proposal prematur asfiksi
Post on 05-Jul-2015
1.313 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HUBUNGAN PREMATURITAS DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA DI RSUD TASIKMALAYA TAHUN 2009
Oleh :
ERNILA CONSTANTIA PUTRINPM : 0200070015
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan untuk Memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelarAhli Madya Kebidanan (AM.Keb)
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RESPATI TASIKMALAYA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 diharapkan
angka kematian di Indonesia bisa ditekan. Sebagai indikator yang dijadikan dasar
untuk mengukur keberhasilan yang telah dicapai terhadap kegiatan pelayanan
kebidanan adalah angka kematian ibu dan bayi. Untuk itu telah digariskan bahwa
salah satu kebijaksanaan dasar pembangunan kesehatan diarahkan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, kualitas kehidupan dan usia harapan
hidup, menekan angka kematian ibu dan bayi baru lahir seoptimal mungkin.1
Secara nasional angka kematian ibu (AKI) di Indonesia pada tahun 2007
berjumlah 286 jiwa dari 100 ribu kelahiran hidup, dan angka kematian bayi
(AKB) sebanyak 32 dari 1000 kelahiran hidup.2 Sedangkan kematian neonatal
(umur 0-7 hari) adalah 275 neonatal meninggal setiap hari. Sedangkan kematian
neonatal (umur 0-28 hari) adalah 275 neonatal meninggal. Berdasarkan data
Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat jumlah angka kematian bayi kurang dari 1
tahun sebesar 69 per 1000 kelahiran hidup.3
Penyebab utama morbiditas dan mortalitas neonatus diantaranya karena
komplikasi pada bayi baru lahir BBLR, asfiksia, pneumonia dan infeksi serta
ikterus neonatorum. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa angka
kematian bayi karena asfiksia masih cukup tinggi. Pola penyakit penyebab
1
1
kematian menunjukkan bahwa proporsi penyebab kematian neonatal kelompok
umur 0-7 hari tertinggi adalah prematur dan berat badan lahir rendah yaitu
sebanyak 35%, kemudian asfiksia lahir 33,6%, malnutrisi janin dan imaturitas,
serta BBLR (17%).4
Berdasarkan data WHO (World Health Organization), setiap tahunnya kira-
kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi baru lahir mengalami asfiksia, hampir satu
juta bayi ini meninggal, sedangkan survei WHO tahun 2006 dan 2007 kematian
bayi baru lahir disebabkan oleh asfiksia sebesar (27%).4 Angka kematian bayi di
Indonesia sebanyak 47% meninggal pada masa neonatal (usia di bawah 1 bulan).
Setiap 5 menit terdapat satu neonatus yang meninggal. Penyebab kematian
neonatal di Indonesia yaitu asfiksia sebesar (27%).5
Survey pendahuluan di RSUD Tasikmalaya tahun 2009 diperoleh data
angka kejadian asfiksia sebanyak 916 bayi dari jumlah kelahiran sebanyak 185
kelahiran hidup, dari jumlah bayi yang mengalami asfiksi sebanyak 88 bayi
adalah bayi prematur dan dari jumlah bayi yang mengalami asfiksia tersebut
sebanyak 8 berakhir dengan kematian.6
Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas kedua
tertinggi. Akibat jangka panjang asfiksia perinatal ini dapat diperbaiki secara
bermakna bila hal ini diketahui sebelum kelahiran (misalnya pada keadaan gawat
janin), sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi/oksigenasi janin
intrauterin atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia
janin yang terjadi.7
2
Berbagai penyebab utama terjadinya asfiksia neonatus yaitu prematuritas
dengan ukuran tubuh lebih kecil dibandingkan bayi cukup bulan. Prematuritas
adalah bayi yang dilahirkan tidak cukup bulan, sehingga organ tubuhnya baik itu
jantung maupun paru-paru belum berkembang secara sempurna sehingga proses
pernapasan tidak dapat berjalan dengan baik.8
Proses yang terjadi pada asfiksia dapat diramalkan meskipun penyebabnya
belum diketahui seperti pada kasus kelahiran prematur yang dapat menyebabkan
berbagai komplikasi pada bayi. Berdasarkan data yang diperoleh dapat
diasumsikan bahwa tidak setiap bayi prematur mengalami asfiksia, begitupun
sebaliknya asfiksia tidak selalu disebabkan oleh prematur. Melihat paparan
tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut yaitu
mengenai hubungan prematuritas dengan kejadian asfiksia di RSUD Tasikmalaya
tahun 2009.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan tersebut di atas, penulis mengidentifikasikan rumusan
masalah sebagai berikut :
“Bagaimana hubungan antara prematuritas dengan kejadian asfiksia neonatorum
di RSUD Tasikmalaya thun 2009?”.
3
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara prematuritas dengan kejadian asfiksia
neonatorum di RSUD Tasikmalaya tahun 2009.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui angka kejadian prematuritas di RSUD Tasikmalaya tahun
2009.
2. Mengetahui angka kejadian asfiksia neonatorum di RSUD
Tasikmalaya tahun 2009.
3. Mengetahui hubungan kejadian asfiksia yang disebabkan prematuritas
di RSUD Tasikmalaya tahun 2009.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menjadi based evidence bagi pengembangan
Ilmu Kebidanan dan Ilmu Kesehatan Anak dan Ilmu Kegawatdaruratan.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat menginformasikan dan memberikan sumbang
saran yang konstruktif bagi masyarakat khususnya bagi ibu yang
mempunyai bayi dengan asfiksia neonatorum sehingga dapat
mengubah perilaku dalam peningkatan kesehatan ibu hamil.
4
2. Bagi RSUD Tasikmalaya
Penelitian in dapat dijadikan sebagai upaya peningkatan pelayanan
kesehatan melalui perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi asuhan
kebidanan pada kehamilan prematuritas melalui pemberian terapi
dengan oksigenasi atau terminasi sehingga dapat mencegah terjadinya
asfiksia neonatorum di RSUD Tasikmalaya.
3. Bagi STIKes Respati
Penelitian ini dapat dijadikan bahan kepustakaan dan sebagai landasan
untuk mendorong mahasiswa kebidanan agar lebih memahami
manajemen asuhan kebidanan pada asfiksia neonatorum.
4. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat dijadikan bekal untuk pengembangan profesi
kebidanan sehingga apabila nanti sudah terjun ke lapangan dapat
memberikan asuhan kebidanan pada ibu yang mempunyai bayi dengan
asfiksia neonatorum.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Prematuritas
1. Pengertian
Prematuritas adalah kelahiran bayi pada saat masa kehamilan
kurang dari 259 hari dihitung dari hari terakhir haid ibu.9 Prematuritas
bayi yang dilahirkan pada minggu ke 37 usia kehamilan. Bayi yang
lahir cukup bulan yang beratnya kurang dari 2500 gr bukan
prematuritas, walaupun lebih kecil dari semestinya. Prematuritas ialah
bayi lahir pada kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat badan
yang sesuai.10
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa prematuritas ialah bayi yang lahir sebelum cukup bulan yaitu <
37 minggu dengan berat badan < 2500 gr atau berat badan yang sesuai.
2. Klasifikasi
Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya
prematuritas digolongkan dalam 3 kelompok, yaitu :
1) Bayi yang sangat prematur berat (extremely premature) : bayi yang
lahir pada usia kehamilan 24-30 minggu masih sangat sukar hidup
terutama di negara belum atau yang sedang berkembang.
6
6
2) Bayi pada derajat prematur sedang (moderately premature) : bayi
yang lahir pada usia kehamilan 31-36 minggu.
3) Bayi yang kurang bulan (bordeline premature) : bayi yang lahir
pada usia 37-39 minggu.11
3. Karakteristik prematuritas
Prematuritas ukurannya kecil, kepalanya terlihat besar untuk
tubuhnya yang kecil. Mukanya kecil tapi tidak ada lemak di pipinya
dan matanya menonjol. Daun kupingnya tidak ada atau tidak
sempurna. Rambutnya sedikit tidak teratur, banyak lanugo di
tubuhnya, verniks sedikit sekali, kulitnya keriput tipis dan sangat
merah muda. Scrotumnya belum berbentuk dan tidak berisi testikel.
Pada bayi perempuan klitorisnya besar dan labia menora terlihat jelas.
Refleknya masih buruk, demikian juga tonus ototnya terutama otot
polos di saluran cerna dan di sistem kemih belum siap menunaikan
fungsinya.
Bagi prematuritas sebenarnya masih harus terapung dalam
cairan uterus dengan segala kenyamanannya bukan malah berjuang
keras beradaptasi dengan dunia luar.12 Oleh karena itu tubuhnya belum
cukup terdesain untuk diletakan dalam posisi dan postur untuk waktu
yang lama.
Jika prematuritas dibiarkan dalam posisi yang ia kehendaki, ia
akan mengambil posisi mirip katak. Anggota gerak dapat digerakannya
7
dan akhirnya ia akan mampu mengubah posisinya seperti bayi normal
yang selalu aktif bergerak. Pada awalnya saat bayi berada dalam
inkubator, perawatlah yang akan mngubah posisi dan postur
prematuritas. Perubahan-perubahan ini mencegah terjadinya tekanan
yang tidak dikehendaki pada tubuh bayi.
Semua sistem dalam tubuh prematuritas dapat berfungsi secara
sempurna, tetapi dihari-hari pertama sistem-sistem tersebut masih
bekerja secara lamban .
4. Prognosis Prematuritas
1) Hipoksia perinatal (kekurangan oksigen)
Umumnya gangguan telah dimulai sejak di kandungan,
misalnya gawat janin atau jenis stress janin saat proses kelahiran, yang
membuat bayi mengalami asfiksia (kegagalan bernafas spontan dan
teratur dalam menit-menit pertama setelah lahir. Biasanya dokter akan
melakukan resusitasi agar tidak menimbulkan kerusakan organ,
khususnya otak.
2) Masalah kardiovaskular
Masalah kardrovaskular adalah kelainan yang paling sering
ditemui pada prematuritas. Hal ini disebabkan belum menutupnya
Patent Ductus Arterious (PDA), yaitu saluran yang
menghubungkan aorta dan arteri paru-paru kiri. Saluran/duktus ini
mengalirkan darah-keluar dari paru yang belum berfungsi dan ia
8
tatap terbuka selama kehamilan Saat masih dalam kandungan,
pembuluh darah ini digunakan untuk benapas. Ketika lahir, bayi
akan bernapas secara normal. sehingga pembuluh darah itu akan
menutup. Tapi karena gagal napas maka pembuluh darah ini tak
menutup.
3) Mata juling
Strabismus atau mata juling biasa dialami prematuritas:
dokter mata sebaiknya menilai keadaan mata, terutama bila
strabismus menetap sampai' usia lebih dari 9 bulan Selain itu bila
ditemukan gangguan pada retina atau retinopaty of prematurity
(ROP) bayi harus diawasi lebih ketat.
4) Gangguan napas
Gangguan ini terjadi karena paru-paru belum matang
sehingga kekurangan bahan surfaktan yang diproduksi oleh paru-
paru. Surfaktan berfungsi mempertahankan mengembangnya alveoli
atau gelembung paru. Kekurangan surfaktan membuat pertukaran
udara menjadi tidak baik dan bayi akan mengalami sesak napas atau
sindroma gangguan napas.
5) Bayi Kuning
Ketika lahir, sebagian besar prematuritas mengalami kuning
yang disebabkan fungsi hatinya belum sempurna. Kemungkinannya
akan semakin besar bila saat hamil ibu menderita infeksi, khususnya
9
infeksi plasenta. Tindakan untuk mengatasinya adalah dengan terapi
sinar - biru, bila kasusnya berat sekali maka dilakukan transfusi
tukar.
6) Cedera Kedinginan
Masalah pengaturan suhu tubuh bayi pun terkadang belum
sempurna sehingga bayi harus dimasukkan ke dalam inkubator.
Tujuannya menghindari bayi dari kedinginan akibat suhu
lingkungan yang terlalu rendah, terlalu tinggi, atau suhu yang naik
turun karena dapat menyebabkan cedera dengan ciri-ciri kutitnya
akan teraba keras pada tempat tertentu.
5. Penanganan
Penanganan prematuritas dan BBLR saling berhubungan11
Tabel 2.1 Penanganan Prematuritas dan BBLRKriteria Extremely premature gestasi 24-30 minggu
Berat lahir bayi < 2500 gramKategori BBLR < 1500 gram (Moderately
premature)BBLR 1500-2500 gr
(Bordeline Premature)Penilaian Gestasi 31-36 minggu Getasi 37-38 minggupenangananPuskesmmas Keringkan secepatnya dengan handuk hangat
Kain yang basah secepatnya diganti dengan yang kering dan hangat, pertahankan tetap hangat
Berikan lingkungan hangat dengan cara kontak kulit dan dibungkus dengan kain hangat atau juga dengan metode kanguru
Beri lampu 60 watt dengan jarak minimal 60 cm dari bayi Kepala bayi ditutupi topi Beri oksigen jika bayi sianosis/ sukar bernafas Tali pusat dalam keadaan bersih
10
Tetesi ASI bila dapat menelan, bila tidak dapat menelan langsung rujuk
Rujuk ke rumah sakit
Beri ASI bila tidak dapat menghisap bisa menelan langsung diteteki dari putting
Bila tidak dapat menelan langsung rujuk
Rumah Sakit Sama dengan di atas Beri minum dengan sonde /teksi ASI Bila tidak mungkin, infus peketose 10% + bicarbonas natritus
1,5% = 4:1Hari I : 60 cc/kg/hari, hari II : 70cc / kg/ hari
Antibiotika Bila tidak dapat menelan/ sesak/ biru, tanda-tanda hipotermia
berat, terangkan kemungkinan akan meninggalSumber : 10
6. Perawatan prematuritas
Prematuritas akan menyebabkan berat badan lahir rendah yang
memerlukan perawatan khusus. Perawatan bayi tersebut perlu
diperhatikan hal-hal yang sesuai dengan kebutuhan bayi, yakni
memberi lingkungan yang baik, mencegah terjadinya peradangan,
memberi makanan minuman yang teliti, mengamati pernapasan dan
menolongnya bila perlu, memberikan ASI ekslusif, menjaga suhu
tubuh suhu lingkungan, memastikan semuanya bersih/ steril,
memberikan stimulus yang sesuai.
2.1.2 Asfiksia
1. Definisi
Asfiksia adalah suatu keadaan dimana sistem pernafasan terhenti
disebabkan oleh kekurangan oksigen di dalam darah dan badan tidak
11
dapat menerima bekalan oksigen yang mencukupi. Neonatus adalah
organisme yang sedang berada pada periode adaptasi kehidupan intra
uterin ke kehidupan ekstra uterin, tepatnya 0 sampai 28 hari.
Pengertian asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi
yang baru dilahirkan tidak dapat segera bernafas secara spontan dan
teratur setelah dilahirkan, yang disebabkan oleh hipoksia janin di
dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang
timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir.13
Pengertian asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir
tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan,
yang disebabkan oleh terjadinya kekurangan oksigen di dalam darah
dan badan tidak dapat menerima bekalan oksigen yang mencukupi.
Pengertian lain dari asfiksia neonatorum yaitu keadaan bayi yang tidak
dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan
oksigen dan makin meningkatkan karbondioksida yang menimbulkan
akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.14
Pada asfiksia atau hipoksemia yang terjadi atau ditemukan
sebelum kelahiran, gejala yang dapat dideteksi dari luar umumnya
berupa fetal bradikardia (gawat janin). Asfiksia yang terjadi sebelum
kelahiran dapat diperbaiki bila hal ini diketahui jauh sebelum
kelahiran (misalnya pada keadaan gawat janin), sehingga dapat
diusahakan memperbaiki sirkulasi/oksigenasi janin intra uterin atau
12
segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia yang
terjadi. Asfiksia dalam kelahiran merupakan penyebab mortalitas dan
morbiditas yang penting yang harus segera ditanggulangi dan asfiksia
yang terdeteksi sesudah lahir prosesnya berjalan dalam beberapa
tahapan (Dawes) yaitu:
1) Bayi bernafas megap-megap (gasping), diikuti dengan masa henti
nafas (fase henti nafas primer).
2) Jika asfiksia berlanjut terus, timbul seri pernafasan megap-megap
yang kedua selama empat sampai lima menit (fase gasping
kedua), diikuti dengan masa henti nafas kedua (henti nafas
sekunder)
Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen, akan terjadi
pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila asfiksia
barlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung mulai
menurun, sedangkan tonus otot neuromuskuler berkurang secara
berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu yang dikenal
sebagai apneu primer. Biasanya pemberian perangsangan dan
oksigenasi selama periode apneu primer dapat merangsang terjadinya
pernafasan spontan. Apabila asfiksia terus berlanjut, bayi akan
menunjukan pernafasan megap-megap yang dalam, denyut jantung
terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan
13
terlihat lemas. Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi
memasuki periode apneu yang disebut apneu sekunder.
Akan tetapi pada kenyataan di lapangan, secara klinis bayi yang
lahir dalam keadaan apneu sulit dibedakan apakah bayi tersebut
mengalami apneu primer atau apneu sekunder. Hal ini berarti bahwa
menghadapi bayi yang dilahirkan dengan apneu, maka kita harus
beranggapan bahwa bayi tersebut mengalami apneu sekunder dan kita
harus segera melakukan tindakan.11
2. Etiologi Asfiksia
Asfiksia neonatorum dapat disebabkan oleh hipoksia janin di
dalam uterus dan hipoksia ini terjadi karena gangguan pertukaran gas
serta transpor oksigen dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat
berlangsung akibat kelainan pada ibu selama kehamilan atau
persalinan.13 Gangguan dalam kehamilan yang dapat menyebabkan
asfiksia dapat berupa gizi ibu yang buruk, anemia dan hipertensi. Pada
keadaan tersebut pengaruh terhadap janin disebabkan oleh gangguan
oksigenasi serta kekurangan zat-zat makanan. Pada keadaan asifiksia
atau hipoksemia yang terjadi atau ditemukan dalam kehamilan, gejala
yang dapat dideteksi dari luar umumnya berupa fetal bradikardia
(gawat janin).13
Proses yang terjadi pada asfiksia dapat diramalkan meskipun
penyebabnya belum diketahui. Kekurangan oksigen pada janin sering
disertai hiperkapnia dan asidosis campuran metabolik-respiratorik.
14
Pada keadaan asfiksia / hipoksemia yang terjadi / ditemukan sebelum
kelahiran, gejala yang dapat dideteksi dari luar umumnya berupa fetal
bradikardia (sering disebut dengan istilah umum / generalisasi berupa
gawat janin). Jika dilanjutkan dengan pemeriksaan darah misalnya
lewat darah tali pusat, dapat ditemukan asidosis.
Pada bayi dengan asfiksia, secara kasar terdapat korelasi antara
frekuensi jantung dengan curah jantung. Karena itu pemantauan
frekuensi jantung (misalnya dengan stetoskop, atau perabaan nadi tali
pusat) merupakan cara yanng baik untuk memantau efektifitas upaya
resusitasi Asfiksia. Disebabkan oleh ber-kurangnya kemampuan tubuh
dalam menangkap oksigen atau mengakibatkan kadar O2 menjadi
berkurang.
Berbagai penyebab utama terjadinya asfiksia neonatus yaitu
prematuritas dengan ukuran tubuh lebih kecil dibandingkan bayi
cukup bulan. Prematuritas adalah bayi yang dilahirkan tidak cukup
bulan, sehingga organ tubuhnya baik itu jantung maupun paru-paru
belum berkembang secara sempurna sehingga proses pernapasan tidak
dapat berjalan dengan baik.
3. Penyebab Asfiksia
1) Faktor Ibu
(1) Perdarahan antepartum
(2) Penyakit hipertensi
(3) Penyakit DM dan sistemik lainnya
15
2) Faktor Janin
(1) Prematur
(2) Serotinus
(3) Anomali
(4) Jenis presentasi
(5) Berat badan janin
3) Faktor Plasenta dan Tali pusat
4. Penilaian pada Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia
Resusitasi yang efektif, berlangsung melalui serangkaian
kegiatan berupa: menilai bayi, menentukan/merencanakan tindakan
yang akan dilakukan, melakukan tindakan tersebut dan evaluasi.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata hanya menilai tiga
faktor penting, yaitu :
1) Usaha bernafas, apakah menangis atau tidak. Jika tidak ada
lakukan ventilasi dengan tekanan positif
2) Denyut jantung, apakah cepat atau lambat. Jika frekuensi denyut
jantung kurang dari 100 per menit, berikan ventilasi tekanan
positif. Jika lebih dari 100 per menit, evaluasi warna kulit janin.
Frekuensi denyut jantung dievaluasi setelah pemberian ventilasi
tekanan positif 15-30 detik. Jika frekuensi denyut jantung >100 per
menit, evaluasi warna seperti pada langkah 6. jika frekuensi denyut
jantung 60-100 per menit dan meningkat, lanjutkan ventilasi. jika
frekuensi denyut jantung <60 atau 80 per menit dan tidak
16
meningkat, ventilasi dilanjutkan dan kompresi dada dimulai. Pada
situasi ini intubasi trakea harus dipertimbangkan.
3) Warna kulit, apakah merah atau tidak. Jika janin berwarna merah
atau hanya menunjukkan sianosis perifer, lanjutkan observasi
sederhana. Jika terlihat sianosis sentral, berikan oksigen bebas
dengan konsentrasi 80-100%
Nilai Apgar tidak dipakai lagi untuk menentukan kapan kita
memulai resusitasi atau untuk membuat keputusan mengenai jalannya
resusitasi, karena menilai Apgar dilaksanakan pada satu menit dan
lima menit pertama setelah bayi lahir, sehingga apabila bayi
memerlukan intervensi segera seperti halnya resusitasi maka waktu
tersebut terlalu lama untuk melakukan tindakan resusitasi.11
Karena makin lama menunda resusitasi setelah tarikan nafas
terakhir, maka makin lama pula terjadi tarikan nafas pertama setelah
resusitasi. Dimana setiap penundaan satu menit, terjadinya tarikan
nafas pertama bertambah hampir dua menit, dan onset terjadinya nafas
yang teratur tertunda lebih dari empat menit.
Penilaian awal pada bayi baru lahir apakah bayi menangis kuat,
apakah warna kulit bayi kemerahan dan bagaimana pergerakan bayi
tersebut.15
17
5. Asuhan Kebidanan pada Asfiksia Neonatorum
Asuhan kebidanan adalah aktivitas atau intervensi yang
dilaksanakan oleh bidan kepada klien yang mempunyai
kebutuhan/permasalahan. Asuhan kebidanan yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya asfiksia dalam kehamilan yaitu dengan
melakukan pemeriksaan kehamilan yang teratur, sehingga deteksi dini
dan perbaikan sedini mungkin kalau terjadi sesuatu yang tidak
diharapkan dapat segera dilakukan sesuai dengan Standar Pelayanan
Kebidanan yaitu standar ke-4 “Bidan memberikan sedikitnya 4 x
pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesis dan pemantauan
ibu dan janin dengan seksama untuk menilai apakah perkembangan
berlangsung normal. Bila ditemukan kelainan, mereka harus mampu
mengambil tindakan yang diperlukan dan merujuknya untuk tindakan
selanjutnya.16
Resusitasi diperlukan oleh neonatus yang dalam beberapa menit
pertama kehidupannya tidak dapat mengadakan ventilasi efektif dan
perfusi adekuat untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi dan eliminasi
karbondioksida atau bila sistem kardiovaskuler tidak cukup dapat
memberi perfusi secara efektif kepada susunan saraf pusat, jantung
dan organ metal lain.
Asuhan kebidanan yang dapat dilakukan untuk memantau jika
terjadi asfiksia dalam persalinan yaitu dengan :
18
1) Melakukan observasi dalam menolong persalinan dengan
menggunakan partograf
2) Mendeteksi mekonium dalam air ketuban.
Setelah bayi lahir secara cepat langsung menilai 3 hal penting
yaitu usaha nafas, denyut jantung dan warna kulit dalam beberapa
detik. Bila dari ke tiga hal tersebut tidak ada masalah, selain tindakan
penjagaan agar bayi tertap kering dan hangat juga bidan harus segera
memastikan bahwa jalan nafas bayi bebas dari berbagai bahan atau
material yang dapat menghalangi masuknya udara ke dalam paru.
Hal ini dapat dilakukan dengan menghisap cairan pada mulut
kemudian pada hidung dari cairan ketuban, mekoneum atau bahan-
bahan lainnya. Bila sudah yakin jalan nafas terbebas dari sumbatan,
maka tidurkan bayi dengan kepala dimiringkan pada salah satu sisi
untuk mencegah terjadinya aspirasi.10
Apabila dari hasil penilaian ke tiga faktor di atas ada yang
kurang baik sehingga harus dilakukan resusitasi, maka sebelum
memakai alat resusitasi harus di cek terlebih dahulu dan alat harus
yang siap pakai. Tindakan untuk semua jenis asfiksia adalah sama
yaitu :
1) Membersihkan jalan nafas
2) Memotang tali pusat secara cepat
19
3) Pindahkan bayi pada tempat yang datar dan di bawah pemancar
panas serta posisikan terlentang dengan kepala ekstensi
4) Keringkan bayi dan bungkus agar hangat
5) Beri oksigen dengan menggunakan masker yang diletakan pada
daerah mulut dan hidung. Tindakan selanjutnya apabila bayi
tersebut mengalami asfiksia ringan maka pastikan jalan nafas
bersih, kemudian mulai melakukan Ventilasi Tekanan Positif
(VTP) dengan ambu bag yang ukuran maskernya tepat yang
dihubungkan dengan oksigen
2.2 Kerangka Teori
Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana sistem pernafasan terhenti
disebabkan oleh kekurangan oksigen di dalam darah dan badan tidak dapat
menerima bekalan oksigen yang mencukupi. Asfiksia neonatorum dapat
disebabkan oleh faktor ibu, janin dan plasenta. Yang termasuk dari faktor ibu
adalah perdarahan antepartum, hipertensi, DM dan penyakit sistemik lainnya,
yang termasuk faktor janin adalah prematur, serotinus, anomali, jenis presentasi
dan berat badan janin. Pada keadaan tersebut pengaruh terhadap janin disebabkan
oleh gangguan oksigenasi serta kekurangan zat-zat makanan. Berdasarkan
tinjauan kepustakaan, maka kerangka teori dapat digambarkan sebagai berikut :
20
Gambar 2.1 Kerangka Teori
2.3 Kerangka Pemikiran
Banyaknya penyulit pada ibu yang mungkin terjadi pada saat kehamilan,
persalinan dan nifas merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
neonatus. Salah satu penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas pada
neonatal adalah asfiksia. Persalinan preterm yang menyebabkan kelahiran
prematuritas dengan ukuran tubuh lebih kecil dibandingkan bayi cukup bulan,
ketuban pecah dini, lilitan tali pusat dan distosia memberikan kontribusi yang
cukup bermakna pada angka kejadian asfiksia. Adapun kerangka konsep dari
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
21
Faktor Ibu Perdarahan antepartum, hipertensi, DM dan penyakit sistemik lainnya
Faktor JaninPrematurSerotinusAnomaliJenis presentasiBerat badan janin
Faktor Plasenta dan tali pusat
Asfiksia
Keterangan : huruf yang dicetak miring tebal variabel yang diteliti
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
2.4 Hipotesis
Terdapat hubungan antara prematuritas dengan kejadian asfiksia neonatorum di
RSUD Tasikmalaya tahun 2009
22
PrematurAsfiksia
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Subjek Penelitian
3.1.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari subjek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu untuk dipelajari.17 Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh bayi baru lahir yang dirawat di RSUD
Tasikmalaya tahun 2009 berjumlah berjumlah 185 orang.
3.1.2 Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Pengambilan sampel
menggunakan teknik total sampling yaitu seluruh populasi yang berjumlah
185 orang dijadikan sampel.
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini kuantitatif, metode yang digunakan adalah analitik
korelasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional yaitu
pengambilan data dilakukan pada waktu yang sama.
23
23
3.2.2 Identifikasi Variabel
1. Variabel bebas : prematuritas
2. Variabel terikat : Kejadian asfiksia
3.2.3 Definisi operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Alat ukur Kategori Skala
Prematuritas Prematuritas ialah bayi
yang dilahirkan sebelum
cukup bulan yaitu usia
keamilan 20 - 37 minggu.
Format
Cheklist
Ya
Tidak
Nomina
l
Asfiksia
neonatorum
Asfiksia neonatorum
adalah keadaan dimana
bayi baru lahir tidak
segera bernafas secara
spontan dan teratur
setelah dilahirkan.
Format
Cheklist
Ya
Tidak
Nomina
l
3.2.4 Cara kerja dan teknik pengumpulan data
1. Cara Kerja
Sebelum menentukan tempat dan masalah penelitian, terlebih
dahulu penulis mencari data-data awal sebagai sumber untuk dijadikan
masalah penelitian. Kemudian peneliti melakukan pengurusan surat
izin penelitian ke Kesbang dengan membawa surat rekomendasi dari
STIKes Respati. Dilanjutkan dengan permohonan penelitian ke pihak
24
Rumah sakit untuk pengambilan data, sejalan dengan itu penulis
melakukan pengajuan judul yang dilanjutkan dengan pembuatan
proposal.
2. Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data menggunakan data sekunder melalui daftar
chek list sebagai rekapan dari laporan rekam medik RSUD
Tasikmalaya tahun 2009 mengenai kasus prematuritas dan data
asfiksia serta data lain yang diperlukan sesuai kebutuhan penelitian.
1) Editing Data, yaitu pemeriksaan data apakah lengkap atau tidak,
data-data tersebut mengenai kejadian bayi asfiksia dan bayi
prematur pada tahun 2009.
2) Coding Data, yaitu mengubah data yang berbentuk huruf ke
dalam bentuk angka sehingga memudahkan mengentri data.
Artinya, pemberian kode ini perubahan hasil checklist dengan
kategori “YA” diberi angka 1 dan “TIDAK” diberi angka 0.
3) Entry Data, yaitu memasukan data ke dalam komputer dengan
menggunakan program SPSS untuk selanjutnya dianalisis statistik.
4) Tabulating Data, yaitu pengorganisasian data agar dapat dengan
mudah dijumlahkan, disusun dan ditata untuk disajikan serta
dianalisis. Dengan kata lain memisahkan tiap kasus sesuai dengan
kategori masing-masing dengan bentuk tabel.
25
3.2.5 Rancangan Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisa univariat dilakukan untuk mendeskripsikan variabel
bebas dan variabel terikat. Teknik analisis data yang penulis gunakan
ialah dengan cara perhitungan presentase dari hasil kuesioner. Caranya
yaitu dengan membagi distribusi kategori (n) dengan jumlah sampel
(N) dan dikalikan 100%.
2. Analisis Bivariat
Sesuai dengan tujuan penelitian maka analisa bivariat dilakukan
untuk melihat hubungan antara variabel dependen dengan independen
menggunakan skala nominal dengan uji chi square.
Dengan rumus :
3.2.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di RSUD Tasikmalaya
2. Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan bulan Mei sampai Juni tahun 2010.
26
3.3 Etika Penelitian
Sebelum dilakukan pengumpulan data, terlebih dahulu penulis melakukan
etika dalam penelitian dimana etika ini merupakan salah satu syarat dilakukannya
penelitain terhadap subjek berupa manusia. Beberapa prinsip penelitian pada
manusia yang harus dipahami antara lain:
1. Prinsip Manfaat
Dengan berprinsip pada aspek manfaat, maka segala bentuk penelitian
yang dilakukan memiliki harapan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
manusia. Prinsip ini dapat ditegakan dengan membebaskan, tidak memberikan
atau menimbulkan kekerasan pada manusia, tidak dijadikan manusia untuk
dieksploitasi. Penelitian yang dihasilkan dapat memberikan manfaat dan
mempertimbangkan antara aspek resiko dengan aspek manfaat, bila penelitian
yang dilakukan dapat mengalami dilema dalam etik
2. Prinsip menghormati manusia
Manusia memiliki hak dan makhluk yang mulia yang harus dihormati,
karena manusia memiliki hak dalam menentukan pilihan antara mau atau
tidak untuk diikutsertakan menjadi subjek penelitian.
3. Prinsip Keadilan
Prinsip ini dilakukan untuk menjunjung tinggi keadilan manusia
dengan menghargai hak dan memberikan pengobatan secara adil, baik
menjaga privasi manusia, dan tidak berpihak dalam perlakuan terhadap
manusia.
27
Masalah etika penelitian kebidanan merupakan masalah yang sangat
penting dalam penelitian, mengingat penelitian kebidanan berhubungan
langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan.
masalah etika yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. Informed Consent
Sebelum melakukan penelitian, maka akan diedarkan lembaran
persetujuan untuk mejadi responden dengan tujuan agar subjek mengerti
maksud dan tujuan penelitian jika subjek bersedia maka mereka harus
menandatangani lembar persetujuan dan jika responden tidak bersedia,
maka peneliti harus menghormati hak responden.
b. Anonimity
Pada pengumpulan data dijelaskan terlebih dahulu alat ukur
penelitian dengan tidak perlu mencantumkan nama pada lembar
pengumpulan data sehingga nama rersponden bisa dirahasiakan, cukup
engan memakai kode pada masing-masing lembar tersebut.
c. Confidentaly
Penelitian menjamin kerahasiaan masalah-masalah reponden yang
harus dirahasiakan dalam penelitian. Kerahasiaan informasi yang telah
terkumpul dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data
tertentu yang akan dilaporkan pada hasil penelitian.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Cholil, 2007. Angka Kematian Ibu Dan Bayi Masih Signifikan, Ibi Gelar Loka
Karya Bidan Delima. Http://www.,mediaonline.com
2. Marwan. Kematian Perempuan di Indonesia. 2008 (Diunduh dari 1 Maret 2010)
tersedia dari http://www.acehrecovery-forum.org
3. Cholil, ABdullah MPH,2003. Kesehatan Reproduksi Perempuan Memprihatinkan
http://litbang.depkes.go.id di akses tahun 2005
4. Warouw, 2008. Muallimat Materi Kesehatan Tumbuh Kembang Bayi Di Tahun
Pertama. Dari http://www.scrib.com
5. (Depkes RI, 2007).
6. RSUD Tasikmalaya. Profil Catatan Rekam Medik RSUD Tasikmalaya. 2010
7. Tobing, 2007). Deteksi Awal Penyakit Neonatus http:// Srobgyn. www
3.50megs.com/mnh/resus.htm
8. Kariati, 2006,Ketuban Pecah Dini Kehamilan Aterm terhadap Insiden Sepsis
Neonatorum Dini. Dari www.portal-kalbe.com
9. Firmansyah, 2005. Korioamnionitis Histopatologik sebagai Risiko Persalinan
Preterm di RS Sanglah Denpasar. http://www.CerminDunnia Kedokteran.com
diakses tahun 2007
10. Saifuddin, 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
29
11. Prawirohardjo, S. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
12. Gupte, S., 2004, Panduan Perawatan Anak, Pustaka Populer Obor. Jakarta.
13. Wiknjosastro, 2002. Wiknjosastro, H.,1999, llmu Kebidanan, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
14. Manuaba, 2002, Ilmu Kebidanan Penyakit dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan EGC.Jakarta
15. Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Asculapius.
16. Depkes RI, 2001. Catatan Tentang Perkembangan Praktik Kebidanan, Depkes
RI, Jakarta
17. Notoatmodjo, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rhineka Cipta. Jakarta
30
top related