sekunder (JAS), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat
1, dilakukan dengan tahapan prosedur sebagai berikut :
(a) Walikota mengajukan surat kepada Gubernur mengenai usulan fungsi jalan arteri sekunder
(JAS) yang berada di wilayah kota ;
(b) Surat usulan Walikota kepada Gubernur sebagaimana dimaksud pada huruf (a) dibuat setelahmempertimbangkan penyiapan daftar usulan fungsi jalan arteri sekunder oleh instansi pelaksana
yang terdiri atas dinas ke-binamarga-an, bappeda, dan dinas perhubungan di wilayah kota;
(c) Gubernur melakukan evaluasi terhadap surat Walikota mengenai usulan fungsi jalan arteri
sekunder (JAS) sebagaimana dimaksud pada huruf (b) ;
(d) Gubernur dalam mengevaluasi usulan Walikota sebagaimana dimaksud pada huruf (c) maka
mempertimbangkan surat keputusan Menteri yang terkait dengan penetapan jalan arteri primer
(JAP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan/atau jalan kolektor primer satu (JKP-
1) yang menghubungkan antar ibukota provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1);
(e) Untuk dapat melakukan evaluasi terhadap surat usulan Walikota sebagaimana dimaksud pada
huruf (c) maka Gubernur membentuk tim evaluasi daftar usulan fungsi jalan arteri sekunder
(JAS), yang terdiri atas unsur-unsur unit pelaksana di wilayah provinsi dan kota (dinas ke-binamarga-an, badan perencanaan dan pembangunan daerah, dinas perhubungan), serta
perwakilan dari unit pelaksana kementerian yang menyelenggarakan prasarana jalan di wilayah
provinsi;
(f) Tim evaluasi daftar usulan fungsi jalan arteri sekunder (JAS) sebagaimana dimaksud pada huruf
(e), mempertimbangkan data dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, yang terdiri atas
: identifikasi simpul-simpul tata ruang kawasan primer, kawasan sekunder-I, kawasan sekunder-
II, dan kawasan strategis/prioritas skala kepentingan kota yang mendukung keserasian rencana
tata ruang wilayah kota (RTRW Kota) terhadap RTRWK dan/atau RTRWP, kondisi eksisting ruas
jalan kota terhadap persyaratan teknis jalan kota berdasarkan hasil uji laik fungsi jalan arteri
sekunder, dan simpul transportasi skala pelayanan kota terhadap keserasian tata transportasi
lokal (tatralok) kota terhadap tata transportasi wilayah (tatrawil) provinsi;
(g) Tim evaluasi usulan fungsi jalan arteri sekunder (JAS), menyerahkan hasil evaluasi kepadaGubernur untuk ditindaklanjuti sebagai dasar penerbitan surat keputusan; dan
(h) Berdasarkan hasil kerja tim evaluasi usulan fungsi jalan arteri sekunder, maka Gubernur
memberikan surat jawaban tertulis kepada Walikota yang mengusulkan fungsi jalan arteri
sekunder (JAS).
(2) Gubernur menetapkan dokumen yang berupa surat keputusan Gubernur tentang penetapan fungsi
jalan arteri sekunder (JAS) berdasarkan surat usulan Walikota dengan mempertimbangkan hasil
kerja tim evaluasi usulan fungsi jalan arteri sekunder (JAS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf (g), dan memperhatikan surat keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(1) dan Pasal 28 ayat (1).
Paragraf 2
Jalan Kolektor Sekunder (JKS)
Pasal 38
(1) Penetapan ruas-ruas jalan menurut fungsinya untuk jalan kolektor sekunder (JKS) dalam sistem
jaringan jalan sekunderr sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), dilakukan secara berkala
dengan keputusan Gubernur.
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 21/37
(2) Penetapan jalan kolektor sekunder (JKS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan usul Walikota yang bersangkutan dalam wilayah provinsi serta mempertimbangkan
keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (1).
(3) Penetapan secara berkala terhadap fungsi jalan kolektor sekunder (JKS) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilakukan paling singkat 5 (lima) tahun.
(4) Penetapan secara berkala terhadap fungsi jalan kolektor sekunder (JKS) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan setelah mempertimbangkan hasil uji laik fungsi jalan sesuai kebutuhan dan
kemampuan pemerintah kota.
Pasal 39
(1) Proses penetapan fungsi jalan kolektor sekunder (JKS), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
ayat 1, dilakukan dengan tahapan prosedur sebagai berikut :
(a) Walikota mengajukan surat kepada Gubernur mengenai usulan fungsi jalan kolektor sekunder
(JKS) yang berada di wilayah kota ;
(b) Surat usulan Walikota kepada Gubernur sebagaimana dimaksud pada huruf (a) dibuat setelah
mempertimbangkan penyiapan daftar usulan fungsi jalan kolektor sekunder oleh instansipelaksana yang terdiri atas dinas ke-binamarga-an, bappeda, dan dinas perhubungan di wilayah
kota;
(c) Gubernur melakukan evaluasi terhadap surat Walikota mengenai usulan fungsi jalan kolektor
sekunder (JKS) sebagaimana dimaksud pada huruf (b) ;
(d) Gubernur dalam mengevaluasi usulan Walikota sebagaimana dimaksud pada huruf (c) maka
mempertimbangkan surat keputusan Menteri yang terkait dengan penetapan jalan arteri primer
(JAP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan/atau jalan kolektor primer satu (JKP-
1) yang menghubungkan antar ibukota provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1);
(e) Untuk dapat melakukan evaluasi terhadap surat usulan Walikota sebagaimana dimaksud pada
huruf (c) maka Gubernur membentuk tim evaluasi daftar usulan fungsi jalan kolektor sekunder
(JKS), yang terdiri atas unsur-unsur unit pelaksana di wilayah provinsi dan kota (dinas ke-binamarga-an, badan perencanaan dan pembangunan daerah, dan dinas perhubungan) ;
(f) Tim evaluasi daftar usulan fungsi jalan kolektor sekunder (JKS) sebagaimana dimaksud pada
huruf (e), mempertimbangkan data dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, yang
terdiri atas : identifikasi simpul-simpul tata ruang kawasan sekunder-II dan kawasan sekunder-III
yang mendukung keserasian rencana tata ruang wilayah kota (RTRW Kota) terhadap RTRWP,
kondisi eksisting ruas jalan kota terhadap persyaratan teknis jalan kota berdasarkan hasil uji laik
fungsi jalan kolektor sekunder, dan simpul transportasi skala pelayanan kota sesuai tata
transportasi lokal (tatralok) kota ;
(g) Tim evaluasi usulan fungsi jalan kolektor sekunder (JKS), menyerahkan hasil evaluasi kepada
Gubernur untuk ditindaklanjuti sebagai dasar penerbitan surat keputusan; dan
(h) Berdasarkan hasil kerja tim evaluasi usulan fungsi jalan kolektor sekunder, maka Gubernur
memberikan surat jawaban tertulis kepada Walikota yang mengusulkan fungsi jalan kolektorsekunder (JKS).
(2) Gubernur menetapkan dokumen yang berupa surat keputusan Gubernur tentang penetapan fungsi
jalan kolektor sekunder (JKS) berdasarkan surat usulan Walikota dengan mempertimbangkan hasil
kerja tim evaluasi usulan fungsi jalan kolektor sekunder (JKS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf (g), dan memperhatikan surat keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(1) dan Pasal 28 ayat (1).
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 22/37
Paragraf 3
Jalan Lokal Sekunder (JLS)
Pasal 40
(1) Penetapan ruas-ruas jalan menurut fungsinya untuk jalan lokal sekunder (JLS) dalam sistem jaringan
jalan sekunderr sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dilakukan secara berkala dengankeputusan Gubernur.
(2) Penetapan jalan lokal sekunder (JLS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan
usul Walikota yang bersangkutan dalam wilayah provinsi serta mempertimbangkan keputusan
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (1).
(3) Penetapan secara berkala terhadap fungsi jalan lokal sekunder (JLS) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilakukan paling singkat 5 (lima) tahun.
(4) Penetapan secara berkala terhadap fungsi jalan lokal sekunder (JLS) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan setelah mempertimbangkan hasil uji laik fungsi jalan sesuai kebutuhan dan
kemampuan pemerintah kota.
Pasal 41
(1) Proses penetapan fungsi jalan lokal sekunder (JLS), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat 1,
dilakukan dengan tahapan prosedur sebagai berikut :
(a) Walikota mengajukan surat kepada Gubernur mengenai usulan fungsi jalan lokal sekunder (JLS)
yang berada di wilayah kota ;
(b) Surat usulan Walikota kepada Gubernur sebagaimana dimaksud pada huruf (a) dibuat setelah
mempertimbangkan penyiapan daftar usulan fungsi jalan lokal sekunder oleh instansi pelaksana
yang terdiri atas dinas ke-binamarga-an, bappeda, dinas tata kota, dan dinas perhubungan di
wilayah kota;
(c) Gubernur melakukan evaluasi terhadap surat Walikota mengenai usulan fungsi jalan lokal
sekunder (JLS) sebagaimana dimaksud pada huruf (b) ;(d) Gubernur dalam mengevaluasi usulan Walikota sebagaimana dimaksud pada huruf (c) maka
mempertimbangkan surat keputusan Menteri yang terkait dengan penetapan jalan arteri primer
(JAP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan/atau jalan kolektor primer satu (JKP-
1) yang menghubungkan antar ibukota provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1);
(e) Untuk dapat melakukan evaluasi terhadap surat usulan Walikota sebagaimana dimaksud pada
huruf (c) maka Gubernur membentuk tim evaluasi daftar usulan fungsi jalan lokal sekunder (JLS),
yang terdiri atas unsur-unsur unit pelaksana di wilayah kota (dinas ke-binamarga-an, badan
perencanaan dan pembangunan daerah, dinas perhubungan, dan dinas tata kota), serta
perwakilan dari unit pelaksana provinsi yang menyelenggarakan jalan yang berada di wilayah
kota ;
(f) Tim evaluasi daftar usulan fungsi jalan lokal sekunder (JLS) sebagaimana dimaksud pada huruf(e), mempertimbangkan data dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, yang terdiri atas
: identifikasi simpul-simpul tata ruang kawasan sekunder-I, kawasan sekunder-II dan kawasan
sekunder-III yang masing-masing berkorelasi dengan kawasan perumahan yang mendukung
keserasian rencana tata ruang wilayah kota (RTRW Kota) terhadap RTRWP, kondisi eksisting
ruas jalan kota terhadap persyaratan teknis jalan kota berdasarkan hasil uji laik fungsi jalan lokal
sekunder, dan simpul transportasi skala pelayanan kota sesuai tata transportasi lokal (tatralok)
kota ;
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 23/37
(g) Tim evaluasi usulan fungsi jalan lokal sekunder (JLS), menyerahkan hasil evaluasi kepada
Gubernur untuk ditindaklanjuti sebagai dasar penerbitan surat keputusan; dan
(h) Berdasarkan hasil kerja tim evaluasi usulan fungsi jalan lokal sekunder, maka Gubernur
memberikan surat jawaban tertulis kepada Walikota yang mengusulkan fungsi jalan lokal
sekunder (JLS).
(2) Gubernur menetapkan dokumen yang berupa surat keputusan Gubernur tentang penetapan fungsi
jalan lokal sekunder (JLS) berdasarkan surat usulan Walikota dengan mempertimbangkan hasil kerja
tim evaluasi usulan fungsi jalan lokal sekunder (JLS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (g),
dan memperhatikan surat keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan
Pasal 28 ayat (1).
Paragraf 4
Jalan Lingkungan Sekunder (JLing-S)
Pasal 42
(1) Penetapan ruas-ruas jalan menurut fungsinya untuk jalan lingkungan sekunder (JLing-S) dalamsistem jaringan jalan sekunderr sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), dilakukan secara
berkala dengan keputusan Gubernur.
(2) Penetapan jalan lingkungan sekunder (JLing-S) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan usul Walikota yang bersangkutan dalam wilayah provinsi serta mempertimbangkan
keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (1).
(3) Penetapan secara berkala terhadap fungsi jalan lingkungan sekunder (JLing-S) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling singkat 5 (lima) tahun.
(4) Penetapan secara berkala terhadap fungsi jalan lingkungan sekunder (Jling-S) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mempertimbangkan hasil uji laik fungsi jalan sesuai
kebutuhan dan kemampuan pemerintah kota.
Pasal 43
(1) Proses penetapan fungsi jalan lingkungan sekunder (JLing-S), sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42 ayat 1, dilakukan dengan tahapan prosedur sebagai berikut :
(a) Walikota mengajukan surat kepada Gubernur mengenai usulan fungsi jalan lingkungan sekunder
(JLing-S) yang berada di wilayah kota ;
(b) Surat usulan Walikota kepada Gubernur sebagaimana dimaksud pada huruf (a) dibuat setelah
mempertimbangkan penyiapan daftar usulan fungsi jalan lingkungan sekunder oleh instansi
pelaksana yang terdiri atas dinas ke-binamarga-an, bappeda, dinas tata kota, dan dinas
perhubungan di wilayah kota;
(c) Gubernur melakukan evaluasi terhadap surat Walikota mengenai usulan fungsi jalan lingkungan
sekunder (JLS) sebagaimana dimaksud pada huruf (b) ;
(d) Gubernur dalam mengevaluasi usulan Walikota sebagaimana dimaksud pada huruf (c) maka
mempertimbangkan surat keputusan Menteri yang terkait dengan penetapan jalan kolektor primer
satu (JKP-1) yang menghubungkan antar ibukota provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 ayat (1);
(e) Untuk dapat melakukan evaluasi terhadap surat usulan Walikota sebagaimana dimaksud pada
huruf (c) maka Gubernur membentuk tim evaluasi daftar usulan fungsi jalan lingkungan sekunder
(JLing-S), yang terdiri atas unsur-unsur unit pelaksana di wilayah kota (dinas ke-binamarga-an,
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 24/37
badan perencanaan dan pembangunan daerah, dinas perhubungan, dan dinas tata kota), serta
perwakilan dari unit pelaksana provinsi yang menyelenggarakan jalan yang berada di wilayah
kota ;
(f) Tim evaluasi daftar usulan fungsi jalan lingkungan sekunder (JLing-S) sebagaimana dimaksud
pada huruf (e), mempertimbangkan data dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, yang
terdiri atas : identifikasi simpul-simpul antar persil dalam kawasan perkotaan yang masing-
masing berkorelasi dengan kawasan perumahan yang RTRW Kota dan tatralok kota ;
(g) Tim evaluasi usulan fungsi jalan lingkungan sekunder (JLing-S), menyerahkan hasil evaluasi
kepada Gubernur untuk ditindaklanjuti sebagai dasar penerbitan surat keputusan; dan
(h) Berdasarkan hasil kerja tim evaluasi usulan fungsi jalan lingkungan sekunder, maka Gubernur
memberikan surat jawaban tertulis kepada Walikota yang mengusulkan fungsi jalan lingkungan
sekunder (JLing-S).
(2) Gubernur menetapkan dokumen yang berupa surat keputusan Gubernur tentang penetapan fungsi
jalan lingkungan sekunder (JLing-S) berdasarkan surat usulan Walikota dengan mempertimbangkan
hasil kerja tim evaluasi usulan fungsi jalan lingkungan sekunder (Jling-S) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf (g), dan memperhatikan surat keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 ayat (1).
Bagian Keempat
Pengesahan
Pasal 44
(1) Pengesahan fungsi jalan arteri primer (JAP) dan jalan kolektor primer satu (JKP-1) dilakukan dengan
rapat khusus penetapan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan primer antara unit instansi
pelaksana Menteri dengan unit instansi pelaksana kementerian yang mengurus pemerintahan di
bidang lalu lintas dan angkutan jalan beserta kementerian yang mengurus pemerintahan bidang
perencanaan dan pembangunan nasional.
(2) Setelah rapat khusus penetapan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan primer sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), selanjutnya Menteri menetapkan surat keputusan tentang penetapan fungsi
jalan dalam sistem jaringan jalan primer.
(3) Pengesahan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk fungsi jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan rapat khusus penetapan fungsi jalan dalam
sistem jaringan jalan primer dimaksud antara unit instansi pelaksana terkait di lingkungan
pemerintahan provinsi dan/atau kabupaten dengan mempertimbangkan keputusan Menteri
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Setelah rapat khusus penetapan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan primer sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), selanjutnya Gubernur menetapkan surat keputusan tentang penetapan
fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk fungsi jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pasal 45
(1) Pengesahan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder, dilakukan dengan rapat khusus
penetapan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder antara unit instansi pelaksana terkait di
lingkungan pemerintahan provinsi dan/atau kota dengan mempertimbangkan keputusan Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2).
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 25/37
(2) Setelah rapat khusus penetapan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), selanjutnya Gubernur menetapkan surat keputusan tentang penetapan
fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder.
BAB IVPROSEDUR PENETAPAN STATUS JALAN
Bagian Pertama
Ketentuan Umum
Pasal 46
(1) Proses penetapan status jalan dilakukan setelah penetapan fungsi jalan.
(2) Prosedur penetapan status jalan umum harus mempertimbangkan data dan informasi yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik, adalah :
(a) dokumen keputusan Menteri mengenai penetapan fungsi jalan ;
(b) dokumen keputusan Gubernur mengenai penetapan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalanprimer ;
(c) dokumen keputusan Gubernur mengenai penetapan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan
sekunder ;
(d) dokumen administrasi jalan ;
(e) dokumen penetapan kawasan strategis/prioritas; dan
(f) dokumen penetapan simpul transportasi.
(3) Dokumen keputusan Menteri mengenai penetapan fungsi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf (a), adalah :
(a) surat keputusan Menteri mengenai penetapan fungsi jalan arteri primer yang menghubungkan
antar PKN; dan
(b) surat keputusan Menteri mengenai penetapan fungsi jalan kolektor primer yang menghubungkan
antar PKW (ibukota provinsi);(4) Dokumen keputusan Gubernur mengenai penetapan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan primer
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf (b), adalah :
(a) surat keputusan Gubernur mengenai penetapan fungsi jalan kolektor primer yang
menghubungkan antara PKW (ibukota provinsi) dan PKW (ibukota kabupaten), antar PKW
(ibukota kabupaten), antara PKL dan PKW, serta antara PKL dan PKN;
(b) surat keputusan Gubernur mengenai penetapan fungsi jalan lokal primer yang menghubungkan
antar PKL, antara PKL dan PKW, antara PKL dan PK-Ling, antara PKN dan PK-Ling, antar PKL;
(c) surat keputusan Gubernur mengenai penetapan fungsi jalan lingkungan primer yang
menghubungkan antar pusat kegiatan di perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan
perdesaan;
(5) Dokumen keputusan Gubernur mengenai penetapan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalansekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf (c), adalah :
(a) surat keputusan Gubernur mengenai penetapan fungsi jalan arteri sekunder ;
(b) surat keputusan Gubernur mengenai penetapan fungsi jalan kolektor sekunder ;
(c) surat keputusan Gubernur mengenai penetapan fungsi jalan lokal sekunder ; dan
(d) surat keputusan Gubernur mengenai fungsi jalan lingkungan sekunder ;
(6) Dokumen administrasi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf (d), adalah :
(a) surat keputusan penetapan petunjuk, perintah, dan larangan;
(b) surat keputusan penetapan status jalan;
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 26/37
(c) surat keputusan penetapan fungsi jalan;
(d) surat keputusan leger jalan,
(e) dokumen analisa mengenai dampak lingkungan, dan
(f) surat keputusan kepemilikan tanah ruang milik jalan (rumija);
(7) Dokumen penetapan kawasan strategis/prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf (e),
adalah :
(a) surat keputusan Menteri mengenai kawasan strategis/prioritas skala kepentingan nasional ;
(b) surat keputusan Gubernur mengenai kawasan strategis/prioritas skala kepentingan provinsi ;
(c) surat keputusan Bupati mengenai kawasan strategis/prioritas skala kepentingan kabupaten ;
(d) surat keputusan Walikota mengenai kawasan strategis/prioritas skala kepentingan kota.
(8) Dokumen penetapan simpul transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf (f), adalah :
(a) simpul transportasi skala pelayanan nasional berdasarkan RTRWN dan tatranas ;
(b) simpul transportasi skala pelayanan provinsi berdasarkan RTRWP dan tatrawil ;
(c) simpul transportasi skala pelayanan kabupaten berdasarkan RTRWK dan tatralok kabupaten ;
(d) simpul transportasi skala pelayanan kota berdasarkan RTRW Kota dan tatralok kota;
Bagian Kedua
Ketentuan Khusus
Paragraf 1
Jalan Nasional
Pasal 47
(1) Penetapan status suatu ruas jalan sebagai jalan nasional dilakukan secara berkala dengan
keputusan Menteri dengan mempertimbangkan fungsi jalan yang telah ditetapkan sebelumnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) hanya untuk fungsi jalan arteri primer (JAP) dan
Pasal 28 ayat (1) hanya untuk fungsi jalan kolektor primer satu (JKP-1) yang menghubungkan antar
ibukota provinsi.(2) Penetapan secara berkala terhadap status jalan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan paling singkat 5 (lima) tahun.
(3) Penetapan secara berkala terhadap status jalan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan setelah pemberlakuan keputusan Menteri mengenai fungsi jalan arteri primer (JAP) dan
jalan kolektor primer satu (JKP-1).
Pasal 48
(1) Proses penetapan status jalan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1), dilakukan
dengan tahapan prosedur sebagai berikut :
(a) menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan,memberikan masukan atau pendapat kepada Menteri sesuai dengan tingkat perkembangan
simpul transportasi skala pelayanan nasional dan lalu lintas yang telah dicapai pada ruas jalan l
yang diusulkan sebagai jalan nasional;
(b) Menteri mendengar dan menerima pendapat atau masukan menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada huruf
(a) dengan mempertimbangkan data dan informasi pendukung yang dikeluarkan oleh lembaga
berwenang;
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 27/37
(c) Untuk melaksanakan ketentuan pada huruf (b) tersebut, maka Menteri membentuk tim evaluasi
usulan status jalan nasional;
(d) Tim evaluasi usulan status jalan nasional sebagaimana dimaksud pada huruf (c) terdiri atas
unsur-unsur unit pelaksana dari kementerian/lembaga yang berkaitan dengan urusan
pemerintahan bidang prasarana jalan dan tata ruang, lalu lintas dan angkutan jalan, perencanaan
dan pembangunan nasional, serta administrasi tata negara dan pemerintahan; dan
(e) Tim evaluasi usulan status jalan nasional menyerahkan hasil evaluasi kepada Menteri untuk
ditindaklanjuti surat keputusan.
(2) Data dan informasi pendukung yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf (b) adalah :
(a) dokumen keputusan Menteri mengenai penetapan fungsi jalan arteri primer (JAP) dan jalan
kolektor primer satu (JKP-1) yang menghubungkan antar ibukota provinsi;
(b) dokumen keputusan Menteri mengenai penetapan kawasan strategis atau prioritas berskala
kepentingan nasional, yang mampu membangkitkan pertumbuhan ekonomi, kesatuhan dan
keutuhan nasional, kesejahteraan, pertahanan dan keamanan bagi kepentingan publik di wilayah
nasional dan wilayah perbatasan ;
(c) simpul transportasi berskala pelayanan nasional berdasarkan RTRWN dan tatranas, antara lain
bandara penyebaran primer/sekunder/tersier, pelabuhan laut nasional/internasional, terminal tipeA, dan stasiun KA antar ibukota provinsi;
(d) dokumen pengesahan analisa mengenai dampak lingkungan;
(e) dokumen status kepemilikan tanah pada rumija jalan nasional; dan
(f) dokumen ijin pengoperasian jalan tol.
(3) Menteri menetapkan dokumen yang berupa surat keputusan Menteri tentang penetapan status jalan
nasional setelah mempertimbangkan hasil kerja tim evaluasi usulan status jalan nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (e).
Paragraf 2
Jalan Provinsi
Pasal 49
(1) Penetapan status suatu ruas jalan sebagai jalan provinsi dilakukan secara berkala dengan keputusan
Gubernur yang bersangkutan, dengan mempertimbangkan fungsi jalan yang telah ditetapkan
sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) hanya untuk fungsi jalan kolektor
primer dua (JKP-2) dan fungsi jalan kolektor primer tiga (JKP-3), dan memperhatikan keputusan
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1).
(2) Penetapan secara berkala terhadap status jalan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan paling singkat 5 (lima) tahun.
(3) Penetapan secara berkala terhadap status jalan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan setelah pemberlakuan keputusan Gubernur mengenai fungsi jalan kolektor primer dua
(JKP-2) dan jalan kolektor primer tiga (JKP-3) di wilayah provinsi.
Pasal 50
(1) Proses penetapan status jalan provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1), dilakukan
dengan tahapan prosedur sebagai berikut :
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 28/37
(a) Gubernur memperhatikan keputusan Menteri mengenai penetapan status jalan nasional yang
berada di wilayah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) sebagai bahan
pertimbangan teknis;
(b) Gubernur membentuk tim evaluasi usulan status jalan provinsi yang terdiri atas unsur-unsur unit
pelaksana di wilayah provinsi yang terdiri dari dinas ke-binamarga-an, badan perencanaan
pembangunan daerah, dinas perhubungan, serta perwakilan dari kementerian yang menangani
urusan penyelenggaraan jalan nasional di wilayah provinsi;
(c) Untuk melaksanakan ketentuan pada huruf (b), maka tim evaluasi harus melakukan identifikasi
simpul-simpul kegiatan di wilayah provinsi berdasarkan data dan informasi pendukung yang
dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang;
(d) Tim evaluasi usulan status jalan provinsi menyerahkan hasil evaluasi kepada Gubernur untuk
ditindaklanjuti surat keputusan setelah memperhatikan .keputusan Menteri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf (a);
(2) Data dan informasi pendukung yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf (c) adalah :
(a) dokumen keputusan menteri yang membidangi urusan pemerintah dalam negeri tentang lokasi
ibukota administrasi wilayah provinsi, kabupaten, kota, dan desa;
(b) dokumen keputusan Menteri mengenai penetapan status jalan nasional yang melintasi wilayahprovinsi;
(c) dokumen keputusan Gubernur mengenai penetapan fungsi jalan kolektor primer dua (JKP-2)
dan jalan kolektor primer tiga (JKP-3);
(d) dokumen keputusan Gubernur mengenai penetapan kawasan strategis atau prioritas berskala
kepentingan provinsi, yang mampu membangkitkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan
keamanan bagi kepentingan publik di wilayah provinsi ;
(e) simpul transportasi berskala pelayanan provinsi berdasarkan RTRWP dan tatrawil, antara lain
bandara penyebaran sekunder/tersier, pelabuhan laut nasional, pelabuhan penyeberangan,
terminal tipe A/B, dan stasiun KA antar kota dalam wilayah provinsi;
(f) dokumen pengesahan analisa mengenai dampak lingkungan; dan
(g) dokumen status kepemilikan tanah pada rumija jalan provinsi.
(3) Gubernur menetapkan dokumen yang berupa surat keputusan Gubernur tentang penetapan status
jalan provinsi setelah pemberlakuan keputusan Gubernur mengenai fungsi jalan kolektor primer dua
(JKP-2) dan jalan kolektor primer tiga (JKP-3) dengan memperhatikan keputusan Menteri mengenai
penetapan jalan nasional yang berada di wilayah provinsi.
Paragraf 3
Jalan Kabupaten
Pasal 51
(1) Penetapan status suatu ruas jalan sebagai jalan kabupaten dilakukan secara berkala dengan
keputusan Bupati yang bersangkutan, dengan mempertimbangkan fungsi jalan yang telah ditetapkansebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) hanya untuk fungsi jalan kolektor
primer empat (JKP-4), dan Pasal 32 ayat (1) hanya untuk fungsi jalan lokal primer (JLP), serta
memperhatikan keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) dan keputusan
Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1).
(2) Penetapan secara berkala terhadap status jalan kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan paling singkat 5 (lima) tahun.
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 29/37
(3) Penetapan secara berkala terhadap status jalan kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan setelah mempertimbangkan keputusan Gubernur mengenai fungsi jalan kolektor primer
empat (JKP-4) dan jalan lokal primer (JLP) di wilayah kabupaten.
Pasal 52
(1) Proses penetapan status jalan kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51ayat (1), dilakukan
dengan tahapan prosedur sebagai berikut :
(a) Bupati memperhatikan keputusan Menteri mengenai penetapan status jalan nasional yang
berada di wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) sebagai bahan
pertimbangan teknis;
(b) Bupati memperhatikan keputusan Gubernur mengenai penetapan status jalan provinsi yang
berada di wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) sebagai bahan
pertimbangan teknis;
(c) Bupati membentuk tim evaluasi usulan status jalan kabupaten yang terdiri atas unsur-unsur unit
pelaksana di wilayah kabupaten yang terdiri dari dinas ke-binamarga-an, badan perencanaan
pembangunan daerah, dinas perhubungan, serta perwakilan dari pemerintahan provinsi yang
menangani urusan penyelenggaraan jalan provinsi di wilayah kabupaten;
(d) Untuk melaksanakan ketentuan pada huruf (c), maka tim evaluasi harus melakukan identifikasi
simpul-simpul kegiatan di wilayah kabupaten berdasarkan data dan informasi pendukung yang
dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang;
(e) Tim evaluasi usulan status jalan kabupaten menyerahkan hasil evaluasi kepada Bupati untuk
ditindaklanjuti surat keputusan setelah memperhatikan .keputusan Gubernur sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf (b);
(2) Data dan informasi pendukung yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf (d) adalah :
(a) dokumen keputusan menteri yang membidangi urusan pemerintah dalam negeri tentang lokasi
ibukota administrasi wilayah provinsi, kabupaten, kota, dan desa;
(b) dokumen keputusan Menteri mengenai penetapan status jalan nasional yang melintasi wilayahprovinsi dan kabupaten;
(c) dokumen keputusan Gubernur mengenai penetapan fungsi jalan kolektor primer empat (JKP-4)
dan jalan lokal primer (JLP);
(d) dokumen keputusan Bupati mengenai penetapan kawasan strategis atau prioritas berskala
kepentingan kabupaten, yang mampu membangkitkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan,
dan keamanan bagi kepentingan publik di wilayah kabupaten ;
(e) simpul transportasi berskala pelayanan kabupaten berdasarkan RTRWK dan tatralok kabupaten,
antara lain bandara penyebaran tersier, pelabuhan laut regional, pelabuhan penyeberangan,
terminal tipe B/C, dan stasiun KA antar kota dalam wilayah provinsi;
(f) dokumen pengesahan analisa mengenai dampak lingkungan; dan
(g) dokumen status kepemilikan tanah pada rumija jalan kabupaten.
(3) Bupati menetapkan dokumen yang berupa surat keputusan Bupati tentang penetapan status jalan
kabupaten setelah pemberlakuan keputusan Gubernur mengenai fungsi jalan kolektor primer empat
(JKP-4) dan jalan lokal primer (JLP) dengan memperhatikan keputusan Gubernur mengenai
penetapan jalan provinsi yang berada di wilayah kabupaten, memperhatikan keputusan Menteri
mengenai penetapan jalan nasional yang berada di wilayah kabupaten.
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 30/37
Paragraf 4
Jalan Kota
Pasal 53
(1) Penetapan status suatu ruas jalan sebagai jalan kota dilakukan secara berkala dengan keputusan
Walikota yang bersangkutan, dengan mempertimbangkan fungsi jalan yang telah ditetapkansebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) hanya untuk fungsi jalan arteri
sekunder (JAS), Pasal 38 ayat (1) hanya untuk fungsi jalan kolektor sekunder (JKS), Pasal 40 ayat
(1) hanya untuk fungsi jalan lokal sekunder (JLS), dan Pasal 42 ayat (1) hanya untuk fungsi jalan
lingkungan sekunder (JLing-S), serta memperhatikan keputusan Menteri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48 ayat (1) dan keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1).
(2) Penetapan secara berkala terhadap status jalan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan paling singkat 5 (lima) tahun.
(3) Penetapan secara berkala terhadap status jalan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
setelah mempertimbangkan keputusan Gubernur mengenai fungsi jalan arteri sekunder (JAS), jalan
kolektor sekunder (JKS), jalan lokal sekunder (JLS), dan jalan lingkungan sekunder (JLing-S) di
wilayah perkotaan.
Pasal 54
(1) Proses penetapan status jalan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1), dilakukan
dengan tahapan prosedur sebagai berikut :
(a) Walikota memperhatikan keputusan Menteri mengenai penetapan status jalan nasional yang
berada di wilayah kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) sebagai bahan
pertimbangan teknis;
(b) Walikota memperhatikan keputusan Gubernur mengenai penetapan status jalan provinsi yang
berada di wilayah perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) sebagai bahan
pertimbangan teknis;
(c) Walikota membentuk tim evaluasi usulan status jalan kota yang terdiri atas unsur-unsur unit
pelaksana di wilayah kota yang terdiri dari dinas ke-binamarga-an, badan perencanaan
pembangunan kota, dinas perhubungan, serta perwakilan dari pemerintahan provinsi yang
menangani urusan penyelenggaraan jalan provinsi di wilayah perkotaan;
(d) Untuk melaksanakan ketentuan pada huruf (c), maka tim evaluasi harus melakukan identifikasi
simpul-simpul kegiatan di wilayah kota berdasarkan data dan informasi pendukung yang
dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang;
(e) Tim evaluasi usulan status jalan kota menyerahkan hasil evaluasi kepada Walikota untuk
ditindaklanjuti surat keputusan setelah memperhatikan .keputusan Gubernur sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf (b);
(2) Data dan informasi pendukung yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf (d) adalah :(a) dokumen keputusan menteri yang membidangi urusan pemerintah dalam negeri tentang lokasi
ibukota administrasi wilayah provinsi, kabupaten, dan kota;
(b) dokumen keputusan Menteri mengenai penetapan status jalan nasional yang melintasi wilayah
provinsi dan kota;
(c) dokumen keputusan Gubernur mengenai penetapan fungsi jalan arteri sekunder (JAS), jalan
kolektor sekunder (JKS), jalan lokal sekunder (JLS), dan jalan lingkungan sekunder (JLing-S);
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 31/37
(d) dokumen keputusan Walikota mengenai penetapan kawasan strategis atau prioritas berskala
kepentingan kota, yang mampu membangkitkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan
keamanan bagi kepentingan publik di wilayah perkotaan ;
(e) simpul transportasi berskala pelayanan kota berdasarkan RTRW Kota dan tatralok kota, antara
lain bandara penyebaran sekunder/tersier, pelabuhan laut regional, pelabuhan penyeberangan,
terminal tipe A/B, dan stasiun KA antar wilayah provinsi;
(f) dokumen pengesahan analisa mengenai dampak lingkungan; dan
(g) dokumen status kepemilikan tanah pada rumija jalan kota.
(3) Walikota menetapkan dokumen yang berupa surat keputusan Walikota tentang penetapan status
jalan kota setelah pemberlakuan keputusan Gubernur mengenai fungsi jalan arteri sekunder (JAS),
jalan kolektor sekunder (JKS), jalan lokal sekunder (JLS), dan jalan lingkungan sekunder (JLing-S)
dengan memperhatikan keputusan Gubernur mengenai penetapan jalan provinsi yang berada di
wilayah kota, memperhatikan keputusan Menteri mengenai penetapan jalan nasional yang berada di
wilayah kota.
Paragraf 4
Jalan Desa
Pasal 55
(1) Penetapan status suatu ruas jalan sebagai jalan desa dilakukan secara berkala dengan keputusan
Bupati yang bersangkutan, dengan mempertimbangkan fungsi jalan yang telah ditetapkan
sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) hanya untuk fungsi jalan lingkungan
primer (JLing-P), serta memperhatikan keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48
ayat (1) dan keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1).
(2) Penetapan secara berkala terhadap status jalan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan paling singkat 5 (lima) tahun.
(3) Penetapan secara berkala terhadap status jalan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan setelah mempertimbangkan keputusan Gubernur mengenai fungsi jalan lingkungan primer(JLing-P) di wilayah perdesaan.
Pasal 56
(1) Proses penetapan status jalan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1), dilakukan
dengan tahapan prosedur sebagai berikut :
(a) Bupati memperhatikan keputusan Menteri mengenai penetapan status jalan nasional yang
melintasi wilayah perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) sebagai bahan
pertimbangan teknis;
(b) Bupati memperhatikan keputusan Gubernur mengenai penetapan status jalan provinsi yang
melintasi wilayah perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) sebagai bahan
pertimbangan teknis;
(c) Bupati membentuk tim evaluasi usulan status jalan desa yang terdiri atas unsur-unsur unit
pelaksana di wilayah kabupaten yang terdiri dari dinas ke-binamarga-an, badan perencanaan
pembangunan daerah, dinas perhubungan;
(d) Untuk melaksanakan ketentuan pada huruf (c), maka tim evaluasi harus melakukan identifikasi
simpul-simpul kegiatan di wilayah desa berdasarkan data dan informasi pendukung yang
dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang;
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 32/37
(e) Tim evaluasi usulan status jalan desa menyerahkan hasil evaluasi kepada Bupati untuk
ditindaklanjuti surat keputusan setelah memperhatikan .keputusan Gubernur sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf (b);
(2) Data dan informasi pendukung yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf (d) adalah :
(a) dokumen keputusan bupati yang membidangi urusan pemerintah dalam negeri tentang lokasi
ibukota administrasi wilayah kecamatan dan desa;
(b) dokumen keputusan Menteri mengenai penetapan status jalan nasional yang melintasi wilayah
perdesaan;
(c) dokumen keputusan Gubernur mengenai penetapan fungsi jalan lingkungan primer (JLing-P);
(d) dokumen keputusan bupati mengenai penetapan kawasan strategis atau prioritas berskala
kepentingan desa, yang mampu membangkitkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan
keamanan bagi kepentingan publik di wilayah perdesaan ;
(e) simpul transportasi berskala pelayanan desa berdasarkan RTRWK dan tatralok kabupaten; dan
(f) dokumen status kepemilikan tanah pada rumija jalan desa.
(3) Bupati menetapkan dokumen yang berupa surat keputusan Bupati tentang penetapan status jalan
desa setelah pemberlakuan keputusan Gubernur mengenai fungsi jalan lingkungan primer (JLing-P).
Bagian Ketiga
Pengesahan
Pasal 57
(1) Pengesahan status jalan nasional dilakukan dengan rapat khusus penetapan status jalan nasional
antara unit instansi pelaksana Menteri dengan unit instansi pelaksana kementerian yang mengurus
pemerintahan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan beserta kementerian yang mengurus
pemerintahan bidang perencanaan dan pembangunan nasional.
(2) Rapat khusus penetapan status jalan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
setelah pengesahan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan primer sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (1).
(3) Setelah rapat khusus penetapan status jalan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
selanjutnya Menteri menetapkan surat keputusan tentang penetapan status jalan nasional.
Pasal 58
(1) Pengesahan status jalan provinsi dilakukan dengan rapat khusus penetapan status jalan provinsi
antara unit instansi pelaksana terkait di lingkungan pemerintahan provinsi dengan unit instansi
pelaksana kementerian yang mengurusi pemerintahan bidang prasarana jalan serta
mempertimbangkan keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3).(2) Rapat khusus penetapan status jalan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
setelah pengesahan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan primer sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (3).
(3) Setelah rapat khusus penetapan status jalan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
selanjutnya Gubernur menetapkan surat keputusan tentang penetapan status jalan provinsi.
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 33/37
Pasal 59
(1) Pengesahan status jalan kabupaten/kota dilakukan dengan rapat khusus penetapan status jalan
kabupaten/kota antara unit instansi pelaksana terkait di lingkungan pemerintahan kabupaten/kota
dengan unit instansi pelaksana pemerintahan provinsi serta mempertimbangkan keputusan Gubernur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (3).
(2) Rapat khusus penetapan status jalan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan setelah pengesahan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan primer sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) dan pengesahan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1).
(3) Setelah rapat khusus penetapan status jalan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
selanjutnya Bupati/Walikota menetapkan surat keputusan tentang penetapan status jalan kabupaten/
kota.
Pasal 60
(1) Pengesahan status jalan desa dilakukan dengan rapat khusus penetapan status jalan desa antara
unit instansi pelaksana terkait di lingkungan pemerintahan kabupaten dengan unit instansi pelaksanapemerintahan provinsi serta mempertimbangkan keputusan Bupati sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59 ayat (3).
(2) Rapat khusus penetapan status jalan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
setelah pengesahan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan primer sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (3).
(3) Setelah rapat khusus penetapan status jalan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selanjutnya
Bupati menetapkan surat keputusan tentang penetapan status jalan desa.
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI
Bagian Pertama
Monitoring
Pasal 61
(1) Monitoring terhadap fungsi jalan dilakukan dengan mencermati data dan informasi pendukung secara
berkala yang dapat mempengaruhi perubahan kinerja pemanfaatan dan pelayanan jalan.
(2) Data dan informasi yang dimonitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah :
(a) perubahan kebijakan pembangunan nasional yang berdampak terhadap pembangunan di tingkat
provinsi dan kabupaten/kota;
(b) perubahan rencana tata ruang (RTRWN, RTRWP, RTRWK, dan/atau RTRW Kota) besertaperubahan simpul-simpul kegiatan nasional, wilayah, dan lokal.
(c) hasil uji laik fungsi jalan eksisting terhadap persyaratan teknis sesuai fungsi jalan;
(d) perubahan dokumen perencanaan transportasi (tatranas, tatrawil, tatralok) beserta perubahan
simpul-simpul transportasi seluruh moda transportasi yang berhubungan dengan sistem jaringan
jalan;
(e) perubahan kebijakan kawasan strategis/prioritas berskala pelayanan nasional, provinsi,
kabupaten/kota;
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 34/37
(f) tingkatan gangguan terhadaap fungsi pelayanan dan manfaat jalan eksisting akibat kegiatan
prasarana lokal yang berada di sekitar jalan.
(3) Monitoring fungsi jalan secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling singkat
5 (lima) tahun.
(4) Monitoring terhadap data dan informasi yang mempengaruhi fungsi jalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dapat berdampak langsung terhadap monitoring status jalan eksisting.
Bagian Kedua
Evaluasi
Pasal 62
(1) Evaluasi terhadap fungsi jalan secara berkala dilakukan setelah mencermati fenomena data dan
informasi pendukung yang mempengaruhi fungsi jalan.
(2) Evaluasi fungsi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan penilaian terhadap :
(a) tingkat keselarasan sistem jaringan jalan primer hasil kebijakan wilayah provinsi/kabupaten/kota
terhadap kebijakan pembangunan nasional;
(b) tingkat keserasian perubahan simpul-simpul kegiatan wilayah dan lokal di dalam RTRWPterhadap simpul-simpul kegiatan di dalam RTRWN;
(c) tingkat kesesuaian hasil uji laik fungsi jalan secara teknis terhadap persyaratan teknis (aspek
keamanan dan keselamatan) sesuai fungsi jalan yang dievaluasi;
(d) tingkat kesesuaian sistem jaringan jalan primer terhadap perubahan fungsi simpul-simpul
transportasi berdasarkan perubahan kebijakan tata ruang wilayah dan perencanaan sistem
transportasi;
(e) tingkat kesesuaian sistem jaringan jalan primer dan/atau sekunder terhadap perubahan kawasan
strategis/prioritas berskala nasional, wilayah, kabupaten/kota berdasarkan kebijakan Menteri,
Gubernur, Bupati/Walikota; dan
(f) tingkat penurunan kinerja pelayanan ruas jalan atau jaringan jalan akibat gangguan fungsi dan
manfaat jalan akibat aktivitas prasarana lokal yang berada di sekitar jalan.(3) Evaluasi fungsi jalan secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling singkat 5
(lima) tahun.
(4) Evaluasi terhadap fenomena data dan informasi yang mempengaruhi fungsi jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat berdampak langsung terhadap evaluasi status jalan
eksisting.
Bagian Ketiga
Perubahan Fungsi Jalan
Pasal 63
(1) Perubahan fungsi jalan pada suatu ruas jalan dapat dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut :
(a) ruas jalan yang dimaksud berperan penting dalam pelayanan terhadap wilayah yang lebih luas
daripada wilayah sebelumnya;
(b) ruas jalan yang dimaksud semakin dibutuhkan masyarakat dalam rangka pengembangnan
sistem transportasi;
(c) ruas jalan yang dimaksud lebih banyak melayani masyarakat dalam wilayah wewenang
penyelenggara jalan yang baru; dan/atau
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 35/37
(d) peranan ruas jalan yang dimaksud semakin berkurang, dan/atau luas wilayah yang dilayani oleh
ruas jalan yang dimaksud semakin sempit.
(2) Perubahan fungsi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diusulkan oleh penyelenggara
jalan sebelumnya kepada penyelenggara jalan yang akan menerima.
(3) Dalam hal usulan perubahan fungsi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, maka
penyelenggara jalan yang menyetujuinya dapat mengusulkan penetapan perubahan fungsi jalan
dalam sistem jaringan jalan primer kepada pejabat yang berwenang dengan mengikuti tahapan
prosedur usulan fungsi jalan sebagaimana dimaksud dalam :
(a) Pasal 27 untuk usulan fungsi jalan arteri primer (JAP);
(b) Pasal 29 untuk usulan fungsi jalan kolektor primer satu (JKP-1);
(c) Pasal 31 untuk usulan fungsi jalan kolektor primer dua (JKP-2), jalan kolektor primer tiga (JKP-3),
dan jalan kolektor primer empat (JKP-4);
(d) Pasal 33 untuk usulan fungsi jalan lokal primer (JLP); dan
(e) Pasal 35 untuk usulan fungsi jalan lingkungan primer (JLing-P).
(4) Dalam hal usulan perubahan fungsi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, maka
penyelenggara jalan yang menyetujuinya dapat mengusulkan penetapan perubahan fungsi jalan
dalam sistem jaringan jalan sekunder kepada pejabat yang berwenang dengan mengikuti tahapan
prosedur usulan fungsi jalan sebagaimana dimaksud dalam :(a) Pasal 37 untuk usulan fungsi jalan arteri sekunder (JAS);
(b) Pasal 39 untuk usulan fungsi jalan kolektor sekunder (JKS);
(c) Pasal 41 untuk usulan fungsi jalan lokal sekunder (JLS); dan
(d) Pasal 43 untuk usulan fungsi jalan lingkungan sekunder (JLing-S).
(5) Perubahan fungsi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rentang waktu paling
singkat 5 (lima) tahun.
Bagian Keempat
Perubahan Status Jalan
Pasal 64
(1) Perubahan fungsi jalan pada suatu ruas jalan dapat dilakukan setelah perubahan fungsi jalan
ditetapkan.
(2) Perubahan status jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diusulkan oleh penyelenggara
jalan sebelumnya kepada penyelenggara jalan yang akan menerima;
(3) Dalam hal usulan perubahan status jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, maka
penyelenggara jalan yang menyetujuinya dapat mengusulkan penetapan perubahan status jalan
kepada pejabat yang berwenang dengan mengikuti tahapan prosedur penetapan status jalan
sebagaimana dimaksud dalam :
(a) Pasal 48 untuk penetapan status jalan nasional;
(b) Pasal 50 untuk penetapan status jalan provinsi;(c) Pasal 52 untuk penetapan status jalan kabupaten;
(d) Pasal 54 untuk penetapan status jalan kota; dan
(e) Pasal 56 untuk penetapan status jalan desa.
(4) Perubahan status jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rentang waktu paling
singkat 5 (lima) tahun.
(5) Penyelenggara sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap bertanggung jawab atas
penyelenggaraan jalan tersebut sebelum status jalan ditetapkan.
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 36/37
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 65
(1) Pemenuhan prosedur penetapan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan primer pada ruas jalan
baru maupun ruas jalan yang sudah dioperasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 sampaidengan Pasal 35 paling lambat 3 (tiga) tahun sejak peraturan Menteri ini diberlakukan, diawali
dengan monitoring dan evaluasi fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan primer yang wajib dimulai
paling lambat 1 (satu) tahun sejak peraturan Menteri ini ditetapkan.
(2) Pemenuhan prosedur penetapan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder pada ruas jalan
baru maupun ruas jalan yang sudah dioperasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 sampai
dengan Pasal 43 paling lambat 3 (tiga) tahun sejak peraturan Menteri ini diberlakukan, diawali
dengan monitoring dan evaluasi fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder yang wajib
dimulai paling lambat 1 (satu) tahun sejak peraturan Menteri ini ditetapkan.
(3) Pemenuhan prosedur penetapan status jalan pada ruas jalan baru maupun ruas jalan yang sudah
dioperasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 56 paling lambat 3 (tiga)
tahun sejak peraturan Menteri ini diberlakukan, diawali dengan monitoring dan evaluasi status jalan
yang wajib dimulai paling lambat 1 (satu) tahun sejak pemenuhan prosedur fungsi jalan sudah
ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Mekanisme penetapan fungsi dan status jalan yang berlaku sebelum peraturan Menteri ini, perlu
disesuaikan dengan berlakunya ketentuan tentang pedoman penetapan jalan menurut fungsi dan
status sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 66
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum ini mulai berlaku pada anggal diundangkan. Agar setiap orang
dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal ......................................... 2011
MENTERI PEKERJAAN UMUM,
DJOKO KIRMANTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal ...
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR...
5/10/2018 Rapermen Fungsi Dan Status (Draft-1) - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rapermen-fungsi-dan-status-draft-1 37/37
top related