proposal tesis hillmy mph bab i
Post on 05-Jan-2016
9 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
A. Latar Belakang Masalah
Dalam era globalisasi saat ini, kondisi dan perkembangan ekonomi suatu
negara tidak terlepas dari strategi dan kebijakan pemerintah menciptakan
aturan main dalam bidang ekonomi masyarakat dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan hidup rakyat. Persaingan usaha sebagai instrument dalam
mendorong perscepatan petumbuhan ekonomi merupakan salah satu faktor
yang mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, oleh karena itu iklim
persaingan antar pelaku usaha haruslah dijaga dan dipertahankan baik oleh
sesama pelaku usaha maupun oleh pemerintah. Perusahaan-perusahaan
nasional diharapkan mampu meningkatkan daya saing yang tidak hanya di
lingkup nasional, tetapi juga di lingkup global sehubungan dengan iklim
persaingan usaha yang semakin bebas. Untuk mendukung iklim persaingan
usaha yang sehat, diperlukan adanya pengaturan tentang batas-batas yang
boleh dan tidak boleh dilakukan dalam persaingan usaha tersebut dalam
tatanan kehidupan perekonomian Indonesia.
Salah satu bentuk pengaturan Pemerintah Indonesia terhadap persaingan
usaha yang sehat adalah dengan memberlakukan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat (UU 5 Tahun 1999). Salah satu dasar pertimbangan bagi Pemerintah
untuk membentuk undang-undang ini adalah keinginan untuk memberlakukan
sistem demokrasi dalam bidang ekonomi sehingga menghasilkan mekanisme
pasar persaingan yang wajar.1
Regulasi pengadaan barang dan/ atau jasa di lingkungan pemerintah
telah beberapa kali mengalami penyempurnaan dengan tujuan untuk
mendapatkan barang atau jasa yang berkualitas, sehingga memberikan
manfaat optimal bagi negara dalam pembangunan2. Prinisp dasar yang dianut
dalam proses pengadaan (tender) tersebut antara lain adalah keterbukaan 1Indonesia, (a), Undang-undang tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat, UU No. 5 Tahun 1999, LN No. 33 Tahun 1999, TLN No. 3817, konsideran huruf (b) menyatakan bahwa demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran barang dan atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif dan efisien, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar.
2
(transparansi), non-diskriminatif, serta efektivitas dan efisiensi. Keterbukaan
diartikan bahwa proses pengadaan dilakukan dengan memberikan informasi
secara luas dan jelas kepada seluruh calon peserta yang berpotensi mengikuti
proses tender tanpa terkecuali. Calon peserta juga harus diperlakukan secara
adil dalam setiap tahapan, sehingga tidak terdapat perlakuan non-diskriminatif
diantara para peserta. Dengan adanya proses tender yang adil, transaparan dan
seimbang diharapkan akan diperoleh barang dan/ atau jasa yang tepat dan
terukur sesuai kebutuhan pembanungan negara.
Meskipun pemerintah berusaha meningkatkan sistem pengadaan yang
adil melalui metode e-procurement, namun masih banyak ditemukan
pengadaan barang dan/ atau jasa secara kolusif, baik bersifat vertical yang
melibatkan panitia maupun horizontal di kalangan para peserta tender. Hal ini
terlihat dari data laporan yang masuk ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) dimana berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,
KPPU merupakan lembaga yang salah satu kewenangannya adalah menangani
perkara persekongkolan tender, selain perjanjian/ kegiatan anti persaingan
lainnya.3 Dalam perspektif KPPU, persekongkolan tender adalah bagian dari 4
(empat) jenis praktik hardcore cartel, yaitu persekongkolan tender, pembagian
wilayah, pengaturan suplai serta pengaturan harga.4 Jika mengacu pada kasus
yang ditangani KPPU selama periode 2006 – 2012, dari 173 perkara yang
sudah diputuskan, 56 % atau 97 perkara di antaranya adalah perkara terkait
persekongkolan tender pengadaan barang dan jasa sementara 76 perkara
lainnya terkait perkara penetapan harga dan pengaturan suplai serta
penyalahgunaan posisi dominan. Total nilai proyek dari 97 perkara tender ini
adalah sebesar Rp. 12,35 triliun yang merupakan gabungan dari proyek
swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
2Indonesia, (b), Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, PP No. 54 Tahun 2010 jo. Peraturan Presiden tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, PP No. 70 Tahun 2012.
3Indonesia, (a), op.cit., Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
4Komisi Pengawas Persaingan Usaha, “8,6 Triliun, Nilai Persekongkolan Tender” http://www.kppu.go.id/id/blog/2013/01/86-triliun-nilai-persekongkolan-tender/, diunduh 3 Oktober 2014
Universitas Indonesia
3
(APBD). 75 (tujuh puluh lima) dari 97 putusan tender ini terbukti telah
terjadinya persekongkolan tender yang totalnya senilai Rp. 8,6 Triliun.5
Peningkatan laporan persekongkolan tender, baik melalui laporan
masyarakat maupun surat tembusan dari proses sanggah dan/ atau sanggah
banding menunjukan bahwa pembentukan peraturan baru di bidang pengadaan
barang dan/ atau jasa pemerintah belum membawa dampak signifikan pada
turunnya jumlah persekongkolan, sebagai salah satu wujud terbentuknya
sistem pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Di lain pihak, muncul
gagasan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk melakukan
sinergi dalam proses pengadaan barang dan/ atau jasa dengan cara melakukan
penunjukan antara BUMN yang terafiliasi, antara anak dan induk perusahaan.6
Ketentuan ini didasarkan pada Surat Edaran Menteri BUMN Nomor
SE-03/MBU.S/2009 yang diterbitkan Kementerian BUMN berkaitan dengan
upaya mendukung sinergi antara sesama BUMN dan/ atau dengan anak-anak
perusahaannya. Hal ini dilatarbelakangi oleh Peraturan Menteri Negara
BUMN Nomor 05/MBU/2008 tanggal 3 September 2008 khususnya Pasal 2
ayat (4) dan Pasal 13 ayat (2) yang mengatur hal-hal sebagai berikut :
1) Pasal 2 ayat (4) : Pengguna Barang dan Jasa mengutamakan sinergi antara
BUMN dan/ atau Anak Perusahaan sepanjang barang dan jasa tersebut
merupakan hasil produksi BUMN dan/ atau Anak Perusahaan yang
bersangkutan, dan sepanjang kualitas, harga dan tujuannya dapat
dipertanggungjawabkan.
2) Pasal 13 ayat (2) : Direksi BUMN wajib menyusun ketentuan internal
(Standard Operating and Procedure) untuk penyelenggaraan Pengadaan
Barang dan Jasa, termasuk prosedur sanggahan dengan berpedoman pada
Peraturan Menteri Negara BUMN ini.
Adapun tujuan sinergi BUMN adalah melakukan proses pengadaan
secara cepat, fleksibel, kompetitif, efisien dan efektif tanpa kehilangan
momentum bisnis sehingga mengakibatkan kerugian perusahaan. Pada tahun
2012, Kementerian BUMN kembali mengeluarkan Peraturan Menteri BUMN
5Ibid.6Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Sinergi antar BUMN, Surat Edaran Menteri
BUMN Nomor : SE-03/MBU.S/2009.
Universitas Indonesia
4
Nomor 15 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara
BUMN Nomor 05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan
Pengadaan Barang dan Jasa BUMN (Permen Nomor 15 Tahun 2012). Latar
belakang penerbitan Permen Nomor 15 Tahun 2012 ini adalah sebagai bentuk
dukungan dilakukannya sinergi BUMN, anak perusahaan dan sinergi BUMN
dengan anak perusahaan.7
Untuk menunjang kegiatan usahanya, PT PLN (Persero) menggunakan
kebijakan tentang pengadaan barang dan jasa di lingkungannya sebagaimana
tertuang dalam Surat Keputusa Direksi PT PLN (Persero) Nomor
0620.K/DIR/2013 (SK Dir 0620 Tahun 2013). SK Dir 0620 Tahun 2013 ini
diterbitkan dengan dasar pertimbangan :8
a) bahwa pengadaan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) dapat dibiayai oleh dana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) dan/atau pengadaan barang dan atau jasa yang
sebagian atau seluruhnya dibiayai dari pinjaman/hibah luar negeri (PHLN)
maupun tanpa menggunakan dana APBN.
b) bahwa BUMN selaku badan usaha perlu meIakukan pengadaan barang dan
jasa secara cepat, fleksibel, efisien dan efektif agar tidak kehilangan
momentum bisnls yang dapat menimbulkan kerugian, sehingga diperlukan
pedoman pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang dapat memenuhi
kebutuhan bisnis dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip efisien,
efektif kompetitif, transparan, adil dan wajar, serta akuntabel.
c) bahwa pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh BUMN dengan
menggunakan dana seIain dana langsung dari APBN/APBD memerlukan
tata cara tersendiri yang diatur oleh Direksi berdasarkan pedoman umum
yang ditetapkan oleh Menteri yang mewakili Pemerintah sebagai
pemegang saham/pemilik modal Negara pada BUMN sebagaimana diatur 7Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Peraturan Menteri BUMN tentang
Perubahan Perubahan atas Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor 05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN, Peraturan Menteri BUMN Nomor 15 Tahun 2012, bagian menimbang.
8Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik NegaraTentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara, Peraturan Menteri BUMN No. Per-05/MBU/2008, bagian menimbang.
Universitas Indonesia
5
dalam Pasal 99 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang
Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik
Negara.
SK Dir 0620 Tahun 2013 ini memuat berbagai ketentuan tentang
pengadaan barang dan jasa termasuk dalam hal penunjukan rekanan. Rekanan
dalam hal ini termasuk diantaranya anak perusahaan PT PLN (Persero).
Regulasi tentang pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN ini
menimbulkan polemik di kalangan dunia usaha, terutama berkaitan dengan
aspek prinsip persaingan seperti tindakan diskriminatif berupa barrier to entry
pelaku usaha non-BUMN di bidang usaha sejenis bagi pelaku usaha lainnya
dalam bentuk regulasi, serta in-efisiensi dalam hal tidak ditemukan barang
atau jasa dengan harga yang wajar. Salah satu proyek pengadaan jasa yang
dilakukan oleh PT PLN (Persero) adalah pengadaan tenaga kerja di seluruh
kantor PT PLN (Persero) di Indonesia. Untuk proyek ini, PT PLN (Persero)
melakukan penunjukan langsung salah satu anak perusahaannya. Penunjukan
langsung dengan menunjuk anak perusahaannya sendiri apabila tidak disertai
dengan analisa dan dasar hukum yang tepat dapat mengganggu iklim
persaingan usaha para pelaku usaha yang tidak dapat ambil bagian dalam
pengadaan barang jasa tersebut, dimana hal ini bertentangan dengan salah satu
tujuan UU No. 5 Tahun 1999 yakni “memberi kesempatan yang sama kepada
setiap warga negara atau pelaku usaha untuk menjalankan kegiatan usaha”
serta menciptakan iklim usaha yang sehat, kondusif dan kompetitif”.9
B. Pokok Permasalahan
Dengan adanya berbagai peraturan pemerintah yang mengatur tentang
pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah khususnya dalam hal ini
9Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Kencana Prenada Media Group : Jakarta, 2008, hlm. 15
Universitas Indonesia
6
diwakili oleh PT PLN (Persero), maka Penulis menemukan beberapa pokok
permasalahan yang akan dibahas dalam proposal ini yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimanakah dasar pengaturan tentang penunjukan langsung anak
perusahaan dan/ atau pihak terafiliasi PT PLN (Persero) dalam pengadaan
barang dan/ atau jasa?
2. Bagaimana lembaga pengawas persaingan usaha (KPPU) menangani
praktek Penunjukan Langsung dalam kegiatan pengadaan barang dan/ atau
jasa di PT PLN (Persero) berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memberi gambaran
mengenai praktek penunjukan langsung sebagai salah satu metode pengadaan
barang dan jasa di lingkungan Badan Usaha Milik Negara, dalam hal ini PT
PLN (Persero) dan kaitannya dengan prinsip persaingan usaha menurut
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Disamping itu, tujuan khusus yang
ingin dicapai dengan adanya penelitian ini adalah :
1. Memberikan penjelasan tentang dasar penunjukan langsung anak
perusahaan dan/ atau pihak terafiliasi PT PLN (Persero) dalam
pengadaan barang/ dan jasa.
2. Memberikan penjelasan tentang peranan lembaga pengawas persaingan
(KPPU) menangani praktek Penunjukan Langsung dalam kegiatan
pengadaan barang dan/atau jasa berdasarkan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999.
D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, maka diharapkan dapat memberikan
kegunaan sebagai berikut :
Universitas Indonesia
7
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum dan pembaharuan ilmu hukum
nasional pada umumnya dan hukum perusahaan serta hukum anti \
monopoli dan persaingan usaha pada khususnya, terutama mengenai
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan PT PLN (Persero)
selaku Badan Usaha Milik Negara.
2. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran baik bagi pemerintah, praktisi dan lembaga pengawas yang erat
sekali kaitannya dengan masalah pengadaan barang dan jasa di lingkungan
PT PLN (Persero) selaku Badan Usaha Milik Negara, sehingga praktek
pengadaan barang dan jasa dapat berjalan efektif dan efisien serta
memberikan daya guna dan hasil guna dalam praktek penyelenggaraan
fungsi penyediaan ketenagalistrikan.
E. Tinjauan Pustaka
Judul buku : Pokok-pokok Hukum Persaingan Usaha di
Indonesia
Pengarang : Hermansyah
Impresum : Jakarta : Prenada Media Group, 2008
Cetakan/ edisi : ke-2, 2009
Jumlah halaman : 254 halaman
Dalam buku berjudul Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di
Indonesia yang disusun oleh Hermansyah dan diterbitkan Kencana Prenada
Media Group di Jakarta pada tahun 2008, diruaikan pemahaman mengenai
berbagai persoalan hukum yang berkaitan dengan persaingan usaha di
Indonesia, khususnya dalam kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999. Di antara kandungan intinya adalah pengantar hukum
Universitas Indonesia
8
persaingan usaha; apa yang dilarang dalam hukum persaingan usaha di
Indonesia; peranan hukum dalam pembangunan ekonomi; penegakan hukum
persaingan usaha; tata cara penanganan perkara di KPPU ; perbandingan
hukum persaingan usaha di beberapa negara; dan pengembangan hukum
persaingan usaha di Indonesia. Buku ini menggunakan bahasa yang
sederhana dan mudah dipahami.
Buku ini berukuran 15 cm x 23 cm, menggunakan jenis kertas Hvs dan
Cover Flexi. Dari segi bahasa, buku ini menggunakan bahasa Indonesia dan
cukup mudah dipahami. Dengan demikian, buku ini penting karena tidak
hanya menguraikan beberapa segi dalam kaidah persaingan usaha di
Indonesia, tetapi juga memberikan gambaran mengenai penegakan hukum
dalam praktek persaingan usaha di Indonesia.
Judul buku : Hukum Anti Monopoli
Pengara ng : Suyud Margono
Impresum : Jakarta : Sinar Grafika, 2009
Cetakan/ edisi : Cetakan ke-1
Jumlah halaman : 269 halaman
Dalam buku yang berjudul Hukum Anti Monopoli yang disusun oleh
Suyud Margono dan diterbitkan oleh Sinar Grafika di Jakarta pada tahun
2009, diuraikan pemahamanan mengenai persoalan hukum yang berkaitan
dengan anti monopoli, khususnya dalam kaitannya dengan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Anti Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Kelebihan dari buku ini yaitu menguraikan secara detail
mengenai praktek-praktek hukum anti monopoli tidak hanya di Indonesia
tetapi juga membandingkan dengan beberapa negara lain. Selain itu juga
buku ini membahas tentang relevansi hukum anti monopoli (masalah
monopoli dan konglomerasi di Indonesia), hukum anti monopoli sebagai
kebutuhan dan public policy, jenis praktik bisnis curang dalam anti monopoli,
perjanjian yang dilarang dalam anti monopoli, kegiatan yang dilarang dalam
Universitas Indonesia
9
anti monopoli, posisi dominan yang dilarang dalam anti monopoli, penegakan
hukum anti monopoli, serta dampak implementasi UU Anti Monopoli.
Buku Suyud Margono mengenalkan kepada penulis antara lain tentang
istilah trust, resale price maintenance, integrasi vertikal, dan tie-ins contract.
Mengikuti pola UU No. 5 Tahun 1999.
Di sisi lain, buku ini hanya menyajikan informasi pada satu subbab
mengenai mekanisme hukum acara larangan anti monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat, yang tak lebih dari lima belas halaman. Buku Suyud
tampaknya lebih ditujukan untuk memahami segi materiil hukum anti
monopoli.
F. Kerangka Teori
Rencana penelitian tesis ini akan menggunakan teori hukum untuk
menganalisis pokok permasalahan. Kerangka teori yang digunakan untuk
menganalisis data dalam penulisan tesis ini adalah teori keadilan hukum.
Teori ini digunakan oleh Penulis untuk menjawab pertanyaan tentang akibat
yang ditimbulkan dengan adanya penunjukan langsung anak Perusahaan dan/
atau Pihak Terafiliasi PT PLN (Persero) dalam hal pengadaan barang dan jasa
menurut hukum persaingan usaha. Teori keadilan hukum yang digunakan
Penulis mengacu kepada teori yang dikembangkan oleh Jhon Rawls. John
Rawls banyak berbicara tentang keadilan di bidang sosial dan ekonomi.
John Rawls memandang keadilan sebagai fairness (justice is fairness)
dimana keadilan adalah kebajikan utama dalam institusi sosial.10 Dalam
mengembangkan konsep justice as fairness terdapat satu hal penting yang
harus diperhatikan yaitu menentukan prinsip keadilan yang digunakan
sebagai tolok ukur. Dalam teori justice as fariness, John Rawls
mengemukakan terdapat 2 (dua) prinsip keadilan, yaitu :11
“First : each person is to have an equal right to the most extensive
basic liberty compatible with a similar liberty for others. Second : social and
economic inequalities area to be arranged so that they both (a) reasonably
10John Rawls, A Theory of Justice, Belknap Press of Harvard University: Cambridge, 1971, hlm. 3.
11Ibid., hlm. 60.
Universitas Indonesia
10
expected to be to everyone’s advantages, and (b) attached to positions and
offices open to all.”
Pernyataan John Rawls tersebut lebih lanjut dikaitkan dengan
mekanisme pasar, yang berbunyi :12
“A futher and more significant advantage of a market system is that,
given the requisite background institutions, it is consistent with equal
liberties and fair equality of opportunity. Individual households and firmsare
free to make their desicions independently, subject to general conditions of
the economy.”
Dari pernyataan di atas, Rawls menekankan pada kesamaan hak semua
orang atau pihak atas kebebasan termasuk dalam kaitannya dengan kebebasan
berusaha dalam ekonomi. Ketidakadilan seharusnya diatur sedemikan rupa
agar menguntungkan semua pihak, namun tetap memperhatikan situasi
ekonomi yang terjadi. Teori ini mengedepankan prinsip keseimbangan dan
kelayakan pada pembagian keuntungan dalam kehidupan sosial. Keadilan
sosial di sini melibatkan persoalan tentang efisiensi, koordinasi dan stabilitas.
Melihat pentingnya keadilan dalam kehidupan sosial tersebut, maka
perlu kiranya pemerintah Indonesia menempatkan kembali prinsip keadilan
dalam setiap dasar kebijakan pemerintah demi terwujudnya kesejahteraan
sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dalam konteks keadilan di
Indonesia, maka teori keadilan harus sesuai dengan kebenaran menurut
sistem pemikiran bangsa Indonesia. Begitu pun dengan keadilan hukum,
tentunya harus sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Sistem
pemikiran bangsa Indonesia dan keadilan hukum di Indonesia seharusnya
juga sejalan dengan ideologi bangsa dan landasan hukum negara Indonesia,
yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam hal ini keadilan yang dimaksud adalah apa yang tercantum
dalam sila kelima dari Pancasila, yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”. Adapun hukum yang adil bagi bangsa Indonesia juga harus
mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-
undang Dasar 1945.
12Ibid. hml. 272-273.
Universitas Indonesia
11
G. Kerangka Konseptual
Terdapat beberapa istilah yang merupakan kerangka konseptual dalam rencana penelitian tesis ini, yaitu :
1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruh
atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.13
2. Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang
ekonomi.
3. Pengadaan barang dan/atau jasa adalah Pengadaan Barang dan/atau jasa
Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang dan/atau
jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang dan/atau jasa oleh
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya
yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai
diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang dan/atau
jasa.14
4. Pengguna barang dan/atau jasa adalah orang perseorangan atau badan
selaku pemilik pekerjaan/ proyek yang memerlukan barang dan/atau jasa
(termasuk pemborongan pekerjaan).15
5. Penyedia barang dan/atau jasa adalah orang perseorangan atau badan
yang kegiatan usahanya menyediakan barang dan/atau jasa (termasuk
pemborongan pekerjaan).16
6. Persaingan usaha adalah persaingan antara pelaku usaha dalam
menjalanklan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa
13Indonesia, Pasal 1 angka (1) Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara, UU No. 19 Tahun 2003, LN No 70 Tahun 2003, TLN No. 4297.
14Indonesia, (b), op.cit., Pasal 1 angka (1) Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010.15Indonesia, Pasal 1 angka (4) Undang-undang tentang Jasa Konstruksi, UU No. 18 Tahun
1999; LN No. 54 Tahun 1999, TLN No. 3833.16Ibid, psl.1 angka (5).
Universitas Indonesia
12
yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau
menghambat persaingan usaha.17
7. Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa
yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau
menghambat persaingan usaha.18
8. Perjanjian adalah satu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk
mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha dengan nama
apapaun, baik tertulis maupun tidak tertulis.19
9. Praktek Monopoli adalah Pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau
lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau
pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan
persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.20
H. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam tahap-tahap penelitian tesis ini meliputi :
tipologi penelitian, metode pendekatan, metode pengumpulan data dan metode
analisis data, dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Tipologi Penelitian
Tipologi penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini
yaitu penelitian hukum normatif. Menurut Soerjono Soekanto,
Penelitian hukum normatif adalah Penelitian hukum yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka dan data sekunder.
Penelitian hukum normatif yang digunakan mencakup :
a. Inventarisasi hukum yaitu mengumpulkan ketentuan-ketentuan
hukum persaingan usaha dan pengadaan barang dan/ atau jasa,
seperti : Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan
17Indonesia, (a), op.cit, Pasal 1 angka (6) UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
18Ibid.19Suharnoko, Hukum Perjanjian: Teori dan Kasus Analisa Kasus, Kencana : Jakarta, 2004,
hlm.1.20Indonesia, (a), op.cit, Pasal 1 angka (2) UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Universitas Indonesia
13
Presiden, Peraturan Menteri dan Keputusan Direksi PT PLN
(Persero), serta peraturan nasional lainnya yang berhubungan
dengan pokok permasalahan untuk dilakukan analisis.
b. Penelitian hukum terhadap asas-asas hukum dan taraf sinkronisasi
vertikal. Taraf sinkronisasi vertikal yaitu penelitian terhadap
ketentuan hukum antara yang lebih tinggi dalam hal ini UU No. 5
Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Larangan Persaingan
Usaha Tidak Sehat dengan ketentuan hukum yang lebih rendah
yang mengatur di bidang pengadaan barang dan/ atau jasa yang
tidak saling bertentangan .
Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam melakukan
penelitian ini menggunakan tipe eksplanatori yaitu suatu jenis
penelitian yang digunakan untuk memberikan penjelasan dan untuk
menguji suatu hipotesa yang menyatakan bahwa pengadaan barang
dan/ atau jasa dengan metode penunjukan langsung terhadap anak
perusahaan dan/ atau pihak terafiliasi PT PLN (Persero) merupakan
langkah strategis untuk mensinergikan Badan Usaha Milik Negara.
Melalui penelitian eksplanatori ini dapat diketahui bagaimana
korelasi antara sifat, bentuk, maupun kekuatan hubungan peraturan
perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya.
2. Metode Pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif,
yaitu metode yang menggunakan data sekunder sebagai sumber utama
yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan.21 Data yang digunakan
dalam penelitian ini diperoleh dari penelitian kepustakaan (library
research), sebagai suatu teknik pengumpulan data dengan memanfaatkan
berbagai literatur berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku,
karya ilmiah, makalah, artikel, bahan kuliah, media masa dan sumber
lainnya.
21Rony Hanityo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia : Jakarta, 1990, hlm. 9.
Universitas Indonesia
14
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dengan
menggunakan bahan hukum yang berkaitan dengan masalah penunjukan
langsung dan persaingan usaha tidak sehat. Data yang diperoleh dari bahan
hukum yaitu :
a) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.22
Tujuan penggunaan bahan hukum primer ini adalah untuk memberikan
penjelasan mengenai dasar hukum pengaturan yang terkait dengan
pokok permasalahan yang menjadi objek penelitian. Dalam tulisan ini
bahan hukum primer yang digunakan adalah :
1. Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
2. Undang Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara.
3. Undnag Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
4. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2005 tentang Pendirian,
Pengurusan. Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik
Negara.
5. Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang
dan/atau jasa Pemerintah.
6. Peraturan Presiden No. 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua
atas Peraturan Presiden No 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang dan/atau jasa Pemerintah.
7. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 80 Tahun 2003
Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan/atau Jasa
Pemerintah.
8. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. Per-
05/MBU/2008 Tentang Pedoman Umum Pengadaan Barang dan
Jasa Badan Usaha Milik Negara.
22Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan III, Rajawali : Jakarta, 1990, hlm 13-14.
Universitas Indonesia
15
9. Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara No.
Per-15/MBU/2012 Tentang Perubahan atas Peraturan Peraturan
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. Per-05/MBU/2008
Tentang Pedoman Umum Pengadaan Barang dan Jasa Badan
Usaha Milik Negara.
10. Peraturan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha Nomor 3 Tahun
2011 Tentang Pedoman Pasal 19 Huruf (d).
b) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, doktrin, yurisprudensi, dan
asas-asas hukum. Bahan-bahan hukum sekunder yang digunakan
terdiri dari :
1) Buku literatur
2) Hasil-hasil penelitian
3) Hasil karya dari kalangan hukum
4) Majalah, koran, media cetak dan elektronik
c) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, terdiri dari:
1) Kamus Umum Bahasa Indonesia
2) Kamus Hukum
4. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan metode
kualitatif yaitu dengan menguraikan dan menafsirkan data-data
berdasarkan kaidah-kaidah silogisme hukum, interpretasi dan konstruksi
hukum yang berlaku yang berkaitan dengan pokok permasalahan.
I. Sistematika Penelitian
Universitas Indonesia
16
Penulisan tesis ini terdiri dari lima (5) Bab yang dalam setiap Bab terdiri
dari sub-bab. Adapun rincian dari isi pada setiap bab adalah sebagai berikut :
Bab I adalah Pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, pokok
permasalahan, tujuan penelitian, Tinjauan Pustaka, Kerangka Teori, Kerangka
Konseptual, Metode Penelitian dan Sistematika Penelitian.
Bab II tentang kajian teori tentang tinjauan umum pengadaan barang
dan/ atau jasa yang berisi tentang pengadaan barang dan jasa secara umum,
pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah, peraturan tentang
pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN, pengaturan pengadaan
barang dan jasa dalam perpektif hukum persaingan usaha, pendekatan hukum
persekongkolan tender dalam hukum persaingan.
Bab III tentang kajian penunjukan langsung anak perusahaan PT PLN
(Persero) dalam pengadaan barang dan/atau jasa yang berisi tentang PT PLN
(Persero) sebagai pelaku usaha di sektor ketenagalistrikan, peraturan
pengadaan barang dan/atau jasa di PT PLN (Persero).
Bab IV merupakan bab yang membahas Peran KPPU sebagai lembaga
pengawas persaingan dalam penanganan praktek penunjukan langsung dalam
pengadaan barang dan/atau jasa, tugas, wewenang dan fungsi KPPU,
penegakan hukum persaingan usaha oleh KPPU di indonesia, wewenang
Pengadilan Negeri terkait putusan KPPU, pedoman-pedoman KPPU dalam
penunjukan langsung, putusan KPPU sehubungan dengan diskriminasi pelaku
usaha.
Bab V ini berisikan kesimpulan dari pokok permasalahan dan disertakan
pula saran-saran sebagai rekomendasi berdasarkan temuan-temuan yang
diperoleh dalam Penelitian.
Universitas Indonesia
top related