psikosomatik dan tubektomi
Post on 15-Jan-2016
12 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PSIKOSOMATIK
Kelainan psikosomatik bukan hanya disebabkan oleh kelainan organik atau
fungsional, namun perlu ditelusuri kelainan yang mungkin terjadi dari segi kejiwaan,
lingkungan, pendidikan, sosial, budaya, agama, dll.
Diagnosis : - Mungkin ada kelainan organik.
- Konflik emosional yang memiliki hubungan langsung dengan
gejala yang dapat ditemukan pada alat kandungan.
Emosi dan pikiran secara tidak sadar (refleks) dapat memengaruhi fungsi tubuh :
1. Parasimpatis : muka merah, pucat
2. Otot polos : buang air kecil karena ketakutan
3. Simpatis : jantung berdebar
4. Sekresi ekstern (berkeringat) dan sekresi intern (adrenalin)
5. Kesadaran : pingsan
Faktor predisposisi :
- Ketidakmatangan psikoseksual
- Pengaruh kepercayaan atau agama
- Pendidikan, lingkungan, pengalaman masa lalu
Stress yang tidak mampu dihadapi dapat memicu munculnya kelainan organik,
sehingga :
- Diperlukan pemeriksaan organik dan psikososial pasien
- Stress dapat berupa rasa takut, kecewa, khawatir, dll.
- 33% pasien yang periksa ke dokter kandungan karena kelainan
psikosomatik tanpa atau dengan kelainan organik (Lock &
Donelly)
- Sangat diperlukan anamnesis yang cermat dan menyeluruh,
termasuk kehidupan seksual dan sosial pasien di masa sekarang,
masa lampau, serta pemikirannya di masa depan.
Petunjuk yang digunakan untuk mengidentifikasi kelainan psikosomatik :
1. Sikap pasien
Nervous, ragu-ragu, menangis, dsb.
2. Cara pasien menyampaikan keluhan
Berlebihan, mencoba menyembunyikan, sulit memperoleh informasi yang
diharapkan.
3. Onset penyakit
Hubungan penyakit sekarang dengan kejadian yang mendahuluinya,
misalnya : perceraian, PHK, istri kedua, dll.
4. Hubungan dengan lingkungan
Lakukan alloanamnesis terhadap suami, keluarga pasien.
5. Mudah dipengaruhi
Pasien menjawab iya setiap gejala yang ditanyakan meskipun tidak sesuai
dengan kelainan organik yang ditemukan saat pemeriksaan.
6. Tidak ditemukan gejala yang sesuai dengan hasil pemeriksaan organik
Kadang kelainan organik nyata tidak disertai keluhan, misalnya mioma uteri,
karsinoma stadium dini.
7. Sering berganti dokter
Pasien merasa tidak percaya atau penyakitnya tetap tidak sembuh setelah
datang ke satu dokter.
8. Berganti-ganti gejala selama pengobatan
Ketika gejala yang satu hilang, timbul gejala lain yang berbeda.
9. Gejala atau kombinasi gejala yang khas untuk penyakit psikosomatik
Frigiditas (gagal mencapai orgasmus), anorgasmus (tidak bisa orgasme),
dispareunia (nyeri saat koitus), vaginismus (nyeri vagina), nimfomania,
pseudosiesis, hiperemesis gravidarum pada kehamilan sangat muda, amenorea
tanpa kelainan organik, dll.
10. Psikoanalisis
Percobaan Jung dan analisis mimpi untuk memperoleh keterangan tentang
dunia di bawah sadar.
Kelainan ginekologik ditinjau dari sudut psikosomatik :
1. Gangguan haid
Wanita yang sangat emosional akan menganggap haid sebagai sesuatu yang
berlebihan.
2. Amenorea
Adanya kecemasan atau stress yang tidak mampu dihadapi (konflik-situasi),
untuk menarik perhatian, sangat ingin hamil (pseudosiesis), ketakutan, dll.
Pada keadaan ini terjadi gangguan fungsi korterks serebri – hipotalamus –
hipofisis yang menyebabkan kelainan sekresi hormon gonad.
a. Pseudosiesis : amenorea + tanda kehamilan tidak pasti
b. Amenorea asrama : pergantian pekerjaan, lingkungan.
c. Amenorea ketakutan : adanya perang, dsb.
d. Amenorea pada anoreksia nervosa.
e. Amenorea pada penyakit jiwa : skizofrenia, depresi.
3. Hiper-/polimenorea
Haid lebih banyak dan lebih lama, jarak antarhaid memendek. Terjadi karena
tegangan jiwa, ketakutan, kecemasan dalam hubungan seks, keluarga, kerja.
4. Dismenorea
a. Primer : peningkatan prostaglandin yang mengakibatkan nyeri haid, cukup
diterapi simtomatis dengan analgetika.
b. Sekunder : kelainan patologik alat reproduksi.
5. Tegangan pra-haid
a. Gejala psiko-emosional : perasaan tertekan, sukar konsentrasi, mudah
tersinggung, mudah marah, cemas berlebihan.
b. Gejala fisik : sefalgia, insomnia, rasa penuh di perut dan payudara.
6. Abortus
a. Abortus habitualis : ketakutan, ketidaksiapan akan kehamilan.
b. Abortus provokatus : kurangnya dukungan dari pasangan, keluarga,
kehamilan yang tidak diinginkan, dll. Abortus provokatus boleh
dilaksanakan oleh dokter atas pertimbangan medis, sosio-ekonomi, atau
apabila ibu mengalami kelainan psikologik dengan tujuan untuk
kepentingan ibu di masa depan.
7. Kontrasepsi
Ketidakcocokan dengan naluri untuk hamil lagi.
8. Infertilitas atau subinfertilitas
Kecemasan dan ketakutan berlebihan spasme utero-tubal junction.
9. Histerektomia
Terjadi disintegrasi kewanitaan depresi, keributan rumah tangga, dll.
10. Klimakterium dan menopause
Perasaan takut akan kehilangan libido, rasa cinta suami, terkena kanker, dll.
Efek nyata penurunan estrogen yang sudah pasti adalah hot flushes dan atrofi
vaginal.
TUBEKTOMI
- Kontrasepsi menetap pada wanita dengan jalan bedah, mengoklusi tuba falopii
(mengikat dan memotong atau memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat
bertemu dengan ovum.
Profil :
a. Sangat efektif dan permanen.
b. Pembedahan yang aman dan sederhana.
c. Tidak ada efek samping.
d. Konseling dan informed consent mutlak diperlukan.
Jenis :
a. Minilaparotomi
b. Laparoskopi
Manfaat :
a. Sangat efektif
b. Tidak memengaruhi proses menyusui
c. Tidak bergantung pada faktor senggama
d. Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi resiko kesehatan serius.
e. Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi lokal.
f. Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
g. Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (produksi hormon ovarial)
h. Berkurangnya resiko kanker ovarium.
Keterbatasan :
a. Harus dipertimbangkan sifat permanen metode (tidak dapat dipulihkan
kembali), kecuali dengan operasi rekanalisasi.
b. Klien dapat menyesal di kemudian hari.
c. Resiko komplikasi kecil
d. Sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek pasca tindakan
e. Dilakukan oleh dokter yang terlatih (spesialis ginekologi atau bedag untuk
laparoskopi)
f. Tidak melindungi dari IMS, HIV/AIDS.
Isu-isu klien :
a. Klien memiliki hak untuk berubah pikiran setiap waktu sebelum tindakan.
b. Informed consent harus diperoleh dan standard consent form harus
ditandatangani oleh seorang saudara atau pihak yang bertanggung jawab atas
seorang klien yang kurang paham atau tidak dapat memberika informed
consent, misalnya individu tidak kompeten secara kejiwaan.
Yang dapat menjalani tubektomi :
a. Usia > 26 tahun
b. Paritas > 2
c. Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan kehendaknya.
d. Kehamilan akan menimbulkan resiko kesehatan serius.
e. Pascapersalinan
f. Pascakeguguran
g. Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur.
Keadaan yang memerlukan kehati-hatian :
a. Penyakit jantung, pembekuan darah, radang panggul, obesitas, diabetes
harus dilakukan di RS tipe A atau B yang fasilitasnya memadai.
b. Anak tunggal/belum punya anak nasehati dan bantu memilih metode
kontrasepsi lainnya yang sesuai.
Yang sebaiknya tidak menjalani tubektomi :
a. Hamil atau curiga hamil
b. Perdarahan vaginal yang belum dievaluasi penyebabnya
c. Infeksi sistemik atau pelvik akut (hingga masalah itu disembuhkan atau
dikontrol)
d. Tidak boleh menjalani proses pembedahan
e. Kurang pasti dengan keinginannya untuk infertilitas di masa depan
f. Belum memberikan persetujuan tertulis.
Kapan dilakukan :
a. Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional klien
tersebut tidak hamil.
b. Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi)
c. Pascapersalinan
- Minilap : dalam 2 hari atau setelah 6 atau 12 minggu
- Laparoskopi : tidak dianjurkan
d. Pascakeguguran
- TM I : dalam 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik
(minilap atau laparoskopi)
- TM II : dalam 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik
(minilap saja).
Penangan komplikasi
1. Infeksi luka : antibiotik yang sesuai, bila abses lakukan drainase juga.
2. Demam pascaoperasi ( > 38° C ) : obati infeksi yang ditemukan
3. Luka pada kandung kemih, intestinal : reparasi primer
4. Hematoma (subkutan) : gunakan packs yang hangat dan lembab
5. Emboli gas akibat laparoskopi (jarang sekali) : resusitasi intensif (cairan
intravena, RJP, tindakan penunjang lainnya).
6. Sakit pada lokasi pembedahan : infeksi atau abses terapi yang sesuai
7. Perdarahan superficial : mengontrol perdarahan, obati sesuai temuan.
Instruksi kepada klien :
a. Jaga luka operasi tetap kering dan bersih hingga pembalut dilepaskan. Mulai
aktivitas normal setelah 7 hari.
b. Hindari hubungan intim hingga merasa cukup nyaman.
c. Hindari mengangkat benda berat dan bekerja keras selama 1 minggu.
d. Kalau sakit, minum analgetik 1 atau 2 tablet tiap 4 – 6 jam.
e. Jadwalkan kunjungan rutin antara 7 dan 14 hari pascapembedahan.
f. Kembali setiap timbul gejala tidak biasa.
Informasi umum :
a. Nyeri bahu selama 12 – 24 jam pasca laparoskopi relatif lazim dialami karena
gas (CO2 atau udara) di bawah diafragma, sekunder terhadap
pneumoperitoneum.
b. Tubektomi efektif setelah operasi.
c. Periode menstruasi akan berlanjut seperti biasa. (Apabila mempergunakan
metode hormonal sebelum prosedur, jumlah dan durasi haid dapat meningkat
setelah pembedahan).
d. Tubektomi tidak memberi perlindungan terhadap IMS, HIV/AIDS. Apabila
pasangannya beresiko, sebaiknya menggunakan kondom bahkan setelah
tubektomi.
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kandungan Edisi Kedua. Jakarta : P.T. Bina
Pustaka.
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi Edisi
II. Jakarta : P.T. Bina Pustaka.
top related